• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengaruh Pembangunan Jalan Lingkar Luar (Outer Ring Road) Terhadap Pola Dan Struktur Ruang Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Pengaruh Pembangunan Jalan Lingkar Luar (Outer Ring Road) Terhadap Pola Dan Struktur Ruang Kota"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR

LUAR (OUTER RING ROAD) TERHADAP POLA

DAN STRUKTUR RUANG KOTA

Studi Kasus: Kota Padangsidimpuan

TESIS

OLEH

M. YANI

087020018/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KAJIAN PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR

LUAR (OUTER RING ROAD) TERHADAP POLA

DAN STRUKTUR RUANG KOTA

Studi Kasus: Kota Padangsidimpuan

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

M. YANI

087020018/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERNYATAAN

KAJIAN PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR

LUAR (OUTER RING ROAD) TERHADAP POLA

DAN STRUKTUR RUANG KOTA

Studi Kasus: Kota Padangsidimpuan

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

(4)

Judul Penelitian : KAJIAN PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR LUAR (OUTER RING ROAD)

TERHADAP POLA DAN STRUKTUR RUANG KOTA.

STUDI KASUS: KOTA PADANGSIDIMPUAN Nama Mahasiswa : M. YANI

Nomor Pokok : 087020018

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(

Ketua

A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD (Achmad Delianur Nasution, ST, MT Anggota

)

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc)

Dekan,

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 31 Agustus 2012

____________________________________________________________________

Panitia Penguji Tesis

Ketua : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD Anggota : 1. Achmad Delianur Nasution, ST, MT, IAI 2. Beny O.Y Marpaung, ST, MT, PhD 3. Ir. Novrial M.Eng

(6)

ABSTRAK

Kemacetan lalu lintas yang sering terjadi pada pusat Kota Padangsidimpuan adalah satu faktor yang mendasari Pemerintah Kota Padangsidimpuan melakukan pembangunan jalan lingkar luar (Outer Ring Road). Perkembangan transportasi (jalan lingkar) ini sangat berpengaruh terhadap morfologi kota Padangsidimpuan, ini terlihat dari luasnya lahan yang beralih fungsi. Oleh karenanya menarik untuk dilakukan suatu kajian/penelitian yang membahas sebuah tema tentang model yang menggambarkan proses perubahan pola dan struktur ruang kota.. Dalam melakukan penelitian ini dipergunakan langkah-langkah ilmiah dengan metode penelitian deskriktif, yang merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan mempertimbangkan kesesuaian dengan objek penelitian.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kota Padangsidimpuan tergolong kepada “Over Bounded City”. Bentuk Struktur Ruang Kota Padangsidimpuan apabila

ditinjau dari pusat pelayanan (retail) tergolong pada Monocentric City. Pola

perembetan fisik kotanya (urban development pattern) yang menunjukkan tidak meratanya pengembangan kota ke semua bagian sisi-sisi luar pusat kota. Berdasarkan RTRW Kota Padangsidimpuan Tahun 2004 bahwa rencana pemanfaatan ruang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015 di sepanjang kiri-kanan jalan lingkar telah terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang dari yang direncanakan. Tata guna lahan yang mendominasi pada koridor jalan lingkar ini sampai pada awal tahun 2010 atau akhir waktu pengamatan adalah kelompok kegiatan komersial, perumahan dan institusi pemerintah. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Memperhatikan perkembangan fisik Kota Padangsidimpuan dari tahun 2000– 2010 maka secara spasial pola perkembangannya cenderung mengisi pola jalan yang ada sehingga bentuk kota mengikuti pola jalan (linier menerus) serta perkembangan perumahan secara “leap frogg development“ dan ”infill development”. Aktivitas

perkonomian di koridor jalan lingkar Kota Padangsidimpuan telah bergeser dari sektor pertanian dan perkebunan menjadi sektor perdagangan dan jasa.

(7)

ABSTRACT

Traffic jam frequently occurring in the city center of Padangsidimpuan is one of the factors underlying the city Government of Padangsidimpuan to construct an outer ring road. This transportation development (ring road) is very influential on the morphology of the City of Padangsidimpuan and this is seen from the extent of land converted. Therefore, it is interesting to do a study based on a theme about the model describing the process of changing the pattern and structure of urban space. In conducting this study, scientific steps and descriptive research method in the form of combination between rational approach were used and their suitability for the object of study.

The conclusion drawn from the result of this study is that the City of Padangsidimpuan belongs to “Over Bounded City”. Viewed from the function of this city as a service center (retail), the form of urban space structure of the City of Padangsidimpuan belongs to Monocentric City. The pattern of its urban development does not show an even development to the outer sides of city center. Based on the 2004 RTRW (regional spatial plan) of the City of Padangsidimpuan, it is estimated that in 2015, the use of urban space along both sides of the ring road of the City of Padangsidimpuan will have been deverged from the use of urban space planned. The land use dominating the corridor of this ring road up to the early of 2010 or at the end of observation time was the group of commercial activities, residential areas and governmental institutions. The change of land use in the development implementation is unavoidable. The change occurred due to two things such as the need to meet the increasing needs of community and the need related to the increasing demands for a better quality of life.

With respect to the physical development of the City of Padangsidimpuan from 2000 to 2010, spatially, the pattern of its development tended to fill the existing road pattern that the form of the city followed the road pattern (constantly linear) and the development of residential areas became leap-frog development and infill development. The economic activities in the corridor of ring road in the City of Padangsidimpuan has moved from agricultural and plantation sectors to trade and service sectors.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wasyukurillah penulis menyampaikan puji syukur yang setinggi-tingginya kepada Allah SWT, bahwa atas berkah rahmat dan inayah-Nya penulis berhasil merampungkan penelitian ini dan menyusunnya dalam sebuah tulisan berupa tesis guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pambangunan Kota Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Ketua Komisi Pembimbing Bapak A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD, dan kepada Bapak Achmad Delianur Nasution, ST, MT, IAI selaku Anggota Komisi Pembimbing, kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc juga kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pascasarjana Program Studi Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Manajemen Pembangunan Kota atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan dalam mengikuti pendidikan serta menyelesaikan tesis ini.

Kepada Bapak Bupati Tapanuli Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program pendidikan ini serta kepada Bapak Walikota Padangsidimpuan Drs. H. Zulkarnaen Nasution, MM beserta jajarannya yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis untuk memperoleh data-data yang diperlukan bagi penulisan tesis ini.

(9)

Tahun 2008 juga saya ucapkan terima kasih, yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang tidak penulis sebutkan namanya satu persatu.

Ucapan terima kasih istimewa kepada Ibunda tercinta Hj. Siti Pakanun Hasibuan dan Mertua saya H. Sutan Panusunan Hasibuan, karena berkat dorongan dan doanya tesis ini dapat terselesaikan serta terkhusus kepada isteriku tercinta Hj. Emsi Ermida Hasibuan, SE serta kepada ananda tersayang Azizah Putri Eryani Pohan, Muhammad Imam Akbar Pohan, dan Afifah Putri Eryani Pohan, yang selalu tabah dan sabar memberikan waktu demi mewujudkan cita-cita keluarga.

Sebagai hamba ciptaan Allah SWT, penulis mempunyai keterbatasan yang tidak luput dari kekhilapan dan kesalahan serta menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dalam memenuhi harapan dan keinginan banyak pihak. Namun demikian penulis berharap semoga tesis ini ada manfaatnya bagi pihak yang membutuhkannya demi pengembangan wawasan keilmuaan khususnya bidang struktur ruang kota.

