SKRIPSI
Oleh : Novia Utami 20120210053
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
Lampiran I. Layout Penelitian
Keterangan :
K : 200 kg SP-36 (1,81 gram/tanaman)
A : 3.894 kg/ha Abu tulang sapi (35,34 gram/tanaman)
B : 1.947 kg/ha Abu tulang sapi (17,7 gram/tanaman)
C : 973,5 kg/ha Abu tulang sapi (8,85 gram/tanaman)
D : 649 kg/ha Abu tulang sapi (5,9 gram/tanaman)
E : 486 kg/ha Abu tulang sapi (4.42 gram/tanaman)
F : 389,20 kg/ha Abu tulang sapi (3,54 gram/tanaman)
1,2,3 : Ulangan
E2 C1
E3 B2
D2
F3
K1 A2
D1
B3 A1
A3
C3
B1
D3 F2
K3 F1
Lampiran II. Perhitungan Kebutuhan Abu Tulang Sapi/Ha Dalam Budidaya Tanaman Jagung Manis
Kebutuhan abu tulang sapi per hektar
Anjuran pemupukan : 200 kg/ha SP-36 (Faedah, 2015)
Kebutuhan P per hektar :
Kadar P dalam 100 kg abu tulang sapi : 18,5 kg (Anonim, 2008)
Kebutuhan abu tulang sapi per hektar
Lampiran III. Kebutuhan Abu Tulang Sapi Per Tanaman Kebutuhan abu tulang sapi per tanaman
Jarak tanam : 60x15 cm = 0.09 m2
Jumlah tanaman/Ha :
Efisiensi penyerapan abu tulang sapi oleh tanaman
A : Efesiensi penyerapan 10%
=
94 kg per ha
B : Efesiensi penyerapan 20%
=
kg per ha
C : Efesiensi penyerapan 40%
=
kg per ha
D : Efesiensi penyerapan 60%
=
kg per ha
E : Efesiensi penyerapan 80%
=
kg per ha
F : Efesiensi penyerapan 100%
=
9,4 kg per ha Takaran abu tulang sapi /ha
A : 3.894 kg/ha Abu tulang sapi (35,34 gram/tanaman)
B : 1.947 kg/ha Abu tulang sapi (17,7 gram/tanaman)
C : 973,5 kg/ha Abu tulang sapi (8,85 gram/tanaman)
E : 486 kg/ha Abu tulang sapi (4.42 gram/tanaman)
F : 389,20 kg/ha Abu tulang sapi (3,54 gram/tanaman)
Perhitungan takaran abu tulang sapi /tanaman
A =
B =
C =
D=
E =
F =
Lampiran IV. Perhitungan Kebutuhan Pupuk NPK/ Tanaman 1. Kebutuhan SP-36 per tanaman (Kontrol)
Anjuran SP-36 per Ha : 200 kg
Populasi :110.000 tanaman
SP-36 =
/tanaman 2. Kebutuhan Urea per tanaman
Anjuran Urea per Ha : 300 kg
Populasi :110.000 tanaman
Urea=
: 3 x pemupukan
= 0,9 gram/tanaman
3. Kebutuhan KCl per tanaman
Anjuran KCl per Ha : 50 kg
Populasi :110.000 tanaman
KCl=
Lampiran V. Perhitungan Berat Tanah /Polibag dan Kebutuhan Pupuk Kandang/Tanaman
1. Kebutuhan tanah per polibag
Kedalaman akar efektif : 25 cm
Diameter : 12,5
π : 3,14 π.r2
.t = 3,14x12,52x25
=3,14x156,25x25
=12265 gram
=12,2 kg/polibag
2. Kebutuhan pupuk kandang per tanaman
Kebutuhan pupuk kandang per Ha : 20 ton atau 20.000 kg
Populasi tanaman per Ha : 110.000 tanaman
Total 20 11976.61447
Ket: ns= Non Signifikan
E. Diameter tongkol Sumber
ragam
DB Jumlah Kuadrat
Kuadrat tengah
F Hitung Prob>F
Model 8 1.94785714 0.24348214 1.30 0.3295 ns
Eror 12 2.24963810 0.18746984
Total 20 4.19749524
J. Berat kering akar Sumber
ragam
DB Jumlah Kuadrat
Kuadrat tengah
F Hitung Prob>F
Model 8 1661.080124 207.635015 0.89 0.5532 ns
Eror 12 2803.212543 233.601045
Total 20 4464.292667
K. Hasil per Ha Sumber
ragam
DB Jumlah Kuadrat
Kuadrat tengah
F Hitung
Prob>F
Model 8 78.2729905 9.7841238 0.87 0.5687ns
Eror 12 135.6105238 11.3008770
Total 20 213.8835143
Lampiran VII. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Mesin Moffle
Gambar 2. Tulang sapi setelah dipanaskan menggunakan Moffle
Gambar 4. Tanaman jagung umur 7 minggu setelah tanam
Gambar 6. Tinggi tanaman jagung
August 2016. This research aims to determine the effectiveness of the use of Phosphorus element of cow bone ash in replacing the element phosphorus from SP-36 and to define the proper dose regarding the growth and result of sweet corn.
This research was conducted by using experimental methods, by the pattern of single factor, which was arranged in a completely randomized design. The treatment of dose is bovine bone ash which consists of 7 levels, namely: 35,34 grams of cow bone ash / plant, 17,7 grams of cow bone ash / plant, 8,85 grams of cow bone ash / plant, 5,9 grams of cow bone ash / plants 4,42 grams of cow bone ash / plant, 3,54 grams of cow bone ash / plant, and the supervision to provide an element of P from the SP-36 at a dose of 1.8 grams /plant. Each treatment was repeated 3 times and each replicate contained 3 sample, thus obtained 63 experimental units. The parameters observed were plant height, number of leaves, heavy cob with husks, cobs weight without husks, cob diameter, cob length, fresh weight of shoot, fresh weight of root, dry weight of shoot , dry weight of root and the result of plant / hectar.
The results showed that the use of bovine bone ash as a source of phosphorus delivered an effective results in replacing SP-36 on sweet corn crop cultivation. The most appropriate dose for the growth and result of sweet corn is 486.75 kg / hectar (4.42 g / plant).
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemotongan sapi menghasilkan produk utama berupa daging, sedangkan
tulangnya merupakan bagian yang belum dimanfaatkan secara optimal dan
ekonomis. Pemotongan satu ekor sapi dengan berat 500-700 kg, akan
menghasilkan tulang yang beratnya mencapai ±50 kg (Yusnita, 2014). Menurut
Widayati dan Suawa (2007) dalam Muhammad Irfan (2014) jumlah tulang yang
dihasilkan dari penyembelihan seekor sapi bisa mencapai 16,6% dari total berat
badan hidup.
Menurut Perwitasari (2008) tulang sapi mengandung 58,30% Ca3(PO4)2;
7,07% CaCO3; 2,09% Mg3(PO4)2; 1,96% CaF2 dan 4,62% kolagen. Secara
kimia abu tulang terdiri dari oksida logam berupa 55,82% CaO; 42,39% P2O5;
1,40% MgO; 0,43% CO2; 0,09% SiO2; 0,08% Fe2O3 dan 0,06% Al2O3.Abu
tulang sapi adalah Trikalsium Fosfat yang berasal dari Hydroxyapatit Ca5
(OH)(PO4)3. Menurut Carter and Spengler (1978) dalam Dairy (2004) umumnya
pada tulang sapi yang masih basah, berdasarkan beratnya terdapat 20% air, 45%
abu dan 35% bahan organik. Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37% dan
Fosfor 18.5% pada berat tulang sapi. Bedasarkan komposisi tersebut, maka tulang
sapi dapat dimanfaatkan sebagai sumber Fosfor untuk tanaman dalam bentuk abu
tulang sapi.
