• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Produk Minuman Isotonik (Isotonic Drink) dalam Kemasan Gelas Plastik di PT. Fits Mandiri Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Produk Minuman Isotonik (Isotonic Drink) dalam Kemasan Gelas Plastik di PT. Fits Mandiri Bogor"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

Oleh: FAHRUL ROJI

F24102083

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh: FAHRUL ROJI

F24102083

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Fahrul Roji F24102083. Pembuatan Produk Minuman Isotonik (Isotonic Drink) Dalam Kemasan Gelas Plastik Di PT. Fits Mandiri Bogor. Dibawah Bimbingan Slamet Budijanto (2006).

RINGKASAN

Minuman Isotonik merupakan salah satu produk minuman ringan karbonasi atau nonkarbonasi untuk menigkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral (BSN, 1998). Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Minuman

Isotonik juga dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi karbohidrat ketika melakukan aktivitas.

Minuman isotonik dengan berbagai klaimnya, saat ini perkembangannya cukup pesat dipasaran. Tiga tahun terakhir tercatat nilai penjualan pioneer salah satu produk minuman isotonik meningkat tajam, dimana setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan di atas 50 % (Hidayat, 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan formula dan teknologi proses pembuatan minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik yang aman, murah, mempunyai rasa yang diterima, dan dapat diaplikasikan pada industri kecil.

Penelitian ini terdiri atas tahap formulasi minuman isotonik serta tahap analisis produk terbaik. Tahap formulasi minuman isotonik meliputi; perhitungan komposisi bahan, pembuatan, pemilihan flavor, pengembangan formula produk. Pemilihan produk terbaik dilakukan dengan metode uji organoleptik.

Hasil formulasi minuman isotonik yang disukai adalah formula B dengan komposisi elektrolit Na+ 20 meq/L, K+ 4 meq/L, Mg2+ 0,5 meq/L, Ca2+ 1 meq/L, Cl- 15 meq/L, Sitrat3- 32 meq/L, Laktat- 1 meq/L, gula (65gr/l), Vitamin C (0,4167 gr/l), claudifier (0,5 gr/l), dan flavor terpilih 0,075 % lemon : orange (1:1). Hasil analisis pada produk tersebut adalah: pH 3.52, TPT 6,8 oBrix, nilai osmolalitas secara hitungan 281,85 mosmol/kg H2O, Kadar Vitamin C 89,1 mg/cup (240 ml),

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh FAHRUL ROJI

F24102083

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1983 Tanggal Lulus: 4 Agustus 2006

Menyetujui, Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir Slamet Budijanto M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1983. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Abdul Rauf dan Fatimah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1987 di Madrasah Diniyah Islamiyyah Al-Ikhlas Bogor, kemudian pada tahun 1989-1995 menyelesaikan pendidikan di SDN Parakan 02 Bogor.

Pada tahun 1995-1998 penulis melanjutkan pendidikan di Madarasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Kodya Bogor. Dan pada rentang waktu tahun 1998-2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo). Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Selain itu penulis juga ikut mengenyam pendidikan di Ma’had salafiyah Al-Ikhlas Ciomas Bogor.

Selama menjalani pendidikan, penulis ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, di MTsN Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum PMR unit MTsN Bogor. Selama di SMAKBo penulis aktif dikegiatan kerohanian, bidang penerbitan majalah. Selama kuliah penulis pernah terlibat aktif di beberapa kegiatan organisasi diantaranya: BKIM IPB, Forum Mahasiswa Studi Islam 39, Food Processing Club (FPC), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pertanian (HIMITEPA), KAMMI komisariat IPB, dan berbagai kegiatan kemahasiswaan lain. Di luar kampus penulis juga pernah aktif pada organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, diantaranya pernah aktif di LSM Rumah Zakat Indonesia (RZI), dan organisasi kepemudaan Forum Komunikasi Remaja Islam (FKRI). Selain itu penulis pernah mengikuti program khusus pelatihan enterpreuneur Succes University.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, karena karunia rahmat dan kasih sayang-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk baginda Rasulullah SAW, atas kecintaan dan tauladannya bagi seluruh ummat.

Skripsi yang berjudul “PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK DI PT FITS MANDIRI BOGOR” ini merupakan hasil kegiatan penelitian penulis. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar dan adik-adik tercinta (Nining, Aris, Fatih, Farhan, dan my little cousin Risan ) mudah-mudahan Allah mengaruniakan kebarokahan bagi kita.

2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijato M.Agr, atas bimbingan dan motivasinya yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

3. Bapak Ir . Sutrisno Koswara, M.si dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc, atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan atas saran-saran yang diberikan. 4. Mbak Febri, Mbak Rinrin, Mbak Emi, dan seluruh karyawan PT.Fits Mandiri

dan Cipta Food atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melakukan kegiatan penelitian.

5. Bapak Ust Abdul Kholiq, Ust. Bahrudin, Ust Aom, dan Ust Dede atas doa, dorongan dan nasihatnya.

(7)

7. Keluaraga besar hizbul a’dalah warrofai’yah (Teh Lina, Ibu Rina, Hafidz, Abdul dan tokoh-tokoh DPC ciomas), mudah-mudahan Allah mengokohkan langkah kita dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

8. Keluarga besar pondok pesantren Al-Ikhlas, dan rekan-rekan tercinta (Awal, Idim, Saepul, Irfan, Muhammad, Asep, Sahrul, Hari, Sodiq, teh Titi, Robi’ah, Yayah) atas kebersamaannya, dan Siti Syamsiyah serta keluarga atas do’anya. 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah

membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN SASARAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. MINUMAN ISOTONIK ... 3

B. GARAM-GARAM MINERAL ... 10

C. SUKROSA ... 11

D. ACIDULANT ... 11

E. VITAMIN C ... 12

F. FLAVOUR ... 14

G. BAHAN PENGAWET ... 14

H. CLAUDIFIER ... 15

I. PENGEMASAN ... 15

J. PROSES TERMAL ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. BAHAN DAN ALAT ... 18

B. METODE PENELITIAN ... 18

1. Formulasi dan Pembuatan ... 19

2. Uji Organoleptik ... 23

3. Analisis Produk... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN ... 27

B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK ... 28

(9)

1. Pemilihan flavor ... 29

2. Pengembangan Formula Minuman ... 30

D. ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. KESIMPULAN ... 41

B. SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 46

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Konsentrasi elektrolit dalam keringat ... 4

Tabel 2. Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain ... 5

Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan baku minuman ... 8

Tabel 4. Spesifikasi syarat mutu minuman isotonik (SNI 014452-1998) ... 9

Tabel 5. Konsentrasi elektrolit target ... 20

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor ... 22

Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I) ... 31

Tabel 8. Konsentrasi elektrolit formula-formula produk hasil pengembangan 32 Tabel 9 . Respon panelis terbatas terhadap formula-formula baru ... 33

Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik ... 34

(11)

SKRIPSI

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

Oleh: FAHRUL ROJI

F24102083

2006

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh: FAHRUL ROJI

F24102083

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Fahrul Roji F24102083. Pembuatan Produk Minuman Isotonik (Isotonic Drink) Dalam Kemasan Gelas Plastik Di PT. Fits Mandiri Bogor. Dibawah Bimbingan Slamet Budijanto (2006).

RINGKASAN

Minuman Isotonik merupakan salah satu produk minuman ringan karbonasi atau nonkarbonasi untuk menigkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral (BSN, 1998). Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Minuman

Isotonik juga dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi karbohidrat ketika melakukan aktivitas.

Minuman isotonik dengan berbagai klaimnya, saat ini perkembangannya cukup pesat dipasaran. Tiga tahun terakhir tercatat nilai penjualan pioneer salah satu produk minuman isotonik meningkat tajam, dimana setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan di atas 50 % (Hidayat, 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan formula dan teknologi proses pembuatan minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik yang aman, murah, mempunyai rasa yang diterima, dan dapat diaplikasikan pada industri kecil.

Penelitian ini terdiri atas tahap formulasi minuman isotonik serta tahap analisis produk terbaik. Tahap formulasi minuman isotonik meliputi; perhitungan komposisi bahan, pembuatan, pemilihan flavor, pengembangan formula produk. Pemilihan produk terbaik dilakukan dengan metode uji organoleptik.

