• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap dan pandangan hidup tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap dan pandangan hidup tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra Indonesia"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SASTRA INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)

Oleh :

ZAKIYAH

109013000010

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA

DI

SEKOLAH disusun oleh ZAKIYAH Nomor Induk Mahasiswa 109013000010, diajukan kepada Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

UN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

diryataka! lulus dalam

Ujiar

Munaqasah pada tanggal 28 Januaxi 2014 di

hadapan dewan penguji. Oleh karena

itq

penulis berhak memperoleh gelar sarjana S-l (S. Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra lndonesia.

Jakarta, 29 Ja[uari 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Juusa&4rogram

Studi) Tanggal

Tanda Tangan

Dra. Mahmudah Fitrivah ZA. M. Pd.

NIP 1964012 199703 2 001

Seketads (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Dra, Hindunt M. Pd.

NIP 19701215 200912 2 001

Penguji 1

Ahmad Bahtiar, M. Hum NIP t97601l8 200912

I

002

Penguji

II

Dra. Hirdun. M. Pd

lJrP 19701215 200912 2 001

>B

-

r

-2o\

).4

-t

. AotT

1):[:?FIl1

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguuan

\4i-Nurlena Rifa'i, MA. Ph. D. NIP. 19591020 198603 2 001

(3)

KARYA

Al'U

UTAMI DAN IMPLIKASIITYA TERIIADAP

PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAII

Skipsi

Ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguuan

Untuk memeouhi syarat-syarat mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sasha Indonesia

Oleh :

Zakiiedl.

NlM. 109013000010

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAI(ULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI GNN)

SYARItr'HIDAYATI'LLAH

.IAKARTA

(4)

Nama

NIM

Jurusan

Judul Sloipsi

Tak'vah

Dosen Pembimbing

109013000010

Pendidikan Bahasa dan Sasha Indonesia

: Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Ldruhg Karya

Ayr Utami

serta Implikasinya

Terhadap Pembelajamn Sastra Di Sekolah

Dra. Mahmudah Fitiyah. ZA, M.Pd

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

Skripsi

ini

merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu syaat memperoleh gelar Sarjana Strata

1

di

UIN

Syarif

Hidayatullah Jakarta;

2.

Semua sumber yang saya gunakan unhrk memenuhi skipsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di

IJIN

Syarif

Hidayahrllah Jakarta;

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya

ini

bukan hasil karya saya ataupun jiplakan dari orang lairL maka saya bersedia menerima sarksi yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan petunjuk dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para sahabat, dan kita sebagai pengikutnya sampai akhir zaman, amin.

Terselesaikannya skripsi yang berjudul SIKAP DAN PANDANGAN HIDUP TOKO DALAM NOVEL LARUNG KARYA AYU UTAMI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN DI SEKOLAH ini tentunya tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik dukungan berupa doa, semangat, sumbangan pemikiran, maupun bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Maka, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph. D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memimpin FITK dengan jiwa profesionalismenya sehingga kinerja FITK lebih baik dan profesional;

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kemudahan administrasi bagi para mahasiswanya, sekaligus selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan dedikasi yang tinggi, serta memberikan sumbangan pemikiran yang mencerahkan hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Dra. Siti Sahara, selaku Dosen Penasehat Akademik, yang telah memberikan pengarahan sampai terselesaikannya perkuliahan penulis;

(6)

5. Kedua orang tua tercinta, ibunda Nurjannah dan ayahanda M. Mukri yang senantiasa mendoakan dan mendukung setiap langkah serta keputusan penulis.

6. Kakak-kakakku tercinta (Hasna, Ismail, Zaeni, Yayah, Yati) terimakasih banyak atas segala dukungannya baik moral dan materil sampai penulis menyeleseiakan studinya, juga keponakan dan kakak-kakak iparku yang juga telah memeberikan doa dan perhatiannya.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Siti Humairoh, Ria Fidiyati, Rhani Shintia Utama, Syifa Annisa, Eva Nihlatul Fauziah, Dini Nurhayati, Sahabat-sahabat UKM PRAMUKA, MANJA SCOUT, Dedeh Kholilah, Rahmatul Uyuni, Nursyamsiah, Irma Listiany, dan Riadul Jannah dan teman-teman PBSI angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga apa yang kita cita-citakan tercapai, aamiin;

Akhir kata Tak ada gading yang tak retak. Tidak ada pribadi yang sempurna, karena manusia bukanlah malaikat. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar ke depannya bisa lebih baik.

Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi wawasan bagi cakrawala ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua. Sehingga dunia tercerahkan dengan lautan ilmu yang berguna, aamiin.

Jakarta Desember 2014

(7)

Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M. Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup yang ditampilkan dalam novel Larung Karya Ayu Utami. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dengan Objek yang akan diteliti yaitu novel Larung Karya Ayu Utami yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2002.

Simpulan dari hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut, sikap hidup dan pandangan hidup yang ditampilkan tokoh meliputi, sikap dan pendangan hidup tentang budaya atau mitos, sikap dan pandangan hidup tentang Illahi atau agama, sikap dan pandangan hidup tentang gender atau kelas sosial, sikap dan pandangan tentang kebajikan, serta sikap dan pandangan tentang sesama manusia, dan faktor yang mempengaruhinya antara lain, faktor pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, instuisi atau lembaga, faktor emosi dalam diri individu.

(8)

. Education majors Indonesian language and literature. Faculty of Tarbiyah and Teaching Science. State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

Lecturer: Dra . Mahmudah Fitriyah, ZA, M. Pd .

This study aims to describe the attitude and outlook on life are displayed in novel created by Ayu Utami. This research uses descriptive qualitative method. With the object that will be studied is the novel larung created by Ayu Utami and published by PT Gramedia Pustaka Utama 2002.

Conclusions of the research the data obtained as follows, attitudes and outlook on life are shown figures include, attitudes and Views of Life about culture or myth, divine or religious life , attitude and outlook on life about gender or social class, attitudes and views on virtue , as well as the attitudes and opinions about fellow human beings, and the factors that influence it, among others, factors of personal experience, others are deemed important, culture, mass media, intuition, or institution, emotional factors within the individual .

(9)

ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 4

C.Pembatasan Masalah ... 4

D.Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Metodologi Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORITIK A.Hakikat Novel ... 8

B.Unsur Intrinsik Novel ... 9

C.Sosiologi Sastra ... 15

D.Pengertian Pandangan Hidup ... 16

E. Pengertian Sikap HIdup ... 16

F. Manusia dan Pandangan Hidup ... 20

G.Hakikat Pembelajaran Sastra ... 20

H.Penelitian yang Relevan ... 21

BAB III PROFIL AYU UTAMI A. Biografi Ayu Utami... 22

B. Pemikiran Ayu Utami ... 27

(10)

iii

5. Sudut Pandang ... 48 B. Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh Larung ... 49 C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75

(11)

1

Lahirnya suatu karya sastra tidak bisa lepas dari keadaan lingkungan sosial pengarangnya, selebihnya suatu karya selalu ditempatkan pada posisi seimbang antara teks dan penciptanya. Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra adalah produk masyarakat, sebab karya sastra lahir dan berkembang dalam masyarakat serta dibentuk oleh masyarakat berdasarkan desakan emosional atau rasional dari masyarakat. Berarti karya sastra bukan kenyataan hidup sosial, tetapi merupakan gambaran sosial suatu masyarakat yang dituangkan dalam cerita. Karya sastra sebagai seni yang berlandaskan cerita secara langsung maupun tidak langsung membawakan pesan dan moral. Dengan kata lain karya sastra mempunyai nilai-nilai diperoleh pembaca lewat sastra. Apalagi karya sastra merupakan cerminan dari masyarakat. Sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kehidupan masyarakat serta hubungan antara karya sastra dengan pembaca dan pengarang.

