PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA
TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA
DI KABUPATEN ACEH SELATAN
T E S I S
Oleh
Y U N A L I S
067012029/IKM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
Y U N A L I S 067012029/IKM
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN Nama Mahasiswa : Yunalis
Nomor Induk Mahasiswa : 067012029
Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi) (dr. Heldy BZ, MPH) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)
Telah diuji
Pada Tanggal : 02 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi Anggota : 1. dr. Heldy BZ, MPH
PERNYATAAN
PENGARUH KOMITMEN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA BIDAN DI DESA DI KABUPATEN ACEH SELATAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2009
Yunalis
ABSTRAK
Kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007 berdasarkan tugas dan fungsi pokok masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal, untuk K-1 sebesar 79,07% dan K-4 sebesar 71,71%, persalinan yang ditolong oleh bidan di desa 51,91%, deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan sebesar 44,39%, rujukan komplikasi kebidanan sebesar 78,50%, pelayanan neonatal dan ibu nifas 75,37%. Secara keseluruhan pencapaian kinerja bidan di desa belum mencapai target nasional.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan. Jenis penelitian ini adalah survei explanatory. Populasi adalah seluruh bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 161 orang dan seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada =0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dan motivasi bidan di desa secara umum kategori sedang. Kinerja tidak mencapai target pelayanan. Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bidan di desa p<0,05.
Disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan untuk : 1) Meningkatkan motivasi dan kinerja bidan di desa melalui pemberian reward dalam
bentuk peningkatan karier dan punishment dalam bentuk pemindahan tempat tugas, pendidikan serta mengusulkan bidan PTT diangkat menjadi PNS, 2) Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan dinas kesehatan perlu membuat kebijakan tentang komitmen kerja agar bidan di desa diharuskan bertugas minimal 5 tahun pada satu desa, sehingga diharapkan betul-betul mampu memahami nilai budaya masyarakat dalam melaksanakan pelayanan kebidanan, khususnya bertugas di desa yang statusnya sangat terpencil, 3) Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu meningkatkan motivasi kepada bidan desa dengan meningkatkan anggaran kesehatan (sekitar 20%) serta memberikan insentif sebagai upaya meningkatkan kinerja.
ABSTRACT
Based on their function and main duty, the performances of the midwives assigned in the villages of Aceh Selatan District in 2007 was still low and this condition can be seen through the result of antenatal service reported such as K-1 was 79.07%, K-4 was 71.71%; delivery assisted by rural midwife was 51.91%; high risk early detection/obstetric complication was 44.39%; obstetric complication referral was 78.50%; and neonatal and maternal post-parturition service was 75.37%. As a whole, the performance of midwives assigned in the villages has not reached the national target yet.
The purpose of this study is to analyze the influence of committment and work motivation on the performance of midwives. The population of this study were all of 161 midwives and all of them were selected to be samples. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at α= 0.05.
The result of this study showed that commitment and work motivation were adequate category; their performance did not reach the target; the commitment and work motivation had a positive and significant influence on their performances p<0.05.
The District Government on Aceh Selatan is suggested : 1) To improve the motivation and performance of them through the provision of reward and punishment in the form of career promotion, higher education, and recommend the apprentice midwives’ to be promoted civil servant, 2) To make a policy about work comittment that requires them to live in village for at least5 (five) years that they are expected to be really able to understand the values of the local community’s culture in implementing their midwifery service, and to provide incentives as an attempt to improve the midwives’ performance, especially for them who work in remote villages.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul " Pengaruh Komitmen dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa di Kabupaten Aceh Selatan ".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr.
Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K).
Selanjutnya kepada dr.Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof.Dr. Ida Yustina, MSi
selaku sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Endang Sulistya Rini, SE, MSi,
pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan
dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe,
MSi dan, Drs. Tukiman, MKM selaku dosen penguji tesis yang telah memberikan
masukan dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini.
Selanjutnya terima kasih juga kepada Bupati Aceh Selatan, Husin Yusuf yang
telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
dan Drs. Syarifuddin, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan
sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini serta keluarga besar
jajaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, yang telah memberikan
motivasi, dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada
Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Istri
Rini Mulyani, SE.Ak, MSi dan dua putri, Nadya Putri dan Ayu Savitri serta
Ayahanda yang mulia M.Yunus Mahmud dan Ibunda Dawastyah serta seluruh
Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program
Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, September 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Yunalis, lahir pada tanggal 30 Desember 1968 di Sawang Aceh Selatan, anak
pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda M.Yunus Mahmud dan
Ibunda Dawastyah.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah
Dasar Negeri Sawang selesai tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama Negeri Sawang
selesai tahun 1984, Sekolah Menengah Atas Negeri Sawang selesai Tahun 1987,
Fakultas Kedokteran Umum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh selesai tahun 2001.
Mulai bekerja sebagai Pegawai Tidak Tetap (dokter PTT) sebagai kepala
Puskesmas Geumpang Aceh Pidie Tahun 2001, kepala Puskesmas Lampoh Saka Sigli
tahun 2001. Staf pengajar di Akademi Kesehatan Lingkungan Universitas Jabal Gafur
Sigli Tahun 2001. Diangkat Pegawai Negeri Sipil sebagai kepala Puskesmas
kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan sejak tahun 2002 s/d sekarang.
Pada tanggal 15 Oktober tahun 1998, penulis menikah dengan Rini Mulyani
anak dari Alm. Drs.H.Husni Ali, MS dengan Almarhumah Dra.Hj. Asnah Abdullah ,
dan penulis dikaruniai dua orang putri.
Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di S-2 program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan
DAFTAR ISI
2.3.1. Pengertian Kinerja... 23
2.3.2. Teori - Teori tentang Kinerja ... 24
2.3.3. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Kinerja... 26
2.3.4. Penilaian Kinerja... 26
2.4. Landasan Teori ... 27
2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 31
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 32
3.1. Jenis Penelitian... 32
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
3.3. Populasi dan Sampel ... 32
3.4. Metode Pengumpulan Data... 32
3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 33
3.7. Metode Analisis Data ... 38
3.7.1. Uji t (Uji Secara Parsial) ... 38
3.7.2. Uji F (Uji Secara Serentak) ... 39
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 40
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 40
4.2. Karakteristik Responden ... 44
4.3. Komitmen Bidan di Desa ... 46
4.4. Motivasi... 47
4.5. Kinerja Bidan di Desa ... 49
4.6. Hubungan Komitmen dengan Kinerja Bidan di Desa ... 50
4.7. Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Bidan di desa... 51
4.8. Uji Statistik (Regresi Logistik) ... 52
BAB 5 PEMBAHASAN... 54
5.1. Karakteristik Bidan di Desa ... 54
5.2. Pengaruh Komitmen terhadap Kinerja Bidan di Desa ... 57
5.3. Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Bidan di Desa ... 60
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 64
6.1. Kesimpulan ... 64
6.2. Saran... 64
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas ... 37
3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat ... 37
4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga,
Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk ... 41
4.2 Distribusi Kecamatan dan Jumlah Bidan di Desa di Kabupaten Aceh
Selatan ... 43
4.3 Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik di Kabupaten Aceh
Selatan ... 45
4.4. Distribusi Responden berdasarkan Komitmen di Kabupaten Aceh Selatan 46
4.5. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Komitmen di Kabupaten
Aceh Selatan ... 47
4.6. Distribusi Responden berdasarkan Motivasi di Kabupaten Aceh Selatan .. 48
4.7. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Motivasi di Kabupaten Aceh
Selatan ... 48
4.8. Distribusi Responden berdasarkan Kinerja di Kabupaten Aceh Selatan .... 49
4.9. Distribusi Responden berdasarkan Kategori Kinerja di Kabupaten Aceh
Selatan ... 50
4.10. Hubungan Komitmen dengan Kinerja Bidan di desa di Kabupaten Aceh
Selatan ... 51
4.11. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Bidan di desa di Kabupaten Aceh
Selatan ... 52
4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Variabel Komitmen dan Motivasi terhadap
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson (1997)... 24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 69
2. Uji validitas dan reliabilitas ... 71
3. Hasil Tabulasi Silang ... 72
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh
tenaga kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang dimaksud adalah bidan di desa,
tenaga bidan di desa ini merupakan tenaga kesehatan yang paling dekat dengan
masyarakat, serta diharapkan paling mengetahui keadaan kesehatan ibu hamil, ibu
bersalin dan bayi di desa. Melihat besarnya tanggung jawab yang harus diemban,
setiap bidan di desa perlu memiliki kesadaran yang tinggi akan pelaksanaan tugas.
Artinya setiap tenaga bidan di desa sebelum turun ke desa untuk berbaur dan hidup
bersama dengan masyarakat, perlu diberikan bimbingan dan orientasi secara baik
tentang kondisi yang mungkin dihadapi di desa tempat mereka bekerja (Depkes RI,
2001).
Salah satu masalah kesehatan di Indonesia adalah tingginya angka kematian
ibu dan angka kematian bayi, hal ini perlu mendapat perhatian dengan melaksanakan
program perbaikan dan peningkatan kesehatan ibu. Salah satu penyebab masih
tingginya angka kematian ibu maupun bayi adalah hambatan penanganan ibu hamil
yang berisiko tidak terdeteksi secara dini. Untuk itu bidan harus mampu dan terampil
memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan khususnya bidan di
Percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia melalui peningkatan cakupan pemeriksaan kehamilan, yaitu
kunjungan pertama (K1) pada awal kehamilan dan kunjungan keempat (K4)
menjelang persalinan dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih, semua komplikasi obstetri mendapat pelayanan rujukan yang adekuat, semua
perempuan dalam usia reproduksi mendapatkan akses pencegahan dan
penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman
(Depkes RI, 2001).
Menurut Yustina (2007), untuk mengatasi AKI, dalam jangka pendek,
pemerintah juga hendaknya menata kembali bidan di desa yang kecenderungannya
saat ini terus berkurang. Keberadaan bidan saat ini masih memegang peranan penting
sebagai tenaga kesehatan terdepan di masyarakat terutama masyarakat di pedesaan.
Ketika program bidan di desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan di desa yang
diturunkan mencapai 54 ribu dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) ke seluruh
desa di Indonesia. Namun kini jumlahnya berkurang menjadi 30 ribuan. Bila jumlah
desa di Indonesia saat ini sekitar 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak
memiliki tenaga bidan (tiap desa idealnya memiliki 1 bidan di desa). Kondisi ini ini
tentunya sangat memprihatinkan, karena akan membawa dampak pada AKI dan
AKB. Tentunya selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu mendapat perhatian
dari pemerintah dengan melakukan berbagai program pelatihan.
Menurut peneliti untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui
peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan bidan di desa sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya di daerah pedesaan yaitu melalui
kinerja, komitmen dan motivasi kerja bidan desa itu sendiri.
Menurut Ilyas (1999) bahwa kinerja merupakan penampilan hasil karya
personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan kerja
personel tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun
struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi.
Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja
(performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap,
ketrampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah kinerja selalu
mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas
lembaga atau organisasi.
Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan di desa dapat diukur dari beberapa
indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi bidan di desa yang ditetapkan dalam
Depkes RI (2007) tentang program pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) di
wilayah kerja adalah pelayanan antenatal (pemeriksaan kehamilan), pertolongan
persalinan, deteksi dini risiko tinggi ibu hamil/komplikasi kebidanan, pelayanan
rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas.
Kinerja bidan di desa Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan tugas dan fungsi
pokok bidan masih rendah, hal ini dapat dilihat dari cakupan pelayanan antenatal,
bidan di desa 51,91%, deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan sebesar
44,39%, rujukan komplikasi kebidanan sebesar 78,50%, pelayanan neonatal dan ibu
nifas 75,37%. Secara keseluruhan pencapain kinerja bidan di desa belum ada yang
mencapai target nasional (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2007).
Akibat cakupan persalinan oleh bidan desa yang rendah menyebabkan angka
kematian ibu di Propinsi NAD masih cukup tinggi yaitu 349 per 100.000 kelahiran
hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007). Demikian juga
dengan angka kematian ibu sebanyak 18 orang (463,20/100.000 kelahiran hidup).
Angka kematian ibu di Kabupaten Aceh Selatan ini lebih besar dari angka kematian
ibu secara nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kendala yang dihadapi
sebagai penyebab keadaan ini disebabkan karena kurangnya pemeriksaan selama
kehamilan dan keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau ke rumah sakit
(Laporan Program KIA Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007).
