• Tidak ada hasil yang ditemukan

Design and Performance Test of Four Rows Variable Rate Granular Fertilizer Applicator Prototype for Precision Farming

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Design and Performance Test of Four Rows Variable Rate Granular Fertilizer Applicator Prototype for Precision Farming"

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANIAN PRESISI

MUHAMMAD TAHIR SAPSAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Desain dan Pengujian Prototipe Mesin Pemupuk Butiran Laju Variabel Empat Baris untuk Pertanian Presisi” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2012

(4)
(5)

2

ABSTRACT

MUHAMMAD TAHIR SAPSAL. Design and Performance Test of Four Rows Variable Rate Granular Fertilizer Applicator Prototype for Precision Farming. Under supervision of RADITE P. A. SETIAWAN as chairman, and WAWAN HERMAWAN as member of the advisory committee

In conventional method, fertilizer is applied at a uniform dosage for all location of a field. However, each location within the field needs different amount of fertilizer according to the soil nutrient content and growth condition of crop. For that purpose, it is important to develop a fertilizer applicator that allows a prescribe rate of fertilizer to be applied at each location within the field, based on recommended dose. The objectives of this research were: 1) to design digital metering system to control the application rate of a variable rate granular fertilizer applicator, 2) to develop a prototype of 4 rows granular fertilizer applicator, that can provide prescribe application rate automatically, and 3) to obtain field performance data of the prototype. A prototype of the variable rate granular fertilizer applicator was designed and constructed.The metering device consisted of two fluted wheel type of rotors which was driven by controlled DC-motor. To provide a prescribe rate of fertilizer, a control system based on microcontroller DT-AVR ATmega128L modul was developed and set to control the speed of the rotor. The prototype then was tested using three types of granular fertilizers (Urea, SP-36 and NPK), on stationary test and field tests. The stationary test result showed that the PID controller could control and provided a proportional correlation between application rate and rotor speed. The field performance test result showed that the designed prototype could provide a proper predetermined application rate of fertilizers precisely. The average deviations of the application rate for 50, 100, 150, 200, 250 kg/ha dose of Urea were -1.67 , 3.33, 0.28, 2.71 and 1.33 % respectively. For SP-36 were -21.67, -5.42, -2.47, -2.71, and -1.67 %. respectively. For NPK were -18.33, -4.17, -4.17, -3.75 and -2.33 % respectively.

(6)
(7)

4

RINGKASAN

MUHAMMAD TAHIR SAPSAL. Desain dan Pengujian Prototipe Mesin Pemupuk Butiran Laju Variabel Empat Baris untuk Pertanian Presisi. Di bawah bimbingan RADITE P.A.SETIAWAN dan WAWAN HERMAWAN

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan melakukan pemberian pupuk. Metode yang digunakan dalam pemberian pupuk di Indonesia masih menggunakan perlakuan seragam atau URT

(Uniform Rate Technology). Teknologi ini menganggap bahwa tanah sebagai lahan pertanian memiliki kondisi yang seragam, sehingga kegiatan pemupukan dilakukan secara seragam. Sedangkan kondisi area pada suatu lahan yang sebenarnya adalah berbeda-beda, yang menyebabkan perbedaan akan kebutuhan pupuk, sehingga metode URT tidak efisien. Saat ini telah diterapkan VRT

(Variable Rate Technology), sebagai komponen dari pertanian presisi (precision farming) di mana faktor ketepatan dalam kegiatan pertanian sangatlah penting dan berpengaruh dalam produksi pertanian, dengan pendekatan tepat dosis, tepat lokasi dan tepat waktu. Aplikasi tepat dosis yaitu pemberian dosis yang tepat berdasarkan kebutuhan tanaman. Hal ini memerlukan peralatan VRA (Variabel Rate Aplicator. Aplikasi tepat lokasi yaitu lokasi pemberian pupuk dan pestisida yang tepat. Hal ini memerlukan teknologi DGPS (Differential Global Positioning System) dan GIS (Geografis Information System) atau alat penentu posisi lainnya.

Adapun aplikasi tepat waktu memerlukan data-data tanah dan tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) membuat sistem penjatah untuk mengontrol output prototipe mesin pemupuk laju variabel, 2) mengembangkan prototipe mesin pemupuk butiran 4 baris yang dapat memberikan output dosis yang berbeda-beda secara otomatis, 3) mendapatkan data kinerja lapangan akurasi penjatahan pupuk dari prototipe mesin pemupuk butiran laju variabel.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, alat-alat konstruksi seperti mesin bor, las, bubut, dan gergaji. Alat uji berupa timbangan,

stopwatch, meteran, taktor (transplanter) laptop dan lain sebagaianya. Bahan yang digunakan yaitu DT-AVR ATmega 128L, pupuk Urea, SP-36 dan NPK. Desain, pembuatan dan pengujian stasioner dilakukan di Laboratorium Mekatronika dan Robotika bagian Teknik Mesin dan Otomasi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Pengujian lapangan dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo IPB.

(8)

dari dua buah rotor berbentuk roda bintang, dengan 6 alur, tebal 20 mm, diameter rotor 58 mm dan jari-jari alur 13 mm. Dua buah rotor ini dipasang bergeser dengan sudut rotor 30o.

Pengujian stasioner meliputi identifikasi sistem, pengujian kinerja kontrol dan kalibrasi mesin pemupuk. Sedangkan pengujian lapangan meliputi kinerja sensor posisi dan juga kinerja aplikasi mesin pemupuk.

Hasil identifikasi sistem memberikan nilai koefisien berturut-turut Kp, Ti dan Td pada motor 1 adalah 0.289, 0.026 dan 0.03, untuk motor 2 adalah 0.282, 0.026 dan 0.004, untuk motor 3 adalah 0.378, 0.038 dan 0.004, untuk motor 4 adalah 0.311, 0.027 dan 0.003. pengujian kinerja kontrol menunjukkan bahwa koefisen kontrol PID yang diperoleh dengan menggunakan metode internal control memberikan pengontrolan yang mampu mempertahankan kecepatan motor pada setpoin yang diberikan.

Hasil kalibrasi menunjukan bahwa penggunaan rotor ganda mampu menggandakan laju keluaran jika dibandingkan dengan penggunaan rotor tunggal, laju keluaran untuk penggunaan rotor tunggal pada pupuk urea berturut-turut pada motor 1, 2, 3, dan 4 adalah. 0.624, 0.926, 0.526, dan 0.797 g/putaran, pada pupuk SP-36 adalah 1.434, 2.141, 1.568, dan 1.760 g/putaran. Untuk pupuk NPK adalah 0.958, 1.591, 0.85, dan 1.19 g/putaran. Sedangkan pada penggunaan rotor ganda, berturut-turut untuk pupuk urea 1.266, 2.035, 1.232, dan 1.946 g/putaran, untuk SP-36 adalah 2.58, 4.057, 3.419, dan 3.612 g/putaran, untuk NPK adalah 1.894, 2.603, 1.857, dan 2.543 g/putaran.

(9)

6

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

8

DESAIN DAN PENGUJIAN PROTIPE MESIN PEMUPUK

BUTIRAN LAJU VARIABEL EMPAT BARIS UNTUK

PERTANIAN PRESISI

MUHAMMAD TAHIR SAPSAL

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

10

Judul Tesis : Desain dan Pengujian Prototipe Mesin Pemupuk Butiran Laju Variabel Empat Baris untuk Pertanian Presisi

Nama : Muhammad Tahir Sapsal

NIM : F151090051

Program Studi : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Radite P. A. Setiawan, M.Agr Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(14)
(15)

12

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang dikaruniakan kepada penulis sehingga penelitian dengan judul “ Desain dan Pengujian Prototipe Mesin Pemupuk Butiran Laju Variabel Empat Baris untuk Pertanian Presisi” dapat penulis selesaikan.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di seminar Perhimpunan Teknik Pertanian di Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 8 Desember 2011 dengan judul “Mesin Pemupuk Presisi Laju Variabel Berbasis Mikrokontroler”.

Dengan segenap kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Radite P. A. Setiawan, M.Agr dan Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS selaku komisi pembimbing yang siap meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian ini. Kepada Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku penguji luar komisi, yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan laporan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi, Kemendiknas atas bantuan dana penelitian melalui Project I-MHERE IPB B.2.c. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penelitian : Pandu dan Adi, TMP 2009 : Agus, Furqan, Miftahuddin, Syafriandi dan Adian, teman-teman di cyber Merpati : Priyo dan Tanto dan juga kepada teman-teman kosan : Pak Ikbal, Pak Anwar, Fadli dan Ginan atas bantuan dan dukungannya selama penelitian ini berlangsung dan selalu saling berbagi dan saling mengingatkan.

