DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A. Didi. (1995). Sekilas perihal yang bertalian dengan organisasi
ekonomi perdagangan Internasional, Pusdiklat Niaga Departemen Perdagangan,
Jakarta.
Ali, M. Purwito. (2008). Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang), Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Ali, Muchamad Safa’at. (2011). Intelijen Negara dalam Negara Hukum yang Demokratis, Universitas Brawijaya, Fakultas Hukum.
Anwar, Syaiful. (2011). Mengenal World Customs Organization (WCO),
Widyaiswara Utama Pusdiklat Bea dan Cukai.
Aryaji, Susanti. (2009). Latar Belakang Kerjasama Perdagangan Internasional di
Bidang Kepabeanan, Elexmedia Komputindo, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktik,
Penerbit Rineka Cipta, Edisi revisi VI, Jakarta.
Arifin, Sjamsul (dkk). (2004). Kerja sama perdagangan Internasional: peluang
dan tantangan bagi Indonesia.PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Barutu, Christhophorus. (2007). Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan
Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. (2011).
Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. (2010).
Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), Jakarta: Penerbit Yayasan Obor
Indonesia.
Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. (2010).
Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), Jakarta: Penerbit Yayasan Obor
Indonesia.
Bossche, Peter Van Den (dkk). (2010). Pengantar Hukum Kepabeanan :
Pengawasan Intelijen Negara. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Buana, Mirza Satria. (2007). Hukum Internasional Teori dan Praktek, Penerbit
Basri, Husni Siregar. (1998). Perkembangan Hukum Organisasi Internasional,
Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat (KSHM), FE, Medan.
Dimyati, Ahmad. (2011). Modul : Undang-Undang Pabean, Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat
Bea Dan Cukai, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (1995). Pertumbuhan & Perkembangan Bea
dan Cukai Dari Masa ke Masa – Jilid II, Penerbit Yayasan Bina Ceria, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (1997). Deklarasi Columbus, Jakarta.
(1993). Kovensi Internasional Tentang Penyederhanaan dan
Penyelarasan Prosedur Pabean, Jakarta.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (1999). WTO (World Trade Organisation), Menuju Perdagangan Masa depan.
Dwi, Rita Lindawati. (2011). Bahan Ajar Undang-Undang Kepabeanan, Program
Diploma III Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara, Jakarta.
Felix, R. Mulyanto dan Endar Sugiarto. (2007). Pabean, Imigrasi, dan Karantina,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gandasubrata, Purwata. (2010). Peranan Bea dan Cukai dalam Memberantas
Penyelundupan, Cetakan 1, Jakarta: Ikatan Hakim Indonesia Cabang Mahkamah
Agung Republik Indonesia, Jakarta.
G, Sartan. (2010). Kepabeanan: Pengantar Hukum Pabean Positif di
Internasional, Djambatan, Semarang.
Gautama, Sudarto. (1994). Segi-Segi Hukum Perdagangan Internasional (GATT
dan GSP), PT. Citra Aditya Bukti, Bandung.
Hata. (1998). Aspek-aspek Hukum dan Non Hukum Perdagangan Internasional
dalam sistem GATT dan WCO. Bandung: STHB Press.
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan. (2011). Penerbit Fokusmedia,
Bandung.
Indonesia, Undang-Undang tentang Pengesahan Agreement Establishing The
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Jemadu, Aleksius. (2007). Praktek-Praktek Intelijen Dan Pengawasan Demokratis
- Pandangan Praktisi: Kelompok Kerja Intelijen DCAF, Publikasi DCAF - FES SSR
Vol. II, Jakarta.
Kartajoemana, H.S. (2006). GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga
Internasional di Bidang Perdagangan, Jakarta: Penerbit UI-Press.
Kharisma, Imam Makkawaru. (2011). Kepabeanan Internasional, Kementerian
Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat
Bea Dan Cukai, Jakarta.
Kusnanto, Anggoro. (2004). Badan intelijen negara dan keamanan nasional,
Stanley,ed, Jakarta, ProPatria.
Luc De Wulf, Jose B. Sokol. (2005). Customs Modernization Handbook, Washington, D.C., The World Bank
Maman, Ade Suherman. (2003). Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi
Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nazir, Daeng. (1996). Post Audit dalam Sistem Kepabeanan di Indonesia,
Makalah, Seminar Nasional UU Kepabeanan dan UU Cukai, Surabaya.
Purwito, Ali. (2011). Reformasi Kepabeanan: Undang-Undang No.17 Tahun 2006
Pengganti Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Cetakan
Pertama, Penerbit Graha Ilmu.
Peter, Mahmud. (1996). The Function of General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), Jakarta.
R. Soeroso. (2006). Pengantar Ilmu Hukum, cet. VIII, Jakarta: Sinar Grafika.
Sani, Abdul dkk. (2007). Buku Pintar Kepabeanan, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Saly, Jeane Netje. (2004). Analisis Yuridis Ketentuan Hukum Pabean dan
Keadilan Berusaha dalam Pelaksanaan WCO dan Usaha reformasi Hukum
Internasional dalam Penyelesaiannya. BPHN Kementerian Hukum dan HAM.
Semedi, Bambang. (2011). Modul Penindakan Pengawasan dan di Bidang
Kepabeanan, Ke--menterian Keuangan Republik Indonesia Badan pendidikan dan
(2011). Modul : Pengawasan Dan Penindakan Di Bidang Kepabeanan,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan
Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta.
(2009). Pihak-Pihak yang memiliki akses informasi tidak langsung dalam
kegiatan intelijen bea dan cukai, WI pada Pusdiklat Bea dan Cukai, Jakarta.
Setianingsih, Sri Suwardi. (2004). Pengantar Hukum Organisasi Internasional,
Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2004). Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta.
Sood, Muhammad. (2011). Hukum Perdagangan Internasional. Penerbit Rajawali
Press. Jakarta.
Sudarsono. (2004). Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta.
Suharjo. (1997). Kepabeanan : Suatu Pengantar WCO Sarankan Sistem Pre
Shipment Inspection diganti Post audit, Media Indonesia.
Sukarmi. (2002). Regulasi Penyeludupan barang Asing Di Bawah Bayang-bayang
Pasar Bebas. Jakarta: Sinar Grafika.
Sunandar, Taryana. (1994). Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perkembangan
Hukum Perdagangan Internasional dari GATT 1947 sampai Terbentuknya WCO,
Badan Nasional Departemen Kehakiman.
Suryo, Sakti, Hadiwijoyo. (2012). Aspek Hukum Wilayah Negara, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Sutarto, Edhi. (1997). Pelaksanaan Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana di
Bidang Kepabeanan dan Cukai, Makalah, Seminar Nasional Kewenangan Penyidikan
dalam sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang.
Syahmin, AK. (2008). Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang),
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Tambunan, Tulus TH. (2008). Globalisasi dan Perdagangan Internasional.
Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor.
Widjajanto, Andi. (2011). Reformasi Intelijen Negara, Pacivis, Jakarta.
(2008). Hubungan Intelijen Negara, PACIVIS UI, Jakarta.
Wijayanti, Asri dan Lilik Sofyan Achmad. (2011). Strategi Penulisan Hukum,
8 September 2013 -
http://arwanarsyad.blogspot.com/2011/05/perkembangan-gatt.html
8 September 2013 -
http://adenasution.com/index.php/2012/05/29/wto-dari-singapura-ke-cancun/
WTO - 8 September 2013 - <http://www.wto.org(18 November 2006)
Bumi Kita. “Kepabeanan Internasional”. 9 November 2013 - http://bumikitta.wordpress.com/2010/01/26/selamat-hari-kepabeanan-internassional-ke-58/
9 November 2013 - http://ardianlovenajlalita.wordpress.com/
Dewi. “sistem pengawasan pabean”. 17 Oktober 2013 - http://dewibluesaphire22.blogspot.com/2010/03/sistem-pengawasan-pabean.html
Balitbang Kemhan - 17 Oktober 2013 -
http://balitbang.kemhan.go.id/?q=content/peranan-aparat-bea-cukai-terhadap-ancaman-nir-militer-dalam-mendukung-pertahanan-negara.
