• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTENTANGAN ASWAJA DAN MU TAZILAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERTENTANGAN ASWAJA DAN MU TAZILAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia. Aqidah lebih mahal dari segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia. Aqidah yang sudah mendarah daging bagi pemeluknya tidak bisa dibeli atau ditukar dengan benda apapun.

Manusia tidak bisa melepaskan dirinya dari kepercayaan dan keyakinan. Tanpa adanya kepercayaan dan keyakinan, mustahil manusia bisa hidup. Orang tidak akan berani makan dan minum sebelum ia merasa yakin bahwa makanan dan minuman itu aman baginya. Diantara bermacam kepercayaan dan keyakinan, kepercayaan terhadap dzat ghaib Yang Maha Kuasa menempati posisi yang paling tinggi dan paling dalam di dalam lubuk hati.

Akidah Islamiah secara garis besar terbagi kepada dua aliran yaitu Ahlus Sunnah Waljama’ah dan Ahlul Bid’ah. Ahlus Sunnah ada dua versi, yaitu versi salaf (tradisional), dan khalaf (modern). Kemudian Ahlul Bid’ah yang terbesar salah satunya adalah Mu’tazilah.

Dalam makalah ini, kami akan mencoba membedah tentang Aswaja dan Mu’tazilah, kemudian mengkaji pertentangan – pertentangan yang ada di dalam ajaran kedua aliran tersebut.

B. Rumusan masalah

A. Jelaskan tentang Mu’tazilah dan perkembangannya !

(2)

BAB II PEMBAHASAN

PERTENTANGAN ASWAJA DAN MU’TAZILAH

A. Mu’tazilah

Secara etimologi, Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukkan kesendirian, kelemahan, keputus-asaan, atau mengasingkan diri.[1] Dalam Al-Qur’an, kata-kata ini diulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’âd ‘ani al syai-i (menjauhi sesuatu) seperti dalam ayat: mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka.” (QS. An-Nisa’: 90).

Sedang secara terminologi sebagian ulama mendefenisikan Mu’tazilah sebagai satu kelompok dari Qodariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Washil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al-Bashri.

Kaum Mu’tazilah adalah golongan yang membawa persoalan - persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan – persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan murji’ah. Aliran Mu’tazilah (memisahkan diri) muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Washil bin Atha’ (700 – 750) berpisah dari gurunya Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat.

(3)

1. Washil bin Atha’, lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.

2. Abu Huzail al-Allaf (751 - 849), penyusun 5 ajaran pokok Mu,tazilah. 3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.

4. Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab / al-Jubba’I (849 - 915).

Ajaran Mu’tazilah kurang diterima oleh kebanyakan ulama’ Sunni karena aliran ini beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibanding kebanyakan umat Islam. Kaum Mu’tazilah tidak disukai juga karena sikap mereka yang memakai kekerasan dan menyiarkan ajaran – ajaran mereka di permulaan abad ke-9 Masehi.

Namun pada zaman ke Kholifahan al-Ma’mun, aliran Mu’tazilah sempat mengalami puncak kejayaan, karena aliran Mu’tazilah diakui sebagai mazhab resmi yang dianut Negara.

Sepeninggal al-Ma’mun, aliran Mu’tazilah mengalami perlemahan yang disebabkan al-Mu’tasim dan al-Wasiq (824 – 847 M) sebagai pengganti al-Ma’mun tidak berani menjatuhkan hukum bunuh atas dirinya.

B. Ahlu Sunnah Waljama’ah (ASWAJA)

Ahlussunnah Wal Jama’ah Menurut Syekh Abu al-Fadl ibn Syekh ‘Abdus Syakur al-Senori dalam kitab karyanya “al-Kawâkib al-Lammâ‘ah fî Tahqîq al-Musammâ bi Ahli al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah” (kitab ini telah disahkan oleh Muktamar NU ke XXlll di Solo Jawa Tengah) menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jama’ah sebagai: kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi saw. dan thariqah para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh), dan akhlaq batin (tasawwuf). Syekh ‘Abdul Qodir al-Jilani mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan as-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, prilaku, serta ketetapan beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jama’ah adalah segala sesuatu yang yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi saw. pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin yang empat yang telah diberi hidayah Allah.”

Sesuai dengan sabda Nabi SAW dalam hadistnya :

ممتتيمددتدهماا ممتتيمددتدقما متهايياادبا ماومجتنيتلاكد ىبا احدصماد

(4)

Jadi, mengikuti jejak para sahabat, baik sahabat besar maupun sahabat kecil adalah perbuatannya kaum ahlu sunnah waljama’ah dari masa ke masa, bahkan sampai dengan hari kiamat insya ALLAH.