Medan, Maret 2013 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRCT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Pendahuluan ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Sasaran ... 5

1.5 Manfaat ... 6

1.6 Pembatasan Masalah ... 6

1.7 Kerangka Pemikiran ... 6

1.8 Sitematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Strutur Ruang Kota ... 11

2.1.1 Pengertian strutur ruang kota ... 11

(11)

2.1.3 Perkembangan kota dan struktur ruang ... 17

2.1.4 Cara perkembangan kota ... 23

2.1.5 Perembetan kenampakan fisik kota ... 25

2.1.6 Macam urban sprawl ... 27

2.2 Ekspresi Keruangan Morfologi Kota ... 31

2.2.1 Bentuk-bentuk kompak ... 31

2.2.2 Bentuk-bentuk tidak kompak ... 37

2.3 Pola Ruang Kota ... 41

2.3.1 Pengertian pola ruang kota ... 41

2.3.2 Perubahan tata guna lahan di perkotaan ... 42

2.3.2.1 Sistem guna lahan–transportasi ... 42

2.3.2.2 Pengertian penggunaan lahan ... 49

2.3.2.3 Penggunaan lahan kota ... 48

2.3.2.4 Jenis penggunaan lahan ... 49

2.3.2.5 Perubahan guna lahan ... 53

2.3.2.6 Jenis perubahan guna lahan ... 54

2.3.2.7 Kecepatan perubahan guna lahan ... 55

2.3.2.8 Arah perubahan guna lahan ... 57

2.3.2.9 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan guna lahan ... 58

2.3.2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan guna lahan ... 59

2.4 Konsep Transportasi ... 66

2.4.1 Pengertian sistem transportasi ... 66

2.4.2 Sistem transportasi ... 68

2.4.3 Pengertian jaringan jalan ... 69

2.4.4 Jalan lingkar (ring road) ... 71

BAB III METODE PENELITIAN ... 74

3.1 Aspek-Aspek yang Dibahas ... 75

3.2 Jenis Data ... 76

(12)

3.4 Metode Analisis ... 77

BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN ... 78

4.1 Sejarah Perkembangan Kota Padangsidimpuan ... 78

4.2 Kondisi geografis dan administrasi kota padangsidimpuan ... 79

4.3 Topografi dan kemiringan lahan ... 83

4.4 Penduduk kota Padangsidimpuan ... 84

4.5 Keadaan umum daerah penelitian ... 85

4.5.1 Gambaran umum ... 85

4.5.2 Konsep perencanaan jalan lingkar kota Padangsidimpuan86 BAB V HASIL DAN PENELITIAN ... 89

5.1 Jalan Lingkar (Ring Road) ... 89

5.2 Karakteristik Morfologi Kota Padangsidimpuan ... 92

5.3 Pola Perkembangan Kota Padangsidimpuan ... 102

5.4 Pola Perembetan Fisik Kota Padangsidimpuan ... 108

5.5 Analisis Faktor-faktor Perkembangan Fisik Kota ... 116

5.5.1 Analisis perkembangan kota ... 116

5.5.2 Faktor penduduk ... 118

5.6 Cara Perkembangan Fisik Kota Padasidimpuan ... 119

5.7 Persebaran Perkembangan Fisik Kota ... 123

5.8 Percepatan Perkembangan Fisik Kota ... 125

5.9 Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan ... 128

5.9.1 Perubahan penggunaan lahan ... 128

5.9.2 Klasifikasi guna lahan yang digunakan ... 129

5.9.3 Kecenderungan perkembangan ... 130

(13)

5.11 Perkembangan Nilai Lahan ... 140

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 151

6.1 Kesimpulan ... 151

6.2 Rekomendasi ... 154

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Kerangka Berpikir ... 8

2.1 Model Struktur Ruang ... 16

2.2 Tipologi Struktur Ruang ... 17

2.3 Pola Umum Perkembangan Perkotaan ... 18

2.4 Beberapa Alternatif Bentuk Kota ... 20

2.5 Perubahan Morfologi Kota dan Kondisi Transportasi ... 22

2.6 Perkembangan Horizontal ... 23

2.7 Perkembangan Horizontal di London, Inggris pada Tahun 1830 dan 1960 ... 24

2.8 Perkembangan Vertikal ... 24

2.9 Perkembangan Interstisial ... 24

2.10 Model “Bid Rent” dan Zone Penggunaan Lahan Kota ... 26

2.11 Perembetan Konsentris ... 27

2.12 Perembetan Linear ... 28

2.13 Perembetan Meloncat ... 29

2.14 Perkembangan Kota Konsentrik dan Kota Linier ... 30

2.15 Hierarki Kota ... 30

2.16 Kota Berbentuk Bujur Sangkar ... 32

2.17 Kota Bentuk Empat Persegi Panjang ... 32

(15)

2.19 Kota Berbentuk Bulat ... 35

2.20 Kota Berbentuk Pita ... 36

2.21 Kota Berbentuk Gurita ... 36

2.22 Kota Pulau ... 37

2.23 Kota Terpecah ... 38

2.24 Kota Berantai ... 39

2.25 Kota Terbelah ... 40

2.26 Kota Stellar ... 40

2.27 Bagan Sistem Interaksi Guna Lahan dan Transportasi ... 43

2.28 Distribusi Nilai Lahan Kota Kecil (Berry,1963) ... 64

2.29 Distribusi Nilai Lahan Kota Besar (Berry,1963) ... 63

2.30 Hubungan antara “Location Rent” dengan Jarak ke Pasar ... 65

2.31 Pengertian Transportasi ... 67

2.32 Sistem Transportasi Makro ... 68

2.33 Hirarki Jalan Berdasarkan Peranan ... 71

4.1 Peta Sumatera Utara ... 81

4.2 Peta Kota Padangsidimpuan ... 82

4.3 Potongan Melintang Jalan Outer Ring Road Kota Padangsidimpuan ... 85

4.4 Konsep Perencanaan Jalan Lingkar Kota Padangsidimpuan ... 88

5.1 Lokasi Jalan Lingkar dan Terminal Kota Padangsidimpuan ... 91

5.2 Morfologi Kota Pada Masa Perkembangan Jalan-jalan Lingkar ... 93

(16)

5.4 Kota Padangsidimpuan Berbentuk Bulat ... 95

5.5 Over Bounded City ... 96

5.6 Kota Padangsidimpuan Berbentuk Over Bounded City ... 97

5.7 Model Struktur Ruang Mono Centered ... 98

5.8 Kota Padangsidimpuan dengan Model Struktur Ruang Mono Centered ... 98

5.9. Tipologi Struktur Ruang ... 99

5.10 Jumlah Desa dan Kelurahan di Kota Padangsidimpuan ... 99

5.11 Tipologi Struktur Ruang Kota Padangsidimpuan ... 100

5.12 Pola Umum Perkembangan Perkotaan Secara Radial Konsentris Menerus ... 100

5.13 Perancangan Pola Kota Satelit ... 101

5.14 Perembetan Meloncat ... 102

5.15 Sub Pusat Pelayanan/Bagian Wilayah Kota Padangsidimpuan ... 104

5.16 Luas Kota Padangsidimpuan Berdasarkan Bagian Wilayah Kota ... 105

5.17 Lokasi Terminal dan Kawasan Perkantoran ... 107

5.18 Kerangka Keterkaitan Perubahan Orientasi Penduduk Kota Terhadap Struktur Ruang Kota ... 108

5.19 Perkembangan Horizontal Kota Padangsidimpuan Pada Jln. Abdul Haris Nasution Tahun 2000-2010 ... 110

5.20 Perkembangan Horizontal Kota Padangsidimpuan Pada Jln. Abdul Haris Nasution Tahun 2010 ... 111

5.21 Lokasi Komplek Perumahan di Kota Padangsidimpuan Kondisi 2010 ... 112

(17)

5.23 Jalan Lingkar Luar (Outer Ring Road) Kota Padangsidimpuan

yang diberi nama Jalan Jend. Abdul Haris Nasution ... 117

5.24 Pertumbuhan Penduduk Kota Padangsidimpuan Tahun 2000–2009 ... 119

5.25 Lokasi Kolam Renang di Wilayah Koridor Jalan Jend. Abdul Haris Nasution ... 127

5.26 Alih Fungsi Lahan Sawah dan Kebun ke Penggunaan Lainnya ... 129

5.27 Klasifikasi Guna Lahan Berdasarkan Teori Sistem Aktivitas ... 130

5.28 Klasifikasi Penggunaan Lahan pada Koridor Jln.Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan ... 131

5.29 Perkembangan Luas Bangunan dan Luas Lahan yang Dikuasai ... 133

5.30 Luas Lahan yang digunakan untuk Bangunan Institusi Pemerintahan ... 134

5.31 Peta Peruntukan Lahan Perkantoran Pemerintah ... 136

5.32 Luas Lahan yang digunakan Untuk Bangunan Sekolah ... 136

5.33 Perubahan Lahan Sawah dan Kebun ke Bangunan ... 139

5.34 Perubahan Guna Lahan Pada Koridor Jln.Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan Tahun 2000–2010 ... 139

