• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komitmen Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Di Desa Di Kabupaten Aceh Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Komitmen Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Bidan Di Desa Di Kabupaten Aceh Selatan"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA

TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA

DI KABUPATEN ACEH SELATAN

T E S I S

Oleh

Y U N A L I S

067012029/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2009

(2)

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

Y U N A L I S 067012029/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN Nama Mahasiswa : Yunalis

Nomor Induk Mahasiswa : 067012029

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi) (dr. Heldy BZ, MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 02 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi Anggota : 1. dr. Heldy BZ, MPH

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2009

Yunalis

(6)

ABSTRAK

Kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007 berdasarkan tugas dan fungsi pokok masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal, untuk K-1 sebesar 79,07% dan K-4 sebesar 71,71%, persalinan yang ditolong oleh bidan di desa 51,91%, deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan sebesar 44,39%, rujukan komplikasi kebidanan sebesar 78,50%, pelayanan neonatal dan ibu nifas 75,37%. Secara keseluruhan pencapaian kinerja bidan di desa belum mencapai target nasional.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi adalah seluruh bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 161 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada =0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dan motivasi bidan di desa secara umum kategori sedang. Kinerja tidak mencapai target pelayanan. Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bidan di desa p<0,05.

Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk : 1) Meningkatkan motivasi dan kinerja bidan di desa melalui pemberian reward dalam

bentuk peningkatan karier dan punishment dalam bentuk pemindahan tempat tugas, pendidikan serta mengusulkan bidan PTT diangkat menjadi PNS, 2) Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan dinas kesehatan perlu membuat kebijakan tentang komitmen kerja agar bidan di desa diharuskan bertugas minimal 5 tahun pada satu desa, sehingga diharapkan betul-betul mampu memahami nilai budaya masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kebidanan, khususnya bertugas di desa yang statusnya sangat terpencil, 3) Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu meningkatkan motivasi kepada bidan desa dengan meningkatkan anggaran kesehatan (sekitar 20%) serta memberikan insentif sebagai upaya meningkatkan kinerja.

(7)

ABSTRACT

Based on their function and main duty, the performances of the midwives assigned in the villages of Aceh Selatan District in 2007 was still low and this condition can be seen through the result of antenatal service reported such as K-1 was 79.07%, K-4 was 71.71%; delivery assisted by rural midwife was 51.91%; high risk early detection/obstetric complication was 44.39%; obstetric complication referral was 78.50%; and neonatal and maternal post-parturition service was 75.37%. As a whole, the performance of midwives assigned in the villages has not reached the national target yet.

The purpose of this study is to analyze the influence of committment and work motivation on the performance of midwives. The population of this study were all of 161 midwives and all of them were selected to be samples. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at α= 0.05.

The result of this study showed that commitment and work motivation were adequate category; their performance did not reach the target; the commitment and work motivation had a positive and significant influence on their performances p<0.05.

The District Government on Aceh Selatan is suggested : 1) To improve the motivation and performance of them through the provision of reward and punishment in the form of career promotion, higher education, and recommend the apprentice midwives’ to be promoted civil servant, 2) To make a policy about work comittment that requires them to live in village for at least5 (five) years that they are expected to be really able to understand the values of the local community’s culture in implementing their midwifery service, and to provide incentives as an attempt to improve the midwives’ performance, especially for them who work in remote villages.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta

hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

judul " Pengaruh Komitmen dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa di Kabupaten Aceh Selatan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr.

Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K).

Selanjutnya kepada dr.Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof.Dr. Ida Yustina, MSi

selaku sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi,

(9)

pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan

dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga

penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe,

MSi dan, Drs. Tukiman, MKM selaku dosen penguji tesis yang telah memberikan

masukan dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini.

Selanjutnya terima kasih juga kepada Bupati Aceh Selatan, Husin Yusuf yang

telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan

pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi Magister Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

dan Drs. Syarifuddin, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan

sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini serta keluarga besar

jajaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, yang telah memberikan

motivasi, dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada

Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Istri

Rini Mulyani, SE.Ak, MSi dan dua putri, Nadya Putri dan Ayu Savitri serta

Ayahanda yang mulia M.Yunus Mahmud dan Ibunda Dawastyah serta seluruh

(10)

Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program

Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2009 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Yunalis, lahir pada tanggal 30 Desember 1968 di Sawang Aceh Selatan, anak

pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda M.Yunus Mahmud dan

Ibunda Dawastyah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah

Dasar Negeri Sawang selesai tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri Sawang

selesai tahun 1984, Sekolah Menengah Atas Negeri Sawang selesai Tahun 1987,

Fakultas Kedokteran Umum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh selesai tahun 2001.

Mulai bekerja sebagai Pegawai Tidak Tetap (dokter PTT) sebagai kepala

Puskesmas Geumpang Aceh Pidie Tahun 2001, kepala Puskesmas Lampoh Saka Sigli

tahun 2001. Staf pengajar di Akademi Kesehatan Lingkungan Universitas Jabal Gafur

Sigli Tahun 2001. Diangkat Pegawai Negeri Sipil sebagai kepala Puskesmas

kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan sejak tahun 2002 s/d sekarang.

Pada tanggal 15 Oktober tahun 1998, penulis menikah dengan Rini Mulyani

anak dari Alm. Drs.H.Husni Ali, MS dengan Almarhumah Dra.Hj. Asnah Abdullah ,

dan penulis dikaruniai dua orang putri.

Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 program Studi

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan

(12)

DAFTAR ISI

2.3.1. Pengertian Kinerja... 23

2.3.2. Teori - Teori tentang Kinerja ... 24

2.3.3. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Kinerja... 26

2.3.4. Penilaian Kinerja... 26

2.4. Landasan Teori ... 27

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 31

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data... 32

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 33

(13)

3.7. Metode Analisis Data ... 38

3.7.1. Uji t (Uji Secara Parsial) ... 38

3.7.2. Uji F (Uji Secara Serentak) ... 39

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 40

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 44

4.3. Komitmen Bidan di Desa ... 46

4.4. Motivasi... 47

4.5. Kinerja Bidan di Desa ... 49

4.6. Hubungan Komitmen dengan Kinerja Bidan di Desa ... 50

4.7. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Bidan di desa... 51

4.8. Uji Statistik (Regresi Logistik) ... 52

BAB 5 PEMBAHASAN... 54

5.1. Karakteristik Bidan di Desa ... 54

5.2. Pengaruh Komitmen terhadap Kinerja Bidan di Desa ... 57

5.3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa ... 60

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 64

6.1. Kesimpulan ... 64

6.2. Saran... 64

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas ... 37

3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat ... 37

4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga,

Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk ... 41

4.2 Distribusi Kecamatan dan Jumlah Bidan di Desa di Kabupaten Aceh

Selatan ... 43

4.3 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik di Kabupaten Aceh

Selatan ... 45

4.4. Distribusi Responden berdasarkan Komitmen di Kabupaten Aceh Selatan 46

4.5. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Komitmen di Kabupaten

Aceh Selatan ... 47

4.6. Distribusi Responden berdasarkan Motivasi di Kabupaten Aceh Selatan .. 48

4.7. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Motivasi di Kabupaten Aceh

Selatan ... 48

4.8. Distribusi Responden berdasarkan Kinerja di Kabupaten Aceh Selatan .... 49

4.9. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Kinerja di Kabupaten Aceh

Selatan ... 50

4.10. Hubungan Komitmen dengan Kinerja Bidan di desa di Kabupaten Aceh

Selatan ... 51

4.11. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Bidan di desa di Kabupaten Aceh

Selatan ... 52

4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Variabel Komitmen dan Motivasi terhadap

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson (1997)... 24

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 69

2. Uji validitas dan reliabilitas ... 71

3. Hasil Tabulasi Silang ... 72

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh

tenaga kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang dimaksud adalah bidan di desa,

tenaga bidan di desa ini merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan

masyarakat, serta diharapkan paling mengetahui keadaan kesehatan ibu hamil, ibu

bersalin dan bayi di desa. Melihat besarnya tanggung jawab yang harus diemban,

setiap bidan di desa perlu memiliki kesadaran yang tinggi akan pelaksanaan tugas.

Artinya setiap tenaga bidan di desa sebelum turun ke desa untuk berbaur dan hidup

bersama dengan masyarakat, perlu diberikan bimbingan dan orientasi secara baik

tentang kondisi yang mungkin dihadapi di desa tempat mereka bekerja (Depkes RI,

2001).

Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah tingginya angka kematian

ibu dan angka kematian bayi, hal ini perlu mendapat perhatian dengan melaksanakan

program perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu. Salah satu penyebab masih

tingginya angka kematian ibu maupun bayi adalah hambatan penanganan ibu hamil

yang berisiko tidak terdeteksi secara dini. Untuk itu bidan harus mampu dan terampil

memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan khususnya bidan di

(18)

Percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB) di Indonesia melalui peningkatan cakupan pemeriksaan kehamilan, yaitu

kunjungan pertama (K1) pada awal kehamilan dan kunjungan keempat (K4)

menjelang persalinan dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan

terlatih, semua komplikasi obstetri mendapat pelayanan rujukan yang adekuat, semua

perempuan dalam usia reproduksi mendapatkan akses pencegahan dan

penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman

(Depkes RI, 2001).

Menurut Yustina (2007), untuk mengatasi AKI, dalam jangka pendek,

pemerintah juga hendaknya menata kembali bidan di desa yang kecenderungannya

saat ini terus berkurang. Keberadaan bidan saat ini masih memegang peranan penting

sebagai tenaga kesehatan terdepan di masyarakat terutama masyarakat di pedesaan.

Ketika program bidan di desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan di desa yang

diturunkan mencapai 54 ribu dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke seluruh

desa di Indonesia. Namun kini jumlahnya berkurang menjadi 30 ribuan. Bila jumlah

desa di Indonesia saat ini sekitar 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak

memiliki tenaga bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan di desa). Kondisi ini ini

tentunya sangat memprihatinkan, karena akan membawa dampak pada AKI dan

AKB. Tentunya selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu mendapat perhatian

dari pemerintah dengan melakukan berbagai program pelatihan.

Menurut peneliti untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui

(19)

peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan bidan di desa sebagai ujung tombak

pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya di daerah pedesaan yaitu melalui

kinerja, komitmen dan motivasi kerja bidan desa itu sendiri.

Menurut Ilyas (1999) bahwa kinerja merupakan penampilan hasil karya

personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat

merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan kerja

personel tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun

struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi.

Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja

(performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap,

ketrampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah kinerja selalu

mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas

lembaga atau organisasi.

Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan di desa dapat diukur dari beberapa

indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi bidan di desa yang ditetapkan dalam

Depkes RI (2007) tentang program pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) di

wilayah kerja adalah pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan), pertolongan

persalinan, deteksi dini risiko tinggi ibu hamil/komplikasi kebidanan, pelayanan

rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas.

Kinerja bidan di desa Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan tugas dan fungsi

pokok bidan masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal,

(20)

bidan di desa 51,91%, deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan sebesar

44,39%, rujukan komplikasi kebidanan sebesar 78,50%, pelayanan neonatal dan ibu

nifas 75,37%. Secara keseluruhan pencapain kinerja bidan di desa belum ada yang

mencapai target nasional (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2007).

Akibat cakupan persalinan oleh bidan desa yang rendah menyebabkan angka

kematian ibu di Propinsi NAD masih cukup tinggi yaitu 349 per 100.000 kelahiran

hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007). Demikian juga

dengan angka kematian ibu sebanyak 18 orang (463,20/100.000 kelahiran hidup).

Angka kematian ibu di Kabupaten Aceh Selatan ini lebih besar dari angka kematian

ibu secara nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kendala yang dihadapi

sebagai penyebab keadaan ini disebabkan karena kurangnya pemeriksaan selama

kehamilan dan keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau ke rumah sakit

(Laporan Program KIA Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007).

