• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

i

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

FULAN SRI UTAMI

KERAWANAN KONSUMEN DAN PERILAKU PEMBELIAN

PRODUK MAKANAN KEMASAN DI WILAYAH

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Fulan Sri Utami

(4)

ii

ABSTRAK

FULAN SRI UTAMI. Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor. Dibimbing oleh MEGAWATI SIMANJUNTAK dan IRNI RAHMAYANI JOHAN.

Berdasarkan temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tahun 2011, ditemukan 420 item (132 259 kemasan) makanan tidak memenuhi syarat (Sindo 2012). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kerawanan konsumen terhadap perilaku pembelian. Disain yang digunakan dalam penelitian adalah cross sectional study. Contoh penelitian ini adalah sebanyak 80 rumah tangga lengkap yang mengonsumsi makanan kemasan yang dipilih secara random sampling di wilayah perdesaan dan perkotaan Bogor. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata pada perilaku pembelian dan kerawanan konsumen ibu rumah tangga antara wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan Bogor. Selain itu, terdapat hubungan nyata negatif antara lokasi geografis, lama pendidikan istri, dan pengeluaran makanan kemasan dengan kerawanan konsumen. Faktor yang memengaruhi kerawanan konsumen adalah lokasi geografi. Usia, pengeluaran makanan kemasan, pengeluaran keluarga, dan kerawanan konsumen berpengaruh terhadap perilaku pembelian.

Kata kunci: kerawanan konsumen, makanan kemasan, perilaku pembelian

ABSTRACT

FULAN SRI UTAMI. Consumer Vulnerability and Purchase Behavior of Food Packaging Products In Urban And Rural Area of Bogor. Supervised by MEGAWATI SIMANJUNTAK and IRNI RAHMAYANI JOHAN.

Based on the findings of the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) in 2011, was found 420 items (132 259 packs) foods are not requirement (Sindo 2012). The purpose of this study was to analyze the effect of consumer vulnerability on food packaging purchasing behavior in Bogors’ urban and rural area. This study used cross sectional study. The samples of this study was 80 households’ who consumed food packaging product that come from complete family and choosen by using simple random sampling. The result showed significant differences of households’ purchasing behavior on food packaging product and consumer vulnerability. Moreover, there was negative significant correlation between geographical location, mothers’ education, and expenditure of food packaging product with consumer vulnerability. Factor that affect the vulnerability of consumer is geographical location. Age, expenditure of food packaging product, family expenditure, and consumer vulnerability was influenced purchasing behavior.

(5)

RINGKASAN

FULAN SRI UTAMI. Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor. Dibimbing oleh MEGAWATI SIMANJUNTAK dan IRNI RAHMAYANI JOHAN.

Saat ini, sekitar 70 persen produk kemasan digunakan oleh industri makanan dan minuman. Selain itu, pada tahun 2012 industri kemasan di Indonesia tumbuh sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman kemasan (Tempo 2012). seluruh produk makanan yang dikemas yang masuk ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan. Namun, sebelum Idul Fitri tahun 2011 ditemukan 420 item (132 259 kemasan) makanan tidak memenuhi syarat. Semakin banyak kasus peredaran makanan kemasan ilegal dan penipuan produk makanan kemasan yang merugikan konsumen diduga akan meningkatkan kerawanan konsumen. Konsumen yang memiliki kemampuan yang terbatas dalam memproses informasi lebih rawan terhadap penipuan. Perbedaan pengetahuan antara rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan juga diduga akan menimbulkan perbedaan perilaku pembelian produk makanan kemasan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kerawanan konsumen dengan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan.

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi karakteristik keluarga pengguna produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan; (2) Menganalisis kerawanan konsumen keluarga di wilayah perkotaan dan perdesaan; (3) Menganalisis perilaku pembelian produk makanan kemasan pada keluarga di wilayah perkotaan dan perdesaan; (4) Menganalisis hubungan karakteristik responden, karakteristik keluarga, kerawanan konsumen, dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan, serta (5) Menganalisis pengaruh karakteristik responden, karakteristik keluarga, kerawanan konsumen, dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan.

Disain dalam penelitian ini dilakukan dalam sekali waktu penelitian.

(6)

Rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan sebagian besar mengonsumsi produk susu dan olahannya, makanan ringan, dan mie instan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada pengeluaran perkapita makanan kemasan antara rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan. Rata-rata alokasi pengeluaran makanan kemasan perkapita rumah tangga di perkotaan lebih tinggi daripada rata-rata alokasi pengeluaran makanan kemasan perkapita rumah tangga di perdesaan.

Kerawanan rumah tangga di perkotaan berbeda nyata dengan kerawanan rumah tangga di perdesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata kerawanan ibu rumah tangga di perkotaan lebih rendah dibandingkan ibu rumah tangga di perdesaan. Lama pendidikan ibu rumah tangga berhubungan nyata dan negatif dengan kerawanan konsumen. Hasil ini berarti semakin tinggi pendidikan ibu rumah tangga maka kerawanan konsumen semakin rendah. lokasi geografi berhubungan nyata dan negatif terhadap kerawanan konsumen. Rumah tangga di wilayah perdesaan mempunyai kerawanan konsumen yang lebih tinggi daripada rumah tangga di wilayah perkotaan. Artinya, rumah tangga di perdesaan lebih rawan daripada rumah tangga di perkotaan.

Pengeluaran perkapita makanan kemasan berhubungan negatif dan nyata dengan kerawanan konsumen. Hasil ini berarti bahwa semakin rendah pengeluaran perkapita makanan kemasan maka semakin tinggi kerawanan konsumen. Pengeluaran makanan kemasan semakin rendah dapat diartikan rumah tangga jarang melakukan pembelian sehingga kurang mendapatkan informasi saat proses pembelian. Kekurangan informasi tentang produk makanan kemasan inilah yang dapat berhubungan dengan kerawanan konsumen.

Perilaku pembelian antara rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan Bogor menunjukkan perbedaan yang nyata pada total pengeluaran makanan kemasan perkapita. Pengeluaran makanan kemasan rumah tangga di wilayah perkotaan lebih besar daripada pengeluaran rumah tangga di wilayah perdesaan. Kerawanan konsumen rumah tangga di perkotaan dan perdesaan menunjukkan perbedaan nyata. Kerawanan konsumen rumah tangga di perkotaan lebih rendah daripada di perdesaan. Ibu rumah tangga yang menempuh pendidikan lebih lama memiliki pengeluaran perkapita makanan kemasan lebih tinggi. Lama pendidikan ibu, lokasi tempat tinggal, dan pengeluaran perkapita makanan kemasan berhubungan negatif dan nyata dengan kerawanan konsumen. Semakin lama pendidikan yang ditempuh ibu rumah tangga maka semakin rendah kerawanan konsumen. Lokasi rumah tangga di perkotaan memiliki kerawanan konsumen yang lebih rendah daripada di wilayah perdesaan. Semakin rendah pengeluaran perkapita makanan kemasan maka semakin tinggi kerawanan konsumen.

(7)
(8)

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

FULAN SRI UTAMI

KERAWANAN KONSUMEN DAN PERILAKU PEMBELIAN

PRODUK MAKANAN KEMASAN DI WILAYAH

PERKOTAAN DAN PERDESAAN BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)
(10)

v

Judul Skripsi: Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor

Nama : Fulan Sri Utami NIM : I24090030

Disetujui oleh

Megawati Simanjuntak, SP, MSi Pembimbing I

Irni Rahmayani Johan, SP, MM Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen

(11)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kerawanan Konsumen dan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor”. Terimakasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada:

1. Megawati Simanjuntak, SP, MSi selaku pembimbing skripsi I dan Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku pembimbing skripsi II, yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Dr Ir Diah Krisnatuti, MS selaku pembimbing akademik, yang telah

mendampingi penulis sejak awal masuk kuliah hingga sekarang.

3. Ir MD Djamaludin, MSc selaku dosen pemandu seminar, Ir Retnaningsih, MSi selaku dosen penguji I, Dr Ir Herien Puspitawati, MSc, MSc selaku dosen penguji II dan seluruh dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

4. Bapak Sumarno Raharjo, Ibu Kasi, Adikku tersayang Saras Nur Aisyiyah yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus, Om Warsito, kakak dan adik sepupu, serta keluarga besar lainnya yang telah membantu dan memberikan dukungan yang luar biasa.