Karya sastra berkaitan dengan fungsinya salah satunya adalah sebagai media penghibur dan juga berguna, maksundnya bahwa karya satra sebagai media sosial memainkan perannya untuk mengajak pembaca untuk tidak sekedar menyukai kegiatan membaca akan tetapi ada pelajaran dan pengajaran yang ingin disampaikan oleh pengarang memlui cerita tersebut, dengan mehadirkan kisah serta polemik sosial yang dekat kenyataannya dengan masyarakat serta sarat akan nilai-nilai soaial masyarakat. Oleh karena itu sastra dijadikan sebagai media untuk mengangkat minat membaca yang tidak hanya melihat fungsinya sebagai media penghibur tetapi juga mempunyai tujuan estetik.

(12)

dan bahasa novel cenderung bahasa sehari-hari yang paling umum digunakan dalam masyarakat.1

Novel sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya baik dari struktur maupun unsur-unsurnya, mengingat bahwa novel merupakan struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur, sarana estetika dan nilai serta norma yang ada di dalamnya. Pemahaman novel dapat ditinjau dari berbagai aspek, hal itu tergantung dari sisi nilai dari novel yang akan dikaji atau dibahas.

Novel kaitannya dengan karya sastra karya sastra dapat dinilai dari beberapa kriteria. Kriteria yang mengaitkan karya dan pengarang, kriteria yang mengaitkan karya sastra dengan kenyataan, karya yang mengaitkan pendapat pihak kritikus dan karya sastra, karya untuk mengasyikkan pembaca, karya yang memperhatikan struktur, dan kriteria tradisi. Penilaian terhadap suatu karya sastra juga dapat dipengaruhi oleh pandangan seseorang mengenai fungsi sastra.Berangkat dari hal itulah, penulis mengkaji objek penelitian yaitu novel Larung karya Ayu Utami dengan mengkaji novel dari segi sosiologis.

Larung merupakan novel dwilogi yang dikarang oleh Ayu utami seorang pengarang wanita. Semula novel ini ingin dijadikan sebuah novel dengan judul Laila Tak Mampir di New York, dengan novel pertamanya yaitu Saman yang akhirnya membawa Ayu memenangkan lomba sayembara roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. Akan tetapi dalam proses pengerjaan, beberapa sub plot berkembang melampaui rencana. Pada akhirnya Saman dan Larung merupakan dwilogi yang berdiri sendiri.

Ayu Utami adalah seorang pengarang yang tergabung dalam komunitas Utan Ayu. Ia menampilkan tokoh wanita yang cukup banyak jumlahnya dalam novel yang ia tulis, demikian juga pelukisan watak yang disandang oleh tokoh tersebut, sehingga tokoh ini mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia yang sesungguhnya dibandingkan dengan novel-novel yang

1

Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian sastra dari strukturalisme hingga Postrukturalisme, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2004), hlm 46-47

(13)

lainnya, demikian pula dengan tokoh wanitanya sangat mewakili kehidupan wanita zaman sekarang ini sehinnga sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam.

Novel Larung karya Ayu Utami kemudian menarik perhatian penulis untuk mengkajinya. Dari segi psikis,pengarang melukiskan karakter pelaku melalui pelukisan gejala-gejala pikiran, perasaan dan kemauannya. Dengan jalan ini pembaca dapat mengetahui bagaimana watak pelaku. Segi sosiologis, pengarang melukiskan watak pelaku melalui lingkungan hidup kemasyarakatan di samping selalu merupakan hasil penjelmaan fisiknya, juga merupakan hasil penjelmaan pengaruh-pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, dalam memahami tokoh, aspek-aspek yang melekat pada diri tokoh: seperti penamaan, peran, keadaan fisik, keadaan psikis, dan karakter perlu mendapat perhatian.

Sastra sebagaimana fungsinya yaitu sebagai gambaran dari potret kehidupan masyarakat yang mengangkat konflik sosial yang terjadi dimasyarakat. keterkaitan sastra dengan masyarakatyang menjadikan pengarang menuangkan cerita dengan konflik sosial masyarakat yang terjadi. Rangkaian peristiwa tersebut digambarkan melalui kehadiaran para tokoh dalam cerita

Sastra kaitannya sebagai cermin dari masyarakat tetunya juga mengangkat permasalahn-permasalahan yang ada di masyarakat, baik mengenai nilai-nilai, moral, ideologi dan sebagainya. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat pada akhirnya ada kaitannya dan menjadi sumber dari pandangan hidup yaitu pola pikir tertentu pada setiap individu. Pandangan hidup bersifat elastis, tergantung kepada situasi dan kondisi dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup dimana manusia tersebut berada. Sumber pandangan hidup berasal dari agama, ideologi maupun hasil perenungan seseorang yang bersifat relatif. Setiap individu memiliki pandangan hidup dan cita-citanya sendiri dan selalu bermimpi untuk mencapai apa yang dia inginkan sesuai dengan cita-citanya dan idak sedikit manusia yang mimpinya menjadi kenyataan.

(14)

Dan tujuan hidupnya. Dari permaslahan yang diangkat tersebut penulis tertarik utuk mengkaji novel Larung dari segi tokoh dengan mengambil tema mengenai dinamika Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh dalam Novel Larung Karya Ayu Utami dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah

A. Identifikasi Masalah

1. Rendahnya pemahaman pembaca mengenai hubungan nilai sosial dan budaya yang terdapat dalam cerita

2. Pembaca merasa kesulitan menafsirkan karakter dan pandangan hidup tokoh yang diceritakan pengarang

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka penulis membatasi penelitian ini pada masalah sikap dan pandangan hidup para tokoh dalam Novel Larung karya Ayu Utami. Dengan mengkaji aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimana sikap dan pandangan hidup tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami

2) Bagaiman implikasi dari pandangan hidup tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami terhadap pembelajarn sastra di sekolah?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis bagaimana sikap dan pandangan hidup para tokoh dalam novel Larung karya Ayu Utami

(15)

dalam novel Larung karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah.

C. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. 1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian tidak terpaku terhadap suatu tepat dikarenakan penelitian yang dilakuakn dengan mengkaji suatu teks atau naskah, sehingga jika mendukung setiap tempat bisa dijadikan tempat penelitian. Adapun waktu penelitian ini dilakukan mulai september sampai desember 2013

2. Bentuk dan strategi penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan metode analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan apa yang menjadi masalah, menganalisis, dan menafsirkan data yang ada. Strategi yang digunakan berupa analisis isiberdasarkan data yang didapatkan. Metode analisis isi yang digunakan dalam menelaah isi dari suatu dokumen yaitu Novel Larung karya Ayu Utami.

3. Subjek dan objek penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Novel Larung karya Ayu Utami. Objek penelitian ini adalah Novel Larung karya Ayu Utami yang diterbitkan pada tahun 2001

4. Fokus penelitian

Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan sikap dan pandangan hidup para tokoh wanita dalam novel Larung Larung karya Ayu Utami dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Focus penelitian ini dilakukan agar penelitian lebih fokus dan terarah sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca.

5. Sumber data

(16)

sekunder adalah sumber data yang secara tidakk langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Larung. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku serta tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini. 6. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik pustaka, simak, dan catat. Teknik pustaka adalah teknik penelitian yang menggunakan sumber-sumber data tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dalam penelitian ini berarti peneliti sebagai instrumen melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data primer. Hasil penyimakan tersebut dicatat sebagai sumber data.

7. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik., cermat, lengkap serta sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian itu sendiri. Penelitian kualitataf sebagai human instrumen berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagaisumber data, malakukan pengumpulan data, memilih kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan data atas temuannya.

