LAMPIRAN
Foto: Salwa Foto: Poetri
Foto: Feby Foto: Ayu
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdullah Zulkarnain. 2003. Mengapa Harus Perempuan?. Yogyakarta:
Ruzz Media
Al-Ghifari Abu. 2005. Jilbab Seksi. Bandung: Media Qalbu
Agus Bustanuddin. 2003. Sosiologi Agama. Padang: Andalas University Press
Al-Mahali Iqbal Abu.2003. Muslimah Modern Dalam bingkai Al-Qur’an dan
al-Hadits. Yogyakarta: LeKPIM
Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2. Jakarta:
Rajawali Press
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
Nasution Arif M, Hamdani, Humaizi, Sitorus Henry & Thamrin Husni. 2008.
Metodologi Penelitian. Medan: Fisip USU Press
Poloma M Margaret. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Ritzer, George& Goodman.2008.Teori Sosiologi Modern. Edisi Keenam.
Jakarta :Kencana Prenada Media Group.
Soejono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada
Siauww Y Felix. 2013. Yuk, Berhijab!. Bandung: Misan Media Utama
Wirawan, I.B. 2012.Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Budiastuti. 2012. Jilbab Dalam Perspektif Sosiologi (studi pemaknaan jilbab di
lingkungan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta).
Tesis. Program Pasca Sarjana Sosiologi. FISIP UI
Skripsi:
Yuniar, Restia , One. 2014. Pengaruh Pemakaian Jilbab Terhadap Perilaku
Siswi Kelas XI SMA Negri I Jatisrono Wonogiri.Skripsi. Program Studi
Pendidikan Islam. Fakultas Agama Islam. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Jurnal:
Mufidah, Zuhri, Kohobir dan Sopiah. Persepsi Mahasiswi Terhadap Jilbab
Gaul. Jurusan Tarbiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Pekalongan
Nova Yohana dan Dadi Ahmadi.Konstruksi Jilbab sebagai Simbol Keislaman.
2007 . Mediator Vol 8 No 2.
Rofiul Mula Hela, Moh Yasir Alimi dan M S Mustofa. Pemakaian Jilbab
Kreasi Baru di Kalangan Mahasiswi. 2013. Jurusan Sosiologi
Antropologi Universitas Negeri Semarang.
Maiyusnida.Trend Jilbab Mewarnai Dunia Kampus. 2006. Volume 1 Nomor
1. Jurnal Kerabat
Situs Web:
(diakses pada 20 November 2015, pukul 16.45)
(dikses pada 19Desember 2015, pukul 19.15)
( diakses pada 10 Maret 2016, pukul 20.30)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan agar mencapai suatu tujuan atau
dengan istilah lain suatu cara untuk memecahkan masalah ataupun cara
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Secara
lebih mendalam lagi Sugiyono (2009 : 6) menjelaskan bahwa metode penelitian
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan, dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu hingga pada gilirannya
dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah.
Jenis penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus sebagai kajian yang rinci atas
suatu latar atau peristiwa tertentu. Studi Kasus merupakan penelitian yang
penelaahannya kepada suatu kasus dilakukan secara intensif, mendalam (indepth
study) dan mendetail sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan
dengan baik dan lengkap.Studi kasus yang baik harus dilakukan secara langsung
dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang diselidiki. Walaupun demikian, data
studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti , tetapi juga dapat
diperoleh dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan
baik. Dengan kata lain, data dalam studi kasus dapat diperoleh dari berbagai
Pendekatan kualitatif diartikan sebagai pendekatan yang dapat
menghasilkan data, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati. Dengan demikian
penulis akan memperoleh data atau informasi lebih mendalam mengenai orientasi
nilai pengguna jilbab di kalangan mahasiswi FISIP USU.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di kawasan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Jalan Dr. A. Sofyan Nomor 1 Padang Bulan, Medan. Adapun alasan
penulis dalam memilih lokasi penelitian ini adalah karena penulis merupakan
salah satu mahasiswa di FISIP USU, yang akan mempermudah penulis dalam
pengambilan data penelitian serta merasa tertarik dengan persoalan-persoalan
perkembangan busana muslimah yang mengalami perubahan dari tahun ke tahun.
3.3 Unit Analisis dan Informan
Dalam melakukan penelitian, didalamnya harus terdapat unit analisis
(satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian) dan informan
yang menjadi sumber informasi dalam penelitian.
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah mengatur urutan data, dan mengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian besar (Moleong,
2000).Ada dua jumlah unit yang lazim digunakan dalam penelitian
sosial yaitu individu, kelompok, dan sosial.Adapun yang menjadi unit
analisis dalam penelitian sosial yaitu individu, kelompok, dan
muslimah pengguna jilbab, mahasiswi muslimah tidak menggunakan
jilbab, mahasiswi non-muslim, dan dosen agama di FISIP USU.
3.3.2 Informan
Orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah
informan.Informan dalam sebuah penelitian dibedakan menjadi dua
yaitu Informan Kunci dan Informan Pendukung data penelitian
(informan biasa) Dalam penentuan informan, peneliti menggunakan
teknik Purposive sampling.Dimana Purposive sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.Artinya peneliti harus
menentukan karakteristik tertentu dalam mencari informan (Sugiyono.
2010:91). Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Informan kunci
Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci (key
informant) adalah Mahasiswi pengguna jilbab.
Karakteristik informan kunci adalah sebagai berikut:
1. Pengguna jilboobs,
2. Pengguna jilbab semi, dan
3. Pengguna jilbab syari.
b. Informan Pendukung (informan biasa)
Informan pendukung atau informan biasa adalah orang
yang dapat dijadikan sebagai pelengkap dari informasi yang
ini adalah mahasiswi non-muslim, dan mahasiswi muslim yang
tidak mengenakan jilbab.
3.4 Teknik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang akan digunakan
berdasar dari dua sumber yaitu dengan pengumpulan data primer dan
pengumpulan data sekunder.
