SIFAT FISIS MEKANIS BALOK LAMINASI DARI KAYU
Eucalyptus grandis
SKRIPSI
Oleh :
RIO JUANDRI PASARIBU 051203027
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
RIO JUANDRI PASARIBU ; Sifat Fisis Mekanis Blok Laminasi dari Kayu
Eucalyptus grandis, dibimbing oleh EVALINA HERAWATI dan RIDWANTI BATUBARA.
Pemanfaatan hutan sebagai sumber bahan baku kayu semakin meningkat, sedangkan ketersediaan kayu semakin berkurang. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem dan kondisi hutan Indonesia. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menemukan pengganti papan konstruksi. Penelitian ini menitikberatkan pada pemanfaatan kayu Eucalyptus grandis dalam pembuatan balok laminasi. Bahan baku alternatif ini dibutuhkan sektor industri karena keterbatasan kayu dan dapat mengatasi masalah lingkungan.
Penelitian ini, kayu Eucalyptus grandis terdiri dari 2 lapisan (3 dan 5 lapis) dan direkat dengan isosianat dan PVAc dengan perbandingan 100 :15. Pengujian sifat fisis berdasarkan standar ASTM D 143 – 94 sedangkan sifat mekanis berdasarkan standar ASTM D 143 – 94 dan JAS for Glued Laminated Timber. Hasilnya menunjukkan :1). Nilai kerapatan untuk balok 3 lapis 0,66 kg/cm3 sedangkan 5 lapis 0,62 kg/cm3 2). Nilai kadar air untuk balok 3 lapis 14,02% sedangkan 5 lapis 14,46% 3). Nilai modulus elastisitas (MOE) pengujian secara horizontal 3 lapis 131,90 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 124,97 kgf/cm2 4). Nilai modulus elastisitas (MOE) pengujian secara vertikal 3 lapis 192,37 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 233,31 kgf/cm2 5). Nilai Modulus Patah (MOR) pengujian secara horizontal 3 lapis 377 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 329 kgf/cm2 6). Nilai Modulus Patah (MOR) pengujian secara vertikal 3 lapis 708 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 743 kgf/cm2 6). Nilai delaminasi perendaman air panas untuk 3 lapis 38,22% dan 5 lapis 41,10% 7). Nilai delaminasi perendaman air dingin untuk 3 lapis 31,09 % dan 5 lapis 46,05 %.
ABSTRACK
RIO JUANDRI PASARIBU : Physical and Mechanical Properties Glued Laminated Beams of Eucalyptus grandis, supervised by EVALINA HERAWATI and RIDWANTI BATUBARA.
The utilizing forest as source of wood raw materials is trend to increase, while the supply of wood is limited. As a result it can influence of sustainable of ecosystem and the forest condition. The main objective of this was to find out substitution of construction board. This research concerned using Eucalyptus grandis as a alternative raw material because wood have been limited and it may solve eviromental problem.
In this research, Eucalyptus grandis consist 2 layers (3 layers and 5 layers) and bonded by Isocyanate and PVAc by diffrent ratio of 100:15. Evaluation on physical properties were measured based ASTM D 143 – 94, As mechanical properties were based ASTM D 143 – 94 and JAS for Glued Laminated Timber. The result show : 1). The value of density of gluelam 3 layers were 0,66kg whereas 5 layers 0,62 kg/cm3 2). The value of moisture content were 14,02 % and 5 layers were 14,46 % 3). The value of modulus of elastisity as test by horizontal 3 layers were 131,90 kgf/cm2 whereas 5 layers 124,97 kgf/cm2 4). The value of modulus of elastisity as test by vertical 3 layers were 192,37 kgf/cm2 whereas 5 layers 233,31 kgf/cm2 5). The value modulus of rupture as test by horizontal 3 layers were 377kgf/cm2 whereas 5 layers 329 kgf/cm2 6). The value of modulus of elastisity as test by vertical 3 layers were 708 kgf/cm2 whereas 5 layers 743 kgf/cm2 7) the value of boiling water soak delamination test 3 layers were 38,22% and 5 layers were 41,10% 7). The value of vacuum/ pressure treatment test 3 layers were 31,09 % and 5 layers were 46,05 %.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul
”Sifat Fisis Mekanis Balok Laminasi dari Kayu Eucalyptus grandis” dapat selesai dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Evalina Herawati, S.Hut,
M. Si dan Ridwanti Batubara, S. Hut, M.P selaku komisi pembimbing yang telah
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada ibu Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D selaku
ketua Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, dan
rekan-rekan yang telah memberi dukungan kasih sayang dan doanya kepada penulis
serta teman-teman yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena
itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Atas kritikan dan sarannya penulis ucapkan terima kasih.
Medan, September 2011
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACK... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... iv
Sifat Kayu Terhadap Perekatan ... 10
Sifat anatomi ... 10
Sifat fisik kayu ... 10
Kerapatan ... 11
Kadar air ... 12
Sifat mekanik kayu ... 12
Perekat Isosianat dan Polivinil Asetat (PVAc) ... 13
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15
Alat dan Bahan Penelitian Alat ... 15
Bahan ... 15
Prosedur Penelitian Persiapan bahan baku ... 15
Proses Pembuatan Balok Laminasi... 17
Pengkondisian, Penyelesaian Akhir (Finishing) dan Pabrikasi ... 18
Pengujian Sifat Fisis Balok Laminasi... 18
Pengujian Sifat Mekanis Balok Laminasi ... 19
Pengujian Delaminasi ... 21
Analisis Data ... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Sifat Fisis Balok Laminasi ... 24
Kerapatan ... 24
Pengujian Sifat Mekanis ... 28
Modulus Elastisitas ... 28
Keteguhan Patah ... 31
Delaminasi ... 33
Perendaman air panas ... 34
Perendaman air dingin ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37
Saran ... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Susunan Papan Laminasi ... 16
2. Cara Pembebanan Horizontal MOR dan MOE... 20
3. Cara Pembebanan Vetikal MOR dan MOE ... 21
4. Bagan Proses Pembuatan dan Pengujian Balok Laminasi... 23
5. Balok Laminasi yang Dihasilkan ... 24
6. Perbandingan Nilai Kerapatan Balok Laminasi ... 25
7. Perbandingan Nilai Kadar Air Balok Laminasi dengan JAS ... 26
8. Perbandingan Nilai MOE Balok Laminasi Secara Horizontal dengan JAS 29 9. Perbandingan Nilai MOE Balok Laminasi Secara Vertikal dengan JAS 29 10. Perbandingan Nilai MOR Balok Laminasi Secara Horizontal dengan JAS 31 11. Perbandingan Nilai MOR Balok Laminasi Secara Vertikal dengan JAS 32
12. Nilai Rata-rata Rasio Delaminasi Perendaman Air Panas ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Perhitungan Kerapatan Kayu Lamina Penyusun Balok laminasi untuk
3 Lapis ... 40
2. Hasil Perhitungan Kerapatan Kayu Lamina Penyusun Balok laminasi untuk 3 Lapis ... 41
3. Ukuran contoh uji MOE dan MOR ... 42
4. Hasil Perhitungan Kerapatan Contoh Uji Balok Laminasi ... 42
5. Hasil Perhitungan Kadar Air Balok Laminasi ... 43
6. Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Balok Laminasi ... 43
7. Hasil Perhitungan Modulus Patah Balok Laminasi ... 44
8. Hasil Perhitungan Delaminasi Air Panas Balok Laminasi ... 44
9. Hasil Perhitungan Delaminasi Air Dingin Balok Laminasi ... 45
10. Hasil Analisis Sidik Ragam Kerapatan Balok Laminasi ... 46
11. Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Balok Laminasi ... 47
12. Hasil Analisis Sidik Ragam MOE Horizontal Balok Laminasi ... 48
13. Hasil Analisis Sidik Ragam MOE Vertikal Balok Laminasi ... 49
14. Hasil Analisis Sidik Ragam MOR Horizontal Balok Laminasi ... 50
15. Hasil Analisis Sidik Ragam MOR Vertikal Balok Laminasi ... 51
16. Hasil Analisis Sidik Ragam Delaminasi Air Panas ... 52
ABSTRAK
RIO JUANDRI PASARIBU ; Sifat Fisis Mekanis Blok Laminasi dari Kayu
Eucalyptus grandis, dibimbing oleh EVALINA HERAWATI dan RIDWANTI BATUBARA.
Pemanfaatan hutan sebagai sumber bahan baku kayu semakin meningkat, sedangkan ketersediaan kayu semakin berkurang. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem dan kondisi hutan Indonesia. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menemukan pengganti papan konstruksi. Penelitian ini menitikberatkan pada pemanfaatan kayu Eucalyptus grandis dalam pembuatan balok laminasi. Bahan baku alternatif ini dibutuhkan sektor industri karena keterbatasan kayu dan dapat mengatasi masalah lingkungan.
