• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan Pengawasan dalam Kegiatan Intelijen Terhadap Penyelundupan Barang Palsu dan Bajakan di Bidang Kepabeanan ditinjau dari Hukum Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindakan Pengawasan dalam Kegiatan Intelijen Terhadap Penyelundupan Barang Palsu dan Bajakan di Bidang Kepabeanan ditinjau dari Hukum Internasional"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. Didi. (1995). Sekilas perihal yang bertalian dengan organisasi

ekonomi perdagangan Internasional, Pusdiklat Niaga Departemen Perdagangan,

Jakarta.

Ali, M. Purwito. (2008). Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang), Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Ali, Muchamad Safa’at. (2011). Intelijen Negara dalam Negara Hukum yang Demokratis, Universitas Brawijaya, Fakultas Hukum.

Anwar, Syaiful. (2011). Mengenal World Customs Organization (WCO),

Widyaiswara Utama Pusdiklat Bea dan Cukai.

Aryaji, Susanti. (2009). Latar Belakang Kerjasama Perdagangan Internasional di

Bidang Kepabeanan, Elexmedia Komputindo, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktik,

Penerbit Rineka Cipta, Edisi revisi VI, Jakarta.

Arifin, Sjamsul (dkk). (2004). Kerja sama perdagangan Internasional: peluang

dan tantangan bagi Indonesia.PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Barutu, Christhophorus. (2007). Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan

Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. (2011).

Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization). Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. (2010).

Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), Jakarta: Penerbit Yayasan Obor

Indonesia.

Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. (2010).

Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), Jakarta: Penerbit Yayasan Obor

Indonesia.

Bossche, Peter Van Den (dkk). (2010). Pengantar Hukum Kepabeanan :

Pengawasan Intelijen Negara. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

Buana, Mirza Satria. (2007). Hukum Internasional Teori dan Praktek, Penerbit

(2)

Basri, Husni Siregar. (1998). Perkembangan Hukum Organisasi Internasional,

Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat (KSHM), FE, Medan.

Dimyati, Ahmad. (2011). Modul : Undang-Undang Pabean, Kementerian

Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat

Bea Dan Cukai, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (1995). Pertumbuhan & Perkembangan Bea

dan Cukai Dari Masa ke Masa – Jilid II, Penerbit Yayasan Bina Ceria, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (1997). Deklarasi Columbus, Jakarta.

(1993). Kovensi Internasional Tentang Penyederhanaan dan

Penyelarasan Prosedur Pabean, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (1999). WTO (World Trade Organisation), Menuju Perdagangan Masa depan.

Dwi, Rita Lindawati. (2011). Bahan Ajar Undang-Undang Kepabeanan, Program

Diploma III Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, Sekolah Tinggi Akuntansi

Negara, Jakarta.

Felix, R. Mulyanto dan Endar Sugiarto. (2007). Pabean, Imigrasi, dan Karantina,

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gandasubrata, Purwata. (2010). Peranan Bea dan Cukai dalam Memberantas

Penyelundupan, Cetakan 1, Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia Cabang Mahkamah

Agung Republik Indonesia, Jakarta.

G, Sartan. (2010). Kepabeanan: Pengantar Hukum Pabean Positif di

Internasional, Djambatan, Semarang.

Gautama, Sudarto. (1994). Segi-Segi Hukum Perdagangan Internasional (GATT

dan GSP), PT. Citra Aditya Bukti, Bandung.

Hata. (1998). Aspek-aspek Hukum dan Non Hukum Perdagangan Internasional

dalam sistem GATT dan WCO. Bandung: STHB Press.

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan. (2011). Penerbit Fokusmedia,

Bandung.

Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan Agreement Establishing The

World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan

(3)

Jemadu, Aleksius. (2007). Praktek-Praktek Intelijen Dan Pengawasan Demokratis

- Pandangan Praktisi: Kelompok Kerja Intelijen DCAF, Publikasi DCAF - FES SSR

Vol. II, Jakarta.

Kartajoemana, H.S. (2006). GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga

Internasional di Bidang Perdagangan, Jakarta: Penerbit UI-Press.

Kharisma, Imam Makkawaru. (2011). Kepabeanan Internasional, Kementerian

Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat

Bea Dan Cukai, Jakarta.

Kusnanto, Anggoro. (2004). Badan intelijen negara dan keamanan nasional,

Stanley,ed, Jakarta, ProPatria.

Luc De Wulf, Jose B. Sokol. (2005). Customs Modernization Handbook, Washington, D.C., The World Bank

Maman, Ade Suherman. (2003). Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi

Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nazir, Daeng. (1996). Post Audit dalam Sistem Kepabeanan di Indonesia,

Makalah, Seminar Nasional UU Kepabeanan dan UU Cukai, Surabaya.

Purwito, Ali. (2011). Reformasi Kepabeanan: Undang-Undang No.17 Tahun 2006

Pengganti Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Cetakan

Pertama, Penerbit Graha Ilmu.

Peter, Mahmud. (1996). The Function of General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), Jakarta.

R. Soeroso. (2006). Pengantar Ilmu Hukum, cet. VIII, Jakarta: Sinar Grafika.

Sani, Abdul dkk. (2007). Buku Pintar Kepabeanan, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Saly, Jeane Netje. (2004). Analisis Yuridis Ketentuan Hukum Pabean dan

Keadilan Berusaha dalam Pelaksanaan WCO dan Usaha reformasi Hukum

Internasional dalam Penyelesaiannya. BPHN Kementerian Hukum dan HAM.

Semedi, Bambang. (2011). Modul Penindakan Pengawasan dan di Bidang

Kepabeanan, Ke--menterian Keuangan Republik Indonesia Badan pendidikan dan

(4)

(2011). Modul : Pengawasan Dan Penindakan Di Bidang Kepabeanan,

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan

Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta.

(2009). Pihak-Pihak yang memiliki akses informasi tidak langsung dalam

kegiatan intelijen bea dan cukai, WI pada Pusdiklat Bea dan Cukai, Jakarta.

Setianingsih, Sri Suwardi. (2004). Pengantar Hukum Organisasi Internasional,

Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2004). Penelitian Hukum Normatif, Suatu

Tinjauan Singkat. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta.

Sood, Muhammad. (2011). Hukum Perdagangan Internasional. Penerbit Rajawali

Press. Jakarta.

Sudarsono. (2004). Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.

Suharjo. (1997). Kepabeanan : Suatu Pengantar WCO Sarankan Sistem Pre

Shipment Inspection diganti Post audit, Media Indonesia.

Sukarmi. (2002). Regulasi Penyeludupan barang Asing Di Bawah Bayang-bayang

Pasar Bebas. Jakarta: Sinar Grafika.

Sunandar, Taryana. (1994). Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perkembangan

Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947 sampai Terbentuknya WCO,

Badan Nasional Departemen Kehakiman.

Suryo, Sakti, Hadiwijoyo. (2012). Aspek Hukum Wilayah Negara, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Sutarto, Edhi. (1997). Pelaksanaan Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana di

Bidang Kepabeanan dan Cukai, Makalah, Seminar Nasional Kewenangan Penyidikan

dalam sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang.

