85
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM KEMITRAAN TELKOM COMMUNITY DEVELOPMENT CENTER (TCDC) SURABAYA TIMUR DALAM
PEMBERDAYAAN USAHA KECIL PADA BATIK DI JETIS – SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
MIFTAKHUDDIN
0612010283 / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
86
USULAN PENELITIAN
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM KEMITRAAN TELKOM COMMUNITY DEVELOPMENT CENTER (TCDC) SURABAYA TIMUR DALAM
PEMBERDAYAAN USAHA KECIL PADA BATIK DI JETIS – SIDOARJO
Yang diajukan
MIFTAKHUDDIN
0612010283 / EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi
Pembimbing Utama
Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS Tanggal………
Mengetahui Ketua Program Studi
Manajemen
87
SKRIPSI
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM KEMITRAAN TELKOM COMMUNITY DEVELOPMENT CENTER (TCDC) SURABAYA TIMUR DALAM
PEMBERDAYAAN USAHA KECIL PADA BATIK DI JETIS – SIDOARJO
Yang diajukan
MIFTAKHUDDIN
0612010283 / EM
disetujui untuk Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS Tanggal………
Mengetahui Wakil Dekan I
88
SKRIPSI
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
MELALUI PROGRAM KEMITRAAN TELKOM
COMMUNITY DEVELOPMENT CENTER (TCDC)
SURABAYA TIMUR DALAM PEMBERDAYAAN USAHA
KECIL PADA BATIK DI JETIS-SIDOARJO
Disusun Oleh : MIFTAKHUDDIN 0612010283/FE/EM
Telah dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
UPN “Veteran” Jawa Timur Tanggal 7 Juni 2011
Pembimbing: Tim Penguji:
Pembimbing utama Ketua
Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS. Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS. Sekretaris
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
MELALUI PROGRAM KEMITRAAN TELKOM COMMUNITY
DEVELOPMENT CENTER (TCDC) SURABAYA TIMUR DALAM
PEMBERDAYAAN USAHA KECIL PADA BATIK DI JETIS –
SIDOARJO”
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Progdi Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
4. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap staff Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu, yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat dan segalanya.
7. Semua pihak yang ikut membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah disajikan masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang penulis miliki, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Pemasaran... 12
2.2.1. Pengertian Pemasaran... 12
2.2.2. Konsep Pemasaran... 14
2.2.3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responbility)... 17
2.2.4. Kinerja Sosial Perusahaan ... 31
2.2.4.1. Definisi Kinerja ... 31
2.2.4.2. Manfaat Penilaian Kinerja ... 33
2.2.4.3. Kinerja Sosial Perusahaan ... 40
2.2.5. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). ... 44
2.2.5.1 Pengertian Usaha Kecil ... 44
2.2.5.2. Pengertian Usaha Menengah ... 45
2.2.5.3 Karakteristik Usaha Kecil ... 46
2.2.5.4. Keunggulan dan Kelemahan Usaha kecil ... 47
2.2.5.5. Indikator Pemberdayaan Usaha Kecil ... 49
2.2.6 Pengaruh Corporate Sosial Responbility Terhadap Kinerja Sosial Perusahaan... 50
2.2.7 Pengaruh Corporate Sosial Performance Terhadap Pemberdayaan UKM... 51
2.3. Kerangka Konseptual ... 52
2.4. Hipotesis ... 53
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 54
3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 57
3.3 Jenis Data dan Sumber Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ...64
4.1.1. Organisasi Pusat Pengelolaan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan ...64
4.1.2. Tujuan Program PKBL Telkom CDC Surabaya Timur. ...65
4.1.3. Visi, Misi dan Strategi Telkom CDC ...66
4.1.4. Struktur Organisasi CDC PT. Telkom...67
4.1.5. Tugas dan Fungsi Telkom CDC Surabaya Timur ...68
4.1.6. Uraian tentang tugas pokok masing-masing jabatan di CDC Surabaya Timur. ...68
4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan...72
4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif ...72
4.2.2. Uji Outlier Multivariate...73
4.2.3. Uji Reliabilitas ...73
4.2.4. Uji Validitas ...75
4.2.5. Uji Construct Reliability dan Variance Extracted...76
4.2.6. Uji Normalitas ...77
4.2.7. Evaluasi Model One-Steep Approach to SEM...78
4.2.8. Uji Kausalitas ...80
4.3. Hasil Uji Pengujian Hipotesis Penelitian ...81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 84 5.2. Saran ... 84
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Segmentasi Kemitraan di CDC Surabaya Timur ...7
Tabel 3.1. Goodness of Fit Index ...37
Tabel 4.1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin...72
Tabel 4.2. Identitas Responden Menurut Usia ...72
Tabel 4.3. Hasil Uji Outlier Multivariate ...73
Tabel 4.4. Pengujian Reliability Consistency Internal...74
Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas...75
Tabel 4.6. Construct Reliability & Variance Extrated ...76
Tabel 4.7. Assessment of Normality ...77
Tabel 4.8. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indeces ...79
Tabel 4.9. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indeces ...80
DAFTAR GAMBAR
PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI PROGRAM KEMITRAAN TELKOM COMMUNITY DEVELOPMENT CENTER (TCDC) SURABAYA TIMUR DALAM
PEMBERDAYAAN USAHA KECIL PADA BATIK DI JETIS – SIDOARJO
Miftakhuddin
ABSTRAK
Tanggung jawab sosial akan menjadi strategi bisnis dalam instansi untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui Citra dan kesetiaan merek produk atau citra instansi. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif instansi yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan tanggung jawab sosial adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak - konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Corporate Social Responbility terhadap Corporate Social Performance dan untuk mengetahui pengaruh Corporate Social Performance terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Batik di Jetis Sidoarjo
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan selanjutnya dikelola oleh unit yang disebut Community Development Center (CDC) yang merupakan kegiatan tanggung jawab social dari Telkom di Surabaya Timur yang berjumlah 104 orang. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan didapatkan bahwa Corporate Social Responbility berpengaruh terhadap Corporate Social Performance dan Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Batik di Jetis Sidoarjo.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol social terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. (Daniri, 2008:1)
CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat (Daniri, 2008:1)
nalar dan obyektif bagi kesejateraan masyarakat yang mengendalikan prilaku manusia dan perusahaan dari aktivitas yang pada akhirnya merusak, tidak jadi soal betapapun segeranya laba yang dihasilkan, dan hal itu menimbulkan kontribusi positif bagi kesejateraan manusia, di mana berbagai hal dapat didefinisikan dari hal yang terakhir. (Sukarno, 2007:5)
Yang sering terjadi, berkembangnya jaman menjadikan perusahaan lupa akan fungsinya, yaitu selain sebagai organisasi bisnis perusahaan juga akan fungsinya, yaitu selain sebagai organisasi bisnis perusahaan juga sebagai organisasi sosial. Orientasi bisnis yang hanya terfokus pada tujuan ekonomis tersebut dewasa ini tengah menghadapi tantangan, karena secara langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan kegiatan operasinya perusahaan harus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, perusahaan mendapatkan berbagai jenis bahan baku sebagai input operasinya beserta tenaga kerja yang diperlukan berasal dari lingkungan (Sukarno, 2006).
