• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Salinity on Production and Pathology of Common Carp (Cyprinus carpio).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Effect of Salinity on Production and Pathology of Common Carp (Cyprinus carpio)."

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

NURJANAH AGUS MARNI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengaruh Salinitas Terhadap Produksi dan Gambaran Patologi Ikan Mas (Cyprinus carpio) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

NURJANAH AGUS MARNI. The Effect of Salinity on Production and Pathology of Common Carp (Cyprinus carpio). Under direction of BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO and DANIEL DJOKOSETIYANTO.

The common carp has been introduced in salinity water. This situation faced some problem with time of production and slow growth. The effect of salinity on production and pathology of common carp were studied for 56 days. Fish were exposed to 0, 2, 4, 6, 8, 10, and 12 ppt of salinity.

The experiment showed that salinity significantly effected to decreasing growth rate and food consumption biside the mortality of fish is increasing. Clinical sign and pathology anatomy of common carp at 2 ppt and 4 ppt have good response as control. The opposite with concentration 6 ppt until 12 ppt showed osmoregulator organ (gill, kidney and intestine) of common carp with swollen, watery, and pale color. Result of Histopathological showed that salinity at 2 ppt until 12 ppt effected to injury of osmoregulator organ which showed hyperplasia, edema, congestion, degeneration and necrotic cell. There was significantly difference (p<0.05) in growth rate, food consumption, mortality of the fish and histopathological lesions. Base on all findings, we concluded that increasing the salinity level causes increase the mortality and histopathological lesions also decrease growth rate and food consumption.

(4)

NURJANAH AGUS MARNI. Pengaruh Salinitas Terhadap Produksi dan Gambaran Patologi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Dibimbing oleh BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO dan DANIEL DJOKOSETIYANTO.

Ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai salah satu ikan yang dibudidayakan mempunyai potensi besar untuk mensuplai kebutuhan konsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan mas maka dilakukan peningkatan produksi budidaya ikan dengan cara intensifikasi. Intensifikasi budidaya ini seringkali diikuti dengan menurunnya daya dukung lingkungan pada media tumbuh (air) yang ditandai dengan adanya Low Dissolved Oxygen Syndrom (LODOS) dan proses sedimentasi dari buangan sisa pakan dan kotoran ikan yang berlebihan. Salah satu alternatif lahan dengan mutu lingkungan yang lebih baik adalah dengan pemanfaatan lahan marjinal (bekas tambak dengan salinitas 0 – 12 ppt) untuk budidaya ikan mas.

Pemeliharaan di kolam bersalinitas ini menemui beberapa kendala yaitu pertumbuhan yang lambat dan masa budidaya yang lama. Munculnya masalah tersebut diduga karena tidak optimalnya kondisi lingkungan (salinitas) untuk mendukung kehidupan ikan mas. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap produksi dan gambaran patologi ikan mas. Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk budidaya ikan mas di kolam yang bersalinitas.

(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa data kualitas air yang terukur selama penelitian menunjukkan bahwa parameter kualitas air berada pada nilai ambang yang masih bisa ditoleransi ikan mas. Tingkat konsumsi pakan, pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian ikan mas selama penelitian menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi salinitas. Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat konsumsi pakan dan pertumbuhan.

Hasil analisis ANOVA terhadap mortalitas ikan mas menunjukkan bahwa perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ppt memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p > 0,05) sedangkan pada konsentrasi 12 ppt memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0,05) terhadap mortalitas ikan mas.

Secara umum gejala klinis dan patologi anatomi ikan mas yang teramati pada salinitas 2 ppt hingga 4 ppt menunjukkan respon yang tidak berbeda dengan kontrol. Pada salinitas 6 ppt hingga 12 ppt menunjukkan bahwa ikan mas mengalami penurunan respon serta memperlihatkan lesio yang ditemukan di insang, ginjal dan usus dengan derajat kerusakan bervariasi berupa pucat, bengkak, berlendir dan berair. Pengamatan histopatologi menunjukkan bahwa salinitas mempengaruhi kerusakan organ osmoregulator (insang, ginjal dan usus) dimana semakin tinggi konsentrasi salinitas maka semakin tinggi pula derajat keparahan organ. Gambaran histopatologi pada organ insang meliputi hiperplasia, pembendungan, peradangan hingga nekrotik. Histopatologi ginjal menunjukkan adanya pembendungan, peradangan, degenerasi hingga nekrotik. Sedangkan histopatologi usus menunjukkan adanya hiperplasia dan pembendungan.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

NURJANAH AGUS MARNI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh

gelar Magister Sains pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

NRP : B053040111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.drh.Bambang P. Priosoeryanto, M.S Ketua

Prof. Dr. Ir. H. D.Djokosetiyanto, DEA Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Sains Veteriner

Prof.Dr.drh.Bambang P. Priosoeryanto, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengaruh Salinitas Terhadap Produksi dan Gambaran Patologi Ikan Mas (Cyprinuscarpio).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. drh. Bambang P. Priosoerjanto, M.S., Ph.D, APVet. dan Bapak Prof. Dr. Ir. H. D. Djokosetiyanto, DEA selaku dosen pembimbing, atas arahan, masukan dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Tatag Budiarti, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Heny Budi Utari, M.Si dan Dr. Yuri beserta staf Aquatic Health Center PT. Central Proteina Prima Jakarta, Laboratorium Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH-IPB serta Laboratorium Kesehatan Ikan, Teknologi Manajemen Perikanan Budidaya, FPIK-IPB, yang telah memberikan kesempatan dan bantuan selama penelitian dan pengumpulan data. Ungkapan tak terhingga juga penulis sampaikan kepada orang tua, adik, suami (Carlim Spt) dan anak-anakku tercinta (Dzaky dan Adzka) atas segala doa, dukungan, perhatian dan kasih sayangnya.

Terakhir penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 Agustus 1979 dari ayah Drs. H. Inggu Hasanudin, M.M. dan ibu Hj. Encum Sumarni. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan kuliah di IPB mengambil jurusan Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama perkuliahan penulis menjadi asisten untuk mata kuliah Parasitologi Ikan, Penyakit Ikan, Biologi Perikanan dan Dasar-Dasar Mikrobiologi akuatik tahun ajaran 2000/2001.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio) ... 3

Salinitas dan Osmoregulasi ... 4

Patologi pada Ikan Mas ... 7

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Perlakuan Hewan Uji ... 12

Pembuatan Media Uji ... 13

Pemeriksaan Patologi Anatomi ... 14

Pembuatan Sediaan Histotologi ... 14

Parameter yang Diukur ... 15

Analisa Data ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 18

Kualitas Air ... 18

Tingkat Konsumsi Pakan ... 18

Pertumbuhan Mutlak ... 19

(13)

Halaman

Gejala Klinis ... 23

Mortalitas ... 24

Perubahan Makroskopis (Patologi Anatomi) ... 25

Perubahan Mikroskopis (Histopatologis) ... 25

Pembahasan ... 35

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai skor lesio histopatologi organ ... 17

2 Parameter kualitas air yang terukur pada media

penelitian selama 56 hari ... 18

3 Rata–rata tingkat konsumsi pakan ikan mas (g) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt

pada awal dan akhir penelitian ... 18

4 Rata–rata pertumbuhan mutlak ikan mas (g) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt

pada awal dan akhir penelitian ... 20

5 Rata–rata laju pertumbuhan harian ikan mas (%) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt

pada awal dan akhir penelitian ... 21

6 Gejala klinis ikan mas yang dipelihara

pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari ... 23

7 Rata–rata mortalitas ikan mas (%) yang dipelihara di media

salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal, tengah dan akhir penelitian .. 24

