KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN
METODE INVERSI IMPEDANSI AKUSTIK DAN
MULTIATRIBUT PADA LAPANGAN “PRB’
(
Skripsi)
Oleh :
Syayid Anwar Sukarno
0815051030
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
HYDROCARBON RESERVOIR CHARACTERISTICS WITH
Acoustic impedance inversion method and multi-attribute analysis are geophysics method which used for known about rock properties on target area in subsurface. Inversion technique is backward modeling who from seismic section devide wavelet. Techniques to create subsurface models with seismic data and well data as control. This study did acoustic impedance and multi-attribute analysis on TKF and BKF layer in Keutapang Formation. Crossplot has been done for known about log properties. Petro-physics analysis parameter (porosity, P-Wave, dan density) is approximated by acoustic impedance will facilitate interpretation rock properties characterization.Propect zone on TKF layer have AI value about 17.470 to 18.600 ((ft/s)*(gr/cc)) with 650 to 700 (m/s) near PRB-26 well on anticlin structur then also have zone near PRB-29 well with AI value about 17.250 to 18.500 ((ft/s)*(gr/cc)) and 675 s.d 750 (m/s) on time structural maps. Prospect zone on BKF layer have AI balue about 19.600 to 20.800 ((ft/s)*(gr/cc)) and 850 to 950 (m/s) northwestward from PRB-29 anticline cover. Rock properties distribution can be good mapping on first zone TKF layer which have 25% to 27% porosity with rock velocity about 2.320 to 2.450 (m/s) and density 2,325 to 2,478 (gr/cc), and then on second zone have 25,6% to 27,5% porosity with density 2,43 to 2,56 (gr/cc) and rock velocity value 2.300 to 2.350 (m/s). Properties distribution on BKF layer have porosity value 21,6% to 22,5% with rock velocity 2.700 to 2.900 (m/s) and density 2,285 to 2,456 (gr/cc).
KARAKTERISASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN
Metoda inversi impedansi akustik dan analisis multiatribut merupakan metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui properti batuan yang pada suatu daerah target tertentu di bawah permukaan bumi. Teknik Inversi merupakan backward modeling yaitu dari hasil bagi seismic section dengan wavelet. Teknik membuat model bawah permukaan dengan data seismik dan data sumur sebagai kontrol. Penelitian ini melakukan analisis impedansi akustik dan multiatribut pada layer TKF dan BKF pada formasi Keutapang. Crossplot dilakukan untuk mengetahui properti log. Analisis parameter petrofisika (porosity, P-Wave, dan density) yang didekati dengan AI akan mempermudah interpretasi dalam mengkaraterisasi properti batuan. Zona prospek pada layer TKF memiliki nilai AI 17.470 s.d. 18.600 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan 650 s.d. 700 (m/s) dekat sumur PRB-26 pada struktur antiklin kemudian terdapat juga zona pada ujung antiklin dekat sumur PRB-29 dengan nilai AI 17.250 s.d. 18.500 ((ft/s)*(gr/cc)) dengan 675 s.d. 750 (m/s) pada peta struktur waktu. Zona prospek pada layer BKF memiliki nilai AI 19.600 s.d. 20.800 ((ft/s)*(gr/cc)) dan 850 s.d. 950 (m/s) arah baratlaut dari sumur PRB-29 yaitu pada struktur ujung tutupan antiklin. Sebaran properti batuan dapat dipetakan dengan baik pada layer TKF zona pertama memiliki porositas 25 s.d. 27 % dengan kecepatan batuan 2.320 s.d. 2.450 (m/s), dan densitas yaitu
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
MOTTO ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
SANWACANA ... ix
PERSEMBAHAN ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian. ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional ... 4
2.2 Kerangka Tektonik ... 7
2.3 Statigrafi Regional ... 9
xii
2.6 Struktur Geologi Daerah Penelitian ... 13
BAB III TEORI DASAR 3.1 Konsep Dasar Seismik Refleksi ... 15
3.2 Sifat Fisika Batuan ... 17
3.6.1 Konsep Dasar Seismik Inversi ... 25
3.7 Metode Inversi Seismik ... 27
3.7.1 Inversi bandlimited ... 27
3.7.2 Inversi Model Based ... 28
3.7.3 Inversi Sparse Spike ... 29
3.8 Multiatribut Seismik ... 30
3.9 Atribut Amplitudo ... 31
xiii
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.2 Bahan dan Alat ... 33
4.3 Pengolahan Data ... 33
4.3.1 Proses Pengikatan Data Sumur ... 35
4.3.2 Picking Horizon ... 36
4.3.3 Proses Model Inisial... 36
4.3.4 Proses Inversi ... 36
4.3.5 Proses Multiatribut ... 38
4.3.6 Proses Pemetaan (slicing) ... 38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Data ... 39
5.2 Analisis Crossplot ... 40
5.3 Ekstraksi Wavelet dan Well Seismic Tie ... 41
5.4 Identifikasi Patahan dan Picking Horizon ... 45
5.5 Seismik Inversi Model Based ... 47
5.5.1 Model Inisial... 47
5.5.2 Analisis Inversi ... 47
5.6 Multiatribut ... 48
5.7 Ekstraksi Atribut RMS ... 52
5.8 Penentuan Sumur Usulan ... 53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skala penentuan baik atau tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu
reservoir ... 19
2. Hasil analisis error dan korelasi dari beberapa teknik inversi sumur
PRB-21………37
3. Hasil analisis error dan korelasi dari beberapa teknik inversi
pada sumur PRB-26 ... 37
4. Hasil analisis error dan korelasi dari beberapa teknik inversi
pada sumur PRB-29 ... 37
5. Hasil analisis multiatribut pada beberapa properti batuan ... 38
6. Perbandingan Ekstraksi Wavelet Statistical dan Usewell ... 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Fisiografi Cekungan Sumatera Utara ... 6
2. Statigrafi Cekungan Sumatera Utara ... 8
3. Porositas dan matrik suatu batuan... ... 20
4. Jenis Wavelet ... 22
5. Pemodelan ke depan dan ke belakang ... 26
6. Tipe-tipe teknik inversi seismik ... 27
7. Ilustrasi penghitungan Amplitudo RMS ... 32
8. Diagram alir penelitian ... 34
9. Flowchart inversi ... 31
10. Base Map Area Penelitian ... 39
11. Crossplot Density vs AI dan Porosity vs AI layer TKF – BKF... 40
12. Crossplot Porosity vs AI dari layer TKF –TKF’ ... 41
13. Bentuk geometri dan amplitudo hasil ekstraksi wavelet ... 43
14. Well Seismic Tie sumur PRB-21 pada crossline 467 dan inline 273 ... 44
15. Well Seismic Tie sumur PRB-26 pada crossline 532 dan inline 484 ... ………. 44
16. Well Seismic Tie sumur PRB-26 pada crossline 532 dan inline 575 ... 45
17. Horizon pada layer TKF (biru) dan BKF (hitam) penampang seismik xline 467 ... 46
xv
20. Penampang Vertikal Multiatribut AI pada X-line 467 ... 49
21. Penampang Vertikal Multiatribut Porosity pada X-line 467 ... 49 22. Penampang Vertikal Multiatribut P-wave pada X-line 467 ... 49 23. Crossplot multiatribut dari porositas, densitas dan akustik
impedansi ... 50
24. Analisis validasi multiatribut dari porositas, densitas dan akustik
impedansi. ... 51 25. Time map Overlay RMS Amplitude data segy. ... 52 26. Sumur usulan pada Time Map layer dan RMS Amplitude layer TKF
dan BKF ... 55
27. Sumur usulan pada slicing beberapa property pada layer TKF dari
Software Petrel 2009.1. ... 56 28. Sumur usulan pada slicing beberapa property pada layer BKF dari
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lapangan ”PRB” merupakan bagian dari antiklin Kuala Simpang Barat yang
mempunyai arah baratlaut-tenggara. Reservoir produktif lapangan ini berasal dari
Formasi Keutapang. Lapangan ”PRB” terletak kurang lebih 57 km arah baratlaut
dari Pangkalan Berandan dan termasuk dalam wilayah adimistrasi Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Secara geologi, posisi tektonik lapangan “PRB”
merupakan produk dari proses tektonik yang berlangsung sejak Paleogen. Posisi
tektonik lapangan “PRB” adalah di Dalaman Tamiang. Di sebelah utara
berbatasan dengan rendahan Langsa. Bagian barat dibatasi oleh cekungan Alur
Pika Low, dan bagian timur oleh Tinggian yang besar.