Kinerja sosial perusahaan merupakan hal cukup penting bagi citra perusahaan, terutama untuk jangka panjang perusahaan, yang dapat member kontribusi cukup berarti dalam pengembangan berkelanjutan bagi perusahaan. Dengan demikian kinerja sosial perusahaan dapat menjadi salah satu ukuran bagi reputasi perusahaan, reputasi perusahaan sendiri merupakan salah satu asset yang sangat berharga. Dari sini dapat dijadikan titik tolak mengapa tanggung jawab perusahaan merupakan salah satu komponen kunci yang penting bagi pengembangan reputasi perusahaan.
bentuk pengembangan sumber daya manusia (human capital) terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang (Solihin, 2008:101).
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa kinerja sosial perusahaan adalah penilaian kinerja sebuah perusahaan dilihat dari peran sosial CSR yang dimainkannya ditengah masyarakat. Semakin sebuah perusahaan mengimplementasikan CSR dan komponen terkait (misalnya Amdal) dengan baik, maka kinerja sosial perusahaan tersebut akan semakin terangkat. Hasil yang diharapkan, tentu kembali kepada perusahaan dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) dari masyarakat terhadap perusahaan yang bersangkutan (Karimi, 2009).
Penerapan tanggung jawab sosial di perusahaan akan menciptakan iklim saling percaya di dalamnya, yang akan menaikkan motivasi dan komitmen karyawan. Pihak konsumen, investor, pemasok, dan stakeholders yang lain juga telah terbukti lebih mendukung perusahaan yang dinilai bertanggung jawab sosial, sehingga meningkatkan peluang pasar dan keunggulan kompetitifnya. Dengan segala kelebihan itu, perusahaan yang menerapkan tanggung jawab sosial akan menunjukkan kinerja yang lebih baik serta keuntungan dan akan meningkatkan citra perusahaan.
jetis yang berada di Kabupaten Sidoarjo. Lokasinya di pusat kota Sidoarjo, tepatnya dijalan Diponegoro, di situ akan ada Gapura dengan motif batik lalu ada ornamen canting batik. Kampoeng Batik Jetis ini sebenarnya telah ada puluhan tahun yang lalu. Keahlian batik ini diperoleh dan dikuasi secara turun-temurun. Motifnya juga motif kuno, tidak banyak perubahan dari motif yang dulu dipakai oleh para pendahulu. Tetapi permasalahan modal menjadi kendala utama bagi pengusaha batik Jetis.
PT. Telkom Kandatel Surabaya Timur turut membantu pemerintah dalam kemudahan menyediakan pinjaman modal kerja melalui Program Kemitraan. Peningkatan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri oleh PT. Telkom Kandatel Surabaya Timur diwujudkan dalam bentuk pemberian pinjaman untuk membiayai modal kerja atau pembelian aktiva tetap usaha kecil yang berada di Surabaya.
Pada tabel dibawah ini menunjukkan kefluktuatifan dan cenderung semakin berkurangnya anggota dari kemitraan di Telkom CDC Surabaya Timur.
Tabel 1. Segmentasi Kemitraan di CDC Surabaya Timur
SEGMENTASI TAHUN/
SEGMENTASI
BATIK JASA PERDAG PERIKANAN PERTANIAN PETERNAKAN JUMLAH
2001 1 5 6 12
Sumber : CDC Surabaya Timur
No Jumlah pinjaman yang diberikan Tingkat suku bunga/thn
pengembangan jaringan pemasaran menjadi salah satu kendala UKM dalam mengembangkan usahanya, dan hal ini akan mempengaruhi pembayaran pinjaman yang diberikan PT. Telkom. Selain itu permasalahan lain adalah jumlah pegawai di CDC Surabaya Timur hanya 3 (tiga) orang yang melayani mitra binaan di wilayah kerja Telkom CDC Surabaya Timur yang meliputi Mojokerto, Jombang, Trawas, Sidoarjo dan area Surabaya Timur.
Tanggung jawab sosial akan menjadi strategi bisnis dalam instansi untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui Citra dan kesetiaan merek produk atau citra instansi. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif instansi yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan tanggung jawab sosial adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak - konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung (Daniri, 2007:1).
Development Center (TCDC) Surabaya Timur Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil Pada Batik di Jetis – Sidoarjo”.
1.2. Perumusan Masalah
Atas dasar latar belakang diatas, maka penelitian ini mempunyai perumusan masalah sebagai berikut :
a. Apakah Corporate Social Responbility berpengaruh terhadap Corporate Social Performance ?
b. Apakah Corporate Social Performance berpengaruh terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Batik di Jetis Sidoarjo ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengaruh Corporate Social Responbility terhadap Corporate Social Performance
b. Untuk mengetahui pengaruh Corporate Social Performance terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil Batik di Jetis Sidoarjo
1.4. Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan
b. Bagi Universitas
Sebagai tambahan khasanah perpustakaan dan bahan masukan bagi penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.
c. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Bagian ini berisikan fakta atau temuan serta penelitian yang telah
dilakukan peneliti terdahulu yang berhubungan dan permasalahan dalam
penelitian ini.
A.Sukarno (2008)
“Pola Corporate Social Responsibility Dalam Pemberdayaan Usaha Kecil
Kerajinan Sepatu Dan Sandal di Kabupaten Sidoarjo” (Proceding Seminar
Ketahanan Ekonomi Nasional Oktober 2008)
a. Permasalahan yang dikemukakan adalah Apakah Corporate Social
Responbility berpengaruh terhadap Corporate Social Performance ? dan
Apakah Corporate Social Performance berpengaruh terhadap
Pemberdayaan Usaha Kecil Batik di Jetis Sidoarjo ?
b) Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM
(Structural Equation Model).
c) Kesimpulan yang diperoleh yaitu :
- Faktor Corporate Social Responbility berpengaruh terhadap
Corporate Social Performance.
- Faktor Corporate Social Performance berpengaruh terhadap
B. Ardana, (2008)
Bisnis Dan Tanggung Jawab Sosial (BULETIN STUDI EKONOMI Volume
13 Nomor 1 Tahun 2008)
Perubahan lingkungan yang sangat dinamis, baik yang dipicu oleh kekuatan
eksternal maupun internal telah memaksa para pelaku bisnis untuk tidak saja
harus selalu meningkatkan laba dan kinerja, tetapi juga mesti peduli tarhadap
problem sosial. Semakin besarnya kekuasaan para pelaku bisnis ternyata telah
membawa dampak yang signifikan terhadap kualitas kehidupan manusia, baik
individu, masyarakat, maupun seluruh kehidupan di jagat ini. Fenomena
inilah yang menyulut wacana tanggung jawab sosial perusahaan atau
corporate social responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial dunia bisnis
tidak saja berorientasi pada komitmen sosial yang menekankan pada
pendekatan kemanusiaan, belas kasihan, keterpanggilan religi atau
keterpangilan moral, dan semacamnya, tetapi menjadi kewajiban yang
sepantasnya dilaksanakan oleh para pelaku bisnis dalam ikut serta mengatasi
permasalahan sosial yang menimpa masyarakat. Dalam perkembangannya
praktik CSR telah banyak dilakukan secara sadar, artinya menerapkan CSR
adalah investasi untuk pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis sehingga tak
lagi dilirik sebagai pusat biaya, melainkan sentra laba. Bahkan, kini praktik
C.Sukarno (2009)
Meneliti dengan judul “Corporate Reputation melalui pendekatan corporate
Social responsibility Di lingkunganPT.PERKEBUNAN NUSANTARA X”
Permasalahan yang dikemukakan adalah pengaruh citra dan tanggung jawab
sosial terhadap masa depan pabrik gula. Uji hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah SEM (Structural Equation Model). Kesimpulan yang
diperoleh yaitu : Faktor Corporate Social Responsibility berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Faktor Stakeholder. Faktor Corporate Social
Responsibility berpengaruh positif dan signifikan terhadap Faktor Corporate
Function. Faktor Corporate Social Responsibility berpengaruh tidak
signifikan dan negative terhadap Faktor management Function. Faktor
Stakeholder berpengaruh positif dan signifikan terhadap Faktor Corporate
Reputation. Faktor management Function berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Faktor Corporate Reputation. Faktor Corporate Function
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap Faktor Corporate Reputation.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Pemasaran.
