• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIVITAS ABU TULANG SAPI SEBAGAI SUMBER FOSFOR UNTUK TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) DI TANAH REGOSOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI EFEKTIVITAS ABU TULANG SAPI SEBAGAI SUMBER FOSFOR UNTUK TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) DI TANAH REGOSOL"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh : Novia Utami 20120210053

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

Lampiran I. Layout Penelitian

Keterangan :

K : 200 kg SP-36 (1,81 gram/tanaman)

A : 3.894 kg/ha Abu tulang sapi (35,34 gram/tanaman)

B : 1.947 kg/ha Abu tulang sapi (17,7 gram/tanaman)

C : 973,5 kg/ha Abu tulang sapi (8,85 gram/tanaman)

D : 649 kg/ha Abu tulang sapi (5,9 gram/tanaman)

E : 486 kg/ha Abu tulang sapi (4.42 gram/tanaman)

F : 389,20 kg/ha Abu tulang sapi (3,54 gram/tanaman)

1,2,3 : Ulangan

E2 C1

E3 B2

D2

F3

K1 A2

D1

B3 A1

A3

C3

B1

D3 F2

K3 F1

(12)

Lampiran II. Perhitungan Kebutuhan Abu Tulang Sapi/Ha Dalam Budidaya Tanaman Jagung Manis

Kebutuhan abu tulang sapi per hektar

Anjuran pemupukan : 200 kg/ha SP-36 (Faedah, 2015)

Kebutuhan P per hektar :

Kadar P dalam 100 kg abu tulang sapi : 18,5 kg (Anonim, 2008)

Kebutuhan abu tulang sapi per hektar

(13)

Lampiran III. Kebutuhan Abu Tulang Sapi Per Tanaman Kebutuhan abu tulang sapi per tanaman

Jarak tanam : 60x15 cm = 0.09 m2

Jumlah tanaman/Ha :

Efisiensi penyerapan abu tulang sapi oleh tanaman

A : Efesiensi penyerapan 10%

=

94 kg per ha

B : Efesiensi penyerapan 20%

=

kg per ha

C : Efesiensi penyerapan 40%

=

kg per ha

D : Efesiensi penyerapan 60%

=

kg per ha

E : Efesiensi penyerapan 80%

=

kg per ha

F : Efesiensi penyerapan 100%

=

9,4 kg per ha Takaran abu tulang sapi /ha

A : 3.894 kg/ha Abu tulang sapi (35,34 gram/tanaman)

B : 1.947 kg/ha Abu tulang sapi (17,7 gram/tanaman)

C : 973,5 kg/ha Abu tulang sapi (8,85 gram/tanaman)

(14)

E : 486 kg/ha Abu tulang sapi (4.42 gram/tanaman)

F : 389,20 kg/ha Abu tulang sapi (3,54 gram/tanaman)

Perhitungan takaran abu tulang sapi /tanaman

A =

B =

C =

D=

E =

F =

(15)

Lampiran IV. Perhitungan Kebutuhan Pupuk NPK/ Tanaman 1. Kebutuhan SP-36 per tanaman (Kontrol)

Anjuran SP-36 per Ha : 200 kg

Populasi :110.000 tanaman

SP-36 =

/tanaman 2. Kebutuhan Urea per tanaman

Anjuran Urea per Ha : 300 kg

Populasi :110.000 tanaman

Urea=

: 3 x pemupukan

= 0,9 gram/tanaman

3. Kebutuhan KCl per tanaman

Anjuran KCl per Ha : 50 kg

Populasi :110.000 tanaman

KCl=

(16)

Lampiran V. Perhitungan Berat Tanah /Polibag dan Kebutuhan Pupuk Kandang/Tanaman

1. Kebutuhan tanah per polibag

Kedalaman akar efektif : 25 cm

Diameter : 12,5

π : 3,14 π.r2

.t = 3,14x12,52x25

=3,14x156,25x25

=12265 gram

=12,2 kg/polibag

2. Kebutuhan pupuk kandang per tanaman

Kebutuhan pupuk kandang per Ha : 20 ton atau 20.000 kg

Populasi tanaman per Ha : 110.000 tanaman

(17)
(18)

Total 20 11976.61447

Ket: ns= Non Signifikan

E. Diameter tongkol Sumber

ragam

DB Jumlah Kuadrat

Kuadrat tengah

F Hitung Prob>F

Model 8 1.94785714 0.24348214 1.30 0.3295 ns

Eror 12 2.24963810 0.18746984

Total 20 4.19749524

(19)
(20)

J. Berat kering akar Sumber

ragam

DB Jumlah Kuadrat

Kuadrat tengah

F Hitung Prob>F

Model 8 1661.080124 207.635015 0.89 0.5532 ns

Eror 12 2803.212543 233.601045

Total 20 4464.292667

(21)

K. Hasil per Ha Sumber

ragam

DB Jumlah Kuadrat

Kuadrat tengah

F Hitung

Prob>F

Model 8 78.2729905 9.7841238 0.87 0.5687ns

Eror 12 135.6105238 11.3008770

Total 20 213.8835143

(22)

Lampiran VII. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Mesin Moffle

Gambar 2. Tulang sapi setelah dipanaskan menggunakan Moffle

(23)

Gambar 4. Tanaman jagung umur 7 minggu setelah tanam

(24)

Gambar 6. Tinggi tanaman jagung

(25)

August 2016. This research aims to determine the effectiveness of the use of Phosphorus element of cow bone ash in replacing the element phosphorus from SP-36 and to define the proper dose regarding the growth and result of sweet corn.

This research was conducted by using experimental methods, by the pattern of single factor, which was arranged in a completely randomized design. The treatment of dose is bovine bone ash which consists of 7 levels, namely: 35,34 grams of cow bone ash / plant, 17,7 grams of cow bone ash / plant, 8,85 grams of cow bone ash / plant, 5,9 grams of cow bone ash / plants 4,42 grams of cow bone ash / plant, 3,54 grams of cow bone ash / plant, and the supervision to provide an element of P from the SP-36 at a dose of 1.8 grams /plant. Each treatment was repeated 3 times and each replicate contained 3 sample, thus obtained 63 experimental units. The parameters observed were plant height, number of leaves, heavy cob with husks, cobs weight without husks, cob diameter, cob length, fresh weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of shoot , dry weight of root and the result of plant / hectar.

The results showed that the use of bovine bone ash as a source of phosphorus delivered an effective results in replacing SP-36 on sweet corn crop cultivation. The most appropriate dose for the growth and result of sweet corn is 486.75 kg / hectar (4.42 g / plant).

(26)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemotongan sapi menghasilkan produk utama berupa daging, sedangkan

tulangnya merupakan bagian yang belum dimanfaatkan secara optimal dan

ekonomis. Pemotongan satu ekor sapi dengan berat 500-700 kg, akan

menghasilkan tulang yang beratnya mencapai ±50 kg (Yusnita, 2014). Menurut

Widayati dan Suawa (2007) dalam Muhammad Irfan (2014) jumlah tulang yang

dihasilkan dari penyembelihan seekor sapi bisa mencapai 16,6% dari total berat

badan hidup.

Menurut Perwitasari (2008) tulang sapi mengandung 58,30% Ca3(PO4)2;

7,07% CaCO3; 2,09% Mg3(PO4)2; 1,96% CaF2 dan 4,62% kolagen. Secara

kimia abu tulang terdiri dari oksida logam berupa 55,82% CaO; 42,39% P2O5;

1,40% MgO; 0,43% CO2; 0,09% SiO2; 0,08% Fe2O3 dan 0,06% Al2O3.Abu

tulang sapi adalah Trikalsium Fosfat yang berasal dari Hydroxyapatit Ca5

(OH)(PO4)3. Menurut Carter and Spengler (1978) dalam Dairy (2004) umumnya

pada tulang sapi yang masih basah, berdasarkan beratnya terdapat 20% air, 45%

abu dan 35% bahan organik. Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37% dan

Fosfor 18.5% pada berat tulang sapi. Bedasarkan komposisi tersebut, maka tulang

sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber Fosfor untuk tanaman dalam bentuk abu

tulang sapi.