Cinta dan rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu dan Ayah yang telah mendidik dan membesarkan kami serta atas doa dan dukungannya dalam segala hal. Terima kasih juga untuk sauadara-saudari dan keluarga penulis yang senantiasa memberikan semangat dan bantuannya.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan .

Bogor, Februari 2012

(16)
(17)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pinrang pada tanggal 16 Juli 1984, sebagai putra ke dua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Mahmud Sapsal dan Ibu Hj. St. Fatimah.

Penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri 1 Makassar Sulawesi Selatan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) dan diterima pada Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur Selesksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(18)
(19)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 4

Kegunaan ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Pemupukan ... 5

Pertanian Presisi ... 7

Variable Rate Aplicator ... 11

Mikrokontroler ... 13

Rotary Encoder ... 15

Karekteristik Pupuk ... 17

Pupuk Urea ... 17

Pupuk SP-36 ... 18

Pupuk NPK/Phonska... 18

METODE PENELITIAN ... 21

Tempat dan Waktu ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Tahapan Penelitian ... 22

Pendekatan Rancangan ... 25

Rancangan Fungsional ... 25

Rancangan Struktural ... 26

Prosedur Pengujian ... 29

Identifikasi Sistem ... 29

Pengujian Kinerja Kontrol ... 30

Pengujian Stasioner... 30

Prosedur Pengujian Lapangan ... 31

Respon Prototipe Mesin Pemupuk Terhadap Lokasi ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk ... 33

Pengujian Karakteristik Pupuk ... 34

Identifikasi Sistem ... 35

Pengujian Kinerja Kontrol ... 38

Uji Stasioner Prototipe Mesin Pemupuk ... 42

Pengujian Urea dengan Rotor Tunggal ... 43

(20)

xii

Pengujian SP-36 dengan Rotor Tunggal ... 48

Pengujian SP-36 dengan Rotor Ganda ... 50

Pengujian NPK dengan Rotor Tunggal ... 52

Pengujian NPK dengan Rotor Ganda ... 55

Uji Lapangan ... 60

Rangka Hopper ... 60

Sensor Roda Penggerak ... 60

Pengujian Aplikasi di Lahan ... 61

Penyesuaian Dosis Berdasarkan Massa Jenis... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

Kesimpulan ... 73

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(21)

xiii DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Variable Rate Fertilizer Applicator ... 11

Gambar 2 Konfigurasi pin ATmega 128 ... 14

Gambar 3 Blok diagram ATmega 128 ... 15

Gambar 4 Susunan pola 16 cincin konsentris pada absolut encoder ... 16

Gambar 5 Bentuk dan sinyal output incremental rotary encoder ... 17

Gambar 6 Bentuk fisik pupuk ... 19

Gambar 7 Bagan alir proses penelitian ... 22

Gambar 8 Lay out alat ... 23

Gambar 9 Bentuk rotor... 26

Gambar 10 Bentuk hopper ... 27

Gambar 11 Sistem VR applicator ... 27

Gambar 12 Prototipe mesin pemupuk ... 33

Gambar 13 Pemasangan rotary encoder pada motor DC ... 34

Gambar 14 Perbandingan antara nilai pwm dan kecepatan motor ... 36

Gambar 15 Fitting nilai K, T dan d ... 37

Gambar 16 Diagram skematik kontrol motor secar digital ... 38

Gambar 17 Kecepatan motor berdasarkan setpoin yang diberikan ... 39

Gambar 18 Kecepatan motor berdasarkan setpoin dengan nilai Kp dan Ti rendah ... 40

Gambar 19 Kecepatan motor berdasarkan setpoin dengan nilai Kp dan Ti tinggi ... 41

Gambar 20 Skema pengujian stasioner ... 43

Gambar 21 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor 1 ... 44

Gambar 22 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor 2 ... 44

Gambar 23 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor 3 ... 45

Gambar 24 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor tunggal pada motor 4 ... 45

Gambar 25 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor 1 ... 46

Gambar 26 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor 2 ... 46

Gambar 27 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor 3 ... 47

Gambar 28 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk urea dan putaran motor dengan kecepatan aliran urea rotor ganda pada motor 4 ... 47

Gambar 29 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor 1 .... 48

Gambar 30 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor 2 .... 48

(22)

xiv

Gambar 32 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor tunggal pada motor 4 .... 49 Gambar 33 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran

motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor 1 ... 50 Gambar 34 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran

motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor 2 ... 50 Gambar 35 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran

motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor 3 ... 51 Gambar 36 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk SP-36 dan putaran

motor dengan kecepatan aliran SP-36 rotor ganda pada motor 4 ... 51 Gambar 37 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 1 ... 52 Gambar 38 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 2 ... 53 Gambar 39 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 3 ... 53 Gambar 40 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor tunggal pada motor 4 ... 54 Gambar 41 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor 1 ... 55 Gambar 42 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor 2 ... 55 Gambar 43 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor 3 ... 56 Gambar 44 Grafik hubungan waktu dengan keluaran pupuk NPK dan putaran

motor dengan kecepatan aliran NPK rotor ganda pada motor 4 ... 56 Gambar 45 Prototipe mesin pemupuk pada aplikasi di lapangan ... 60 Gambar 46 Skema pengujian lapangan ... 61 Gambar 47 Kebutuhan dosis dan aplikasi dosis aktual urea ... 62 Gambar 48 Kebutuhan dosis dan aplikasi dosis aktual SP-36 ... 63 Gambar 49 Kebutuhan dosis dan aplikasi dosis aktual NPK ... 64 Gambar 50 Kebutuhan dosis dan aplikasi urea dengan penyesuaian

massa jenis ... 66 Gambar 51 Kebutuhan dosis dan aplikasi SP-36 dengan penyesuaian

massa jenis ... 67 Gambar 52 Kebutuhan dosis dan aplikasi NPK dengan penyesuaian

massa jenis ... 69

(23)

xv DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik pupuk Urea ... 17 Tabel 2 Karakteristik pupuk SP-36 ... 18 Tabel 3 Karakteristik pupuk NPK/Phonska ... 18 Tabel 4 Distribusi ukuran dan massa jenis pupuk urea, SP-36 dan NPK ... 34 Tabel 5 Nilai konstanta K, T dan d masing-masing motor ... 37 Tabel 6 Nilai koefisien Kp, Ti dan Td masing-masing motor ... 38 Tabel 7 Nilai parameter pada pengurangan Kp, Ti dan Td masing-masing

motor ... 41 Tabel 8 Nilai parameter pada penambahan Kp, Ti dan Td masing-masing

motor ... 42 Tabel 9 Nilai konstanta kalibrasi dengan rotor tunggal ... 57 Tabel 10 Nilai konstanta kalibrasi dengan rotor ganda ... 57 Tabel 11 Hasil perhitungan dosis berdasarkan setpoin pada rotor tunggal ... 58 Tabel 12 Hasil perhitungan dosis berdasarkan setpoin pada rotor ganda ... 58 Tabel 13 Nilai setpoin dengan konstanta kalibrasi pada rotor tunggal ... 59 Tabel 14 Nilai setpoin dengan konstanta kalibrasi pada rotor ganda... 59 Tabel 15 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk urea .... 65 Tabel 16 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk SP-36 . 65 Tabel 17 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk NPK ... 65 Tabel 18 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk urea

setelah massa jenis disesuaikan ... 70 Tabel 19 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk SP-36

setelah massa jenis disesuaikan ... 70 Tabel 20 Perbandingan kebutuhan dan dosis aktual pada aplikasi pupuk NPK

(24)
(25)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan bahan pangan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan

penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan peningkatan produksi

pertanian di mana dalam kegiatan pertanian membutuhkan lahan yang mampu

untuk menyuplai kebutuhan hara tanaman dan juga tanaman perlu dilindungi dari

serangan hama agar produksi pertanian dapat ditingkatkan. Kebutuhan hara

tanaman dapat disuplai dari pupuk dan untuk perlindungan dari hama

menggunakan pestisida, namun dalam pengaplikasiannya, khususnya di

Indonesia, masih menggunakan perlakuan seragam atau URT (Uniform Rate Technology), teknologi ini menganggap bahwa tanah sebagai lahan pertanian memiliki kondisi yang seragam, baik sifat kimia seperti kandungan hara/nutrisi

dan pH tanah maupun sifat fisik seperti tekstur dan struktur tanah, sehingga

kegiatan pertanian seperti pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan dan

pemupukan dilakukan secara seragam. Tentu saja hal ini sangat tidak efisien,

karena memberikan porsi yang sama pada setiap lahan, padahal dalam satu lahan

memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.