Secara historis, para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman para sahabat Nabi saw. sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah ‘Ali bin Abi Thalib ra., karena jasanya menentang pendapat Khawarij tentang al-Wa‘d wa al-Wa‘îd dan pendapat Qadariyah tentang kehendak Allah dan daya manusia. Di masa tabi’in ada beberapa imam, mereka bahkan menulis beberapa kitab untuk mejelaskan tentang paham Aswaja, seperti ‘Umar bin ‘Abd al-Aziz dengan karyanya “Risâlah Bâlighah fî Raddi ‘alâ al-Qadariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi untuk menentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqh al-Akbar”, Imam Syafii dengan kitabnya “Fi Tashîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘alâ al-Barâhimah”. Generasi Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan al-Asy’ari (260 H – 324 H), lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah.

Ada beberapa pendapat para ahli tentang kapan muncul istilah Aswaja, diantaranya: Pertama, ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut telah lahir sejak zaman Nabi Muhammad SAW . Bahkan beliau sendiri yang melahirkan melalui sejumlah hadist yang diucapkan.

Kedua, yakni Aswaja lahir pada abad II Hijriah, yaitu di masa puncak perkembangan ilmu kalam (teologi Islam) yang ditandai dengan berkembangannya aliran modern dalam teologi Islam yang dipelopori oleh kaum mu’tazilah (rasionalisme). Imam Abu Hasan al-Asy’ari tampil dalam membela akidah Islamiah dan mengembalikannya kepada kemurnian yang asli. Dari pergerakan beliau itulah kemudian para pengikutnya menyebut sebagai "Ahlus Sunnah Waljama’ah”.

Ajaran Islam adalah sempurna yang bersifat universal, tentunya membutuuhkan kajian dan penafsiran yang cermat supaya menghasilkan akurasi kesimpulan hukum yang tepat. Maka Aswaja juga berpedoman terhadap pemikiran para mujtahid yang dianggap lebih mampu dalam menginterpretasi dari sumber utamanya.

(5)

C. Masalah yang diperdebatkan 1. Ketauhidan

Kaum mu’tazilah menafikan (menyangkal) sifat-sifat ALLAH. Mereka beranggapan seandainya diakui sifat - sifat ALLAH yang qodim berarti ada banyak sifat qodim. Mereka juga mengatakan bahwa tindakan dan perbuatan makhluk bukanlah diciptakan oleh ALLAH melainkan oleh makhluk itu sendiri. Jadi, menurut mereka ALLAH hanya menciptakan makhluk, lalu makhluk itu menciptakan pekerjaan sendiri.

Aswaja mentauhidkan ALLAH beserta sifat – sifat-Nya. Yang qadim adalah zdat ALLAH. Sedangkan sifat – siifat ALLAH adalah sifat dari zdat yang qadim tersebut. Aswaja beranggapan bahwa perbuatan dan tindakan makhluk bukanlah semata - mata diciptakan oleh makhluk itu sendiri, tetapi di dalamnya juga terdapat campur tangan ALLAH atau kehendak ALLAH dengan berpedoman :

مايمظاعدلما ييالاعدلما هاليملاباليداا ةدويدقت لدود لدومحدلد

2. Keadialan Tuhan

Adil artinya ALLAH Maha Adil, dan kaum mu’tazilah beri’tikad ALLAH wajib berlaku adil terhadap hamba-Nya. Keadilan-Nya itu mengharuskan manusia memiliki kekuasaan untuk berbuat sesuai dengan kehendaknya sendiri. Karena manusia itu menciptakan perbuatannya sendiri, maka manusia bertanggung jawab atas perbuatannya, baik berupa perbuatan baik maupun perbuatan buruk.

Aswaja beri’tikad bahwa ALLAH selalu adil dalam tindakan-Nya dan tidak pernah dholim. Pembalasan surga bagi yang taat adalah berkat karunia-Nya, sedangkan pembalasan neraka bagi yang ma’siat adalah berdasarkan keadilan-Nya. Semua tindakan ALLAH terhadap hamba-Nya berkisar antara fadhlih (karunia) dan adlih (keadilan). Aswaja beri’tikad semua itu milik ALLAH, apapun yang diperbuat terhadap makhluk atau hamba adalah hak-Nya, tidak ada satupun yang menggugat dan mengatakan ALLAH itu zdalim.

3. Janji & ancaman (wa’ad & wa’id)

(6)

Menurut kaum Ahlus Sunnah wa’ad dan wa’id ialah janji ALLAH yang azali (qadim) sebelum makhluk berwujud. Jadi, apa yang diperoleh hamba berupa pahala dan siksa sesuai dengan wa’ad dan wa’id azali (qadim), bukan karena perbuatannya dalam melaksanakan perintah ataupun meninggalkan larangan.