Hal-hal yang menyebabkan kematian ibu sangat erat dengan fungsi dan tugas
bidan di desa, kurangnya pemeriksaan selama kehamilan merupakan sesuatu yang
tidak harus terjadi apabila setiap bidan di desa tinggal di polindes yang dibangun
pemerintah di setiap desa. Apabila setiap bidan di desa selalu berada di tempat
(Polindes), tentunya ibu hamil yang terdapat di desa tersebut dapat dengan mudah
melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal seperti yang dianjurkan
(minimal 4 kali selama kehamilan). Penyebab selanjutnya yang disebutkan adalah
keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau rumah sakit. Disamping tugas utama
mandiri, juga merupakan perpanjangan tangan unit pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi, artinya apabila suatu masalah kesehatan di masyarakat tidak mampu ditangani
oleh bidan di desa akibat keterbatasan fasilitas/peralatan medis, tenaga serta
kemampuan, maka dianjurkan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih
tinggi, seperti Puskesmas atau Rumah Sakit (Profil Kesehatan Aceh Selatan, 2007).
Proses pelayanan rujukan ini akan terlaksana dengan cepat dan tepat apabila
setiap saat bidan di desa berada di Polindes. Namun, data di lapangan menunjukkan
hanya sebagian kecil bidan di desa yang dengan penuh kesadaran melakukan
tugasnya di desa serta tinggal bersama-sama dengan masyarakat. Jumlah bidan di
desa Kabupaten Aceh Selatan dengan status Pegawai Negeri Sipil sebanyak 102
orang, Pegawai Tidak Tetap (PTT) sebanyak 59 orang, dari jumlah tersebut yang
tinggal di desa/Polindes hanya 28 orang (17,4%), sedangkan yang tidak tinggal di
desa sebanyak 133 orang (82,6%). Dari 17,4% bidan di desa yang tinggal di desa
(polindes) sebagian besar adalah yang statusnya PTT yaitu 18 orang (67%) (Dinas
Kesehatan Aceh Selatan, 2007).
Komitmen kerja adalah suatu janji dari seorang bidan desa atau kebulatan tekad untuk
melaksanakan kegiatannya sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi,
dan cakupan yang sudah ditentukan dalam tugasnya, yaitu :
1. Bidan di desa harus komit terhadap peningkatan cakupan pelayanan ibu hamil,
melahirkan, dan nifas, bayi/balita, KB, dan pelayanan konseling, penjaringan
seluruh kasus resiko tinggi, mendapatkan penanganan yang memadai sesuai
kesehatan ibu dan anak, peningkatan perilaku hidup sehat untuk mendukung
upaya penurunan AKI dan AKB.
2. Bidan di desa harus komit terhadap kebijaksanaan Depkes RI (1989) yaitu
tinggal di desa yang telah ditentukan untuk melayani kesehatan masyarakat
setempat.
3. Bidan di desa harus komit terhadap tugas manajemen Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dan administrasi/pencatatan dan pelaporannya, sesuai aturan yang sudah
disampaikan oleh penyelia, terhadap patokan angka cakupan yang sudah
ditentukan sesuai keadaan setempat atau pemberitahuan oleh penyelia,
pertolongan persalinan tidak boleh kurang dari 90%. Kunjungan pertama ibu
hamil selama kehamilannya (K1) tidak boleh kurang dari 90%. Perkiraan sasaran
program bidan di desa, yaitu jumlah ibu hamil (2,7% – 3% dari jumlah
penduduk), dan jumlah bayi (2,5% -2.7% dari jumlah penduduk) per tahun,
perbedaannya tidak boleh lebih dari 10% (Depkes RI, 2003).
Seluruh bidan di desa yang mengetahui, memahami, mengerti dan mampu
melaksanakan apa yang telah menjadi komitmen bersama, akan mampu mencapai
tujuan pembangunan kesehatan seperti yang tercantum dalam visi dan misi
pembangunan kesehatan nasional yaitu menciptakan budaya tertib, budaya kerja yang
berwawasan mutu, meningkatkan sumber daya manusia dan meningkatkan mutu
pelayanan yang dapat dilaksanakan secara bertaat azas dan berkesinambungan
berlandaskan prikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbudi luhur dan
Sejak pasca tsunami dan perdamaian Aceh dari 113 polindes 80% diantaranya
sudah direhabilitasi dengan bantuan pemerintah daerah dan NGO (Non Government
Organization) baik dalam maupun luar negeri begitu juga dengan peralatan medis
namun komitmen bidan di desa tinggal di polindes masih rendah. Dari seluruh bidan
di desa yang bertugas di wilayah Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar bertugas di
desa dengan status sangat terpencil yaitu sebanyak 12 orang (7,5%), desa terpencil
sebanyak 35 orang (21,7%), sedangkan yang bertugas di desa dengan status biasa 114
orang (70,8%).(Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2007)
Masalah rendahnya keberadaan bidan di desa menunjukkan rendahnya
implementasi terhadap komitmen kerja yang telah ditetapkan dalam program
penempatan bidan di desa. Komitmen kerja bidan di desa mencakup pemahaman
tentang peran dari penempatan bidan di desa, posisi bidan di desa sebagai tenaga
penolong persalinan utama di masyarakat desa, serta pemahaman tentang cakupan
yang harus dicapai dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan di desa dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan dapat dilihat dari kemauan dan kemampuan tenaga bidan dalam
beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
tugas dan fungsinya. Robbins (2001) pentingnya uang sebagai suatu motivator telah
dimerosotkan secara konsisten oleh kebanyakan ilmuan perilaku. Mereka lebih
menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif dan faktor-faktor
merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan dan tujuan. Bidan di desa
yang kurang memiliki motivasi dalam bekerja biasanya kurang memiliki kemauan
untuk berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat, sehingga menjadi faktor penyebab
rendahnya pencapaian kinerja, seperti diungkapkan Gibson, dkk (1997) bahwa
sesuatu usaha atau kegiatan agar memberikan hasil yang efektif maka diperlukan
adanya motivasi yang kuat.
Rendahnya keberadaan dan kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan,
diduga akibat rendahnya motivasi bidan desa terhadap tugas dan fungsinya, dimana
bidan di desa kurang memahami peran dan posisinya sebagai bidan di desa sehingga
dalam pelaksanaan tugasnya belum terlaksana secara optimal sehingga cakupan yang
ditetapkan juga belum tercapai. Selain itu motivasi kerja bidan di desa masih rendah
yang ditandai dengan rendahnya keberadaan bidan di polindes. Keterkaitan antara
komitmen dan motivasi kerja bidan di desa terhadap kinerja terlihat dari kesenjangan
cakupan program pelayanan kebidanan yang belum sesuai dengan peran dan
posisinya sebagai bidan di desa.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian
yaitu: apakah komitmen dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja bidan
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
komitmen dan motivasi kerja terhadap kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh
Selatan.