Kegiatan yang dilkukan peneliti sehubungan dengan pengembilan Larung dan peneliti bertindak sebagai pembaca yang aktif membaca, mengidentifikasiperistiwa-perisiwa yang menyakut sudut pandang tokoh. 8. Teknik analisi data

Teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Identifikasi

(17)

b. Klasifikasi

Setelah diidentifikasi, data novel diseleksi dan diklasifikasi sesuai hasil identifikasi, yaituu unsur intrinsik, sikap dan pandangan hidup tokoh lalu menghubungkannya dengan pembelajaran sastra.

c. Analisis

Teknik selanjutnya ialah analisi. Seluruh data yang mengandung mengenai sudut pandang tokoh utama dianalisi dan ditafsirkan secara keseluruhan

d. Deskripsi

(18)

8 BAB II

LANDASAN TEORETIS

A.Hakikat Novel

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata novel berarti karangan yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekililingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap prilaku tokohnya. Kata novel berasal dari bahasa Itali novella yang secara harfiah berart, sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dalam bahasa Latin kata novel berasal novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis lain, novel baru muncul kemudian1. Novel juga diartikan sebagai prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa serta latar secara tersusun. Novel sebagai karya imajinatif mengugkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan ini dan mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur

Sebagian besar orang membaca sebuah novel hanya ingin menikmati cerita yang disajikan oleh pengarang. Pembaca hanya akan mendapatkan kesan secara umum dan bagian cerita tertentu yang menarik. Membaca sebuah novel yang terlalu panjang yang dapat diselesaikan setelah berulang kali membaca dan setiap kali membaca hanya dapat menyelesaikan beberapa episode akan memaksa pembaca untuk mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Hal ini menyebabkan pemahaman keseluruhan cerita dari episode ke episode berikutnya akan terputus.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa novel adalah sebuah cerita fiktif yang berusaha menggambarkan atau melukiskan kehidupan tokoh-tokohnya dengan menggunakan alur. Cerita fiktif tidak hanya sebagai cerita khayalan semata, tetapi sebuah imajinasi yang dihasilkan oleh pengarang dari realitas atau

1

(19)

fenomena yang dilihat dan dirasakan, serta dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya.

B. Unsur Intrinsik Novel

Novel memiliki unsur-unsur pembangun yang menyebabkan karya sastra itu hadir sebagai karya sastra. Unsur itu adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur yang secara faktual dapat dijumpai ketika membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara tidak langsung turut serta membangun cerita.2

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang menbangun karya sastra di luar karya, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan system organisme karya sastra.

1. Tema

Menurut Susminto A. Sayuti, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Istilah tema sering disamakan dengan topik, padahal kedua istilah ini memilki pengertian yang berbeda. Topoik dalam suatu karya sastra adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan gagasan sebtral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam karya sastra fiksi.3Menurut Freir dan Lazarus, tema dinyatakan secara tidak langsung, meskipun ada yang dirasakan oleh pembaca, serta ttema tidak lain daripada ide pokok, ide sentral atau ide ide yang dominan dari karya sastra.4

Tema adalah maslah yang menjadi pokok pembicaraan atau yang menjadi initi topik dalam suatu pembahasan. Tema dapata juga berupa makna atau gagasan yang mendasari karya sastra. Ada tiga cara untuk menentikan tema, yaitu.

a. Melihat persoalan mana yang paling menonjol

b. Mementukan persoalan mana yang paling banyak menumbulkan konflik, yakni konflik yang melahirkan peristiwa.

2Ibid

. hal 36

3

Susminto A. Sayuty. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi (Yogyakarta:Gama Media. 200), Cet. I, hal 11

4

(20)

c. Dengan menghitung waktu penceritaan, yaitu waktu diperlukan untuk menceritakann peristiwa atau tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sehubungan dengan persoalan yang bersangkutan.5

1. Tokoh dan penokohan

Wellek membedakan dua macam penokohan, yaitu penokohan “datar”

dan penokohan “bulat”. Dikatakan tokoh datar jika watak tokoh dilukiskan

tetap, tidak berubah-ubah sejak awal hingga akhir cerita. Sebaliknya, tokoh bulat mengalami perubahan watak secara menonjol. Berdasarkan peranannya, tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama memegang peranan utama, dia diceritakan sejak awak hingga akhir cerita. Tokoh tambahan lebih berperan sebagai pembantu untuk memperjelas peranan dan watak tokoh utama.6

Ada beberapa cara untuk menggambarkan karakterisasi mengenai tokoh, diantaranya yaitu:7

a. Cara ekspositori atau teknik analitis yaitu pelukisan tokoh dilakukan dengan memberikan deskripsi, uaraian atau penjelasan secara langsung. Tokoh dihadirkan kepada pembaca dengan tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai dengan deskripsi yang berupa sikap, tingkah laku, atau bahkan ciri fisisknya. 8

b. Cara dramatik, menggambarkan apa dan siapanya tokoh itu tidak secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain :

1) Menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh 2) Cakapan (percakapan) antara tokoh dengan lain atau

percakapan tokoh-tokoh lain tentang dia

3) Pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain atau dia

4) Perbuatan sang tokoh

5Ibid,

h. 8

6

Nurgiyantoro, Op. Cit. h. 164

7Ibid.

h. 195

(21)

c. Catatan tentang identifikasi tokoh, yaitu cara yang dilakukan untuk mengenali tokoh-tokoh cerita dengan mengidentifikasi ciri-ciri fisik, sifat, tingkah laku, dan kepribadian tokoh dengan melakukan tahapan-tahapan pengenalan, pengulangan dan pengumpulan data-data yang berkaitan dengaan tokoh.

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Dalam karya sastra prosa, pada dasarnya ada dua jenis tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama dapat ditentukan melalui tiga cara: (1) tokoh yang paling terlibat dengan tema; (2) tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh lain; dan (3) tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. di samping tokoh utama (protagonis), ada jenis-jenis tokoh lain, yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis), yakni tokoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. Teori tentang tokoh yang akan digunakan sebagai landasan analisis ialah teori characterization milik Seymour Chatman. Dengan berlandaskan pada pemahaman M. H. Abrams mengenai sastra, Chatman berargumen bahwa elemen tokoh dalam karya sastra seyogyanya ditelaah menurut dua aspek, yaitu penampilan dan Penampilan dan kepribadian dapat dirinci menjadi actions (tindakan), manners of thought and life (cara berpikir dan gaya hidup), habits (kebiasaan), emotions (perasaan), desires (keinginan), instincts (naluri).

2. Alur

Pengertian alur sering disamakan dengan jalan cerita. Dia istilah ini berbeda dan mempunyai makna yang berbeda. Pengertian alur sebagai rangkaian peristiwa yang membangun cerita, dipahami sama seperti jalan cerita yang terdiri atas rangkaian peristiwa. Jika alur selalu didasari oleh adanya hubungan sebab-akibat maka jalan cerita hanya berupa rangkaian peristiwa saja. Dengan demikian, perbedaan asasi antara alur dan jalan cerita terletak pada ada tidaknya hubungan sebab akibat.

(22)

berbagai peristiwa yang lain, dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Alur merupakan unsur yang sangat penting dalam karya fiksi. Pemahaman pembaca terhadap cerita yang ditampilkan tergantung dari cara penyajian alurnya. Istilah alur biasanya Alur dibangun oleh beberapa peristiwa, awal cerita biasanya biasanya menceritakan atau memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan informasi penting dan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kejadian selanjutnya. Selanjutnya bagian tengah yang menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada awal cerita dan mulai meningkat hingga mencapai level klimaks yaitu level puncak dari suatu hal atau konflik yang terjadi. Kemudian bagian akhir yang merupakan tahap penyelesaian dari klimaks dan menjadi bagian akhir dari cerita.

3. Latar

Latar adalah waktu yang menunjukan kapan cerita terjadi dan di tempat mana cerita itu terjadi. Secara garis besra latar fiksi dapat dikategorikan sebagai berikut. Latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Menurut Asul Wiyanto, latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Jadi latar mencakup tiga hal, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suaasana.

a. Latar tempat

latar tempat mengacu kepada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat tersebut mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, dengan inisial tertentu, ataupun tempat-tempat tertentu dengan nama yang tidak jelas atau hanya berupa petunjuk-petunjuk yang mengarah pada terjadinya peristiwa.

b. Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karaya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah

(23)

Latar sosial menyarankan kepada hal-hal yang berhubungan denga perilaku sosial atau kehidupan masyarakat yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.dapat berupa kebiasaan hidup adat istiadat, cara berfikir, keyakinan, pandanagn hidup dan lain-lain yang terjadi dalam masyarakat. Latar sosila juga dapat berkaitan dengan statsu sosial tokoh yang bersangkutan, misalkan atas, menegah, atau rendah.