3.4.1 Pengumpulan Data Primer
Teknik pengumpulan data primer adalah peneliti melakukan kegiatan
langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Adapun teknik pengumpulan
data primer ini dilakukan dengan cara :
1. Observasi
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Observasi
adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya
melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca
indera lainnya.(Bungin, 2010).Penulis akan melakukan pengamatan
terhadap penampilan busana muslimah, interaksi, tingkah laku, sikap,
maupun gaya bicara dan aktivitas para mahasiswi FISIP USU untuk
dapat memahami orientasi nilai dalam penggunaan jilbab dari para
2. Wawancara mendalam
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada
orang-orang yang menjadi informan dari peneliti ini dapat disebut dengan
metode interview guide yakni aturan-aturan daftar pertanyaan yang
dijadikan acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan.
Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan
berulang-ulang kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama
bersama informan dilokasi penelitian. Wawancara mendalam (in-depth
interview) yang dimaksud adalah percakapan yang sifatnya terbuka
dan tidak baku. Pada penelitian kali ini, penulis akan melakukan
wawancara mendalam kepada informan mengenai alasan, pandangan
dan sikap terhadap jilbab dan perkembangannya.
3. Dokumentasi
Melalui metode ini, penulis mengumpulkan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subyek penelitian, namun melalui
dokumen sebagai pendukung penelitian yang berupa foto.
3.4.2 Pengumpulan Data Sekunder
Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang
dilakukan melalui penelitian studi kepustakaan yang diperlukan untuk
mendukung data yang diperoleh dari buku-buku ilmiah, jurnal, tulisan
ilmiah dan laporan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian yang
3.5 Interpretasi Data
Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data
kedalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian
data.Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang
diperoleh dari setiap informasi baik pengamatan (observasi), wawancara, atau
catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari.Pada tahap
selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang kemudian
dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan satu sama lain dan diinterpretasikan
secara kualitatif. Interpretasi data merupakan proses pengolahan data dimulai
dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti
kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi dilapangan.
3.6 Jadwal Kegiatan
Tabel 1 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Bulan ke-
5 Revisi proposal
penelitian
6 Penelitian
lapangan
7 Pengumpulan dan
Interprestasi data
8 Bimbingan
9 Penulisan laporan
akhir
10 Sidang Meja
3.7Keterbatasan Penelitian
Dalam proses penyelesaian penelitian, peneliti mendapatkan beberapa
kendala dan hambatan yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. yang
mana kendala tersebut dapat datang dari faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal nya adalah, diri peneliti sendiri yang mana adalah seorang
laki-laki,yang menanyakan banyak pertanyaan tentang dunia perempuan yang
kesemua imforman merupakan seorang perempuan, sehingga hal ini nantinya
juga akan berdampak pada faktor eksternal. Yaitu beberapa subyek penelitian
tidak begitu terbuka dalam menyampaikan bagaiaman proses ia mulai
berjilbab, bersikap malu-malu dan bahkan takut. Faktor eksternal lainnya
adalah berhubungan dengan persetujuan waktu untuk melakukan wawancara
yang selalu berubah-ubah disetiap informan nya.
Sehingga diperlukan usaha lebih seperti membuat suasana lebih santai
dengan meminta agar informan pada saat wawancara ditemani oleh salah
seorang temannya dan penggunaan bahasa yang tidak terlalu baku oleh
peneliti (menggunakan bahasa sehari-hari) agar poin-poin yang ingin peneliti
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1 Profil Informan
Dalam penelitian tentang “Orientasi Nilai Pengguna Jilbab di
Kalangan Mahasiswi Fisip USU” diperlukan informan untuk melengkapi
data-data dalam penelitian ini. Berikut merupakan daftar profil-profil
informan:
4.1.1 Nama : Poetri Azela Aisyah
Umur : 22 Tahun
Semester : 8
Departemen: Kesejahteraan Sosial
Poetri Azela Aisyah atau yang akrab di sapa Poetri ini adalah
mahasiswi pengguna jilbab besar/syari asal Padang.Poetri termasuk
mahasiswi yang aktif berorganisasi, di dalam kampus ia mengikuti
organisasi UKMI AS-SIYASAH FISIP USU dan KAMMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia).
Poetri juga menyukai olahraga bela diri, yang mana tidak semua
perempuan menyukai dan mau menekuni olahraga yang identik dengan
kaum laki-laki ini. Poetri pada semeseter 1 hinga semester 3 mengikuti
salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Beladiri di USU, yaitu bela
BETAKO MERPATI PUTIH) kolat (Kelompok Latihan) USU. Ia
mengikuti perguruan tersebut hampir 2 tahun, dan bernaung di Lasutri
(Latihan Khusus Putri).
Namun saat ini ia sudah vakum dikarenakan pada saat UKT (Ujian
Kenaikan Tingkat) para anggota perguruan harus bertelanjang kaki dalam
artian lain tidak boleh mengenakan alas kaki berupa kaus kaki, sandal, dan
sepatu. Dimana hal itu dimaksudkan agar lebih menyatu dengan alam dan
merupakan latihan agar memperkuat kaki.Namun di dalam kelilmuan
Islam, kaki merupakan salah satu aurat bagi kaum perempuan, sehingga
tidak boleh diperlihatkan.Hal ini lah yang menjadi pertimbangan Poetri
untuk vakum dari UKM Beladiri Merpati Putih.
Saat ini Poetri yang merupakan mahasiswi tingkat akhir sedang
mengerjakan skripsi nya tentang kekerasan pada anak yang studi kasus nya
ia lakukan di PKPA (Pusat Kajian Perlindungan Anak) di jalan Abdul
Hakim, Setia Budi.
