EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA EFEKTIVITASNYA PADA
TANAMAN KEDELAI (Glycine max) PADA TANAH ULTISOL
SKRIPSI
OLEH :
T. IRZA HANDOKO O5O3O3OO6/ ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA EFEKTIVITASNYA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max)
PADA TANAH ULTISOL
SKRIPSI
OLEH :
T. IRZA HANDOKO O5O3O3OO6/ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Judul Penelitian :EVALUASI KEBERADAAN MIKORIZA DARI RESIDU APLIKASI MIKORIZA DAN KOMPOS JERAMI SERTA EFEKTIVITASNYA PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max) PADA TANAH ULTISOL
Nama : T. IRZA HANDOKO
NIM : 050303006
Program Studi : Ilmu Tanah
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Ketua Anggota
Ir. Hardy Guchi, MP
NIP : 131 640 225 NIP : 132 102 229 Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP
Kepala Departemen
ABSTRACT
The aim of this research was study the evaluated of mycorrhiza from residu of aplication mycorrhiza and residu of aplication straw compost to effectivities soybean growth in Ultisols. The research was conducted at Laboratory of soil Biology at Departement of Soil Science in Agricultural Faculty, University of North Sumatera from Juny until November 2008. The research designed by Multipled Random Factorial with two factors and three replication. The first factor was the residu of aplication mycorrhiza with four levels : M0 = 0 g/pot, M1 = 7.5 g/pot, M2 = 15 g/pot, M3 = 22.5 g/pot. The second factors was
the residu of aplication straw campost with four levels : J0 = 0 g/pot (0 ton/ha), J1 = 25 g/pot (5 ton/ha), J2 = 50 g/pot (10 ton/ha), J3 = 75 g/pot (15 ton/ha). The
result showed the effect of straw compost given increased significant to dry weight of stem. Mycorrhiza from residu of planting gogo rices which residu of aplication straw compost and residu of aplication of mycorrhiza not given influenced to soybean growth.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami dan efektivitasnya pada pertanaman kedelai pada tanah Ultisol. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juni – November 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan, yaitu: Residu M0 = 0 g/pot, Residu M1 = 7,5 g/pot, Residu M2 = 15 g/pot, Residu M3 = 22,5 g/pot dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan: Residu J0 = 0 g/pot (setara 0 ton/ha), Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha), Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha), Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tunggal pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap berat kering batang. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo yang diaplikasikan kompos jerami dan mikoriza tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Keberadaan Mikoriza dari Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami dan Efektivitasnya pada Tanaman Kedelai (Glycine max) pada Tanah Ultisol”, yang berfungsi sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada
bapak Ir. Hardy Guchi, MP, dan ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.
Penulis menyadari usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu saran dan kritik penulis harapkan demi kesempurnaan usulan penelitian di masa yang akan datang.
Semoga usulan penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Agustus 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol ... 4
Mikoriza Vesikular Arbuskula ... 5
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inokulum MVA ... 7
Tanaman Jagung (Zea mays L.) ... 9
Metode MPN untuk Penetapan Berbagai Populasi Mikroorganisme Tanah ... 10
BAHAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metodelogi Penelitian ... 14
Pelaksanaan Penelitian... 16
Peubah Amatan ... 17
Analisis Data ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19
Jumlah Spora ... 19
Derajat Infeksi ... 19
Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai ... 20
Berat Kering Batang Tanaman Kedelai ... 21
Berat Kering Akar Tanaman Kedelai ... 22
Pembahasan ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Lima Ulangan
bagi Setiap Pengenceran (Halvorson dan Ziegler, 1933) ... 11
2. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Tiga Ulangan bagi Setiap Pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981) ... 12
3. Faktor untuk Menghitung Selang Kepercayaan 95 persen Batas Bawah dan Batas Atas... 12
4. Data Jumlah Spora Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo ... 19
5. Data Jumlah Propagul Mikoriza Metode MPN Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo ... 20
6. Data Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai ... 21
7. Data Berat Kering Batang Tanaman Kedelai ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Analisis Sampel Tanah Awal di Bangun Purba ... 30
Data Derajat Infeksi Mikoriza pada Penentuan Kualitas Inokulum Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo dengan Metode MPN pada Tanaman Uji Jagung Ulangan I ... 31
Data Derajat Infeksi Mikoriza pada Penentuan Kualitas Inokulum Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo dengan Metode MPN pada Tanaman Uji Jagung Ulangan II ... 32
Data Derajat Infeksi Mikoriza pada Penentuan Kualitas Inokulum Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo dengan Metode MPN pada Tanaman Uji Jagung Ulangan III ... 33
Efek Residu Pemberian Mikoriza dan Kompos Jerami Terhadap Jumlah Spora Tanah Ultisol pada Pertanaman Padi Gogo ... 34
Data Selang Kepercayaan 95 % Derajat Infeksi Mikoriza untuk Metode MPN ... 34
Data Derajat Infeksi Mikoriza dalam Analisis Jumlah Propagul Akibat Residu Pemberian Kompos Jerami dan Mikoriza pada Pertanaman Padi Gogo ... 35
Data Pengamatan Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman Kedelai... 36
Hasil Analisa Sidik Ragam Derajat Infeksi CMA pada Akar Tanaman Kedelai ... 36
Data Pengamatan Berat Kering Batang Tanaman Kedelai ... 37
Hasil Analisa Sidik Ragam Berat Kering Batang Tanaman Kedelai... 37
Data Pengamatan Berat Kering Akar Tanaman Kedelai ... 38
ABSTRACT
The aim of this research was study the evaluated of mycorrhiza from residu of aplication mycorrhiza and residu of aplication straw compost to effectivities soybean growth in Ultisols. The research was conducted at Laboratory of soil Biology at Departement of Soil Science in Agricultural Faculty, University of North Sumatera from Juny until November 2008. The research designed by Multipled Random Factorial with two factors and three replication. The first factor was the residu of aplication mycorrhiza with four levels : M0 = 0 g/pot, M1 = 7.5 g/pot, M2 = 15 g/pot, M3 = 22.5 g/pot. The second factors was
the residu of aplication straw campost with four levels : J0 = 0 g/pot (0 ton/ha), J1 = 25 g/pot (5 ton/ha), J2 = 50 g/pot (10 ton/ha), J3 = 75 g/pot (15 ton/ha). The
result showed the effect of straw compost given increased significant to dry weight of stem. Mycorrhiza from residu of planting gogo rices which residu of aplication straw compost and residu of aplication of mycorrhiza not given influenced to soybean growth.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberadaan mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami dan efektivitasnya pada pertanaman kedelai pada tanah Ultisol. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juni – November 2008. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan, yaitu: Residu M0 = 0 g/pot, Residu M1 = 7,5 g/pot, Residu M2 = 15 g/pot, Residu M3 = 22,5 g/pot dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan: Residu J0 = 0 g/pot (setara 0 ton/ha), Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha), Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha), Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tunggal pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap berat kering batang. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo yang diaplikasikan kompos jerami dan mikoriza tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara pengkonsumsi kedelai terbesar
didunia. Olahan pangan asal kedelai dominan di Indonesia adalah tahu dan tempe.
Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan
bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan makanan
sehat dan baku industri non-pangan (Adie dan Krisnawati, 2008). Puslitbang Sosek Pertanian tahun 2000 melakukan proyeksi penawaran dan permintaan
kedelai nasional antara tahun 2002 sampai tahun 2010, dimana diperkirakan
bahwa laju pertumbuhan penawaran mengalami pertumbuhan yang negatif
sebesar 0,8 % per tahun, sementara permintaan mengalami pertumbuhan sebesar
2,3 % per tahun. Kebutuhan nasional kedelai dewasa ini telah mencapai 2,2 ton
per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan
35-40%, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor. Sedangkan produksi
kedelai pada 2004 hingga 2006 sempat meningkat. Namun pergerakannya sangat
lambat, pada 2004 hanya 723.483 ton, 808.353 ton (2005) dan 746.611 ton
(2006). Bahkan pada 2007 kembali turun menjadi sekitar 608.000 ton
(Wikipedia, 2008).
Perluasan areal tanam akan lebih besar kontribusinya terhadap
peningkatan produksi kedelai, mengingat selama ini fluktuasi produksi nasional
hampir selalu mengikuti fluktuasi areal panen. Perluasan areal tanam kedelai
dapat diarahkan pada lahan sawah, lahan kering, dan lahan pasang surut. Ditinjau
dari segi luas, kesesuaian dan permasalahan biofisik lahan, infrastruktur, dan
sosial-budaya masyakarat maka lahan kering, terutama lahan kering masam, yaitu
termasuk tanah Ultisol, paling potensial dikembangkan untuk usahatani kedelai.
Pada sistem pertanaman yaitu rotasi tanaman, biasanya tanaman kedelai ditanam
setelah tanaman padi gogo yang umumnya dilakukan pada tanah Ultisol
Problema yang umum terdapat pada tanah Ultisol adalah reaksi masam,
kadar Al tinggi sehingga menjadi racun dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara
rendah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Sarief (1986) Ultisol memiliki kejenuhan
basa yang rendah, termasuk unsur K, memiliki kandungan bahan organik yang
rendah dan memiliki sifat fisik yang juga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman.
Ini juga sesuai dengan USDA ( 1998) yang menyatakan bahwa Ultisol merupakan
tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terakhir.
Ultisol memiliki horison argilik dengan kejenuhan basa yang rendah, yang kurang
dari 35 persen. Biasanya terdapat jumlah aluminium yang dapat dipertukarkan
dalam jumlah yang tinggi.
Untuk itu dilakukan penambahan kompos jerami dan mikoriza yang dapat
meningkatkan kadar bahan organik dan penambahan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman. Selain itu dapat juga memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Kompos jerami merupakan pupuk organik yang dibuat dari pengomposan
jerami-jerami padi, berupa batang dan daun padi dari sisa hasil panen. Beberapa
penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik di dalam tanah dapat
meningkatkan KTK dan ketersediaan P dan Fe untuk tanaman, serta pemberian
jerami padi ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan K tanah
(Sutanto, 2002). Pada hasil penelitian yang dilakukan Chairuman (2008)
menunjukkan bahwa pemberian kompos jerami pada padi gogo dapat
meningkatkan P-tersedia tanah, P-total tanah, serapan P dan C-organik tanah
Ultisol. Pada dasarnya mikoriza akan tetap terdapat pada tanah bekas pertanaman
padi gogo tersebut akibat residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza. Karena
mikoriza adalah jamur, maka akan membentuk spora jika kondisi ekstrim kering
dan tidak adanya tanaman inang.
Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha
untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh
peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Seperti
yang disampaikan oleh Yusnaini (1998), bahwa CMA dapat membantu
meningkatkan produksi kedelai pada tanah Ultisol di Lampung. Bahkan pada
meningkatkan produksi jagung yang mengalami kekeringan sesaat pada fase
vegetatif dan generatif (Yusnaini et al., 1999). Setiadi (2003), menyebutkan bahwa mikoriza juga sangat berperan dalam meningkatkan toleransi tanaman
terhadap kondisi lahan kritis, yang berupa kekeringan dan banyak terdapatnya
logam-logam berat.
Pada penelitian ini penulis mencoba mengevalusi keberadaan mikoriza
dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada tanaman padi gogo dan
efektivitas mikoriza pada tanaman kedelai pada tanah ultisol.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberadaan
mikoriza dari residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami dan efektivitasnya pada
pertanaman kedelai pada tanah ultisol.