Struktur lapangan “PRB” terletak di dalam Cekungan Sumatera Utara. Cekungan
Sumatera Utara dibatasi oleh tinggian barisan dibagian barat, Lengkung Asahan di
bagian timur sedang ke utara membuka dan berangsur ke Cekungan Laut
Andaman. Cekungan Sumatera Utara terdiri dari sub cekungan dan tinggian
dengan pola kelurusan utara-selatan, meliputi tinggian Sigli, Dalaman Jawa,
tinggian Lhok Sukon, Dalaman Lhok Shukon, tinggian Alur Siwah, Dalaman
Berdasarkan data yang telah tercatat sebelumnya, saat ini terdapat 56 (lima puluh
enam) sumur dengan 11 sumur produksi minyak, 2 produksi gas dan 43 sumur
lainnya ditinggalkan. Nilai cadangan pada layer TKF (Top Keutapang Formation)
tercatat ± 2 juta barrel, sedangkan pada layer BKF (Bottom Keutapang
Formation) memiliki nilai cadangan ± 1 juta barrel. Sampai pada saat ini masih
termasuk zona produktif hidrokarbon terutama pada layer TKF (Top Keutapang
Formation) dan BKF (Bottom Keutapang Formation), mendorong dilakukannya
evaluasi kembali potensi hidrokarbon pada struktur ini. Hal lain yang mendorong
penulis melakukan penelitian pada layer TKF (Top Keutapang Formation) dan
BKF (Bottom Keutapang Formation) adalah belum adanya kajian impedansi
akustik dan multiatribut pada layer tersebut. Penelitian ini melakukan analisis
multiatribut terhadap beberapa properti batuan yaitu (porositas, densitas, dan
kecepatan), sehingga memiliki nilai tambah dibandingkan penelitian yang hanya
melakukan analisis impedansi akustik.
1.2. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah data seismik yang digunakan
merupakan data Non Preserve 3D PSTM, data sumur acuan yang digunakan untuk
inversi adalah sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 yang memiliki kelengkapan
data log (checkshot, sonic, density dan porosity). Inversi pada penelitian ini adalah
inversi Impedansi Akustik menggunakan inverse Modelbased Hard Constrain
dengan batasan window ±10 ms dari TKF (Top Keutapang Formation) sampai
BKF (Bottom Keutapang Formation). Multiatribut yang dilakukan pada penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut;
a. Mendapatkan zona prospek hidrokarbon berdasarkan analisis peta inversi
impedansi akustik dan multi atribut seismik pada daerah penelitian,
b. Mengetahui sebaran properti batuan (densitas, porositas, kecepatan dan
AI) yang terdapat pada layer TKF dan BKF,
c. Mendapatkan zona pasir reservoir hidrokarbon pada daerah penelitian
dalam layer TKF dan BKF, dan
d. Menganalisis jenis inversi yang paling baik untuk diterapkan pada
lapangan “PRB”.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
karakteristik reservoir hidrokarbon daerah “PRB” berdasarkan proses inversi
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1. Struktur Regional
Struktur “PRB” terletak kurang lebih 57 km arah baratlaut dari Pangkalan Berandan
dan termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Lapangan minyak “PRB” diketemukan pada tahun 1979 oleh Pertamina. Pemboran
pertama dilakukan melalui sumur PRB-1 pada bulan Februari 1979 dengan
kedalaman hingga 1232 m. Lapangan “PRB” merupakan bagian dari antiklin “PRB”
yang mempunyai arah baratlaut-tenggara. Reservoir produktif lapangan ini berasal
dari Formasi Keutapang. Struktur “PRB” telah memulai produksi pada bulan
Oktober 1979 melalui sumur “PRB” 1 dari lapisan reservoir zona H-10, produksi
selama 3 bulan dari zona ini menghasilkan 10 juta barrel minyak dan 900,50 Milion
Standard Cubic Feet per Day gas. Struktur “PRB” terletak di dalam Cekungan
Sumatera Utara. Cekungan Sumatera Utara dibatasi oleh Tinggian Barisan
(Pegunungan Barisan) di bagian barat, Lengkung Asahan di bagian timur sedang ke
utara membuka dan berangsur ke Cekungan Laut Andaman. Cekungan Sumatera
Utara terdiri dari sub cekungan dan tinggian dengan pola kelurusan utara-selatan dan
atau baratlaut-tenggara, meliputi Tinggian Sigli, Dalaman Jawa, Tinggian Arun-Lhok
Sukon, Dalaman Lhok Shukon, Tinggian Alur Siwah, Dalaman Tamiang, Tinggian
“PRB” adalah di Dalaman Tamiang. Di sebelah utara berbatasan dengan Langsa
Low. Bagian barat dibatasi oleh cekungan Alur Pika Low, dan bagian timur oleh
tinggian yang besar. Posisi tektonik “PRB” sendiri merupakan produk dari proses
tektonik yang berlangsung sejak Paleogen. Formasi Keutapang yang menjadi target
umumnya dicirikan oleh batupasir regresif. Proses regresi berjalan terus. Sejak akhir
pengendapan Formasi Baong sehingga lingkungan laut menjadi lebih dangkal dan
bahkan menjadi lingkungan deltaik – transisi dengan perubahan fasies yang tinggi.
Lingkungan delta semakin dominan pada umur pengendapan Formasi Keutapang.
Sumber material pengendapan di kawasan Dalaman Tamiang berasal dari Bukit
Barisan (barat). Umur Formasi Keutapang adalah miosen akhir hingga paleosen.
Interval produktif di Struktur “PRB” pada umumnya terdapat pada Formasi
Keutapang. Batupasir pada formasi ini umumnya berukuran butir halus hingga
sedang dengan porositas sekitar 15 sampai 27 %. Interval batupasir yang merupakan
pengendapan delta, umumnya memproduksi minyak dan beberapa mengandung gas
atau asosiasi minyak dengan gas. Formasi ini diendapkan pada miosen akhir hingga
paleosen. Sebagian besar dari batupasir dari Keutapang merupakan batupasir yang
berukuran butir halus sampai sedang dan tingkat kompaksi dari butiran lepas hingga
tekompaksi dengan baik. Mineral seperti mika, plagioklas dan glaukonit dapat
ditemukan pada formasi ini, namun secara keseluruhan tubuh batuannya terdiri dari
kuarsa dan partikel lempung. Total ketebalan gross dari formasi Keutapang bawah
Gambar 1. Fisiografi Cekungan Sumatera Utara (Pertamina, 2000).
6
Batas
–
batas Cekungan Sumatera
Utara;
Barat daya;
Pegunungan Bukit Barisan
Barat laut;
Tinggian Malaka
Selatan;
Busur Asahan
Utara;
2.2. Kerangka Tektonik
Secara umum struktur “PRB” terletak di dalam Cekungan Sumatera Utara. Cekungan
Sumatera Utara terdiri dari subcekungan dan tinggian dengan pola kelurusan utara–
selatan dan atau baratlaut-tenggara, meliputi Tinggian Sigli, Dalaman Jawa, Tinggian
Arun-Lhok Sukon, Dalaman Lhok Shukon, Tinggian Alur Siwah, Dalaman Tamiang,
Tinggian Hyang Besar, Pakol Horst Graben dan Glaga Horst Graben. Secara
geografis Struktur “PRB” terletak kurang lebih 57 km barat laut dari Pangkalan
Berandan dan termasuk kedalam wilayah adimistrasi Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Secara tektonik posisi tektonik Struktur “PRB” berada pada Dalaman
Tamiang, sedangkan sebelah utara berbatasan dengan Langsa Low. Bagian barat
dibatasi oleh cekungan Alur Pika Low, dan bagian timur oleh Tinggian Yang Besar.
Posisi tektonik “PRB” sendiri merupakan produk dari proses tektonik yang
berlangsung sejak Paleogen.
