i SKRIPSI
NOVA PRASETYANTO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
KADAR H
2S, NO
2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER
i RINGKASAN
Nova Prasetyanto. D14061892. 2011. Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.
Berkembangnya peternakan ayam broiler dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya diantaranya emisi berupa gas hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen dioksida (NO2) serta partikel berupa debu. Kualitas lingkungan, diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian lokasi, yang baik sangat diperlukan ayam broiler. Faktor-faktor tersebut juga dapat mempengaruhi kadar gas dan debu. Informasi mengenai kadar gas H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kadar H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam broiler pada dua lokasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 170 m dpl dan peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan ketinggian lokasi 520 m dpl. Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai dengan November 2010.
Analisis H2S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue. Analisis NO2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.
ii kondisi lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, dan ketinggian lokasi), kondisi kandang (bahan atap, sistem kandang) dan kondisi sekitar kandang (areal pertanian, keberadaan tanaman di sekitar kandang). Penelitian lanjutan mengenai H2S, NO2 dan debu pada peternakan ayam broiler perlu dilakukan untuk mendapatkan data kadar pencemar dari peternakan ayam broiler yang lebih lengkap di Kabupaten Bogor.
iii ABSTRACT
Levels of H2S, NO2, and Dust from Broiler Chicken Farm at Different Environmental Conditions in Bogor Regency, West Java
Prasetyanto, N., M. Ulfah, and S. B. Rushayati
The development of broiler chicken farms may cause negative impacts such as emissions include hydrogen sulfide (H2S) and nitrogen dioxide (NO2) and particles of dust. Environmental quality is very necessary for broiler chicken. The levels of gases and dust is affected by environmental condition. Information of the levels of H2S, NO2, and dust in broiler chicken farms in Bogor Regency has not been widely available. The purpose of this study was to assess the levels of H2S, NO2, and dust from broiler chicken farms with different environmental conditions. This research was conducted on Bagus Farms that located in West Semplak, Kemang District, Bogor Regency (170 above see level) and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng Talang, Pamijahan District, Bogor Regency (520 above sea level). This research was conducted during October until November 2010. The result shows that the levels of H2S, NO2 and dust at two research sites were lower than basic standard of H2S, NO2 and dust consisted in ambient air. The level of H2S, NO2 and dust in Ikhtiar Farm that was lower than in Bagus Farm was caused by enviromental condition (temperature, humidity, wind speed and altitude), broiler chicken farm condition (roofing, the broiler chicken farm system) and condition around the broiler chicken farm (agriculture area and plants planted around broiler chicken farm). However, the further researches on emissions inventory from broiler chicken farms is needed to provide a comprehensive data of emissions from broiler chicken farms in Bogor Regency.
iv NOVA PRASETYANTO
D14061892
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
KADAR H
2S, NO
2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER
v Judul : Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam Broiler dengan
Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Nama : Nova Prasetyanto
NIM : D14061892
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Maria Ulfah, S. Pt., MSc. Agr.) (Ir. Siti Badriyah Rushayati, MSi.) NIP. 19761101 199903 2 001 NIP. 19650304 199903 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004
vi RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 November 1987 di Banyuwangi, Jawa
Timur. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Totok
Hariyono dan Ibu Sulistyowati. Sejak umur 4 tahun penulis pindah ke Kota Bandung
hingga saat ini.
Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SD Negeri 1
Cibolang, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di
SLTP Negeri 1 Margahayu, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Margahayu. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk IPB) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi
diantaranya Koperasi Mahasiswa IPB (Kopma IPB) dan Seni Sunda Gentra
Kaheman. Penulis diberi kesempatan untuk mengikuti studi banding ke beberapa
koperasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penulis mengikuti pelatihan, seminar dan
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan yang diadakan di kampus
Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan magang di peternakan lebah
madu di Sukabumi, Jawa Barat.
vii KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan nikmat dan rahmat-Nya hingga akhirnya penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah memberi dukungan, baik secara moril maupun material sehingga
skripsi yang berjudul “Kadar H2S, NO2, dan Debu pada Peternakan Ayam
Broiler dengan Kondisi Lingkungan yang Berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa
Barat” ini dapat diselesaikan guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Akhir-akhir ini, dunia peternakan khususnya ayam broiler sering dijadikan
sebagai salah satu penyebab penyumbang pemanasan global (global warming).
Namun hal itu tidak sepenuhnya benar karena tidak semua peternakan ayam broiler
berkontribusi terhadap pemanasan global. Adanya penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui apakah peternakan ayam broiler konvensional berkontribusi terhadap
pemanasan global dan seberapa besar sumbangsih terhadap pemanasan global
tersebut. Selain itu, dengan penelitian ini ingin diketahui hal apa saja yang bisa
dilakukan dalam mengurangi kontribusi terhadap pemanasan global. Penelitian ini
merupakan penelitian awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Penulis berharap skripsi ini memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pihak khususnya dalam peningkatan
kualitas lingkungan sekitar peternakan ayam broiler.
Bogor, Juni 2011
viii
Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi ... 9
Suhu Udara ... 9
Kecepatan dan Arah Angin ... 10
Kelembaban Udara ... 10
Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler ... 11
Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan ... 12
METODE PENELITIAN ... 13
Lokasi dan Waktu ... 13
Materi ... 13
Prosedur ... 13
Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler ... 13
Peubah yang Diamati ... 14
Pengukuran Kondisi Iklim ... 14
Pengambilan Sampel... 15
Analisis Sampel ... 15
Analisis Data ... 17
ix
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 18
Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm ... 18
Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm ... 21
Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler ... 24
Performa Ayam Broiler ... 25
Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler ... 27
Lingkungan Mikroklimat ... 29
Ketinggian Lokasi ... 29
Suhu Udara ... 30
Kelembaban Udara ... 31
Kecepatan dan Arah Angin ... 32
Kadar H2S, NO2, dan Debu di Peternakan Ayam Broiler ... 33
Kadar H2S ... 33
Kadar NO2... 37
Kadar Debu ... 39
KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
Kesimpulan ... 42
Saran ... 42
UCAPAN TERIMA KASIH ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
x DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004 - 2008……..
2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler………....………..
3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada
Manusia………...
4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar
Farm………
5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan pada Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor……….
6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar
Farm di Kabupaten Bogor………..
7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus
Farm dan Ikhtiar Farm………
8. Kecepatan dan Arah Angin Harian di Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm dan Ikhtiar Farm selama 1 Minggu………
9. Kadar H2S di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm….
10.Kadar NO2 di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm….
11. Kadar Debu di Peternakan Ayam Broiler Bagus dan Ikhtiar Farm… 3
4
6
14
25
26
27
32
33
37
xii DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor……..
