• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam di Sekolah ala : studi ksua di school of universse

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam di Sekolah ala : studi ksua di school of universse"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Megister dalam Ilmu Agama Islam

Oleh EVI HERAWATI 05.2.00.1.03.01.0005

Pembimbing Dr. Suparto, M. Ed

KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Nama : Evi Herawati

NIM : 05.2.00.1.03.01.0005

Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 24 Juni 1981

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Alam; Studi Kasus di School of

Universe” ini benar-benar merupakan karya asli saya kecuali kutipan-kutipan yang saya sebutkan sumbernya. Segala kesalahan dan kekurangan di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 28 Agustus 2009

Evi Herawati

(3)

kurikulum terletak pada: Pertama, materi pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa (kontekstual). Kedua, metode pembelajaran yang mengutamakan praktek dan pengalaman. Ketiga, evaluasi pembelajaran yang berbasis proses.

Pengembangan kurikulum dilakukan melalui proses pendidikan yang dibentuk dengan cara menyatu dengan alam (konversi alam) dan berorientasi pada pembentukan moral atau kepribadian bukan sekedar sisi kognitif, sebagaimana yang telah diterapkan di School of Universe.

Tesis ini menolak keberadaan sekolah-sekolah formal yang hanya mengandalkan teori-teori tanpa menyentuh alam dan berorientasi pada kekuatan kognitif. Penelitian ini mendukung pembaharuan pendidikan, salah satunya Malik Fadjar (Reorientasi Pendidikan Islam, 1999) yang mengatakan bahwa keberhasilan pendidikan Islam tidak cukup diukur seberapa jauh anak menguasai hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang ajaran atau ritus-ritus keagamaan semata. Namun yang lebih penting seberapa jauh tertanam nilai-nilai keagamaan tersebut terwujud nyata dalam tingkah laku anak sehari-hari.

(4)
(5)

to: First, instructional matter related to the student daily life (contextual). Second, instructional method prioritized to practice and experience. Third, instructional evaluation based on process.

The renewal performed by School of Universe is developing the curriculum. The curriculum development is emphasized to: First, instructional matter related to the student daily life (contextual). Second, instructional method prioritized to practice and experience. Third, instructional evaluation based on process.

The education process have to be formed by unite with the nature (nature conversion) and orient at forming of moral or personality and not only than cognitive side, as which have been applied in the School of Universe.

This thesis refuses the formal school existence which only relies on the theories without touch the nature and orient at cognitive force. This research support the education renewal, one of them is Malik Fadjar (Reorientasi Pendidikan Islam, 1999) state that the Islamic education success is not merely measured from how far a child mastering the cognitive things or knowledge of doctrine or religious rites. But the more important is how far the religious values implanted and existed in reality in daily children behaviors.

(6)
(7)

ﺔﻴﻣﻮﻴﻟﺍ

ﺏﻼﻄﻟﺍ

)

ﲏﻳﺮﻗ

.(

ﺐﻳﺮﺠﺘﻟﺍﻭ

ﺐﻳﺭﺪﺘﻟﺍ

ﻰﻠﻋ

ﻞﻀﻔﻳ

ﻯﺬﻟﺍ

ﺲﻳﺭﺪﺘﻟﺍ

ﺞﻬﻨﻣ

،ﱏﺎﺜﻟﺍ

.

ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺘﻟﺍ

ﲔﻤﺜﺗ

،ﺚﻟﺎﺜﻟﺍ

ﺔﻴﻠﻤﻌﻟﺍ

ﻰﻠﻋ

ﺲﺳﺆﺗ

.

ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ

ﺔﻴﻠﻤﻋ

ﻥﺍ

ﻑﺮﻃ

ﱃﺍ

ﺩﺮﳎ

ﻻﻭ

ﻖﻠﺧ

ﻭﺍ

ﻕﻼﺧﻷﺍ

ﻞﻴﻜﺸﺗ

ﱃﺇ

ﻪﺟﻮﺗﻭ

ﺔﻌﻴﺒﻄﻟﺎﺑ

ﺪﺣﻮﺗ

ﻥﺄﺑ

ﺎﻬﻠﻴﻜﺸﺗ

ﺔﻴﻧﻮﻜﻟﺍ

ﺔﺳﺭﺪﳌﺍ

ﻞﻤﻌﺘﺳﺍ

ﺪﻗ

ﺎﻤﻛ

،ﻂﻘﻓ

ﰲﺮﻌﳌﺍ

)

School of Universe

.(

ﻪﺟﻮﺗﻭ

ﺔﻌﻴﺒﻄﻟﺍ

ﺲﳌ

ﻥﻭﺪﺑ

ﺕﺎﻳﺮﻈﻨﻟﺍ

ﻰﻠﻋ

ﺪﻤﺘﻌﺗ

ﺩﺮﳎ

ﱴﻟﺍ

ﺔﻴﲰﺮﻟﺍ

ﺔﺳﺭﺪﳌﺍ

ﺩﻮﺟﻭ

ﻰﻠﻋ

ﺔﳛﺮﻄﻟﺍ

ﻩﺬﻫ

ﺖﻀﻓﺭ

ﰲﺮﻌﳌﺍ

ﺓﻮﻗ

ﱃﺇ

.

ﺮﺠﻓ

ﻚﻟﺎﻣ

ﻩﺪﺣﺃ

،ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ

ﺪﻳﺪﲡ

ﺚﺤﺒﻟﺍ

ﺍﺬﻫ

ﺪﻳﺃﻭ

Reorientasi Pendidikan

)

(1999, Islam

ﻦﻋ

ﻢﻠﻋ

ﻭﺍ

ﰲﺮﻌﻣ

ﺊﻴﺷ

ﻰﻠﻋ

ﺭﺪﻘﻳ

ﺪﻟﻮﻟﺍ

ﻯﺪﻣ

ﻱﺃ

ﱃﺇ

ﺩﺮﳎ

ﺭﺪﻘﻳ

ﻥﺎﺑ

ﻑﺎﻛ

ﲑﻏ

ﺔﻴﻣﻼﺳﻹﺍ

ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ

ﺡﺎﳒ

ﻥﺍ

ﻝﺎﻗ

ﻂﻘﻓ

ﺔﻴﻨﻳﺩ

ﺓﲑﻌﺷ

ﻭﺍ

ﺱﺭﺪﻟﺍ

.

ﺳﺮﺗ

ﺔﻴﻨﻳﺪﻟﺍ

ﺔﻴﳘﻷﺍ

ﻚﻠﺗ

ﻯﺪﻣ

ﻱﺃ

ﱃﺇ

ﻮﻫ

ﻢﻫﺃ

ﺎﻣ

ﻦﻜﻟﻭ

ﺪﻟﻮﻟﺍ

ﻙﻮﻠﺳ

ﺪﺟﻮﺗ

ﻲﻣﻮﻴﻟﺍ

.

ﺔﻴﺼﺨﺸﻟﺍ

ﺔﻠﺑﺎﻘﳌﺍ

ﺔﻠﻴﺼﺣ

،ﺔﻴﻘﻴﺛﻭ

ﺕﺎﻧﺎﻴﺑ

ﻮﻫ

ﺚﺤﺒﻟﺍ

ﺍﺬﻫ

ﺕﺎﻧﺎﻴﺒﻟﺍ

ﺭﺪﺼﻣ

ﻚﻟﺬﻠﻓ

،ﻲﻠﻘﺣ

ﺚﲝ

ﺍﺬﻫ

ﻥﻷ

ﺔﻈﺣﻼﳌﺍ

ﺔﻠﻴﺼﺣ

.

ﺎﻬﺠﺘﻨﺘﺴﻳ

ﺎﻬﻤﳚ

،ﺎﻬﻨﻴﻌﻳ

ﻥﺄﺑ

ﺕﺎﻧﺎﻴﺒﻟﺍ

ﻚﻠﺗ

ﺚﺣﺎﺒﻟﺍ

ﻞﻠﺣ

.