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan – kegiatan pokok
yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk meningkatkan
laba, aktivitas pemasaran memegang peranan penting dalam rangka
adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya ( individu
dan kelompok ) mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain".
Jadi menurut definisi diatas, semua manusia harus menemukan
kebutuhanya dulu baru kemudian berusaha memenuhinya dengan cara
mengadakan hubungan dengan pihak lain. Pemasaran mencakup usaha
perusahaan yang dimulai dengan mengidentitikasi kebutuhan dan
keinginan konsumen, menentukan produk yang dapat memenuhi
kebutuhan konsumen, menentukan tingkat harga yang sesuai, menentukan
jenis promosi dan media promosi yang tepat, serta menentukan saluran
distribusi yang digunakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang
diinginkan. Sehingga pemasaran bukanlah hal yang sederhana yang hanya
sekedar menghasilkan uang.
Rangkaian kegiatan-kegitan pemasaran yang saling berhubungan
sebagai usaha untuk mencapai hasil pertukaran yang diinginkan dengan
pasar sasarannya (target market) sehingga dikenal istilah manajemen
pemasaran.
Menurut Kotler (1997 : 13) "Manajemen Pemasaran adalah proses
perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga dan promosi
serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran
Dari definisi diatas terdapat fungsi-fungsi manajemen meliputi
penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan. Perencanaan
merupakan upaya pemeliharaan tindakan yang diikuti suatu usaha, juga
merupakan upaya untuk memutuskan sebelumnya apa yang dilakukan,
bagaimana, bila dan siapa yang akan melakukannya. Perencanaan
menjembatani kesenjangan antara keadaan yang diinginkan di masa depan.
Penganalisaan merupakan fungsi yang penting sebagai dasar suatu rencana
yang dibuat dengan lebih matang dan tepat. Sedangkan pelaksanaan
merupakan tindakan yang diambil sesuai dengan rencana. Pengawasan
(Controlling) adalah pengukuran dan koreksi terhadap kegiatan para
bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu sesuai dengan
rencana.
2.2.2. Konsep Pemasaran
Pemasaran akan berhasil mencapai tujuannya apabila pemasaran
menitik-beratkan pada pemuasan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Kepuasan konsumen tersebut baru akan diperoleh apabila barang atau jasa
yang dibeli sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan konsumen.
Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat tentunya membawa
dampak pada situasi persaingan yang semakin ketat pula. Untuk mengatasi
persaingan tersebut salah satunya dengan menggunakan konsep
kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen. Disinilah
pemasaran berperan untuk menjembatani permasalahan yang ada sehingga
memungkinkan bagi konsumen untuk membuat pilihan yang nantinya akan
coba dipenuhi oleh penjual.
Sedangkan Kotler dan Amstrong (2001:23), berpendapat bahwa
konsep pemasaran bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi tergantung
pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar serta memuaskan
pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh
para pesaing.
Konsep pemasaran merupakan suatu kunci atau keseluruhan sistem
untuk meraih tujuan perusahaan yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan usaha dalam merencanakan, menentukan hingga melaksanakan
kegiatan pemasaran.
Tiga faktor penting yang dipakai sebagai dasar konsep pemasaran
menurut Swastha dan Handoko (2006:6-8), meliputi:
a. Orientasi Konsumen
Perusahaan yang benar-benar memperhatikan konsumen
maka harus:
1. Menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang akan
dilayani dan dipenuhi.
2. Menentukan kelompok pembeli yang akan dijadikan
sasaran penjualan.
4. Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur,
menilai, dan menafsirkan keinginan, sikap, serta tingkah
laku mereka.
5. Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik,
apakah pada mutu yang tinggi atau pada harga yang
murahserta model yang menarik.
b. Penyusunan kegiatan secara integral
Untuk memberikan kepuasan yang optimal, semua
elemen-elemen harus dikoordinasikan dan diintegrasikan, selain itu
juga berusaha untuk menghindari adanya pertentangan
didalam maupun diluar perusahaan dengan pasar. Semua
bagian yang ada dalam perusahaan harus menyadari bahwa
bahwa setiap perilaku dan pola pikir mereka sangat
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menciptakan
dan mempertahankan pelanggan, jadi dapat dikatakan bahwa
setiap orang dan setiap bagian dalam perusahaan harus
mampu berkoordinasi untuk memberikan kepuasan kepada
konsumen sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
c. Kepuasan Konsumen
Faktor yang menentukan apakah dalam jangka panjang
perusahaan akan mendapatkan laba adalah tingkat kepuasan
pencerminan dari usaha perusahaan yang berhasil
memberikan kepuasan kepada konsumen, dimana perusahaan
dapat menyediakan atau menjual barang atau jasa yang paling
baik, yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dengan
harga yang layak.
Berdasarkan pengertian diatas, konsep pemasaran
merupakan orientasi perusahaan yang menekankan bahwa tugas
pokok perusahaan adalah menentukan kebutuhan dan keinginan
pasar, selanjutnya memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga
tercapai tingkat kepuasan yang melebihi dari kepuasan yang
diberikan oleh para pesaing.
Tetapi semenjak keruntuhan rezim Orde Baru, masyarakat semakin
berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap
perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut
para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin
bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh
keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk
memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. (Daniri,
2.2.3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responbility) Tanggung jawab sosial adalah basis teori tentang perlunya sebuah
perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat.
Secara teoretik, Tanggung jawab sosial dapat didefinisikan sebagai
tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholdersnya,
terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya.
Tanggung jawab sosial memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan
atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi
moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang
tanggung jawab sosial adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni
menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat
lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules,
yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang
lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu,
perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis
akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.
Pada kenyataannya Corporate Social Responsibility (CSR) tidak
serta merta dipraktikkan oleh semua perusahan. Beberapa perusahaan yang
menerapkan Corporate Social Responsibility justru dianggap sok social.
Ada juga yang berhasil memberikan materi riil kepada masyarakat, namun
diruang public nama perusahaan gagal menarik simpati orang. Tujuannya
terjadi karena CSR dilakukan secara latah dan tidak didukung konsep yang
baik (Badri,2007).