8 Perubahan makroskopis (patologi anatomi) ikan mas

yang dipelihara pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari ... 25

9 Perubahan mikroskopis (histopatologi) ikan mas yang dipelihara

pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari ... 26

10 Hasil skoring rata–rata perubahan mikroskopis (histopatologi) insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt

selama 56 hari ... 26

11 Hasil skoring rata–rata perubahan mikroskopis (histopatologi) ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt

selama 56 hari ... 29

12 Hasil skoring rata–rata perubahan mikroskopis (histopatologi) usus ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kurva respon tingkat konsumsi pakan ikan mas (g)

terhadap tingkat salinitas ... 19

2 Kurva respon pertumbuhan mutlak ikan mas (g)

terhadap tingkat salinitas ... 21

3 Kurva respon laju pertumbuhan harian ikan mas (g)

terhadap tingkat salinitas ... 22

4 Gambaran histologi insang normal ikan mas kontrol

dengan lamela sekunder (LS) dan lamela primer (LP)... 27

5 Gambaran histopatologi insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt di hari ke-56 pengamatan menunjukkan

perubahan hiperplasia (H), deskuamasi (D). ... 27

6 Gambaran histopatologi insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt di hari ke-56 pengamatan menunjukkan

perubahan kongesti (K). ... 28

7 Gambaran histopatologi insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt di hari ke-35 pengamatan

menunjukkan perubahan nekrotik (N)... 28

8 Gambaran histologi ginjal normal ikan mas kontrol terdiri dari struktur glomerulus (G), tubulus (T) serta jaringan interenal

ang terdiri dari sel–sel hematopoiesis... 30

9 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan

perubahan edema (E). ... 30

10 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan

perubahan kongesti (K). ... 31

11 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan

perubahan vakuolisasi tubulus (V)... 31

12 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-14 pengamatan menunjukkan

(16)

Halaman

13 Gambaran histopatologi usus ikan mas yang dipelihara pada salinitas 6 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan

perubahan hiperplasia sel mukus (H). ... 33

14 Gambaran histologi usus normal ikan mas kontrol terdiri dari lapisan lamina propia (LP), lapisan mukosa (MC),

lapisan submucularis (SM) dan villi (V). ... 34

15 Gambaran histopatologi usus ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-21 pengamatan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tingkat konsumsi pakan ikan mas (g) yang dipelihara di

salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian ... 53

2 Data mortalitas, berat rata–rata dan pertumbuhan ikan mas yang dipelihara di salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal,

tengah dan akhir penelitian ... 54

3 Hasil analisa Kruskal Wallis pengaruh konsentrasi salinitas

terhadap organ insang ikan mas ... 55

4 Hasil analisa Kruskal Wallis pengaruh konsentrasi salinitas

terhadap organ ginjal ikan mas ... 57

5 Hasil analisa Kruskal Wallis pengaruh konsentrasi salinitas

terhadap organ usus ikan mas ... 59

6 Hasil skoring perubahan mikroskopis (histopatologi) organ insang ikan mas setiap ulangan dan perlakuan

selama 56 hari penelitian ... 61

7 Hasil skoring perubahan mikroskopis (histopatologi) organ ginjal ikan mas setiap ulangan dan perlakuan

selama 56 hari penelitian ... 62

8 Hasil skoring perubahan mikroskopis (histopatologi) organ usus ikan mas setiap ulangan dan perlakuan

selama 56 hari penelitian ... 63

9 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap parameter tingkat konsumsi pakan ikan mas yang dipelihara di

salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari ... 64

10 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap parameter pertumbuhan mutlak ikan mas yang dipelihara di

salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari ... 65

11 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap parameter laju pertumbuhan harian ikan mas yang dipelihara di

salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari ... 66

12 Hasil analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan terhadap parameter mortalitas ikan mas yang dipelihara di salinitas 2 ppt

(18)

Latar Belakang

Ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai salah satu ikan yang dibudidayakan mempunyai potensi besar untuk mensuplai kebutuhan konsumsi. Saat ini ikan mas banyak dibudidayakan di kolam air tenang, kolam air deras dan karamba jaring apung.

Untuk mempertahankan tingkat produksi ikan maka dilakukan budidaya secara intensif. Hal ini terlihat pada produksi ikan mas di beberapa waduk yang ada di Jawa Barat seperti Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang meningkat dari 19000 ton pada tahun 1995 menjadi 25000 ton pada tahun 1997 (Kartamiharja 1997). Intensifikasi budidaya ini seringkali diikuti dengan menurunnya daya dukung lingkungan pada media budidaya yang menurut Husain (1993) ditandai dengan adanya kejadian LODOS (Low Dissolved Oxygen Syndrom) dan proses sedimentasi dari buangan sisa pakan dan kotoran ikan yang berlebihan (Umar et al. 2001). Adanya proses sedimentasi ini berpengaruh negatif terhadap kualitas air terutama pada saat terjadi proses pembalikan (up welling) dimana lapisan dasar yang banyak mengandung racun terangkat ke atas permukaan dan mengakibat kematian pada ikan. Pada akhir tahun 2006 kejadian up welling menyebabkan kematian ikan mas hingga 7200 ton dan kerugian materil yang teramat besar (Trobos 2007). Kejadian ini mendorong para petani ikan untuk mencari alternatif lahan yang lebih baik selain di waduk.

Beberapa petani ikan mencoba melakukan budidaya ikan mas di daerah Indramayu dengan memanfaatkan kolam yang dulunya merupakan tambak udang yang sudah tidak produktif lagi. Kolam ini mempunyai kadar salinitas antara 0 – 12 ppt. Pemeliharaan di kolam bersalinitas ini menemui beberapa kendala yaitu pertumbuhan yang lambat dan masa budidaya yang lama. Munculnya masalah tersebut diduga karena tidak optimalnya kondisi lingkungan (salinitas) untuk mendukung kehidupan ikan mas.

(19)

untuk proses osmoregulasi. Hal ini disebabkan karena salinitas sangat berhubungan dengan tekanan osmotik didalam maupun diluar sel dimana pengaturannya diatur oleh mekanisme osmoregulasi (Affandi dan Tang 2002). Proses osmoregulasi ini dimaksudkan untuk membuat kondisi didalam sel hampir sama dengan kondisi diluar sel.

Masalah yang dihadapi oleh ikan mas sebagai organisme akuatik air tawar adalah upaya untuk mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh agar tidak berbeda jauh dengan tekanan osmotik medianya. Jika tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan osmotik semakin tinggi maka organ yang berperan dalam proses osmoregulasi yaitu insang, usus, dan ginjal harus bekerja keras untuk proses tersebut. Kerusakan jaringan dari organ osmoregulator merupakan respon dari kegagalan ikan melakukan proses osmoregulasi. Pada kondisi demikian proses-proses fisiologis tubuh lainnya akan ikut terganggu dan hal ini akan berdampak pada konsumsi pakan dan pertumbuhan ikan.

Adanya masalah-masalah yang disebutkan diatas dan tidak adanya informasi mengenai hal tersebut mengindikasikan diperlukan informasi mengenai pengaruh salinitas terhadap produksi dan gambaran patologi ikan mas terutama pada organ yang berperan dalam proses osmoregulasi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengevaluasi efek salinitas terhadap produksi ikan mas.

2. Mengevaluasi efek salinitas terhadap gambaran patologi (gejala klinis, perubahan makroskopis dan mikroskopis) ikan mas.

Hipotesis

Hipotesis yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Salinitas mempengaruhi produksi ikan mas.

2. Salinitas mempengaruhi gambaran patologi ikan mas.

Manfaat

(20)

Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Di Indonesia ikan mas memiliki nama sebutan lain yakni kancera, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Adapun sistematika ikan mas ini adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Family : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Spesies : carpio(Linnaeus, 1978)

Secara marfologis ikan mas mempunyai bentuk tubuh yang agak memanjang dan memipih tegak (fusiform). Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Pada bagian anterior terdapat dua sungut berukuran pendek. Secara umum hampir seluruh permukaan tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil saja yang tubuhnya tidak ditutupi sisik. Sisik ikan mas cenderung berukuran relatif besar dan digolongkan dalam tipe sisik sikloid berwarna hijau, biru, merah, kuning, keemasan atau kombinasi dari warna-warna tersebut sesuai dengan rasnya. Kebanyakan ikan mas mempunyai beberapa sirip yaitu sirip pectoral, sirippelvic, siripdorsal, siripanaldan siripcaudal. (Hooleet al. 2001)

Ikan mas secara umum termasuk kedalam golongan omnivora. Di alam, ikan mas memakan larva molusca, cacing dan tanaman yang ada di sedimen tanah (Hoole et al. 2001). Ikan mas juga mampu menerima makanan beragam mulai dari pakan alami hingga pakan buatan. Umumnya komposisi pakan buatan yang diberikan terdiri dari 25 – 40 % protein dan 3 – 6 % lemak. Tingkat pemberian pakan optimum bagi ikan mas sangat tergantung dari umur, ukuran ikan, suhu air, ketersediaan pakan alami dan kualitas pakan yang akan diberikan (Stickney 1993).

