• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosiologi pertambangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sosiologi pertambangan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

PT Freeport Indonesia merupakan sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia. PT Freeport Indonesia salah satu perusahaan tambang terkemuka di dunia yang melakukan eksplorasi, menambang, dan memproses bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.

Perusahaan ini merupakan pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di Distrik Tembagapura, Kabupaten Timika, Provinsi Papua.

B. PERMASALAHAN

a. Bagaiamana sejarah PT. Freeport Indonesia?

b. Bagaimana perbandingan antara kebijakan pemerintah dengan kebijakan PT. Freeport Indonesia?

c. Kasus-kasus apa saja yang terjadi di PT. Freeport Indonesia?

C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui sejarah PT. Freeport Indonesia

b. Untuk membandingkan antar kebijakan pemerintah dan kebijakan PT. Freeport Indonesia

(2)
(3)

BAB II

yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.

Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tibatiba jauh di -pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.

(4)

Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.

Pada pertengahan tahun tiga puluhan, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.

Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian.

(5)

Pimpinan tertinggi Freeport di masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Beliau bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.

(6)

Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian Renville.

B. Perbandingan Antara Kebijakan Pemerintah dengan Kebijakan PT. Freeport Indonesia

A. Kebijakan Pemerintah

Peraturan dasar yang mengatur usaha pertambangan di Indonesia adalah UU No 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. strategis, seperti migas, batubara, dan timah. Kedua, bahan galian golongan B atau vital, seperti emas, tembaga, intan. Ketiga, bahan galian golongan C atau bukan strategis dan bukan pula vital, seperti batu granit dan pasir.

(7)

Sementara untuk bahan galian yang strategis dan tidak vital dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat I tempat terdapatnya bahan galian itu.

Usaha pertambangan ini dapat meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, dan penjualan. Usaha pertambangan bahan galian strategis dan vital hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau perorangan berdasarkan Kuasa Pertambangan (KP) yang diberikan dengan surat keputusan menteri.

Sementara usaha pertambangan bahan galian yang tidak tergolong strategis maupun vital dapat dilakukan dengan Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD). Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral dapat menunjuk swasta nasional atau swasta asing untuk melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat ditangani sendiri oleh instansi pemerintah atau perusahaan negara pemegang KP.

Pasang surut investasi di pertambangan amat ditentukan oleh kemudahan dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu,modal asing dalam industri pertambangan juga bergantung kepada kebijakan peraturan pendukungnya. Investor asing tentu tidak mau mempertaruhkan modalnya dengan sia-sia. Pasalnya, investasi di pertambangan membutuhkan modal besar, teknologi tinggi, serta risiko yang amat besar.

(8)

Masa emas

Tiga bulan setelah terbitnya UU Penanaman Modal Asing, pada April 1967 Freeport adalah pemodal asing pertama yang masuk ke Indonesia. Setelah itu, pada kurun 1968 masuk 16 pertambangan luar negeri, seperti Inco, Bliton Mij, Alcoa, Kennecott, dan US Steel. Saat itu, Kontrak Karya (KK) sebagai produk hukum pertambangan sudah diterima kalangan untuk melaksanakan usahanya sejak tahap survei, eksplorasi, eksplorasi, sampai dengan tahap eksploitasi, pengolahan, sampai ke penjualan hasil usahanya. Jadi, tidak ada pemisahan antara tahap praproduksi dan tahap operasi produksi.

(9)

Mulai 1981 hingga 1995, penanaman modal asing (PMA) di pertambangan batubara tidak berlaku lagi KK pertambangan, tetapi Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batubara (KKS Batubara) yang kemudian berganti menjadi Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan (PKP2B). Jika dalam KK Pertambangan yang menjadi principal adalah pemerintah, maka dalam KKS Batubara dan PKP2B yang menjadi principal adalah perusahaan tambang batubara negara selaku pemegang Kuasa Pertambangan. KKS Batubara pun telah diterima dunia pertambangan internasional.