Penelitian ini, kayu Eucalyptus grandis terdiri dari 2 lapisan (3 dan 5 lapis) dan direkat dengan isosianat dan PVAc dengan perbandingan 100 :15. Pengujian sifat fisis berdasarkan standar ASTM D 143 – 94 sedangkan sifat mekanis berdasarkan standar ASTM D 143 – 94 dan JAS for Glued Laminated Timber. Hasilnya menunjukkan :1). Nilai kerapatan untuk balok 3 lapis 0,66 kg/cm3 sedangkan 5 lapis 0,62 kg/cm3 2). Nilai kadar air untuk balok 3 lapis 14,02% sedangkan 5 lapis 14,46% 3). Nilai modulus elastisitas (MOE) pengujian secara horizontal 3 lapis 131,90 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 124,97 kgf/cm2 4). Nilai modulus elastisitas (MOE) pengujian secara vertikal 3 lapis 192,37 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 233,31 kgf/cm2 5). Nilai Modulus Patah (MOR) pengujian secara horizontal 3 lapis 377 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 329 kgf/cm2 6). Nilai Modulus Patah (MOR) pengujian secara vertikal 3 lapis 708 kgf/cm2 sedangkan 5 lapis 743 kgf/cm2 6). Nilai delaminasi perendaman air panas untuk 3 lapis 38,22% dan 5 lapis 41,10% 7). Nilai delaminasi perendaman air dingin untuk 3 lapis 31,09 % dan 5 lapis 46,05 %.
ABSTRACK
RIO JUANDRI PASARIBU : Physical and Mechanical Properties Glued Laminated Beams of Eucalyptus grandis, supervised by EVALINA HERAWATI and RIDWANTI BATUBARA.
The utilizing forest as source of wood raw materials is trend to increase, while the supply of wood is limited. As a result it can influence of sustainable of ecosystem and the forest condition. The main objective of this was to find out substitution of construction board. This research concerned using Eucalyptus grandis as a alternative raw material because wood have been limited and it may solve eviromental problem.
In this research, Eucalyptus grandis consist 2 layers (3 layers and 5 layers) and bonded by Isocyanate and PVAc by diffrent ratio of 100:15. Evaluation on physical properties were measured based ASTM D 143 – 94, As mechanical properties were based ASTM D 143 – 94 and JAS for Glued Laminated Timber. The result show : 1). The value of density of gluelam 3 layers were 0,66kg whereas 5 layers 0,62 kg/cm3 2). The value of moisture content were 14,02 % and 5 layers were 14,46 % 3). The value of modulus of elastisity as test by horizontal 3 layers were 131,90 kgf/cm2 whereas 5 layers 124,97 kgf/cm2 4). The value of modulus of elastisity as test by vertical 3 layers were 192,37 kgf/cm2 whereas 5 layers 233,31 kgf/cm2 5). The value modulus of rupture as test by horizontal 3 layers were 377kgf/cm2 whereas 5 layers 329 kgf/cm2 6). The value of modulus of elastisity as test by vertical 3 layers were 708 kgf/cm2 whereas 5 layers 743 kgf/cm2 7) the value of boiling water soak delamination test 3 layers were 38,22% and 5 layers were 41,10% 7). The value of vacuum/ pressure treatment test 3 layers were 31,09 % and 5 layers were 46,05 %.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pada pertengahan tahun 1980-an pemerintah Indonesia memulai
membangun kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang cepat tumbuh.
Pemerintah menetapkan program HTI sebagai rencana untuk menyediakan
pasokan tambahan kayu yang berasal dari hutan-hutan alam selain melakukan
melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi. Produksi yang dihasilkan dari
HTI adalah untuk memenuhi kebutuhan kayu pulp dan kayu pertukangan.
Berdasarkan Statistik Kehutanan Indonesia tahun 2005 (Departemen Kehutanan,
2006) menyatakan potensi hutan tanaman industri adalah cukup tinggi jika
dibandingkan dengan hutan alam. Dapat dilihat bahwa produksi kayu bulat
meningkat hampir 100% pada tahun 2005 dibandingkan tahun sebelumnya.
Departemen Kehutanan (2005) melaporkan data produksi kayu bulat pada tahun 2005
yang besarnya 24 juta m3ternyata separuhnya 12 juta m3 berasal dari HTI.
Pada umumnya kayu yang dihasilkan dari jenis cepat tumbuh mempunyai
diameter kecil karena siklus pemotongan yang pendek, sehingga kayu sebagai
bahan alamiah berupa balok atau log belum merupakan produk yang efisien
sebagai komponen struktural. Adanya ketersediaan balok dengan diameter kecil,
sedangkan kebutuhan sebagian komponen struktural memerlukan dimensi cukup
besar, maka perlu suatu metoda yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk
memenuhi ketersediaan komponen struktural dengan dimensi yang tidak
tergantung dengan diameter kayu (Widjaja, 1995).
Tiga jenis bahan utama yang sering digunakan dalam struktur adalah kayu,
beton dengan kayu yang disebut komposit. Diantara ketiga jenis bahan struktur
diatas, kayu merupakan bahan yang sering digunakan karena mempunyai banyak
keuntungan, antara lain : ringan, mudah dikerjakan, harga relatif lebih murah jika
dibandingkan dengan bahan lainnya, nilai tegangan tarik dan desak searah serat
yang hampir sama, dan cukup awet. Untuk memenuhi ketersediaan komponen
struktural dengan dimensi yang tidak tergantung dengan diameter kayu (Anshari,
1996).
Kayu sebagai bahan bangunan mempunyai kelebihan dibanding bahan
bangunan lain seperti beton dan baja karena kayu mudah diolah, dapat didaur
ulang dan relatif ekonomis. Kayu sebagai bahan bangunan sampai saat ini masih
hanya dipakai untuk struktur atap dan kusen. Untuk itu diperlukan pengembangan
teknologi pengolahan kayu sehingga dapat dijadikan andalan sebagai bahan
bangunan alternatif yang aman dan ekonomis (Widjaja, 1995).
Pada konstruksi rangka batang sering dijumpai bahwa batang yang
dibebani momen tidak dibuat tunggal melainkan ganda. Hal ini disebabkan karena
pada konstruksi rangka terdapat batang yang dibebani, sehingga batang tunggal
tidak kuat untuk menerima beban yang cukup besar, hal ini disebabkan oleh
ketersediaan kayu di pasaran, sedangkan kayu struktur diharapkan mampu
mendukung beban. Untuk mendapatkan perkuatan kayu struktur yang aman
dengan ukuran kayu yang tersedia dipasaran, maka digunakan kayu batang kayu
ganda. Dengan batang kayu ganda, momen menjadi lebih besar sehingga batang
tersebut menjadi lebih kuat (Priyadi, 2003).
Salah satu faktor yang penting dilakukan adalah efisiensi penggunaan
semakin lama semakin mahal. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu upaya yang
dilakukan adalah menggunakan kayu yang tergolong cepat tumbuh . Ekaliptus
merupakan salah satu tanaman yang cepat tumbuh produksi HTI. Kayu ekaliptus
mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu
gergajian, konstruksi, finir, plywood, furniture, dan bahan pembuatan pulp dan
kertas. Pada umumnya ekaliptus merupakan tanaman yang cepat karena pada
umumnya dipanen pada umur yang relatif cepat sehingga diameter kayu ekaliptus
tergolong kecil. Kayu ekaliptus memiliki keawetan yang sangat rendah untuk
sebagai bahan bangunan.
Untuk meningkatkan meningkatkan kekuatan kayu ekaliptus, maka kayu
disusun secara berlapis atau disebut dengan balok laminasi. Dengan susunan
lapisan yang mempunyai mutu berbeda pada lapis tertentu akan meningkatkan
sifat mekanis kayu antara lain kekuatan dan kekakuan kayu ekaliptus. Dengan
menyusun lapisan kayu dan memberikan lapisan yang mempunyai kerapatan lebih
tinggi pada bagian terluar besar dan kerapatan yang lebih rendah pada bagian
tengah, penampang laminasi akan bekerja efektif didalam menerima beban lentur
sehingga akan mempengaruhi kekuatan lentur maupun kekakuan dari satu
kesatuan balok laminasi dari kayu ekaliptus (Ritter dan Williamson 1995).
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
1. Memberikan nilai tambah dari pemanfaatan kayu ekaliptus sebagai bahan
baku kayu laminasi
2. Memberikan alternatif penggunaan bahan baku sebagai pengganti kayu bulat
berdiameter besar, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi tekanan
terhadap pelestarian hutan alam.