Hasil formulasi minuman isotonik yang disukai adalah formula B dengan komposisi elektrolit Na+ 20 meq/L, K+ 4 meq/L, Mg2+ 0,5 meq/L, Ca2+ 1 meq/L, Cl- 15 meq/L, Sitrat3- 32 meq/L, Laktat- 1 meq/L, gula (65gr/l), Vitamin C (0,4167 gr/l), claudifier (0,5 gr/l), dan flavor terpilih 0,075 % lemon : orange (1:1). Hasil analisis pada produk tersebut adalah: pH 3.52, TPT 6,8 oBrix, nilai osmolalitas secara hitungan 281,85 mosmol/kg H2O, Kadar Vitamin C 89,1 mg/cup (240 ml),

(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK

DI PT. FITS MANDIRI BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh FAHRUL ROJI

F24102083

Dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1983 Tanggal Lulus: 4 Agustus 2006

Menyetujui, Bogor, Agustus 2006

Dr. Ir Slamet Budijanto M.Agr Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 September 1983. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Abdul Rauf dan Fatimah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1987 di Madrasah Diniyah Islamiyyah Al-Ikhlas Bogor, kemudian pada tahun 1989-1995 menyelesaikan pendidikan di SDN Parakan 02 Bogor.

Pada tahun 1995-1998 penulis melanjutkan pendidikan di Madarasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Kodya Bogor. Dan pada rentang waktu tahun 1998-2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBo). Tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI. Selain itu penulis juga ikut mengenyam pendidikan di Ma’had salafiyah Al-Ikhlas Ciomas Bogor.

Selama menjalani pendidikan, penulis ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi, di MTsN Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum PMR unit MTsN Bogor. Selama di SMAKBo penulis aktif dikegiatan kerohanian, bidang penerbitan majalah. Selama kuliah penulis pernah terlibat aktif di beberapa kegiatan organisasi diantaranya: BKIM IPB, Forum Mahasiswa Studi Islam 39, Food Processing Club (FPC), Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pertanian (HIMITEPA), KAMMI komisariat IPB, dan berbagai kegiatan kemahasiswaan lain. Di luar kampus penulis juga pernah aktif pada organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, diantaranya pernah aktif di LSM Rumah Zakat Indonesia (RZI), dan organisasi kepemudaan Forum Komunikasi Remaja Islam (FKRI). Selain itu penulis pernah mengikuti program khusus pelatihan enterpreuneur Succes University.

(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, karena karunia rahmat dan kasih sayang-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk baginda Rasulullah SAW, atas kecintaan dan tauladannya bagi seluruh ummat.

Skripsi yang berjudul “PEMBUATAN PRODUK MINUMAN ISOTONIK (ISOTONIC DRINK) DALAM KEMASAN GELAS PLASTIK DI PT FITS MANDIRI BOGOR” ini merupakan hasil kegiatan penelitian penulis. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar dan adik-adik tercinta (Nining, Aris, Fatih, Farhan, dan my little cousin Risan ) mudah-mudahan Allah mengaruniakan kebarokahan bagi kita.

2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijato M.Agr, atas bimbingan dan motivasinya yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

3. Bapak Ir . Sutrisno Koswara, M.si dan Bapak Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc, atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan atas saran-saran yang diberikan. 4. Mbak Febri, Mbak Rinrin, Mbak Emi, dan seluruh karyawan PT.Fits Mandiri

dan Cipta Food atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan selama melakukan kegiatan penelitian.

5. Bapak Ust Abdul Kholiq, Ust. Bahrudin, Ust Aom, dan Ust Dede atas doa, dorongan dan nasihatnya.

(17)

7. Keluaraga besar hizbul a’dalah warrofai’yah (Teh Lina, Ibu Rina, Hafidz, Abdul dan tokoh-tokoh DPC ciomas), mudah-mudahan Allah mengokohkan langkah kita dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

8. Keluarga besar pondok pesantren Al-Ikhlas, dan rekan-rekan tercinta (Awal, Idim, Saepul, Irfan, Muhammad, Asep, Sahrul, Hari, Sodiq, teh Titi, Robi’ah, Yayah) atas kebersamaannya, dan Siti Syamsiyah serta keluarga atas do’anya. 9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya, mudah-mudahan Allah

membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2006

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN DAN SASARAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. MINUMAN ISOTONIK ... 3

B. GARAM-GARAM MINERAL ... 10

C. SUKROSA ... 11

D. ACIDULANT ... 11

E. VITAMIN C ... 12

F. FLAVOUR ... 14

G. BAHAN PENGAWET ... 14

H. CLAUDIFIER ... 15

I. PENGEMASAN ... 15

J. PROSES TERMAL ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. BAHAN DAN ALAT ... 18

B. METODE PENELITIAN ... 18

1. Formulasi dan Pembuatan ... 19

2. Uji Organoleptik ... 23

3. Analisis Produk... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN ... 27

B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK ... 28

(19)

1. Pemilihan flavor ... 29

2. Pengembangan Formula Minuman ... 30

D. ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK ... 34

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. KESIMPULAN ... 41

B. SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 46

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Konsentrasi elektrolit dalam keringat ... 4

Tabel 2. Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain ... 5

Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan baku minuman ... 8

Tabel 4. Spesifikasi syarat mutu minuman isotonik (SNI 014452-1998) ... 9

Tabel 5. Konsentrasi elektrolit target ... 20

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor ... 22

Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I) ... 31

Tabel 8. Konsentrasi elektrolit formula-formula produk hasil pengembangan 32 Tabel 9 . Respon panelis terbatas terhadap formula-formula baru ... 33

Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik ... 34

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus struktur sukrosa ... 11

Gambar 2. Rumus struktur asam sitrat ... 12

Gambar 3. Vitamin C dan Sifat Kimianya ... 13

Gambar 4. Skema alur metode penelitian ... 19

Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik ... 21

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Komposisi elektrolit produk yang formulasi dengan beberapa

produk pasar... 46 Lampiran 2. Kontribusi Bahan Terhadap Osmolalitas Minuman Formula A 47 Lampiran 3. Form uji hedonik tahap pemilihan flavor ... 48 Lampiran 4. Rekapitulasi data uji hedonik tahap pemilihan flavor ... 49 Lampiran 5. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pemilihan flavor ... 50 Lampiran 6. Form uji hedonik tahap perlakuan variasi keasaman ... 51 Lampiran 7. Data uji hedonik tahap perlakuan variasi keasaman ... 52 Lampiran 8. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan

formula (perlakuan variasi keasaman) ... 53 Lampiran 9. Form uji hedonik tahap perlakuan kombinasi elektrolit ... 54 Lampiran 10. Data uji hedonik tahap perlakuan kombinasi elektrolit ... 55 Lampiran 11. Analisis sidik ragam dan uji lanjut tahap pengembangan

(23)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penelitian dan pengembangan (Research and Development) merupakan salah satu kegiatan yang terus dilakukan suatu industri, termasuk industri pangan. R&D produk memiliki peran begitu besar bagi kelangsungan dan kemajuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan fungsi R&D sebagai pembaharu produk, baik itu dalam hal inovasi produk baru ataupun hanya sebatas penyempurnaan dan modifikasi produk yang telah ada. Keberadaan R&D ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi industri melalui

dihasilkannya produk yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Setiap tahap dalam kegiatan R&D harus melalui proses dan analisis secara seksama, untuk menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan standar mutu yang diharapkan.

Objek kajian dalam rangka riset dan pengembangan di PT Fits Mandiri kali ini adalah produk minuman isotonik. Riset yang dilakukan meliputi formulasi minuman isotonik sehingga dihasilkan produk yang dapat diterima konsumen, dan memenuhi standar mutu.

Minuman isotonik dengan berbagai klaimnya, saat ini perkembangannya cukup pesat dipasaran. Selama tiga tahun terakhir tercatat nilai penjualan salah satu pioneer produk minuman isotonik meningkat tajam, dimana setiap tahunnya terjadi pertumbuhan penjualan diatas 50 %. Tahun 2004 total penjualan domestik produk tersebut mencapai 100 juta kaleng dan 6,5 juta sachet (Hidayat, 2006). Hal ini berkaitan dengan trend makanan dan minuman fungsional yang akhir-akhir ini menjadi senjata pemasaran berbagai produk pangan.

(24)

dimiliki industri-industri kecil, yakni pengembangan lebih diarahkan pada pembuatan minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik (cup).

Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan harganya relatif murah. Melalui pengembangan produk dalam kemasan cup ini diharapkan dapat dihasilkan produk yang bermutu, aman, relatif murah, dan dapat diterapkan untuk industri kecil/menengah seperti PT. Fits Mandiri Bogor.

B. TUJUAN DAN SASARAN

1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formula dan teknologi proses pembuatan minuman isotonik yang dikemas dalam gelas plastik (cup).

2. Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula dan teknologi proses pembuatan produk minuman isotonik dalam kemasan gelas plastik (cup) yang aman, relatif murah dan memiliki rasa yang diterima. C. MANFAAT

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINUMAN ISOTONIK

1. Definisi

Menurut BSN (1998), minuman Isotonik merupakan salah satu produk minuman ringan karbonasi atau nonkarbonasi untuk meningkatkan kebugaran, yang mengandung gula, asam sitrat, dan mineral. Stofan dan Murray (2001) menambahkan, Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O. Minuman Isotonik juga

dikenal dengan sport drink yaitu minuman yang berfungsi untuk mempertahankan cairan dan garam tubuh serta memberikan energi karbohidrat ketika melakukan aktivitas.

2. Sejarah dan Dasar Ilmiah

Sejak pertengahan tahun 1960 terdapat beberapa kategori minuman komersil dibeberapa negara, terutama yang secara khusus diformulasi untuk dikonsumsi sebelum, selama, dan sesudah aktifitas fisik. Minuman ini dikenal dengan sebutan sport drink, minuman karbohidrat-elektrolit, minuman pengganti elktrolit, atau minuman isotonik (Stofan dan Murray, 2001).

(26)

Gatorade, dan pertama kali dipromosikan sebagai minuman khusus untuk

olah raga (Sport Drink).

Efek beraktivitas/olahraga terhadap tubuh

Cairan tubuh adalah komponen yang cukup besar dan potensial hilang ketika latihan/beraktivitas karena meningkatnya produksi keringat. Selama latihan volume urine menurun dan keringat menjadi penyebab utama hilangnya cairan. Produksi keringat bisa mencapai 1-2 liter/jam, tergantung lama dan beratnya latihan. Kehilangan cukup banyak keringat ini menjadi alasan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang selama latihan (Ford, 1995). Cairan yang hilang jika tidak segera digantikan maka lama-kelamaan menyebabkan dehidrasi pada tubuh.

Cairan dalam tubuh tidak hanya disusun oleh air. Cairan intra seluler dan cairan ekstra seluler adalah dua larutan yang berbeda pada kandungan zat terlarut di dalamnya. Cairan ekstra seluler banyak mengandung garam natrium, klorida, NaHCO3, dan sedikit kalium, kalsium dan magnesium.

Sedangkan cairan intraseluler banyak mengandung garam kalium, organik posfat, dan proteinat, serta sedikit natrium, magnesium, dan bikarbonat (Robinson, 2002).

Selain kehilangan air, beberapa komponen elektrolit yang terlarut dalam cairan tubuh turut hilang bersama keringat. Tabel 1 memperlihatkan beberapa komponen elektrolit yang hilang bersama keringat.

Tabel 1. konsentrasi (mmol/L) elektrolit dalam keringat

Elektrolit Konsentrasi (mmol/L)

Natrium 20-80 Kalium 4-8 Kalsium 0-1 Magnesium <0,2

Klorida 20-60 Sumber: Maughan (2001)

(27)

diperoleh dari oksidasi karbohidrat dan lemak yang dikonsumsi. Dalam banyak penelitian yang telah dipublikasikan diketahui bahwa suplementasi karbohidrat sebelum dan selama periode latihan, secara umum memberikan efek yang baik bagi performa tubuh (Ford, 1995).

Keberadaan karbohidrat (CHO) sebagai sumber energi sangat menentukan performa ketika beraktivitas. Tubuh yang kekurangan karbohidrat akan mengalami kelemahan atau performa yang buruk selama beraktivitas. Namun sayangnya, total penyimpanan karbohidrat dalam tubuh sangat terbatas, bahkan sering kali keberadaannya lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan ketika berkatifitas lebih seperti berolahraga (Burke, 2002).

Minuman isotonik atau sport drink diformulasi untuk memberikan manfaat berguna bagi tubuh, diantaranya: 1) mendorong konsumsi cairan

secara sukarela, 2) menstimulir penyerapan cairan secara cepat, 3) menyediakan karbohidrat untuk menungkatkan performance, 4)

menambah respon fisiologis, dan 5) untuk rehidrasi yang cepat (Stofan dan Murray, 2001). Minuman isotonik diyakini sebagai minuman ideal bagi atlit olah raga. Perannnya tidak hanya sebagai minuman biasa yang menggantikan cairan tubuh, tapi juga sekaligus sebagai pengganti elektrolit yang hilang bersama keringat dan penyuplai energi bagi aktivitas tubuh saat berolahraga.

3. Aspek-Aspek Khusus dalam Formulsi Minuman Isotonik

Dibandingkan dengan produk-produk lain, minuman isotonik (sport drink) memiliki beberapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi agar

(28)

Tabel 2.Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain Merk Minuman % karbohidrat Natrium

(mmol/L)

Sumber : Stofan dan Murray ( 2001) a. Jenis dan konsentrasi karbohidrat

Jenis dan konsentrasi total karbohidrat memiliki efek fisiologis dan karakter organoleptik terhadap minuman isotonik, seperti keseimbangan flavor, kemanisan, dan cita rasa. Secara komersial jenis karbohidrat yang sering digunakan adalah sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa, dan maltodextrin. Peningkatan konsentrasi karbohidrat diatas 7% dalam formula minuman, secara potensial akan menimbulkan resiko dibanding keuntungan yang diperoleh. Diantaranya peningkatan konsentrasi karbohidrat dalam minuman isotonik berisiko terhadap penurunan pengosongan lambung, penyerapan dalam usus, dan meningkatkan resiko ketidaknyamanan dalam perut (Stofan dan Murray, 2001). Selain itu jenis dan konsentrasi karbohidrat dalam minuman juga mempengaruhi nilai osmolalitas minuman, oleh karena itu beberapa aspek tersebut menjadi pertimbangan dalam formulasi jumlah dan jenis karbohidrat dalam minuman isotonik.

b. Natrium, Kalium, dan Elektrolit Lain

(29)

penstimulir konsumsi cairan, meningkatkan penyerapan cairan, mempertahankan volume plasma, dan menjamin rehidrasi yang cepat dan sempurna. Rehidrasi tidak dikatakan sempurna jika natrium dan air yang hilang karena keringat belum digantikan. Seperti halnya dalam keringat, konsentrasi natrium dalam minuman isotonik berkisar antara 20 – 80 mmol/l, hal ini didasarkan pada penggantian natrium yang hilang dalam tubuh ketika berkeringat dan untuk menstimulir penyerapan cairan dengan cepat (Stofan dan Murray, 2001).

Kandungan elektrolit lain (kalium, magnesium, dan kalsium) dalam minuman isotonik biasanya lebih kecil dari 10 mmol/l, dan peran kritisnya masih belum teridentifikasi. Sejumlah penelitian telah menyelidiki peran potensialnya. Kehilangan kalium dalam tubuh nampaknya menjadi dugaan umum penyebab keram otot. Adapaun untuk mengimbangi kehilangan elektrolit dari keringat/urin, sejumlah peneliti menganjurkan penambahan sejumlah kecil magnesium dan kalsium dalam formulasi minuman isotonik (Sport drink) (Stofan dan Murray, 2001).

c. Osmolalitas

Istilah isotonik seringkali digunakan untuk larutan atau minuman yang memiliki nilai osmolalitas yang mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H2O (Stofan dan Murray, 2001). Perhitungan

proporsi setiap bahan yang memberikan kontribusi terhadap total osmolalitas produk sangat penting dalam pengembangan formula minuman.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minuman olahraga (sport drink) harus bersifat hipotonik atau isotonik untuk mempercepat

pengosongan dalam lambung dan penyerapan dalam usus. Konsumsi minuman yang memiliki osmolalitas tinggi (hipertonik) akan mengurangi laju penyerapan cairan (Stofan dan Murray, 2001).

(30)

Osmolalitas (Osmol/kg) = k . n . molalitas

Dimana, k = konstanta untuk zat non-ideal, n = jumlah partikel. Contohnya, untuk NaCl yang mengurai menjadi dua ion, n = 2. Nilai n untuk non-elektrorit seperti sukrosa sama dengan 1, dengan demikian untuk beberapa bahan lain nilai n bisa ditentukan berdasarkan penguraian partikel/ionnya (lihat Tabel 2). Garam-garam yang digunakan untuk formulasi relatif mudah larut, maka konstanta k dapat diabaikan dalam beberapa kasus. Sehingga persamaan dikurangi menjadi:

Osmolalitas (Osmol/kg) = n . molalitas

Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan minuman isotonik Bahan-bahan Jumlah partikel (pengionan)

NaCl 2

Na. Sitrat 4

Na. Benzoat 2

KCl 2

MgCO3 2

Ca Laktat 3

Vitamin C 1

Asam sitrat 4

(31)

4. Persyaratan Mutu Minuman Isotonik

Tabel 4 menjelaskan persyaratan mutu untuk produk minuman isotonik yang meliputi keadaan, parameter fisik, kimia dan mikrobiologi. Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu minuman isotonik SNI 01-4452-1998

No Jenis uji Satuan Persyaratan

(32)

B. GARAM-GARAM MINERAL

1. Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida (Mr = 58,45 gr/mol) dikenal dengan sebutan garam secara umum dan secara komersial juga dikenal sebagai garam meja, garam batu, atau garam laut. NaCl dihasilkan dari pengeboran, dan penguapan larutan asin dari garam yang terdapat dibawah tanah dan dari laut dengan cara penguapan dengan panas. Natrium klorida berbentuk kristal kubus, asin, putih, takberwarna/transparan bila dalam bentuk kristal besar (Merck, 1976).