Kompasiana- Alasan Dasar dalam pertimbangan politik hukum dalam UU kepabeanan - 17 Oktober 2013 - http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/25/%E2%80%9Capa- yang-dijadikan-alasandasar-pertimbangan-politik-hukum-dalam-uu-kepabeanan-no-17-tahun-2006%E2%80%9C-496391.html
Dampak kebijakan terhadap perdagangan Internasional - 17 Oktober 2013 -
BAB III
PENGAWASAN DALAM KEGIATAN INTELIJEN TERHADAP PENYELUDUPAN BARANG PALSU DAN BAJAKAN DI BIDANG
KEPABEANAN INTERNASIONAL
A. Fungsi Badan Intelijen internasional
Intelijen merupakan salah satu instrumen penting bagi penyelenggaraan
kekuasaan negara. Intelijen juga merupakan produk yang dihasilkan dari proses
pengumpulan, perangkaian, evaluasi, analisis, integrasi, dan interpretasi dari seluruh
informasi yang berhasil didapatkan terkait dengan isu keamanan nasional. Dengan kata
lain, intelijen merupakan sari dari pengetahuan yang mencoba membuat prediksi
dengan menganalis dan mensintesis aliran informasi terkini, serta menyediakan bagi
para pembuat keputusan berbagai proyeksi latar belakang serta tindakan alternatif
yang dapat dijadikan ukuran dari kebijakan dan tindakan yang akan dibuat. Sebagai
bagian dari system keamanan nasional, intelijen berperan sebagai sistem peringatan
dini dan sistem strategis untuk mencegah terjadinya pendadakan strategis yang
mengancam keamanan negara.44
Semakin meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional memunculkan
kebutuhan yang mendesak untuk pembentukan lembaga intelijen dengan mandat yang
jelas dan komprehensif. Sesuai dengan konsep idealnya, intelijen negara dapat
dibedakan menjadi dua pengertian: sebagai fungsi dan sebagai organisasi. Intelijen
sebagai fungsi, pada hakekatnya terpusat pada sistem peringatan dini (early warning
system) di mana tugas intelijen adalah untuk mengumpulkan, menganalisa, dan
memberikan informasi yang diperlukan kepada pembuat kebijakan. Sementara,
sebagai sebuah organisasi, institusi intelijen tidak jauh berbeda dengan institusi negara
lainnya. Intelijen memiliki tempat di dalam struktur ketatanegaraan, lengkap dengan
personel dan hubungan antar institusinya. Karakteristik dasar intelijen dalam
aktivitasnya rentan bertentangan dengan prinsip dasar penadbiran. Hal ini terjadi
karena intelijen pada dasarnya berkaitan erat dengan prinsip-prinsip kerahasiaan, yang
berlawanan dengan prinsip penadbiran yang mensyaratkan transparansi dan
keterbukaan.45
Intelijen Negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman
terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman yang ditujukan eksistensi, keutuhan
dan kedaulatan Negara, melainkan juga ancaman terhadap keamanan warga Negara.
Fungsi intelijen pada hakikatnya menyediakan informasi yang mutakhir dan akurat
sebagai dasar pengambilan keputusan di bidang keamanan. Fungsi intelijen diperlukan
tidak adanya dalam konteks hubungan antar Negara sebelum dan pada saat perang,
melainkan spektrumnya telah meluas menjangkau ancaman keamanan internasional
dan domestik maupun warga Negara sehingga tidak pada tempatnya jika intelijen
Negara justru menanggu keamanan warga Negara.46
Berkembangnya spectrum ancaman keamanan internasional menuntut
diselenggarakannya fungsi intelijen Negara yang professional. Di sisi lain, keberadaan
intelijen Negara juga harus sesuai dengan karakter masyarakat demokratis yang
menuntut partisipasi dan pertanggungjawaban dari semua penyelenggara fungsi
Negara guna menjamin tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan
penyelenggaraan hak asasi manusia.
45
Anggoro, Kusnanto, Badan intelijen negara dan keamanan nasional, Stanley,ed, Jakarta, ProPatria, 2004, hal 9
Selain akses dan kemampuan yang dapat disediakan suatu negara terkadang ada
keuntungan dalam memiliki sekutu yang dekat dan bertahan lama yang dapat
dipercaya dalam situasi yang sulit. Badan intelijen merupakan perekat yang nyata
untuk hubungan keamanan semacam ini. Karena kebutuhan intelijen dari para pembuat
kepentingan pemerintahan semakin berhubungan dengan hal-hal yang bersifat global
maupun internasional, hubungan intelijen dengan negara lain semakin meluas. Salah
satu alasannya adalah karena tidak ada satu-pun badan intelijen yang dapat secara
efektif menjangkau semua tempat dimana suatu kegiatan dapat terjadi di seluruh
dunia. Selain itu, berbagai forum khusus terdapat di seluruh dunia untuk menangani
subyek-subyek spesifik dengan mengumpulkan badan-badan intelijen dari berbagai
negara dan yang sedikit banyak diketahui.47
Resiko dan ancaman non militer baru, intervensi internasional yang meluas, dan
operasi perdamaian multinasional menjadi sebab perluasan yang cepat dari kebutuhan
akan kontribusi intelijen terhadap keamanan internasional. Pada saat yang sama,
alasan-alasan tersebut membuka jalan untuk kerja sama yang lebih tinggi antara
keamanan dan organisasi intelijen dari negara-negara yang berpartisipasi dan
berkepentingan dengan kerjasama tersebut. Kerjasama yang luas antar berbagai
Negara menjadi semakin penting karena adanya ancaman yang serius dari terorisme
internasional dan bahaya bangkitnya terorisme internal. Tindakan-tindakan yang
diambilnya masih bergantung pada masukan dari intelijen nasional. Intelijen nasional
diharapkan dapat mengisi kesenjangan, menguji keabsahan sumber-sumber lain dan
yang terpenting lagi memberikan penilaian. Organisasi-organisasi internasional ini
pada akhirnya akan membentuk suatu mesin penilaian intelijen supranasional, namun
hal ini akan diwujudkan dalam proses yang memakan waktu dan harus dibangun
berdasarkan pertukaran antar negara. Sejak beberapa tahun yang lalu, Amerika Serikat
dan beberapa negara lainnya telah berkomitmen untuk memberikan dukungan intelijen
bagi organisasi-organisasi internasional. Dalam batas tertentu, hal ini sudah menjadi
landasan de facto dari masyarakat internasional.48
Pasal 26 dan 27 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara
menyebutkan bahwa pertanggungjawaban Badan Intelijen Negara ialah kepada
Presiden. Hal ini tentunya, jelas sekali bertentangan dengan prinsip dasar dari
pentingnya perlindungan sebuah rahasia negara. Jikalau memang Rahasia Negara ada
untuk kepentingan ‘keamanan nasional’ dan ‘pertahanan negara’, yang dengan
demikian merupakan kepentingan dan keamanan warga masyarakat (human security),
seharusnya pertanggungjawaban dari fungsi dan pelaksanaan Intelijen Negara harus
bertanggungjawab langsung kepada Negara. Dalam hal ini, Negara bukan berarti
Pemerintah atau Presiden.