(21)

optimum memijah pada temperatur perairan mencapai 18–240C. Ikan mas akan menempelkan telurnya di permukaan tanaman atau bebatuan (Stickney 1993)

Kondisi kualitas air yang dibutuhkan ikan mas agar bisa tumbuh menurut Huet (1994) terjadi pada suhu 20 0C – 28 0C, kadar oksigen > 4 mg/L, total ammonia nitrogen < 0,2 mg/L, nitrit < 0,03 mg/L dan pH air berkisar antara 6,5– 8,0.

Ikan mas dapat dibudidayakan secara polikultur (budidaya dengan jenis ikan lain) maupun monokultur baik dilakukan pada kolam tanah, kolam air deras maupun karamba jaring apung. Secara umum di karamba jaring apung ikan mas ukuran 10 – 25 gr/ekor dapat dipelihara dengan kepadatan 400-500 ekor/m3 (Jangkaru 2002). Namun saat ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, ikan yang ditebar bisa lebih padat lagi. Hal inilah yang memicu penurunan dari daya dukung lingkungan perairan umum yang biasa digunakan untuk kegiatan budidaya.

Salinitas dan Osmoregulasi

Salinitas adalah suatu ukuran dari jumlah garam dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat telah diubah menjadi oksida, semua bromide dan iodide diganti dengan khlorida dan bahan-bahan organiknya telah dioksidasi (Robert 1978). Salinitas juga dinyatakan dalam gram per kilogram air laut ataupart per thousand(ppt) (Boyd 1984).

Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik air baik air sebagai media internal maupun eksternal. Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan pada tekanan osmotik air. Menurut Anggoro (1992) sifat osmotik dari air berasal dari seluruh ion yang terlarut tersebut. Semakin besar jumlah ion yang terkonsentrasi di dalam air maka tingkat salinitas dan kepekatan osmolar larutan semakin tinggi sehingga tekanan osmotik media makin besar.

(22)

cairan didalam tubuh dengan air sebagai media hidupnya. Pengaturan osmotik ini dilakukan dengan mekanisme osmoregulasi (Affandi dan Tang 2002).

Menurut Marshall dan Grosell (2006) berdasarkan mekanisme osmoregulasinya organisme akuatik terbagi atas tiga golongan :

1. Osmoconformer : adalah organisme akuatik yang tidak mempunyai kemampuan mengatur garam serta osmolaritas cairan internalnya dimana osmolaritas cairan tubuh selalu berubah mengikuti kondisi osmolaritas medianya.

2. Hypo-Osmoregulator : adalah organisme akuatik yang mempunyai kemampuan mengatur keseimbangan osmotik antara cairan intrasel yang lebih rendah daripada cairan ekstraselnya. Hypo-Osmoregulator umum terjadi pada ikan teleostei air laut.

3. Hyper-Osmoregulator : adalah organisme akuatik yang mempunyai kemampuan mengatur keseimbangan osmotik antara cairan intrasel yang lebih tinggi daripada cairan ekstraselnya. Hyper-Osmoregulator umum terjadi pada ikan teleostei air tawar

Menurut Shepherd dan Bromage (1992) ikan teleost air tawar mempunyai konsentrasi osmotik cairan tubuh sekitar 300-400 mOsm/kg atau setara dengan salinitas 11 ppt. Konsentrasi ini lebih tinggi dari lingkungan eksternal yang umumnya kurang lebih mempunyai konsentrasi sekitar 5 mOsm/kg. Pada kondisi tresebut ion-ion cenderung keluar dari dalam tubuh secara difusi dan cairan internal akan kekurangan ion karena proses eksresi. Air dari media/lingkungan hidup mempunyai kecenderungan untuk menembus masuk ke dalam bagian tubuh ikan yang mempunyai dinding tipis seperti permukaan insang, usus dan kulit. Kelebihan air ini akan diekresikan melalui ginjal sebagai urin yang sangat encer. Pengaturan ionik dan osmotik pada ikan teleost air tawar diatur oleh organ insang, ginjal dan usus (Alvarelloset al. 2003).

(23)

pertumbuhan pada salinitas 15 ppt tetapi pada beberapa jenis ikan air tawar lainnya pada salinitas 15 ppt dapat menyebabkan kematian.

Salinitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan (Kinne dalam Holliday 1969). Pengaruh langsung salinitas adalah efek osmotiknya terhadap osmoregulasi, kemampuan digesti dan absorpsi nutrien.

Berdasarkan penelitian beberapa spesies ikan air tawar mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap salinitas dan dapat dibudidayakan di air tawar, payau bahkan di air laut. Menurut Pirzan dan Tahe (1995) ikan nila (Oreochromis niloticus) bertahan hidup hingga salinitas 30 ppt namun pertumbuhan ikan nila terbaik tercatat pada salinitas 20 ppt. Bahkan ikan nila juga terbukti bertahan hidup hingga 40 ppt selama 55 hari dalam kondisi kronik dan dalam kondisi akut hanya bertahan 7 hari dengan salinitas 20 ppt (Schofield et al. 2007). Ikan nila dikategorikan ke dalam organisme akuatik eurihaline yaitu mampu bertahan pada perubahan konsentrasi salinitas yang tinggi (Mege 1993).

Ikan mas mampu bertahan hidup hingga salinitas 10 – 11 ppt namun pertumbuhan optimum dicapai pada salinitas 5 ppt (Huet 1994). Hal serupa juga terjadi pada African Catfish (Clarias gariepinus). Ikan ini mempunyai toleransi terhadap salinitas hingga 15 ppt. Pada salinitas 0 - 2 ppt merupakan salinitas optimum bagi perkembangan telur dan larva African catfish. Peningkatan salinitas akan menghambat penetasan dan perkembangan telur dan larva yang ditandai dengan meningkatnya kelainan bentuk pada larva. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ikan mas dan African Catfish adalah organisme akuatik stenohaline (Borode et al. 2002). Organisme stenohaline hanya mampu bertahan hidup pada lingkungan air tawar hingga salinitas media mencapai sepertiga air laut atau setara dengan 0.625 Osm/kg (Marshall dan Grosell 2006).

(24)

mempertahankan tekanan osmotik akan berdampak pada kerusakan jaringan, konsumsi pakan, pertumbuhan bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Patologi Ikan Mas

Salinitas air sangat menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh dan mempengaruhi penurunan pada metabolisme, tingkah laku, pertumbuhan dan kemampuan bereproduksi. Menurut Hoole et al. (2001) gangguan terhadap proses osmoregulasi dapat mengakibatkan dropsy(akumulasi cairan didalam abdomen) yang disebabkan karena akumulasi cairan dalam otot yang terbendung.

Perubahan pada komposisi cairan tubuh bisa juga disebabkan karena pengaruh lingkungan seperti perubahan salinitas, temperatur, kandungan oksigen dan karbondioksida dalam air serta keberadaan dari polutan. Salinitas juga dapat mengakibatkan stress pada ikan mas sehingga dalam kondisi tersebut sekresi mukus akan meningkat (Eddy dan Penrice 1998).

Stress didefenisikan sebagai suatu tahapan perubahan fisiologi yang disebabkan karena lingkungan atau faktor lainnya yang melebihi batas normal sehingga mempengaruhi proses adaptasi dan fungsi normalnya (Robert 1978). Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai tanggapan (reaksi) terhadap stress lingkungan (General Adaptation Syndrom = GAS) meliputi : (1) Reaksi permulaan (alarm reaction), (2) Masa bertahan (stage of resistance) dimana hewan berusaha menyesuaikan diri untuk tetap mempertahankan keseimbangan fisiologis (homeostasis) didalam keadaan lingkungan yang berubah-ubah, (3) Masa kehabisan daya (exhaustion) dimana usaha-usaha adaptasi terhenti dan homeostasis tidak tercapai.