2. Natrium Sitrat (C6H5Na3O7)

Natrium sitrat, trisodium sitrat, Mr = 258,07 gr/mol) berupa kristal takberwarna, berbentuk granula/bubuk, dingin dan berasa asin. Bersifat stabil dan larut dalam air, tidak larut dalam alkohol. Natrium sitrat dalam larutan bersifat sedikit basa (Merck, 1976).

3. Kalium Klorida (KCl)

Kalium klorida/pottasium klorida (Mr = 74,55 gr/mol) berupa kristal putih atau bubuk kristal yang larut dalam air (memberikan pH netral), dan tidak larut dalam eter dan aseton. Kalium klorida terdapat dialam sebagai mineral sylvine atau Sylvite (Merck, 1976).

4. Magnesium Karbonat (MgCO3)

Magnesium Karbonat (Mr= 84,31 gr/mol) berupa bubuk putih yang tidak berwarna, bulky atau ringan. Magnesium Karbonat lebih mudah larut dalam air yang mengandung CO2 dan larut dalam larutan asam dengan efek

effervescent. Senyawa ini sedikit menyebabkan basa jika bereaksi dengan air (Merck, 1976).

5. Kalsium Laktat ( Ca[CH3CH(OH)2COO]2 )

Kalsium Laktat (Mr 218,22 gr/mol) diproduksi secara komersial melalui proses netralisasi asam laktat hasil fermentasi dekstrosa, molasses, pati, gula atau whey oleh CaCO3. Kalsium laktat hampir tidak berwarna, larut

(33)

C. SUKROSA

Sukrosa merupakan salah satu komponen penting dalam minuman isotonik. Selain berperan sebagai salah satu penentu rasa, sukrosa juga menjalankan peran sebagai penyuplai karbohidrat (energi) bagi tubuh. Setiap gram gula pasir/sukrosa memberikan energi sebesar 4 kkal/gram. Sukrosa cukup luas penggunaannya dalam formulasi minuman isotonik (Ford, 1995).

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, dan larut air (Nicol,1979). Rumus molekul sukrosa adalah C12H22O11, dengan berat molekul 342,30 gram/mol,

terdiri dari gugus glukosa dan fruktosa, hal ini dapat dilihat dari rumus struktur sukrosa pada Gambar 1 (Sudarmadji, 1982).

Rasa manis sukrosa bersifat murni karena tidak ada after taste, yang merupakan cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama. Disamping itu sukrosa juga berperan dalam memperkuat cita rasa makanan, melalui penyeimbangan rasa asam, pahit, dan asin atau melalui proses karamelisasi (Nicol,1979).

Gambar 1. Rumus struktur Sukrosa

D. ZAT PENGASAM (ACIDULANT)

Acidulant merupakan zat yang bersifat asam, yang sering ditambahkan

pada makanan/minuman dengan berbagai tujuan. Acidulant dapat bertindak sebagai penurn pH, penegas rasa dan warna, atau menyelubungi aftertaste yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini berperan juga dalam mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet (Winarno, 1992). Asam paling sedikit mempunyai dua pengaruh antimikroorganisme; pertama adalah karena pengaruhnya terhadap penurunan pH dan yang lainnya

(34)

adalah sifat keracunan yang khas dari asam-asam yang tidak terurai (Buckle et al, 1985).

Asam sitrat merupakan salah satu acidulant yang umum digunakan pada produk minuman. Asam sitrat merupakan padatan kristal berwarna putih yang terdapat dalam bentuk butiran anhidrat atau sebagai monohidrat, dengan bobot molekul 192,1 gram/mol. Asam sitrat (pK1 = 3,09; pK2 = 4,74; pK3 =

5,41) merupakan zat yang mudah larut dalam air. Asam ini memberikan karakter khas rasa buah dengan kebanyakan flavor-flavor buah, hal ini diduga terjadi juga secara alami pada berbagai jenis buah (Taylor, 1998).

Asam sitrat merupakan asam lemah yang memiliki tiga gugus karboksilat, yang terionisasi sebagian melepaskan 3 ion H+ ketika berada dalam larutan, struktur kimianya dapat dilihat pada Gambar 2.

.

Gambar 2. Rumus struktur asam sitrat E. VITAMIN C

Vitamin C, dengan nama kimia L-asam askorbat, adalah senyawa yang tak berbau, stabil, berupa padatan putih, larut dalam air, namun sedikit larut dalam ethanol, dan tidak larut dalam pelarut organik. Asam askorbat memilikii gugus hidroksil asam (pK1 = 4,04, pK2 =11,4 pada suhu 25oC).

Asam akorbat akan segera teroksidasi dalam tubuh menjadi asam dehidroaskorbat, yang dapat kembali kebentuk reduksinya (asam askorbat). Kemampuan untuk berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi inilah yang menjadi dasar asam askorbat berfungsi sebagai vitamin (Skeaff, 2002).

(35)

Vitamin C secara penuh diserap dan didistribusikan melalui tubuh, dengan konsentrasi yang cukup tinggi terdapat pada kelenjar adrenal dan kelenjar pituitary (kelenjar dibawah otak). Kebutuhan perhari orang dewasa terhadap vitamin C adalah sekitar 45-80 mg (Belitz dan Grosch, 1999). Vitamin C berperan bagi tubuh terutama dalam sintesis kolagen, jaringan protein penghubung yang ditemukan dalam otot, arteri, tulang, dan kulit (Skeaff, 2002).

Gambar 3. Vitamin C dan sifat kimianya

CH2-OH

dehydroascorbic acid Diketogulonic acid

(36)

F. FLAVOR

Menurut Hall (1986), flavor didefinisikan sebagai komponen yang memiliki karakteristik yang dapat menghasilkan sifat sensori (aroma dan rasa). Beberapa alasan penambahan flavor kedalam makanan/minuman adalah: 1) memberikan cita rasa pada produk yang memiliki dasar cita rasa yang lemah, 2) untuk menggantikan cita rasa alami yang hilang selama proses, 3) untuk memeperbaiki profil cita rasa yang ada, 4) untuk menyamarkan cita rasa, 5) untuk menambah cita rasa jika penggunaan flavor alami secara teknologi tidak memungkinkan, dan 6) untuk meningkatkan nilai tambah secara ekonomi (Henry dan Gary, 1986).

Ostendorf (1978) menyatakan, flavor dalam minuman dapat berasal dari buah, minuman buah, atau flavor buatan (sintetik). Flavor yang umum digunakan dalam industri minuman adalah flavor sintetik. Keuntungan penggunaan flavor sintetik adalah lebih ekonomis, penggunaan relatif sedikit, penyimpanan mudah, lebih stabil dan lebih tahan lama (Philips, 1981). Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh senyawa flavor sintetik adalah harus larut air, tidak meninggalkan after taste, tahan asam, murni, tahan panas dan dapat digunakan dalam jumlah yang tepat/konstan (Herzberg, 1978).

G. BAHAN PENGAWET

Bahan pengawet ditambahkan kedalam bahan pangan untuk menghambat atau menahan aktivitas mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat menyebabkan kebusukan, fermentasi, pengasaman, maupun dekomposisi dalam bahan pangan (Frazier dan Westhoff, 1987).

(37)

(NaC7H5O, Mr = 144,4 gr/mol)memiliki struktur yang stabil, berbentuk kristal

putih dan rasanya sedikit manis.

Aktivitas optimum benzoat terjadi antara pH 2,5-4. Zat antimikroba ini efektif dalam menghambat pertumbuhan khamir dan bakteri, namun kurang efektif untuk menghambat pertumbuhan kapang (Burdock,1997). Menurut SNI 01-0222-1995, batas penggunaan sodium benzoat untuk produk minuman adalah sebesar 600 ppm.