Pertanggungjawaban langsung Badan Intelijen Negara kepada Presiden,
sebagaimana yang tersebutkan dalam Pasal 26 dan 27 di dalam UU Intelijen Negara
mengindikasikan bahwa Pemerintah memiliki wewenang untuk melancarkan segala
cara untuk kepentingan kekuasaannya. Hal ini dapat saja melenceng, bahwa
kepentingan yang dimaksud (Rahasia Intelijen dan/atau Rahasia Negara) ialah
kepentingan Pemerintah, bukan kepentingan Negara.49
48 Ibid, hal 22
B. Mekanisme/sistem pengawasan kegiatan intelijen Negara di bidang Kepabeanan
Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang
pesat dari permasalahan lintas batas negara. Semakin maraknya kenyataan bahwa isu
nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu
internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah
nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas
yang ”rigid”, melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis. Sejak
awal, para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia lainnya juga
telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun tertuang
pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu, tentunya tidak
mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak
menunduk kan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan
bermasyarakat. Bahkan seringkali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang
dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang
Pengesahannya, dimana ketentuan ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut
sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia.50
Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan
pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara
lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat
dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan
pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum
internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran
pemerintah dan masyarakat awam atas pemberlakuan hukum internasional di
Indonesia. Memang tidak dapat dipungkiri, kepastian hukum internasional, baik dalam
daya mengikatnya, pengawasannya dan penindakannya sangat rentan, karena
digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri
kepadanya. Namun demikian sifat koordinatif hukum internasional itulah yang
membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga
dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup
negara-negara beradab tetap diperlukan.51 Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan
upaya-upaya mengimplementasikannya serta penindakkannya tetap harus dilakukan,
khususnya di Indonesia. Terdorong oleh pemikiran, maka perlu untuk mengkaji
masalah-masalah hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai
implikasi dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk
tentu untuk menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah
diratifikasi oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala
yang ditemukan dalam pengimplementasiannya.52
Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda, mengingat peran
hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup
dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas
tentunya perlu mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat
51 Buana, Mirza Satria, Hukum Internasional Teori dan Praktek, Penerbit Nusamedia, Bandung, 2007, hal 31
dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi
lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis. 53
Hal-hal yang sepatutnya dilaksanakan dalam pelaksanaan penindakan dibidang
kepabeanan meliputi, penetapan dan penentuan batas wilayah Indonesia dan yurisdiksi
negara di laut menurut hukum laut internasional dan peraturan perundang-undangan
nasional, masalah penamaan pulau-pulau, pulau-pulau terluar, dan batas-batas terluar
yurisdiksi Indonesia.54 Perspektif penyelesaian perjanjian batas maritim antara
Indonesia dan negara tetangga, peningkatan peranan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dalam penegakan hukum di wilayah perbatasan Indonesia, aspek hukum
pencegahan transtional organized crimes di wilayah perbatasan, pengelolaan dan
pengembangan wilayah perbatasan Indonesia, penerapan dan penegakan suatu produk
hukum internasional di Indonesia, sosialisasi suatu produk hukum internasional yang
telah mengikat Indonesia; membantu instansi pemerintah terkait dalam menelaah
penerapan, penegakan dan pengembangan suatu produk hukum internasional;
Bekerjasama dengan berbagai lembaga baik pemerintah (governmental organization)
maupun swasta (non governmental organization), nasional maupun asing, termasuk
dengan berbagai organisasi internasional (international organization) dalam
pengembangan hukum internasional. Indonesia sebagai sebuah negara besar yang
berupa kepulaun tentunya memiliki wilayah kedaulatan hukum yang luas pula.
Wilayah kedaulatan hukum Indonesia yang lebih kita kenal sebagai wilayah yurisdiksi
Indonesia memiliki batas-batas wilayah yang ”seolah” tidak permanen. Hal ini
mengingat bentuk wilayah Indonesia yang berupa kepulauan sehingga batas wilayah
53
Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional dan Integrasi Ekonomi Regional dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003, hal 43
sangat bergantung pada keadaan pesisir pulau-pulau terluar dan keadaan pasang surut
perairan terluar Indonesia. Geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan
posisi di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Samudra
Hindia, menempatkan Indonesia menjadi daerah kepentingan bagi negara-negara dari
berbagai kawasan. Posisi strategis ini menyebabkan kondisi politik, ekonomi, dan
keamanan di tingkat regional dan global menjadi faktor yang berpengaruh terhadap
kondisi Indonesia.55
Sehingga ruang lingkup pengawasan di bidang kepabeanan adalah seluruh
wilayah Indonesia meliputi laut teritorial sejauh 12 mil laut yang diukur dari pulau
terluar, ZEE (zone ekonomi eksklusif) sejauh 200 mil laut yang diukur dari pulau
terluar, landas kontinen sejauh 350 mil laut yang diukur dari pulau terluar, dan seluruh
ketentuan yang pelaksanaannya dibebankan kepada bea dan cukai. Setiap administrasi
pabean harus melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi
seluruh pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam
perundang-undangannya yaitu memeriksa sarana pengangkut, barang, penumpang, dokumen,
pembukuan, melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain.56 Dalam
modul pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh World Customs
Organization (WCO) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode
untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan. Berdasarkan modul WCO
tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai yang mampu mendukung
55
Suryo, Sakti, Hadiwijoyo, Aspek Hukum Wilayah Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, hal 38
pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan
penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca-impor.57
Kewenangan bea dan cukai berupa patroli juga termasuk kegiatan pengawasan,
pelaksanaan patroli di darat, laut, dan udara yang bertujuan untuk mencegah,
menindak dan melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan, di samping itu
kegiatan patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah
penyelundupan. Pengawasan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari penindakan,
saling terkait dan saling mengisi. Pengawasan merupakan kegiatan untuk meyakinkan
bahwa sesuatu berjalan sebagaimana mestinya. Pengawasan lebih cenderung kepada
upaya-upaya pencegahan yang bersifat preventif dan persuasif daripada tindakan yang
bersifat represif.
Mekanisme pengawasan kegiatan intelijen Negara di bidang Kepabeanan yakni
dengan pengumpulan data dan informasi, identifikasi dan analisis terhadapnya
sehingga akan menghasilkan apa yang disebut sebagai hasil intilijen. Hasil ini akan
disebarkan kepada unit opersional untuk melaksanakan pengawasan. Unit intelijen
seharusnya terpisah dengan unit operasional karena sistem dan cara kerjanya beda.