5. Teman seperjuangan Ani Ruwani dan Dewi Intan Permatahati atas waktu, kebersamaan, dan motivasinya serta kepada seluruh pihak yang telah membantu selama penelitian. Lastri, Ayulia, Novy, Dinni, Amel, Indri, Ahmad Rivano, Erna, Putri, Annisa dan seluruh teman-teman IKK angkatan 46 yang selalu memberi dukungan, motivasi, dan kebersamaan selama empat tahun terakhir.

6. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih.

Demikian ucapan terima kasih ini dipersembahkan dari hati yang paling dalam. Semoga penelitian ini memberikan manfaat.

Bogor, September 2013

(12)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 5

METODE PENELITIAN 6

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6

Teknik Penarikan Contoh 7

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 8

Pengolahan dan Analisis Data 10

Definisi Operasional 11

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 13

Pembahasan 29

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

(13)

viii

DAFTAR TABEL

1 Variabel, skala data dan kategori 9

2 Rataan dan uji beda karakteristik keluarga 14

3 Sebaran ibu rumah tangga dan uji beda berdasarkan dimensi pengetahuan konsumen tentang sumber informasi mengatasi

permasalahan konsumen (%) 14

4 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen berdasarkan dimensi pengetahuan sumber informasi cara mengatasi

permasalahan konsumen 15

5 Sebaran ibu rumah tangga dan uji beda berdasarkan dimensi

pengetahuan tentang hak-hak konsumen (%) 16

6 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen berdasarkan

dimensi pengetahuan tentang hak-hak konsumen 16

7 Sebaran ibu rumah tangga dan uji beda berdasarkan dimensi

keterbukaan praktik perdagangan (%) 17

8 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen berdasarkan

dimensi keterbukaan praktik perdagangan 17

9 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen 18 10 Sebaran karakteristik responden dan karakteristik keluarga

berdasarkan kerawanan konsumen 18

11 Sebaran jenis produk makanan kemasan yang dibeli setiap bulan

berdasarkan lokasi geografi 19

12 Sebaran frekuensi pembelian produk makanan kemasan per bulan

(%) 20

13 Sebaran tempat pembelian makanan kemasan berdasarkan lokasi

geografi (%) 20

14 Sebaran waktu pembelian produk makanan kemasan berdasarkan

lokasi geografi (%) 21

15 Sebaran pelaku pembelian produk makanan kemasan berdasarkan

lokasi geografi (%) 22

16 Sebaran kebiasaan menyimpan produk makanan kemasan

berdasarkan lokasi geografi (%) 22

17 Sebaran pertimbangan merek produk makanan kemasan

berdasarkan lokasi geografi (%) 23

18 Sebaran ketertarikan produk makanan kemasan daripada makanan

non-kemasan berdasarkan lokasi geografi (%) 23

19 Sebaran perencanaan pembelian produk makanan kemasan

berdasarkan lokasi geografi (%) 24

20 Sebaran pengeluaran total (Rp/kap/bulan) dan data deskriptif

pembelian makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis 24 21 Jumlah pengeluaran (Rp/kap/bulan) per jenis makanan kemasan

berdasarkan lokasi geografi 25

22 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik responden, pengeluaran makanan kemasan, dan kerawanan

konsumen 26

(14)

ix

24 Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan

kemasan 28

25 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran makanan

kemasan 29

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran kerawanan konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan

perdesaan Bogor 6

2 Teknik pengambilan contoh 8

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (UU No. 7 tahun 1996). Menurut Teori Hirarki Kebutuhan Manusia yang dikemukakan oleh Maslow dalam Sumarwan (2002), kebutuhan untuk memenuhi pangan termasuk ke dalam tingkatan paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi sebelum memenuhi tingkat kebutuhan selanjutnya. Berdasarkan data survei Susenas (Sosial Ekonomi Nasional 2012) diketahui bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita untuk makanan selama tahun 2012 sebesar 51.08 persen, sedangkan untuk pengeluaran bukan makanan sebesar 48.92 persen. Persentase ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia sebagian besar masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Berdasarkan letak geografis, wilayah perkotaan dan perdesaan di Indonesia khususnya Bogor, memiliki perbedaan dalam hal konsumsi rumah tangga per kapita. Data Susenas 2010 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi per kapita di kabupaten Bogor adalah Rp319 237 per bulan sedangkan di Kota Bogor adalah Rp328 775 per bulan (BPS 2011). Dari data tersebut, dapat disimpulkan ada perbedaan pengeluaran untuk konsumsi makanan di wilayah perdesaan dan perkotaan.

Perkembangan zaman yang semakin maju, menuntut segala sesuatu untuk menjadi praktis. Hal ini mendorong produsen makanan untuk menciptakan produk makanan dalam kemasan yang praktis dan ekonomis. Produk makanan kemasan merupakan produk makanan yang dikemas atau dibungkus dalam suatu kemasan tertutup. Saat ini, sekitar 70 persen produk kemasan digunakan oleh industri makanan dan minuman. Dari jumlah itu, 53 persen di antaranya adalah kemasan plastik, baik kemasan fleksibel maupun kaku (Tempo 2012). Selain itu, pada tahun 2012 industri kemasan di Indonesia tumbuh sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman kemasan (Tempo 2012). Beberapa contoh produk makanan kemasan diantaranya adalah mie instan, produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan bayi ataupun makanan kaleng. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal 30 dijelaskan bahwa seluruh produk makanan yang dikemas yang masuk ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam, dan atau di kemasan. Adapun label yang dimaksud adalah keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan, keterangan tentang halal, serta tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

(17)

2

Singapura, dan wilayah ASEAN lainnya, namun tidak sedikit produk makanan ilegal yang beredar di pasaran. Produk makanan ilegal tersebut tidak memiliki izin impor, tidak menggunakan label berbahasa Indonesia, tidak memenuhi ketentuan standar, dan tidak memiliki nomor pendaftaran. Berdasarkan hasil pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), sebelum Idul Fitri tahun 2011, ditemukan 420 item (132 259 kemasan) makanan tidak memenuhi syarat. Berdasarkan nilai ekonomi, temuan makanan tidak memenuhi syarat itu diperkirakan mencapai Rp3 306 476 000 dengan rincian yaitu makanan dalam keadaan rusak (3%), dengan kadaluarsa (31%), makanan tanpa ijin edar (44%) dan makanan tidak memenuhi ketentuan label (22%) (Sindo 2012).

Kerawanan konsumen adalah kemungkinan konsumen menjadi mudah dirugikan atau kemampuan konsumen dirugikan dengan cepat (Mascarenhas 2007). Kerawanan konsumen dipengaruhi oleh karakteristik konsumen (usia, status pernikahan, pendidikan), pengetahuan, dan paradigma sosial (Lee & Soberon-Ferrer 1997). Konsumen yang memiliki kemampuan kognitif yang terbatas dalam memproses informasi lebih rawan terhadap penipuan. Walsh et al. (2010) menyatakan bahwa ketika konsumen berpikir bahwa semua atau banyak produk serupa dalam satu kategori dapat mengakibatkan salah pembelian, penyalahgunaan produk, kesalahpahaman produk atau misattribution berbagai atribut produk yang menghasilkan maksimalisasi non-utilitas dan kerawanan konsumen.

Menurut Sumarwan (2002), keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan konsumen, sebagian besar konsumen tinggal dan berinteraksi dengan anggota lainnya sehingga setiap anggota keluarga akan saling memengaruhi dalam proses pengambilan keputusan pembelian produk dan jasa. Sementara itu, Engel et al (1995) menyatakan konsumsi makanan dalam keluarga sangat ditentukan oleh ibu rumah tangga yang memainkan peran sebagai gate keeper yang bertanggungjawab dalam pemilihan dan persiapan makanan bagi seluruh anggota keluarga. Ibu berperan aktif memberikan inisiatif pemikiran dalam keluarga mengenai pembelian produk dan pengumpulan informasi untuk membantu pengambilan keputusan, khususnya mengenai keputusan pembelian sebagian besar bahan makanan. Kehadiran produk makanan kemasan sangat membantu ibu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan keluarga karena bersifat praktis dan ekonomis. Meskipun kehadiran produk makanan kemasan membantu ibu rumah tangga, namun tidak jarang pula menimbulkan masalah akibat kurangnya pengetahuan tentang atribut produk atau kurangnya keterangan label pada produk makanan kemasan.