Syahmin, AK. (2008). Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang),

Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Tambunan, Tulus TH. (2008). Globalisasi dan Perdagangan Internasional.

Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.

Widjajanto, Andi. (2011). Reformasi Intelijen Negara, Pacivis, Jakarta.

(2008). Hubungan Intelijen Negara, PACIVIS UI, Jakarta.

Wijayanti, Asri dan Lilik Sofyan Achmad. (2011). Strategi Penulisan Hukum,

(5)

8 September 2013 -

http://arwanarsyad.blogspot.com/2011/05/perkembangan-gatt.html

8 September 2013 -

http://adenasution.com/index.php/2012/05/29/wto-dari-singapura-ke-cancun/

WTO - 8 September 2013 - <http://www.wto.org(18 November 2006)

Bumi Kita. “Kepabeanan Internasional”. 9 November 2013 - http://bumikitta.wordpress.com/2010/01/26/selamat-hari-kepabeanan-internassional-ke-58/

9 November 2013 - http://ardianlovenajlalita.wordpress.com/

Dewi. “sistem pengawasan pabean”. 17 Oktober 2013 - http://dewibluesaphire22.blogspot.com/2010/03/sistem-pengawasan-pabean.html

Balitbang Kemhan - 17 Oktober 2013 -

http://balitbang.kemhan.go.id/?q=content/peranan-aparat-bea-cukai-terhadap-ancaman-nir-militer-dalam-mendukung-pertahanan-negara.

Kompasiana- Alasan Dasar dalam pertimbangan politik hukum dalam UU kepabeanan - 17 Oktober 2013 - http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/25/%E2%80%9Capa- yang-dijadikan-alasandasar-pertimbangan-politik-hukum-dalam-uu-kepabeanan-no-17-tahun-2006%E2%80%9C-496391.html

Dampak kebijakan terhadap perdagangan Internasional - 17 Oktober 2013 -

(6)

BAB III

PENGAWASAN DALAM KEGIATAN INTELIJEN TERHADAP PENYELUDUPAN BARANG PALSU DAN BAJAKAN DI BIDANG

KEPABEANAN INTERNASIONAL

A. Fungsi Badan Intelijen internasional

Intelijen merupakan salah satu instrumen penting bagi penyelenggaraan

kekuasaan negara. Intelijen juga merupakan produk yang dihasilkan dari proses

pengumpulan, perangkaian, evaluasi, analisis, integrasi, dan interpretasi dari seluruh

informasi yang berhasil didapatkan terkait dengan isu keamanan nasional. Dengan kata

lain, intelijen merupakan sari dari pengetahuan yang mencoba membuat prediksi

dengan menganalis dan mensintesis aliran informasi terkini, serta menyediakan bagi

para pembuat keputusan berbagai proyeksi latar belakang serta tindakan alternatif

yang dapat dijadikan ukuran dari kebijakan dan tindakan yang akan dibuat. Sebagai

bagian dari system keamanan nasional, intelijen berperan sebagai sistem peringatan

dini dan sistem strategis untuk mencegah terjadinya pendadakan strategis yang

mengancam keamanan negara.44

Semakin meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional memunculkan

kebutuhan yang mendesak untuk pembentukan lembaga intelijen dengan mandat yang

jelas dan komprehensif. Sesuai dengan konsep idealnya, intelijen negara dapat

dibedakan menjadi dua pengertian: sebagai fungsi dan sebagai organisasi. Intelijen

sebagai fungsi, pada hakekatnya terpusat pada sistem peringatan dini (early warning

system) di mana tugas intelijen adalah untuk mengumpulkan, menganalisa, dan

memberikan informasi yang diperlukan kepada pembuat kebijakan. Sementara,

(7)

sebagai sebuah organisasi, institusi intelijen tidak jauh berbeda dengan institusi negara

lainnya. Intelijen memiliki tempat di dalam struktur ketatanegaraan, lengkap dengan

personel dan hubungan antar institusinya. Karakteristik dasar intelijen dalam

aktivitasnya rentan bertentangan dengan prinsip dasar penadbiran. Hal ini terjadi

karena intelijen pada dasarnya berkaitan erat dengan prinsip-prinsip kerahasiaan, yang

berlawanan dengan prinsip penadbiran yang mensyaratkan transparansi dan

keterbukaan.45

Intelijen Negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman

terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman yang ditujukan eksistensi, keutuhan

dan kedaulatan Negara, melainkan juga ancaman terhadap keamanan warga Negara.

Fungsi intelijen pada hakikatnya menyediakan informasi yang mutakhir dan akurat

sebagai dasar pengambilan keputusan di bidang keamanan. Fungsi intelijen diperlukan

tidak adanya dalam konteks hubungan antar Negara sebelum dan pada saat perang,

melainkan spektrumnya telah meluas menjangkau ancaman keamanan internasional

dan domestik maupun warga Negara sehingga tidak pada tempatnya jika intelijen

Negara justru menanggu keamanan warga Negara.46

Berkembangnya spectrum ancaman keamanan internasional menuntut

diselenggarakannya fungsi intelijen Negara yang professional. Di sisi lain, keberadaan

intelijen Negara juga harus sesuai dengan karakter masyarakat demokratis yang

menuntut partisipasi dan pertanggungjawaban dari semua penyelenggara fungsi

Negara guna menjamin tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan

penyelenggaraan hak asasi manusia.

45

Anggoro, Kusnanto, Badan intelijen negara dan keamanan nasional, Stanley,ed, Jakarta, ProPatria, 2004, hal 9

(8)

Selain akses dan kemampuan yang dapat disediakan suatu negara terkadang ada

keuntungan dalam memiliki sekutu yang dekat dan bertahan lama yang dapat

dipercaya dalam situasi yang sulit. Badan intelijen merupakan perekat yang nyata

untuk hubungan keamanan semacam ini. Karena kebutuhan intelijen dari para pembuat

kepentingan pemerintahan semakin berhubungan dengan hal-hal yang bersifat global

maupun internasional, hubungan intelijen dengan negara lain semakin meluas. Salah

satu alasannya adalah karena tidak ada satu-pun badan intelijen yang dapat secara

efektif menjangkau semua tempat dimana suatu kegiatan dapat terjadi di seluruh

dunia. Selain itu, berbagai forum khusus terdapat di seluruh dunia untuk menangani

subyek-subyek spesifik dengan mengumpulkan badan-badan intelijen dari berbagai

negara dan yang sedikit banyak diketahui.47

Resiko dan ancaman non militer baru, intervensi internasional yang meluas, dan

operasi perdamaian multinasional menjadi sebab perluasan yang cepat dari kebutuhan

akan kontribusi intelijen terhadap keamanan internasional. Pada saat yang sama,

alasan-alasan tersebut membuka jalan untuk kerja sama yang lebih tinggi antara

keamanan dan organisasi intelijen dari negara-negara yang berpartisipasi dan

berkepentingan dengan kerjasama tersebut. Kerjasama yang luas antar berbagai

Negara menjadi semakin penting karena adanya ancaman yang serius dari terorisme

internasional dan bahaya bangkitnya terorisme internal. Tindakan-tindakan yang

diambilnya masih bergantung pada masukan dari intelijen nasional. Intelijen nasional

diharapkan dapat mengisi kesenjangan, menguji keabsahan sumber-sumber lain dan

yang terpenting lagi memberikan penilaian. Organisasi-organisasi internasional ini