4. Sudut pandang

Abrams mengatakan bahwa sudut pandang atau Point of View mengacu pada sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang digunakan pengarag sebagai saran untuk menyajikan tokoh, latar, tindakan, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang merupakan cara, strategi atau siasat yang digunakan pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan ceritanya.9

Sudut pandang terdiri atas:

a. Sudut pandang orang ketiga “Diaan”

Sudut pandang ketiga “dia” digunakan dalam pengisahan cerita dengan

gaya “dia”. Narator atau pencerita adalah seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita yang menyebut nama, misalnya Telaga, atau penggunaan kata ganti seperti ; ia, dia, dan mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang uatam kerap atau terus menerus disebut dan sebagai variasi, pengarang menggunakan kata ganti. Sudut pandang orang ketiga terdiri atas:10

1) Teknik Penceritaan “Diaan “ Mahatahu

Teknik penceritaan “diaan” mahatahu yakni yakni penceritaan

yang berada di luar cerita yang melaporkan peristiwa-peristiwa yang dialami para tokoh dari sudut pandang dia. Penceritaan mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan,

(24)

pencerita mampu mengungkapkan pikiran, pandangan, dan motivasi secara jelas seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.11 2) Teknik Penceritaan “Diaan” Terbatas

Sudut pandang yang menggunakan teknik penceritaan “diaan” terbatas. “dia” berfungsi sebagai pengamat, yaitu pencerita berada

di luar cerita dan biasanya ia mengetahui segala sesuatu tentang diri seseorang tokoh saja baik tindakan dan batin si tokoh tersebut. Teknik ini menggunakan sudut pandang cerita yang objektif dengan menyajikan kepada pembaca pengamatan-pengamatan luar yang berpengaruh terhadap pikiran, ingatan, dan perasaan yang membentuk kesadaraan total pengamatan. Dengan demikian pengarang tidak memberikan komentar dan penilaian yang bersifat subjektif terhadap peristiwa, tindakan tokoh yang diceritakan. Ia hanya berlaku sebagai pengamat, melaporkan segala sesuatu yang dialami dan dijalani oleh seorang tokoh.12

b. Sudut Pandang orang pertama “Akuan”

Sudut pandang orang pertama “aku” terdiri atas: “aku” tokoh utama yaitu

pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama. Melaporkan cerita dari

sudut oandang “ aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita dan “aku” tokoh tambahan, yaitu penceritaan yang tidak ikut berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebgaai pendengan tau penonton dan hanya untuk melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut pandang

“saya”13

1) Teknik penceritaan “Akuan” Sertaan

Teknik penceritaan akuan sertaan digunakan bila pencertitaan berlaku sebagai tokoh yang terlibat langsung dengan

kejadian-kejadian dalam cerita. Teknik penceritaan “akuan” sertaan

adalah apabila cerita disampaikan oleh seorang tokoh dengan

menggunakan “aku”. Salah seorang tokoh dalam cerita

11 Albertin Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi (Jakarta: Yayasan Pustaka obor Indonesia, 2011) hlm. 99

(25)

berkisah dengan mengacu pada dirinya dengan kata ganti

orang pertama “aku” dan ia berperan dalam pengishana.

Biloa pencerita “akua sertaan” menggunakan “aku” sebagai

tokoh utama, ia menceritakan segala-galanya mengenai dirinya, pengalaman, pandangan, keyakinan, dan lain-lain. Nuansanya lebih subjektif dan pembaca seakana-akan dibawa oleh si pencerita mengikuti apa yang dialaminya dan apa yang diyakininya. Pembaca kerap bertanya-tanya apakah semua ini merupakan ide/ gagasan si pengarang.

2) Teknik Penceritaan “akuan” Tak Sertaan

Teknik penceritaan “akuan” tak sertaan digunakan bila

pencerita tidak terlibta langsung dalam cerita walaupun ia berbeda di dalamnya.

3) Teknik pencerita “Aku” tokoh utama dan “Aku” tokoh tambahan

Teknik pencerita “aku” tokoh utama menceritakan berbagai

peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya secara fisik dan batiniah serta hubungannya dengan segala sesuatu di luar

dirinya. Pada teknik pencerita “aku” tokoh tambahan. Si

pencerita atau “aku” manampilkan kepada pembaca tokoh lain yang dibiarkannya bercerita tentang dirinya. Si pencerita inilah yang menjadi tokoh utama dengan menampilkan berbagai pengalaman, peristiwa, lakuan, dan hubungannya dengan tokoh lain.

c. Sudut Pandang Campuran

(26)

dan “dia” sebagai pengamat, persona dengan teknik “aku” sebagai tokoh utama dan “aku” sebagai tokoh tambahan atau sebagai saksi. 14

C. Sosiologi Sastra

Sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat dengan di dalamnya terdapat usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakat ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra15

Istilah sosiologi sastra pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan pendekatan sosiologis atau sosiokultur terhadap sastra . Menurut Damono, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor luar sastra untuk membicarakan sastra. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui lebih dalam lagi gejala di luar sastra. 16

Pendekatan sosiologi bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat, melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalam karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri yang merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus.

Wellek dan Warren mengemukakan tiga klasifikasi yang berkaitan dengan sosiologi sastra, antara lain:

a. Sosiologi pengarang. Masalah yang berkaitan adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial, status pengarang, dan ideologi.

14

Nurgiyantoro., Op. cit., h 264

15

Robert Escarpit. Sosiologi Sastra (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008)., h. 15

16Ibid.,

(27)

b. Sosiologi karya sastra. Masalah yang dibahas mengenai isi karya sastra, tujuan atau amanat, dan hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial.

c. Sosiologi pembaca. Membahas masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap pembaca.17

Hubungan sosiologi dan karya sastra terdapat hubungan timbal balik karena dalam karya sastra terdapat hal-hal yang menjelaskan tentang moral yaitu sikap atau nilai-nilai dalam masyarakat, maka di antara keduanya saling melengkapi dan saling membantu. Sosiologi sastra dapat menyangkut hubungan antara pengarang, karya sastra itu sendiri, dan pembaca. Dalam penelitian ini sosiologi sastra difokuskan kepada karya sastra itu sendiri yang mengkaji aspek moral atau sikap dan pandangan hidup manusia.

Membicarakan masalah sikap dan pandangan hidup pada dasarnya membicarakan mengenai keadaan manusia dalam menghadapi perkembangan lingkungan hidupnya. Manusia tidak bisa lepas dari lingkungan sosialnya maka manusia butuh pedoman yang dapat menjaga stabilitas menyelaraskan dirinya dengan dunia dan lingkungannya. Manusia hendaknya mempunyai pengetahuan yang cukup tentang nilai-nilai dan norma yang harus dipatuhi, dihayati, dan dilakasanakan.

Eksistensi manusia sebagai individu dan prilaku interaksi sosial merupakan akibat dari sistem sosial, yang pada gilirannya merupakan bagian lingkungan sosial. Lingkungan sosial melibatkan berbagai komponen, baik fisik maupun non fisik, yaitu dalam bentuk tradisi baik dalam bentuk bahasa, norma, agama dan lain sebagainya. 18

D. Pandangan Hidup

1.Pengertian pandangan hidup

Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu dan golongan dalam masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan baik maupun buruk. Sikap hidup adalah perasaan

17

Heru Kurniawan, Sosiologi Sastra Teori, Metode, dan Aplikasi.(Jakarta: Graha Ilmu. 2012). h., 14

(28)

hati dalam menghadapi hidup,sikap tersebut bisa positif, negatif, apatis atau sikap optimis maupun pesimis tergantung kepada pribadi dan lingkungannya.19

Manusia adalah bagian dari pandangan hidup. Dalam kehidupan tidak ada seorang pun manusia yang tidak memiliki pandangan hidup. Apapun yang di katakan manusia adalah sebuah pandangan hidup karena dapat dipengaruhi oleh pola pikir tertentu pada setiap individu. Pandangan hidup bersifat elastis, tergantung kepada situasi dan kondisi dan dapat dipengaruhi oleh lingkungan hidup dimana manusia tersebut berada.