Walaupun perubahan dalam kewenangan pengawasan penegakan hukum dan intelijen
internal yang diduga menjadi lebih radikal segera setelah peristiwa ternyata masih
tetap dalam tingkat yang dapat diterima, negara-negara demokrasi harus tetap
memperkuat dan tidak mengabaikan kebutuhan untuk menegakkan pilar-pilar
kelembagaan yang sudah ada. Tatkala sistem nilai demokrasi berada dalam bahaya,
sistem itu sendiri harus diperkuat. Sebab itu, kecenderungan untuk memberikan
prioritas yang lebih rendah terhadap perlindungan hak individu dengan alasan untuk
melindungi masyarakat, harus diimbangi dengan peningkatan pengendalian demokrasi
dan pengawasan parlement terhadap intelijen. Jika tidak demikian semua pihak
dirugikan, terutama negara-negara dalam proses transisi. Di sisi yang lain, ketaatan
akan pedoman konstitusional yang terlalu kaku, bila diterapkan tanpa pertimbangan
atau akal sehat, dapat menjadi ancaman terhadap tatanan konstitusional yang sama
besarnya dengan ancaman yang ditimbulkan oleh penyelewangan tanpa batas dari
konstitusi itu sendiri.58
C. Tindakan pengawasan dalam kegiatan intelijen terhadap pelanggaran di bidang Kepabeanan
Pengawasan Pabean adalah memastikan semua pergerakan barang, kapal, pesawat
terbang, kendaraan dan orang-orang yang melintas perbatasan Negara berjalan dalam
kerangka hukum, peraturan dan prosedur pabean yang ditetapkan. Untuk menjaga dan
memastikan agar semua barang, kapal dan orang yang keluar/masuk dari dan ke suatu
negara mematuhi semua ketentuan kepabeanan. Setiap administrasi pabean harus
melakukan kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan pabean meliputi seluruh
pelaksanaan wewenang yang dimiliki oleh petugas pabean dalam
perundang-undangannya yaitu memeriksa: kapal, barang, penumpang, dokumen, pembukuan,
melakukan penyitaan, penangkapan, penyegelan, dan lain-lain. Dalam modul
pencegahan pelanggaran kepabeanan yang dibuat oleh WCO (World Customs
Organization) disebutkan bahwa pengawasan pabean adalah salah satu metode untuk
mencegah dan mendeteksi pelanggaran kepabeanan.59
Berdasarkan modul WCO tersebut dinyatakan bahwa pengawasan Bea Cukai
yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan penyelundupan paling tidak
harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, dan audit pasca
impor. Di samping tiga kegiatan itu, patroli juga merupakan pengawasan Bea Cukai
untuk mencegah penyelundupan. Jika kita lihat uraian tugas dan fungsi Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai tidak terlihat adanya fungsi pencegahan pelanggaran,
penindakan dan penyidikan tetapi kalau dilihat pada fungsi seksi-seksi di dalamnya
terlihat adanya fungsi patroli, pemeriksaan kapal, periksaaan barang, pemeriksaan
badan, penelitian dokumen dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan
(Customs Control) menurut terminologi WCO. 60
Apabila ditinjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari saat kedatangan kapal atau
penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen, pemeriksaan barang atau
penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki seksi-seksi di dalam
Kantor Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi pengawasan. Petugas
Kantor Pelayanan berwenang melakukan pengawasan pembongkaran, penelitian
dokumen, pemeriksaan barang dan pemeriksaan penumpang. Yang tidak dapat
dilaksanakan hanyalah kegiatan audit pasca impor, penindakan dan penyidikan karena
ketiga kegiatan ini tidak tercantum dalam uraian tugas dan fungsi Kantor Pelayanan
maupun seksi-seksi di dalamnya. Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya
merupakan tindak lanjut dari pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan
59
Saly, Jeane Netje. Analisis Yuridis Ketentuan Hukum Pabean dan Keadilan Berusaha dalam Pelaksanaan WCO dan Usaha reformasi Hukum Internasional dalam Penyelesaiannya. BPHN Kementerian Hukum dan HAM. 2004
melalui penelitian dokumen, pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika
menemukan adanya pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan
penindakan atau bahkan penyidikan.
Tindakan pemeriksaan terhadap sarana pengangkut, barang, bangunan atau
tempat lain, dan/atau surat atau dokumen yang bertalian dengan barang, serta
penegahan dan penyegelan wajib dibuatkan berita acara. Segel adalah tanda atau alat
pengaman yang terbuat dari kertas, plastik, logam dan atau bahan lainnya dengan
bentuk tertentu berupa lembaran, pita, kunci, kancing dan atau bentuk lainnya untuk
mempertahankan keadaan barang agar tidak terjadi perubahan dan atau sebagai tanda
bahwa barang tersebut di bawah pengawasan Bea dan Cukai. Pengawasan pabean
antara lain adalah penelitian dokumen , pemeriksaan fisik dan audit pasca-impor.61
Pengawasan intelijen yang mampu mendukung pendeteksian dan pencegahan
penyelundupan paling tidak harus mencakup kegiatan : penelitian dokumen,
pemeriksaan fisik, dan audit pasca impor. Di samping tiga kegiatan patroli juga
merupakan pengawasan Bea Cukai untuk mencegah penyelundupan. Jika tugas dan
fungsi intelijen tidak nampak adanya fungsi pencegahan pelanggaran, penindakan dan
penyidikan tetapi kalau dilihat pada fungsi seksi-seksi di dalamnya nampak ada fungsi
patroli, pemeriksaan kapal, periksaaan barang, pemeriksaan badan, penelitian
dokumen dan sebagainya yang merupakan kegiatan pengawasan (Customs Control)
menurut terminologi WCO. Apabila meninjau dari kegiatan kepabeanan mulai dari
saat kedatangan kapal atau penumpang, pembongkaran barang, pemeriksaan dokumen,
pemeriksaan barang atau penumpang, nampaklah bahwa fungsi-fungsi yang dimiliki
seksi-seksi di dalam Kantor Pelayanan telah dapat melaksanakan sebagian fungsi
pengawasan.62
Kegiatan penindakan dan penyidikan sebenarnya merupakan tindak lanjut dari
pengawasan pabean. Pengawasan pabean yang dilakukan melalui penelitian dokumen,
pemeriksaan fisik, audit pasca-impor, maupun patroli jika menemukan adanya
pelanggaran atau tindak pidana akan ditindaklanjuti dengan penindakan atau bahkan
penyidikan. Penelitian dokumen atau audit yang menemukan dokumen palsu akan
segera ditindaklanjuti dengan penyidikan.63
Efektivitas pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap barang-barang yang
masuk atau keluar daerah pabean saja, tetapi juga terhadap lalu lintas barang tertentu
dalam daerah pabean Indonesia dan Negara lain. Hal ini selain dalam rangka
pengawasan, juga untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyeludupan
dengan modus pengangkutan antar pulau. Kriteria penyeludupan lebih dipertegas
dengan lebih memperinci hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai penyeludupan
seperti dengan sengaja untuk keuntungan pribadi memberitahukan jenis dan jumlah
barang tidak sesuai dengan yang sebenarnya atau kenyataannya.64
D. Kegiatan Intelijen dalam pengawasan penyelundupan Barang Palsu dan Bajakan di Bidang Kepabeanan Internasional
Dewasa ini masyarakat dunia semakin dikejutkan dengan perkembangan yang
pesat dari permasalahan lintas batas negara. Semakin maraknya kenyataan bahwa isu
nasional bisa sewaktu-waktu berkembang dengan tidak terkendali menjadi isu
62 Van Den Bossche, Peter (dkk). Pengantar Hukum Kepabeanan : Pengawasan Intelijen Negara. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta, 2010, hal 38
63 Ibid
internasional, telah menyadarkan bangsa-bangsa bahwa batas antara masalah-masalah
nasional dan masalah-masalah internasional tidak lagi dapat dipisahkan oleh batas
yang ”rigid”, melainkan hanya dibatasi oleh selapis membran yang sangat tipis.
Sejak awal, para pendiri negara Indonesia sebagaimana para cendekia dunia
lainnya juga telah menyadari hal ini, sehingga di dalam konstitusi Indonesia pun
tertuang pernyataan bahwa bangsa Indonesia harus hidup dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. Oleh karena itu, tentunya
tidak mengherankan jika Indonesia kemudian dalam perjalanan kenegaraannya banyak
menunduk kan diri kepada hukum internasional, hampir di semua aspek kehidupan
bermasyarakat. Bahkan seringkali suatu ketentuan hukum internasional yang tertuang
dalam satu konvensi internasional, misalnya, hanya dibuatkan Undang-Undang
Pengesahannya, dimana ketentuan ketentuan yang termuat dalam konvensi tersebut
sebenarnya dapat langsung berlaku sebagai hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia.