4. Kedudukan antara Dua tempat (manzilah baina manzilataini)

Manzilah baina manzilataini ialah posisi antara kafir dan mukmin. Kaum mu’tazilah beri’tikad bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, melainkan berada di antara keduanya. Yaitu berada di kedudukan fasiq. Pendapat ini merupakan jalan tengah antara vonis yang dijatuhkan oleh pengikut Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar, dengan pendapat kaum Murjiah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sebagai seorang mu’min. Washil bin Atho berpendapat bahwa pelaku dosa besar yang mati sebelum bertaubat akan menjadi penghuni tetap neraka. Ia kekal di dalamnya, namun dengan memperoleh keringanan tertentu.

Golongan Ahlus Sunnah tidak mengenal istilah tersebut bagi pelaku dosa besar. Pelaku dosa besar tetap disebut mukmin dan bukan kafir. Ia adalah fasik atau mukmin ‘ashi, seorang mukmin ‘ashi kalau mati sebelum bertobat, harus masuk neraka lebih dahulu kemudian dipindahkan ke surga.

5. Amar ma’ruf nahi munkar

Kaum mu’tazilah beri’tikad bahwa amar ma’ruf nahi munkar harus secara radikal dan kalau perlu dengan mengangkat senjata. Mu’tazilah memberikan perhatian besar terhadap masalah tersebut. Hal ini karena menurut mereka, pada saat itu ahluz zindiq (secara umum diartikan orang yang menghalalkan segala cara; kafir batinnya, tetapi secara lahir menampakkan keimanan) tengah merajalela di kalangan masyarakat, bahkan telah tersebar di seluruh pelosok wilayah Islam.

(7)

PENUTUP KESIMPULAN

Secara etimologi, Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya menunjukkan kesendirian, kelemahan, keputus-asaan, atau mengasingkan diri.[1] Dalam Al-Qur’an, kata-kata ini diulang sebanyak sepuluh kali yang kesemuanya mempunyai arti sama yaitu al ibti’âd ‘ani al syai-i (menjauhi sesuatu)

Ahlussunnah wal jama’ah adalah kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi saw. dan thariqah para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh), dan akhlaq batin (tasawwuf).

Mu’tazilah mengandalkan akal sebagai sumber kebenaran. Sedangkan akal seseorang adalah berbeda – beda satu sama lainnya. Sehingga pada zaman sepeninggal al-Ma’mun terjadi perpecahan antara tokoh – tokoh Mu’tazilah yang menyebabkan kehancuran terhadap faham itu sendiri.

Sedangkan di Ahlus Sunnah, mereka meletakkan akal di bawah Al-qur an dan Hadist dalam menentukan kebenaran. Ini membuat perbedaan – perbedaan antara tokoh –tokoh aswaja. Namun tidak menyebabkan kehancuran terhadap faham tesebut. Karena masih mempunyai dasar Al-qur an dan Hadist sebagai pedoman utama.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

 http://naked-jelajah.blogspot.com/2012/05/aswaja.html

 Muhammad, Dr. Mustofa Asy-syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, Gema Insani, Jakarta,1994

Referensi

Dokumen terkait

Komunitor ideal dalam masyarakat tanean lanjang atau masyarakat Sumenep secara umum dapat juga terlihat dalam suatu keyakinan urutan penghormatan masyarakat Sumenep yang

Tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk melestarikan kesenian yang ada di daerah Seyegan melalui website sebagai sarana informasi dan promosi

Berdasarkan uraian di atas disebutkan bahwa kecemasan merupakan masalah psikososial yang sering terjadi pada klien HD yang akan berpengaruh terhadap proses pelaksanaan HD

Kerjanya : bila roda-roda belakang menerima kejutan dari permukaan jalan akan diteruskan kerumah poros roda belakang yang mengakibatkan pegas koil mengalami pemendekan

Berdasarkan penelitian ini terlihat bahwa resin akrilik yang dilakukan pemolesan dengan cangkang telur dan pasta gigi menghasilkan nilai kekasaran permukaan dibawah nilai yang

Kecepatan operasi ini adalah untuk mengaktifkan fungsi-fungsi logika hanya dalam waktu beberapa milidetik, dikarenakan menggunakan rangkaian elektonik sehingga

Gambar 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Alat Transportasi 62 Gambar4.4 Gambaran Umum Responden Pendidikan Terakhir Orang Tua... 63 Gambar 4.5 Gambaran Umum

Misalnya, bentuk biji (bulat+keriput) dan warna biji (kuning+hijau).Pada persilangan antara tanaman biji bulat warna kuning dengan biji keriput warna hijau diperoleh keturunan