Hipotesis Penelitian
1. Masih terdapat mikoriza pada tanah dari residu kompos jerami dan CMA
pada pertanaman padi gogo.
2. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo masih efektif dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai.
Kegunaan Penelitian
– Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan dapat
dimanfaatkan oleh petani untuk menerapkan pertanian organik dan
berkelanjutan.
– Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol
Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa, dkk, 2006).
Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990).
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah (Prasetya dan Suriadikarta, 2006).
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Mikoriza sesuai dengan asal katanya yaitu myces dan rhiza, adalah struktur simbiosis mutualisme yang dibentuk antara cendawan dan perakaran tanaman. Disebut simbiosis mutualisme karena cendawan mikoriza, yang hidup didalam sel akar, mendapatkan sebagian karbon hasil fotosintesis tanaman dan tanaman mendapatkan hara dan keuntungan lain dari cendawan mikoriza (Nusantara, 2006).
Bentuk cendawan mikoriza vesikular - arbuskular atau yang disingkat dengan cma lebih banyak terdapat mulai dari jenis, famili dan ordo tanaman dari pada tipe endo dan ektomikoriza bersama-sama. Telah diperlihatkan bahwa kebanyakan phanerogams mempunyai endo (hampir semuanya va) mikoriza, tetapi kira-kira hanya mempunyai ektomikoriza 3%. Karena penyebaran mva yang merata, mikoriza ini mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan mempunyai potensi yang penting baik secara ekonomi maupun ekologi. CMA terdapat pada sebagian besar tanaman pangan dan didalam kebanyakan jenis tanaman yang tumbuh dalam ekosistem alam. Tanaman yang penting dan mempunyai cendawan mva meliputi gandum, jagung, kapas, tembakau, teh, kopi, coklat, tebu, dan pohon serat (Fakuara, 1988).
Diagnostik ciri-ciri utama CMA adalah adanya vesikel dan arbuskul didalam korteks akar. Endodermis batang dan meristem akar tidak diserang. Hifa inter dan intraseluler juga ada disisi akar secara langsung berhubungan dengan miselium bagian luar yang menyebar dan bercabang-cabang didalam tanah (Fakuara, 1988).
Mikoriza merupakan jenis fungi yang menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah yang mengalami kekahatan P. Mikoriza tidak hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman, tetapi juga menekan kebutuhan pupuk P sampai 20%-30% (Sutanto, 2002).
Dalam beberapa percobaan pertumbuhan CMA yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai negara, pada kondisi tanah yang kekurangan fosfat untuk pertumbuhan tanaman, lebih banyak P yang diambil oleh tanaman bermikoriza dari pada tanaman tak bermikoriza. Infeksi CMA meningkatkan pengambilan P dan sumber P ekstra masuk ke tanaman bermikoriza dari tanah. Percobaan ini dapat diterangkan berdasarkan pada perubahan fisiologi akar, meningkatnya permukaan penyerapan dan penggunaan fosfat tak larut yang lebih baik (Fakuara, 1988).
a. Kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik mikro maupun makro. Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk
terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza
dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi
senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan kedalam
hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel
tanaman. Efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan
penggunaan mikoriza (Khairul, 2006).
Menurut Sylvia (1999) dalam Nusantara (2006), meningkatnya serapan
hara akibat kolonisasi mikoriza disebabkan sedikitnya oleh tiga hal, yaitu
i) mikoriza mampu mengurangi jarak yang harus ditempuh unsur hara
untuk mencapai permukaan akar tanaman, ii) meningkatnya rerata serapan
unsur hara dan konsentrasi pada permukaan penyerapan dan iii) mengubah
secara kimia sifat-sifat unsur hara kimia sehingga mempermudah
penyerapannya kedalam akar tanaman.
b. Perbaikan struktur tanah. Mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa
polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang
mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Kemudian
agregat mikro melalui proses “mechanical blinding action” oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Struktur tanah
yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi
erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Subiksa, 2006).
c. Pemupukan sekali seumur tanaman. Karena mikoriza merupakan makhluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang
dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan
penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
(Iskandar, 2006).
d. Proteksi dari patogen dan unsur toksik. Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar
berikut: adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier
masuknya patogen, mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan
karbohidrat dan eksudat lainnya sehingga tercipta lingkungan yang tidak
cocok bagi patogen, mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat
mematikan patogen, akar tanaman yang sudah terinfeksi mikoriza tidak
dapat diinfeksi oleh patogen yang menunjukkan adanya kompetisi
(Subiksa, 2006).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inokulasi CMA
Tipe inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) digunakan tergantung pada penelitian dilapangan. Untuk studi respons pertumbuhan dirumah kaca sama baiknya dengan dilapangan, campuran inokulum berisi akar-akar yang diinfeksi, spora, dan miselium dapat memuaskan, dengan cepat dapat diperoleh dan biasanya sangat efektif. Campuran inokulum biakan pot (pot culture) umumnya mempunyai potensial inokulum yang lebih besar daripada spora yang dibersihkan atau material akar (Fakuara, 1988).
Menurut Santosa (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah:
1. Suhu Tanah
Walaupun suhu bukan merupakan faktor pembatas utama bagi aktivitas
CMA, namun suhu tanah yang tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas
cendawan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam
tergantung cendawan CMA-nya. Daya infeksi oleh cendawan CMA
meningkat dengan naiknya suhu tanah. Suhu yang tinggi pada siang hari
(350 C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis
mikoriza.
2. Kandungan Air Tanah
Status air tanah dapat berpengaruh baik langsung atau tidak langsung
terhadap infeksi dan pertumbuhan mikoriza. Penjenuhan air tanah yang
lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza
karena kondisi yang anaerob. Terdapat juga fakta bahwa potensial air yang
3. pH Tanah
Tidak sama dengan jasad renik lainnya cendawan pada umumnya lebih
tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi
pada tiap spesies cendawan terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH
tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza
terhadap pertumbuhan tanaman.