Respon ikan dalam kondisistresssecara umum menurut Iwamaet al.(2006) terbagi atas tiga tahapan yaitu (1) Respon primer berupa gelisah dan perubahan hormonal antara lain berupa peningkatan kortikosteroid dan katekholamin (2) Respon sekunder antara lain perubahan metabolik, gangguan osmoregulasi, perubahan gambaran darah dan fungsi imun (3) Respon tersier yang terlihat pada kematian individu dan dan berkurangnya populasi.

(25)

jangka waktu yang lama akan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan immunosupresi (Bonga dan Lock 1992). Hal yang paling mudah terlihat adalah menurunnya nafsu makan dan konsumsi pakan. Menurut Liebert dan Schrect (2006) dalam percobaannya pada juvenile ikan Steelhead Trout (Onchorhynchus mykiss) yang dipindahkan dari lingkungan air tawar ke lingkungan air laut menunjukkan bahwastresstidak secara signifikan menurunkan nafsu makan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh stadia ikan dan waktu yang diperlukan untuk proses homeostasis.

Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi yaitu insang, ginjal, dan usus (Alvarelloset al. 2003). Sedangkan menurut Affandi dan Tang (2002) selain organ insang, ginjal dan usus, organ kulit juga berperan dalam proses tersebut.

Pada hewan darat sebagai pengganti paru-paru, ikan dilengkapi dengan organ insang. Luas permukaan dari insang dapat menyerupai luas dari total permukaan kulit bahkan pada sebagian besar spesies ikan mempunyai luas permukaan epitel yang jauh melebihi kulit sehingga insang merupakan organ penting yang berperan dalam menjaga homeostasi (Nabib dan Pasaribu 1989).

Menurut Evans (1987) insang merupakan tempat utama dalam proses pertukaran gas (respirasi), pengaturan ionik (ion transport), pengaturan keseimbangan asam basa dan pengeluaran produk buangan seperti ammonia. Sebagai tambahan, insang juga merupakan tempat pengambilan, biotransformasi dan ekresi dari bahan-bahan toksik.

Pada insang terdapat sel klorida yang melakukan transpor aktif kelebihan anion monovalen Na+ dan Cl- melawan gradien konsentrasi kembali ke media/lingkungan. Sumber utama energi untuk transpor aktif disediakan oleh mitokondria yang berhubungan dengan Na+ - K+ ATP yang terletak disepanjang basolateral dan pada sistem mikrotubular sel klorid yang secara ektensif dan aktif melakukan transpor Na+keluar sel untuk bertukar dengan K+ke dalam sel (Moyle dan Cech 2004)

(26)

lemah. Adanya faktor penekan (stressor) akan secara langsung mempengaruhi homeostasis ion yang juga berpengaruh terhadap proses osmoregulasi. Jika stressorini bersifat kronik, akan memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan dan reproduksi (Eddy 1981dalam Bonga dan Lock 1992). Munculnya kelainan atau kerusakan pada insang secara makroskopis ataupun mikroskopis bisa digunakan sebagaibiomarkerataupun tanda peringatan terhadap tingkat kesehatan ikan (Camargo dan Martinez 2007).

Beberapa informasi tentang perubahan patologi (histopatologi) telah banyak dilakukan dan salah satunya adalah kajian tentang perubahan patologi karena stress lingkungan. Menurut Bonga dan Lock (1992) perubahan struktur pada insang yang disebabkan karena stress lingkungan diantaranya : terangkatnya sel epitel (epithelium lifting), nekrosis pada sel penyangga dan sel klorid, epitel yang menggembung (epithelial swelling) yang disebabkan karena meningkatnya jarak interseluler, luruhnya sel epitel (epithelium rupture), dan lamela yang bergabung (lamella fusion). Kerusakan ini biasanya disertai juga dengan adanya hiperplasia, hipertropi serta infiltrasi sel leukosit padabranchial epitelium.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Heat (1987) bahwa beberapa bahan toksik dapat mengakibatkan perubahan pada struktur insang termasuk bahan-bahan kimiawi yang bersifat stressor. Lesio yang biasa ditemukan diantaranya adalah nekrosis, hiperplasia, inflamasi, terangkatnya sel epitel (epithelial lifting), sel yang menggembung (cell swelling) dan hipersekresi mukus.

Menurut Thophonet al.(2003) salah satu organ target yang juga mengalami perubahan karena stressor lingkungan adalah ginjal. Ginjal ikan merupakan organ yang sangat vital dan berperan dalam mempertahankan homeostasi. Fungsi ginjal tidak hanya sebagai erythophoieses, tempat ekresi tetapi juga berfungsi dalam proses penyaringan yang membantu dalam menyeimbangan volume dan pH darah dengan cairan tubuh (Mohamed 2009).

(27)

yang disebut dengan nephron yang terdiri dari badan malphigi dan tubuli ginjal (Takashima dan Hibiya 1995).

Badan malpigi terdiri dari glomerulus dan kapsul bowman yang keduanya berfungsi untuk menyaring buangan metabolik dalam darah. Cairan eksretori ini akan masuk ke dalam tubuli ginjal sedangkan beberapa mineral, glukosa dan cairan lainnya akan diserap kembali. Jumlah glomerulus ginjal ikan air tawar lebih banyak dan diameternya lebih besar daripada ikan air laut. Hal ini terkait dengan fungsinya untuk lebih dapat menahan garam tubuh agar tidak keluar serta mengeluarkan/memompa air keluar dengan mengeluarkan air seni yang encer sebanyak-banyaknya (Affandi dan Tang 2002).

Perubahan patologi organ ginjal pada ikan yang terpapar oleh stressor lingkungan diantaranya adalah adanya degenerasi di daerah tubul (cloudy swelling danhyaline droplet) serta perubahan didaerahcorpuscleseperti dilatasi kapiler di glomerulus dan atropi kapsul bowman (Camargo dan Martinez 2007). Perubahan degeneratif yang parah menuju nekrotik juga di temukan di renal tubul, pendarahan diantara renal tubul, edema di kapsul bowman, dan atropi glomerulus. Menurut Camargo dan Martinez (2007) perubahan histopatologi yang terjadi di ginjal sama seperti di insang tidak bisa di khususkan terhadap bahan stressor tertentu namun perubahan yang terjadi adalah perubahan yang umum ditemukan untuk semua kasusstresslingkungan.

Perubahan lingkungan juga memicu terjadinya perubahan patologi di organ usus dan insang (Mohamed 2009). Usus ikan adalah organ yang dimulai dari stomachhingga ke anus yang terdiri atas bagian duodenum, anterior, posterior dan rektum. Panjang usus bervariasi tergantung dari spesies dan kebiasaan makan. Namun secara umum usus ikan mempunyai bentuk yang sederhana berbentuk sigmoid atau coiled dan mengikuti bentuk dari rongga perut (Robert 1978). Lapisan terdalam dari segmen usus adalah lapisan mukosa yang mempunyai tonjolan-tonjolan (villi) dan tersusun oleh selapis sel epitel. Bentuk sel yang umum ditemukan pada epitel usus adalah enterosit yang mempunyai mikrovilli yang berperan dalam penyerapan makanan (Affandi dan Tang 2002).

(28)

merupakan salah satu organ tempat masuknya air dari media eksternal karena bagian tubuh tersebut cenderung tipis sehingga menungkinkan air keluar masuk untuk mempertahankan keseimbangan cairan (Holliday 1969).

(29)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yang dilakukan pada periode yang berbeda. Tahap pertama telah dilakukan pada bulan Mei sampai September 2008 yang meliputi kegiatan persiapan hewan uji dan pemeliharaan hewan uji. Tahap ini dilakukan di Laboratorium Basah Aquatic Health Center, PT. Central Proteina Prima Jakarta. Tahap kedua dimulai dari bulan Agustus 2009 hingga April 2010 yang meliputi kegiatan pembuatan preparat histopatologi yang dilakukan di Laboratorium Histologi Aquatic Health Center, PT Central Proteina Prima Jakarta. Pengamatan hasil histopatologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Teknologi Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta di Laboratorium Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu berukuran + 17 gram sebanyak 500 ekor yang diperoleh dari daerah Pabuaran Subang, Jawa Barat. Sebagai media penelitian digunakan air laut dan air tawar yang keduanya dicampur untuk mendapatkan salinitas yang diinginkan. Alat yang digunakan meliputi : akuarium berukuran 60 x 30 x 40 cm beserta peralatannya (Filter, Aerator dan Heater), alat pembuatan preparat histopatologi (Tissue Processor Citadel 2000 , Parafin Embedding Console Sandon Histocentre 3, Sliding Mikrotome dan Inkubator), mikroskop, Hand Refraktometer, Water Quality Test Kit Merck (Ammonia dan Nitrit), serta DO (DissolvedOxygen) Meter.