4.1.2 Nama : Rama Salwa
Umur : 21 Tahun
Semester : 6
Departemen: Ilmu Komunikasi
Rama Salwa merupakan responden kedua sebagai mahasiswi
pengguna jilbab besar/syari.Ia merupakan warga Medan asli yang
bernaung di departemen Ilmu Komuniasi, semester 6. Saat akan pergi
kuliah, Salwa menggunakan sepeda motor, dikarenakan jarak dari rumah
dan kampus yang jauh.
Salwa dulunya saat masih duduk di bangku SMA merupakan siswi
yang aktif berorganisasi sehingga memiliki kesibukan yang padat. Namun
kesibukannya tersebut menjadi seperti buah simalakama bagi dirinya,
dikarenakan Salwa tidak sempat untuk melihat Almarhum Ayah untuk
terakhir kalinya dikarenakan kesibukan nya di kegiatan sekolah.
Almarhum ayah Salwa meninggal dunia karena komplikasi penyakitnya.
Salwa merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakak dari
Salwa dulu nya merupakan seorang model namun kini sudah
meninggalkan profesi tersebut dan beralih menjadi pengguna jilbab
syari.Kedua hal diatas merupakan faktor utama Salwa dalam
menggunakan jilbab syari hingga kini.
4.1.3 Nama : Restu Riana Siregar
Umur : 20 Tahun
Semester : 4
Departemen: Kesejahteraan Sosial
Restu Riana Siregar yang akrab di panggil Ana adalah mahasiswi
perantauan asal Rantau Prapat. Ana di medan ngekost di jalan Suka baru
gang Sipirok. Namun kini ia tinggal di Kampung Lalang dikarenakan
pergi ke kampus, maka ia harus berangkat 1 jam lebih awal dikarenakan
jarak yang jauh dan angkutan umum yang padat.
Ana berasal dari keluarga yang religius, sehingga ia memiliki
kesadaran diri yang tiggi. Dapat dilihat berdasarkan pengalamannya yang
pernah menggunakan jilbab besar, namun kembali menggunakan jilbab
semi/tanggung, dikarenakan masih merasa kurang pantas dan banyak hal
yang harus diperbaiki terlebih dahulu dalam mengenakan jilbab.
4.1.4 Nama :Yolanda Prastika Siregar
Umur : 19
Semester : 2
Departemen: Administrasi Negara
Informan saya selanjutnya bernama Yolanda Prastika Siregar yang
biasa dipanggil Yo. Yolanda dulu berasal dari SMA yang memang
mengharuskan siswi nya mengenakan jilbab di daerah Binjai
Yolanda apabila dilihat merupakan mahasiswi yang energic ,
ternyata penampilannya yang energic sejalan dengan hobi yang ia jalani
yaitu olahraga Lari. Yolanda mengaku lebih nyaman tidak menggunakan
jilbab saat sedang berolahraga lari, dikarenakan apabila megenakan jilbab
ketika berolahraga, ia merasa risih dan kepanasan.
Yolanda yang merupakan mahasiswi baru, dan baru bertemu
dengan peneliti, sangat terbuka dalam proses wawancara dan cenderung
4.1.5 Nama : Nurul (bukan nama sebenarnya)
Umur : 22
Informan selanjutnya bernama Nurul (bukan nama sebenarnya)
merupakan mahasiswi yang menggunakan jilbab jenis jilbobs. Dalam
kesehariannya Nurul mengaku sering tidak mengenakan jilbab, dan hanya
pada saat-saat tertentu saja mengenakan jilbab, contohnya saat pergi ke
kampus.
Nurul yang saat ini tinggal di Medan dengan mengontrak sebuah
rumah di Pasar II dengan kelima temannya yang berasal dari berbagai
fakultas di USU setiap harinya ke kampus pergi dengan menggunakan
sepeda motor. Maka ia lebih sering menggunakan celana daripada rok saat
berpergian.
4.1.6 Nama : Nina (bukan nama sebenarnya)
Umur : 23
Departemen: Antropologi Sosial
Nina merupakan mahsiswi yang berasal dari Bandar Betsi yang
berkuliah di FISIP USU, departemen Antropologi sosial. Nina termasuk
orang yang easy going, dapat dibuktikan ketika saat wawancara dengan
peneliti, walaupun baru berjumpa namun sikap nya yang ramah dan murah
senyum membuat proses wawancara untuk mendapatkan poin-poin
tertentu berlangsung dengan cepat. Dikarenakan keterbukaan oleh
4.1.7 Nama: Ayu Ladila Sebayang
Umur : 22
Semester: 8
Departemen: Sosisologi
Ayu merupakan mahasiswi tingkat akhir di FISIP, perempuan
berdarah Karo ini adalah penduduk asli kota Medan. Ayu bertempat
tinggal di daerah Simalingkar.Ayu berkuliah sambil bekerja sebagai
SPG.Pekerjaan Ayu sebagai SPG tidak lah mengganggu perkuliahan nya
di departemen Sosiologi.
Ayu yang tidak menggunakan jilbab ini memiiki keinginann suatu
saat untuk juga dapat mengenakan jilbab secara total, dikarenakan ia
merasa bersalah tidak mengenakan jilbab, ketika ditanyai kapan berjilbab
Ayu menjawab ketika sudah menikah.
4.1.8 Nama: Vika (Bukan Nama Sebenarnya)
Umur : 22
Semester : 8
Selanjutnya informan muslimah tidak berjilbab saya yang kedua
bernama Vika (bukan nama sebenarnya) merupakan mahasiswi FISIP
yang tidak menggunakan jilbab. Vika merupakan warga asli Medan dan
bersuku jawa yang tinggal di lingkungan masyarakat tionghoa. Ayah dari
merupakan seorang mualaf, agama yang dianutnya sebelum Islam adalah
Nasrani.
4.1.9 Nama : Feby Anastasya
Semester: 8
Umur : 22
Departemen: Sosiologi
Feby merupakan mahasiswi bersuku Karo asal Pekanbaru,
Riau.Feby tinggal dimedan bersama seorang adik perempuannya yang saat
ini sedang mengenyam pendidikan SMA.Sedangkan orang tua nya berada
di Riau.Feby bersama adiknya mengurus rumah bersama-sama, sehingga
mereka mampu untuk lebih menumbuhkan sifat kemandirian mereka.