4. Bahan Organik dan Residu Akar
Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar
yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting berikutnya. Serasah
akar tersebut mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat menginfeksi
akar tanaman tetangga sehingga memperluas penyebaran CMA.
Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulum untuk generasi tanaman
berikutnya.
5. Ketersediaan Hara
Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai
kesuburan rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang
terinfeksi oleh CMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun,
maka infeksi CMA meningkat.
6. Pengaruh Logam Berat dan Unsur lain
Pada tanah-tanah tropika sering dijumpai permasalahan salinitas dan
keracunan aluminium maupun mangan. Infeksi CMA lebih tinggi pada
tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak. Beberapa
spesies CMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar
seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies CMA peka terhadap kandungan
Zn yang tinggi. Aluminium diketahui menghambat simbiosis CMA.
7. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang menghancurkan kehidupan
cendawan CMA. Penggunaan fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax,
meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah (2,5 µg pergram tanah)
menyebabkan turunnya kolonisasi CMA yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanama dan pengambilan P.
Persentase kolonisasi tergantung pada spesies cendawan mikoriza dan
tanaman inang, sering dihubungkan dengan pertumbuhan akar dan
kepekaan tanaman
(Santosa, 1989).
Tanaman Kedelai (Glycine max)
Kedelai dibudidayakan di lahan Penanaman biasanya dilakukan pada akhir Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar memberikan keuntungan apa pun. dianjurkan diberi "starter" untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya (Wikipedia, 2008).
Tanah Tanaman kedele dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedele dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran. Kedele dapat tumbuh subur pada : curah hujan optimal 100-200 mm/bulan. Temperatur 25-27 derajat Celcius dengan penyinaran penuh minimal 10 jam/hari. Tinggi tempat dari permuka an laut 0-900 m, dengan ketinggian optimal sekitar 600 m (Mashur, 2008).
Kalau ditanam di lahan yang belum pernah ditanami kedelai, benih sebaiknya dicampur dengan rizobium seperti Legin. Bila rizobium tidak tersedia dapat menggunakan tanah yang sudah pernah ditanami kedelai. Inokulasi rizobium bertujuan untuk mengurangi pemakaian pupuk nitrogen (urea) karena tanaman kedelai dapat memanfaatkan nitrogen yang ada di udara setelah diinokulasi dengan rizobium (Suastika, dkk, 2008).
rendah, dan kemampuan tanah mengikat air juga rendah. Dari segi sosial-ekonomi, masalah yang dihadapi dalam pengembangan kedelai pada lahan kering masam adalah kuranganya tenaga kerja dan modal usahatani. Kondisi tanah yang kurang subur dapat diperbaiki dengan inovasi teknologi ameliorasi, di antaranya penggunaan kapur (kalsit atau dolomit) dan bahan organik, serta pemupukan (organik, anorganik, dan biofertilizer seperti rhizobium) berdasarkan kondisi tanah setempat (Litbang, 2008).
Metode MPN untuk Penetapan Berbagai Populasi Mikroorganisme Tanah
Metode most Probable-Number (MPN) memungkinkan kita untuk menduga populasi mikroorganisme tanpa menghitung jumlah sel atau koloni. Kadangkala disebut metode mutakhir, atau metode pengenceran.
Para ahli mikrobiologi sering menduga jumlah suatu populasi berdasarkan pengenceran tertinggi pada pengenceran mana, pertumbuhan masih dapat diamati. Dengan demikian, bila pertumbuhan diamati pada pengenceran 10-4 dan tidak ada pengenceran 10-5, jumlah sel yang hidup adalah antara 104 dan 105. Dengan demikian akan lebih jelas bahwa pengujian beberapa larutan dari suatu seri pengenceran bersama-sama dengan model matematika, interpolasi memungkinkan perkiraan yang lebih tepat (Anas, 1989).
Untuk mempermudah telah dibuat tabel MPN untuk 5 tabung reaksi oleh Halvorson dan Ziegler (Tabel 1) dan untuk 3 tabung reaksi oleh McCrady (Tabel 2) masing-masing untuk pengenceran 10 kali.
Tabel 1. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Lima Ulangan bagi
Setiap Pengenceran (Halvorson dan Ziegler, 1933)
P1 P2
P3
0 1 2 3 4 5
5 5 5 5 5 5 0.79 1.3 2.4 1.1 1.7 3.5 1.4 2.2 5.4 1.8 2.8 9.2 2.1 3.5 16 2.5 4.3 -
Tabel 2. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Tiga Ulangan bagi Setiap Pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981)
Hasil MPN Hasil MPN Hasil MPN
000 001 010 011 020 100 101 102 110 111 120 121 130 200 0.0 0.3 0.3 0.6 0.6 0.4 0.7 1.1 0.7 1.1 1.1 1.5 1.6 0.9 201 202 210 211 212 220 221 222 223 230 231 232 300 301 1.4 2.0 1.5 2.0 3.0 2.0 3.0 3.5 4.0 3.0 3.5 4.0 2.5 4.0 302 310 311 312 313 320 321 322 323 330 331 332 333 6.5 4.5 7.5 11.5 16.0 9.5 15.0 20.0 30.0 25.0 45.0 110.0 140.0
Tabel 3. Faktor untuk Menghitung Selang Kepercayaan 95 persen Batas Bawah dan Batas Atas.