Hal-hal yang menyebabkan kematian ibu sangat erat dengan fungsi dan tugas

bidan di desa, kurangnya pemeriksaan selama kehamilan merupakan sesuatu yang

tidak harus terjadi apabila setiap bidan di desa tinggal di polindes yang dibangun

pemerintah di setiap desa. Apabila setiap bidan di desa selalu berada di tempat

(Polindes), tentunya ibu hamil yang terdapat di desa tersebut dapat dengan mudah

melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal seperti yang dianjurkan

(minimal 4 kali selama kehamilan). Penyebab selanjutnya yang disebutkan adalah

keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau rumah sakit. Disamping tugas utama

(21)

mandiri, juga merupakan perpanjangan tangan unit pelayanan kesehatan yang lebih

tinggi, artinya apabila suatu masalah kesehatan di masyarakat tidak mampu ditangani

oleh bidan di desa akibat keterbatasan fasilitas/peralatan medis, tenaga serta

kemampuan, maka dianjurkan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih

tinggi, seperti Puskesmas atau Rumah Sakit (Profil Kesehatan Aceh Selatan, 2007).

Proses pelayanan rujukan ini akan terlaksana dengan cepat dan tepat apabila

setiap saat bidan di desa berada di Polindes. Namun, data di lapangan menunjukkan

hanya sebagian kecil bidan di desa yang dengan penuh kesadaran melakukan

tugasnya di desa serta tinggal bersama-sama dengan masyarakat. Jumlah bidan di

desa Kabupaten Aceh Selatan dengan status Pegawai Negeri Sipil sebanyak 102

orang, Pegawai Tidak Tetap (PTT) sebanyak 59 orang, dari jumlah tersebut yang

tinggal di desa/Polindes hanya 28 orang (17,4%), sedangkan yang tidak tinggal di

desa sebanyak 133 orang (82,6%). Dari 17,4% bidan di desa yang tinggal di desa

(polindes) sebagian besar adalah yang statusnya PTT yaitu 18 orang (67%) (Dinas

Kesehatan Aceh Selatan, 2007).

Komitmen kerja adalah suatu janji dari seorang bidan desa atau kebulatan tekad untuk

melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi,

dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya, yaitu :

1. Bidan di desa harus komit terhadap peningkatan cakupan pelayanan ibu hamil,

melahirkan, dan nifas, bayi/balita, KB, dan pelayanan konseling, penjaringan

seluruh kasus resiko tinggi, mendapatkan penanganan yang memadai sesuai

(22)

kesehatan ibu dan anak, peningkatan perilaku hidup sehat untuk mendukung

upaya penurunan AKI dan AKB.

2. Bidan di desa harus komit terhadap kebijaksanaan Depkes RI (1989) yaitu

tinggal di desa yang telah ditentukan untuk melayani kesehatan masyarakat

setempat.

3. Bidan di desa harus komit terhadap tugas manajemen Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA) dan administrasi/pencatatan dan pelaporannya, sesuai aturan yang sudah

disampaikan oleh penyelia, terhadap patokan angka cakupan yang sudah

ditentukan sesuai keadaan setempat atau pemberitahuan oleh penyelia,

pertolongan persalinan tidak boleh kurang dari 90%. Kunjungan pertama ibu

hamil selama kehamilannya (K1) tidak boleh kurang dari 90%. Perkiraan sasaran

program bidan di desa, yaitu jumlah ibu hamil (2,7% – 3% dari jumlah

penduduk), dan jumlah bayi (2,5% -2.7% dari jumlah penduduk) per tahun,

perbedaannya tidak boleh lebih dari 10% (Depkes RI, 2003).

Seluruh bidan di desa yang mengetahui, memahami, mengerti dan mampu

melaksanakan apa yang telah menjadi komitmen bersama, akan mampu mencapai

tujuan pembangunan kesehatan seperti yang tercantum dalam visi dan misi

pembangunan kesehatan nasional yaitu menciptakan budaya tertib, budaya kerja yang

berwawasan mutu, meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan mutu

pelayanan yang dapat dilaksanakan secara bertaat azas dan berkesinambungan

berlandaskan prikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh

keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi luhur dan

(23)

Sejak pasca tsunami dan perdamaian Aceh dari 113 polindes 80% diantaranya

sudah direhabilitasi dengan bantuan pemerintah daerah dan NGO (Non Government

Organization) baik dalam maupun luar negeri begitu juga dengan peralatan medis

namun komitmen bidan di desa tinggal di polindes masih rendah. Dari seluruh bidan

di desa yang bertugas di wilayah Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar bertugas di

desa dengan status sangat terpencil yaitu sebanyak 12 orang (7,5%), desa terpencil

sebanyak 35 orang (21,7%), sedangkan yang bertugas di desa dengan status biasa 114

orang (70,8%).(Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007)

Masalah rendahnya keberadaan bidan di desa menunjukkan rendahnya

implementasi terhadap komitmen kerja yang telah ditetapkan dalam program

penempatan bidan di desa. Komitmen kerja bidan di desa mencakup pemahaman

tentang peran dari penempatan bidan di desa, posisi bidan di desa sebagai tenaga

penolong persalinan utama di masyarakat desa, serta pemahaman tentang cakupan

yang harus dicapai dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan di desa dalam melaksanakan

pelayanan kesehatan dapat dilihat dari kemauan dan kemampuan tenaga bidan dalam

beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

tugas dan fungsinya. Robbins (2001) pentingnya uang sebagai suatu motivator telah

dimerosotkan secara konsisten oleh kebanyakan ilmuan perilaku. Mereka lebih

menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan, partisipasi dalam

pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif dan faktor-faktor

(24)

merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan dan tujuan. Bidan di desa

yang kurang memiliki motivasi dalam bekerja biasanya kurang memiliki kemauan

untuk berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat, sehingga menjadi faktor penyebab

rendahnya pencapaian kinerja, seperti diungkapkan Gibson, dkk (1997) bahwa

sesuatu usaha atau kegiatan agar memberikan hasil yang efektif maka diperlukan

adanya motivasi yang kuat.

Rendahnya keberadaan dan kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan,

diduga akibat rendahnya motivasi bidan desa terhadap tugas dan fungsinya, dimana

bidan di desa kurang memahami peran dan posisinya sebagai bidan di desa sehingga

dalam pelaksanaan tugasnya belum terlaksana secara optimal sehingga cakupan yang

ditetapkan juga belum tercapai. Selain itu motivasi kerja bidan di desa masih rendah

yang ditandai dengan rendahnya keberadaan bidan di polindes. Keterkaitan antara

komitmen dan motivasi kerja bidan di desa terhadap kinerja terlihat dari kesenjangan

cakupan program pelayanan kebidanan yang belum sesuai dengan peran dan

posisinya sebagai bidan di desa.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian

yaitu: apakah komitmen dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja bidan

(25)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh

komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh

Selatan.