ﺕﺎﻧﺎﻴﺒﻟﺍ

ﺔﺤﺻ

ﲔﻤﺜﺘﻟ

ﺔﺤﺻ

ﺀﺎﺼﻘﺘﺳﺍ

ﻞﻤﻋ

ﻚﻟﺬﻠﻓ

،ﺚﺤﺒﻟﺍ

ﺚﺤﺒﻟﺍ

ﻖﻳﺮﻃ

ﻦﻣ

ﻞﻴﻣﺰﻟﺍ

ﺀﺎﺼﻘﺘﺳﺍ

ﺚﻴﻠﺜﺘﻟﺍﻭ

ﻙﺍﺮﺘﺷﻹﺍ

ﻞﻳﻮﻄﺘﺑ

ﺕﺎﻧﺎﻴﺒﻟ

(8)

diberikan oleh-Nya. Mudah-mudahan hamba-Mu masih termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur atas semua yang telah Engkau berikan. Shalawat dan salam semoga tetap beserta Rasulullah SAW dan keluarga, sahabat, serta para pengikutnya.

Berkat kehendak-Nya, alhamdulillah penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Selesainya penulisan ini tak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. selaku Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh dosen yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menempuh pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya. Dan staf civitas akademika yang telah memberikan bantuan selama ini. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menempuh pendidikan pada lembaga yang dipimpinnya.

2. Dr. Suparto, M.Ed. sebagai pembimbing tesis yang senantiasa memberikan banyak masukan dan saran serta motivasi hingga karya ilmiah ini selesai.

3. Kepala Sekolah dan Wakil, guru-guru dan siswa-siswi School of Universe yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dalam proses penelitian.

(9)

6. Teman-teman seperjuangan di Pascasarjana UIN SYAHID yang sama-sama berjuang dalam menggarap tesis dan semua teman-teman di Ciputat yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi.

7. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi amal shaleh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari aspek materi, metodologi dan analisanya. Karenanya, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan untuk karya yang lebih baik di masa mendatang. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca sekalian. Amin ya Mujib al-Sailin.

(10)

LEMBAR PERSETUJUAN ...………....…... iii

ABSTRAK ...………...……… vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ………... xi

KATA PENGANTAR ....……… xii

DAFTAR ISI ……….. xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ……….... 12

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………. 12

1. Pembatasan Masalah ………. 12

2. Perumusan Masalah ……….. 13

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ……… 13

E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian ……….... 19

F. Metodologi Penelitian ………. 20

1. Metode Penelitian ………..………... 20

2. Penentuan Objek Penelitian ... 21

3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

4. Sumber Data ... 22

5. Teknik Analisa Data ... 23

6. Pengecekan Kreadibilitas Data ... 24

(11)

BAB III BENTUK PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SCHOOL OF UNIVERSE

A. Gambaran Umum School of Universe……… 53 B. Bentuk-bentuk Pengembangan Pendidikan Agama Islam di School of

Universe ………. 63

BAB IV DISTINGSI SEKOLAH ALAM DAN PENDIDIKAN DI

INDONESIA

A. Aspek Psikologis ... 108 B. Aspek Sosiologis ... 121 C. Aspek Organisatoris ... 137

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……….. 153

B. Saran ……… 155

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor adanya keprihatinan terhadap kualitas pendidikan, termasuk pendidikan di Indonesia adalah bentuk atau model pembelajaran yang diterapkan dalam berbagai tingkat sekolah. Pembelajaran di sekolah mengesankan bahwa siswa diposisikan hanya sebagai objek dalam pembelajaran. Maka dalam proses pembelajaran siswa terkesan mempunyai konsep 3 D (duduk, diam, dan dengar).

Sekolah formal yang ada dan telah berjalan beberapa abad dengan beragam kurikulum yang diterapkan kurang membuahkan hasil yang memuaskan dari sisi moralitas-spiritual. Para siswa yang genius dari sisi intelektual tidak dibarengi dengan unggul dari sisi moralitasnya, bahkan mungkin sebaliknya. Dalam lingkungan sekolah sebagai juara intelektual tetapi di luar lingkungan formal juga menjadi juara tindakan yang a-moral.

Problem seperti ini biasa ditengahi dengan perbaikan kurikulum, sehingga pergantian pimpinan, termasuk pergantian menteri Pendidikan hampir bisa dipastikan akan terjadi pergantian kurikulum. Namun, sayangnya fakta yang terjadi pergantian kurikulum yang tidak sedikit memakan pendapatan Negara tersebut belum mampu membuahkan hasil atau anak didik yang dapat dipertanggungjawabkan dari sisi intelektual, sosial dan spiritualnya.

(13)

tertinggi adalah "kenakalan remaja", yaitu hingga 36,36 persen.1 Penyebab awal terjadinya kenakalan remaja –yang merupakan krisis moral- tersebut adalah kemerosotan akhlak dan faktor penyebab utamanya adalah kesalahan dalam pendidikan.2

Adanya peristiwa atau keprihatinan tersebut membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak. Berkaitan dengan ini disertai dorongan untuk tetap menampilkan sekolah yang berprestasi dan berkualitas serta motivasi mencerdaskan anak bangsa, banyak bermunculan sekolah-sekolah di Indonesia yang menawarkan dan mempromosikan konsep pendidikannya masing-masing. Sekolah-sekolah tersebut selain mengacu pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional maupun kurikulum Departemen Agama juga mengembangkan kurikulum sendiri.3 Inilah terobosan-terobosan baru model sekolah yang tidak hanya menguatkan intelelektual idealis atau penguasaan teoritis, tapi juga secara praktis atau terwujud dalam tingkah laku. Terobosan tersebut mengacu kepada konsep pendidikan yang dikenal dengan

1

Lihat. Kriminalitas di Jakarta meningkat pada 2007, sumber Harian Kompas: Rabu, 2 Januari 2008, Lihat juga ungkapan Sutiyoso (mantan Gubernur DKI Jakarta) dalam dialog bertema "Pemuda dan Masa Depan Bangsa, Antara Harapan dan Tantangan", (Pemuda Indonesia Kehilangan Jati Diri), Berita UIN No. 76/Th.V/16-31 Januari 2008).

2

Menurut Tafsir, penyebab krisis nasional adalah desain pendidikan yang salah, keimanan yang lemah, kemerosotan akhlak yang parah, korupsi yang sudah menjadi penyakit, krisis moneter, krisis ekonomi, dan krisis politik. Lihat. A Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 298

3

(14)

istilah “belajar dari pengalaman" (experiental learning) atau ada juga yang menyebutnya dengan sekolah alam.4

Belajar sebatas mendengarkan hanya menyerap 10 %, sedangkan belajar sambil melakukan itu akan menyerap 90 %. Metode "belajar dari pengalaman" (experiental learning) sebenarnya sudah dikenal sejak zaman dahulu. Filsuf Yunani, Aristoteles pernah mengatakan pentingnya belajar dari pengalaman. Ia mengatakan bahwa, "Apa yang harus kita pelajari, kita pelajari sambil melakukannya (What we have to learn to do, we learn by doing)". Wien Soehardjo, salah seorang pehobi petualangan di alam terbuka menjelaskan bahwa ahli psikologi pendidikan Harvard, Howard Gardner telah mengidentifikasi perbedaan antara pendidikan sekolah di dalam ruang dengan pendidikan di luar ruang (outdoor education). Yang pertama tadi biasanya disebut scholastic knowledge. Pendidikan model ini sudah dibatasi secara ketat oleh "setting" sekolahan. "Setting ini cenderung teoretis," tegas Wien.5

Di sisi lain, belajar di luar ruang lebih mengedepankan metode connected knowing (menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata). Di sini, pendidikan dianggap sebagai bagian integral dari sebuah kehidupan. Wien yang juga instruktur belajar dari pengalaman mengatakan bahwa konsep belajar di luar ruang sama sekali berbeda dengan proses belajar-mengajar di dalam kelas. Belajar di alam memakai seluruh lingkungan peserta belajar sebagai sumber pengetahuan, dalam konteks belajar. Artinya, interaksi dalam proses belajar-mengajar pada pendidikan

4

Sekolah alam adalah sekolah berbasis alam. Sekolah ini pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1998. Kini konsep sekolah alam tumbuh dan berkembang hampir diberbagai wilayah Indonesia, sudah ada di Bandung, Semarang, Bogor, Surabaya, Jambi, Lampung, Kalimantan, Bengkulu, dan di kota-kota lainnya. Lihat. www.sekolahalam.com. Lihat pula. Teguh Perdana dan Vera Wahyudi (editor), Sekolah yang Membebaskan, (Jakarta: Dewan Sekolah Alam, 2003), h. 4. Data ini juga berdasarkan hasil wawancara dengan Lendo Novo, penggagas atau perintis sekolah alam di Indonesia, di kediamannya Parung Bogor pada hari Selasa, 8 April 2008.