Jumlah tabung yang dipakai untuk satu
pengenceran (n)
Kelipatan pengenceran (x)
2 4 5 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 4.00 2.67 2.23 2.00 1.86 1.76 1.69 1.64 1.58 1.55 7.14 4.00 3.10 2.68 2.41 2.23 2.10 2.00 1.92 1.86 8.32 4.47 3.39 2.88 2.58 2.38 2.23 2.12 2.02 1.95 14.45 6.61 4.68 3.80 3.30 2.98 2.74 2.57 2.43 2.32
Pada Tabel 3.3 disajikan faktor yang digunakan untuk menghitung nilai selang kepercayaan 95 persen yang tergantung dari jumlah tabung yang dipakai untuk satu pengenceran dan faktor pengenceran. Jumlah tabung yang dipakai untuk setiap pengenceran mulai dari satu tabung sampai 10 tabung. Jumlah tabung yang umum dipakai adalah 3 dan 5 tabung untuk setiap pengenceran. Kelipatan pengenceran adalah 2, 4, 5 dan 10, tetapi yang paling sering dipakai adalah 5 dan 10. Makin banyak tabung yang dipakai untuk setiap pengenceran dan makin besar perbandingan (ratio) pengenceran. Maka makin sempit kisaran selang kepercayaan. Dengan demikian, pengujian hasil yang didapatkan makin tajam.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 m dpl. Dimulai pada bulan Juni s/d Nopember 2008.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan adalah tanah Ultisol bekas tanaman padi gogo akibat residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza yang berasal dari Bangun Purba, dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis.
Alat
Alat yang digunakan adalah aqua cup atau gelas plastik, kantongan plastik, timbangan analitik, mistar, gunting, kertas label, buku dan alat tulis, serta alat-alat yang digunakan untuk keperluan analisis.
Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan, dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan. Sehingga diperoleh kombinasi perlakun sebanyak 4x4x3 = 48 unit percobaan. Susunan perlakuan tersebut adalah:
Faktor perlakuan I, kompos jerami (J) :
Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha)
Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha)
Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha)
Faktor Perlakuan II, mikoriza (M) :
Residu M0 = 0 g/pot
Residu M1 = 7,5 g/pot
Residu M2 = 15 g/pot
Residu M3 = 22,5 g/pot
Sehingga kombinasi perlakuannya adalah :
R-J0M0 R-J1M0 R-J2M0 R-J3M0
R-J0M1 R-J1M1 R-J2M1 R-J3M1
R-J0M2 R-J1M2 R-J2M2 R-J3M2
R-J0M3 R-J1M3 R-J2M3 R-J3M3
Model linier rancangan acak lengkap :
Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)jk+ εijk
Dimana :
Yijk = Parameter yang diamati
µ = Nilai tengah umum
αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor J
βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor M
(αβ)jk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor J dan taraf j dari faktor B
Adapun gambar/denah dari penelitian ini adalah:
I II III
Pelaksanaan Penelitian
1. Pengambilan dan Persiapan Sampel Tanah
Sampel tanah yang telah sesuai perlakuan meliputi M0J0, M0J1, M0J2, M0J3, M1J0, M1J1, M1J2, M1J3, M2J0, M2J1, M2J2, M2J3, M3J0, M3J1, M3J2, dan M3J3 pada tiap-tiap ulangan, dituangkan keatas alas plastik, kemudian diaduk hingga merata, dan dilakukan pengambilan sampel pada tiap unit percobaan tersebut. Sampel tanah diambil sebanyak + 500 gram/polibag. Sampel yang telah diambil adalah sampel tanah yang sebelumnya berada pada polibag setara dengan 10kg BTKO yang telah diberi perlakuan kompos jerami dan mikoriza, pada rumah kasa, dengan metode rancangan acak lengkap.
2. Penentuan Jumlah Propagul Mikoriza • Persiapan media tanam dan pot
- Disiapkan aqua cup bervolume 200 mL.
- Dimasukkan pasir steril yang telah disterilkan dengan alat sterilisasi tanah 3 jam perhari selama 2 hari kedalam pot
tersebut
• Persiapan biji uji
- Disiapkan benih jagung (Zea mays L.) yang akan digunakan sebagai inang
- Disterilkan benih-benih tersebut dengan alkohol atau H2O2 - Dikecambahkan pada kertas saring atau kapas steril • Persiapan seri pengenceran media tanam
- Disiapkan seri pengenceran dengan kelipatan 10 dengan
mencampur contoh inokulum (tanah dan potongan akar)
dengan pasir steril
- Untuk 100 berarti tidak memerlukan pengenceran sehingga seluruh pot diisi dengan inokulum MVA sebanyak 200 g
- Untuk membuat seri pengenceran 10-1, 20 g dari pengenceran 100 dicampur dengan 180 g pasir steril, selanjutnya untuk
membuat seri pengenceran 10-2, 20 g dari pengenceran 10-1
- Setiap pengenceran diulang 3 kali • Penanaman kecambah
- Diambil benih yang telah berkecambah dan ditanam kesetiap pot sebanyak 3 kecambah
- Tanaman dipelihara selama 15 hari
- Selama pemeliharaan tanaman, tidak dilakukan penambahan
hara dan dijaga kapasitas lapang
• Pemanenan dan pemprosesan akar - Bagian akar tanaman dipotong
- Dengan hati-hati cuci semua akar dan masukkan kedalam botol vial (jangan lupa ditandai menurut seri pengenceran yang telah
dibuat)
- Dilakukan analisis derajat infeksi akar terhadap contoh-contoh akar tesebut. Akar diwarnai dengan trypan blue 0,05 % dalam
lactofenol menurut metode Philip dan Hayman (1970)
- Dicatat hasil analisis derajat infeksi pada setiap pengenceran dalam tabel pengamatan. Bila ada infeksi diberi tanda (+) dan
bila tidak ada infeksi diberi tanda (-)
3. Penanaman Tanaman Kedelai
- Disiapkan tanah bekas tanaman padi gogo
- Ditanam benih kedelai tanpa diberikan perlakuan apapun - Dipelihara tanaman kedelai sampai pada tahap vegetatif
- Dilakukan pemanenan
- Dilakukan analisis derajat infeksi mikoriza
Peubah Amatan
Jumlah spora dari tanah bekas tanaman padi gogo
Jumlah propagul Mikoriza
Bobot kering tajuk tanaman kedelai
Bobot kering akar tanaman kedelai
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Jumlah Spora
[image:34.595.108.520.309.422.2]Jumlah spora mikoriza akibat residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada pertanaman padi gogo yang dihitung pada 10 g tanah sampel.