Feby dalam proses wawancara sangat terbuka dalam meberikan
pandangan terhadap kondisi pengguna jilbab dan pekembangan jilbab
terkini. Dikarenakan juga Feby dikenal sebagai orang yang blak-blakan
dalam berbicara dengan teman-teman.
4.1.10 Asima Tupauli Panggabean
Semester: 8
Umur : 22
Asima merupakan warga Siantar yang tinggal di jalan Ade Irma.
Di Medan, Asima tinggal bersama dengan bibinya di daerah yang cukup
jauh dari USU, yaitu Namorambe. Asima pergi ke kampus dengan
menggunakan angkutan umum.
Asima memiliki sifat yang sama dengan Feby yaitu blak-blakan
dalam berbicara. Sehingga dalam proses wawancara ia mengemukakan
pendapatnya tentang kodisi jilbab di FISIP secara gamblang. Asima
jugamerupakan seorang mentor di salah satu tempat bimbingan belajar di
kota Medan, dan tak jarang dirinya sering keluar kota Medan bersama
mentor-mentor lainnya untuk member pengajaran pada siswa-siswi nya.
Tabel 2 : Biodata Infoman
No Nama Lengkap Umur Semester Departemen
1. Poetri Azela Aisyah 22 8 Kesejahteraan Sosial
2. Rama Salwa 21 6 Komunikasi
3. Restu Riana Siregar 20 4 Kesejahteraan Sosial
4. Yolanda Prastika Siregar 19 2 Administrasi Negara
5. Nurul (Bukan Nama Sebenarnya) 22 - -
6. Nina (Bukan Nama Sebenarnya) 23 - Antropologi Sosial
7. Ayu Ladila Sebayang 22 8 Sosiologi
8. Vika (Bukan Nama Sebenarnya) - - -
9. Feby Anastasya 22 8 Sosiologi
10. Asima Tupauli Panggabean 21 8 Sosiologi
4.2 Alasan Penggunaan, Proses dan Jenis Jilbab
Setiap keputusan yang diambil oleh seseorang, terdapat alasan kenapa ia
mengambil keputusan tersebut. Yang keputusan tersebut dapat mengubah
Dalam teori Konsep Diri, diri sebagai penerima diri sendiri adalah sebagai
sebuah obyek dan diri mampu memposisikan kapan menjadi subyek dan
kapan menjadi obyek, yang mampu menilai dirinya sendiri maupun orang lain.
Hal ini didapati pada setiap subyek penelitian dimana mereka mampu menilai,
mengoreksi, menjelaskan, memahami apa yang diri mereka dan orang lain
lakukan tentang persoalan jilbab.
Mead mengatakan bahwa walaupun konsep diri itu ada di dalam kesadaran
subyektif seseorang, namun individu tidak dilahirkan dengan suatu konsep
diri. Konsep diri bisa didapatkan oleh individu ketika melakukan interaksi
dengan orang lain dan mengalami apa yang dikatakan Mead sebagai
pengalaman sosial, yang dalam hal ini individu dalam proses pertumbuhannya
selalu mengalami penambahan identitas.
Keputusan menggunakan jilbab yang diambil dan dialami oleh
subyek-subyek penelitian memiliki alasan yang berbeda-beda, berdasarkan pandangan
dalam teori Self-indication, alasan-alasan yang berbeda tersebut karena
merupakan hasil dari apa yang telah digeneralisir orang lain serta interaksi
dengan diri sendiri. Fakta-fakta, berita, kejadian yang terjadi, maupun mitos
yang terjadi di sekitar individu, menjadi bahan pertimbangan dan memperkaya
wawasan nya dalam memaknai, menilai, dan bagaiamana bersikap akan
sesuatu hal tersebut yang dalam hal ini adalah tentang penggunaan jilbab.
Hal-hal yang berada di luar diri (eksternal) subyek penelitian yang
berhubungan dengan kegiatan interaksi bersama nya adalah keluarga, teman
agama dan budaya yang mana setiap individu tidak memiliki kesamaan dalam
hal-hal tersebut.
Juga terdapat faktor internal, dimana terjadi pengolahan informasi lebih
lanjut oleh “diri” yang didapatkan dari luar diri.Mead mengatakan bahwa
aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformir
makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan arah
tindakannya. (Poloma, 2010: 259-260)
Maka alasan dalam menggunakan serta cara pemakaian jilbab pada setiap
individu dapat berbeda-beda berdasarkan proses komunikasi yang telah atau
sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya,
memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu.
Dalam hal ini akan dapat diketahui alasan individu dalam menggunakan
jilbab, menilai fenomena jilbab yang terjadi disekitranya, memberikan nya
makna serta individu dalam memutuskan untuk bertindak, apakah sebagai
seorang pengguna jilbab besar/syari, pengguna .jilbab semi/tanggung ataukah
pengguna jilboobs.
4.2.1 Pengguna Jenis Jilbab Syari/Besar
Jilbab besar/syari dalam pemakaian nya menggunakan pakaian
gamis, memakai kaus kaki, dan jibab nya yang berukuran besar hingga
menutupi semua tubuh bagian atas kecuali wajah. Jilbab seperti ini
merupakan termasuk kedalam ciri-ciri syariah yang diatur oleh agama
Islam, yaitu (1) menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan,
(4) longgar atau tidak ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh , (5) tidak
menyerupai pakaian laki-laki, (6) tidak menyerupai pakaian jahilliyah, dan
(7) bukan pakaian popularitas.
Pengguna jilbab besar dalam penelitian kali ini adalah Salwa dan
Poetri.
4.2.1.1 Rama Salwa
Dengan bersekolah di sekolah yang berlandaskan agama Islam,
Salwa sudah menggunakan jilbab sejak SMA kelas satu, namun masih
buka-pasang, lain kata hanya pada saat di sekolah saja ia menggunakan
jilbab.