Dengan tanggung jawab social sebagai penekanan nalar dan obyektif
bagi kesejateraan masyarakat yang mengendalikan prilaku manusia
danperusahaan dari aktivitas yang pada akhirnya merusak, tidak jadi soal
betapapun segeranya laba yang dihasilkan, dan hal itu menimbulkan
kontribusi positif bagi kesejateraan manusia, di mana berbagai hal dapat
didefinisikan dari hal yang terakhir.
Praktek Tanggung jawab sosial tidaklah semudah konsepnya. Hal
tersebut dikarenakan untuk melaksanakan memerlukan pemahaman yang
mendalam dan mendasar, perusahaan harus selalu memperhatikan aspek
sosial dimana sebuah keputusan akan berdampak terhadap lingkungan.
Pertimbangan keseimbangan yang tepat antara apa yang benar dengan
dengan apa yang menghasilkan keuntungan. (Steiner dan Miner,1998:54).
Ricky W. Griffin dan Michael W. Pustay (2005) dalam bukunya
International Business menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial
perusahaan adalah kumpulan kewajiban organisasi untuk melindungi dan
memajukan masyarakat di mana organisasi berada.
Bambang Wahyutomo (2003) mengatakan bahwa tanggung jawab
social pelaku usaha adalah komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk
sebagai kerangka menciptakan masyarakat peduli (Caring Society) dan
kemitraan.
Dari beberapa definisi di atas bila ditilik lebih jauh sebenarnya
terkandung inti yang hampir sama, yakni selalu mengacu pada kenyataan
bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan bagian penting dari
strategi bisnis yang berkaitan erat dengan keberlangsungan usaha dalam
jangka panjang. Di samping itu, apa yang dilakukan dalam implementasi
dari tanggung jawab sosial tersebut tidak berdasarkan pada tekanan dari
masyarakat, pemerintah, atau pihak lain, tetapi berasal dari kehendak,
komitmen, dan etika moral dunia bisnis sendiri yang tidak dipaksakan.
Bertolak dari pemahaman ini Corporate Social Responsibility
kemudian disebut juga sebagai Affirmative Corporate Social Responsibility.
Di tengah pengertian yang beranekaragam tersebut, sejauh yang dapat
diikuti konsep, konsep CSR yang banyak dijadikan rujukan oleh berbagai
pihak sebagaimana yang dikemukakan oleh Teguh S. Pambudi dalam
tulisannya di majalah SWA edisi Desember 2005 adalah pemikiran
Elkington, yakni tentang tripel bottom line. Menurutnya CSR adalah
segitiga kehidupan stakeholder yang harus diberi atensi oleh korporasi di
tengah upayanya mengejar keuntungan atau profit, yaitu ekonomi,
Gambar 2.1. Segitiga CSR
Pendapat tentang CSR yang lebih konprehensif menurut Teguh S.
Pambudi adalah dilontarkan oleh Prince of Wales International Business
Forum lewat lima pilar. Pertama, building human capital, menyangkut
kemampuan perusahaan untuk memiliki dukungan sumber daya manusia
yang andal (internal). Di sini perusahaan dituntut melakukan pemberdayaan,
biasanya melalui community development. Kedua, strengthening economies:
memberdayakan ekonomi komunitas. Ketiga, assessing social. Maksudnya
perusahaan menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tak
menimbulkan konflik. Keempat, encouraging good governance. Artinya
perusahaan dikelola dalam tata pamong/birokrasi yang baik. Kelima,
protecting the environment, yaitu perusahaan harus mengawal kelestarian
lingkungan. Bertolak dari pemahaman di atas, ternyata CSR itu tidak saja
Bahkan, Gurvy Kavei, pakar manajemen Universitas Manchester,
menyatakan bahwa CSR sejatinya dipraktikkan di tiga area: (1) di tempat
kerja, seperti aspek keselamatan dan kesehatan kerja, pengembangan skill
karyawan, dan kepemilikan saham; (2) di komunitas, antara lain dengan
member beasiswa dan pemberdayaan ekonomi; (3) lingkungan, misalnya
pelestarian lingkungan dan proses produksi yang ramah lingkungan.
Sebagaimana disimpulkan diatas, bahwa CSR merupakan
pengeluaran manajemen terhadap kewajiban untuk membangun hubungan
harmonis dengan masyarakat setempat, dengan beberapa indikator Sukarno
(2008:3) :
a. Transparency adalah transparansi dari pihak perusahaan didalam
melakukan tanggung jawab sosial.
b. Knowledge adalah pengetahuan dari pihak perusahaan mengenai
pihak mana yang perlu diberi bantuan.
c. Sustainability adalah kebijakan dari pihak perusahaan untuk tetap
melangsungkan tanggung jawab social
d. Globalization adalah kemampuan perusahaan untuk menyeimbangkan
minat perusahaan dengan minat public yang luas.
Sedangkan menurut Kartini (2008: 54) ada 8 indikator yang
sebaiknya digunakan dalam pengukuran tersebut, yakni:
Program CSR dapat dikatakan berhasil jika mendapatkan
dukungan dari top management perusahaan
Terdapat kesadaran filantropik dari pimpinan yang menjadi dasar
pelaksanaan program.
2. Proporsi Bantuan
CSR dirancang bukan semata-mata pada kisaran anggaran saja, melainkan
juga pada tingkatan serapan maksimal, artinya apabila areanya luas, maka
anggarannya harus lebih besar. Jadi tidak dapat dijadikan tolak ukur,
apabila anggaran besar pasti menghasilkan program yang bagus.
3. Transparasi dan Akuntabilitas
Terdapat laporan tahunan (Annual Report)
Mempunyai mekanisme audit sosial dan finansial di mana audit
sosial terkait dengan pengujian sejauh mana program-program
CSR tela dapat ditujukan secara benar sesuai kebutuhan
masyarakat, perusahaan mendapatkan umpan balik dari masyarakat
secara benar dengan melakukan interview dengan para penerima
manfaat.
Terdapat identifikasi penerima manfaat secara tertib dan rasional
berdasarkan skala prioritas yang telah ditentukan.
5. Perencanaan dan mekanisme monitoring dan Evaluasi
Dalam perencanaan perlu ada jaminan untuk melibatkan
multistakeholder pada setiap siklus pelaksanaan proyek
Terdapat kesadaran untuk memperhatikan aspek-aspek lokalitas
(lokal wisdom), pada saar perencanaan ada kontribusi, pemahaman,
dan penerimaan terhadap budaya-budaya lokal yang ada.
Terdapat blue-print policy yang menjadi dasar pelaksanaan
program.
6. Pelibatan Stakeholder (Stakeholder Enggagement)
Terdapat mekanisme koordinasi reguler dengan stakeholders,
utamanya masyarakat
Terdapat mekanisme yang menjamin partisipasi masyarakat untuk
dapat terlibat dalam siklus proyek
7. Keberlanjutan (Sustainability)
Tumbuhnya rasa memiliki (sense of belonging) program dan hasil
program pada diri masyarakat, sehingga masyarakat dapat ikut
andil dalam menjaga dan memelihara program dengan baik
Adanya pilihan partner program yang bisa menjamin bahwa tanpa
keikutsertaan perusahaan, program bisa tetap dijalankan sampai
selesai dengan partner tersebut.