Tabel 4. Data Jumlah Spora Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo
Residu Kompos Jerami (ton/ha)
Residu Inokulum Mikoriza (g/pot)
Rataan
[image:34.595.105.519.695.749.2]0 7.5 15 22.5
... jumlah spora /10 g tanah...
0 4 6 13 4 6.75
5 7 12 13 5 9.25
10 9 12 6 6 8.25
15 3 15 17 11 11.5
Rataan 5.75 11.25 12.25 6.5 8.94
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa jumlah spora yang tertinggi adalah pada perlakuan 15 g/pot mikoriza yang dikombinasikan dengan 15 ton/ha kompos jerami, yaitu dengan jumlah spora 17. Sedangkan jumlah spora yang terendah adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami yang tidak dikombinasikan dengan inokulum mikoriza, yaitu hanya 3 spora.
2. Jumlah Propagul
Penentuan jumlah propagul ini menggunakan metode MPN dengan 3 tabung reaksi oleh McCrady (1981). Dengan menggunakan tabel nilai Most Probable Number (MPN) untuk tiga ulangan bagi setiap pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981) (Tabel 2).
Tabel 5. Data Jumlah Propagul Mikoriza Metode MPN Akibat Residu Aplikasi Mikoriza dan Kompos Jerami pada Pertanaman Padi Gogo
Residu Kompos Jerami (ton/ha)
Residu InokulumMikoriza (g/pot)
0 7,5 15 22,5
5 4.27 – 96.6 427 – 9360 42.7 – 936 74 – 1638 10 427 – 9360 4.27 – 93.6 32 – 702 6.41 – 140.4 15 2350 – 51480 4.27 – 93.6 32 - 702 16 – 351
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai tertinggi batas atas derajat infeksi mikoriza dengan metode MPN akibat residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami pada pertanaman padi gogo adalah pada perlakuan tanpa mikoriza dengan kompos jerami 15 ton/ha yaitu 51480, dengan batas bawah yaitu 2350. Dari Tabel 5 juga dapat diketahui bahwa nilai jumlah propagul mikoriza yang terendah pada batas atas adalah pada perlakuan mikoriza 15 g/pot tanpa kompos jerami yaitu 70,2, dengan batas bawah 3,2.
3. Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai
Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa pengaruh residu CMA dan residu
kompos jerami maupun interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang
[image:35.595.108.522.445.561.2]nyata terhadap derajat infeksi CMA pada tanaman kedelai (lampiran 9).
Tabel 6. Derajat Infeksi CMA pada Tanaman Kedelai
Residu Kompos Jerami (g/pot)
Residu CMA (g/pot)
Rataan
0 7.5 15 22.5
... %...
0 66.67 60 53.3 70 62.5
25 53.33 70 80 76.67 70
50 60 70 70 70 67.5
75 66.67 73.3 73.3 83.33 74.2
Rataan 61.67 68.3 69.2 75 68.5
4. Bobot Kering Tajuk Tanaman Kedelai
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 11 menunjukkan
bahwa pengaruh tunggal pemberian kompos jerami berpengaruh nyata terhadap
berat kering batang, sedangkan pengaruh tunggal mikoriza dan interaksi mikoriza
[image:36.595.107.523.237.354.2]dan kompos jerami tidak berpengaruh nyata.
Tabel 7. Berat Kering Tajuk Tanaman Kedelai
Residu Kompos Jerami (g/pot)
Residu CMA (g/pot)
Rataan
[image:36.595.108.518.560.675.2]0 7.5 15 22.5
... g ...
0 4.33 4.8 4.57 4.33 4.51a
25 5.87 7.07 5.57 5.8 6.08a
50 5.07 4.57 6 5.77 5.35a
75 4 3.27 4.23 4.07 3.89a
Rataan 4.82 4.93 5.09 4.99 4.96
Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa berat kering batang yang tertinggi
adalah pada kompos jerami 25 g/pot yaitu 6.08 g.
5. Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa pengaruh residu CMA dan residu kompos jerami maupun interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering akar pada pertanaman kedelai (Lampiran 13).
Tabel 8. Bobot Kering Akar Tanaman Kedelai
Residu Kompos Jerami (g/pot)
Residu CMA (g/pot)
Rataan
0 7.5 15 22.5
... g...
0 1.17 1.03 1.3 0.93 1.11
25 1.23 1.43 0.8 1.23 1.18
50 1.17 1.07 1.13 1.3 1.17
75 1.07 0.9 0.97 1.43 1.09
Rataan 1.16 1.11 1.05 1.23 1.14
Pembahasan
Dari data jumlah spora akibat residu aplikasi mikoriza dan kompos jerami
pada pertanaman padi gogo (Tabel 4) didapatkan bahwa jumlah spora yang
tertinggi adalah pada perlakuan 15 g/pot mikoriza yang dikombinasikan dengan
15 ton/ha kompos jerami, yaitu 17 spora/10 g tanah. Sedangkan jumlah spora
yang terendah adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami tanpa inokulum
mikoriza, yaitu 3 spora/10 g tanah. Jumlah spora, yaitu 17 spora/10 g tanah, pada
dosis 15 g/pot inokulum mikoriza yang dikombinasikan dengan 15 ton/ha kompos
jerami, yang memungkinkan mikoriza dalam membentuk spora bahkan jumlah
spora yang paling banyak. Tetapi pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami tanpa
adanya inokulum mikoriza hanya dapat membentuk 3 spora/10 g tanah sampel.