Namun pada akhir 2013, setelah selesai masa Ujian Nasional
tingkat SMA, Salwa memutuskan untuk terus menggunakan jilbab lain
hal ketika berada didalam rumah. Salwa memiliki alasan tersendiri
mengapa ia mengambil keputusan untuk terus berjilbab dan
menggunakan jilbab besar/syari, adalah karena Almarhum ayah Salwa
meninggal dunia karena komplikasi penyakitnya dan ajakan kakak
kandun g nya.
Terdapat penyesalan di dalam diri Salwa dimana ketika sang ayah
meninggal, ia tidak sempat bertemu dengan sang ayah untuk yang
terakhir kali nya dikarenakan status nya sebagai aktivis di sekolah
sehingga membuatnya memiliki banyak kegiatan. Setelah kejadian itu,
kakak Salwa yang dulu merupakan seorang model, menasehatinya
Salwa heran kepada kakaknya dan penasaran, hal apa yang
membuat kakak nya berubah secara drastis sehingga sekarang
menggunakan jilbab besar/syari. Ternyata setelah Salwa bertanya, hal
yang mampu merubah kakaknya adalah dengan profesi nya yang dulu
sebagai model, kakak dari Salwa merasa tidak tenang dan ada yang
salah didalam hidupnya, maka ia mendapatkan hidayah dari Allah
yang disampaikan melalui teman dikampus kakaknya yang merupakan
seorang jilbaber (sebutan untuk pengguna jilbab) dengan cara terus
mengajak nya untuk mengaji dan menjadi lebih baik sehingga pada
akhirnya, kakak nya Salwa memutuskan untuk menggunakan jilbab.
Walaupun pada awalnya tidak langsung menggunakan jilbab
besar/syari, tetapi melalui proses dari yang hanya menggunakan jilbab
tipis menuju ke jilbab yang dilapis dua agar tidak transparan lalu
menuju ke penggunaan jilbab secara syari.
Perubahan yang dialami kakak nya Salwa lantas tidak membuat
nya untuk langsung mengikuti jejak kakaknya, namun saat tiba
waktunya sang ayah meninggal, dan kakak nya kembali menasehati
Salwa, barulah Salwa memiliki niatan untuk menggunakan jilbab yang
pada saat itu niatan nya berjilbab semata-mata untuk Alm.ayah nya,
namun setelah lulus SMA, Salwa telah tergerak hatinya untuk berjilbab
secara total. Setelah itu ia meneruskan pendidikan nya di Universitas
Sumatera Utara jurusan Ilmu Komunikasi, lalu disana lah ia mulai
dan memahami ayat dalam Al-qur’an yang mengatur tentang
penggunaan jilbab.
Ketika ditanyai mengenai makna jilbab bagi dirinya, ia menjawab
sebagai berikut:
“Kalo sekarang makna jilbab udah kayak kebutuhan, udah kayak kalau kita keluar rumah tapi gak pakai baju kan malu, kalau sekarang waktu keluar rumahgak pakai jilbab itu rasanya kayak gak pakai baju, ibaratnya.”
Jilbab bagi Salwa juga tidak membatasi pergerakan nya dalam
bersosialisasi dan mengembangkan diri, justru ia semakin banyak
mendapatkan teman baru dan menseleksi teman. Dengan
menggunakan jilbab Salwa tetap bisa mengembangkan diri, terbukti
dengan ia mengikuti organisasi UKMI (Unit Kegiatan Mahasiswa
Islam) dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) di
FISIP USU disana ia dapat mengeksplorasi kemampuan dirinya
khususnya dalam hal berkomunikasi didepan umum, berkarya,
berwirausaha, yang dalam organisasi tersebut di naungi oleh
Departemen Kreativitas dan Penalaran. Di departemen itu juga Salwa
banyak mendapatkan pemahaman tentang busana muslimah
khususunya tentang jilbab , yang dilaksanakan dalam bentuk diskusi
atau seminar yang diadakan oleh Bagian Keputrian organisasi tersebut
pada setiap hari Jumat dan Sabtu yang peserta nya adalah muslimah
semua. Kegiatan tersebut sering dilaksanakan di musholla FISIP USU.
Keputusan anak-anaknya untuk beralih menggunakan jilbab
dalam menggunakan jilbab masih buka-pasang. Sang ibu, pada awal
anak-anaknya menggunakan jilbab besar, menganggap mereka aneh
dan mempertanyakan kenapa mesti jilbab nya besar serta menyarankan
agar anak-anaknya menggunakan jilbab yang biasa-biasa saja, jangan
yang ekstrim (jilbab besar). Lalu Salwa dan sang kakak menyikapi hal
tersebut dengan cara tetap pada pendiriannya yaitu menggunakan
jilbab besar/syari dengan membawa misi dalam hati ingin
membuktikan kepada sang ibu bahwa seperti ini (jilbab besar/syari) lah
jilbab yang sesungguhnya, Hingga pada akhirnya sang ibu
melemparkan keputusan nya kembali kepada Salwa dan sang kakak
dalam menggunakan jilbab.
Pergaulan Salwa dengan teman-teman lainnya juga mengalami
perubahan, yaitu terseleksi nya teman-teman kuliah atau teman SMA
nya karena jilbab yang dia pakai. Karena terdapat teman-teman nya
yang ingin mengajak jalan-jalan atau sekedar hang out , namun ajakan
itu dia tolak, karena Salwa lebih mengutamakan teman-temannya yang
ingin ke jalan yang lebih baik seperti mengaji atau mencari ilmu
bersama. Salwa juga ingin menunjukkan bahwa apabila seseorang
berhijab itu bukan berarti seseorang itu menjadi orang lain.Dengan
keadaan seperti itu tidak membuat Salwa sedih, melaikkan membuat
nya sadar mana teman yang bisa diajak ke jalan yang baik dan mana
yang tidak.