Akan tetapi sayangnya, meskipun semangat untuk terlibat di dalam pembentukan dan
pelaksanaan hukum internasional itu begitu besar, kenyataan di lapangan sering bicara
lain. Banyak sekali konvensi yang telah diratifikasi oleh Indonesia belum dapat
dilaksanakan dengan efektif karena berbagai dalih, seperti belum ada peraturan
pelaksanaannya, kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum mengenai hukum
internasional yang terkait dengan Indonesia, sampai dengan belum pahamnya jajaran
pemerintah dan masyarakat awam atas pemberlakuan hukum internasional di
Indonesia. Memang tidak dapat dipungkiri, kepastian hukum internasional, baik dalam
daya mengikatnya, pengawasannya dan penindakannya sangat rentan, karena
digantungkan pada kemauan suatu negara berdaulat untuk menundukkan diri
membuat hukum internasional tetap ada di antara bangsa-bangsa di dunia, sehingga
dengan alasan apapun keberadaannya untuk menjaga keseimbangan hidup
negara-negara beradab tetap diperlukan. Oleh karenanya pemahaman terhadapnya dan
upaya-upaya mengimplementasi kannya serta penindakkannya tetap harus dilakukan,
khususnya di Indonesia. 65
Terdorong oleh pemikiran di atas, maka perlu untuk mengkaji masalah-masalah
hukum internasional yang ada, khususnya yang mempunyai implikasi dengan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Termasuk tentu untuk
menganalisa sejauh mana suatu ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi
oleh Indonesia telah dilaksanakan dengan efektif, dan kendala-kendala yang
ditemukan dalam pengimplementasiannya. 66
Sosialisasi hukum internasional pun menjadi suatu agenda, mengingat peran
hukum internasional yang tidak bisa diabaikan jika negara-negara di dunia ingin hidup
dalam suasana yang saling menghargai kepentingan satu sama lain. Secara luas
tentunya perlu mengambil peran aktif dalam menjembatani kepentingan masyarakat
dan negara Indonesia di satu sisi dengan kepentingan masyarakat internasional di sisi
lain, agar keduanya bisa berjalan berdampingan dengan harmonis. Hal-hal yang
sepatutnya dilaksanakan dalam pelaksanaan penindakan dibidang kepabeanan
meliputi, penetapan dan penentuan batas wilayah Indonesia dan yurisdiksi negara di
laut menurut hukum laut internasional dan peraturan perundang-undangan nasional,
65 Sjamsul Arifin,(dkk). Kerja sama perdagangan Internasional: peluang dan tantangan bagi Indonesia.PT Elex Media Komputindo. Jakarta, 2004, hal 39
masalah penamaan pulau-pulau, pulau-pulau terluar, dan batas-batas terluar yurisdiksi
Indonesia.67
Penindakan di bidang Kepabeanan sebagai upaya untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran ketentuan Undang-undang.
Berdasarkan Undang-undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 tanggal 30
Desember 1995 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tanggal 15 Nopember
2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang
Kepabeanan, bahwa penindakan meliputi :
1) Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang Di
Atasnya Serta Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang
2) Pemeriksaan terhadap barang, bangunan atau tempat lain, surat atau dokumen
yang berkaitan dengan barang, atau terhadap orang;
3) Penegahan terhadap barang dan sarana pengangkut; dan
4) Penguncian, penyegelan, dan/atau pelekatan tanda pengaman yang diperlukan
terhadap barang maupun sarana pengangkut.68
Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang
merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, bea dan cukai
mempunyai wewenang dalam memeriksa barang dalam perdagangan nasional dan
internasional. Pemeriksaan barang meliputi kelengkapan surat dokumen tentang asal
usul barang,pemilik asal barang dan tujuan pemilik baru atas barang.
Bea dan cukai sebagai pengawas lalu lintas barang sangat erat kaitannya dengan
pelaksana dalam memberantas penyelundupan baik barang yang berasal dari luar
67
Bambang Semedi, Modul : Pengawasan Dan Penindakan Di Bidang Kepabeanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta, 2011, hal 45-46
maupun dalam negeri. Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun
2006, bea dan cukai mempunyai wewenang untuk menangkap pelaku
penyelundupan,menyita barang selundupan sebagai barang bukti untuk diserahkan
kepada pihak yang berwajib seperti kepolisian untuk ditindaklanjuti sebagai tindak
pidana.
Indonesia sebagai daerah yang sering dijadikan target dari penyelundupan dari
pasar Internasional menjadikan tugas bea dan cukai dalam memberantas
penyelundupan begitu penting agar melindungi produksi dalam negeri dan juga
sebagai penghasil devisa negara dari pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea dan
cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang
masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Oleh karena itu, bea dan
cukai mempunyai landasan hukum yang jelas agar dapat melaksanakan tugasnya yaitu
Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006.
Instansi kepabeanan menyadari bahwa upaya penyimpangan, pemalsuan (fraud)
dan penyelundupan terjadi di belahan dunia manapun, termasuk Negara kita. Untuk
itulah dalam meninkatkan efektifitas pengawasan dalam rangka mengoptimalkan
pencegahan dan penindakan penyelundupan, perlu peraturan yang lebih jelas dalam
pelaksanaaan kepabeanan. Dalam rangka mengatasi hal tersebut ada tiga hal yang
mendasari tugas dan peran kepabeanan, yaitu pertama kedisiplinan dalam
melaksanakan tugas pengawasan dan pelayanan terhadap masyarakat. Kedua, adanya
dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan otoritas dalam mengambil tindakan yang
diperlukan terutama dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi
ini. Ketiga, mengantisipasi perubahan sesuai dengan tuntutan dunia perdagangan
Penyelundupan barang palsu dan bajakan melalui perairan kawasan Asia Pasifik,
khususnya Asia Tenggara, juga cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian
selatan kawasan Asia Tenggara, merupakan salah satu negara tujuan para imigran
gelap. Hal tersebut menjadikan perairan di kawasan Asia Tenggara, termasuk perairan
Indonesia, menjadi jalur laut menuju benua tersebut. Penyelundupan manusia tidak
dapat dipandang sebagai masalah yang sederhana. Upaya penanggulangannya
melibatkan beberapa negara dengan berbagai kepentingan yang berbeda, terutama
keamanan, kemanusiaan, ekonomi, dan politik. Kegiatan migrasi ilegal berskala besar
kerap kali dilakukan oleh organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi
ilegal memberikan dampak negatif terhadap negara tujuan dan negara transit sehingga
sering menimbulkan persoalan politik, sosial ekonomi, dan ketegangan hubungan
antarnegara. Disamping migrasi ilegal, kasus penyelundupan manusia, seperti
penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan bayi, atau wanita ke negara lain melalui
wilayah perairan juga marak akhir-akhir ini.69
Kegiatan penyelundupan melalui wilayah perairan antar negara yang tidak kalah
maraknya pada dekade terakhir ini di kawasan Asia Tenggara adalah penyelundupan
senjata, amunisi, dan bahan peledak. Kegiatan ilegal tersebut memiliki aspek politik,
ekonomi, dan keamanan antar negara maupun di negara tujuan. Di bidang keamanan,
penyelundupan senjata menimbulkan masalah yang sangat serius karena secara
langsung akan mengancam stabilitas keamanan negara tujuan. Perompakan di laut dan
penyelundupan yang diuraikan di atas merupakan tindakan ilegal lintas negara yang
menimbulkan kerugian bagi negara-negara di kawasan maupun bagi negara-negara
yang menggunakan lintas perairan. Tindakan ilegal lintas negara itu cukup signifikan
dan semakin menguatirkan negara-negara di kawasan. Tindakan ilegal tersebut
diorganisasi dengan rapi, sehingga perlu kerjasama antar negara untuk mengatasinya.70
Yang dimaksud dengan penyelundupan disini adalah mengimpor atau mengekspor di
luar tempat kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat
kedudukan Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau
dinding dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.71 Dalam organisasi
dan tata kerja yang baru kegiatan intelijen (pengumpulan dan pengolahan informasi)
secara umum tidak dimungkinkan di Kantor Pelayanan. Yang dimungkinkan hanya
pengumpulan informasi muatan kapal yang tercantum pada manifest. Tetapi fungsi
patroli ada juga di Kantor Pelayanan dan untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan
pengumpulan informasi. Tanpa informasi yang diperoleh dengan baik, patroli tidak
terarah dan tidak tahu daerah rawan yang beresiko tinggi. Mau tidak mau kegiatan
Intelijen harus dilakukan juga di Kantor Pelayanan agar patroli berjalan efektif. Kalau
Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor Wilayah tidak
akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena terbatasnya
jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara teoriti bisa
secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk
mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit
kalau wilayahnya relatif luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga
dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena mereka berada didekat sumber informasi.