5

(15)

alam terbuka mempertemukan ide-ide atau gagasan dari setiap individu sebagai salah satu sumber belajar.

Bentuk pembaharuan yang dilakukan oleh Sekolah Alam adalah mengembangkan kurikulum6 yang telah ditetapkan dari Departemen Pendidikan. Hal ini karena kurikulum selalu menjadi faktor utama penyebab menurunnya mutu pendidikan. Kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Kurikulum berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan.

Penerapan kurikulum sudah diatur dan diseragamkan dari pusat, tetapi pihak penyelenggara pendidikan dapat melakukan modifikasi-modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sekolah, lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Dalam kebijakan kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)7 sangat memberikan keleluasaan kepada pihak sekolah (negeri maupun swasta) untuk

6

Kurikulum yaitu suatu lingkaran pengajaran, dimana guru dan murid terlibat di dalamnya. Lihat. Horn H Herman, An Idealistic Philoshophy of Education, (Chicago, University of Chicago Press, (1982), h. 158. Selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Lihat. Ronald C. Doll, Curriculum Development; Decision Making and Process, (Boston: Allyn and Bacon, 1979), Ed. 4, h. 4. Lihat pula Poerbakawaja Soegarda dan Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 88. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow and Crow, Lihat. Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990), h. 75.

7

Departemen Pendidikan Nasional menetapkan berlakunya kurikulum baru yang dikenal dengan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006 tentang Standar Isi Pendidikan dan Nonor 23 tentang Styandar Kompetensi Lulusan (SKL) tertanggal 23 Mei 2006. Maka KTSP ditetapkan pertengahan tahun ajaran 2006-2007. KTSP tersebut berlaku secara nasional untuk seluruh sekolah di Indonesia. Seluruh sekolah tingkat dasar dan menengah harus sudah menetapkan kurikulum ini paling lambat tahun ajaran 2009/2010. Lihat. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 pasal 2 ayat 2 yang ditetapkan Pemerintah pada pertengahan tahun ajaran 2006-2007. Berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang sentralistik, kurikulum-kurikulum ini memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada setiap satuan pendidikan (sekolah) untuk menetapkan kurikulum yang aplikatif sesuai dengan kondisi geografis dan karakteristik daerah dimana sekolah tersebut berada. Lihat. E. Mulyasa,

(16)

berkreasi dan berinovasi selama masih mengacu kepada standar kompetensi yang ditentukan. Sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.8 Maka sangat dimungkinkan akan terjadi kompetisi diantara sekolah-sekolah tentang bagaimana menampilkan profil sekolah dan keunggulan-keunggulannya dalam hal muatan materi pembelajaran dan kegiatan sekolah.

Berbagai inovasi terhadap kurikulum yang dilakukan secara mandiri oleh beberapa sekolah layak diapresiasi. Namun inovasi harus dilaksanakan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah asas-asas dan landasan pengembangan kurikulum.9 Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tersebut dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang atau menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Dalam hal ini, ada beberapa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang harus diperhatikan dalam suatu pengembangan kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata membagi dua prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, yaitu prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip umum diantaranya adalah: prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip praktis, dan efektivitas. Sedangkan prinsip-prinsip khusus adalah: prinsip berkenaan dengan

8 http://rbaryans.wordpress.com. 9

(17)

tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.10

Selain itu, penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Dalam hal ini, ada beberapa asas atau landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu:11 filosofis, sosiologis, psikologis, dan organisatoris.

School of Universe Parung Bogor yang menjadi objek penelitian ini merupakan representasi dari sekolah yang merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam rangka memperbaiki kualitas mutu pendidikan di Indonesia, termasuk mutu pendidikan. Berdirinya sekolah ini berangkat dari keprihatinan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, terutama berkaitan dengan dekadensi moral yang terjadi di negara ini.12 Oleh karena itu, sekolah alam sangat mengedepankan pendidikan agama sebagai pondasi.

10

Lihat. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. (Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 150-155.

11

Lihat. S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 11-14. Adapun Ronald C Doll menambahkan satu asas dalam bukunya, yaitu asas historis (sejarah). Selain itu, ada juga yang menambahkan asas perkembangan ilmu dan teknologi, yaitu Nana Syaodih Sukmadinata. Lihat Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek, h. 38. Sedangkan Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany dalam Falsafah Pendidikan Islam merincinya sebagai berikut: (1) Asas Agama, (2) Asas Falsafah, (3) Asas Psikologis, (4) Asas Kemasyarakatan. Lihat. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafat At-tarbiyyah Al-Islamiyyah, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), cet.ke- 1, h. 523-532

12

(18)

Pendidikan agama di sekolah alam School of Universe tidak hanya mengacu pada kurikulum nasional yang diterapkan oleh pemerintah, namun lebih untuk mencapai apa yang telah menjadi visi, misi, dan tujuan sekolah. Maka kurikulum yang diterapkan di sekolah alam adalah merupakan hasil pengembangan kurikulum sekolah alam yang diintegrasikan. Sehingga kurikulum yang diterapkan memiliki dan menawarkan aktivitas yang khas dan tujuan yang khas pula.13

Pendidikan agama (Islam) yang diterapkan di sekolah alam lebih berorientasi pada pembinaan akhlak dan penerapannya sehari-hari, sehingga muatan atau komposisi materi pendidikan agama Islam lebih menitikberatkan pada aspek akhlak. Kurikulum sekolah alam mempunyai komposisi materi pembelajaran dengan perbandingan 80:20, artinya sebanyak 80 persen merupakan kurikulum akhlak, sedangkan 20 persennya adalah kurikulum kognitif.14 Hal ini sesuai dengan paradigma yang berkembang sekarang ini, bahwa keberhasilan anak cenderung ditentukan oleh kecerdasan emosinya. Sebagaimana diungkapkan Daniel Goleman, bahwa kontribusi IQ (Intelligence Quotient) dalam menentukan sukses hidup seseorang maksimal 20 persen, sedangkan 80 persen sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor-faktor lain inilah yang termasuk dalam wilayah kecerdasan emosional15 dan kecerdasan spiritual.

Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan

13

Berdasarkan hasil wawancara dengan Lendo Novo, Parung Bogor, Selasa, 8 April 2008. 14

Jika dilihat dari aspek ajaran Islam, komposisi tersebut sangat cocok bagi pendidikan agama Islam, karena bidang moral atau akhlak ini menempati posisi yang paling penting setelah orang beriman kepada Tuhan. Hal ini nampak jelas pada firman Allah SWT yang selalu mengaitkan iman dengan amal saleh, yaitu suatu perbuatan baik sebagai perwujudan dari imannya. Karena pentingnya masalah akhlak dalam kehidupan, maka Allah mengutus para Nabi dan menjadikan Nabi tersebut sebagai contoh teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi umat manusia. Lihat. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara: 2004), cet. 4, h. 195-196.

15

(19)

sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Salah satu tujuan dari pada sekolah alam adalah ingin membudayakan cinta melestarikan lingkungan, maka sekolah alam memberikan muatan menanamkan rasa cinta pada alam.16 Dengan menanamkan rasa cinta sejak dini akan menjadikan anak mensyukuri anugerah terbesar dari sang Penciptanya, merasa memiliki dan memeliharanya sebagai amanah, sehingga akhirnya akan mengukuhkan keimanan, merasa dekat dengan alam dan semakin mencintai Khaliknya. Upaya pelestarian lingkungan ini sangat sejalan dengan salah satu yang ditargetkan oleh Millenium Development Goals,17 yaitu ensure environmental sustainability atau pelestarian lingkungan hidup.

Di sekolah alam, belajar bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktivitas dan berbuat (learning by doing). Dengan beraktivitas, siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan. Melalui aktivitas semacam itulah pengetahuan yang diperoleh akan lebih bermakna sebab didapatkan melalui proses pengalaman belajar, bukan sekedar hasil pemberitahuan.