(9)

pada akhirnya akan membentuk suatu mesin penilaian intelijen supranasional, namun

hal ini akan diwujudkan dalam proses yang memakan waktu dan harus dibangun

berdasarkan pertukaran antar negara. Sejak beberapa tahun yang lalu, Amerika Serikat

dan beberapa negara lainnya telah berkomitmen untuk memberikan dukungan intelijen

bagi organisasi-organisasi internasional. Dalam batas tertentu, hal ini sudah menjadi

landasan de facto dari masyarakat internasional.48

Pasal 26 dan 27 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara

menyebutkan bahwa pertanggungjawaban Badan Intelijen Negara ialah kepada

Presiden. Hal ini tentunya, jelas sekali bertentangan dengan prinsip dasar dari

pentingnya perlindungan sebuah rahasia negara. Jikalau memang Rahasia Negara ada

untuk kepentingan ‘keamanan nasional’ dan ‘pertahanan negara’, yang dengan

demikian merupakan kepentingan dan keamanan warga masyarakat (human security),

seharusnya pertanggungjawaban dari fungsi dan pelaksanaan Intelijen Negara harus

bertanggungjawab langsung kepada Negara. Dalam hal ini, Negara bukan berarti

Pemerintah atau Presiden.

Pertanggungjawaban langsung Badan Intelijen Negara kepada Presiden,

sebagaimana yang tersebutkan dalam Pasal 26 dan 27 di dalam UU Intelijen Negara

mengindikasikan bahwa Pemerintah memiliki wewenang untuk melancarkan segala

cara untuk kepentingan kekuasaannya. Hal ini dapat saja melenceng, bahwa

kepentingan yang dimaksud (Rahasia Intelijen dan/atau Rahasia Negara) ialah

kepentingan Pemerintah, bukan kepentingan Negara.49

48 Ibid, hal 22

(10)

B. Mekanisme/sistem pengawasan kegiatan intelijen Negara di bidang Kepabeanan

Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang

pesat dari permasalahan lintas batas negara. Semakin maraknya kenyataan bahwa isu

nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu

internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah

nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas

yang ”rigid”, melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis. Sejak

awal, para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia lainnya juga

telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun tertuang

pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu, tentunya tidak

mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak

menunduk kan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan

bermasyarakat. Bahkan seringkali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang

dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang

Pengesahannya, dimana ketentuan ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut

sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia.50

Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan

pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara

lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat

dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan

(11)

pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum

internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran

pemerintah dan masyarakat awam atas pemberlakuan hukum internasional di

Indonesia. Memang tidak dapat dipungkiri, kepastian hukum internasional, baik dalam

daya mengikatnya, pengawasannya dan penindakannya sangat rentan, karena

digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri

kepadanya. Namun demikian sifat koordinatif hukum internasional itulah yang

membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga

dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup

negara-negara beradab tetap diperlukan.51 Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan

upaya-upaya mengimplementasikannya serta penindakkannya tetap harus dilakukan,

khususnya di Indonesia. Terdorong oleh pemikiran, maka perlu untuk mengkaji

masalah-masalah hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai

implikasi dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk

tentu untuk menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah

diratifikasi oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala

yang ditemukan dalam pengimplementasiannya.52

Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda, mengingat peran

hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup

dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas

tentunya perlu mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat

51 Buana, Mirza Satria, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Penerbit Nusamedia, Bandung, 2007, hal 31

(12)

dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi

lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis. 53

Hal-hal yang sepatutnya dilaksanakan dalam pelaksanaan penindakan dibidang

kepabeanan meliputi, penetapan dan penentuan batas wilayah Indonesia dan yurisdiksi

negara di laut menurut hukum laut internasional dan peraturan perundang-undangan

nasional, masalah penamaan pulau-pulau, pulau-pulau terluar, dan batas-batas terluar

yurisdiksi Indonesia.54 Perspektif penyelesaian perjanjian batas maritim antara

Indonesia dan negara tetangga, peningkatan peranan Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai dalam penegakan hukum di wilayah perbatasan Indonesia, aspek hukum

pencegahan transtional organized crimes di wilayah perbatasan, pengelolaan dan

pengembangan wilayah perbatasan Indonesia, penerapan dan penegakan suatu produk

hukum internasional di Indonesia, sosialisasi suatu produk hukum internasional yang

telah mengikat Indonesia; membantu instansi pemerintah terkait dalam menelaah

penerapan, penegakan dan pengembangan suatu produk hukum internasional;

Bekerjasama dengan berbagai lembaga baik pemerintah (governmental organization)

maupun swasta (non governmental organization), nasional maupun asing, termasuk

dengan berbagai organisasi internasional (international organization) dalam

pengembangan hukum internasional. Indonesia sebagai sebuah negara besar yang

berupa kepulaun tentunya memiliki wilayah kedaulatan hukum yang luas pula.

Wilayah kedaulatan hukum Indonesia yang lebih kita kenal sebagai wilayah yurisdiksi

Indonesia memiliki batas-batas wilayah yang ”seolah” tidak permanen. Hal ini

mengingat bentuk wilayah Indonesia yang berupa kepulauan sehingga batas wilayah

53

Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003, hal 43

(13)

sangat bergantung pada keadaan pesisir pulau-pulau terluar dan keadaan pasang surut

perairan terluar Indonesia. Geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan

posisi di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Samudra

Hindia, menempatkan Indonesia menjadi daerah kepentingan bagi negara-negara dari

berbagai kawasan. Posisi strategis ini menyebabkan kondisi politik, ekonomi, dan

keamanan di tingkat regional dan global menjadi faktor yang berpengaruh terhadap

kondisi Indonesia.55

Sehingga ruang lingkup pengawasan di bidang kepabeanan adalah seluruh

wilayah Indonesia meliputi laut teritorial sejauh 12 mil laut yang diukur dari pulau

terluar, ZEE (zone ekonomi eksklusif) sejauh 200 mil laut yang diukur dari pulau

terluar, landas kontinen sejauh 350 mil laut yang diukur dari pulau terluar, dan seluruh

ketentuan yang pelaksanaannya dibebankan kepada bea dan cukai. Setiap administrasi

pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi

seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam

perundang-undangannya yaitu memeriksa sarana pengangkut, barang, penumpang, dokumen,

pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.56 Dalam

modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs

Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode

untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO

tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung

55

Suryo, Sakti, Hadiwijoyo, Aspek Hukum Wilayah Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, hal 38

(14)

pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan

penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.57

Kewenangan bea dan cukai berupa patroli juga termasuk kegiatan pengawasan,

pelaksanaan patroli di darat, laut, dan udara yang bertujuan untuk mencegah,

menindak dan melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan, di samping itu

kegiatan patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah

penyelundupan. Pengawasan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penindakan,

saling terkait dan saling mengisi. Pengawasan merupakan kegiatan untuk meyakinkan

bahwa sesuatu berjalan sebagaimana mestinya. Pengawasan lebih cenderung kepada

upaya-upaya pencegahan yang bersifat preventif dan persuasif daripada tindakan yang

bersifat represif.