5.55 Perkembangan Nilai Lahan Di Koridor Jalan Abdul Haris Nasution Padangsidimpuan Tahun 2000–2010 ... 142

5.36 Perkembangan Nilai Lahan Di Koridor Jalan Lingkar Luar Kota Padangsidimpuan Tahun 2000–2010 ... 143

5.37 Lokasi Nilai Lahan Tertinggi di Koridor Jalan Lingkar Luar Kota Padangsidimpuan ... 146

5.38 Rencana Fungsi Jaringan Jalan Kota Padangsidimpuan ... 147

(18)

5.40 Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015 .. 149 5.41 Pemanfaatan Ruang Setelah Ada Jalan Lingkar Luar

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1 Jumlah Desa/Kelurahan, Luas Wilayah dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Padangsidimpuan ... 84

5.1 Pembagian Bagian Wilayah Kota di Kota Padangsidimpuan Tahun 2015 ... 105

5.2 Penduduk Kota Padangsidimpuan Menurut Kecamatan Tahun 2004–2008 ... 114

5.3 Permasalahan Fisik Kota Padangsidimpuan ... 116

5.4 Potensi Fisik Tata Ruang Kota Padangsidimpuan ... 118

5.5 PDRB Per Kapita Kota Padangsidimpuan Tahun 2004–2008 ... 120

5.6 Wilayah Terbangun di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua Dan Kec. Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan pada Koridor Jln. Dr.Abd.Haris Nasution Tahun 2000, 2005 dan 2010 ….124 5.7 Daftar Kantor Pemerintahan di Komplek Perkantoran Pemerintahan Kota Padangsidimpuan ... 135

5.8 Penggunaan Lahan Untuk Sekolah pada Koridor Jalan Jend. Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan ... 137

5.9 Daftar Perubahan Harga Lahan/Tanah Per-m2 Di Koridor Jalan Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan ... 141

(20)

ABSTRAK

Kemacetan lalu lintas yang sering terjadi pada pusat Kota Padangsidimpuan adalah satu faktor yang mendasari Pemerintah Kota Padangsidimpuan melakukan pembangunan jalan lingkar luar (Outer Ring Road). Perkembangan transportasi (jalan lingkar) ini sangat berpengaruh terhadap morfologi kota Padangsidimpuan, ini terlihat dari luasnya lahan yang beralih fungsi. Oleh karenanya menarik untuk dilakukan suatu kajian/penelitian yang membahas sebuah tema tentang model yang menggambarkan proses perubahan pola dan struktur ruang kota.. Dalam melakukan penelitian ini dipergunakan langkah-langkah ilmiah dengan metode penelitian deskriktif, yang merupakan gabungan antara pendekatan rasional dan mempertimbangkan kesesuaian dengan objek penelitian.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Kota Padangsidimpuan tergolong kepada “Over Bounded City”. Bentuk Struktur Ruang Kota Padangsidimpuan apabila

ditinjau dari pusat pelayanan (retail) tergolong pada Monocentric City. Pola

perembetan fisik kotanya (urban development pattern) yang menunjukkan tidak meratanya pengembangan kota ke semua bagian sisi-sisi luar pusat kota. Berdasarkan RTRW Kota Padangsidimpuan Tahun 2004 bahwa rencana pemanfaatan ruang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015 di sepanjang kiri-kanan jalan lingkar telah terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang dari yang direncanakan. Tata guna lahan yang mendominasi pada koridor jalan lingkar ini sampai pada awal tahun 2010 atau akhir waktu pengamatan adalah kelompok kegiatan komersial, perumahan dan institusi pemerintah. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Memperhatikan perkembangan fisik Kota Padangsidimpuan dari tahun 2000– 2010 maka secara spasial pola perkembangannya cenderung mengisi pola jalan yang ada sehingga bentuk kota mengikuti pola jalan (linier menerus) serta perkembangan perumahan secara “leap frogg development“ dan ”infill development”. Aktivitas

perkonomian di koridor jalan lingkar Kota Padangsidimpuan telah bergeser dari sektor pertanian dan perkebunan menjadi sektor perdagangan dan jasa.

(21)

ABSTRACT

Traffic jam frequently occurring in the city center of Padangsidimpuan is one of the factors underlying the city Government of Padangsidimpuan to construct an outer ring road. This transportation development (ring road) is very influential on the morphology of the City of Padangsidimpuan and this is seen from the extent of land converted. Therefore, it is interesting to do a study based on a theme about the model describing the process of changing the pattern and structure of urban space. In conducting this study, scientific steps and descriptive research method in the form of combination between rational approach were used and their suitability for the object of study.

The conclusion drawn from the result of this study is that the City of Padangsidimpuan belongs to “Over Bounded City”. Viewed from the function of this city as a service center (retail), the form of urban space structure of the City of Padangsidimpuan belongs to Monocentric City. The pattern of its urban development does not show an even development to the outer sides of city center. Based on the 2004 RTRW (regional spatial plan) of the City of Padangsidimpuan, it is estimated that in 2015, the use of urban space along both sides of the ring road of the City of Padangsidimpuan will have been deverged from the use of urban space planned. The land use dominating the corridor of this ring road up to the early of 2010 or at the end of observation time was the group of commercial activities, residential areas and governmental institutions. The change of land use in the development implementation is unavoidable. The change occurred due to two things such as the need to meet the increasing needs of community and the need related to the increasing demands for a better quality of life.

With respect to the physical development of the City of Padangsidimpuan from 2000 to 2010, spatially, the pattern of its development tended to fill the existing road pattern that the form of the city followed the road pattern (constantly linear) and the development of residential areas became leap-frog development and infill development. The economic activities in the corridor of ring road in the City of Padangsidimpuan has moved from agricultural and plantation sectors to trade and service sectors.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu daerah yang berada di bagian barat Provinsi Sumatera Utara, yang sebelumnya adalah merupakan ibukota dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Melalui Undang–undang Nomor 4 Tahun 2001 tanggal 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia diresmikanlah Padangsidimpuan menjadi Kota.

Pendahuluan

Posisi Kota Padangsidimpuan memiliki akses darat yang memadai dan cukup strategis, karena berada pada jalur utama yang merupakan penghubung antara berbagai pusat pertumbuhan, yakni sebagai berikut:

a. Barat menuju ibukota Provinsi Sumatera Utara (Medan), terdapat dua jalur yaitu melalui Sibolga dan Sipirok.

b. Timur/Selatan menuju ibukota Kabupaten Mandailing Natal (Panyabungan) dan ke Provinsi Sumatera Barat berlanjut ke Ibukota Negara (Jakarta).

c. Timur/Utara menuju Gunungtua Kabupaten Padang Lawas Utara yang terhubung dengan Trans Sumatera Highway dan dapat menghubungkan

semua Ibukota Provinsi di Pulau Sumatera serta ke Pulau Jawa.

(23)

penggunaan lahan perkotaan untuk aktivitas masyarakat kota dan beberapa faktor lainnya. Dengan semakin meningkatnya aktivitas perkotaan ditambah dengan peningkatan jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya tingkat pergerakan masyarakat. Sedangkan berbagai batasan terhadap perkembangan dan pertumbuhan kota ditentukan oleh teknologi transportasi dan kebutuhan untuk bisa menggerakkan banyak orang ke berbagai tempat.

Keinginan untuk melakukan pergerakan menyebabkan kehidupan perkotaan tergantung pada kelancaran arus transportasi. Sehingga konsekuensinya adalah pemerintah kota harus membangun sarana dan prasarananya menjadi lebih memadai guna mendukung peningkatan dan pertumbuhan ekonomi yang nyata agar dapat mendukung pergerakan yang akan timbul akibat tumbuhnya perilaku tersebut oleh sebab itu dibutuhkan infrastruktur yang memadai, dan salah satunya adalah tersedianya prasarana jalan.