8. Hasil Nyata (outcome)
Terdapat dokumenasi hasil yang menunjukkan berkurangnya angka
kesakitan dan kematian (dalam bidang kesehatan), atau
berkurangnya angka buta huruf dan meningkatnya kemampuan
SDM (dalam bidang pendidikan) atau parameter lainnya sesuai
dengan bidang CSR yang dipilih oleh perusahaan.
Terjadinya perubahan pola pikir masyarakat
Memberikan dampak ekonomi masyarakat yang dinamis
Perusahaan merupakan sistem terbuka yang merupakan sistem yang
menggunakan masukan dari luar perusahaan dan memproses masukan
tersebut menjadi keluaran untuk dijual kepada pihak eksternal dalam rangka
mencapai tujuan. Oleh karena itu, menajemen perusahaan harus
mempertimbangkan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Berbagai pihak tersebut dinamakan stakeholders. Stakholders
mencakup para investor (pemegang saham atau pemilik dan kreditor),
konsumen, pemasok, karyawan, masyarakat umum dan pemerintah
Sedangkan Freeman (1984) mendefinisikan stakeholders sebagai “any
group or individual Who can affect by the affected by the achievement of the
organization’s objectives”.Berdasarkan definisi seperti yang dikemukakan
oleh Freeman diatas dapat dipahami bahwa stakeholders merupakan
kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau sangat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan perusahaan, sehingga secara eksplisit dapat
disimpulkan bahwa stakeholders dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
(goingconcern) perusahaan.
Beberapa literatur menekankan 4 hal yang menjadi isu-isu krusial
dalam ruang lingkup stakeholders saat ini (Kelley,1991;Kirby,1998) dalam
(Henriques dan Sadorsky,1999) keempat hal tersebut adalah:
1) Regulasi Pemerintah (Governmental Regulation ) ,yaitu peraturan – peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah menjadi aspek penting
termasuk dalam regulasi pemerintah ini adalah izin operasional
perusahaan ,analisis dan standar dampak lingkungan,peraturan tenaga
kerja atau perburuhan dan lainnya.Coghill(1999) juga mengemukakan
bahwa pemerintah sangat berperan dalam mengatur dunia usaha.
2) Kelompok Masyarakat (Community) kelompok masyarakat menurut Kelly(1991);Coghill(1999) harus diperhatikan karena kelompok
masyarakat adalah elemen konsumen yang akan mengkonsumsi hasil
produksi dari perusahaan.Kelompok lain yang dapat dikategorikan
bagian dari masyarakat adalah institusi pendidikan yang selalu
merespons secara kajian akademis jika terjadi suatu hal di dunia
usaha terutama yang merugikan masyarakat umum demi kepentingan
dan kepentingan kelompok masyarakat.
3) Organisasi Lingkungan (EnvironmentalOrganizatio), menurut Freeman (1984) dewasa ini telah nenjadi salah satu kekuatan kontrol
sosial yang dapat mengawasi aktifitas perusahaan. Orientasi organisasi
lingkungan secara umum adalah menghindari eksploitasi yang
berlebihan terhadap linkungan hidup demi kepentingan perusahaan
(profit).Aktifitas organisasi lingkungan menurut Mitroff,(1995);
Turcotte (1995) dalam (Henriques dan Sadorsky,1999) dapat
memobilisasi gerakan masyarakat dan opini terhadap aktifitas
disikapi dengan bijaksana akan berbenturan dangan kepentingan
perusahaan.
4) Media Massa (Massmedia) dalam lingkungan bisnis saat ini memiliki peran yang sangat dominan dalam membentuk opini masyarakat
terhadap suatu aktifitas perusahaan (William,1993). Menurut Moody
(1995) media menyediakan informasi bagi perusahaan dan dapat pula
sebagai alat publikasi dan sosialisasi yang digunakan oleh perusahaan
untuk dapat membangun kepercayaan (image) public tentang
aktifitas-aktifitas sosial yang dijalankan oleh perusahaan. Secara khusus
perusahaan tidak pernah menghindari media massa jika terjadi
informasi-informasi tentang aktifitas sosial dunia bisnis, tetapi selalu
menyikapi sebagai suatu bukti bahwa perusahaan mempersepsikan
peran media memang sangat penting dalam dunia usaha. Freeman
(1984) juga menyebutkan bahwa media dapat membentuk opini
masyarakat terhadap perusahaan dan hal tersebut sangat berhubungan
erat dengan kepentingan perusahaan,sehingga media juga salah satu
kelompok stakeholders.
2.2...1. Pengorganisasian dan Bentuk Tanggung Jawab Sosial Dunia Bisnis di Indonesia
Di Indonesia sepanjang yang dapat ditangkap pengelolaan
biasanya ada tiga bentuk, yaitu (1) dikelola oleh korporasi, (2) yayasan
korporasi, (3) kerja sama dengan yayasan/ organisasi sosial konsultan.
Adapun bentuknya, dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Grant (hibah): bantuan dana tanpa ikatan yang diberikan oleh pelaku
bisnis untuk membangun investasi sosial.
b. Penghargaan/award: pemberian bantuan dunia bisnis bagi sasaran
yang dianggap berjasa bagi masyarakat banyak dan lingkungan
usahanya. Biasanya penghargaan dalam bentuk sertifikat dan sejumlah
uang kepada perorangan/institusi/panti yang diselenggarakan dalam
waktu tertentu dan berkelanjutan
c. Dana komunitas local (Community Funds): bantuan dana atau dalam
bentuk lain bagi komunitas lokal untuk meningkatkan kualitas di
bidangnya secara berkesinambungan.
d. Bantuan subsidi (Social subsidies): bantuan dana atau bentuk lainnya
bagi sasaran yang berhak untuk meningkatkan kinerja secara
berkelanjutan, seperti pemberian bantuan dana untuk buruh lokal atau
modal usaha kecil suatu kawasan.
e. Bantuan pendanaan jaringan teknis bagi sasaran yang berhak untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu
meningkatkan produktivitas, misalnya bantuan teknis untuk usaha
f. Penyediaan pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan
hukum, kelompok bermain, panti asuhan, beasiswa, dan berbagai
pelayanan sosial lainnya bagi masyarakat.
g. Bantuan kredit usaha kecil dengan bunga rendah bagi rumah tangga,
baik yang tinggal di sekitar usaha maupun masyarakat pada umumnya.
h. Bantuan pendampingan, pekerja social industri sesuai dengan
kebutuhan masyarakat lokal.
i. Program bina lingkungan melalui pengembangan masyarakat
(community development).
j. Penyediaan kompensasi sosial bagi masyarakat yang menjadi korban
polusi serta kerusakan lingkungan.
2.2.3.2. Motivasi Dunia Bisnis Melakukan Corporate Social Responsibility (CSR)
Makin meningkatnya perhatian akan implementasi CSR menandai
era kebangkitan masyarakat sehingga sudah seharusnya CSR tidak hanya
menekankan pada aspek philantropy (dorongan kemanusiaan yang
bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan
memperjuangkan pemerataan sosial) maupun level strategi, melainkan
harus makin diperluas pada tingkat kebijakan yang lebih makro dan riil
(Korhenen, 2006). Untuk menjamin keberhasilan CSR, pengalaman dan
belajar dari pengalaman perusahaan-perusahaan yang telah melaksanakan
program CSR sebagai salah satu kebijakan manajemen perusahaan.