Mekanisme pengawasan kegiatan intelijen Negara di bidang Kepabeanan yakni

dengan pengumpulan data dan informasi, identifikasi dan analisis terhadapnya

sehingga akan menghasilkan apa yang disebut sebagai hasil intilijen. Hasil ini akan

disebarkan kepada unit opersional untuk melaksanakan pengawasan. Unit intelijen

seharusnya terpisah dengan unit operasional karena sistem dan cara kerjanya beda.

Walaupun perubahan dalam kewenangan pengawasan penegakan hukum dan intelijen

internal yang diduga menjadi lebih radikal segera setelah peristiwa ternyata masih

tetap dalam tingkat yang dapat diterima, negara-negara demokrasi harus tetap

memperkuat dan tidak mengabaikan kebutuhan untuk menegakkan pilar-pilar

kelembagaan yang sudah ada. Tatkala sistem nilai demokrasi berada dalam bahaya,

sistem itu sendiri harus diperkuat. Sebab itu, kecenderungan untuk memberikan

(15)

prioritas yang lebih rendah terhadap perlindungan hak individu dengan alasan untuk

melindungi masyarakat, harus diimbangi dengan peningkatan pengendalian demokrasi

dan pengawasan parlement terhadap intelijen. Jika tidak demikian semua pihak

dirugikan, terutama negara-negara dalam proses transisi. Di sisi yang lain, ketaatan

akan pedoman konstitusional yang terlalu kaku, bila diterapkan tanpa pertimbangan

atau akal sehat, dapat menjadi ancaman terhadap tatanan konstitusional yang sama

besarnya dengan ancaman yang ditimbulkan oleh penyelewangan tanpa batas dari

konstitusi itu sendiri.58

C. Tindakan pengawasan dalam kegiatan intelijen terhadap pelanggaran di bidang Kepabeanan

Pengawasan Pabean adalah memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat

terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam

kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan. Untuk menjaga dan

memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar/masuk dari dan ke suatu

negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan. Setiap administrasi pabean harus

melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi seluruh

pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam

perundang-undangannya yaitu memeriksa: kapal, barang, penumpang, dokumen, pembukuan,

melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain. Dalam modul

pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh WCO (World Customs

(16)

Organization) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk

mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan.59

Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai

yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak

harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca

impor. Di samping tiga kegiatan itu, patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai

untuk mencegah penyelundupan. Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor

Pelayanan Bea dan Cukai tidak terlihat adanya fungsi pencegahan pelanggaran,

penindakan dan penyidikan tetapi kalau dilihat pada fungsi seksi-seksi di dalamnya

terlihat adanya fungsi patroli, pemeriksaan kapal, periksaaan barang, pemeriksaan

badan, penelitian dokumen dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan

(Customs Control) menurut terminologi WCO. 60

Apabila ditinjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan kapal atau

penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang atau

penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi di dalam

Kantor Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi pengawasan. Petugas

Kantor Pelayanan berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian

dokumen, pemeriksaan barang dan pemeriksaan penumpang. Yang tidak dapat

dilaksanakan hanyalah kegiatan audit pasca impor, penindakan dan penyidikan karena

ketiga kegiatan ini tidak tercantum dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan

maupun seksi-seksi di dalamnya. Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya

merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan

59

Saly, Jeane Netje. Analisis Yuridis Ketentuan Hukum Pabean dan Keadilan Berusaha dalam Pelaksanaan WCO dan Usaha reformasi Hukum Internasional dalam Penyelesaiannya. BPHN Kementerian Hukum dan HAM. 2004

(17)

melalui penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika

menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan

penindakan atau bahkan penyidikan.

Tindakan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut, barang, bangunan atau

tempat lain, dan/atau surat atau dokumen yang bertalian dengan barang, serta

penegahan dan penyegelan wajib dibuatkan berita acara. Segel adalah tanda atau alat

pengaman yang terbuat dari kertas, plastik, logam dan atau bahan lainnya dengan

bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing dan atau bentuk lainnya untuk

mempertahankan keadaan barang agar tidak terjadi perubahan dan atau sebagai tanda

bahwa barang tersebut di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Pengawasan pabean

antara lain adalah penelitian dokumen , pemeriksaan fisik dan audit pasca-impor.61

Pengawasan intelijen yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan

penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen,

pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor. Di samping tiga kegiatan patroli juga

merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah penyelundupan. Jika tugas dan

fungsi intelijen tidak nampak adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan dan

penyidikan tetapi kalau dilihat pada fungsi seksi-seksi di dalamnya nampak ada fungsi

patroli, pemeriksaan kapal, periksaaan barang, pemeriksaan badan, penelitian

dokumen dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan (Customs Control)

menurut terminologi WCO. Apabila meninjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari

saat kedatangan kapal atau penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen,

pemeriksaan barang atau penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki

(18)

seksi-seksi di dalam Kantor Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi

pengawasan.62

Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya merupakan tindak lanjut dari

pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan melalui penelitian dokumen,

pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika menemukan adanya

pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penindakan atau bahkan

penyidikan. Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan

segera ditindaklanjuti dengan penyidikan.63

Efektivitas pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap barang-barang yang

masuk atau keluar daerah pabean saja, tetapi juga terhadap lalu lintas barang tertentu

dalam daerah pabean Indonesia dan Negara lain. Hal ini selain dalam rangka

pengawasan, juga untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyeludupan

dengan modus pengangkutan antar pulau. Kriteria penyeludupan lebih dipertegas

dengan lebih memperinci hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai penyeludupan

seperti dengan sengaja untuk keuntungan pribadi memberitahukan jenis dan jumlah

barang tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau kenyataannya.64

D. Kegiatan Intelijen dalam pengawasan penyelundupan Barang Palsu dan Bajakan di Bidang Kepabeanan Internasional

Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang

pesat dari permasalahan lintas batas negara. Semakin maraknya kenyataan bahwa isu

nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu

62 Van Den Bossche, Peter (dkk). Pengantar Hukum Kepabeanan : Pengawasan Intelijen Negara. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 2010, hal 38

63 Ibid

(19)

internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah

nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas

yang ”rigid”, melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis.

Sejak awal, para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia

lainnya juga telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun

tertuang pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi

nilai-nilai yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu, tentunya

tidak mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak

menunduk kan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan

bermasyarakat. Bahkan seringkali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang

dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang

Pengesahannya, dimana ketentuan ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut

sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia.

Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan

pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara

lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat

dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan

pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum

internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran

pemerintah dan masyarakat awam atas pemberlakuan hukum internasional di

Indonesia. Memang tidak dapat dipungkiri, kepastian hukum internasional, baik dalam

daya mengikatnya, pengawasannya dan penindakannya sangat rentan, karena

digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri

(20)

membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga

dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup

negara-negara beradab tetap diperlukan. Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan

upaya-upaya mengimplementasi kannya serta penindakkannya tetap harus dilakukan,

khususnya di Indonesia. 65

Terdorong oleh pemikiran di atas, maka perlu untuk mengkaji masalah-masalah

hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai implikasi dengan

kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk tentu untuk

menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi

oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala yang

ditemukan dalam pengimplementasiannya. 66

Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda, mengingat peran

hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup

dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas

tentunya perlu mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat

dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi

lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis. Hal-hal yang

sepatutnya dilaksanakan dalam pelaksanaan penindakan dibidang kepabeanan

meliputi, penetapan dan penentuan batas wilayah Indonesia dan yurisdiksi negara di

laut menurut hukum laut internasional dan peraturan perundang-undangan nasional,

65 Sjamsul Arifin,(dkk). Kerja sama perdagangan Internasional: peluang dan tantangan bagi Indonesia.PT Elex Media Komputindo. Jakarta, 2004, hal 39

(21)

masalah penamaan pulau-pulau, pulau-pulau terluar, dan batas-batas terluar yurisdiksi

Indonesia.67

Penindakan di bidang Kepabeanan sebagai upaya untuk mencari dan menemukan

suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran ketentuan Undang-undang.

Berdasarkan Undang-undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 tanggal 30

Desember 1995 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tanggal 15 Nopember

2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang

Kepabeanan, bahwa penindakan meliputi :

1) Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang Di

Atasnya Serta Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang

2) Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen

yang berkaitan dengan barang, atau terhadap orang;

3) Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut; dan

4) Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan

terhadap barang maupun sarana pengangkut.68

Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang

merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, bea dan cukai

mempunyai wewenang dalam memeriksa barang dalam perdagangan nasional dan

internasional. Pemeriksaan barang meliputi kelengkapan surat dokumen tentang asal

usul barang,pemilik asal barang dan tujuan pemilik baru atas barang.

Bea dan cukai sebagai pengawas lalu lintas barang sangat erat kaitannya dengan

pelaksana dalam memberantas penyelundupan baik barang yang berasal dari luar

67

Bambang Semedi, Modul : Pengawasan Dan Penindakan Di Bidang Kepabeanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta, 2011, hal 45-46

(22)

maupun dalam negeri. Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun

2006, bea dan cukai mempunyai wewenang untuk menangkap pelaku

penyelundupan,menyita barang selundupan sebagai barang bukti untuk diserahkan

kepada pihak yang berwajib seperti kepolisian untuk ditindaklanjuti sebagai tindak

pidana.

Indonesia sebagai daerah yang sering dijadikan target dari penyelundupan dari

pasar Internasional menjadikan tugas bea dan cukai dalam memberantas

penyelundupan begitu penting agar melindungi produksi dalam negeri dan juga

sebagai penghasil devisa negara dari pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea dan

cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang

masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Oleh karena itu, bea dan

cukai mempunyai landasan hukum yang jelas agar dapat melaksanakan tugasnya yaitu

Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006.

Instansi kepabeanan menyadari bahwa upaya penyimpangan, pemalsuan (fraud)

dan penyelundupan terjadi di belahan dunia manapun, termasuk Negara kita. Untuk

itulah dalam meninkatkan efektifitas pengawasan dalam rangka mengoptimalkan

pencegahan dan penindakan penyelundupan, perlu peraturan yang lebih jelas dalam

pelaksanaaan kepabeanan. Dalam rangka mengatasi hal tersebut ada tiga hal yang

mendasari tugas dan peran kepabeanan, yaitu pertama kedisiplinan dalam

melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan terhadap masyarakat. Kedua, adanya

dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan otoritas dalam mengambil tindakan yang

diperlukan terutama dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi

ini. Ketiga, mengantisipasi perubahan sesuai dengan tuntutan dunia perdagangan

(23)

Penyelundupan barang palsu dan bajakan melalui perairan kawasan Asia Pasifik,

khususnya Asia Tenggara, juga cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian

selatan kawasan Asia Tenggara, merupakan salah satu negara tujuan para imigran

gelap. Hal tersebut menjadikan perairan di kawasan Asia Tenggara, termasuk perairan

Indonesia, menjadi jalur laut menuju benua tersebut. Penyelundupan manusia tidak

dapat dipandang sebagai masalah yang sederhana. Upaya penanggulangannya

melibatkan beberapa negara dengan berbagai kepentingan yang berbeda, terutama

keamanan, kemanusiaan, ekonomi, dan politik. Kegiatan migrasi ilegal berskala besar

kerap kali dilakukan oleh organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi

ilegal memberikan dampak negatif terhadap negara tujuan dan negara transit sehingga

sering menimbulkan persoalan politik, sosial ekonomi, dan ketegangan hubungan

antarnegara. Disamping migrasi ilegal, kasus penyelundupan manusia, seperti

penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan bayi, atau wanita ke negara lain melalui

wilayah perairan juga marak akhir-akhir ini.69

Kegiatan penyelundupan melalui wilayah perairan antar negara yang tidak kalah

maraknya pada dekade terakhir ini di kawasan Asia Tenggara adalah penyelundupan

senjata, amunisi, dan bahan peledak. Kegiatan ilegal tersebut memiliki aspek politik,

ekonomi, dan keamanan antar negara maupun di negara tujuan. Di bidang keamanan,

penyelundupan senjata menimbulkan masalah yang sangat serius karena secara

langsung akan mengancam stabilitas keamanan negara tujuan. Perompakan di laut dan

penyelundupan yang diuraikan di atas merupakan tindakan ilegal lintas negara yang

menimbulkan kerugian bagi negara-negara di kawasan maupun bagi negara-negara

(24)

yang menggunakan lintas perairan. Tindakan ilegal lintas negara itu cukup signifikan

dan semakin menguatirkan negara-negara di kawasan. Tindakan ilegal tersebut

diorganisasi dengan rapi, sehingga perlu kerjasama antar negara untuk mengatasinya.70

Yang dimaksud dengan penyelundupan disini adalah mengimpor atau mengekspor di

luar tempat kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat

kedudukan Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau

dinding dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.71 Dalam organisasi

dan tata kerja yang baru kegiatan intelijen (pengumpulan dan pengolahan informasi)

secara umum tidak dimungkinkan di Kantor Pelayanan. Yang dimungkinkan hanya

pengumpulan informasi muatan kapal yang tercantum pada manifest. Tetapi fungsi

patroli ada juga di Kantor Pelayanan dan untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan

pengumpulan informasi. Tanpa informasi yang diperoleh dengan baik, patroli tidak

terarah dan tidak tahu daerah rawan yang beresiko tinggi. Mau tidak mau kegiatan

Intelijen harus dilakukan juga di Kantor Pelayanan agar patroli berjalan efektif. Kalau

Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor Wilayah tidak

akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena terbatasnya

jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara teoriti bisa

secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk

mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit

kalau wilayahnya relatif luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga

dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena mereka berada didekat sumber informasi.

Penyelundupan narkotika dan psikotropika yang melalui pelabuhan laut/udara ada

70 Sukarmi. Regulasi Penyeludupan barang Asing Di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas. Jakarta: Sinar Grafika. 2002, hal 47

(25)

yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang

dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner.