Kondisi area pada suatu lahan yang berbeda-beda, menyebabkan perbedaan

akan kebutuhan, baik itu pupuk pestisida, maupun air, untuk mensuplai kebutuhan

tanaman, sehingga dengan pengaplikasian metode URT, respon tanaman terhadap

input, misalnya pupuk akan berbeda, akan ada tanaman yang masih mengalami

kekurangan, ada pula yang kelebihan dosis, sehingga pertumbuhan tanaman

menjadi tidak seragam. Tanaman yang masih kekurangan unsur hara akan

mengalami pertumbuhan yang tidak optimal, sedangkan tanaman yang kelebihan

dosis juga akan berpengaruh buruk pada tanaman, contohnya tanaman yang

kelebihan nitrogen, tanaman akan tampak terlalu subur, ukuran daun menjadi

lebih besar, batang menjadi lunak dan berair sehingga mudah rebah dan mudah

diserang penyakit, dapat pula menunda pembentukan bunga, bahkan bunga yang

telah terbentuk lebih mudah rontok, tentu saja hal ini akan mengurangi produksi

(28)

Perlakuan seragam juga berpengaruh buruk pada lingkungan, karena bahan

kimia yang berlebihan akan meracuni air tanah, dan dapat merusak kondisi tanah.

Sisa bahan kimia yang tidak terserap akan mencemari lingkungan sekitarnya,

seperti daerah yang berada di aliran sungai, dimana sisa bahan kimia dari

pemupukan maupun penggunaan pestisida akan terbawa ke sungai dan selanjutnya

akan mengalir ke outlet yang dapat berupa laut atau danau, yang biasa digunakan

oleh manusia dan tentu saja juga akan mempengaruhi kehidupan hewan atau

tumbuhan yang berada pada sungai atau danau.

Teknologi yang ada saat ini memungkinkan untuk melakukan efisiensi,

dimana pemberian input disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, sehinga dapat

menghindari adanya kelebihan ataupun kekurangan dosis, baik dalam hal

pemupukan, penggunaan pestisida, pengaturan air irigasi dan lainnya. Di Negara

maju telah digunakan sistem pertanian presisi (precision farming ) dimana faktor ketepatan dalam kegiatan pertanian sangatlah penting dan berpengaruh dalam

produksi pertanian. Presisi ini mulai dari penanaman, pemberian pupuk,

pemberantasan hama, sampai dengan pemanenan. Salah satu komponen dari pertanian presisi yaitu penggunaan perlakuan tidak seragam atau VRT (Variable Rate Technology) yang dapat digunakan untuk memberikan dosis pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan, dan dapat digunakan untuk menggantikan metode

URT.

VRT merupakan aplikasi pertanian presisi atau biasa juga disebut site-specific crop management dengan pendekatan tepat dosis, tepat lokasi dan tepat waktu. Aplikasi tepat dosis yaitu pemberian dosis yang tepat berdasarkan

kebutuhan tanaman, hal ini memerlukan peralatan VRA (Variabel Rate Aplicator)

yang dapat mengontrol dosis penggunaan pupuk dan pestisida. Aplikasi tepat

lokasi yaitu lokasi pemberian pupuk dan pestisida yang tepat, hal ini memerlukan

teknologi DGPS (Differential Global Positioning System) dan GIS (Geografis Information System) yang berfungsi sebagai navigator dalam menentukan posisi alat saat bekerja di lahan. Dan aplikasi tepat waktu yaitu waktu yang tepat untuk

pemberian pupuk atau pestisida pada tanaman, dimana hal ini memerlukan

analisis tanah dan tanaman untuk mengumpulkan data-data, baik itu data tentang

(29)

dalam penentuan penggunaan pupuk. Selanjutnya data-data tersebut digunakan

untuk menentukan dosis, waktu dan lokasi pemupukan yang tepat. Untuk

memudahkan pengaplikasian teknologi VRT dalam hal pemupukan dilapangan,

dapat digunakan teknologi RTK-DGPS (Real Time Kinematic-Differential Global Positioning System) yang berfungsi untuk mengontrol alat penebar pupuk yang telah menggunakan teknologi VRT atau VRA berdasarkan dosis dan lokasi yang

tepat.

Penelitian untuk desain Variable Rate Granular Fertilizer Aplicator telah dilakukan. Setiawan (2001) melakukan penelitian di Jepang dengan unit kontrol

berupa komputer desktop yang dipasang di traktor. Loghavi dan Forouzanmehr

(2010) telah melakukan penelitian di Iran, dengan metering device tipe screw

yang digerakkan oleh motor stepper. Unit kontrol utama menggunakan ATmega 16 dan untuk mengontrol kecepatan motor menggunakan ATmega 8, dengan

kapasitas 175 kg/ha. Azis (2011) melakukan penelitian dengan pengontrolan pada

kecepatan metering device. Di mana penentuan parameter kontrol PID dilakukan dengan metode Zeigler-Nichols dan ternyata tidak memberikan pengontrolan yang cukup presisi. Selain itu, pada penggunaan rotor ganda, tidak mampu mengatasi

beban yang diberikan, sehingga laju keluaran pupuk hanya mengalami

peningkatan yang kecil dibandingkan dengan penggunaan rotor tunggal. Untuk itu

perlu dikembangkan mesin pemupuk yang unit kontrolnya sederhana, dengan

kapasitas pemupukan lebih besar dan dengan sistem kontrol yang lebih presisi.

Rumusan Masalah

Efisiensi dalam pemupukan merupakan hal yang sangat penting saat ini,

perlakuan seragam dalam aplikasi pemupukan akan menyebabkan terjadinya

kondisi pertumbuhan yang tidak seragam, karena ada yang mengalami kelebihan

dosis dan ada pula yang kekurangan, dalam suatu lahan dengan luasan tertentu,

memiliki kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda-beda. Selain tidak ekonomis

penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran

lingkungan, selain itu bahan kimia yang digunakan dapat terbawa menuju ke

(30)

Untuk melakukan efisiensi pemupukan diperlukan teknologi yang dapat

mengaplikasikan dosis pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman,

dengan cara memberikan dosis yang tepat pada lokasi yang tepat. Penerapan

teknologi VRT merupakan solusi untuk mengefisienkan pemupukan. Selain itu

juga dapat mengurangi pengaruh kerusakan lingkungan akibat penggunaan pupuk

yang berlebihan. Penelitian ini akan mengembangkan mesin pemupuk yang dapat

merubah output dosisnya sendiri berdasarkan input lokasi, sehingga mampu

memberikan dosis pemupukan yang berbeda-beda sesuai dengan peta pemupukan

dan juga lokasi yang ditunjukkan oleh sensor posisi.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :

1. Membuat sistem penjatah untuk mengontrol output prototipe mesin pemupuk

laju variabel.

2. Mengembangkan prototipe mesin pemupuk butiran 4 baris yang dapat

memberikan output dosis yang berbeda-beda secara otomatis.

3. Mendapatkan data kinerja lapangan akurasi penjatahan pupuk dari prototipe

mesin pemupuk butiran laju variabel.

Kegunaan

Hasil penelitian ini akan menjadi masukan untuk pengembangan lebih lanjut

desain alat penebar pupuk VRT dan dapat diproduksi oleh industri sehingga dapat

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemupukan

Keseimbangan unsur hara dalam tanah perlu dipertahankan, untuk menjaga

agar terpeliharanya kesuburan tanah. Keseimbangan secara alami terjadi di bawah

hutan perawan yang belum ada campur tangan manusia, karena proses pengayaan

hara terus berlangsung. Dengan bertambahnya penduduk, permintaan akan lahan

pertanian selalu meningkat. Hutan selalu menjadi sasaran utama untuk

pengembangan lahan. Dengan demikian keseimbangan unsur hara akan

terganggu. Untuk mencukupi unsur hara yang telah hilang dilakukan pemupukan,

yang secara umum bertujuan untuk :

1. Menjaga tetap terpeliharanya keseimbangan unsur hara dalam tanah, karena

setiap pemupukan tidak semua unsur hara hilang dari tanah tersebut.