Tanaman yang membutuhkan unsur Fosfor banyak salah satunya adalah

jagung manis. Tanaman jagung manis membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara

(27)

lebih banyak, hara Ca, Mg dan S diperlukan dalam jumlah sedang, tidak semua

unsur dapat diserap langsung oleh tanaman (Syafruddin, 2007). Menurut Hong

(1989) dalam Nurul (2008), jagung manis tidak akan memberikan hasil yang

maksimal jika unsur hara yang diberikan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat

meningkatkan hasil panen secara kuantitatif dan kualitatif. Pemberian pupuk P

merupakan kunci utama dalam meningkatkan produksi jagung karena fosfor

berfungsi dalam pembentukan bunga, buah dan biji, sehingga tanaman sangat

membutuhkan P.

Tanaman jagung manis dapat dibudidayakan pada berbagai jenis tanah,

salah satunya tanah regosol. Tanah regosol merupakan tanah yang termasuk ordo

entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami

perkembangan yang sempurna dan hanya memiliki horizon A yang marginal.

Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning,

dan bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah yang demikian membuat tanah

tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik.

Tanah regosol memiliki kandungan bahan organik yang sedikit, sehingga

diperlukan penambahan unsur hara, salah satunya unsur hara Forsfor

(Organik.com, 2014).

Pemberian unsur hara pada tanaman jagung manis dapat berasal dari

pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik yang sering digunakan

dalam budidaya tanaman jagung manis adalah pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk

organik dapat berasal dari kotoran hewan dan sisa-sisa daun yang telah terurai

(28)

3

adalah tulang sapi. Tulang sapi dapat digunakan untuk mendapatkan unsur P,

sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dalam

budidaya tanaman dan juga dapat mengurangi limbah rumah tangga.

Winarso (2005) dalam Nurul (2008) menyatakan bahwa unsur Fosfor yang

diberikan untuk tanaman ke dalam tanah sebagian besar tidak dapat digunakan

tanaman karena bereaksi dengan bahan-bahan tanah lainnya sehingga nilai

efisiensi pemupukan P menjadi rendah hingga sangat rendah, dari 100 kg

pemupukan P hanya 20% yang diserap oleh tanaman, sedangkan 80% P tertinggal

di dalam tanah, sehingga dibutuhkan Asam Silikat yang salah satunya berasal dari

filtrat abu sekam padi yang dapat melarutkan senyawa organik. Pemberian filtrat

abu sekam padi tersebut diharapkan agar penyerapan unsur Fosfor pada

pertumbuhan tanaman dapat lebih maksimal. Menurut Fitri dkk (2012),

konsentrasi filtrat abu sekam padi (FASP) 20% dengan lama perendaman 48 jam

merupakan perlakuan yang tepat pada pengolahan limbah tulang ayam oleh FASP

menghasilkan dekolagenasi kandungan Kalsium dan Fosfor optimal.

Menurut Carter and Spengler (1978) dalam Dairy (2004) umumnya pada

tulang sapi yang masih basah, berdasarkan beratnya terdapat 20% air, 45% abu,

dan 35% bahan organik. Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37% dan Fosfor

18.5% pada berat tulang sapi. Bedasarkan komposisi tersebut, maka tulang sapi

dapat dimanfaatkan sebagai sumber Fosfor untuk tanaman dalam bentuk abu

tulang sapi. Pengaruh unsur Fosfor yang terkandung dalam tulang sapi pada

(29)

diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan unsur Fosfor dari

tulang sapi pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.

B. Perumusan Masalah

Efektivitas penggunaan unsur Fosfor tulang sapi dalam bentuk abu tulang

pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis belum diketahui, sehingga

diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan unsur Fosfor dari

tulang sapi dalam bentuk abu tulang pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung

manis.

C. Tujuan

1. Mengetahui efektivitas penggunaan unsur Fosfor dari abu tulang sapi

dalam menggantikan unsur Fosfor dari SP-36 untuk pertumbuhan dan hasil

tanaman jagung manis.

2. Menetapkan takaran abu tulang sapi yang tepat untuk pertumbuhan dan

(30)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tulang Sapi

Struktur tulang sapi pada prinsipnya sama dengan tulang lainnya yaitu

terbagi menjadi bagian epiphysis atau bagian sendi tulang dan diaphysis atau

bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Komposisi tulang sapi yang terdiri

dari 93% hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dan 7% β-tricalcium pHospHate

(Ca3(PO4)2, β-TCP) (Ooi et al.,2007). Komposisi kimia tulang sapi terdiri dari zat

anorganik berupa Ca, P, O, H, Na dan Mg, dimana gabungan reaksi kimia unsur

Ca, P, O, H merupakan senyawa apatite mineral sedangkan Na dan Mg

merupakan komponen zat anorganik tambahan penyusun tulang sapi dengan suhu

titik lebur tulang sapi sebesar 12270 K (Sontang, 2000).

Hidroksiapatit (HAp) adalah sebuah molekul kristalin yang intinya

tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2 yang

termasuk di dalam keluarga senyawa kalsium fosfat. Hidroksiapatit yang berasal

dari tulang sapi telah secara luas dipelajari dalam bidang aplikasi medis seperti

digunakan untuk mencangkok tulang, memperbaiki, mengisi atau penggantian

tulang serta dalam pemulihan jaringan gigi. Hidroksiapatit digunakan di dalam

dunia medis karena memiliki sifat yang dapat beradaptasi dengan baik pada

jaringan keras dalam tulang, dapat membangun kembali jaringan tulang yang

sudah rusak dan juga di dalam jaringan lunak meskipun memiliki laju degradasi

yang rendah, sifat osteokonduktifitas yang tinggi, bersifat tidak beracun, non

(31)

dari hidroksiapatit sama dengan yang dimiliki oleh tulang dan gigi. Selain itu,

struktur molekul hidroksiapatit juga sama dengan struktur molekul tulang dan gigi.

Abu tulang sapi adalah Trikalsium Fosfat yang berasal dari Hydroxyapatit

Ca5 (OH)(PO4)3. Memiliki komposisi abu tulang sapi, sebagian besar didominasi

oleh senyawa Fosfat dengan komponen mineral utama Hidroksilapatit (Anonim,

2008). Menurut Carter and Spengler (1978) dalam Dairy (2004) umumnya pada

tulang sapi yang masih basah, berdasarkan beratnya terdapat 20% air, 45% abu,

dan 35% bahan organik. Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37% dan Fosfor

18.5% pada berat tulang sapi.

B. Unsur Hara Fosfor 1. Peranan unsur hara Fosfor pada tanaman

Fosfor merupakan hara makro kedua setelah N yang dibutuhkan oleh

tanaman dalam jumlah yang cukup banyak (hara makro). Fosfor dianggap

sebagai kunci kehidupan (Key of life). Unsur ini merupakan komponen tiap

sel hidup dan cenderung terkonsentrasi dalam biji dan titik tumbuh tanaman.

Unsur P dalam Phospat adalah (Fosfor) sangat berguna bagi tumbuhan karena

berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar terutama pada awal-awal

pertumbuhan, mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.

Ketersediaan P dalam tanah ditentukan oleh bahan induk tanah serta faktor-

faktor yang mempengaruhi seperti reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe oksida,

kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan.