Dilihat dari prosentasenya berdasarkan data yang tersedia lebih banyak

tangkapan yang diperoleh dari Profilling dan deteksi X-Ray dibandingkan yang

berasal dari informasi yang sudah matang. Berarti dalam hal inipun Kantor Pelayanan

lebih banyak menguasai informasi dan melakukan deteksi melalui pengamatan mereka

sendiri terhadap gerak-gerik penumpang. Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak

benar, penyalahgunaan fasilitas Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan

sebagainya lebih mudah dideteksi melalui dokumen impor/ekspor yang berada di

Kantor Pelayanan Informasi tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa

diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi dalam Pemberitahuan Impor Barang

(PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Manifest, Bill of Lading (B/L), Invoice,

Packing List, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain. Informasi ini

sebagian besar berada di Kantor Pelayanna dan dapat digunakan setiap saat. Pada

umumnya yang dianggap informasi bagi orang awam adalah pemberitahuan dari

seseorang atau badan secara tertulis atau lisan bahwa akan terjadi penyelundupan yang

dilakukan oleh seseorang. Informasi yang sudah matang ini di Bea Cukai lazim disebut

hasil intelijen atau intelijen positif. Sebenarnya informasi tidak hanya sebatas yang

sudah matang saja tetapi banyak informasi yang masih mentah berseraka disana-sini

berada dalam dokumen Pabean maupun dokumen pelengkapnya, informasi ini kalau

diolah juga akan menghasilkan informasi matang (intelijen positif) yang dapat

digunakan mendeteksi penyelundupan atau pelanggaran Kepabeanan.72

(26)

Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang

merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, bea dan cukai

mempunyai wewenang dalam memeriksa barang dalam perdagangan nasional dan

internasional. Pemeriksaan barang meliputi kelengkapan surat dokumen tentang asal

usul barang,pemilik asal barang dan tujuan pemilik baru atas barang. Bea dan cukai

sebagai pengawas lalu lintas barang sangat erat kaitannya dengan pelaksana dalam

memberantas penyelundupan baik barang yang berasal dari luar maupun dalam negeri.

Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006, bea dan cukai

mempunyai wewenang untuk menangkap pelaku penyelundupan,menyita barang

selundupan sebagai barang bukti untuk diserahkan kepada pihak yang berwajib seperti

kepolisian untuk ditindaklanjuti sebagai tindak pidana.

Indonesia sebagai daerah yang sering dijadikan target dari penyelundupan dari

pasar internasional menjadikan tugas bea dan cukai dalam memberantas

penyelundupan begitu penting agar melindungi produksi dalam negeri dan juga

sebagai penghasil devisa negara dari pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea dan

cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang

masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Oleh karena itu, bea dan

cukai mempunyai landasan hukum yang jelas agar dapat melaksanakan tugasnya yaitu

Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006.

Sebagai daerah kegiatan ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu

instansi dari pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas

ekspor dan impor barang di daerah pabean. Adapun tujuan pemerintah dalam

mengadakan pengawasan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara;

(27)

pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran

Indonesia atau daerah pabean. Untuk menghindari hal tersebut, maka untuk keluar

masuknya barang melalui suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan

dokumen-dokumen yang sah melalui kerjasama antara Bea dan Cukai dengan instansi lain

pengelola pelabuhan untuk mengelola, memelihara, menjaga keamanan dan

kelancaran arus lalu lintas barang yang masuk maupun keluar daerah pabean dengan

maksud untuk mencegah tindakan penyelundupan yang merugikan negara.73 Dalam

lalu lintas kepabeanan mencakup ekspor dan impor, pejabat bea dan cukai selalu

melakukan pemeriksaan barang yang berada di wilayah kepabeanan. Hal ini dilakukan

untuk meningkatkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang berkaitan

dengan perdagangan global, mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan

efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean

Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk

mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Maraknya peredaran

barang palsu dan hasil bajakan yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai oleh pihak

Bea dan Cukai. Kantor Bea dan Cukai mempunyai peran yang penting dalam rangka

mencegah beredarnya barang palsu dan hasil bajakan ke dalam pasaran masyarakat.74

Aparat Bea dan Cukai melaksanakan fungsi pengendalian tersebut dengan cara

menangguhkan pengeluaran barang impor/ekspor dari kawasan pabean untuk

memberikan kesempatan kepada yang berhak atas pabeanan internasional untuk

mengambil tindakan hukum Internasional. Tindakan tersebut dilakukan sekaligus

untuk mencegah barang-barang yang diduga terindikasi pelanggaran pabeanan

73Imam Kharisma Makkawaru, Kepabeanan Internasional, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta, 2011, hal 17

(28)

internasional tersebut masuk ke dalam distribusi komersial di pasaran masyarakat yang

nantinya bila dikonsumsi akan menimbulkan bahaya atau kerugian bagi masyarakat.75

Bentuk pengendalian dan pengawasan internal dan eksternal dapat dilakukan

dengan pilihan-pilihan berikut: Inspektur Jenderal dapat mengendalikan badan

intelijen apakah badan itu mematuhi prioritas yang ditetapkan dan melaksanakan

misi-misi spesifiknya. Inspektur Jenderal dapat ditugasi untuk mengumpulkan informasi

tertentu tentang kegiatan intelijen dan melaporkan pelanggaran hukum dan

ketidakefektifan badan intelijen kepada eksekutif dan badan legislatif. Seorang menteri

yang berhak menerima laporan dari badan intelijen, dapat juga dilengkapi dengan staf

yang memiliki kapasitas yang memadai untuk memonitor keefektifan badan intelijen,

dan juga memeriksa apakah mereka mematuhi batasan-batasan yang telah diterapkan.

Staf yang diberi wewenang ini juga membutuhkan akses ke semua informasi mengenai

kegiatan badan-badan intelijen.76

Pengawasan intelijen dan peninjauan kebijakan dapat dibentuk, yang terdiri dari

anggota dari luar pemerintah yang diangkat oleh karena kemampuan, pengetahuan,

pengalaman atau reputasinya yang baik, dan kemudian komisi ini diberi wewenang

untuk menilik peranan dan kebijakan badan intelijen. Suatu Ombudsman dapat

diangkat apakah itu yang mempunyai kekuasaan umum, atau hanya dengan satu tujuan

spesifik yaitu untuk meninjau tindakan pelanggaran intelijen.77

Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam Daerah

Pabean, yaitu pengawasan pengangkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah

Pabean melalaui laut. Pengawasan pengangkutan barang tertentu ini bertujuan untuk

75 Ibid

(29)

mencegah penyelundupan ekspor dengan modus antarpulau barang-barang strategis

seperti hasil hutan, hasil tambang atau barang yang mendapat subsidi, misalnya,

pupuk, bahan bakar minyak dan laian-lain. Penetapan suatu barang sebagai barang

tertentu ditetapkan oleh menteri yang membidangi perdagangan , dalam hal ini

Menteri Perdagangan. Ada kewajiban dari Menteri Perdagangan kepada Menteri

Keuangan untuk memberitahukan daftar barang yang ditetapkan sebagai barang

tertentu kepada Menteri Keuangan. Mengingat kondisi geografis Indonesia dengan

mempertimbangkan efisiensi pengangkutannya, maka pengawasan pabean tidak

dilakukan terhadap barang tertentu yang diangkut melalui darat atau udara.78 Dalam

pasal 115A Undang-Undang Kepabeanan, mengatur tentang pengawasan oleh

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat dilakukan terhadap barang yang dimasukkan

atau dikeluarkan ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditunjuk sebagai

daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas. Hal ini juga diatur dalam Annex

khusus bab II Konvensi Internasional penyederhanaan dan harmonisasi Prosedur

Pabean 9 (Kyoto Convention) diatur bahwa Bea dan cukai mempunyai kewenangan

untuk melakukan pengawasan terhadap lalulintas barang di Free Trade Zone.