2. Mengurangi bahaya erosi, karena akibat pemupukan terjadi penumbuhan

vegetative yang baik.

3. Meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Jumin 2005)

Penggunaan pupuk kimia dalam pertanian perlu memperhatikan reaksi

kimia dari pupuk yang digunakan, apakah pupuk yang digunakan mempunyai

sifat mengasamkan atau tidak, pada umumnya pupuk nitrogen yang mengandung

ammonium atau sisa asam seperti sulfat (SO4) bersifat mengasamkan tanah.

Pupuk nitrogen yang mengandung gugusan NH, sebelum tersedia pada tanaman,

terlebih dahulu mengalami proses amonifikasi dan nitrifikasi. Pemupukan pada

tanaman dapat meningkatkan produksi namun dapat pula merugikan jika

diberikan tidak sesuai. Nitrogen diperlukan tanaman untuk pembentukan protein

serta merupakan bagian integral dari molekul klorofil. Jika terjadi kekurangan

nitrogen, tanaman tumbuh lambat dan kerdil. Daunnnya berwarna hijau muda.

Sementara itu daun-daun yang lebih tua menguning dan akhirnya kering, dalam

tubuh tanaman nitrogen bersifat dinamis sehingga jika terjadi kekurangan nitrogen

pada bagian pucuk, nitrogen yang tersimpan pada daun tua akan dipindahkan ke

organ yang lebih muda. Jika terjadi kelebihan nitrogen, tanaman tampak terlalu

subur, ukuran daun menjadi lebih besar, batang menjadi lunak dan berair sehingga

(32)

menunda pembentukan bunga, bahkan bunga yang telah terbentuk lebih mudah

rontok (Novisan 2002).

Fosfor adalah unsur hara kedua setelah nitrogen yang sering kali terdapat

kekurangan pada tanah-tanah di Indonesia. Miskinnya tanah akan unsur fosfor

antara lain disebabkan beberapa faktor, antara lain karena pengikisan partikel

tanah akibat erosi, selain itu sifat fosfor yang sangat mudah bereaksi dengan tanah

dan mudah terikat menjadi bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman

(Novisan 2002). Tanaman akan menyerap fosfor dalam bentuk ortofosfat ion

(H2PO4, HPO4). Konsentrasi ion ortofosfat dalam tanah sangat tergantung pada

kemasaman tanah (pH). Selain dipengaruhi oleh kemasaman tanah, ketersediaan

fosfat juga dipengaruhi oleh waktu, temperatur dan jumlah bahan organik yang

tersedia dalam tanah. Waktu yang panjang akan menyebabkan semakin banyak

fosfor terfiksasi oleh tanah. Pada tanah yang mempunyai kemampuan fiksasi

tinggi, masa penggunaan fosfor akan lebih pendek, demikian juga sebaliknya,

sehingga waktu pemberian pupuk fosfat harus mendapat perhatian yang serius.

Iklim panas juga dapat menyebabkan penyerapan fosfor oleh tanah menjadi besar

dibandingkan dengan daerah yang beriklim sedang. Selain itu ketersediaan fosfor

dalam tanah juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dalam tanah, karena

bahan organik tersebut dapat menyumbangkan fosfor. Manfaat dari pemupukan

fosfat antara lain untuk pembentukan sel-sel, memperbaiki pembentukan benih,

mempercepat pemasakan buah, memperbaiki perakaran, mengurangi kerontokan

buah dan menambah ketahanan terhadap penyakit (Jumin 2005).

Peningkatan pemakaian pupuk nitrogen dan fosfor akan meningkatkan pula

terhadap pupuk kalium. Walaupun unsur kalium dalam tanah masih tergolong

cukup. Pupuk kalium memberikan pengaruh yang nyata pada tanah kering. Tetapi

pada tanah sawah pupuk kalium tidak memperlihatkan pengaruh nyata. Hal ini

disebabkan pada tanah sawah unsur kalium banyak ditambah oleh air irigasi.

Unsur kalium dalam tanah berasal dari pelapukan persenyawaan mineral dan

garam-garam yang mengandung kalium. Kekurangan kalium dapat ditambahkan

dalam bentuk pupuk. Apabila kalium diberikan dalam bentuk pupuk, maka

sebagian kalium akan bergerak ke permukaan liat dan sebagian lagi bergerak ke

(33)

tanaman, sedangkan yang bergerak ke permukaan akan menjadi cadangan kalium.

Bila dibandingkan dengan unsur lain, kalium mempunyai ciri khusus, yaitu jika

terdapat kalium yang berlebih dalam tanah tidak berpengaruh negatif terhadap

tanaman, namun kehilangan kalium dalam tanah jauh lebih besar, karena tanaman

dapat menyerap kalium melebihi dari kebutuhan yang sebenarnya. Serapan kalium

oleh tanaman yang berlebih dari kebutuhannya tidak akan meningkatkan produksi

tanaman, akibatnya terjadi pemborosan penggunaan kalium. Manfaat dari kalium

yaitu memperkuat tanaman, mengurangi efek negatif dari pemupukan nitrogen,

mengatur keseimbangan pupuk nitrogen dan fosfat, menambah bobot biji serealia

dan menambah bernas. (Jumin 2005).

Kebutuhan pupuk tiap jenis tanaman berbeda-beda tergantung dari jenisnya.

Sehingga efesiensi pemupukannya juga berbeda-beda, pada tanaman yang hasil

panennya berupa bagian vegetatif seperti sayuran, unsur hara yang terutama

diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif (N) tentu mempunyai efisiensi

pemupukan yang lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk perkembangan

generatif (P). pada tanaman padi sawah, misalnya, penyerapan hara N terbanyak

terjadi pada fase pembibitan, pertunasan dan primordia bunga sampai berbunga

(Notohadiprawiro et al. 1984).

Pertanian Presisi

Pertanian presisi merupakan upaya untuk meningkatkan produksi pertanian

dengan mengurangi input produksi yang dilakukan dengan mengoptimalkan

penggunaan input produksi sesuai dengan kebutuhan. Rains dan Thomas (2009)

mengatakan bahwa Pertanian presisi telah muncul sebagai praktek manajemen

dengan potensi untuk meningkatkan keuntungan dengan memanfaatkan informasi

yang lebih akurat tentang sumber daya pertanian. Dalam hal ini mengenai

manajemen variabel input, seperti tingkat aplikasi, pemilihan budidaya, praktek

pengolahan tanah dan penjadwalan irigasi. Manajemen pertanian presisi sesuai

untuk pertanian skala besar melalui pengembangan teknologi baru. Kini teknologi

dalam pertanian presisi telah dikembangkan sehingga informasi di lapangan

(seperti hasil dan tingkat aplikasi) dapat dikontrol dan diamati setiap tiga kaki di

(34)

serangan hama, dengan mengurangi jumlah pestisida yang digunakan yang

berpotensi memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Pupuk dan kapur dapat

diterapkan hanya bila diperlukan. Populasi tanaman dapat dipilih untuk

mengoptimalkan nutrisi tanah, dan pemilihan jenis-jenis tanaman untuk

memanfaatkan kondisi lahan yang tersedia. Tanaman juga dapat dipetakan untuk

mengetahui daerah yang menghasilkan produksi yang tinggi atau rendah yang

selanjutnya dapat digunakan untuk mengambil keputusan dengan manajeman

yang baik. Menurut Arnholt et al. (2001) bahwa pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang didesain untuk memberikan data dan informasi bagi petani

sehingga dapat membantu dalam membuat suatu keputusan-keputusan pengolahan

tanah berdasarkan lokasi. Dengan informasi ini, pertanian dapat menjadi lebih

efisien, memungkinkan penggunaan biaya yang lebih kecil dan lebih

menguntungkan serta mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

Ada lima komponen teknologi yang digunakan dalam pertanian presisi,

yaitu Geographical Information System (GIS), Global Positioning System (GPS),

sensors, variable rate technology, dan, yield monitoring (Rains dan Thomas 2009).

1. GIS mengacu kepada perangkat lunak komputer yang menyediakan

penyimpanan data, pengambilan, dan transformasi data spasial. Perangkat

lunak GIS untuk pengelolaan pertanian presisi akan menyimpan data, seperti

jenis tanah, kondisi nutrisi tanah, dan lainnya, dan menetapkan informasi

tersebut dalam bidang lokasi tertentu (Rains dan Thomas 2009).