H. CLAUDIFIER (ZAT PENGKABUT)

Menurut Elizabeth (1990), zat pengkabut (Clouding Agents) adalah zat yang ditambahakan untuk menimbulkan penampakan keruh pada produk pangan terutama minuman. Zat ini sering dipakai dalam jumlah sedikit pada produk soft drink, minuman jeruk, es krim, sirup, dan lain-lain. Claudifier biasanya berisi zat-zat yang dapat membentuk koloid dalam larutan sehingga memberikan efek keruh pada larutan, seperti pati dan karbohidrat lain. I. PENGEMASAN

(38)

Pengemas plastik merupakan salah satu bahan pengemas yang berkembang pesat pada saat ini. Bahan ini digunakan secara luas dalam pengemasan produk pangan termasuk minuman. Plastik memiliki berbagai keunggulan yakni fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, tidak korosif, dan harganya relatif murah (Latief, 2000). Kemasan plastik untuk minuman buah dan sejenisnya, umumnya menggunakan plastik jenis PP (Polypropilene). PP termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilene memiliki sifat-sifat: ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tidak transaparan dalam bentuk kemasan kaku, pada suhu rendah akan rapuh sehingga tidak dapat digunakan untuk kemasan beku, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen, dan tahan suhu tinggi (Syarief et al., 1989).

J. PROSES TERMAL

Secara umum proses termal dapat diartikan sebagai suatu proses yang mendayagunakan energi panas untuk menghasilkan perubahan pada suatu bahan. Bahan pangan menerima panas untuk berbagai tujuan, yaitu meningkatkan daya cerna, memperbaiki flavor, memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen, atau menginaktifkan enzim (Fardiaz, 1996).

Perlakuan panas diantaranya dapat diklasifikasikan menjadi sterilisasi dan pasteurisasi. Sterilisasi menunjukkan destruksi absolut untuk seluruh mikroorganisme yang hidup. Karena sterilisasi absolut tidak dapat dilakukan untuk beberapa olahan pangan, maka batasan sterilisasi komersial diperkenalkan dalam industri pengalengan (Buckle et al., 1987). Menurut Fardiaz (1992), sterilisasi komersial didefinisikan sebagai suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang dapat menyebabkan kebusukan makanan pada kondisi suhu penyimpanan yang ditetetapkan. Makanan yang telah mengalami sterilisasi komersial mungkin mengandung sejumlah jasad renik yang tahan proses sterilisasi, tetapi tidak mampu berkembang biak pada suhu penyimpanan normal.

(39)

pangan. Pasteurisasi dalam beberapa produk pangan (misalnya susu) ditujukan untuk membunuh mikroorganisme patogen, sedangkan dalam produk-produk lain (contohnya bir), pasteurisasi ditujukan untuk membunuh mikroba pembusuk (Herro, 1980).

Menurut Woodroof dan Luh (1982), pangan yang tergolong sebagai pangan asam dan pangan sangat asam, proses pemanasan di bawah suhu 100oC selama beberapa menit sudah dianggap memadai. Spora bakteri termofilik yang dikhawatirkan dapat tumbuh pada pemanasan dibawah 100oC ternyata memiliki resistensi panas yang rendah bila spora tersebut berada dalam suasana pH rendah (asam). Menurut Fardiaz (1992), pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu 65oC selama 30 menit atau 72oC selama 15 detik.

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air , gula (sukrosa), NaCl, natrium sitrat, natrium benzoat, KCl, kalsium laktat, MgCO3, asam

sitrat, vitamin C, claudifier, dan flavor. Selain itu digunakan bahan-bahan kimia lain untuk analisis produk.

Alat-alat yang digunakan adalah wadah plastik, pengaduk, gelas plastik, kompor, micropipette, alumunium foil, gelas ukur, pipet mohr, bak pasteurisasi, mesin filler, sealer dan thermometer. Peralatan laboratorium yang digunakan adalah timbangan analitik, refraktometer, pH meter, pipet mohr erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, kertas saring, gelas piala 250 ml, buret, pengaduk, labu ukur, hot plate corong, pipet, gelas ukur, petridish, inkubator dan AAS (Atomic Absorption Spketrofotometre).

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari tahap formulasi dan tahap analisis produk. Tahap formulasi minuman meliputi: perhitungan komposisi bahan, pembuatan, pemilihan flavor, dan pengembangan formula produk. Uji organoleptik dilakukan dalam tahap formulasi, dimana uji ini dilakukan untuk menentukan dan memilih komposisi produk terbaik.

Tahap analisis yang dilakukan meliputi analisis fisik (penampakan), Kimia (pH, TPT, kadar vitamin C, kadar gula pereduksi, dan kandungan mineral natrium serta kalium). dan uji mikrobiologi (total plate count). Lebih jelasnya alur metode penelitian dapat dilihat pada gambar 4.

(41)

Pengembangan Formula Minuman

(Perbaikan komposisi asam dan kombinasi garam) ↓

Uji Organoleptik ↓

Produk Terbaik

Analisis Produk (Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi)

Gambar 4. Skema alur metode penelitian

1. Formulasi dan Pembuatan

a. Perhitungan Komposisi Bahan

Komposisi elektrolit minuman yang disusun mengacu pada produk minuman yang ada di pasar (benchmarking) dan disesuaikan dengan SNI untuk minuman isotonik. Berdasarkan cara ini diperoleh target kandungan elektrolit dalam minuman yang akan diformulasi, yakni sebagaimana tercantum pada Tabel 5 :

Perhitungan Komposisi minuman Bench marking

Pembuatan Minuman isotonik

Pemilhan Flavor (Uji organoleptik)

Evaluasi Formula Minuman

(42)

Tabel 5. Target Formulasi (Konsentrasi elektrolit) Elektrolit Konsentrasi (meq/L)

Natrium 22 Kalium 4 Magnesium 0,5

Kalsium 1

Cl- 16

Laktat- 1

Elektrolit tersebut disusun dari sejumlah tertentu garam-garam yang memiliki elektrolit yang dibutuhkan. Garam-garam yang digunakan adalah: NaCl, natrium sitrat, KCl, kalsium laktat, dan MgCO3.

Formula dasar minuman ini dihitung dengan memperhatikan aspek kandungan elektrolit, nilai osmolalitas, dan rasa secara subyektif. Dari beberapa nilai konsentrasi elektrolit tersebut dapat diketahui masing-jumlah garam (NaCl, KCl, MgCO3, Ca laktat, dan Na sitrat) yang

dibutuhkan untuk memenuhi konsentrasi tersebut. Sementara Natrium benzoat jumlahnya sudah ditentukan sebesar 200 mg/l.

Kebutuhan setiap garam yang dipakai dihitung berdasarkan kebutuhan tiap elektrolitnya. Jumlah tiap elektrolit diperoleh dengan mengalikan konsentrasi elektrolit target (meq/l) dengan bobot ekivalen (BE).

mg/L elektrolit = konsentrasi elektrolit target (meq/L) x BE misalnya untuk mengetahui jumlah KCl, maka terlebih dahulu harus diketahui jumlah unsur kalium yang diperlukan. Setelah jumlah unsur elektrolit diketahui dapat dihitung senyawa garam yang dibutuhkan. Contoh dengan mengetahui jumlah mg unsur kalium, maka mg KCl yang diperlukan bisa dihitung melalui faktor kimia Mr senyawa/Ar unsur (Mr KCl / Ar K).

(43)

yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman, yakni tidak kurang dari 60 mg per cup minuman (240 ml). Bahan lain seperti claudifier diperoleh berdasarkan penilaian secara subyektif terhadap tampilan produk. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diperoleh komposisi minuman pertama (Formula A*).

* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam

mineral penyusun formula A tidak ditampilkan pada skripsi ini

b. Pembuatan Minuman Isotonik

Minuman isotonik dalam kemasan cup dibuat melalui beberapa tahap, yaitu: tahap penimbangan bahan yang meliputi garam-garam mineral, asam sitrat, vitamin dan gula. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan kedalam air yang telah dimasak, dan ditambahkan bahan tambahan lain seperti claudifier dan flavor. Tahap selanjutnya adalah pengecekan pH dan obrix minuman. Setelah itu minuman siap diisikan pada kondisi panas (hot filling) menggunakan mesin filler kedalam kemasan gelas plastik PP. Kemasan kemudian ditutup (seal) dan produk kemudian dipasteurisasi selama 15 menit pada suhu 80 oC lalu didinginkan. Lebih jelasnya skema proses dapat dilihat pada gambar 4.

