• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. BAHAN DAN ALAT

1. Formulasi dan Pembuatan

Pengembangan Formula Minuman

(Perbaikan komposisi asam dan kombinasi garam) ↓

Uji Organoleptik ↓

Produk Terbaik

Analisis Produk (Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi)

Gambar 4. Skema alur metode penelitian

1. Formulasi dan Pembuatan a. Perhitungan Komposisi Bahan

Komposisi elektrolit minuman yang disusun mengacu pada produk minuman yang ada di pasar (benchmarking) dan disesuaikan dengan SNI untuk minuman isotonik. Berdasarkan cara ini diperoleh target kandungan elektrolit dalam minuman yang akan diformulasi, yakni sebagaimana tercantum pada Tabel 5 :

Perhitungan Komposisi minuman Bench marking Pembuatan Minuman isotonik Pemilhan Flavor (Uji organoleptik)

Evaluasi Formula Minuman

Tabel 5. Target Formulasi (Konsentrasi elektrolit) Elektrolit Konsentrasi (meq/L)

Natrium 22 Kalium 4 Magnesium 0,5 Kalsium 1 Cl- 16 Laktat- 1

Elektrolit tersebut disusun dari sejumlah tertentu garam-garam yang memiliki elektrolit yang dibutuhkan. Garam-garam yang digunakan adalah: NaCl, natrium sitrat, KCl, kalsium laktat, dan MgCO3.

Formula dasar minuman ini dihitung dengan memperhatikan aspek kandungan elektrolit, nilai osmolalitas, dan rasa secara subyektif. Dari beberapa nilai konsentrasi elektrolit tersebut dapat diketahui masing-jumlah garam (NaCl, KCl, MgCO3, Ca laktat, dan Na sitrat) yang dibutuhkan untuk memenuhi konsentrasi tersebut. Sementara Natrium benzoat jumlahnya sudah ditentukan sebesar 200 mg/l.

Kebutuhan setiap garam yang dipakai dihitung berdasarkan kebutuhan tiap elektrolitnya. Jumlah tiap elektrolit diperoleh dengan mengalikan konsentrasi elektrolit target (meq/l) dengan bobot ekivalen (BE).

mg/L elektrolit = konsentrasi elektrolit target (meq/L) x BE misalnya untuk mengetahui jumlah KCl, maka terlebih dahulu harus diketahui jumlah unsur kalium yang diperlukan. Setelah jumlah unsur elektrolit diketahui dapat dihitung senyawa garam yang dibutuhkan. Contoh dengan mengetahui jumlah mg unsur kalium, maka mg KCl yang diperlukan bisa dihitung melalui faktor kimia Mr senyawa/Ar unsur (Mr KCl / Ar K).

Penyusunan bahan lain, seperti gula didasarkan pada kontribusinya terhadap rasa dan nilai osmolalitas, penambahan asam sitrat ditentukan berdasarkan kontribusinya untuk menurunkan nilai pH hingga mencapai nilai pH produk target (3,5). Sementara vitamin C ditentukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan tubuh perhari terhadap vitamin ini

yang dapat diberikan oleh tiap cup minuman, yakni tidak kurang dari 60 mg per cup minuman (240 ml). Bahan lain seperti claudifier diperoleh berdasarkan penilaian secara subyektif terhadap tampilan produk. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diperoleh komposisi minuman pertama (Formula A*).

* untuk alasan tertentu, formulasi dan jumlah masing-masing garam mineral penyusun formula A tidak ditampilkan pada skripsi ini

b. Pembuatan Minuman Isotonik

Minuman isotonik dalam kemasan cup dibuat melalui beberapa tahap, yaitu: tahap penimbangan bahan yang meliputi garam-garam mineral, asam sitrat, vitamin dan gula. Kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan kedalam air yang telah dimasak, dan ditambahkan bahan tambahan lain seperti claudifier dan flavor. Tahap selanjutnya adalah pengecekan pH dan obrix minuman. Setelah itu minuman siap diisikan pada kondisi panas (hot filling) menggunakan mesin filler kedalam kemasan gelas plastik PP. Kemasan kemudian ditutup (seal) dan produk kemudian dipasteurisasi selama 15 menit pada suhu 80 oC lalu didinginkan. Lebih jelasnya skema proses dapat dilihat pada gambar 4.