2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur)………...
3. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari
Utara ke Selatan………..
7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor yang Membujur dari
Utara ke Selatan………..
8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor...
9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten
Bogor………..
10.Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam Broiler selama 1 Minggu : (a) Bagus Farm dan (b) Ikhtiar Farm..…
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Bagus Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Sistem Kandang Panggung, (c) Kondisi Dalam Kandang, dan (d) Kondisi Pemeliharaan ………...
2. Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Ikhtiar Farm : (a) Kondisi Atap Kandang, (b) Kondisi Alas Kandang, (c) Kondisi Dalam kandang, (d) Kondisi Pemeliharaan ………..….
3. Kondisi Saat Pengambilan Sampel : (a) Pengambilan Sampel Udara di Dalam Kandang, (b) Pengambilan Sampel Udara di Luar Kandang, (c) Persiapan Pengambilan Sampel Udara, (d) Aktivitas Pemindahan Pasir Saat Pengambilan Sampel Udara………..
4. Suhu Udara di Peternakan Bagus Farm di Semplak Barat Selama
Satu Minggu……….…..
5. Kelembaban Udara di Peternakan Bagus Farm Semplak Barat
Selama Satu Minggu………..………
6. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Bagus Farm di Semplak
Barat Selama Satu Minggu……….
7. Suhu Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang
Selama Satu Minggu………..
8. Kelembaban Udara di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang
Selama Satu Minggu………..………
9. Kecepatan dan Arah Angin di Peternakan Ikhtiar Farm di Cikoneng
Talang Selama Satu Minggu……….…….
50
50
52
52
52
53
53
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia perunggasan khususnya peternakan ayam broiler merupakan subsektor
peternakan yang saat ini berkembang pesat dan efisien dibandingkan jenis unggas
yang lain. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ayam broiler lebih cepat
dibandingkan komoditas ternak lainnya karena pemeliharaan ayam broiler hanya
membutuhkan waktu 35-42 hari. Ayam broiler adalah jenis ras unggulan hasil
persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi
terutama dalam memproduksi daging ayam (Cahyono, 1995).
Berkembangnya peternakan ayam broiler juga dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Dampak negatif yang ditimbulkan salah
satunya berupa emisi yang dapat mencemari udara dari usaha peternakan ayam
broiler, yaitu berupa gas hidrogen sulfida (H2S) dan nitrogen dioksida (NO2) serta
partikel debu.
Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang dapat menghasilkan bau tidak
sedap. Gas tersebut bersifat toksik bagi manusia dan ternak, dapat meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit, dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja
yang berada di sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Setiawan, 1996).
Selain gas H2S, terdapat juga gas NO2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi
dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan terutama gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan
keracunan apabila konsentrasinya melebihi ambang batas normal.
Selain gas, terdapat partikel yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan yaitu debu. Kandungan utama debu pada peternakan unggas umumnya
berasal dari pakan. Debu yang berlebihan dapat mengakibatkan emisi debu. Dampak
debu bagi manusia salah satunya adalah dapat mengganggu kesehatan khususnya
terhadap gangguan pernafasan (Casey et al., 2006).
Kadar gas dan debu di sekitar usaha peternakan ayam broiler dapat
mencemari udara jika melebihi ambang batas normal. Kadar gas dan debu di sekitar
usaha peternakan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kondisi
lingkungan yang baik sangat diperlukan oleh ayam broiler untuk menghasilkan
2 peternakan ayam broiler juga diperlukan bagi manusia untuk menjalankan kegiatan
sehari-hari. Kondisi lingkungan yang baik diantaranya dipengaruhi oleh suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan angin dan ketinggian suatu lokasi.
Informasi mengenai kadar gas H2S, NO2, dan debu di peternakan ayam
broiler di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum banyak tersedia. Oleh karena itu,
diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui kadar H2S, NO2, dan debu yang
dihasilkan oleh suatu peternakan ayam broiler pada kondisi lingkungan yang
berbeda.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kadar H2S, NO2, dan debu di
3 TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Peternakan Ayam Broiler
Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah
Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya
peningkatan populasi broiler dari tahun 2004 sampai tahun 2008 sebesar 16,58%,
dari sekitar 779 juta ekor menjadi 902 juta ekor (Ditjenak, 2009) seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004 - 2008
Jenis Ternak Tahun (juta ekor)
2004 2005 2006 2007 2008
Ayam Buras 276.989.054 278.953.778 291.085.191 272.251.141 243.423.389
Ayam Ras Petelur 93.415.519 84.790.411 100.201.556 111.488.877 107.955.170
Ayam Ras Pedaging 778.969.843 811.188.684 797.527.446 891.659.346 902.052.418
Sumber : Ditjenak (2009)
Usaha peternakan ayam sering dijadikan sebagai sumber penyebab utama
yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar peternakan ayam tersebut
menjadi suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana
pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan.
Menurut Deptan (1991) dan Deptan (1994) usaha peternakan dengan populasi
tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Untuk usaha peternakan ayam ras pedaging, yaitu populasi lebih dari 15.000 ekor per
siklus terletak dalam satu lokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari
10.000 ekor induk terletak dalam satu lokasi.
Kotoran Ayam
Kotoran ayam secara umum terdiri dari sisa pakan yang tidak tercerna seperti
selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan unsur anorganik (Tabbu dan Hariono,
1993). Protein yang terkandung di dalam kotoran merupakan sumber utama nitrogen.
Jumlah dan komposisi kotoran yang dihasilkan oleh ayam bervariasi dan sangat
dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis pakan. Diperkirakan seekor ayam broiler
4 nitrogen, 0,16% fosforus, dan 0,58% kalium (Kumar dan Biswar, 1982; Charles dan
Hariono, 1991).
Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar
ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak
26% sedangkan dari pemeliharaan ayam pedaging kotoran yang dikeluarkan
sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Komposisi rata-rata
kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler
Nama Unsur Kandungan unsur kotoran/bobot basah
Minimum Maksimum Rata-rata
Sumber pencemaran dari usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam
yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran
tersebut, yang pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses
dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas
sulfida. Gas-gas tersebut yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991).
Pencemaran Udara
Pencemaran dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya
5 lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau
tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (KLH, 2007).
Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfer, dimana satu atau lebih
bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan
mahluk hidup, merusak properti dan mengurangi kenyamanan di udara (Salim,
2002). Menurut PP-RI Nomor 18 Tahun 1999 (RI, 1999), pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan
definisi ini maka segala bahan padat, gas, dan cair yang ada di udara dan dapat
menimbulkan tidak nyaman yang disebut polutan udara. Menurut Mukono (2000),
yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik
atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu,
sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta
dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah
manusia (man made).
Pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara
bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau zat
yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Sunu, 2001). Menurut
Soedomo (2001), berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu,
aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, H2S) dan energi (suhu udara dan
kebisingan) sedangkan menurut kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer
(yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk
karena reaksi di udara antara berbagai zat).
Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi
kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H2S merupakan
gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan
mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien
untuk H2S 42 µg/m3 atau 0,03 ppm selama 30 menit (KLH, 1988). Gas ini tidak
berwarna dan dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm
6 Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kotoran ayam merupakan masalah
lingkungan yang cukup mengganggu. Gas H2S yang dihasilkan dari proses
penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh mikroba perombak protein
(Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan
kerentanan penyakit dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang
berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004). Hal
tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada industri peternakan
(Praja, 2006). Batas rataan konsentrasi gas H2S yang diperbolehkan pada peternakan
tempat bekerja selama paparan 8 jam adalah 10 ppm dan batas rata-rata bagi senyawa
berbau dalam air terdeteksi adalah 0,00018 mg/L (Ariens et al., 1986).
Gas H2S banyak ditemukan di dataran rendah yang tertutup dan memiliki
ventilasi yang buruk. Gas H2S pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan
iritasi mata, batuk, sesak nafas, iritasi hidung, dan tenggorokan. Gas H2S pada
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan pusing, mual, muntah, pingsan, koma
bahkan kematian (OSHA, 2005). Pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H2S) pada Manusia
Kadar Gas H2S (ppm) Pengaruh pada Manusia
10
Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang sangat berbahaya jika terhirup oleh
manusia. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang
bersifat racun berbau tajam menyengat hidung dan berwarna merah kecoklatan. Gas
7 menyebabkan gangguan pernapasan (penurunan kapasitas difusi paru-paru) (KLH,
2007).
Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat
hidung. Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih
tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena
berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah
kadar NOx diudara, seperti transportasi, peternakan, pembuangan sampah dan
lain-lain. Keberadaan NOx di udara dapat dipengaruhi oleh sinar matahari yang
mengikuti daur reaksi fotolitik NO2 sebagai berikut (Pohan, 2002):
NO2 + sinar matahari NO + O
O + O2 O3 (ozon)
Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit
lebih tinggi dari kadar minimum sehari-hari. Seiring dengan sinar matahari yang
memancarkan sinar ultra violet. Kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm
(Wardhana, 2001).
Senyawa NOx adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada
dinding alat pernafasan dan dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas baik
pada orang yang sehat maupun pada penderita asma. Dampak negatif terhadap
manusia terutama terjadi pada reaksinya terhadap fungsi paru-paru dan saluran nafas.
Gas NOx juga dapat meningkatkan reaksi terhadap bahan-bahan allergen alamiah
(misalkan serbuk sari, dll). Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih
beracun daripada NO. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO2
yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan
dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru
(edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%
kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Pemberian NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia
mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Wardhana, 2001).
Ambang batas konsentrasi harian Baku Mutu Nasional berdasarkan PP RI
41/1999 untuk senyawa oksida nitrogen adalah 150 μg/m3 dengan waktu pengukuran 24 jam (RI, 1999). Potensi dampak terhadap kesehatan karena terlampauinya ambang
8 melampaui ambang batas Baku Mutu konsentrasi rata-rata harian (exceedence days).
Sebelum analisis potensi dampak kesehatan dilakukan, perlu diamati jumlah data
harian yang tersedia untuk perhitungan exceedence days tersebut. Gas NO2 (nitrogen
dioksida), dapat juga merusak jaringan paru-paru dan jika bersama H2O akan
membentuk nitric acid (HNO3) yang pada gilirannya dapat menimbulkan hujan asam
yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Kusuma, 2002).
Debu
Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan
alami yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun
anorganik (Suma’mur, 1995). Sifat-sifat debu diantaranya adalah mengendap karena pengaruh gaya gravitasi bumi, selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang
sangat tipis, mudah menggumpal, mempunyai listrik statis yang mampu menarik
partikel lain yang berlawanan serta dapat memancarkan sinar (Achmadi, 1990).
Jumlah debu berubah-ubah bergantung pada lokasi. Konsentrasi debu pada
umumnya berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Debu dapat menyerap,
memantulkan, dan menghamburkan radiasi yang datang. Debu atmosferik dapat
tersapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan tetapi kemudian atmosfer dapat
terisi partikel debu kembali (Tjasyono, 2004).
Debu dari peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa
pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di
peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah
tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien
untuk debu adalah 260 µg/m3 dengan waktu pengambilan 24 jam (KLH, 1988).
Efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari
solubility, komposisi kimia debu, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu
(Achmadi, 1990). Akibat yang dapat ditimbulkan oleh debu antara lain gangguan
kenyamanan pada pernafasan, peradangan saluran pernafasan, alergi, meningkatkan
sekresi cairan di hidung, nafas menjadi berat, serta penurunan kapasitas ventilasi
paru (Kurniawan, 1996).
Partikel debu yang menyebabkan penyakit paru-paru akibat lingkungan kerja
9 aerodinamik dari debu yang terdapat di udara. Gejala yang terjadi pada pekerja
biasanya meliputi gangguan restriktif paru antara lain cepat lelah, sesak nafas pada
waktu bekerja ringan, dan berkurangnya kapasitas kerja (Rab, 1996).
Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi
Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan
kualitas udara di suatu daerah. Kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai
faktor meteorologis, seperti: 1) kecepatan dan arah angin, 2) kelembaban, 3) suhu
udara, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi) (Soedomo, 2001).
Kadar gas pencemar di udara selain dipengaruhi oleh jumlah sumber
pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara
sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Kecepatan angin, suhu udara dan
kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi yang dapat
mempengaruhi kadar gas pencemar di udara. Kecepatan angin menentukan
kedalaman seberapa banyak udara pencemar tersebut mula-mula tercampur dan
ketidakteraturan kecepatan serta arah angin menentukan laju penyebaran pencemar
ketika terbawa dalam arah angin. Faktor ini yang menentukan suatu daerah akan
tercemar dan seberapa cepat kadar pencemar menipis akibat pencampuran dengan
udara lingkungan setelah bahan tersebut meninggalkan sumbernya (Neighburger,
1995). Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien,
baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak.
Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola
penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya.
Suhu Udara
Suhu udara didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu
benda. Suhu udara dinyatakan dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo,
1996). Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi
kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih
rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap
berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan.
10 massa udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di
permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan.