Metode Penelitian

Perlakuan Hewan Uji

(30)

pakan jenis 888-2 produksi PT. Central Pangan Pertiwi dengan kadar protein 28

–30 % .

Ikan uji yang telah diaklimatisasi kemudian dimasukkan kedalam wadah penelitian (akuarium berukuran 60 x 30 x 40 cm) sesuai perlakuan dengan kepadatan 20 ekor setiap wadah. Sebelum dimasukkan kedalam wadah tersebut dilakukan penimbangan biomassa ikan.

Kisaran salinitas yang diujikan adalah sebagai berikut : 1. Salinitas 0 ppt (sebagai kontrol)

2. Salinitas 2 ppt 3. Salinitas 4 ppt 4. Salinitas 6 ppt 5. Salinitas 8 ppt 6. Salinitas 10 ppt 7. Salinitas 12 ppt

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 7 perlakuan dan 3 ulangan.

Pemeliharaan Ikan mas pada penelitian ini berlangsung selama 56 hari dan selama pemeliharaan ikan diberi pakan jenis yang sama dengan masa aklimatisasi. Pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari yaitu pukul 08 : 00 pagi dan pukul 16 : 00 sore secara ad libitum (sampai kenyang). Pembersihan kotoran (siphon) dan ganti air dilakukan satu kali sehari setiap pukul 08 : 00 pagi.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap kualitas air, tingkat konsumsi pakan, bobot tubuh ikan, dan mortalitas. Kemudian dilakukan juga pengamatan terhadap gejala klinis serta pengambilan sampel untuk analisa patologi (patologi anatomi dan histopatologi) yang diambil pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-14, ke-21, ke-35 dan hari ke-56 penelitian.

Pembuatan Media Uji

(31)

Pemeriksaan Patologi Anatomi

Sampel untuk patologi anatomi diperoleh dengan cara ikan dinekropsi dengan membuat sayatan dari bagian anal hingga bagian posterior insang. Pada saat nekropsi semua kelainan diamati dan dicatat. Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan secara makroskopis dengan menentukan derajat kerusakannya. Kemudian sebagian dari organ insang, ginjal, dan usus dimasukan kedalam larutan Normal Buffer Formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologi (Noga 1996).

Pembuatan Sediaan Histologi

Proses pembuatan Blok Parafin dan Pemotongan Preparat

Jaringan insang, ginjal , dan usus dimasukkan ke dalam tissue cassette untuk proses dehidrasi. Sampel jaringan direndam secara berurutan di dalam larutan alkohol 70%, dan 90% masing-masing selama 1 jam pada suhu kamar, diikuti dengan perendaman dalam larutan alkohol 96% (1, 2) , larutan etanol reins (1,2) dan alkohol 100% (1, 2), masing-masing selama 1 jam. Proses penjernihan (clearing) dilakukan dengan larutan silol (1, 2) masing-masing selama 30 menit. Ulangan 3 kali, Dipelihara selama 56 hari

(32)

Selanjutnya dilakukan proses infiltrasi larutan paraffin dengan dua kali pemindahan masing-masing selama 90 menit pada suhu 670C. Proses selanjutnya adalah pembuatan blok paraffin (embedding) dengan cara merendam jaringan ke dalam paraffin cair dan didinginkan dalam suhu kamar.

Blok paraffin insang, ginjal dan usus dipotong dengan menggunakansliding microtome dengan ketebalan 4 µm. Sayatan jaringan yang diperoleh diletakkan pada gelas objek yang sebelumnya telah dilapisi dengan larutan Egg Meyer, kemudian diletakkan di atas hot-plate dengan suhu 37 0C. Setelah kering, gelas objek diinkubasi pada suhu 370C selama satu malam.

Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)

Sayatan jaringan insang, ginjal, dan usus pada gelas objek selanjutnya dideparafinisasi dan rehidrasi. Setelah kedua tahap tersebut, dilakukan proses pewarnaan dengan pewarna Hematoksilin dan Eosin (HE) (Humason 1972).

Preparat yang telah diwarnai diamati di bawah mikroskop cahaya. Metode pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah skoring lesio perubahan jaringan pada insang, ginjal, dan usus.

Parameter Yang Di Ukur

A. Parameter kualitas air yang meliputi suhu, pH, oksigen terlarut, total ammonia nitrogen dan nitrit.

B. Parameter produksi yang meliputi : 1. Tingkat konsumsi pakan

Tingkat konsumsi pakan ikan mas dapat diketahui dengan cara menghitung (menimbang) jumlah pakan yang dimakan oleh ikan uji setiap hari selama penelitian (Syakirin 1999)

2. Pertumbuhan mutlak

Pertumbuhan biomassa mutlak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Wheterley 1972dalamSyakirin 1999) :

B = Wt - W0

Dengan : B = Pertumbuhan bobot bimassa mutlak (g) Wt = Biomassa ikan uji pada waktu t (g)

(33)

3. Laju pertumbuhan harian

Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (NRC 1977dalamSyakirin 1999) :

α = (t

¯ Wt _ 1) x 100% ¯ Wo

Dengan : α = Laju pertumbuhan harian (%)

¯ Wt = Rata–rata biomassa ikan pada waktu t (g)

¯ Wo = Rata–rata biomassa ikan pada awal percobaan (g)

4. Persentase tingkat mortalitas yang dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Effendie 1979) :

M = No - Nt x 100% No

Dengan M : Mortalitas (%)

Nt : Jumlah ikan pada waktu t (ekor)

No: Jumlah ikan pada awal percobaan (ekor)

C. Parameter patologi yang meliputi :

1. Pengamatan gejala klinis yang meliputi aktifitas makan, gerakan operkulum dan gerakan berenang

2. Gambaran patologi anatomi yang meliputi perubahan makroskopis organ insang, ginjal dan usus ikan mas

(34)

Tabel 1 Nilai skor lesio histopatologi organ

(35)

Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya ikan. Data kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter kualitas air yang terukur pada media penelitian selama 56 hari

Perlakuan Parameter kualitas air 10 ppt 8,1–8,2 7,11 - 7,25 27,0 -27,2 0,037-0,192 0,003-0,006 12 ppt 8,1–8,2 7,01 - 7,16 26,9 - 27,2 0,094-0,165 0,002-0,043

Tingkat Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi pakan ikan mas pada setiap perlakuan dan ulangan di sajikan pada Lampiran 1. Rata–rata tingkat konsumsi pakan ikan mas untuk tiap perlakuan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata–rata tingkat konsumsi pakan ikan mas (g) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian

(36)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi pakan ikan mas semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi salinitas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsumsi pakan. Hasil analisis lanjut Duncan menunjukkan bahwa semua perlakuan salinitas menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05) dengan kontrol. Hanya pada konsentrasi salinitas 6 ppt hingga 10 ppt menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) satu sama lain.

Pola respon tingkat konsumsi pakan ikan mas terhadap perlakuan salinitas menunjukkan pola linear (Gambar 1) yaitu : Y =– 73,408X + 1132 , dengan Y adalah tingkat konsumsi pakan (g) dan X adalah salinitas.

Gambar 1 Kurva respon tingkat konsumsi pakan (g) ikan mas terhadap tingkat salinitas.

Pertumbuhan Mutlak

(37)

Tabel 4 Rata – rata pertumbuhan mutlak ikan mas (g) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian

Perlakuan

Rata-rata pertumbuhan mutlak (g)

Awal Akhir

0 ppt (kontrol) 0 22,93a

2 ppt 0 21,08a

4 ppt 0 17,09b

6 ppt 0 13,93c

8 ppt 0 10,57d

10 ppt 0 6,94e

12 ppt 0

-Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Uji Duncan)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan mutlak ikan mas semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi salinitas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan mutlak. Hasil analisis lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan salinitas 2 ppt mempunyai pengaruh yang tidak berbeda nyata (P < 0,05) sedangkan perlakuan diatas 2 ppt satu sama lain memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan.