Tanaman yang membutuhkan unsur Fosfor banyak salah satunya adalah
jagung manis. Tanaman jagung manis membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara
lebih banyak, hara Ca, Mg dan S diperlukan dalam jumlah sedang, tidak semua
unsur dapat diserap langsung oleh tanaman (Syafruddin, 2007). Menurut Hong
(1989) dalam Nurul (2008), jagung manis tidak akan memberikan hasil yang
maksimal jika unsur hara yang diberikan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat
meningkatkan hasil panen secara kuantitatif dan kualitatif. Pemberian pupuk P
merupakan kunci utama dalam meningkatkan produksi jagung karena fosfor
berfungsi dalam pembentukan bunga, buah dan biji, sehingga tanaman sangat
membutuhkan P.
Tanaman jagung manis dapat dibudidayakan pada berbagai jenis tanah,
salah satunya tanah regosol. Tanah regosol merupakan tanah yang termasuk ordo
entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang belum mengalami
perkembangan yang sempurna dan hanya memiliki horizon A yang marginal.
Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning,
dan bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah yang demikian membuat tanah
tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik.
Tanah regosol memiliki kandungan bahan organik yang sedikit, sehingga
diperlukan penambahan unsur hara, salah satunya unsur hara Forsfor
(Organik.com, 2014).
Pemberian unsur hara pada tanaman jagung manis dapat berasal dari
pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik yang sering digunakan
dalam budidaya tanaman jagung manis adalah pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk
organik dapat berasal dari kotoran hewan dan sisa-sisa daun yang telah terurai
3
adalah tulang sapi. Tulang sapi dapat digunakan untuk mendapatkan unsur P,
sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik dalam
budidaya tanaman dan juga dapat mengurangi limbah rumah tangga.
Winarso (2005) dalam Nurul (2008) menyatakan bahwa unsur Fosfor yang
diberikan untuk tanaman ke dalam tanah sebagian besar tidak dapat digunakan
tanaman karena bereaksi dengan bahan-bahan tanah lainnya sehingga nilai
efisiensi pemupukan P menjadi rendah hingga sangat rendah, dari 100 kg
pemupukan P hanya 20% yang diserap oleh tanaman, sedangkan 80% P tertinggal
di dalam tanah, sehingga dibutuhkan Asam Silikat yang salah satunya berasal dari
filtrat abu sekam padi yang dapat melarutkan senyawa organik. Pemberian filtrat
abu sekam padi tersebut diharapkan agar penyerapan unsur Fosfor pada
pertumbuhan tanaman dapat lebih maksimal. Menurut Fitri dkk (2012),
konsentrasi filtrat abu sekam padi (FASP) 20% dengan lama perendaman 48 jam
merupakan perlakuan yang tepat pada pengolahan limbah tulang ayam oleh FASP
menghasilkan dekolagenasi kandungan Kalsium dan Fosfor optimal.
Menurut Carter and Spengler (1978) dalam Dairy (2004) umumnya pada
tulang sapi yang masih basah, berdasarkan beratnya terdapat 20% air, 45% abu,
dan 35% bahan organik. Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37% dan Fosfor
18.5% pada berat tulang sapi. Bedasarkan komposisi tersebut, maka tulang sapi
dapat dimanfaatkan sebagai sumber Fosfor untuk tanaman dalam bentuk abu
tulang sapi. Pengaruh unsur Fosfor yang terkandung dalam tulang sapi pada
diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan unsur Fosfor dari
tulang sapi pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.
B. Perumusan Masalah
Efektivitas penggunaan unsur Fosfor tulang sapi dalam bentuk abu tulang
pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis belum diketahui, sehingga
diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan unsur Fosfor dari
tulang sapi dalam bentuk abu tulang pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
manis.
C. Tujuan
1. Mengetahui efektivitas penggunaan unsur Fosfor dari abu tulang sapi
dalam menggantikan unsur Fosfor dari SP-36 untuk pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung manis.
2. Menetapkan takaran abu tulang sapi yang tepat untuk pertumbuhan dan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tulang Sapi
Struktur tulang sapi pada prinsipnya sama dengan tulang lainnya yaitu
terbagi menjadi bagian epiphysis atau bagian sendi tulang dan diaphysis atau
bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Komposisi tulang sapi yang terdiri
dari 93% hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) dan 7% β-tricalcium pHospHate
(Ca3(PO4)2, β-TCP) (Ooi et al.,2007). Komposisi kimia tulang sapi terdiri dari zat
anorganik berupa Ca, P, O, H, Na dan Mg, dimana gabungan reaksi kimia unsur
Ca, P, O, H merupakan senyawa apatite mineral sedangkan Na dan Mg
merupakan komponen zat anorganik tambahan penyusun tulang sapi dengan suhu
titik lebur tulang sapi sebesar 12270 K (Sontang, 2000).
Hidroksiapatit (HAp) adalah sebuah molekul kristalin yang intinya
tersusun dari fosfor dan kalsium dengan rumus molekul Ca10(PO4)6(OH)2 yang
termasuk di dalam keluarga senyawa kalsium fosfat. Hidroksiapatit yang berasal
dari tulang sapi telah secara luas dipelajari dalam bidang aplikasi medis seperti
digunakan untuk mencangkok tulang, memperbaiki, mengisi atau penggantian
tulang serta dalam pemulihan jaringan gigi. Hidroksiapatit digunakan di dalam
dunia medis karena memiliki sifat yang dapat beradaptasi dengan baik pada
jaringan keras dalam tulang, dapat membangun kembali jaringan tulang yang
sudah rusak dan juga di dalam jaringan lunak meskipun memiliki laju degradasi
yang rendah, sifat osteokonduktifitas yang tinggi, bersifat tidak beracun, non
dari hidroksiapatit sama dengan yang dimiliki oleh tulang dan gigi. Selain itu,
struktur molekul hidroksiapatit juga sama dengan struktur molekul tulang dan gigi.
Abu tulang sapi adalah Trikalsium Fosfat yang berasal dari Hydroxyapatit
Ca5 (OH)(PO4)3. Memiliki komposisi abu tulang sapi, sebagian besar didominasi
oleh senyawa Fosfat dengan komponen mineral utama Hidroksilapatit (Anonim,
2008). Menurut Carter and Spengler (1978) dalam Dairy (2004) umumnya pada
tulang sapi yang masih basah, berdasarkan beratnya terdapat 20% air, 45% abu,
dan 35% bahan organik. Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37% dan Fosfor
18.5% pada berat tulang sapi.
B. Unsur Hara Fosfor 1. Peranan unsur hara Fosfor pada tanaman
Fosfor merupakan hara makro kedua setelah N yang dibutuhkan oleh
tanaman dalam jumlah yang cukup banyak (hara makro). Fosfor dianggap
sebagai kunci kehidupan (Key of life). Unsur ini merupakan komponen tiap
sel hidup dan cenderung terkonsentrasi dalam biji dan titik tumbuh tanaman.
Unsur P dalam Phospat adalah (Fosfor) sangat berguna bagi tumbuhan karena
berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar terutama pada awal-awal
pertumbuhan, mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.
Ketersediaan P dalam tanah ditentukan oleh bahan induk tanah serta faktor-
faktor yang mempengaruhi seperti reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe oksida,
kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan.
Tanaman menyerap Fosfor dalam bentuk ion Ortofosfat (H2PO4-) dan
7
dan Yuwono (2002) unsur P masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu
bentuk Pirofosfat dan Metafosfat, bahkan menurut Thomson (1982) dalam
Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa kemungkinan unsur P diserap dalam
bentuk senyawa anorganik yang larut dalam air, misalnya Asam Nukleat dan
Phitin. Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat
berubah menjadi senyawa Fosfor organik. Fosfor ini mudah bergerak antar
jaringan tanaman. Kadar optimal Fosfor dalam tanaman pada saat
pertumbuhan vegetatif adalah 0.3% - 0.5% dari berat kering tanaman.