1.4. Hipotesis

Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada supervisor (Bidan Koordinator KIA Kabupaten),

Supervisor (Bidan Koordinator KIA Puskesmas/Kecamatan) dan Kepala

Puskesmas.

2. Sebagai bahan pengembangan wawasan bagi peneliti dalam implementasi ilmu

bidang administrasi dan kebijakan kesehatan.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komitmen Kerja

Definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk

psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan

organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan

keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang

memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian

dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap

organisasi (Karina, 2007).

Ada dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen dalam

berorganisasi. Pendefinisian pertama, melibatkan usaha untuk mengilustrasikan

bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk, maksudnya arti dari

komitmen menjelaskan perbedaan hubungan antara anggota organisasi dan entitas

lainnya (salah satunya organisasi itu sendiri). Kedua melibatkan usaha untuk

memisahkan diantara berbagai entitas di mana individu berkembang menjadi

memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible namun dapat

menjelaskan definisi dari komitmen, bagaimana proses perkembangannya dan

bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi (Karina, 2007).

Komitmen kerja adalah suatu janji seseorang atau kebulatan tekad untuk

(27)

organisasi. Pengertian komitmen secara harfiah adalah kesatuan tujuan dan janji.

Berdasarkan pengertian diatas komitmen kerja adalah pekerjaan yang dilaksanakan

sesuai dengan tujuan dan janji yang telah disepakati (Karina, 2007).

Komitmen kerja adalah setiap pelaksanaan kegiatan manusia baik itu jasmani

maupun rohani yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu terutama

yang berhubungan dengan kelangsungan hidup (Depkes RI, 1994). Berarti komitmen

kerja adalah kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatan jasmani maupun rohani

oleh manusia.

Komitmen kerja Bidan di Desa (BDD) adalah suatu janji seorang bidan di

desa atau kebulatan tekad dalam kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatannya

sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi, dan cakupan yang sudah

ditentukan dalam tugasnya. Berarti komitmen kerja bidan di desa adalah merupakan

kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatan baik jasmani maupun rohani dalam

megemban tugas sehari-hari.

Peran umum BDD yaitu meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan

pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

Kematian Bayi (AKB) dan angka kelahiran yang didukung oleh meningkatnya

kesadaran masyarakat untuk bertujuan hidup sehat. Peran khusus (1) meningkatkan

cakupan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan

nifas, kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan, konseling KB melalui upaya

strategis posyandu dan polindes. (2) Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu

(28)

memadai sesuai kasus dan rujukannya. (3) Meningkatkan peran serta masyarakat

dalam pembinaan kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya (4) Meningkatkan

perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung upaya

penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 1996).

BDD wajib tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya

yang meliputi 1 sampai 2 desa, bekerjasama dengan perangkat desa. BDD

bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas setempat. Dipertegas dalam

Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat No. 278/ BM/ DJ/ BKK/

III/1994 tentang Tugas Pokok dalam menunjang upaya akselerasi penurunan AKB.

Lahirnya kebijaksanaan Depkes menempatkan BDD sejak tahun 1989 karena

langkanya tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa sehingga bidan menjadi

tumpuan harapan untuk melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya dan adanya

pengamatan bahwa BDD banyak dibebani dengan tugas lain yang kurang

berhubungan langsung dengan tugas pokok sehingga tidak mampu memberikan

kontribusi yang nyata dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB (Depkes RI,

1995).

Kinerja BDD dapat dinilai dari kesesuaian target cakupan pelayanan yang

dilakukannya dengan jumlah sasaran yang ada di wilayah kerjanya. Oleh karena itu,

BDD harus mengetahui jumlah sasaran program KIA (ibu hamil, bersalin, bayi).

Apabila hasil pendataan yang sebenarnya tidak dimiliki, maka dapat dilakukan

perkiraan jumlah ibu hamil (2,7-3°/o dari jumlah penduduk), dan jumlah bayi

(29)

dicatat BDD tidak boleh berbeda (10%) dari patokan di atas. Untuk K1 per tahun

tidak boleh kurang dari 90%, bila kurang diasumsikan pemahaman tentang indikator

cakupan dan penghitungan oleh BDD masih kurang, maka perlu ditindak lanjuti

dalam supervisi dengan pembinaan intensif dan sebagai bahan informasi mengenai

kinerja BDD (Depkes RI, 2003).

Sesuai dengan kebijaksanaan penempatan BDD merupakan salah satu upaya

terobosan dalam rangka mempercepat penurunan AKI, AKB dan tingkat fertilitas

maka BDD perlu dibina secara mantap terstruktur agar BDD mampu menunjukkan

komitmen yang tinggi (Gunawan, 1994). Pembinaan yang mantap dapat menjadikan

BDD konsisten mempunyai tujuan terarah kepada penurunan AKI, AKB yang punya

semangat baja, terampil dan kegiatan program KIA dengan kualitas tenaga barisan

terdepan.

Menurut Melcher (1995), faktor usia mempengaruhi prestasi kerja seseorang,

Usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk

mencapai kesuksesan atau prestasi. Pada usia ini juga dapat meningkatkan komitmen

dan kesetiaan terhadap karier yang dia miliki.

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program

pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan

persyaratan yang berlaku (Depkes RI, 1995). Bidan yang telah menyelesaikan

pendidikan ditempatkan di desa sebagai wilayah kerjanya.

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai

(30)

mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah Camat dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara Kesatuan Republik

Indonesia (Depkes RI, 1991).

Bidan Di Desa (BDD) adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal

serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai

2 desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada

Kepala Puskesmas setempat dan bekerjasama dengan perangkat desa (Depkes RI,

1995)

Menurut Depkes Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) BDD adalah sebagai

berikut:

1. Tugas Pokok:

a. Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa di wilayah kerjanya berdasarkan

urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan

yang dimiliki dan diberikan.

b. Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya, agar tumbuh

kesadaran untuk dapat berperilaku sehat.

