PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN
YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )
Oleh
Sofhal Jamil NIM: 104052001998
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN
YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )
Oleh
Sofhal Jamil NIM: 104052001998 Di Bawah Bimbingan,
Nurul Hidayati S.Ag. M.Pd. NIP: 150 277 649
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 1 November 2009
ABSTRAK Sofhal Jamil
PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN
KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK
Akselarasi modernisasi yang begitu cepat bagi kota-kota Negara berkembang telah menyisakan berbagai problema sosial. Arus modernisasi telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan ( enclave ) di sudut-sudut kota. Akibatnya persingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta minimnya lapangan kerja pada gilirannya melihkan profesi-profesi yang kurang terhormat, di samping menyertakan pula berbagai patologis sosial lainnya,seperti perampokan, pelacuran dan lain sebagainya. Dari akar sosial inilah munculnya latar sosial,seperti anak-anak kurang mampu yang pada umumnya meliputi kelompok anak-anak yatim,fakir miskin,dan anak-anak terlantar.
Islam mengajarkan agar anak-anak kurang mampu diasuh sebaik-baiknya.baik yang menyangkut perkembangan kejiwaannya maupun yang menyangkut kebutuhan jasmananya.
Apabila pengalaman hidup semasa kecil itu banyak mengandung nilai-nilai agama dimasa kecilnya,maka dalam kepribadiannya akan tertanam sifat-sifat yang baik.Sebaliknya jika bertolak belakang dengan agama maka jiwanya akan mudah labil,serta terbawa arus pergaulan yang tanpa batas.
KATA PENGHANTAR
Al-Hamdulillah Puji syukur ke-hadirat Allah SWT. Ilaahi Robbi. Karena
atas segala limpahan Rahmat dan Ridho-Nya serta nikmat dan bambina-Nya,
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi inin yang berjudul “ Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim DI Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok ” sesuai dengan harapan dan jadwal yang ditentukan.
Dalam penyusunan skripsi ini kami menyadari bahwa tidak akan
terselesaikan dengan sendirinya melainkan berkat bantuan dari semua pihak. Oleh
karena itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik moril maupun materil. Ucapan
terima kasih yang tak akan sanggup terbilang ini khususnya kepada:
1. Bapak DR. Arif Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas akwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. M. Luthfi, M.A., dan ibu Dra. Nasichah, M.A., selaku ketua
dan sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah
memberikan perhatiannya demi peningkatan kualitas penulis sebagai
mahasiswa BPI.
3. Ibu Nurul Hidayati S.Ag M.Pd. Selaku pembimbing, mengarahkan dan
menunjukan serta membantu dalam penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mengamalkan
5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syrif Hidayatullah Jakarta dan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk
mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini.
6. Ayah (Al-Marhum wal Magfur lahu) dan Umi tercinta yang telah
melahirkan, dan tiada henti-hentinya merawat,membesarkan,membiayai
dan mendidik serta memenuhi kebutuhan kami sejak kecil sampai saat ini.
7. Bapak Ust. Abdul Wahab SM. Selaku pimpinan Yayasan Islam Al-Akhyar
beserta seluruh pihak yayasan yang telah membantu dan memberikan izin
untuk mendapatkan data yang kongkrit dan aktual sehhingga penelitian ini
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
8. KH.Muhammad Nurul Haq bin H. Diman Hasyim beserta istri dan buah
hatinya Muhammad Aqil Kamil ( Mataa’anallahu bituli hayatihim) yang
tiada henti memberikan do’a dan motivasi bagi penulis serta memberikan
sesuatu yang indah sehingga skripsi ini berjalan dengan lurus dan lancar.
9. KH. Muhammad Supriadi AM SE ( Pimpinan Pon-Pes Riyadlul jannah )
dan seluruh Alumni PPRJ,yang telah mendidik penulis sehingga mampu
untuk menyusun skripsi ini
10.Rekan-rekan jurusan BPI seperjuangan
,(Habibi,asep,samsul,kafid,kohari,syujai,abdulloh,kasyifah ) serta
semuanya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,baik
tenaga,pikiran maupun waktunya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat
11.Rekan Remaja Islam Jami Al-Makmur ( RISMA ) khususnya bang punadi
BA.,Nasruli,deni,arif,salman,soleh,lutfi,obet,daus,aang,apan,hadi,eer,pulo
h,
pipih,serta Remaja Islam Al-Kahfi ( KELARAS ), khususnya
Komeng,obung,bonang,ijal,tami,abdilah,ages,mbim,sahrondi dan bang
wahid dan tidak lupa “ Fahrijal rifa’i “ yang banyak memberikan
kontribusi kepada penulis,sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan
cepat dn lancar.
Akhirnya kepada-Nya lah memohon Ridho dan pertolongan. Penulis
berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua dan menambah khazanah
pengetahuan walaupun belum maksimal.
Ciputat, November 2007
DAFTAR ISI LEMBAR
PERNYATAAN………iii ABSTRAK……… …iv
KATA
PENGHANTAR………..v DARTAR
ISI………..viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah...
B. Pembatasan dan Perumusan
Masalah...
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian...
D. Metodologi
Penelitian...
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Bimbingan
Agama………
B. Kemandirian...
1. Pengertian Kemandirian...
2. Ciri-Ciri Orang Yang
Mandiri...
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian...
C. Anak Yatim...
1. Pengertian Anak
Yatim...
2. Batas Usia Baligh Anak
Yatim...
3. Pandangan Islam Terhadap Anak
Yatim...
BAB III TINJAUAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Profil Yayasan Pon-Pes Yatim
Al-Akhyar...
B. Tujuan dan Fungsi
Yayasan...
C. Bidang
Kegiatan...
D. Fasilitas dan Sarana
BAB IV ANALISA PERAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PON-PES YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI KOTA DEPOK
A. Perananan Pembimbing Agama Bagi Kemandirian Anak
Yatim…
B. Bimbingan Yang
Digunakan………
C. Pendekatan Yang
Digunakan………..
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………
….
B. Saran………
…
DAFTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akselarasi modernisasi yang begitu cepat bagi kota-kota Negara
berkembang telah menyisakan berbagai problema sosial. Arus modernisasi
telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan ( enclave ) di sudut-sudut kota.
Akibatnya persingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta
minimnya lapangan kerja pada gilirannya melihkan profesi-profesi yang
kurang terhormat, di samping menyertakan pula berbagai patologis sosial
lainnya, seperti perampokan, pelacuran dan lain sebagainya. Dari akar sosial
inilah munculnya latar sosial, seperti anak-anak kurang mampu yang pada
umumnya meliputi kelompok anak-anak yatim, fakir miskin dan anak-anak
terlantar.
Islam mengajarkan agar anak-anak kurang mampu diasuh
sebaik-baiknya.baik yang menyangkut perkembangan kejiwaannya maupun yang
menyangkut kebutuhan jasmananya.
Apabila pengalaman hidup semasa kecil itu banyak mengandung
nilai-nilai agama dimasa kecilnya, maka dalam kepribadiannya akan tertanam
sifat-sifat yang baik. Sebaliknya jika bertolak belakang dengan agama maka
jiwanya akan mudah labil, serta terbawa arus pergaulan yang tanpa batas.
Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka
mendidiknya sebagaimana Hadist Rosulullah SAW.”Setiap anak manusia
yang baru lahir, adalah dalam keadaan suci, bersih, hingga lisannya dapat
mengungkapkan kehendaknya, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan
Yahudi,Nasrani, atau Majusi.” (HR: Muslim).1
Kita semua tahu bahwa seorang anak memerlukan seorang ayah dan
ibu.Namun apabila salah satu dari kedua orang tua telah tiada, mereka akan
kehilangan seorang tokoh panutan yang sekarang ini menjadi panutan dan
tempat pengaduan. Pada umumnya pengalaman hidup yang dijalankan ketika
dewasa sangat di tentukan oleh keadaannya diwaktu kecil bersama
orangtuanya.
Sebagaimana Danny I Yatim menyatakan:
”Orang tua adalah figur yang bertanggung jawab dalam proses
pembentukan kepribadian remaja,sehingga diharapkan dapat memberikan
arah memantau, mengawasi dan membimbing perkembangan remaja ke arah
memadai”.2
Rosulullah SAW. Di masa lahir tidak sempat merasakan bimbingan
dari ayahnya, di usia anak-anak, beliau telah di tinggal oleh ibunya, masa kecil
beliau adalah sebagai anak yatim piatu, namun beliau sangat sayang dan
perhatian terhadap anak-anak yatim, beliau senantiasa memerintahkan
orang-orang mukmin agar menyayangi dan mengasihi mereka.
1
! " # $ % # & '
-Nabi Muhammad SAW bersabda; ”Rumah yang paling dicintai adalah
rumah yang didalamnya seorang anak yatim hidup terhormat”.3
Menngasuh anak-anak yatim sebaiknya di dalam rumah tangga agar
perkembangan jiwanya lebih baik, tidak tersaing dari kehidupan anak-anak
pada umumnya. Jika keadaan tidak memungkinkan, tidak ada halangannya di
asuh dipanti asuhan sebagaimana dapat kita saksikan di banyak tempat.Bila
anak-anak kurang mampu diasuh di panti asuhan, yang harus menjadi
perhatian ialah bagaimana mengatasi kejiwaan anak-anak kurang mampu
jangan sampai merasakan kekurangannya hingga merasa rendah diri terhadap
anak-anak yang lain yang lebih mampu.
Dengan demikian di panti asuhan tersebut harus di tumbuhkan
kemandiriaannya, rasa harga dirinya, di timbbulkan kepercayaannya terhadap
kemampuannya untuk hidup wajar sebagai manusia yang terhormat, tidak
beda dengan anak-anak lainnya yang lebih mampu.
Dari uraian dan fenomena yang tersebut di atas, maka penulis tertarik
untuk menelitinya yang nantinya di harapkan akan menjadikan pelajaran yang
berharga bagi penulis dan bermanfaat bagi masyarakat.
Hal ini tertuang dan tertulis dalam skripsi yang berjudul ” Peranan
pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak
Yatim ” Di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji – Kota
Depok.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
. * * ! " # $ % #
1. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis
perlu memberikan batasan-batasan yang di tentukan sebelumnya. Untuk
itu penulis hanya akan membatasi pada peran bimbingan agama dalam
mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim, yang dilakukan oleh
Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis dapat
merumuskan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu :
a. Bagaimana peranan pembimbing agama dalam mewujudkan
kemandirian bagi anak-anak yatim di Pondok Pesantren Yatim
Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok ?
b. Bagaimana peranan pembimbing agama yang seharusnya,sesuai
dengan keinginan masyarakat yang ada ?
c. Apakah sesuai peranan pembimbing agama dalam mewujudkan
kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren
Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, dengan keinginan
masyarakat ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menggambarkan peranan pambimbing agama di Pondok Pesantren Yatim
terhadap anak-anak yatim. Selanjutnya akan dijabarkan tujuan secara
khusus yaitu :
a. Untuk mengetahui peranan pambimbing agama dalam mewujudkan
kemandirian bagi anak-anak yatim, di Pondok Pesantren Yatim
Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok.
b. Untuk mengetahui peranan pembimbing agama dalam mewujudkan
kemandirian bagi anak-anak yatim menurut keinginan masyarakat.
c. Untuk mengetahui kesesuaian peranan pembimbing agama dalam
mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim, yang ada di Pondok
Pesantren Yatim Al-akyar Keurahan Beji, Kota Depok, dengan yang
diinginkan oleh masyarakat.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan diatas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah :
a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau masukan
bagi penulis khususnya, dan instansi terkait atau masyarakat yang
berkepentingan dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak
yatim dengan bimbingan agama.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
pihak Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar yang bersangkutan dalam
aktifitasnya untuk lebih memberdayakan dan mewujudkan
kemandirian anak-anak yatim.
Dalam hal ini, penelitian yang penulis lakukan pada metododogi
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini berlokasi di Pondok Pesantren Yatim
Al-Akhyar Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok.Adapun waktu
pelaksanaan dalam penelitian yaitu pada bulan Agustus 2009, sampai
dengan Oktober 2009.
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah satu orang Pimpinan Pondok
Pesantren Yatim Al-Akhyar dan dua orang staf dewan guru dan dua
orang masyarakat.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah peranan pembimbing agama di
Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar.
3. Jenis Penelitian
Jenis yang digunakan penulis pada penelitian yang berjudul
”Peranan Pembimbingan Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi
Anak-Anak Yatim” Di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan
Beji, Kota Depok. Yaitu menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Yang dimaksud dengan deskriptif yaitu data yang
dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka.4
4. Teknik Pengumpulan Data
, / 0 ) 1' ' & ( 2' 3
Adapun teknik dalam pengumpulan data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini meliputi :
a. Dokumentasi, yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang di
butuhkan mengenai masalah terkait melelui sumber-sumber yang
ada,juga menelaah dokumen dan arsip yang dimiliki yayasan.
b. Observasi atau pengamatan langsung di Pondok Pesantren Yatim
Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, guna menyelami dan
memperoleh gambaran yang jelas tentang peranan pembimbing agama
dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim (di utamakan
yatim yang bermukim), penulis ikut terjun langsung dalam proses
tersebut bersama staf dewan guru, dan masyarakat .
c. Wawancara langsung secara mendalam terhadap pihak yayasan
tersebut dan masyarakat yang terkait di dalamnya jajaran staf dewan
guru untuk mendapatkan data yang di butuhkan.
5. Teknik Analisis Data
Yang dimaksud analisa adalah satu proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam
teknis analisis data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif,
dimana semua data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan
wawancara, lebih dulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang
telah ditetapkan, lalu menganalisanya secara sistematis. Penulis juga
menggunakan teori untuk dapat membahas masalah penelitian.
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta cetakan kedua tahun 2007 .Sedangkan penerjemahan
ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan sumber Al-Qur’an dan Terjemahnya
yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis melakukan penelitian
lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka
langkah awal yang penulis lakukan adalah menelaah terlebih dahulu skripsi
dan penelitian sebelumya yang mempunyai judul atau objek dan subjek
penelitian yang sama atau hampir sama dengan yang akan penulis teliti.
Tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti
sekarang tidak sama dengan penelitian dari skripsi terdahulu.
Setelah penulis mengadakan suatu tinjauan kepustakaan penulis
menemukan skripsi yang memiliki judul hampir sama dengan yang akan
penulis teliti, judul skripsi tersebut adalah ” Upaya Bimbingan dan Konseling
Dalam Menumbuhkan Kemandirian Anak Tuna Grahita di SLB Negeri
Kapten Halim Purwakarta ”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah Maemanah
Sa’diah.