1.4. Hipotesis
Komitmen dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja bidan di desa di Kabupaten Aceh Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada supervisor (Bidan Koordinator KIA Kabupaten),
Supervisor (Bidan Koordinator KIA Puskesmas/Kecamatan) dan Kepala
Puskesmas.
2. Sebagai bahan pengembangan wawasan bagi peneliti dalam implementasi ilmu
bidang administrasi dan kebijakan kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komitmen Kerja
Definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk
psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan
organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan
keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang
memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian
dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap
organisasi (Karina, 2007).
Ada dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen dalam
berorganisasi. Pendefinisian pertama, melibatkan usaha untuk mengilustrasikan
bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk, maksudnya arti dari
komitmen menjelaskan perbedaan hubungan antara anggota organisasi dan entitas
lainnya (salah satunya organisasi itu sendiri). Kedua melibatkan usaha untuk
memisahkan diantara berbagai entitas di mana individu berkembang menjadi
memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible namun dapat
menjelaskan definisi dari komitmen, bagaimana proses perkembangannya dan
bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi (Karina, 2007).
Komitmen kerja adalah suatu janji seseorang atau kebulatan tekad untuk
organisasi. Pengertian komitmen secara harfiah adalah kesatuan tujuan dan janji.
Berdasarkan pengertian diatas komitmen kerja adalah pekerjaan yang dilaksanakan
sesuai dengan tujuan dan janji yang telah disepakati (Karina, 2007).
Komitmen kerja adalah setiap pelaksanaan kegiatan manusia baik itu jasmani
maupun rohani yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai tujuan tertentu terutama
yang berhubungan dengan kelangsungan hidup (Depkes RI, 1994). Berarti komitmen
kerja adalah kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatan jasmani maupun rohani
oleh manusia.
Komitmen kerja Bidan di Desa (BDD) adalah suatu janji seorang bidan di
desa atau kebulatan tekad dalam kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatannya
sebagai seorang bidan di desa sesuai dengan peran, posisi, dan cakupan yang sudah
ditentukan dalam tugasnya. Berarti komitmen kerja bidan di desa adalah merupakan
kesatuan tujuan untuk melaksanakan kegiatan baik jasmani maupun rohani dalam
megemban tugas sehari-hari.
Peran umum BDD yaitu meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan
pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan angka kelahiran yang didukung oleh meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk bertujuan hidup sehat. Peran khusus (1) meningkatkan
cakupan dan mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan
nifas, kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan, konseling KB melalui upaya
strategis posyandu dan polindes. (2) Terjaringnya seluruh kasus resiko tinggi ibu
memadai sesuai kasus dan rujukannya. (3) Meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pembinaan kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya (4) Meningkatkan
perilaku hidup sehat pada ibu, keluarga dan masyarakat yang mendukung upaya
penurunan AKI dan AKB (Depkes RI, 1996).
BDD wajib tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya
yang meliputi 1 sampai 2 desa, bekerjasama dengan perangkat desa. BDD
bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas setempat. Dipertegas dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Masyarakat No. 278/ BM/ DJ/ BKK/
III/1994 tentang Tugas Pokok dalam menunjang upaya akselerasi penurunan AKB.
Lahirnya kebijaksanaan Depkes menempatkan BDD sejak tahun 1989 karena
langkanya tenaga kesehatan yang tinggal menetap di desa sehingga bidan menjadi
tumpuan harapan untuk melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya dan adanya
pengamatan bahwa BDD banyak dibebani dengan tugas lain yang kurang
berhubungan langsung dengan tugas pokok sehingga tidak mampu memberikan
kontribusi yang nyata dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB (Depkes RI,
1995).
Kinerja BDD dapat dinilai dari kesesuaian target cakupan pelayanan yang
dilakukannya dengan jumlah sasaran yang ada di wilayah kerjanya. Oleh karena itu,
BDD harus mengetahui jumlah sasaran program KIA (ibu hamil, bersalin, bayi).
Apabila hasil pendataan yang sebenarnya tidak dimiliki, maka dapat dilakukan
perkiraan jumlah ibu hamil (2,7-3°/o dari jumlah penduduk), dan jumlah bayi
dicatat BDD tidak boleh berbeda (10%) dari patokan di atas. Untuk K1 per tahun
tidak boleh kurang dari 90%, bila kurang diasumsikan pemahaman tentang indikator
cakupan dan penghitungan oleh BDD masih kurang, maka perlu ditindak lanjuti
dalam supervisi dengan pembinaan intensif dan sebagai bahan informasi mengenai
kinerja BDD (Depkes RI, 2003).
Sesuai dengan kebijaksanaan penempatan BDD merupakan salah satu upaya
terobosan dalam rangka mempercepat penurunan AKI, AKB dan tingkat fertilitas
maka BDD perlu dibina secara mantap terstruktur agar BDD mampu menunjukkan
komitmen yang tinggi (Gunawan, 1994). Pembinaan yang mantap dapat menjadikan
BDD konsisten mempunyai tujuan terarah kepada penurunan AKI, AKB yang punya
semangat baja, terampil dan kegiatan program KIA dengan kualitas tenaga barisan
terdepan.
Menurut Melcher (1995), faktor usia mempengaruhi prestasi kerja seseorang,
Usia 30-40 tahun umumnya memiliki nilai motivasi, ambisi dan kerja keras untuk
mencapai kesuksesan atau prestasi. Pada usia ini juga dapat meningkatkan komitmen
dan kesetiaan terhadap karier yang dia miliki.
Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program
pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang berlaku (Depkes RI, 1995). Bidan yang telah menyelesaikan
pendidikan ditempatkan di desa sebagai wilayah kerjanya.
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah Camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara Kesatuan Republik
Indonesia (Depkes RI, 1991).
Bidan Di Desa (BDD) adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal
serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai
2 desa. Dalam melaksanakan tugasnya bidan bertanggung jawab langsung kepada
Kepala Puskesmas setempat dan bekerjasama dengan perangkat desa (Depkes RI,
1995)
Menurut Depkes Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) BDD adalah sebagai
berikut:
1. Tugas Pokok:
a. Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa di wilayah kerjanya berdasarkan
urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan
yang dimiliki dan diberikan.
b. Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya, agar tumbuh
kesadaran untuk dapat berperilaku sehat.