Sumber pandangan hidup berasal dari agama, ideologi maupun hasil perenungan seseorang yang bersifat relatif. Setiap individu memiliki pandangan hidup dan cita-citanya sendiri dan selalu bermimpi untuk mencapai apa yang dia inginkan sesuai dengan cita-citanya.Tidak sedikit manusia yang mimpinya menjadi kenyataan. Bermula dari mimpi akan menjadikan kita semangat untuk mengejar mimpi tersebut.

Pandangan hidup yang diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :

1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan yang mutlak kebenarannya

2. Pandangan hidup yang berupa idiologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut

3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya 20

2. Makna Sikap Hidup

Sikap hidup adalah keadaan hati dalam menghadapi hidup ini. Sikap itu bisa positif, bisa negatif, apatis atau sikap optimis atau persimis, bergabung pada pribadi orang itu dan juga lingkungannya.21

Sikap itu penting, setiap orang mempunyai sikap dan sudah tentu tiap-tiap orang berbeda sikapnya. Sikap dapat dibentuk sesuai dengan kemauan yang membentuknya. Pembentukan sikap ini terjadi melalui

19Joko Widagdo. Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara. 2001) h. 122

(29)

pendidikan. Seperti halnya orang militer yang bersikap tegas, berdisiplin tinggi, sikap kesatria, karena dalam kemiliteran ia dididik kearah sikap itu. Sikap dapat juga berubah karena situasi, kondisi, dan lingkungan Dalam menghadapi kehidupan, yang berarti manusia menghadapi manusia lain atau menghadapi kelompok manusia, ada beberapa sikap etis dan nonetis. Sikap etis ini disebut juga sikap positif yaitu sikap lincah, sikap tenang, sikap halus, sikap berani, sikap arif, sikap rendah hati dan sikap bangga.

Sikap nonetis atau negatif ialah sikap kaku, sikap gugup, sikap kasar, sikap takut, sikap angkuh, sikap rendah diri. Sikap-sikap itu harus di jauhkan dari diri pribadi, karena sangat merugikan baik bagi pribadi masing-masing maupun bagi kemajuan bangsa. Dalam berbagai perpustakaan, khususnya yang menelaah sikap manusia, ada semacam kesepakatan bahwa sikap tidak lain merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang berarti bahwa sikap seseorang terhadap objek tertentu pada dasarnya merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap objek yang bersangkutan dengan dipengaruhi oleh lingkungan susial serta kesediaan untuk bereaksi terhadap objek tersebut

Menurut Van Peursen dalam bukunya strategi kebudayaan mengenai aktualisasi sikap manusia dari zaman ke zaman dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan tersebut, melihat adanya 3 periode peralihan yang mencolok yang dialami manusia pada umumnya. Ketiga pagiode itu adalah: a) Tahap mitis ialah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh

kekuatan-kekuatan gaib disekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan

b) Tahap antiologi ialah sikap manusia yang tidak hidup lagi dalam kepungan, ia menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakikatnya segala sesuatu (antologi) dan mengenai segala sesiatu menurut perinciannya (ilmu-ilmu)

(30)

(sikap mistis), ia tidak lagi dengan kepala dingin ambil jarak terhadap objek penyelidikannya (sikap antologis).22

Sementara itu Franz Magnis Suseno melihat adanya dua bahaya yang terjadi kendala bagi manusia dalam upaya memenuhi ataupun mempertahankan sikap hidup, kedua bahaya yang dimaksud adalah nafsu dan pamrih.

Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar yang bisa menggagalkan kontrol diri manusia dan sekaligus membelenggunya secara buta secara lahir. Nafsumemperlemah manusia karena pemborosan kekuatan-kekuatan batin tanpa guna. Seseorang yang dikuasai nafsu, boleh jadi tidak lagimenuruti akal budinya, tidak bisa lagi mengembangkan segi-segi halusnya, semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik dan ketegangan-ketegangan dalam masyarakat dan pada instansi terakhir, membahayakan ketentraman.

Pamrih dan egoisme juga menjadi musuh manusia. Ini bias dimengerti mengingat seseorang yang bertindak lantaran pamrih semata-mata biasanya cendrung mengusahakan kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan masyarakat. Dilihat dari kacamata sosial pun pamrih itu selalu mengacau karena merupakan tindakan tanpa perhatian terhadap keselarasan sosial. Selain itu pamrih sekaligus memperlemah manusia dari dalam, karena sikap yang mengajar pamrih biasanya akan memutlakkan kekuatannya sendiri. Dengan demikian itu ia mengisolasikan dirinya sendiri dan memotong diri dari sumber kekuatan batin yang tidak terletak dalam individualitasnya, melainkan dalam dasar yang mempersatukan semua kekuata pada dasar jiwa mereka.23

Sikap manusia bukanlah suatu konstruk yang berdiri sendiri, akan tetapi paling tidak ia mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kontruk-kontruk lain, seperti:

a. Nilai-nilai b. Sikap c. Dorongan d. Motivasi

22

Ibid., h.131 23Ibid.,

(31)

5. Hubungan Manusia dan Pandangan Hidup

Akal dan budi sebagai milik manusia ternyata membawa ciri tersendiri akan diri manusia itu. Sebab akal dan budi mengakibatkan manusia memiliki keunggulan dibandingkan makhluk lain. Satu diantara keunggulan manusia tersebut adalah pandangan hidup. Disatu pihak manusia menyadari kehidupannya lebih kompleks.

Pandangan hidup berupa suatu penggaris yang mungkin dapat dinyatakan dengan kata-kata sebagai rumusan juga dapat dikatakan rumusan:

1. Orang yang sulit menyusun perasaan, pikiran dan kejiwaan.

2. Juga karena ia sendiri menyadari bahwa mungkin ia dapat berbuat/ bertindak yang melanggar prinsip-prinsip yang dikatakan.

3. Dan khawatir kalau ada kritik besar dan penyelewengan pandangan hidup dari anak-anak atau orang yang di bimbing.24

E. Hakikat pembelajaran sastra

Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dan kurikulum 2004 yaitu: (1) agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawsan kehidupan, serta meningkatkan kemampuan dan pengetahuan berbahasa; (2) peserta didik menghargai dan membagakan sastra indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 25

Sastra lahir oleh dorongan manusia untuk mengungkapkan diri mengenai masalah manusia, kemanusiaan dan semesta. Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, agama dan ilmu jiwa. Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah jiwa dan filsafat itu bukan dengan cara teknis akademis melainkan dengan tulisan sastra.26

Sastra selain sebagai sebuah karya seni yang memilki budi, imajinasi, dan emosi, juga sebagai karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra yang telah dilahirkan oleh sastrawan diharapkan dapat memberi kepuasan estetik dan intelektual bagi pembaca. Maka dari itu tujuan pembelajaran sastra adalah untuk menanamkan nilai-nilai imajinasi, emosi, juga

24

Ibid., h. 139

25

Riris K. Toha Sarumpaet Sastra Masuk Sekolah , (Magelang, Indonesiatera. 2002)hlm

26

(32)

kreativitas juga nilai-nilai kemanusiaan pada siswa. Sehingga diharapkan hasil dari pembelajaran sastra siswa dapat menyerap dan mengaplikasikan hasil proses kreatif dan imajinatif dan niali yang terkandung di dalamnya sebagi pelajaran.