Pulau Sumatera sebagai bagian dari Lempeng Sunda (Sunda Microplate) dipercaya
telah mengalami perputaran searah jarum jam akibat pengaruh seretan Lempeng
India terhadap Lempeng Eurasia ke arah utara. Pendapat lainnya bahwa Pulau
Sumatera pada awalnya berorientasi utara menuju selatan namun proses penunjaman
(subduction) menyebabkan Pulau Sumatera terputar berlawanan arah jarum jam.
Perputaran berlawanan arah jarum jam ini dimulai sejak Kala Eosen sebagai hasil
dari proses peregangan dan pemekaran Cekungan Thai dan Cekungan Malay.
Sedangkan cekungan Sumatera Utara terbentuk sebagai horst dan graben hasil dari
proses pensesaran ulir (wrenching) menganan sepanjang batas barat lempeng Benua
Gambar 2.2. Kolom Stratigrafi Regional dan kaitannya dengan sitem hidrokarbon di Cekungan Sumatera Utara. (Rhiady, dkk, 1998)
A. Sedimen Syn Rift (Oligosen – Miosen Awal)
2.3. Stratigrafi Regional
Secara umum, stratigrafi pada cekungan Sumatera Utara dibagi menjadi dua bagian,
yaitu endapan sedimen saat pemekaran cekungan dan endapan yang tersedimentasi
pasca pemekaran cekungan. Pada awal pengisian cekungan, diendapkan sedimen
klastik awal pembentukan cekungan tarikan, berupa klastik kasar batupasir dan
konglomerat. Kelompok sedimen ini dikenal sebagai formasi Prapat atau disebut
juga formasi Bruksah. Formasi Prapat yang diendapkan sebagai endapan kipas
aluvial secara berangsur berubah menjadi endapan aluvial di sebelah timurnya,
menindih secara tidak selaras formasi Tampur yang berumur Eosen.
2.4. Formasi Daerah Penelitian 2.4.1. Formasi Bampo
Formasi ini dicirikan oleh, litologi batulempung hitam atau batulumpur, tidak
mengandung mikrofosil plankton. Lingkungan pengendapan di perkirakan dari
lakustrin hingga deltaik (inner sublitoral). Umur formasi Bampo adalah Oligosen
hingga Miosen bawah.
2.4.2. Formasi Belumai
Formasi Belumai dicirikan oleh batupasir karbonatan, batugamping klastik yang
menunjukkan berkembangnya fasies marine dalam kondisi transgresif. Formasi
Belumai ini berkembang di bagian selatan dan timur cekungan sedang di utara
berkembang dengan litologi batupasir. Umur formasi Belumai adalah Miosen bawah
2.4.3. Formasi Baong
Formasi Baong dicirikan oleh berkembangnya serpih lingkungan laut dengan
perselingan batupasir. Formasi ini dibagi menjadi tiga. (a). Anggota Formasi Baong
bagian bawah, (b). Anggota bagian tengah dicirikan oleh dominasi batupasir (Middle
Baong Sand), dan (c). Anggota Formasi Baong bagian atas dicirikan oleh Serpih.
Lingkungan Pengendapan formasi ini dibangun oleh lebih dari sekali siklus genang
laut yang kemudian air laut menjadi susut pada saat pengandapan bagian atas formasi
sebagai akibat pengangkatan Pegunungan Barisan
2.4.4. Formasi Keutapang
Formasi Keutapang umumnya dicirikan oleh batupasir regresif. Proses regresi
berjalan terus Sejak akhir pengendapan Formasi Baong sehingga lingkungan laut
menjadi lebih dangkal dan bahkan menjadi lingkungan deltaik dengan perubahan
fasies yang tinggi. Lingkungan delta semakin dominan pada umur pengendapan
Formasi Keutapang. Sumber material pengendapan di kawasan Dalaman Tamiang
berasal dari Bukit Barisan. Umur Formasi Keutapang adalah Miosen akhir hingga
Paleosen awal.
2.4.5. Formasi Seureula
Formasi ini dicirikan oleh selang-seling batupasir, batulempung dan serpih,
menunjukkan umur Paleosen Bawah . Banyak foraminifera planktonik dan bentonik
mengindikasikan lingkungan pengendapan Neritik Tengah. Di bagian atas
2.4.6. Formasi Juleu Rayeu
Formasi ini dicirikan oleh batupasir dengan selingan batulempung atau serpih.
Lingkungan pengendapan adalah laut dangkal sampai pasang surut. Di beberapa
tempat ditemukan konglomerat dan batubara tipis. Umur Formasi Juleu Rayeu adalah
Paleosen Atas.
2.5. Sistem Petroleum
2.5.1. Potensial Reservoir
Interval produktif di Struktur “PRB” pada umumnya terdapat pada Formasi
Keutapang. Batupasir pada formasi ini umumnya berukuran butir halus hingga
sedang dengan porositas sekitar 15 sampai dengan 33 %. Interval batupasir yang
merupakan fasies delta ini umumnya memproduksi minyak dan beberapa
mengandung gas atau asosiasi minyak dengan gas. Formasi ini diendapkan pada
Miosen Akhir hingga Paleosen. Sebagian besar dari batupasir dari Keutapang
merupakan batupasir yang telah dewasa, dengan ukuran butir halus sampai sedang
dan tingkat kompaksi dari butiran lepas hingga tekompaksi dengan baik. Mineral
seperti mika, plagioklas dan glaukonit dapat ditemukan pada formasi ini, namun
secara keseluruhan tubuh batuannya terdiri dari kuarsa dan partikel lempung. Total
ketebalan gross dari Formasi Keutapang Bawah berkisar antara 700 sampai dengan
1000 m namun ketebalan individu reservoir dapat hanya mencapai 3 sampai 10 m,
berupa lapisan batupasir yang bertumpukan. Interval batupasir yang merupakan
fasies delta ini umumnya memproduksi minyak dan beberapa mengandung gas atau
asosiasi minyak dengan gas. Reservoir potensial lainnya adalah batupasir anggota
2.5.2. Batuan Induk
Batulempung dari Formasi Bampo yang mengisi deposenter lokal pada saat rifting
berlangsung, sebagai endapan lakustrin, berpotensi sebagai batuan induk yang utama.
Batuan induk dari Formasi ini diperkirakan matang 11 juta tahun yang lalu (Miosen
Tengah). Batuan serpih lain yang juga berpotensi sebagai batuan induk adalah serpih
Formasi Belumai dan serpih Formasi Baong, yang diperkirakan matang 10,5 sampai
5,5 juta tahun yang lalu (Miosen Akhir). Tipe Kerogen dari Formasi Bampo adalah
Humic (vitrinit) sedangkan untuk Formasi Belumai dan Baong Bawah adalah
Sapropelic dan Humic.
2.5.3. Perangkap Hidrokarbon
Reservoir pada Struktur “PRB” adalah batupasir pada Formasi Keutapang. Tipe
perangkap pada Struktur ini adalah berupa perangkap struktur dan perangkap
stratigrafi, sedangkan yang bertindak sebagai penyekat adalah sisipan serpih dari
lingkungan deltaik sebagai Intraformational shale dari Formasi Keutapang itu
sendiri. Proses pemerangkapan ini terjadi pada kala Paleosen awal hingga Paleosen
Akhir pada saat rejim tektonik kompresi yang menghasilkan pelipatan dan
sesar-sesar naik.
2.5.4. Migrasi
Proses migrasi dari batuan induk menuju reservoir sangat berkaitan dengan tahap
kematangan dari batuan induknya sendiri, oleh karena itu secara umum proses
migrasi ini dikelompokan menjadi 3 tahap;
a. Migrasi dari batuan induk pada formasi Bampo ke reservoir batupasir di
formasi Belumai pada kala Miosen tengah dengan pola migrasi vertikal dan
b. Migrasi dari batuan induk pada formasi Bampo, Belumai dan Baong bawah
menuju reservoir pada formasi Belumai, Baong dan Keutapang pada Miosen
dengan pola migrasi lateral dengan media migrasi berupa sesar-sesar normal, dan
c. Migrasi dari batuan induk pada formasi Belumai dan Baong Bawah menuju
reservoir pada formasi Belumai, Baong (Bawah dan Tengah) dan Keutapang
dengan pola migrasi vertikal.