Hipotesis Penelitian
Faktor perbedaan jumlah susunan lapisan balok laminasi mempengaruhi
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Ekaliptus
Nama botani dari Eucalyptus grandis adalah E. grandis Hill ex Maiden. E. grandis adalah nama lain dari E. saligna var. pallidivalvis. Di dunia perdagangan sering disebut Flooded gum, rose gum (Sutisna dkk, 1998 dalam Latifah, 2004).
Taksonomi dari Eucalyptus grandis sebagai berikut: Divisio : Spermathophyta
Sub Divisio : Angispermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Eucalyptus
Species :Eucalyptus grandis (Ayensu dkk, 1980 dalam Latifah, 2004). Tanaman ekaliptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar,
tingginya 60-87 m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga
200 cm. Permukaan pepagan licin, berserat berbentuk papan catur. Daun muda
dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling
kadang-kadang berhadapan, tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan sekunder menyirip
atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat
kadang-kadang berupa malai rata di ujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering
dan berdinding tipis, biji berwarna coklat atau hitam (Sutisna dkk, 1998 dalam Latifah 2004).
Ekaliptus dapat berupa semak atau perdu sampai mencapai ketinggian 100
Pohon pada umumnya bertajuk sedikit ramping, ringan dan banyak meloloskan
sinar matahari. Percabangannya lebih banyak membuat sudut ke atas,
jarang-jarang dan daunnya tidak begitu lebat. Daunnya berbentuk lanset hingga bulat
telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Pada pohon yang
masih muda letak daunnya berhadapan bentuk dan ukurannya sering berbeda dan
lebih besar daripada pohon tua (Sutisna dkk, 1998 dalam Latifah 2004).
Pada umur tua, letak daun berselang-seling. Ciri khas lainnya adalah
sebagian atau seluruh kulitnya mengelupas dengan bentuk kulit bermacam-macam
mulai dari kasar dan berserabut, halus bersisik, tebal bergaris-garis atau
berlekuk-lekuk. Warna kulit mulai dari putih kelabu, abu-abu muda, hijau kelabu sampai
coklat, merah, sawo matang sampai coklat. Buah berbentuk kapsul, kering dan
berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. Ekaliptus termasuk kelompok
yang berbuah kapsul dalam suku Myrtaceae. dan dibagi menjadi 7-10 anak marga
(Sutisna dkk, 1998 dalam Latifah 2004).
Penyebaran dan Habitat Ekaliptus
Ekaliptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di Australia.
Hanya dua jenis tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara
dan Filiphina) yaitu E. urophyllus dan E. deglupta. Beberapa jenis menyebar dari
Australia bagian utara menuju Malesia bagian timur. Keragaman terbesar di
daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia bagian barat daya. Pada saat
ini beberapa jenis ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di kawasan
Malesia, juga di Benua Asia, Afrika bagian tropika dan subtropika, Eropa bagian
Hampir semua jenis ekaliptus berdaptasi dengan iklim muson. Beberapa
jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya
jenis-jenis yang telah dibudidayakan yaitu E. alba, E. camaldulensis, E. citriodora, E.
deglupta adalah jenis yang beradaptasi pada habitat hutan hujan dataran rendah dan hutan pegunungan rendah, pada ketinggian hingga 1800 meter dari
permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum
rata-rata 230 dan maksimum 310 di dataran rendah dan suhu minimum rata-rata 130 dan
maksimum 290 di pegunungan (Sutisna dkk, 1998 dalam Latifah 2004).
Pemanfaatan Ekaliptus
Beberapa jenis ekaliptus digunakan untuk kegiatan reboisasi. Daun dan
cabang dari beberapa jenis ekaliptus menghasilkan minyak yang merupakan
produk penting untuk farmasi misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, parfum,
sabun, detergen, disinfektan dan pestisida. Beberapa jenis menghasilkan gom
(kino). Bunga beberapa jenis lainnya menghasilkan serbuk sari yang baik untuk
madu. Beberapa jenis ditanam sebagai tanaman hias (Sutisna dkk, 1998 dalam
Latifah 2004).
Tanaman ekaliptus dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan tahan
terhadap serangan rayap. Pertumbuhan tanaman ini tergolong cepat terutama pada
waktu muda. Sistem perakarannya yang masih muda cepat sekali memanjang
menembus ke dalam tanah. Intensitas penyebaran akarnya ke arah bawah hampir
Balok Laminasi
Balok laminasi adalah balok yang dibuat dari lapis-lapis papan yang diberi
perekat secara bersama-sama pada arah serat yang sama. Balok laminasi memiliki
ketebalan maksimum yang diizinkan sebesar 50 mm (Moody, 1999). Dengan
mengikuti konsep tersebut di atas, laminasi diperoleh dari pengolahan batang yang
dimulai dari pemotongan, perekatan dan pengempaan sampai diperoleh bentuk
lamina dengan ketebalan yang diinginkan. Untuk beberapa hal, sifat-sifat lamina
tidak berbeda jauh dengan sifat batang kayu aslinya. Sifat akhir akan banyak
dipengaruhi oleh banyaknya ruas yang ada pada satu batang tersebut dan
banyaknya perekat yang digunakan (Widjaja, 1995).
Menurut Wardhani (1999) dalam Marutzky (2002), Balok laminasi atau gluelam adalah balok yang direkat dengan lem tertentu secara bersama-sama dengan arah serat paralel menjadi satu unit. Fakhri (2002) menambahkan bahwa
kayu laminasi terbuat dari potongan-potongan kayu yang relatif kecil yang dibuat
menjadi produk baru yang lebih homogen dengan penampang kayu dapat dibuat
menjadi lebih lebar dan lebih tinggi serta dapat digunakan sebagai bahan
konstruksi. Manik (1997) menjelaskan bahwa tujuan dasar pembuatan kayu
lamina adalah untuk menciptakan suatu rancangan bangun konstruksi dari kayu
utuh yang kering sempurna dan mudah didapatkan bahan dasarnya. Kayu lamina
banyak digunakan untuk konstruksi bangunan seperti hanggar, aula, gedung
olahraga, perabot rumah tangga dan alat-alat olahraga.
Menurut Manik (1997) bahwa ada faktor yang mempengaruhi kualitas
laminasi antara lain bahan baku. Persyaratan bahan baku adalah memiliki serat
tujuan penggunaan kayu laminasi. Hal lain yang diperhatikan adalah persiapan
bahan proses perekatan dan pengempaan. Hal ini akan mempengaruhi kualitas
kayu laminasi. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu yang
memenuhi stándar sebelum kayu laminasi digunakan, terutama apabila tujuan
penggunaan adalah untuk stuktural.
Menghasilkan suatu balok kayu laminasi yang memenuhi standar struktur
pada proses perancangan harus memperhatikan proses pengempaan. Proses
pengempaan ini ditujukan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin,
bahkan mendekati ketebalan molekul bahan perekat karena kekuatan meningkat
seiring berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang terlalu rendah
menyebabkan cacat perekatan, seperti melepuh, perekat tebal dan pecah muka
(Anshari, 1996).
Pengempaan terlampau tinggi juga menyebabkan terjadi cacat perekatan
seperti kurang perekat atau tembus akibat penetrasi berlebih. Pemberian tekanan
pengempaan yang terlalu besar juga dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan
perekatan yang berupa proses keluarnya perekat yang berlebihan (starved glue line) dan rusaknya lapisan permukaan venir secara mekanis sehingga menurunkan kekuatan perekatan yang dihasilkan. Dua sasaran yang diperhatikan itu yaitu
menciptakan suatu elemen kayu agar bisa direkat dengan baik ukuran ataupun
bentuknya dan menghasilkan permukaan yang rata hanya dengan tekanan yang
Sifat Kayu Terhadap Perekatan
Menurut Prayitno (1996) sifat kayu sangat berpengaruh terhadap
pembentukan dan kekuatan ikatan. Ada empat kategori utama dari sifat kayu yaitu
sifat anatomi, sifat fisik, sifat kimia dan sifat mekanik yaitu :
Sifat Anatomi
Sifat anatomi berpengaruh terhadap ikatan khususnya dalam hal
pengaliran perekat sampai ke dalam struktur kayu yang disebut dengan penetrasi.
Dua kelompok kayu yaitu softwood (berdaun jarum) dan hardwood (berdaun
lebar) memiliki stuktur anatomi yang berbeda dan berpengaruh terhadap proses
perekatan. Serat-serat kayu daun jarum berbentuk persegi pada penampang
melintang dua sampai tiga kali panjang daripada serat-serat kayu daun lebar dan
serat ini tersusun rapi pada baris radial. Sebaliknya serat-serat kayu daun lebar
cenderung berbentuk bundar pada penampang melintang dan menyebar teratur
diantara pembuluh (Prayitno, 1996).
Sifat Fisik Kayu
Sifat fisik kayu merupakan salah satu dari struktur kayu yang sangat
menentukan disamping peran dalam lingkungan dimana kayu tersebut tumbuh.