Benson dan White (dalam Santoso, 1999) menyebutkan bahwa transportasi adalah bagian kegiatan ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan cara mengubah letak geografis barang atau orang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kelancaran dibidang transportasi akan mampu memenuhi kebutuhan manusia dilokasi tersebut, yang juga sekaligus berdampak pada aktivitas perekonomian suatu tempat.

(24)

perkembangan fisik kota umumnya cenderung mengikuti ketiga ruas jalan tersebut. Menumpuknya beberapa kegiatan kota pada jalan utama ini mengakibatkan timbulnya beberapa terminal-terminal kecil ataupun terminal dadakan yang terdapat disepanjang jalan utama tersebut. Efek selanjutnya sering menimbulkan kemacetan lalu lintas, terutama pada hari-hari tertentu seperti hari pekan dan pada jam-jam tertentu lainnya.

Hal ini salah satu faktor yang mendasari Pemerintah Kota Padangsidimpuan melakukan pembangunan jalan lingkar luar (Outer Ring Road) dan saat ini diberi nama Jalan Abdul Haris Nasution yang menghubungkan jalur Panyabungan dan jalur Sipirok. Perkembangan transportasi (jalan) ini sangat berpengaruh terhadap morfologi kota Padangsidimpuan, ini terlihat dari luasnya lahan yang beralih fungsi, seperti lahan sawah produktif dan lahan kebun produktif menjadi lokasi perumahan penduduk, bangunan sekolah, perkantoran, perbengkelan, warung, gudang dan lain sebagainya.

(25)

untuk melakukan suatu kajian tentang: Bagaimana Pengaruh pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road) yakni Jalan Jend. Abdul Haris Nasution terhadap pola dan struktur ruang Kota Padangsidimpuan.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk pengembangan suatu kawasan maka Pemerintah Kota Padangsidimpuan mengambil langkah dengan melaksanakan pembangunan Jalan Lingkar yang berfungsi selain sebagai prasarana transportasi juga untuk membuka isolasi beberapa daerah pinggiran Kota Padangsidimpuan. Akibat adanya pembangunan jalan lingkar ini terjadi peningkatan pemanfaatan dan penggunaan lahan di sepanjang koridor jalan lingkar yang dikhawatirkan tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan memberikan dampak yang kurang baik terhadap fungsi kawasan.

Sehubungan dengan pembangunan jalan lingkar luar Kota Padangsidimpuan menghabiskan dana yang sangat besar maka untuk itu diharapkan agar dapat mendukung pertumbuhan perekonomian kawasan Kota Padangsidimpuan umumnya. Dari uraian di atas, selanjutnya dapat diangkat suatu rumusan permasalahan bagi studi ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh pembangunan jalan lingkar luar terhadap pola dan struktur ruang Kota Padangsidimpuan.

(26)

1.3 Tujuan

Perkotaan modern zaman sekarang ini sudah semakin kompleks. Sudah sangat sulit untuk menentukan aspek apa sebenarnya yang paling dominan dan relevan mempengaruhi perkembangan kota. Hal ini sangat menarik untuk diteliti. Penelitian ini membahas sebuah tema tentang model yang menggambarkan proses perubahan pola dan struktur ruang kota.

Dalam penelitian ini, model yang diteliti adalah bagaimana hubungan antara pertumbuhan jaringan transportasi terhadap pengaruh perubahan guna lahan. Penelitian tentang Kajian Pengaruh Pembangunan Jalan Lingkar Luar (Outer Ring Road) terhadap Pola dan Struktur Ruang Kota Padangsidimpuan adalah bertujuan untuk mengkaji bagaimana hubungan antara pertumbuhan jaringan transportasi terhadap pengaruh perubahan guna lahan dari yang sebelumnya lahan perkebunan dan persawahan beralih fungsi menjadi lahan permukiman penduduk, pendidikan, lahan komersial dan lain sebagainya, serta enemukan perkembangan kenaikan nilai lahan akibat pembangunan jalan lingkar luar (outer ring Road).

1.4 Sasaran

(27)

1.5 Manfaat

Dalam penelitian ini diharapkan kiranya dapat memberikan manfaat sebagai pengetahuan tentang perubahan tata guna lahan akibat dari pembangunan jalan lingkar luar (Jalan Jend Abdul Haris Nasution) Kota Padangsidimpuan, yang berpengaruh terhadap pola dan struktur ruang kota, dan memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Padangsidimpuan khususnya dalam menangani permasalahan ketidaksesuaian guna lahan.

1.6 Pembatasan Masalah

Untuk lebih dapat mengarahkan penelitian ke sasaran yang diinginkan maka materi yang dibahas dalam kajian ini terbatas pada permasalahan pengaruh pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road) terhadap pola dan struktur ruang kota Padangsidimpuan serta perubahan guna lahan saja, sehingga aspek-aspek lain hanya digunakan sebagai aspek pendukung.

1.7 Kerangka Pemikiran

(28)

pembangunan jalan lingkar. Oleh karena aktifitas perdagangan dan jasa adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan struktur ruang.

Analisis kemudian dilanjutkan kepada identifikasi komponen-komponen yang ada di wilayah sepanjang jalan lingkar luar. Analisis ini untuk mengetahui potensi dan daya dukung komponen-komponen yang ada dalam perkembangan kota Padangsidimpuan di sekitar jalan lingkar luar.

Selanjutnya dilakukan analisis terhadap perubahan guna lahan yang terjadi di wilayah koridor jalan lingkar luar. Analisis ini mengkaji kondisi penggunaan lahan sebelum dan setelah jalan lingkar terbangun serta kecenderungan perubahan guna lahan yang terjadi disekitar jalan lingkar. Kajian kecenderungan penggunaan lahan diyakini dapat menggambarkan adanya pengaruh jalan lingkar terhadap pemanfaatan lahan, oleh karena pengguna lahan merasakan langsung manfaat dan motivasi menempati lahan disekitar kawasan jalan lingkar. Sehingga dari beberapa analisis yang telah dilakukan diatas dapat dilanjutkan dengan analisis mengenai pengaruh keberadaan jalan lingkar luar terhadap pola dan struktur ruang kota.

(29)

Gambar 1.1 Kerangka Berfikir

Pengumpulan Data Data Primer

 Observasi  Study Lapangan  Fhoto Dokumentasi

Latar Belakang

 Pembangunan Jalan Lingkar  Perubahan Pola dan Struktur

Ruang Kota

Permasalahan

Perubahan Pola dan Struktur Ruang Kota akibat Pembangunan Jalan Baru / Outer Ring Road yang ditetapkan dalam RTRW Kota Padang sidimpuan Tahun 2005-2015

Tujuan

 Mengkaji Perubahan Tata Guna Lahan akibat pembangunan jalan lingkar.

 Mengetahui Perkembangan Kenaikan Nilai Lahan

Metode Penelitian

 Deskripsi Kawasan Penelitian.  Analisa Perubahan Guna Lahan

Pembatasan Masalah

Pengaruh Pembangunan Jalan Lingkar Terhadap Perubahan Guna Lahan dalam Aspek Pola dan Struktur Ruang Kota

Sasaran

 Mengidentifikasi perubahan pola dan struktur ruang kota akibat pembangunan jalan lingkar Kota Padangsidimpuan

 Mengidentifikasi perubahan guna lahan di sekitar jalan lingkar Kota Padangsidimpuan

Analisis

 Analisis terhadap perubahan pola dan struktur ruang kota

 Analisis terhadap perubahan guna lahan.

 Analisis terhadap perubahan nilai lahan

Data Sekunder

 Studi Literatur

 Dokumen Rencana Kota

 Data Instansi terkait Kesimpulan, Saran dan

(30)

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam Penelitian dan penyusunan tesis ini akan dibagi menjadi beberapa bab, yang secara garis besar diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, sasaran, manfaat penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang kajian teoritis yang mendukung studi. Dalam hal ini pembahasan meliputi landasan teori tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan materi penelitian seperti teori tentang transportasi, pengaruh pembangunan jalan lingkar (transportasi) terhadap struktur ruang kota, teori perkembangan struktur kota, teori tentang proses perubahan fungsi dan tata guna lahan perkotaan.