2. Fungsi bidan di wilayah kerjanya :
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
menangani persalinan, pemberian kontrasepsi dan pengayoman medis keluarga
berencana.
b. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
c. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
d Membina kelompok dasawisma di bidang kesehatan. Membina kerjasama lintas
program lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat.
e. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke Puskesmas atau bila
mana dalam keadaan darurat dapat merujuk ke fasilitas kesehatan lainnya.
f. Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain, dan berusaha untuk mengatasi
sesuai dengan kemampuannya (Depkes RI, 1995).
Implementasi tugas dan fungsi pokok bidan di desa dapat dilihat dari
pelaksanaan program KIA di wilayah kerja puskesmas yang bertujuan memantapkan
dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisian.
Program pelayanan KIA puskesmas dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok
sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu
sesuai standar serta menjangkau seluruh sasaran
2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan secara berangsur.
3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan, baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan
dan pengamatannya secara terus menerus.
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan
menjangkau seluruh sasaran.
2.2. Motivasi
Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang
menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses
timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan
dan imbalan (Gitosudarmo dan Sudita, 2000).
Menurut Gleitman yang dikutip Prijosaksono (2002) menyatakan bahwa
motivasi adalah keadaan internal organisme (baik manusia ataupun hewan) yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Motivasi berarti pemasok daya (energizer)
untuk bertingkah laku secara terarah. Mengemukakan dua jenis motivasi yaitu :
1. Motivasi intrinsik berasal dan dorongan untuk bertindak secara efisien dan
kebutuhan untuk berprestasi secara baik (excellence). Komponen motivasi
intrinsik adalah sebagai berikut:
a. Dorongan ingin tahu
Seseorang yang mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang tinggi
akan berusaha mencoba segala sesuatu yang menantang dan sulit, tetapi
mampu untuk diselesaikan. Sedangkan orang yang tidak mempunyai motivasi
berprestasi yang tinggi akan enggan melakukannya. Dorongan untuk
menyelesaikan tugas yang sulit ini mencerminkan rasa ingin tahu. Dorongan
b. Tingkat aspirasi
Tingkat aspirasi seseorang turut menentukan tingkat motivasi dalam
bertindak. Tingkat aspirasi merupakan perkiraan standar diri mengenai
perasaan berhasil atau gagal dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang
memperkirakan dirinya akan berhasil mencapai sesuatu tujuan akan berusaha
untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang bersumber dari luar diri seseorang
yang mendorong untuk bertindak. Motivasi ini berkembang dan berkaitan dengan
perilaku yang bertujuan untuk kehidupan sosial. Adapun ciri-ciri motivasi
ekstrinsik dikaitkan dengan 3 hal yaitu: (a) Pengalaman (Experience), (b) Gugahan
fisik (Physiological arousal), (c) Keadaan kognisi (Cognitive condition).
Motivasi ekstrinsik terbagi atas :
a. Administrasi dan kebijaksanaan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan
tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.
b. Penyeliaan, derajat kewajaran penyelia yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
c. Gaji, derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan untuk kerjanya.
d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi
dengan tenaga kerja lain.
e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas
pekerjaan-pekerjaannya.
Demikian juga dengan pendapat Wahjosumidjo (1994), yang menyatakan
bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi
motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri
seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor
ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap,
pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke
masa depan.
Mengacu pada konsep motivasi pribadi yang dikemukakan Wahjosumidjo
(1994) maka aspek: kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai
harapan, cita-cita merupakan hal-hal yang dianggap dapat menunjukkan motivasi
pribadi.
Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba menjelaskan
hubungan antara perilaku dan hasilnya. Menurut teori ERG Aldefer, setiap orang
mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki yang meliputi tiga
perangkat kebutuhan yaitu :
1 Eksistensi : kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor - faktor seperti makanan, air,
udara, upah dan kondisi kerja.
2. Keterkaitan : kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan
antar pribadi yang bermanfaat.
3. Pertumbuhan : kebutuhan dimana individu merasa puas dengan suatu kontribusi
(sumbangan) yang kreatif dan produktif.
a. Teori kepuasan, memuaskan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang
menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Mereka
mencoba menentukan kebutuhan khusus yang memotivasi orang.
b. Teori proses, menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu
digerakkan, diarahkan, didukung dan dihentikan (Gibson , 1997).
Menurut Maslow (dalam Siagian, 2002), manusia mempunyai sejumlah
kebutuhan yang diklasifikasikannya pada lima tingkatan atau hierarki (Hierarchy of
needs), yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan sosial,
kebutuhan yang mencerminkan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. Dari kelima
tingkatan kebutuhan tersebut, orang akan termotivasi untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu.
Seseorang dalam setiap prilaku moralnya dipengaruhi oleh bagaimana dia
mendapatkan ajaran-ajaran moral itu didalam hidupnya, apa yang benar dan apa yang
salah, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Pendidikan
moral yang dialami setiap orang berbeda-beda dan kemampuannya untuk menerima
pendidikan itu dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor individu dan faktor
lingkungan. Manusia sebagai faktor individu terdiri dari roh, jiwa dan raga dan ketiga
aspek ini harus bekerja secara seimbang (Siagian, 2002).
Jiwa manusia terdiri atas kognisi, afeksi (emosi, perasaan) dan konasi
(kehendak, kemauan). Selain mengalami pertumbuhan fisik, manusia juga mengalami
perkembangan kejiwaannya. Didalam perkembangan kejiwaan ini konsep diri
terbentuk dan konsep diri ini dipengaruhi oleh norma-norma serta ajaran moral yang
salah dan dengan pengaruh religiusitas yang tinggi mengarahkan anak untuk
bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh norma-norma yang ada. Faktor yang
kedua yaitu faktor lingkungan yang terdiri dari faktor keluarga, faktor lingkungan
tempat tinggal dan keadaan di sekolah. Keluarga berperan penting dalam membentuk
karakter kepribadian anak, membangun pribadi anak yang kuat dan bermoral serta
tidak mudah dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang tidak baik
dan menyimpang dari ajaran moral (Notoatmodjo, 1993).