2. Fungsi bidan di wilayah kerjanya :

a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,

menangani persalinan, pemberian kontrasepsi dan pengayoman medis keluarga

berencana.

b. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan

(31)

c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.

d Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. Membina kerjasama lintas

program lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.

e. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas atau bila

mana dalam keadaan darurat dapat merujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.

f. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian

kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain, dan berusaha untuk mengatasi

sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI, 1995).

Implementasi tugas dan fungsi pokok bidan di desa dapat dilihat dari

pelaksanaan program KIA di wilayah kerja puskesmas yang bertujuan memantapkan

dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisian.

Program pelayanan KIA puskesmas dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok

sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu

sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran

2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan

pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur.

3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga

kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan

dan pengamatannya secara terus menerus.

4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan

(32)

5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan

menjangkau seluruh sasaran.

2.2. Motivasi

Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang

menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses

timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan

dan imbalan (Gitosudarmo dan Sudita, 2000).

Menurut Gleitman yang dikutip Prijosaksono (2002) menyatakan bahwa

motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia ataupun hewan) yang

mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi berarti pemasok daya (energizer)

untuk bertingkah laku secara terarah. Mengemukakan dua jenis motivasi yaitu :

1. Motivasi intrinsik berasal dan dorongan untuk bertindak secara efisien dan

kebutuhan untuk berprestasi secara baik (excellence). Komponen motivasi

intrinsik adalah sebagai berikut:

a. Dorongan ingin tahu

Seseorang yang mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang tinggi

akan berusaha mencoba segala sesuatu yang menantang dan sulit, tetapi

mampu untuk diselesaikan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai motivasi

berprestasi yang tinggi akan enggan melakukannya. Dorongan untuk

menyelesaikan tugas yang sulit ini mencerminkan rasa ingin tahu. Dorongan

(33)

b. Tingkat aspirasi

Tingkat aspirasi seseorang turut menentukan tingkat motivasi dalam

bertindak. Tingkat aspirasi merupakan perkiraan standar diri mengenai

perasaan berhasil atau gagal dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang

memperkirakan dirinya akan berhasil mencapai sesuatu tujuan akan berusaha

untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang

yang mendorong untuk bertindak. Motivasi ini berkembang dan berkaitan dengan

perilaku yang bertujuan untuk kehidupan sosial. Adapun ciri-ciri motivasi

ekstrinsik dikaitkan dengan 3 hal yaitu: (a) Pengalaman (Experience), (b) Gugahan

fisik (Physiological arousal), (c) Keadaan kognisi (Cognitive condition).

Motivasi ekstrinsik terbagi atas :

a. Administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan

tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.

b. Penyeliaan, derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.

c. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan untuk kerjanya.

d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi

dengan tenaga kerja lain.

e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas

pekerjaan-pekerjaannya.

Demikian juga dengan pendapat Wahjosumidjo (1994), yang menyatakan

bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi

(34)

motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri

seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor

ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap,

pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke

masa depan.

Mengacu pada konsep motivasi pribadi yang dikemukakan Wahjosumidjo

(1994) maka aspek: kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai

harapan, cita-cita merupakan hal-hal yang dianggap dapat menunjukkan motivasi

pribadi.

Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba menjelaskan

hubungan antara perilaku dan hasilnya. Menurut teori ERG Aldefer, setiap orang

mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki yang meliputi tiga

perangkat kebutuhan yaitu :

1 Eksistensi : kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor - faktor seperti makanan, air,

udara, upah dan kondisi kerja.

2. Keterkaitan : kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan

antar pribadi yang bermanfaat.

3. Pertumbuhan : kebutuhan dimana individu merasa puas dengan suatu kontribusi

(sumbangan) yang kreatif dan produktif.

(35)

a. Teori kepuasan, memuaskan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang

menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Mereka

mencoba menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang.

b. Teori proses, menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu

digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan (Gibson , 1997).

Menurut Maslow (dalam Siagian, 2002), manusia mempunyai sejumlah

kebutuhan yang diklasifikasikannya pada lima tingkatan atau hierarki (Hierarchy of

needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial,

kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Dari kelima

tingkatan kebutuhan tersebut, orang akan termotivasi untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu.

Seseorang dalam setiap prilaku moralnya dipengaruhi oleh bagaimana dia

mendapatkan ajaran-ajaran moral itu didalam hidupnya, apa yang benar dan apa yang

salah, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pendidikan

moral yang dialami setiap orang berbeda-beda dan kemampuannya untuk menerima

pendidikan itu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor individu dan faktor

lingkungan. Manusia sebagai faktor individu terdiri dari roh, jiwa dan raga dan ketiga

aspek ini harus bekerja secara seimbang (Siagian, 2002).

Jiwa manusia terdiri atas kognisi, afeksi (emosi, perasaan) dan konasi

(kehendak, kemauan). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami

perkembangan kejiwaannya. Didalam perkembangan kejiwaan ini konsep diri

terbentuk dan konsep diri ini dipengaruhi oleh norma-norma serta ajaran moral yang

(36)

salah dan dengan pengaruh religiusitas yang tinggi mengarahkan anak untuk

bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh norma-norma yang ada. Faktor yang

kedua yaitu faktor lingkungan yang terdiri dari faktor keluarga, faktor lingkungan

tempat tinggal dan keadaan di sekolah. Keluarga berperan penting dalam membentuk

karakter kepribadian anak, membangun pribadi anak yang kuat dan bermoral serta

tidak mudah dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang tidak baik

dan menyimpang dari ajaran moral (Notoatmodjo, 1993).