Kecepatan dan Arah Angin
Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di
sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan
penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga
konsentrasi zat pencemar menjadi encer begitu juga sebaliknya. Hal ini akan
menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).
Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan
tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan
angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran
polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar
akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut
secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).
Kelembaban Udara
Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan
dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi kelembaban udara di suatu
tempat maka semakin baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak
serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi. Menurut Ryak (1992),
kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroorganisme
yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban
udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya
aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Charles dan Hariono (1991), senyawa yang
menimbulkan bau dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan
kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat dihasilkan selama proses
dekomposisi pada kotoran ayam. Oleh karena itu, faktor lingkungan yaitu
kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan.
Kondisi lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi konsentrasi udara. Oleh karena itu, kondisi tersebut perlu dicatat dan
11 akan diserap oleh gas-gas dan partikel-partikel yang berada di udara sehingga dapat
meningkatkan suhu udara. Kandungan gas-gas atmosfer secara konsisten berkurang
dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu, angin memiliki fungsi yang penting
dalam mencampur lapisan udara sehingga keracunan terhadap gas-gas dan
partikel-partikel dapat dihindari (Lakitan, 1994).
Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler
Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Hal tersebut menyebabkan
perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari yang cukup tinggi berkisar antara
3-5 °C dengan kisaran suhu udara 26-32 °C sedangkan suhu udara optimal untuk
pemeliharaan broiler agar dapat berproduksi dengan baik adalah 21-22 °C (North dan
Bell, 1990).
Lingkungan memberikan pengaruh terbesar (70%) dalam menentukan
performa ternak. North (2000) melaporkan bahwa kisaran suhu udara lingkungan
yang nyaman bagi ayam untuk hidup berkisar antara 18-22 oC. Tingginya suhu udara
lingkungan merupakan salah satu masalah dalam pencapaian performa broiler yang
optimal. Broiler akan mengalami stress pada suhu udara yang tinggi, yang akan
mempengaruhi penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan bobot tubuh
(Nova, 2008).
Pemeliharaan ayam broiler, selain memperhatikan faktor bibit (genetik) perlu
juga diperhatikan faktor lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu udara kandang
17 oC penampilannya lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada suhu udara 25
o
C dan 29 oC. Suhu udara optimum bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 21 oC.
Indonesia termasuk daerah beriklim tropika dengan rata-rata suhu udara harian
25,2-27,9 oC. Kisaran suhu udara itu melebihi rata-rata suhu udara optimum untuk
pertumbuhan ayam pedaging sehingga perlu diupayakan mencari lokasi peternakan
yang lebih tinggi agar suhu udara kandang tidak jauh berbeda dengan kebutuhan
optimumnya (Hawlider dan Rose, 1992). Rao et al. (2002) menyatakan bahwa pada
pemeliharaan unggas di negara-negara tropis, suhu udara lingkungan merupakan
stressor utama dengan kisaran suhu udara yang khas untuk waktu yang lama.
Menurut Griffin et al. (2005), suhu udara ideal pemeliharaan broiler 10-22 °C untuk
pencapaian berat badan optimum, dan 15-27 oC untuk efisiensi pakan. Suhu udara
12 Ketinggian tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu
udara rata-rata harian. Daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat berkisar
antara 0-250 meter dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran sedang memiliki
ketinggian 250-750 m dpl. Tempat yang semakin tinggi dari atas permukaan laut
suhu udaranya semakin rendah sehingga ternak akan mengkonsumsi pakan lebih
banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Suhu udara yang lebih rendah
daripada kebutuhan optimumnya menyebabkan ternak akan mengkonsumsi pakan
lebih banyak karena sebagian energi pakan akan diubah menjadi panas untuk
mengatasi suhu udara lingkungan yang lebih rendah. Pemeliharaan ayam broiler pada
daerah dataran rendah memerlukan pakan dengan kandungan energi 2.800 kkal/kg
(Suarjaya dan Nuriyarsa, 1995).
Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan
Dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama
adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau
tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida
(H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Penyebab jumlah terbesar
timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai komponen yang meliputi NH3,
VOCs, dan H2S (NRC, 2003). Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah
terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah.
Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil.
Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara
merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia,
kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan
seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan
oleh campuran gas (Charles dan Hariono, 1991).
Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang
tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan
menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan
yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri
karena gas-gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun sedangkan
biaya kesehatan semakin meningkat yang menyebabkan keuntungan peternak
13 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler yang terletak di Desa
Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor milik Bagus Farm dan Desa
Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor milik Ikhtiar Farm.
Analisa kadar H2S, NO2, dan debu dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(PPLH-LPPM), Institut Pertanian Bogor. Analisis kotoran dan pakan ayam broiler dilakukan
di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi. Penelitian ini dilakukan
selama bulan Oktober sampai November 2010. Penelitian dilakukan masing-masing
selama 1 minggu di peternakan Bagus Farm (19 Oktober–25 Oktober 2010) dan peternakan Ikhtiar Farm (5 November–11 November 2010).
Materi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel udara ambien di
peternakan. Jenis strain ayam broiler yang digunakan di peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm adalah Cobb dengan jenis pakan masing-masing adalah TN dan BR .
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah flowmeter,
spektofotometer, impinger portable, termometer digital, anemometer digital,
altimeter, kamera digital, kompas, dan alat tulis.
Prosedur
Penentuan Lokasi Peternakan Ayam Broiler
Penentuan lokasi peternakan ayam broiler di kedua lokasi dilakukan dengan
metode Purposive Sampling (dipilih berdasarkan tujuan penelitian) dengan
pertimbangan karakteristik peternakan ayam broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
14 Tabel 4. Karakteristik Peternakan Ayam Broiler di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
No Karakteristik Peternakan Ayam Broiler
Bagus Farm Ikhtiar Farm
1 Ketinggian tempat 170 m dpl 520 m dpl
2 Jumlah populasi 3.500 ekor 3.500 ekor
3 Perkandangam Postal Panggung
4 Pakan TN BR
5 Strain Cobb Cobb
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah konsentrasi H2S, NO2, dan debu, sertaperforma
ayam broiler. Kondisi iklim yang diukur meliputi suhu udara, kelembaban udara,
ketinggian lokasi, kecepatan dan arah angin. Performa ayam broiler yang diamati
adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan.
Pengukuran Kondisi Iklim
Pengukuran kondisi iklim meliputi suhu udara, kelembaban udara, ketinggian
lokasi, kecepatan dan arah angin. Pengukuran dilakukan di dalam dan di luar
kandang ayam broiler dan dilakukan tiga kali sehari selama satu minggu. Pengukuran
kondisi iklim dilakukan ketika ayam berumur 22 hingga 28 hari.
Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan dengan
menggunakan termometer digital. Rataan suhu udara harian rata-rata dihitung dengan
persamaan :
Rataan T harian = (2 T7) + T13 + T18
4
Keterangan :
Rataan T harian = rataan suhu udara harian,
T7,T13,T18 = pengamatan suhu udara pada pukul 07.00, 13.00, dan 18.00 WIB
Rataan kelembaban udara harian dihitung dengan persamaan:
Rataan RH harian = (2 RH7)+RH13 +RH18
15 Keterangan :
Rataan RH harian = rataan kelembaban udara harian
RH7, RH13, RH18 = pengamatan kelembaban udara pada pukul 07.00, 13.00 dan 18.00 WIB
Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Pengukuran arah
angin diukur dengan menggunakan bantuan asap hasil pembakaran dan kompas.
Ketinggian lokasi peternakan diukur dengan menggunakan altimeter.
Pengambilan Sampel
Sampel Udara. Sampel yang digunakan adalah H2S, NO2, dan debu di dalam dan di
luar kandang. Pengukuran sampel tersebut dilakukan pada minggu ke-4 dari umur
ayam broiler. Waktu pengambilan sampel tersebut dilakukan pada pukul 09.00– 13.00 WIB
Pengambilan sampel di dalam kandang dilakukan di satu titik tepat di tengah
kandang (K). Pengambilan sampel di luar kandang dilakukan pada dua titik yaitu
pada titik datangnya angin atau upwind (U) dan titik tujuan angin atau downwind
(D). Penempatan peralatan untuk pengambilan sampel udara dilakukan pada
ketinggian 1,5 m sampai dengan 3 m dari permukaan (BSN, 2005).
Pengambilan sampel H2S dan NO2 dilakukan dengan metode penangkapan
udara menggunakan impinger. Pengambilan sampel debu menggunakan Metode
Gravimetri Total Air Sampler Particulate (TSP).
Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel pakan pada dua lokasi peternakan
ayam broiler dilakukan untuk dianalisis. Manur ayam dikoleksi 3 kali dalam sehari
yaitu pukul 07.00, 13.00 dan 18.00 selama satu minggu. Data hasil analisis manur
digunakan sebagai data pendukung penelitian.
Analisis Sampel
Analisis Udara. Analisis H2S dilakukan dengan menggunakan metode metilen blue.
Hidrogen sulfida direaksikan dengan larutan diamin 0,15%
(N,N-dime-thyl-1,4-phenylen diamonium diklorida) membentuk metilen blue yang berwarna biru.
Intensitas warna yang terjadi diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
16
Vs = volume contoh dari impinger (ml) V = volume udara yang diserap (l)
t = suhu udara pada saat pengambilan contoh (oC)
P = tekanan udara pada saat pengambilan contoh (mmHg) 298 = suhu udara standar dalam oK (25+273)
760 = tekanan udara standar (mmHg) 1000 = faktor konversi dari liter ke m3 273 = faktor konversi dari oC ke oK
Analisis NO2 dilakukan dengan menggunakan metode G. Saltzman. Metode
G. Saltzman merupakan metode pemantauan kualitas udara dengan NO2 sebagai
parameter yang diukur secara manual. Nitrogen dioksida yang diukur (hasil
pengambilan dari lapangan) ditambah larutan penyerap yaitu asam sulfanilat dan air
suling. Contoh uji tersebut kemudian didiamkan 30 menit. Serapan contoh uji
selanjutnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
Selanjutnya didapat nilai absorbansi dari larutan tersebut. Konsentrasi NO2 di udara
ambien dalam contoh uji dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (BSN, 2005):
Keterangan:
C = konsentrasi NO2 di udara (µg/Nm3)
b = jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari kurva kalibrasi (µg) v = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 oC, 760
mmHg
10/25 = faktor pengencer 1000 = koreksi filter ke m3
Analisis konsentrasi partikel debu dilakukan dengan menggunakan metode
Gravimetri. Kertas fiber filter yang digunakan dikondisikan terlebih dahulu dengan
menggunakan desikator, kemudian ditimbang. Selanjutnya, kertas fiber diletakkan di
lapangan terbuka. Kertas fiber dikondisikan kembali dengan desikator. Selanjutnya,
17 Pengukuran konsentrasi debu menggunakan alat flowmeter (Lodge, 1988).
Kandungan partikel debu menurut BSN (2005) dihitung dengan rumus:
Kandungan partikel debu (µg m-3) = (W1-W0) x (t+273) x 760 x 1000 V x 298 x P
Keterangan :
W1 = berat filter yang berisi contoh (µg) W0 = berat filter kosong (µg)
t = suhu udara pada saat pengukuran (oC) V = volume udara yang diserap (l)
P = tekanan udara rata-rata (mmHg) 298 = suhu udara standar dalam oK (25+273) 760 = tekanan udara standar (mmHg)
1000 = faktor konversi dari liter ke m3 273 = faktor konversi dari oC ke oK
Analisis Pakan dan Manur. Analisis pakan dan manur ayam broiler pada dua lokasi
peternakan ayam boriler dilakukan di Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT)
di Bekasi. Analisis pakan dan manur ayam broiler meliputi kadar air, abu, protein
kasar, lemak kasar, serat kasar, Ca, gross energi dan nitrogen bebas. Kadar air, abu,
protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar dianalisis menggunakan metode
proksimat. Analisis Ca dianalisis menggunakan metode AAS (Atomic Absorption
Spectrofotometer). Gross energi dan nitrogen bebas masing-masing dianalisis
menggunakan metode Bomb Kalorimeter dan Kjehdal.
AnalisisData
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.
Analisis ini digunakan untuk mengambarkan objek penelitian secara lengkap. Studi
deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menguraikan atau memberikan
keterangan mengenai data atau keadaan sehingga mudah dipahami (Hasan, 2001).
Analisis ini meliputi gambaran kondisi umum peternakan ayam broiler Bagus Farm
di Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Cikoneng Talang, kondisi fisik lingkungan
(suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta ketinggian) dan kadar
H2S, NO2, dan debu. Kadar H2S, NO2 dan debu selanjutnya dibandingkan dengan
baku mutu standar PP RI No.41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara Ambient
Nasional (RI, 1999) dan Keputusan MENLH No. KEP-50/MENLH/11/1996, tentang
18 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada peternakan ayam broiler Bagus Farm yang
terletak di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor dan
peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di Desa Cikoneng Talang,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm
Peternakan ayam broiler Bagus Farm berada di Desa Semplak Barat,
Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Kapasitas kandang peternakan ayam broiler
tersebut berjumlah 3.500 ekor. Lokasi kandang berada di daerah dataran hamparan
luas yang dikeliling oleh lahan pertanian. Denah lokasi kandang peternakan ayam
broiler Bagus Farm ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Berdasarkan Gambar 1, lahan pertanian berada di sebelah Barat dan Utara
kandang ayam broiler. Lahan pertanian tersebut di dominasi oleh tanaman padi dan
umbi-umbian. Pemukiman penduduk berada pada jarak 200 m dari lokasi kandang
tepat berada di sebelah Timur dan Selatan kandang. Jarak tersebut sudah baik untuk
menghindari kebisingan, penyebaran penyakit dan penyebaran emisi bagi penduduk.
