• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan (kuasi eksprimen SMP yayasan pendidikaan Islam, Bintaro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan (kuasi eksprimen SMP yayasan pendidikaan Islam, Bintaro)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

YOLANDA FANTI KINASIH NIM: 106016100568

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Yolanda Fanti Kinasih. Effect of Contextual Approach to Teaching and Learning of Biology Student Learning Outcomes of the Concept of Body Structure and Function of Plant,, Thesis. The biology education program. Science Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta.

ABSTRACT

The aim of this research is to know influence contextual teaching and learning of the Concept of Body Structure and Function of Plant. The method which is used in this research is quasi experiment with research design pre-tes and post-test two group design. The research was done 20 October 2011 until 3 November 2011 in SMP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Bintaro, Jakarta. The sample is taken by purposive sampling by sample 30 student for one class experiment and 30 student also for one class control. The instrument that used in this research is test like multiple choice there are 20. Technics analys in this research is use liliefors for normal, fisher for homogen and t-test for hypothesis. From the calculation result by t-test got thitung 4,244 and conculting from ttabel 2,00 in significantly α = 0,05. Because thitung 4,244 > ttabel 2,00, therefore significantly influence. The result of this research is that got increase learning outcomes in concept of body structure and function of plant with contextual teaching and learning.

(6)

ii

Yolanda Fanti Kinasih. Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap Hasil Belajar Biologi pada Konsep Struktur dan Fungsi Tubuh Tumbuhan, Skripsi. Program studi pendidikan biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Universitas Islam negeri Syarif hidayatullah Jakarta.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan pembelajaran Contextual Teaching And Learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian pre test dan post tes, two group design. Penelitian ini dilakukan di SMP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Bintaro, Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2011 sampai 3 November 2011. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Adapun jumlah sampel adalah 30 siswa untuk satu kelas eksperimen dan 30 siswa untuk kelas kontrol. Instrumen penelitian yang diberikan berupa tes tipe pilihan ganda sebanyak 20 soal. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis. Dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh thitung 4,244 dan dikonsultasikan pada ttabel 2,00 pada taraf signifikansi

α= 0,05. Karena thitung 4,244 > ttabel, 2,00, maka terdapat pengaruh yang

signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan.

(7)

iii

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa dalam Konsep Struktur dan

Fungis Tubuh Tumbuhan”. Sholawat dan salam senantiasa penulis curahkan ke

haribaan junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah mencurahkan segala pemikirannya untuk menciptakan umat islam yang demokratis seperti yang kita rasakan saat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terealisasikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan materi, kesempatan, bimbingan pengarahan maupun dorongan semangat. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sekaligus pembimbing I atas kerendahan hati, keterbukaan pikiran dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Sigit Tri Wibowo M.Si, pembimbing II atas keterbukaan pikiran dan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd, penasihat akademik atas segala perhatian, kerendahan hati, keterbukaan pikiran dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kepala SMP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Bintaro, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian bagi penulisan skripsi ini.

(8)

iv

Andin, Taufik, Syukron dan Farhan untuk segala bantuan dan dorongan semangat yang tiada henti demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Teman-teman senasib dan seperjuangan, Diah Indah, La Rosiani, Evi Maspiah, Eka Tryuningsih, Ahmad Fauzi, Irna Purnama Sari, Lia Hermawati, Rachmawati Rhamdania dalam mengerjakan skripsi ini

“Angkatan 2006” yang sama-sama merasakan indahnya mengerjakan skripsi dan semua yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya kepada penulis dan umumnya bagi dunia pendidikan biologi. Mudah-mudahan berkah dan hidayah-Nya senantiasa berlimpah kepada kita semua. Amin Ya Rabbal’alamin

Jakarta, Oktober 2011

(9)

v

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL.. ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Pembatasan Masalah ...6

D. Perumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ...6

F. Manfaat Penelitian ...7

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ...8

1. Hakikat Pendekatan Contextual Teaching and Learning ...8

2. Hakikat Metode Ceramah ...16

3. Hakikat Hasil Belajar ...19

4. Hakikat Metode Praktikum ... 25

5. Hasil Penelitian Relevan ... 27

B. Kerangka Pikir ... 29

(10)

vi

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

D.Teknik Pengumpulan Data ... 34

E.Instrumen Penelitian ... 34

F. Kalibrasi Instrumen ... 35

1. Uji Validitas ... 36

2. Uji Reliabilitas ... 37

3. Uji Tingkat Kesukaran ... 37

4. Daya Pembeda ... 38

G. Teknik Analisis Data ... 39

1. Uji Normalitas dan Homogenitas ... 39

2. Analisis N-gain ... 40

3. Uji Hipotesis ... 40

4. Hipotesis Statistik ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

1. Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 43

2. Data Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 44

3. Hasil Data N-gain ... 43

4. Hasil Nilai LKS... 44

B. Analisis Data ... 45

1. Uji Normalitas ... .45

a. Hasil Uji Normalitas Pretest ... .. .45

b. Hasil Uji Normalitas Posttest... ... 46

2. Uji Homogenitas ... ... 47

a. Hasil Uji Homogenitas Pretest ... ... 47

b. Hasil Uji Homogenitas Posttest ... ... 47

(11)

vii BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...53

B. Saran ...53

DAFTAR PUSTAKA……….54

(12)

viii

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 33

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 35

Tabel 4.1 Hasil Pretest ... 42

Tabel 4.2 Hasil Posttest ... 43

Tabel 4.3 Kategorisasi N-gain ... 44

Tabel 4.4 Nilai LKS ... 45

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretest Uji Liliefors ... 45

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Posttest Uji Liliefors ... 46