Tindakan moral itu sendiri terdiri atas beberapa penjabaran kejujuran atau
kebijakan (akibat-akibat kesejahteraan pada diri sendiri), kedermawanan atau
kebajikan (akibat-akibat kesejahteraan pada orang lain), keadilan (persamaan
distributif dan resiprositas komutatif) yaitu rasa hormat terhadap otoritas. Prinsip
yang paling inti bagi pertimbangan moral adalah prinsip keadilan. Keadilan adalah
penghargaan utama terhadap nilai dan persamaan derajat semua insan manusia serta
terdapat hubungan timbal balik antara manusia merupakan tolak ukur yang mendasar
dan universal. Teori Common sense (akal sehat) yang melatarbelakangi pendidikan
moral. Menurut teori ini setiap orang mengetahui apa yang benar dan apa yang salah,
atau paling tidak kebanyakan orang dewasa yang patuh hukum mengenalnya. Dengan
demikian, orang dewasa mengenal sejumlah hal tentang moralitas yang tidak
diketahui anak-anak seperti mencuri adalah perbuatan yang selalu jahat atau
menolong orang lain adalah perbuatan yang baik (Prijosaksono, 2002).
Memotivasi orang lain, bukan sekadar mendorong atau bahkan
memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang
dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu
karena didorong oleh motivasinya (Prijosaksono, 2002)).
Secara umum motivasi pribadi mempunyai pengertian adalah motivasi yang
didorong oleh kekuatan dan dalam (inner motivation). Didasarkan oleh misi atau
tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja
berdasarkan nilai (values) yang diyakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih
(love) pada sesama atau ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang
yang memiliki motivasi seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan.
Baginya bekerja bukan sekadar untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri,
kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya
untuk mencapai misi hidupnya (Prijosaksono, 2002).
Hubungan motivasi dengan emosi diri sangat dipengaruhi oleh kecerdasan
emosinya (EQ-nya). Paling tidak ada beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh
seseorang dalam memotivasi dirinya, yaitu:
1. Mengenali emosi diri.
Kemampuan mengenali emosi diri ini meliputi kemampuan kita untuk
mengidentifikasi apa yang sesungguhnya kita rasakan. Setiap kali suatu emosi
tertentu muncul dalam pikiran, kita harus dapat menangkap pesan apa yang ingin
disampaikan. Ketidakmampuan untuk mengenali perasaan membuat kita berada
dalam kekuasaan emosi kita, artinya kita kehilangan kendali atas perasaan kita
2. Mengelola emosi diri sendiri.
Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: pertama adalah
menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada kita. Kedua berusaha
mengetahui pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah
berhasil menangani emosi ini sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita
mengambil tindakan untuk menanganinya. Kemampuan kita mengelola emosi
adalah bentuk pengendalian diri (self controlled) yang paling penting dalam
manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau
perasaan kita, bukan sebaliknya.
3. Memotivasi diri sendiri: Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk
memotivasi diri sendiri (achievement motivation). Kendali diri
emosional-menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah
landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Keterampilan memotivasi diri
memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang.
Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif
dalam hal apa pun yang mereka kenakan (www.sinarharapan.com).
2.3. Kinerja
2.3.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance
performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja
atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai kemampuan yang didasari oleh
pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam mengerjakan sesuatu. Masalah
kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan
produktivitas lembaga atau organisasi. “performance = ability x motivation”. Faktor
utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan kemauan. Memang diakui
bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan
kinerja yang baik. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu juga
tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau
kemampuan bekerja. Simamora (2001) menyatakan bahwa prestasi kerja
(performance) diartikan sebagai suatu pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang
akhirnya secara langsung dapat tercermin dari output yang dihasilkan baik kuantitas
maupun kualitasnya.
Ilyas (1999) menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil karya
personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat
merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan kerja
personel tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun
struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel yang ada dalam organisasi.
2.3.2. Teori - Teori tentang Kinerja
Menurut Gibson (1997) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
Variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel
tersebut sangat mempengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan erat dengan
tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas
dalam organisasi. Secara skematis ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :
Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja dari Gibson (1997)
Menurut Ruky (2002), dalam bukunya yang berjudul Sistem Manajemen
Kinerja. Manajemen Kinerja adalah kegiatan atau program yang diprakarsai dan
dilaksanakan oleh pimpinan organisasi untuk merencanakan, mengarahkan dan
Menurut Lembaga Administrasi Negara, kinerja adalah gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Menurut Teori Attribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh Heider
dalam Siagian (2002), pendekatan attribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai
berikut :
K= M x A
Keterangan :
K = Kinerja, M = Motivasi, A = Ability.
Konsep ini akhirnya menjadi sangat populer dan seringkali diikuti oleh para
ahli-ahli lain, menurut teori ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability
(kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki
kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang
yang berability tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor penting
dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga
berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 2002).
2.3.3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut teori motivasi Atribusi yang dikembangkan oleh Gray yang dikutip
oleh Winardi (2002), bahwa ada kaitan antara motivasi, kemampuan dan kenerja,
yang menyatakan : kinerja pekerja merupakan hasil dari banyak faktor yang
diantara faktor - faktor tersebut yang tidak dipahami oleh pegawai atau staf. Terdapat
adanya kesetujuan pandangan bahwa kedua variabel yang paling penting dalam hal
menerangkan kinerja adalah motivasi pegawai atau staf dan kemampuan kerja.
Kaitan antara variabel - variabel tersebut diperlihatkan melalui persamaan
berikut : Kinerja = Motivasi x Kemampuan (Winardi, 2002).
2.3.4. Penilaian Kinerja
Menurut Winardi (2002), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya
personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada
hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja
personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Adapun
model-model penilaian kinerja antara lain :
1. Penilaian sendiri (Self assessment)
Adalah model penilaian dengan menggunakan teori kontrol dan interaksi simbolik.
Kedua teori ini mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman
fungsi penilaian. Menurut teori ini, individu harus menyelesaikan tiga tugas untuk
mencapai tujuan mereka yaitu : (1) menetapkan standar untuk perilaku mereka,
(2) mendeteksi perbedaan antara perilaku mereka dan standarnya (umpan balik),
(3) berperilaku yang sesuai dan layak untuk mengurangi perbedaan ini.
2. Penilaian 360°
Pengembangan terakhir dari tehnik penilaian sendiri adalah penilaian 360°. Tehnik
ini akan memberikan data yang lebih baik dan dapat dipercaya karena dilakukan
3. Penilaian berdasarkan efektivitas
Penilaian berdasarkan efektivitas (effectiveness based evaluation) dengan
menggunakan sasaran perusahaan sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode
penilaian ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang
memperkerjakan banyak personel dan menggunakan sistem pengelolaan
perusahaan berdasarkan sasaran (Manajemen Berdasarkan Sasaran = MBS).