Zaidi (2003) dalam Ambadar (2008) mengemukakan bahwa
dalam perkembangannya telah terjadi pergeseran paradigma pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan yang meliputi corporate charity,
corporate philantrophy, dan corporate citizenship. Tahap pertama,
corporate charity merupakan dorongan amal berdasarkan motivasi
keagamaan. Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan
kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal
untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial. Tahap
ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi
mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Tabel
1 berikut menjelaskan perbedaan karakteristik pada masing-masing
tahapan dalam tanggung jawab sosial perusahaan.
CSR menjadi isu penting dalam menjamin kelangsungan hidup
dunia usaha saat ini. Dunia usaha tidak akan bisa berkembang tanpa
memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan sosial dimana perusahaan
sehingga pelaksanaan CSR menjadi suatu keharusan bagi perusahaan
dalam mendukung aktivitas bisnisnya, bukan hanya sekedar pelaksanaan
tanggung jawab tetapi menjadi suatu kewajiban bagi dunia usaha.
Implementasi CSR harus menjadi suatu bagian dalam peran bisnis dan
hanya merupakan suatu organisasi yang berorientasi pada pencapaian laba
maksimal tetapi juga menjadi suatu organisasi pembelajaran, dimana
setiap individu yang terlibat didalamnya memiliki kesadaran sosial dan
rasa memiliki tidak hanya pada lingkungan organisasi saja melainkan juga
pada lingkungan sosial dimana perusahaan berada.
CSR merupakan wujud kepedulian perusahaan terhadap ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang didasari tiga prinsip dasar yang meliputi
profit, people dan planet (3P). Profit, sebagai lembaga usaha dengan profit
oriented, perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan sehingga
perusahaan dapat terus beroperasi dan berkembang. People, untuk
menjamin kelangsungan hidup dan meningkatkan daya saing perusahaan,
perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan
dan manusia yang merupakan aset berharga dalam organisasi maupun
negara. Wujud program CSR yang berorientasi sosial atau people adalah
pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
pendidikan dan kesehatan. Planet, kepedulian terhadap lingkungan hidup
dan keberlanjutan keragaman hayati bisa dilakukan melalui pelaksanaan
program penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih,
2.2.4. Kinerja Sosial Perusahaan (Corporate Social Performance) 2.2.4.1. Definisi Kinerja
Informasi akuntansi sangat bermanfaat untuk menilai
pertanggungjawaban kinerja manajer. Karena penilaian kinerja pada
dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan
peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau
perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah digunakannya informasi
akuntansi bersamaan dengan informasi non akuntansi untuk menilai
kinerja manajer atau pimpinan perusahaan.
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997, hal 503) adalah merupakan kata banda (n) yang artinya: 1. Sesuatu
yang dicapai, 2. Prestasi yang diperlihatkan, 3. Kemampuan kerja (tt
peralatan), sedangkan penilaian kinerja menurut Mulyadi (1997, hal 419) adalah penentuan secara periodic efektifitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya
dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan
penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka
mainkan dalam organisasi.
Sedangkan pengertian kinerja keuangan adalah penentuan
ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan
Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara
organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat
organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggungjawab manajer
yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Namun demikian
mengatur besarnyatanggungjawab sekaligus mengukur prestasi keuangan
tidaklah mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah dan ada pula
yang sukar untuk diukur.
Sedangkan tujuan penilaian kinerja (Mulyadi, 1997) adalah: "
Untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan
dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. Standar prilaku dapat
berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam
anggaran."
Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan prilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan prilaku yang
semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja dan waktu serta
penghargaan baik yang bersifat instrinsik maupun ekstrinsik.
2.2.4.2. Manfaat Penilaian Kinerja
Salah satu sarana manajemen paling panting yang harus
dibebankan agar tujuan organisasi dapat tercapai adalah faktor man usia.
dirancang, tujuan organisasi mungkin hanya sekedar angan-angan saja.
Disamping sarana, prinsip-prinsip organisasi harus pula dipenuhi seperti
adanya pembagian tugas yang adil, pendelegasian tugas. rentang
kekuasaan, tingkat pengawsan yang cukup, kesatuan perintah dan
tanggung jawab serta koordinasi masing-masing unit merupakan suatu hal
yang harus terus menerus disempurnakan. Untuk itu penilaian kinerja
dimanfaatkan oleh manajemen untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisian melalui
pemitivasian karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan
karyawan seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi
program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana
atasan mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum. Dalam mengelola perusahaan,
manajemen menetapkan sasaran yang akan dicapai dimasa yang akan
datang dan didalam proses yang disebut perencanaaan (planning).
Disamping itu pelaksanaan rencana memerlukan pengendalian agar efektif
dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pelaksanaan rencana dapat
ditempuh dengan cara tangan besi, dengan ancaman terhadap pelaksanaan
agar mematuhi prilaku standar untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Pelaksanaan rencana dengan cara ini dapat menjamin sasaran
organisasi secara efektif dan efisien. Namun cara pencapaian tujuan ini
akan mengakibatkan moral kerja karyawan enjadi rendah.
Akan berbeda kondisi moral karyawan jika pengelolaan
perusahaan didasarkan atas maksimisasi motivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi. Maksimisasi motivasi karyawan berarti
membangkitkan dorongan dalam diri karyawan untuk mengerahkan
usahanya dalam mencapai sasaran yang ditetapkan oleh organisasi. Jika
setiap karyawan memahami sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan
dan setiap karyawan melaksanakan internalisasi sasaran perusahaan
sebagai sasaran pribadinya maka kesesuaian tujuan individu karyawan
dengan sasaran perusahaan secara keseluruhan akan terjadi. Kesesuaian
sasaran individu karyawan dengan sasaran perusahaan inilah yang akan
memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Maksimisasi
motivasi karyawan dalam mencapai sasaran perusahaan inilah yang
merupakan tujuan pokok penilaian kinerja. Salah satu diantara teori
motivasi yang dikembangkan oleh para peneliti untuk memprediksi
perilaku seseorang dipengaruhi oleh probabilitas yang dilekatkan terhadap
hubungan individu sebagai berikut :
a. Usaha yang diperlukan untuk mencapai tujuan
Motivasi seseorang yang telah ditetapkan ditentukan oleh persepsi
orang tersebut terhadap hubungan antara usaha dengan tujuan yang
hendak dicapai. Jika untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
diperlukan usaha yang besar, sasaran yang memberikan tantangan akan
motivasi seseorang. Dengan demikian sasaran yang memberikan
tantangan akan memotivasi orang selama sasaran tersebut telah
dirasakan adil dan realistis.
b. Kinerja dan penghargaan
Jika seseorang merasakan barjwa terdapat kemungkinan yang tinggi
suatu kinerja yang baik akan mendapatkan penghargaan atau
penghargaan yang diterima didasarkan atas kinerja yang baik, motivasi
orang akan berusaha mencapai sasaran yang telah ditetapkan akan
tinggi.