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest ... 47

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Posttest ... 48

(13)

ix

Lampiran 2. RPP Kelas Kontrol ... 67

Lampiran 3. LKS Kelas Eksperimen ... 76

Lampiran 4. LKS Kelas Kontrol ... 82

Lampiran 5. Kunci Jawaban LKS Kelas Kontrol ... 86

Lampiran 6. Nilai LKS Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 89

Lampiran 7. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Per Indikator ... 91

Lampiran 8. Uji Coba Instrumen Penelitian ...99

Lampiran 9. Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Penelitian ………..104

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Hasil Uji Validitas………105

Lampiran 11. Instrumen Hasil Uji Soal...106

Lampiran 12. Kunci Jawaban Instrumen Hasil Uji Soal...109

Lampiran 13. Perhitungan N-Gain Kelas Eksperimen……….110

Lampiran 14. Perhitungan N-Gain Kelas Kontrol………111

Lampiran 15. Hasil Pretest Kelas Eksperimen……….113

Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Pretest Eksperimen………115

Lampiran 17. Hasil Posttest Kelas Eksperimen………...116

Lampiran 18. Perhitungan Uji Normalitas Posttest Eksperimen………….117

Lampiran 19. Hasil Pretest Kelas Kontrol ………...120

Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kontrol …………..….121

Lampiran 21. Hasil Posttest Kelas Kontrol………....124

Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kontrol………..125

Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas Data……….128

(14)

1 A. Latar Belakang Masalah

Semakin pesatnya perkembangan teknologi dapat dijadikan indikator kemajuan ilmu pengetahuan. Bahkan di era globalisasi ini, daya saing suatu bangsa lebih ditentukan oleh akumulasi pengembangan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi perlu disampaikan kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan sarana penyampaian informasi.

Sarana penyampaian informasi dapat dinikmati lewat media informasi seperti media cetak serta penyampaian informasi dari guru ke siswa. Namun penyampaian informasi dari guru ke siswa yang terjadi dalam proses belajar mengajar masih banyak mengalami kendala. Adakalanya terjadi kesalahan pemahaman konsep yang disampaikan saat proses belajar mengajar sehingga siswa belum mencapai pembelajaran yang bermakna, sehingga berdampak kepada hasil belajar siswa.

Sesuai penyebutannya, proses belajar-mengajar adalah kesatuan dua proses antara siswa yang belajar dan guru yang memberi pelajaran, sehingga antara kedua proses ini terjadi interaksi yang saling menunjang hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal lewat proses belajar itu.1 Sedangkan menurut Ardhana dalam I Made Sumadi, masalah besar yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini adalah krisis paradigma berupa kesenjangan dan ketidaksesuaian antara tujuan yang ingin dicapai dan paradigma yang digunakan.2

Dengan diberlakukannya kurikulum 2004 yang disempurnakan dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 2006 yang menekankan pada kecakapan hidup, maka menuntut adanya perubahan paradigma pembelajaran,

1

Nuryani Y. Rustaman dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang), 2005, Cet.I, h.5

2

(15)

dari paradigma pembelajaran lama yang menekankan penanaman konsep dan berorientasi kepada produk, ke paradigma pembelajaran baru yang menekankan penggalian konsep dan berorientasi kepada proses dan kinerja3.

Pembelajaran yang dituntut dalam kurikulum berbasis kompetensi yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Untuk menyediakan dan memperkaya pengalaman peserta didik, pembelajaran di sekolah harusnya berubah dari yang Teacher Centered (berorientasi kepada guru) menjadi yang Student Centered (berorientasi kepada siswa). Permasalahan tersebut membutuhkan solusi konkret yang harus diambil guru. Guru sebagai mediator merupakan perantara dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam perolehan konsep dan sebagai fasilitator merupakan penyedia kondisi supaya proses belajar mengajar dapat berlangsung seperti yang diharapkan.

Hasil studi TIMSS (The Third International Mathematics and Sience Study) dan PISA (Programe for International Student Assessment).

Framework kegiatan TIMSS meliputi: content, performance expectation,

perspectives, dan literasi sains. Dalam studi PISA mencakup kemampuan

menggunakan pengetahuan, mengidentifikasi fakta-fakta dan membuat keputusan dalam rangka memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang terjadi pada kehidupan. TIMSS melaporkan bahwa diantara 38 negara peserta, Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk bidang sains dan urutan ke-34 untuk bidang matematika. Untuk bidang sains Indonesia sedikit lebih baik dibanding Turki, Tunisia, Chili, Filipina dan Maroko, tetapi jauh di bawah Singapura yang menempati urutan ke-2. Menurut hasil studi PISA, diantara 41 negara peserta, Indonesia berada pada peringkat ke-39 untuk literasi membaca dan matematika, dan peringkat ke-38 untuk literasi sains. Untuk literasi sains, nilai rata-rata siswa Indonesia adalah 393, jauh dibawah Jepang, 550 dan Korea, 525. Dengan nilai 393 tersebut,

3

(16)

berarti siswa Indonesia rata-rata hanya mengingat fakta, terminologi dan hukum-hukum sains, tetapi menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mengevaluasi, menganalisis dan memecahkan permasalahan kehidupan masih amat kurang.4

Pemahaman guru akan pendekatan, model, dan metode pembelajaran masih sangat terbatas. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi jenuh, bosan dan tidak semangat terhadap apa yang disampaikan oleh guru, sehingga berimplikasi terhadap rendahnya nilai biologi siswa. Guru seharusnya dapat merencanakan pembelajaran yang efektif yang dapat membuat suasana kelas menjadi nyaman.