Pemasakan air Penimbangan bahan ¾

Pencampuran bahan

(garam-garam mineral, gula, asam sitrat, flavor, dll.) ¾

Pengecekan pH dan derajat Brix ¾

Pengisian (hot filling) ¾

Penutupan (Sealing) ¾

(44)

@

Minuman Isotonik dalam kemasan

Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik c. Pemilihan Flavor

Tahap ini merupakan tahap untuk memilih jumlah dan jenis flavor yang akan digunakan. Flavor yang digunakan dan diujikan adalah campuran flavor jeruk dan lemon dengan tingkat konsentrasi 0,05 %, dan 0,075 %, dengan kombinasi flavor jeruk dan lemon 1: 1, 1 : 2, dan 1: 3 (lihat Tabel 6). Flavor-flavor tersebut dipilih berdasarkan uji hedonik terhadap parameter keseluruhan (over all).

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor

Formula

d. Pengembangan (improvement) Formula Minuman

(45)

pengembangan yang paling optimal dilakukan berdasarkan uji organoleptik (hedonik).

2. Uji Organoleptik (Rahayu, 2001)

Uji organoleptik dilakukan untuk memilih parameter flavor, keasaman serta kombinasi elektrolit terbaik dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesukaan panelis terhadap produk hasil formulasi. Uji yang digunakan adalah uji hedonik dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 25-30 orang.

Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapannya terhadap penerimaan secara keseluruhan (over all) untuk tahap pemilihan flavor dan aspek penerimaan rasa untuk perlakuan keasaman dan kombinasi garam, karena keasaman dan kombinasi elektrolit lebih berpengaruh besar pada rasa. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 dimana angka 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis menggunakan program SPSS 13.

3. Analisis Produk

Analisis dilakukan terhadap produk yang terpilih (produk yang paling disukai) secara organoleptik. Karena aspek kesukaan konsumen sangat penting dalam menetukan kesuksesan pemasaran suatu produk. Dengan pendekatan ini diharapkan produk hasil formulasi bisa bersaing dengan produk-produk yang ada dipasaran. Adapun analisis yang dilakukan meliputi:

a. Nilai osmolalitas minuman (metode perhitungan) (Ford, 1995) Nilai osmolalitas minuman dipengaruhi oleh komposisi zat terlarut

dalam minuman. Nilai osmolalitas dapat dihitung dengan persamaan: 0smolality (Osmol/Kg ) = k . n . molalitas

dimana k = konstanta untuk larutan non ideal, dan n = jumlah partikel (hasil pengionan). Yang kemudian disederhanakan menjadi :

(46)

b. Total Padatan Terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Pengukuran total padatan terlarut sampel dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer Atago N-1E (Brix 0 - 32 %). Sebanyak dua tetes sampel diteteskan pada refraktometer. Total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix.

c. Nilai pH (AOAC, 1999)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum digunakan, alat distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Formula minuman (sampel) diambil 100 ml dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang konstan.

d. Analisis Kandungan Mineral Na dan K dengan AAS (APHA, 1998) Pada uji ini dibutuhkan larutan standar Na, K, untuk membuat kurva standar, yaitu dengan cara membuat larutan mineral pada konsentrasi tertentu kemudian sample diemisikan pada alat AAS, dan nilai emisinya dideteksi pada masing-masing panjang gelombang (Na=589,0 nm dan K=766,5 nm) dengan alat AAS. Dari data tersebut akan diperoleh persamaan garis lurus yang menunjukkkan hubungan konsentrasi dengan nilai emisi unsur.

Sample sebelumnya didestruksi dengan HNO3 pekat dan HClO4 pada

kondisi panas, kemudian diukur nilai emisinya tiap unsur (Na dan K) dengan AAS dan menghitungnya dengan persamaan kurva standar akan diperoleh konsentrasi mineral dalam sample.

e. Analisis Kandungan Vitamin C (Apriyantono et al, 1987)

(47)

Penetapan vitamin C dilakukan dengan beberapa tahap, yang pertama adalah standarisasi larutan dye, untuk mengetahui faktor daya reduksi asam askorbat terhadap dye, yaitu dengan cara menitar standar asam askorbat dengan dye, hingga diperoleh faktor dye (mg asam askorbat/ml dye).

Tahap selanjutnya adalah tahap pengerjaan sampel. Mula-mula dipipet 10ml sanpel dalam labu ukur 100 ml, dan diencerkan dengan asam metaposfat 3% hingga tanda tera. Kemudian dipipet 10 ml hasil pengenceran dan dititrasi dengan larutan dye hingga titik akhir (merah jambu).

Kadar vitamin C dihitung sebagai mg asam askorbat/100 ml sample, dengan rumus=

ml titer untuk sample x Faktor dye x Pengenceran x 100 ekstrak untuk penetapan x ml sample yang dipakai

f. Analisis Gula Pereduksi (Lane Eynon) (Apriyantono et al, 1987)

Analisis dilakukan berdasarkan reduksi gula terhadap pereaksi campuran soxlet (campuran larutan fehling), endapan merah bata yang terbentuk menunjukkan titik akhir titrasi.

Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; tahap persiapan sample, standarisasi larutan fehling, dan pengerjaan sample. Persiapan sample dilakukan dengan melakukan pemanasan sebanyak 29 gram sample (bersama CaCO3) kemudian menjernihkannya dengan PbAsetat

jenuh dan sample diencerkan dalam labu takar 500 ml, setelah itu disaring dan kelebihan Pbasetat diendapkan dengan natrium oksalat, disaring kembali, kemudian diperoleh larutan siap uji.

(48)

standarisasi larutan fehling dilakukan seperti tahap ini, hanya tanpa menggunakan sample.

Gula pereduksi dihitung sebagai kadar dekstrosa/glukosa (%), dengan menggunakan persamaan=

( A – B) x C x Fp x 100 % W

Dimana:

A = volume penitar (dekstrosa) untuk standarisasi fehling (liter) B = volume penitar (dekstrosa) untuk sample (liter)

C = konsentrasi dekstrosa (gr/liter) Fp = faktor pengenceran

W = berat sample (gram)

g. Analisis Total Plate Count (metode tuang) (Fardiaz, 1992)

Contoh sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam larutan NaCl 90 ml (pengenceran 1:10). Untuk selanjutnya dilakukan pengenceran secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya. Dari pengenceran yang dikehendaki, pipet 1 ml contoh ke dalam cawan petri. Uji dilakukan secara duplo.

(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERHITUNGAN KOMPOSISI BAHAN

Beberapa aspek harus diperhatikan dalam perhitungan penyusunan formula minuman. Aspek-aspek tersebut diantaranya: kandungan elektrolit, nilai osmolalitas, dan rasa. Kandungan elektrolit, terutama natrium, akan sangat mempengaruhi rasa minuman, penstimulir konsumsi cairan, meningkatkan penyerapan cairan, mempertahankan volume plasma, dan menjamin rehidrasi yang cepat dan sempurna (Stofan dan Murray, 2001). Oleh karena itu penyusunan elektrolit mengikuti aturan/standar, dan menyesuaikan dengan produk yang ada dipasaran (benchmarking). Lampiran 1 menggambarkan komposisi elektrolit produk yang diformulasi dibandingkan dengan beberapa produk dipasaran.

Elektrolit yang disusun tidak sepenuhnya mendasarkan pada benchmarking, karena karakter produk dipasaran cukup berbeda dengan produk target, terutama dalam hal kemasan. Penggunaan kemasan plastik menyebabkan penanganan produk berbeda, terutama pada perlakuan panas yang diberikan, dimana poduk dalam kemasan cup tidak dapat diproses dengan suhu yang amat tinggi. Oleh karena itu pada produk yang diformulasi ditambahkan pengawet Na-Benzoat (produk kemasan kaleng tidak ditambahkan) sebagai cara untuk menambah umur simpan produk. Penambahan pengawet Na-Benzoat ini akan mempengaruhi jumlah natrium dalam minuman.

Secara perhitungan nilai osmolalitas formula A adalah sekitar 289 mosmol/kg H2O (lihat lampiran 2), artinya dari segi osmolalitas, produk

(50)

Penambahan vitamin C ditentukan berdasarkan kebutuhan tubuh perhari terhadap vitamin ini yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman (takaran saji), yakni tidak kurang dari 60 mg per cup minuman (240 ml). Dengan memperhitungkan sifat vitamin C yang cenderung mudah rusak maka dosis yang tambahkan pada formulasi adalah sebesar 100 mg/cup (240 ml minuman), artinya sama dengan 416,7 mg vitamin C perliter. Dosis ini lebih besar dari yang dibutuhkan tubuh. Menurut Winarno (1992), pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin dibuang melalui air kemih.

B. PEMBUATAN MINUMAN ISOTONIK

Pembuatan produk minuman isotonik dapat dikatakan cukup sederhana, garam-garam serta bahan-bahan lain dilarutkan dan dipanaskan bersama air. Flavor ditambahkan setelah proses pemanasan untuk menghindari hilangnya komponen pembentuk aroma pada flavor.