Belajar bukan hanya sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses. Hasil dan proses keduanya sama pentingnya. Oleh karena itu, keberhasilan belajar tidak hanya

16

Teguh Iman Perdana dan Vera Wahyudi (edit), Sekolah Yang Membebaskan, (Jakarta: Dewan Sekolah Alam, 2003), h. 30-31

17

Millenium Development Goals (MDG's) adalah sebuah inisiatif pembangunan yang dibentuk pada bulan September tahun 2000 oleh perwakilan-perwakilan dari 189 negara. 8 poin tujuan yang ingin digarap salah satunya adalah Ensure environmental sustainability (Pelestarian lingkungan hidup). Selain itu adalah: Eradicate extreme poverty and hunger (Penghapusan kemiskinan), Achieve universal primary education (Pendidikan untuk semua), Promote gender equality (Persamaan gender), Combat HIV/AIDS, malaria, and other diseases (Perlawanan terhadap penyakit), Reduce child mortality

(20)

diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses pengusaan itu terjadi. Hal ini terutama ditujukan untuk menentukan perubahan tingkah laku yang non kognitif.

Sistem penilaian di sekolah alam, selain berupa laporan nilai, juga ada laporan perkembangan, yaitu: perkembangan akhlak, perkembangan kepemimpinan, perkembangan emosi, perkembangan kemampuan dasar, dan perkembangan iqro atau tahfidz. Sehingga selain sistem penilaian berupa angka dalam raport, sekolah juga membuat raport atau penilaian berupa narasi. Hal ini adalah karena sekolah alam percaya bahwa setiap manusia mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda.

Selanjutnya sekolah alam menawarkan bentuk sekolah yang berbeda dengan sekolah lain pada umumnya, seperti fisik bangunan dan sistem pembelajarannya. Semua ruang atau tempat belajar di sekolah alam adalah berupa ruang terbuka seperti saung terbuat dari papan atau kayu. Kemudian metode pembelajaran lebih ditekankan kepada metode belajar yang tidak membosankan, seperti metode cerita, diskusi, dan permainan (game).

Sekolah alam School of Universe berprinsip bahwa proses pembelajaran bisa berlangsung dimana saja. Proses pembelajaran tidak terpaku di dalam sebuah ruangan, belajar bisa juga berlangsung di alam terbuka seperti di kebun, halaman, atau pergi ke tempat sesuai materi yang sedang dipelajari.18 Bahkan dalam

18

(21)

penyampaian pembelajarannya, termasuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kegiatan pembelajarannya lebih banyak dilakukan di luar kelas atau outdoor activity. Artinya, tempat pembelajaran yang permanen seperti kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa akan belajar tentang praktek shalat misalnya, maka mesjid merupakan tempat belajar siswa. Atau tentang adab bertetangga, maka berkunjung ke tetangga adalah tempat belajar siswa.

Selain itu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah alam tidak hanya sebatas mentransfer ilmu, tapi juga ditekankan pada aplikasi pengamalan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan. Hal itu diterapkan pada pergaulan sehari-hari di sekolah, seperti membiasakan bersifat jujur sesama teman, mengucapkan salam setiap masuk dan keluar kelas, shalat sunnah dhuha dan shalat dzuhur berjama'ah serta membiasakan melestarikan lingkungan. Merujuk pada empat pilar pendidikan yang dikeluarkan UNESCO,19 maka proses pendidikan agama Islam tersebut akan efektif Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Pustaka Antara, 1975), h. 58. Rasa takwa kepada Allah yang diterapkan pada anak dapat dikembangkan dengan menghayati keagungan dan kebesaran Tuhan lewat perhatian kepada alam semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab menurut al-Qur’an hanyalah mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan kebesaran yang terkandung di dalammya sebagai ciptaan Ilahi yang dapat dengan benar-benar merasakan kehadiran Tuhan sehingga bertakwa kepada-Nya. Lihat. Nurcholis Madjid dkk, (ed) Rama Furkona, “Peran Pendidikan Agama Bagi Pertumbuhan Anak Saleh” dalam

Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, ( Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 26-27.

19

Dipermulaan memasuki abad ke-21 Badan Pendidikan dan Sosial Budaya Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) telah merekomendasikan kepada seluruh anggotanya untuk menyatukan visi pendidikan dunia. Dalam rekomendasi tersebut, UNESCO menetapkan empat pilar pendidikan yang harus diperhatikan oleh pengelola dunia pendidikan di Negara-negara anggotanya, yaitu (1) belajar untuk mengetahui (learning to know), (2) belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do), (3) belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together), (4) belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal (learning to be).

(22)

karena didukung empat hal, yaitu proses internalisasi, proses aktualisasi, proses sosialisasi dan proses menjadi. Sekolah atau guru tidak hanya memberi tahu (learning to know) siswa tentang teori apalagi hanya bersifat normatif, tapi juga mampu mengaktualisasikannya (learning to do) dalam lingkungan (learning to live together) yang agamis. Kemudian akhirnya terbentuk (learning to be) generasi yang agamis. Siswa tidak hanya membiasakan di sekolah, tapi sudah menjadi kebiasaan dimanapun dan kapanpun.

Proses internalisasi pengetahuan disampaikan dan dibimbing oleh guru sekolah alam dengan berbagai metode dan cara yang tepat dan sesuai, sehingga siswa dapat dengan baik menelaah dan memahami pengetahuan tersebut. Kemudian pengetahuan yang telah diperoleh siswa tersebut akan diaktualisasikan oleh siswa dalam kegiatan sehari-hari. Proses aktualisasi diikuti oleh guru dengan cara memberikan contoh kepada siswa. Proses aktualisasi tersebut dilaksanakan secara rutin, sehingga menjadi kebiasaan bagi siswa dimanapun dan kapanpun.

(23)

penelitian dengan judul: "Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Alam; (Studi Kasus di Sekolah Alam School of Universe Bogor)”

B. IdentifikasiMasalah

Latar belakang masalah yang telah diuraikan akan membuka kemungkinan munculnya permasalahan antara lain:

1. Apa saja faktor penyebab merosotnya mutu pendidikan? 2. Apa urgensitas kurikulum dalam pola pendidikan? 3. Apa tolok ukur pengembangan kurikulum?

4. Di mana posisi Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kurikulum pendidikan? 5. Apa perbedaan sekolah alam dengan sekolah yang lainnya?

6. Apa karakteristik pengembangan kurikulum PAI yang dikembangkan sekolah alam ?

7. Apakah pengembangan kurikulum PAI yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman?

8. Apakah pengembangan kurikulum di sekolah alam bisa membentuk kepribadian anak baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

(24)

zaman? Dan Apakah pengembangan kurikulum di sekolah alam bisa membentuk kepribadian anak baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik?

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang hanya meneliti pada satu sekolah atau satu tempat. Dalam hal ini peneliti memilih sekolah alam School of Universe untuk dijadikan objek penelitian.

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, penulis merumuskan masalah dalam pernyataan berikut:

Pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh Sekolah Alam School of Universe dapat meningkatkan mutu pendidikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Mengenai topik penelitian yang berkaitan dengan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) ada beberapa yang membahasnya, begitu juga dengan sekolah alam. Hanya saja, yang membahas secara spesifik tentang kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah alam belum ditemukan. Artinya penelitian perlu dikaji secara jelas dan mendalam untuk mendapatkan gambaran bagaimana kurikulum PAI di sekolah alam perlu dilakukan.

Penelitian yang membahas tentang kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah yang pernah dibahas adalah: Pertama, Tela’ah Filosofis Kurikulum PAI di Sekolah Umum; Studi Kritis Kurikulum PAI 1994 oleh M. Fauzi.20 Penelitian ini memfokuskan kajiannya tentang kurikulum PAI 1994 di sekolah umum, yaitu mengenai aspek-aspek kurikulum dan relevansinya dengan konsep filsafat pendidikan

(25)

Islam. Penemuan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah bahwa dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, kurikulum PAI 1994 tidak dibangun berdasarkan pemikiran filsafat pendidikan Islam secara holistik dan komprehensif. Kemudian kurikulum PAI tersebut terlalu banyak memberi teori, tapi kurang membumi dalam hal pelaksanaan ajarannya.