Sebaliknya jika terdapat kemungkinan yang rendah suatu kinerja
memperoleh penghargaan, motivasi orang untuk mencapai sasararl
yang telah ditetapkan rendah pula.
c. Penghargaan yang mernuaskan tujuan pribadi
Untuk dapat memotivasi individu, penghargaan harus dirasakan adil
dirasakan adil, maka penghargaan ini akan memberikan kepuasan bagi
orang tersebut. Kepuasan yang tinggi berarti bahwa tujuan individu
dapat dipuaskan melalui usaha pencapaian sasaran perusahaan. Dengan
demikian penghargaan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan
setiap individu agar memotivasi individu dalam mencapai sasaran yang
ditetapkan oleh perusahaan.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberhentian
Penilaian kinerja akan menghasilkan data yang dapat dipakai sebagai dasar
pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan yang dinilai
kinerjanya. Jika manajemen puncak akan memutuskan promosi manajer ke
jabatan yang lebih tinggi, data hasil evaluasi kinerja yang diselenggarakan
secara periodik akan sangat membantu manajemen puncak dalam memilih
manajer yang pantas untuk dipromosikan. Begitu pula dalam pengambilan
keputusan penghentian kerja sementara, transfer dan pemutusan hubungan
kerja permanen, manajemen puncak memerlukan data hasil evaluasi
kinerja sebagai salah satu informasi penting. yang dipertimbangkan dalam
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan
Jika manajemen puncak tidak mengenal kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya, sulit bagi manajemen untuk mengevaluasi dan memilih
program pelatihan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan.
Dalam masa kerjanya, perusahaan mempunyai kewajiban untuk
mengembangkan karyawannya agar mereka dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan bisnis perusahaan yang senantiasa berubah
dan berkembang. Hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kelemahan karyawan dan untuk mengantisipasi keahlian
dan keterampilan yang dituntut oleh pekerjaan agar dapat memberikan
respon yang memadai terhadap perubahan lingkungan bisnis dimasa yang
akan datang. Hasil penilaian kinerja juga dapat menyediakan kriteria untuk
memilih program pelatihan karyawan yang memenuhi kebutuhan
karyawan dan untuk mengevaluasi kesesuaian program pelatihan
karyawan dengan kebutuhan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
Dalam organisasi perusahaan, manajemen atas mendelegasikan sebahagian
wewenang ini disertai dengan alokasi sumber daya yang diperlukan dalam
pelaksanaan wewenang tersebut. Manajer bawah melaksanakan wewenang
dengan mengkonsumsi sumber daya yang dialokasikan kepada mereka.
Penggunaan wewenang dan konsumsi sumber daya dalam pelaksanaan
wewenang ini dipertanggung jawabkan dalam bentuk penilaian kinerja.
Dengan pengukuran kinerja ini manajemen atas memperoleh umpan balik
mengenai pelaksanaan wewenang dan penggunaan sumber daya dalam
pelaksanaan wewenang yang dilakukan oleh manajemen bawah.
Berdasarkan hasil penilaian kinerja ini manajemen atas memberikan
penilaian terhadap kinerja manajemen bawah. Dilain pihak penilaian
kinerja ini memberikan umpan balik bagi manajemen bawah mengenai
bagaimana manajemen atas menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan
Penghargaan dapat digotongkan datam dua kelompok yaitu penghargaan
instrinsik dan penghargaan ekstrinsik. Penghargaan instrinsik berupa rasa
puas diri yang diperoleh seseorang yang telah berhasil menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai sasaran tertentu.
Penghargaan ekstrinsik terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada
karyawan baik yang berupa kompensasi langsung, tidak langsung, maupun
yang berupa kompensasi non keuangan. Untuk meningkatkan penghargaan
instrinsik manajemen dapat menggunakan berbagai macam tehnik seperti
partisipasi dalam pengambilan keputusan dan usaha lain yang
meningkatkan harga diri seseorang dan mendorong orang menjadi yang
terbaik. Kompensasi langsung adalah pembayaran langsung berupa gaji
atau upah pokok, honorarium lembur dan hari libur, pembagian laba,
pembagian saham dan berbagai bonus lainnya yang didasarkan atas kinerja
karyawan. Penghargaan tidak langsung adalah semua pembayaran untuk
kesejahteraan karyawan seperti asuransi kecelakaan, asuransi hari tua,
honorarium, liburan dan tunjangan masa sakit. Kompensasi tidak langsung
ini tidak mempunyai dampak terhadap motivasi individu dalam mencapai
sasaran organisasi karena kompensasi ini diberikan kepada siapa saja yang
bekerja dalam perusahaan. Kompensasi ini hanya berpengaruh kepada
motivasi karyawan jika dihapuskan. Penghargaan non keuangan dapat
berupa sesuatu yang ekstra yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawan berupa ruangan kerja yang memiliki lokasi istimewa, peralatan
kantor yang istimewa, tempat parkir khusus, gelar istimewa dan sekretaris
pribadi. Penggayaan pekerjaan atau job enrichment adalah suatu
pendekatan untuk memotivasi karyawan dengan kombinasi tugas yang
lingkup dan tanggung jawabnya berbeda-beda dan memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk memiliki otonomi yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan. Distribusi penghargan instrinsik baik yang
langsung, tidak langsung, maupun non keuangan memerlukan data hasil
yang menerima penghargaan tersebut. Pembagian penghargaan yang
dipandang tidak adil menurut persepsi karyawan yang menerimanya
maupun yang tidak menerimanya akan berakibat timbulnya prilaku yang
tidak semestinya.
2.2.4.3. Kinerja Sosial Perusahaan (Corporate Social Performance)
Pada awalnya konsep CSR terdiri atas empat komponen
kewajiban perusahaan terhadap masyarakat (Carroll, 1979 dalam Solihin,
2008:102). Keempat komponen tersebut adalah economic responsibilities,
legal responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary
responsibilities. Beberapa ahli seperti Ackerman dan Bauer (Carroll, 1979)
dikutip dari Solihin (2008:102), mengajukan kritik terhadap konsep CSR.
Kritik mereka ditujukan kepada istilah social responsibility dalam konsep
CSR, yang seolah-olah hanya menekankan kepada kewajiban perusahaan
untuk melakukan sesuatu kepada para pemangku kepentingan. Sebaliknya
konsep CSR ini tidak menunjukkan berbagai upaya sosial yang dilakukan
perusahaan dan member dampak terhadap para pemangku kepentingan
yang dapat diukur hasilnya berupa kinerja (performance) bagi perusahaan.
Di sisi lain, terdapat peneliti seperti Hay, Gray, dan Gates (Carroll,1979)
dalam Solihin (2008:102), yang secara deskriptif menjabarkan dalam area
apa saja perusahaan dianggap memiliki kewajiban terhadap masyarakat.
untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki dalam isu-isu
tertentu seperti tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengatasi
masalah polusi, kemiskinan, diskriminasi rasial, serta berbagai area
masalah social lainnya.
Kebutuhan untuk mencari model CSR yang dapat mengukur
dampak pelaksanaan CSR oleh perusahaan terhadap masyarakat serta
sejauh mana pelaksanaan CSR sebagai suatu investasi sosial memberikan
kontribusi bagi peningkatan kinerja keuangan perusahaan itulah yang
mendorong lahirnya konsep Corporate Social Performance sebagai
penyempurnaan atas konsep CSR sebelumnya (Solihin, 2008:101).