Rendahnya prestasi belajar siswa menurut Nurhadi dalam Suhirman, dapat disebabkan oleh penggunaan metode yang belum mengaktifkan siswa secara penuh dalam proses belajar mengajar. Kenyataan ini ditunjukan oleh guru, belajar masih menggunakan ekspositori dan didominasi dengan ceramah. Kondisi tersebut menyebabkan guru lebih aktif daripada siswa. Proses belajar mengajar yang terpusat pada guru menyebabkan siswa menjadi pasif. Siswa pasif merupakan kunci merosotnya prestasi belajar siswa. 5

Model pembelajaran selama ini yang sering diterapkan disekolah seperti metode ceramah, diskusi dan tanya jawab belum menunjukan hasil yang memuaskan. Kenyataan itu membuktikan adanya kesulitan bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Penelitian lain seperti Rustaman dan Widodo dalam Sukiar melaporkan bahwa pencapaian prestasi belajar siswa pada pendidikan IPA tidak memuaskan. Hal tersebut menunjukkan bahwa cara pembelajaran IPA di sekolah belum mengarah pada pendekatan mengajar yang sesuai dengan ke-IPA an6. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep ke-IPA an sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan

4

Wasis, Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Pembelajaran Sains-Fisika SMP dalam cakrawala pendidikan, Jurnal ilmiah Pendidikan, Vol. 25, No.1, 2006, h.2

5

Suhirman, Ketuntasan Belajar Melalui Pembelajaran Kontekstual Tipe Kooperatif Pokok Bahasan Lingkungan Hidup di MAN 2 Mataram, dalam Jurnal Kependidikan, Vol.4, No.2, 2005. h.132

6

(17)

sesuatu yang abstrak yang biasanya diajarkan dengan pendekatan metode ceramah.

IPA, khususnya Biologi sebagai salah satu mata pelajaran kelompok sains mempunyai karaktersitik yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Biologi memiliki struktur keilmuan dan metode tersendiri serta terdapatnya produk-produk keilmuan seperti konsep, teori, postulat dan lain-lain. Metode pembelajaran biologi yang dianjurkan adalah pembelajaran yang melatihkan beberapa keterampilan proses ilmiah melalui langkah-langkah metode ilmiah yang sering dikenal sebagai kinerja ilmiah.7

Salah satu solusi konkret yang dapat dilakukan guru adalah dengan meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Antara lain dengan menerapkan pendekatan, metode, dan model belajar yang lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan semua potensi yang dimiliki dan mengembangkan kemampuannya sesuai dengan paradigma pembelajaran baru. Pembelajaran yang menggunakan paradigma tersebut adalah pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning ).

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)), merupakan konsep belajar yang membantu guru dan siswa mengaitkan konten mata pelajaran dan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat8. Strategi pembelajaran CTL berkembang dari paham konstruktivisme. Ide utamanya adalah mengaitkan kegiatan dan persoalan pembelajaran dengan konteks keseharian anak, anak

7

Rini Prisma Gusti, Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Kontekstual dengan Model pembelajaran Berbasis Gambar (Picture and Picture) pada Siswa Kelas XI SMA MUhammadiyah Kota Padang Panjang, dalam Jurnal Guru, Vol 3, No. 1, Juli 2006, h. 33.

8

(18)

belajar dari dunia nyata dimana ilmu pengetahuan yang dipelajari akan digunakan.9

Salah satu konsep dalam pelajaran biologi di SLTP adalah struktur dan fungsi tubuh tumbuhan. Struktur dan fungsi tubuh tumbuhan sangat sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini akan lebih tepat diintegrasikan melalui pembelajaran CTL, karena dengan pembelajaran CTL diharapkan siswa dapat mengalami pembelajaran tersebut sesuai dengan kenyataan sebenarnya, tidak hanya melalui teori atau gambar saja, sehingga siswa dapat mengenal dan mengamati jenis organ pada tumbuhan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, apalagi melalui metode eksperimen, dan anak belajar dari dunia nyata dimana ilmu pengetahuan yang dipelajati akan digunakan. Sehingga melalui CTL siswa akan lebih aktif karena proses pembelajaran menitikberatkan kepada pengembangan kreativitas siswa (Student Oriented). Siswa diarahkan belajar mandiri dalam penguasaan informasi dan sekaligus mengkontruksikan pemahaman dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya.

Jika melihat nilai siswa mengenai pokok bahasan struktur dan fungsi tubuh tumbuhan diajarkan melalui pendekaan konvensional yang belum diintegrasikan dengan CTL dengan metode eksperimen masih tergolong rendah, untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu solusi untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan pendekatan CTL. Dengan demikian, maka peneliti mengambil judul: Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Biologi pada Konsep Struktur dan Fungsi Tubuh Tumbuhan.

9

(19)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Pemahaman guru akan pendekatan, model, dan metode pembelajaran masih terbatas.

2. Rendahnya prestasi belajar siswa.

3. Penggunaan metode belajar yang belum mengaktifkan siswa, sehingga belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Siswa masih pasif dalam pembelajaran. 5. Ketiadakaitannya konsep dengan dunia nyata.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang diidentifikasikan di atas, agar penelitian ini lebih terarah, maka ruang lingkup dibatasi yaitu:

1. Pendekatan CTL dibatasi pada metode praktikum/eksperimen terhadap hasil belajar kognitif biologi siswa

2. Dalam biologi dibatasi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan Contextual Teaching Learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep

(20)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Peneliti: Memberikan informasi tentang penerapan pembelajaran pendekatan CTL untuk meningkatkan hasil belajar biologi pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan

(21)

8 A. Deskripsi Teoritis

1. Hakikat Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berkembang dari paham kontruktivisme. Ide utamanya adalah mengaitkan kegiatan dan persoalan pembelajaran dengan konteks keseharian anak. Anak belajar dari dunia nyata dimana ilmu pengetahuan yang dipelajari bakal digunakan. John Dewey dalam Subarti dalam Diah Mulhayati menyatakan bahwa pendidikan bukan mempersiapkan anak untuk masa depan, tetapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Ide-ide tersebut dipakai dalam Contextual Learning, dimana siswa diajak belajar dari persoalan yang nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari.1