Kemudian Pluralisme Pemikiran Keagamaan; Upaya Mengungkap Corak Paham Keagamaan pada Kurikulum PAI tahun 1994 di SMU.21 Dalam penelitiannya, Qurtubi menemukan beberapa hal diantaranya: corak paham keagamaan yang termuat dalam kurikulum PAI di SMU adalah fundamentalis, tradisionalis, ekslusif, inklusif-pluralis. Yang paling mendominasi dalam hal ini adalah inklusif-inklusif-pluralis. Selanjutnya Pendidikan HAM; Kajian tentang Realisasi Nilai-nilai HAM dalam Kurikulum PAI di Sekolah Umum oleh M. Akmansyah.22 Penelitian ini mengkaji tentang realisasi nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) dalam materi PAI di SD, SMP, dan SMU. Apakah cenderung menekankan pada aspek atau penghargaan terhadap nilai-nilai HAM (hak) ataukah pada pelaksanaan kewajiban dasar manusia (kewajiban). Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa nilai-nilai yang termuat dalam materi PAI cenderung lebih menekankan pada aspek pelaksanaan kewajiban asasi manusia.

Selain itu, kurikulum PAI yang pernah dikaji adalah kurikulum PAI di Madrasah, yaitu: Pertama, Pendidikan Politik di Madrasah; Kajian Kurikulum Pendidikan Masa Orde Baru, oleh Maftuhah.23 Penelitian ini adalah mengkaji perjalanan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Madrasah Ibtidaiyah selama

21 A. Qurtubi, Pluralisme Pemikiran Keagamaan; Upaya Mengungkap Corak Paham Keagamaan pada Kurikulum PAI tahun 1994 di SMU, (Tesis S2 Pascasarjana UIN SYAHID Jakarta, 2003)

22

Pendidikan HAM; Kajian tentang Realisasi Nilai-nilai HAM dalam Kurikulum PAI di Sekolah Umum oleh M. Akmansyah. (Tesis S2 Pascasarjana UIN SYAHID Jakarta, 2003).

23

(26)

masa Orde Baru. Penelitian ini menyimpulkan bahwa selama masa Orde Baru materi-materi pendidikan politik kebangsaan (nasionalisme) memiliki kuantitas yang lebih banyak dibandingkan dengan materi-materi pendidikan politik Islam. Selanjutnya Telaah Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Madrasah Ibtidaiyah Pada Masa Pemerintahan Orde Baru oleh Nurnadia Azhari.24 Penelitian ini mengkaji tentang perjalanan kurikulum pendidikan Agama Islam di Madrasah Ibtidaiyah selama masa pemerintahan orde baru. Kajian ini menyimpulkan bahwa terdapat perubahan-perubahan yang signifikan pada kurikulum PAI di MI pada masa pemerintahan ORBA. Perubahan yang paling menonjol adalah terlihat pada perumusan tujuan dan materi yang diberikan. Perubahan tujuan pembelajaran semakin lebih terperinci dan materi semakin tersusun secara berurutan, sistematis, dan menyatu dengan mempertimbangkan kemampuan anak.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan sekolah alam, pernah dilakukan oleh Dian Nurlaily Amarullah dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Sistem Pembelajaran Kembali ke Alam terhadap Motivasi Belajar Anak; Perbandingan Bidang Studi Gardening dengan Pembelajaran di dalam Kelas, di SD Citra Alam Ciganjur, Jakarta Selatan”.25 Penelitian ini lebih memfokuskan pada kajian pengaruh pembelajaran kembali ke alam terhadap motivasi belajar. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara sistem pembelajaran kembali ke alam terhadap motivasi belajar anak. Namun dalam hal ini motivasi pembelajaran di kelaslah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan motivasi bidang gardening.

24

Nurnadia Azhari dalam “Tela’ah Kurikulum PAI di MI pada Masa Pemerintahan ORBA”, (Tesis S2 Pascasarjana UIN SYAHID Jakarta, 2005)

(27)

Kemudian ”Analisis terhadap Model Sistem ’Back to Nature’ di Sekolah Dasar Citra alam Ciganjur” oleh Ekawati.26 Penelitian ini menganalisa terhadap model pembelajaran kembali ke alam yang ada di sekolah Citra Alam Ciganjur. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Sekolah Citra Alam Ciganjur memiliki keunikan tersendiri dalam penyelenggaraan pendidikannya. Sekolah menyiapkan kurikulum yang terintegrasi dari kurikulum DIKNAS, kurikulum alam, dan kurikulum karakter. Dengan didukung metode belajar active learning, integrated study, dan quantum learning, dengan model pendekatan seperti itu, peserta didik diberi bekal tentang bagaimana berpikir, belajar, dan bagaimana berbuat. Yang pada akhirnya pendidikan mampu merambah tiga ranah; kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Penelitian lainnya ”Hubungan antara Sikap Orang Tua terhadap Sekolah Konvensional dengan Motivasi Menyekolahkan Anak di Sekolah Non Konvensional” oleh Dian Rahdiani.27 Penelitian ini memfokuskan pada aspek hubungan antara sikap orang tua terhadap sekolah konvensional dengan motivasi menyekolahkan anak di sekolah dasar alam. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara sikap orang tua terhadap sekolah konvensional dengan motivasi menyekolahkan anak di sekolah non konvensional. Artinya bahwa orang tua yang memiliki sikap positif terhadap sekolah konvensional akan memiliki motivasi yang rendah untuk menyekolahkan anak di sekolah non konvensional, dan sebaliknya orang tua yang memiliki sikap negatif terhadap sekolah konvensional akan memiliki motivasi yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya di sekolah konvensional.

26

Ekawati, Analisis terhadap Model Sistem ’Back to Nature’ di Sekolah Dasar Citra alam Ciganjur, (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2005)

(28)

Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Pengalaman (experiental learning) di Sekolah Alam Bandung oleh Ai Maemunah.28 Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana pembelajaran berdasarkan pendekatan pengalaman (experiental learning) dilaksanakan di Sekolah Alam Bandung. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran berdasarkan pendekatan kontekstual, karena topik mata pelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa dan lingkungan belajar sengaja dibuat alamiah serta menekankan terhadap aktivitas siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Kedua pendekatan tersebut bersumber dari faham konstruktivisme.

Proses Pembelajaran di Sekolah Alam Cikeas oleh Basty Sulistyanto.29 Penelitian ini membahas tentang proses pembelajaran terpadu, pemanfaatan alam sebagai sumber belajar dan media pembelajaran, serta lingkungan pembelajaran yang ada di sekolah alam Cikeas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pembelajaran di sekolah alam Cikeas dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kemudian proses pembelajarannya menggunakan bermacam-macam sumber belajar, baik orang, bahan, alat, maupun lingkungan. Serta menggunakan sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dan sumber belajar yang telah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by utilization). Dalam menggunakan media, ada dua kategori media, yaitu alat bantu pembelajaran dan media pembelajaran. Selain itu keunggulan Sekolah Alam Cikeas adalah memanfaatan media realia dalam proses pembelajarannya. Adapun lingkungan, sesuai dengan namanya, sangat kaya dengan lingkungan alam yang tersedia, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik.

28

Ai Maemunah, Pelaksanaan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Pengalaman (experiental learning) di Sekolah Alam Bandung, (Skripsi UPI: Bandung, 2006)

29

(29)

Dengan melihat kajian-kajian di atas, kiranya belum ada yang menjadikan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) sekolah alam sebagai bahan kajian pokok dalam penelitian serta kaitannya dengan prinsip-prinsip dan asas-asas pengembangan kurikulum. Dari temuan-temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh M. Fauzi, A. Qurtubi, M. Akmansyah, Maftuhah, Nurnadia Azhari adalah sama-sama mengkaji tentang penelitian yang berkaitan dengan kurikulum PAI, begitu juga dengan penelitian penulis. Namun penelitian penulis memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian tersebut. penelitian yang dilakukan oleh M. Fauzi dan Qurtubi memfokuskan kajiannya pada kurikulum PAI 1994. Selain itu, penelitian ini berkaitan dengan penelitian kajian pustaka. Sedangkan kajian penulis adalah berkaitan dengan kurikulum suatu sekolah, sehingga merupakan penelitian lapangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Maftuhah dan Nurnadia Azhari adalah mempunyai perbedaan dari segi jenis objek penelitian, yaitu bahwa penelitian tersebut dilakukan pada kurikulum PAI di Madrasah, sedangkan peneliti mengkaji kurikulum PAI di Sekolah.