Karateristik Fosfor yaitu, Fosfor bergerak lambat dalam tanah,
pencucian bukan masalah, kecuali pada tanah yang berpasir. Fosfor lebih
banyak berada dalam bentuk anorganik dibandingkan organik. Di dalam
tanah kandungan F total bisa tinggi tetapi hanya sedikit yang tersedia bagi
tanaman. Tanaman menambang Fosfor tanah dalam jumlah lebih kecil
dibandingkan Nitrogen dan Kalium. Fungsi Fosfor pada tanaman yaitu:
a. Pembentukan bunga dan buah
b. Bahan pembentuk inti sel dan dinding sel
c. Mendorong pertumbuhan akar muda dan pemasakan biji pembentukan
klorofil
d. Penting untuk enzim-enzim pernapasan, pembentukan klorofil
e. Penting dalam cadangan dan transfer energi (ADP+ATP)
f. Komponen Asam Nukleat (DNA dan RNA),
g. Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam
Tanaman yang mengalami kekurangan P, akan mengalami gejala sebagai
berikut:
a. Reduksi pertumbuhan, kerdil
b. Daun berubah tua agak kemerahan
c. Cabang, batang, dan tepi daun berwarna merah ungu yang lambat laun
berubah menjadi kuning
d. Buah tampak kecil dan cepat matang
e. Menunda pemasakan
f. Pembentukan biji gagal
g. Perkembangan akar tidak baik (Silvikultur.com, 2011)
2. Ketersediaan unsur hara Fosfor di dalam tanah
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam tanah
untuk dapat diserap tanaman antara lain adalah total pasokan hara,
kelembaban tanah dan aerasi, suhu tanah dan sifat fisik maupun kimia tanah.
Keseluruhan faktor ini berlaku umum untuk setiap unsur hara (Olson and
Sander 1988). Ketersediaan Unsur P dalam tanah untuk tanaman sangat
dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Tidak tersedia dan tidak
larutnya P disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe
yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Ada beberapa faktor
yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah yaitu :
a. Tipe liat
b. pH tanah
9
d. Temperatur
e. Bahan organik tanah (Nyakpa, dkk, 1988).
Bentuk P pada tanah masam yaitu H2PO4- lebih dominan dijumpai
dan terus ke bentuk HPO42-dan PO42-, sedangkan P yang dapat diserap
tanaman dalam bentuk OrthopHospat yaitu H2PO4- dan HPO42- pada
umumnya dapat tersedia bagi tanaman (Nyakpa, dkk, 1988). Tanah dengan
pH yang kurang dari 6,5 akan banyak terdapat Al dan Mn yang akan
mengikat P dalam tanah dengan reaksi sebagai berikut : Al3++ H2PO4-+
2H2O 2H++ Al(OH)2H2PO4. Fosfat jika berhubungan dengan suatu larutan
asam akan menghasilkan monokalsium Fosfat yang mudah larut menjadi
Ca2+ dan H2PO4- dengan reaksi sebagai berikut : Ca5(PO4)3OH (Hidroksi
Apatit) + 7 H+ 5 Ca2++ 3 H2PO4-+ H2O Ca5(PO4)3F (Fluorapatit) + 6 H+5
Ca2++ 3 H2PO4-+ F-. Cara mengurangi fiksasi P dalam tanah dapat
dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Mengatur pH yaitu dengan pengapuran
b. Pemberian bahan organik, pemberian ini akan menghasilkan anion dan
kation yang mengurangi fiksasi
c. Mengurangi kontak langsung antara pupuk dengan tanah (Sutedjo dan
Kartasapoetra, 1988).
Pemberian Fosfor di dalam tanah mempunyai sumber dari :
a. Pupuk buatan
c. Senyawa alam lainnya baik senyawa organik maupun
senyawaanorganik dari unsur-unsur P dan K yang sudah ada dalam
tanah.
Permasalahan Fosfor (P) pada kesuburan tanah lapisan atas adalah
sebagai berikut :
a. Jumlah total P di dalam tanah relatif rendah, yaitu 200 - 2000 kg P/ha
tanah di kedalaman15 cm
b. P yang ditemukan di lapisan atas tanah memiliki kelarutan yang rendah
atau benar-benar tidak dapat larut sehingga sebagian besar tidak
tersedia untuk diserap oleh tanaman.
c. Sumber P yang berasal dari pupuk yang ditambahkan ke tanah, akan
menyediakan unsur P untuk tanaman namun pada waktunya akan
membentuk campuran yang tidak dapat larut (Brady dan Weil, 2008)
C. Tanaman Jagung Manis
Jagung manis merupakan tanaman semusim, siklus hidupnya diselesaikan
dalam 60-70 hari. Tanaman jagung ini dapat menyumbangkan hasil untuk
keperluan konsumsi manusia. Hasil produksinya berupa jagung muda yang
apabila direbus mempunyai rasa enak dan manis. Rasa manis tersebut disebabkan
karena kandungan glukosa yang terdapat di dalam biji jagung. Jagung manis
memiliki ciri biji yang masih muda becahaya dan berwarna cernih sedangkan biji
yang sudah masak dan kering akan menjadi keriput atau berkerut. Jagung dapat
ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu
11
tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur dan kaya akan kandungan
humus, dengan pH 5,5-6,5 (Aak, 2010). Budidaya jagung manis meliputi
beberapa tahapan yaitu, sebagai berikut :
1. Persiapan bahan tanam
Bahan yang digunakan dalam budidaya jagung manis berupa benih.
Benih yang digunakan merupakan benih unggul yang telah teruji kemurnian
benih terhadap kotoran maupun biji lain, daya tumbuh yang baik dapat
mencapai 90% ke atas dan ketahanan terhadap penyakit. Disamping itu
kemampuan berproduksi dalam umur yang relatif pendek, serta dapat
beradaptasi dengan baik dalam berbagai lingkungan (Aak, 2010).
2. Pengolahan Lahan
Pengolahan dilakukan dengan cara dibajak dan digaru, selanjutnya
ditambahkan pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar. Menurut Firlana
(2011) dalam Zulkifli dan Herman (2012), penggunaan pupuk kandang sapi
pada tanaman jagung dengan dosis 20 ton/ha menunjukkan hasil tertinggi
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tongkol, berat tongkol, berat
basah dan berat pipilan kering. Tujuan pengolahan tanah adalah memperoleh
media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan akar, mengurangi
keberadaan gulma serta memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah. Kegiatan
3. Penanaman
Penanaman jagung dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
menggunakan tugal dengan kedalaman 2,5-5 cm. Jarak tanam yang digunakan
60x15 cm, selanjutnya benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1
butir dengan kebutuhan benih 110.000/ha, kemudian dilakukan penutupan
dengan tanah secara tipis-tipis (Aak, 2010).
4. Pemeliharaan a. Penyulaman
Penyulaman bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati,
dilakukan pada waktu 7-10 hari setelah tanam. Jumlah dan jenis benih
serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman
(Faedah, 2015).
b. Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangandan pembumbunan dilakukan setelah tanaman berumur
15 hari, penyiangan pada tanaman jagung yang masih kecil dilakukan
secara manual menggunakan tangan atau cangkul kecil, sehingga
diharapkan tidak merusak pertumbuhan jagung. Pembumbunan
dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi
batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang
bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi.
Pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 4 minggu, bersamaan
13
tanaman ditimbun di barisan tanaman, dengan cara ini akan terbentuk
guludan yang memanjang (Aak, 2010).