(38)

Gambar 2 Kurva respon pertumbuhan mutlak (g) ikan mas terhadap tingkat salinitas.

Laju Pertumbuhan Harian

Rata – rata laju pertumbuhan harian ikan mas pada setiap perlakuan dan ulangan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata – rata laju pertumbuhan harian ikan mas (%) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian

Perlakuan

Rata-rata pertumbuhan harian (%)

Awal Akhir

0 ppt (kontrol) 0 1,52a

2 ppt 0 1,46b

4 ppt 0 1,28c

6 ppt 0 1,06d

8 ppt 0 0,89e

10 ppt 0 0,59f

12 ppt 0

(39)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan harian ikan mas semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi salinitas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan harian. Namun hasil analisis lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dengan semua perlakuan salinitas menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P < 0,05) terhadap laju pertumbuhan harian.

Pola respon pertumbuhan mutlak ikan mas terhadap perlakuan salinitas menunjukkan pola linear (Gambar 3) yaitu : Y = –0,094X + 1,6033 , dengan Y adalah laju pertumbuhan harian (%) dan X adalah salinitas.

(40)

Gejala Klinis

Pengaruh salinitas terhadap gejala klinis ikan mas pada setiap perlakuan di sajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Gejala klinis ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari

1 3 7 14 35 56

Aktifitas Makan Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Gerakan Operkulum Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Gerakan Berenang Normal Normal Normal Normal Normal Normal Aktifitas Makan Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Gerakan Operkulum Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Gerakan Berenang Normal Normal Normal Normal Normal Normal Aktifitas Makan Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Gerakan Operkulum Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Gerakan Berenang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Aktifitas Makan Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Gerakan Operkulum Kadang-Gerakan Berenang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Aktifitas Makan Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Gerakan Operkulum Agak cepat Agak cepat Agak cepat Agak cepat Agak cepat Agak cepat

Gerakan Berenang Aktifitas Makan Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Gerakan Operkulum Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat

Gerakan Berenang Aktifitas Makan Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Tidak diamati Gerakan Operkulum Cepat Cepat Cepat Cepat Cepat Tidak diamati

Gerakan Berenang

(41)

Mortalitas

Mortalitas ikan mas pada setiap perlakuan dan ulangan di sajikan pada Lampiran 2. Data rata – rata persentase mortalitas ikan mas selama penelitian untuk tiap perlakuan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata– rata mortalitas ikan mas (%) yang dipelihara di media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian

Perlakuan

Rata-rata mortalitas (%)

Awal Akhir

0 ppt (kontrol) 0 0a

2 ppt 0 0a

4 ppt 0 0a

6 ppt 0 11,7a

8 ppt 0 18,3a

10 ppt 0 23,3a

12 ppt 0 100b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Uji Duncan)

(42)

Perubahan Makroskopis (Patologi Anatomi)

Perubahan patologi anatomi ikan mas secara deskriptif dituangkan pada Tabel 8. Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, warna, ukuran dan konsistensi organ insang, ginjal dan usus ikan mas. Penilaian lesio organ yang memperlihatkan perubahan patologi anatomi dilakukan dengan membandingkan organ ikan mas pada perlakuan kontrol dengan organ ikan mas uji.

Tabel 8 Perubahan makroskopis (patologi anatomi) ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari

1 3 7 14 35 56

Insang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Ginjal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Usus Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Insang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Ginjal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Usus Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Insang Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Ginjal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Usus Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Insang Normal Normal Pucat Pucat Pucat Pucat

Ginjal Normal Normal Pucat Pucat Pucat Pucat

Usus Normal Normal Normal Normal Berair Berair

Insang Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat

Ginjal Pucat Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak

Usus Berair Berair Berair Berair Berair Berair

Insang Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat

Ginjal Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak

Usus Berair Berair Berair Berair Berair Berair

Insang Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat Pucat

Ginjal Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak Pucat, bengkak

Usus Berair Berair Berair Berair Berair Berair

Waktu Pe ngamatan (Hari)

Hasil pengamatan pada pengujian ini menunjukkan bahwa organ insang, ginjal, dan usus pada salinitas 2 ppt dan 4 ppt terlihat normal sebagaimana pada ikan kontrol. Pada salinitas 6 ppt hingga 12 ppt pengamatan patologi anatomi memperlihatkan lesio dengan derajat kerusakan bervariasi berupa pucat, bengkak, berlendir, berair dan lembek.

Perubahan Mikroskopis (Histopatologi)

(43)

Tabel 9 Perubahan mikroskopis (histopatologi) ikan mas yang dipelihara pada media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari

Organ Perubahan Mikroskopis (Histopatologi)

Insang Hiperplasia, deskuamasi, kongesti, peradangan, perdarahan dan nekrotik

Ginjal Edema, kongesti, vakuolisasi, MMC dan nekrotik

Usus Hiperplasia, edema dan kongesti

Agar pengamatan histopatologi tersebut dapat dikuantitatifkan maka setiap perubahan pada organ insang, ginjal, dan usus diberi nilai skoring masing-masing.

Tabel 10 Hasil skoring rata-rata perubahan mikroskopis (histopatologi) insang ikan mas yang dipelihara pada media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari

Perlakuan

Pengamatan hari

ke-0 1 3 7 14 21 35 56

0 ppt

(Kontrol) 0 0 0 0 0 0 0 0

2 ppt 0 1 1 2 2 2 2 2

4 ppt 0 2 2 2 2 2 2,3 2,7

6 ppt 0 2,3 2,3 3 3 3 3,3 3,3

8 ppt 0 3 3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3

10 ppt 0 3 3 3,3 3,3 3,3 3,3 3,3

12 ppt 0 3 3 3,3 3,7 3,7 4

-Keterangan : 0 (tidak ada perubahan jaringan), 1 (adanya hiperplasia dan pembendungan dengan derajat ringan), 2 (adanya pembendungan, peradangan dan perdarahan dengan derajat ringan), 3 (adanya pembendungan, peradangan, perdarahan, dan nekrosa dengan derajat sedang), 4 (adanya pembendungan, peradangan, perdarahan, dan nekrosa dengan derajat berat).

(44)

kerusakan di organ insang kecuali di hari ke-56. Gambaran histopatologi organ insang karena pengaruh salinitas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4 Gambaran histologi insang normal ikan mas kontrol dengan lamela sekunder (LS) dan lamela primer (LP). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 55 µm.

Gambar 5 Gambaran histopatologi insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt di hari ke-56 pengamatan menunjukkan perubahan hiperplasia (H), deskuamasi (D). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 109 µm.

LS

LP

55 µm

D

H

(45)

Gambar 6 Gambaran histopatologi insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 2 ppt di hari ke-56 pengamatan menunjukkan perubahan kongesti (K). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 28 µm.

Gambar 7 Gambaran histopatologi insang ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt di hari ke-35 pengamatan menunjukkan perubahan nekrotik (N). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 55 µm.

K

28 µm

N

N

(46)

Tabel 11 Hasil skoring rata – rata perubahan mikroskopis (histopatologi) ginjal ikan mas yang dipelihara pada media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari

Perlakuan

Pengamatan hari

ke-0 1 3 7 14 21 35 56

0 ppt

(Kontrol) 0 0 0 0 0 0 0 0

2 ppt 0 1 1 1 1 1,3 1,3 1,3

4 ppt 0 1 1 1 1 1,3 1,3 1,3

6 ppt 0 1 1 1,3 1,7 2 2 2,3

8 ppt 0 1 1,3 1,7 1,7 1,7 2,3 2,3

10 ppt 0 1,3 2 2 2,3 2,3 2,7 2,7

12 ppt 0 1,3 2,5 2,3 2,7 3 3

-Keterangan : 0 (tidak ada perubahan jaringan), 1 (adanya pembendungan sel dengan derajat ringan), 2 (adanya pembendungan dan peradangan dengan derajat ringan), 3 (adanya pembendungan, peradangan, dan degenerasi dengan derajat sedang), 4 (adanya pembendungan, peradangan, dan nekrosa dengan derajat berat)

(47)

Gambar 8 Gambaran histologi ginjal normal ikan mas kontrol terdiri dari struktur glomerulus (G), tubulus (T) serta jaringan interenal yang terdiri dari sel– sel hematopoiesis. Ditemukan juga bentukan melanomacrophage center (MMC). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 109 µm.