Dari sentralisasi ke desentralisasi

Sejak era reformasi, gagasan otonomi daerah terus bergulir, sehingga menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma. Paradigma pembangunan yang bersifat sentralistik atau top-down dan hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi bergeser ke paradigma pembangunan yang berlandaskan prinsip dasar demokrasi, kesetaraan, dan keadilan dalam bentuk otonomi daerah.

Pada awal pemerintahannya (1966-1971), sistem politik Orde Baru masih demokratis yang memberikan peluang desentralisasi. Namun, sejak 1971 hingga tumbangnya rezim Soeharto, sistem politiknya otoriter yang memiliki karakter ortodoks. Sejak 1998, konfigurasi politik Indonesia kembali menuju demokratis. Indonesia membuka lembaran baru dengan memberikan kewenangan dan kemungkinan pengembangan inisiatif daerah yang sebesar-besarnya dalam kerangka negara kesatuan.

(10)

Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan perkembangan mendasar terhadap kebijakan pertambangan nasional. Sentralisasi makin tidak populer dan berganti menjadi desentralisasi. Semangat kedua UU ini ini dalam pendayagunaan sumberdaya mineral adalah pendelegasian kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan dan perimbangan yang lebih jelas dan wajar atas penerimaan negara antara pusat dan daerah.

Otonomi daerah merupakan landasan tambahan bagi penyusunan kebijakan pertambangan nasional, terutama jika dikaitkan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sebelum adanya UU No.25/1999, sudah ada iuran pertambangan berupa iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) dan iuran tetap (land-rent) bumi yang dibagihasilkan ke daerah. Sesuai dengan PP No.32/1969, bagian pemerintah pusat 30% dan daerah 70% dari total iuran pertambangan. Bahkan berdasarkan PP No.79/1992, bagian porsi daerah menjadi 80%. Perinciannya, propinsi 16% dan daerah tingkat II 64%.

Dalam UU No.25/1999, pembagiannya tidak jauh berbeda, tetapi royalty dan land-rent dipisahkan. Selain itu, ada perbedaan pendapatan antara propinsi dan kabupaten atau kota. Untuk iuran tetap, pembagiannya 20% untuk pusat, 16% untuk kabupaten/kota propinsi, dan 64% untuk kapupaten atau kota penghasil. Sementara untuk royalty,pembagiannya 20% untuk pusat, 16% untuk kabupaten/kota propinsi, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan kabupaten/kota lain dalam propinsi.

(11)

banyak daerah yang belum siap melaksanakan otonomi daerah.

B. Kebijakan Perusahaan ( PT. Freeport Indonesia)

Adapun Kebijakan Perusahaan PT. Freeport Indonesia adalah : a. PTFI hanya percaya melakukan bisnis dengan pemasok,

kontraktor, konsultan dan mitra bisnis lainnya yang menunjukkan standar tinggi dalam etika perilaku bisnis.

b. PTFI akan memastikan bahwa seluruh karyawan membaca, memahami dan mengikuti Prinsip-prinsip tersebut dalam segala hal yang dikerjakan.

c. Kebijakan kami adalah untuk tunduk pada hukum negara tempat kita beroperasi, juga untuk melakukan bisnis sesuai dengan Prinsip-prinsip dan nilai-nilai kami. Jika budaya setempat atau praktik-praktik setempat berbeda dari standar yang tercantum dalam PBC, yang dilakukan adalah mengikuti Prinsip-prinsip dalam PCB. Jika ada konflik yang serius dengan harapan setempat, kami akan berkonsultasi dengan pejabat Kepatuhan yang ditunjuk untuk menentukan cara yang tepat untuk melakukan bisnis di lokasi tersebut.

d. PTFI akan melatih semua karyawan dalam Prinsip-prinsip ini. Semua karyawan baru akan menerima pelatihan seperti ini selama masa orientasi mereka di perusahaan dan pelatihan tambahan mengenai Prinsip-prinsip akan diberikan secara berkala.