Untuk Struktur “PRB” yang mempunyai reservoir produktif dari batupasir pada
formasi Keutapang, maka migrasi yang mungkin terjadi adalah pada Paleosen awal
hingga Paleosen akhir.
2.6. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Konfigurasi cekungan busur belakang (back arc basins) Sumatera dari utara hingga
ke selatan dikontrol oleh proses wrenching sehingga baik tegasan ekstensi maupun
kompresi pada daerah back arc basin ini akan terhubung dengan sistem sesar
Sumatera. Sistem sesar ulir (wrench fault) yang berkembang akan membentuk
arsitektur bawah permukaan yang sangat khas, diantaranya adalah flower structure
dan karena sifatnya yang batuan dasar yang terulir (basement involved), sehingga
pengaruh wrenching ini akan bisa dijumpai dari bagian terdalam hingga ke lapisan
sedimen (detached) teratas. Formasi Keutapang merupakan sekuen sedimen yang
berada pada posisi dangkal dari konfigurasi bawah permukaan daerah studi. Namun
demikian, pengaruh wrench fault dari sistem tegasan Andaman ini akan tetap terlihat
sebagai flower structure splays. Evolusi struktur yang terjadi pada daerah penelitian
sangat dipengaruhi oleh proses subduksi Lempeng Hindia terhadap mikro Lempeng
Sunda. Secara regional, terjadi tiga tahapan evolusi struktur pada daerah studi. Tahap
formasi Keutapang disertai dengan pembentukan flower structure yang menyobek
lapisan serpih formasi Baong akibat aktivitas subduksi. Tahap kedua adalah pada
Paleosen, dimana terjadi proses thrusting terhadap formasi Belumai, Baong dan
Keutapang akibat dari sistem Tegasan Sumatera. Tahap terakhir (Holosen), terjadi
wrenching oleh Sistem Tegasan Andaman yang mengakibatkan shale flowage dari
Baong shale, menghasilkan diapiric zone. Interpretasi penampang seimik
menunjukkan bahwa daerah “PRB” merupakan daerah yang terdeformasi oleh
struktur dengan kuat. Formasi Keutapang dan Formasi lainnya yang lebih tua terlipat
dan terpatahkan pada beberapa seting tektonik.. Sesar-sesar normal arah timurlaut-
barat daya membentuk konfigurasi graben. Sesar normal ini menyobek secara tegak
lurus sesar naik (reversal) yang lebih tua. Sesar tua yang dapat diamati pada daerah “PRB” adalah sesar normal arah timurlaut-baratdaya. Sesar normal terbentuk
sebelum formasi Keutapang diendapkan sehingga dapat kita asumsikan bahwa usia
sesar-sesar ini adalah sekira Miosen Tengah. Sistem Tegasan Andaman pada
Holosen memicu terjadinya proses wrenching pada Pulau Sumatera, sehingga
dampaknya dapat tercermin pada pola lipatan yang tergeserkan. Pola lipatan tersebut
bergeser mengikuti arah menganan sesuai dengan arah gerak (slip) dari sesar ulir
Sumatera (Sumatran Wrench Fault). Dengan adanya proses wrenching ini,
sesar-sesar yang telah ada sebagian teraktifkan kembali dan membentuk konfigurasi
BAB III
TEORI DASAR
3.1. Konsep Dasar Seismik Refleksi
Pengertian secara lebih spesifik tentang inversi seismik dapat didefinisikan
sebagai suatu teknik pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan
data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000).
Definisi tersebut menjelaskan bahwa metode inversi merupakan kebalikan dari
pemodelan dengan metode ke depan (forward modeling) yang berhubungan
dengan pembuatan seismogram sintetik berdasarkan model bumi membagi
metode inversi seismik dalam dua kelompok, yaitu inversi pre-stack dan inversi
post-stack. Inversi post-stack terdiri dari inversi rekursif (Bandlimited), inversi
berbasis model (Model Based) dan inversi Sparse Spike. Inversi pre-stack terdiri
atas inversi amplitudo (AVO = Amplitude Versus Offset) dan inversi waktu
penjalaran (traveltime) atau tomografi (Russell, 1996). Metode seismik refleksi
merupakan metode yang sering digunakan untuk mencari hidrokarbon. Kelebihan
metode seismik dibanding metode yang lain adalah resolusi horisontalnya yang
lebih baik. Refleksi seismik terjadi ketika ada perubahan impedansi akustik
tegak lurus, yaitu ketika garis sinar mengenai bidang refleksi pada sudut yang
tegak lurus, persamaan dasar dari koefesien refleksi adalah;
dimana, i adalah densitas lapisan ke-i, Vi adalah kecepatan lapisan ke-i, dan Zi
adalah Impedansi Akustik ke-i. Dengan mengetahui harga reflektifitas suatu
media, maka dapat diperkirakan sifat fisik dari batuan bawah permukaan. Trace
seismik dibuat dengan mengkonvolusikan wavelet sumber dengan deret koefesien
refleksi reflektor bumi. Konvolusi merupakan operasi matematis yang
menggabungkan dua fungsi dalam domain waktu untuk mendapatkan fungsi
ketiga. Model satu dimensi seismik trace paling sederhana merupakan hasil
konvolusi antara reflektivitas bumi dengan suatu fungsi sumber seismik dengan
tambahan komponen bising dan secara matematis dirumuskan sebagai (Russel,
1996);
St = Wt * rt (2)
dengan, St adalah seismogram seismik, Wt adalah wavelet seismik, dan rt adalah
reflektivitas lapisan bumi. Persamaan (2) dilakukan penyederhanaan dengan
mengasumsi komponen bising nol. Seismogam sintetik dibuat berdasarkan
wavelet yang digunakan pada persamaan diatas. Seismogram sintetik adalah tidak
lain dari model respon total seismik terhadap model dari beberapa batas refleksi
pada seksi pengendapan. Metode seismik refleksi dewasa ini masih menjadi salah
satu metode yang paling umum digunakan untuk mengindentifikasi akumulasi
3.2. Sifat Fisika Batuan 3.2.1. Densitas
Densitas merupakan sifat fisis yang secara signifikan dipengaruhi oleh porositas.
Jika distribusi densitas batuan dibawah permukaan diketahui, maka secara
potensial informasi perlapisan dapat diketahui. Besarnya densitas batuan porus
yang disusun oleh mineral dan fluida yang seragam dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan (Wyllie, 1956):
(3)
dengan, ρb adalah densitas bulk batuan, adalah porositas batuan, adalah
densitas matrik batuan, dan adalah densitas fluida. Dapat dipahami bahwa
densitas turun lebih cepat pada reservoir yang terisi gas dibanding reservoir yang
terisi minyak. Besarnya densitas batuan suatu material dipengaruhi oleh: (1). Jenis
dan jumlah mineral serta persentasenya, (2). Porositas batuan, dan (3) Fluida
pengisi rongga. Nilai densitas turun lebih cepat pada reservoir gas dibandingkan
pada reservoir minyak. Karena nilai densitas sangat berpengaruh pada nilai
kecepatan primer dan sekunder serta AI, maka nilai densitas tersebut akan
berperan penting pada interpretasi data seismik untuk identifikasi jenis reservoir.
3.2.2. Kecepatan
Terdapat dua jenis kecepatan gelombang seismik yang berperan penting dalam
interpretasi data seismik, yaitu kecepatan gelombang P (gelombang kompresi) dan
gelombang S (gelombang shear). Kedua jenis gelombang ini memiliki karakter
yang berbeda-beda, gelombang S tidak dapat merambat dalam medium fluida
sedangkan gelombang P dapat merambat dalam medium fluida dengan arah
pergerakan partikel searah dengan arah perambatan gelombangnya. Persamaan
kecepatan kedua gelombang tersebut dalam parameter elastis dapat dituliskan
dalam bentuk (Hilterman, 1997). Parameter penting lain dalam interpretasi
seismik adalah ratio Poisson’s yang dapat digunakan untuk analisis litologi.
Poisson’s ratio (σ) adalah parameter elastis yang dapat dinyatakan sebagai fungsi
kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S .