Tindakan moral itu sendiri terdiri atas beberapa penjabaran kejujuran atau

kebijakan (akibat-akibat kesejahteraan pada diri sendiri), kedermawanan atau

kebajikan (akibat-akibat kesejahteraan pada orang lain), keadilan (persamaan

distributif dan resiprositas komutatif) yaitu rasa hormat terhadap otoritas. Prinsip

yang paling inti bagi pertimbangan moral adalah prinsip keadilan. Keadilan adalah

penghargaan utama terhadap nilai dan persamaan derajat semua insan manusia serta

terdapat hubungan timbal balik antara manusia merupakan tolak ukur yang mendasar

dan universal. Teori Common sense (akal sehat) yang melatarbelakangi pendidikan

moral. Menurut teori ini setiap orang mengetahui apa yang benar dan apa yang salah,

atau paling tidak kebanyakan orang dewasa yang patuh hukum mengenalnya. Dengan

demikian, orang dewasa mengenal sejumlah hal tentang moralitas yang tidak

diketahui anak-anak seperti mencuri adalah perbuatan yang selalu jahat atau

menolong orang lain adalah perbuatan yang baik (Prijosaksono, 2002).

Memotivasi orang lain, bukan sekadar mendorong atau bahkan

memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang

(37)

dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu

karena didorong oleh motivasinya (Prijosaksono, 2002)).

Secara umum motivasi pribadi mempunyai pengertian adalah motivasi yang

didorong oleh kekuatan dan dalam (inner motivation). Didasarkan oleh misi atau

tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja

berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih

(love) pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang

yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan.

Baginya bekerja bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri,

kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya

untuk mencapai misi hidupnya (Prijosaksono, 2002).

Hubungan motivasi dengan emosi diri sangat dipengaruhi oleh kecerdasan

emosinya (EQ-nya). Paling tidak ada beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh

seseorang dalam memotivasi dirinya, yaitu:

1. Mengenali emosi diri.

Kemampuan mengenali emosi diri ini meliputi kemampuan kita untuk

mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi

tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin

disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada

dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita

(38)

2. Mengelola emosi diri sendiri.

Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah

menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha

mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah

berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita

mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi

adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam

manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau

perasaan kita, bukan sebaliknya.

3. Memotivasi diri sendiri: Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan.

merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk

memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri

emosional-menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah

landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri

memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang.

Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif

dalam hal apa pun yang mereka kenakan (www.sinarharapan.com).

2.3. Kinerja

2.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance

(39)

performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja

atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah

kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan

produktivitas lembaga atau organisasi. “performance = ability x motivation”. Faktor

utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui

bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan

kinerja yang baik. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga

tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau

kemampuan bekerja. Simamora (2001) menyatakan bahwa prestasi kerja

(performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang

akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas

maupun kualitasnya.

Ilyas (1999) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya

personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat

merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan kerja

personel tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun

struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi.

2.3.2. Teori - Teori tentang Kinerja

Menurut Gibson (1997) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

(40)

Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel

tersebut sangat mempengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan erat dengan

tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas

dalam organisasi. Secara skematis ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut :

Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson (1997)

Menurut Ruky (2002), dalam bukunya yang berjudul Sistem Manajemen

Kinerja. Manajemen Kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai dan

dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan

(41)

Menurut Lembaga Administrasi Negara, kinerja adalah gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.

Menurut Teori Attribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh Heider

dalam Siagian (2002), pendekatan attribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai

berikut :

K= M x A

Keterangan :

K = Kinerja, M = Motivasi, A = Ability.

Konsep ini akhirnya menjadi sangat populer dan seringkali diikuti oleh para

ahli-ahli lain, menurut teori ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability

(kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki

kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang

yang berability tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor penting

dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga

berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 2002).

2.3.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut teori motivasi Atribusi yang dikembangkan oleh Gray yang dikutip

oleh Winardi (2002), bahwa ada kaitan antara motivasi, kemampuan dan kenerja,

yang menyatakan : kinerja pekerja merupakan hasil dari banyak faktor yang

(42)

diantara faktor - faktor tersebut yang tidak dipahami oleh pegawai atau staf. Terdapat

adanya kesetujuan pandangan bahwa kedua variabel yang paling penting dalam hal

menerangkan kinerja adalah motivasi pegawai atau staf dan kemampuan kerja.

Kaitan antara variabel - variabel tersebut diperlihatkan melalui persamaan

berikut : Kinerja = Motivasi x Kemampuan (Winardi, 2002).

2.3.4. Penilaian Kinerja

Menurut Winardi (2002), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya

personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada

hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja

personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Adapun

model-model penilaian kinerja antara lain :

1. Penilaian sendiri (Self assessment)

Adalah model penilaian dengan menggunakan teori kontrol dan interaksi simbolik.

Kedua teori ini mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman

fungsi penilaian. Menurut teori ini, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk

mencapai tujuan mereka yaitu : (1) menetapkan standar untuk perilaku mereka,

(2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik),

(3) berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini.

2. Penilaian 360°

Pengembangan terakhir dari tehnik penilaian sendiri adalah penilaian 360°. Tehnik

ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan

(43)

3. Penilaian berdasarkan efektivitas

Penilaian berdasarkan efektivitas (effectiveness based evaluation) dengan

menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode

penilaian ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang

memperkerjakan banyak personel dan menggunakan sistem pengelolaan

perusahaan berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS).

2.4. Landasan Teori

Seseorang yang memasuki suatu sistem sosial berarti orang tersebut siap

memberikan suatu komitmen dalam menjalankan pekerjaan yang harus dilakukannya.

Komitmen merupakan sikap yang diperlihatkan orang itu bilamana ada kejelasan

yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan orang dalam satu sistem sosial.

Komitmen yang tinggi menjadikan peduli dengan nasib organisasi dan berusaha

menjadikan organisasi kearah yang lebih baik. Sebaliknya, bagi individu atau

karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang

rendah pada pencapaian tujuan organisasi, dan cenderung berusaha memenuhi

kepentingan pribadi.

Komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu akan menyebabkan

individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan dan

kepentingan organisasi (Porter et al., 1997).

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai

konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau

(44)

diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan

dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan

kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir

bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kinerja bidan desa atau

prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja bidan akan baik jika

bidan telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang

tinggi pada tugas yang diembannya dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan

pekerjaan, kerjasama dengan warga, kepemimpinan yang baik, kepribadian yang

baik, jujur dan obyektif dalam melayani pasien, serta tanggung jawab terhadap

tugasnya.