2.4. Landasan Teori
Seseorang yang memasuki suatu sistem sosial berarti orang tersebut siap
memberikan suatu komitmen dalam menjalankan pekerjaan yang harus dilakukannya.
Komitmen merupakan sikap yang diperlihatkan orang itu bilamana ada kejelasan
yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan orang dalam satu sistem sosial.
Komitmen yang tinggi menjadikan peduli dengan nasib organisasi dan berusaha
menjadikan organisasi kearah yang lebih baik. Sebaliknya, bagi individu atau
karyawan dengan komitmen organisasi rendah akan mempunyai perhatian yang
rendah pada pencapaian tujuan organisasi, dan cenderung berusaha memenuhi
kepentingan pribadi.
Komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu akan menyebabkan
individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tujuan dan
kepentingan organisasi (Porter et al., 1997).
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai
konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau
diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan
dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan
kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir
bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kinerja bidan desa atau
prestasi kerja (performance) merupakan hasil yang dicapai dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja bidan akan baik jika
bidan telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri kesetiaan dan komitmen yang
tinggi pada tugas yang diembannya dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan
pekerjaan, kerjasama dengan warga, kepemimpinan yang baik, kepribadian yang
baik, jujur dan obyektif dalam melayani pasien, serta tanggung jawab terhadap
tugasnya.
Hasibuan (2001), mendefinisikan motivasi sebagai pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan
terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.
Peranan pimpinan dalam memberikan motivasi juga sangat penting dalam
pelaksanaan tugas bawahan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebagaimana
dikemukakan Hasibuan (2001), bahwa peran manajer sangat penting dan menentukan
tinggi rendahnya prestasi, semangat tidaknya kerja bawahan sebagian besar tegantung
kepada manajer. Sejauh mana manajer mampu menciptakan atau menimbulkan
kegairahan kerja, dan sampai sejauh mana manajer mampu mendorong bawahan
Frederich Herberg dalam Sedarmayanti (2003) menyatakan pada manusia
berlaku faktor motivasi dan faktor pemeliharaan dilingkungan pekerjaanya. Dari hasil
penelitiannya menyimpulkan adanya enam faktor motivasi yaitu (1) prestasi;
(2) pengakuan; (3) kemajuan kenaikan pangkat; (4) pekerjaan itu sendiri;
(5) kemungkinan untuk tumbuh; (6) tanggung jawab. Sedangkan untuk pemeliharaan
terdapat sepuluh faktor yang perlu diperhatikan, yaitu (1) kebijaksanaan; (2) supervisi
teknis; (3) hubungan antar manusia dengan atasan ; (4) hubungan manusia dengan
pembinanya; (5) hubungan antar manusia dengan bawahannya; (6) gaji dan upah;
(7) kestabilan kerja; (8) kehidupan pribadi; (9) kondisi tempat kerja; (10) status.
Menurut Gunawan (1993), motivasi kerja bidan adalah suatu perangsang
keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seorang bidan bersemangat dalam
melayani pasien. Tinggi rendahnya motivasi kerja bidan ditentukan oleh terpenuhi
atau tidak terpenuhi kebutuhanannya.
Hasibuan (2001) mendefinisikan prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja
merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan
tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin
besarlah prestasi kerja karyawan bersangkutan. Dari pendapat tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam
tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang
tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.
Penilaian kinerja menurut Simamora (2001) adalah alat yang berfaedah tidak
hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk
mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Sejalan dengan pendapat
tersebut Hasibuan (2001) penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk
mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan
selanjutnya.
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melihat pengaruh komitmen dan motivasi kerja
terhadap kinerja bidan di desa, seperti terlihat pada bagan berikut:
Variabel Bebas Variabel Terikat
3. Deteksi Dini Risiko Tinggi/ Komplikasi Kebidanan 4. Rujukan Komplikasi
Kebidanan.
5. Pelayanan Neonatal dan Ibu Nifas.
Motivasi
1. Ekstrinsik 2. Intrinsik
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian yang digunakan adalah bentuk survei dengan
menggunakan pendekatan tipe explanatory research yaitu penelitian yang
menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesa.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Selatan dengan alasan
cakupan-cakupan program yang dilaksanakan bidan di desa pada kabupaten tersebut
yang rendah. Penelitian ini dilakukan pada Juli sampai September 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua bidan di desa yang terdapat di
Kabupaten Aceh Selatan yang berjumlah 161 orang sesuai data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2007. Seluruh populasi dijadikan sampel, dengan
demikian jumlah sampel adalah 161 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data primer dihimpun melalui wawancara langsung dengan bidan di desa
berpedoman kepada kuesioner penelitian, meliputi data tentang komitmen kerja,
tempat tugas bidan desa, serta data lain yang mendukung penelitian diperoleh dari
laporan PWS-KIA Kabupaten dan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan.
Untuk mengetahui kelayakan pertanyaan pada kuesioner maka terlebih dahulu
dilakukan uji coba kuesioner kepada responden yang menyerupai lokasi penelitian,
dimana tujuannya untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas. Setelah
dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel
komitmen kerja dan motivasi valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian
ini dengan hasil sebagai berikut:
a). Variabel komitmen kerja dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi
>0,3 dengan nilai alpha cronbach = 0,9294>0,6, artinya item pertanyaan untuk
variabel komitmen kerja valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada
responden. (lampiran. 2)
b). Variabel motivasi dengan 5 item pertanyaan dengan nilai koefisien korelasi >0,3
dengan nilai alpha cronbach = 0,7624>0,6, artinya item pertanyaan untuk
variabel motivasi valid dan reliabel untuk dilanjutkan wawancara kepada
responden. (lampiran. 2)
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
1. Komitmen kerja adalah tekat yang kuat dari bidan di desa untuk melaksanakan
menggunakan 3 indikator, yaitu: peran, posisi dan cakupan hasil kerja BDD
dengan definisi operasional sebagai berikut:
1). Peran tenaga bidan di desa adalah kesediaan bidan di desa untuk
meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan ibu dan
anak.
2). Posisi bidan di desa adalah kesediaan bidan di desa setiap saat berada di desa
wilayah kerjanya untuk melayani masyarakat.
3). Cakupan hasil kerja bidan di desa adalah tekat yang kuat untuk menyelesaikan
fungsi dan tugas pokok sesuai dengan target cakupan yang telah ditentukan.