3.2.3. Porositas
Porositas suatu medium adalah perbandingan volume rongga-rongga pori terhadap
volume total seluruh batuan yang dinyatakan dalam persen. Suatu batuan
dikatakan mempunyai porositas efektif apabila bagian rongga-rongga dalam
batuan saling berhubungan dan biasanya lebih kecil dari rongga pori-pori total.
Ada dua jenis porositas yang dikenal dalam teknik reservoir, yaitu porositas
absolut dan porositas efektif. Porositas absolut adalah perbandingan antara
volume poripori total batuan terhadap volume total batuan. Secara matematis
dapat dituliskan sebagai persamaan berikut;
Porositas Absolut (φ) = ...(4)
Sedangkan porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
saling berhubungan dengan volume batuan total, yang secara matematis dituliskan
sebagai berikut;
Porositas Efektif (φ) = ...(5)
Perbedaan dari kedua jenis porositas tersebut hanyalah untuk mempermudah
penentuan kualitas baik tidaknya nilai porositas dari suatu reservoir adalah seperti
yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Skala penentuan baik tidaknya kualitas nilai porositas batuan suatu reservoir (Koesoemadinata, 1978).
Harga Porositas (%) Skala
0 – 5 Diabaikan (negligible) 5 – 10 Buruk (poor)
10 – 15 Cukup (fair) 15 – 20 Baik (good)
20 – 25 Sangat baik (very good)
>25 Istimewa (excellent)
Nilai porositas batuan biasanya diperoleh dari hasil perhitungan data log sumur,
yaitu dari data log densitas, log neutron, dan log kecepatan. Secara umum
porositas batuan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman batuan, karena
semakin dalam batuan akan semakin kompak akibat efek tekanan diatasnya. Nilai
porositas juga akan mempengaruhi kecepatan gelombang seismik. Semakin besar
porositas batuan maka kecepatan gelombang seismik yang melewatinya akan
semakin kecil, dan demikian pula sebaliknya. Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi nilai porositas adalah:
a. Butiran dan karakter geometris (susunan, bentuk, ukuran dan distribusi).
b. Proses diagenesa dan kandungan semen.
c. Kedalaman dan tekanan.
Susunan porositas dan matrik dalam suatu batuan dapat ditunjukkan pada gambar
Gambar 3. Porositas dan matrik suatu batuan (Koesoemadinata, 1978).
3.3. Impedansi Akustik (IA)
Impedansi Akustik (IA) dapat didefinisikan sebagai sifat fisis batuan yang
nilainya dipengaruhi oleh jenis litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman,
tekanan dan temperatur. Berdasarkan pengertian tersebut maka IA dapat
digunakan sebagai indikator jenis litologi, nilai porositas, jenis hidrokarbon dan
pemetaan litologi dari suatu zona reservoir. Secara matematis Impedansi Akustik
dapat dirumuskan sebagai berikut;
IA = .v (6)
dengan, adalah densitas (gr/cm³), dan v adalah kecepatan gelombang seismik
(m/s). Pemantulan gelombang seismik akan terjadi jika ada perubahan atau
kontras IA antara lapisan yang berbatasan. Perbandingan antara energi yang
dipantulkan dengan energi datang pada keadaan normal dapat ditulis sebagai
berikut;
)
dari persamaan (7) didapat untuk kasus lapisan tipis, maka persamaan diatas dapat
ditulis kembali menjadi;
i
i
i
i IA KR KR
IA1 1 1 (11)
Harga kontras IA dapat diperkirakan dari harga amplitudo refleksi, dimana
semakin besar amplitudo refleksi maka semakin besar kontras IA. Impedansi
Akustik seismik memberikan resolusi lateral yang bagus tapi dengan resolusi
vertikal yang buruk. Sedangkan IA sumur memberikan resolusi vertikal yang
sangat baik tetapi resolusi lateralnya buruk.
3.4. Wavelet
Wavelet adalah gelombang harmonik yang mempunyai interval amplitudo,
frekuensi, dan fasa tertentu (Sismanto, 2006). Berdasarkan konsentrasi energinya
wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
a. Zero Phase Wavelet
Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi energi
maksimum di tengah dan waktu tunda nol, sehingga wavelet ini
mempunyai resolusi dan standout yang maksimum. Wavelet berfasa nol
(disebut juga wavelet simetris) merupakan jenis wavelet yang lebih baik
dari semua jenis wavelet yang mempunyai spectrum amplitude yang sama.
b. Minimum Phase Wavelet
Wavelet berfasa minimum (minimum phase wavelet) memiliki energi yang
spektrum amplitudo yang sama, wavelet berfasa minimum mempunyai
perubahan atau pergeseran fasa terkecil pada tiap-tiap frekuensi. Dalam
terminasi waktu, wavelet berfasa minimum memiliki waktu tunda terkecil
dari energinya.
c. Maximum Phase Wavelet
Wavelet berfasa maksimum (maximum phase wavelet) memiliki energi
yang terpusat secara maksimal dibagian akhir dari wavelet tersebut, jadi
merupakan kebalikan dari wavelet berfasa minimum.
d. Mixed Phase Wavelet
Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) merupakan wavelet yang
energinya tidak terkonsentrasi di bagian depan maupun di bagian
belakang.
Gambar 4. Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu mixed phase wavelet (1), minimum phase wavelet (2), maximum phase wavelet (3), dan
3.4.1. Ekstraksi Wavelet
Jenis dan tahapan dalam pembuatan (ekstraksi) wavelet adalah sebagai berikut
(Ariadmana Y, 2006):
a. Ekstraksi Wavelet Secara Teoritis
Wavelet ini dibuat sebagai wavelet awal untuk menghasilkan seismogram
sintetik. Seismogram sintetik ini kemudian diikatkan dengan data seismik
dengan bantuan checkshot. Apabila ternyata checkshot sumur itu tidak ada,
maka korelasi dilakukan dengan cara memilih event-event target pada
sintetik dan menggesernya pada posisi event-event data seismik (shifting).
Korelasi antara data seismogram sintetik dan data seismik ini akan
mempengaruhi hasil pembuatan wavelet tahap selanjutnya. Korelasi yang
dihasilkan dengan cara ini biasanya kurang bagus karena wavelet yang
digunakan bukan wavelet dari data seismik.
b. Ekstraksi Wavelet Secara Statistik dari Data Seismik
Jenis ekstraksi wavelet selanjutnya adalah ekstraksi wavelet dari data
seismik secara statistik. Ekstraksi dengan cara ini hanya menggunakan
data seismik dengan masukan posisi serta window waktu target yang akan
diekstrak. Untuk memperoleh korelasi yang lebih baik, maka dilakukan
shifting pada event-event utama. Jika perlu dilakukan stretch dan squeeze
pada data sintetik. Namun karena stretch dan squeeze sekaligus akan
merubah data log, maka yang direkomendasikan hanya shifting. Biasanya,
korelasi yang didapatkan dengan cara statistik dari data seismik akan lebih
c. Ekstraksi Wavelet Secara Deterministik
Ekstraksi wavelet dengan cara ini akan memberikan wavelet yang akan
lebih mendekati wavelet sebenarnya dari data seismik. Ekstraksi ini
dilakukan terhadap data seismik sekaligus dengan kontrol data sumur,
sehingga akan memberikan wavelet dengan fasa yang tepat. Namun
ekstraksi ini hanya akan memberikan hasil yang maksimal jika data sumur
sudah terikat dengan baik. Ekstraksi wavelet secara statistik dan
pengikatan yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi
wavelet secara deterministik dengan kualitas yang baik. Untuk
menghasilkan sintetik dengan korelasi optimal, maka dilakukan shifting
dan bila diperlukan maka dapat dilakukan stretch dan squeeze, akan tetapi
hal tersebut tidak dianjurkan
3.5. Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik merupakan hasil konvolusi antara deret koefisien refleksi
dengan suatu wavelet . Proses mendapatkan rekaman seismik ini merupakan
sebuah proses pemodelan kedepan (forward modeling). Koefisien refleksi
diperoleh dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas
batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada
data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan juga dengan wavelet
buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana untuk
mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan
yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon (Munadi dan Pasaribu, 1984).
memungkinkan untuk ditelusuri kemenerusannya pada arah lateral dengan
memanfaatkan data seismik. Konvolusi antara koefisien refleksi dengan wavelet
seismik menghasilkan model trace seismik yang akan dibandingkan dengan data
riil seismik dekat sumur. Seismogram sintetik dibuat untuk mengkorelasikan
antara informasi sumur (litologi, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap
penampang seismik guna memperoleh informasi yang lebih lengkap dan
komprehensif (Sismanto, 2006).