Dalam hasil karya ilmiahnya peneliti meneliti tentang : bentuk
keorganisasian bimbingan dan konseling Tuna Grahita SLB Negeri Kapten
Halim Purwakarta, metode bimbingan dan konseling dalam menumbuhkan
karya ilmiah Maemanah Sa’diah menekankan pada metode bimbingan dan
konseling dalam menumbuhkan kemandirian anak tuna grahita.
Sedangkan, penelitian yang penulis lakukan tantang peranan
pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di
pon-pes yatim Al-Akhyar, bagaimana peranan pembimbing agama dalam
mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim.
Demikianlah perbedaan pokok bahasan pemateri antara yang penulis
teliti dengan peneliti sebelumnya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis
akan memberikan penjelasan dan gambaran ke dalam beberapa bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan : Dalam bab ini penulis menggambarkan beberapa hal yang meliputi tentang latar belakang yang menjadi awal
pemikiran dalam mengambil judul skripsi ini, perumusan dan pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian tinjauan
pustaka, serta sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teoritis : Dalam bab ini penulis memaparkan teori-teori tentang peranan, bimbingan agama, kemandirian yang didalamnya
menerangkan pengertian kemandirian, ciri-ciri orang yang mandiri, dan
faktor-faktor yang mepengaruhi kemandirian. Dan yang terakhir membahas
tentang pengertian anak yatim.
Al-Akhyar ke dalam beberapa aspek yang terdiri dari sejarah berdirinya, visi
dan misi, bidang cakupan kegiatan fasilitas dan sarana penunjang bagi
anak-anak yatim yang bermukim.
Bab IV Temuan dan analisa data : Pada bab ini terdiri dari deskripsi dan analisis data peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian
bagi anak-anak yatim di Pon-Pes Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota
Depok, kemudian peranan pembimbing agama yang diinginkan masyarakat,
serta kesesuaian peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian
bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar
Kelurahan Beji, Kota Depok, dengan keinginan masyarakat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Peranan Pembimbing Agama 1. Pengertian Peranan
Peranan kata dasarnya adalah “peran” yang berarti perangkat tingkah yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.5 Dalam
kamus modern, peran diartikan sesuatu yang menjadi kegiatan atau memegang
pemimpin yang utama.6 Sedangkan dalam kamus ilmiah populer, peran
mempunyai arti orang dianggap sangat berpengaruh dalam kelompok
masyarakat dan menyumbangkan pemikiran maupun tenaga demi suatu
tujuan.7 Kata peran dapat berakhiran “an” menjadi peranan yang mempunyai
arti tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa.8
David Berry mendefinisikan “peranan” sebagai seperangkat
harapan-harapan yang dikenalkan pada individu yang menempati kedudukan sosial
tertentu.9 Harapan-harapan tersebut, merupakan imbangan dari norma-norma
sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan tersebut ditentukan
5
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2,
h. 854
6
Wjs. Poerwadarminta, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet. Ke-2, h. 473
7
Media Center, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Mitra Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 251
8
Depdiknas, op. cit., h. 854
9
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk
melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya.
Dalam persepektif ilmu psikologi sosial “peranan didefinisikan dengan
suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seorang
yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu”.10
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa peranan adalah bagian yang
dimiliki seseorang dalam suatu kegiatan atau peristiwa di masyarakat baik
dengan menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.
2. Pengertian Pembimbing Agama
Menurut kamus bahasa Indonesia pembiming adalah orang yang
membimbing atau menuntun.11 Bimbingan merupakan terjemahan dari kata
bahasa Inggris “guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti
“menunjukan”
A.M. Romly berpendapat bimbingan adalah “bantuan atau pertolongan
yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar supaya individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya”.12
Dewa Ketut Sukardi berpendapat bimbingan adalah sebagai suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan sacara berkesinambungan
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup
10
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Eresco, 1988), h. 135
11
Depdiknas, op. cit., h. 152
12
A. M. Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, (Jakarta: PT Bina
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan
dan keadaan lingkunan sekolah, keluarga, dan masyarakat.13
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembimbing adalah
seseorang yang memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik
itu individu maupun kelompok yang dilakukan secara berkesinambungan agar
individu tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan
potensi atau kemampuannya.
Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ad-din”,
religi (relegere, religare) dan agama. Dalam bahasa arab berarti menguasai,
menundukan, patuh, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari religi (latin) atau
relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti
mengikat. Adapun kata agama terdiri dari dua suku kata “a” berarti “tidak” dan
“gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun
temurun”.14
Berdasarkan dari pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun Nasution
inti sari dari agama adalah ikatan-ikatan yang harus dipatuhi atau harus
dipegang manusia, yang merupakan kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan
manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca
indera. Namun mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap
kehidupan manusia sahari-hari.15
13
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan danKonseling,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 18
14
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universita Indonesia
Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 9-10
15
Quraish Shihab berpendapat bahwa agama adalah hubungan antara
makhluk dan khalik. Hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta
tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap
kesehariannya.16
Glock dan Stork (1996) sebagaimana yang dikutip Djamaludin Ancok
mengemukakan bahwa agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem
nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat
pada persoalan-persoalan yang dihadapinya sebagai yang paling dimaknai.17
Sedangkan Hendro Puspito mendefinisikan agama sebagai suatu sistem
kepercayaan dan praktek dengan nama suatu masyarakat atau kelompok
manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir di dunia ini.18
Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas penulis mencoba
memahami bahwa agama adalah sebuah sistem kepercayaan yang diyakini
sebagai kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan menusia dimana manusia
berserah diri kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya manusia menjalani ritual
keagamaan tersebut yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari.
Sehingga dari pengertian pembimbing dan agama di atas maka dapat
dijelaskan bahwa pembimbing agama adalah seseorang yang memberikan
bimbingan berupa agama Islam kepada klien dengan bantuan secara mental
spiritual yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga klien dapat
16
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), Cet. Ke-2, h. 210
17
Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam atas Problem-Problem
Psikolog, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. Ke-2, h. 76
18
memahami dirinya sendiri dan mampu mengatasi segala permasalahan yang
dihadapinya dengan tetap berserah diri kepada Allah, sehingga dapat
membantu klien mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk
sosial.
3. Tujuan dan Fungsi Pembimbing Agama
Pembimbing agama seperti yang dikemukakan di atas adalah seseporang
yang memberikan bimbingan berupa agama Islam. Adapun tujuan bimbingan
agama Islam sendiri menurut Aunur Rahim Faqih bahwa dengan membagi
secara umum dan khusus yang dirumuskan sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Membatu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya
agar mencapai kebahagian di dunia dan di akherat
b. Tujuan Khusus
1) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
2) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik,
sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang
lain.19
Sedangkan fungsi dari bimbingan agama Islam menurut Ahmad Mubarok,
dapat dibagi menjadi empat tingkatan.
1. Fungsi pencegahan atau preventif, yaitu membantu individu menjaga
atau mencegah timbulnya masalah bagi klien, fungsi ini ditujukan
19
Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta UI Press, 2001),
kepada orang-orang yang selalu disibukan oleh duniawi dan materi
atau orang yang menghadapi keruwetan hidup.
2. Fungsi kuratif atau korektif yaitu memberi bantuan kepada klien dalam
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya atau dialaminya.