Sastra berkaitan dengan semua aspek manusia dan alam dengan seki tarnya. Melalui karya sastra selalu ada pesan yang ingin disampaikan terutama pengetahuan tentang budaya, karna sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Pengetahuan tentang budaya harus selalu dipupuk dalam masyarakat. Istilah budaya sendiri digunakan untuk menunjuk ciri-ciri khusus suatu masyarakat tertentu dengan totalitasnya yang meliputi organisasi, lembaga, hukum, etos kerja, agam, seni dan sebagainya.27

Pemahaman mengenai budaya dapat menanamkan rasa bangga, percaya diri dan rasa ikut memilki. Lewat pengajaran sastra dapat mengantar siswa berkenalan dengan pemikir-pemikir besar dunia dari zaman ke zaman serta pemikiran-pemikirannya.28

F. Penelitian Relevan

Kajian yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rismatika Ika Indriyani mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul “Analisis Struktur Kepribadian Tokoh Wanita dalam novel Larung Karya Ayu Utami”. Penelitian ini memfokuskan kajiannya terhadap keperibadian tokoh perempuan dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmud feurd yang mencakup Id, Ego, dan Super Ego.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Saudara Hasis mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas (2001) yang hasilnya tertuang dalam skiripsinya yang berjudul “ Kritik Sosial dalam Novel Larung karya Ayu Utami”. Penelitian ini menyampaikan kritik sosial secara langsung dengan penggunaan kata yang tidak ambiguitas dan simbol-simbol yang digunakan di dalamnya. Kritik-kritik yang dimaksud adalah kritik di bidang politik dan pemerintahan, militer, moral dan di bidang hukum.

Selain ditemukan hasil penelitian terhadap karya yang sama, ditemukan pula sejumlah hasil penelitinan mengenai Sikap dan Pandangan Hidup Tokoh.

27

Nyoman. Op. Cti, h. 396

28Ibid, Op. Cit,

(33)

Diantaranya yaitu penelitian dengan judul Dinamika Sikap dan Pandangan Hidup Pria Dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari. Skripsi. STKIP PGRI PACITAN. 2012 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mendeskripsikan bentuk karakter tokoh pria dalam novel Kubah. (2) mendeskripsikan sikap hidup yang ditampilkan tokoh pria dalam novel Kubah yang berkaitan dengan hal-hal yang memperngaruhi sikap hidup tokoh. (3) mendeskripsikan pandangan hidup yang ditampilkan oleh tokoh pria dalam novel Kubah

Dari penelitian-penelitian yang telah ada maka penulis mencoba membuat penelitian dari novel yang sama dengan memfokuskan kajiannya terhadap analisis

(34)

Yustina Ayu Utami nama lengkap yang diberikan orang tuanya, dilahirkan di Bogor, 21 November 1968. Bungsu dari lima bersaudara ini, putri pasanga YH Sutaryo dan Suhartinah. Ayu mengenyam pendidikan di SD Regina Pacis, Bogor pada tahun 1981, lalu pada tahun 1984 lulus SMP 1 Jakarta, kemudian ke SMA Tarakanita 1 Jakarta lulus pada 1987. Tahun 1994 Ayu menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia mengambil Jurusan Sastra1. . Tahun 1995 Ayu melanjutkan Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, United Kingdom lalu ke Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan pada tahun 1999.

Sejak kecil Ayu telah memiliki bakat melukis. Kala Ayu menjadi ketua sanggar seni di SMU, Tarakanita Jakarta, pada waktu mengadakan pameran, lukisan yang dipamerkan ternyata kurang jumlahnya. Sebagai ketua, tentu Ayu ingin pamerannya berhsil. Ayu pun mengisi kekurangan jumlah itu dengan lukisan yang dibuatnya menggunakan bermacam-macam gaya dan nama. Pameran itu akhirnya sukses2 Itulah sebabnya, setelah lulus SMU Ayu ingin meneruskan ke Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB. Tapi bapaknya tidak memberi izin. Alasan bapaknya tidak mudah bagi Ayu mencari uang dengan melukis. Akhirnya, ia pun masuk Fakultas Sastra Jurusan Rusia, Universitas Indonesia. Dia mengaku, sejak kecil ia memang suka bahasa; utamanya bahasa yang aneh-aneh, eksotis. Bahasa Latin, misalnya. Ia menjatuhkan pilihannya ke Universitas Indonesia (UI) karena tidak ingin memberatkan orang tuanya. Selain lebih murah dibandingkan dengan kuliah di swasta, semua kakaknya kuliah di UI. Meski ayahnya sering tugas ke luar kota, sejak SMP Ayu tinggal di Jakarta bersama keluarganya.3

1

Yugi Astuti, Sastra dari Perspektif Kajian Feminisme: analisis novel saman dan larung Jurnal Humaniora Vol II no. 1 tahun 2003

(35)

Saat masuk ke Fakultas Sastra itulah Ayu seperti kehilangan arah. Kuliah dia jalani dengan malas. Ayu lebih banyak bekerja di berbagai tempat daripada kuliah. Tapi ia menyebut hal itu bukan sebuah pemberontakan. Ia hanya merasa tak ada gunanya lulus tanpa pengalaman. Selain itu, Ayu tidak ingin tergantung soal keuangan pada orang tuanya. Kuliah sambil kerja yang dilakukan Ayu juga mendobrak kebiasaan di keluarganya. Pada zaman kakak-kakaknya, hal itu tidak bisa diterima oleh ayahnya.

Dunia tulis-menulis tak begitu akrab di masa kecilnya. Dunia jurnalistik baru terjadi ketika Ayu mengirim cerpen humor dalam lomba yang diadakan Majalah Humor sekitar tahun 1989 - 1990. Ia memperoleh juara harapan. Kemenangan cerpennya di Majalah Humor menariknya menjadi wartawan paruh waktu di majalah itu. Berhubung kantornya berdekatan dengan Majalah Matra, Ayu pun jadi dekat dengan orang-orang Matra. Dia pun menjadi wartawan di majalah khusus trend pria itu. Dari sinilah Ayu menyadari ada bakat menulis, karena tulisannya jarang diedit. Ia juga pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah penutupan Tempo, Editor dan Detik di masa Orde Baru, ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. AJI adalah Institusi wartawan di luar PWI yang pada masanya tidak disukai pemerintah. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Ia pun masih bisa merangkap sebagai redaktur Jurnal Kebudayaan Kalam.4 Ia senang menulis novel, baginya dunia sastra adalah media untuk mengeksplorasi kemampuan bahasanya, yang kurang tepat dilakukannya sebagai wartawan. Seorang wartawan dituntut untuk memperhitungkan publik baik latar belakang, pengetahuan, maupun tingkat emosionalnya. Di tambah lagi, wartawan tidak bisa keluar dari fakta yang menurut Ayu, dilematis. Jadi sulit untuk bisa mengembangkan bahasa yang eksploratif. Novelnya yang pertama, Saman, mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.

(36)

Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Saman memenangi sayembara penulisan Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel ini dicetak pertama kali pada bulan April 1998 dan sampai tahun 2006 novel Saman ini sudah mengalami cetak ulang ke-25 Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan5

Akhir 2001, Ayu meluncurkan novel Larung diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Jakarta. Lalu kumpulan Esai Si Parasit Lajang diterbitkan oleh Gagas Media, Jakarta pada tahun 2003. Novel terakhir adalah Bilangan Fu yang diterbitkan pada tahun 2008 oleh KPG, Jakarta. Ayu Utami juga meraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008 kategori prosa lewat novel terbarunya, Bilangan Fu. Karya terbaru ini dianggap turut mengembangkan kehidupan sastra dengan basis penelitian yang kuat6

B. Pemukiran Ayu Uatmi

Dahulu Ayu tidak suka menulis fiksi, tetapi ia berubah setelah menyadari bahwa novel sastra ternyata tidak sekadar persoalan ide atau cerita, tetapi juga persoalan pergulatan bahasa, pergulatan pemikiran. Setelah Saman diterbitkan, kritikpun langsung berdatangan, tetapi jika ada yang mengritik Saman dari segi seksualitas yang ditampilkan, Ayu hanya menyediakan dua jawaban. Pertama, katanya ia hanya mau jujur. Kedua, Ayu tidak menampilkan seks sebagai cerita tentang seks, tapi seks itu problem bagi perempuan. Misalnya, Yasmin dan Saman membicarakan seks dengan rasa bersalah. Seks jadi diskusi, bukan peristiwa. Ayu berpendapat bahwa perempuan jangan terlalu mengagungkan keperawanan. Menurutnya bila wanita begitu memuja keperawanan, ia sendiri yang akan rugi.