Jumlah spora yang paling rendah ini (3 spora/10 g tanah) yang disebabkan oleh
pengaruh bahan organik (kompos jerami) tanpa adanya kombinasi dengan
inokulum mikoriza. Adanya penambahan bahan organik ini juga dapat
mempengaruhi inokulasi mikoriza. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa
(1989) yang menyatakan bahwa residu akar mempengaruhi ekologi cendawan
CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting
berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat
menginfeksi akar tanaman tetangga sehingga memperluas penyebaran CMA.
Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulum untuk generasi tanaman
berikutnya.
Dari data jumlah propagul mikoriza (Tabel 5) dapat diketahui bahwa
jumlah propagul yang tertinggi adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos jerami
tanpa inokulum mikoriza, yaitu 51.480, dengan batas bawah 2.350. Tetapi pada
perlakuan ini jumlah spora adalah yang terendah (3 spora/10 g tanah). Ini
menyatakan bahwa jumlah spora yang tertinggi tidak selalu sejalan dengan jumlah
propagul. Karena pada propagul ini terdapat didalamnya spora, hifa, arbuskul dan
juga vesikel. Salah satu atau lebih dari propagul inilah yang nantinya akan
menjadi individu (mikoriza) dan menginfeksi akar tanaman. Ini bisa juga
ada pada tanah lebih efektif dalam menginfeksi akar tanaman. Campuran
inokulum berisi akar-akar yang diinfeksi, spora, dan miselium dapat memuaskan,
dengan cepat dapat diperoleh dan biasanya sangat efektif. Campuran
inokulumbiakan pot (pot culture) umumnya mempunyai potensial inokulum yang
lebih besar daripada spora yang dibersihkan atau material akar (Fakuara, 1988).
Selain itu adanya faktor dari luar yaitu lingkungan dapat juga mempengaruhi
keberhasilan inokulasi mikoriza, yaitu suhu tanah, kandungan air tanah, pH tanah,
bahan organik dan residu akar, ketersediaan hara, pengaruh logam berat, fungisida
dan jenis tanaman inang. Sehingga walaupun jumlah spora yang paling sedikit,
tetapi jumlah propagul yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang
lainnya.
Dari data dapat dilihat bahwa (Tabel 5) tidak adanya perbedaan antara
perlakuan mikoriza dan kompos jerami dengan dosis yang berbeda. Banyak faktor
yang dapat menyebabkan perbedaan tersebut, yaitu pH tanah, ketersediaan hara,
pengaruh logam berat dan unsur lain, serta jenis tanaman inang. Derajat infeksi
terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan rendah. Berdasarkan
penelitian Jamali (2009) yang menyatakan bahwa residu kompos jerami dan
mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH tanah Ultisol,
begitu juga dengan interaksi keduanya. Berdasarkan kriteria BPPM (1982) kisaran
pH yang terukur berkisar 4.61-5.02 yang masih tergolong masam-agak masam.
Tidak terdekomposisinya kompos jerami menjadi humus juga dapat
mempengaruhi pH tanah. Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah
dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan
organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Untuk menurunkan Aldd tanah
Ultisol, pengaruh tunggal efek residu pemberian kompos jerami nyata
menurunkan Aldd tanah Ultisol, dan interaksi efek residu pemberian kompos
jerami dengan mikoriza berpengaruh sangat nyata dalam menurunkan Aldd tanah
Ultisol. Tetapi pengaruh tunggal efek residu pemberian mikoriza tidak
berpengaruh nyata terhadap Aldd tanah Ultisol.
Begitu pula dengan berat kering akar tanaman kedelai. Pemberian
pengaruh yang nyata. Oleh karena ketersediaan unsur hara pada tanah pertanaman
kedelai masih cukup tersedia bagi pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman
kedelai, sehingga membuat infeksi mikoriza menurun. Jadi derajat infeksi terbesar
terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan rendah. Infeksi mikoriza
akan meningkat, jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun. Hal ini
didukung oleh penelitian Jamali (2009) yang menyatakan bahwa peningkatan
P-tersedia tanah Ultisol akibat pemberian kompos jerami diketahui disebabkan oleh
residu kompos jerami yang masih berperan sebagai bahan organik didalam tanah
yang mampu meningkatkan ketersediaan fosfat dan juga melalui P-organik yang
disumbangkan oleh kompos jerami. Pada dasarnya aktivitas mikoriza sangat
berhubungan dengan ketersediaan fosfat. Peningkatan P-tersedia tanah Ultisol
akibat pemberian kompos jerami, dapat menurunkan aktivitas mikoriza. Ini juga
sesuai dengan penelitian White (1989) yang menyatakan bahwa peningkatan
fosfat dapat menurunkan aktivitas mikoriza. Mikoriza disebut simbiosis
mutualisme karena cendawan mikoriza, yang hidup didalam sel akar,
mendapatkan sebagian karbon hasil fotosintesis tanaman dan tanaman
mendapatkan hara dan keuntungan lain dari cendawan mikoriza (Nusantara,
2006). Selain itu mikoriza adalah mikroorganisme yang bersifat simbiosis obligat.
Maksudnya adalah mikoriza dapat aktif kembali jika ada tanaman inang yang
hidup dan tumbuh pada tanah tersebut. Sehingga bila tidak adanya tanaman inang,
mikoriza hanya berbentuk spora. Spora inilah yang nantinya akan menginfeksi
akar tanaman.