Ketentuan tentang hal tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Ketentuan pada ayat 1 pasal 115A, dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan

daerah perdagangan bebas (Free Trade Zone) dan/atau pelabuhan bebas terhadap

(30)

pemasukan dan/atau pengeluaran barang-barang larangan dan pembatasan seperti

narkoba, senjata api, bahan peledak dimasukkan dan diolah di dalamnya.79

Konvensi-konvensi internasional kepabeanan dikelola oleh WCO. Setiap

konvensi yang dihasilkan oleh WCO harus ditaati oleh masing-masing anggota WCO,

konvensi internasional yang dimaksud adalah : 80

1. Konvensi pembentukan CCC tanggal 15 Desember 1950

2. Konvensi tentang Nilai Pabean (Valuation Convention)

3. Konvensi systems Nomenclature tarif bea masuk

4. Konvensi Harmonized Systems

5. Konvensi Simplifacation and harmonization of customs procedures yaitu

memuat kesepakatan internasional tentang harmonisasi dan penyederhanaan

prosedur pabean.

6. Konvensi Internasional tentang kerjasama pabean dibidang penegakan hukum

dan pemberantasan penyeludupan

7. Konvensi Internasional tentang barang-barang berfungsi sebagai kemasan

seperti tabungan gas yang dimasukan untuk kemudian dikeluarkan kembali

untuk kemudian digunakan lagi sebagai kemasan barang-barang dan sebab itu

memperoleh pembebasan bea masuk sebagai impor sementara (temporary

importation facility).

8. Konvensi Internasional tentang barang-barang milik para professional seperti

alat-alat riset/penelitian, alat mengukur kegempaan gunung berapi, alat

79

Rita Dwi Lindawati, Bahan Ajar Undang-Undang Kepabeanan, Program Diploma III Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Jakarta, 2011, hal230

(31)

mengukur cuaca, dll yang datang bersama dirinya untuk kemudian bila selesai

alat-alat tersebut dikeluarkan kembali, berdasarkan konvensi berhak

memperoleh pembebasan bea masuk sebagai impor sementara (temporary

importation facility).

9. Konvensi Internasional tentang barang-barang pameran, barang-barang

pameran berhak memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagai impor

sementara dan atau sebagai barang cetakan untuk brosur pameran.

10.Konvensi Internasional tentang impor sementara atas barang-barang milik turis

seperti kendaraan bermotor atau barang lainnya yang dimasukkan untuk

dikeluarkan kembali dengan fasilitas ATA Carnet. ATA Carnet adalah

dokumen pabean internasional yang dikeluarkan oleh kamar dagang

internasional.

11.Konvensi Internasional tentang alat-alat bernilai ilmu pengetahuan yang

dimasukkan kesuatu Negara untuk dikeluarkan lagi berhak memperoleh

pembebasan bea masuk sebagai impor sementara.

12.Konvensi Internasional tentang alat peraga pendidikan yang akan digunakan

dalam seminar, permuan ilmiah, workshop, dll. Yang dimasukan ke dalam

suatu Negara untuk kemudian akan dikeluarkan kembali dari Negara itu setelah

pertemuan ilmiah selesai berhak memperoleh pembebasan bea masuk sebagai

impor sementara.

13.Konvensi Internasional tentang barang yang dibongkar pada suatu Negara

sebagai transit untuk dikirim keluar Negara itu. Barang-barang dengan status

transit memperoleh pembebasan bea masuk sebagai barang transit atau dikenal

(32)

14.Konvensi Internasional tentang container sebagai alat kemasan dan bagian dari

system angkut laut/udara memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagai

impor sementara karena mobilitas container yang tinggi sebagai alat kemasan

dalam perdagangan internasional.

15.Konvensi Internasional tentang impor sementara baik sebagai temporary

imporary admision dan barang-barang dengan status impor sementara berhak

memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk.

Bertitik tolak dari pemikiran sebagai negara hukum itulah dan keinginan

pemerintah yang menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan

mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan UUD 1945,

maka sesuai perkembangan hukum nasional dibentuklah Undang-Undang No 17

Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. Tujuan dibentuknya Undang-Undang No 17 tahun

2006 tentang Kepabeanan, diharapkan mampu untuk lebih menjamin kepastian

hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Selain itu, dengan

diberlakukannya undang-undang ini mampu untuk mendukung upaya peningkatan dan

pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global,

mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas

lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas

barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan

pencegahan dan penindakan penyelundupan. Di Indonesia, peredaran barang palsu dan

hasil bajakan sudah pada tahap yang serius dan mengkhawatirkan.

Sebagai contoh kasus terjadinya pelanggaran akibat kurangnya pengawasan

misalnya, BM (Black Market) sesuai istilah yang jamak dipakai dalam hukum positif

(33)

tidak resmi, perdagangan yang dilakukan di luar jalur resmi dengan sebab melanggar

hukum suatu negara. Begitu juga hal barang-barang hasil bajakan, seolah-olah

sekarang peredaran barang-barang hasil bajakan adalah barang yang umum untuk

diperjualbelikan. Sebagai contoh adalah maraknya penjualan kaset, VCD atau DVD

bajakan. Berbeda dengan peredaran barang-barang palsu, mungkin konsumen

menyadari bahwa mereka membeli barang yang bukan aslinya. Jelas hal ini

seakan-akan turut mendukung dan melegalkan perbuatan yang jelas-jelas dilarang oleh

undang-undang. Adapun mengenai barang palsu, konsumen tidak sadar bahwa mereka

membeli barang palsu. Niat konsumen sebenarnya membeli barang, tapi yang

didapatkan adalah produk palsu. Ini bisa membahayakan konsumen. Bahkan bisa

menimbulkan korban jiwa jika mereka membeli obat palsu atau spare part otomotif.