2. GPS adalah jantung dari pertanian presisi (Searcy 1997). Sistem ini

bertanggung jawab dalam merekam lokasi mesin ketika bergerak di lahan,

posisi dan hasil pengukuran direkam secara simultan yang dapat

menghasilkan gambar berupa peta. Informasi posisi yang diberikan dapat

ditingkatkan akurasinya dengan koreksi sinyal Differential GPS (DGPS), Kecepatan maju alat juga dapat diukur menggunakan penerima DGPS,

dimana akurasi pengukuran kecepatan maju oleh DGPS terutama ditentukan

oleh kualitas penerima yang digunakan dan juga kecepatan alat, dan

(35)

(<1.5 mph). Penerima DGPS dipasang ditempat yang paling tinggi dari alat,

biasanya diatap kabin atau di atas tangki biji (Searcy 1997)

3. Sensor yang dipasang pada kendaraan aplikator dapat memberikan data yang dapat digunakan untuk menilai kondisi lapangan dan untuk menentukan

(secara keseluruhan atau sebagian) tingkat aplikasi yang diinginkan, sensor

tertentu juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kecepatan dan

posisi dari kendaraan aplikator yang digunakan, misalnya sensor Doppler

seperti radar (Sudduth 1999)

4. VRT mencakup kontrol komputer dan perangkat keras yang terkait untuk

mengatur jumlah keluaran dari pupuk, kapur, dan pestisida. Kontrol ini dibuat

oleh beberapa perusahaan dan secara umum menggunakan peta aplikasi yang

ada pada GPS untuk menentukan lokasi lahan dan mengendalikan perangkat

keras yang mangatur tingkat aplikasi (Rains dan Thomas 2009). Secara

agronomi, sistem variable rate memberikan pengertian bahwa target

pemupukan didasarkan atas hasil pengujian tanah dan berhubungan dengan

sistem informasi kandungan hara tanah. Secara ekonomi, sistem variable rate

berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pemupukan pada

suatu areal pertanian. Pendekatan lingkungan, sistem variable rate membantu

untuk mencegah pemupukan yang berlebihan yang dapat menyebabkan

terjadinya masalah lingkungan (Setiawan 2001).

5. Yield monitoring merupakan metode langsung untuk mengetahui hasil produksi dari lahan dan bagaimana mengaturnya agar lebih baik. (Rains dan

Thomas 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Arnholt (2001) menunjukkan

bahwa kombinasi antara Yield monitoring dan GPS dapat meningkatkan keuntungan bersih, hal ini berarti bahwa yield monitoring hanya akan menunjukkan nilai yang signifikan ketika analisis spasial dihasilkan dan hal

ini membutuhkan teknologi GPS.

Terdapat dua metode untuk mengaplikasikan pertanian presisi atau pertanian yang berorientasi lokasi (site-specific farming). Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan dapat digunakan untuk saling melengkapi atau dapat

(36)

sampel tanah, penentuan peta berdasarkan lokasi pada perlatan dan terakhir

penggunaan peta yang telah dibuat untuk mengontrol variable rate applicator.

Selama proses pengambilan sampel dan tahap pengaplikasian, penentuan

posisinya biasanya menggunakan DGPS (Differential Global Positioning System). DGPS ini digunakan untuk menentukan lokasi di lapangan. Metode kedua adalah

sensor based. Sensor yang digunakan adalah yang bersifat real-time dan menggunakan kontrol berumpanbalik untuk mengukur sifat-sifat yang dibutuhkan

dari lahan yang dilaluinya, biasanya yang diukur adalah sifat tanah atau

karakteristik tanaman dan kemudian dengan cepat sinyal yang diperoleh

digunakan untuk mengontrol Variable rate applicator. Metode kedua ini tidak memerlukan sebuah GPS.

Aplikasi pertanian presisi berpotensi untuk mengurangi biaya yang

digunakan untuk produksi dengan kemungkinan hasil panen yang diperoleh

meningkat, karena mengurangi terjadinya pertumbuhan tanaman yang tidak

optimal karena adanya suplai unsur hara yang berlebihan atau kurang. Sevier dan

Lee (2005) menyatakan bahwa adopsi dari pertanian presisi yang dilakukan di

perkebunan jeruk yang berada di Florida menunjukkan penurunan penggunaan

pupuk dengan penggunaan teknologi pertanian presisi, dimana pada salah satu

plot dengan luas 4 ha yang pada tahun 2003 dengan menggunakan fixed rate applicator total pupuk yang digunakan sebesar 5.74 metric ton, sedangkan pada tahun 2004 dengan menggunakan variable rate applicator total pupuk yang digunakan sebesar 4.78 metric ton sehingga diperoleh penghematan sekitar 1

metric ton. Menurut Searcy (1997) teknologi pertanian presisi membawa

peningkatan efesiensi pada produksi pertanaman. Dengan mendekati tingkat

aplikasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman, potensi keuntungan dapat

ditingkatkan dan kemungkinan kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Namun

yang menjadi kendala dalam pengaplikasian teknologi tersebut, yaitu mahalnya

biaya yang dibutuhkan. Dimana diperlukan data tentang tanah dan lainnya, serta

peralatan yang mahal. Menurut arnholt (2001) yang melakukan penelitian tentang

adopsi pertanian presisi oleh petani di Ohio tengah, biaya yang paling besar

(37)

untuk pengumpulan sampel tanah, tetapi 71 % petani setuju bahwa keuntungan

dari aplikasi sistem pertanian masih melebihi dari total biaya yang digunakan.

Variable Rate Aplicator

Variable rate application (VRA), sebagai praktek pertanian presisi, didefinisikan sebagai aplikasi yang menggunakan kontrol elektronik dalam rangka

mengotomatisasi perubahan tingkat input di lahan berdasarkan aplikasi yang telah

ditentukan sebelumnya. Dalam rangka menerapkan input produksi berupa

pemupukan atau pemberian pestisida sesuai dengan lokasi dan peta aplikasi,

kombinasi implement traktor harus memiliki sistem VRT. Dalam aplikasi

pemupukan, Variable rate dapat digolongkan menjadi single-nutrient dan multiple nutrient tergantung dari kemampuan alat yang digunakan. Teknologi (VRA) terdiri dari penerima GPS, kontrol, sensor kecepatan dan actuator (Tekin dan Sindir 2004) seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Searcy (1997) menyatakan

bahwa VRT mencakup mesin yang otomatis merubah tingkat aplikasinya sebagai

respon dari posisinya. Sistem VRT tersedia untuk mengaplikasikan beragam zat

termasuk pupuk butiran atau cair. Pestisida, biji, dan air irigasi.

Gambar 1 Variable Rate Fertilizer Applicator (Tekin dan Sindir 2004)

Ada tiga pendekatan berbeda untuk VRA. Pada pendekatan peta pengarah

(38)

tingkat aplikasi keseluruhan ketika aplikator bergerak melewati lahan. Pada

pendekatan sensor (sensor driven approach (SDA)), sebuah sensor dipasang pada aplikator yang mendeteksi beberapa faktor, seperti nitrat tanah, dan Variable rate applicator menggunakan sinyal sensor untuk menentukan tingkat aplikasi yang tepat ketika aplikator melewati lahan. Pendekatan ketiga adalah kombinasi antara

peta dan sensor (map and sensor driven approach (MSDA)). Pada aplikasi MSDA pemupukan nitrogen, sebagai contoh, peta aplikasi dapat mengindikasikan

keseluruhan kebutuhan nitrogen untuk memperoleh hasil yang ditargetkan pada

tiap area di lahan, ketika sensor nitrat mengindikasikan bahwa kebutuhan nitrogen

telah terpenuhi, maka aplikator hanya akan mengaplikasikan nitrogen tambahan

untuk mencapai target yang telah ditentukan (Srivastava et al. 2006).

Berbagai usaha pertanian telah mendapatkan keuntungan dari VRT, sebagai

contoh sensor telah dikembangkan untuk mengetahui kepadatan populasi gulma di

lahan. Variable rate sprayers telah dikembangkan sehingga memiliki kemampuan untuk hanya menyemprot pada daerah yang terdapat populasi gulma yang

signifikan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi variasi spasial

dari pemdatan tanah, sehingga penggunaan chisel yang dalam hanya dilakukan

pada area yang membutuhkan operasi pengolahan dengan energi yang tinggi

(Srivastava et al. 2006).