BAB III METODE PENELITIAN

Merupakan metodologi penelitian yang digunakan berdasarkan pada teori-teori.

BAB IV DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN

(31)

yang didasarkan pada kerangka pemikiran yang dihasilkan dari teori dan tinjauan lapangan di kawasan penelitian.

BAB V HASIL DAN PENELITIAN

Pada Bab V ini, berisikan tentang hasil-hasil penelitian yang dikaji dan dianalisa berdasarkan teori-teori yang berkaitan dengan pola dan struktur ruang kota.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II

PENGARUH PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR LUAR

TERHADAP POLA DAN STRUKTUR RUANG KOTA

2.1 Struktur Ruang Kota

2.1.1 Pengertian struktur ruang kota

Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang. Dalam suatu kota terdapat hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal.

Ilmu Struktur Ruang Kota merupakan ilmu yang membahas tentang bagaimana pola-pola penggunaan lahan di kawasan kota. Menurut Hadi Sabari Yunus dalam buku Struktur Ruang Kota (2000) berpendapat bahwa ada 5 (lima) kategorisasi pendekatan-pendekatan tentang penggunaan lahan kota, yaitu:

(33)

3. Pendekatan Morfologikal (Urban Morphological Approach). 4. Pendekatan Sistem Kegiatan (Activity Systems Approach). 5. Pendekatan Ekologi Faktoral (Factoral Ecology Approach).

Pendekatan Ekologikal oleh McKenzie (1925) diartikannya sebagai suatu studi hubungan spatial dan temporal dari manusia yang dipengaruhi oleh kekuatan, selektif, distributif, dan akomodatif dari pada lingkungan. Pendekatan Ekonomi oleh Cooley (1894) dan Weber (1895) mengemukakan bahwa jalur transportasi dan titik simpul (pertemuan beberapa jalur transportasi) dalam suatu sistem transportasi mempunyai peran yang cukup besar terhadap perkembangan kota. Pendekatan Morfologi Kota oleh (Hebert, 1973) mengemukakan bahwa tinjauan terhadap morfologi kota ditekankan pada bentuk-bentuk fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian maupun bukan (perdagangan/industri) dan juga bangunan-bangunan individual. Pendekatan Sistem Kegiatan (Chapin, 1965) diartikan secara komprehensif sebagai suatu upaya untuk memahami pola-pola perilaku dari perorangan, lembaga-lembaga dan firma-firma yang mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan di dalam kota. Pendekatan Ekologi Faktoral, hal ini digunakan untuk menganalisis struktur keruangan kota (urban spatial structure) dengan menggunakan analisis faktor sebagai tekniknya.

(34)

merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur, yakni alam (nature), individu manusia (antropos), masyarakat (society), ruang kehidupan (shells), dan jaringan (network). Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur yaitu place (tempat

tinggal); work (tempat kerja); folk (tempat bermasyarakat).

Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu wisma, tempat tinggal (perumahan); karya: tempat bekerja (kegiatan usaha); marga, jaringan pergerakan, jalan; suka, tempat rekreasi/hiburan; penyempurna, prasarana dan sarana. Unsur pembentuk struktur tata ruang kota dapat pula dipahami secara persepsional seperti dikemukakan oleh Kevin Lynch yang menyatakan sifat suatu objek fisik menyebabkan kemungkinan besar membuat citra (image) yang kuat pada setiap orang. Menurutnya ada lima unsur dalam gambaran mengenai kota yaitu path,

edge, district, node, dan landmark. Sebagai wujud struktural pemanfaatan ruang, kota

terdiri dari susunan unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural yang berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang kota. Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005:97) yaitu:

1. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.

(35)

3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.

4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

2.1.2 Bentuk dan model struktur ruang

Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105):

1. Monocentric City

Monocentric City adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah

penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai Central Bussines District (CBD).

2. Polycentric City

Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota.

(36)

CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau

cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari:

a. CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran. b. Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang

tadinya dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota.

c. Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota.

d. Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan

wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota. e. Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang

secara berangsur-angsur tidak menunjukkan kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).

3. Kota Metropolitan

Kota Metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi

semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan. Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat-pusat pelayanan diantaranya adalah:

(37)

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.

b. Multi Nodal

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat daan sub-sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub-sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.

c. Multi Centered

Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lain.

d. Non Centered

Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat.

Semua node memiliki hirarki sama dan saling terhubung antara satu

dengan yang lain (Gambar 2.1).

(38)

Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur ruang sebagaimana pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tipologi Struktur Ruang Sumber: Wiegen (2005)

2.1.3 Perkembangan Kota dan Struktur Ruang

Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996:87), perkembang kota dipandang sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial. Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zona-zona yang berada di dalam wilayah perkotaan.

(39)

posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti:

1. Tofografi. 2. Bangunan.

3. Jalur Transportasi. 4. Ruang Terbuka. 5. Kepadatan Bangunan. 6. Iklim Lokal.

7. Vegetasi Tutupan. 8. Kualitas Estetika.

[image:39.612.177.476.423.652.2]

Secara skematik Branch, menggambar 6 (enam) pola perkembangan kota (Gambar 2.3).

(40)

Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota.

Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu:

1. Bentuk Satelit dan Pusat-pusat Baru (satelite and neighbour plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien.

2. Bentuk Stellar atau Radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk

pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota.

3. Bentuk Cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang disepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka.

(41)

5. Bentuk Inti/Kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil. 6. Bentuk Kota Bawah Tanah (underground city plans), struktur

perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.

Bentuk-bentuk kota tersebut seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Beberapa Alternatif Bentuk Kota Sumber: Hudson, 1999

(42)

1. Unsur-unsur penggunaan lahan/tata guna lahan. 2. Bentuk dan tipe bangunan.

3. Pola dan fungsi yang dibentuk oleh jalan dan bangunan.

Berdasarkan studinya di kota-kota Amerika, Hebert (1976) mengemukakan bukti-bukti yang kuat akan pengaruh perkembangan prasarana transportasi terhadap morfologi kota. Menurut beliau, kota di Amerika adalah kota-kota yang terkondisikan oleh kemajuan teknologi di bidang transportasi.

Dari mulanya terbentuk sampai dengan perkembangan mutakhir kota-kota di Amerika, keadaan transportasi dan perkembangannya telah membentuk 7 (tujuh) kategori morfologi kota, yaitu;

1. Morfologi kota pada masa dominasi transportasi berjalan kaki. 2. Morfologi kota pada masa dominasi kereta binatang.

3. Morfologi kota pada masa dominasi kereta listrik (trolly) kecil. 4. Morfologi kota pada masa dominasi kereta api antar kota. 5. Morfologi kota pada masa dominasi automobile untuk antar kota.

6. Morfologi kota pada masa perkembangan jalan-jalan raya bebas hambatan antar kota-kota dan wilayah (region).

7. Morfologi kota pada masa perkembangan jalan-jalan lingkar.

(43)

pada masa berikutnya. Dari ketujuh morfologi kota tersebut dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) golongan besar berdasarkan sifat-sifat perembetannya, yaitu:

1. Kategori morfologi kota dalam suatu pertumbuhan kompak; ini meliputi masa pejalan kaki, kereta binatang dan kereta listrik kecil.

2. Kategori morfologi kota dalam masa pertumbuhan literal meliputi masa perkembangan hubungan transportasi antar kota.

3. Kategori morfologi kota pertumbuhan menyebar (leapfrog development) dengan ciri tumbuhnya pusat-pusat baru di sekeliling kota karena dibangunnya beberapa jalan lingkar.

Hal ini banyak tergantung pada ketersediaan lahan-lahan pertanian itu sendiri, sistem perekonomian negara, sistem orientasi perencanaan kota serta kepedulian perencana kota terhadap lingkungan. Dengan makin tingginya aksesibilitas, makin banyak pula pusat-pusat kegiatan yang baru. “Leap-frog development” akan

berkembang dengan pesat. Bentuk kotanya sangat tidak kompak dan terserak (Gambar 2.5).