Teori Piaget menurut Aiken, dalam Mundilarto menyatakan bahwa seorang anak dapat menjadi tahu dan memahami lingkungannya melalui jalan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa melalui proses asimilasi dan proses akomodasi. Melalui proses asimilasi, siswa mencoba untuk memahami lingkungannya dengan menggunakan struktur kognitif atau pengetahuan yang sudah ada tanpa mengadakan perubahan-perubahan. Melalui proses akomodasi, siswa mencoba untuk memahami lingkunganmya dengan terlebih dahulu memodifikasi struktur kognitif yang sudah ada untuk membentuk struktur kognitif baru berdasarkan ransangan yang diterimanya.2

1

Diah Mulhayatiah, Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Pokok Bahasan Gelombang dan Optik untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa Kelas 1 SMA, dalam Jurnal Edusains, Vol.1, No.1, Juni 2008, h. 50

2

(22)

Sanjaya dalam Udin Saefudin menyatakan bahwa Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang diajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.3

Melalui pembelajaran kontekstual siswa dapat berlatih menekankan keterampilan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas akademik dan berlatih mengumpulkan, menganalisis, mensintesis informasi dan data dari berbagai sumber dan berbagai sudut pandang.

According to United Stated Department of education Office of Vocation and Adult Education, 2001 in Ifraj Shamsid-Deen and Bettye P.Smith, Contextual Teaching and Learning is definite as a conception of teaching and learning that help teacher relate subject matter content to real world situations.4

According to Johnson CTL is “an education process that aim to

help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subject with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social and cultural circumstances.5

Pengertian pendekatan kontekstual dijelaskan di dalam buku yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam Raymond Burhano, sebagai berikut : Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CLT) adalah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (Construktivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan

3

Udin Saefudin, Inovasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta), Nov 2008, Cet. 1, h. 162 4

Ifraj Shamsid-Deen, Contextual Teaching and Learning Practices in Family and Consumer Sciences Curriculum, dalam Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol.24, No.1, 2006, h.14

5

(23)

(Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).6

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Siswa mampu secara indepenen menggunakan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah baru dan belum pernah dihadapi, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka.7

Pembelajaran kontekstual berorientasi kepada proses yang dilakukan siswa dan produk yang mereka hasilkan. Proses dapat dilihat dari bagaimana siswa melakukan tugasnya, menemukan, mengumpulkan dan menganalisis data. Sedangkan kelengkapan, kerapian, dan keteraturan laporan dikategorikan produk. Menurut Nikko dalam Syafri Anwar mengemukakan bahwa, antara proses dan produk dalam menilai kinerja seseorang sama pentingnya (equal importance).8

Menurut University of Washington dalam Trianto, pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja.9

6

Raymond Burhano, Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Matematika, dalam Jurnal Guru Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Menengah, Vol.2, No.2, 2005, h. 66

7

Triyanto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Predana Media Group), 2009, h.107.

8

Syafri Anwar, dkk. Penilaian Otentik dalam PembelajaranKontekstual pada Mata Pelajaran Geografi, dalam Jurnal Pembelajaran, Vol.27, No.01, 2004. Hal. 17

9

(24)

Contextual Teaching Learning dipengaruhi oleh filsafat kontruktivisme oleh J. Piaget, bahwa setiap anak/siswa memiliki struktur kognitif yang dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman semakin dewasa semakin sempurna skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema terdiri dari:

a. Asimilasi, yaitu proses penyempurnaan skema

b. Akomodasi, yaitu proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru

c. Disequlibirum, yaitu posisi ketidaksetimbangan yang mengganggu anak.

d. Equalibirum, yaitu posisi kembali dalam keadaan seimbang10

1) Karakteristik Pendekatan Kontekstual

Adapun karakteristik dalam pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting)

b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning)

c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing)

d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengkoreksi antar teman (learning in a group)

e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama dan saling memahami antar satu dengan lain secara mendalam (learning to know each other deeply)

10

(25)

f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together).

g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity)11

Menurut Udin Saefuddin, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual,yaitu:

a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain

b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

c. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan baru dikembangkan.

d. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

e. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.12

11

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: PT bumi aksara), 2008, Cet.4, h. 42

12

(26)

2) Komponen dalam Pendekatan Kontekstual

Menurut University of Washington dalam triyanto, CTL menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Di samping itu, telah diidentifikasi enam unsur kunci CTL seperti berikut ini:

a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.

b. Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang.

c. Berfikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.

d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, Negara bagian, nasional, asosiasi, dan/atau indusrtri.

e. Responsive terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesame rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Berbagai macam budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran. Budaya-budaya ini, dan hubungan antarbudaya-budaya ini, mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling tidak empat perspektif seharusnya dipertimbangkan: individu siswa, kelompok siswa (seperti tim atau keseluruhan kelas), tatanan sekolah, dan tatanan masyarakat yang lebih besar.

(27)

atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubric, chek list, dan paduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa ikut aktif berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri dan penggunaan untuk memperbaiki keterampilan menulis mereka.13

Dengan demikian, tujuan pembelajaran kontekstual adalah membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang dihadapi.

3) Perbedaan Pola Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Konvensional

Menurut I Made Sumadi terdapat perbedaan antara pola pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional, perbedaan tersebut disajikan dalam bentuk tabel berikut ini: 14

Tabel. 2.1

Perbedaan pola pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional

Konvensional Kontekstual

Menyandarkan pada hafalan Menyandarkan pada memori spasial Pemilihan informasi ditentukan oleh

guru

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa

Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin tertentu)

Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang (disiplin)

Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan

Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa

Siswa adalah penerima informasi pasif Siswa secara aktif trlibat dalam pembelajaran

Siswa belajar secara individual Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling

(28)

Pembelajaran abstrak, teoritis, dan kurang dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan

Siswa secara pasif menerima rumus kaidah tanpa memberi konstruksi ide dalam proses pengajaran

Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran Penilaian hasil belajar hanya melalui

hafalan akademik berupa ulangan/ujian

Menerapkan penilaian autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah.