Corporate Social Performance merupakan hal yang cukup penting bagi
citra (reputation) perusahaan, terutama untuk jangka panjang perusahaan
yang dapat memberi kontribusi cukup berarti dalam pengembangan
berkelanjutan bagi perusahaan (Yunan, 2005 dalam Maulana, 2008).
Dengan demikian Corporate Social Performance dapat menjadi salah satu
ukuran bagi citra atau reputasi perusahaan. Citra atau reputasi perusahaan
sendiri merupakan salah satu aset yang sangat berharga (Yunan, 2005
dalam Maulana, 2008).
Sukarno (2008) menyatakan bahwa kinerja sosial perusahaan
merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tingkatan
pencapaian serta pelaksanaan suatu tanggung jawab sosial yang
Gond (2005) dalam Fauzi et al. (2009), yang menyatakan bahwa kinerja
sosial perusahaan merupakan suatu konstruk yang digambarkan dengan
cara-cara yang berbeda.
Sejauh ini ada empat model utama dalam memahami konsep
CSP: Carroll (1979), Wartick dan Cochran (1985), Wood (1991) (dalam
Fauzi et al., 2009) dan Clarkson (1995). Carroll mendefinisikan CSP
sebagai perluasan dari tiga dimensi. Dimensi pertama yaitu definisi
tanggung jawab sosial (CSR) yang mencakup 4 kategori tanggung jawab
(ekonomi, hukum, etika dan discretionary). Dimensi kedua adalah
corporate social responsiveness. Dimensi ini menunjukkan kapasitas yang
dimiliki perusahaan untuk memberikan respons terhadap berbagai tekanan
sosial terhadap perusahaan, yang berasal dari dampak operasi perusahaan
terhadap para pemangku kepentingan. Dimensi ketiga yaitu dalam isu
sosial apa perusahaan terlibat mencakup berbagai isu sosial yang dapat
ditimbulkan oleh perusahaan serta berpotensi memperoleh tekanan
publik/pemangku kepentingan (Solihin, 2008: 103-105).
Wartick dan Cohran (1985) mengemukakan model CSP yang
terdiri atas 3 dimensi, yaitu prinsip (CSR) yang mencakup 4 kategori
tanggung jawab (ekonomi, hukum, etika dan discretionary); proses
(corporate social responsiveness) dalam bentuk tanggapan yang
diberiakan perusahaan terhadap berbagai tekanan sosial, terjadi pada
tertentu; dan kebijakan (social issues management) sebagai kebijakan yang
dikeluarkan oleh perusahaan secara individual saat mengelola
masalah-masalah sosial, di mana masing-masing perusahaan akan mengeluarkan
kebijakan yang berbeda-beda dan bergantung pada pertimbangan
manajemen untuk mengatasi suatu masalah sosial (Sholihin, 2008:
106-107) Wood (1991) mengusulkan sebuah model yang baru CSP segera
menjadi tolok ukur di mana-mana yang membangun perkembangan
teoretis. Sejalan dengan studi sebelumnya, Wood (1991) mendefinisikan
CSP sebagai konfigurasi organisasi bisnis dari: (1) prinsip tanggung jawab
sosial yang mencakup tiga prinsip yaitu prinsip institusional (legitimasi),
prinsip organisasional (tanggung jawab publik), prinsip individual
(pertimbangan manajemen); (2) proses corporate social responsiveness
terdiri dari tiga tahapan yaitu penilaian lingkungan, manajemen
stakeholder, manajemen isu; serta (3) hasil perilaku perusahaan yang
mencakup tiga kategori yaitu dampak, program dan kebijakan sosial
sebagai bentuk implementasi tanggung jawab sosial perusahaan kepada
masyarakat (Sholihin, 2008: 107-111).
Merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada
tindakan pencapaian serta pelaksanaan tanggung jawab sosial yang
diharapkan yang memiliki beberapa indikator (Sukarno 2008:4) :
a. Dampak Lingkungan
c. Kegiatan Sosial
d. Konsumen
e. Investor
f. Stakeholder
g. Financial
2.2.5. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). 2.2.5.1 Pengertian Usaha Kecil
Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil dan menengah
memegang peranan penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga
kerja yang mampu diserap oleh usaha kecil dan menengah tersebut. Selain
memiliki arti strategis bagi pembangunan, usaha kecil menengah juga
berfungsi sebagai sarana untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan
yang telah dicapai. Adapun yang menjadi bagian dari usaha kecil dan
menengah adalah : sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor
perdagangan, sektor perdagangan, sektor pertambangan, pengolahan,
sektor jasa, dan lainnya.
Ada beberapa pengertian usaha kecil dan menengah dari berbagai
pendapat (Tambunan,1999), antara lain :
a. Pengertian usaha kecil berdasarkan surat edaran Bank Indonesia
No.26/I/UKK tanggal 29 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK)
rupiah) tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian
usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan
koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp600
juta.
b. Menurut Departemen Perindustrian dan perdagangan, pengusaha kecil
dan menengah adalah kelompok industri modern, industri tradisional,
dan industri kerajinan, yang mempunyai investasi, modal untuk
mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70 juta ke bawah dengan resiko
investasi modal/tenaga kerja Rp 625.000 ke bawah dan usahanya
dimiliki warga Negara Indonesia.
c. Sedangkan berdasarkan UU No.10/1995 tentang usaha kecil, yang
dimaksud dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang
berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. Yang dimaksud disini meliputi juga usaha kecil
informal yaitu berbagai usaha yang belum terdaftar, belum tercatat,
dan belum berbadan hukum, dan usaha kecil tradisional yaitu usaha
yang telah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan
2.2.5.2. Pengertian Usaha Menengah
Yang dimaksud dengan usaha menengah adalah kegiatan
ekonomi yang mempunyai criteria:
a. asset Rp10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
atau
b. omset tahunan Rp50 milyar Sedangkan dalam Konsep Inpres UKM,
yang dimaksud dengan UKM adalah kegiatan ekonomi dengan kriteria:
1) asset Rp50 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha
2) omset Rp250 milyar
2.2.5.3 Karakteristik Usaha Kecil
Secara umum sektor usaha kecil memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak
mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala
pembukuan tidak di up to date, sehingga sulit untuk menilai kinerja
usahanya
b. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat
tinggi
b. Pengalaman managerial dalam mengelola perusahaan masih sangat
terbatas
c. Skala ekonomi yag terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan mampu
menekan biaya mencapai titik efisiansi jangka panjang
d. kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat
terbatas
e. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah,
mengingan keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk
mendapatkan dana di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti
sistem administrasi standard dan transparan.
Karakteristik yang dimiliki oleh usaha kecil menyiratkan adanya
kelemahan-kelemahan yang bersifat potensial terhadap timbulnya masalah.
Hal ini menyebabkan berbagi masalah internal terutama yang berkaitan
dengan pendanaan tampaknya sulit untuk mendapatkan solusi yang jelas.
2.2.5.4. Keunggulan dan Kelemahan Usaha kecil a. Keunggulan Usaha Kecil
Dibandingkan dengan usaha besar, usaha kecil memiliki beberapa
potensi dan keunggulan komparatif, yaitu:
1) Usaha kecil beroperasi menebar diseluruh pelosok dengan berbagai
ragam bidang usaha. Hal ini karena kebanyakan usaha kecil timbul