(44)

2.1 4 Cara perkembangan kota

Dari bidang sejarah, kota diteliti dan diilustrasikan dengan baik bahwa sejak ada kota, maka juga ada perkembangannya, baik secara keseluruhan maupun dalam bagiannya, baik ke arah positif maupun negatif. Oleh karena itu, dinamika perkembangan kota pada prinsipnya baik dan alamiah karena perkembangan itu merupakan ekspresi dari perkembangan masyarakat di dalam kota tersebut. Kota bukan sesuatu yang bersifat statis karena memiliki hubungan erat dengan kehidupan pelakunya yang dilaksanakan dalam dimensi keempat, yaitu waktu.

Pada dasarnya, perkembangan perkotaan perlu diperhatikan dalam dua aspek, yaitu dari perkembangan secara kuantitas dan secara kualitas. Hubungan antara kedua aspek ini sebetulnya erat dan di dalam skala makro agak kompleks karena masing-masing saling berpengaruh sehingga perkembangan suatu daerah tidak boleh dilihat secara terpisah dari lingkungannya. Secara teoritis dikenal tiga cara perkembangan dasar di dalam kota, dengan tiga istilah teknis, yaitu perkembangan horizontal (Gambar 2.6, dan 2.7), perkembangan vertikal (Gambar 2.8), serta perkembangan interstisial (Gambar 2.9).

(45)

Gambar 2.7 Perkembangan horizontal di London, Inggris pada tahun 1830 dan 1960 (Digambar ulang menurut Benevelo, Leonardo, The history of the city, New York

1982. hlm 968) Sumber: Zahnd, (1999:26)

Gambar 2.8 Perkembangan Vertikal Sumber: Zahnd (1999,25)

(46)

2.1.5 Perembetan kenampakan fisik kota

Pergeseran waktu ke depan selalu membawa pertambahan jumlah penduduk terutama di daerah perkotaan yang serta-merta diikuti tuntutan kebutuhan hidup akan meningkat pula dalam aspek-aspek politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Hal-hal ini secara otomatis akan membuat peningkatan kegiatan penduduk perkotaan yang pada gilirannya mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang kekotaan yang semakin besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Terjadilah proses perembatan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar yang disebut “urban sprawl” dengan

pengambil alihan lahan non urban oleh penggunaan lahan urban di daerah pinggiran kota disebut sebagai “invasion”.

Menurut R.V. Retcliff (1949) bahwa pusat kota dianggap sebagai suatu tempat yang punya aksesibilitas terbesar dan dari lokasi inilah “centrality-value”

(nilai pemusatan) akan menurun secara teratur ke arah luar sampai pada “urban

peripheries”.

(47)

keruangan suatu kota ditentukan melalui evaluasi dollar tentang pentingnya ”convencience” (dalam arti luas) dan gambaran struktur keruangannya mirip dengan

apa yang telah dikemukakan oleh Burgess (concentric zone theory). Disini variabel jarak dianggap sebagai ukuran “convencience” di atas. Model yang dihasilkan adalah

concentric zonal model” yang terdiri berturut-turut dari pusat kota (Gambar 2.10)

adalah:

1. Retailing functions.

2. Industrial and transportation facilities.

3. Residential zone.

[image:47.612.171.469.354.618.2]

4. Agricultural zones.

Gambar 2.10 Model “Bid Rent” dan Zone Penggunaan Lahan Kota

(48)

2.1.6 Macam Urban Sprawl

Secara garis besar ada tiga macam proses perluasan areal kekotaan (urban sprawl) (Yunus, 2000:125), yaitu:

1. Tipe 1. Perembetan konsentris (Concentric Develompment/Low Density Continous Develompment). Tipe pertama ini oleh Hahrley Clark (1971) disebut sebagai “lowdensity, continous development” dan oleh Wallece

(1980) disebut “concentric development”. Jadi ini merupakan jenis

perembetan areal kekotaan yang paling lambat. Perembatan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakan fisik kota. Karena sifat perembetannya yang merata di semua bagian luar kenampakan kota yang ada, maka tahap berikutnya akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang relatif kompak (Gambar 2.11).

Gambar 2.11 Perembetan Konsentris Sumber: Yunus (1999:126)

(49)

pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat disepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah di sepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari perkembangan. Membubungnya harga lahan pada kawasan ini telah memojokkan pemilik lahan pertanian pada posisi yang sangat sulit (Gambar 2.12).

Gambar 2.12 Perembetan Linear Sumber: Yunus (1999:128)

(50)

3. Tipe 3. Perembetan yang meloncat (leap frog develompment/checkerboard develompment). Tipe perkembangan ini oleh kebanyakan pakar lingkungan dianggap paling merugikan, tidak efisien dalam arti ekonomi, tidak mempunyai nilai estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi berpencaran secara sporadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian. Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah kota untuk membangun prasarana-prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari (Gambar 2.13).

Gambar 2.13 Perembetan Meloncat Sumber: Yunus (1999:129)

Sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu yang heterogen dari segi sosial (Rapoport, 1990). Amos Rapoport menuntun kearah suatu pemahaman yang lebih baik mengenai kota dan urbanisme. Ia merumuskan suatu defenisi baru yang dapat diterapkan pada

(51)

khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan hirarki-hirarki tertentu (Gambar 2.14, dan 2.15).

[image:51.612.199.461.172.395.2]

Gambar 2.14 Perkembangan Kota Konsentrik dan Kota Linier Sumber: (Marshall, 2005)

(52)

Gambar rencana wilayah kota ini mengilustrasikan secara idealistis perumusan sebuah wilayah yang boleh dianggap perkotaan.

Wilayah ini memiliki ruang-ruang yang dibentuk dan disusun secara hirarkis. Hirarkis utama diberikan pada sebuah daerah tertentu yang berfungsi sebagai pusat dengan hubungannya di dalam skala makro yaitu keseluruhan.

Kemudian, hirarki kedua diberikan pada bentuk dan susunan wilayah masing-masing serta pusatnya. Akhirnya, hirarki ketiga berfokus pada skala mikro di dalam wilayah masing-masing.

2.2 Ekspresi Keruangan Morfologi Kota

Berbagai macam variasi ekspresi keruangan dari pada morfologi kota. Berikut ini akan dikemukakan beberapa ekspresi keruangan morfologi kota.

2.2.1 Bentuk-bentuk kompak

Bentuk-bentuk Kompak adalah sebagai berikut: 1. Bentuk bujur sangkar (the square cities).

Kota berbentuk bujur sangkar menunjukkan adanya kesempatan perluasan kota ke-segala arah yang “relatif” seimbang dan kendala fisikal ”relatif” tidak begitu berarti.

(53)

Gambar 2.16 Kota Berbentuk Bujur sangkar Sumber: Herbert (1976)

2. Bentuk empat persegi panjang (the rectanguler cities).

Melihat bentuknya orang dapat melihat bahwa dimensi memanjang sedikit lebih besar dari pada dimensi melebar. Hal ini dimungkinkan timbul karena adanya hambatan-hambatan fisikal terhadap perkembangan areal kota pada salah satu sisi-sisinya (Nelson, 1958) (Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Kota Bentuk Empat Persegi Panjang Sumber: Yunus (1999:115)

Hambatan-hambatan tersebut antara lain dapat berupa lereng yang terjal, perairan, gurun pasir, hutan, dan lain sebagainya. “Space” untuk

perkembangan arealnya cukup besar baik melebar maupun mamanjang.

Kendala

(54)

3. Bentuk Kipas (fan shaped cities).

Bentuk semacam ini sebenarnya merupakan bentuk sebagian lingkaran (Gambar 2.18).

Gambar 2.18 Kota Berbentuk Kipas Sumber: Yunus (1999:116)

Dalam hal ini, ke arah luar lingkaran kota yang bersangkutan mempunyai kesempatan berkembang yang relatif seimbang. Oleh sebab-sebab tertentu pada bagian-bagian lainnya terdapat beberapa hambatan perkembangan areal kekotaanya. Secara garis besar, hambatan-hambatan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Hambatan-hambatan alami (natural constraints) misalnya, perairan, pegunungan.

b. Hambatan-hambatan artifikal (artificial constraints): saluran buatan,

zoning, ring roads.