Tanaman menyerap Fosfor dalam bentuk ion Ortofosfat (H2PO4-) dan

(32)

7

dan Yuwono (2002) unsur P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu

bentuk Pirofosfat dan Metafosfat, bahkan menurut Thomson (1982) dalam

Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa kemungkinan unsur P diserap dalam

bentuk senyawa anorganik yang larut dalam air, misalnya Asam Nukleat dan

Phitin. Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat

berubah menjadi senyawa Fosfor organik. Fosfor ini mudah bergerak antar

jaringan tanaman. Kadar optimal Fosfor dalam tanaman pada saat

pertumbuhan vegetatif adalah 0.3% - 0.5% dari berat kering tanaman.

Karateristik Fosfor yaitu, Fosfor bergerak lambat dalam tanah,

pencucian bukan masalah, kecuali pada tanah yang berpasir. Fosfor lebih

banyak berada dalam bentuk anorganik dibandingkan organik. Di dalam

tanah kandungan F total bisa tinggi tetapi hanya sedikit yang tersedia bagi

tanaman. Tanaman menambang Fosfor tanah dalam jumlah lebih kecil

dibandingkan Nitrogen dan Kalium. Fungsi Fosfor pada tanaman yaitu:

a. Pembentukan bunga dan buah

b. Bahan pembentuk inti sel dan dinding sel

c. Mendorong pertumbuhan akar muda dan pemasakan biji pembentukan

klorofil

d. Penting untuk enzim-enzim pernapasan, pembentukan klorofil

e. Penting dalam cadangan dan transfer energi (ADP+ATP)

f. Komponen Asam Nukleat (DNA dan RNA),

g. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam

(33)

Tanaman yang mengalami kekurangan P, akan mengalami gejala sebagai

berikut:

a. Reduksi pertumbuhan, kerdil

b. Daun berubah tua agak kemerahan

c. Cabang, batang, dan tepi daun berwarna merah ungu yang lambat laun

berubah menjadi kuning

d. Buah tampak kecil dan cepat matang

e. Menunda pemasakan

f. Pembentukan biji gagal

g. Perkembangan akar tidak baik (Silvikultur.com, 2011)

2. Ketersediaan unsur hara Fosfor di dalam tanah

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah

untuk dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara,

kelembaban tanah dan aerasi, suhu tanah dan sifat fisik maupun kimia tanah.

Keseluruhan faktor ini berlaku umum untuk setiap unsur hara (Olson and

Sander 1988). Ketersediaan Unsur P dalam tanah untuk tanaman sangat

dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Tidak tersedia dan tidak

larutnya P disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe

yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Ada beberapa faktor

yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah yaitu :

a. Tipe liat

b. pH tanah

(34)

9

d. Temperatur

e. Bahan organik tanah (Nyakpa, dkk, 1988).

Bentuk P pada tanah masam yaitu H2PO4- lebih dominan dijumpai

dan terus ke bentuk HPO42-dan PO42-, sedangkan P yang dapat diserap

tanaman dalam bentuk OrthopHospat yaitu H2PO4- dan HPO42- pada

umumnya dapat tersedia bagi tanaman (Nyakpa, dkk, 1988). Tanah dengan

pH yang kurang dari 6,5 akan banyak terdapat Al dan Mn yang akan

mengikat P dalam tanah dengan reaksi sebagai berikut : Al3++ H2PO4-+

2H2O 2H++ Al(OH)2H2PO4. Fosfat jika berhubungan dengan suatu larutan

asam akan menghasilkan monokalsium Fosfat yang mudah larut menjadi

Ca2+ dan H2PO4- dengan reaksi sebagai berikut : Ca5(PO4)3OH (Hidroksi

Apatit) + 7 H+ 5 Ca2++ 3 H2PO4-+ H2O Ca5(PO4)3F (Fluorapatit) + 6 H+5

Ca2++ 3 H2PO4-+ F-. Cara mengurangi fiksasi P dalam tanah dapat

dilakukan antara lain sebagai berikut :

a. Mengatur pH yaitu dengan pengapuran

b. Pemberian bahan organik, pemberian ini akan menghasilkan anion dan

kation yang mengurangi fiksasi

c. Mengurangi kontak langsung antara pupuk dengan tanah (Sutedjo dan

Kartasapoetra, 1988).

Pemberian Fosfor di dalam tanah mempunyai sumber dari :

a. Pupuk buatan

(35)

c. Senyawa alam lainnya baik senyawa organik maupun

senyawaanorganik dari unsur-unsur P dan K yang sudah ada dalam

tanah.

Permasalahan Fosfor (P) pada kesuburan tanah lapisan atas adalah

sebagai berikut :

a. Jumlah total P di dalam tanah relatif rendah, yaitu 200 - 2000 kg P/ha

tanah di kedalaman15 cm

b. P yang ditemukan di lapisan atas tanah memiliki kelarutan yang rendah

atau benar-benar tidak dapat larut sehingga sebagian besar tidak

tersedia untuk diserap oleh tanaman.

c. Sumber P yang berasal dari pupuk yang ditambahkan ke tanah, akan

menyediakan unsur P untuk tanaman namun pada waktunya akan

membentuk campuran yang tidak dapat larut (Brady dan Weil, 2008)

C. Tanaman Jagung Manis

Jagung manis merupakan tanaman semusim, siklus hidupnya diselesaikan

dalam 60-70 hari. Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk

keperluan konsumsi manusia. Hasil produksinya berupa jagung muda yang

apabila direbus mempunyai rasa enak dan manis. Rasa manis tersebut disebabkan

karena kandungan glukosa yang terdapat di dalam biji jagung. Jagung manis

memiliki ciri biji yang masih muda becahaya dan berwarna cernih sedangkan biji

yang sudah masak dan kering akan menjadi keriput atau berkerut. Jagung dapat

ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu

(36)

11

tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur dan kaya akan kandungan

humus, dengan pH 5,5-6,5 (Aak, 2010). Budidaya jagung manis meliputi

beberapa tahapan yaitu, sebagai berikut :

1. Persiapan bahan tanam

Bahan yang digunakan dalam budidaya jagung manis berupa benih.

Benih yang digunakan merupakan benih unggul yang telah teruji kemurnian

benih terhadap kotoran maupun biji lain, daya tumbuh yang baik dapat

mencapai 90% ke atas dan ketahanan terhadap penyakit. Disamping itu

kemampuan berproduksi dalam umur yang relatif pendek, serta dapat

beradaptasi dengan baik dalam berbagai lingkungan (Aak, 2010).

2. Pengolahan Lahan

Pengolahan dilakukan dengan cara dibajak dan digaru, selanjutnya

ditambahkan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar. Menurut Firlana

(2011) dalam Zulkifli dan Herman (2012), penggunaan pupuk kandang sapi

pada tanaman jagung dengan dosis 20 ton/ha menunjukkan hasil tertinggi

terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tongkol, berat tongkol, berat

basah dan berat pipilan kering. Tujuan pengolahan tanah adalah memperoleh

media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan akar, mengurangi

keberadaan gulma serta memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah. Kegiatan

(37)

3. Penanaman

Penanaman jagung dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5-5 cm. Jarak tanam yang digunakan

60x15 cm, selanjutnya benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1

butir dengan kebutuhan benih 110.000/ha, kemudian dilakukan penutupan

dengan tanah secara tipis-tipis (Aak, 2010).

4. Pemeliharaan a. Penyulaman

Penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati,

dilakukan pada waktu 7-10 hari setelah tanam. Jumlah dan jenis benih

serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman

(Faedah, 2015).

b. Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangandan pembumbunan dilakukan setelah tanaman berumur

15 hari, penyiangan pada tanaman jagung yang masih kecil dilakukan

secara manual menggunakan tangan atau cangkul kecil, sehingga

diharapkan tidak merusak pertumbuhan jagung. Pembumbunan

dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi

batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang

bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi.

Pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 4 minggu, bersamaan

(38)

13

tanaman ditimbun di barisan tanaman, dengan cara ini akan terbentuk

guludan yang memanjang (Aak, 2010).

c. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara penugalan di samping tanaman

dengan jarak sekitar 5-7 cm dari batang tanaman. Dosis pupuk yang

digunakan adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-36, dan 50 kg KCl/ha sesuai

dengan hasil analisis tanah. Pupuk Urea diberikan tiga kali, yaitu 100

kg pada waktu tanam, 100 kg pada saat tanaman berumur 30 hst dan

100 kg pada saat tanamanberumur 45 hst. Pupuk SP-36 dan KCl

diberikan pada waktu tanam atau sebagai pupuk dasar (Suprapto,

1995).

d. Pengairan

Pengairan dilakukan setelah benih ditanam yaitu dengan cara

penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya

menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman

berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air

pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung (Faedah, 2015).

5. Panen

Pemanenan dilakukan pada 70-75 hari setelah tanam, dengan cara

memetik tongkol jagung yang berada pada ketiak daun. Hasil pemanenan

(39)

D. Tanah Regosol

Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material

gunung api. Tanah regosol berupa tanah aluvial yang baru diendapkan. Material

jenis tanah ini berupa abu vulkan dan pasir vulkan.Tanah regosol merupakan

tanah yang termasuk ordo entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang

belum mengalami perkembangan yang sempurna, dan hanya memiliki horizon A

yang marginal. Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu

sampai kuning, dan bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah yang demikian

membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman

dengan baik. Kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur dengan pH

6-7. Tanah regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau,

dan buah-buahan yang tidak banyak membutuhkan air. Regosol banyak tersebar

di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya memiliki gunung berapi

(40)

15

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tulang sapi, benih

jagung manis, tanah regosol dan air, filtrat abu sekam padi, Urea, SP-36, KCl,

pupuk kandang. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah gergaji besi, mesin

moffle, mortar, ember, cangkul, sekop, gembor, polibag, timbangan analitik,

penggaris/meteran, label dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode percobaan, dengan

rancangan perlakuan faktor tunggal, yang disusun dalam Rancangan Acak

Lengkap (Lampiran I). Perlakuan yang diujikan adalah takaran abu tulang sapi

yang terdiri dari 7 aras yaitu: A : 35,34 gram abu tulang sapi/tanaman, B : 17,7

gram abu tulang sapi/tanaman, C : 8,85 gram abu tulang sapi /tanaman, D : 5,9

gram abu tulang sapi/tanaman, E : 4.42 gram abu tulang sapi /tanaman, F : 3,54

gram abu tulang sapi /tanaman (Lampiran III), K (kontrol) dengan memberikan

unsur P dari SP-36 dengan dosis 1,8 gram/tanaman (Lampiran IV).

Masing-masing perlakuan diulang 3 kali dan Masing-masing-Masing-masing ulangan terdapat 3 sampel,

(41)

D. Cara penelitian 1. Pembuatan filtrat abu sekam padi

Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan filtrat abu sekam

padi adalah pembakaran sekam padi, kemudian diambil abunya sebanyak

600 gram yang dilarutkan dengan air sebanyak 3000 ml atau 3 liter air.

Abu yang sudah larut dalam air selanjutnya disaring dan menghasilkan

filtrat abu sekam padi.

2. Pengolahan tulang sapi

Pengolahan tulang sapi dilakukan dengan menyiapkan tulang sapi

yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan yang menyediakan tulang

sapi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel tulang dibersihkan dari

daging dan kotoran yang masih menempel, lalu dicuci. Tahap selanjutnya

dilakukan perendaman tulang sapi yang sudah dibersihkan menggunakan

filtrat abu sekam padi 20% selama 48 jam, selanjutnya dikering anginkan.

Tulang sapi dilunakkan menggunakan moffle selama 4-7 jam, kemudian

digerus dan diayak.

3. Persiapan media

Persiapan media dilakukan dengan mengolah atau mencangkul

tanah di kebun percobaan Fakultas Pertanian UMY, Meranggen. Tanah

selanjunya dihomogenkan dan dikering anginkan ± 1 minggu. Tanah yang

sudah dikering anginkan disaring menggunakan saringan dengan diameter

0,5 cm. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengisian tanah ke dalam

(42)

17

kandang sapi sebanyak 20 ton/ ha atau 181,8 gram per polibag (Lampiran

V).

4. Penanaman

Penanaman jagung dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

di permukaan polibag menggunakan tugal kecil atau tangan dengan

kedalaman 2,5-5 cm. Selanjutnya benih dimasukkan ke dalam lubang

tanam sebanyak 2 butir, kemudian dilakukan penutupan dengan tanah

secara tipis-tipis.

5. Pemeliharaan

a. Penyiraman : Penyiraman dilakukan dua hari sekali pada waktu sore

hari

b. Penyiangan : Penyiangan dilakukan ketika terdapat tumbuhan lain

yang tumbuh di sekitar tanaman jagung manis

c. Pemupukan : Pupuk yang digunakan yaitu Urea 300 kg/ha, SP-36 200

kg/Ha dan KCl 50 kg/Ha untuk K (Kontrol). Abu tulang sapi 3.894

kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan A. Abu

tulang sapi 1.947 kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk

perlakuan B. Abu tulang sapi 973,5 kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50

kg/Ha untuk perlakuan C. Abu tulang sapi 649 kg/ha, Urea 300 kg/ha

dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan D. Abu tulang sapi 486,75 kg/ha,

Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan E. Abu tulang sapi

389,20 kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan F.

(43)

umur 30 hari setelah tanam dan 100 kg umur 45 hari setelah tanam.

Abu tulang sapi dan KCl diberikan pada waktu tanam. Pemupukan

dilakukan dengan cara meletakkan pupuk di samping tanaman dengan

jarak sekitar 5-7 cm dari tanaman, kemudian ditutup tipis

menggunakan tanah..

d. Pengendalian hama dan penyakit : pengendalian hama dan penyakit

dilakukan secara manual dengan cara mengambil hama dan membuang

bagian tanaman yang terserang penyakit.

6. Pemanenan

Pemanenan jagung dilakukan pada umur 75 hari setelah tanam,

dengan mengambil tongkol jagung manis dari ketiak batang.

E. Variabel Pengamatan 1. Tinggi tanaman (Cm)

Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang diamati dan sering

digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan atau

perlakuan. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada masa vegetatif, yaitu

setiap minggu mulai satu minggu setelah tanam sampai umur jagung ±40 hari

setelah tanam, menggunakan penggaris/meteran dengan satuan centimeter.

2. Jumlah daun (Helai)

Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk

kebutuhan tanaman sebagai cadangan makanan. Pengamatan jumlah daun

(44)

19

tanam sampai umur jagung ±40 hari setelah tanam, dengan cara menghitung

jumlah helai yang telah mekar sempurna pada masing-masing tanaman.

1. Berat tongkol dengan klobot (Gram)

Tongkol merupakan hasil utama yang dimanfaatkan oleh pembudidaya

dalam tanaman jagung. Pengamatan berat tongkol dengan klobot dilakukan

pada umur 75 hari setelah tanam atau setelah panen, dengan cara menimbang

tongkol menggunakan timbangan elektrik yang dinyatakan dalam gram.

2. Berat tongkol tanpa klobot (Gram)

Pengamatan berat tongkol tanpa klobot dilakukan pada umur 75 hari

setelah tanam atau setelah panen, dengan cara menimbang tongkol jagung

tanpa klobot menggunakan timbangan elektrik yang dinyatakan dalam gram.

3. Diameter tongkol (Cm)

Diameter tongkol merupakan komponen yang mempengaruhi hasil

jagung tanaman manis. Pengamatan diameter tongkol dilakukan pada umur

75 hari setelah tanam atau setelah panen, menggunakan jangka sorong dengan

satuan cm.

4. Panjang tongkol (Cm)

Pengamatan panjang tongkol dilakukan pada umur 75 hari setelah

tanam atau setelah panen, menggunakan penggaris dengan satuan cm.