Beberapa sifat fisik kayu banyak dipengaruhi oleh kerapatan, kadar air, berat jenis
dan kembang susut (Dumanauw, 1990). Oleh karena itu dalam penggunaan kayu
sebagai bahan bangunan ataupun perabot rumah tangga harus memperhatikan sifat
Kerapatan
Kerapatan kayu sangat berhubungan erat dengan kekuatan atau kualitas
perekatan. Kayu yang mempunyai kerapatan tinggi sulit untuk merekat karena
dinding selnya yang tebal dan lumen yang kecil menyebabkan perekat sulit untuk
melakukan penetrasi. Sehingga perekat hanya dapat bereaksi pada lapisan
permukaan kayu saja sehingga kualitas perekatan menjadi berkurang (Manik,
1997)
Kayu yang berkerapatan lebih besar dapat menghasilkan kayu yang
bertegangan lebih besar sehingga kayu akan mempunyai kekuatan dan kekakuan
yang lebih besar. Kayu bersifat adheren maka perekat yang digunakan harus
sesuai dengan kekuatan kayu sehingga kekuatan maksimun kayu dapat
dimanfaatkan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah bentuk sambungan, proses
pengeleman dan pengempaan. Hal ini akan mempengaruhi kayu lamina. Untuk itu
perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu yang memenuhi standar sebelum kayu
lamina digunakan, terutama apabila tujuan penggunaan untuk struktural (Manik,
1997).
Kerapatan adalah suatu indikator yang terbaik tentang kekuatan kayu,
meskipun sifat-sifat lainnya juga ada pengaruhnya, seperti kadar lengas, arah serat
dan adanya mata kayu dan sebagainya. Angka rapat itu tergantung daripada
banyaknya zat dinding sel tiap-tiap satuan isi. Kayu yang berserat kasar
mengandung sedikit sel-sel tiap-tiap satuan isi, yang berarti sedikit dinding selnya,
jadi kerapatannya rendah. Maka semakin rendah kerapatan suatu kayu, semakin
Kadar Air
Air dalam kayu mempengaruhi kedalaman penetrasi perekat dan waktu
pematangan perekat cair. Dalam penggabungannya, air yang banyak terdapat
dalam kayu akan menghambat ikatan dari cairan perekat. Saat kayu mengering
dibawah titik jenuh serat sebagian besar kekuatan dan sifat-sifat elastik kayu
bertambah. Pada saat pengeringan kayu air akan dikeluarkan dari dinding sel,
molekul-molekul berantai panjang bergerak saling mendekat dan menjadi terikat
lebih kuat. Kenaikan kekuatan umumnya mulai nampak sedikit dibawah titik
jenuh serat dan biasanya kadar air pada 25% (Manik, 1997).
Perubahan dimensi menandai perubahan kadar air yang besar berakibat
nyata pada kinerja ikatan perekat. Kayu yang disatukan akan mengalami
penyusutan dan pengembangan yang menimbulkan tegangan yang cukup kuat
untuk mematahkan ikatan perekat dengan kayu. Patahnya ikatan perekat mungkin
terjadi ketika kedua potongan kayu yang bersebelahan direkat dengan arah serat
dan koefisien penyusutan yang berbeda (Manik, 1997).
Sifat Mekanik Kayu
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) sifat mekanika kayu disebut juga
dengan kekuatan kayu yaitu sifat kayu yang dihubungkan dalam kemampuan kayu
dalam menahan beban atau muatan yang diterima pada kayu. Yang dimaksud
dengan beban atau muatan yang diberikan adalah gaya-gaya dari luar yang
mempunyai kecenderungan untuk merubah bentuk dan besarnya kayu yang
dikenai beban apabila sebuah gaya yang bekerja pada ujung kayu yang pendek
Permukaan yang mengalami gaya akan memberikan reaksi gaya yang
besarnya sama dengan gaya yang diterima tetapi arah gayanya berlawanan (sesuai
dengan hukum aksi reaksi). Oleh karena sifat kayu dipengaruhi oleh kadar air
kayu tersebut maka untuk menentukan kekuatan kayu secara praktis dianjurkan
menggunakan pengujian sifat kayu dan sebaiknya dilakukan pada keadaan kering
udara (Widjaja, 1995).
Perekat Isosianat dan Polivinil Asetat (PVAc)
Pembuatan balok laminasi mutlak memerlukan perekat sebagai bahan
pengikat bagian kayu lamina yang satu dengan yang lainnya. Pemilihan jenis
perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan peruntukan balok laminasi
nantinya. Menurut Manik (1997), perekat digunakan untuk merekatkan lapisan
antar papan dengan papan sehingga terjadi pertemuan antara serat kayu dengan
perekat yang membentuk satu kesatuan konstruksi yang lebih kaku dan kuat.
Istilah perekat dan penggunaan perekat kayu untuk pembuatan konstruksi
berlapis majemuk dengan perekat adalah konstruksi kayu yang menggunakan
papan-papan tipis, yang direkatkan dengan seratnya sejajar dengan perekat,
sehingga merupakan balok yang berukuran besar (Ruhendi dkk, 2007). Perekat yang berkualitas dan bermutu baik akan memperpanjang umur pemakaian atau
penggunaan dari produk balok laminasi yang dihasilkan. Peranan perekat sangat
penting dalam pembuatan produk balok laminasi. Untuk itu diperlukan pengujian
terhadap perekat-perekat yang sering digunakan untuk pembuatan produk papan
komposit agar diperoleh informasi penting terkait hal-hal tersebut.
Isosianat adalah perekat yang mengandung nitrogen, karbon, dan oksigen
bereaksi bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali (chemical bonding). Isosianat juga memiliki gugus kimia yang sangat reaktif, yaitu R-N=C=O. Keunikan perekat
isosianat adalah dapat digunakan pada variasi suhu yang luas, tahan air, panas,
cepat kering, pH netral dan kedap terhadap solvent (pelarut organik). Isosianat
membutuhkan waktu yang lama untuk mengental, pada saat menit ke-70 isosianat
tidak mampu mengental dengan sempurna (Ruhendi dkk, 2007).
Semua isosianat mengandung dua atau lebih kelompok isosianat (-N
=C=O) per molekul. Perekat isosianat dibuat terbuat dari amina. Sintesis MDI
(metilen-4,4’-difenildiisosianat) dimulai dengan kondensasi anilin dengan
formaldehida dalam larutan asam. Isosianat memiliki kemampuan permeabilitas
yang buruk. Hal ini ditandai dengan kemampuan perekat isosianat yang sulit
menembus permukaan dan membentuk sudut kontak luar dan terkecil atau sudut
kontak dalam yang terbesar (Ruhendi dkk, 2007).
Perekat isosianat juga tidak mengandung formaldehid. Waktu
pengeringannya cepat dengan pH netral (pH ± 7) dan kering pada variasi suhu
yang luas. Perekat ini merupakan hasil polimerisasi dari 2 komponen : polimer
resin yang reaktif terhadap air (water base) dan isosianat sebagai
hardener/crosslinker. Hardener bereaksi kimia bukan hanya dengan aquarous tetapi juga dengan kayu yang menghasilkan ikatan kimia yang kuat sekali
(chemical bonding).
Proses polimerisasi kimiawi isosianat, hardener, dan kayu dapat dilihat dibawah:
P – OH + OCN - R– NCO + HO - K P - OC – N - R - N – CO
(Polimer) (hardener) (Kayu) (Strong bonds)
Menurut Ruhendi dan Hadi (1997), polivinil asetat diperoleh dari
polimerisasi vinil asetat dengan cara polimerisasi massa, polimerisasi larutan
maupun polimerisasi emulsi. Yang paling banyak digunakan adalah polimerisasi
emulsi. Reaksinya dimulai dan dikontrol dengan penggunaan radikal bebas atau
katalis ionik, sedangkan untuk tujuan percobaan dapat dilakukan dengan metode
katalis, termasuk katalis redoks atau aktivasi dengan cahaya.
Kelebihan polivinil asetat yaitu mudah penanganannya, storage life-nya tidak terbatas, tahan terhadap mikroorganisme, tidak mengakibatkan bercak noda
pada kayu serta tekanan kempanya rendah. Kekurangan polivinil asetat yaitu sangat sensitif terhadap air sehingga penggunaannya untuk interior saja, kekuatan
rekatnya menurun cepat dengan adanya panas dan air serta visco-elastisitasnya
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen
Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium
Kayu Solid Bagian Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan
Januari sampai Mei 2011.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat
Alat yang digunakan adalah mesin gergaji, oven, mesin ketam, kaliper,
timbangan, pengaduk, kempa dingin, mesin Universal Testing Machine, alat tulis, penggaris dan kalkulator.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kayu E. grandis yang berumur 25 tahun berukuran 100 cm x 5 cm x 1 cm sebanyak 18 lembar untuk balok 3 lapis dan 100
cm x 5 cm x 1 cm sebanyak 30 lembar untuk 5 lapis. Kayu diperoleh dari PT.