Menurut Schulz et al. (2005) jarak antara kandang ayam broiler dengan batas
19 Tanaman jambu biji (Psidium guajava) berada di sebelah timur kandang yang
berjarak 2 m dari kandang dengan luas sekitar 450 m2 dan tingginya mencapai 2 m
(Gambar 2).
Gambar 2. Tanaman Jambu yang Ditanam di Sekitar Peternakan Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Tampak dari Sebelah Timur).
Tingginya tanaman jambu biji ini dapat digunakan sebagai wind break
(pemecah angin) yang masuk ke dalam kandang. Selain itu, tanaman ini juga dapat
berfungsi sebagai penyerap polutan udara yang berasal dari dalam kandang
peternakan ayam broiler. Menurut Patra (2002), tanaman dapat mengurangi masalah
polusi melalui penyerapan polutan gas dan penyerapan partikel. Selain itu, tanaman
dapat digunakan untuk mengalihkan arah angin. Posisi kandang ayam broiler milik
Bagus Farm yang berada di Desa Semplak Barat membujur dari arah utara ke
selatan.
20 Posisi kandang ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari Utara ke
Selatan belum memenuhi persyaratan posisi kandang yang baik. Menurut Leeson dan
Summers (2000), posisi kandang yang membujur dari timur ke barat dapat
menurunkan pengaruh dari sinar matahari langsung ke dalam kandang. Posisi
kandang tersebut dapat mengurangi suhu udara di dalam kandang. Posisi kandang
ayam broiler milik Bagus Farm yang membujur dari arah utara ke selatan dapat
mengakibatkan masuknya sinar matahari secara langsung ke dalam kandang
sehingga dapat menyebabkan peningkatan suhu udara di dalam kandang.
Peningkatan suhu udara ini dapat mengakibatkan cekaman panas bagi ayam broiler
yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas ayam broiler.
Gambar 4. Kondisi Kolong Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Bentuk kandang ayam broiler yang digunakan oleh Bagus Farm adalah
kombinasi antara kandang panggung dan kandang postal (Gambar 4). Hal tersebut
dilakukan karena kondisi kandang tidak memungkinkan untuk dijadikan kandang
panggung karena di sebelah timur kandang terdapat dataran yang tingginya hampir
sama dengan alas kandang (Gambar 4). Dataran di sebelah timur kandang tersebut
akan menahan angin yang berasal dari barat sehingga akan membawa naik udara dari
bawah kandang. Udara yang naik dari bawah kandang tersebut akan membawa
gas-gas yang berasal dari kotoran ayam broiler yang dapat mengganggu kesehatan ayam
broiler. Oleh karena itu, sistem alas kandang di peternakan ayam broiler milik Bagus
Farm menggunakan sistem postal dengan menggunakan karung sebagai alas kandang
dan bahan litter sekam di atas kandang panggung untuk menutup celah pada alas
21 secara langsung. Peternakan Bagus Farm berada di dataran rendah dengan ketinggian
170 m dpl dengan sistem kandang kombinasi (postal dan panggung) tidak cocok
digunakan. Menurut Kartasudjana (2001), kandang dengan sistem panggung sangat
cocok digunakan pada dataran rendah karena memiliki sirkulasi udara yang baik.
Gambar 5. Kondisi Atap Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.
Sistem atap kandang ayam broiler milik Bagus Farm adalah tipe atap A
(atap dengan sudut lancip) dengan bahan atap yang terdiri dari rumbia dan asbes
(Gambar 5). Penggunaan bahan atap kombinasi asbes dan rumbia dilakukan karena
terkendala dana ketika proses awal dalam pembuatan kandang ayam broiler.
Prabakaran (2003) menyatakan bahwa bahan asbes yang digunakan sebagai atap
kandang akan berdampak sangat panas pada siang hari dan dingin pada malam hari.
Oleh karena itu, atap berbahan asbes sangat cocok digunakan pada daerah beriklim
dingin. Penggunaan bahan asbes dirasa kurang ekonomis karena harganya yang
cukup mahal. Atap dari asbes tahan lama tetapi mahal. Selama musim panas,
kandang dengan atap asbes akan tetap panas.
Tata Letak dan Perkandangan Ayam Broiler di Peternakan Ihktiar Farm
Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm berada di Desa Cikoneng Talang,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Jumlah ayam yang dipelihara di kandang
tersebut sebanyak 3.500 ekor. Lokasi kandang peternakan ayam broiler tersebut
berada di lereng Gunung Salak yang berbukit-bukit yang dikelilingi oleh lahan
pertanian dan kolam ikan. Denah lokasi kandang peternakan ayam broiler yang
terletak di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor
22 Gambar 6. Denah Lokasi Kandang Peternakan Ayam Broiler Ikhtiar Farm di Desa
Cikoneng Talang.
Lokasi kandang ayam broiler ini dikelilingi oleh lahan pertanian dengan
sistem terasering. Lahan pertanian yang di dominasi oleh pepaya dan umbi-umbian
berada di sebelah Barat, Selatan, dan Timur kandang yang berjarak antara 2 hingga 6
m. Kolam ikan berada tepat di sebelah Barat dan Utara kandang ayam broiler.
Sebelah Timur dan Timur Laut berbatasan dengan sawah dan pemukiman penduduk
yang berjarak kurang lebih 200 m. Lokasi kandang ayam broiler tersebut sudah baik
karena berada cukup jauh dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi
timbulnya bau dan penyakit bagi penduduk sekitar. Pada lokasi ini juga terdapat
tempat penggilingan padi yang berada di sebelah Timur Laut kandang ayam broiler.
Posisi kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm membujur dari Utara ke
Selatan (Gambar 7). Posisi kandang peternakan ayam broiler milik Ikhtiar Farm yang
membujur dari Utara ke Selatan dinilai kurang baik. Posisi tersebut akan
mengakibatkan peningkatan suhu udara di dalam kandang ayam broiler yang dapat
membawa dampak negatif bagi ayam broiler berupa cekaman panas.