Langkah-langkah yang harus ditempuh guru dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah:

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan menkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiry untuk semua topik c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya

d. Ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok-kelompok

kecil)

e. Hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran

f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan

g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.15

Sedangkan menurut Syaiful Sagala, penerapan pendekatan kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah :

a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya

b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan

c. Mengembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya

15

(29)

d. Menciptakan masyarakat belajar

e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran f. Melakukan refleksi diakhir pertemuan

g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara16

2. Hakikat Metode Ceramah

Metode ceramah adalah metode mengajar yang menyampaikan materi pelajaran dengan cara lisan. Metode ini merupakan metode mengajar yang paling banyak digunakan , tetapi dalam pembelajaran IPA dianggap kurang efektif karena dalam pembelajaran IPA tidak hanya menekankan pada aspek produk tetapi juga pada aspek proses.17

Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru di depan siswa di muka kelas.18 Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri.19

16

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta), 2010, Cet.8, h.92

17

Tonih Feronika, Buku Ajar Strategi pembelajaran Kimia, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah), 2008, h.36

18

M Syafir. http://www.syafir.com/2011/01/08/metode-ceramah. Tanggal akses (16 Juni 1011)

19

Checep05, pendekatan dan metode pembelajaran, dalam

(30)

a. Metode ceramah sebaiknya digunakan apabila:

a) Bahan ajar yang akan disampaikan banyak, sedangkan waktu yang tersedia relatif singkat

b) Bahan ajar berupa instruksi

c) Peserta didik yang diajar jumlahnya juga banyak

d) Guru memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik (metode ini sangat menuntut kemampuan berbicara).20

b. Langkah-langkah dalam metode ceramah

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah:

a) Persiapan, dalam tahap ini guru menciptakan suasana belajar yang kondusif untuk belajar siswa

b) Penyajian, dalam tahap ini, guru menyampaikan materi pelajaran dengan ceramah

c) Asosiasi, dalam tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berdiskusi agar siswa dapat membuat hubungan materi pelajaran yang telah disajikan guru

d) Generalisasi, dalam tahap ini guru dan siswa secara bersama-sama membuat kesimpulan materi pelajaran yang telah disajikan.21

c. Kelebihan dan kelemahan metode ceramah Adapun kelebihan metode ceramah yaitu: a) Hemat biaya

b) Pengelolaan kelas lebih mudah, walau jumlah siswa banyak

c) Guru dalam waktu singkat dapat menyampaikan bahan ajar yang banyak

d) Bersifat fleksibel, karena sewaktu-waktu pembelajaran dapat diakhiri tanpa harus mengurangi cakupan bahan ajar

20

Tonih Feronika. Op. cit., h.37 21

(31)

e) Jika guru memiliki kemampuan komunikasi yang baik, dapat membangkitkan semangat belajar siswa

f) Dapat mengembangkan kemampuan mendengar siswa.22

Selain kelebihan, metode ceramah pun memiliki kelemahan, adapun kelemahan metode ceramah yaitu:

a) Pengajar tak dapat mengetahui sampai di mana pembelajar telah mengerti pembicaraannya. Kadang-kadang pengajar beranggapan bahwa bila pembelajar duduk diam mendengarkan atau sambil mengangguk-anggukkan kepala, berarti pembelajar telah mengerti. Padahal anggapan tersebut sering meleset; walaupun, pembelajar menunjukkan reaksi seolah-olah mengerti, akan tetapi pengajar tidak mengetahui sejauh mana penguasaan pembelajar terhadap pelajaran itu. Oleh karena itu segera setelah ia berceramah, harus diadakan evaluasi, misalnya dengan tanyajawab.

b) Kata-kata yang diucapkan pengajar, ditafsirkan lain oleh pembelajar. Dapat terjadi bahwa pembelajar niemberikan pengertian yang berlainan dengan apa yang dimaksud oleh pengajar.23

Adapun pendapat lain mengenai kelemahan metode ceramah antara lain :

a) Membuat siswa pasif

b) Mengandung unsur paksaan kepada siswa c) Mengandung daya kritis siswa

d) Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.

e) Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.

22

Tonih Feronika, Op. cit., h.37-38

23

Massofa. Metode Ceramah dalam Pembelajaran, dalam

(32)

f) Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata). g) Bila terlalu lama membosankan.24

3. Hakikat Hasil Belajar

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi).25

Suatu aktivitas pembelajaran dapat dikatakan efektif jika proses pembelajaran tersebut dapat mewujudkan sasaran atau hasil belajar tertentu. Belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak. UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.26

Belajar berasal dari kata ajar yang berarti mencoba (trial), yaitu kegiatan mencoba sesuatu yang belum atau tidak diketahui. Belajar acapkali diidentikan dengan membaca, membaca sesuatu yang tertulis ataupun yang tidak tertulis sehingga dapat membawa seseorang mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.27

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.28

24

http://www.scribd.com/doc/27644307/Metode-Ceramah. Tanggal akses (16 Juni 2011) 25

Syaiful Sagala, Op. cit., h.11 26

Syaiful Sagala. Op. cit., h.11 27

Idris, Shaffat, Optimized Learning and Strategy. (Jakarta: Prestasi Pusaka), 2009, Cet.1, h. 1

28

(33)

Adapun menurut Chaplin dalam bukunya The Psycology of Learning and Memory dalam Muhibbin Syah, belajar adalah prolehan

perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman dan ia mendefinisikan bahwa belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.29

Belajar menurut pandangan B.F Skinner dalam syaiful sagala, adalah proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progessif. Belajar juga dipahami sebagai suatu perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responsnya menurun.30

Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudiyono, belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Demgan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.31

Hilgard dalam S. nasution mengatakan: “Learning is the prosess by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training”. Belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan (apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah) yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan.32

Menurut Thursan Hakim dalam Pupuh Fathurrohman, mengartikan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan,

29

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya), 2002, cet ke-7, h.90

30

Syaiful Sagala. Op. cit., h.14 31

Dimyati dan Mudiyono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), 2006, Cet. 3, h.10

32

(34)

pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuannya.33

Menurut Walker dalam Riyanto, belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.34

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)35

Menurut M. Sorby Sutikno dalam Pupuh Fathurrohman mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.36

Dari beberapa pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang disengaja dan sadar dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.