Gambar 9 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan perubahan edema (E). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 55 µm.

G

G

T

T

MMC

109 µm

E

(48)

Gambar 10 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan perubahan kongesti (K). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 109 µm.

Gambar 11 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan perubahan vakuolisasi tubulus (V). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 28 µm.

MMC

K K

109 µm

V V

(49)

Gambar 12 Gambaran histopatologi ginjal ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-14 pengamatan menunjukkan perubahan nekrotik tubulus (N). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 28 µm.

Tabel 12 Hasil skoring rata – rata perubahan mikroskopis (histopatologi) usus ikan mas yang dipelihara pada media salinitas 2 ppt hingga 12 ppt selama 56 hari

Perlakuan

Pengamatan hari

ke-0 1 3 7 14 21 35 56

0 ppt

(Kontrol) 0 0 0 0 0 0 0 0

2 ppt 0 1 1 1 2 2 2 2,7

4 ppt 0 1 1,7 1,5 2,3 2,3 2,3 2,7

6 ppt 0 1,7 1,7 1,7 2 2,3 2,3 2,7

8 ppt 0 2 2 2 2,3 2,7 2,7 3

10 ppt 0 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7 3 3

12 ppt 0 2,7 3 3 3 3 3

-Keterangan : 0 (tidak ada perubahan jaringan), 1 (adanya hiperplasia sel dan pembendungan dengan derajat ringan), 2 (adanya hiperplasia dan pembendungan dengan derajat sedang), 3 (adanya hiperplasia sel dan pembendungan dengan derajat berat)

N

(50)

Hasil analisis Kruskal Wallis terhadap skoring usus, berdasarkan pengaruh konsentrasi salinitas menunjukkan bahwa pada hari 1 hingga hari ke 7 semua perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata (P < 0,05) namun setelah itu dari hari ke-14 hingga ke-56 semua perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke 14 hingga akhir pengamatan pengaruh konsentrasi salinitas memberikan pengaruh terhadap organ usus dengan derajat kerusakan yang cenderung identik atau sama. Gambaran histopatologi organ usus karena pengaruh salinitas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 13 Gambaran histologi usus normal ikan mas kontrol terdiri dari lapisan lamina propia (LP), lapisan mukosa (MC), lapisan submucularis (SM) dan villi (V). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 55 µm.

MC

SM

V

(51)

Gambar 14 Gambaran histopatologi usus ikan mas yang dipelihara pada salinitas 12 ppt hari ke-21 pengamatan menunjukkan perubahan kongesti (K) dan edema (E). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 28 µm.

Gambar 15 Gambaran histopatologi usus ikan mas yang dipelihara pada salinitas 6 ppt hari ke-7 pengamatan menunjukkan perubahan hiperplasia sel mukus (H). Pewarnaan Haematoxylene Eosin. Skala 28 µm.

K

E

28 µm

H

H

(52)

PEMBAHASAN

Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi proses fisiologis ikan termasuk didalamnya proses metabolisme dan osmoregulasi (Fitrani 2009). Selama penelitian secara umum nilai parameter kualitas air selain salinitas berada pada kisaran normal yang masih bisa di tolerir oleh ikan mas. Pada suhu 200C - 280C dan kadar oksigen > 4 mg/L merupakan kondisi optimum bagi pertumbuhan ikan mas. Menurut Hoole et al. (2001) parameter kualitas air yang masih bisa ditolerir oleh ikan mas diantaranya nilai kisaran pH antara 6-9, total ammonia nitrogen < 0,2 mg/L dan nilai nitrite < 0,03 mg/L. Berdasarkan data tersebut diatas maka diharapkan tidak ada pengaruh parameter kualitas air lain selain perlakuan salinitas yang akan mempengaruhi ikan uji. Kinne (1964) menyatakan bahwa salinitas berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup, metabolisme, konsumsi pakan, pertumbuhan dan distribusi ikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi pakan, pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian ikan mas semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi salinitas (Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5). Dari data tersebut terlihat bahwa tingkat konsumsi pakan, pertumbuhan mutlak, dan laju pertumbuhan harian tertinggi didapatkan pada salinitas 0 ppt (kontrol) dan terendah pada 12 ppt. Hal ini hampir sama dengan temuan yang ditemukan pada ikan Grass Carp (Ctenopharyngodon idella) yang dipelihara pada salinitas 3 ppt hingga 9 ppt yang cenderung mengalami penurunan pertumbuhan seiring dengan meningkatnya salinitas (Maceina dan Shireman 1980).

(53)

Dugaan tersebut didukung oleh pendapat Boeck et al. (2000) yang menyatakan bahwa paparan salinitas terhadap ikan mas akan mengurangi konsumsi pakan sebesar 70% dan mempengaruhi pertumbuhan serta daya hidup. Meskipun konsumsi pakan menurun dan pertumbuhan terhambat namun konsumsi oksigen tidak menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa ada proses realokasi energi untuk tumbuh ke proses fisiologis lainnya. Ini menunjukkan bahwa energi tersebut digunakan ikan mas untuk proses penyeimbangan tekanan osmotik tubuh dengan medianya melalui mekanisme osmoregulasi daripada digunakan untuk pertumbuhan.

Pertumbuhan berkaitan erat dengan konsumsi pakan. Pakan merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi kecepatan metabolisme (Usman 1993). Jika konsumsi pakan tinggi maka tubuh mempunyai pasokan energi yang banyak untuk kebutuhan hidup. Energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk berbagai proses biologi. Ketika sumbernya berlebih energi yang masih ada digunakan untuk pertumbuhan somatik dan pertumbuhan gonadik (reproduksi). Energi berlebih juga digunakan untuk meresponstressorlingkungan (Lawrenceet al.2003).

Berdasarkan hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat konsumsi pakan dan pertumbuhan (pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan harian). Hasil analisis lanjut Duncan terhadap tingkat konsumsi pakan menunjukkan bahwa perlakuan salinitas 2 ppt hingga 4 ppt menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (P < 0,05). Hanya pada konsentrasi salinitas 6 ppt hingga 10 ppt menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) satu sama lain.

(54)

kondisi plasma, maka energi yang dibutuhkan untuk proses osmoregulasi akan cukup kecil dan akan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan.

Hasil ini sedikit berbeda dengan pernyataan Huet (1994) yang menyatakan bahwa ikan mas mampu hidup hingga salinitas 10 –11 ppt dengan pertumbuhan optimum dicapai pada salinitas 5 ppt. Menurut Lotan (1960) dalam Mahmudi (1991) ikan mas (Cyprinus carpio) dapat hidup, tumbuh dan berbiak pada salinitas 3,7 ppt. Demikian juga yang diungkapkan Saputraet al.(2001) ikan mas yang dipelihara pada tambak bersalinitas (1–5 ppt) menunjukkan korelasi positif terhadap pertambahan berat dan panjang. Hal senada juga terlihat pada ikan jambal siam (Pangasius sutchi) yang menurut Usman (1993), pada kisaran salinitas 1 – 3 ppt diperoleh laju pertumbuhan harian tertinggi walaupun hingga salinitas 7 ppt ikan ini masih mampu beradaptasi (Mahmudi 1991). Tetapi secara umum, kebanyakan ikan air tawar mengalami penurunan pertumbuhan pada salinitas 15 ppt. Perbedaan toleransi terhadap salinitas ini diduga merupakan pengaruh dari variasi genetik (Usman 1993).

Salinitas dapat mempengaruhi aspek biologi suatu organisme. Ikan akan mempertahankan perubahan-perubahan osmoralitas cairan tubuh dan osmolaritas media melalui proses osmoregulasi yang membutuhkan energi besar. Pada penelitian ini tingkat keberhasilan dari proses osmoregulasi secara tidak langsung terlihat dari tingkat konsumsi pakan, pertumbuhan, mortalitas, dan gambaran patologi organ osmoregulator (insang, ginjal dan usus).

Secara umum mekanisme pada ikan air tawar, mempunyai kondisi lingkungan yang hipotonik dan cairan tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap media luar. Pada kondisi seperti ini, ion-ion cenderung keluar tubuh secara difusi dan cairan internal akan kekurangan ion karena ekskresi. Di lain pihak air dari media eksternal cenderung menembus masuk kedalam bagian tubuh yang berlapis tipis, antara lain insang, usus dan kulit (Holliday 1969).