Penyelundupan narkotika dan psikotropika yang melalui pelabuhan laut/udara ada
70 Sukarmi. Regulasi Penyeludupan barang Asing Di Bawah Bayang-bayang Pasar Bebas. Jakarta: Sinar Grafika. 2002, hal 47
yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang
dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner.
Dilihat dari prosentasenya berdasarkan data yang tersedia lebih banyak
tangkapan yang diperoleh dari Profilling dan deteksi X-Ray dibandingkan yang
berasal dari informasi yang sudah matang. Berarti dalam hal inipun Kantor Pelayanan
lebih banyak menguasai informasi dan melakukan deteksi melalui pengamatan mereka
sendiri terhadap gerak-gerik penumpang. Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak
benar, penyalahgunaan fasilitas Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan
sebagainya lebih mudah dideteksi melalui dokumen impor/ekspor yang berada di
Kantor Pelayanan Informasi tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa
diperoleh jika kita mengolah informasi-informasi dalam Pemberitahuan Impor Barang
(PIB), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Manifest, Bill of Lading (B/L), Invoice,
Packing List, data perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain. Informasi ini
sebagian besar berada di Kantor Pelayanna dan dapat digunakan setiap saat. Pada
umumnya yang dianggap informasi bagi orang awam adalah pemberitahuan dari
seseorang atau badan secara tertulis atau lisan bahwa akan terjadi penyelundupan yang
dilakukan oleh seseorang. Informasi yang sudah matang ini di Bea Cukai lazim disebut
hasil intelijen atau intelijen positif. Sebenarnya informasi tidak hanya sebatas yang
sudah matang saja tetapi banyak informasi yang masih mentah berseraka disana-sini
berada dalam dokumen Pabean maupun dokumen pelengkapnya, informasi ini kalau
diolah juga akan menghasilkan informasi matang (intelijen positif) yang dapat
digunakan mendeteksi penyelundupan atau pelanggaran Kepabeanan.72
Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006 yang
merupakan pengganti atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, bea dan cukai
mempunyai wewenang dalam memeriksa barang dalam perdagangan nasional dan
internasional. Pemeriksaan barang meliputi kelengkapan surat dokumen tentang asal
usul barang,pemilik asal barang dan tujuan pemilik baru atas barang. Bea dan cukai
sebagai pengawas lalu lintas barang sangat erat kaitannya dengan pelaksana dalam
memberantas penyelundupan baik barang yang berasal dari luar maupun dalam negeri.
Berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006, bea dan cukai
mempunyai wewenang untuk menangkap pelaku penyelundupan,menyita barang
selundupan sebagai barang bukti untuk diserahkan kepada pihak yang berwajib seperti
kepolisian untuk ditindaklanjuti sebagai tindak pidana.
Indonesia sebagai daerah yang sering dijadikan target dari penyelundupan dari
pasar internasional menjadikan tugas bea dan cukai dalam memberantas
penyelundupan begitu penting agar melindungi produksi dalam negeri dan juga
sebagai penghasil devisa negara dari pemungutan bea masuk dan bea keluar. Bea dan
cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang
masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Oleh karena itu, bea dan
cukai mempunyai landasan hukum yang jelas agar dapat melaksanakan tugasnya yaitu
Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006.
Sebagai daerah kegiatan ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu
instansi dari pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas
ekspor dan impor barang di daerah pabean. Adapun tujuan pemerintah dalam
mengadakan pengawasan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara;
pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran
Indonesia atau daerah pabean. Untuk menghindari hal tersebut, maka untuk keluar
masuknya barang melalui suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan
dokumen-dokumen yang sah melalui kerjasama antara Bea dan Cukai dengan instansi lain
pengelola pelabuhan untuk mengelola, memelihara, menjaga keamanan dan
kelancaran arus lalu lintas barang yang masuk maupun keluar daerah pabean dengan
maksud untuk mencegah tindakan penyelundupan yang merugikan negara.73 Dalam
lalu lintas kepabeanan mencakup ekspor dan impor, pejabat bea dan cukai selalu
melakukan pemeriksaan barang yang berada di wilayah kepabeanan. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang berkaitan
dengan perdagangan global, mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan
efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean
Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk
mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Maraknya peredaran
barang palsu dan hasil bajakan yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai oleh pihak
Bea dan Cukai. Kantor Bea dan Cukai mempunyai peran yang penting dalam rangka
mencegah beredarnya barang palsu dan hasil bajakan ke dalam pasaran masyarakat.74
Aparat Bea dan Cukai melaksanakan fungsi pengendalian tersebut dengan cara
menangguhkan pengeluaran barang impor/ekspor dari kawasan pabean untuk
memberikan kesempatan kepada yang berhak atas pabeanan internasional untuk
mengambil tindakan hukum Internasional. Tindakan tersebut dilakukan sekaligus
untuk mencegah barang-barang yang diduga terindikasi pelanggaran pabeanan
73Imam Kharisma Makkawaru, Kepabeanan Internasional, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta, 2011, hal 17
internasional tersebut masuk ke dalam distribusi komersial di pasaran masyarakat yang
nantinya bila dikonsumsi akan menimbulkan bahaya atau kerugian bagi masyarakat.75
Bentuk pengendalian dan pengawasan internal dan eksternal dapat dilakukan
dengan pilihan-pilihan berikut: Inspektur Jenderal dapat mengendalikan badan
intelijen apakah badan itu mematuhi prioritas yang ditetapkan dan melaksanakan
misi-misi spesifiknya. Inspektur Jenderal dapat ditugasi untuk mengumpulkan informasi
tertentu tentang kegiatan intelijen dan melaporkan pelanggaran hukum dan
ketidakefektifan badan intelijen kepada eksekutif dan badan legislatif. Seorang menteri
yang berhak menerima laporan dari badan intelijen, dapat juga dilengkapi dengan staf
yang memiliki kapasitas yang memadai untuk memonitor keefektifan badan intelijen,
dan juga memeriksa apakah mereka mematuhi batasan-batasan yang telah diterapkan.
Staf yang diberi wewenang ini juga membutuhkan akses ke semua informasi mengenai
kegiatan badan-badan intelijen.76
Pengawasan intelijen dan peninjauan kebijakan dapat dibentuk, yang terdiri dari
anggota dari luar pemerintah yang diangkat oleh karena kemampuan, pengetahuan,
pengalaman atau reputasinya yang baik, dan kemudian komisi ini diberi wewenang
untuk menilik peranan dan kebijakan badan intelijen. Suatu Ombudsman dapat
diangkat apakah itu yang mempunyai kekuasaan umum, atau hanya dengan satu tujuan
spesifik yaitu untuk meninjau tindakan pelanggaran intelijen.77
Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam Daerah
Pabean, yaitu pengawasan pengangkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah
Pabean melalaui laut. Pengawasan pengangkutan barang tertentu ini bertujuan untuk
75 Ibid
mencegah penyelundupan ekspor dengan modus antarpulau barang-barang strategis
seperti hasil hutan, hasil tambang atau barang yang mendapat subsidi, misalnya,
pupuk, bahan bakar minyak dan laian-lain. Penetapan suatu barang sebagai barang
tertentu ditetapkan oleh menteri yang membidangi perdagangan , dalam hal ini
Menteri Perdagangan. Ada kewajiban dari Menteri Perdagangan kepada Menteri
Keuangan untuk memberitahukan daftar barang yang ditetapkan sebagai barang
tertentu kepada Menteri Keuangan. Mengingat kondisi geografis Indonesia dengan
mempertimbangkan efisiensi pengangkutannya, maka pengawasan pabean tidak
dilakukan terhadap barang tertentu yang diangkut melalui darat atau udara.78 Dalam
pasal 115A Undang-Undang Kepabeanan, mengatur tentang pengawasan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat dilakukan terhadap barang yang dimasukkan
atau dikeluarkan ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditunjuk sebagai
daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas. Hal ini juga diatur dalam Annex
khusus bab II Konvensi Internasional penyederhanaan dan harmonisasi Prosedur
Pabean 9 (Kyoto Convention) diatur bahwa Bea dan cukai mempunyai kewenangan
untuk melakukan pengawasan terhadap lalulintas barang di Free Trade Zone.