3.6. Teori Dasar Seismik Inversi 3.6.1. Konsep Dasar Seismik Inversi
Ada beberapa pengertian mengenai seismik inversi. Diantaranya adalah oleh
Menke yang mengatakan bahwa inversi merupakan integrasi teknik matematik
dan statistik untuk memperoleh informasi yang berguna mengenai sifat fisik
berdasarkan obsevasi terhadap sistem tersebut. Pendapat diatas masih bersifat
umum, bukan secara langsung mendefinisikan seismik inversi. Berdasarkan uraian
sebelumnya bahwa inversi merupakan proses yang secara langsung menentukan
nilai impedansi dengan data trace seismik yang ada. Nilai impedansi berhubungan
dengan koefisien refleksi lapisan bumi yaitu (Schultz, 1994);
i
lapisan permukaan itu sendiri yang kemudian dimodelkan ke depan dalam rekaman seismik (Sukmono, 1999). Algoritma pemodelan ke depan merupakan suatu proses konvolusi antara wavelet seismik terhadap deret koefisien refleksi pada permukaan. Dengan kata lain, inversi seismik merupakan pemodelan ke belakang , dimana inputnya merupakan rekaman seismik yang dimodelkan inversi ke dalam penampang AI. Algoritma pemodelan inversi ini pada dasarnya, merupakan dekonvolusi antara rekaman seismik dan gelombang seismik yang kemudian menghasilkan penampang seismik.
Koefisien Refleksi dari Data Log * Wavelet = Sintetik Seismogram (Sumuran)
Sintetik Seismogram / Wavelet = Koefisien Refleksi (Sumuran dan
Luar Sumuran)
Gambar 5. pemodelan ke depan dan ke belakang (Sukmono, 2000).
Secara umum metoda seismik inversi adalah suatu proses untuk mengubah data
seismik yang berupa kumpulan nilai-nilai amplitudo ke dalam kumpulan nilai
impedansi. Proses utama yang dilakukan dalam metoda ini adalah dekonvolusi
yang mengubah dari trace seismik menjadi reflektifitas. Walaupun setiap
perangkat lunak memiliki langkah-langkah yang berbeda, terdapat kesamaan
proses yang penting dalam seismik inversi seperti pengikatan data sumur dengan
data seismik, estimasi wavelet, pemodelan geologi, dan proses inversinya sendiri.
Metoda seismik inversi terbagi menjadi dua berdasarkan proses stack data
seismiknya, yaitu inversi pre-stack dan inversi post-stack. Inversi pre-stack dapat
amplitudo terhadap offset. Sedangkan di bawah ini akan dibahas sedikit tentang
beberapa inversi post-stack yaitu inversi rekursif, sparse spike, dan model based.
Gambar 6. Tipe-tipe teknik inversi seismik (Sukmono, 1999). 3.7. Metode Seismik Inversi
3.7.1. Inversi bandlimited
Inversi rekursif atau disebut dengan inversi bandlimited adalah algoritma inversi
yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah trace
seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah difilter oleh wavelet
fasa nol. Metoda ini paling awal digunakan untuk menginversi data seismik
impedansi lapisan berikutnya ditentukan secara rekursif dan tergantung nilai
impedansi akustik lapisan di atasnya dengan perumusan sebagai berikut
Keuntungan penggunaan Metoda Seismik Inversi Rekursif daintaranya sebagai
berikut:
a. Metoda ini menggunakan data seismik sebagai input, sehingga berdasarkan
trace seismik dan menggunakan wavelet berfasa nol agar memberikan hasil
yang baik.
b. Metoda ini merupakan metoda yang sederhana dengan algoritma yang terbatas
yang memberikan hasil berupa resolusi dengan bandwidth yang sama dengan
data seismik.
Permasalahan yang terjadi pada inversi rekursif adalah sebagai berikut:
a.Kehilangan komponen frekuensi rendah (efek bandlimited). Seismik inversi
rekursif didasarkan pada dekonvolusi klasik yang mengasumsikan
reflektivitas random dan wavelet dengan fasa minimum atau nol, akibatnya
hanya dihasilkan wavelet berfrekuensi tinggi dan tidak mencakup deret
koefisien refleksi secara lengkap.
b. Sensitif terhadap noise akibat tanpa memperhitungkan bentuk wavelet dasar,
sehingga dapat menghasilkan lapisan baru yang semu.
3.7.2. Inversi Model Based
Inversi Model Based mengikuti model konvolusi. Pada inversi Model Based,
reflektivitas didefinisikan sebagai sekuen yang memberikan kecocokan yang
paling baik pada data seismik. Dengan kata lain, kita mencari reflektivitas yang
dikonvolusikan dengan wavelet untuk memberikan pendekatan yang terbaik
dengan trace seismik. Inversi Model Based dikembangkan untuk memecahkan
noise, bad amplitude, dan bandlimited seismik data (Sukmono, 1999).
Keuntungan penggunaan metoda inversi berbasiskan model antara lain:
a. Metoda ini menghindari inversi secara langsung dari data seismik itu sendiri.
b. Hasil keluaran inversi merupakan bentuk model yang dapat sesuai dengan data
input.
c. Nilai kesalahan terdistribusi dalam solusi dari proses inversi.
d. Efek multipel dan adanya atenuasi dapat ditampilkan dalam model.
Kekurangan menggunakan metoda inversi berbasis model adalah:
a. Sifat sensitif terhadap bentuk wavelet, dimana dua wavelet berbeda dapat
mengahasilkan trace seismik yang sama.
b. Sifat ketidak-unikan untuk wavelet tertentu dimana semua hasil sesuai dengan
trace seismik pada lokasi sumur yang sama.
3.7.3. Inversi Sparse–Spike
Metoda inversi sparse-spike mengasumsikan bahwa reflektivitas suatu model
dianggap sebagai rangkaian spike yang jarang dan tinggi ditambahkan deret spike
kecil dan kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model
tersebut. Inversi sparse-spike menggunakan parameter yang sama seperti inversi
berbasis model dengan konstrain. Input parameter tambahan pada metoda ini
adalah menentukan jumlah maksimum spike yang akan dideteksi pada tiap trace
seismik dan treshold pendeteksian spike. Setiap penambahan spike baru yang lebih
kecil dari spike sebelumnya akan memodelkan trace lebih akurat lagi. Keuntungan
a. Data yang digunakan dalam perhitungan, sama seperti pada proses inversi
rekursif.
b. Dapat menghasilkan inversi secara geologi.
c. Informasi frekuensi rendah termasuk dalam solusi secara metematik.
Kekurangan metoda Inversi Sparse-Spike antara lain:
a. Hasil akhir inversi ini kurang detail.
b. Hanya komponen “blocky” saja yang terinversikan.
c. Secara statistik, subyek metoda inversi jenis ini digunakan untuk data yang
mempunyai masalah noise.
3.8. Metoda Multi-Atribut
Analisis seismik multi-atribut adalah salah satu metode statistik menggunakan
lebih dari satu atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik dari bumi. Pada
analisa ini dicari hubungan antara log dengan data seismik pada lokasi sumur dan
menggunakan hubungan tersebut untuk memprediksi atau mengestimasi volum
dari properti log pada semua lokasi pada volum seismik. Statistik dalam
karakteristik reservoir digunakan untuk mengestimasi dan mensimulasikan
hubungan spasial variabel pada nilai yang diinginkan pada lokasi yang tidak
mempunyai data sampel terukur. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang sering
terjadi di alam bahwa pengukuran suatu variabel di suatu area yang berdekatan
adalah sama. Kesamaan antara dua pengukuran tersebut akan menurun seiring
dengan bertambahnya jarak pengukuran. Mengidentifikasi tiga sub-kategori utama
pada teknik analisa multiatribut yaitu:
a. Perluasan dari co-kriging untuk melibatkan lebih dari satu atribut sekunder
b. Metode yang menggunakan matriks kovariansi untuk memprediksi suatu
parameter dari atribut input yang telah diberikan bobot secara linear.
c. Metode yang menggunakan Artificial Neural Networks (AANs) atau
teknik optimisasi non-linear untuk mengkombinasikan atribut-atribut
menjadi perkiraan dari parameter yang diinginkan.