Berkaitan dengan kemampuan yang diperoleh sebagai hasil belajar, Bloom dan rekan-rekannya membagi hasil belajar dalam tiga ranah atau kawasan yaitu: (1) Ranah kognitif (cognitive domain), (2) Ranah afektif (afektive domain), dan (3) Ranah psikomotor (Psychomotor domain).37

33

Pupuh Fathurrohman, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika Aditama), Cet.1, 2007, h.6

34

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Prenada Media), 2009, Cet. 1, h.5

35

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara), 2008, Cet.8, h.36

36

Pupuh Fathurrohman. Op. cit., h.5 37

(35)

a. Hasil belajar penguasaan materi (kognitif)

Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama.38

Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah ini, terdapat 6 jenjang proses berfikir, yaitu: 1) Hafalan (C1)

Meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajari.

2) Pemahaman (C2)

Meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram atau grafik.

3) Penerapan (C3)

Ialah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi konkrit.

4) Analisis (C4)

Meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta hubungan antara komponen menjadi lebih jelas.

5) Sintesis (C5)

Kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi sesuatu keseluruhan yang terpadu.

6) Evaluasi (C6)

Kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan, berdasarkan kriteria tertentu yang diterapkan.

38

(36)

b. Hasil belajar proses (afektif)

Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nilai. Berorientasi kepada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif meliputi 5 jenjang yaitu:

1) Jenjang kemampuan menerima (A1) 2) Jenjang kemampuan menanggapi (A2) 3) Jenjang kemampuan penilaian (A3)

4) Jenjang kemampuan mengorganisasikan (A4) 5) Jenjang kemampuan kerakterisasi (A5)

c. Hasil belajar psikomotorik

Merupakan ranah yang berkaitan dengan skill atau keterampilan bertindak seseorang setelah menerima pengalaman belajar. Adapun jenjang ranah psikomotor adalah:

1) Jenjang peniruan (P1) 2) Jenjang memanipulasi (P2) 3) Jenjang ketepatan (P3) 4) Jenjang artikulasi (P4) 5) Jenjang Pengalamiahan (P5)

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pemgaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan oleh Clark, dalam Sudjana, bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.39

39

(37)

Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, ada juga faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.40 Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya, baik yang berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar (internal) , maupun yang berasal dari luar individu (eksternal).

Adapun faktor-faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar antara lain:

a. Faktor jasmaniah, yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh

b. Faktor psikologi, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologi yang mempengaruhi belajar, yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.

c. Faktor kelelahan, kelelahan pada seseorang walaupun sulit dipisahkan tetap dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.

Sedangkan faktor internal yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar, antara lain:

a. Faktor keluarga, siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa, cara orang tua mendidik, relasi anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi.

b. Faktor sekolah, faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode belajar, model pembelajaran, pendekatan yang digunakan guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, keadaan gedung dan tugas rumah.

c. Faktor masyarakat, masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh dalam pembelajaran. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat, yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat,

40

(38)

media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semua mempengaruhi belajar.41

Ciri-ciri perubahan dalam pengertian belajar menurut Slameto, dalam Pupuh Fathurrohman meliputi:

a) Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar, sekurang-kurangnya sadar bahwa pengetahuannya bertambah, sikapnya berubah, kecakapannya berkembang, dan lain-lain

b) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. Belajar bukan proses yang statis karena terus berkembang secara gradual dan setiap hasil belajar memiliki makna dan guna yang praktis.

c) Perubahan belajar bersifat positif dan aktif. Belajar senantiasa menuju perubahan yang lebih baik.

d) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, bukan hasil belajar jika perubahan itu hanya sesaat.

e) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah. Sebelum belajar, seseorang hendaknya sudah menyadari apa yang akan berubah pada dirinya melalui belajar.

f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, bukan bagian-bagian tertentu secara parsial.42

4. Hakikat Metode Praktikum/ Eksperimen.

Mempelajari IPA kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan percobaan di laboratorium. Laboratorium IPA tidak hanya sebatas ruangan khusus yang dibatasi dinding, tetapi dapat lebih luas mencakup laboratorium terbuka berupa alam semesta. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan percobaan sendiri baik secara individual maupun kelompok kecil.

41

Slameto. Op. cit., h. 54-71 42

(39)

Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa43

Metode eksperimen mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

1) Kelebihan metode eksperimen :

a) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya.

b) Dalam membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

c) Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

2) Adapun kekurangan metode eksperimen yaitu :

a) Metode ini lebih sesuai untuk bidang-bidang sains dan teknologi

b) Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan kadangkala mahal

c) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan

d) Setiap percobaan tidak selalu memperoleh hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian. 44

43

Checep05, pendekatan dan metode pembelajaran, dalam

http://smacepiring.wordpress.co/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/, Tanggal akses (16 Juni 2011)

44

Martiningsih. Macam-Macam Metode Pembelajaran, dalam

(40)