Toba Pulp Lestari, Sumatera Utara. Perekat isosianat sebagai hardener dan PVAc sebagai resinnya.
Prosedur Penelitian
Pembuatan balok laminasi terdiri atas 3 lapis dan 5. Proses pembuatan
balok laminasi terdiri dari : persiapan bahan baku, proses pembuatan balok
Persiapan Bahan Baku
Balok kayu untuk gluelam diperoleh dari potongan log ekaliptus. Log dibelah sesuai dengan ukuran tebal tertentu menggunakan band saw sehingga menjadi papan. Panjang dan lebar papan di potong dengan ukuran panjang 100
cm, lebar 5 cm, dan tebal 1,6 cm untuk 3 lapis sedangkan untuk 5 lapis dengan
panjang 100 cm, lebar 5 cm dan tebal 1 cm. Seluruh papan lamina ditimbang dan
dikeringkan dengan suhu ruangan sampai mencapai keseimbangan 12%. Papan
lamina yang sudah dikeringkan lalu ditimbang kembali dan diukur panjang, lebar
dan tebalnya untuk mendapatkan kerapatan kayu lamina. Kerapatan kayu yang
lebih besar direkatkan pada bagian paling luar dan kerapatan terkecil pada bagian
paling tengah. Permukaan papan lamina dihaluskan dengan menggunakan amplas
supaya permukaan papan lamina dan dibersihkan dari segala kotoran untuk
memudahkan proses perekatan.
Gambar 1. Susunan Papan Laminasi
100 cm 1.6 cm
5 cm
3 lapis
100 cm 1 cm
5 cm
Proses Pembuatan Balok Laminasi
Perekat yang digunakan yaitu perekat isosianat dan polivinil asetat
(PVAc). Sebelum diaplikasikan, kedua komponen perekat yaitu hardener
(isosianat) dan resin (PVAc) dicampur dan diaduk dengan perbandingan 15 : 100
(berdasarkan berat).
Sebelum proses perekatan, permukaan lamina dalam keadaan halus,
dibersihkan dari segala kotoran supaya hasil perekatan lebih maksimal. Kemudian
permukaan balok dilaburi dengan perekat.
Kemudian ditimbang berat labur perekat untuk proses pelaburan yaitu :
Jumlah perekat (gr) =
000
Berat labur pada kedua pemukaan lamina 250 g/m2, sehingga dapat dihitung
jumlah perekat yang digunakan adalah :
Jumlah perekat (gr) = cm x gr m 12,5gr
Proses perekatan dimulai dengan melaburkan perekat secara kepermukaan
kayu lamina kemudian dilapisi dengan kayu lamina yang lainnya dan seterusnya
sampai mencapai jumlah lapisan balok laminasi. Balok laminasi yang telah selesai
seluruh proses perekatan selanjutnya dilakukan kempa dingin dengan cara diklem
selama 2 (dua) jam.
Sebelum diadakan perataan kembali seluruh permukaan gluelam dan diadakan pengujian lentur, balok gluelam perlu dikondisikan terlebih dahulu selama 7 hari untuk menjamin proses pematangan perekatan. Pengukuran dimensi
penampang melintang yang terdiri dari lebar dan tinggi balok dilakukan pada
Pengkondisian Penyelesaian Akhir (Finishing) dan Pabrikasi.
Setelah balok laminasi dikeluarkan dari proses pengempaan, Tahap
berikutnya adalah proses pabrikasi. Pada tahap ini akan dilakukan proses
pengeringan dan penutupan ujung dan permukaan dengan menggunakan
pembungkus plastik dapat membantu untuk menstabilkan kadar air. Kemudian
dikondisikan pada suhu ruangan sampai kayu yang dihasilkan mendapat kadar air
keseimbangan. Setelah 7 hari, kayu laminasi dipotong sesuai dengan ukuran
contoh uji untuk pengujian sifat fisis, mekanis, dan delaminasi.
Sebelum diadakan perataan kembali seluruh permukaan gluelam dan diadakan pengujian mekanis, balok gluelam perlu dikondisikan terlebih dahulu selama 7 hari untuk menjamin proses pematangan perekatan. Pengukuran dimensi
penampang melintang yang terdiri dari lebar dan tinggi balok dilakukan pada
seluruh balok gluelam maupun utuh.
Pengujian Sifat Fisis Balok Laminasi (ASTM D 143 – 94)
Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume
kering udara. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm yang diambil dari potongan balok
laminasi. Kemudian ditimbang beratnya. Nilai kerapatan dihitung dengan rumus :
Kerapatan (gr/cm3) =
Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm dari setiap ulangan yang digunakan
berat awal (BA) dan berat kering oven (BKO) selama 24 jam pada suhu
(103±20C) atau sampai berat contoh uji konstan. Nilai kadar air dihitung
berdasarkan rumus :
Kadar air (%) = x100% BKO
BKO BA
(ASTM D 143 – 94).
Pengujian Sifat Mekanis Balok Laminasi
MOE (Modulus of Elasticity)
Modulus elastisitas (MOE) merupakan sifat mekanis balok laminasi yang
menunjukkan ketahanan terhadap pembengkokan akibat adanya beban yang
diberikan sebelum papan lamina patah. Pengujian balok lamiansi dilakukan
dengan dua perlakuan yaitu pembebanan secara horizontal dan vertikal. Pengujian
MOE dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine, ukuran contoh uji 80 cm x 5 x 5 cm dengan jarak sangga 70 cm.
Nilai MOE dihitung dengan rumus :
MOE = 3
Modulus patah (MOR) adalah salah satu dari sifat mekanis kayu yang
Pengujian keteguhan patah dilakukan dilakukan bersama-sama dengan pengujian
modulus elastisitas.
Nilai MOR dihiung dengan rumus :
MOR = 2
. . 2
. . 3
d b
L P
(ASTM D 143 – 94)
Keterangan :
MOR : Modulus patah (kgf/cm2) P : Beban maksimum (kgf) L : Jarak sangga (cm) b : Lebar contoh uji (cm) d : Tebal contoh uji (cm)
Gambar 2. Cara Pembebanan Horizontal MOE dan MOR
Keterangan gambar :
Gambar 3. Cara Pembebanan Vertikal MOE dan MOR
Keterangan gambar :
A = Contoh Uji C = Penyangga
B = Pembeban D = Jarak Sangga
Pengujian Delaminasi (JAS for Glued Laminated Timber)
Delaminasi merupakan salah satu kerusakan pada laminat
Perendaman Air Panas
Contoh uji berukuran 7,5 cm yang diambil dari potongan balok laminasi.
Contoh uji direndam dalam air panas selama 4 jam dan kemudian didinginkan
dalam air pada suhu kamar (100C - 250C) selama satu jam, lalu dikeringkan
selama 18 jam atau lebih pada suhu 70 ± 30C. Panjang delaminasi perendaman air
panas tidak lebih dari 5%
Perendaman Air Dingin
Contoh uji berukuran 7,5 cm yang diambil dari setiap uji contoh. Contoh
uji direndam dalam air pada suhu kamar (100C - 250C) selama 6 jam, kemudian
dikeringkan selama 18 jam atau lebih pada suhu 40 ± 30C. Panjang delaminasi
garis perekat harus tidak lebih dari ¼ dari panjang garis perekat. Nilai delaminasi
dapat dihitung dengan rumus :
(JAS, 2000)
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis ragam Rancangan Acak
Lengkap (RAL) sederhana dengan 2 faktor perlakuan yaitu 3 lapis dan 5 lapis,
untuk tiap-tiap tipe balok lapisan masing-masing dengan 3 ulangan.
Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah :
Yij = µ + τi + εij (Sastrosupadi, 2000) Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan susunan lapisan balok laminasi
µ : nilai rata-rata umum
τ : pengaruh faktor perlakuan
ε : pengaruh galat
Hipotesis yang digunakan adalah
H0 : perlakuan susunan lapisan tidak bepengaruh terhadap sifat fisis dan
mekanis balok laminasi
H1 : perlakuan susunan lapisan berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis
balok laminasi.