Ketentuan tentang hal tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Ketentuan pada ayat 1 pasal 115A, dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan
daerah perdagangan bebas (Free Trade Zone) dan/atau pelabuhan bebas terhadap
pemasukan dan/atau pengeluaran barang-barang larangan dan pembatasan seperti
narkoba, senjata api, bahan peledak dimasukkan dan diolah di dalamnya.79
Konvensi-konvensi internasional kepabeanan dikelola oleh WCO. Setiap
konvensi yang dihasilkan oleh WCO harus ditaati oleh masing-masing anggota WCO,
konvensi internasional yang dimaksud adalah : 80
1. Konvensi pembentukan CCC tanggal 15 Desember 1950
2. Konvensi tentang Nilai Pabean (Valuation Convention)
3. Konvensi systems Nomenclature tarif bea masuk
4. Konvensi Harmonized Systems
5. Konvensi Simplifacation and harmonization of customs procedures yaitu
memuat kesepakatan internasional tentang harmonisasi dan penyederhanaan
prosedur pabean.
6. Konvensi Internasional tentang kerjasama pabean dibidang penegakan hukum
dan pemberantasan penyeludupan
7. Konvensi Internasional tentang barang-barang berfungsi sebagai kemasan
seperti tabungan gas yang dimasukan untuk kemudian dikeluarkan kembali
untuk kemudian digunakan lagi sebagai kemasan barang-barang dan sebab itu
memperoleh pembebasan bea masuk sebagai impor sementara (temporary
importation facility).
8. Konvensi Internasional tentang barang-barang milik para professional seperti
alat-alat riset/penelitian, alat mengukur kegempaan gunung berapi, alat
79
Rita Dwi Lindawati, Bahan Ajar Undang-Undang Kepabeanan, Program Diploma III Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Jakarta, 2011, hal230
mengukur cuaca, dll yang datang bersama dirinya untuk kemudian bila selesai
alat-alat tersebut dikeluarkan kembali, berdasarkan konvensi berhak
memperoleh pembebasan bea masuk sebagai impor sementara (temporary
importation facility).
9. Konvensi Internasional tentang barang-barang pameran, barang-barang
pameran berhak memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagai impor
sementara dan atau sebagai barang cetakan untuk brosur pameran.
10.Konvensi Internasional tentang impor sementara atas barang-barang milik turis
seperti kendaraan bermotor atau barang lainnya yang dimasukkan untuk
dikeluarkan kembali dengan fasilitas ATA Carnet. ATA Carnet adalah
dokumen pabean internasional yang dikeluarkan oleh kamar dagang
internasional.
11.Konvensi Internasional tentang alat-alat bernilai ilmu pengetahuan yang
dimasukkan kesuatu Negara untuk dikeluarkan lagi berhak memperoleh
pembebasan bea masuk sebagai impor sementara.
12.Konvensi Internasional tentang alat peraga pendidikan yang akan digunakan
dalam seminar, permuan ilmiah, workshop, dll. Yang dimasukan ke dalam
suatu Negara untuk kemudian akan dikeluarkan kembali dari Negara itu setelah
pertemuan ilmiah selesai berhak memperoleh pembebasan bea masuk sebagai
impor sementara.
13.Konvensi Internasional tentang barang yang dibongkar pada suatu Negara
sebagai transit untuk dikirim keluar Negara itu. Barang-barang dengan status
transit memperoleh pembebasan bea masuk sebagai barang transit atau dikenal
14.Konvensi Internasional tentang container sebagai alat kemasan dan bagian dari
system angkut laut/udara memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk sebagai
impor sementara karena mobilitas container yang tinggi sebagai alat kemasan
dalam perdagangan internasional.
15.Konvensi Internasional tentang impor sementara baik sebagai temporary
imporary admision dan barang-barang dengan status impor sementara berhak
memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk.
Bertitik tolak dari pemikiran sebagai negara hukum itulah dan keinginan
pemerintah yang menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan
mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan UUD 1945,
maka sesuai perkembangan hukum nasional dibentuklah Undang-Undang No 17
Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. Tujuan dibentuknya Undang-Undang No 17 tahun
2006 tentang Kepabeanan, diharapkan mampu untuk lebih menjamin kepastian
hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Selain itu, dengan
diberlakukannya undang-undang ini mampu untuk mendukung upaya peningkatan dan
pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global,
mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas
lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas
barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan
pencegahan dan penindakan penyelundupan. Di Indonesia, peredaran barang palsu dan
hasil bajakan sudah pada tahap yang serius dan mengkhawatirkan.
Sebagai contoh kasus terjadinya pelanggaran akibat kurangnya pengawasan
misalnya, BM (Black Market) sesuai istilah yang jamak dipakai dalam hukum positif
tidak resmi, perdagangan yang dilakukan di luar jalur resmi dengan sebab melanggar
hukum suatu negara. Begitu juga hal barang-barang hasil bajakan, seolah-olah
sekarang peredaran barang-barang hasil bajakan adalah barang yang umum untuk
diperjualbelikan. Sebagai contoh adalah maraknya penjualan kaset, VCD atau DVD
bajakan. Berbeda dengan peredaran barang-barang palsu, mungkin konsumen
menyadari bahwa mereka membeli barang yang bukan aslinya. Jelas hal ini
seakan-akan turut mendukung dan melegalkan perbuatan yang jelas-jelas dilarang oleh
undang-undang. Adapun mengenai barang palsu, konsumen tidak sadar bahwa mereka
membeli barang palsu. Niat konsumen sebenarnya membeli barang, tapi yang
didapatkan adalah produk palsu. Ini bisa membahayakan konsumen. Bahkan bisa
menimbulkan korban jiwa jika mereka membeli obat palsu atau spare part otomotif.
Perlu satu strategi yang komprehensif untuk mengatasi peredaran barang palsu dan
hasil bajakan. Sebagai salah satu instrumen hukum, Undang-Undang No 17 tahun
2006 tentang Kepabeanan mempunyai amanat yang cukup signifikan untuk turut
membantu memberantas peredaran barang palsu dan hasil bajakan. Pada Pasal 54
disebutkan bahwa : “Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak
cipta, ketua peradilan niaga dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea
dan cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau
ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan
hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang dilindungi di Indonesia”. Dari bunyi pasal
tersebut secara implisit ditegaskan bahwa undang-undang ini dapat digunakan untuk
mencegah beredarnya barang palsu dan hasil bajakan dalam aktifitas kepabeanan. Hal
ini karena barang palsu dan hasil bajakan merupakan hasil dari pelanggaran hak
Selain itu, peran aparat penegak hukum dan msayarakat juga berperan penting
untuk memberantas peredaran barang palsu dan hasil bajakan tersebut. Aparat penegak
hukum yang dimaksud adalah Direktorat Bea dan Cukai. Sebagai daerah kegiatan
ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari pemerintah yang
sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang di daerah
pabean. Adapun tujuan pemerintah dalam mengadakan pengawasan menurut
Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 10 Tahun 1995
Tentang Kepabeanan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara; sebagai
alat untuk melindungi produk-produk dalam negeri dan sebagai alat pengawasan agar
tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah
pabean.