Dengan semakin berkembangnya busana muslimah sekarang ini,
masyarakat.Iaberpendapat bahwa daripada menggunakan jilbab tapi
masih kelihatan lekuk-lekuk tubuhnya, lebih baik jilbab nya di lepas
saja dikarenakan yang akan terlukai adalah agama Islam nya, bukan si
pengguna jilboobs nya juga akan memicu munculnya persepsi buruk
tentang tata cara penggunaan jilbab dalam Islam, yang padahal semua
aturan itu sudah ada di dalam Al-Quranul karim.
Lalu mengenai perkembangan jilbab sekarang ini yang banyak
mengalami modifikasi dan hiasan pada jilbab, Salwa menanggapi nya
dengan tetap berpegang teguh pada satu mazhab dimana inti dari
mazhab itu adalah memakai jilbab secara longgar, tidak tembus
pandang dan nyaman ketika dipakai. Salwa menggunakan pakaian
islami yang cukup tertutup kecuali wajah dan telapak tangan, untuk
perpaduan warna yang dipakai, Salwa tetap memakai warna-warna
yang ia sukai namun tidak kelihatan norak atau mencolok .serta
menggunakan rok dengan warna netral, karena Salwa juga
berpedoman kepada satu hadist “sesungguhnya Allah itu indah dan
menyukai keindahan” (HR.Muslim).
Lalu untuk perbedaan yang ia rasakan sebelum dengan sesudah
memakai jilbab besar adalah, ketika sesudah berjilbab Salwa lebih
merasa nyaman, lebih dihormati, bahkan juga di doakan oleh orang
lain.
Dan perbedaan lainya adalah Salwa lebih dapat menjaga diri dan
membatasi tingkah laku nya untuk lebih baik dari hari kehari dalam
iamenggunakan jilbab, Salwa pernah diganggu oleh lawan jenis nya
dengan cara digoda.
Berdasarkan teori Konsep Diri, Salwa yang ketika 3-4 tahun yang
lalu sewaktu masih memiliki orangtua yang lengkap, dimana Salwa
masih berperan sebagai seorang anak SMA yang aktif, namun belum
menggunakan dan mengenal jilbab sepenuhnya, lalu terdapat kejadian
dimana sang ayah meninggal dunia karena sakit yang diderita saat
Salwa duduk di bangku kelas 3 SMA. Hal tersebut membuat Salwa
mendapatkan identitas baru. Dimana hal tersebut menambah
pengalaman sosial untuk dirinya dan mempengaruhi perilaku, sebagai
hasil perkembangan kemampuan menangkap dorongan atau respon
(belajar, kematian, kemarahan, kesedihan dan lainnya), yang datang
dari orang lain dan menilai perilakunya dari titik pandang orang lain.
Sehingga efek dari kejadian tersebut adalah kini Salwa beralih
menggunakan jilbab syari/besar. Identitas baru terus ia dapatkan ketika
sudah berkuliah di FISIP USU, seperti menjadi seorang anak yatim,
menjadi anggota organisasi KAMMI dan UKMI, sebagai mahasiswi
ilmu komunikasi, serta sebagai perempuan berjilbab.
4.2.1.2Poetri Azela
Poetri mulai menggunakan jilbab sejak kelas 2 SMA, walau sempat
orang tua nya menyarankan agar menggunakan jilbab pada saat ia SMP
namun pada saat itu hatinya belum tergerak untuk menggunakan jilbab.
memutuskan untuk menggunakan jilbab besar atas kehendak nya sendiri,
sejak di perguruan tinggi, lebih tepatnya pada semester dua. Setelah
memutuskan menggunakan jilbab, ia tidak lagi buka-pasang dalam
penggunaan jilbab nya karena baginya jilbab merupakan kewajiban bagi
kaum perempuan atau muslimah yang sudah diatur dalam Al-Qur’an
sebagai suatu identitas diri, selain itu juga sebagai pelindung dari
orang-orang dan lingkungan sekitarnya.
Disana lah (di organisasinya) ia banyak mendapatkan pemahaman
mengenai jilbab termasuk dalam tata cara pemakaiannya, sehingga ia
beralih dari jilbab semi menuju ke jilbab besar. Dengan mengikuti banyak
kajian Islam di lingkungan kampus, menjadi faktor pendorong Poetri
dalam menggunakan jilbab besar. Faktor pendorong lainnya adalah ia
memahami surah-surah dalam Al-Qur’an yang memerintahkan untuk
menggunakan jilbab bagi kaum muslimah, seperti surah An-Nur ayat 31
dan surah Al-Azhab ayat 59. Yang mana hal ini semakin meneguhkan
hatinya untuk beralih dari menggunakan jilbab semi yang ia kenakan dari
kelas 2 SMA hingga semester 1 menjadi jilbab besar/syari pada semeseter
2 hingga kini. Poetri juga berpendapat bahwa ia merasakan perbedaan
yang besar sebelum dan sesudah menggunakan jilbab, yaitu seperti kalau
dulu kurang bisa menjaga sikap, namun sekarang ketika sudah berjilbab ia
mampu menjaga sikap.
Dengan adanya jilbab modis sebagai akibat dari perkembangan
busana muslimah, Poetri mensyukuri hal itu, karena apabila dilihat apa
banyak variasi bentuknya dan belum sesuai dengan syariat Islam, seperti
yang ia katakan dalam wawancara dengan peneliti berikut ini:
“Kalo menurut Poetri alhamdulillah ya. Kalo kita baca zaman dulu dengan yangsekarang itu,kalo orang dulu pake jilbab itu pasti anggapannya aneh, maksudnya orang-orang yang pakejilbab itu bukan orang-orang, maksudnyabukan masyarakat kali lah. Kalo sekarang kan melihatperempuan berjilbab,apalagi udah banyak yafashion jilbab dan segala macam nyagitu. Kalo untuk jilbab nya banyak variasi
bentuknya menurut Poetri tidak masalah,walaupunmerekaberjilbab tapi masih belum
sesuai syariat Islam gitu ya kan, cuman gapapa siapa tahusetelah mereka pake dan banyak belajar insya Allah bisa lebih rapi gitujilbabnya, bisa lebihsesuai dengan syariat jilbabnya.”