Penerapan VRA pada budidaya padi telah dilakukan Setiawan (2001) yang

melakukan penelitian di Kyoto dengan unit kontrol berupa komputer desktop yang

dipasang di traktor. Aplikasi dosis pemupukan ditentukan berdasarkan pembacaan

sensor posisi yang berupa RTK-DGPS. Selain itu, juga digunakan sensor putaran

roda penggerak untuk mengantisipasi jika GPS receiver kehilangan sinyal. Dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa VRA dapat memberikan dosis

pemupukan yang sesuai dengan dosis yang teklah direkomendasikan. Loghavi

dan Forouzanmehr (2010) telah melakukan penelitian di Iran, dengan metering

device tipe screw yang digerakkan oleh motor stepper. Unit kontrol utama menggunakan ATmega 16 dan untuk mengontrol kecepatan motor menggunakan

ATmega 8, dengan kapasitas 175 kg/ha. Azis (2011) melakukan penelitian dengan

(39)

memberikan pengontrolan yang cukup presisi. Selain itu, pada penggunaan rotor

ganda, tidak mampu mengatasi beban yang diberikan, sehingga laju keluaran

pupuk hanya mengalami peningkatan yang kecil dibandingkan dengan

penggunaan rotor tunggal. Namun dari hasil penelitian tersebut, menunjukkan

bahwa laju keluaran pupuk dapat dikontrol dengan mengendalikan kecepatan

penjatah pupuk.

Mikrokontroler

Mikrokontroler merupakan komputer mikro yang dibuat dalam bentuk chip

semikonduktor. Mikrokontroler telah banyak digunakan di berbagai peralatan

elektronik, dari peralatan rumah tangga, perangkat audio-video, pengendali

mesin-mesin industri sampai pesawat ruang angkasa. Sebuah komputer mikro memiliki

tiga komponen utama, unit pengolah pusat, memori, dan sistem input/output untuk

dihubungkan dengan perangkat luar (Usman 2008).

Mikrokontroler yang ada saat ini salah satunya adalah mikrokontroler jenis

AVR (Advanced Virtual RISC ) yang pertamakali dikembangkan pada tahun 1996 oleh dua orang mahasiswa Norwegian Institute of Technology yaitu Alf-Egil

Bogen dan Vegard Wollan. Mikrokontroler AVR kemudian dikembangkan lebih

lanjut oleh Atmel. Sa ini mikrokontroller AVR memiliki banyak seri, setiap seri

memiliki perbedaan kemampuan, feature-feature, ukuran chip dan harga. dimana

pada beberapa seri mikrokontroller ini telah memiliki ADC dan PWM.

Mikrokontroler AVR menggunakan teknologi RISC (Reduced Instruction Set Computing), yang memberikan kemampuan untuk melaksanakan instruksi dengan cepat karena mengurangi jumlah instruksi level mesin. Pengurangan jumlah

instruksi ini berpengaruh pada kecepatan yang disebabkan karena dengan jumlah

instruksi mesin yang terbatas, kebanyakan dapat berjalan dalam satu putaran dari

(40)

Gambar 2 Konfigurasi pin ATmega 128 (Atmel 2010)

ATmega 128 merupakan salah satu mikrokontroler dari keluarga AVR,

dengan kapasitas memori yang besar dan kelebihan fitur AVR lainnya seperti

PWM, dan ADC dengan total 64 pin. Selengkapanya fitur ATmega 128 :

a. High performance, Mikrokontroler AVR berdaya rendah.

b. Memori Flash 128 Kbytes, EEPROM 4 Kbytes, SRAM 4 Kbytes

c. 2 buah 8-bit timer/counters, 2 buah 16-bit timer/counters, 2 kanal 8-bit

PWM, 6 kanal 16-bit PWM.

d. 8 kanal 10-bit ADC, 2 USART, watchdog timer, dan analog comparator. e. 53 jalur Input/Output.

f. Antar muka SPI untuk In-System Programming.

g. Penyimpanan data : 20 tahun pada suhu 850C/100 tahun pada suhu 250C.

h. Dapat mencapai 16 MIPS (Millions of instruction per second) pada 16 MHz.

i. Enam mode sleep : idle, ADC Noise, Power-save, Power-down, Standby

dan extended standby.

(41)

Gambar 3 Blok diagram ATmega 128 (Atmel 2010)

Rotary Encoder

Encoder adalah sensor yang menghasilkan output digital dan dikelompokan sebagai linear encoder untuk perpindahan linear dan rotary encoder untuk perpindahan sudut (Monta et al. 1998). Rotary encoder dapat memonitor gerakan dan posisi, umumnya menggunakan sensor optik untuk

menghasilkan pulsa yang dapat dikonversi menjadi gerakan atau posisi.

Umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive dan lainnya. Terdapat

dua jenis rotary encoder yang digunakan, Absolute rotary encoder dan

incremental rotary encoder.

(42)

absolut dari poros (Monta et al. 1998). Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian

tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali

jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam

memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki

dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin

terluar.

Gambar 4 Susunan pola 16 cincin konsentris pada absolut encoder (Kissel 2006)

Incremental encoder biasanya menggunakan tiga output. Output Z sebagai

ouput index yang menghasilkan 1 pulsa peputaran dan digunakan sebagai reset

atau sinyal start. Output A adalah basis output dan menghasilkan beberapa pulsa perputaran. Output B pada dasarnya sama dengan output A hanya saja terdapat

perbedaan fase sebesar 90o dan hal ini bisa digunakan untuk mendeteksi arah

putaran (Monta et al. 1998). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar.

Dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat

kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu

berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal).

(43)

Gambar 5 Bentuk dan sinyal output incremental rotary encoder (Automation Engineering 2011)

Karekteristik Pupuk

Pengaplikasian pupuk di lahan perlu diketahui karakteristiknya. Hal ini

berhubungan dengan bagaimana mengaplikasikan pupuk tersebut dan juga

kemungkinan untuk mencampur satu pupuk dengan pupuk yang lain.

Pupuk Urea

Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH4 dengan CO2, bahan

dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan hasil tambang

minyak bumi. Urea memiliki sudut curah 36o (Syafri 2011).

Tabel 1 Karakteristik pupuk Urea

Keterangan Jenis Pupuk

Urea

Kadar N (%) 42 - 46

Reaksi agak masam

Higroskopisitas tinggi

Granulasi (mm) 1-3.35

Titik cair (oC) 132

Warna Putih

(44)

Pupuk SP-36

SP-36 (Superphospat 36) merupakan pupuk dengan bahan dasar asam fosfat dan kalsium, hasilnya merupakan kalsium fosfat yang mudah larut dalam air.

Selain SP-36, fosfat juga dapat diperoleh dari pupuk TSP (Triple Super Phosphate). Pupuk ini memiliki sudut curah 30o (Syafri 2010).

Tabel 2 Karakteristik pupuk SP-36

Keterangan Jenis Pupuk

SP-36

P2O5 (larut asam sitrat 2 %) 36

Hara Lain : S (%) 5

Kelarutan dalam air ( gr/ltr ) -

Reaksi Agak masam

Higroskopisitas -

Granulasi (mm) 1-4

Warna Abu-abu

Sumber : http://www.pusri.co.id

Pupuk NPK/Phonska

Pupuk NPK (nitrogen phosphate kalium) merupakan pupuk majemuk yang

mengandung tiga unsur hara utama yang paling dikenal saat ini, berbentuk butiran

dan berwarna merah mudah. Sudut curah pupuk NPK sekitar 30 – 33o (ICL

Fertilizer2012)

Pupuk juga dapat dicampurkan. Pupuk campur ini dapat dibuat dari pupuk

tunggal yang biasanya memiliki kadar hara tinggi, misalnya Urea, TSP, dan KCl.

Dapat pula berasal dari pupuk yang susunan aslinya sudah majemuk, misalnya

amonium nitrat dan kalium nitrat.