C. Kasus-Kasus yang terjadi di PT.Freeport Indonesia 1. Metode penambangan

(12)

menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem. Oleh karenanya, pemanfaatan sumberdaya mineral ini haruslah dilakukan secara bijaksana dan haruslah dipandang sebagai aset alam sehingga pengelolaannya pun harus juga mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang.

2. Kebijakan dari pemerintah.

Ketidaktegasan pemerintah dalam mengambil sikap merupakan angin segar bagi PT Freeport Indonesia untuk dapat melanjutkan penambangannya di tanah Papua. Padahal telah kita ketahui bersama bahwa dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh PT Freeport Indonesia sangat besar. Jika hal ini terus dilanjutkan maka generasi yang akan datang tidak dapat menikmati lagi kekayaan alam yang ada di Indonesia.

3. Pembuangan limbah yang tidak pada tempatnya.

Limbah yang dihasilkan dari proses penambangan PT Freeport sangat banyak. Limbah-limbah tersebut merupakan limbah yang tidak dapat di daur ulang. Selain itu pembuangan limbah di DAS Ajkwa dan danau Wanagon menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Tentunya sungai ajkwa dan danau wanagon sudah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh penduduk setempat karena sudah tercemar dan berbahaya bagi

kehidupan sehari-hari.

4. Prosedur penambangan.

(13)
(14)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

PT Freeport Indonesia merupakan sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak.

PT Freeport Indonesia juga merupakan pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia. PT. Freeport Indonesia pun memiliki beberapa kebijakan. Namun, PT. Freeport Indonesia memiliki akar permasalahan pada Metode Penambangan, Kebijakan Dari Pemerintah,Pembuangan Limbah Yang Bukan Pada Tempatnya, dan Prosedur Penambangan.

B. SARAN

(15)
(16)

DAFTAR PUSTAKA

http://daditzberpikir.blogspot.sg/2008/10/permasalahan-pt-freeport-indonesia.html

http://sosiopage.blogspot.sg/2012/01/freeport-indonesia-homophone-repot.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Freeport_Indonesia

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol4183/kebijakan-pertambangan-dari-sentralisasi-ke-desentralisasi

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Studi Kasus PT. Freeport Indonesia, Papua” kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepadasemua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.

Makassar, 21 Mei 2014

Penyusun

(18)

DAFTAR ISI

Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi

Bab I : Pendahuluan

I. Latar Belakang... 1 II. Permasalahan... 1 III. Tujuan... 1

Bab II : Pembahasan

I. Sejarah PT. Freeport Indonesia... 2

II. Kebijakan Pemerintah Dengan Kebijakan Perusahaan ... 4

III. Kasus-Kasus PT. Freeport Indonesia... 8

Bab III : Penutup

I. Kesimpulan... 11 II. Saran... 11

Lampiran Gambar... 12

Daftar Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

perdebatan dalam literature akuntansi perilaku selama tiga dasawarsa terakhir, Partisipasi Penyusunan PPh Badan merupakan pendekatan kinerja yang dialokasi pada

Tahap starting suatu beban harus dipertimbagnkan secara matang, mungkin pada saat pelepasan sistem cepat kembali normal dan tidak terjadi kelebihan suplai namun bila saat

Diagram Tegangan Regangan Tulangan Biasa (Budiadi, 2008) Selain baja yang ditarik, beton prategang juga menggunakan baja tulangan biasa dalam bentuk batangan (bars), kawat atau

Sistem Pengendalian Intern (SPI) entitas, baik terhadap perencanaan maupun pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dana dekonsentrasi bidang pendidikan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para pembaca pada umumnya dan untuk dapat mengetahui keterangan mengenai penerapan Sistem Informasi

Tabel 3: Daftar Kode Angka Inventaris UMM (Barang dan Asset). No Nama Aset dan

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Kotler (2011: 63) yang menyatakan harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat formulasi sediaan liposom yang mengandung ekstrak etanol kunyit dengan karakter yang paling baik dan mengetahui