• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH KEBERADAAN JALAN LINGKAR

5.11 Perkembangan Nilai Lahan

Dilihat dari faktor-faktor penyebabnya, pada umumnya proses perubahan penggunaan lahan kota-kota di Indonesia dipengaruhi faktor penentu dari segi ekonomi (economic determinants).

Dalam perspektif ekonomi, penggunaan sebidang lahan perkotaan ditentukan pasar lahan perkotaan (the urban land market). Ini berarti bahwa lahan merupakan komoditi yang diperdagangkan sehingga penggunaannya ditentukan oleh tingkat

demand dan supply.

Sesuai dengan teori keseimbangan klasik harga lahan menjadi fungsi biaya yang menjadikan lahan produktif dan fungsi pendapatan dari pengembangan suatu lahan.

Seperti yang diungkapkan Santoso (1999), secara rasional penggunaan lahan oleh masyarakat biasanya ditentukan berdasarkan pendapatan atau produktifitas yang bisa dicapai oleh lahan, sehingga muncul konsep highest and best use, artinya penggunaan lahan terbaik adalah penggunaan yang dapat memberikan pendapatan tertinggi.

Jadi faktor ekonomi menjadi pegangan dalam pengambilan keputusan untuk mengembangkan sebidang lahan.

Daftar perubahan harga lahan/tanah per-m2 tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 di Koridor Jalan Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Daftar Perubahan Harga Lahan/Tanah Per-m2

Di Koridor Jalan Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan Tahun 2000 s/d 2010

No. Kelurahan/Desa

Perubahan Harga Tanah/Tahun

( x Rp 1.000 / M2) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Gunung Hasahatan 10 - - 30 - 50 - 100 125 - 200 2 Ujung Gurap 20 - - - - - - - 150 - 200 3 Baruas - 30 30 30 - - 70 100 150 - 200 4 Siloting - 20 - 30 - - 70 - 200 - 300 5 Pudun Julu 25 - - - 35 60 90 200 200 250 500 6 Pudun Jae 20 - - - 35 60 90 150 200 300 500 7 Pijor Koling - - - 35 45 - 200 - 500 - 1000 8 Batunadua Julu - - - - - - - - 200 - 300 Rata-rata 18.75 25 30 31.25 38.3 56.6 104 137.5 215.625 275 400

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2010

Gambar 5.35 adalah perkembangan nilai lahan di koridor Jalan Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

0 100 200 300 400 500 2000 2002 2004 2006 2008 2010

RATA RATA HARGA TANAH PERTAHUN HARGA TANAH (X Rp 1.000/M2) TA H U N 18.75 30 38.3 104 215.625 400

Gambar 5.35 Perkembangan Nilai Lahan di Koridor Jalan Abdul Haris Nasution Kota Padangsidimpuan Tahun 2000-2010

Sumber: Hasil Analisa Tahun 2010

Dari Gambar 5.36 terlihat bahwa harga lahan tertinggi adalah terdapat pada Bagian Wilayah Kota II (BWK-II) di Kelurahan Pijor Koling.

Pada tahun 2004 rata-rata harga lahan di Wilayah Pijor Koling masih sebesar Rp 45.000/m2 dan pada tahun 2006 sudah mencapai Rp 200.000/m2 berarti dalam jangka waktu 2 (dua) tahun kenaikan harga sebesar Rp 155.000/m2

Dari tahun 2006 (Rp.200.000/m

atau sebesar 344%.

2) ke tahun 2008 (Rp.500.000/m2) harga lahan mengalami kenaikan sebesar Rp, 300.000/m2 atau sebesar 150 %.

Gambar 5.36 Perkembangan Nilai Lahan di Koridor Jalan Lingkar Luar Kota Padangsidimpuan tahun 2000-2010

Sumber: Hasil Pengamatan dan Analisa

Kemudian pada tahun 2010 harga lahan sudah mencapai Rp 1.000.000/m2

1. Aksesibilitas pada pusat Kota dianggap sebagai suatu tempat yang punya aksesibilitas terbesar dan dari lokasi inilah “centrality-value” (nilai pemusatan akan menurun secara teratur ke arah luar sampai pada “urban peripheries” (R.V.Retcliff, 1949).

yang berarti dari tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar Rp 500.000/m2 atau sebesar 100%. Melihat harga lahan tahun 2004 dengan tahun 2010 dalam rentang waktu 6 tahun persentase kenaikan harga sudah mencapai sebesar 2.222%. Tingginya nilai/harga lahan pada Wilayah Pijor Koling ini akibat dipengaruhi oleh:

Menurut Lean dan Goodall (1976:135-141) bahwa aksesibiltas (accesibility) suatu lahan dan faktor lain saling melengkapi (complementarity) antar penggunaan lahan akan menentukan nilai ekonomi suatu lahan. Suatu lahan dengan jangkauan transportasi yang baik mempunyai nilai ekonomi yang relatif lebih baik, karena akan mengurangi biaya perjalanan (traveling cost) dan waktu tempuh. Sebagaimana dikemukakan (Wingo, 1961) bahwa harga lahan merupakan fungsi dari transportasi. Yakni ongkos transportasi dapat mempengaruhi sewa lahan dan permintaan lahan permukiman. Dalam hal ini terdapat jaring-jaring transportasi yaitu perpotongan Konsentris dengan Radial atau perpotongan jalan Imam Bonjol dengan Jalan Abdul Haris Naution.