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan cara penugalan di samping tanaman
dengan jarak sekitar 5-7 cm dari batang tanaman. Dosis pupuk yang
digunakan adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-36, dan 50 kg KCl/ha sesuai
dengan hasil analisis tanah. Pupuk Urea diberikan tiga kali, yaitu 100
kg pada waktu tanam, 100 kg pada saat tanaman berumur 30 hst dan
100 kg pada saat tanamanberumur 45 hst. Pupuk SP-36 dan KCl
diberikan pada waktu tanam atau sebagai pupuk dasar (Suprapto,
1995).
d. Pengairan
Pengairan dilakukan setelah benih ditanam yaitu dengan cara
penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya
menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman
berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air
pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung (Faedah, 2015).
5. Panen
Pemanenan dilakukan pada 70-75 hari setelah tanam, dengan cara
memetik tongkol jagung yang berada pada ketiak daun. Hasil pemanenan
D. Tanah Regosol
Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material
gunung api. Tanah regosol berupa tanah aluvial yang baru diendapkan. Material
jenis tanah ini berupa abu vulkan dan pasir vulkan.Tanah regosol merupakan
tanah yang termasuk ordo entisol. Secara umum, tanah entisol adalah tanah yang
belum mengalami perkembangan yang sempurna, dan hanya memiliki horizon A
yang marginal. Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu
sampai kuning, dan bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah yang demikian
membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman
dengan baik. Kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur dengan pH
6-7. Tanah regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau,
dan buah-buahan yang tidak banyak membutuhkan air. Regosol banyak tersebar
di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya memiliki gunung berapi
15
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tulang sapi, benih
jagung manis, tanah regosol dan air, filtrat abu sekam padi, Urea, SP-36, KCl,
pupuk kandang. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah gergaji besi, mesin
moffle, mortar, ember, cangkul, sekop, gembor, polibag, timbangan analitik,
penggaris/meteran, label dan alat tulis.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode percobaan, dengan
rancangan perlakuan faktor tunggal, yang disusun dalam Rancangan Acak
Lengkap (Lampiran I). Perlakuan yang diujikan adalah takaran abu tulang sapi
yang terdiri dari 7 aras yaitu: A : 35,34 gram abu tulang sapi/tanaman, B : 17,7
gram abu tulang sapi/tanaman, C : 8,85 gram abu tulang sapi /tanaman, D : 5,9
gram abu tulang sapi/tanaman, E : 4.42 gram abu tulang sapi /tanaman, F : 3,54
gram abu tulang sapi /tanaman (Lampiran III), K (kontrol) dengan memberikan
unsur P dari SP-36 dengan dosis 1,8 gram/tanaman (Lampiran IV).
Masing-masing perlakuan diulang 3 kali dan Masing-masing-Masing-masing ulangan terdapat 3 sampel,
D. Cara penelitian 1. Pembuatan filtrat abu sekam padi
Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan filtrat abu sekam
padi adalah pembakaran sekam padi, kemudian diambil abunya sebanyak
600 gram yang dilarutkan dengan air sebanyak 3000 ml atau 3 liter air.
Abu yang sudah larut dalam air selanjutnya disaring dan menghasilkan
filtrat abu sekam padi.
2. Pengolahan tulang sapi
Pengolahan tulang sapi dilakukan dengan menyiapkan tulang sapi
yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan yang menyediakan tulang
sapi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel tulang dibersihkan dari
daging dan kotoran yang masih menempel, lalu dicuci. Tahap selanjutnya
dilakukan perendaman tulang sapi yang sudah dibersihkan menggunakan
filtrat abu sekam padi 20% selama 48 jam, selanjutnya dikering anginkan.
Tulang sapi dilunakkan menggunakan moffle selama 4-7 jam, kemudian
digerus dan diayak.
3. Persiapan media
Persiapan media dilakukan dengan mengolah atau mencangkul
tanah di kebun percobaan Fakultas Pertanian UMY, Meranggen. Tanah
selanjunya dihomogenkan dan dikering anginkan ± 1 minggu. Tanah yang
sudah dikering anginkan disaring menggunakan saringan dengan diameter
0,5 cm. Langkah selanjutnya adalah melakukan pengisian tanah ke dalam
17
kandang sapi sebanyak 20 ton/ ha atau 181,8 gram per polibag (Lampiran
V).
4. Penanaman
Penanaman jagung dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
di permukaan polibag menggunakan tugal kecil atau tangan dengan
kedalaman 2,5-5 cm. Selanjutnya benih dimasukkan ke dalam lubang
tanam sebanyak 2 butir, kemudian dilakukan penutupan dengan tanah
secara tipis-tipis.
5. Pemeliharaan
a. Penyiraman : Penyiraman dilakukan dua hari sekali pada waktu sore
hari
b. Penyiangan : Penyiangan dilakukan ketika terdapat tumbuhan lain
yang tumbuh di sekitar tanaman jagung manis
c. Pemupukan : Pupuk yang digunakan yaitu Urea 300 kg/ha, SP-36 200
kg/Ha dan KCl 50 kg/Ha untuk K (Kontrol). Abu tulang sapi 3.894
kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan A. Abu
tulang sapi 1.947 kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk
perlakuan B. Abu tulang sapi 973,5 kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50
kg/Ha untuk perlakuan C. Abu tulang sapi 649 kg/ha, Urea 300 kg/ha
dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan D. Abu tulang sapi 486,75 kg/ha,
Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan E. Abu tulang sapi
389,20 kg/ha, Urea 300 kg/ha dan KCl 50 kg/Ha untuk perlakuan F.
umur 30 hari setelah tanam dan 100 kg umur 45 hari setelah tanam.
Abu tulang sapi dan KCl diberikan pada waktu tanam. Pemupukan
dilakukan dengan cara meletakkan pupuk di samping tanaman dengan
jarak sekitar 5-7 cm dari tanaman, kemudian ditutup tipis
menggunakan tanah..
d. Pengendalian hama dan penyakit : pengendalian hama dan penyakit
dilakukan secara manual dengan cara mengambil hama dan membuang
bagian tanaman yang terserang penyakit.
6. Pemanenan
Pemanenan jagung dilakukan pada umur 75 hari setelah tanam,
dengan mengambil tongkol jagung manis dari ketiak batang.
E. Variabel Pengamatan 1. Tinggi tanaman (Cm)
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang diamati dan sering
digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan atau
perlakuan. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada masa vegetatif, yaitu
setiap minggu mulai satu minggu setelah tanam sampai umur jagung ±40 hari
setelah tanam, menggunakan penggaris/meteran dengan satuan centimeter.
2. Jumlah daun (Helai)
Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk
kebutuhan tanaman sebagai cadangan makanan. Pengamatan jumlah daun
19
tanam sampai umur jagung ±40 hari setelah tanam, dengan cara menghitung
jumlah helai yang telah mekar sempurna pada masing-masing tanaman.
1. Berat tongkol dengan klobot (Gram)
Tongkol merupakan hasil utama yang dimanfaatkan oleh pembudidaya
dalam tanaman jagung. Pengamatan berat tongkol dengan klobot dilakukan
pada umur 75 hari setelah tanam atau setelah panen, dengan cara menimbang
tongkol menggunakan timbangan elektrik yang dinyatakan dalam gram.
2. Berat tongkol tanpa klobot (Gram)
Pengamatan berat tongkol tanpa klobot dilakukan pada umur 75 hari
setelah tanam atau setelah panen, dengan cara menimbang tongkol jagung
tanpa klobot menggunakan timbangan elektrik yang dinyatakan dalam gram.
3. Diameter tongkol (Cm)
Diameter tongkol merupakan komponen yang mempengaruhi hasil
jagung tanaman manis. Pengamatan diameter tongkol dilakukan pada umur
75 hari setelah tanam atau setelah panen, menggunakan jangka sorong dengan
satuan cm.