(30)

penulis memfokuskan pada kurikulum PAI yang ada di sekolah alam, yaitu sekolah alam School of Universe.

Kajian tentang pengembangan kurikulum PAI di sekolah ini menjadi penting, mengingat bahwa pengembangan kurikulum, khususnya kurikulum PAI merupakan salah satu usaha yang saat ini menjadi diutamakan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang bermunculan di Indonesia. Sekolah Alam adalah salah satu sekolah yang muncul dengan membawa inovasi kurikulum baru dalam sistem pendidikannya, termasuk kurikulum pendidikan agamanya.

E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Sebagaimana permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Merumuskan konsep pendidikan yang digagas sekolah alam 2. Mengetahui cara sekolah alam mengembangkan kurikulum 3. Mengetahui distingsi sekolah alam dan pendidikan di Indonesia

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu untuk:

1. Memberikan sumbangan untuk memperkaya khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam bidang kurikulum Pendidikan Agama Islam.

2. Memberikan masukan konstruktif bagi lembaga-lembaga pendidikan, khususnya bagi Sekolah Alam School of Universe dan umumnya bagi sekolah-sekolah lainnya.

(31)

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma naturalistik (kualitatif) yang bertujuan untuk memahami (understanding) makna perilaku, simbol-simbol dan fenomena-fenomena.30 Penelitian kualitatif dapat dikatakan penelitian naturaslistik, sebab peneliti menyelidiki peristiwa yang terjadi secara alamiah atau natural. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif melalui kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, peristiwa tertentu secara rinci dan mendalam perilaku yang dapat diamati.31

Adapun jenis penelitiannya adalah studi kasus, yaitu suatu studi yang yang bersifat komprehensif, intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer, kekinian atau dapat dikatakan bahwa studi kasus ialah penelitian yang rinci mengenai suatu latar atau suatu objek atau suatu penyimpanan dokumen atau peristiwa tertentu.32 Artinya peneliti melakukan penyelidikan secara mendalam tentang kasus pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah alam; studi kasus di School of Universe.

Untuk mengungkap bagaimana dan seperti apa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah alam School of Universe tersebut digunakan pendekatan fenomenologi, yaitu pendekatan riset yang dipergunakan untuk membantu memahami berbagai fenomena sosial dalam masyarakat atau sekolah.33 Dalam hal ini,

30 Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2003), cet-ke 2, h. 93

31

C.R. Bogdan & S.J. Taylor, Introduction In Qualitative Research Methods, (New York: John Wiley & Son Inc, 1993), h. 54

32 Lihat. Burhan Bungir, Analisis Data Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 20.

33

(32)

peneliti mengalami langsung fenomena yang diamati, yaitu mengamati langsung dan ikut terlibat langsung dalam proses pembelajaran yang berlangsung di School of Universe, sehingga seluruh data yang dibutuhkan peneliti dapat terakses dengan akurat untuk dimaknai. Dengan demikian fenomenologi adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan struktur pengalaman dari sebuah masyarakat atau sekolah yang tidak saja digambarkan secara utuh tapi juga dimaknai serta diinterpretasi.

2. Penentuan Objek Penelitian

Sesuai dengan sifat dasar penelitian kualitatif, dimana informasi ditemukan berdasarkan pada imformasi kunci. Maka untuk memudahkan penelitian, objek penelitian dipilih berdasarkan beberapa alasan. Pertama, mengambil lokasi terdekat. Kedua, School of Universe merupakan sekolah alam yang didirikan langsung oleh penggagas sekolah alam. Ketiga, School of Universe melakukan pengembangan kurikulum, termasuk kurikulum Pendidikan Agama Islam.

3. Teknik Pengumpulan Data

(33)

Ketiga, melakukan wawancara dan dokumentasi untuk mencari makna dari seluruh fenomena atau perbuatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yang sedang diamati untuk diinterpretasi.

4. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Sumber data primer diperoleh secara langsung melaui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penentuan informan dalam wawancara dipilih berdasarkan pada beberapa karakteristik tertentu, yaitu: Pertama, orang yang mengetahui informasi dan masalah yang berkaitan dengan penelitian secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Kedua, orang yang terlibat langsung dalam masalah yang berkaitan dengan penelitian atau proses pembelajaran di School of Universe. Informan berkembang sesuai dengn kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Karena itu, berdasarkan pertimbangan di atas, maka yang dijadikan informan kunci adalah: Pendiri Sekolah Alam, Kepala Sekolah, Guru Agama, Guru Kelas, Dan Bagian Tata Usaha.

Sedangkan sumber data sekunder diperoleh melalui pembacaan dan penganalisaan hasil media publikasi dan penerbitan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti berupa buku-buku, majalah, surat kabar, artikel dan lain sebagainya.

5. Teknik Analisa Data

(34)

mengkode atau menggolongkannya menurut kategori yang tepat.34 Berkaitan dengan hal ini, Lexy J. Moloeng mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.35

Karena merupakan penelitian kualitatif, maka analisa datanya bersifat berkelanjutan dan dikembangkan sepanjang program. Maksudnya analisis data tidak hanya dilakukan setelah pengumpulan data selesai, melainkan dilakukan mulai dari penetapan masalah, pengumpulan data dan setelah pengumpulan data. Metode seperti ini akan memudahkan peneliti untuk mengetahui metode mana yang harus dipakai pada tahap berikutnya. Proses analisa data dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu: dari pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, wawancara, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Setelah dibaca dan dipelajari serta ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.36 Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data terhadap seluruh data yang didapat.

34

Kuntjaraningrat, Metodologi Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), Ed. 3, h. 275

35 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya: 2007), h. 121

36

(35)

Tahap berikutnya adalah penyajian data. Dalam tahap ini, peneliti menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data yang telah dipolakan, difokuskan, dan disusun secara sistematis tersebut diambil kesimpulan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun kesimpulan itu bersifat sementara saja dan masih bersifat umum. Agar kesimpulan diperoleh secara final, maka data lainnya perlu dicari. Data baru ini bertugas melakukan pengujian terhadap berbagai kesimpulan tentatif tadi.

6. Pengecekan Kreadibilitas Data

Uji kreadibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian dilakukan dengan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan, pengamatan, triangulasi dan pengecekan sejawat.37 Dalam penelitian ini, uji kreadibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian dilakukan dengan cara:

Pertama, perpanjangan keikutsertaan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen. Karena itu, keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan peneliti akan menguatkan derajat kepercayaan data.

Kedua, Triangulasi. Teknik Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang dilakukan melalui sumber, metode, penyidik, dan teori. Teknik Triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal itu dapat dicapai peneliti dengan cara: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara (2) membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu (3) membangun hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Teknik Triangulasi dengan penyidik

(36)

artinya dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

Ketiga, Pengecekan sejawat melalui diskusi. Teknik ini dilakukan peneliti dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Hal ini dilakukan dengan maksud agar peneliti dapat mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Diskusi dengan sejawat ini memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk menguji hal muncul dari pemikiran peneliti.

G. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini penulis kelompokkan menjadi lima bab, masing-masing bab dibahas dalam beberapa sub bab yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:

Bab satu merupakan gambaran umum untuk memberikan pola pemikiran bagi keseluruhan tesis ini yang meliputi latar belakang masalah yang berisi alasan-alasan dan pentingnya masalah ini diangkat, kemudian identifikasi masalah yang diambil dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul dari latar belakang masalah, selanjutnya batasan masalah dan rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab dua mengkaji tentang sekolah, kurikulum Pendidikan Agama Islam, dan tantangan global. Kajian tersebut mencakup: sekolah sebagai sarana pendidikan, sekolah alam dalam menjawab tantangan global, dan Pendidikan Agama Islam sebagai Dasar Pendidikan Sekolah.

(37)

alam School of Universe. Kemudian pengembangan-pengembangan yang dilakukan School of Universe, yang meliputi pengembangan materi, pengembangan metode, dan pengembangan evaluasi.