3.9. Atribut Amplitudo
Atribut amplitudo merupakan atribut terdasar dari tras seismik yang diturunkan
dari perhitungan statistik. Atribut amplitudo ini banyak digunakan untuk
mengidentifikasi anomali amplitudo akibat adanya hidrokarbon seperti bright spot
ataupun dim spot. Amplitudo seismik juga umum digunakan untuk pemetaan
fasies dan sifat reservoir. Perubahan lateral amplitudo sering dipakai pada
studi-studi stratigrafi untuk membedakan satu fasies dengan fasies lainnya. Misalnya
secara umum lapisan-lapisan yang konkordan akan mempunyai amplitudo yang
lebih tinggi, “hummocky” sedikit lebih rendah dan “chaotic” paling rendah.
Lingkungan yang kaya akan pasir umumnya mempunyai amplitudo yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang kaya akan serpih. Perbedaan rasio batupasir dan
batuserpih ini dengan mudah dapat dilihat pada peta amplitudo. Kegunaan atribut
amplitudo adalah untuk mengidentifikasi parameter-parameter diantaranya gros
litologi, akumulasi gas dan fluida, dan gros porositas batupasir.
3.9.1. Amplitudo RMS (Root Mean Square)
Amplitudo RMS merupakan akar dari jumlah energi dalam domain waktu
(amplitudo dikuadratkan) bisa dikatakan amplitudo rata-rata dari jumlah
24.46
maka Amplitudo RMS sangat sensitif terhadap nilai amplitudo yang ekstrim dapat
juga berguna untuk melacak perubahan litologi seperti pada kasus pasir gas.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non
Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur PRB-21,
PRB-26 dan PRB-29 yang memiliki kelengkapan data log (checkshot, sonic,
density dan neutron porosity). Sedangkan jumlah sumur yang ada pada lapangan “PRB” adalah 56 sumur dengan 9 sumur minyak, 6 sumur gas dan sisanya
suspended well.
5.2. Analisis Crossplot
Berikut analisis Crossplot yang dilakukan pada penelitian ini;
Gambar 11.Crossplot Density vs AI (kiri) dan Porosity vs AI (kanan) dari layer TKF hingga BKF
Pada analisis crossplot penelitian ini nilai untuk cut off Gamma Ray adalah 91
GAPI. Analisis Crossplot Density versus AI tidak dapat memisahkan sand dan
shale, begitu juga pada analisis crossplot Porosity versus AI. Overlaping yang
terjadi pada analisis crossplot ini dikarenakan window antara top marker hingga
bottom marker yang terlalu lebar yaitu sekitar ± 450 ms. Penyebab lain
dikarenakan formasi pada penelitian ini adalah sand dengan sisipan shale. Untuk
mendapatkan analisis crossplot yang baik, pada penelitian ini crossplot digunakan pada TKF hingga TKF’ dan BKF hingga BKF’.
AI
Density
AI
Berikut analisis crossplotnya;
Gambar 12.Crossplot Porosity vs AI (kiri) dari layer TKF –TKF’ dan dari BKF –BKF’
Pada (Gambar 12) sudah dapat dipisahkan antara shale dan sand dengan
menggunakan marker bayangan dari TKF yaitu TKF’, begitu pula dapat
dipisahkan antara shale dan sand dengan menggunakan marker bayangan dari BKF yaitu BKF’.
5.3. Ekstraksi Wavelet dan Well-Seismik Tie
Proses ekstraksi wavelet dapat dilakukan dengan beberapa metoda.
a. Dengan menggunakan cara statistik, yaitu dengan mengekstraksi wavelet dari
volume data seismik disekitar zona target, dan
b. Menggunakan data sumur, dimana wavelet diekstraksi disekitar lokasi sumur.
AI AI
Sumur dikonversi dari kedalaman menjadi fungsi waktu dengan menggunakan
data chekshot. Proses ekstraksi wavelet tersebut dilakukan secara berulang (try
and error) hingga menghasilkan correlate yang tinggi.
Tabel 6. Perbandingan Ekstraksi Wavelet Statistical dan Usewell Wavelet PRB- 21 PRB - 26 PRB – 29 Rata- Rata
Correlation Correlation Time
Shift
Correlation Time
Shift
Correlation Time
Shift
Usewell 0,704 0 0,518 0 0,460 0 0,5606
Statistical 0,704 0 0,834 0 0,613 0 0,7177
Korelasi adalah metode untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan dua peubah
atau lebih yang digambarkan oleh besarnya koefisien korelasi. Koefisien korelasi
adalah koefisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan antar dua
variabel atau lebih. Besaran dari koefisien korelasi tidak menggambarkan
hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih, tetapi semata-mata
menggambarkan keterkaitan linier.
Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi wavelet dengan metoda diatas. Dari
beberapa metoda yang digunakan tersebut, korelasi yang paling baik untuk sumur
PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 adalah hasil ekstraksi wavelet menggunakan
metoda statistical disekitar marker saja yaitu -15 ms dari TKF dan + 15 ms dari
Gambar 13. Bentuk geometri dan amplitudo hasil ekstraksi wavelet
Wavelet hasil ekstraksi ini kemudian dikonvolusikan dengan impedansi akustik
(sonic dikalikan density) untuk membuat seismogram sintetik yang akan
digunakan dalam proses well seismic tie. Sebelum melakukan proses well seismic
tie ini, data sumur (sonic) terlebih dahulu dikonversi dari domain kedalaman
menjadi domain waktu dengan menggunakan data checkshot. Proses well seismic
tie pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh proses stretch/squeeze dengan toleransi
pergeseran sekitar 10 ms. Batas pergeseran tersebut perlu diperhatikan karena jika
melebihi 10 ms akan menyebabkan data sumur mengalami shifting. Hal ini akan
berpengaruh pada saat penentuan nilai fasa dari data sumur tersebut, dimana nilai
fasanya akan mengalami pergeseran dari nilai fasa sebenarnya.
Proses pemilihan wavelet sangat mempengaruhi nilai korelasi yang didapatkan
pada saat proses well tie. Korelasi yang baik antara seismogram sintetik yang
dihasilkan wavelet pilihan dengan trace seismik dapat memudahkan dalam proses
Gambar 14. Well Seismic Tie sumur PRB-21 pada crossline 467 dan inline 273.
Gambar 15. Well Seismic Tie sumur PRB-26 pada crossline 532 dan inline 484.
Korelasi = 0,744
Seismogram sintetic
Korelasi = 0,834
Trace Seismic
Seismogram sintetic
Gambar 16. Well Seismic Tie sumur PRB-29 pada crossline 461 dan inline 575.
5.4. Identifikasi Patahan dan Penarikan Horison
Picking horizon yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada Top Keutapang
dan Bottom Keutapang Formasi yang merupakan zona interest penelitian, dengan
dipandu oleh well marker sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29. Picking horizon
pada Top Keutapang Formasi berada pada peak sedangkan pada Bottom
Keutapang Formasi terletak pada Through. Pada picking horizon layer TKF dan
BKF ini dilakukan pada software Petrel 2009.1.Hal itu disebabkan lebih baiknya
tampilan kontras warna sehingga kemenerusan reflektor dan identifikasi patahan
akan lebih baik. Kesulitan picking horizon pada penelitian ini dikarenakan data
seismik yang digunakan dalam penelitian adalah data 3D maka diperlukan quality
control pada inline. Output dari picking horizon ini yaitu time map. Korelasi = 0,674
Seismogram
sintetic
Gambar 17. Horizon pada layer TKF (biru) dan BKF (hitam) penampang seismik xline 467.
Gambar 18. Time Map layer TKF (kiri) dan layer BKF (kanan).