Khusus untuk bentuk Kipas ini, kendala-kendala dapat berada pada: a. Bagian dalam dari pada lingkaran.

b. Bagian luar lingkaran.

c. Bagian dalam dan bagian luar lingkaran. Kota-kota pelabuhan yang terletak di dataran rendah dan daerah belakangnya relatif datar maka

(55)

bentuk (a) adalah paling mungkin terjadi. Dalam hal ini kendala perkembangan areal terletak pada bagian dalam lingkarannya, yaitu “tubuh perairan”. Untuk kota-kota bentuk (b) biasanya berada dan berkembang pada delta sungai yang besar. Dalam hal ini kendala perkembangan areal berada pada bagian dalam dan bagian luar lingkaran. Namun untuk kota yang berbentuk pada “alluvialfan”

misalnya, maka kendalanya hanya pada bagian dalam. Bentuk (c) menunjukkan bentuk lingkaran hampir sempurna. Di sini jelas bahwa kendala perkembangan areal hanya berada pada bagian dalam lingkarannya. Kendala tersebut dapat berupa pegunungan (lereng terjal) atau dapat berupa “water body” (suatu teluk).

4. Bentuk bulat (rounded cities)

Bentuk kota seperti ini merupakan bentuk paling ideal dari pada kota. Hal ini disebabkan karena kesempatan perkembangan areal ke arah luar dapat dikatakan “seimbang”. Jarak dari pusat kota ke arah bagian luarnya sama. Tidak ada kendala-kendala fisik yang berarti pada sisi-sisi luar kotanya. Untuk kota-kota yang perkembangannya berjalan secara “natural” (tanpa

(56)

ini. Pada bagian-bagian yang terlalu lambat perkembangannya, dipacu dengan peraturan-peraturan misalnya “planned unit development” sedang

untuk bagian-bagian yang terlalu cepat perkembangan areal kekotaannya dapat dihambat/dihentikan sama sekali, misalnya dengan “development

moratoria”. Batas terluar daripada kotanya ditandai dengan “green belt zoning” atau “growth limitation” dengan “ring roads”. Dengan demikian

terciptalah bentuk bulat arcificial (Gambar 2.19).

Gambar 2.19 Kota Berbentuk Bulat Sumber: Yunus (1999:118)

5. Bentuk pita (ribbon shaped cities)

Sebenarnya bentuk ini juga mirip “rectangular city” namun karena

(57)

Sepanjang lembah pegunungan dan sepanjang jalur transportasi darat utama adalah bagian-bagian yang memungkinkan terciptanya seperti ini. Northam, 1975 ”Space” untuk perkembangan areal kekotaannya hanya

mungkin memanjang saja (Gambar 2.20).

Gambar 2.20 Kota Berbentuk Pita Sumber: Yunus (1999:119)

6. Bentuk Gurita/Bintang (octopus/star shaped cities).

Peranan jalur transportasi pada bentuk ini juga sangat dominan sebagaimana dalam “ribbon-shaped city”. Hanya saja, pada bentuk gurita

jalur transportasi tidak hanya satu arah saja, tetapi beberapa arah ke luar kota. Hal ini hanya dimungkinkan apabila daerah “hinterland” dan

[image:57.612.250.437.183.283.2]

pingirannya tidak memberikan halangan-halangan fisik yang berarti terhadap perkembangan areal kekotaannya (Gambar 2.21).

Gambar 2.21 Kota Berbentuk Gurita Sumber: Yunus (1999:120)

Kendal

(58)

7. Bentuk yang tidak berpola (unpatterned cities).

Kota seperti ini merupakan kota yang terbentuk pada suatu daerah dengan kondisi geografis yang khusus. Daerah dimana kota tersebut berada telah menciptakan latar belakang khusus dengan kendala-kendala pertumbuhan sendiri. Sebuah kota pulau (island city) misalnya, mungkin saja membentuk kota yang sesuai dengan bentuk pulau yang ada. Sebuah cekungan struktural dengan beberapa sisi terjal sebagai kendala perkembangan areal kekotaannya, sangat mungkin pula ditempati oleh suatu kota dengan bentuk yang khusus pula (Gambar2.22).

Gambar 2.22 Kota Pulau Sumber: Yunus (1999:120)

2.2.2 Bentuk-bentuk Tidak Kompak

Bentuk-bentuk areal kekotaan yang tidak kompak pada pokoknya merupakan satu daerah kekotaan yang mempunyai areal kekotaan terpisah-pisah oleh kenampakan bukan kekotaan. Pemisahnya dapat merupakan kenampakan topografis maupun kenampakan agraris.

Beberapa contoh antara lain: Laut

(59)

1. Bentuk Terpecah (fragmented cities).

Kota jenis ini pada awal pertumbuhannya mempunyai bentuk yang kompak dalam skala wilayah yang kecil. Dalam perkembangan selanjutnya perluasan areal kekotaan baru yang tercipta ternyata tidak langsung menyatu dengan kota induknya, tetapi cenderung membentuk “exclaves” pada daerah-daerah pertanian sekitarnya.

Kenampakan-kenampakan kekotaan yang baru ini dikelilingi oleh areal pertanian dan dihubungkan dengan kota induk serta “exclaves” yang lain dengan jalur

transportasi yang memadai.

Tersedianya lahan di luar kota induk yang cukup memungkinkan terciptanya keadaan ini. “Privat Developers” mempunyai andil yang

sangat besar dalam penciptaan tipe ini. Untuk negara-negara berkembang “exclaves” ini kebanyakan merupakan daerah permukiman, baik

permukiman baru maupun lama yang telah berubah dari sifat perdesaan menjadi sifat kekotaan. Lama-kelamaan daerah-daerah kekotaan yang terpisah-pisah tersebut dapat menyatu membentuk kota yang lebih besar dan kompak (Gambar 2.23).

(60)

2. Bentuk Berantai (chained cities).

Kota ini sebenarnya juga merupakan bentuk terpecah, namun karena terjadinya hanya disepanjang rute tertentu, kota ini seolah-olah merupakan mata rantai yang dihubungkan oleh rute transportasi. Oleh karena jarak antara kota induk dengan kenampakan-kenampakan kota yang baru tidak jauh, beberapa bagian tersebut membentuk kesatuan fungsional yang sama, khususnya dibidang ekonomi. Jalur transportasi mempunyai peranan dominan dalam perkembangan areal kekotaannya. Dalam perkembangan selanjutnya mungkin sekali bagian-bagian tersebut dapat membentuk “ribbon city” yang besar(Gambar 2.24).

Gambar 2.24 Kota Berantai Sumber: Yunus (1999:122)

3. Bentuk Terbelah (spilit cities).

Sebenarnya, jenis kota ini merupakan kota yang kompak, namun berhubung ada perairan yang cukup lebar membelah kotanya, maka seolah-olah kota tersebut terdiri dari dua bagian yang terpisah. Dua bagian ini dihubungkan oleh jembatan serta “ferry”. Biasanya

(61)

Gambar 2.25 Kota Terbelah Sumber: Yunus (1999:123)

4. Bentuk Stellar (stellar cities).

Kondisi morfologi kota ini biasanya terdapat pada kota-kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit. Dalam hal ini terjadi penggambungan antara kota besar utama dengan kota-kota satelit di sekitarnya, sehingga kenampakan morfologi kotanya mirip “telapak katak pohon” dimana pada ujung-ujung jarinya terdapat bulatan-bulatan. Majunya sarana transportasi dan telekomunikasi, mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan kenampakan ini. Proses kontribusi yang terus-menerus akan menciptakan bentuk megapolitan (Gambar 2.26).

Gambar 2.26 Kota Stellar

(62)

2.3 Pola Ruang Kota

2.3.1 Pengertian pola ruang kota

Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Pola pemanfaatan ruang kota adalah bentuk yang menggambarkan ukuran, fungsi, dan karakteristik kegiatan perkotaan. Ditinjau dari pola pemanfaatan ruangnya, kota atau kawasan perkotaan secara garis besar terdiri dari kawasan terbangun–kawasan tidak terbangun (RTH). Dalam hal ini kawasan terbangun adalah ruang dalam kawasan perkotaan yang mempunyai ciri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan untuk mewadahi kegiatan perkotaan. Jenis-jenis pemanfaatan ruang kawasan terbangun kota antara lain adalah kawasan perumahan, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, serta kawasan industri.