3. Fungsi pemeliharaan atau preservatif, yaitu membantu klien yang
sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah
dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk semacam
klub yang anggotanya para klien atau eks-klien dengan menawarkan
program-program yang terjadwal misalnya ceramah keagamaan atau
keilmuan, dll.
4. Fungsi pengembangan atau developmental, yaitu pembimbing atau
konselor dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh
agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan
yang lebih baik.20
Sedangkan menurut M. Arifin, agar tugas sebagai pembimbing agama
dapat dilaksanakan dengan baik, maka bimbingan dan penyuluhan harus
dilakukan fungsi sebagai berikut :
1. Mengusahakan agar anak bimbing dapat terhindar dari segala
gangguan dan hambatan yang mengancam kelancaran proses
perkembangan dan pertumbuhan yaitu gangguan berupa
mental/spiritual, dan hambatan yang berupa jasmaniah (fisik)
20
2. Membantu memecahkan kesulitan yang dialami oleh tiap anak
bimbing
3. Melakukan pengarahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
bimbing sesuai dengan kenyataan bakat, minat, dan kemampuan yang
dimiliki sampai kepada titik optimal yang mungkin dicapai.
Fungsi khusus bimbingan dan penyuluhan adalah :
1. Fungsi menyesuaikan pribadi anak bimbing dengan kemajuan dalam
perkembangannya secara optimal.
2. Fungsi mengadaptasikan program pelajaran agar sesuai dengan bakat,
minat, kemampuan serta kebutuhan anak bimbing.21
B. Kemandirian
Dalam rangka memahami apa yang dimaksud dengan kemandirian, maka
ada baiknya diketahui dahulu pengertian kemandirian. Definisi kemandirian
telah banyak diungkap oleh para ahli meskipun dalam memberikan
pengertiannya merka menggunakan istilah yang berbeda-beda.
1. Pengertian Kemandirian
Para ahli psikologi telah membuat rumusan tentang pengertian
kemandirian. Dalam Kamus Psikologi, yang ditulis oleh A. Budiardjo et. al,
Independensi atau kemandirian adalah suatu kecenderungan tidak bergantung
pada orang lain dalam membuat keputusan.
21
Bhatia memberikan pengertian kemandirian dengan menggunakan istilah
independency yaitu “kemandirian merupakan perilaku yang aktivitasnya
diarahkan kepada diri sendiri, tanpa mengharapkan pengarahan dari orang lain
dan berusaha untuk mencoba menyelesaikan permasalaahnya sendiri tanpa
meminta bantuan kepada orang lain”.
Seifert dan Hoffnung menyebut kemandirian dengan menggunakan istilah
autonomi yaitu, kemampuan untuk menentukan dan mengatur baik pikiran,
perasaan maupun tindakannya sendiri secara bebas dan bertanggungjawab
yang ditunjukan dengan kemampuan untuk membuat pilihan sendiri.
Sedangkan menurut Seto Mulyadi, pengertian kemandirian bukan hanya
sekedar berkaitan dengan hal-hal yang bersifat psikologis seperti kemampuan
untuk menentukan pilihan atau keputusannya sendiri.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian kemandirian adalah kemampuan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri baik fisik maupun psikis
tanpa bantuan dari orang lain, yang meningkat seiring dengan tingkat
kematangannya, dimana di dalamnya mengandung kebebasan, inisiatif,
kepercayaan diri yang kuat, ketegasan diri dan bertanggungjawab.
Namun demikian, dalam konteks anak jalanan atau anak-anak secara
umum pengaruh lingkungan sekitarnya sangat berpengaruh dalam membentuk
pola kehidupan mereka. Artinya bahwa kemandirian yang ada pada diri anak
jangan dibiarkan berkembang tanpa adanya arahan dan bimbingan. Arahan dan
2. Ciri-ciri Orang yang Mandiri
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting
dimiliki setiap individu, sebab selain dapat mempengaruhi performance
seseorang, kemandirian juga dapat membantu seseorang mencapai tujuan
hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan.
Sebagai salah satu aspek kepribadian, kemandirian meliputi aspek fisik
maupun psikis seseorang. Setiap aspek kepribadian itu meliputi sistem-sistem
psikofisik yang mencakup aspek interpersonal (antara seseorang dengan orang
lain). Kemandirian merupakan suatu kemampuan untuk mengatur tingkah
laku, orang lain atau tergantung pada orang lain.
Untuk memperoleh gambaran bagaimana yang disebut dengan orang yang
mandiri, maka perlu diketahui ciri-ciri orang mandiri. Diantaranya:
a. Memiliki kebebasan untuk bertingkah laku, membuat keputusan dan
tidak merasa cemas, takut dan malu jika keputusan yang diambil tidak
sesuai dengan keyakinan dan pilihan orang lain.
b. Mempunyai kemampuan untuk menemukan akar masalah, mencari
alternatif pemecahan masalah, mengatasi masalah dan berbagai
tantangan serta kesulitan lainnya, tanpa bimbingan dari orang lain dan
dapat mandiri dalam membuat keputusan dan melaksanakan keputusan
yang diambil.
c. Mampu mengontrol dirinya dan perasaannya agar tidak memiliki rasa
takut, ragu, cemas, tergantung dan marah yang berlebihan dalam
d. Mengandalkan diri sendiri untuk menjadi penilai mengenai apa yang
terbaik bagi dirinya, serta berani mengambil risiko atas perbedaan
kebutuhan dan nilai-nilai yang diyakini serta perselisihan dengan
orang lain.
e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, yang
diwujukan dalam kemampuannya membedakan kehidupan dirinya
dengan kehidupan orang lain, namun tetap menunjukan loyalitas.
f. Mempunyai inisiatif yang baik melalui ide-idenya dan sekaligus
mewujudkannya dengan disertai kemauan untuk mencoba hal yang
baru.
g. Memiliki kepercayaan diri yang kuat dengan menunjukan keyakinan
atas segala tingkah laku yang dilakukannya dan menunjukan sikap
tidak takut menghadapi suatu kegagalan.
Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas, maka anak jalanan mempunyai
ciri-ciri tersebut. Persoalannya adalah kemandirian yang dimiliki oleh
anak-anak jalanan yang hidupnya luntang-lantung tanpa adanya bimbingan dan
arahan tidak menutup kemungkinan mereka emnjadi preman yang
perbuatannya sering merugikan orang lain. Dan ini telah menyimpang dari arti
kemandirian sebenarnya.
Kalangan psikolog mengakui bahwa anak-anak jalanan, yang tak
tertangani dengan baik , pada akhirnya bisa menjadi sumber benih
kriminalitas. Kisah hidup orang-orang yang menjadi penjahat keji, sebagian
besar mempunyai riwayat sebagai anak jalanan. Salah satu di antaranya adalah
Pemikiran yang melandasi lahirnya Konvensi Hak Anak adalah “anak
adalah asset masa depan. Kegagalan dalam memahami kebutuhan anak akan
berujung pada kegagalan membantu anak untuk menjadi manusia mandiri,
yang dapat menentukan masa depannya sendiri, berarti gagal menyambung
sebuah generasi. Sudah semestinya, anak diberi ruang untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya menuju kematangan dan
kemandirian”.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian.