Pelarutan dan Pemanasan gula dilakukan terlebih dahulu agar pelarutannya sempurna, lalu garam-garam mineral, sementara itu asam dan vitamin C ditambahkan diakhir pemanasan untuk meminimalisir terjadinya reaksi kimia yang dapat terjadi akibat proses pemanasan pada produk. Menurut James D (1999), inversi gula sukrosa dapat meningkat dengan adanya asam, mineral, dan pemanasan. Menurut Greswell (1974), kehilangan vitamin C selalu ditemukan meningkat dengan meningkatnya suhu.

Tehnik pengisian produk pada kondisi panas ke dalam kemasan (hot filling) dan didukung dengan proses yang kontinyu bisa menekan

(51)

Proses termal sangat erat hubungannya dengan ketahanan bakteri termasuk sporanya. Ketahanan bakteri terhadap pemanasan umumnya dinyatakan dengan istilah nilai D. Nilai D adalah waktu (menit) yang dibutuhkan untuk memusnahkan 90% dari populasi bakteri dalam suatu medium termasuk bahan pangan. Makin besar nilai D suatu bakteri pada suhu tertentu maka semakin tinggi ketahanan panas bakteri tersebut (Budijanto et al, 2002).

Kebusukan pada produk sangat asam (pH < 4), biasanya disebabkan oleh Lactobacillus, Leuconostoc spp, khamir dan kapang (D65.5 C = 0,5-1

menit), tergantung jenis produknya (Buckle et al., 1987). Bakteri pembentuk spora umumnya tidak tumbuh pada pH < 3,7 maka pemanasan untuk produk berasam tinggi biasanya tidak begitu terlalu tinggi, cukup untuk membunuh kapang dan khamir (Budijanto et al, 2002). Menurut Fardiaz (1992), pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu 65oC selama 30 menit atau 72oC selama 15 detik.

Perlakuan proses pemanasan produk minuman isotonik yang dilakukan pada suhu 80oC selama 15 menit, sudah dirasa cukup untuk memberikan rasa aman dan meningkatkan keawetan pada produk yang dibuat. Proses pemanasan yang cukup akan mampu mereduksi jumlah mikroba penyebab kerusakan minuman, hingga batas minimal.

C. UJI ORGANOLERPTIK

Uji hedonik/kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, dalam bentuk skala hedonik. Dengan skala hedonik secara tidak langsung uji ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan (Rahayu, 2001).

1. Pemilihan Flavor

(52)

over all untuk melihat tanggapan panelis terhadap minuman secara

keseluruhan (meliputi aroma dan rasa).

Analisis sidik ragam uji hedonik parameter over all terhadap enam jenis komposisi flavor, menunjukkan terdapat perbedaan didalam keenam sample (p<0,05) pada selang kepercayaan 95% (lihat lampiran 5). Selanjutnya melalui uji lanjut duncan dapat diketahui bahawa produk dengan komposisi flavor pada konsentrasi 0,075 % berbeda secara nyata terhadap produk dengan penggunaan flavor sebesar 0,05 %, dimana flavor dengan konsentrasi 0,075% lebih disukai dari pada 0,05%. Data hasil Uji lanjut duncan tidak menunjukkan kecenderungan satu formula flavor terbaik yang dapat dipilih. Pemilihan terhadap flavor 4, 5 dan 6 (konsentrasi 0,075 %) dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai ekonomi terendah. Flavor yang terpilih yaitu komposisi flavor 4 dengan konsentrasi 0,075%, dengan perbandingan lemon:orange (1:1).

2. Pengembangan (improvement) Formula Minuman

Data pada uji organoleptik pemilihan flavor menunjukkan nilai kesukaan panelis terhadap formula A masih berkisar pada range 3,9 -4,9 (agak tidak suka – agak suka) (lihat lampiran 5), berdasarkan hal ini penelitian dilanjutkan pada pengembangan formula untuk memperoleh suatu formula yang memberikan respon kesukaan yang lebih baik. Dasar perlakuan pada perbaikan ini adalah komentar yang diberikan panelis terhadap produk pada saat uji organoleptik pertama, dimana sebagian besar (75% pemberi komentar) menyoroti rasa minuman yang belum pas.

(53)

a. Pengembangan Formula I (perlakuan variasi keasaman)

Keasaman merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi rasa minuman, produk-produk minuman isotonik dipasaran memiliki tingkat keasaman yang beragam, berkisar 3,5-4 (sesuai standar SNI). Oleh karena itu hal ini menjadi dasar dalam pengembangan formula tahap pertama ini. Variasi perlakuan pH yang diuji dengan uji hedonik bisa dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Variasi perlakuan pH (Pengembangan Formula I) Perlakuan pH minuman

1 3,5 2 3,6 3 3,7 4 3,8

Variasi keasaman ini dikendalikan oleh jumlah asam-sitrat yang ditambahkan pada produk. Uji variasi keasaman dilakukan dengan menggunakan kombinasi garam pada formula A dan flavor terpilih (0,075 %, lemon: ornage (1: 1) dengan parameter uji rasa, karena aspek ini yang cukup banyak dipengaruhi oleh perbedaan tingkat keasaman.

Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap parameter rasa pada empat variasi keasaman ini menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (p>0,05) pada selang kepercayaan 95% pada sample yang duji (lihat lampiran 8). Skala kesukaan panelisp rata-rata belum meningkat, masih berkisar antara skala 4,2-4,9 (netral–agak suka). Artinya variasi tingkat keasaman ini belum efektif meningkatkan kesukaan panelis terhadap produk. Hal ini bisa disebabkan oleh sulitnya panelis membedakan tingkat keasaman pada range pH yang cukup rendah tersebut.

(54)

b. Pengembangan Formula II (perlakuan kombinasi garam elektrolit) Setelah perlakuan variasi keasaman tidak memberikan peningkatan terhadap kesukaan terhadap produk, maka perlakuan selanjutnya dilakukan pada kombinasi garam (elektrolit). Menurut Stofan dan Murray (2001), keberadaan/kandungan mineral (elektrolit) akan mempengaruhi cita rasa minuman.

Kombinasi garam (elektrolit) sangat mempengaruhi rasa, oleh karena itu pada perbaikan produk tahap kedua, dilakukan penyusunan ulang kombinasi elektrolit, sehingga diperoleh beberapa formula baru, selanjutnya disebut Formula B, Formula C, dan Formula D. Namun tetap menggunakan parameter flavor dan keasaman (pH) yang telah terpilih pada perlakuan sebelumnya. Kombinasi tersebut secara perhitungan menghasilkan konsentrasi elektrolit sebagai berikut:

Tabel 8. konsentrasi elektrolit formula-formula hasil pengembangan Elektrolit Konsentrasi (meq/l)

Formula B* Formula C* Formula D*

* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam

mineral penyusun tidak ditampilkan pada skripsi ini

(55)

sifat pH bufer adalah relatif bertahan terhadap sedikit perubahan asam/basa.

Ketiga formula baru tersebut kemudian diuji kepada beberapa panelis secara terbatas, untuk mempelajari karakter pada rasanya, Tabel 9 menggambarkan respon pada produk formula baru tersebut.

Tabel 9. Respon panelis terbatas terhadap beberapa formula baru

Formula Karakter rasa

B Rasa asam, asin, dan manis seimbang C Rasa asin mendominasi rasa pada minuman D Rasa asam/sepat menutup semua rasa Uji secara terbatas yang disebutkan diatas mengerucut pada formula B sebagai formula hasil perbaikan yang akan dipilih, sementara formula C dan D tidak memberikan kesan perbaikan, malah menurunkan kualitas rasa.

Setiap kombinasi garam akan memberikan efek rasa yang berbeda sesuai rasa yang ditimbulkan oleh garam-garam itu sendiri ataupun setelah berkombinasi dengan garam lain. NaCl memberikan efek rasa asin pada minuman. Na sitrat juga memberikan sedikit rasa asin pada minuman, namun keberadaannya bersama asam sitrat menimbulkan sifat buffer pada minuman, sehingga akan mempengaruhi pula pada rasa keasaman minuman. Jumlah garam-garam lain yaitu: Na benzoat, KCl, dan MgCO3 dibuat relatif sama (pada formula B, C, dan D) sehingga

efek rasa yang ditimbulkan oleh garam-garam ini juga relatif sama. Untuk mengetahui seberapa jauh formula baru yang dipilih ini optimal terhadap peningkatan rata-rata kesukaan panelis terhadap minuman yang dibuat maka dilakukan uji hedonik terhadap formula baru B bersamaan dengan formula sebelumnya (formula A).