Bab empat membahas tentang distingsi sekolah alam School of Universe dan pendidikan di Indonesia. Pembahasan ini meliputi: penijauan dari aspek psikologis, aspek sosiologis, dan aspek organisatoris.

(38)

BAB II

SEKOLAH, KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN TANTANGAN GLOBALISASI

A. Sekolah Sebagai Sarana Pendidikan

Pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup dan pelaksanaannya dimulai sejak anak dilahirkan sampai akhir hayat, serta menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pada mulanya pendidikan dilakukan di rumah atau di lingkungan keluarga dan orang tua menjadi penanggungjawab penuh. Namun seiring dengan perkembangan zaman terjadi pergeseran konsep pendidikan dari pendidikan keluarga menjadi pendidikan sekolah dan guru adalah tenaga yang professional. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan sekolah merupakan tumpuan utama bagi masyarakat, sehingga menuntut penanganan yang serius dan professional.1

Dalam pembahasan peranan sekolah sebagai sarana pendidikan, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang asal pengertian sekolah, dalam bahasa latin “schola” berarti leasure dapat diartikan dengan waktu terluang, di samping waktu yang digunakan untuk bekerja memenuhi kebutuhan tuntutan hidup sehari-hari, sekolah dapat juga didefinisikan sebagai yang menghendaki kehadiran penuh kelompok-kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum-kurikulum yang bertingkat.

Sekolah adalah sebuah konsep yang mempunyai makna ganda2. Pertama, sekolah berarti suatu bangunan atau lingkungan fisik dengan segala perlengkapannya yang merupakan tempat untuk menyelenggarakan proses pendidikan tertentu bagi kelompok manusia tertentu. Kedua, sekolah berarti suatu kegiatan atau proses belajar

1 Muhaimain, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h.112.

2

(39)

mengajar. Jadi, dalam hal ini sekolah dipandang sebagai sebuah pranata untuk memenuhi kebutuhan khusus tertentu. Bisa juga sekolah diartikan sebagai sebuah organisasi, yaitu organisasi sosial yang mempunyai struktur tertentu yang melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan. Sesungguhnya dari berbagai pengertian tersebut selalu berdampingan, karena proses belajar berjalan dalam sebuah lokasi yang melibatkan sejumlah orang serta diselenggarakan oleh organisasi yang mempunyai struktur dan tujuan tertentu.

Setiap lembaga yang dinamakan sekolah berperan mengurusi manusia, maksudnya bahwa sekolah menghadapi kliennya dalam bentuk kelompok, bukan sebagai individu. Sekolah juga menetapkan terlebih dahulu penerimaan klien dan pengeluaran mereka. Sekolah dirancang untuk melaksanakan pembimbingan dalam sebagian perkembangan hidup manusia. Sekolah melanjutkan proses sosialisasi yang telah dilaksanakan sebelumnya yaitu dalam keluarga dan lingkungan sekitar rumah tangga, dan menyiapkan anak untuk memasuki tahapan hidup selanjutnya.

Sekolah sebagai pusat pendidikan formal lahir dan berkembang dari pemikiran efisiensi dan efektifitas di dalam pemberian pendidikan kepada warga masyarakat. Lembaga pendidikan formal (persekolahan), kelahiran dan pertumbuhannya dari dan untuk masyarakat yang bersangkutan. Sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban pemberian pendidikan.3 Dengan kata lain, sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju karena pemanfaatan secara optimal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dengan demikian, pendidikan di sekolah seharusnya secara seimbang dan serasi mencakup aspek pembudayaan, penguasaan, pengetahuan, dan pemilikan keterampilan peserta didik. Misalnya saja dalam pemberian materi atau pelajaran di sekolah harus memperhatikan antara aspek-aspek beserta keterampilan yang dimiliki peserta didik sehingga nantinya dapat dijangkau dan bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri.

3

(40)

Harapan orang tua terhadap sekolah mulai memudar, hal itu terlihat pada kenyataannya output yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan pendidikan atau stakeholder. Prestasi kemampuan para siswa secara baik secara kualitas maupun kuantitas masih perlu dipertanyakan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka bermunculan sekolah-sekolah baru untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang ada terhadap pendidikan selama ini. Muncullah sekolah-sekolah seperti sekolah percontohan, sekolah model, sekolah unggulan, dan sekolah-sekolah internasional. Pada awal tahun 1990-an marak munculnya sekolah-sekolah unggulan yang kebetulan berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Sebagian dari sekolah-sekolah mulai menyatakan dirinya secara formal atau sebaliknya diakui oleh banyak kaum Muslim sebagai sekolah unggul atau sekolah unggulan.4

Pendidikan menjadi bagian penting ketika dipahami secara luas sebagai sebuah proses belajar yang berlangsung terus menerus sepanjang hayat. Proses tersebut terjadi alami baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pengalaman hidup sehari-hari. Bagi manusia, semua itu dilakukan untuk menyiapkan diri agar menjadi utuh, sehingga dapat menunaikan tugas hidupnya dengan baik dan wajar. Utuh dalam pengertian bahwa melalui pendidikan, manusia dapat menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya untuk dapat terus bertahan hidup. Dengan demikian pendidikan bertujuan menggali dan mempertajam potensi keunikan pribadi agar dapat berguna bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. Hal ini berarti pula bahwa pendidikan membantu manusia untuk menemukan potensi dan bakatnya serta berkembang sesuai dengan keunikan dan keahliannya masing-masing, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah hak untuk semua orang. Untuk memenuhi hak tersebut orang tua merupakan orang utama dan pertama yang berkewajiban dalam memberikan pendidikan.

4

(41)
(42)

Kegagalan sekolah dalam membentuk manusia seutuhnya sesuai dengan potensi dan bakat, mendorong orang tua untuk kembali ikut serta dalam pendidikan, mengingat bahwa mendidik anak sebenarnya adalah tanggung jawab orang tua. Kerjasama antar kedua pihak yaitu sekolah dan orang tua dapat diciptakan untuk saling menutupi keterbatasan dalam berbagai hal tersebut. Namun beberapa keluarga memutuskan untuk lebih fokus pada pendidikan dengan cara mengambil sepenuhnya tanggung jawab mendidik anak sampai anak masuk ke perguruan tinggi.

B. Sekolah Alam Menjawab Tantangan Globalisasi

Proses globalisasi5 yang terus menemukan momentumnya sejak dua dasawarsa menjelang milenium baru telah memunculkan wacana baru dalam berbagai lapangan kehidupan literatur akademik, media massa, forum-forum seminar, diskusi, dan pembahasan dalam berbagai lembaga. Globalisasi tersebut telah membawa perubahan sangat mendasar di dalam kehidupan manusia abad ke-21. Menurut H.A.R Tilaar,6 globalisasi menuntut adanya perubahan di dalam pribadi manusia itu sendiri bagaimana dia memandang dunia ini, kehidupan yang berubah. Globalisasi meminta organisasi, lembaga-lembaga masyarakat, organisasi, termasuk negara meninjau kembali paradigma-paradigmanya. Demikian pula globalisasi telah memacu ilmu pengetahuan dan teknologi secara timbal balik. Semua ini berarti ilmu pengetahuan termasuk ilmu pendidikan atau pedagogik perlu meninjau kembali paradigma-paradigma yang mendasarinya.

5

Menurut David Held dan Anthony Mc Grew globalisasi dapat dipahami dalam pemahaman yang beragam sebagai kedekatan jarak, ruangan, waktu yang menyempit, pengaruh yang cepat, dan dunia yang menyempit. Namun secara sederhana globalisasi dapat ditunjukkan dalam bentuk perluasan skala, pengembangan wilayah, dan percepatan pengaruh dari arus dan pola-pola inter-regional dalam interaksi social. Lihat. David Held dan Anthony Mc Grew, The Global Transformation Reder, (Malden: Blackwell Publisher Ltd, 2000), h. 3. Menurut Yusuf Qardhawi, globalisasi mengandung arti menghilangkan batas-batas kenasionalan dalam bidang ekonomi (perdagangan) danmembiarkan sesuatu bebas melintas dunia dan menembus level internasional, sehingga terancamlah nasib suatu bangsa atau Negara. Lihat. Yusuf Qardhawi, Islam dan Globalisasi Dunia, (Jakarta: (Pustaka Al-Qur'an Kautsar, tt), h. 22.