Hasibuan (2001), mendefinisikan motivasi sebagai pemberian daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan

terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.

Peranan pimpinan dalam memberikan motivasi juga sangat penting dalam

pelaksanaan tugas bawahan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebagaimana

dikemukakan Hasibuan (2001), bahwa peran manajer sangat penting dan menentukan

tinggi rendahnya prestasi, semangat tidaknya kerja bawahan sebagian besar tegantung

kepada manajer. Sejauh mana manajer mampu menciptakan atau menimbulkan

kegairahan kerja, dan sampai sejauh mana manajer mampu mendorong bawahan

(45)

Frederich Herberg dalam Sedarmayanti (2003) menyatakan pada manusia

berlaku faktor motivasi dan faktor pemeliharaan dilingkungan pekerjaanya. Dari hasil

penelitiannya menyimpulkan adanya enam faktor motivasi yaitu (1) prestasi;

(2) pengakuan; (3) kemajuan kenaikan pangkat; (4) pekerjaan itu sendiri;

(5) kemungkinan untuk tumbuh; (6) tanggung jawab. Sedangkan untuk pemeliharaan

terdapat sepuluh faktor yang perlu diperhatikan, yaitu (1) kebijaksanaan; (2) supervisi

teknis; (3) hubungan antar manusia dengan atasan ; (4) hubungan manusia dengan

pembinanya; (5) hubungan antar manusia dengan bawahannya; (6) gaji dan upah;

(7) kestabilan kerja; (8) kehidupan pribadi; (9) kondisi tempat kerja; (10) status.

Menurut Gunawan (1993), motivasi kerja bidan adalah suatu perangsang

keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seorang bidan bersemangat dalam

melayani pasien. Tinggi rendahnya motivasi kerja bidan ditentukan oleh terpenuhi

atau tidak terpenuhi kebutuhanannya.

Hasibuan (2001) mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja

merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang

pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan

tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin

besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan. Dari pendapat tersebut di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam

(46)

tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang

tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Penilaian kinerja menurut Simamora (2001) adalah alat yang berfaedah tidak

hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk

mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Sejalan dengan pendapat

tersebut Hasibuan (2001) penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk

mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan

selanjutnya.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melihat pengaruh komitmen dan motivasi kerja

terhadap kinerja bidan di desa, seperti terlihat pada bagan berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

3. Deteksi Dini Risiko Tinggi/ Komplikasi Kebidanan 4. Rujukan Komplikasi

Kebidanan.

5. Pelayanan Neonatal dan Ibu Nifas.

Motivasi

1. Ekstrinsik 2. Intrinsik

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis dari penelitian yang digunakan adalah bentuk survei dengan

menggunakan pendekatan tipe explanatory research yaitu penelitian yang

menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesa.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Selatan dengan alasan

cakupan-cakupan program yang dilaksanakan bidan di desa pada kabupaten tersebut

yang rendah. Penelitian ini dilakukan pada Juli sampai September 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah semua bidan di desa yang terdapat di

Kabupaten Aceh Selatan yang berjumlah 161 orang sesuai data dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007. Seluruh populasi dijadikan sampel, dengan

demikian jumlah sampel adalah 161 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer dihimpun melalui wawancara langsung dengan bidan di desa

berpedoman kepada kuesioner penelitian, meliputi data tentang komitmen kerja,

(48)

tempat tugas bidan desa, serta data lain yang mendukung penelitian diperoleh dari

laporan PWS-KIA Kabupaten dan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan.

Untuk mengetahui kelayakan pertanyaan pada kuesioner maka terlebih dahulu

dilakukan uji coba kuesioner kepada responden yang menyerupai lokasi penelitian,

dimana tujuannya untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas. Setelah

dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel

komitmen kerja dan motivasi valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian

ini dengan hasil sebagai berikut:

a). Variabel komitmen kerja dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi

>0,3 dengan nilai alpha cronbach = 0,9294>0,6, artinya item pertanyaan untuk

variabel komitmen kerja valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada

responden. (lampiran. 2)

b). Variabel motivasi dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi >0,3

dengan nilai alpha cronbach = 0,7624>0,6, artinya item pertanyaan untuk

variabel motivasi valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada

responden. (lampiran. 2)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Komitmen kerja adalah tekat yang kuat dari bidan di desa untuk melaksanakan

(49)

menggunakan 3 indikator, yaitu: peran, posisi dan cakupan hasil kerja BDD

dengan definisi operasional sebagai berikut:

1). Peran tenaga bidan di desa adalah kesediaan bidan di desa untuk

meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan ibu dan

anak.

2). Posisi bidan di desa adalah kesediaan bidan di desa setiap saat berada di desa

wilayah kerjanya untuk melayani masyarakat.

3). Cakupan hasil kerja bidan di desa adalah tekat yang kuat untuk menyelesaikan

fungsi dan tugas pokok sesuai dengan target cakupan yang telah ditentukan.

Komitmen kerja dapat disusun menjadi tiga kategori, yaitu baik, sedang dan

buruk, dengan pengertian sebagai berikut:

1). Kategori baik apabila bidan di desa komit terhadap peran, posisi dan cakupan

dengan peran mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat penurunan

AKI dan AKB.

2). Kategori sedang apabila bidan di desa kurang komit terhadap peran, posisi dan

cakupan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat

penurunan AKI dan AKB.

3). Kategori buruk apabila bidan di desa tidak komit terhadap peran, posisi dan

cakupan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat

(50)

2. Motivasi kerja adalah dorongan yang timbul dari dalam diri dan luar bidan di desa

yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya. Variabel ini diukur melalui dua

indikator, yaitu: motivasi ekstrinsik dan intrinsik dengan definisi operasional

sebagai berikut:

1). Motivasi ekstrinsik adalah, motivasi yang bersumber dari luar diri bidan yang

mendorong bidan di desa melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman

yang ditetapkan.

2). Motivasi intrinsik adalah didorong oleh kekuatan dari dalam diri bidan (inner

motivation) yang mendorong bidan di desa melaksanakan fungsi dan tugasnya

sesuai pedoman yang ditetapkan.