Gambar 4 : Bagan Proses Pembuatan dan Pengujian Balok Laminasi
Persiapan
Kayu ekaliptus
Dipotong dengan ukuran 100 cm x 5 cm x 1,6 cm
Dipotong dengan ukuran 100 cm x 5 cm x 1cm
Dikeringkan sampai mencapai kadar keseimbangan 12 %
Dipotong sampel 7,5 cm untuk uji delaminasi air panas dan 7,5 cm
untuk uji delaminasi air dingin (JAS for Glued Laminated Timber)
Dikempa dingin Selama 2 jam Pengkondisian
Selama 7 hari
Pengujian Fisis dan Mekanis (ASTM D 143 -94)
Direkatkan Diampelas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Balok laminasi dari kayu ekaliptus dengan menggunakan perekat yang
divariasikan menjadi 2 jenis balok laminasi berdasarkan susunan lapisan, yaitu 3
lapis dan 5 lapis. Balok laminasi yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Balok Laminasi yang Dihasilkan
Pengujian Sifat Fisis
Kerapatan
Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi
volume rongga kosong. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan nilai kerapatan
kayu. Sedangkan kerapatan zat kayu kering untuk semua jenis adalah sama. Bila
potongan-potongan zat dinding sel bebas diambil rongga dari spesies dengan
kerapatan rendah, diujui berat jenisnya dan dibandingkan dengan hasil pengujian
serupa dari suatu kayu yang berkerapatan tinggi, maka hasilnya hampir sama
(Sitompul, 2009). Hasil pengujian kerapatan balok laminasi ekaliptus
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 sedangkan nilai rata-rata
Gambar 6. Nilai Kerapatan Balok Laminasi
Nilai rata-rata kerapatan balok laminasi untuk 3 lapis adalah 0,62
sedangkan 5 lapis adalah 0,66 gr/cm3. Nilai rata-rata paling tinggi yaitu pada
balok papan laminasi 3 lapis dan terendah pada balok laminasi 5 lapis. Secara
umum nilai kerapatan pada balok laminasi berkisar 0,56 – 0,84 gr/cm3. Balok
laminasi ekaliptus termasuk kayu yang memiliki kekuatan yang cukup tinggi dan
dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan.
Hasil analisis sidik ragam pada balok laminasi menunjukkan bahwa
susunan lapisan balok tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kerapatan. Hal ini
dapat dilihat pada perbedaan nilai kerapatan balok laminasi 3 lapis dengan 5 lapis.
Perbedaan ini dikarenakan karena adanya pengaruh perekat terhadap sifat fisis
yang berinteraksi dengan balok laminasi. Komposisi dinding serat dan rongga
banyak diisi oleh perekat, sehingga papan mempunyai berat yang dibandingkan
dengan volume dari papan itu sendiri. Permukaan kayu yang lamina yang kurang
rata mempengaruhi volume kayu menjadi tidak stabil.
Kerapatan kayu bervariasi pada setiap jenis kayu bahkan dalam satu jenis
kayu. Variasi kerapatan terjadi akibat dari adanya perbedaan ketebalan dinding
memiliki kerapatan yang tinggi, sebaliknya jika dinding seratnya tipis dan
lumennya besarnya besar maka kerapatannya juga akan semakin menurun
(Dumanauw, 1990).
Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) semakin tinggi kerapatan papan
maka akan semakin tinggi pula keteguhan patah papan tersebut. Kerapatan kayu
berhubungan langsung dengan kekuatannya. Kayu sebagai adheren adalah komponen utama dalam sebuah rekatan. Perekat diharapkan tidak sama dengan
kayu sehingga kekuatan maksimum kayu dapat dimanfaatkan (Ruhendi dkk, 2007).
Kadar Air
Air dalam kayu menentukan kadar garis rekat, dan akan mempengaruhi
kedalaman penetrasi perekat dan waktu pematangan perekat cair. Kadar air
merupakan sifat fisis balok laminasi dalam keadaan keseimbangan dengan
lingkungan sekitarnya. Hasil pengujian kadar air dapat dilihat selengkapnya pada
Lampiran 5 dan nilai kadar air dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air balok
laminasi antara 14,02 – 14,46%. Nilai rata-rata kadar air yang terendah adalah
balok laminasi 3 lapis dengan nilai rata-rata 14,02 % dan tertinggi adalah balok
laminasi 5 lapis dengan nilai rata-rata 14,46 %. Selisih nilai kadar airnya sebesar
0,44%. Nilai rata-rata yang dihasilkan kedua balok laminasi tersebut relatif
seragam. Nilai kadar air balok laminasi baik 3 lapis dan 5 lapis memenuhi standar
JAS yaitu dibawah 15%.
Perbedaan nilai kadar air balok laminasi 3 lapis dan 5 lapis dikarenakan
kurang ratanya permukaan kayu lamina akibat kurang maksimal pada saat
penyerutan kayu. Sehingga ketika perekat diaplikasikan ke kayu lamina, perekat
tidak merata pada setiap permukaan kayu. Perekat yang lebih tebal mengakibatkan
air yang ada di lingkungan kayu akan mudah diserap daripada perekat yang lebih
tipis. Ketika perekat diaplikasikan ke permukaan kayu lamina, kayu akan
menyerap cairan yang terdapat pada perekat. Jika jumlah cairan dalam perekat
lebih sedikit dari jumlah air dalam kayu kering, kayu akan menyerap cairan dari
perekat dan membentuk lapisan perekat sebelum kayu yang direkat menyatu.
Kayu dengan kadar air diatas 30%, mempunyai sedikit kemampuan untuk
menyerap cairan perekat (Ruhendi dkk, 2007). Sedangkan perbedaan nilai kadar air dengan kayu solid ekaliptus dikarenakan variasi kadar air kering udara dalam
kayu. Perbedaan variasi kadar air kering udara pada kayu ekaliptus karena
sifatnya yang higroskopis. Sesuai dengan pernyataan Bowyer dkk, (2003) yang menyatakan kayu memiliki sifat higroskopis yaitu kemampuan kayu untuk
menyerap uap air dari udara sekitarnya sampai kayu mencapai keseimbangan
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa susunan lapisan balok
laminasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air balok laminasi yang
dihasilkan. Air dalam kayu menentukan kadar air garis rekat dan mempengaruhi
kedalaman penetrasi perekat. Dalam perekatan, cairan yang banyak terdapat
dalam kayu akan menghambat ikatan cairan perekat (Ruhendi dkk, 2007). Kadar air yang tinggi akan menurunkan efek perekatan sehingga menyebabkan
meningkatnya adsorbsi kayu yang tinggi serta ikatan jadi lemah (Haygreen dan
Bowyer, 1996).
Pengujian Sifat Mekanis
Sifat mekanis papan lamina adalah sifat yang berhubungan dengan
kemampuan papan yang menahan gaya luar yang bekerja pada permukaan balok
laminasi. Termasuk kedalam sifat mekanis papan lamina adalah Modulus
elastisitas (Modulus of Elasticity) dan keteguhan patah (Modulus of Rupture).
Modulus Elastisitas (Modulus of elasticity)
Modulus elastisitas (MOE) adalah ukuran ketahanan balok laminasi
menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Modulus elastisitas balok
merupakan sifat mekanis balok laminasi yang menunjukkan ketahanan terhadap
pembengkokan akibat adanya beban yang diberikan sebelum papan lamina patah.
Hasil pengujian MOE secara horizontal dan vertikal balok laminasi dapat
dilihat pada Lampiran 6. Nilai rata-rata pengujian MOE secara horizontal dan
Gambar 8. Perbandingan Nilai MOE Balok Laminasi Secara Horizontal dengan JAS
Gambar 9. Perbandingan Nilai MOE Balok Laminasi Secara Vertikal dengan JAS
Nilai modulus elastisitas balok laminasi secara horizontal yang dihasilkan
124 – 131 kgf/cm2. Nilai rata-rata tertinggi MOE adalah 131kgf/cm2 pada balok
laminasi 3 lapis. Sedangkan nilai rata-rata terendah modulus patah balok laminasi
adalah 124kgf/cm2 pada balok laminasi 5 lapis. Nilai kedua balok laminasi tidak
memenuhi standar JAS sebesar 75x103kg/cm2. Sedangkan nilai rata-rata yang
dihasilkan MOE balok laminasi secara vertikal adalah 192 - 233 kgf/cm2. Nilai
rata-rata terendah MOE secara vertikal balok laminasi adalah 192 kgf/cm2 pada 3
lapis dan sedangkan tertinggi adalah 233 kgf/cm2 pada 5 lapis. Nilai kedua balok
Nilai MOE balok laminasi tidak memenuhi standar JAS dikarenakan
proses pembuatan balok yang kurang baik. Proses perekatan sangat
mempengaruhi kualitas balok laminasi pada saat pengempaan. Perekatan yang
kurang rata mengakibatkan ikatan antara kayu lamina menjadi lemah. Ikatan
antara kayu laminas yang lemah mempenaruhi sifat mekanis balok laminasi.