(18)

3

tipe rumah tangga di perdesaan memiliki pendapatan per kapita yang rendah sehingga menyebabkan pengeluaran untuk membeli makanan kemasan rendah. Rumah tangga di perdesaan mencukupi kebutuhan pangan dengan makanan hasil pertanian yang dikelola.

Semakin banyak kasus peredaran makanan kemasan ilegal dan penipuan produk makanan kemasan yang merugikan konsumen diduga akan meningkatkan kerawanan konsumen. Perbedaan pengetahuan antara rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan juga diduga akan menimbulkan perbedaan perilaku pembelian produk makanan kemasan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kerawanan konsumen terhadap perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan.

Perumusan Masalah

Berbagai macam produk makanan kemasan yang beredar di pasar, membuat konsumen dalam hal ini ibu rumah tangga mempunyai berbagai alternatif pilihan. Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, produk makanan kemasan yang sudah terdaftar dan beredar di Indonesia sebanyak 59 837 produk (BPOM 2012). Hal ini memberikan gambaran bahwa produk makanan kemasan di Indonesia telah banyak beredar sehingga memberikan kemudahan ibu rumah tangga dalam melakukan pemilihan dan pembelian produk tersebut. Produk makanan kemasan memudahkan ibu rumah tangga sebagai orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga. Hal ini dikarenakan kepraktisan dan kemudahan dalam mencari dan mendapatkan produk makanan kemasan.

Pemilihan produk-produk makanan kemasan tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses yang dipengaruhi berbagai faktor. Riza (2000) dalam penelitian sebelumnya, menyatakan bahwa dua faktor utama yang memengaruhi ibu rumah tangga dalam membeli makanan kemasan yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu meliputi umur, lama pendidikan, dan pengeluaran rumah tangga rata-rata per bulan. Sedangkan faktor lingkungan meliputi kelas sosial, kelompok acuan, budaya, dan sumber informasi. Namun dalam penelitian ini faktor lingkungan tersebut tidak diteliti.

(19)

4

aturan yang berlaku, dan hanya sedikit konsumen yang peduli (Susanto 2008).

Ketidakjelasan informasi tentang label makanan kemasan dapat memengaruhi pengetahuan ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga yang memiliki keterbatasan pengetahuan dapat lebih rawan mengalami penipuan. Kerawanan konsumen dipengaruhi oleh karakteristik konsumen (usia, status pernikahan, pendidikan), pengetahuan, dan paradigma sosial (Lee & Soberon-Ferrer 1997).

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kerawanan konsumen terhadap perilaku pembelian di wilayah perkotaan dan perdesaan.

Tujuan Khusus

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik responden dan karakteristik keluarga pengguna produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan. 2. Menganalisis kerawanan konsumen keluarga di wilayah perkotaan dan

perdesaan.

3. Menganalisis perilaku pembelian produk makanan kemasan pada keluarga di wilayah perkotaan dan perdesaan.

4. Menganalisis hubungan karakteristik responden, karakteristik keluarga, kerawanan konsumen, dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan.

5. Menganalisis pengaruh karakteristik responden, karakteristik keluarga, kerawanan konsumen, dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan.

Manfaat Penelitian

(20)

5

pengenalan badan penyelesaian sengketa konsumen serta yayasan perlindungan konsumen.

KERANGKA PEMIKIRAN

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Ketersediaan berbagai jenis dan bahan makanan saat ini sudah sangat banyak beredar dipasar. Sekarang ini, banyak produsen yang membuat produk makanan yang dikemas dalam suatu kemasan. Produk makanan kemasan yang beredar di pasar Indonesia sudah sangat beragam dan tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Banyak konsumen yang telah menggunakan produk makanan kemasan untuk mencukupi kebutuhan pangan.

Keberagaman produk makanan kemasan yang beredar saat ini, memudahkan konsumen dalam memilih alternatif pilihan. Setiap produk makanan kemasan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (2012), masih banyak produsen-produsen yang melakukan kecurangan. Pada tahun 2011, BPOM telah memproses 140 kasus dengan 52 kasus pro-justicia dan 88 kasus non-projusticia. Pada 2012, jumlah kasus yang ditangani meningkat menjadi 145 dengan penyelesaian pro-justicia 49 kasus dan non-projusticia

sebanyak 96 kasus. Kecurangan ini terutama pada pemberian label pada produk makanan kemasan. Selain itu, produk makanan kemasan banyak yang belum memiliki izin edar. Oleh karena itu, ibu rumah tangga harus mencari informasi terkait produk makanan kemasan yang akan dibeli.

Pengetahuan ibu rumah tangga tentang kelengkapan atribut produk makanan kemasan harus diperhatikan agar dapat memilih produk yang aman dikonsumsi oleh keluarga. Keterbatasan pengetahuan dapat membuat ibu rumah tangga lebih rawan terhadap penipuan. Menurut Baker, Gentry, dan Rittenberg (2005), kerawananan konsumen merupakan ketidakseimbangan dalam interaksi pemasaran seperti praktik tidak adil yang dilakukan oleh pedagang atau produsen. Keterbukaan proses perdagangan antara penjual dan pembeli merupakan salah satu penentu terciptanya keseimbangan interaksi pasar.

Pada penelitian sebelumnya, kerawanan konsumen dipengaruhi oleh karakteristik konsumen (usia, status pernikahan, pendidikan), pengetahuan, dan paradigma sosial (Lee & Soberon-Ferrer 1997). Perbedaan kerawanan konsumen dapat dijelaskan berdasarkan dua paradigma yaitu defisiensi pengetahuan dan interaksi sosial. Penipuan sangat rawan terjadi pada orang yang lebih tua karena mengalami penurunan kognitif dan isolasi sosial (Langerderfer & Shrimp 2001). American Association of retired Persons

(21)

6

perkotaan dan perdesaan yang menyebabkan perbedaan pengetahuan yang dimiliki. Kerawanan konsumen diduga memiliki hubungan dengan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan. Gambar 1 menyajikan kerangka pemikiran kerawanan konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan Bogor.

Keterangan:

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran tentang kerawanan konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan di wilayah perkotaan dan perdesaan Bogor

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “payung” dengan judul “Model Pemberdayaan Konsumen Sebagai Upaya Mengubah Perilaku Konsumen dalam Mengkonsumsi Makanan Kemasan”. Disain penelitian

(22)

7

yang digunakan adalah cross-sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Lokasi penelitian dipilih secara

purposive yaitu di Kota dan Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor dipilih mewakili lokasi geografis perdesaan dengan pertimbangan merupakan kabupaten terbanyak penduduknya di Provinsi Jawa Barat, sedangkan Kota Bogor dipilih karena mewakili lokasi geografis perkotaan dengan pertimbangan yang sama dengan Kabupaten Bogor, namun lebih kosmopolit dibandingkan Kabupaten Bogor. Pertimbangan lain pemilihan lokasi adalah keterbatasan dana, tenaga, dan waktu penelitian. Selanjutnya, pemilihan kecamatan, desa, kelurahan, RW, dan RT dilakukan secara acak yang menghasilkan Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan sebagai perwakilan daerah perkotaan dan Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang sebagai perwakilan daerah perdesaan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 hingga Juni 2013. Kegiatan penelitian mencakup survei awal, uji coba instrumen, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, hingga penyusunan hasil penelitian.

Teknik Penarikan Contoh

(23)

8

Purposive

Random

Random

Random

Random

Random

Gambar 2 Teknik pengambilan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan menggunakan alat bantu kuesioner. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang relevan seperti keadaan umum wilayah penelitian, laporan dan dokumentasi serta data yang relevan dengan penelitian ini.