Untuk menghindari hal tersebut, maka untuk keluar masuknya barang melalui
suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sah melalui
kerjasama antara Bea dan Cukai dengan instansi lain pengelola pelabuhan untuk
mengelola, memelihara, menjaga keamanan dan kelancaran arus lalu lintas barang
yang masuk maupun keluar daerah pabean dengan maksud untuk mencegah tindakan
penyelundupan yang merugikan negara. Berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang No 17
tahun 2006, tindakan pejabat Bea dan Cukai adalah Penangguhan Pengeluaran Barang.
Meskipun tindakan tersebut sangat terbatas, tindakan ini merupakan upaya untuk
pencegahan tindak pelanggaran. Tindak penangguhan yang dilaksanakan pada “Exit
atau Entry point” di dalam Kawasan Pabean dapat mencegah barang-barang yang
diduga terindikasi pelanggaran.81
BAB IV
PENINDAKAN DAN PENGAMANAN DALAM KEGIATAN INTELIJEN TERHADAP PENYELUNDUPAN BARANG PALSU DAN BAJAKAN DI
BIDANG KEPABEANAN MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
A. Pemeriksaan dan penyelidikan dalam kegiatan intelijen terhadap penyeludupan barang palsu dan bajakan kawasan pabean internasional
Kegiatan Intelijen (termasuk Surveillance) hanya dilakukan oleh petugas Kantor
Wilayah tidak akan efektif dan tidak mungkin bisa meliputi seluruh wilayah karena
terbatasnya jumlah petugas dan dana dibandingkan dengan luasnya wilayah. Secara
teoritis bisa secara rutin dikirim satuan tugas Surveillance dari Kantor Wilayah untuk
mengumpulkan dan mencari informasi ke seluruh wilayah tetapi secara teknis sulit
kalau wilayahnya relatif luas. Akan lebih mudah kalau kegiatan intelijen juga
dilakukan oleh Kantor Pelayanan karena mereka berada didekat sumber informasi.
Penyelundupan barang palsu dan bajakan yang melalui pelabuhan laut/udara ada
yang informasinya diperoleh dari pihak luar negeri melalui Kantor Pusat dan ada yang
dideteksi dengan Profiling ataupun penggunaan X-Ray scanner. Dilihat dari
prosentasenya berdasarkan data yang tersedia lebih banyak tangkapan yang diperoleh
dari Profilling dan deteksi X-Ray dibandingkan yang berasal dari informasi yang
sudah matang. Berarti dalam hal inipun Kantor Pelayanan lebih banyak menguasai
informasi dan melakukan deteksi melalui pengamatan mereka sendiri terhadap
gerak-gerik penumpang. Tipe pelanggaran pemberitahuan yang tidak benar, penyalahgunaan
fasilitas Kepabeanan, pelanggaran perizinan impor dan sebagainya lebih mudah
tentang adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut bisa diperoleh jika kita mengolah
informasi-informasi dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB), manifest, Bill of Lading (B/L), Invoice, Packing List, data
perusahaan, data kapal, data kontainer dan lain-lain. Informasi ini sebagian besar
berada di Kantor Pelayanan dan dapat digunakan setiap saat.82
Menunjuk Undang-Undang Kepabeanan diatur wewenang Pejabat Bea dan
Cukai mulai dari pasal 74 sampai dengan pasal 92 yang antara lain berisi wewenang
penindakan dan pasal 112 tentang wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan
Cukai. Jika wewenang-wewenang itu tidak dapat dijalankan oleh petugas Kantor
Pelayanan akan menyebabkan hambatan dalam tugas pokok Bea dan Cukai. Pada
Kantor Pelayanan terdapat seksi Kepabeanan yang menyelenggarakan fungsi
pemeriksaan barang, mengoperasikan X-Ray, pemeriksaan badan, menetapkan
klasifikasi barang, tarif bea masuk dan nilai pabean, penelitian kebenaran,
penghitungan bea masuk. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pengawasan pabean,
meskipun nama unit kerjanya bukan Seksi Pengawasan, Seksi Operasi, atau Seksi
Pemberantasan Penyelundupan. Tugas yang dilakukan Seksi Kepabeanan yaitu
pemeriksaan barang, pemeriksaan badan, penelitian tarif bea masuk dan nilai pabean
pada hakekatnya adalah pengawasan dalam pengertian manajemen yaitu upaya
menjaga agar semua kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Petugas Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan memeriksa barang, mencocokkan apakah
semua barang yang diimpor telah diberitahukan dengan benar atau apakah tarif dan
harganya telah diberitahukan dengan benar. Benar di sini adalah sesuai dengan
undang-undang atau peraturan yang berlaku mengenai pemberitahuan impor.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut tugas dan tanggung jawab aparat
bea dan cukai yang memerlukan tindakan berupa pengawasan. Adalah
tindakan-tindakan yang merupakan pelanggaran yang akan merugikan negara sehingga akan
berpengaruh terhadap sistem perekonomian di Indonesia. Pelanggaran-pelanggaran
tersebut adalah sebagai berikut:83
1. Penyelundupan. Adalah mengimpor atau mengekspor di luar tempat
kedudukan Bea dan Cukai atau mengimpor/mengekspor di tempat kedudukan
Bea dan Cukai tetapi dengan cara menyembunyikan barang dalam alas atau
dinding-dinding palsu (concealment) atau di badan penumpang.
2. Uraian Barang Tidak Benar. Dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari
bea masuk yang rendah atau menghindari peraturan larangan dan pembatasan.
3. Pelanggaran Nilai Barang. Dapat terjadi nilai barang sengaja dibuat lebih
rendah untuk menghindari bea masuk atau sengaja dibuat lebih tinggi untuk
memperoleh restitusi (draw-back) yang lebih besar.
4. Pelanggaran Negara Asal Barang. Memberitahukan negara asal barang dengan
tidak benar misalkan negara asal Jepang diberitahukan Thailand dengan
maksud memperoleh preferensi tarif di negara tujuan.
5. Pelanggaran Fasilitas Keringanan Bea Masuk Atas Barang Yang Diolah. Yaitu
tidak mengekspor barang yang diolah dari bahan impor yang memperoleh
keringanan bea masuk.
6. Pelanggaran Impor Sementara. Tidak mengekspor barang seperti dalam
keadaan semula.
7. Pelanggaran Perizinan Impor/Ekspor Misalnya memperoleh izin mengimpor
bibit bawang putih ternyata dijual ke pasaran bebas sabagai barang konsumsi.
8. Pelanggaran Transit Barang. Barang yang diberitahukan transit ternyata di
impor untuk menghindari bea.
9. Pemberitahuan Jumlah Muatan Barang Tidak Benar. Agar dapat membayar bea
masuk lebih rendah atau untuk menghindari kuota.
10.Pelanggaran Tujuan Pemakaian. Memperoleh pembebasan bea masuk dalam
rangka Penanaman Modal Asing (PMA) tetapi dijual untuk pihak lain.
11.Pelanggaran Spesifikasi Barang Dan Perlindungan Konsumen. Pemberitahuan
barang yang menyesatkan untuk menghindari persyaratan dalam
Undang-Undang Spesifikasi Barang atau Perlindungan Konsumen.
12.Barang Melanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual. Yaitu barang palsu atau
bajakan yang diimpor disuatu negara atau diekspor dari suatu negara.
13.Transaksi Gelap. Transaksi yang tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan
untuk menyembunyikan kegiatan ilegal. Pelanggaran ini dapat diketahui
dengan mengadakan audit ke pe