Menurut Marra (1992) dalam Ruhendi (2007) menyatakan bahwa dalam persiapan pembuatan balok laminasi supaya kayu dapat merekat dengan baik, ada dua
sasaran yang perlu diperhatikan yaitu menciptakan elemen kayu agar bisa direkat
baik ukuran maupun bentuknya dan menghasilkan permukaan yang akan direkat
satu dengan yang lainnya (sangat berdekatan) hanya dengan tekanan yang kecil.
Untuk mencapai sasaran tersebut hal yang harus diperhatikan adalah kehalusan
permukaan lamina, kadar air, kerapatan.
Hasil analisis sidik ragam nilai MOE pembebanan secara horizontal dan
vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap susunan lapisan balok laminasi yang
dihasilkan. Perbedaan nilai MOE pembebanan secara horizontal diakibatkan
semakin banyaknya lapisan maka nilai modulus elastisnya akan semakin
menurun. Hal ini diakibatkan dengan semakin banyaknya lapisan maka akan
semakin banyak bidang permukaan celah pada balok laminasi. Celah tersebut
dapat menimbulkan perlemahan. Sesuai dengan pernyataan Mardikanto (1979)
dalam Sitompul (2009) bila suatu balok yang disatukan atas beberapa lapisan dengan panjang yang sama maka akan terjadi geseran pada permukaan tiap
lapisan. Dengan geseran terhadap tiap lapisan mengakibatkan perlemahan ikatan
antar lapisan. Jika beban yang diberikan semakin besar maka akan mengakibatkan
tersebut. Sedangkan perbedaan nilai MOE pembebanan secara vertikal disebabkan
perbedaan kerapatan contoh uji yang berbeda. Nilai kerapatan balok 3 lapis lebih
tinggi dari pada balok 5 lapis. Menurut Walker (1993) faktor yang mempengaruhi
kekuatan kayu adalah kerapatan dan kadar. Kayu yang berkerapatan tinggi
mempunyai kekuatan yang lebih besar. Semakin tinggi kerapatan kayu maka
kekuatan kayu akan semakin meningkat dan sebaliknya kadar air yang tinggi
mengakibatkan kekuatan kayu semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan Lampiran 5.
Keteguhan Patah (Modulus of Rupture)
Pengujiannya dilakukan dengan dua perlakuan yaitu pembebanan secara
horizontal dan pembebanan secara vertikal. Hasil pengujian MOR balok laminasi
dapat dilihat pada Lampiran 7 dan nilai rata-rata MOR balok laminasi secara
horizontal dan vertikal dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Gambar 10. Perbandingan Nilai MOR Balok Laminasi Secara Horizontal dengan JAS
Gambar menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang dihasilkan MOR balok
laminasi secara horizontal adalah 3,29x102 – 3,77x102 kgf/cm2. Nilai rata-rata
nilai rata-rata terendah adalah 3,29x102 kgf/cm2 pada balok laminasi 5 lapis nilai
kedua balok laminasi telah memenuhi standar JAS sebesar 300 kg/cm2.
Gambar 11. Perbandingan Nilai MOR Balok Laminasi Secara Vertikal dengan JAS
Perbandingan nilai rata-rata MOR yang dihasilkan balok laminasi secara
vertikal adalah 7,08x102 – 7,43x102 kgf/cm2. Nilai rata-rata tertinggi MOR balok
secara vertikal adalah 7,43x102 kgf/cm2 pada balok laminasi 5 lapis dan
sedangkan nilai terendah MOR adalah 7,08x102 kgf/cm2 pada 3 lapis. Menurut
JAS nilai MOR balok laminasi pembebanan secara horizontal baik 3 lapis dan 5
lapis telah memenuhi standar. Sedangkan pada pembebanan secara vertikal nilai
MOR 3 lapis dan 5 lapis telah memenuhi standar JAS sebesar 300 kg/cm2.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa susunan balok laminasi
tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MOR balok laminasi yang dihasilkan.pada
pengujian MOR secara Horizontal menunjukkan bahwa semakin banyak lapisan
balok laminasi nilai MOR yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini diduga
karena semakin banyak bidang permukaan celah pada balok laminasi
menyebabkan ikatan antara lamina dengan perekat pada balok laminasi akan
bahwa nilai MOR dipengaruhi oleh kandungan dan daya ikat jenis perekat yang
digunakan.
Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan kekuatannya. Kerapatan
yang tinggi menghasilkan tegangan yang besar sehingga kayu yang berkerapatan
tinggi akan lebih kuat, lebih keras, lebih kaku dibandingkan dengan kayu yang
berkerapatan rendah. Menurut Mardikanto (1979) dalam Sitompul (2009) dengan semakin tebalnya lapisan dinding serat atau kerapatannya tinggi maka akan
semakin sedikit bidang permukaan celah pada balok laminasi.
Sedangkan hasil analisis pada pembebanan secara vertikal perbedaan nilai
MOR balok laminasi 3 lapis dan 5 lapis tidak dipengaruhi oleh susunan balok
laminasi. Perbedaan nilai MOR balok laminasi dikarenakan perbedaan nilai
kerapatan dan kadar air balok laminasi. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4 dan
5. Menurut Walker (1993) faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu adalah
kerapatan dan kadar air. Kayu yang berkerapatan tinggi mempunyai kekuatan
yang lebih besar dan sebaliknya bila kadar air kayu diatas titik jenuh serat maka
kekuatan kayu akan menurun dibandingkan dengan kayu yang kering. Semakin
kering kayu maka semakin meningkat kekuatannya.
Delaminasi
Delaminasi merupakan kerusakan pada bidang rekat balok laminasi. Salah
satu penyebab terjadinya delaminasi adalah adanya pembebanan yang berulang
ulang pada permukaan lamina.
Hasil penelitian rasio delaminasi perendaman air panas dan air dingin pada
tertera pada Lampiran 7 dan 8 sedangkan nilai rata-rata rasio delaminasinya dapat
dilihat pada Gambar 12 dan 13.
Gambar 12. Nilai Rata-rata Rasio Delaminasi Perendaman Air Panas
Nilai rata-rata yang dihasilkan rasio delaminasi air panas adalah 38,22 –
41,79 %. Nilai rata-rata tertinggi rasio delaminasi air panas adalah 41,79 % pada
balok laminasi 5 lapis sedangkan nilai rata-rata terendah adalah 38,20 pada balok
laminasi 5 lapis. Berdasarkan perbandingan nilai standar JAS, nilai rasio
delaminasi balok laminasi ekaliptus lebih tinggi dari 5%. Ini menandakan bahwa
nilai rasio delaminasi perendaman air panas tidak memenuhi nilai standar JAS.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam rasio delaminasi perendaman air
panas menunjukkan bahwa susunan balok laminasi tidak berpengaruh terhadap
rasio delaminasi perendaman di air panas. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio
delaminasi yang relatif sama. Nilai rasio delaminasi balok laminasi 5 lapis lebih
besar dari 3 lapis mungkin dikarenakan proses pengaplikasian perekat
merekat dengan baik terhadap papan lamina. Tingginya nilai rasio delaminasi
juga diakibatkan perekat PVac. Perekat PVAc termasuk perekat yang sensitif
terhadap air. Menurut Ruhendi dkk (2007) perekat yang senstif terhadap air kekuatan rekatnya akan menurun seiring adanya panas dan air serta
visco-elastisitasnya tidak baik.
Perendaman Air Dingin
Gambar 13. Nilai Rata-rata Rasio Delaminasi Perendaman Air Dingin
Berdasarkan hasil penelitian delaminasi perendamana air dingin, nilai
rata-ratanya adalah 31,09 – 46,05%. Nilai rata-rata tertinggi adalah 46,05% pada balok
laminasi 5 lapis. Sedangkan nilai rata-rata terendahnya adalah 31,08% pada balok
laminasi 3 lapis. Menurut standar JAS, nilai rasio delaminasi tidak lebih dari 10%.
Ini menunjukkan bahwa nilai rasio delaminasi perendaman air dingin tidak
memenuhi standar.
Menurut hasil analisis sidik ragam rasio delaminasi perendaman air dingin
menunjukkan bahwa susunan balok laminasi berpengaruh terhadap rasio
delaminasi perendaman di air dingin. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai
perekat yang digunakan lebih banyak dari 3 lapis. Semakin banyak jumlah lapisan
yang direkat maka semakin tinggi tingkat resiko delaminasinya. Faktor perekatan
juga mempengaruhi kualitas balok laminasi yang dihasilkan. Perekatan yang tidak
merata mengakibatkan ikatan antara perekat dengan papan laminasi menjadi
lemah yang mengakibat kualitas balok laminasi menjadi kurang baik (Ruhendi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jumlah susunan lamina ekaliptus tidak berpengaruh terhadap sifat fisis
(kerapatan dan kadar air) balok laminasi yang dihasilkan.
2. Jumlah susunan lamina ekaliptus tidak berpengaruh terhadap sifat mekanis
(modulus elastisitas, modulus patah dan uji delaminasi) balok laminasi yang
dihasilkan.