Gambar 7. Posisi Kandang Ayam Broiler Milik Bagus Farm di Desa Semplak Barat,
23 Bangunan kandang ayam broiler tersebut menggunakan bahan bambu sebagai
bahan utamanya. Kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm adalah sistem kandang
panggung (Gambar 8).
Gambar 8. Sistem Kandang Panggung Ayam Broiler Milik Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Kandang dengan sistem panggung memiliki keunggulan dalam sirkulasi
udara yang dapat masuk dari samping dan bawah kandang. Namun, kandang ini pun
berisiko bagi ayam broiler terutama terhadap cedera kaki yang dikarenakan adanya
celah-celah kecil pada bagian alas kandang. Menurut Kartasudjana (2001), kandang
dengan sistem panggung memiliki beberapa keuntungan diantaranya keadaan lantai
(alas kandang) akan selalu bersih karena kotoran langsung jatuh ke alas
penampungan kotoran di bawah. Selain itu, sirkulasi udara lebih baik karena bagian
alas kandang dapat di lewati angin.
Atap kandang ayam broiler milik Ikhtiar Farm sepenuhnya menggunakan
rumbia (Gambar 9). Atap berbahan rumbia pada dasarnya tidak dapat bertahan
lama, mudah terbakar dan sering bocor. Bahan atap dengan rumbia sangat mudah
rusak terutama oleh terpaan angin dan seringkali menjadi tempat tinggal hewan lain
seperti tikus dan burung. Atap rumbia tergolong tidak menyerap panas dan
menghantarkan panas. Atap dari rumbia lebih murah, membuat lingkungan menjadi
24 Gambar 9. Atap Kandang Ayam Broiler Berbahan Rumbia Milik Ikhtiar Farm di
Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Kandungan Nutrien Pakan Ayam Broiler
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menajemen
pemeliharaan ayam broiler. Pakan dengan kualitas baik yang sesuai standar
kebutuhan ayam broiler dapat menghasilkan produktivitas yang optimal. Kandungan
nutrien pakan yang diberikan pada ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 5.
Kandungan nutrien pakan di peternakan ayam broiler Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm secara keseluruhan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (BSN,
2011). Kandungan energi metabolisme dalam pakan di peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg.
Kandungan energi metabolisme ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
pernyataan Bell dan Weaver (2002), yaitu 3.166 kkal/kg dan NRC (1994), yaitu
3.200 kkal/kg. Menurut Bell dan Weaver (2002), pakan dengan energi metabolisme
yang lebih rendah akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan lebih
banyak untuk memenuhi kebutuhan energinya. Namun, besarnya energi metabolisme
yang diperlukan ayam broiler berbeda-beda tergantung dengan suhu udara
lingkungan selama pemeliharaan. Berdasarkan data performa ayam broiler di dua
lokasi peternakan (Tabel 6) menunjukkan bahwa konsumsi pakan di peternakan
Ikhtiar Farm lebih sedikit (7.850 kg) jika dibandingkan dengan konsumsi pakan
ayam di peternakan Bagus Farm (8.050 kg). Hal tersebut terjadi karena umur panen
ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama bila dibandingkan umur panen ayam di
25 Tabel 5. Kandungan Nutrien Pakan yang Diberikan Pada Ayam Broiler di
Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm Kabupaten Bogor
Komponen Peternakan Ayam Broiler Standar (BSN, 2011) Bagus Farm Ikhtiar Farm
Performa ayam broiler merupakan salah satu indikator yang dapat
menunjukkan keberhasilan selama pemeliharaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
performa ayam broiler diantaranya adalah manejemen pemeliharaan, bibit, pakan,
dan kondisi lingkungan. Data performa ayam broiler di peternakan ayam broiler
Bagus Farm di Desa Semplak Barat dan Ikhtiar Farm di Desa Cikoneng Talang
Kabupaten Bogor ditunjukkan pada Tabel 6.
Kapasitas kandang ayam broiler pada dua lokasi penelitian adalah 3.500 ekor.
Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha
peternakan ayam broiler. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya kebersihan lingkungan, sanitasi, peralatan, kandang, serta suhu udara
lingkungan (North, 2000). Mortalitas ayam broiler yang dipelihara di peternakan
Bagus Farm lebih tinggi (700 ekor; 20%) dibandingkan dengan peternakan Ikhtiar
Farm (60 ekor; 1,7%). Salah satu penyebab tingginya mortalitas ayam broiler di
peternakan Bagus Farm ialah tingginya suhu udara pada siang hari yang mencapai
26 salah satu penyebab penurunan produksi di daerah tropis. Menurut Bell dan Weaver
(2002) suhu udara nyaman bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 18-23 oC.
Tabel 6. Performa Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm di Kabupaten Bogor
Keterangan : 1Bagus Farm (2010); 2Ikhtiar Farm (2010) ; 3Cobb Vantress (2008); * Kematian sebagian besar terjadi pada saat ayam berumur 29 hari hingga panen.
Rataan berat panen ayam broiler di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (1,67
kg/ekor) bila dibandingkan dengan rataan berat panen ayam broiler di peternakan
Ikhtiar Farm (1,51 kg/ekor). Hal tersebut dikarenakan jumlah konsumsi pakan ayam
di peternakan ayam broiler di Bagus Farm lebih besar (8.050 kg) bila dibandingkan
dengan konsumsi pakan ayam peternakan ayam broiler di Ikhtiar Farm (7.850 kg).
Perbedaan jumlah konsumsi pakan di kedua lokasi peternakan tersebut salah satunya
terjadi karena faktor suhu udara. Menurut Suarjaya dan Nuriyarsa (1995), konsumsi
pakan dapat dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya suhu udara pada suatu
lingkungan. Semakin tinggi suhu udara lingkungan maka jumlah pakan yang
dikonsumsi akan berkurang. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suhu udara
lingkungan maka jumlah pakan yang dikonsumsi akan bertambah. Tingginya
konsumsi pakan di peternakan Bagus Farm (8.050 kg) juga terjadi karena lamanya
umur panen. Umur panen ayam di peternakan Bagus Farm lebih lama (32-33 hari)
bila dibandingkan dengan umur panen ayam di peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari)
sehingga masa pemberian pakan menjadi bertambah yang menyebabkan jumlah
konsumsi pakan juga bertambah.
Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler secara langsung akan
mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah pakan yang
dikonsumsi maka akan semakin banyak pula kotoran yang dihasilkan dengan
bertambahnya umur ayam broiler. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa berat
27 tinggi tingkat konsumsi. Menurut Rasyaf (1994), setiap minggu ayam mengkonsumsi
pakan lebih banyak dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Pertambahan berat
badan ayam menyebabkan kebutuhan akan pakan dan minum bertambah. Begitu pula
dengan produksi kotoran menjadi semakin banyak.