Motivasi kerja dapat disusun menjadi tiga kategori, yaitu Tinggi, Sedang dan

Rendah, dengan pengertian sebagai berikut:

1) Kategori tinggi apabila bidan di desa memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik

yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan peran mendukung dan

melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa.

2) Kategori sedang apabila bidan di desa memiliki motivasi ekstrinsik dan

intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan dengan cukup yang bertujuan

mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa.

3) Kategori rendah apabila bidan di desa tidak memiliki motivasi ekstrinsik dan

intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan tujuan

(51)

3. Kinerja adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,

kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi program

kesehatan. Kinerja bidan di desa diukur melalui pencapaian program yang menjadi

tugas dan fungsi bidan desa yaitu: pelayanan antenatal, pertolongan persalinan,

deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan,

dan pelayanan neonatal dan ibu nifas.

Variabel kinerja dapat disusun menjadi dua kategori, yaitu mencapai target

dan tidak mencapai target, dengan pengertian sebagai berikut:

1) Kategori mencapai target apabila bidan di desa mampu mencapai seluruh target

yang ditetapkan (pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini

risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan, dan

pelayanan neonatal dan ibu nifas).

2) Kategori tidak mencapai target apabila bidan di desa hanya mampu mencapai

sebagian target yang ditetapkan (pelayanan antenatal, pertolongan persalinan,

deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan,

dan pelayanan neonatal dan ibu nifas).

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran variabel bebas dan variabel terikat menggunakan skala

(52)

Tabel 3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas Skala Interval Bobot Nilai 1 Variabel =

Satu Indikator

Bobot Nilai 1 Variabel = Satu Indikator

Bobot Nilai 1 Variabel = Tiga Indikator

Tabel 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat Skala Interval

(53)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif merupakan

metode untuk menguji data dalam bentuk angka. Dalam metode ini penulis akan

menggunakan regresi logistik berganda (Multiple logistic regression) untuk melihat

seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel terikat dengan

menggunakan bantuan program komputer, dengan persamaan sebagai berikut:

Y = + IX1 + 2X2 + µ

Keterangan:

Y = Variabel Dependen (Kinerja Bidan di Desa)

= Konstanta Regresi

X1 = Komitmen Kerja (Peran, Posisi, Cakupan)

X2 = Motivasi (Intrinsik dan Ekstrinsik) β1-β2 = Koefisien Regresi

μ = Error term

3.7.1. Uji Odds Ratio (Uji Secara Parsial)

Analisis secara parsial adalah menguji variabel independen (X1 dan X2),

apakah mempunyai pengaruh yang signifikan positif atau negatif terhadap variabel

dependen (Y). Kriteria pengujian sebagai berikut:

Ho i = 0: artinya tidak terdapat pengaruh i terhadap kinerja bidan di desa

(54)

3.7.2. Uji Overall Percentage (Uji Secara Serentak)

Uji F statistik digunakan untuk menguji keberartian pengaruh seluruh variabel

independen secara serentak terhadap variabel dependen. Kriteria uji secara serentak

dengan cara membandingkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, artinya ada

(55)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten yang terdapat

dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada posisi 02022’ 36” -

04025’ 06” lintang utara dan 96035’ 34” bujur timur. Daerah ini mempunyai luas

wilayah 3.842 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya

Secara administratif, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan memiliki

16 Kecamatan, 44 mukim dan 247 desa/kelurahan. Dengan jumlah penduduk

berdasarkan data terakhir sebanyak 188.909 jiwa terdiri dari 91.663 jiwa laki-laki dan

97.246 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata 66,36 pek km2, dimana

penduduk terdapat di Kecamatan Samadua yaitu 484,83 jiwa/km2, sedangkan yang

paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Trumon yaitu 6.60 jiwa/km2.

Komposisi penduduk menurut kelompok umur menunjukkan penduduk

berusia muda (0-14 tahun) sebesar 32,9%, penduduk usia produktif (15-64 tahun)

sebesar 62,3%, dan yang berusia tua (≥ 65 tahun) sebesar 4,8% dengan demikian

(56)

Dilihat dari jenis kelamin penduduk, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki,

dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 0,94%.

Tabel 4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga, Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk

No Kecamatan Luas

Wilayah(Km2) Jlh Kel/Desa

Jlh

PendudukJlh KK Jiwa/KK

Kepadatan

Aceh Selatan 3.842,00 247 188.909 42.543 70.8 1.788

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2008

Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai wilayah paling

luas adalah Kecamatan Trumon, yaitu 737,00 km dengan 16 desa, jumlah penduduk

4.867 jiwa, 1.072 rumah tangga dan kepadatan penduduk 7 jiwa/km2. sedangkan

kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Samadua, yaitu 29,00

km dengan 27 kelurahan/desa, jumlah penduduk 14.060 jiwa, 3.092 rumah tangga

Gambar

Gambar  2.1.
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat
Tabel 4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga, Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanpa otot tersebut maka otot uterus akan lemah serta memberikan manfaat mengembalikan tonus otot-otot dasar panggul sehingga akan mengembalikan tonus otot yang baik

Coca Cola Amatil Indonesia khusunya pada area produksi line 4 yaitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh aliran listrik, energi mekanik,

SISLAP berfungsi sebagai Manajemen Pengaduan/Pengawasan Masyarakat, Penyusunan Usulan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan hingga ke penetapan Program Kerja Pemeriksaan Tahunan,

Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, perindustrian, kesehatan atau Kepala Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing

Perbandingan Perkiraan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I - 2015 Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Lain di Pulau Sumatera. Pada triwulan I-2015 nilai ITK Provinsi Sumatera

Apakah kadar TGF-β1 pada ginjal mencit jantan dengan UUO yang diberi vitamin D lebih rendah dibandingkan dengan mencit jantan yang tidak diberi vitamin D.. Apakah fraksi

Untuk menuliskan bagian Pendahuluan, buka atau klik struktur pendahuluan yang ada di sebelah kiri tampilan halaman utama template ( skripsi pendahuluan ), sehingga tersedia

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai pH, daya mengikat air, susut masak, keempukan, warna daging, warna lemak, lemak marbling dan tebal lemak dari