(55)

ketidakseimbangan ionik ikan akan mengalami stress. Keadaan stress teramati pada gejala klinis ikan uji seperti yang terlihat pada Tabel 6.

Parameter yang diamati dari gejala klinis meliputi respon makan, gerakan berenang dan gerakan operkulum. Secara deskriftip dari data Tabel 6 terlihat bahwa pada salinitas 2 ppt hingga 4 ppt menunjukkan respon yang tidak berbeda dengan kontrol. Menurut Maryadi (2009) respon terhadap rangsangan, gerakan renang dan gerakan operkulum merupakan parameter terhadap tingkat kesehatan ikan. Aktifitas makan, gerakan operkulum dan gerakan renang semuanya menunjukkan respon yang sangat baik dan bisa dikatakan ikan mas dalam keadaan sehat. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas 2 ppt hingga 4 ppt tidak menimbulkan gangguan pada ikan uji.

Berbeda halnya dengan gejala klinis ikan mas pada salinitas 6 ppt hingga 12 ppt yang menunjukkan penurunan respon seiring dengan meningkatnya konsentrasi salinitas. Bahkan pada salinitas 12 ppt di hari 1 hingga hari ke 56 pengamatan menunjukkan ikan mas menunjukkan respon yang sangat kurang terhadap aktifitas makan. Penurunan nafsu makan ikan uji pada perlakuan 6 ppt hingga 12 ppt ini diduga disebabkan oleh stress yang dipicu oleh perlakuan salinitas yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh ikan uji. Semakin tinggi salinitas maka semakin besar tingkat stressyang ditimbulkan. Pengaruh stresspada ikan sangat dipengaruhi oleh tingkat keparahan stress, lamanya stress, dan status fisiologis ikan (Noga 1996).

Pengamatan terhadap gerakan operkulum ikan uji pada salinitas 6 ppt hingga 12 ppt menunjukkan gerakan yang lambat laun frekuensinya menjadi sangat cepat. Demikian juga dengan gerakan berenang ikan mas yang semakin melemah dengan meningkatnya konsentrasi kemudian disusul dengan hilang keseimbangan dan matinya ikan mas. Hal ini terlihat di salinitas 12 ppt yang menunjukkan kematian sebelum akhir pengujian.

(56)

ikan diam didasar dengan respirasi cepat dan pergerakannya yang semakin berkurang, (3) penurunan aktifitas dimana ikan mulai tidak berespon terhadap cahaya dan sentuhan dengan kondisi yang semakin lemah dari tahap sebelumnya, (4) hilangnya keseimbangan dimana sirip mulai lumpuh, kemampuan bergerak dan melihat hilang, serta hilangnya kesadaran, (5) kehilangan keseimbangan secara total yang dicirikan dengan gerakan ikan yang tiba-tiba berposisi secara diagonal dengan kepala mengarah kepermukaan, (6) fase kematian dimana ikan mati karena kelumpuhan organ pernafasan.

Pada kasus yang sangat parah dari ketidakseimbangan ionik selain mengakibatkan stress, dapat juga mengakibatkan mortalitas (Lawrence et al. 2003). Hal ini terlihat dari data mortalitas yang tersaji pada Tabel 7.

Pada Tabel 7 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi salinitas maka semakin rendah kelangsungan hidup dan semakin tinggi nilai mortalitas. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi 0 ppt, 2 ppt, 4 ppt, 6 ppt, 8 ppt dan 10 ppt memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) terhadap mortalitas ikan mas. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada konsentrasi 12 ppt yang menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini diduga bahwa salinitas 12 ppt merupakan batas toleransi dari ikan mas terlihat dari matinya ikan mas selama 56 hari sebesar 100%. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian (Schofield et al. 2006) yang menunjukkan bahwa kemampuan hidup dari ikan sejenis ikan mas yaitu goldfish yang dalam kondisi akut pada salinitas 5 –15 ppt mempunyai daya tahan hidup sebesar 70% selama 72 jam.

Dari data tingkat konsumsi pakan, pertumbuhan dan gejala klinis ikan mas terlihat bahwa pada perlakuan salinitas 2 ppt cenderung memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Noga (1996) yang menyatakan bahwa secara umum kebanyakan ikan air tawar masih mampu mentolerir salinitas hingga diatas 7 ppt tetapi akan berdampak pada tidak berjalannya proses tubuh dengan baik. Salinitas hingga 2 ppt dianggap aman untuk semua mayoritas ikan air tawar untuk bisa hidup, tumbuh dan berbiak.

(57)

diatas 4 ppt ikan mas menghadapi masalah osmoregulasi dan salinitas tersebut mendekati konsentrasi letal bagi ikan mas sehingga secara tidak langsung kelangsungan hidup ikan mas tergantung dari kemampuan osmoregulasinya. Peningkatan mortalitas karena pengaruh salinitas juga diduga karenastress yang disebabkan ketidakseimbangan ionik. Stress mengganggu mekanisme homeostasi pada ikan. Kemampuan ikan untuk melakukan proses homeostasi menurut Connel dan Miller (1995) sangat ditentukan oleh konsentrasi dan sifat toksik yang ditimbulkan, dimana semakin tinggi konsentrasi dan sifat toksik yang dimiliki maka kemampuan organisme melakukan perlawanan fisiologis akan semakin kecil.

Dugaan lain penyebab dari meningkatnya mortalitas adalah berkaitan dengan tingkat kerusakan jaringan yang ditimbulkan akibat peningkatan konsentrasi perlakuan sehingga ikan mas dengan dengan tingkat kerusakan jaringan paling tinggi pada akhirnya akan menyebabkan efek kematian yang lebih tinggi pula. Menurut Metcalfe (1998) respon toksik (mematikan) suatu bahan dapat terjadi melalui sifat kelarutannya dalam air atau melalui akumulasi pada jaringan sehingga pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan respon yang bersifat mematikan pada organisme.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa tingkat kerusakan jaringan paling tinggi terjadi di organ insang kemudian pada ginjal dan terakhir di usus dengan tingkat kerusakan yang paling rendah. Kerusakan pada organ insang memicu kematian individu karena insang merupakan organ vital yang berperan dalam proses respirasi. Pengaruh perlakuan salinitas yang bertingkat mengakibatkan kerusakan pada organ osmoregulator dengan derajat bervariasi. Semakin tinggi salinitas kerusakan jaringan pun semakin tinggi.

Gambar

Tabel 1 Nilai skor lesio histopatologi organ
Gambar 1 Kurva respon tingkat konsumsi pakan (g) ikan mas terhadap tingkat
Tabel 4 Rata – rata pertumbuhan mutlak ikan mas (g) yang dipelihara di mediasalinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian
Tabel 5Rata – rata laju pertumbuhan harian ikan mas (%) yang dipelihara dimedia salinitas 2 ppt hingga 12 ppt pada awal dan akhir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan media pembelajaran berupa seperangkat Kartu Domano yang valid, efektif, dan praktis untuk digunakan sebagai sarana latihan soal dalam

Diproduksi oleh: Junaidi ( http://junaidichaniago.wordpress.com )... Diproduksi oleh: Junaidi (

NAMA PAKET PENGADAAN KEGIATAN JENIS BELANJA. JENIS

3) Gerakan Kebangsaan Filipina; Gerakan rakyat Filipina digerakkan dan dikobarkan oleh Dr. Jose Rizal dengan tujuan untuk mengusir penjajah bangsa Spanyol dari wilayah Filipina.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tri Wahyuningsih (2013) yang berjudul Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Lesi Prakanker Serviks dalam Deteksi Dini

Untuk mengetahui pengaruh efikasi diri terhadap intensi berwirausaha pada. siswa SMK N 1 Pedan Tahun

Walaupun Citra Kota Cimahi Sebagai Kawasan Militer telah dicanangkan pada bulan Februari tahun 2010 yang lalu, akan tetapi sampai saat ini belum diketahui

Adapun beberapa hal yang dilakukan manajemen di Inna Grand Bali Beach dalam memotivasi karyawan Housekeeping untuk meningkatkan kinerja karyawannya yaitu melalui