Kemandirian tidak bisa terjadi begitu saja, karena dalam membentuk
perilaku mandiri harus memperhatikan beberapa faktor penting yang
mempengaruhi kemandirian. Secara garis besar terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kemandirian, yaitu faktor internal (mencakup faktor
perkembangan dan kematangan anak; serta faktor jenis kelamin) dan faktor
eksternal (mencakup faktor sosial dan budaya; faktor pola asuh; faktor ukuran
keluarga dan urutan kelahiran; dan faktor aktivitas orang tua terutama ibu).
a. Faktor Internal
Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri individu yang mencakup
antara lain:
1) Faktor Perkembangan dan Kematangan anak
Seiring dengan pertumbuhan usia dan tingkat kematangannya, manusia
memasuki tahap-tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang
berbeda-beda. Secara psikologis, sehubungan dengan tugas perkembangan tersebut,
manusia yang dewasa dan matang harus menjadi pribadi yang mandiri.
menggantungkan diri semakin berkurang dan seseorang yang mempunyai sifat
tergantung mempunyai pribadi yang tidak matang.
Dalam model perkembangannya, Erikson menunjukan adanya krisis
psikososial yang dialami oleh seseorang pada setiap tahap perkembangannya,
dimana krisis psikososial tersebut tampil dalam keadaan berlawanan yang
menunjukan atau menyelasaikan tekanan dan tuntutan lingkungan pada setiap
tahap perkembangan. Pada tahap muscular-anal, anak mengalami krisis antara
autonomy versus shame and doubt yaitu mandiri sebagai konsekuensi positif
dengan malu dan ragu sebagai konsekuensi negatif.
Keadaan mandiri dapat tercapai jika seseorang berhasil memecahkan
masalah yang dihadapinya dalam upaya perkembangan dirinya, mencapai
kebebasan dan mampu melakukan banyak hal sendiri. Sedangkan bila
seseorang gagal mengatasi tekanan-tekanan dan masalah yang dihadapi dalam
upaya yang memperoleh kebebasan dan mandiri, maka dia akan merasa malu
dan ragu akan kemampuannya sendiri.
Maccoby dalam Monks memjelaskan bahwa sebelum anak berusia kurang
lebih 8 sampai 12 tahun, orang tua lebih mendominasi. Selanjutnya terjadi
koregulasi (penentuan bersama). Pada tahap ini orang tua semakin
memberikan kebebasan menentukan sendiri pada anak dalam situasi self
regulation.
Sedangkan Monks mengatakan bahwa keinginan untuk berdiri sendiri dan
mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap
ketika seseorang telah mencapai usia dewasa yang penting dan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan pribadinya.
Dengan demikian kemandirian anak sangat perlu dirangsang pada saat
anak berada pada tahap muscular-anal, dimana anak mulai memiliki rasa ingin
bebas walaupun belum dapat mandiri secara sempurna. Pada usia inilah
langkah yang tepat bagi prang tua untuk memulai pemberian latihan
kemandirian pada anak, sambil tetap menyesuaikan denga tingkat
perkembangan dan kematangan anak.
Dengan memberikan latihan kemandirian yang cukup pada masa kecil
maka anak akan dapat diharapkan tumbuh menjadi manusia mandiri pada saar
dewasa, dimana pada masa ini terjadi transisi yaitu dari anak menuju dunia
dewasa yang dihadapkan pada berbagai tuntutan, untuk mandiri sehingga
dengan kemandirian tersebut akan terbentuklah identitas diri.
Untuk dapat membentuk identitas dirinya, seseorang harus dapat
mengintegrasikan seluruh identitas yang diperoleh sejak kecil menjadi
identitas yang menyeluruh. Kegagalan dalam mengintegrasikan identitas
sebelumnya menyebabkan kebingungan akan peran yang harus dijalani.
2) Faktor Jenis Kelamin
Pemberian perlakuan dan sikap yang berbeda terhadap anak laki-laki dan
anak perempuan disebabkan oleh anggapan bahwa mereks mempunyai
peranan yang berbeda di masyarakat. Pada laki-laki lebih diberi peran di area
publik yaitu di luar rumah, sedangkan perempuan mendapatkan peran lebih
pada wilayah intern atau domestik yaitu di dalam rumah. Hal ini menyebabkan
perempuan diserahi pekerjaan yang membutuhkan penampilan fisik,
sedangkan laki-laki diserahi pekerjaan yang membutuhkan penampilan otak
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan.
Akibatnya laki-laki diharapkan lebih kuat, mandiri, agresif, dan mampu
memanipulasi lingkungannya, berprestasi serta membuat keputusan.
Sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, sensitif dan keibuan.
Menurut Kagan dan Moss – sebagaimana dalam Watson dan Lindgren –,
laki-laki lebih aktif dalam upaya mencapai kemandirian karena masyarakat
cenderung lebih menurut adanya tingkah laku mandiri pada laki-laki daripada
perempuan. Masyarakat cenderung tidak dapat menerima apabila seorang
laki-laki menunjukan tingkah laku tergantung karena dianggap tidak pantas.
Apabila seorang laki-laki menunjukan tingkah laku yang tergantung maka
akan mendapat hukuman, sedangkan pada perempuan adanya tingkah laku
yang tergantung tidak diberi hukuman. Jadi perempuan lebih dapat diterima
bila bersikap tergantung.
Dengan demikian perbedaan sifat-sifat yang demikian lebih disebabkan
oleh perbedaan perlakuan yang diberikan kepada mereka. Anak laki-laki lebih
banyak diberi kesempatan untuk bersikap mandiri, berdiri sendiri dan
menanggung risiko, serta banyak dituntut untuk menunjukan inisiatif dan
originalitasnya daripada anak perempuan. Sehingga laki-laki cenderung lebih
aktif daripada perempuan dalam upaya memperoleh kemandirian dari orang
tua, tetapi perempuan dinilai lebih mandiri daripada laki-laki dalam masalah
emosi.
Adapaun faktor-faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar
yang mempengaruhi kemandirian seseorang meliputi antara lain:
1) Faktor Sosial dan Budaya
Manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya tidak bisa dilepaskan
dari kehidupan orang lain. Lingkungan yang ada di sekitar manusia itu
merupakan bagian penting yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan kepribadiannya. Lingkungan seseorang seperti lingkungan
keluarga, masyarakat, sekolah ataupun tempat individu tersebut tinggal akan
dapat membentuk pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan seseorang termasuk
kemandiriannya. Anak yang hidup di desa akan lebih cepat matang daripada
anak yang hidup di kota. Anak yang berasal dari keluarga kurang mampu lebih
cepat matang ketimbang anak yang berasal dari keluarga yang berkecukupan.
Demikian juga anak yang hidup di jalanan lebih cepat matang ketimbang anak
yang tinggal dengan keluarganya.
Dalam upaya pembentukan kemandirian ini perlu melihat konteks
lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat
sekitarnya. Hal ini karena konteks lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya
masyarakat, sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat akan arti
pentingnya kemandirian, yang juga sangat berpengaruh pada cepat dan
lambatnya pencapaian kemandirian seseorang.
Adanya perbedaan sosial dan budaya dapat pula mempengaruhi cara
orang tua mengasuh anak mereka. Terkadang ada orang tua yang kurang
memberikan dorongan kepada anak untuk mencapai kemandirian dan
beberapa budaya yang biasanya melakukan upacara adat bila anaknya mulai
memasuki usia remaja. Adanya upacara ini memberikan tanda pada anak
bahwa mereka sudah bukan anak-anak lagi, sehingga mereka diharapkan mulai
dapat memenuhi sendiri kebutuhannya dan tidak tergantung pada orang lain.