Konversi pakan (Feed Convertion Ratio/FCR) merupakan satuan untuk
menghitung efisiensi pakan pada budidaya ayam broiler yang menunjukkan
perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat
badan sampai ayam dijual. Konversi pakan ayam di peternakan Ihktiar Farm lebih
baik (1,54) bila dibandingkan dengan konversi pakan di peternakan Bagus Farm
(1,76). Tingginya nilai konversi pakan di peternakan Bagus Farm menunjukkan
kurangnya efisiensi pakan. Makin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin
baik efisiensi penggunaan pakan (Sidadolog, 2001). Perbedaan konversi pakan yang
terjadi di dua lokasi peternakan salah satunya disebabkan oleh tingkat mortalitas.
Mortalitas yang tinggi akan menyebabkan nilai konversi pakan akan lebih tinggi dari
standar.
Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler
Manur ayam broiler terdiri atas kotoran dari usus besar dan urin dari ginjal,
tersusun atas sisa pakan yang tidak dapat dicerna, sisa sekresi pencernaan, bakteri
yang mati maupun yang hidup, garam-garam organik, sel-sel epitel yang telah rusak
dan asam urat (North dan Bell, 1990). Kandungan manur ayam broiler di peternakan
di Bagus Farm dan Ikhtiar Farm ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan Nutrien Manur Ayam Broiler di Peternakan Bagus Farm dan
Gross Energi (kkal/kg) 3718,31 3359,11
Nitrogen Bebas (%) 0,89 0,53
Jumlah Manur (kg)b 2.817,5 2.747,5
Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak (BPMPT) Bekasi 1Berdasarkan % BK; 2
28 Kadar protein kasar dalam manur di peternakan Bagus Farm lebih tinggi
(33,72%) jika dibandingkan dengan kadar protein kasar dalam manur di peternakan
Ikhtiar Farm (30,88%). Tingginya kadar protein kasar dalam manur di peternakan
Bagus Farm dipengaruhi oleh penggunaan litter sebagai alas kandang yang
bercampur dengan kotoran. Litter berfungsi membantu penyerapan air yang ada pada
kotoran yang basah. Jika kualitas dan kuantitas litter kurang baik maka akan
menyebabkan manur basah. Kondisi litter yang basah dapat menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan mikroba diantaranya mikroba perombak protein. Kondisi ini
tentu saja akan mendukung perombakan protein oleh mikroba. Tingginya kadar
protein kasar pada manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm diduga dapat
mengakibatkan semakin banyak jumlah protein yang dapat dirombak oleh mikroba
yang salah satunya menjadi gas H2S. Muller (1980) menyatakan bahwa manur ayam
broiler biasanya mengandung protein kasar 30% dengan kisaran antara 18%-40%,
dari jumlah tersebut 37%-45% merupakan protein murni, 255% asam urat,
8%-15% ammonia, 3%-10% urea dan nitrogen lainnya. Kandungan nitrogen bebas pada
manur ayam broiler di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masing-masing
adalah 0,89% dan 0,53%. Malone (1992) menyatakan bahwa total N pada kotoran
ayam broiler yaitu 0,89%-5,80% dengan kandungan rata-rata 2,94%.
Perkiraan jumlah manur ayam broiler selama pemeliharaan di peternakan
Bagus Farm lebih tinggi (2.817,5 kg) bila dibandingkan dengan jumlah manur di
peternakan Ikhtiar Farm (2.747,5 kg). Hal ini dikarenakan karena periode
pemeliharaan ayam broiler yang di peternakan Bagus Farm lebih lama dibandingkan
dengan periode pemeliharaan ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm. Jumlah
nutrien akan dirubah oleh mikroba menjadi gas-gas beracun. Kandungan nitrogen
pada manur yang terdapat di peternakan Bagus Farm lebih tinggi (0,89%) bila
dibandingkan dengan kandungan nitrogen pada manur di peternakan Ikhtiar Farm
(0,53%). Hal tersebut memungkinkan terjadinya perombakkan nitrogen yang lebih
besar oleh mikroba di peternakan Bagus Farm yang menghasilkan gas NO2.
Menurut NRC (2003), kotoran ayam diyakini dapat menyebabkan emisi NO
secara langsung. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2
(Pohan, 2002). Sehingga secara tidak langsung kotoran ayam broiler dapat
29 peternakan unggas umumnya berasal dari pakan dan kotoran (Casey et al., 2006).
Sehingga banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah
kotoran yang dihasilkan dan secara langsung akan mempengaruhi jumlah emisi yang
dihasilkan dari suatu peternakan.
Lingkungan Mikroklimat
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler. Lingkungan yang baik sangat
diperlukan bagi ayam broiler untuk memperoleh performa yang optimal. Beberapa
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi performa ayam broiler diantaranya
adalah ketinggian lokasi, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan arah angin.
Ketinggian Lokasi
Peternakan Bagus Farm terletak pada daerah dataran rendah dengan
ketinggian 170 m dpl sedangkan peternakan Ikhtiar Farm terletak pada daerah
dataran sedang dengan ketinggian 520 m dpl. Menurut Widodo (2010) lokasi
peternakan pada ketinggian 600 m dpl paling cocok untuk pertumbuhan ayam broiler
karena dapat memberikan rasa nyaman.
Ketinggian lokasi kandang di peternakan Bagus Farm yang tidak sesuai
dengan ketinggian ideal peternakan ayam broiler dapat menyebabkan ayam broiler
mengalami cekaman panas karena suhu udara yang tinggi sehingga dapat
mempengaruhi performa ayam broiler. Menurut Lakitan (1994), setiap kenaikan
ketinggian 100 m suhu udara akan berkurang antara 0,5-0,6 oC. Sehingga pada
dataran rendah suhu udara akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada suhu
udara di dataran sedang.
Ketinggian lokasi kandang ayam broiler di peternakan Ikhtiar Farm (520 m
dpl) dapat memberikan performa yang lebih baik bagi ayam broiler (Tabel 6). Hal ini
disebabkan karena kisaran suhu dalam kandang di Ikhtiar Farm lebih rendah
(25,9-27,8 oC) dibandingkan dengan kisaran suhu dalam kandang di Bagus Farm
(26,7-28,2 oC). Hasil penelitian Suarjaya dan Nuriyasa (1995) juga menunjukkan bahwa
performa ayam yang dipelihara di dataran sedang (300 m dpl) lebih baik dari pada
ayam yang dipelihara di dataran rendah (50 m dpl). Hasil penelitian tersebut