5. Berat segar tajuk (Gram)

Pengamatan berat segar tajuk dilakukan pada 75 hari setelah tanam

atau setelah panen, dengan menimbang tajuk menggunakan timbangan

(45)

6. Berat segar akar (Gram)

Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan

bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pengamatan berat segar akar dilakukan pada 75 hari setelah tanam atau

setelah panen, dengan menimbang akar menggunakan timbangan elektrik

dinyatakan dalam gram.

7. Berat kering tajuk (Gram)

Parameter pengamatan berat kering tanaman umumnya digunakan

sebagai petunjuk yang memberikan ciri melalui pengukuran biomassa.

Pengamatan berat kering tajuk dilakukan pada 75 hari setelah tanam atau

setelah panen, kemudian dikeringkan menggunakan oven selanjutnya

menimbang tajuk menggunakan timbangan elektrik dinyatakan dalam gram.

8. Berat kering akar (Gram)

Pengamatan berat kering akar dilakukan pada 75 hari setelah tanam

atau setelah panen, kemudian dikeringkan menggunakan oven selanjutnya

menimbang akar menggunakan timbangan elektrik dinyatakan dalam gram.

9. Nibah tajuk/akar

Pengamatan nisbah tajuk/akar dilakukan untuk mengetahui

pertumbuhan yang paling baik antara akar dan tajuk tanaman. Pengamatan

tersebut dilakukan dengan cara meghitung hasil pengamatan berat kering

(46)

21

10.Hasil tanaman (ton/hektar)

Pengamatan hasil tanaman dilakukan pada umur 75 hari setelah tanam

atau setelah panen, dengan menjumlahkan semua tongkol yang telah

ditimbang dengan timbangan analitik, kemudian dikonversi dalam hektar

dengan satuan ton/ha.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan

sidik ragam pada taraf 5%, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atas

perlakuan dalam pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. Apabila ada beda

nyata antar perlakuan yang diujicobakan dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT

pada taraf 5%, bertujuan untuk melihat perlakuan yang paling baik dalam

(47)

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis 1. Tinggi Tanaman

Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung manis meliputi tinggi tanaman

dan jumlah daun. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang diamati

dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari

lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter

tinggi tanaman. Hasil rerata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Manis

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 198.7

Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 208.6 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 193.4 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 209.2 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 229.9 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 201.2

SP-36 1,8 gram/tanaman 207.5

Pemberian unsur P dari abu tulang sapi memiliki respon yang sama

dengan kontrol (SP-36 1,8 gram/tanaman) pada tinggi tanaman, sehingga

penggunaan Unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari

SP-36. Hal tersebut dikarenakan Pupuk buatan (SP-36) memiliki kelarutan yang

tinggi sehingga mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap awal

pertumbuhan namun secara berangsur akan berkurang karena bereaksi dengan

partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad renik

(48)

23

berlangsung secara bertahap disesuaikan dengan umur dan kebutuhan tanaman.

Abu tulang pada umumnya memiliki kelarutan yang tergolong sedang, jadi

terletak di antara TSP (berpelepasan cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan

lambat), dan kelarutannya ditentukan oleh kadar air medium tumbuh (Warren

et al., 2009). Hal tersebut sejalan dengan penelitian A. D. Nusantara, dkk.

2011 yang menyatakan bahwa abu tulang sapi memiliki potensi sebagai

sumber hara yang sama baiknya dengan pupuk buatan untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman P. PHaseoloides.

Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan tanaman, salah satunya parameter tinggi tanaman jagung manis.

Hal tersebut disebabkan karena peningkatan takaran abu tulang sapi justru

menghambat pertumbuhan, hasil dan mutu tanaman. Menurut Muhammad

Irfan (2011), pupuk organik abu tulang merupakan sumber fosfor yang baik

untuk tanaman. Abu tulang selain sebagai sumber kalsium dan fosfor untuk

pertumbuhan tanaman, unsur fosfor juga ternyata dapat menimbulkan masalah

jika diberikan dengan takaran yang tinggi, karena dapat menghambat terjadinya

proses pembentukan dan perkembangan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

FMA berperan untuk meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan mutu tanaman

(Muhammad Irfan, 2011).

Tidak berpengaruhnya peningkatan takaran abu tulang sapi terhadap

pertumbuhan tanaman, kemungkinanan juga dapat disebabkan oleh adanya

faktor yang membatasi atau mengahambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut

(49)

pertumbuhan tanaman dikendalikan oleh faktor pertumbuhan yang ada dalam

konsentrasi atau takaran minimal. Menurut E.A Mitscherlich dalam Sugeng

(2005), apabila tanaman dipasok seluruh hara dengan konsentrasi cukup,

kecuali satu unsur, maka pertumbuhan tanaman akan berbanding lurus dengan

takaran unsur hara tersebut. Selanjutnya unsur hara yang membatasi

pertumbuhan tersebut disebut unsur hara pembatas pertumbuhan.

Pengamatan tinggi tanaman dimulai pada minggu ke-1 setelah tanam

sampai minggu ke-6 setelah tanam (sampai muncul bunga pertama). Hasil

pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman selama 6 minggu dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1.Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman

Laju pertumbuhan tinggi tanaman jagung dapat dilihat berdasarkan

gambar 1. Pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis terus mengalami kenaikan

setiap minggunya. Memasuki minggu ke 3 setelah tanaman, pertumbuhan yang

(50)

25

dilihat dari parameter tinggi tanaman sangat cepat. Hal ini dikarenakan pada umur

18-33 hari setelah tanam, tanaman jagung memasuki fase jumlah daun terbuka

sempurna 6-10 yang dicirikan dengan pemanjangan batang meningkat dengan

cepat. Fase ini tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak,

sehingga diperlukan pemupukan pada fase ini untuk mencukupi kebutuhan hara.

Memasuki minggu ke-5 atau pada 33-50 hari setelah tanam, tanaman jagung

memasuki fase jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18

yang dicirikan tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering

meningkat dengan cepat pula (Nuning, dkk., 2011). Kebutuhan hara dan air pada

fese ini sangat tinggi, hal tersebut dikarenakan untuk mendukung laju

pertumbuhan tanaman.

Pemberian abu tulang sapi dengan takaran 4,42 gram/tanaman

menunjukkan pertumbuhan tanaman yang cenderung lebih tinggi dibandingkan

dengan pemberian pupuk SP-36 dan abu tulang sapi dengan takaran yang lebih

tinggi. Pemberian unsur P dari abu tulang sapi dapat dimanfaatkan pada masa

vegetatif dan generatif tanaman karena pelepasan P pada abu tulang sapi

berlangsung secara bertahap, disesuaikan dengan umur tanaman, sehingga

kebutuhan unsur P pada masa vegetatif cukup untuk pertumbuhan tanaman.

Sedangakan pelepasan P dari SP-36 memiliki kelarutan yang tinggi dan hanya

menyediakan P pada tahap awal pertumbuhan tanaman. Apabila takaran abu

tulang sapi ditingkatkan akan mempengaruhi pH tanah dan selanjutnya akan

(51)

vegetatif dimanfaatkan oleh tanaman hanya sebagian kecil yaitu 10% karena

sebagian besar unsur akan dimanfaatkan pada masa generatif.

2. Jumlah Daun

Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk

kebutuhan tanaman sebagai cadangan makanan. Daun memiliki klorofil yang

berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun, maka

tempat untuk melakukan fotosintesis lebih banyak dan hasilnya lebih optimal.

(Septia, 2016). Kegiatan pertumbuhan dan hasil tanaman dipengaruhi oleh

jumlah daun karena sebagai tempat kegiatan fotosintesis untuk pengahasil

energi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman (Rizki, 2016).

Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI) menunjukkan bahwa tidak

ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter jumlah daun. Hasil rerata

jumlah daun pada tanaman jagung manis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rerata Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis

Perlakuan Jumlah Daun (Helai)

Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 10.2

Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 10.3

Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 9.4

Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 9.8

Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 10

Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 9.6

SP-36 1,8 gram/tanaman 9.7

Perlakuan Pemberian unsur P dari abu tulang sapi memiliki respon yang

sama dengan kontrol (SP-36 1,8 gram/tanaman) terhadap jumlah daun tanaman.

Penggunaan unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari

(52)

27

karena pelepasan P dari abu tulang berlangsung secara bertahap disesuaikan

dengan umur dan kebutuhan tanaman. Abu tulang pada umumnya memiliki

kelarutan yang tergolong sedang, jadi terletak di antara TSP (berpelepasan

cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan lambat), dan kelarutannya ditentukan

oleh kadar air medium tumbuh (Warren et al., 2009). Pupuk buatan (SP-36)

memiliki kelarutan yang tinggi sehingga mampu menyediakan lebih banyak

unsur P pada tahap awal pertumbuhan namun secara berangsur akan berkurang

karena bereaksi dengan partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh

tanaman dan jasad renik rhizosfir (Havlin et al., 2005).

Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak memberikan pengaruh

terhadap jumlah daun, kemungkinanan juga dapat disebabkan oleh adanya

faktor yang membatasi atau mengahambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut

sesuai dengan hukum minimal Leibig yang menyatakan bahwa takaran

pertumbuhan tanaman dikendalikan oleh faktor pertumbuhan yang ada dalam

konsentrasi atau takaran minimal. Menurut E.A Mitscherlich dalam Sugeng

(2005), apabila tanaman dipasok seluruh hara dengan konsentrasi cukup,

kecuali satu unsur, maka pertumbuhan tanaman akan berbanding lurus dengan

takaran unsur hara tersebut. Selanjutnya unsur hara yang membatasi

pertumbuhan tersebut disebut unsur hara pembatas pertumbuhan.

Menurut de Wilegen dan van Noordwijk dalam Sugeng (2005),

pertumbuhan tanaman berhubungan dengan suplai hara dan air pada tanaman.

Hubungan tersebut menunjukkan bahwa petumbuhan tanaman meningkat

(53)

hara dan air yang cukup akan memberikan pengaruh yang baik terhadap

pertumbuhan tanaman salah satunya pada jumlah daun tanaman. Unsur hara

diserap tanaman untuk pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman ,

sedangkan air merupakan salah satu faktor digunakan sebagai proses

fotosintesis yang selanjutnya berkaitan dengan pertumbuhan tanaman salah

satunya jumlah daun.

Pengamatan jumlah daun pada tanaman dimulai pada minggu ke-1

setelah tanam sampai minggu ke-6 setelah tanam (sampai muncul bunga

pertama). Hasil pengamatan jumlah daun pada tanaman selama 6 minggu

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis

Berdasarkan gambar di atas, pertumbuhan daun pada tanaman jagung

setiap minggu nya mengalami peningkatan. Pemberian abu tulang sapi sebagai

unsur P telah mencukupi kebutuhan tanaman jagung manis, hal tersebut dapat

dilihat dari rerata angka dari Tabel 2 dan Gambar 2 yang menunjukkan selisih

(54)

29

angka tidak berbeda nyata. Memasuki minggu kedua (10-18 hst), tanaman

jagung mengalami fase jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5 helai dengan

ciri-ciri jumlah daun 3—5 helai, akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh,

akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah.

Memasuki minggu ke tiga (18-33 hst), tanaman jagung mengalami fase jumlah

daun yang terbuka 6-10 helai dengan ciri-ciri jumlah daun 6—10 helai, titik

tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan

penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat

dengan cepat, pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan

tongkol dimulai. Pada fase ini tanaman mulai menyerap unsur hara dalam

jumlah yang lebih banyak, oleh karena itu unsur hara di dalam tanah harus

selalu tersedia untuk tanaman.

Pemberian abu tulang sapi mampu menyediakan unsur P selama masa

pertumbuhan tanaman, karena pelepasa P dari abu tulang sapi berlangsung

secara bertahap dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman sesuai dengan umur

tanaman. Memasuki minggu ke lima (33-55 hst), tanaman jagung mengalami

fase jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18 helai

dengan ciri-ciri jumlah daun 11 helai sampai daun terakir 15—18 helai,

tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan

cepat pula. Fase ini tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan

kekurangan hara, karena dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan tongkol (Nuning, dkk., 2011). Penyiraman dilakukan untuk

(55)

untuk mencukupi hara pada tanaman. Pemberian abu tulang sapi diberikan

untuk mencukupi kebutuhan P pada pertumbuhan vegetatif dan menyediakan

untuk fase generatif .

B. Hasil dan Komponen Tanaman Jagung Manis 1. Berat Tongkol dengan Klobot

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam 5% (Lampiran VI)

menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter

berat tongkol dengan klobot. Hasil rerata berat tongkol dengan klobot disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata Berat Tongkol Dengan Klobot Jagung Manis

Perlakuan Berat Tongkol dengan Klobot (gram) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 207.68 Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 247.15 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 213.49 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 245.8 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 257.61 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 256.71

SP-36 1,8 gram/tanaman 237.42

Penggunaan abu tulang sapi sebagai sumber P organik pada tanaman

memiliki pengaruh yang sama dengan penggunaan pupuk anorganik (SP-36).

Penggunaan unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari

SP-36. Hal tersebut disebakan karena Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37%

dan Fosfor 18.5% pada berat tulang sapi (Carter and Spengler (1978) dalam

Dairy, 2004). Abu tulang sapi melepaskan P secara bertahap disesuaikan

dengan kebutuhan tanaman, sehingga dapat menyediakan unsur P dalam setiap

(56)

31

Nusantara, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa abu tulang sapi memiliki

potensi sebagai sumber hara yang sama baiknya dengan pupuk buatan untuk

meningkatkan pertumbuhan tanaman P. PHaseoloides.

Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap

berat tongkol dengan kelobot, hal ini disebabkan karena pH tanah

mempengaruhi ketersedian P dalam tanah. Tanaman sebagian besar menyerap

hara fosfat dalam bentuk ion orthofosfat primer yaitu H2PO4- dan orthofosfat

sekunder (HPO42-). Kemasaman tanah (pH) sangat mempengaruhi keberadaan

dari masing-masing bentuk ion tersebut. Bentuk ion fosfat pada tanah-tanah

masam akan bereaksi dengan Fe, Al, dan Mn membentuk senyawa tidak larut

(terfiksasi atau teradsorpsi secara kuat dan mengendap) dan tidak tersedia bagi

tanaman. Sebaliknya pada tanah-tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan Mg bereaksi

dengan P, sehingga P juga kurang tersedia (Tisdale et al, 1985). Pemberian

takaran abu tulang sapi dengan berbagai takaran dapat mempengaruhi pH pada

tanah, hasil pengamatan pH tanah pada medium tanaman jagung disajika pada

Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan pH Tanah

Perlakuan pH tanah

Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 7,71 Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 7,70 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 7,46 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 7,42 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 7,40 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 7,38

SP-36 1,8 gram/tanaman 7,40

Hasil pengamatan pH tanah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

(57)

pada pH tanah regosol sebagai media tanam. Pengaruh yang diberikan adalah

pH tanah menjadi tinggi yaitu 7,71, sedangkan pH tanah regosol beriksar

anatara 6-7. Abu tulang sapi memilki pH 8,5 apabila diberikan dalam jumlah

tinggi menyebabkan peningkatan pH tanah, kemudian Ca dan Mg akan

bereaksi dengan P, sehingga P kurang tersedia. Hal tersebut didukung oleh

Tisdale et al, 1985 yang menyatakan bahwa tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan

Mg bereaksi dengan P, sehingga P dalam tanah kurang tersedia.