2) Faktor Pola Asuh
Faktor lain yang juga berpengaruh besar terhadap proses pembentukan
kemandirian ini adalah faktor pola asuh orang tua. Bahkan mungkin faktor
inilah yang paling besar terhadap perkembangan kemandirian seseorang.
Untuk membentuk kemandirian dalam diri remaja, diperlukan teknik
pengasuhan yang tepat, yang sifatnya dapat membentuk hubungan yang positif
antara anak dan orang tua.
Ada tiga teknik pengasuhan yang biasanya diterapkan orang tua pada
anaknya, yaitu pola asuh autoritarian, orang tua cenderung mendikte dan
menahan perolehan kebebasan anak, yang akibatnya dapat membuat anak
cenderung menjadi tergantung, kurang percaya diri dan pasif. Remaja yang
mendapat pengasuhan authoritarian. Tidak akan mampu mencapai
kematangan dalam berhubungan dengan lawan jenis, tidak mampu membentuk
identitas dan mengembangkan image positif tentang dirinya sebagai individu
yang unik dan mandiri sehingga akan tumbuh menjadi remaja yang terisolasi
dari lingkungan pergaulan dan berdampak negatif pada kehidupan sosialnya.
Sementara itu pola asuh permisif, dapat menghasilkan anak-anak yang
sering mengalami kesuliatan mengatasi tuntutan untuk mandiri dan percaya
diri menjelang usia remaja, dan mungkin akan mengalami frustasi bila terjadi
diinginkannya. Anak yang demikian ini besar kemungkinan untuk gagal dalam
bertahan di kehidupan sosial yang menyenangkan karena orang tua cenderung
terlalu memberi kebebasan pada anak untuk memutuskan dan melakukan apa
yang diinginkannya.
Sedangkan pola asuh autoritatif, secara tidak langsung orang tua
mendorong kemandirian dan tingkah laku disiplin pada anak. Hal ini karena
orang tua yang menerapkan pengasuhan demokratis, tidak melakukan
dominasi terhadap anak dalam membuat keputusan, dan dalam membuat
peraturan pun mereka akan senantiasa memberikan penjelasan-penjelasan.
Remaja yang diasuh dengan pola autoritatif akan menjadi remaja yang
kompeten secara sosial, artinya remaja akan mandiri, dewasa, mempunyai
kontrol diri yang kuat, percaya diri, bersemangat atau aktif, eksporatif, ramah,
bersahabat dengan teman-temannya, mampu mengatasi stress.
Mereka juga mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, dapat
bekerja sama dengan orang dewasa, perilakunya bertujuan, mempunyai minat
dan rasa ingin tahu terhadap hal yang baru. Pola asuh autoritatif memberikan
standar yang jelas dan kontrol yang bijaksana terhadap anak-anak, sehingga
mereka tumbuh menjadi pribadi yang matang.
3) Faktor Ukuran Keluarga dan Urutan Kelahiran
Dalam setiap keluarga dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda.
Ada keluarga besar dengan jumlah anak enam orang, tujuh orang dan
seterusnya, ada keluarga sedang dengan jumlah anak empat sampai lima
Adanya perbedaan ukuran keluarga dapat memberikan dampak positif
maupun negatif pada hubungan anak dengan orang tua maupun saudaranya.
Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan pada keluarga yang
mempunyai ukuran keluarga yang besar, karena dengan keluarga yang besar,
berarti orang tua harus berbagi perhatiannya pada anak dengan adil, yang
terkadang malah justru sering terabaikan. Dalam keluarga besar anak juga
cenderung sering bersaing dalam mendapatkan perhatian orang tua yang
terkadang akibatnya menimbulkan permusuhan di antara mereka. Di samping
itu, pada keluarga besar orang tua cenderung menjadi lebih otoriter dalam
mengasuh anaknya. Bagi orang tua yang otoriter pada anaknya akan sulit
menghasilkan anak-anak yang mandiri. Sedangkan pada keluarga kecil, hal itu
terlalu menjadi masalah mengingat jumlah anak yang hanya sedikit.
Sementara itu, faktor urutan kelahiran merupakan faktor lain yang
biasanya sering luput dari perhatian, meskipun juga merupakan faktor penting.
Maksud dari urutan kelahiran (birth order) adalah urutan kelahiran anak dalam
keluarga. Posisi anak sebagai anak sulung, anak tengah, anak bungsu, ataupun
anak tunggal sedikit banyak dapat memberikan dampak pada pembentukan
kepribadiannya, karena urutan kelahiran berhubungan dengan suatu kategori,
tipe atau jenis yang biasanya digunakan dalam membedakan karakter anak
dalam urutan kelahiran.
Lebih lanjut Alder (dalam Calvin S. Hall & Gardner Lindzey)
mengemukakan bahwa kepribadian anak-anak yang menempati posisi
kelahiran yang berlainan pula. Ia mengaitkan perbedaan ini dengan
suatu kelompok sosial. Anak pertama atau anak sulung memiliki
kecenderungan untuk menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka
menjadi pusat perhatian sebelum lahir anak kedua. Anak kedua atau tengah
cenderung ambisius, iri hati, berusaha melebihi kakaknya, dan cenderung
berotak. Anak tengah umumnya menyesuaikan diri dengan lebih baik
dibandingkan kakak atau adiknya. Sedangkan anak bungsu atau terakhir
biasanya dimanja oleh orang tua. Pada anak bungsu sama halnya dengan anak
sulung kemungkinan besar dia menjadi anak yang tak mampu menyesuaikan
diri.
Orang tua yang menghadapi situasi dan kondisi ini secara bijaksana
harus dapat mempersiapkan anak sulungnya menghadapi munculnya seorang
saingan, sehingga besar kemungkinan anak sulung dapat berkembang menjadi
seorang yang memiliki kepribadian mandiri, mantap, bertanggung jawab dan
bersifat melindungi serta mampu berperan sebagai pengambil keputusan.
4) Faktor Aktivitas Orang Tua (Ibu)
Ibu, sebagai orang yang melahirkan, mengasuh dan anggota keluarga
yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anak, memiliki peran yang
utama sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu memberikan kasih,
kehangatan, dan perlindungan, juga memberikan pelajaran penting dan
masukan-masukan sosial untuk anaknya, bahkan dalam keadaan bermainpun
biasanya ibu selalu berusaha untuk mengajarkan sesuatu pada anaknya.
Hubungan kasih sayang yang kuat antara anak dan ibu dapat memudahkan
sikap mandiri pada remaja, peran ibu merupakan faktor penting yang sangat
perlu diperhatikan.
Secara umum terdapat dua jenis aktivitas ibu disamping aktivitas
lainnya, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah dan
ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah. Ibu-ibu yang tidak bekerja
sebagian waktunya berada di dalam rumah, sedangkan ibu-ibu yang bekerja,
pada jangka waktu tertentu harus bekerja di luar rumah.
Hal ini mengakibatkan ibu tidak selalu ada di sisi anak pada saat-saat
penting di mana ia dibutuhkan. Ibu juga tidak dapat mengawasi langsung
seluruh kegiatan anak, tidak dapat selalu membantu, melatih atau
mencontohkan kebiasaan-kebiasaan tertentu pada anak. Akibatnya terkadang
anak dapat merasa kehilangan dan cemas karena harus berpisah dari ibunya
sehingga dapat berdampak negatif pada diri anak. Namun di lain pihak, dengan
bekerjanya ibu di luar rumah juga member dampak positif bagi anak, yaitu
sifat yang mandiri.