Pemasakan air Penimbangan bahan ¾

Pencampuran bahan

(garam-garam mineral, gula, asam sitrat, flavor, dll.) ¾

Pengecekan pH dan derajat Brix ¾

Pengisian (hot filling) ¾

Penutupan (Sealing) ¾

@ ¾ Pasteurisasi 80oC, 15 menit ¾ pendinginan ¾

Minuman Isotonik dalam kemasan

Gambar 4. Skema pembuatan produk minuman isotonik c. Pemilihan Flavor

Tahap ini merupakan tahap untuk memilih jumlah dan jenis flavor yang akan digunakan. Flavor yang digunakan dan diujikan adalah campuran flavor jeruk dan lemon dengan tingkat konsentrasi 0,05 %, dan 0,075 %, dengan kombinasi flavor jeruk dan lemon 1: 1, 1 : 2, dan 1: 3 (lihat Tabel 6). Flavor-flavor tersebut dipilih berdasarkan uji hedonik terhadap parameter keseluruhan (over all).

Tabel 6. Konsentrasi dan jenis flavor

Formula

Konsentrasi Flavor Perbandingan Lemon: Orange A1 0,05 % 1 : 1 A2 2 : 1 A3 3 : 1 A4 0,075 % 1 : 1 A5 2 : 1 A6 3 : 1

d. Pengembangan (improvement) Formula Minuman

Tahap ini merupakan tahap lanjutan yang dilakukan untuk mendapatkan kombinasi formula yang paling baik meningkatkan kesukaan panelis terhadap produk yang dibuat. Dasar perlakuan perbaikan ini adalah saran/komentar panelis terhadap produk formula A pada uji hedonik pemilihan flavor. Pengembangan formula ini dilakukan dalam dua tahap, pertama perlakuan variasi tingkat keasaman, dan kedua perlakuan kombinasi elektrolit (garam mineral). Pemilihan Formula hasil

pengembangan yang paling optimal dilakukan berdasarkan uji organoleptik (hedonik).

2. Uji Organoleptik (Rahayu, 2001)

Uji organoleptik dilakukan untuk memilih parameter flavor, keasaman serta kombinasi elektrolit terbaik dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesukaan panelis terhadap produk hasil formulasi. Uji yang digunakan adalah uji hedonik dengan menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 25-30 orang.

Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapannya terhadap penerimaan secara keseluruhan (over all) untuk tahap pemilihan flavor dan aspek penerimaan rasa untuk perlakuan keasaman dan kombinasi garam, karena keasaman dan kombinasi elektrolit lebih berpengaruh besar pada rasa. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 dimana angka 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis menggunakan program SPSS 13.

3. Analisis Produk

Analisis dilakukan terhadap produk yang terpilih (produk yang paling disukai) secara organoleptik. Karena aspek kesukaan konsumen sangat penting dalam menetukan kesuksesan pemasaran suatu produk. Dengan pendekatan ini diharapkan produk hasil formulasi bisa bersaing dengan produk-produk yang ada dipasaran. Adapun analisis yang dilakukan meliputi:

a. Nilai osmolalitas minuman (metode perhitungan) (Ford, 1995) Nilai osmolalitas minuman dipengaruhi oleh komposisi zat terlarut

dalam minuman. Nilai osmolalitas dapat dihitung dengan persamaan: 0smolality (Osmol/Kg ) = k . n . molalitas

dimana k = konstanta untuk larutan non ideal, dan n = jumlah partikel (hasil pengionan). Yang kemudian disederhanakan menjadi :

b. Total Padatan Terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Pengukuran total padatan terlarut sampel dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer Atago N-1E (Brix 0 - 32 %). Sebanyak dua tetes sampel diteteskan pada refraktometer. Total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix.

c. Nilai pH (AOAC, 1999)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH meter. Sebelum digunakan, alat distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Formula minuman (sampel) diambil 100 ml dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang konstan. d. Analisis Kandungan Mineral Na dan K dengan AAS (APHA, 1998)

Pada uji ini dibutuhkan larutan standar Na, K, untuk membuat kurva standar, yaitu dengan cara membuat larutan mineral pada konsentrasi tertentu kemudian sample diemisikan pada alat AAS, dan nilai emisinya dideteksi pada masing-masing panjang gelombang (Na=589,0 nm dan K=766,5 nm) dengan alat AAS. Dari data tersebut akan diperoleh persamaan garis lurus yang menunjukkkan hubungan konsentrasi dengan nilai emisi unsur.