Dari data didapatkan bahwa (Tabel 7) pengaruh tunggal pemberian
kompos jerami berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk tanaman kedelai,
sedangkan pengaruh tunggal mikoriza dan interaksi mikoriza dan kompos jerami
tidak berpengaruh nyata. Dari data didapatkan juga bahwa bobot kering tajuk
tanaman yang tertinggi adalah pada pemberian 25 g/pot kompos jerami dengan
interaksi 7.5 g/pot mikoriza, yaitu 7.07 g. Sedangkan bobot kering tajuk yang
terendah adalah pada pemberian 75 g/pot kompos jerami dengan interaksi 7.5
g/pot mikoriza, yaitu 3.27 g. Dari data ini dapat dilihat bahwa terjadi penurunan
bobot kering tajuk tanaman kedelai pada pemberian kompos jerami, sedangkan
tanaman kedelai. Ketersediaan unsur hara dari kompos jerami yang lambat
tersedia bagi tanaman juga mempengaruhi infeksi mikoriza. Derajat infeksi
terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan rendah (Santosa,
1989). Selain itu, jika dilihat dari data bobot kering tajuk tanaman kedelai
pemberian mikoriza tidak berpengaruh. Ini bisa disebabkan oleh kemampuannya
untuk menyerap unsur hara baik mikro maupun makro. Selain itu akar yang
bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak
tersedia bagi tanaman (Khairul, 2006). Tetapi dengan adanya pemberian kompos
jerami dapat menyediakan unsur hara bagi tanaman kedelai. Sehingga keefektifan
mikoriza jadi berkurang.
Dari data didapatkan bahwa (Tabel 7) bobot kering tanaman kedelai
berkisar 3.27 – 7.07 g/pot, dengan rata-rata 4.96. Sedangkan dari hasil penelitian
Bertham (2002) yang menyatakan bahwa bobot kering tajuk tanaman kedelai yang
diberikan pupuk P dan dikombinasikan dengan kompos jerami, yaitu berkisar dari
3.89 – 15.11 g/pot, dengan rata-rata 11,78 g/pot. Dari sini dapat dilihat bahwa
adanya perbedaan bobot kering tajuk tanaman kedelai. Ini dapat diketahui bahwa
tidak adanya pengaruh yang nyata dari pemberian inokulum mikoriza. Tetapi
pupuk P sangat berpengaruh. Hal ini sesuai dengan penelitian White (1989) yang
menyatakan bahwa aktifitas dan perkembangan mikoriza sangat dipengaruhi oleh
tingkat pemupukan fosfat. Penambahan pupuk fosfat dapat menurunkan aktifitas
mikoriza dan pengaruh positifnya terhadap pertumbuhan tanaman, karena pupuk
mempunyai pengaruh yang lebih cepat terhadap pertumbuhan daripada infeksi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jumlah spora pada tanah dari residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza
berkisar 4 – 17 spora per 10 g tanah, sedangkan jumlah propagul pada
tanah dari residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza berkisar 3.2 -
51480.
2. Jumlah propagul yang tertinggi adalah pada perlakuan 15 ton/ha kompos
jerami tanpa adanya inokulum mikoriza, yaitu 2.350 – 51.480.
3. Mikoriza dari residu penanaman padi gogo yang diaplikasikan kompos
jerami dan mikoriza tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Beethlenfalvay, G.J., abd R. G. Linderman, (ed). 1992. Mycorrhizae in Sustainable Agricultur. American Sociaty of Agronomi, Inc. Madison, Wisconsin, USA.
Bertham, H. Y., 2002. Respon Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merill) terhadap Pemupukan Fosfor dan Kompos Jerami pada Tanah Ultisol. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Produksi Padi Gogo Indonesia Tahun 2004. Biro Pusat Statistik, Jakarta.
Chairuman, N. 2008. Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami Terhadap Ketersediaan Fosfat serta Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol. Tesis Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Fakuara, M. Y., 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan Dalam Praktek. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Akademi Presindo, Bogor.
Iskandar, D., 2006. Pupuk Hayati Mikoriza untuk Pertumbuhan dan Adaptasi Tanaman di Lahan Marginal.
Jamali, 2009. Efek Residu Pemberian Kompos Jerami dan Mikoriza terhadap Karakteristik Sifat Kimia Tanah Ultisol pada Pertanaman Padi Gogo. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, USU, Medan.
Khairul, U., 2006. Pemanfaatan Bioteknologi untuk Meningkatkan Produksi
Pertanian
[ 8 Oktober 2008]
Litbang, 2008. Ketersediaan Teknologi dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai Menuju Swasembada.
Mashur, 2008. Teknologi budidaya kedelai di lahan kering.
[17 Oktober 2008].
Niswati, A., S. G. Nugroho, M. Utomo, dan Suryadi. 1996. Pemanfaatan Vesikula Arbuskula untuk Mengatasi Pertumbuhan Tanaman Jagung Akibat Cekaman Kekeringan. J. Tanah Tropika. 3 : 26-31.
Nusantara, A. D., 2006. Strategi Produksi Inokulum Mikoriza Arbuskula Bebas
Patogen [ 8 Oktober 2008]
Prasetyo, B. H., dan D. A. Suriadikarta, 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Santosa, D. A., 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikoriza Vesikular Arbuskular. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Sastrahidayat, I. R., K. Wahidah dan Syehfani. 1999. Pengaruh Mikoriza Vesikula Arbuskula terhadap Peningkatan Enzim Fosfatase, Beberapa Asam Organik dan Pertumbuhan Kapas (Gossypium hirsutum L.) pada Vertisol dan Alfisol. Agrivita. 21 (1): 10-19.
Suastika, W. I., N. P. Sri Ratmini, dan Tumarlan T. 2008. Budidaya Kedelai di Lahan Pasang Surut.
http://www.mamud.com/Docs/budi_daya_kedelai.pdf. [17 Oktober 2008].
Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Pencucian Hara Tanah Ultisol Rangkasbitung. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, Jawa Barat.
Subiksa, IGM., 2006. Pemanfaatan Mikoriza untuk Penanggulangan Lahan Kritis. http://rudyct.tripod.com/sem2/igm_subiksa.htm. [ 8 Oktober 2008]
Suprapto, H. S. dan A. R. Marzuki, 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.
USDA, 2006.Key to Soil Taxonomy, tenth edition. SMSS.Technical Monograph No.6, Blacksburg, Virginia.