B. Hasil Penelitian Relevan

Ahmad Gojali dalam skripsinya yang berjudul ”Pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning) Pada Pembelajaran Konsep Sistem Organ Manusia Berbasis Nilai-Nilai Sains untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Sikap Positif Siswa” memberikan kesimpulan sebagai berikut: Pembelajaran dengan pendekatan CTL yang berbasis nilai-nilai sains pada konsep sistem reproduksi manusia dan sistem imunitas manusia dapat meningkatkan hasil belajar siswa berupa penguasaan konsep. Peningkatan dilihat dengan membandingkan nilai mean siswa sebelum intervensi tindakan pada siklus I dan siklus II. Mean pretest siklus I sebesar 46,82 meningkat menjadi 70,75 pada postest dengan nilai N-Gain sebesar 0,6189 (kategori tinggi). Jumlah siswa yang mencapai nilai minimal KKM biologi

≥ 60 sebesar 95% dari 40 siswa. Sedangkan mean pretest siklus II sebesar

51,17 meningkat menjadi 77,77 pada postest dengan nilai N-Gain sebesar 0,6242 (kategori tinggi). Jumlah siswa yang mencapai nilai KKM biologi sudah mencapai 100%45

Astri Rama Yulia dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa” memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa serta didapat respon yang baik dari siswa terhadap pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual yaitu siswa termotivasi untuk meningkatkan prestasinya, yang dibuktikan dengan hasil análisis data pretest dan posttest. Diperoleh nilai rata-rata sebelum perlakuan adalah 26,5 dan rata-rata sesudah perlakuan adalah 71,7. Sedangkan rata-rata (mean) N-Gain untuk kelompok atas sebesar 0,71 pada kategori tinggi, kelompok tengah dengan 0,62 pada kategori sedang, dan kelompok bawah 0,49 pada kategori sedang.

45

(41)

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual terhadap hasil belajar siswa.

Selain itu dari análisis data menggunakan uji „t’ diperoleh nilai thitung = 20,5,

sementara pada taraf signifikansi 5% = 0,975 pada derajat kebebasan (dk) = 60 dan 120, di dapat ttabel = 1,98. Karena thitung > ttabel (20,5 > 1,98) maka Ho

ditolak, yang berarti terdapat peningkatan hasil belajar siswa tentang kesetimbangan kimia melalui pembelajaran kimia bernuansa nilai dengan pendekatan kontekstual.46

Encih Suwarsih dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual dengan bernuansa Nilai Terhadap Hasil Belajar Fisika” memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan perhitungan hipótesis pada data penelitian ini diperoleh bahwa thitung lebih besar dari ttabel, maka

didapar kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pendekatan kontekstual dengan bernuansa nilai terhadap hasil belajar fisika pada siswa kelas VIII A di sekolah SMP Islam Almukhlisin, parung. Dan respon siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada materi pokok energi benuansa nilai religius, yang menjawa baik ada 40%, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memberikan respon yang baik/positif terhadap penerapan pendekatan kontekstual pada materi pokok energi dengan bernuansa nilai religius. 47

Ria Irmawati, dalam skripsinya yang berjudul ”Pengaruh pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai Melalui Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar Siswa” memberikan kesimpulan bahwa berdasarkan hasil pengujian hipótesis menggunakan uji-t yang didapat pada postest yaitu thitung > ttabel (2,0588 > 2,000), artinya terdapat pengaruh pembelajaran

46

Astri Rama Yulia , Pengaruh Pembelajaran Kimia Bernuansa Nilai dengan Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa, Skripsi (UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta) 2009, h. 84

47

(42)

kimia terintegrasi nilai melalui pendekatan CTL terhadap hasil belajar siswa. 48

Rini Prisma Gusti, dalam jurnalnya yang berjudul ”Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Pembelajaran Berbasis Gambar (Picture and Picture) pada Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Kota Padang Panjang”, berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual secara umum dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Biologi di kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Padang Panjang, hal ini dilihat dari tujuh aspek pembelajaran kontekstual yang diamati lima diantaranya sudah menampakkan perubahan kearah yang lebih baik. Dan penggunaan pendekatan kontekstual sampai akhir siklus 2 ini sudah terlihat efektif jika diteliti dari hasil belajar siswa. Hal ini tampak dari peningkatan hasil tes dari siklus 1 dan kedua menampakkan hasil kemajuan yang cukup signifikan.49

C. Kerangka Pikir

Belajar adalah proses perilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya, tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku yang menyangkut keterampilan, sikap bahkan segenap aspek pribadi, kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasikan pengalaman belajar, termasuk menilai proses dan hasil belajar, termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.

Pada proses pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator, organisator dan model bagi siswa agar mencapai tujuan

48

Ria Irmawati, Pengaruh pembelajaran Kimia Terintegrasi Nilai Melalui Pendekatan CTL Terhadap Hasil Belajar Siswa, Skripsi (UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta) 2009, h. 61

49

(43)

yang diharapkan, dimana semuanya sangat menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan mencapai tujuan dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar salah satunya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu pendekatan, metode, serta model pembelajaran yang dipilih dan diterapkan oleh guru. Pendekatan, metode, serta model tersebut dapat membantu guru mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga kompetensi yang direncanakan dapat tercapai dengan maksimal. Oleh karena itu, guru hendaknya mampu menerapkan pendekatan dan metode yang sesuai dan tepat sebagai upaya mencapai keberhasilan pembelajaran.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, mereka memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan inividual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat mengubah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham, menjadi paham. Kondisi nyata anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapatkan perhatian. Gejala lain yang terlihat pada kenyataan banyak guru yang menggunakan pendekatan dan model pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas.

(44)

dari pendekatan pembelajaran ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar sehingga sistem belajar tuntas terabaikan, sehingga hasil belajarnya pun tidak sesuai dengan target yang ingin dicapai.