Kuesioner berisi tentang karakteristik responden dan karakteristik keluarga yang terdiri dari usia, pendidikan, besar keluarga, pendapatan, dan pengeluaran. Selain itu kuesioner juga berisi tentang perilaku pembelian produk makanan kemasan. Sementara itu, kerawanan konsumen diukur dengan memodifikasi instrumen The Vulnerability Index (VI) yang diacu dari penelitian yang dilakukan oleh American Association of Retired Persons (AARP). Instrumen ini terdiri dari tiga dimensi, yaitu pengetahuan konsumen tentang sumber informasi bagaimana mengatasi permasalahan konsumen, pengetahuan tentang hak-hak konsumen, dan keterbukaan praktik perdagangan. Instrumen kerawanan konsumen ini terdiri dari 12 pertanyaan dengan skala 1=Ya dan 0=Tidak.

Variabel penelitian, skala data, dan kategori dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Provinsi Jawa Barat

Kota Bogor Kabupaten Bogor

Kecamatan Bogor Selatan

Kecamatan Cibungbulang

Desa Ciaruteun Ilir Kelurahan Empang

RW 19 RW 4

RT 4 RT 1

(24)

9

Tabel 1 Variabel penelitian, skala data, dan kategori

Variabel Skala data Kategori

Karakteristik keluarga

 Usia istri/suami Rasio Berdasarkan sebaran data 1. ≤40 tahun

Besar keluarga Rasio Berdasarkan sebaran data

1. ≤ 4 orang 2. >4 orang  Lokasi geografi Nominal 0. Perdesaan 1. Perkotaan

 Pendapatan keluarga Rasio Jumlah pendapatan keluarga (Rp/kap/bulan)

 Pengeluaran pangan Rasio Jumlah pengeluaran pangan (Rp/kap/bulan)

Kerawanan konsumen Ordinal Berdasarkan sebaran data

1. Tidak rawan (≤50%) 2. Rawan (>50%) Perilaku pembelian

 Jenis produk makanan kemasan yang dibeli

Nominal 1=Susu dan olahannya

2=Makanan ringan 3=Makanan kaleng 4=Makanan bayi 5=Mie instan

 Frekuensi pembelian Rasio 0= Tidak pernah membeli 1=1-25 kali

2=26-50 kali

 Tempat pembelian Nominal 0=Tidak pernah membeli 1=Supermarket

2=Minimarket 3=Pasar 4=Warung

 Waktu pembelian Nominal 0=Tidak pernah membeli 1=Tidak tentu

2=Setiap hari 3=Akhir minggu 4=Akhir bulan 5=Awal bulan

Pelaku pembelian Nominal 0=Tidak pernah membeli

1=Ibu 2=Suami 3=Anak  Kebiasaan menyimpan produk

makanan kemasan

Nominal 0=Tidak pernah membeli

1=Ya 2=Tidak

3=Kadang-kadang

Pertimbangan merek produk

makanan kemasan

Nominal 0=Tidak pernah membeli

1=Ya

Nominal 0=Tidak pernah membeli

1=Ya 2=Tidak

(25)

10

Lanjutan Tabel 1

Variabel Skala data Kategori

 Perencanaan pembelian produk makanan kemasan

Nominal 0=Tidak pernah membeli

1=Ya 2=Tidak

3=Kadang-kadang  Pengeluaran makanan kemasan

(Rp/kap/bulan)

Rasio Berdasarkan sebaran data

1. Rp25 000-196 668

2. Rp196 669-368 334

3. Rp368 335-540 000

 Pengeluaran per jenis makanan kemasan (Rp/kap/bulan)

Rasio Berdasarkan sebaran data

1. ≤Rp15 000

2. Rp15 001-30 000

3. Rp30 001-60 000

4. >60 000

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kerawanan konsumen, sedangkan variabel terikatnya adalah perilaku pembelian. Pengukuran variabel pada pertanyaan-pertanyaan di kuesioner berdasarkan dengan kategori-kategori yang telah ditentukan. Reliabilitas pertanyaan-pertanyaan diuji dengan menggunakan uji cronbach-alpha. Pengambilan data penelitian dengan melakukan wawancara langsung kepada responden.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini telah diuji reliabilitas dan validitasnya. Pengujian instrumen dilakukan di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bantar Jati, Bogor. Jumlah responden untuk menguji instrumen adalah sebanyak 30 orang. Hasil uji reliabilitas

instrumen kerawanan konsumen menunjukkan nilai cronbachs’ alpha

sebesar 0.567.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows. Analisis data yang digunakan meliputi uji beda Independent Samples T-Test, uji korelasi Pearson, uji regresi linier berganda, dan uji regresi logistik. Uji beda Independent Samples T-Test

digunakan untuk melihat perbedaan variabel penelitian antara perkotaan dan perdesaan. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk menganalisis hubungan antar variabel pada penelitian ini. Uji regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kerawanan konsumen. Sementara itu, uji regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian.

Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut:

(26)

11

yang berhubungan dengan metode pengelompokan, peringkasan, dan penyajian data dalam cara yang lebih informatif (Santoso & Ashari 2005). Statistik deskriptif yang digunakan meliputi nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum.

2. Kerawanan konsumen diukur dengan memodifikasi instrumen

Vulnerability Index berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American Association of Retired Persons (AARP). Hasil penjumlahan skor variabel kerawanan konsumen kemudian dilakukan transformasi skor komposit dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Sistem skoring variabel dikategorikan dengan menggunakan teknik skoring secara normatif dengan menggunakan interval kelas.

3. Uji hubungan menggunakan korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan antara karakteristik responden, karakteristik keluarga, kerawanan konsumen, dan perilaku pembelian.

4. Uji pengaruh menggunakan uji regresi logistik dan uji regresi linier berganda. Faktor-faktor yang memengaruhi kerawanan konsumen dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Sementara itu, uji regresi linier berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian.

Definisi Operasional

Responden adalah ibu rumah tangga yang berasal dari keluarga lengkap yang mengonsumsi makanan kemasan selama tiga bulan terakhir. Contoh adalah keluarga lengkap yang terdiri dari suami, istri, dan anak

dimana keluarga tersebut mengonsumsi makanan kemasan selama tiga bulan terakhir.

Keluarga lengkap adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak.

Usia responden adalah lama hidup ibu rumah tangga yang dihitung dalam tahun.

Usia suami adalah lama hidup suami yang dihitung dalam tahun.

Lama pendidikan istri adalah lama pendidikan yang telah ditempuh oleh istri.

Lama pendidikan suami adalah lama pendidikan yang telah ditempuh oleh suami.

(27)

12

Pendapatan keluarga adalah jumlah total penghasilan seluruh anggota keluarga per kapita per bulan.

Pengeluaran keluarga adalah pengeluaran total keluarga untuk makanan dan bukan makanan per kapita per bulan.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang masih ditanggung. Kerawanan konsumen adalah keterbatasan pengetahuan konsumen tentang

sumber informasi cara penyelesaian permasalahan konsumen, hak-hak konsumen, dan keterbukaan praktik perdagangan sehingga konsumen mudah dirugikan.

Makanan kemasan adalah makanan dan minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumah tangga yang mencantumkan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, keterangan halal, dan tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Perilaku pembelian makanan kemasan adalah bagaimana contoh membeli makanan kemasan per bulannya yang terdiri dari jenis produk yang dibeli, frekuensi pembelian, tempat pembelian, waktu pembelian, pelaku pembelian, pertimbangan merek, kebiasaan menyimpan makanan, ketertarikan terhadap makanan kemasan, perencanaan pembelian, dan pengeluaran makanan kemasan per kapita per bulan.

Frekuensi pembelian adalah seberapa sering contoh membeli produk makanan kemasan.

Waktu pembelian adalah kapan contoh membeli produk makanan kemasan.

Tempat pembelian adalah lokasi dimana rumah tangga biasa membeli produk makanan kemasan.

Waktu pembelian adalah kapan rumah tangga melakukan pembelian produk makanan kemasan.

Pelaku pembelian adalah siapa yang berperan dalam melakukan pembelian produk makanan kemasan.

Kebiasaan menyimpan makanan kemasan adalah kebiasaan rumah tangga membeli makanan kemasan dalam jumlah yang banyak untuk persediaan.

Ketertarikan makanan kemasan adalah apakah rumah tangga tertarik terhadap makanan kemsan daripada makanan non-kemasan yang sejenis.