Dibalik rasa bersyukurnya, Poetri tetap menggantungkan harapan
dimana para pengguna jilbab yang mengikuti trend, secara perlahan
penggunaan jilbab nya dapat sesuai dengan syariat dalam Agama Islam.
Pengguna jilbab besar ini juga merupakan mahasiswi yang tidak
menutupi diri dari kehidupan sosialnya, seperti Poetri dan Salwa yang
memiliki banyak aktivitas sebagaimana mahasiswi lainnya.Poetri dan juga
Salwa ikut bergabung dalam organisasi mahasiswa yaitu UKMI
As-Siyasah FISIP USU dan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia).Dari wawancara yang dilakukan dapat di simpulkan bahwa
jilbab besar/syari yang mereka gunakan sama sekali tidak menghalangi
pergerakan mereka dalam bersosialisasi dan mengembangkan kemampuan
diri. Terdapat anggapan dikalangan muda-mudi bahwa ketika
menggunakan jilbab, maka pergerakan akan terbatas, Poetri dan Salwa
membenarkan anggapan itu, namun “pergerakan terbatas” dalam hal ini
menggunakan jilbab, bahkan jilbab yang besar, banyak manfaat yang
mereka rasakan yaitu antara lain, sebagai identitas diri sebagai seorang
muslimah, menjaga sikap dan sifat, merasa lebih dekat dengan Allah SWT,
dan terhindar dari hal-hal buruk lingkungan seperti gangguan dari orang
lain. Hal-hal itu lah yang diartikan sebagai “pembatas pergerakan” bagi
Poetri dan Salwa.
4.2.2 Pengguna Jilbab Semi/Tanggung
Lalu terdapat jilbab semi, ada sebutan lain untuk jilbab jenis ini
yaitu jilbab tanggung dan jilbab girlsboy, yang mana dalam penggunaan
pakaian nya, jilbab berukuran sedang, hanya sampai menutupi dada
bahkan ada yang tidak sampai menutupi bagian dada, mengenakan kemeja
dan kaus, dan mengenakan celana jeans ketat.
4.2.2.1 Restu Riana Siregar
Mahasiswi yang menggunakan jilbab semi/tanggung ini sudah
menggunakan jilbab dari kelas 1 SMP, juga dikarenakan SMP nya yang
berlandaskan agama yaitu MTS (Madsrasah Tsanawiyah).Namun pada
saat itu jilbabnya masih buka-pasang dikarenakan belum memahami
seutuhnya tentang makna penggunaan jilbab dan belum ada kesiapan diri
untuk terus berjilbab.
Untuk dorongan dalam menggunakan jilbab untuk saat ini Ana
mengaku bahwa terdapat dorongan dari diri sendiri, orang tua, dan dari
lingkungan atau teman sepermainan. Orang tua dulu sejak Ana tamat
SD, sudah menyarankan agar iauntuk terus menggunakan jilbab, bahkan
Prapat ia harus tetap menggunakan jilbab. Padahal seharusnya jilbab
dapat saja dibuka ketika sudah berada didalam rumah, karena
berdasarkan hukum yang ada di dalam agama Islam, keluarga yang
merupakan orang yang sedarah dengan kita, diperbolehkan melihat aurat
(rambut, leher, kaki, dan lengan).Hal ini dikarenakan keluarga Ana yang
berlatar belakang memegang teguh agama Islam, sehingga Ana
diharuskan untuk tidak buka-pasang lagi dalam penggunaan jilbabnya.
Ana juga memahami dasar hukum mengenai penggunaan jilbab
dalam agama Islam, ia menjawab bahwa aturan tersebut berada di surat
An-Nur ayat 23. Namun Ana mengaku dalam praktek nya ia masih
kurang karena ia masih menggunakan jilbab semi/tanggung. Meski
sempat menggunakan jilbab besar, namun ia kembali lagi menggunakan
jilbab semi, hal itu dikarenakan ia terus meng-intropeksi dirinya, ia sadar
bahwa ia masih melakukan banyak dosa sehingga ia merasa tidak cocok
apabila tetap menggunakan jilbab besar. Ia ingin memperbaiki diri
sendiri terlebih dahulu, lalu melakukan halyang lebih besar seperti
menggunakan jilbab besar. Hal tersebut pun membuat nya merasa
merendah dan minder ketika sedang berkumpul dengan teman-teman
nya yang menggunkan jilbab besar, dikarenakanAna menganggap bahwa
teman-teman nya itu mampu menjaga istiqomah daripada dirinya sendiri.
Alasan Ana menggunakan jilbab besar ketika itu adalah berasal
dari dorogan lingkungan dimana ada beberapa teman SMA dia yang
menggunakan jilbab besar, lantas Ana mendapatkan nasihat dari teman
hal-hal yang berkembang khususnya busana muslimah, sehingga Ana
kala itu memutuskan untuk menggunakan jilbab besar.Namun dengan
kondisi yang sekarang, ketika ana memutuskan kembali untuk
menggunakan jilbab semi, teman yang dulu mengajak ana untu beralih
menggunakan jilbab besar terkesan menjauh, juga dikarenakan sikap
minder dan malu dari diri Ana yang menyebabkan hubungan pertemanan
mereka menjauh seperti sekarang ini. Dengan Ana kembali beralih
menggunakan jilbab seperti sekarang ini, manfaat yang ia rasakan adalah
ia lebih merasa bebas dalam beraktivitas, walaupun masih ada
kekhawatiran di dalam dirinya yaitu tentang dosa.