Adanya latihan kemandirian yang diberikan oleh ibu yang bekerja di
luar rumah dapat mendorong anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri
sehingga anak dapat diharapkan untuk mengatasi segala kesulitan-kesulitan
sendiri bila ibu tidak berada di rumah.
Anak-anak yang memiliki ketergantungan berlebihan terhadap orang
lain biasanya akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat
mengembangakan kemampuannya untuk mengambil keputusan, menjadi tidak
berdaya akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat
berdaya dan semua perilakunya cenerung dipengaruhi oleh orang lain yang
menjadi tempat ia bergantung.
Keadaan ini secara tidak langsung akan sangat merugikan
perkembangan mereka pada usia menjelang remaja atau dewasa. Karena saat
mereka harus tampil sebagai individu yang berdiri sendiri, mereka menjadi
sulit untuk dipisahkan.
!"#$%& ')*+
,- . /
0%&
' 1 234 5678
'29 : /%<5=
>? @A
Artinya:“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah:
"Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika
kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah
saudaramu”.(QS. Al-Baqarah:220)
Dari ayat tersebut diatas mengisyaratkan kepada para orang tua agar
memberi perhatian terhadap anak yatim,hendaknya mereka diperlukan seperti
anak kandung juga.Karena nantinya kelak akan bertindak sebagai orang tua
pengganti atau orang tua asuh.
Musibah keyatiman adalah satu faktor yang menyebabkan kelainan dan
menyimpang pada anak-anak.Diharapkan agar setiap individu mengetahui
bahwa kebijaksanaan Islam dengan dasar-dasarnya yang lurus dan abadi ini
telah meletakan pondasi dan metode secara bijak memelihara anak dari
saat ini perlu perhatian lebih besar sebab pada faktor ini si anak mengalami
gejolak dan goncangan,baik jiwa dan emosional.maka dalam hal ini sudah
jelas bahwa agama melarang kepada setiap insan untuk berlaku
sewenang-wenang terhadap anak-anak yatim.sebagai firman Allah dalam kisah
QS.Adl-dluha : 9 yang berbunyi :
B8 C5= /D 4E
!"5=
. F &5
Artinya:“Adapun terhadap anak yatim,janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang”.
Para ahli berpendapat bahwa orang tua yang telah tiada terutama
seorang ayah yang telah wafat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa
anak,yang selanjutnya anak mempunyai resiko tinggi untuk menjadi anak-anak
nakal dengan tindakan-tindakan anti sosial ( delinquent/anti social behavior )
juga anak mengalami “ deprivasi emosional” sebagai akibat ““ deprivasi
parental “ apalagi mereka yang berada di berbagai macam panti tempat
mereka tinggal.22 Anak yatim akan selalu berusaha untuk mendapatkan segala
apa yang belum mereka peroleh. Dari sini dapat diharapkan kepada seluruh
lapisan masyarakat untuk memperhatikan mereka agar terhindar dari segala
bentuk penyimpangan.
1. Pengertian Anak Yatim
Ada beberapa ungkapan yang mendefinisikan tentang arti anak yatim, di
antaranya:
22
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa, (Yogyakarta:
a. Menurut Luis Al-Ma’luf dalam kitabnya Al-munjid Fillughoti Wal a’lam, ia
mengatakan:
3*H J KL
2
M
*NO
PQR
5S
T
UVUJ
Artinya: “Yatim adalah seorang yang sudah kehilangan/ditinggal ayahnya
meninggal, sedang ia belum mencapai usia layaknya usia orang
dewasa”.23
b. Menurut Peter Salim dan Yenny Salim dalam kamus bahasa Indonesia
kontemporer mengatakan bahwa tidak beribu atau tidak berbapak, atau tidak
mempunyai ibu dan bapak, tetapi sebagian menyebutkan sebutan untuk anak
yatim ialah untuk anak yang bapaknya meninggal.24
c. Menurut Hasan Shadaly di dalam Ensiklopedi Indonesia. Beliau menegaskan
bahwa yatim adalah anak yang belum dewasa dan yang tidak berbapak lagi.25
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan menurut para ahli tersebut di
atas, bahwa anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya, sedang ia
belum berada pada usia dewasa, atau belum mencapai usia baligh dan belum
dapat mengurusi dirinya dengan baik. Dalam ajaran Islam, baligh merupakan
batasan usia dari masa kanak-kanak beralih kepada masa dewasa.
23
Luis Al-Ma’luf, Al-Munjid F illughoti Wak A’lam, (Beirut-Libanon: Daar El-Masyrik,
1986) cet. Ke-28, h. 923
24
Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
English, 1991), h. 1727.
25
Hasan Shadaly, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtisar Baru Van Hoeve, 1984), Jilid
2. Batasan usia baligh anak yatim
Untuk mengetahui tanda-tanda baligh dan batas umur seorang anak masuk
ke dalam kategori anak yatim, penulis akan mengemukakan tanda-tanda
tersebut sesuai dengan yang tertera dalam kitab Matan Safinatun Naja Fi
Ushuludin Wal FiqhiI sebagai berikut:26
a. Genap usianya mencapai usia 15 tahun.
b. Telah mengalami mimpi basah (keluar air mani) bagi lelaki.
c. Telah haid bagi anak perempuan pada usia 9 tahun.
Sedangkan menurut ilmu psikologi, diungkapkan bahwa siklus kehidupan
manusia khususnya pada tingkatan masa kanak-kanak menuju masa yang
dapat dikatakan dewasa itu di antaranya sudah melewati masa kanak-kanak
dan masa remaja. Adapun masa kanak-kanak dan remaja adalah terdiri dari
masa kanak-kanak awal, pertengahan dan akhir, lalu remaja awal, madya dan
remaja akhir.
Dan berikut ini adalah batasan usia masa kanak-kanak dan masa remaja,
yakni:
a. Anak-anak awal (0-3 tahyn), anak-anak madya (3-7 tahun), dan anak-anak
akhir (7-12).
b. Remaja dini (12-15 tahun), remaja madya (15-17 tahun), dan remaja akhir
(17/18-21 tahun).27
3. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim
26
Syeikh Salim bin Al Hadromi & Abdullah, Safinatun Naja Fi Ushuludin Wal Fiqhi,
(Jakarta: PT Sa’diyah Putra), h. 3.
27
Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan
Anak yatim adalah anak yang patut diperhatikan dan dikasihani serta
disayangi terutama mereka yang keluarganya kurang mampu. Sebab mereka
telah kehilangan kasih saying dan perhatiannya dari seorang ayah yang telah
wafat, sedangkan mereka sangat butuh bimbingan dan perhatian serta
pengawasan untuk kemajuan hidupnya di masa mendatang.
Agama Islam sebagai agama pembawa rahmat, membimbing manusia
dengan cara menjabarkan ajaran rahmatnya itu di segala aspek kehidupan. Di
antaranya adalah ajaran yang menyangkut anak yatim. Sebagaimana firman
Allah dalam QS. Al-Maa’uun: 1-2 yang berbunyi:
WX6 2 Y Z [4 \]
3^_Q`59 6
_ab4c ] %d
ef
gh4 :"`5=
i4 \]
YjA> 6 /D 4E
kf
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang
yang menghardik anak yatim.”
Dalam ayat tersebut memberikan ancaman kepada seluruh umat manusia
bahwa setiap orang yang tidak memperhatikan bahkan menghardik anak
yatim, maka ia termasuk kategori orang yang mendustakan agama.