Pertimbangan merek adalah apakah rumah tangga mempertimbangkan alternatif merek pada produk makanan kemasan.

Perencanaan pembelian adalah apakah rumah tangga melakukan perencanaan dalam melakukan pembelian produk makanan kemasan. Pengeluaran per kapita makanan kemasan adalah jumlah uang yang

(28)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Gambaran Umum Produk Makanan Kemasan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, makanan dan minuman kemasan adalah makanan dan minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumah tangga. Contoh produk makanan kemasan yang sering dikonsumsi oleh keluarga antara lain produk susu, makanan ringan, minuman kaleng, makanan kaleng, makanan bayi, dan produk mie instan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan pada pasal 30 ayat 1 dijelaskan bahwa tujuan pemberian label pada produk pangan kemasan adalah agar masyarakat yang membeli dan atau mengkonsumsi makanan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk makanan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan lain yang diperlukan sebelum memutuskan membeli dan atau mengonsumsi makanan tersebut. Pada makanan dan minuman kemasan, label kemasan yang harus dipenuhi antara lain nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, keterangan halal, dan tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Karakteristik Responden dan Keluarga

(29)

14

Tabel 2 Rata-rata dan uji beda karakteristik responden dan keluarga

Karakteristik rumah tangga Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) Uji beda

(p-value)  Besar keluarga (orang) 4.05±1.22 4.02±1.21 0.927tn  Usia suami (tahun) 39.38±11.77 38.25±10.58 0.202tn  Usia istri (tahun) 33.68±10.89 34.23±10.06 0.298tn  Lama pendidikan suami

(tahun)

9.33±2.83 5.77±1.83 0.000**

 Lama pendidikan istri (tahun)

9.08±2.72 5.32±2.40 0.000**

 Pendapatan total keluarga(Rp/kap/bulan)

388 930.95±3.78E5 356 488.09±2.11E5 0.652tn

 Pengeluaran total keluarga(Rp/kap/bulan)

298 903.57±1.50E5 255 515.71±1.40E5 0.884tn

Ket: **nyata pada p-value<0.01; tn=tidak nyata

Kerawanan Konsumen

Kerawanan konsumen diukur berdasarkan tiga dimensi yaitu pengetahuan konsumen tentang sumber informasi mengatasi permasalahan konsumen, pengetahuan tentang hak-hak konsumen, dan keterbukaan praktik perdagangan. Pada dimensi pengetahuan konsumen tentang sumber informasi mengatasi permasalahan konsumen terdiri dari empat item pertanyaan. Sebesar 5 persen ibu rumah tangga di perkotaan mengetahui bahwa terdapat badan penyelesaian sengketa konsumen untuk menyelesaikan permasalahan konsumen. Sebanyak 37.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan mengetahui bahwa ada lembaga atau yayasan perlindungan konsumen. Ibu rumah tangga di perdesaan tidak ada yang mengetahui bahwa terdapat badan penyelesaian sengketa konsumen dan lembaga atau yayasan perlindungan konsumen di Indonesia. Sebesar 37.5% persen ibu rumah tangga di perdesaan yang mengetahui langkah-langkah menyelesaikan permasalahan konsumen (Tabel 3).

Tabel 3 Sebaran ibu rumah tangga dan uji beda berdasarkan dimensi pengetahuan konsumen tentang sumber informasi mengatasi permasalahan konsumen (%)

No Pernyataan Perkotaan

(n=40)

Perdesaan (n=40)

Uji beda (p-value)

1 Informasi tentang makanan kemasan tidak

sepenuhnya bermanfaat bagi saya sebagai konsumen.

40.0 30.0 0.075tn

2 Saya mengetahui adanya badan

penyelesaian sengketa konsumen untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami konsumen.

5.0 0.0 0.003**

3 Ada lembaga atau yayasan perlindungan

konsumen di Indonesia membantu konsumen untuk menyelesaikan masalahnya.

37.5 0.0 0.000**

4 Konsumen mengetahui langkah-langkah

menyelesaikan permasalahan dengan penjual.

82.5 37.5 0.000**

(30)

15

Kerawanan konsumen ibu rumah tangga yang membeli produk makanan kemasan dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu rawan dan tidak rawan. Pada dimensi pengetahuan konsumen tentang sumber informasi cara mengatasi permasalahan konsumen, separuh (50%) ibu rumah tangga di wilayah perkotaan tergolong pada kategori tidak rawan. Pada dimensi yang sama, sebagian besar (87.5%) kerawanan konsumen ibu rumah tangga di wilayah perdesaan termasuk kategori rawan. Hasil ini disebabkan karena sebagian besar ibu rumah tangga di wilayah perdesaan belum mengetahui cara menyelesaikan permasalahan konsumen dengan benar. Selain itu, ibu rumah tangga di perdesaan tidak mengetahui tentang adanya badan penyelesaian sengketa konsumen dan lembaga perlindungan konsumen. Keterbatasan pengetahuan ini kemungkinan karena adanya keterbatasan akses informasi tentang badan atau lembaga perlindungan konsumen di wilayah perdesaan. Kesadaran ibu rumah tangga di perdesaan untuk mengajukan komplain jika bermasalah dengan penjual atau produsen masih rendah. Oleh karena itu, ibu rumah tangga di perdesaan lebih rawan mengalami kerugian dalam interaksi jual-beli (Tabel 4).

Tabel 4 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen berdasarkan dimensi pengetahuan sumber informasi cara mengatasi permasalah- an konsumen

Kategori kerawanan konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Tidak rawan (≤50%) 20 50.0 5 12.5

Rawan (>50%) 20 50.0 35 87.5

Rataan ± SD 58.75±25.03 82.50±17.17

p-value 0.000**

Ket: **nyata pada p-value<0.01

(31)

16

Tabel 5 Sebaran ibu rumah tangga dan uji beda berdasarkan dimensi pengetahuan tentang hak-hak konsumen (%)

No Pernyataan Perkotaan

(n=40)

Perdesaan (n=40)

Uji beda (p-value)

1 Ada undang-undang yang mengatur

mengenai perlindungan konsumen di Indonesia.

52.5 7.5 0.000**

2 Konsumen memiliki hak untuk

mendapatkan informasi jelas, benar, jujur mengenai kondisi barang dan jasa.

100.0 97.5 0.043*

3 Konsumen berhak untuk mengikuti

upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

100.0 67.5 0.000**

4 Konsumen berhak untuk mengajukan

krititk, saran maupun komplain kepada penjual atau produsen jika barang yang dibeli mengalami kecacatan.

100.0 95.0 0.003**

5 Konsumen berhak untuk mendapatkan

ganti rugi apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

100.0 95.0 0.003**

Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01

Pada dimensi pengetahuan tentang hak-hak konsumen, hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh ibu rumah tangga baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan sudah mengetahui hak-hak konsumen. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen ini berguna untuk melindungi konsumen jika dirugikan. Namun, kesadaran konsumen untuk memperjuangkan hak-hak sebagai konsumen masih rendah. Berdasarkan hasil wawancara saat penelitian, beberapa ibu rumah tangga cenderung pasif dan tidak mau mengajukan kritik atau komplain ke pedagang atau produsen jika dirugikan pada waktu membeli makanan kemasan. Beberapa ibu rumah tangga menganggap bahwa harga produk makanan kemasan masih bisa dijangkau dan tidak sebanding jika harus mengajukan komplain (Tabel 6). Tabel 6 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen berdasarkan

dimensi pengetahuan tentang hak-hak konsumen

Kategori kerawanan konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

(32)

17

(57.5%) ibu rumah tangga di perkotaan dan 55 persen ibu rumah tangga di perdesaan menyatakan bahwa konsumen dan pedagang harus sama-sama terbuka dalam proses pembelian. Separuh (50%) ibu rumah tangga di perkotaan dan lebih dari separuh (55%) ibu rumah tangga di perdesaan menyatakan bahwa pedagang dalam mempromosikan produk dilakukan secara benar dan jujur (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran ibu rumah tangga dan uji beda berdasarkan dimensi keterbukaan praktik perdagangan (%)

No Pernyataan Perkotaan

(n=40)

Perdesaan (n=40)

Uji beda (p-value)

1 Konsumen memperhatikan penjelasan

dan promosi yang dilakukan pedagang.

85.0 60.0 0.000**

2 Konsumen dan pedagang sama-sama

terbuka dalam proses pembelian.

57.5 55.0 0.663 tn

3 Pedagang dalam mempromosikan

produknya dilakukan secara jujur dan apa adanya

50.0 55.0 0.532 tn

Ket: **nyata pada p-value<0.01; tn=tidak nyata

Pada Tabel 8 menunjukkan pengkategorian kerawanan konsumen berdasarkan dimensi keterbukaan praktik perdagangan. Sebesar 57.5 persen ibu rumah tangga di wilayah perkotaan dan sebesar 55 persen ibu rumah tangga di wilayah perdesaan tergolong pada kategori tidak rawan. Sebesar 42.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan dan sebesar 45 persen ibu rumah tangga di wilayah perdesaan termasuk dalam kategori rawan pada dimensi yang sama. Sebagian besar ibu rumah tangga di wilayah perkotaan maupun perdesaan sudah memiliki kesadaran untuk memperhatikan penjelasan atau promosi dari pedagang. Namun, beberapa ibu rumah tangga di perkotaan maupun perdesaan meyakini jika masih ada ketidakterbukaan dalam proses pembelian. Ibu rumah tangga menilai bahwa masih ada beberapa pedagang yang tidak jujur dalam proses jual-beli. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata kerawanan konsumen antara wilayah perkotaan dan perdesaan.

Tabel 8 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen berdasarkan dimensi keterbukaan praktik perdagangan

Kategori kerawanan konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Tidak rawan (≤50%) 23 57.5 22 55.0

Rawan (>50%) 17 42.5 18 45.0

Rataan ± SD 35.83±33.24 42.50±39.21

p-value 0.000**

Ket: **nyata pada p-value<0.01

(33)

18

termasuk pada kategori rawan lebih tinggi daripada ibu rumah tangga di perkotaan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa yang menjadi titik lemah ibu rumah tangga mengalami kerawanan konsumen adalah pengetahuan tentang sumber informasi cara mengatasi permasalahan konsumen yang masih rendah (Tabel 9).

Tabel 9 Analisis deskriptif dan uji beda kerawanan konsumen

Kategori kerawanan konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Tidak rawan (≤50%) 36 90.0 25 62.5

Rawan (>50%) 4 10.0 15 37.5

Min-max 0.0-58.0 25.0-75.0

Rataan ±SD 32.71±15.72 49.58±14.37

p-value total 0.000**

Ket: **nyata pada p-value<0.01

Pada Tabel 10 menunjukkan sebaran karakteristik responden dan karakteristik keluarga berdasarkan kerawanan konsumen. Separuh (50%) ibu rumah tangga di wilayah perdesaan yang berusia kurang dari sama dengan 40 tahun termasuk dalam kategori tidak rawan. Sebesar 60 persen ibu rumah tangga di wilayah perkotaan yang berusia kurang dari sama dengan 40 tahun termasuk dalam kategori tidak rawan. Sebanyak 2.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan yang berusia lebih dari 40 tahun termasuk dalam kategori rawan. Hampir dua pertiga (65%) persen rumah tangga di wilayah perkotaan yang memiliki besar keluarga kurang dari sama dengan 4 orang termasuk dalam kategori tidak rawan. Sebesar 32.5 persen rumah tangga di wilayah perdesaan yang memiliki besar keluarga kurang dari sama dengan 4 orang termasuk dalam kategori rawan. Sebanyak 60 persen ibu rumah tangga di perkotaan yang menempuh pendidikan kurang dari sama dengan 9 tahun termasuk dalam kategori tidak rawan. Sebesar 7.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan yang menempuh pendidikan kurang dari sama dengan 9 tahun termasuk pada kategori rawan. Hampir dua pertiga (62.5%) ibu rumah tangga di perdesaan yang menempuh pendidikan kurang dari sama dengan 9 tahun termasuk dalam kategori tidak rawan. Sebesar 35 persen ibu rumah tangga di wilayah perdesaan yang menempuh pendidikan kurang dari 9 tahun termasuk dalam kategori rawan.

Tabel 10 Sebaran karakteristik responden dan karakteristik keluarga berdasarkan kerawanan konsumen (%)

Karakteristik keluarga

Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

Tidak rawan Rawan Tidak rawan Rawan

Usia

≤40 tahun 60.0 7.5 50.0 35.0

>40 tahun 30.0 2.5 12.5 2.5

Chi-square 0.253tn 0.288 tn

Besar keluarga

≤4 orang 65.0 7.5 42.5 32.5

>4 orang 25.0 2.5 20.0 5.0

(34)

19

Lanjutan Tabel 10 Karakteristik keluarga

Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

Tidak rawan Rawan Tidak rawan Rawan

Lama pendidikan

≤9 tahun 60.0 7.5 62.5 35.0

>9 tahun 30.0 2.5 0.0 2.5

Chi-square 0.001** 0.288 tn

Ket: ** nyata pada p-value 0.01; tn=tidak nyata

Perilaku Pembelian Makanan Kemasan

Perilaku pembelian makanan kemasan dapat dilihat dari jenis makanan yang dibeli oleh rumah tangga. Berdasarkan hasil survei sebelum penelitian, jenis-jenis makanan kemasan yang sering dikonsumsi rumah tangga antara lain produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan kaleng, makanan bayi, dan mie instan. Hampir seluruh (95%) rumah tangga di kota melakukan pembelian produk mie instan dan makanan ringan. Sebesar 77.5 persen rumah tangga di kota membeli produk susu dan olahannya dan sebesar 60 persen membeli makanan kaleng. Sebagian besar rumah tangga di perdesaan membeli produk susu dan olahannya serta makanan ringan dengan persentase masing-masing sebesar 90 persen dan 85 persen. Hampir seluruh (97.5%) rumah tangga di desa membeli mie instan (Tabel 11).

Tabel 11 Sebaran jenis produk makanan kemasan yang dibeli setiap bulannya berdasarkan lokasi geografi

Jenis makanan kemasan Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Susu dan olahannya 31 77.5 36 90.0

Makanan ringan 38 95.0 34 85.0

Makanan kaleng 16 60.0 13 32.5

Makanan bayi 7 17.5 3 7.5

Mie instan 38 95.0 39 97.5

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah tangga baik di perkotaan maupun perdesaan membeli produk susu dan olahannya, makanan ringan, dan mie instan. Oleh karena itu, untuk pembahasan selanjutnya difokuskan pada ketiga produk tersebut.

Frekuensi Pembelian Produk Makanan Kemasan

(35)

20

perkotaan. Hampir dua pertiga (65%) rumah tangga di perdesaan membeli makanan ringan pada rentang frekuensi pembelian 1 sampai 25 kali. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan frekuensi pembelian susu, makanan ringan, dan mie instan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Tabel 12 Sebaran frekuensi pembelian produk makanan kemasan per bulan

(%)

Produk makanan kemasan

Perkotaan (n=40) Rataan±SD Perdesaan (n=40) Rataan±SD Uji beda

Tempat Pembelian Produk Makanan Kemasan

Tempat pembelian adalah dimana biasanya rumah tangga membeli produk makanan kemasan. Pada produk susu dan olahannya, separuh (50%) rumah tangga di perkotaan membelinya di warung. Rumah tangga perkotaan yang tidak pernah membeli produk susu dan olahannya yaitu sebesar 22.5 persen. Pada rumah tangga di perdesaan, sebesar 75 persen rumah tangga membeli di warung yang dekat dengan rumah (Tabel 13).