Saran
Proses perekatan harus lebih teliti supaya hasil rekatan lebih maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, B. 1996. Pengaruh Variasi Tekanan Kempa Terhadap Kuat Lentur Kayu Laminasi dari Kayu Meranti dan Keruing, Skripsi, Universitas Mataram, Mataram. http://rac.uii.ac.id. [09 Desember 2009]
Ayensu 1980. Eucalyptus grandis. Hutan Tanaman Industri.
http://elvinmiradi.com [09 Desember 2009]
ASTM, 2000. D 143-94. Standart test Methods for Small Clear Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standart. Phildelphia
Darwo. 1997. Evaluasi Hasil Inventarisasi tegakan Eucalyptus urophylla di HTI PI. Inti Indo Rayon Utama, Sumatera Utara. Konifera no. 1/ Thn XIII/April/1997. Buletin Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar.
Departemen Kehutanan. 2006, Statistik Kehutanan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Semarang.
Fakhri, 2001. Pengaruh Jumlah Kayu Pengisi Balok Komposit Kayu Keruing Sengon Terhadap Kekuatan Lentur Balok Laminasi (Glulam Beams), Tesis. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Yogyakarta.
http://www.bibsonomy.org [09 Desember 2009]
Haygreen, J. G dan J. L. Bowyer, 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. http://repository.usu.ac.id [09 Desember 2009]
JAS 2000, Japanese Agricultural standart of Glued Laminated Timber.
Latifah, S. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Eucalyptus grandis di Hutan Tanaman Industri. Universitas Sumatera Utara Digital Library. Medan.
Manik, P. 1997. Teknologi Pembuatan Kapal Kayu Laminasi. http://www.kapal.ft.undip.ac.id. [06 Desember 2009]
Maruztky, R. 2001. Glued Laminated-Timber. Whihem-Klauditz-institut Holzforschung. http://repository.usu.ac [06 Desember 2009]
Prayitno, T.A. 1996. Perekatan Kayu Fakulutas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. http://bibsonomy.org [09 Desember 2009]
Priyadi, H. 2003. Tinjauan Kuat Geser Kayu Laminasi antara Kayu Keruing dan Meranti dengan Menggunakan Beberapa Perekat, Skripsi, Universitas Mataram. Mataram. http://bibsonomy.org [09 Desember 2009]
Ruhendi, S. Koroh DN, Syamani FA, YAnti H, Nurhaida, Saad S, Sutjipto T. 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Yogyakarta
Sitompul, A. N. 2009. Sifat Fisis Mekanis Balok Laminasi dati Batang Kelapa (Cocos nucifera L) dan Kayu Kemiri (Aleurites moluccana Wild) Skripsi. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Univeristas Sumatera Utara. Medan
Sutisna, U. T. Kalima dan purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan pohon Hutan d Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W dan Soekotjo. Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor.
Walker, J. C. F. 1993. Primary Wood Proceesing Principle and Practice Champman and Hall. London.
Whardani, IY, 1995. Kualita Perekatan Lamina dari Empat Jenis Kayu kurang Dikenal. http://umul.ac.id [10 Desember 2009]
Lampiran 3, Ukuran Contoh Uji MOE dan MOR
Balok Ulangan Panjang (cm)
Lampiran 4, Hasil Perhitungan Kerapatan Contoh Uji Balok Laminasi
Lampiran 5, Hasil Perhitungan Kadar Air Balok Laminasi
Lampiran 6, Hasil Perhitungan Modulus Elastisitas Balok Laminasi
Lampiran 7, Hasil Perhitungan Modulus Patah Balok Laminasi
Lampiran 8, Hasil Perhitungan Delaminasi Air Panas Balok Laminasi
Lampiran 9, Hasil Perhitungan Delaminasi Air Dingin Balok Laminasi Balok
Ulangan
Jumlah Panjang Delaminasi (cm)
Jumlah Total Garis Perekat (cm)
Rasio delaminasi (%)
3 Lapis H1 5,60 14,60 38,35
H2 3,50 14,30 24,47
H3 4,10 15,30 26,79
V1 7,10 15,50 45,80
V2 3,60 15,70 22,92
V3 4,00 14,20 28,16
5 Lapis H1 6,80 30,20 22,51
H2 14,70 30,20 48,67
H3 16,70 30,80 54,22
V1 10,40 28,50 36,49
V2 14,20 30,10 47,17
Lampiran 10, Hasil Analisis Sidik Ragam Kerapatan Balok Laminasi
ONEWAY Kerapatan BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for Kerapatan because there are fewer than three groups.
Descriptives
Deviation Std. Error
Lampiran 11, Hasil Analisis Sidik Ragam Kadar Air Balok Laminasi
ONEWAY Kadar_air BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for Kadar air because there are fewer than three groups.
Descriptives
Deviation Std. Error Lower
Total 12 14,2392 1,24121 ,35831 13,4505 15,0278 12,15 16,58
Lampiran 12, Hasil Analisis Sidik Ragam MOE Horizontal Balok Laminasi
ONEWAY MOE_horizontal BY perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for MOE_horizontal because there are fewer than three groups.
Descriptives
MOE_horizontal
95% Confidence
Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error
Lower
Bound
Upper
Bound Minimum Maximum
3 lapis 3 86076.5167 18191.01327 10502.58641 40887.5346 131265.4988 72602.05 106768.75
5 lapis 3 74245.2600 9270.94099 5352.58027 51214.9659 97275.5541 63615.53 80658.75
Total 6 80160.8883 14447.79965 5898.28951 64998.8525 95322.9242 63615.53 106768.75
ANOVA
MOE_horizontal
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.100E8 1 2.100E8 1.007 .372
Within Groups 8.337E8 4 2.084E8
Lampiran 13, Hasil Analisis Sidik Ragam MOE Vertikal Balok Laminasi
ONEWAY MOE_vertikal BY perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for MOE_vertikal because there are fewer than three groups.
Descriptives
Bound Minimum Maximum
3 lapis 3 238658.4833 47860.42838 27632.23121 119766.5883 357550.3784 204883.14 293428.08
5 lapis 3 279219.6067 79191.53039 45721.25139 82496.9396 475942.2738 223852.48 369928.24
Total 6 258939.0450 62596.55784 25554.93773 193247.9863 324630.1037 204883.14 369928.24
Lampiran 14, Hasil Analisis Sidik Ragam MOR Horizontal Balok Laminasi
ONEWAY MOR_Horizontal BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for MOR_Horizontal because there are fewer than three groups.
Descriptives
Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper
Bound Minimum Maximum
3 Lapis 3 376,6667 98,29803 56,75239 132,4808 620,8525 310,43 489,61
5 lapis 3 328,8933 33,24681 19,19505 246,3037 411,4830 302,49 366,23
Total 6 352,7800 70,65287 28,84391 278,6344 426,9256 302,49 489,61
Lampiran 15, Hasil Analisis Sidik Ragam MOR Vertikal Balok Laminasi
ONEWAY MOR_Vertikal BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for MOR_vertikal because there are fewer than three groups.
Descriptives
Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper
Bound Minimum Maximum
3 Lapis 3 707,7433 80,11985 46,25721 508,7146 906,7721 615,23 754,39 5 lapis 3 742,9767 157,15208 90,73180 352,5892 1133,3641 649,39 924,41
Total 6 725,3600 113,22015 46,22193 606,5427 844,1773 615,23 924,41
ANOVA
MOR_Vertikal
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1862,082 1 1862,082 ,120 ,747
Within Groups 62231,935 4 15557,984
Lampiran 16, Hasil Analisis Sidik Ragam Delaminasi Air Panas
ONEWAY Delaminasi_perendaman_air_panas BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for Delaminasi_air_panas because there are fewer than three groups.
Descriptives
Delaminasi perenaman air panas
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std.
Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper
Bound Minimum Maximum
3 Lapis 6 38,1967 13,37474 5,46021 24,1607 52,2326 21,93 54,22
5 lapis 6 41,7850 21,82052 8,90819 18,8858 64,6842 6,20 71,23
Total 12 39,9908 17,35648 5,01038 28,9631 51,0186 6,20 71,23
ANOVA
Delaminasi perendaman air panas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 38,628 1 38,628 ,118 ,738
Within Groups 3275,092 10 327,509
Lampiran 17, Hasil Analisis Sidik Ragam Delaminasi Air Dingin
ONEWAY Delaminasi_perendaman_air_dingin BY Perlakuan /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).
Oneway
Warnings
Post hoc tests are not performed for Delaminasi_perendaman_air_dingin because there are fewer than three groups.
Bound Minimum Maximum
3 Lapis 6 31,0817 9,01931 3,68212 21,6165 40,5468 22,92 45,80
Within Groups 1576,148 10 157,615