TKF
5.5. Inversi Model Based Hard Constrain
5.5.1. Model Inisial
Model inisial merupakan nilai AI sumur yang diperoleh dari perkalian log densitas
(RHOB) dengan log sonic. Model inisial direkonstruksi dari data tiga sumur
acuan yaitu sumur PRB-21, PRB-26 dan PRB-29 yang telah terkorelasi secara
baik sehingga dapat digunakan sebagai kontrol hasil inversi terhadap kemenerusan
lapisan secara lateral.
Gambar 19. Penampang Initial Model pada Xline 467 melewati sumur PRB -21
5.5.2. Analisis Inversi
Pada peneltian ini menggunakan metode inversi Modelbased Hard Constrain,
sebelumnya juga dilakukan perbandingan terhadap inversi Bandlimited dan Linier
Sparse Spike. Teknik Inversi Modelbased Hard Constrain lebih baik dari teknik
inversi lainnya dikarenakan metode ini pada saat dilakukan trial and error,
metode ini memiliki tingkat error yang kecil dan memiliki korelasi yang besar
Tabel 7. Analisis Inversi Model Based, Bandlimited dan Sparse Spike pada tiga sumur acuan
Teknik Inversi
PRB-21 PRB-26 PRB-29
Error AI Korelasi Error AI Korelasi Error AI Korelasi
Model Based 903,95 0,9842 769,63 0,9775 1521,23 0,9548 Bandlimited 1202,43 0,8537 1079,51 0,8438 1768,79 0,9331 Sparse Spike 966,79 0,9060 917,67 0,9470 1916,96 0,9179
5.6. Multiatribut
Multiatribut bertujuan memodelkan log sumur dari hasil ektraksi/turunan data
seismik untuk mencari atribut-atribut yang memiliki korelasi terbaik antara model
log dengan log sumur (log daerah penelitian). Nilai error dan korelasi dihasilkan
dari persamaan regresi linear antara data log dengan data atributnya. Pada
multiatribut AI, porositas dan kecepatan sudah baik dan terlihat menerus
(Gambar 20 s.d. 22). Pada multiatribut Acoustic Impedance didapatkan
Correlation 0,919 dengan Average error 0,081 ((ft/s)*(g/cc)) dari Validation
(Gambar 24), sedangkan hasil crossplot diperoleh nilai error 0,01 dan correlation
sebesar 0,990 (Gambar 23). Multiatribut untuk Porosity didapatkan nilai Average
error 0,203 (%) dengan correlation 0,797 dari Validation (Gambar 24),
sedangkan hasil crossplot diperoleh nilai error 0,19 dan correlation sebesar 0,809
(Gambar 23). Pada Multiatribut density Average error 0,15 (gr/cc) dengan
correlation 0,85 dari Validation, sedangkan hasil crossplot diperoleh nilai error
0,12 dan correlation 0,878. Pada Multiatribut P-wave didapatkan nilai Average
error 0,07 (gr/cc) dengan correlation 0,93 dari Validation (Gambar 24),
Gambar 20. Penampang vertikal multiatribut AI pada X-line 467
Gambar 21. Penampang vertikal multiatribut Porosity pada X-line 467
Gambar 23. Analisis crossplot multiatribut dari porositas, densitas dan akustik impedansi
Gambar 24. Analisis validasi multiatribut dari porositas, densitas dan akustik impedansi
5.7. Ekstraksi Atribut RMS
Setelah didapatkan peta struktur waktu dari hasil kontur pada layer TKF dan BKF
kemudian dilakukan ekstraksi atribut seismik dengan bantuan Petrel 2009.1.
Atribut seismik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu atribut amplitudo RMS.
Ekstraksi atribut amplitudo RMS dilakukan pada volume Data awal 3D seismik
Non Preserve. Penggunaan atribut ini dilakukan untuk melihat penyebaran sand.
Berdasarkan anomali RMS amplitude yang tinggi di indikasikan mempunyai
lapisan sand yang tebal.
Gambar 25. Time map Overlay RMS Amplitude data segy
Lingkungan yang kaya akan pasir umumnya mempunyai amplitudo yang lebih
tinggi dibandingkan dengan yang kaya akan serpih. Perbedaan rasio
batupasir-batuserpih ini dengan mudah dapat dilihat pada peta amplitudo. Gambar atribut
Amplitudo RMS diatas menunjukan bahwa anomali amplitudo tinggi merata di
nilai amplitudo 45.000 hingga 65.000 (Gambar 25). Anomali tinggi ini disebabkan
karena adanya kontras impedansi dari kontak antara batu pasir yang memiliki
impedansi yang lebih tinggi dengan batu lempung yang memiliki impedansi lebih
rendah. Alasan mengapa kontras impedansi yang dibandingkan adalah antara sand
stone dengan shale karena pada umumya pada lapisan reservoir di lapangan “PRB” ini terdapat perselingan antara sand stone dengan shale. Dengan
menghubungkan nilai atribut amplitudo serta overlay map dari hasil multiatribut
pada lapangan PRB akan membantu dalam penentuan zona prospek secara lateral.
Daerah anomali tinggi tersebut berada disekitar tutupan (antiklin) yang
memungkinkan hidrokarbon terjebak didalamnya.
5.8. Penentuan Sumur Usulan
Penentuan sumur usulan pada zona prospek hidrokarbon dilakukan berdasarkan
peta atribut RMS Amplitude, peta porositas, peta AI, peta densitas dan peta
kecepatan berikut adalah lokalisir sumur usulan pada zona prospek layer TKF
dan BKF. Pada Penentuan sumur usulan ini diawali dari daerah yang mempunyai
sand yang tebal dilihat dari sebaran RMS Amplitude. Setelah itu zona yang
mempunyai daerah sand tebal di overlay pada daerah yang memiliki Low AI, Low
Density, Low P-wave dan high Porosity. Pada Penelitian ini dilakukan 2 (dua) kali
analisis zona prospek layer TKF dan layer BKF masih besarnya cadangan pada
layer TKF sekitar 1954 juta barrel, sedangkan pada layer BKF memiliki nilai
cadangan 1850 juta barrel. Hal ini dilakukan dikarenakan window antara layer
menggunakan dua software yaitu Petrel 2009.1 dan Humpson Russel 8 untuk
mengetahui sebaran property batuan yang di analisis multiatribut. Pada
kenampakan sebaran property batuan dari hasil Petrel 2009.1 dan Humpson
Russel 8 tidak ada perbedaan, hanya penampang pada Humpson russel 8 tidak di
overlay pada time map. Maka dalam pengidentifikasian zona produktif pada hasil
Petrel 2009.1 dan Humpson Russel 8 tidak ada perbedaan. Penentuan sumur
usulan pada zona prospek layer TKF dan BKF ini diambil pada daerah reservoir
sepanjang antiklin yang memanjang baratlaut-tenggara pada daerah tinggian yaitu
sekitar 650 s.d. 750 m/s (Gambar 26). Sumur usulan pada layer TKF berada dekat
sumur PRB-26 yaitu pada baratlaut dan dekat sumur PRB-29 yaitu pada arah
Barat. Penentuan sumur usulan pada zona prospek layer TKF berdasarkan low
acoustic Impedance sekitar 17.470 s.d. 18.600 ((ft/s)*(g/cc)), high porosity sekitar
25,5 s.d. 27 %, low Density sekitar 2,325 s.d. 2,478 (g/cc) dan low P-wave sekitar
2.300 s.d. 2.530 m/s (Gambar 27). Sumur usulan pada zona prospek pada layer
BKF terdapat pada arah baratlaut dari sumur PRB-29 masih dalam daerah
reservoir lapangan “PRB” memiliki nilai Low Acoustic Impedance sekitar 19.600
s.d. 20.800 ((ft/s)*(g/cc)), high porosity sekitar 21,58 s.d. 22,5 %, low Density
sekitar 2,28 s.d. 2,456 (g/cc) dan low P-wave sekitar 2.700 s.d. 2.900m/s (Gambar
Gambar 26. Sumur usulan pada Time Map layer dan RMS Amplitude layer TKF dan BKF
Gambar 27. Sumur usulan pada slicing beberapa property layer TKF dari Software Petrel 2009.1.
Gambar 28. Sumur usulan pada slicing beberapa property layer BKF dari Software Petrel 2009.1