Menurut As Sayyid Ahmad mengungkapkan dalam kitabnya Tarjamatu
Mukhtaril Ahadist bahwa Nabi Saw pernah bersabda dari Anas ra. ia berkata:
mUV
2O
UV
nJ
5S
5Uo
* p
J
nR
T
2
*AO
p
Artinya: “Orang yang paling baik kepada anak yatim laki-laki atau
surge seperti begini (jari tengah dan telunjuk)”. (HR. Hakim dari
Anas).28
Menurut Imam Abullaits Assamarqondi dalam kitabnya beliau
mengatakan: “Aku bersama orang yang mengurus anak yatim di surge seperti
begini, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah”.29
Masalah ekonomi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kehidupan bagi anak-anak yatim dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
disamping faktor-faktor yang lain. Dalam hal ini pemerintah pun mempunyai
peranan dalam mengasuh dan memelihara mereka. Sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan
anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.
4. Pembinaan Yatim Menurut Ajaran Islam
q Z 8 r&5
V `= 4
?S _& %d
8 @5 # 48 - . / B0%<5= \] 0 "s t4u%d v % ekwf
Artinya: “Dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah
menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara
adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya”.
28
As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Tarjamatu Mukhtaril Ahadist, Hikamil
Muhammadiyah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), cet. ke-6, h. 734
29
Abullaits Assamarqondi, H. Salim Bahreis, Tanbihul Ghofilin, (Jakarta: Sa’diyah Putra,
Berbagai macam cara untuk dapat mengurus anak-anak yatim, dalam hal
ini sebagaimana yang disesuaikan dengan ayat tersebut diatas ternyata salah
satu sarana penunjang dalam mengurus anak yatim adalah dengan santunan.
Santunan anak yatim/piatu yang dilakukan dipanti memang baik daripada
mereka terlantar. Beberapa hal yang pokok dalam pembinaan anak-anak yatim
yang penulis dapat kemukakan di antaranya:
a. Menjamin Makan dan Minumnya (Kebutuhan Pangan)
Kaitannya dengan hal ini penulis akan mengemukakan salah satu
hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab
Tarjamah Mukhtaril Ahadist karangan As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi
sebagai berikut:
m%0O
2
x
O
y
XzSJ2
UVUJ
:
yJ
{uVH
*:
|
yPo2
uLK,
5UK
rJ
}~oJ
uVH*:
|
y
Po2
uLK,
5K
uS
*%0
5S
Artinya: “Apakah engkau menyukai supaya lunak hatimu dan engkau
meraih keinginanmu? Kalau begitu kasihinilah anak-anak yatim,
usaplah kepalanya dan beri makanlah dia daripada makananmu
niscaya hatimu akan lunak dank au raih keinginanmu”. (HR.
Thabrani dari Abu Darda).30
Sebenarnya masyarakat dapat berbuat banyak untuk anak-anak yatim, baik
yang bersifat materi maupun non materi. Bantuan tersebut adalah
30
membantu meningkatkan pelayanan/penyantunan khususnya di
panti-panti, antara lain:
1) Bantuan dana untuk sandang, pangan dan papan yang layak.
2) Penambahan personil pengasuh dan lain sebagainya.31
b. Memelihara Hartanya
Pasal 34 UUD 1945 ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama
Islam. Agama Islam telah memberikan ajaran yang sangat bagus dalam hal
memelihara harta anak yatim. Seseorang tidak boleh mendekati harta anak
yatim kecuali dengan cara yang baik.
Jika seseorang yang mengurus anak yatim dan memelihara hartanya itu
dalam keadaan fakir dan miskin maka ia diperbolehkan memakan harta
anak yatim dengan cara yang baik (seperlunya dan alakadarnya) bukan
semaunya, tapi jika yang megurus anak yatim itu kaya maka
berhati-hatilah jangan sampai memakan harta mereka, sebab itu adalah perbuatan
dzolim dan sangat dilarang oleh agama. Sebagaimana Firman Allah dalam
An-Nisa ayat 10 yang berbunyi:
B
0%&•b4 \]
0 r€=C 6
•: 8 Z
H = rA J %&
0 r€=C 6
%•
'%F4 23d
‚Y
gq K ƒ ` „
…-.4 „
Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim
secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
31
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa, (Yogyakarta:
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka)”.
Selanjutnya dalam firman Allah pada QS. Bani Israil : 34
!†
d . &5
•
8
_D 4E
‡†%&
_~\
%d
ˆY41
A W #u Z
‰~
u
"
6
K{>2\ Z
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa
Dari kedua ayat firman Allah yang tersebut di atas memberikan
penjelasan kepada seenap insane terutama umat Islam bahwa memelihara
harta anak-anak yatim merupakan sebuah perintah dan peringatan agar
senantiasa berhati-hati terhadap harta mereka.
c. Memberi Kasih Sayang
Dalam hal ini agama menjelaskan dan memberkan cara dalam
bertindak dan berbuat kepada anak-anak yatim agar jangan sampai berbuat
sewenang-wenang bahkan menghardik dan menyakiti mereka. Tapi yang
menjadi kewajiban setiap insan adalah memperhatikan dan memberikan
kasih sayang kepada mereka anak-anak yatim.
d. Memberikan Pendidikan dan Pengajaran (Ilmu dan Adab)
Setiap anak akan menjadi penerus keturunan bagi orang tuanya dan
yang diharapkan oleh orang tua adalah agar anaknya menjadi anak yang
kenyataan yang dihadapi mereka anak-anak yatim sangat nakal dan susah
diatur. Oleh karena itu, manusia agar senantiasa memberikan segala
kebutuhan anak-anak yatim terutama di dalam memberikan pendidikan
dan pengajaran. Sebab di samping anak-anak yatim adalah bukanlah hanya
anak yang kehilangan/ditinggal wafat oleh sang ayah, tetapi ada yang lebih
yatim lagi daripada mereka yaitu orang yang tiada berilmu dan beradab
mulia. Sebagaimana salah satu ungkapan menyatakan:
Š
tjJ
2
K%
UV
UVUJ
N
MPJ
2
‹*S
P,
•J
UVUJ
ŽU
Artinya: “Bukanlah yatim itu orang yang ayahnya sudah tiada, akan
tetapi yatim adalah orang yang yatim ilmu dan adab”.32
32
BAB III
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR
A. Sejarah Berdirinya
Di antara sekian banyaknya kegiatan dakwah Islamiyah yang ditunjang
dengan segala usaha dan upaya yaitu salah satunya dengan media dakwah
yang berada di setiap instansi/lembaga-lembaga keagamaan yang bersifat
sosial guna memberikan kontribusi dakwah terhadap seluruh lapisan
masyarakat, terutama dengan adanya Yayasan Islam Al-Akhyar di Kelurahan
Beji Kecamatan Beji Kota Depok.
Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar adalah bagian dari cakupan
bidang kegiatan dari Yayasan Islam Akhyar, sebab Yayasan Islam
Al-Akhyar mencakup ke dalam tiga aspek bidang kegiatan, yaitu bidang
pendidikan, sosial, panti asuhan/pondok pesantren.
Yayasan Islam Al-Akhyar didirikan oleh tiga orang (Tri Murti)
mereka itu adalah: Ust. Abdul Wahab SM, M. Tahari dan Mamih Syahidah
Emus. Yayasan in berdiri pada tahun 1984 yang awal mulanya hanya sebatas
pengajian bi