Tabel 13 Sebaran tempat pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

Supermarket 7.5 5.0 2.5 0.0 0.0 0.0

Minimarket 15.0 10.0 12.5 7.5 5.0 2.5

Pasar 5.0 7.5 5.0 7.5 2.5 5.0

Warung 22.5 72.5 75.0 75.0 77.5 90.0

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

(36)

21

Waktu Pembelian Produk Makanan Kemasan

Waktu pembelian adalah kapan rumah tangga membeli produk makanan kemasan. Pada produk susu dan olahannya, sebesar 47.5 persen rumah tangga di perkotaan melakukan pembelian secara tidak tentu dan sebesar 10 persen melakukan pembelian setiap akhir minggu. Lebih dari dua pertiga (70%) rumah tangga di wilayah perdesaan melakukan pembelian secara tidak tentu. Sebesar 10 persen rumah tangga di perdesaan melakukan pembelian produk susu dan olahannya setiap hari (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran waktu pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

Tidak tentu 47.5 50.0 65.0 70.0 47.5 70.0

Setiap hari 17.5 35.0 25.0 10.0 32.5 20.0

Akhir minggu 10.0 7.5 5.0 7.5 5.0 7.5

Akhir bulan 2.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Awal bulan 0.0 2.5 0.0 2.5 0.0 0.0

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

Pada produk makanan ringan, separuh (50%) rumah tangga di wilayah perkotaan melakukan pembelian secara tidak tentu. Hampir separuh(47.5%) rumah tangga perdesaan melakukan pembelian secara tidak tentu. Sebesar 35 persen rumah tangga perkotaan dan sebesar 32.5 persen rumah tangga perdesaan melakukan pembelian setiap hari. Sebanyak 7.5 persen rumah tangga di perkotaan membeli makanan ringan setiap akhir minggu (Tabel 14).

Pada produk mie instan, sebesar 65 persen rumah tangga perkotaan membeli secara tidak tentu. Lebih dari dua pertiga (70%) rumah tangga di perdesaan membeli mie instan secara tidak tentu. Sebesar 25 persen rumah tangga di perkotaan dan sebesar 20 persen rumah tangga di perdesaan membeli mie instan setiap hari. Beberapa rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan memiliki kebiasaan hanya membeli mie instan ketika anggota keluarga menginginkan untuk mengonsumsi mie instan (Tabel 14). Pelaku Pembelian Produk Makanan Kemasan

(37)

22

penelitian, dapat dilihat bahwa ibu rumah tangga berperan dalam melakukan pembelian. Menurut Engel et al (1995), konsumsi makanan dalam keluarga sangat ditentukan oleh ibu rumah tangga yang memainkan peran sebagai

gate keeper, yang bertanggungjawab dalam pemilihan dan persiapan makanan bagi seluruh anggota keluarga.

Tabel 15 Sebaran pelaku pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

70.7 80.5 85.4 85.0 62.5 92.5

Suami 0.0 0.0 0.0 2.5 7.5 2.5

Anak 7.3 14.6 9.7 5.0 12.5 2.5

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

Kebiasaan Menyimpan Produk Makanan Kemasan

Pada Tabel 16, menunjukkan bahwa apakah rumah tangga terbiasa membeli makanan dalam jumlah yang banyak untuk persediaan. Seperempat (25%) rumah tangga di perkotaan terbiasa membeli makanan dalam jumlah yang besar untuk persediaan selama beberapa hari. Lebih dari tiga perempat (77.5%) rumah tangga perkotaan tidak terbiasa mempunyai persediaan untuk makanan ringan. Sebesar 70 persen rumah tangga di perkotaan juga tidak terbiasa memiliki persediaan untuk mie instan. Sebesar 72.5 persen dan 75 persen rumah tangga di perdesaan tidak terbiasa memiliki persediaan untuk produk susu dan makanan ringan. Sebagian besar (82.5%) rumah tangga di perdesaan juga tidak terbiasa untuk membeli mie instan dalam jumlah yang banyak sebagai persediaan.

Tabel 16 Sebaran kebiasaan menyimpan produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

Tidak 50.0 77.5 70.0 72.5 75.0 82.5

Kadang-kadang 2.5 2.5 2.5 0.0 0.0 0.0

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

Pertimbangan Merek Produk Makanan Kemasan

(38)

23

tidak melakukan pertimbangan merek ketika melakukan pembelian susu dan olahannya serta makanan ringan. Sebagian besar (82.5%) rumah tangga di perdesaan tidak memiliki pertimbangan merek pada saat membeli mie instan. Pertimbangan rumah tangga dalam membeli mie instan lebih banyak karena rasa yang sesuai dengan selera (Erfan 2010).

Tabel 17 Sebaran pertimbangan merek produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

Tidak 20.0 50.0 35.0 70.0 70.0 82.5

Kadang-kadang 5.0 7.5 7.5 0.0 2.5 0.0

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

Ketertarikan terhadap Produk Makanan Kemasan daripada Makanan Non-Kemasan yang Sejenis

Pada Tabel 18, menunjukkan bahwa apakah makanan kemasan lebih menarik daripada makanan non-kemasan yang sejenis. Sebesar 72.5 persen rumah tangga di perkotaan dan sebesar 75 persen rumah tangga di perdesaan menyatakan bahwa produk susu kemasan dan olahannya lebih menarik dibandingkan susu non-kemasan. Sebagian besar rumah tangga di perkotaan juga menyatakan bahwa makanan ringan dan mie instan lebih menarik daripada makanan kemasan non-kemasan yang sejenis. Masing-masing sebesar 72.5 persen dan 77.5 persen rumah tangga di wilayah perdesaan menganggap bahwa makanan ringan dan mie instan lebih menarik karena lebih ekonomis dan praktis. Lena dan Rahman (2008) menyatakan bahwa variasi dan kemasan produk berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Tabel 18 Sebaran ketertarikan produk makanan kemasan daripada makanan

non-kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

Ketertarikan

Kadang-kadang 2.5 2.5 2.5 7.5 10.0 10.0

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

Perencanaan Pembelian Produk Makanan Kemasan

(39)

24

perencanaan ketika melakukan pembelian produk makanan ringan dan mie instan. Lebih dari dua pertiga (70%) rumah tangga di perdesaan tidak melakukan perencanaan dalam melakukan pembelian produk susu dan olahannya. Sebesar 67.5 persen dan 77.5 persen rumah tangga di perdesaan juga tidak melakukan perencanaan dalam pembelian produk makanan ringan dan mie instan (Tabel 19).

Tabel 19 Sebaran perencanaan pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi (%)

Tidak 37.5 52.5 52.5 70.0 67.5 77.5

Kadang-kadang 2.5 5.0 2.5 0.0 0.0 0.0

Ket: A=Produk susu dan olahannya; B=Makanan ringan; C=Mie instan

Pengeluaran Untuk Makanan Kemasan

Tabel 20 menunjukkan total pengeluaran rumah tangga dalam membeli makanan kemasan per bulan. Hampir dua pertiga (62.5%) rumah tangga di kota dan sebagian besar (85%) rumah tangga di desa mengeluarkan biaya untuk makanan kemasan pada kategori rendah. Tidak ada responden di desa yang memiliki pengeluaran pada kategori tinggi. Sebanyak 15 persen rumah tangga di perkotaan memiliki pengeluaran untuk makanan kemasan termasuk dalam kategori tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p-value=0.000) pengeluaran makanan kemasan antara wilayah perkotaan dan perdesaan.

Tabel 20 Sebaran pengeluaran (Rp/kap/bulan) dan data deskriptif pembelian makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis

Kategori pengeluaran makanan kemasan (Rp/kap/bulan)

Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Rendah (25 000-196 668) 25 62.5 34 85.0

Sedang (196 669-368 334) 9 22.5 6 15.0

Tinggi (368 335-540 000) 6 15.0 0 0.0

Min-max 25 000-540 000 32 500-350 000

Rata-rata ± SD 196 037.50±1.43 108 837.50±74 343.3

p-value 0.000**

Ket: **nyata pada p-value<0.01

(40)

25

makanan kemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada pengeluaran per kapita makanan kemasan antara rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan. Rata-rata alokasi pengeluaran makanan kemasan per kapita rumah tangga di perkotaan lebih tinggi daripada rata-rata alokasi pengeluaran makanan kemasan per kapita rumah tangga di perdesaan. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan tingkat kebutuhan di wilayah perkotaan dan di perdesaan. Rumah tangga perdesaan sebagian besar mencukupi kebutuhan pangan dengan makanan non kemasan (Craig dan Douglas 2011).