Perlu satu strategi yang komprehensif untuk mengatasi peredaran barang palsu dan

hasil bajakan. Sebagai salah satu instrumen hukum, Undang-Undang No 17 tahun

2006 tentang Kepabeanan mempunyai amanat yang cukup signifikan untuk turut

membantu memberantas peredaran barang palsu dan hasil bajakan. Pada Pasal 54

disebutkan bahwa : “Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak

cipta, ketua peradilan niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea

dan cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau

ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan

hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia”. Dari bunyi pasal

tersebut secara implisit ditegaskan bahwa undang-undang ini dapat digunakan untuk

mencegah beredarnya barang palsu dan hasil bajakan dalam aktifitas kepabeanan. Hal

ini karena barang palsu dan hasil bajakan merupakan hasil dari pelanggaran hak

(34)

Selain itu, peran aparat penegak hukum dan msayarakat juga berperan penting

untuk memberantas peredaran barang palsu dan hasil bajakan tersebut. Aparat penegak

hukum yang dimaksud adalah Direktorat Bea dan Cukai. Sebagai daerah kegiatan

ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari pemerintah yang

sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang di daerah

pabean. Adapun tujuan pemerintah dalam mengadakan pengawasan menurut

Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 10 Tahun 1995

Tentang Kepabeanan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara; sebagai

alat untuk melindungi produk-produk dalam negeri dan sebagai alat pengawasan agar

tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah

pabean.

Untuk menghindari hal tersebut, maka untuk keluar masuknya barang melalui

suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sah melalui

kerjasama antara Bea dan Cukai dengan instansi lain pengelola pelabuhan untuk

mengelola, memelihara, menjaga keamanan dan kelancaran arus lalu lintas barang

yang masuk maupun keluar daerah pabean dengan maksud untuk mencegah tindakan

penyelundupan yang merugikan negara. Berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang No 17

tahun 2006, tindakan pejabat Bea dan Cukai adalah Penangguhan Pengeluaran Barang.

Meskipun tindakan tersebut sangat terbatas, tindakan ini merupakan upaya untuk

pencegahan tindak pelanggaran. Tindak penangguhan yang dilaksanakan pada “Exit

atau Entry point” di dalam Kawasan Pabean dapat mencegah barang-barang yang

diduga terindikasi pelanggaran.81

(35)

BAB IV

PENINDAKAN DAN PENGAMANAN DALAM KEGIATAN INTELIJEN TERHADAP PENYELUNDUPAN BARANG PALSU DAN BAJAKAN DI

BIDANG KEPABEANAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Pemeriksaan dan penyelidikan dalam kegiatan intelijen terhadap penyeludupan barang palsu dan bajakan kawasan pabean internasional

Kegiatan Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor

Wilayah tidak akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena

terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara

teoritis bisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk

mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit

kalau wilayahnya relatif luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga

dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena mereka berada didekat sumber informasi.

Penyelundupan barang palsu dan bajakan yang melalui pelabuhan laut/udara ada

yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang

dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner. Dilihat dari

prosentasenya berdasarkan data yang tersedia lebih banyak tangkapan yang diperoleh

dari Profilling dan deteksi X-Ray dibandingkan yang berasal dari informasi yang

sudah matang. Berarti dalam hal inipun Kantor Pelayanan lebih banyak menguasai

informasi dan melakukan deteksi melalui pengamatan mereka sendiri terhadap

gerak-gerik penumpang. Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak benar, penyalahgunaan

fasilitas Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan sebagainya lebih mudah

(36)

tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa diperoleh jika kita mengolah

informasi-informasi dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan

Ekspor Barang (PEB), manifest, Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing List, data

perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain. Informasi ini sebagian besar

berada di Kantor Pelayanan dan dapat digunakan setiap saat.82

Menunjuk Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan

Cukai mulai dari pasal 74 sampai dengan pasal 92 yang antara lain berisi wewenang

penindakan dan pasal 112 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan

Cukai. Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor

Pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai. Pada

Kantor Pelayanan terdapat seksi Kepabeanan yang menyelenggarakan fungsi

pemeriksaan barang, mengoperasikan X-Ray, pemeriksaan badan, menetapkan

klasifikasi barang, tarif bea masuk dan nilai pabean, penelitian kebenaran,

penghitungan bea masuk. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pengawasan pabean,

meskipun nama unit kerjanya bukan Seksi Pengawasan, Seksi Operasi, atau Seksi

Pemberantasan Penyelundupan. Tugas yang dilakukan Seksi Kepabeanan yaitu

pemeriksaan barang, pemeriksaan badan, penelitian tarif bea masuk dan nilai pabean

pada hakekatnya adalah pengawasan dalam pengertian manajemen yaitu upaya

menjaga agar semua kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan memeriksa barang, mencocokkan apakah

semua barang yang diimpor telah diberitahukan dengan benar atau apakah tarif dan

(37)

harganya telah diberitahukan dengan benar. Benar di sini adalah sesuai dengan

undang-undang atau peraturan yang berlaku mengenai pemberitahuan impor.

Permasalahan-permasalahan yang menyangkut tugas dan tanggung jawab aparat

bea dan cukai yang memerlukan tindakan berupa pengawasan. Adalah

tindakan-tindakan yang merupakan pelanggaran yang akan merugikan negara sehingga akan

berpengaruh terhadap sistem perekonomian di Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran

tersebut adalah sebagai berikut:83

1. Penyelundupan. Adalah mengimpor atau mengekspor di luar tempat

kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat kedudukan

Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau

dinding-dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.

2. Uraian Barang Tidak Benar. Dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari

bea masuk yang rendah atau menghindari peraturan larangan dan pembatasan.

3. Pelanggaran Nilai Barang. Dapat terjadi nilai barang sengaja dibuat lebih

rendah untuk menghindari bea masuk atau sengaja dibuat lebih tinggi untuk

memperoleh restitusi (draw-back) yang lebih besar.

4. Pelanggaran Negara Asal Barang. Memberitahukan negara asal barang dengan

tidak benar misalkan negara asal Jepang diberitahukan Thailand dengan

maksud memperoleh preferensi tarif di negara tujuan.

5. Pelanggaran Fasilitas Keringanan Bea Masuk Atas Barang Yang Diolah. Yaitu

tidak mengekspor barang yang diolah dari bahan impor yang memperoleh

keringanan bea masuk.

(38)

6. Pelanggaran Impor Sementara. Tidak mengekspor barang seperti dalam

keadaan semula.

7. Pelanggaran Perizinan Impor/Ekspor Misalnya memperoleh izin mengimpor

bibit bawang putih ternyata dijual ke pasaran bebas sabagai barang konsumsi.

8. Pelanggaran Transit Barang. Barang yang diberitahukan transit ternyata di

impor untuk menghindari bea.

9. Pemberitahuan Jumlah Muatan Barang Tidak Benar. Agar dapat membayar bea

masuk lebih rendah atau untuk menghindari kuota.

10.Pelanggaran Tujuan Pemakaian. Memperoleh pembebasan bea masuk dalam

rangka Penanaman Modal Asing (PMA) tetapi dijual untuk pihak lain.

11.Pelanggaran Spesifikasi Barang Dan Perlindungan Konsumen. Pemberitahuan

barang yang menyesatkan untuk menghindari persyaratan dalam

Undang-Undang Spesifikasi Barang atau Perlindungan Konsumen.

12.Barang Melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual. Yaitu barang palsu atau

bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor dari suatu negara.

13.Transaksi Gelap. Transaksi yang tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan

untuk menyembunyikan kegiatan ilegal. Pelanggaran ini dapat diketahui

dengan mengadakan audit ke pe

Referensi

Dokumen terkait