2. Tofografi pada wilayah Pijor Koling ini memiliki tofografi relatif sangat datar sehingga dapat mengurangi biaya pembangunan perumahan dan lainnya.

3. Prasarana dan sarana serta kelengkapan sarana dan prasarana sangat berpengaruh dalam menarik penduduk untuk bermukim disekitarnya, sehingga dapat menarik pergerakan penduduk untuk menuju ke daerah tersebut. Daya dukung lingkungan dan kemampuan daya dukung lahan dalam mendukung bangunan yang ada diatasnya, menentukan kawasan terbangun, lahan pertanian, dan harus dipelihara serta dilindungi. Wilayah Pijor Koling terdapat kawasan perkantoran Pemerintah Kota dan terminal serta perumahan-perumahan yang dibangun oleh pengembang (developer).

Wilayah Batunadua Julu terdapat persamaan dengan Wilayah Pijor Koling bila dilihat dari sisi letak perpotongan jalan, namun terlihat nilai/harga lahan sangat jauh berbeda. Pada Wilayah Batunadua Julu nilai/harga lahan relatif jauh lebih rendah bila dibandingkan Wilayah Pijor Koling yaitu pada posisi tahun 2008 di Wilayah Batunadua Julu harga lahan sebesar Rp 200.000,-/m2 sedangkan pada Wilayah Pijor Koling sudah mencapai Rp 500.000,-/m2. Tahun 2010 harga lahan di Wilayah Batunadua Julu hanya sebesar Rp 300.000/m2 sedangkan di Wilayah Pijor Koling sudah mencapai Rp 1.000.000,-/m2

Menurut pengamatan yang dilakukan perbedaan harga yang terjadi pada Wilayah Batunadua Julu dan Wilayah Pijor Koling ini dominan terjadi karena satu perbedaan yaitu perbedaan tofografi. Tofografi pada Wilayah Batunadua Julu relatif berbukit dan curam sehinngga memerlukan biaya tambahan yang besar bila lahan ini akan digunakan untuk mendirikan suatu bangunan.

.

Bila ditinjau dari segi jarak Wilayah Batunadua Julu ke Pusat Kota (Pusat Pasar) dan Wilayah Pijor Koling ke Pusat Kota (Pusat Kota), hal ini dapat dikatakan hampir tidak mempunayai perbedaan karena jarak dari Wilayah Batunadua Julu ke Pusat Kota hanya berkisar 6,9 Km dan jarak Wilayah Pijor Koling ke Pusat Kota hanya berkisar 7,0 Km. Sebagaimana dikemukakan teori “Isolated State” (Johann Heinrich dan von Thunen, 1826) yaitu “hubungan antara location rent dengan jarak ke pasar” dalam hal ini tidak berlaku sesuai data dan fakta yang ada.

Pada Gambar 5.37 dapat dilihat lokasi nilai lahan tertinggi di koridor jalan lingkar luar Kota Padangssidimpuan tahun 2010.

Gambar 5.37 Lokasi Nilai Lahan Tertinggi Di Koridor Jalan Lingkar Luar Kota Padangssidimpuan Tahun 2010 Sumber: RTRW Kota Padangsidimpuan 2004 dan Hasil Analisa 2010

NILAI LAHAN TERTINGGI DI KELURAHAN PIJOR

Pada Gambar 5.38 dapat dilihat renacana fungsi jaringan jalan Kota Padangsidimpuan.

Gambar 5.38 Renacana Fungsi Jaringan Jalan Kota Padangsidimpuan Sumber: RTRW Kota Padangsidimpuan 2004

JALAN LINGKAR LUAR

Pada Gambar 5.39 dapat dilihat wilayah kelurahan/desa yang dilalui jalan lingkar luar

Gambar 5.39 Wilayah Kelurahan/Desa yang dilalui Jalan Lingkar Luar (Jalan Abdul Haris Nasution) Sumber: RTRW Kota Padangsidimpuan 2004 dan Hasil Analisa

Ke Sipirok Ke Sibolga Ke Pantai Barat Kelurahan Pijor li Pudun Jae Pudun Julu Siloting

Batu Nadua Julu Gunung Hasahatan

Baruas

Pada Gambar 5.40 dapat dilihat rencana pemanfaatan ruang Kota Padangsidimpuan pada tahun 2015.

Gambar 5.40 Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Padangsidimpuan Tahun 2015 Sumber: RTRW Kota Padangsidimpuan 2004

Pada Gambar 5.41 dapat dilihat pemanfaatan ruang setelah ada jalan lingkar luar (Jalan Abdul Haris Nasution) Kota Padangsidimpuan.

Gambar 5.41 Pemanfaatan Ruang Setelah ada Jalan Lingkar Luar (Jalan Abdul Haris Nasution) Kota Padangsidimpuan Sumber: RTRW Kota Padangsidimpuan 2004 dan Hasil Analisa Tahun 2010

Perubahan Guna Lahan di

Sepanjang Jalan Lingkar Luar

yang sebelumnya lahan kering dan sawah berubah menjadi dominasi permukiman dan perdagangan jasa

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dokumen terkait