Selain itu pembentukan konsep yang diinginkan guru juga akan kurang terealisasi. Sehingga akan berimplikasi kepada hasil belajar siswa. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang konsepnya dapat dipahami, dan dapat dihubungkan dengan kondisi sebenarnya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Seiring dengan perubahan kurikulum dari Kurikulum Berbasis Kompetensi ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, menyebabkan perubahan pula dalam proses pembelajaran. Dengan kurikulum tersebut ditekankan pembelajaran lebih mengaktifkan siswa. Maka dari itu, perlu pendekatan contextual teaching and learning diterapkan di sekolah karena sangat berguna untuk membuat siswa lebih bisa mengaitkan ilmu yang diperoleh di kelas dengan lingkungan sekitar, karena pendekatan kontesktual memugkinkan siswa terlibat secara langsung dalam memahami konsep-konsep biologi terutama konsep mengenai struktur dan fungsi tubuh tumbuhan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, dan bisa diterapkan dengan metode praktikum.

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teoritis dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap hasil belajar biologi pada konsep struktur dan

(45)

32 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Bintaro. Waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu pada semester ganjil tahun ajaran 2011-2012, pada bulan Oktober sampai November 2011.

B. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experiment), yaitu suatu desain eksperimen yang memungkinkan peneliti mengendalikan variabel sebanyak mungkin dari situasi yang ada karena tidak memungkinkan mengontrol variabel dengan penuh.1 Jadi, penelitian harus dilakukan secara kondisional dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi validitas hasil penelitian. .

2. Desain Penelitian

Peneliti akan membagi kelas yang diteliti menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning, sedangkan kelas kontrol menggunakan metode ceramah.

Sebelum diberikan perlakuan, pada kedua kelas dilakukan pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar siswa pada konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan. Kemudian keduanya diberikan perlakuan yang berbeda, setelah itu pada kedua kelas dilakukan posttest untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa terhadap konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan. Desain penelitian yang digunakan

1

(46)

adalah pretest-posttest control group design . Bentuk desain penelitian tersebut adalah:2

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O1 X2 O2

Keterangan:

Eksperimen : kelas eksperimen dengan pendekatan contextual teaching and learning

Kontrol : kelas kontrol dengan metode ceramah

X1 : perlakuan dengan pendekatan contextual teaching and learning

X2 : perlakuan dengan metode ceramah O1 : pemberian pretest

O2 : pemberian posttest

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:

Variabel bebas (X) : Pendekatan contextual teaching and learning Variabel terikat (Y) : Hasil belajar biologi siswa

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi terbagi dua, yaitu populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP YPI Bintaro. Sedangkan populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas VIII SMP YPI Bintaro. Kelas VIII dikelompokkan secara paralel berjumlah empat kelas.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.4 Sampel yang digunakan diambil dari populasi terjangkau

2

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2007), h. 112. 3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 130.

4

(47)

dengan cara purpossive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti.5

Berdasarkan pertimbangan, sampel diambil dengan kesamaan rata-rata hasil belajar siswa pada konsep sebelum struktur dan fungsi tubuh tumbuhan, yaitu konsep sistem peredaran darah manusia. Dengan demikian, subjek penelitian yang dipilih yaitu kelas VIII-A sebagai kelas eksperimen, dan kelas VIII-C sebagai kelas kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui teknik tes berupa pilihan ganda. Adapun urutan pengumpulan data dilakukan sebagai berikut:

1. Memberikan tes kemampuan awal (pretest) tentang konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan di kedua kelas tersebut.

2. Memberikan tes kemampuan akhir (posttest) tentang konsep struktur dan fungsi tubuh tumbuhan di kedua kelas dengan soal yang sama.

E. Instrumen Penelitian Tes Objektif

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.6

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil belajar pada ranah kognitif. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif yang berupa pilihan ganda. Masing-masing item pada soal pilihan ganda terdiri empat alternatif jawaban dengan satu jawaban yang benar. Kisi-kisi instrumen penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2.

5

Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 63.

6

(48)

Tabel 3.2

C1 : Ingatan (recalling) C4 : Analisis (analysis)

C2 : Pemahaman (comprehension) C5 : Sintesis (synthesis)8

C3: Penerapan (application)

Nomor soal yang bertanda bintang (*) adalah nomor soal yang digunakan dalam penelitian berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan.

F. Kalibrasi Instrumen

Sebelum dilakukan pengambilan data, terlebih dahulu instrumen yang akan digunakan diuji pada kelompok siswa yang dianggap sudah mengikuti

7

Lampiran 7, h. 91 8

Gambar

Tabel 4.4 Nilai LKS
Tabel. 2.1
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kisi-kisi Instrumen PenelitianTabel 3.2 7
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategy generation process consists of 4 steps, define the market, develop the offering, developing strategic assets, measuring and preparation for implementation of

Untuk membuka ( decrypt ) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key.. cryptography ) atau dengan kunci

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya meningkatkan Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Melalui Metode Drill di Kelas II SDN Sukabumi Selatan

Faktor- faktor yang berhubung- an dengan kejadian dermatitis pada nelayan yang bekerja di tempat pelelangan ikan (TPI) Tanjung sari Kecamat- tan Rembang Imma Nur

Harga saham yang akan dibayarkan adalah sebesar harga rata dari harga saham DVLA pada penutupan perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir

Pengajuan/Usulan dari Kopertais untuk Dosen Swasta, sedangkan Dosen Negeri diusulkan oleh Lembaga PTKIN terkait. • Data Dosen (yang mengajukan KP) dapat diinput sendiri oleh Dosen

Blok Barat, Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara.Kawasan penelitian ini merupakan kawasan yang memiliki potensi kemenyan terbesar pada kawasan Batang Toru.Adiankoting

63.000.000,00 APBD awal: akhir: Januari Desember Honorarium Pengelola Keuangan Sanggau (Kab.) Sanggau (Kab.). 3 Rapat-rapat Koordinasi dan Konsultasi Ke