4. Panjang tongkol (Cm)
Pengamatan panjang tongkol dilakukan pada umur 75 hari setelah
tanam atau setelah panen, menggunakan penggaris dengan satuan cm.
5. Berat segar tajuk (Gram)
Pengamatan berat segar tajuk dilakukan pada 75 hari setelah tanam
atau setelah panen, dengan menimbang tajuk menggunakan timbangan
6. Berat segar akar (Gram)
Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan
bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pengamatan berat segar akar dilakukan pada 75 hari setelah tanam atau
setelah panen, dengan menimbang akar menggunakan timbangan elektrik
dinyatakan dalam gram.
7. Berat kering tajuk (Gram)
Parameter pengamatan berat kering tanaman umumnya digunakan
sebagai petunjuk yang memberikan ciri melalui pengukuran biomassa.
Pengamatan berat kering tajuk dilakukan pada 75 hari setelah tanam atau
setelah panen, kemudian dikeringkan menggunakan oven selanjutnya
menimbang tajuk menggunakan timbangan elektrik dinyatakan dalam gram.
8. Berat kering akar (Gram)
Pengamatan berat kering akar dilakukan pada 75 hari setelah tanam
atau setelah panen, kemudian dikeringkan menggunakan oven selanjutnya
menimbang akar menggunakan timbangan elektrik dinyatakan dalam gram.
9. Nibah tajuk/akar
Pengamatan nisbah tajuk/akar dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan yang paling baik antara akar dan tajuk tanaman. Pengamatan
tersebut dilakukan dengan cara meghitung hasil pengamatan berat kering
21
10.Hasil tanaman (ton/hektar)
Pengamatan hasil tanaman dilakukan pada umur 75 hari setelah tanam
atau setelah panen, dengan menjumlahkan semua tongkol yang telah
ditimbang dengan timbangan analitik, kemudian dikonversi dalam hektar
dengan satuan ton/ha.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan
sidik ragam pada taraf 5%, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atas
perlakuan dalam pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. Apabila ada beda
nyata antar perlakuan yang diujicobakan dilakukan uji lanjut dengan uji DMRT
pada taraf 5%, bertujuan untuk melihat perlakuan yang paling baik dalam
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis 1. Tinggi Tanaman
Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung manis meliputi tinggi tanaman
dan jumlah daun. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang diamati
dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari
lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)
menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter
tinggi tanaman. Hasil rerata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Jagung Manis
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 198.7
Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 208.6 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 193.4 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 209.2 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 229.9 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 201.2
SP-36 1,8 gram/tanaman 207.5
Pemberian unsur P dari abu tulang sapi memiliki respon yang sama
dengan kontrol (SP-36 1,8 gram/tanaman) pada tinggi tanaman, sehingga
penggunaan Unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari
SP-36. Hal tersebut dikarenakan Pupuk buatan (SP-36) memiliki kelarutan yang
tinggi sehingga mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap awal
pertumbuhan namun secara berangsur akan berkurang karena bereaksi dengan
partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad renik
23
berlangsung secara bertahap disesuaikan dengan umur dan kebutuhan tanaman.
Abu tulang pada umumnya memiliki kelarutan yang tergolong sedang, jadi
terletak di antara TSP (berpelepasan cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan
lambat), dan kelarutannya ditentukan oleh kadar air medium tumbuh (Warren
et al., 2009). Hal tersebut sejalan dengan penelitian A. D. Nusantara, dkk.
2011 yang menyatakan bahwa abu tulang sapi memiliki potensi sebagai
sumber hara yang sama baiknya dengan pupuk buatan untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman P. PHaseoloides.
Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman, salah satunya parameter tinggi tanaman jagung manis.
Hal tersebut disebabkan karena peningkatan takaran abu tulang sapi justru
menghambat pertumbuhan, hasil dan mutu tanaman. Menurut Muhammad
Irfan (2011), pupuk organik abu tulang merupakan sumber fosfor yang baik
untuk tanaman. Abu tulang selain sebagai sumber kalsium dan fosfor untuk
pertumbuhan tanaman, unsur fosfor juga ternyata dapat menimbulkan masalah
jika diberikan dengan takaran yang tinggi, karena dapat menghambat terjadinya
proses pembentukan dan perkembangan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).
FMA berperan untuk meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan mutu tanaman
(Muhammad Irfan, 2011).
Tidak berpengaruhnya peningkatan takaran abu tulang sapi terhadap
pertumbuhan tanaman, kemungkinanan juga dapat disebabkan oleh adanya
faktor yang membatasi atau mengahambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut
pertumbuhan tanaman dikendalikan oleh faktor pertumbuhan yang ada dalam
konsentrasi atau takaran minimal. Menurut E.A Mitscherlich dalam Sugeng
(2005), apabila tanaman dipasok seluruh hara dengan konsentrasi cukup,
kecuali satu unsur, maka pertumbuhan tanaman akan berbanding lurus dengan
takaran unsur hara tersebut. Selanjutnya unsur hara yang membatasi
pertumbuhan tersebut disebut unsur hara pembatas pertumbuhan.
Pengamatan tinggi tanaman dimulai pada minggu ke-1 setelah tanam
sampai minggu ke-6 setelah tanam (sampai muncul bunga pertama). Hasil
pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman selama 6 minggu dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1.Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman
Laju pertumbuhan tinggi tanaman jagung dapat dilihat berdasarkan
gambar 1. Pertumbuhan tinggi tanaman jagung manis terus mengalami kenaikan
setiap minggunya. Memasuki minggu ke 3 setelah tanaman, pertumbuhan yang
25
dilihat dari parameter tinggi tanaman sangat cepat. Hal ini dikarenakan pada umur
18-33 hari setelah tanam, tanaman jagung memasuki fase jumlah daun terbuka
sempurna 6-10 yang dicirikan dengan pemanjangan batang meningkat dengan
cepat. Fase ini tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak,
sehingga diperlukan pemupukan pada fase ini untuk mencukupi kebutuhan hara.
Memasuki minggu ke-5 atau pada 33-50 hari setelah tanam, tanaman jagung
memasuki fase jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18
yang dicirikan tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering
meningkat dengan cepat pula (Nuning, dkk., 2011). Kebutuhan hara dan air pada
fese ini sangat tinggi, hal tersebut dikarenakan untuk mendukung laju
pertumbuhan tanaman.
Pemberian abu tulang sapi dengan takaran 4,42 gram/tanaman
menunjukkan pertumbuhan tanaman yang cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian pupuk SP-36 dan abu tulang sapi dengan takaran yang lebih
tinggi. Pemberian unsur P dari abu tulang sapi dapat dimanfaatkan pada masa
vegetatif dan generatif tanaman karena pelepasan P pada abu tulang sapi
berlangsung secara bertahap, disesuaikan dengan umur tanaman, sehingga
kebutuhan unsur P pada masa vegetatif cukup untuk pertumbuhan tanaman.
Sedangakan pelepasan P dari SP-36 memiliki kelarutan yang tinggi dan hanya
menyediakan P pada tahap awal pertumbuhan tanaman. Apabila takaran abu
tulang sapi ditingkatkan akan mempengaruhi pH tanah dan selanjutnya akan
vegetatif dimanfaatkan oleh tanaman hanya sebagian kecil yaitu 10% karena
sebagian besar unsur akan dimanfaatkan pada masa generatif.
2. Jumlah Daun
Daun merupakan organ tanaman tempat mensintesis makanan untuk
kebutuhan tanaman sebagai cadangan makanan. Daun memiliki klorofil yang
berperan dalam melakukan fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun, maka
tempat untuk melakukan fotosintesis lebih banyak dan hasilnya lebih optimal.