Komitmen kerja dapat disusun menjadi tiga kategori, yaitu baik, sedang dan
buruk, dengan pengertian sebagai berikut:
1). Kategori baik apabila bidan di desa komit terhadap peran, posisi dan cakupan
dengan peran mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat penurunan
AKI dan AKB.
2). Kategori sedang apabila bidan di desa kurang komit terhadap peran, posisi dan
cakupan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat
penurunan AKI dan AKB.
3). Kategori buruk apabila bidan di desa tidak komit terhadap peran, posisi dan
cakupan dengan tujuan mendukung dan melaksanakan upaya mempercepat
2. Motivasi kerja adalah dorongan yang timbul dari dalam diri dan luar bidan di desa
yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya. Variabel ini diukur melalui dua
indikator, yaitu: motivasi ekstrinsik dan intrinsik dengan definisi operasional
sebagai berikut:
1). Motivasi ekstrinsik adalah, motivasi yang bersumber dari luar diri bidan yang
mendorong bidan di desa melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai pedoman
yang ditetapkan.
2). Motivasi intrinsik adalah didorong oleh kekuatan dari dalam diri bidan (inner
motivation) yang mendorong bidan di desa melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai pedoman yang ditetapkan.
Motivasi kerja dapat disusun menjadi tiga kategori, yaitu Tinggi, Sedang dan
Rendah, dengan pengertian sebagai berikut:
1) Kategori tinggi apabila bidan di desa memiliki motivasi ekstrinsik dan intrinsik
yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan peran mendukung dan
melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa.
2) Kategori sedang apabila bidan di desa memiliki motivasi ekstrinsik dan
intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan dengan cukup yang bertujuan
mendukung dan melaksanakan fungsi dan tugas sebagai bidan di desa.
3) Kategori rendah apabila bidan di desa tidak memiliki motivasi ekstrinsik dan
intrinsik yang dapat mendorong pekerjaan secara penuh dengan tujuan
3. Kinerja adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi program
kesehatan. Kinerja bidan di desa diukur melalui pencapaian program yang menjadi
tugas dan fungsi bidan desa yaitu: pelayanan antenatal, pertolongan persalinan,
deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan,
dan pelayanan neonatal dan ibu nifas.
Variabel kinerja dapat disusun menjadi dua kategori, yaitu mencapai target
dan tidak mencapai target, dengan pengertian sebagai berikut:
1) Kategori mencapai target apabila bidan di desa mampu mencapai seluruh target
yang ditetapkan (pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, deteksi dini
risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan, dan
pelayanan neonatal dan ibu nifas).
2) Kategori tidak mencapai target apabila bidan di desa hanya mampu mencapai
sebagian target yang ditetapkan (pelayanan antenatal, pertolongan persalinan,
deteksi dini risiko tinggi/ komplikasi kebidanan, rujukan komplikasi kebidanan,
dan pelayanan neonatal dan ibu nifas).
3.6. Metode Pengukuran
Metode pengukuran variabel bebas dan variabel terikat menggunakan skala
Tabel 3.1. Skala Pengukuran Variabel Bebas Skala Interval Bobot Nilai 1 Variabel =
Satu Indikator
Bobot Nilai 1 Variabel = Satu Indikator
Bobot Nilai 1 Variabel = Tiga Indikator
Tabel 3.2. Skala Pengukuran Variabel Terikat Skala Interval
3.7. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif merupakan
metode untuk menguji data dalam bentuk angka. Dalam metode ini penulis akan
menggunakan regresi logistik berganda (Multiple logistic regression) untuk melihat
seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel terikat dengan
menggunakan bantuan program komputer, dengan persamaan sebagai berikut:
Y = + IX1 + 2X2 + µ
Keterangan:
Y = Variabel Dependen (Kinerja Bidan di Desa)
= Konstanta Regresi
X1 = Komitmen Kerja (Peran, Posisi, Cakupan)
X2 = Motivasi (Intrinsik dan Ekstrinsik) β1-β2 = Koefisien Regresi
μ = Error term
3.7.1. Uji Odds Ratio (Uji Secara Parsial)
Analisis secara parsial adalah menguji variabel independen (X1 dan X2),
apakah mempunyai pengaruh yang signifikan positif atau negatif terhadap variabel
dependen (Y). Kriteria pengujian sebagai berikut:
Ho i = 0: artinya tidak terdapat pengaruh i terhadap kinerja bidan di desa
3.7.2. Uji Overall Percentage (Uji Secara Serentak)
Uji F statistik digunakan untuk menguji keberartian pengaruh seluruh variabel
independen secara serentak terhadap variabel dependen. Kriteria uji secara serentak
dengan cara membandingkan nilai F-hitung ≥ F-tabel maka Ho ditolak, artinya ada
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten yang terdapat
dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terletak pada posisi 02022’ 36” -
04025’ 06” lintang utara dan 96035’ 34” bujur timur. Daerah ini mempunyai luas
wilayah 3.842 km2 dengan batas-batas sebagai berikut:
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya
Secara administratif, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan memiliki
16 Kecamatan, 44 mukim dan 247 desa/kelurahan. Dengan jumlah penduduk
berdasarkan data terakhir sebanyak 188.909 jiwa terdiri dari 91.663 jiwa laki-laki dan
97.246 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata 66,36 pek km2, dimana
penduduk terdapat di Kecamatan Samadua yaitu 484,83 jiwa/km2, sedangkan yang
paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Trumon yaitu 6.60 jiwa/km2.
Komposisi penduduk menurut kelompok umur menunjukkan penduduk
berusia muda (0-14 tahun) sebesar 32,9%, penduduk usia produktif (15-64 tahun)
sebesar 62,3%, dan yang berusia tua (≥ 65 tahun) sebesar 4,8% dengan demikian
Dilihat dari jenis kelamin penduduk, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki,
dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) sebesar 0,94%.
Tabel 4.1. Distribusi Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk, Kepala Keluarga, Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk
No Kecamatan Luas
Wilayah(Km2) Jlh Kel/Desa
Jlh
PendudukJlh KK Jiwa/KK
Kepadatan
Aceh Selatan 3.842,00 247 188.909 42.543 70.8 1.788
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2008
Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai wilayah paling
luas adalah Kecamatan Trumon, yaitu 737,00 km dengan 16 desa, jumlah penduduk
4.867 jiwa, 1.072 rumah tangga dan kepadatan penduduk 7 jiwa/km2. sedangkan
kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Samadua, yaitu 29,00
km dengan 27 kelurahan/desa, jumlah penduduk 14.060 jiwa, 3.092 rumah tangga