6

(37)

Keperawanan hilang, ia merasa sudah tidak berarti. Karena itu mengagung-agungkan keperawanan itu tidak adil karena hanya bisa diterapkan pada perempuan7. Ayu merasa, masalah seks yang dia sajikan dalam Saman masih dalam batas yang wajar. Karena menurut Ayu menyajikan seks di situ bukan merupakan teknik persetubuhan, tetapi berupa pemaparan problematika seks untuk direnungkan karena banyak dialami oleh wanita. Dan bagi Ayu banyak hal yang dipersoalkan, bukan hanya masalah seks. Seks bukan masalah utama karena banyak persoalan lain, seperti sosial, pendidikan, dan hukum yang juga dinilai tidak adil.

Mengenai perkawinan yang dulu dia rencanakan saat berumur 23–25tahun, tetapi ternyata sampai sekarang ia tidak menikah. Ayu tidak mau menikah, itu prinsip yang kini dia pegang. Di buku Parasit Lajang, saya menuliskan 10 alasan untuk tidak menikah. Salah satunya yang penting bagi saya, menikah itu selalu menjadi tekanan bagi perempuan. Meskipun perempuan selalu menyatakan menikah adalah pilihan, tapi dalam kenyataannya menikah itu jadi satu-satunya pilihan. Karena, kalau tidak menikah, perempuan akan diejek sebagai perawan tua, dan sebagainya. Kini, selain sebagai kurator Teater Utan Kayu, Ayu Utami juga dikenal sebagai pecinta olahraga lari. Tak tanggung-tanggung, ia pun turut serta dalam perlombaan Jakarta 10 K yang belum lama digelar8

C. Sinopsis novel Larung

Novel Larung karya Ayu Utami awal cerita yaitu tahun 1989 yang mengisahkan seorang tokoh yang bernama Larung Lanang yang ingi membunuh neneknya. Neneknya adalah orang yang mampu melihat aura yang menyaksikan kekuasaan bukan dari dinia manusia melainkan dari alam ghaib yang syirik, tubuh neneknya penuh susuk, hatinya berisi japa-japa, dan pikirannya hanya mantra. Neneknya bernama Anjani. Ibunyalah yang memnginginkan Larung membunuh neneknya lalu Larung mencari rahasia neneknya agar bias mengeluarkan

7(http://inohonggarut.blogspot.com/2008/06/ayu-utami-novelisfeminis- indonesia.html) Ayu Utami, Biografi Ayu Utami diakses pada hari kamis 05 November 2013, Pkl. 10.00 wib

8

(38)

jampi dari tubuhnya dan akhirnya Larung bias menemukan dokumen yang memberinya petunjuk mengenai sejarah neneknya dan petunjuk itu unuk membunuh neneknya. Setelah perjalannya selesai akhirnya neneknya mati.

Cerita kemudian beralih ke tahun 1996, saat Cok, Yasmin, dan Laila berencana untuk menengok sahabat mereka bersama Shakuntala yang akan tampil dalam pertunjukan kesenian kolaborasi seniman Indonesia-Amerika. Shakuntala tinggal di New York dan berprofesi sebagai penari. Yasmin yang bekerja sebagai pengacara serta aktifis hak asasi manusia dan sudah menikah dengan Lukas yang ingin bertemu dengan Saman di New York, kekasinya yang tinggal di Amerika dan pernah jadi buron di Indonesia karena di tuduh sebagai dalang kerusuhan di Medan. Saman adalah mantan frater pembimbing retret Cok, Yasmin, Laila, dan Shakuntala saat masih SMP. Laila yang bekerja sebagai fotografer ingin bercumbu dengan Sihar, kekasihnya yang sudah beristri dan kebetulan sedang itugaskan di Amerika, sedangkan Cok datang ke Amerikahanya untuk main-main, menemui Yasmin dan Laila. Laila kemudian bercumbu dengan Shakuntala, sahabatnya yang memang sejak dari remaja sudah menjadi biseksual. Yasmin memuaskan perilaku seksualnya kepada Saman yang menderita meshokisme.

(39)

Saman berimajinasi atau bermimpi tentang Yasmin yang dimakan oleh Larung@komodo.

New York, 5 Agustus 1996, mimpi tersebut membuat Saman meninggalkan kecemasan dan surat Yasmin datang yaitu tentang ia yang menyembunyikan tiga aktivis yang dianggap atau dituduh sebagai dalang kerusuhan, kemudian meminta bantuan Larung Saman untuk membawa lari tiga aktivis tersebut ke luar negeri. Dalam usaha pelarian tiga aktivis tersebut, yaitu Bilung, Koba, dan Wayan Togog, mereka dibantu Anson bin Argani, petanin karet yang suka pasangan seksual, namun kemudian menjadi penjahat dan bajak Laut karena pernah dipenjara akibat kerusuhan di Medan. Anson adalah adik angkat Saman ketika masih menjadi pendeta di Medan, namun dalam perjalanan melarikan tiga aktivis tersebut, Saman dan Larung tertangkap aparat kepolisian. Salah satu dari mereka yaitu Larung dituduh sebagai pencuri motor dan polisi itu menendang Larung. Larung terus di introgasi tetapi ia tetap diam dan akhirnya Larung mati di tembak dan beberapa saat kemudian kepada Saman.

(40)

30

A. Analisis Struktural Novel Larung

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai unsur intrinsik sebagai unsur pembangun novel yang meliputi Tema, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar dan alur.

unsur pembangun novel ini adalah sebagai berikut:

1. Tema

Tema novel Larung adalah pemberontakan manusia terutama sebagai makhluk terhadap nilai-nilai norma yang ada di masyarakat. Tema ini diwujudkan dalam konflik tokoh-tokohnya. Mereka memberontak nilai-nilai dalam kemasyarakatan. Menceritakan tentang kegelisahan-kegelisahan yang terjadi pada perempuan. Larung mencoba mengungkapkan lebih jelas tentang eksistensi seks perempuan, politik juga budaya patriarki, serta kepercayaan pada ilmu gaib.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh utama dalam novel Larung ini adalah Larung Lanang dan Saman serta tokoh bawahan Nenek Larung (Nenek Adnjani), Cok, Yasmin, Laila, Shakuntala.

(41)

(1) Tokoh Larung

Larung lahir tahun 1960–an keturunan ksatria Gianjar yang kawin lari dengan seorang pedagang candu Belanda dan kabur ke Pulau Jawa untuk menghindari kemarahan keluarga. Ibu Larung akan memberinya nama Begawan, tapi neneknya lebih senang dengan Larung Lanang, mempunyai sifat yang agak aneh, tetapi ia seorang teman yang cerdas dan menyenangkan. Ia mempunyai sifat yang berlawanan, kadang ia sangat sayang tetapi kadang juga membencinya. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:

Larung Lanang namanya. Anaknya aneh. Berat 46 kg. Tapi matanya tajam. Tak ada yang besar pada tubuhnya, tapi aku merasa ia tidak ringan. Ia pendek, tapi aku merasa ia dalam. Ia adalah kontradiksi yang mengejutkan. Kadang kecerdasannya menyenangkan,kadang ketakdugaannnya menakutkan (L: 91-92).1

Larung membunuh nenek yang sangat ia cintai dan berjimat dengan cupu, hal ini ia lakukan karena neneknya sudah lama berbaring tapi tidak meninggal sebelum jimatnya hilang. Bahkan setelah neneknya meninggal pun Larung masih ingin mengeluarkan jimat neneknya dengan jalan membedah tubuhnya. Watak yang kontradiksi pada Larung terlihat ketika ia memotong-motong tubuh neneknya untuk mengeluarkan jimat, padahal ia begitu menyayanginya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut, setelah satu per satu potongan kulit kuangkat, wajah maupun anggota badan, tak kutemukan juga benda-benda sihir itu.