(Septia, 2016). Kegiatan pertumbuhan dan hasil tanaman dipengaruhi oleh
jumlah daun karena sebagai tempat kegiatan fotosintesis untuk pengahasil
energi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman (Rizki, 2016).
Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI) menunjukkan bahwa tidak
ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter jumlah daun. Hasil rerata
jumlah daun pada tanaman jagung manis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rerata Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis
Perlakuan Jumlah Daun (Helai)
Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 10.2
Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 10.3
Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 9.4
Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 9.8
Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 10
Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 9.6
SP-36 1,8 gram/tanaman 9.7
Perlakuan Pemberian unsur P dari abu tulang sapi memiliki respon yang
sama dengan kontrol (SP-36 1,8 gram/tanaman) terhadap jumlah daun tanaman.
Penggunaan unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari
27
karena pelepasan P dari abu tulang berlangsung secara bertahap disesuaikan
dengan umur dan kebutuhan tanaman. Abu tulang pada umumnya memiliki
kelarutan yang tergolong sedang, jadi terletak di antara TSP (berpelepasan
cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan lambat), dan kelarutannya ditentukan
oleh kadar air medium tumbuh (Warren et al., 2009). Pupuk buatan (SP-36)
memiliki kelarutan yang tinggi sehingga mampu menyediakan lebih banyak
unsur P pada tahap awal pertumbuhan namun secara berangsur akan berkurang
karena bereaksi dengan partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh
tanaman dan jasad renik rhizosfir (Havlin et al., 2005).
Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak memberikan pengaruh
terhadap jumlah daun, kemungkinanan juga dapat disebabkan oleh adanya
faktor yang membatasi atau mengahambat pertumbuhan tanaman. Hal tersebut
sesuai dengan hukum minimal Leibig yang menyatakan bahwa takaran
pertumbuhan tanaman dikendalikan oleh faktor pertumbuhan yang ada dalam
konsentrasi atau takaran minimal. Menurut E.A Mitscherlich dalam Sugeng
(2005), apabila tanaman dipasok seluruh hara dengan konsentrasi cukup,
kecuali satu unsur, maka pertumbuhan tanaman akan berbanding lurus dengan
takaran unsur hara tersebut. Selanjutnya unsur hara yang membatasi
pertumbuhan tersebut disebut unsur hara pembatas pertumbuhan.
Menurut de Wilegen dan van Noordwijk dalam Sugeng (2005),
pertumbuhan tanaman berhubungan dengan suplai hara dan air pada tanaman.
Hubungan tersebut menunjukkan bahwa petumbuhan tanaman meningkat
hara dan air yang cukup akan memberikan pengaruh yang baik terhadap
pertumbuhan tanaman salah satunya pada jumlah daun tanaman. Unsur hara
diserap tanaman untuk pertumbuhan dan proses metabolisme tanaman ,
sedangkan air merupakan salah satu faktor digunakan sebagai proses
fotosintesis yang selanjutnya berkaitan dengan pertumbuhan tanaman salah
satunya jumlah daun.
Pengamatan jumlah daun pada tanaman dimulai pada minggu ke-1
setelah tanam sampai minggu ke-6 setelah tanam (sampai muncul bunga
pertama). Hasil pengamatan jumlah daun pada tanaman selama 6 minggu
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis
Berdasarkan gambar di atas, pertumbuhan daun pada tanaman jagung
setiap minggu nya mengalami peningkatan. Pemberian abu tulang sapi sebagai
unsur P telah mencukupi kebutuhan tanaman jagung manis, hal tersebut dapat
dilihat dari rerata angka dari Tabel 2 dan Gambar 2 yang menunjukkan selisih
29
angka tidak berbeda nyata. Memasuki minggu kedua (10-18 hst), tanaman
jagung mengalami fase jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5 helai dengan
ciri-ciri jumlah daun 3—5 helai, akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh,
akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah.
Memasuki minggu ke tiga (18-33 hst), tanaman jagung mengalami fase jumlah
daun yang terbuka 6-10 helai dengan ciri-ciri jumlah daun 6—10 helai, titik
tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan
penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat
dengan cepat, pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan
tongkol dimulai. Pada fase ini tanaman mulai menyerap unsur hara dalam
jumlah yang lebih banyak, oleh karena itu unsur hara di dalam tanah harus
selalu tersedia untuk tanaman.
Pemberian abu tulang sapi mampu menyediakan unsur P selama masa
pertumbuhan tanaman, karena pelepasa P dari abu tulang sapi berlangsung
secara bertahap dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman sesuai dengan umur
tanaman. Memasuki minggu ke lima (33-55 hst), tanaman jagung mengalami
fase jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir 15-18 helai
dengan ciri-ciri jumlah daun 11 helai sampai daun terakir 15—18 helai,
tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan
cepat pula. Fase ini tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan
kekurangan hara, karena dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tongkol (Nuning, dkk., 2011). Penyiraman dilakukan untuk
untuk mencukupi hara pada tanaman. Pemberian abu tulang sapi diberikan
untuk mencukupi kebutuhan P pada pertumbuhan vegetatif dan menyediakan
untuk fase generatif .
B. Hasil dan Komponen Tanaman Jagung Manis 1. Berat Tongkol dengan Klobot
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam 5% (Lampiran VI)
menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter
berat tongkol dengan klobot. Hasil rerata berat tongkol dengan klobot disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rerata Berat Tongkol Dengan Klobot Jagung Manis
Perlakuan Berat Tongkol dengan Klobot (gram) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 207.68 Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 247.15 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 213.49 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 245.8 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 257.61 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 256.71
SP-36 1,8 gram/tanaman 237.42
Penggunaan abu tulang sapi sebagai sumber P organik pada tanaman
memiliki pengaruh yang sama dengan penggunaan pupuk anorganik (SP-36).
Penggunaan unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari
SP-36. Hal tersebut disebakan karena Abu tulang sapi mengandung Kalsium 37%
dan Fosfor 18.5% pada berat tulang sapi (Carter and Spengler (1978) dalam
Dairy, 2004). Abu tulang sapi melepaskan P secara bertahap disesuaikan
dengan kebutuhan tanaman, sehingga dapat menyediakan unsur P dalam setiap
31
Nusantara, dkk. (2011) yang menyatakan bahwa abu tulang sapi memiliki
potensi sebagai sumber hara yang sama baiknya dengan pupuk buatan untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman P. PHaseoloides.
Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap
berat tongkol dengan kelobot, hal ini disebabkan karena pH tanah
mempengaruhi ketersedian P dalam tanah. Tanaman sebagian besar menyerap
hara fosfat dalam bentuk ion orthofosfat primer yaitu H2PO4- dan orthofosfat
sekunder (HPO42-). Kemasaman tanah (pH) sangat mempengaruhi keberadaan
dari masing-masing bentuk ion tersebut. Bentuk ion fosfat pada tanah-tanah
masam akan bereaksi dengan Fe, Al, dan Mn membentuk senyawa tidak larut
(terfiksasi atau teradsorpsi secara kuat dan mengendap) dan tidak tersedia bagi
tanaman. Sebaliknya pada tanah-tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan Mg bereaksi
dengan P, sehingga P juga kurang tersedia (Tisdale et al, 1985). Pemberian
takaran abu tulang sapi dengan berbagai takaran dapat mempengaruhi pH pada
tanah, hasil pengamatan pH tanah pada medium tanaman jagung disajika pada
Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan pH Tanah
Perlakuan pH tanah
Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 7,71 Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 7,70 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 7,46 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 7,42 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 7,40 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 7,38
SP-36 1,8 gram/tanaman 7,40
Hasil pengamatan pH tanah yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
pada pH tanah regosol sebagai media tanam. Pengaruh yang diberikan adalah
pH tanah menjadi tinggi yaitu 7,71, sedangkan pH tanah regosol beriksar
anatara 6-7. Abu tulang sapi memilki pH 8,5 apabila diberikan dalam jumlah
tinggi menyebabkan peningkatan pH tanah, kemudian Ca dan Mg akan
bereaksi dengan P, sehingga P kurang tersedia. Hal tersebut didukung oleh
Tisdale et al, 1985 yang menyatakan bahwa tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan
Mg bereaksi dengan P, sehingga P dalam tanah kurang tersedia.