6

(43)

Era globalisasi tersebut mempunyai dampak yang positif dan negatif. Dampak positif tersebut adalah terbukanya berbagai kemudahan dan kenyamanan baik dalam lingkungan ekonomi, informasi, teknologi, sosial, dan psikologi. Sedangkan dampak negatifnya misal munculnya hedonisme, dehumanisasi dan sekulerisasi. Itulah gambaran era globalisasi yang terjadi dan manusia harus menghadapinya. Hal tersebut akan mempengaruhi dunia pendidikan baik dari segi kelembagaan, guru, sarana prasarana, metode dan materi. Hal ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Berkaitan dengan hal ini, maka upaya membangun konsep pendidikan yang bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman merupakan suatu hal yang selama ini dilakukan oleh sekolah-sekolah.

Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia. Masyarakat muslim tidak dapat menghindari diri dari proses globalisasi tersebut, apabila jika ingin survive dan berjaya ditengah perkembangan dunia yang kian kompetitif di masa kini.

Globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru sama sekali bagi masyarakat muslim Indonesia. Pembentukan dan perkembangan masyarakat muslim Indonesia bahkan berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan dari waktu ke waktu. Sumber globalisasi itu adalah Timur Tengah, khususnya mula-mula Mekkah dan Madinah dan sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 juga Kairo. Oleh karena itu, seperti bisa diduga, globalisasi ini leboh bersifat regio intelektual, meski dalam kurun-kurun tertentu juga diwarnai oleh semangat regio politik.7

Namun globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia sekarang ini menampilkan sumber dan watak yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini tidak lagi bersumber dari Timur Tengah melainkan dari Barat yang terus memegang supremasi dan hegemoni dalam berbagai lapangan kehidupan masyarakat dunia umumnya. Globalisasi yang bersumber dari Barat seperti yang kita

7

(44)

saksikan, tampil dengan watak ekonomi politik dan sains teknologi tentu memiliki dampak positif dan negatif.8 Terhadap globalisasi tersebut kita tentu ingin meminimalisir dampak negatifnya, terutama bagi dunia pendidikan dan memanfaatkan sebaik-baiknya dampak positif dari globalisasi itu, sehingga dapat survive di tengah masyarakat dunia yang penuh dengan kompetisi.

Menurut Yusuf Qardhawi Ada tiga kelompok umat Islam dalam menyikapi isu globalisasi, yaitu:9

Pertama, orang yang menerima secara mutlak, yaitu orang yang disebutkan oleh Rasulullah dalam haditsnya bahwa mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran umat lain sejengkal demi sejengkal, sehingga andai umat lain itu masuk ke lubang biawak, mereka akanmengikutinya. Inilah sikap para penyeru westernisasi yang berlebihan di dunia Arab dan Islam

Kedua, orang yang menolak sama sekali, yaitu orang yang menjauhi setiap hal-hal baru, tidak peduli dengan dunia pemikiran, ekonomi, politik, dan sejenisnya. Mereka beruzlah dan menyingkir. Selain kelompok ini juga terdapat kelompok lain yang sering disebut dengan kelompok fundamentalis. Bedanya mereka tidak mengasingkan diri, tetapi mengambil posisi berhadapan dengan yang mereka tentang atau tolak. Kelompok ini menganggap bahwa globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya Islam yang telah mereka jaga selama bertahun-tahun. Kekhawatiran mereka terletak pada ”westernisasi” dan ”pembaratan” pada budaya setempat melalui arus globalisasi.

Ketiga, kelompok pertengahan, yaitu yang menyikapinya secara proporsional. Menurut Yusuf Qardhawi inilah sikap yang baik sebagai cermin, sebagai manhaj Islam pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya, paham tentang risalahnya, dan memegang

9

(45)

teguh orisinalitasnya. Ia tidak menghindar dari hal-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan.

Pendidikan merupakan sarana yang efektif menghadapi globalisasi dunia, melalui pendidikan baik di rumah, sekolah, maupun dalam lingkungan masyarakat dengan berbagai metode, cara, dan geraknya dapat dicegah pengaruh negatif yang bakal terjadi dari globalisasi. Dalam hal ini pendidikan agama mempunyai peran yang sangat penting sebagai landasan nilai dan moral peserta didik.

Agar peran pendidikan dapat berfungsi maksimal dalam menanggapi globalisasi, ada beberapa hal yang kiranya patut diperhatikan, yaitu:

Pertama, peningkatan sumber daya manusia. Keunggulan yang mutlak dimiliki bangsa Indonesia adalah penguasaan atas sains dan teknologi serta keunggulan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Kedua, pengembangan ilmu sosial profetik. Dengan ilmu sosial profetik yang kita bangun dari ajaran Islam, kita tidak perlu takut atau khawatir terhadap dominasi sains Barat dan arus globalisasi yang terjadi saat ini. Islam selalu membuka diri terhadap seluruh warisan peradaban. Islam adalah sebuah paradigma terbuka.

Ketiga, mendekonstruksi metode danmanagemen. Metodologi dan manajemen yang selama ini kita pakai selama ini harus dirubuhkan dan dibangun lagi yang terbaru yang dapat membawa semangat dan konsep baru sehingga menghasilkan tujuan yang diinginkan sesuai tuntutan modern sekarang ini

Keempat, tersedianya sarana dan prasarana merupakan unsur penting yang sangat menunjang bagi kelancaran dan dan keberhasilan proses pendidikan.

Kelima, kurikulum yang handal yang berwawasan masa kini dan masa depan. Kurikulum ini diharapkan dapat menciptakan manusia yang memiliki kemampuan yang berkualitas dan memiliki keterampilan dan kecakapan hidup.

(46)

berbagai gaya keunggulannya. Sekolah itu muncul untuk menanggapi kekurangan-kekurangan sistem pendidikan yang ada.10 Namun diantara sekolah-sekolah yang muncul tersebut, yang dikembangkan hanya pada aspek kognitif saja atau academic minded. Sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu menggali, mengembangkan dan mengoptimalkan seluruh potensi peserta didik.

Sebagaimana telah disinggung dalam bab pertama bahwa salah satu kekurangan atau kegelisahan yang dirasakan dalam dunia pendidikan adalah proses belajar mengajar dalam sekolah-sekolah formal yang dinilai terkesan formalitas dan belum mampu membentuk kepribadian. Akibatnya, bentuk penyampaian materi-materi agama pun sekedar formalitas, sehingga hasil akhir yang diandalkan hanya kepuasan nilai bukan pada pembentukan kepribadian siswa.11

Di era sekarang ini, dimana banyak kasus yang menimpa generasi penerus kita termasuk dalam hal ini para pelajar, mulai dari kasus tawuran, narkotika, pergaulan bebas, dan perbuatan menyimpang lainnya, maka peran pendidikan agama menjadi

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan outlet , (Muara Sungai Wuryantoro, Keduang dan Wiroko) merupakan jenis lokasi perairan yang memiliki kondisi habitat perairan yang berbeda, baik dari

Berawal dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut melalui skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Reward Dan Punishment Terhadap

Mengikut masalah tren perubahan keterlibatan warga muda dalam penggunaan media, perubahan norma kewarganegaraan dan partisipasi politik menjadi suatu isu penting dalam

Menurut Lillesand dan Kiefer (1994), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik

Pada hasil penelitian menunjukkan nilai panjang gelombang yang dihasilkan dari sintesis nanopartikel perak pada selang waktu 7 hari mengalami perubahan yang tidak

Jika anda sudah melakukan semua poin diatas maka kotak tisu sudah bisa anda gunakan, tinggal anda membeli tisu isi ulang kemudian anda masukkan kedalam kotak tisu yang telah anda

Sehingga dengan motivasi, nasehat selalu kepada Penulis semenjak menimba ilmu di Fasilkom pada Program studi Magister (S2) Teknik Informatika sampai menyelesaikan

Za razvoj same aplikacije korišten je okvir (eng. framework) Ruby on Rais, koji je svojim mogućnostima i širokom zajednicom uvelike olakšao razvoj same