Tabel 21 menunjukkan alokasi pengeluaran rumah tangga per kapita untuk pembelian per jenis produk makanan kemasan dalam sebulan. Pada produk susu dan olahannya, sebanyak 70 persen rumah tangga di perkotaan memiliki pengeluaran per kapita untuk makanan kemasan dengan kategori rendah perbulannya, sedangkan sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan memiliki pengeluaran per kapita pada selang tersebut. Sebesar 15 persen rumah tangga di perkotaan membeli susu dan olahannya pada kisaran Rp30 001.00-Rp60 000.00. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang nyata pada pengeluaran per kapita antara rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan.

Tabel 21 Jumlah pengeluaran (Rp/kap/bulan) per jenis makanan kemasan berdasarkan lokasi geografi

Jumlah pengeluaran (Rp/kap/bulan)

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan

K

Ket: K=Kota; D=Desa; *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01

Pada produk makanan ringan, sebesar 65 persen rumah tangga di wilayah perkotaan memiliki pengeluaran per kapita untuk produk tersebut pada selang kurang dari Rp15 000.00. Sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan juga mengalokasikan pengeluaran makanan ringan pada selang yang sama. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p=0.001) pada rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan terkait pengeluaran per kapita per bulan untuk makanan ringan (Tabel 21).

(41)

26

Rp60 000.00. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p=0.016) antara rumah tangga perkotaan dan perdesaan terkait pengeluaran per kapita per bulan untuk mie instan (Tabel 21).

Hubungan Karakteristik Responden, Karakteristik Keluarga, Pengeluaran Makanan Kemasan,

dan Kerawanan Konsumen

Berdasarkan hasil uji korelasi pada Tabel 22 menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata dan positif antara lama pendidikan suami dengan pengeluaran makanan kemasan (r=0.349; p=0.002). Lama pendidikan istri dan total pengeluaran makanan kemasan juga menunjukkan hubungan positif dan nyata (r=0.308; p=0.005). Artinya, semakin tinggi pendidikan istri maupun pendidikan suami maka semakin tinggi pengeluaran makanan kemasan.

Tabel 22 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik responden, pengeluaran makanan kemasan, dan kerawanan konsumen

Usia suami (tahun) -0.285** 0.140tn

Usia istri (tahun) -0.292** 0.123 tn

Besar keluarga (orang) -0.277* 0.011 tn

Lama pendidikan suami (tahun) 0.349** -0.430**

Lama pendidikan istri (tahun) 0.308* -0.502**

Pendapatan keluarga (Rp/kap/bulan) 0.219 tn -0.092 tn

Pengeluaran keluarga (Rp/kap/bulan) 0.291** -0.112 tn

Pengeluaran makanan kemasan (Rp/kap/bulan)

1.000 -0.418**

Kerawanan konsumen (skor) -0.418** 1.000

Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01; tn=tidak nyata

Lama pendidikan suami menunjukkan hubungan negatif dan nyata terhadap kerawanan konsumen (r=-0.347; p=0.002). Lama pendidikan istri juga berhubungan negatif signifikan dengan kerawanan kosumen (r=-0.387; p=0.000). Hasil tersebut berarti semakin lama pendidikan suami maupun pendidikan istri maka kerawanan konsumen semakin rendah (Tabel 22).

Usia istri (r=-0.292; p=0.009) dan usia suami (r=-0.285; p=0.010) menunjukkan hubungan nyata dan negatif dengan pengeluaran makanan kemasan. Artinya, semakin tinggi usia istri maupun usia suami maka pengeluaran makanan kemasan semakin rendah. Besar keluarga menunjukkan hubungan nyata dan negatif (r=-0.277; p=0.013). Hal ini berarti semakin besar keluarga responden maka semakin rendah pengeluaran makanan kemasan (Tabel 22).

(42)

27

kemasan maka semakin tinggi kerawanan konsumennya. Pengeluaran keluarga menunjukkan hubungan nyata dan positif dengan pengeluaran makanan kemasan. Artinya, semakin tinggi pengeluaran total keluarga maka semakin tinggi pengeluaran makanan kemasan.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kerawanan Konsumen

Tabel 23 menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerawanan konsumen setelah dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Variabel bebas yang termasuk dalam model adalah usia responden, besar keluarga, lokasi geografis, lama pendidikan, pendapatan per kapita keluarga, pengeluaran per kapita keluarga, dan pengeluaran makanan kemasan per kapita. Hasil uji untuk peubah yang memengaruhi kerawanan konsumen menghasilkan koefisien determinasi (Nagelkekre R square) sebesar 0.304, yang berarti 30.4 persen kerawanan konsumen dapat dijelaskanoleh peubah yang ada dalam model dan 69.6 persen sisanya dijelaskan oleh peubah lainnya, seperti sumber informasi dan kelompok sosial yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Lokasi geografi berpengaruh nyata negatif terhadap kerawanan konsumen, yang berarti peluang responden untuk mengalami kerawanan jika tinggal di perkotaan adalah 4.81 kali lebih rendah dibanding perdesaan.

Tabel 23 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kerawanan konsumen

Peubah independen Kerawanan konsumen (1=rawan, 0=tidak rawan)

Β Sig Exp(B)

Usia responden (tahun) -0.072 0.077tn 0.930

Besar keluarga (orang) 0.027 0.931 tn 1.027

Lokasi geografis

(1=perkotaan, 0=perdesaan)

-1.570 0.044* 0.208

Lama pendidikan responden 0.639 0.555 tn 1.894

Pendapatan total keluarga

Nagelkekre R Square 0.304

Sig. 0.000**

Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01; tn=tidak nyata

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Pembelian Makanan Kemasan

(43)

28

makanan ringan secara nyata adalah pengeluaran seluruh jenis makanan kemasan (β=0.444; p-value=0.001).

Tabel 24 Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan kemasan

Variabel independen Susu dan

olahannya

Lama pendidikan responden(tahun) -0.046 tn -0.069 tn -0.082tn

Pendapatan total keluarga

Ket: *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value<0.01; tn=tidak nyata

(44)

29

Tabel 25 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran makanan kemasan

Ket : *nyata pada p-value<0.05; **nyata pada p-value <0.01; tn=tidak nyata

PEMBAHASAN

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perilaku pembelian terhadap kerawanan konsumen. Perilaku pembelian meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya (Sumarwan 2002). Pada penelitian ini, perilaku pembelian meliputi jenis produk yang dibeli, waktu pembelian, tempat pembelian, cara pembayaran, pertimbangan merek, dan pengeluaran untuk pembelian produk makanan kemasan.

Berdasarkan survei sebelum penelitian, jenis produk makanan kemasan yang sering dibeli oleh rumah tangga baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan adalah susu dan olahannya, makanan ringan, makanan kaleng, makanan bayi, dan mie instan. Setelah penelitian diperoleh data bahwa rumah tangga di wilayah perkotaan dan perdesaan sebagian besar mengonsumsi produk susu dan olahannya, makanan ringan, dan mie instan. Oleh karena itu, untuk pembahasan selanjutnya difokuskan pada ketiga produk tersebut.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran tentang kerawanan konsumen dan perilaku
Gambar 2 Teknik pengambilan contoh
Tabel 1 Variabel penelitian, skala data, dan kategori
Tabel 2 Rata-rata dan uji beda karakteristik responden dan keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, evaluasi harga serta evaluasi penilaian kualifikasi penawaran oleh Pokja ULP Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pengairan,

Materi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah algoritma Neural Network yang dilihat dari variabel – variabel seperti varian Jenis industri hilir aluminium

Melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem dan prosedur juga merupakan suatu bentuk telah membutikan bahwa fungsi budaya dalam organisasi telah berjalan dengan baik,

Sesuai dengan T FLORIST MURAH | BELI BUNGA | FLORIST TOKO BUNGA DI AMBO N no 2 di atas harga bunga dekoran di FLORIST MURAH | BELI BUNGA | FLORIST TOKO BUNGA DI AMBO N ini di

The research was conducted from September to November, 2014. Its objective was 1) to analyze internal and external factors which influenced the strategy of developing

Bila kemungkinan terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atu meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah

Pendapatan masyarakat yang mengacuh pada produk domestik bruto sangatlah berpengaruh terhadap kinerja indutsri perbankan dalam merealisasikan dana kredit UMKM,

Guna memenuhi tuntutan lingkungan yang selalu berubah serta untuk menjaga keberlangsungan usaha organisasi diperlu sistem yang selalu dapat digunakan untuk