Unsur fosfor ini mempunyai peranan yang lebih besar pada
pertumbuhan generatif tanaman, terutama pada pembungaan, pembentukan
tongkol dan biji (Sarief, 1986). Apabila tongkol tanaman terbentuk dengan
sempurna maka akan memberikan berat tongkol yang tinggi. Sutoro et al.
(1988) menyatakan bahwa unsur hara mempengaruhi berat tongkol terutama
biji karena unsur hara yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk
pembentukan protein, karbohidrat, dan lemak yang nantinya akan disimpan
dalam biji sehingga akan meningkatkan berat tongkol.
2. Berat Tongkol Tanpa Klobot
Tongkol merupakan hasil utama yang dimanfaatkan oleh pembudidaya
dalam tanaman jagung. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (Lampiran VI)
menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan terhadap parameter
berat tongkol tanpa klobot. Hasil rerata berat tongkol tanpa klobot disajikan
33
Tabel 5. Rerata Berat Tongkol Tanpa Klobot Jagung Manis
Perlakuan Berat Tongkol Tanpa Klobot (gram) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 147.98 Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 172.31 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 161.82 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 191.56 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 175.56 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 195.94 SP-36 1,8 gram/tanaman 169.63
Berdasarkan Tabel 5, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai
takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap
berat tongkol tanpa klobot. Hal tersebut disebabkan karena Fosfor (P) termasuk
unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun
kandungannya di dalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N), dan
kalium (K). Unsur hara P pada masa vegetatif sangat banyak dijumpai pada
pusat-pusat pertumbuhan karena unsur hara ini bersifat mobil sehingga bila
kekurangan P maka unsur hara langsung di translokasikan pada bagian daun
muda, sedangkan pada masa generatif unsur hara P banyak dialokasikan pada
proses pembentukan biji atau buah tanaman. Kadar P pada bagian-bagian
generatif tanaman (biji) tertinggi dibandingkan bagain tanaman lainnya.
Penggunaan abu tulang sapi sebagai sumber P organik pada tanaman
memiliki pengaruh yang sama dengan penggunaan pupuk anorganik (SP-36).
Penggunaan unsur P dari abu tulang sapi dapat menggantikan unsur P dari
SP-36. Hal tersebut disebakan karena pupuk buatan (SP-36) memiliki kelarutan
yang tinggi sehingga mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap
dengan partikel penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad
renik rhizosfir (Havlin et al., 2005). Pada awal pertumbuhan (masa vegetatif),
tanaman hanya menbutuhkan unsur P sedikit yaitu tidak lebih dari 10%
(Sugeng, 2005), sehingga apabila pada masa generatif P kurang tersedia maka
pertumbuhan biji juga kurang sempurna.
Tanaman menyerap P dari tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama
H2PO4- dan HPO4-2 yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih
banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih
tinggi (>7) bentuk HPO42- lebih dominan (Hanafiah KA, 2007). Sebagian
besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk sebesar 10
hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama pemupukan,
berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah.
Besarnya kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh
pH tanah, tipe liat, temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi. pH tanah
sangat berpengaruh terhadap ketersedian P tanah. Pada tanah masam, P
bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P, sedangkan pada tanah
bereaksi basa umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Adanya
pengikatan-pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P yang diberikan menjadi tidak
efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran tinggi. Akan tetapi pada
penelitian yang telah dilakukan peningkatan takaran P abu tulang sapi tidak
memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman maupun pada berat tongkol
35
Peningkatan takaran abu tulang sapi tidak memberikan pengaruh atau
perbedaan antar perlakuan dipengaruhi oleh pH tanah akibat pemberian takaran
abu tulang sapi yang ditingkatkan. Berdasarkan hasil pengamatan pH tanah
yang disajikan pada Tabel 4, pada perlakuan A dengan takaran 35,34 gram per
tanaman dan perlakuan B dengan takaran 17,7 gram pe tanaman dapat
meningkatkan pH tanah yaitu 7,71 pada perlakuan A dan 7,70 pada perlakuan
B. pH tanah regosol beriksar anatara 6-7, sedangkan abu tulang sapi memilki
pH 8,5, apabila diberikan dalam jumlah tinggi menyebabkan peningkatan pH
tanah, kemudian Ca dan Mg akan bereaksi dengan P, sehingga P kurang
tersedia. Hal tersebut didukung oleh Tisdale et al, 1985 yang menyatakan
bahwa tanah alkalin (pH tinggi), Ca dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P
dalam tanah kurang tersedia.
3. Panjang Tongkol
Pertumbuhan generatif merupakan pertumbuhan tanaman yang
berkaitan dengan kematangan organ reproduksi suatu tanaman. Fase ini
dimulai dengan pembentukan primodia, proses pembungaan yang mencakup
pristiwa pnyerbukan dan pembuahan. Proses yang terjadi selama terbentuknya
primodia hingga pembentukan buah digolongkan dalam fase reproduksi. Proses
perkembangan biji atau buah hingga siap panen digolongkan dalam fase masak
(Aksi Agribisnis Kanisus, 1993). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam 5%
(Lampiran VI) menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas perlakuan
terhadap parameter panjang tongkol. Hasil rerata panjang tongkol disajikan
Tabel 6. Rerata Panjang Tongkol Jagung Manis
Perlakuan Panjang Tongkol (cm) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 16.99
Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 18.07 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 17.47 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 17.02 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 17.9 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 18.23
SP-36 1,8 gram/tanaman 17.36
Berdasarkan Tabel 6, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai
takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap
panjang tongkol jagung. Hal tersebut disebabkan karena saat tanaman
memasuki fase generatif sebagian besar P dimobilisasi ke biji atau buah dan
bagian-bagian generatif lainnya dari tanaman. Kadar P pada bagian generatif
tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya, karena semakin tua
tanaman, maka semakin tinggi penyerapan unsur P oleh tanaman (Sugeng,
2005). Total serapan hara pada fase generatif mencapai 90%, sehingga unsur P
sangat dibutuhkan dalam pembentukan atau penigisian biji dalam tongkol
jagung manis yang selanjutnya berhubungan dengan panjang tongkol. Selain
terpenuhinya kebutuhan unsur hara terutama P pada fase generatif, adanya
cahaya dan air juga sangat dibutuhkan. Terpenuhinya kebutuhan cahaya dan air
menjadikan hasil fotosintesis akan terbentuk dengan baik. Fotosintat yang
dihasilkan akan ditransfer dan disimpan dalam biji pada saat pengisian biji. Hal
ini disebabkan oleh unsur yang diserap oleh tanaman akan dipergunakan untuk
pembentukan protein,dan lemak yang nantinya akan disimpan dalam biji
(Mimbar ,1990).
37
jagung manis lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, sedangkan kemampuan
tanaman untuk memunculkan karakter genetiknya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi persentase
tongkol berisi adalah ketersediaan unsur P. Ketersediaan unsur P di dalam
tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah, karena apabila kemasaman semakin
rendah (pH tinggi) ketersediaan P semakin berkurang karena difiksasi oleh Ca
dan Mg. Sedangkan pada tingkat kemasaman tinggi (pH rendah) ketersedian P
di dalam tanah juga berkurang, karena P difiksasi oleh Fe dan Al (Sugeng,
2005).