Unsur fosfor ini mempunyai peranan yang lebih besar pada

pertumbuhan generatif tanaman, terutama pada pembungaan, pembentukan

tongkol dan biji (Sarief, 1986). Apabila tongkol tanaman terbentuk dengan

sempurna maka akan memberikan berat tongkol yang tinggi. Sutoro et al.

(1988) menyatakan bahwa unsur hara mempengaruhi berat tongkol terutama

biji karena unsur hara yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk

pembentukan protein, karbohidrat, dan lemak yang nantinya akan disimpan

dalam biji sehingga akan meningkatkan berat tongkol.

2. Berat Tongkol Tanpa Klobot

Tongkol merupakan hasil utama yang dimanfaatkan oleh pembudidaya

dalam tanaman jagung. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)

menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter

berat tongkol tanpa klobot. Hasil rerata berat tongkol tanpa klobot disajikan

(58)

33

Tabel 5. Rerata Berat Tongkol Tanpa Klobot Jagung Manis

Perlakuan Berat Tongkol Tanpa Klobot (gram) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 147.98 Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 172.31 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 161.82 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 191.56 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 175.56 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 195.94 SP-36 1,8 gram/tanaman 169.63

Berdasarkan Tabel 5, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai

takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap

berat tongkol tanpa klobot. Hal tersebut disebabkan karena Fosfor (P) termasuk

unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun

kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N), dan

kalium (K). Unsur hara P pada masa vegetatif sangat banyak dijumpai pada

pusat-pusat pertumbuhan karena unsur hara ini bersifat mobil sehingga bila

kekurangan P maka unsur hara langsung di translokasikan pada bagian daun

muda, sedangkan pada masa generatif unsur hara P banyak dialokasikan pada

proses pembentukan biji atau buah tanaman. Kadar P pada bagian-bagian

generatif tanaman (biji) tertinggi dibandingkan bagain tanaman lainnya.

Penggunaan abu tulang sapi sebagai sumber P organik pada tanaman

memiliki pengaruh yang sama dengan penggunaan pupuk anorganik (SP-36).

Penggunaan unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari

SP-36. Hal tersebut disebakan karena pupuk buatan (SP-36) memiliki kelarutan

yang tinggi sehingga mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap

(59)

dengan partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad

renik rhizosfir (Havlin et al., 2005). Pada awal pertumbuhan (masa vegetatif),

tanaman hanya menbutuhkan unsur P sedikit yaitu tidak lebih dari 10%

(Sugeng, 2005), sehingga apabila pada masa generatif P kurang tersedia maka

pertumbuhan biji juga kurang sempurna.

Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama

H2PO4- dan HPO4-2 yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih

banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih

tinggi (>7) bentuk HPO42- lebih dominan (Hanafiah KA, 2007). Sebagian

besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk sebesar 10

hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama pemupukan,

berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah.

Besarnya kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh

pH tanah, tipe liat, temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi. pH tanah

sangat berpengaruh terhadap ketersedian P tanah. Pada tanah masam, P

bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P, sedangkan pada tanah

bereaksi basa umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Adanya

pengikatan-pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan menjadi tidak

efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Akan tetapi pada

penelitian yang telah dilakukan peningkatan takaran P abu tulang sapi tidak

memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman maupun pada berat tongkol

(60)

35

Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak memberikan pengaruh atau

perbedaan antar perlakuan dipengaruhi oleh pH tanah akibat pemberian takaran

abu tulang sapi yang ditingkatkan. Berdasarkan hasil pengamatan pH tanah

yang disajikan pada Tabel 4, pada perlakuan A dengan takaran 35,34 gram per

tanaman dan perlakuan B dengan takaran 17,7 gram pe tanaman dapat

meningkatkan pH tanah yaitu 7,71 pada perlakuan A dan 7,70 pada perlakuan

B. pH tanah regosol beriksar anatara 6-7, sedangkan abu tulang sapi memilki

pH 8,5, apabila diberikan dalam jumlah tinggi menyebabkan peningkatan pH

tanah, kemudian Ca dan Mg akan bereaksi dengan P, sehingga P kurang

tersedia. Hal tersebut didukung oleh Tisdale et al, 1985 yang menyatakan

bahwa tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P

dalam tanah kurang tersedia.

3. Panjang Tongkol

Pertumbuhan generatif merupakan pertumbuhan tanaman yang

berkaitan dengan kematangan organ reproduksi suatu tanaman. Fase ini

dimulai dengan pembentukan primodia, proses pembungaan yang mencakup

pristiwa pnyerbukan dan pembuahan. Proses yang terjadi selama terbentuknya

primodia hingga pembentukan buah digolongkan dalam fase reproduksi. Proses

perkembangan biji atau buah hingga siap panen digolongkan dalam fase masak

(Aksi Agribisnis Kanisus, 1993). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam 5%

(Lampiran VI) menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan

terhadap parameter panjang tongkol. Hasil rerata panjang tongkol disajikan

(61)

Tabel 6. Rerata Panjang Tongkol Jagung Manis

Perlakuan Panjang Tongkol (cm) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 16.99

Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 18.07 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 17.47 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 17.02 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 17.9 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 18.23

SP-36 1,8 gram/tanaman 17.36

Berdasarkan Tabel 6, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai

takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap

panjang tongkol jagung. Hal tersebut disebabkan karena saat tanaman

memasuki fase generatif sebagian besar P dimobilisasi ke biji atau buah dan

bagian-bagian generatif lainnya dari tanaman. Kadar P pada bagian generatif

tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya, karena semakin tua

tanaman, maka semakin tinggi penyerapan unsur P oleh tanaman (Sugeng,

2005). Total serapan hara pada fase generatif mencapai 90%, sehingga unsur P

sangat dibutuhkan dalam pembentukan atau penigisian biji dalam tongkol

jagung manis yang selanjutnya berhubungan dengan panjang tongkol. Selain

terpenuhinya kebutuhan unsur hara terutama P pada fase generatif, adanya

cahaya dan air juga sangat dibutuhkan. Terpenuhinya kebutuhan cahaya dan air

menjadikan hasil fotosintesis akan terbentuk dengan baik. Fotosintat yang

dihasilkan akan ditransfer dan disimpan dalam biji pada saat pengisian biji. Hal

ini disebabkan oleh unsur yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk

pembentukan protein,dan lemak yang nantinya akan disimpan dalam biji

(Mimbar ,1990).

(62)

37

jagung manis lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, sedangkan kemampuan

tanaman untuk memunculkan karakter genetiknya dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi persentase

tongkol berisi adalah ketersediaan unsur P. Ketersediaan unsur P di dalam

tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, karena apabila kemasaman semakin

rendah (pH tinggi) ketersediaan P semakin berkurang karena difiksasi oleh Ca

dan Mg. Sedangkan pada tingkat kemasaman tinggi (pH rendah) ketersedian P

di dalam tanah juga berkurang, karena P difiksasi oleh Fe dan Al (Sugeng,

2005).

Penambahan atau peningkatan takaran P dalam bentuk abu tulang sapi

tidak memberikan pengaruh atau perbedaan antar perlakuan dipengaruhi oleh

pH tanah akibat pemberian takaran abu tulang sapi yang ditingkatkan.

Pengaruh yang diberikan adalah pH tanah menjadi tinggi yaitu 7,71, sedangkan

pH tanah regosol beriksar anatara 6-7. Abu tulang sapi memilki pH 8,5 apabila

diberikan dalam jumlah tinggi menyebabkan peningkatan pH tanah, kemudian

Ca dan Mg akan bereaksi dengan P, sehingga P kurang tersedia. Hal tersebut

didukung oleh Tisdale et al, 1985 yang menyatakan bahwa tanah alkalin (pH

tinggi), Ca dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P dalam tanah kurang

tersedia. Sehingga penambahan atau peningakatan takaran P dalam bentuk abu

tulang sapi justru memberikan penagruh terhadap pH tanah.