Tabel 3 Karakteristik pupuk NPK/Phonska

Keterangan Jenis Pupuk

NPK/Phonska

Nitrogen (N) % 15

Fosfat (P2O5) % 15

Kalium (K2O) % 15

Sulfur (S) % 10

Higroskopisitas tinggi

Kelarutan dalam air Larut

Warna Merah muda

(45)

(a) Urea (b) SP-36

(c) NPK

(46)
(47)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Desain, pembuatan, perakitan dan pengujian laboratorium prototipe mesin

pemupuk butiran laju variable, dilaksanakan di laboratorium Mekatronika dan

Robotika bagian Teknik Mesin dan Otomasi, Departemen Teknik Mesin dan

Biosistem Fateta IPB. Pegujian lapangan dilaksanakan di laboratorium lapangan

Siswadi Soepardjo IPB di Leuwikopo. Penelitian berlangsung dari bulan Januari

sampai Desember 2011

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dibedakan menjadi peralatan konstruksi untuk

pembuatan prototipe dan peralatan untuk keperluan pengujian. Peralatan

konstruksi seperti bor, gurinda, bubut, gergaji, amplas, dan solder. Sedangkan

untuk pengujian digunakan peralatan antara lain maintenance vehicle untuk lahan sawah (Yanmar RR55), gandengan untuk prototipe mesin pemupuk butiran laju

variabel, timbangan digital DSP-425, USB to RS232, meteran, stopwatch dan wadah. Pembuatan program dan pengujian menggunakan laptop dengan

spesifikasi Prosessor Intel Core i5, RAM 4 GB, HDD 500GB, VGA nVidia 512

MB, dengan OS Windows 7 Ultimate 64 Bit. Untuk keperluan download dan

upload program ke dan dari mikrokontroler digunakan, kabel USB to RS232, dan

kabel USB to ISP downloader. Disamping OS komputer, software yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain In System Programmer (ISP)

downloader, bahasa C CodeVisionAVR V2.04.4a dan Microsoft C#.

Bahan yang digunakan meliputi bahan konstruksi hopper, modul kontrol dan bahan uji. Bahan konstruksi untuk pembuat hopper dan metering device,

antara lain plat akrilik, besi poros, lem, mur dan baut, motor listrik DC 22 V 110

RPM, perekat, soket dan kabel. Modul kontrol terdiri atas DT-AVR

ATmega128L, sebuah SPC motor controller, 4 buah EMS 30A H-Bridge, 4

incremental encoder 200 pulsa, sebuah incremental encoder 1024 pulsa, EMS

memory data flash, dan rangkaian elektronika pendukung, seperti sakelar, dan

(48)

Tahapan Penelitian

Secara umum, penelitian yang dilaksanakan meliputi perancangan sistem

kontrol, pembuatan prototipe, pengujian stasioner dan pengujian lapangan.

Selengkapnya disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Bagan alir proses penelitian

Mulai

Studi Pustaka

Inventarisasi perlatan dan rangkaian yang dibutuhkan

Pengujian aplikasi lapangan prototipe mesin pemupuk

Pengolahan data Perancangan Sistem Kontrol

Pemrograman mikrokontroller tahap II

Identifikasi sistem

Pemrograman mikrokontroller tahap I

Pembuatan prototipe mesin pemupuk

Pemrograman mikrokontroller tahap III

Kalibrasi prototipe mesin pemupuk

(49)

Berdasarkan Gambar 7, tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Melakukan studi pustaka untuk menentukan komponen-komponen dan sistem

yang akan digunakan.

2. Merancang sistem kontrol yang digunakan untuk menentukan hal-hal yang

diperlukan dalam pembuatan sistem kontrol.

3. Mempersiapkan semua peralatan yang digunakan baik peralatan utama maupun

peralatan pendukung dan membuat rangkaian-rangkaian pendukung yang akan

digunakan. Adapun gambar lay out keseluruhan alat.

1. modul control 3. traktor

2. Prototipe mesin pemupuk 4. sensor putaran roda penggerak

Gambar 8 Lay out alat

4. Pemrograman mikrokontroler meliputi pemilihan bahasa pemrograman,

penulisan, kompilasi dan proses download program ke chip mikrokontroller.

Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa C. pemilihan bahasa C

didasarkan oleh beberapa keunggulan yang dimiliki, Bahasa C merupakan

bahasa pemrograman tingkat tinggi, yang memudahkan desainer dan

merupakan bahasa yang powerfull, fleksibel, dan portable sehingga dapat dijalankan pada beberapa sistem operasi yang berbeda (Joni & Raharjo 2006).

Kode-kode bahasa C ditulis dalam sebuah editor dalam program

CodeVisionAVR V2.04.4a atau dapat pula ditulis pada Notepad. Selanjutnya

dengan menggunakan program CodeVisionAVR V2.04.a, kode yang telah

dibuat kemudian dikompile selanjutnya dapat langsung didownload ke

mikrokontroller. Pemrograman dilakukan sebanyak tiga kali, di mana pada

program pertama dilakukan untuk mengidentifikasi sistem. Selanjutnya akan

digunakan untuk membuat program untuk kontrol PID. Untuk pemrograman 1

3

2

(50)

tahap kedua bertujuan untuk malelakukan kalibrasi. Dan tahap ketiga untuk

program yang akan digunakan pada pengujian aplikasi di lahan.

5. Kalibrasi prototipe mesin pemupuk dilakukan untuk mengetahui pola keluaran

dari prototipe mesin pemupuk terhadap beberapa jenis pupuk granular

selanjutnya hasil kalibrasi ini menjadi masukan untuk mikrokontroler dalam

mengontrol laju keluaran prototipe mesin pemupuk dalam aplikasi di

lapangan. Selain itu kalibrasi juga dilakukan untuk menguji ketahanan alat,

dalam hal ini konsistensi keluaran prototipe mesin pemupuk setelah beberapa

kali penggunaan.

6. Pengujian aplikasi lapangan dilakukan dengan membuat blok pengujian. Di

mana setiap blok akan ditentukan dosis pupuk yang dibutuhkan. Sebelumnya

dilakukan pengujian pembacaan putaran rotary encoder pada roda penggerak, untuk mengetahui pembacaan posisi oleh mikrokontroler yang telah

dihubungkan dengan rotary encoder, dan menguji laju keluaran pupuk prototipe mesin pemupuk. Selain itu juga dilakukan pengukuran slip hal ini

dilakukan untuk penentuan perhitungan kecepatan maju dan juga posisi alat,

selanjutnya data tersebut akan digunakan untuk penentuan keluaran prototipe

mesin pemupuk , di mana persamaan yang digunakan untuk dosis :

Di mana :

Q = Laju keluaran pupuk oleh prototipe mesin pemupuk (g/putaran)

N = Kecepatan putar Metering Device (r/s)

S = slip

W = lebar kerja alat (m)

v = kecepatan maju alat (m/s)

7. Pengolahan data dilakukan untuk menganalisa kinerja dari sistem yang telah

dibuat, meliputi pembacaan data kecepatan putar motor metering device serta

(51)

Pendekatan Rancangan

Aplikasi pemupukan dengan prototipe mesin pemupuk membutuhkan unit

prototipe mesin pemupuk, rangka alat, dan dudukan sensor kecepatan roda penggerak.

Rancangan Fungsional

Prototipe mesin pemupuk yang dibuat harus mampu menampung pupuk

yang digunakan dan dapat mengeluarkan pupuk dengan perubahan dosis secara

otomatis. Perubahan dosis pemupukan tergantung pada lokasi dan kecepatan maju

alat, sehingga dibutuhkan sensor posisi. Selain itu, untuk aplikasi di lahan,

membutuhkan gandengan sebagai tempat menggandeng prototipe dan juga

penyalur pupuk ke wadah pengumpul. Untuk itu komponen yang dibuat terdiri

dari prototipe mesin pemupuk, unit pengontrol, rangka hopper, dudukan sensor dan penempatan pupuk.

Prototipe mesin pemupuk. Unit ini terdiri dari dua komponen, yaitu yang berfungsi sebagai pengatur dosis pupuk dan penentu posisi, pengatur dosis pupuk

dikontrol dengan menggunakan metering device, yang putarannya dikendalikan melalui pengontrolan pada kecepatan putaran motor DC. Sedangkan untuk

penentuan posisi, menggunakan rotary encoder pada roda penggerak, data dari

rotary encoder pada roda pengerak akan digunakan untuk mengatur kecepatan putaran motor DC, berdasarkan lokasi yang telah ditentukan.

Unit pengontrol. Unit ini berfungsi sebagai pengontrol keseluruhan sistem salah satunya sebagai pengatur dosis otomatis. Unit ini juga berfungsi untuk

melakukan pembacaan dan penyimpanan data kecepatan motor penggerak

metering device.

Rangka hopper. Rangka ini berfungsi sebagai dudukan dan juga sebagai penyangga berat dari hopper dan pupuk pada saat aplikasi di lahan yang digandengkan ke traktor.

Dudukan sensor roda penggerak. Dudukan sensor ini berfungsi untuk pemasangan sensor yang akan mendeteksi kecepatan putar roda penggerak.

(52)

Rancangan Struktural

Traktor yang digunakan adalah traktor yang memiliki ban ramping dan high clearance. Dalam hal ini traktornya adalah yang biasa digunakan untuk

transplanter padi. Ada lima komponen yang dirancang, yaitu unit prototipe mesin pemupuk, unit pengontrol, rangka hopper dudukan sensor, dan penempatan pupuk.

Prototipe mesin pemupuk. Desain unit yang digunakan merupakan disain unit yang telah diteliti sebelumnya (Azis 2011). Bagian utama dari unit prototipe

mesin pemupuk yaitu rotor, hopper, dan motor DC.

Desain rotor didasarkan pada target dosis pemupukan yang diinginkan, yaitu

sampai 350 kg/ha. Dengan mengggunakan persamaan 1, di mana kecepatan maju

traktor 4 km/jam atau sekitar 1 m/s, lebar kerja alat 1.5 m, slip 2% dan kecepatan

putar motor 2.2 rps. Sehingga rotor harus mampu menjatahkan pupuk sebesar 19.6

g/putaran. Dengan massa jenis pupuk 0.9 g/cm3, maka rotor harus mampu

menjatahkan pupuk dengan volume 26 cm3 dalam satu putaran rotor. Untuk itu,

rotornya terdiri dari 6 alur dengan tebal 20 mm, diameter rotor 58 mm dan

jari-jari alur 13 mm (Lampiran 2). Setiap unit prototipe mesin pemupuk memiliki

dua buah rotor yang dipasang bergeser dengan sudut rotor 30o. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi puncak torsi dari motor dan fluktuasi keluaran pupuk ketika

kedua rotor dioperasikan bersamaan.

Gambar 9 Bentuk rotor

Desain hopper didasarkan pada karakteristik pupuk, seperti sudut curah

pupuk yang akan digunakan yaitu Urea, SP-36, dan NPK dengan sudut curah

31o – 35o sehingga sudut kemiringan hopper dirancang sekitar 45o. Hopper

(53)

g/cm3, maka hopper harus mampu menampung pupuk dengan volume 33.000

cm3. Sehingga dimensi hopper adalah tinggi 40 cm dengan penampang melintang 28 x 30 cm (Lampiran 3). Selain itu, karena pupuk yang digunakan dapat

menyebabkan karat, maka bahan yang digunakan harus kuat dan tahan karat.

Gambar 10 Bentuk hopper

Motor untuk memutar rotor harus memiliki daya sekurang-kurangnya 50

Watt, torsi 4 Nm dengan kecepatan 110 rpm, untuk itu digunakan motor DC jenis

servo dengan arus 2.6 A dan tegangan maksimum 22 V dengan putaran

maksimum 2600 rpm yang dilengkapi dengan gear box dengan rasio putaran 1/20. Unit pengontrol. Unit pengontrol dirancang untuk dapat mengatur kecepatan putar motor dari 0 rps sampai 45 rps dengan input dosis pemupukan

yang dibutuhkan dan lokasinya (lihat Gambar 11) .

Gambar 11 Sistem VR applicator (dimodifikasi dari Setiawan 2001)

DT-AVR ATmega

128L

Sensor kecepatan roda penggerak Counter

board

H-bridge 30 A

Motor DC

Metering device

variable rate granular fertilizer applicator Rotary encoder

Garis data

Garis kontrol Garis penggerak PID

SPC Motor controller

Dosis pemupukan Slip Diameter roda penggerak penggerak Roda

(54)

Keterangan :

 Dosis pemupukan merupakan acuan dalam mengontrol kecepatan metering

device pada prototipe mesin pemupuk .

 DT- AVR ATmega128L merupakan modul dengan mikrokontroller AVR ATmega 128L yang berfungsi untuk memproses data-data dan mengontrol

sistem di mana input dari rotary encoder, dosis pemupukan, diameter roda

penggerak dan kecepatan motor DC akan diolah dan digunakan untuk

mengontrol kecepatan metering device dengan kontrol PID.

 Informasi tentang roda penggerak, berupa diameter dan sensor putaran

(rotary encoder) roda penggerak, akan digunakan untuk mendeteksi posisi dan kecepatan traktor.

Counter Board menghitung masukan dari sensor kecepatan putar roda penggerak dan kecepatan motor DC yang terbaca oleh rotary encoder yang akan menjadi masukan untuk mikrokontroler dalam mengontrol metering device.

SPC motor controller merupakan modul pengendali motor DC yang berfungsi untuk mengendalikan kecepatan motor DC.

H-bridge 30A, merupakan Driver motor yang menghasilkan drive 2 arah yang akan mengontrol putaran motor DC berdasarkan instruksi dari

mikrokontroler yang dihubungkan dengan SPC motor controller

 Motor DC menggerakkan metering device pada prototipe mesin pemupuk dan juga menggerakkan rotary encoder yang akan memberikan informasi putaran motor DC ke mikrokontroler.

Metering device menentukan output dari prototipe mesin pemupuk berdasarkan jumlah putaran yang digerakkan oleh motor DC.

Flash merupakan modul yang digunakan untuk menyimpan data yang direkam oleh mikrokontroller AVR ATmega 128 selama pemupukan

berlangsung.

 RFM12 merupakan modul wireless yang digunakan untuk mengirim data

(55)

Rangka hopper. Rangka dibuat untuk dapat menahan beban 4 buah hopper

dengn total beban 120 kg. Ukuran setiap hopper 30 x 28 cm, selain itu, diharapakan rangka tahan terhadap karat, sehingga untuk bahan rangka terbuat

dari stainless steel. Dimensi rangka dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dudukan sensor roda penggerak. Diameter roda 80 cm, jarak dari roda ke badan traktor 10 cm, sehingga dudukan sensor dibuat sepanjang 50 cm.

Penempatan pupuk. Jarak minimum antara landasan dengan hopper sekitar 90 cm. sehingga dibuat dari pipa sepanjang 90 cm.

Prosedur Pengujian

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari sistem

yang akan dikontrol, kontrol yang akan digunakan yaitu kontrol PID. konstanta

yang dibutuhkan dalam identifikasi ini yaitu K, T, dan d. K adalah perbandingan

antara kecepatan motor terukur (rps) dan perintah pengendalian motor (pwm), T

adalah waktu konstan (s), dan d adalah delay (s).

Konstanta T, dan d diperoleh dengan menjalankan motor dengan kecepatan

maksimum, data kecepatan motor direkam setiap 5 ms dan motor dijalankan

selama 1 detik. Hal ini diulang 3 kali. Data yang diperoleh kemudian diplotkan

menggunakan model ( ) 1 T(t d) K

e t

g     untuk t > d dan g(t) = 0 untuk t < d

(Setiawan, 2010). Konstanta K diperoleh dengan membandingkan nilai PWM dan

kecepatan motor. Nilai K, T dan d yang diperoleh, digunakan untuk menentukan

koefisien Kp, Ti dan Td dengan Metoda Internal Control (MIC). Menurut Setiawan et al. 2011, pengujian dengan MIC lebih baik dibandingkan

dengan Metoda Ziegler-Nichols.

Penentukan nilai Kp, Ti dan Td dengan MIC, menggunakan persamaan :

Gambar

Gambar 3 Blok diagram ATmega 128 (Atmel 2010)
Gambar 5 Bentuk dan sinyal  output  incremental rotary  encoder  (Automation
Gambar 6 Bentuk fisik pupuk
Gambar 7 Bagan alir proses penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

kehendak-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “ PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN DENGAN METODE DRILL DAN METODE GAME TERHADAP KEMAMPUAN PASSING, SHOOTING, DAN

purposive random sampling , dengan subjek yang memenuhi karakteristik sebagai berikut: a) Siswa kelas V SD Ta’mirul Islam Surakarta. b ) Memiliki pengetahuan disiplin berlalu

Tinjauan Seni, Sebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni.. Penerbit Saku

Melalui penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan teknik pengumpulan data (wawancara) yang dilakukan secara langsung dengan informan kunci yaitu dewan

Kawasan wisata Gunung Galunggung sudah tidak diperkenankan lagi adanya pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata, terkecuali yang dibutuhkan pelebaran

Dijumpai hubungan antara kejadian asma dengan jumlah saudara kandung pada anak dengan riwayat atopi. Pemberian ASI diduga

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi menentukan

- Pelapukan batuan dapat terjadi karena pengaruh perubahan suhu, persenyawaan dengan oksigen atau oleh makhluk hidup. - Berdasarkan komposisi penyusunnya, jenis