Penambahan atau peningkatan takaran P dalam bentuk abu tulang sapi
tidak memberikan pengaruh atau perbedaan antar perlakuan dipengaruhi oleh
pH tanah akibat pemberian takaran abu tulang sapi yang ditingkatkan.
Pengaruh yang diberikan adalah pH tanah menjadi tinggi yaitu 7,71, sedangkan
pH tanah regosol beriksar anatara 6-7. Abu tulang sapi memilki pH 8,5 apabila
diberikan dalam jumlah tinggi menyebabkan peningkatan pH tanah, kemudian
Ca dan Mg akan bereaksi dengan P, sehingga P kurang tersedia. Hal tersebut
didukung oleh Tisdale et al, 1985 yang menyatakan bahwa tanah alkalin (pH
tinggi), Ca dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P dalam tanah kurang
tersedia. Sehingga penambahan atau peningakatan takaran P dalam bentuk abu
tulang sapi justru memberikan penagruh terhadap pH tanah.
4. Diameter tongkol
Diameter tongkol merupakan komponen yang mempengaruhi hasil
jangka sorong yang diletakkan pada bagian tengah tongkol. Berdasarkan hasil
sidik ragam 5% (Lampiran VI) menunjukkan bahwa tidak ada beda nyata atas
perlakuan terhadap parameter diameter tongkol. Hasil rerata diameter tongkol
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata Diameter Tongkol Jagung Manis
Perlakuan Diameter Tongkol (cm) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 4.45
Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 4.48 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 4.56 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 4.76 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 4.41 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 3.74 SP-36 1,8 gram/tanaman 4.49
Berdasarkan Tabel 7, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai
takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap
diameter tongkol jagung. Unsur fosfor sangat membantu tanaman agar tumbuh
dengan batang dan perakaran yang kuat. Setelah tanaman tersebut dewasa,
unsur ini selanjutnya berperan membantu menghasilkan bunga dan buah yang
sehat dan normal. Hal ini juga berkaitan dengan jumlah daun yang mendukung
metabolisme sel untuk memperoleh energi dari sinar matahari untuk proses
pembelahan sel. Pembelahan sel ini memungkinkan peningkatan air dan
fotosintat yang dihasilkan dari hasil fotosintesis juga lebih banyak sehingga
diameter tongkol akan lebih besar. Tongkol pada tanaman jagung yang
terbentuk sangat dipengaruhi oleh besarnya pembelahan sel yang terjadi pada
organ tongkol itu sendiri. Selain itu, menurut Sutoro dkk (1988), bahwa
panjang tongkol yang berisi pada jagung manis lebih dipengaruhi oleh faktor
39
genetiknya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi persentase tongkol berisi adalah ketersediaan unsur P.
Ketersediaan unsur P di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah,
karena apabila kemasaman semakin rendah (pH tinggi) ketersediaan P semakin
berkurang karena difiksasi oleh Ca dan Mg. Sedangkan pada tingkat
kemasaman tinggi (pH rendah) ketersedian P di dalam tanah juga berkurang,
karena P difiksasi oleh Fe dan Al (Sugeng, 2005). peningkatan takaran P dalam
bentuk abu tulang sapi tidak memberikan pengaruh atau perbedaan antar
perlakuan dipengaruhi oleh pH tanah akibat pemberian takaran abu tulang sapi
yang ditingkatkan. Pengaruh yang diberikan pada perlakuan A (35,34 gram per
tanaman) adalah pH tanah menjadi tinggi yaitu 7,71, sedangkan pH tanah
regosol beriksar anatara 6-7. Abu tulang sapi memilki pH 8,5 apabila diberikan
dalam jumlah tinggi menyebabkan peningkatan pH tanah, kemudian Ca dan
Mg akan bereaksi dengan P, sehingga P kurang tersedia. Hal tersebut didukung
oleh Tisdale et al, 1985 yang menyatakan bahwa tanah alkalin (pH tinggi), Ca
dan Mg bereaksi dengan P, sehingga P dalam tanah kurang tersedia. Sehingga
penambahan atau peningakatan takaran P dalam bentuk abu tulang sapi justru
memberikan penagruh terhadap pH tanah.
5. Berat Segar Tajuk
Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang
digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya yang terjadi seiring
dengan umur tanaman. Biomassa yang dihasilkan oleh tanaman sangat
pertumbuhan vegetatifnya baik maka akan semakin besar pula biomassa yang
dihasilkan (Mimbar ,1990). Berdasarkan hasil sidik ragam, pemberian abu
tulang sapi pada tanaman jagung manis tidak berpengaruh nyata terhadap berat
segar tajuk (Lampiran VI). Rerata hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rerata Berat Segar Tajuk
Perlakuan Berat segar tajuk (gram) Abu tulang sapi 35,34 gram/tanaman 234.18
Abu tulang sapi 17,7 gram/tanaman 266.40 Abu tulang sapi 8,85 gram/tanaman 274.78 Abu tulang sapi 5,9 gram/tanaman 303.74 Abu tulang sapi 4,42 gram/tanaman 322.82 Abu tulang sapi 3,45 gram/tanaman 206.23
SP-36 1,8 gram/tanaman 283.55
Berdasarkan Tabel 8, pemberian abu tulang sapi dengan berbagai
takaran memberikan pengaruh yang sama dengan kontrol (SP-36) terhadap
berat segar tajuk. Tingginya berat segar tanaman dipengaruhi oleh kandungan
air dalam tanaman tersebut. Hasil asimilasi yang diproduksi oleh jaringan di
translokasikan ke bagian tubuh tanaman untuk pertumbuhan, perkembangan,
cadangan makanan dan pengelolaan sel sehingga memberikan hasil berat segar
tanaman. Menurut Benyamin Lakitan (2001) berat segar tanaman terdiri dari
80-90% adalah air dan sisanya adalah berat kering. Kemampuan tanaman
dalam menyerap air terletak pada akar, kondisi akar yang baik akan
mendukung penyerapan air yang optimal.
Kondisi perakaran tanaman bekaitan dengan penyerapan unsur hara di
dalam tanah oleh akar tanaman. Salah satu unsur hara yang sangat berpengaruh
pada pertumbuhan akar adalah unsur P. Menurut Baber (1984) dalam Sugeng
41
berpengaruh pada pertumbuhan bagian atas tanah dan selanjutnya berpengaruh
juga pada berat tanaman yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut, Unsur P
sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman, sehingga P dalam tanah harus
terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan P tanaman, maka dilakukan
penambahan unsur P dalam pemupukan tanaman. Unsur P dapat diperoleh dari
pupuk anorganik salah satu nya SP-36 dan pupuk organik salah satunya
sumber P dalam bentuk abu tulang sapi.
Berdasarkan Tabel 8, berat segar tajuk yang cenderung lebih tinggi
ditunjukkan pada perlakuan yang menggunakan abu tulang sapi lebih sedikit,
hal tersebut disebabkan karena pelepasan P dari abu tulang berlangsung secara
bertahap disesuaikan dengan umur dan kebutuhan tanaman. Abu tulang pada
umumnya memiliki kelarutan yang tergolong sedang, jadi terletak di antara
TSP (berpelepasan cepat) dan batuan fosfat (berpelepasan lambat), dan
kelarutannya ditentukan oleh kadar air medium tumbuh (Warren et al., 2009).
Sedangkan, pupuk buatan (SP-36) memiliki kelarutan yang tinggi sehingga
mampu menyediakan lebih banyak unsur P pada tahap awal pertumbuhan
namun secara berangsur akan berkurang karena bereaksi dengan partikel
penyusun medium tumbuh atau diserap oleh tanaman dan jasad renik rhizosfir
(Havlin et al., 2005).
6. Berat Kering Tajuk
Parameter pengamatan berat kering tanaman umumnya digunakan
sebagai petunjuk yang memberikan ciri melalui pengukuran biomassa. Berat