(63)

pemanfaatan ruang yang ada atau yang ingin diwujudkan. Jaringan jalan dapat menjadi faktor yang mendorong perkembangan kegiatan, dan sebaliknya pengembangan suatu kegiatan memerlukan dukungan pengembangan jaringan jalan.

2.3.2 Perubahan tata guna lahan di perkotaan 2.3.2.1 Sistem guna lahan-transportasi

Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi yang sangat dinamis dan kompleks. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi demikian pula sebaliknya. Pola perubahan dan besaran pergerakan serta pemilihan moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan di atasnya. Sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistem transportasi dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981). Untuk menjelaskan bagaimana interaksi itu terjadi, Meyer dan Miller (1984) menunjukkan kerangka sistem interaksi guna lahan dan transportasi.

(64)
[image:64.612.165.522.256.467.2]

ekonomi wilayah, harga lahan dan sebagainya. Selain itu komponen sistem transportasi terliput adanya unsur kemajuan teknologi, keterbatasan sistem jaringan, sistem operasi dan lain sebagainya. Implikasi dari perubahan atau perkembangan sistem aktivitas adalah meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana dalam bentuk pemenuhan kebutuhan aksesibilitas. Peningkatan aksesibilitas ini selanjutnya akan memicu berbagai perubahan guna lahan (Gambar 2.27).

Gambar 2.27 Bagan Sistem Interaksi Guna Lahan dan Transportasi Sumber: Michael, Meyer & Miller, 1984:63

Proses perubahan yang saling mempengaruhi ini akan berlangsung secara dinamis. Perubahan guna lahan selanjutnya akan menjadi faktor dominan dalam mengarahkan dan membentuk struktur kota. Perubahan ini akan mengakibatkan pula peningkatan produktivitas guna lahan dalam bentuk alih fungsi lahan ataupun peningkatan intensitas ruang. Tentunya proses ini tidak selalu berimplikasi positif,

SISTEM AKTIVITAS

AKSESIBILITAS SISTEM

TRANSPORTASI

KEPUTUSAN BERLOKASI OLEH

KEPUTUSAN PEMILIHAN LINTASAN PERGERAKAN

POLA GUNA LAHAN

(65)

implikasi yang bersifat negatif kerap terjadi pada saat beban arus pergerakan mulai mengganggu keseimbangan kapasitas jalan pada sistem jaringan kota (Paquette, 1982).

Selanjutnya Martin (1959) menyatakan bahwa adanya saling keterkaitan antara perkembangan guna lahan, perubahan guna lahan, perubahan populasi, serta perubahan pada sistem transportasi membentuk siklus suatu sistem dinamis yang saling mempengaruhi antara guna lahan dan transportasi. Pola guna lahan dapat mengidentifikasikan kegiatan perkotaan disetiap zona yang bersangkutan.

Setiap zona dapat dicirikan dengan tiga ukuran, yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan dan aksebilitas antar guna-lahan (Warpani, 1990:74-77). Secara terperinci, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan dapat ditelaah dari dua aspek, yaitu yang umum menyangkut penggunaannya (komersial, industri, permukiman) dan yang khusus menyangkut sejumlah ciri yang lebih spesifik (daya dukung lingkungan, luas dan fungsi). Setiap jenis kegiatan membentuk karakteristik sistem transportasi tertentu, sesuai dengan bangkitan yang ditimbulkan.

2. Intensitas Guna Lahan

(66)

bersangkutan. Data ini bersama-sama dengan jenis kegiatan menjelaskan tentang besarnya perjalanan dari setiap zona.

3. Hubungan Antar Guna Lahan

Kebijaksanaan untuk mengalokasikan industri pada daerah pinggir kota perlu diimbangi Ukuran ini berkaitan dengan daya hubung antar zona yang terdiri dari jenis kegiatan tertentu. Untuk mengukur tingkat aksebilitas dapat dikaitkan antar pola jaringan perangkutan kota dengan potensi guna lahan yang bersangkutan.

Meyer dalam bukunya “Urban Transportation Planning” menyimpulkan

bahwa sistem interaksi guna lahan dan transportasi tidak pernah mencapai keseimbangan, sebagai contoh: populasi sebagai salah satu subsistem selalu berkembang setiap saat mengakibatkan subsistem lainnya akan berubah untuk mengantisipasi kondisi. Yang pasti adalah sistem tersebut akan selalu menuju keseimbangan.

(67)

yang berkembang maka akan mengakibatkan peningkatan arus pergerakan, pola persebaran dan permintaan pergerakan yang mana perubahan-perubahan tersebut berkonsekuensi dengan aksebilitas.

2.3.2.2 Pengertian penggunaan lahan

Lahan kota merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena lahan tersebut merupakan tempat manusia melakukan segala aktifitasnya.

Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi, ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian tercipta dan mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya.

Sementara ditinjau dari segi ekonomi lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi (Lichfield dan Drabkin, 1980:12).

Beberapa sifat atau karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto dan Drabkin adalah sebagai berikut:

1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga, dan tidak terpengaruh oleh waktu.

(68)

adanya harapan peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya.Lahan tidak dapat dipindahkan (not transportable) tetapi sebagai substitusinya intensitas penggunaan lahan dapat ditingkatkan. Sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis penggunaan lahan tidak sama. 3. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai

investasi jangka panjang (long-term investment) atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan.

Keunikan sifat lahan mendorong pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang mulai berkembang di daerah penggiran kota, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai prospek akan menghasilkan keuntungan yang tinggi.

(69)

2.3.2.3 Penggunaan lahan kota

Ada 3 (tiga) sistem yang berhubungan dengan penggunaan lahan kota, yaitu (Chapin,1979:28-31):

1. Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan lembaganya seperti rumah tangga, perusahaan, pemerintahan dan lembaga-lembaga lain dalam mengorganisasikan hubungan-hubungan mereka sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan keterkaitan antara yang satu dengan yang lain dalam waktu dan ruang. Dalam melakukan interaksi ini, melibatkan dimensi hubungan yang kadang-kadang menggunakan media tet

Gambar

Gambar 2.3 Pola Umum Perkembangan Perkotaan                                                  Sumber: Branch, 1996
Gambar 2.10 Model “Bid Rent” dan Zone Penggunaan Lahan Kota  (Menurut Retcliff, 1949) Sumber: Yunus (1999,68)
Gambar 2.15 Hierarki Kota
Gambar 2.21 Kota Berbentuk Gurita
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat pembangunan jalan lingkar luar di Kecamatan Bagan Sinembah adalah (1) Pengadaan lahan, (2) Kurangnya anggaran

masyarakat kota yang ada, tetapi apakah pembangunan dari jalan lingkar tersebut. nantinya juga tidak menimbulkan

Dasar utama adanya perencanaan Perencanaan Jalan Lingkar Luar Bara di Kota Surabaya ini berasal dari perencanaan tata ruang dapat dijadikan dasar dan pedoman bagi

Secara garis besar permodelan dalam tata guna lahan dapat dikategorikan menjadi 3 kegiatan yang saling berkaitan, yaitu: (1) meneliti perubahan tata guna lahan (TGL)

Salah satu rencana pengembangan jaringan jalan tersebut adalah Rencana Jaringan Lingkar Luar (Outer Ring Road), yaitu rencana sistem jaringan jalan yang dimaksudkan

Dampak dari diangkatnya ruas Jalan Lingkar Luar Gorontalo menjadi jalan nasional adalah bahwa ruas-ruas jalan nasional yang melayani pergerakan menuju ke Kota Gorontalo, yaitu Jalan

Dasar utama adanya perencanaan Perencanaan Jalan Lingkar Luar Bara di Kota Surabaya ini berasal dari perencanaan tata ruang dapat dijadikan dasar dan pedoman bagi

Secara garis besar permodelan dalam tata guna lahan dapat dikategorikan menjadi 3 kegiatan yang saling berkaitan, yaitu: (1) meneliti perubahan tata guna lahan (TGL)