4. Diameter tongkol

Diameter tongkol merupakan komponen yang mempengaruhi hasil

(63)

jangka sorong yang diletakkan pada bagian tengah tongkol. Berdasarkan hasil

sidik ragam 5% (Lampiran VI) menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas

perlakuan terhadap parameter diameter tongkol. Hasil rerata diameter tongkol

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata Diameter Tongkol Jagung Manis

Perlakuan Diameter Tongkol (cm) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 4.45

Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 4.48 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 4.56 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 4.76 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 4.41 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 3.74 SP-36 1,8 gram/tanaman 4.49

Berdasarkan Tabel 7, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai

takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap

diameter tongkol jagung. Unsur fosfor sangat membantu tanaman agar tumbuh

dengan batang dan perakaran yang kuat. Setelah tanaman tersebut dewasa,

unsur ini selanjutnya berperan membantu menghasilkan bunga dan buah yang

sehat dan normal. Hal ini juga berkaitan dengan jumlah daun yang mendukung

metabolisme sel untuk memperoleh energi dari sinar matahari untuk proses

pembelahan sel. Pembelahan sel ini memungkinkan peningkatan air dan

fotosintat yang dihasilkan dari hasil fotosintesis juga lebih banyak sehingga

diameter tongkol akan lebih besar. Tongkol pada tanaman jagung yang

terbentuk sangat dipengaruhi oleh besarnya pembelahan sel yang terjadi pada

organ tongkol itu sendiri. Selain itu, menurut Sutoro dkk (1988), bahwa

panjang tongkol yang berisi pada jagung manis lebih dipengaruhi oleh faktor

(64)

39

genetiknya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan

yang mempengaruhi persentase tongkol berisi adalah ketersediaan unsur P.

Ketersediaan unsur P di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah,

karena apabila kemasaman semakin rendah (pH tinggi) ketersediaan P semakin

berkurang karena difiksasi oleh Ca dan Mg. Sedangkan pada tingkat

kemasaman tinggi (pH rendah) ketersedian P di dalam tanah juga berkurang,

karena P difiksasi oleh Fe dan Al (Sugeng, 2005). peningkatan takaran P dalam

bentuk abu tulang sapi tidak memberikan pengaruh atau perbedaan antar

perlakuan dipengaruhi oleh pH tanah akibat pemberian takaran abu tulang sapi

yang ditingkatkan. Pengaruh yang diberikan pada perlakuan A (35,34 gram per

tanaman) adalah pH tanah menjadi tinggi yaitu 7,71, sedangkan pH tanah

regosol beriksar anatara 6-7. Abu tulang sapi memilki pH 8,5 apabila diberikan

dalam jumlah tinggi menyebabkan peningkatan pH tanah, kemudian Ca dan

Mg akan bereaksi dengan P, sehingga P kurang tersedia. Hal tersebut didukung

oleh Tisdale et al, 1985 yang menyatakan bahwa tanah alkalin (pH tinggi), Ca

dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P dalam tanah kurang tersedia. Sehingga

penambahan atau peningakatan takaran P dalam bentuk abu tulang sapi justru

memberikan penagruh terhadap pH tanah.

5. Berat Segar Tajuk

Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang

digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya yang terjadi seiring

dengan umur tanaman. Biomassa yang dihasilkan oleh tanaman sangat

(65)

pertumbuhan vegetatifnya baik maka akan semakin besar pula biomassa yang

dihasilkan (Mimbar ,1990). Berdasarkan hasil sidik ragam, pemberian abu

tulang sapi pada tanaman jagung manis tidak berpengaruh nyata terhadap berat

segar tajuk (Lampiran VI). Rerata hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rerata Berat Segar Tajuk

Perlakuan Berat segar tajuk (gram) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 234.18

Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 266.40 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 274.78 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 303.74 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 322.82 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 206.23

SP-36 1,8 gram/tanaman 283.55

Berdasarkan Tabel 8, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai

takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap

berat segar tajuk. Tingginya berat segar tanaman dipengaruhi oleh kandungan

air dalam tanaman tersebut. Hasil asimilasi yang diproduksi oleh jaringan di

translokasikan ke bagian tubuh tanaman untuk pertumbuhan, perkembangan,

cadangan makanan dan pengelolaan sel sehingga memberikan hasil berat segar

tanaman. Menurut Benyamin Lakitan (2001) berat segar tanaman terdiri dari

80-90% adalah air dan sisanya adalah berat kering. Kemampuan tanaman

dalam menyerap air terletak pada akar, kondisi akar yang baik akan

mendukung penyerapan air yang optimal.

Kondisi perakaran tanaman bekaitan dengan penyerapan unsur hara di

dalam tanah oleh akar tanaman. Salah satu unsur hara yang sangat berpengaruh

pada pertumbuhan akar adalah unsur P. Menurut Baber (1984) dalam Sugeng

(66)

41

berpengaruh pada pertumbuhan bagian atas tanah dan selanjutnya berpengaruh

juga pada berat tanaman yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, Unsur P

sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman, sehingga P dalam tanah harus

terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan P tanaman, maka dilakukan

penambahan unsur P dalam pemupukan tanaman. Unsur P dapat diperoleh dari

pupuk anorganik salah satu nya SP-36 dan pupuk organik salah satunya

sumber P dalam bentuk abu tulang sapi.

Berdasarkan Tabel 8, berat segar tajuk yang cenderung lebih tinggi

ditunjukkan pada perlakuan yang menggunakan abu tulang sapi lebih sedikit,

hal tersebut disebabkan karena pelepasan P dari abu tulang berlangsung secara

bertahap disesuaikan dengan umur dan kebutuhan tanaman. Abu tulang pada

umumnya memiliki kelarutan yang tergolong sedang, jadi terletak di antara

TSP (berpelepasan cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan lambat), dan

kelarutannya ditentukan oleh kadar air medium tumbuh (Warren et al., 2009).

Sedangkan, pupuk buatan (SP-36) memiliki kelarutan yang tinggi sehingga

mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap awal pertumbuhan

namun secara berangsur akan berkurang karena bereaksi dengan partikel

penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad renik rhizosfir

(Havlin et al., 2005).

6. Berat Kering Tajuk

Parameter pengamatan berat kering tanaman umumnya digunakan

sebagai petunjuk yang memberikan ciri melalui pengukuran biomassa. Berat

Gambar

Gambar 3. Abu tulang sapi
Gambar 4. Tanaman jagung umur 7 minggu setelah tanam
Gambar 6. Tinggi tanaman jagung
Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Manis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis bagi setiap item pula menunjukkan lima pernyataan berkaitan dengan mentafsir simbol, lambang, moto, logo dan bahasa isyarat dengan betul, menunjukkan pihak bekas

10.The Media Institute, CNN vs The Networks: Is More News Better News?, The Media Institute, 1983.. 11.The New York Times, Big 3 Networks Forcused to Revise News-Gathering

Pengelompokan Berdasarkan Nilai Investasi (NI) Pengelompokan berdasarkan nilai investasi dengan menghitung jumlah pemakaian dikalikan harga rata-rata obat selama periode

Metode penelitian yang digunakan adalah studi literature yang terkait dengan proses pencucian bijih timah menggunakan shaking table serta melakukan pengumpulan data

Pendidikan Karakter dalam Tafsir Al-Huda mentransmisikan nilai-nilai budi pekerti Jawa yang merupakan akumulasi dari cipta-rasa- karsa yang dilandasi kegiatan berpikir atau olah

PKuM yang telah diselenggarakan meliputi PKuM rintisan yaitu PKuM yang dilaksanakan di Dea Gemawang, Kab. Semarang, dan dua PKuM pengembangan yang dilaksanakan di Desa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan dan penerapan media teka-teki silang dan metode talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada konsumen Astra Motor Jakarta mengenai pengaruh perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda, maka dapat