Maafkanlah, telah aku acak-acak tubuh dan parasmu tetapi tak kutemukan juga susuk dan gotri. Hanya kini aku percaya bahwa engkau telah mati (L: 74).2

Nama lengkapnya Larung Lanang ia seorang pemilik sekaligus pengelola sebuah media turisme dwibahasa di Bali, dekat

1

(42)

dengan wartawan independen serta anak-anak Aliansi Jurnalis Independen dan Forum wartawan Surabaya. Larung mempunyai sifat yang tidak ambisius, bekerja cepat. Larung bekerja dengan Saman membantu menyembunyikan aktivis solidarlit, tiga aktivis yang dikejar-kejar oleh pemerintah karena memberontak, dituduh menjadi dalang kerusuhan 27 Juli. Larung akan membawa ketiga aktivis tersebut bersembunyi.

Selama bersembunyi tidak boleh ada kontak dengan siapa pun, karena ada kontak maka mereka mudah tertangkap. Peristiwa tersebut seperti dalam kutipan berikut: Selama proses tak boleh ada kontak dengan Jakarta. Segaladetail ia cacat di kepala sehingga jika tertangkap, tak ada informasi yang tertulis yang bisa didapat aparat (L: 203).3

Larung seorang pemuda yang tidak mudah emosi, dia bisa menahan emosi dengan baik. Selain itu Larung seorang yang bertanggung jawab, aktivis yang rapi dalam hal laporan keuangan. Ia sangat teliti dalam keuangan. Ia berpendapat bahwa aktivis hendaklah dapat bekerja dengan baik dan bertanggung jawab, tidak boleh meremehkan. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut: Kalau kuperhatikan, dia orang yang bertanggung jawab.

Tokoh Susah sekali mendapatkan aktivis yang begitu rapi membikin laporan keuangan. Penyakit para aktivis dua; pertama meremehkan duit. Seolah mentang-mentang untuk demokrasi mereka tik perlu mempertanggungjawabkan dana. Kedua, ego mereka biasanya segede-gede anjing (L: 94)4

Larung adalah tokoh utama yang menjadi pusat cerita. Seorang tokoh yang banyak mengalami peristiwa dari membunuh neneknya, membantu orang kecil dan akhirnya bekerja sama dengan Saman untuk melarikan tiga orang aktivis Solidarlit.

3Ibid

., h 203

4

(43)

(2) Tokoh Saman

Tokoh Saman dalam novel Larung sebagai tokoh utama tambahan yang keberadaananya sangat mempengaruhi tokoh utama Larung. Kemunculannya, sangat membantu mengembangkan konflik pada tokoh utama. Saman aktif di LSM perkebunan dan lingkungan. Dianggap dalang dalam perlawanan melawan pemerintah, membantu petani karet untuk mempertahankan hak miliknya. Seperti dalam kutipan berikut:

Saman diingat sebagai dalang di belakang perlawanan petani karet yang mempertahankan lahan mereka dari konvensi kebun sawit yang penuh paksa (L: 111).5

Saman seorang yang berani menempuh resiko, ia tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia seorang laki-laki yang tidak begitu gagah, tidak tampan, tetapi sangat pemberani. Sikap pemberani akan membuat orang yang kecil menjadi satria. Saman meninggalkan Indonesia dan tinggal di Amerika karena ia aktivis yang dituding sebagai dalang kerusuhan di Medan pada tahun 1994. Hal ini ia lakukan untuk menghingari kejaran aparat. Ia tidak mau tugasnya terputus gara-gara tertangkap oleh petugas. Akhirnya ia melajutkan misinya di Amerika, bekerja di Human Rights Watch, sebuah yayasan yang juga menangani masalah-masalah orang tertindas. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Saya baru tahu bahwa kini Saman bekerja di Human Rights Watch. Telah dua tahun ia menetap di Amerika Serikat dengan paspor dan identitas baru untuk mengelabui KBRI. Agaknya, lobi Human Rights Watch dengan beberapa orang di kongres memungkinkan dia mendapat izin tinggal dan bekerja. Ia menjadi buron setelah dituding sebagi dalang kerusuhan di Medan tahun 1994 (L: 105).

Tokoh Saman adalah tokoh utama kedua yang menjadi pusat cerita.

5Ibid

(44)

(3) Tokoh Shakuntala

Perempuan yang merasa dirinya perempuan dan laki-laki. Hal ini terlihat dalam perasaan Shakuntala, Shakuntala merasa sejak kecil dibedakan dengan kakaknya yang laki-laki, maka ia merasa juga lakilaki. Ia perempuan yang dapat mengendalikan tubuhnya sehingga kadang ia merasa seperti laki-laki. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:

Tapi lelaki dalam diriku datang suatu hari. Tak ada yang memberi tahu dan ia tak memperkenalkan diri, tapi kutahu dia adalah diriku laki-laki. Ia muncul sejak usiaku sangat muda, ketika itu aku menari baling-baling (L: 133). 6

Shakuntala berpendapat bahwa seorang perempuan harus mengenali tubuhnya sendiri sebelum menemui laki-laki yang dicintainya.

Seorang perempuan haruslah mengenal dirinya sendiri secara mendalam sebelum mengenal laki-laki. Hal ini Shakuntala lakukan ketika ia menasehati Yasmin. Kini tak kubiarkan kamu menemui lelaki itu sebelum kamu mengetahuinya. Sebelum kamu mengenali tubuhmu sendiri (L: 153).7

(4) Tokoh Yasmin

Seorang wanita yang sempurna, takut diketahui oleh temantemannya tentang perselingkuhannya dengan Saman. Ia bersama teman-temannya pergi ke New York ingin menyaksikan pertunjukan Shakuntala, dengan tujuan sampingan berzinah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Aku bilang sembilan hari lagi kita berangkat ke New York. Tujuan utama: menonton tari kolaborasi seniman Indonesia– Amerika. Tujuam sampingan: berzinah (L: 78).

6Ibid

., h 133

7Ibid

(45)

Yasmin seorang perempuan yang mandiri, ia seorang pengacara sekaligus aktivis yang membantu orang yang tertindas maupun miskin, hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Saman kini aktivis, sama dengan Yasmin yang pengacara sekaligus aktivis (L: 86). 8

Yasmin, sahabat yang sempurna menurut tiga temannya tapi juga melakukan perzinahan. Ia munafik, diluar tampil kalem, tetapi ia seorang wanita yang binal.Yasmin merasa tidak berzinah karena merasa tidak mengkianati siapa pun, dan itu dilakukan karena itu cinta. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Itulah. Dia munafik. Dia selalu tampil kalem dan sopan, seperti karyawati baik-baik yang diidamkan ibu-ibu kos. Tapi gue yakin, di dasar hatinya yang paling dalam dia sama dengan aku. Binal (L: 79).9

5) Tokoh Nenek Larung

Seorang wanita yang meninggalkan kota kelahirannya, Bali karena menikah dengan pegawai candu Belanda, yang dianggap telah mencemari nama keluarga besar raja Gianyar. Wanita tua, tapi seperti bukan manusia lagi, karena begitu lamanya sakit. Seorang wanita tua yang dari mulutnya yang tremor mengelauarkan kotoran dan kekejian.

Ia adalah makhluk yang dari mulutnya yang tremor keluar kotoran dan kekejian. Inilak kekejian nenekku: Kata-kata, katakatanya melukai, tetapi engkau tak dapat menye

Referensi

Dokumen terkait

Accordingly, the aim of the JOM is to enhance the ®eld of operations management and develop generalizable theory, typically through the identi®cation, analysis, and resolution of

[r]

Aditama (2002), menyatakan bahwa pencemaran udara dapat berasal dari dalam gedung dengan sumber pencemaran diantaranya : aktivitas dalam ruangan, frekuensi keluar masuk ruangan

jika dibandingkan dengan anak-anak dari ibu yang tidak depresi. Mereka akan mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah. 3) Sulit bersosialisasi. Anak-anak dari ibu

– Penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu variabel secara mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel dengan

Pada Penulisan Ilmiah ini penulis ingin menguraikan dalam bentuk Data Flow Diagram (DFD), Entity Relationship Diagram (ERD), Normalisasi, Struktur Rancangan file, Rancangan Input

Penulis berharap apabila dalam mendisain suatu Iklan Demam Berdarah dengan menggunakan Macromedia Flash MX dan Adobe Photoshop versi 7.0 yang menarik nantinya akan dapat pula

Universitas Sumatera Utara... Universitas