(56)

4,2-4,9 (netral-agak suka) menjadi taraf 5,67 (suka). Artinya perlakuan perubahan kombinasi garam (elektrolit) cukup berpengaruh terhadap rasa minuman yang dihasilkan, dan tentu saja akan mempengaruhi penilaian panelis. Formula B ini sudah dirasa cukup baik, yang ditunjukkan dengan cukup tingginya rasa kesukaan panelis.

D.ANALISIS PRODUK MINUMAN ISOTONIK

Analisis dilakukan terhadap produk yang paling disukai, yaitu formula hasil pengembangan (formula B). Hasil analisis terhadap produk tersebut menunjukkan hasil sebagai berikut:

Tabel 10. Data hasil analisis produk minuman isotonik

Parameter Hasil analisis terhadap Formula Terpilih (Formula B)

1. Rasa Normal

2. Bau Normal

3. pH Ulangan 1 = 3,53 Ulangan 2 = 3,50 4. TPT (oBrix) Ulangan 1 = 6,8

Ulangan 2 = 6,9 5. Vitamin C (mg/100 ml cth) Ulangan 1 = 35,67

Ulangan 2 = 38,55 6. Gula pereduksi (%dektrosa) Ulangan 1 = 0,29

Ulangan 2 = 0,41 8. TPC (koloni/ml) Ulangan 1 = <30 x 10

1

(0,5 x 101) Ulangan 2 = <30 x 101 (0,5 x 101) 7. Mineral (mg/L):

Natrium Kalium

(57)

1. Osmolalitas

Osmolalitas merupakan sifat koligatif larutan yang lebih ditentukan oleh jumlah zat terlarut dalam minuman dibanding jenis dan berat zat (Q. Palmer, 1998). Tabel 12 menunjukkan kontribusi bahan-bahan penyusun minuman isotonik (Formula B) terhadap nilai osmolalitas minuman.

Tabel 11. Kontribusi bahan-bahan minuman terhadap nilai osmolalitas

Bahan-bahan

Formula B Osmolalitas

NaCl 22.91

Na. Sitrat 10.55

Na. Benzoat 2.89

KCl 8.30

MgCO3 0.52

Ca. Laktat 1.565

Vitamin C 2.46

Asam sitrat 34.88

Gula 197.77 Air 0 Flavor 0 Claudifier 0

Total osmolalitas (mosmol/kg H2O) = 281,85

Kontribusi bahan terhadap osmolalitas minuman dipengaruhi oleh: konsentrasi zat terlarut (molalitas), dan jumlah partikel dari pengionan. Molalitas adalah satuan konsentrasi yang menunjukkan mol zat terlarut / kg pelarut.

Menurut Palmer (1998), minuman isotonik yang merupakan larutan kompleks dari senyawa ionik dan nonionik, yang dapat berdisosiasi menjadi senyawa terlarut lain. Osmolalitasnya tidak bisa dihitung secara benar-benar tepat, dan harus di cek lagi melalui pengukuran.

(58)

tersebut menunjukkan bahwa produk minuman telah memenuhi kriteria minuman isotonik. SNI tidak mempersyaratkan nilai osmolalitas minuman dalam syarat mutu minimal, namun untuk memenuhi klaim sebagai minuman isotonik dan untuk proses rehidrasi yang optimal parameter ini perlu dipenuhi. Stofan dan Murray (2001), telah menjelaskan bahwa minuman isotonik adalah minuman yang memiliki nilai osmolalitas sekitar 280 mosmol/kg H2O.

2. pH

Nilai pH minuman akan mempengaruhi keasaman dan keseluruhan rasa dalam minuman isotonik serta mempengaruhi seberapa besar jumlah minuman dikonsumsi, namun nilai pH ini cenderung tidak mempengaruhi proses pengosongan dalam lambung. Efek pengosongan dalam lambung lebih dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi asam yang ada dalam minuman. Akan tetapi jenis dan konsentrasi asam yang banyak digunakan dalam minuman isotonik (asam sitrat) tidak memepengaruhi laju pengosongan minuman dalam lambung (Leiper, 2001).

Nilai rata-rata pH minuman dalam produk adalah sekitar 3.52, sementara SNI mempersyaratkan pH maksimum untuk minuman isotonik adalah 4. Nilai pH yang rendah selain mempengaruhi kesukaan terhadap rasa juga akan mereduksi cepatnya kemungkinan produk rusak akibat aktivitas mikroba.

3. Total Padatan Terlarut

(59)

SNI mempersyaratkan minimal 5 % untuk kandungan sukrosa, yang berperan sebagai sumber energi.

4. Kadar Gula Pereduksi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh proses produksi terhadap inversi sukrosa. Proses inversi akan meningkatkan jumlah gula pereduksi dalam minuman. Peningkatan konsentrasi monosakarida ini dapat menyebabkan meningkatnya nilai osmolalitas minuman, sehingga minuman dikhawatirkan akan menjadi hiperosmotik (Ford, 1995).

Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan gula-pereduksi dalam minuman sangat kecil (rata-rata 0,35 % sebagai dekstrosa), berdasarkan hal ini sukrosa yang terinversi selama proses adalah sangat kecil, artinya nilai osmolalitas minuman ini tidak banyak berubah karena proses.

5. Vitamin C

Vitamin C merupakan komponen yang esensial bagi tubuh seseorang yang tidak bisa mensintesis atau menyimpan dalam jumlah yang cukup signifikan, dan vitamin C sangat dibutuhkan keberadaannya dalam makanan/minuman sehari-hari (Greswell, 1974).

(60)

Menurut Greswell (1974), penyebab utama rusak/hilangnya vitamin C adalah akibat reaksi oksidasi. Kerusakan vitamin C juga bisa disebabkan karena interaksi yang berlebihan dengan cahaya, terutama dengan adanya oksigen.

Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), dalam produk yang diolah kehilangan vitamin C banyak terjadi akibat degradasi kimiawi. Beberapa ahli telah menunjukkan bahwa kecepatan kerusakan asam askorbat dalam bahan pangan akan meningkat dengan meningkatnya aktifitas air. Dalam pembuatan minuman sari buah dan sejenisnya (termasuk minuman isotonik) kehilangan vitamin C relatif sedikit, tetapi kehilangan vitamin C selama penyimpanan mungkin terjadi dalam jumlah besar, dan sebaiknya penyimpanan dilakukan pada suhu 10oC.

Gambar 5 menunjukkan pola degradasi asam askorbat pada temperatur penyimpanan dan aktivitas air yang berbeda. Grafik menunjukkan bahwa aw dan suhu penyimpanan yang semakin tinggi akan menyebabkan kerusakan vitamin C semakin tinggi.

Sumber: Gregory III (1996)

(61)

Kondisi penyimpanan produk selama distribusi dan penyimpanan akan sangat mempengaruhi kondisi dan mutu produk minuman isotonik hingga ditangan konsumen. Kondisi dan kemasan harus dirancang untuk meminialisir kerusakan akibat kondisi-kondisi tersebut.

6. Mineral

Menurut Stofan dan Murray (2001), keberadaan mineral (elektrolit) selain akan mempengaruhi cita rasa, dan sifat fungsional minuman, juga memiliki peran dalam 1) menstimulir konsumsi cairan karena turut mempengaruhi nilai osmolalitas, 2) menjamin kecukupan konsentrasi elektrolit dalam cairan tuibuh, 3) menjaga volume cairan extracellular, dan 4) merangsang pemenuhan rehidrasi ketika cairan diminum selama aktivitas fisik.

SNI 01-4452-1998, hanya mempersyaratkan mineral natrium dan kalium dalam standar mutu untuk minuman isotonik. Jumlah natirum yang dipersyaratkan dalam SNI maksimal 800-1000 mg/kg (sekitar 34 – 43 meq/L), sementara untuk kalium maksimal sebesar 125-175 mg/kg (sekitar 3 – 5 meq/L).

Natrium

Natrium dalam minuman yang diformulasi berasal dari NaCl, Natrium Sitrat, juga Natrium Benzoat. Berdasarkan perhitungan jumlah Natrium dalam minuman adalah sekitar 460 mg/l (20 meq/l), dan hasil analisis terhadap minuman menggunakan AAS, menunjukkan bahwa kandungan Natrium dalam minuman adalah sebesar 432,60 mg/l. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan yang diperhitungkan, dan telah memenuhi standar SNI.

Kalium

Gambar

Tabel 1. konsentrasi (mmol/L) elektrolit dalam keringat
Tabel 2.Profil komposisi beberapa produk sport drink dan minuman lain
Tabel 3. Jumlah partikel (pengionan) bahan-bahan minuman isotonik
Tabel 4. Spesifikasi persyaratan mutu minuman isotonik SNI 01-4452-1998
+7

Referensi

Dokumen terkait