Sample sebelumnya didestruksi dengan HNO3 pekat dan HClO4 pada kondisi panas, kemudian diukur nilai emisinya tiap unsur (Na dan K) dengan AAS dan menghitungnya dengan persamaan kurva standar akan diperoleh konsentrasi mineral dalam sample.

e. Analisis Kandungan Vitamin C (Apriyantono et al, 1987)

Indofenol (dye), yang berwarna biru dalam larutan basa dan berwarna merah di dalam larutan asam, direduksi oleh asam askorbat pada larutan asam membentuk dehidro-asam askorbat dan indofenol akan terduksi menjadi tidak berwarna.

Penetapan vitamin C dilakukan dengan beberapa tahap, yang pertama adalah standarisasi larutan dye, untuk mengetahui faktor daya reduksi asam askorbat terhadap dye, yaitu dengan cara menitar standar asam askorbat dengan dye, hingga diperoleh faktor dye (mg asam askorbat/ml dye).

Tahap selanjutnya adalah tahap pengerjaan sampel. Mula-mula dipipet 10ml sanpel dalam labu ukur 100 ml, dan diencerkan dengan asam metaposfat 3% hingga tanda tera. Kemudian dipipet 10 ml hasil pengenceran dan dititrasi dengan larutan dye hingga titik akhir (merah jambu).

Kadar vitamin C dihitung sebagai mg asam askorbat/100 ml sample, dengan rumus=

ml titer untuk sample x Faktor dye x Pengenceran x 100 ekstrak untuk penetapan x ml sample yang dipakai

f. Analisis Gula Pereduksi (Lane Eynon) (Apriyantono et al, 1987)

Analisis dilakukan berdasarkan reduksi gula terhadap pereaksi campuran soxlet (campuran larutan fehling), endapan merah bata yang terbentuk menunjukkan titik akhir titrasi.

Analisis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu; tahap persiapan sample, standarisasi larutan fehling, dan pengerjaan sample. Persiapan sample dilakukan dengan melakukan pemanasan sebanyak 29 gram sample (bersama CaCO3) kemudian menjernihkannya dengan PbAsetat jenuh dan sample diencerkan dalam labu takar 500 ml, setelah itu disaring dan kelebihan Pbasetat diendapkan dengan natrium oksalat, disaring kembali, kemudian diperoleh larutan siap uji.

Dipipet 10 ml larutan sample siap uji dan dibubuhi 10 ml larutan campuran soxhlet dan 5ml larutan dekstrosa standar, larutan kemudian dididihkan dan dititrasi dengan cepat menggunakan larutan dekstrosa standar (5 gr/liter) sebagai penitar, setelah sebelumnya ditambahkan larutan methilena biru sebagai indikator. Titrasi dilakukan hingga titik akhir (terlihat endapan merah bata, dan warna biru hilang). Sedangkan

standarisasi larutan fehling dilakukan seperti tahap ini, hanya tanpa menggunakan sample.

Gula pereduksi dihitung sebagai kadar dekstrosa/glukosa (%), dengan menggunakan persamaan=

( A – B) x C x Fp x 100 % W

Dimana:

A = volume penitar (dekstrosa) untuk standarisasi fehling (liter) B = volume penitar (dekstrosa) untuk sample (liter)

C = konsentrasi dekstrosa (gr/liter) Fp = faktor pengenceran

W = berat sample (gram)

g. Analisis Total Plate Count (metode tuang) (Fardiaz, 1992)

Contoh sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam larutan NaCl 90 ml (pengenceran 1:10). Untuk selanjutnya dilakukan pengenceran secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan seterusnya. Dari pengenceran yang dikehendaki, pipet 1 ml contoh ke dalam cawan petri. Uji dilakukan secara duplo.

Media PCA cair sebanyak kurang lebih 15 ml setelah agak dingin (± 40-45oC) dituangkan ke dalam cawan. Selama penuangan medium, tutup cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari luar. Setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. Setelah media memadat, cawan-cawan tersebut diinkubasi di dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2 sampai 3 hari. Selama inkubasi, sel-sel yang masih hidup akan tumbuh membentuk koloni. Penghitungan jumlah koloni dapat dilakukan dengan menggunakan Quebec Colony Counter.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait