• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of 2nd Prototype and Performance Test of Variable Rate Granular Applicator for Paddy Field with Precision Farming Concept

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of 2nd Prototype and Performance Test of Variable Rate Granular Applicator for Paddy Field with Precision Farming Concept"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE II DAN UJI KINERJA MESIN

PEMUPUK DOSIS VARIABEL (Variable Rate Granular Applicator)

PADA BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN KONSEP PERTANIAN

PRESISI

PANDU GUNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Prototipe II dan Uji Kinerja Mesin Pemupuk Dosis Variabel (Variable Rate Granular Applicator) pada Budidaya Padi Sawah dengan Konsep Pertanian Presisi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dengan pendanaan dari program I-MHERE B.2.C IPB dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

(4)
(5)

ABSTRACT

PANDU GUNAWAN. Development of 2nd Prototype and Performance Test of Variable Rate Granular Applicator for Paddy Field with Precision Farming Concept. Supervised by RADITE P. A. SETIAWAN and I WAYAN ASTIKA.

The development of variable rate granular applicator for paddy field has been started since 2010 by Azis and 2011 by Sapsal. The machine based on modified riding type paddy transplanter tractor equipped with electronic controlled fertilizer applicator. It has ability to perform variable rate on dose of application using urea, phosphor, and NPK compound. The developed variable rate applicator (VRA) equipped with digital controlled metering devices so that the dose of application could be given accurately and the amount of application could be changed in flexible way according to recommended dose. The machine has 4 units of metering devices, has 8 application rows, and equipped with pneumatic diffusers. RTK-DGPS was used to monitor the position of the VRA in the field. Performance tests had been done for several parameters, included uniformity of air flow at each diffuser, granular fertilizer spreader pattern, and linearity of actual amount of fertilizer with respect to the commanded dose. Average rate of air flow in each diffuser was 0.0073 m3/s, with 7.23 % CV. Total working width of the machine was about 5 m. Field capacity was about 0.94 ha/hour on 750 m2 paddy field and 1.13 ha/hour on 1200 m2 paddy field. The results of the tests on metering dose showed that the develop VRA could spread fertilizer uniformly and gave accurate application dose. The yield result showed that uniformity of unhulled rice production was reached 74.7%.

(6)
(7)

RINGKASAN

PANDU GUNAWAN. Pengembangan Prototipe II dan Uji Kinerja Mesin Pemupuk Dosis Variabel (Variable Rate Granular Applicator) pada Budidaya Padi Sawah dengan Konsep Pertanian Presisi. Dibimbing oleh RADITE P. A. SETIAWAN dan I WAYAN ASTIKA.

Pertanian presisi merupakan konsep produksi pertanian yang menekankan pada pengumpulan data spesifik lokasi untuk pengambilan keputusan mengenai produksi pertanian yang sesuai dengan lokasi tertentu. Salah satu proses budidaya pertanian yang mengikuti konsep pertanian presisi adalah pemupukan. Hubungan pupuk dan tanaman menjadi salah satu parameter yang akan menentukan hasil panen disamping faktor lingkungan dan kinerja petani. Aplikasi pupuk pada media tanam harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan unsur hara media tanam agar diperoleh tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi pada proses budidaya. Kebutuhan tanah terhadap unsur hara dengan dosis yang tepat untuk mendukung pertumbuhan tanaman seringkali tidak terpenuhi oleh metode pemupukan URT (Uniform Rate Technology). Hal tersebut membuat jumlah pupuk yang diaplikasikan ke lahan menjadi tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanah sehingga ketidakseragaman pertumbuhan tanaman dapat terjadi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan mesin pemupuk berbasis kontrol otomatik yang dapat memupuk dengan dosis yang tepat, waktu yang tepat, dan lokasi yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan konsep pertanian presisi yaitu, tepat dosis, tepat waktu dan tepat lokasi bagi pemupukan padi sawah. Detail capaian yang diinginkan dari penelitian ini antara lain: Melakukan pengembangan prototipe I mesin

VRT Granular Applicator. Pengembangan dilakukan dengan melengkapi sistem

navigasi RTK-DGPS dan penghembus udara bertekanan untuk penyaluran pupuk. Selanjutnya uji kinerja mesin dilakukan pada pemupukan budidaya padi sawah untuk menganalisis kapasitas lapangan efektif dari penggunaan mesin pemupuk dosis variabel di lahan sawah, serta menganalisis tingkat keseragaman hasil budidaya padi sawah yang telah dipupuk menggunakan Variable Rate Technology (VRT).

Penelitian dilakukan selama bulan Januari 2012-November 2012. Hasil pengembangan prototipe mesin pemupuk dosis variabel berupa implemen mesin yang dapat digandeng dengan traktor perawatan lahan sawah dan telah dilengkapi penghembus udara bertekanan untuk penyebaran pupuk. Uji kinerja mesin telah dilakukan pada dua lahan sawah yang terletak pada Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dan lahan sawah petani di daerah Cikarawang. Mesin pemupuk dosis variabel memiliki kapasitas lapangan sebesar 0.94 ha/jam pada lahan percobaan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo dengan luas 750 m2 dan 1.13 ha/jam pada lahan sawah petani di Cikarawang dengan luas 1200 m2. Kapasitas lapangan efektif rata-rata mesin pada aplikasi di dua lokasi tersebut adalah 1.04 ha/jam. Lebar kerja mesin 4.8 m dan bekerja pada kecepatan maju rata-rata 0.7 m/detik. Penjatah pupuk memiliki akurasi yang cukup tinggi dengan tingkat kesalahan rata-rata dibawah 5% dari dosis yang diperintahkan. Sistem pneumatik bekerja dengan baik untuk menyebarkan pupuk pada aplikasi di lapangan. Pola sebaran pupuk secara umum mengikuti pola trapezoidal dan W-shaped pattern

(8)

menggunakan BWD, namun potensi penghematan pupuk dapat mencapai 13% jika terdapat variasi kebutuhan yang besar antar blok aplikasi. Teknologi pemupukan dosis variabel memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Penerapannya pada budidaya padi sawah diharapkan dapat mengurangi dampak lingkungan akibat pemberian pupuk dalam jumlah yang berlebihan pada tanaman padi.

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(10)
(11)

PENGEMBANGAN PROTOTIPE II DAN UJI KINERJA MESIN

PEMUPUK DOSIS VARIABEL (Variable Rate Granular Applicator)

PADA BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN KONSEP PERTANIAN

PRESISI

PANDU GUNAWAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Pengembangan Prototipe II dan Uji Kinerja Mesin PemupukaDosis iaiVariabeli(Variable Rate Granular Applicator) pada Budidaya Padi iaiSawah dengan Konsep Pertanian Presisi.

Nama : Pandu Gunawan NIM : F151100061

Program Studi : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Radite P. A. Setiawan, M.Agr Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pengembangan Prototipe II dan Uji Kinerja Mesin Pemupuk Dosis Variabel (Variable Rate Granular Applicator) pada Budidaya Padi Sawah dengan Konsep Pertanian Presisi. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan November 2012 di Laboratorium Teknik Mesin dan Otomasi, Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo, dan lahan sawah petani di daerah Cikarawang, Bogor. Penelitian ini dibiayai oleh program IM-HERE B.2.C. Sebagian hasil penelitian ini telah dipresentasikan pada seminar internasional I-MHERE dengan

judul “Modifikasi dan Uji Kinerja Mesin Pemupuk Dosis Variabel pada Budidaya Padi Sawah” pada tanggal 5-6 September 2012 di Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Radite P.A Setiawan, M.Agr selaku pembimbing pertama atas segala bimbingan, arahan dan masukannya selama proses penelitian berlangsung hingga penulisan tesis ini selesai dan Bapak Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Agr selaku pembimbing kedua atas segala koreksi, bimbingan dan arahannya dalam menyusun tesis ini serta Bapak Dr. Ir. Wawan Hermawan MS sebagai dosen penguji luar komisi. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Radite P.A Setiawan, M.Agr selaku ketua peneliti pada Program IM-HERE B.2.C tahun 2009 - 2012 atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis menjadi bagian dalam penelitian. Teman-teman TMP 2010 dan TMB 45 atas dukungan dan semangatnya. Staf, laboran dan teknisi laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Fateta IPB. Kedua orang tua Bapak Ir. Broto Wibowo dan Dra. Sri Handayani, serta istri tercinta Astiti Puriwigati STP atas segala pengorbanan dan dukungan yang tak ternilai yang diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemajuan ilmu dan pengetahuan bangsa Indonesia.

Bogor, Januari 2013

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tangga 9 Mei 1987 di Karang Anyar, Solo, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra dari pasangan Ir. Broto Wibowo dan Dra. Sri Handayani. Penulis telah menikah dan memiliki isteri yang bernama Astiti Puriwigati, STP.

Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi jenjang menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor. Masuk IPB melalui jalur USMI, penulis menjadi civitas akademika IPB pada tahun yang sama. Pada tahun 2006, penulis masuk ke Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis menyelesaikan masa studi S1 selama empat setengah tahun dan lulus pada akhir tahun 2009. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten mata kuliah dan asisten praktikum di Departemen Teknik Pertanian. Mata kuliah dan praktikum yang diampu antara lain: Motor dan Tenaga Pertanian, Gambar Teknik, Statika dan Dinamika, Ilmu Ukur Wilayah, dan Teknologi Perkebunan (D3). Penulis aktif mengikuti lomba dan karya ilmiah, pada tahun 2007 penulis memperoleh Juara III lomba karya tulis ilmiah tingkat IPB. Beberapa kegiatan seminar maupun international course pernah diikuti penulis untuk mewakili IPB, seperti beberapa diantaranya: menjadi MC pada seminar International Society of Paddy

and Water Environment Engineering (PAWEES) di Bogor tahun 2009, menjadi

pemakalah pada simposium internasional Agricultural Engineering Towards

Sustainable Agriculture in Asia di Bogor tahun 2009, dan menjadi peserta mewakili IPB

pada Intensive English IELSP di Ohio University tahun 2009.

Pada tahun 2010 penulis meraih beasiswa I-MHERE B2c untuk meneruskan studi magister di Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2011 penulis meraih Juara I dalam kontes desain skala nasional (Art and Technology Design Awards) yang diadakan oleh

Indonesian Contemporary Art and Design (ICAD) dengan inovasi “jabuma: pengering

alas kaki portabel tenaga gas buang kendaraan bermotor”. Selama masa perkuliahan penulis mengikuti beberapa kegiatan untuk mewakili IPB, seperti diantaranya: peserta pada summer course dan winter course di Ibaraki University, menjadi pemakalah pada

International Student Conference at Ibaraki University (ISCIU) VII di Ibaraki

(18)
(19)

xix Halaman

DAFTAR ISI xix

DAFTAR TABEL xxi

DAFTAR GAMBAR xxiii

DAFTAR LAMPIRAN xxvii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Pertanian Presisi 5

Global Positioning System (GPS) 6

Geographic Information System (GIS) 10

Variable Rate Applicator (VRA) 12

Peranan Unsur N, P, dan K dalam Pertumbuhan Tanaman Padi 13

Rekomendasi Takaran Pupuk 14

Teknis Pemupukan Padi Sawah 16

3 METODE PENELITIAN 19

Waktu dan Tempat Penelitian 19

Alat dan Bahan Penelitian 19

Tahapan Penelitian 20

4 PENDEKATAN RANCANGAN 27

Rancangan Fungsional 27

(20)

xx

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 41

Hasil Simulasi Prototipe II Mesin Pemupuk Dosis Variabel 41 Pengembangan Prototipe Mesin Pemupuk Dosis Variabel 51

Uji Statik Mesin Pemupuk Dosis Variabel 62

Uji Lapangan 74

6 KESIMPULAN DAN SARAN 97

Kesimpulan 97

(21)

xxi Halaman

1 Rekomendasi Pemberian Pupuk N 15

2 Rekomendasi Pemberian Pupuk P 15

3 Rekomendasi Pemberian Pupuk K 16

4 Tahapan Dosis Pemupukan 16

5 Kehilangan tekanan akibat belokan dan percabangan dalam satuan feet

(HyperGEAR, 2007) 38

6 Data simulasi pembagi tekanan 47

7 Data simulasi modifikasi pembagi aliran pada pipa diffuser 49

8 Tingkat error pada penjatah pupuk 65

9 Tingkat error pada penjatah pupuk setelah kalibrasi 66 10 Data pengukuran kecepatan alir udara pada pembagi tekanan 68 11 Nilai koefisien kekasaran bahan (Chaurette, 2003) 68

12 Data pengukuran kecepatan udara penghembus pupuk 69

(22)
(23)

xxiii Halaman

1 Tahapan pertanian presisi (Chartuni, 2007) 5

2 Ilustrasi penentuan lokasi menggunakan GPS (Bao, 2005) 7

3 Penggunaan DGPS (El-Rabbany, 2002) 9

4 Penggunaan DGPS untuk penyemprotan (El-Rabbany, 2002) 9

5 Hasil pengolahan GIS 10

6 Pemetaan gulma pada lahan kedelai (Solahudin, 2006) 11 7 Peta kondisi tanaman padi berdasarkan BWD (Astika, 2010) 11

8 Uji kontrol dosis pupuk (Azis, 2010) 12

9 Mesin pemupuk dosis variabel (Setiawan, 2010) 13

10 Tahapan penelitian 20

11 Tahapan Proses Pengembangan Mesin Pemupuk Laju Variabel 21

12 Modifikasi mesin pemupuk dosis variabel 22

13 Sentrifugal blower tipe CFAB-CZR 22

14 Tahap uji kinerja mesin pemupuk laju variabel 23

15 Mesin pemupuk dosis variabel 30

16 Tiga titik gandeng 31

17 Rangkaian puli dan sabuk 32

18 Diagram pemilihan sabuk-V (Sularso, 2004) 32

19 Hasil simulasi pembagi tekanan 34

20 Rangka blower dan hopper 35

21 Pusat massa rangka 35

22 Saluran udara bertekanan pada rangka 37

23 Pembagian saluran udara bertekanan 39

(24)

xxiv

25 Dimensi dan ukuran hopper (Azis 2011) 40

26 Simulasi beban pada rangka utama 42

27 Simulasi defleksi rangka utama 42

28 Simulasi rangka utama yang dimodifikasi 43

29 Simulasi tingkat defleksi rangka utama yang dimodifikasi 43

30 Ilustrasi beban pada kunci mekanik 44

31 Simulasi torsi putar pada universal joint 45

32 Beban torsi putar pada rangkaian puli-sabuk 46

33 Simulasi aliran udara pada komponen pembagi aliran 46 34 Simulasi kecepatan udara pada komponen penghembus butiran pupuk 48 35 Hasil simulasi awal pembagi aliran pada pipa menuju diffuser (inzet: penurunan

kecepatan udara yang dapat menghambat aliran pupuk) 48 36 Hasil simulasi modifikasi lidah sirip pada pembagi aliran 49

37 Simulasi aliran pupuk di saluran penghembus 50

38 Simulasi aliran pupuk pada saluran penghubung diffuser (inzet: perbesaran bagian pemisah) 51

39 Modifikasi rangka utama 52

40 Modifikasi lengan diffuser 52

41 Ilustrasi kerja kunci mekanik 53

42 Kunci mekanik 53

43 Penggunaan universal joint pada mesin pemupuk 54

44 Sistem transmisi puli sabuk 55

45 Gearbox TA-30 56

46 Kopling cakar 57

47 Penempatan komponen sistem pneumatik 57

(25)

xxv

50 Letak GPS antenna dan radio receiver 60

51 Console unit pada traktor 60

52 Tata letak komponen sistem navigasi pada traktor 61

53 Unit kontrol tambahan (atas) dan unit kontrol utama (bawah) 61

54 Skema kerja unit kontrol tambahan 61

55 Mesin pemupuk dosis variabel 62

56 Komponen-komponen pada mesin pemupuk dosis variabel 63

57 Komponen penjatah pupuk 63

58 Hasil kalibrasi penjatah pupuk 64

59 Grafik hasil validasi penjatah pupuk 65

60 Komponen pembagi aliran udara terpasang pada traktor 67 61 Pengukuran kecepatan aliran udara di pembagi tekanan 67

62 Komponen penghembus butiran pupuk 69

63 Komponen diffuser(kiri); komponen lidah sirip (kanan) 70

64 Komponen penghembus pupuk 71

65 Ilustrasi pola tumpang tindih sebaran pupuk 72

66 Pengujian sebaran pupuk pada komponen diffuser 72

67 Sebaran pupuk pada lebar kerja mesin pemupuk dosis variabel 73

68 Sebaran butiran pupuk di lahan 74

69 Pengukuran warna daun padi (kiri) dan peta kebutuhan pupuk (kanan) 75

70 Peta kebutuhan dosis pupuk 76

71 Ilustrasi perhitungan dosis aplikasi pupuk 77

(26)

xxvi

73 Indikasi kesalahan pada dosis target aplikasi pupuk oleh GPS3 79

74 Hasil cek dosis target yang telah sesuai 79

75 Jalur aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo 80 76 Aplikasi pupuk di lahan Lab. Lapangan Siswadhi Soepardjo 81

77 Pengangkutan mesin pemupuk dosis variabel 82

78 Jalur aplikasi pupuk di lahan Cikarawang 82

79 Aplikasi pupuk di lahan Cikarawang 83

80 Peta jumlah pupuk yang dikeluarkan oleh mesin pada aplikasi pemupukan 86

81 Penandaan blok panen pada lahan sawah 87

82 Proses pemanenan 88

83 Penimbangan biomasa padi 88

84 Proses perontokkan padi 89

85 Sampel gabah pada saat uji kadar air 89

86 Peta produksi gabah di lokasi I 90

87 Peta produksi gabah di lokasi II 91

88 Bulir padi rontok akibat serangan hama burung di Lab. Lapangan Siswadhi

Soepardjo 93

89 Peta lokasi lahan percobaan di Cikarawang 94

90 Kondisi muka air Situ Gede 95

(27)

xxvii Halaman

1 Gambar Piktorial Mesin Pemupuk Dosis Variabel 105

2 Gambar Orthogonal Mesin Pemupuk Dosis Variabel 106

3 Gambar Komponen Mesin Pemupuk Dosis Variabel 107

4 Gambar Piktorial Tiga Titik Gandeng 108

5 Gambar Orthogonal Tiga Titik Gandeng 109

6 Gambar Piktorial Universal Joint 110

7 Gambar Orthogonal Universal Joint 111

8 Gambar Piktorial Sistem Puli-Sabuk 112

9 Gambar Orthogonal Sistem Puli-Sabuk 113

10 Gambar Piktorial Gearbox 114

11 Gambar Orthogonal Gearbox 115

12 Gambar Piktorial Blower 116

13 Gambar Orthogonal Blower 117

14 Gambar Piktorial Rangka Utama 118

15 Gambar Orthogonal Rangka Utama 119

16 Gambar Piktorial Pembagi Aliran Udara 120

17 Gambar Orthogonal Pembagi Aliran Udara 121

18 Gambar Piktorial Rangka Hopper 122

19 Gambar Orthogonal Rangka Hopper 123

20 Gambar Piktorial Hopper dan Penjatah Pupuk 124

21 Gambar Orthogonal Hopper dan Penjatah Pupuk 125

22 Gambar Piktorial Rangka Diffuser dan Diffuser 126

(28)

xxviii

24 Kode Program Navigasi Mikrokontroler ATmega 16 128

(29)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian presisi merupakan konsep produksi pertanian yang menekankan pada pengumpulan data spesifik lokasi untuk pengambilan keputusan mengenai produksi pertanian yang sesuai dengan lokasi tertentu. Salah satu proses budidaya pertanian yang mengikuti konsep pertanian presisi adalah pemupukan. Pemupukan merupakan proses budidaya tanaman yang sangat penting. Hubungan pupuk dan tanaman menjadi salah satu parameter yang akan menentukan hasil panen disamping faktor lingkungan dan kinerja petani. Aplikasi pupuk pada media tanam harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan unsur hara media tanam agar diperoleh tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi pada proses budidaya.

Tanah sebagai salah satu media tanam yang paling banyak digunakan dalam menumbuhkan tanaman memiliki karakter kimia dan kandungan hara yang sangat beragam. Keragaman unsur hara tersebut berpengaruh kepada tanaman yang akan ditumbuhkan karena setiap jenis tanaman memerlukan porsi hara yang berbeda-beda bagi pertumbuhannya. Pada kenyataanya, jumlah unsur hara yang terkandung dalam tanah terkadang sesuai dengan kebutuhan, melebihi kebutuhan, atau malah kurang dari yang dibutuhkan oleh tanaman. Untuk memperbaiki keragaman hara tanah yang terjadi, maka pada setiap awal proses penanaman dilakukan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Namun, penambahan hara pada tanah tidak serta merta menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Pada kadar tertentu, jumlah unsur hara yang ditambahkan dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik tetapi jika proses penambahan dilakukan secara berlebihan maka kualitas pertumbuhan tanaman tidak akan setara dengan penambahan jumlah pupuk dan hanya akan membuang pupuk secara percuma. Proses pemberian unsur hara (pemupukan) dengan dosis yang tepat bagi pertumbuhan tanaman sangat diperlukan. Salah satu teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah mesin pupuk dosis variabel.

(30)

pertanian presisi, kinerja mesin pupuk dosis variabel didukung oleh perangkat teknologi pelacak posisi (GPS), peta digital kebutuhan unsur hara tanah, dan unit aplikator yang dilengkapi dengan kemampuan penjatahan pupuk dengan dosis yang bervariasi.

Penelitian yang telah dilakukan untuk membuat mesin pupuk dosis variabel antara lain: pengontrolan kecepatan putar metering device menggunakan PID (Azis, 2010) dan pembuatan empat unit aplikator yang dilengkapi dengan RTK-DGPS receiver

(Sapsal, 2011) serta peta kebutuhan hara tanah untuk aplikasi di lahan (Astika, 2010). Prototipe I mesin pemupuk dosis variabel yang dibuat tahun 2011 belum dilengkapi oleh beberapa fungsi yang dapat meningkatkan efektifitas kerja mesin di lahan sawah seperti sistem pneumatik untuk penyebaran pupuk granul ke lahan sawah, sistem akuisisi data pengeluaran penjatah pupuk, sistem transmisi daya enjin ke unit penghasil udara bertekanan, dan sistem navigasi RTK-DGPS untuk penentuan lokasi mesin dan blok aplikasi pupuk di lahan. Pengembangan prototipe II bertujuan untuk membangun sistem yang memiliki fungsi: penghasil udara bertekanan, pembagi dan penyalur udara bertekanan, penebar pupuk, transmisi daya enjin ke unit implemen, dan fungsi navigasi berbasis RTK-DGPS untuk menunjang kerja mesin di lapangan.

Penggunaan mesin pupuk dosis variabel diharapkan dapat meningkatkan efisiensi waktu kerja dan efektifitas pemupukan dalam budidaya tanaman. Dibandingkan dengan metode pemupukan URT (Uniform Rate Technology), metode VRT memiliki potensi untuk memperkecil variasi kondisi hara tanah bagi keseragaman pertumbuhan tanaman.

Perumusan Masalah

(31)

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini untuk menerapkan konsep pertanian presisi pelaksanaan pemupukan pada budidaya padi sawah. Lebih jauh lagi tujuan penelitian ini antara lain:

a. Meningkatkan kinerja prototipe I mesin VRT Granular Applicator (Sapsal, 2011) dengan menambahkan fungsi penghasil udara bertekanan, pembagi dan penyalur udara bertekanan, penebar pupuk, transmisi daya enjin ke unit implemen, dan fungsi navigasi menggunakan RTK-DGPS serta menguji kinerja mesin pada budidaya padi sawah.

b. Mengukur kapasitas lapangan efektif dari penggunaan mesin pemupuk dosis variabel di lahan sawah.

c. Menganalisis tingkat keseragaman hasil budidaya padi sawah yang telah dipupuk menggunakan Variable Rate Technology (VRT).

Kegunaan Penelitian

(32)
(33)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pertanian Presisi

Pertanian presisi merupakan sebuah konsep manajemen yang mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk menghasilkan sebuah keputusan yang berkenaan dengan produksi pertanian (Shields, 1998). Menurut Brase (2005), pertanian presisi

(precision agriculture) juga disebut sebagai pertanian spesifik lokasi yang bertujuan

mengumpulkan data untuk pengambilan keputusan mengenai produksi pertanian yang sesuai dengan lokasi tertentu. Secara umum, pertanian presisi didefinisikan sebagai sistem menejemen produksi pertanian yang berbasis teknologi informasi untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola faktor-faktor produksi untuk mengoptimumkan keuntungan, daya tahan, dan perlindungan sumber daya lahan (Singh, 2007). Menurut Chartuni (2007) ada tiga tahapan dalam penerapan pertanian spesifik, yaitu: pengumpulan data, intrepretasi data, dan aplikasi di lapangan. Gambar 1 menunjukkan tahapan penerapan pertanian spesifik.

Gambar 1 Tahapan pertanian presisi (Chartuni, 2007)

(34)

Sejak diaplikasikannya GPS (Global Positioning System) lima belas tahun lalu, konsep pertanian presisi mulai bermunculan di banyak negara. Penggunaan GPS dalam pertanian banyak dimanfaatkan untuk: aplikasi pestisida, aplikasi kapur, aplikasi pupuk, dan untuk pemantauan proses panen pada lahan yang sangat luas (Grisso, 2009). Penggunaan sistem navigasi berbasis GPS membantu operator mengurangi kesalahan aplikasi dan tumpang tindih dalam pekerjaan lahan yang sebelumnya sangat bergantung pada akurasi visual.

Selain untuk mengurangi kesalahan faktor manusia dalam pekerjaan, keuntungan penerapan pertanian presisi dapat dilihat dari dua aspek lainnya, yaitu: aspek ekonomi dan lingkungan. Keuntungan ekonomi dapat diperoleh karena konsep pertanian presisi memberi hasil keluaran (keputusan) yang meminimalkan biaya operasi dan meningkatkan pendapatan. Sementara itu, keuntungan dari sisi lingkungan dapat diperoleh karena konsep pertanian presisi memiliki kemampuan untuk mengelola keputusan dalam mengurangi dampak pada sumber daya alam (Brase, 2005). Beberapa komponen teknologi yang menjadi syarat diterapkannya konsep pertanian presisi antara lain: Geographical Information Systems (GIS), Global Positioning Systems (GPS),

sensors, Variable Rate Technology (VRT), dan Yield Monitoring (YM) (Rains dan

Thomas, 2009).

Global Positioning System (GPS)

Posisi dari sebuah titik di sebuah ruang dapat diketahui jika dilakukan pengukuran jarak dari titik tersebut terhadap titik lain yang telah diketahui posisinya (Bao, 2005). Global Positioning System (GPS) adalah salah satu teknologi kunci yang memungkinkan penentuan posisi sebuah titik pada pola keruangan. GPS terdiri atas konstelasi 24 satelit pada ketinggian orbit di atas bumi yang menempati 6 orbit yang mengelilingi bumi. Satelit ini secara terus menerus mentransmisikan sinyal radio yang diambil dan diuraikan dengan penerima khusus (Rains dan Thomas 2009). Penentuan lokasi titik dilakukan menggunakan persamaan (1), (2), dan (3) (Bao, 2005):

√ (1)

√ (2)

(35)

Karena terdapat tiga parameter yang tidak diketahui dan tiga persamaan penyelesaian, maka ketiga parameter tersebut seharusnya dapat dicari solusinya. Secara teoritis, seharusnya terdapat dua solusi pada tiap persamaan karena bentuk persamaan yang ada adalah persamaan kuadrat ordo kedua. Menggunakan linearisasi dan pendekatan iterasi, maka ketiga parameter yang tidak diketahui dapat dicari solusinya. Ilustrasi perhitungan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Ilustrasi penentuan lokasi menggunakan GPS (Bao, 2005)

Pembacaan GPS memberikan informasi posisi dalam pasangan latitude-longitude, tetapi ditransformasikan menjadi koordinat x,y untuk penggunaan dalam sistem koordinat lapangan. Srivastava et al. (2006) menyatakan bahwa Transformasi mengasumsikan bumi sebagai elips dengan properti yang diberikan oleh J.P Snyder pada tahun 1978 dalam Srivastava et al (2006) dan memanfaatkan persamaan (4) dan (5):

[ ] (4)

[ ( ]) (5)

√ (6)

Di mana : Lat = latitude (radian) Lon = longitude (radian) dLat = diferensial dari latitude

Satelit 1 Satelit 3

Satelit 2

(36)

dLon = diferensial dari longitude

dx = diferensial dari dimensi x (timur-barat) dy = diferensial dari dimensi y (utara-selatan) a = jari-jari equator (6.378.135 m)

b = jari-jari polar (6.356.750 m)

Persamaan (4) dan (5) harus diintegralkan untuk memperoleh koordinat bidang. Jika dua titik di lapangan cukup dekat (biasanya dalam perubahan 1 menit dalam longitude atau latitude), hasil integrasi berikut mendekati bentuk persamaan (7) dan (8) dengan beberapa variabel yang dijelaskan oleh persamaan (9) dan (10) :

(7)

Akurasi GPS dalam menentukan posisi dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas penerima. Menurut Ehsani (2003) akurasi GPS biasa yang bekerja pada aktivitas dinamis akan menurun dibandingkan jika dioperasikan pada aktivitas statis. Untuk meningkatkan akurasi penentuan lokasi, maka digunakan metode Real Time Kinematic

(RTK) dimana pada metode tersebut dua receiver GPS melakukan tracking pada satelit yang sama sehingga akurasi pengukuran dapat meningkat hingga 2-5 cm (El-Rabbany, 2002). Selain itu, dikenal juga metode penentuan Real Time Differensial GPS yang menggunakan receiver base dengan posisi statis dan dapat memberi koreksi jarak pada

rover melalui format Radio Technical Commission for Maritime Service (RTCM)

(37)

Gambar 3 Penggunaan DGPS (El-Rabbany, 2002)

Kemampuan DGPS untuk memberikan data posisi hingga akurasi sentimeter telah membuat sebuah revolusi pada teknis pertanian. Beberapa contoh penerapan DGPS untuk kegiatan pertanian antara lain: pengambilan data sampel tanah berdasarkan posisi sampling dapat mempermudah pembuatan peta kesuburan tanah, jika DGPS diintegrasikan dengan sistem pemandu udara maka proses penyemprotan menggunakan pesawat udara (baik untuk pupuk ataupun pestisida) dapat lebih akurat dan memiliki dosis variabel sesuai data kesuburan tanah atau kondisi tanaman yang telah ada (Gambar 3). Selain itu, kegunaan DGPS dalam proses panen sangat membantu petani skala besar untuk membuat panduan bagi mesin panen agar bekerja pada posisi lahan yang telah siap dipanen (El-Rabbany, 2002).

(38)

Geographic Information System (GIS)

Sistem Informasi Geografi (GIS dalam bahasa Inggris) merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Tim Teknis Nasional, 2007). GIS sudah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari. Selain itu, GIS sudah banyak diterapkan untuk bidang pertanian, militer, kependudukan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya (Sutton, 2009). Saat ini telah banyak software aplikasi untuk pembuatan GIS, di antaranya Arc View, Quantum GIS, Map Info, Arc Info, dan sebagainya. Hasil keluaran pengolahan data raster pada software aplikasi merupakan sebuah peta digital yang memiliki berbagai informasi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5. Kedua gambar tersebut merupakan pemetaan satu daerah yang sama, namun setelah diolah menggunakan aplikasi GIS dapat diperoleh dua informasi yang berbeda yaitu: peta topografi dan peta pariwisata.

Gambar 5 Hasil pengolahan GIS

(39)

Gambar 6 Pemetaan gulma pada lahan kedelai (Solahudin, 2006)

Peta gulma yang terbentuk dapat memberi informasi untuk referensi dosis herbisida yang harus diterapkan menggunakan Variable Rate Applicator. Sementara itu, Astika (2010) membuat peta kebutuhan unsur hara tanaman padi sawah menggunakan pengolahan citra digital berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). Warna hijau tanaman padi dibandingkan dengan warna hijau pada BWD sehingga dapat diketahui kebutuhan unsur hara N, P, dan K. data-data tersebut kemudian disusun menjadi peta dosis pemupukan (Gambar 7) yang dibutuhkan sebagai referensi bagi aplikasi mesin pemupuk berbasis VRT.

Gambar 7 Peta kondisi tanaman padi berdasarkan BWD (Astika, 2010)

2 2 1 1

3 3 2 1

3 3 1 3

2 2 1 3

3 1 3 5

4 2 4 3

2 1 5 5

(40)

Variable Rate Applicator (VRA)

VRA merupakan sebuah sistem terintegrasi yang dapat mengeluarkan output sesuai dengan kebutuhan objek. Di dalam bidang pertanian teknologi VRA banyak digunakan untuk aplikasi pupuk maupun herbisida atau pestisida. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammadzamani (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan VRA pada aplikasi herbisida dapat mengurangi penggunaan herbisida 13% dibanding metode URT. Penggunaan metode pertanian presisi dalam aplikasi VRA dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: map-based dan sensor-based (Setiawan, 2001). Map-based

VRA merupakan metode penggunaan VRA yang didasari oleh kebutuhan pemupukan lahan dalam sebuah peta pemupukan. Metode ini membutuhkan teknologi GPS untuk mengetahui posisi VRA sehingga dosis yang dikeluarkan akan sesuai dengan kebutuhan hara tanah pada lokasi tersebut. Sementara itu, metode sensor-based lebih mengedepankan penggunaan sensor hara tanah yang dapat menduga kebutuhan pupuk oleh tanah secara real time sehingga pada metode kedua teknologi GPS tidak lagi diperlukan.

Pada tahun 2010, Azis melakukan penelitian mengenai kontrol kecepatan

metering device pada mesin pemupuk dosis variabel (Gambar 8).

Gambar 8 Uji kontrol dosis pupuk (Azis, 2010)

Hasil penelitian tersebut menginformasikan bahwa perubahan laju putaran

metering device dapat proporsional dengan jumlah pupuk yang dikeluarkan sehingga

(41)

pengembangan mesin pemupuk laju variabel telah dilakukan oleh Sapsal (2011). Unit pemupuk yang dibuat oleh Azis dikembangkan menjadi 4 unit yang bekerja secara seri dan disambungkan dengan traktor penanam bibit padi sawah (Transplanter) sehingga dapat diaplikasikan pada lahan sawah (Gambar 9).

Gambar 9 Mesin pemupuk dosis variabel (Setiawan, 2010)

Peranan Unsur N, P, dan K dalam Pertumbuhan Tanaman Padi

Tanaman padi memiliki tiga tahapan pertumbuhan, yaitu: fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pemasakan (Suratno, 1997). Ketiga fase tersebut sangat mempengaruhi jumlah pupuk yang harus diaplikasikan agar diperoleh hasil panen yang maksimal. Tiga unsur hara yang sangat mempengaruhi pertumbuhan padi antara lain: Nitrogen (N), Phospor (P), dan Kalium (K).

Unsur hara N berperan penting pada fase pertama pertumbuhan tanaman padi. Fase pertama atau vegetatif, meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai (hari ke-0 hingga 60 setelah berkecambah). Fase ini merupakan tahapan yang menyebabkan perbedaan umur panen karena lama fase-fase reproduktif dan pemasakan tidak dipengaruhi oleh varietas maupun lingkungan. Selama fase vegetatif, jumlah anakan bertambah dengan cepat, tanaman bertambah tinggi, dan daun tumbuh secara regular. Pada fase vegetatif sangat dibutuhkan hara Nitrogen agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Suratno, 1997). Namun, menurut Sugiyanta (2007) efisiensi pemupukan N tidak akan meningkat setelah aplikasi dosis pemupukan N mencapai 60 kg N/ha. Pada dosis tersebut diperoleh efisiensi pemupukan sebesar 34 kg

1. Antena GPS

2. Modul Kontrol

3. Variable Rate Granular

(42)

gabah/kg N dengan hasil gabah mencapai 6.73 ton/ha tetapi hasil gabah tidak meningkat walaupun dosis N dinaikkan hingga 180 kg N/ha (Tedjasarwana dan Permadi (1991) dalam Sugiyanta (2007)). Menurut Witt et al (1999) dalam Sugiyanta (2007) efisiensi hara N pada padi sawah berkisar 23-100 kg gabah/kg N. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan aplikasi pupuk N pada tanaman padi tidak serta merta meningkatkan hasil produksi padi, namun ada titik optimal yang harus dicapai untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Unsur hara selanjutnya, yaitu P berperan dalam proses fotosintesis, glikolisis, metabolism asam amino, dan menyimpan serta memindahkan energi yang mengintegrasikan membran. Fase selanjutnya, reproduktif, ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang bersamaan dengan inisiasi primordia malai. Pada fase ini kebutuhan hara P sangat besar sehingga kekurangan jenis unsur hara ini sebaiknya dapat dicegah agar pertumbuhan produksi padi tidak terganggu (Mario, 2008).

Unsur hara ketiga (K) berfungsi sebagai osmoregulan, aktivasi enzim, pengatur pH di tingkat selular, keseimbangan kation-anion tingkat sel, pengaturan transpirasi melalui pengaturan bukaan stomata, dan transportasi asimilat (Sugiyanta, 2007). Selain itu, unsur K juga berperan dalam memperkuat dinding sel tanaman dan terlibat dalam lignifikasi jaringan sklerenkim yang dihubungkan dengan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Unsur K dapat diperoleh dari air irigasi sungai dan pengembalian jerami ke lahan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemupukan K dengan dosis 100 kg KCl dapat meningkatkan hasil dari 3.84 ton gabah/ha menjadi 5.12 ton gabah/ha. Di samping itu, aplikasi jerami padi sebanyak 5 ton/ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan pemupukan 100 kg KCl. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembalian jerami ke lahan dapat mensubstitusi penggunaan pupuk Kalium (Syam dan Hermanto (1995) dalam Sugiyanta (2007)).

Rekomendasi Takaran Pupuk

(43)

menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) dengan membandingkan warna skala pada BWD dengan warna aktual daun yang sedang diamati. Secara umum, rekomendasi pemupukan N yang telah dikeluarkan oleh Deptan dalam kartu BWD (Tabel 1) dapat menjadi acuan dalam aplikasi pemupukan. Namun terdapat juga satu pola yang menjadi ketetapan seperti pada contoh, apabila pada suatu daerah tanaman padi di suatu lokasi menghasilkan gabah sebanyak 3 t/ha tanpa pemupukan N, sedangkan target hasil adalah 6 t/ha, maka tambahan pupuk urea yang diperlukan adalah sekitar 325 kg tanpa penggunaan bagan warna daun (BWD) dan 250 kg dengan BWD (Deptan, 2007).

Tabel 1. Rekomendasi Pemberian Pupuk N

Nilai warna daun dengan BWD

Sementara itu, rekomendasi takaran unsur P pada pemupukan dapat dilakukan menggunakan analisis tanah metode HCl 25%. Hasil analisis tanah akan mengkategorikan kondisi tanah kedalam status P rendah, sedang atau tinggi, selanjutnya jumlah pupuk P yang harus diaplikasikan disesuaikan dengan kriteria status P seperti pada Tabel 2 (Mario, 2008).

Tabel 2. Rekomendasi Pemberian Pupuk P Status Hara

*) dapat diberikan satu kali dua musim tanam

(44)

pada tanah dengan kandungan K sedang dan tinggi tidak memberikan respon yang besar. Takaran pupuk K pada tanah ditetapkan berdasarkan analisis tanah dengan metode HCl 25%. Atas dasar hasil analisis, status K tanah dapat dipilah dalam kriteria rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 3 menunjukkan rekomendasi takaran pupuk K berdasarkan status K tanah (Mario, 2008).

Tabel 3. Rekomendasi Pemberian Pupuk K Status Hara

Pemupukan padi sawah memiliki beberapa istilah seperti: pemupukan berimbang, pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan hara spesifik lokasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemupukan berimbang mengacu kepada keseimbangan antara unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi berdasarkan sasaran hasil yang ingin dicapai dengan ketersediaan hara dalam tanah (Buresh, 2006). Sementara itu, penerapan pemupukan berimbang belum dapat direalisasikan di masyarakat karena penggunaan metode URT yang masih mendominasi dan didukung oleh ketersediaan peralatan yang cukup banyak bagi pelaksanaan metode URT.

Menurut Buresh (2006), tahapan dosis pemupukan didasari oleh umur tanam sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.

(45)

Sulfur*

Kalium 50% - 100% - Bila perlu

50% -

*) Bila diperlukan; **) Bagan Warna Daun

Dosis yang diberikan merupakan dosis seragam dengan satuan kilogram per hektar. Aplikasi pemupukan dilapangan sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan yang menjadi tempat tumbuh tanaman padi. Pada umumnya, waktu aplikasi pupuk pada padi sawah sangat dipengaruhi oleh jenis pupuk yang diaplikasikan.

Menurut Maspary (2011), jika digunakan kombinasi pupuk Urea, SP36, dan KCl dengan perbandingan (200-250 kg/ha: 100-150 kg/ha: 75-100 kg/ha) maka satu hari sebelum penanaman dilakukan penyebaran pupuk SP36 100%. Setelah umur 7 hari setelah tanam (HST) dilakukan penyebaran Urea 30% dengan KCl 50%. Ketika umur 20 HST lakukan penyebaran Urea 40% dan setelah umur 30 HST lakukan penyebaran Urea 30% dan KCl 50%. Jika digunakan Urea, SP36 dan KCl namun mempunyai BWD, maka proses aplikasi pertama dan kedua sama seperti diatas namun setiap minggu diperlukan pengetesan warna daun menggunakan BWD. Jika hasil pengetesan tersebut dirasa membutuhkan penambahan Urea maka dilakukan penambahan dengan jumlah yang sedikit (10%). Pengetesan dilakukan sampai tanaman berumur 40 HST. Pada umur 30 HST KCl yang tersisa 50% diaplikasikan seluruhnya.

Sementara itu, jika digunakan pupuk Urea dan NPK Phonska (100 kg/ha: 300 kg/ha), maka pada umur 7 HST berikan Urea 30% dan NPK Ponska 50%. Pada umur 20 HST, berikan Urea 40% dan setelah umur 30 HST berikan Urea 30% dan NPK Ponska 50%. Jika menggunakan BWD, pada 7 HST pupuk NPK Ponska dapat diberikan 50% tanpa diiringi oleh Urea. Satu minggu kemudian, lakukan tes BWD dan jika tanaman membutuhkan Urea maka dapat diaplikasikan sebesar 10%. Hal tersebut dilakukan hingga tanaman berumur 40 HST, pada umur 30 HST NPK Ponska yang tersisa 50% diberikan semuanya.

(46)
(47)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda, yaitu: Laboratorium Teknik Mesin dan Otomasi, Laboratoriom Lapangan Siswadi Soepardjo, dan areal pertanian Cikarawang Kecamatan Dramaga. Proses perancangan dan pengembangan mesin pemupuk dosis variabel dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin dan Otomasi, sementara uji coba mesin dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo (lokasi I) dan areal pertanian Cikarawang Kecamatan Dramaga (lokasi II).

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam 4 bagian, yaitu;

a. Perangkat Keras (Hardware):

Personal Computer (PC) atau komputer jinjing.

 DT-AVR ATmega128L

 Konektor RS232 dan ISP

 RTK-DGPS Outback® S3 GPS Guidance and Mapping System  1 buah SPC Motor Controller

 4 unit motor DC Servo

 4 buah EMS 30A H-Bridge  4 buah Encoder 1024Pulsa b. Perangkat Lunak (Software):

 CodeVisionAVR V2.04.4a

 Microsoft Office 2010

 SharpDevelop 4.2 c. Prototipe

 4unit Variable Rate Granular Fertilizer Applicator

 1 unit blower

(48)

 1 unit rangka dudukan wadah pupuk berbahan stainless steel  4 unit wadah pupuk kapasitas 30 kg berbahan akrilik

 8 unit penebar pupuk berbahan aluminium d. Alat bantu:

Maintenance Vehicle untuk lahan sawah (Transplanter padi dengan roda

ramping dan high clearance)

 Timbangan digital kapasitas 5.0 kg

 Timbangan gantung kapasitas 50 kg

 Meteran 50 m

 Bagan Warna Daun IRRI 4 warna

Bahan yang digunakan yaitu pupuk granular NPK Phonska.

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan besar, yaitu: pengembangan mesin pemupuk laju variabel dan uji kinerja mesin pemupuk laju variabel. Gambar 10 menunjukkan detail tahapan penelitian yang akan dilakukan.

Gambar 10 Tahapan penelitian Mulai

Studi Pustaka

Modifikasi Mesin Pemupuk Laju Variabel

Uji Kinerja Mesin Pemupuk Laju Variabel Pada Lahan Sawah

Pengolahan dan Analisis Data Aplikasi Pupuk dan Hasil Panen

(49)

Studi Pustaka

Literatur diperlukan untuk memberi dasar dan pembatasan pada penelitian. Literatur yang diperoleh tidak hanya berasal dari penelitian di dalam negeri namun juga dari penelitian-penelitian universitas di luar negeri yang telah lebih dulu mengembangkan mesin ini. Informasi yang diperoleh dijadikan pengetahuan yang harus disesuaikan dengan kondisi pertanian di Indonesia.

Pengembangan Mesin Pemupuk Dosis Variabel

Prototipe mesin pemupuk yang telah dibuat harus dimodifikasi agar dapat diaplikasikan di lapangan. Beberapa komponen yang dibuat pada tahap ini antara lain: rangka utama unit pemupuk laju variabel, sistem penghasil udara bertekanan menggunakan blower, dan sistem penyaluran udara bertekanan menggunakan pipa fleksibel. Tahapan proses pengembangan mesin tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Tahapan Proses Pengembangan Mesin Pemupuk Laju Variabel Uji Kinerja Mesin Pemupuk Dosis

(50)

Proses pertama pada tahap pengembangan mesin dilakukan dengan mendesain rangka utama bagi empat unit pemupuk laju variabel serta menyediakan tempat bagi unit penghasil dan penyalur udara bertekanan. Modifikasi desain diperlihatkan oleh Gambar 12.

Gambar 12 Modifikasi mesin pemupuk dosis variabel

Modifikasi ini diperlukan karena rangka prototipe mesin terdahulu tidak mendukung untuk penggunaan unit penghasil udara bertekanan. Selain itu rangka pada unit terdahulu tidak cukup kuat untuk menanggung beban total empat unit pemupuk laju variabel, pupuk, dan unit penghasil udara bertekanan. Pembuatan dan pengujian rangka utama dilaksanakan di laborium lapangan Siswadi Suparjo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

Tahap selanjutnya adalah pemasangan sistem penghasil udara bertekanan. Unit penghasil udara bertekanan menggunakan sebuah blower sentrifugal yang dimodifikasi agar dapat bekerja menggunakan tenaga PTO traktor. Blower sentrifugal yang dipakai adalah Intermediate Pressure Blower tipe CFAB-CZR (Gambar 13). Tipe ini dipilih karena terbuat dari bahan aluminium sehingga dapat mengurangi beban yang dikenakan pada rangka utama, dapat menghasilkan debit udara hingga 1170 CMH, dan memiliki diameter output 100 mm sehingga dapat digunakan sesuai diameter saluran penyalur udara bertekanan.

(51)

Pemasangan blower dilakukan bersamaan dengan instalasi penyalur udara bertekanan. Setelah mekanisme penghasil dan penyalur udara bertekanan selesai terpasang maka uji statis dilakukan untuk mengetahui kinerja unit pemupuk yang telah dikembangkan sebelum pengujian di lahan sawah.

Uji Kinerja Mesin Pemupuk Laju Variabel pada Lahan Sawah

Uji kinerja mesin pemupuk laju variabel pada lahan sawah dilakukan setelah tahapan pengembangan selesai dikerjakan. Urutan proses yang dikerjakan pada tahap uji kinerja disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Tahap uji kinerja mesin pemupuk laju variabel Tahap Pengembangan

Penyediaan Lahan Sawah untuk pemupukan

Petak Sawah Aplikasi VRT pada Lab Lapangan

Petak Sawah Aplikasi VRT pada lahan petani

Penyiapan Lahan dan

(52)

Tahap pengujian dilakukan pada dua lokasi sawah yang berbeda. Pengujian pertama dilakukan pada petak sawah di laboratorium lapangan Siswadi Soepardjo dan dilanjutkan pada aplikasi ditingkat sawah petani. Petak sawah di laboratorium lapangan (lokasi I) memiliki luas area 750 m2 sementara sawah petani di Cikarawang (lokasi II) yang digunakan memiliki luas 1200 m2. Sebelum penanaman bibit padi dilakukan, lahan sawah diolah menggunakan metode pembajakan-penggenangan-penggelebegan (Suastawa, 2008) agar diperoleh kondisi tanah berlumpur. Bersamaan dengan penyiapan lahan, ditetapkan target produksi tiap petak berdasarkan data panen sebelumnya. Selanjutnya penentuan dosis pupuk N,P, dan K dilakukan menggunakan metode BWD

Real Time sesuai dengan petunjuk teknis lapangan PTT padi sawah irigasi (Suryana,

2007). Target yang dijadikan acuan dalam penentuan dosis urea menggunakan kartu BWD adalah 6 ton/ha karena potensi lahan sawah di area Kabupaten Bogor dan lingkar kampus IPB berkisar pada 6 ton/ha. Proses pemanenan dilakukan sebagai akhir dari tahapan uji coba.

Pengolahan dan Analisis Data Aplikasi Pupuk dan Hasil Panen

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain: data peta pemupukan, data dosis pupuk yang dikeluarkan pada setiap grid, dan data kapasitas lapangan efektif serta teoritis mesin pemupuk dosis variabel. Data hasil panen yang diperoleh digunakan untuk menganalisis tingkat keseragaman hasil panen dari tiap blok yang diaplikasikan pupuk menggunakan metode VRT.

Peta pemupukan dibuat menggunakan dosis yang disarankan oleh kartu BWD sesuai warna daun yang diamati. Variasi warna daun padi menghasilkan variasi dosis yang dibutuhkan oleh tanaman padi dengan lokasi yang spesifik. Penetapan lokasi dan dosis tersebut menghasilkan peta dosis pupuk yang harus diaplikasikan di lahan. Data dosis pupuk yang dikeluarkan oleh penjatah pupuk diperoleh dari konversi data putaran penjatah pupuk menggunakan persamaan 11.

( )

(11) Dimana: Ni = kecepatan rotor penjatah pupuk ke-i (rotasi/detik)

W = lebar kerja (m)

Ds = dosis pemupukan (kg/ha)

(53)

ai dan bi = konstanta kalibrasi penjatah pupuk ke-i

Data putaran penjatah pupuk direkam setiap 20 ms, sehingga dalam satu detik terkumpul 50 data. Selanjutnya, data kapasitas lapangan teoritis, kapasitas lapangan efektif, dan effisiensi lapangan dihitung menggunakan persamaan 12, 13, dan 14.

(12)

(13)

(14)

Dimana: KLT = kapasitas lapangan teoritis (ha/jam) w = lebar kerja (m)

v = kecepatan maju traktor(m/detik) KLE = kapasitas lapangan efektif (ha/jam) A = luas lahan (ha)

t = waktu kerja (jam)

Persentase slip roda traktor dilahan diukur berdasarkan perbandingan keliling roda dan jarak tempuh aktual roda. Persamaan untuk menentukan slip roda traktor diperlihatkan oleh persamaan 15.

(15)

Dimana: s = jarak tempuh roda traktor (m) n = jumlah putaran roda traktor p = kelliling roda traktor (m)

Hasil panen padi dalam bentuk berat gabah kering panen merupakan data yang dianalisis untuk menentukan tingkat keseragaman produksi padi. Pada tahap itu, gabah yang telah dirontokkan dari rumpun padi dikeringkan dan ditimbang petak demi petak aplikasi. Proses pengeringan dilakukan menggunakan metode oven agar dapat diketahui kadar air gabah pada waktu panen. Penentuan kadar air gabah dilakukan menggunakan persamaan 16.

(16) Dimana: M = massa gabah total (gram)

(54)
(55)

4

PENDEKATAN RANCANGAN

Rancangan yang diperlukan untuk meneliti kinerja mesin pemupuk dosis variabel antara lain: rancangan fungsional dan rancangan struktural.

Rancangan Fungsional

Mesin pemupuk dosis variabel merupakan kesatuan komponen mekanik dan elektronik untuk mengatur jumlah pupuk yang dikeluarkan. Uji kinerja lapangan mesin yang akan dilakukan di lahan sawah memerlukan pengembangan beberapa komponen maupun sistem yang menunjang kerja mesin. Pengembangan bertujuan untuk membangun sistem: penopang beban mesin pemupuk dosis variabel dan pupuk, penghasil udara bertekanan, pembagi dan penyalur udara bertekanan, penebar pupuk, transmisi daya enjin ke unit implemen, dan fungsi navigasi berbasis RTK-DGPS. Sistem-sistem tersebut di atas wajib dimiliki oleh mesin pemupuk dosis variebel prototipe II.

Sistem penopang beban pada mesin pemupuk dosis variabel merupakan sebuah konstruksi rangka yang menjadi tempat komponen-komponen mesin pemupuk dosis variabel. Rangka tersebut menanggung seluruh berat komponen mesin pemupuk serta total massa pupuk yang akan diaplikasikan ke lahan. Unit rangka yang dibuat memperhatikan pusat massa beban, pemilihan material rangka, dan simulasi kondisi kerja rangka sehingga hasil perancangan struktural rangka dapat mengakomodasi kebutuhan untuk menopang beban mesin saat bekerja di lapangan.

(56)

Udara bertekanan yang dihasilkan oleh komponen blower harus didistribusikan ke empat penjatah pupuk dan delapan diffuser. Sistem pembagi dan penyalur udara bertekanan berfungsi untuk membagi sama besar aliran udara yang dihasilkan oleh

blower dan menyalurkan butiran pupuk menuju diffuser. Komponen sistem pembagi

dan penyalur udara bertekanan terdiri dari unit pembagi tekanan dan unit saluran udara bertekanan. Fungsi pembagi udara bertekanan ditanamkan pada desain komponen pembagi udara bertekanan dan disimulasikan menggunakan aplikasi CFD untuk diperoleh desain terbaik. Sementara itu, komponen penyalur udara bertekanan memiliki beberapa alternatif penggunaan bahan yang harus dianalisis baik secara mekanik maupun ekonomi agar diperoleh bahan yang terbaik. Beberapa alternatif bahan yang dapat digunakan adalah selang plastik, selang karet bercincin PVC, selang nylon, dan selang asbes. Dari segi ekonomi selang jenis plastik, nylon, dan asbes merupakan jenis yang baik karena harganya relatif murah. Namun, ketiga jenis selang tersebut memiliki kelemahan, yaitu berubahnya diameter selang saat dibengkokkan. Hal ini mengganggu kerja distribusi pupuk dari penjatah pupuk menuju diffuser karena perubahan diameter selang menyebabkan turunnya kecepatan alir udara yang menghembuskan pupuk menuju lahan. Oleh karena itu, sistem penyalur udara bertekanan menggunakan selang karet bercincin PVC karena selang dengan jenis ini tidak mengalami perubahan diameter saat dibengkokkan atau ditekuk.

(57)

perbedaan ketinggian antara poros sumber putaran dengan poros tujuan. Namun, komponen flexible clutch yang terdiri dari kumpulan kawat baja tidak dapat menanggung torsi terlalu besar dan menghasilkan efek vibrasi akibat penggunaan kawat baja yang fleksibel, oleh karena itu komponen penyalur daya akan menggunakan

universal joint yang secara umum banyak digunakan pada penyaluran daya pada alat

otomotif. Selanjutnya, komponen penyalur daya pada mekanisme kedua dapat menggunakan sistem puli-sabuk ataupun sistem sproket-rantai. Kedua sistem yang akan digunakan didesain untuk menyalurkan gaya putar pada dua poros sejajar yang memiliki jarak diantaranya. Penggunaan sistem sproket-rantai dari sisi mekanik lebih cocok untuk dipilih karena daya yang ditransmisikan relatif besar dengan putaran yang rendah, namun kondisi kerja yang korosif dan selalu kontak dengan butiran pupuk dapat menyebabkan timbulnya karat pada sistem sproket-rantai. Oleh karena itu, sistem puli-sabuk dipilih karena material yang digunakan relatif lebih tahan karat yaitu: material karet pada sabuk dan alumunium pada puli. Mekanisme ketiga memerlukan pengganda putaran yang dapat diperoleh dari penggunaan gearbox. Gearbox yang sejatinya berfungsi untuk mereduksi kecepatan putar digunakan untuk menggandakan putaran. Untuk keperluan tersebut maka dibutuhkan gearbox yang menggunakan hubungan pasangan gigi-roda agar dapat bekerja untuk mereduksi maupun menggandakan putaran.

Fungsi terakhir adalah fungsi navigasi. Komponen yang dipilih untuk sistem pemandu berbasis satelit GPS adalah RTK-DGPS. Komponen ini merupakan varian mutakhir dari sistem navigasi satelit dengan tingkat akurasi <10 cm. Alternatif lain untuk sistem navigasi dapat menggunakan pemandu posisi lokal berbasis laser maupun gelombang ultrasonik. Namun, kedua alternatif tersebut memiliki jangkauan yang terbatas dan spesifik untuk lokasi tertentu sehingga perlu dilakukan kalibrasi ulang jika mesin melakukan pemupukan di tempat yang berbeda. Keunggulan RTK-DGPS selain memiliki akurasi yang tinggi, juga memiliki cakupan global sehingga dapat digunakan di berbagai tempat di permukaan bumi. Oleh karena itu sistem navigasi dipercayakan menggunakan komponen RTK-DGPS buatan Hemisphere.

(58)

kelebihan serta kekurangan antar komponen tersebut. Hasil akhir proses perancangan fungsional adalah desain mesin pemupuk dosis variabel prototipe II yang telah memiliki seluruh fungsi yang dibutuhkan. Desain mesin pemupuk dosis variabel (Gambar 15) merupakan prototipe dihasilkan dari proses perancangan.

Gambar 15 Mesin pemupuk dosis variabel

Komponen penyusun mesin pemupuk dosis variabel dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar teknik komponen mesin disajikan pada Lampiran 1-23. Fungsi dari dari tiap komponen yaitu, tiga titik gandeng berfungsi menghubungkan rangka blower dengan rangka utama traktor, komponen ini dilengkapi dengan batang hidrolik sehingga seluruh rangkaian mesin pemupuk dosis variabel dapat bergerak naik-turun. Selanjutnya itu, komponen puli dan sabuk berfungsi mentransmisikan tenaga putar Power Take Off

(PTO) pada traktor menuju gearbox. Komponen gearbox digunakan untuk meningkatkan kecepatan putar (rpm) PTO sebesar sepuluh kali lipat bagi pemenuhan kebutuhan kecepatan putar blower sebesar 2800 rpm. Selanjutnya, blower digunakan untuk menghasilkan aliran udara bertekanan guna menghembuskan butiran pupuk menuju nozzle pupuk. Rangka blower berfungsi sebagai dudukan blower dan rangka

hopper. Rangka ini berfungsi untuk menahan keseluruhan beban yang ada pada mesin

(59)

pada rangka blower berfungsi untuk mengalirkan udara yang dihasilkan blower menuju penjatah pupuk, sedangkan saluran udara dan pupuk berfungsi untuk menyalurkan campuran udara bertekanan dan pupuk menuju diffuser. Akhir dari saluran udara dan pupuk adalah diffuser pupuk yang berfungsi menyebar campuran udara bertekanan dan pupuk. Dosis yang keluar dari diffuser dihasilkan oleh penjatah pupuk yang berfungsi mengatur jumlah pupuk yang dikeluarkan sesuai dengan dosis yang ada pada peta pemupukan. Sementara itu, hopper memiliki fungsi sebagai wadah pupuk selama mesin beroperasi. Hopper berada dalam rangka hopper yang berfungsi sebagai dudukan dan juga penyangga berat dari hopper dan pupuk. Selanjutnya, komponen dudukan GPS

radio transmitter berfungsi sebagai tempat menempelnya radio transmitter untuk

mengirim sinyal GPS menuju base station.

Rancangan Struktural

Keseluruhan komponen yang akan dan sudah dibuat telah memiliki perhitungan dari segi desain, jumlah pembebanan, dan kemudahan manufaktur. Berikut ini merupakan penjelasan rancangan struktural dari komponen-komponen tersebut.

Tiga Titik Gandeng

Tiga titik gandeng (Gambar 16) merupakan struktur yang menghubungkan rangka traktor dengan implemen. Komponen ini terdiri dari lowerlink dan top link.Top link terhubung ke hidrolik traktor untuk mengatur ketinggian implement terhadap tanah sementara lower link merupakan batang penumpu berat implemen terhadap traktor. Dimensi yang digunakan mengikuti dimensi titik gandeng yang digunakan transplanter

padi dengan perkuatan besi siku pada bagian bawahnya. Perkuatan ini diperlukan karena massa implemen yang digunakan saat ini lebih besar dibandingkan implemen standar yang biasa diusung oleh traktor.

Gambar 16 Tiga titik gandeng Lower Link

(60)

Puli dan Sabuk

Rangkaian puli dan sabuk (Gambar 17) digunakan untuk mentransmisikan tenaga putar PTO menuju gearbox. Puli yang dipakai berukuran 3 inci dengan perbandingan 1:1.

Gambar 17 Rangkaian puli dan sabuk

Sementara itu, sabuk yang digunakan adalah sabuk-V ukuran A dengan jumlah gang 2 buah untuk mengakomodasi kebutuhan torsi yang besar. Sabuk jenis ini dipilih karena daya yang akan ditransmisikan untuk kebutuhan blower sebesar 0.75kW dengan jumlah putaran 360 rpm. Selain itu, berdasarkan diagram pemilihan sabuk pada Gambar 18, besarnya daya dan jumlah putaran yang akan dipakai menunjukkan bahwa sabuk ukuran A lebih tepat digunakan.

Gambar 18 Diagram pemilihan sabuk-V (Sularso, 2004) Universal joint

(61)

Kebutuhan torsi pada PTO dapat dihitung berdasarkan kebutuhan torsi pada unit blower. Persamaan (17) digunakan untuk menghitung torsi yang dibutuhkan oleh poros blower agar unit tersebut dapat berputar sebanyak ±3000 rpm.

(17)

Sehingga torsi yang dibutuhkan oleh blower adalah:

Daya sebesar ini dapat menghasilkan torsi:

Torsi= 137.27 Nm.

Nilai torsi yang tersedia jauh melebihi torsi yang dibutuhkan oleh PTO untuk memutar blower. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem puli dan sabuk yang terpasang dapat digerakkan oleh PTO untuk menghasilkan putaran ±3000 RPM pada blower.

Blower

Blower digunakan untuk menghasilkan udara bertekanan. Kebutuhan debit

blower dihitung berdasarkan target debit udara pada masing-masing diffuser. Mengacu

pada percobaan yang dilakukan Setiawan (2001), debit yang dikeluarkan tiap diffuser

(62)

Gambar 19 Hasil simulasi pembagi tekanan

Penurunan kecepatan yang terjadi sebesar 3 kali kecepatan semula, sehingga jika pada saluran inlet percabangan fluida memiliki kecepatan 35 m/detik, maka pada saluran outlet fluida tersebut akan berkecepatan 11 m/detik untuk masing-masing lubang keluar. Hal ini juga dipengaruhi oleh diameter saluran yang dipakai, dengan perbandingan 1:2.5 untuk diameter saluran outlet dan inlet maka penurunan kecepatan sebesar 3 kali akan diperoleh. Pembuatan saluran udara bertekanan akan mengikuti hasil percobaan yang telah dilakukan, untuk itu diameter saluran yang akan dipakai adalah 5 inci untuk saluran inlet dan 2 inci untuk saluran outlet. Kebutuhan debit 0.018 m3/detik dapat diakomodasi oleh penyediaan debit sebesar ±0.3375 m3/detik sesuai dengan hasil percobaan. Kebutuhan debit tersebut diharapkan dapat diperoleh dengan menggunakan

blower dengan spesifikasi: intermediate pressure blower tipe CZR-750W, blower ini

memiliki diameter output 100 mm, terbuat dari bahan alumunium untuk mengurangi beban rangka, dan mampu mengeluarkan aliran udara sebesar 1170 CMH (1170 m3/jam atau 0.325 m3/detik). Namun, komponen ini memerlukan modifikasi karena perbedaan sumber tenaga yang digunakan. Pada awalnya, komponen ini menggunakan motor listrik untuk memutar bilah kipas, namun sebagai implemen tambahan yang dipasang pada traktor maka kebutuhan listrik bagi motor listrik sulit untuk dipenuhi. Untuk itu, digunakan PTO untuk memutar bilah blower.

Rangka Blower dan Rangka Hopper

(63)

pengelasan. Sementara itu, rangka hopper dibuat menggunakan bahan stainless steel

hollow dengan ukuran yang sama. Kedua rangka yang memiliki bahan berbeda

disatukan menggunakan mur dan baut pada bagian atas rangka blower. Komponen rangka blower dan hopper dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Rangka blower dan hopper

Pembuatan rangka memperhitungkan pusat massa beban (centroid) dan momen yang terjadi pada tiap ujung titik gandeng. Pusat massa rangka dapat dilihat pada Gambar 21. Simulasi penentuan titik pusat massa rangka dilakukan menggunakan aplikasi inquiry pada autoCAD.

Gambar 21 Pusat massa rangka Pusat Massa

Pusat Massa

Tampak Samping Tampak Depan

(64)

Informasi letak pusat massa beban sangat diperlukan untuk perhitungan beban lentur maksimal yang dapat dibebankan pada rangka. Rangka VRT terdiri dari dua bahan yang berbeda, bagian atas yang menopang hopper terbuat dari stainless steel dan memiliki volume 0.0062426268733 m3. Jika massa jenis stainless steel sebesar 7900 kg/m3 (Lefler, 2001) maka massa rangka bagian atas adalah 49.3 kg. Sementara itu rangka blower yang terbuat dari bahan besi memiliki volume 0.002901513.1923 m3 dan massa jenis 7850 kg/m3 (Seblin, 2004) akan bermassa 22.8 kg. Total massa rangka yang dihasilkan adalah 69.5 kg. Rangka utama yang menahan keseluruhan beban terletak pada rangka blower yang berhubungan dengan titik tumpu beban dan terdapat pada ketiga titik gandeng dibagian depan rangka. Gambar 21 menunjukkan jarak titik gandeng terhadap lokasi titik pusat massa pada arah vertikal. Nilai tersebut digunakan untuk memperhitungkan besar momen yang terjadi pada titik gandeng dan beban lentur maksimal yang harus ditopang oleh bahan rangka utama. Rangka utama terbuat dari bahan baja karbon rectangular hollow berukuran 40 x 40 mm dengan tebal 3 mm. Kekuatan lentur suatu bahan terhadap pembebanan dapat dihitung menggunakan persamaan (18).

(18)

Dimana: σa = nilai kekuatan lentur bahan yang diperbolehkan (kgf/mm2)

M = momen yang terjadi pada tangkai (kgf mm) c = titik tengah bahan (mm)

Im = Inersia bahan (mm4)

Perhitungan momen (M) dilakukan dengan mengalikan jarak titik gandeng dengan titik pusat massa dengan besarnya gaya yang bekerja pada titik pusat massa tersebut. Gambar 21 tampak samping memperlihatkan bahwa jarak titik pusat massa terhadap titik gandeng sebesar 21 mm, sementara itu pada Gambar 21 tampak depan dapat diketahui bahwa jarak titik pusat massa terhadap titik gandeng bawah kanan dan kiri adalah sama, yaitu 143 mm sehingga momen yang terjadi akan saling menghilangkan dengan catatan massa yang ada pada sebelah kanan dari titik pusat massa adalah identik dengan massa yang ada pada sebelah kiri dari titik pusat massa. Oleh karena itu, momen yang terjadi pada rangka utama terhadap titik gandeng dihitung menggunakan persamaan (19):

Gambar

Gambar 2  Ilustrasi penentuan lokasi menggunakan GPS (Bao, 2005)
Gambar 3  Penggunaan DGPS (El-Rabbany, 2002)
Gambar 7  Peta kondisi tanaman padi berdasarkan BWD (Astika, 2010)
Gambar 10   Tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, jika medan magnet yang berubah terhadap waktu dapat menghasilkan medan listrik maka hal sebaliknya boleh jadi dapat terjadi bahwa medan listrik yang berubah

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan utama dara penelitian ini adalah sebagai berikut; (1) untuk menemukan prestasi bahasa inggris dari siswa kelas sebelas SMA N 1 Mayong

[r]

Mata kuliah ini dimaksudkan untuk pembentukan kompetensi utama dengan materi tentang pengantar struktur komputer, sistem organisasi komputer, memori komputer, modul

Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk (Rizki, 2007)...

Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bermacam-macam, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Gugatan perdata belum pernah digunakan pada kasus perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar, padahal gugatan ini menjadi peluang tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga

Langkah pertama pembacaan EKG adalah menghitung frekuensi denyut jantung. Ini yang menjadi dasar penghitungan frekuensi denyut jantung.. ditentukan