Dalam kesehariannya, Ana kerap menggunakan jilbab seperti
kebanyakan mahasiswi, yaitu seperti menggunakan celana jeans yang
terkadang ia ganti dengan menggunakan rok, menggunakan kemeja
panjang, atau baju panjang, dan menggunakan jilbab yang menutupi
hingga bagian dada. Ana juga suka melakukan perpaduan warna
terhadap pakaian yang ia kenakan, asal tidak kelihatan aneh dan senada.
Baginya jilbab tidaklah membatasi seseorang dalam bersosialiasi
atau mengembangkan diri, dikarenakan jilbab adalah perintah Allah
yang mana hal itu untuk kebaikan, dan Ana belum merasakan adanya
halangan untuk mengembangkan diri karena ia menggunakan jilbab.
Lalu mengenai perkembangan jilbab yang sedang marak pada saat
sekarang ini ana menilai bahwa hal itu salah, karena para pengguna
jilbab modis tersebut lebih mengutamakan kecantikan, mengikuti tren
semuanya mengajak kedalam fitnah dan itu dinilai nya salah. Ana
melanjutkan bahwa semestinya dalam penggunaan jilbab itu
menghilangkan dari fitnah.Sedangkan makna jilbab bagi Ana adalah
memakaikan kain dari kepala sampai dada dan tidak longgar yang itu di
sebut jilbab yang hukumnya wajib, juga sebagai identitas kaum
muslimah yang jilbab itu faidahnya untuk menghindari diri dari fitnah.
4.2.2.2Yolanda Prastika Siregar
Yolanda mulai menggunakan jilbab pada saat kelas 1 SMA namun
hingga sekarang ia masih buka-pasang dalam penggunaan jilbabnya.
Untuk saat ini ia menggunakan jilbab hanya pada saat berada di kampus
saja, sedangkan untuk ketika pergi ke tempat lain, Yolanda tidak
mengenakan jilbab nya, terkecuali apabila tempat yang ia datangi
tersebut adalah acara Islami dan melihat teman. Melihat teman maksud
Yolanda adalah apabila teman-teman yang akan pergi dengannya
menggunakan jilbab, maka ia pun menggunakan jilbab. Namun ketika
ditanyakan mana lebih nyaman menggunakan jilbab atau tidak, Yolanda
menjawab ketika tidak pakai jilbab. Alasan Yolanda adalah karena ia
sedang menekuni olahraga lari yang ia teuni sejak SMA kelas 1.
Yolanda merasa tidak bebas ketika berlari sambil menggunakan jilbab.
Anak ke empat dari empat bersaudara ini juga memiliki kakak
kandung yang mereka semua berjilbab dan sudah tidak buka-pasang
lagi.Tak jarang Yolanda mendapatkan nasihat dari kakak-kakaknya
orangtua tetap membebaskan nya untuk menggunakan jilbab atau
enggak, maka Yolanda tidak begitu menanggapi nasihat
kakak-kakaknya.Pada awalnya kakak –kakak kandung dari Yolanda
meggunakan jilbab karena kesadaran diri mereka sendiri dan sering
mengikuti kajian-kajian dan diskusi Islami di luar rumah.
Ketika ditanyai apa makna jilbab bagi dirinya, Yolanda merasa
bersalah, karena ia menyadari bahwa menggunakan jilbab hukum nya
dalam agama Islam adalah wajib, dan dirinya mengetahui aturan tentang
jilbab ada di dalam surat An-Nur dan Al-Azhab. Jilbab sebagai identitas
dan juga memiliki banyak keuntungan, merasa adem, bagus, rapi,
terhindar dari hal-hal buruk, seperti ketika sedang berbicara dengan
lawan jenis, mereka lebih menjaga kata-kata dan nada bicara mereka,
menjaga jarak dengan lawan jenis, tidak mau menggoda-goda,
penggunaan jilbab sebagai pengendalian diri dan menutupi apa yang
harus ditutupi yaitu aurat.
Yolanda merasakan bahwa sifat dan sikapnya belum lah terlalu
baik sebagai seorang muslimah berjilbab, apalagi ditambah dengan
anggapan bahwa perempuan berjilbab haruslah baik tutur kata dan
sifatanya.Setidaknya Yolanda sudah menggunakan jilbab walaupun
masih buka-pasang. Hal itu dianggap diri nya sebagai suatu langkah
kebaikan, dengan memulai menggunakan jilbab, maka tutur kata ataupun
sifat dan sikapnya secara perlahan akan mengikuti menuju lebih baik
pula. Dengan berjilbab walaupun masih di lingungan kampus saja,
melakukan perbuatan yang kurang pantas maka jilbab yang ia pakai
menjadi sebuah peringatan untuk dirinya.
Mengenai perkembangan jilbab sekarang ini, Yolanda menilainya
bahwa model jilbab yang sedang tren sekarang, bukan lah jilbab
seutuhnya dan tidak sesuai dengan syariat lagi sehingga bagian yang
harus ditutupi malah tidak tertutupi karena jilbabnya “diputar-putar”, ia
juga berpendapat banyak pengguna jilbab, memakai jilbab karena agar
terlihat cantik saja, tidak lebih. Namun dirinya tetap berharap bahwa
mereka yang mengikuti tren tersebut secara perlahan-lahan akan sadar.
4.2.3 Pengguna Jilboobs
Lalu yang terakhir adalah jilboobs. Jilboobs berasal dari dua kata
yaitu jilbab dan boobs (dada perempuan). Yang apabila digabungkan
memiliki arti perempuan yang berjilbab namun masih terlihat lekukan
dari dada si pengguna, yang apabila ditinjau dari keilmuan Islam, hal itu
adalah salah dan tidak sesuai dengan aturan yang dijelaskan dalam
Al-Qur’an.
Di FISIP didapati beberapa pengguna jilboobs, dari wawancara dan
observasi didapati bahwa si pengguna memakai jilbab, namun ada yang
jilbabnya menutupi dada, ada juga yang tidak sampai menutupi dada,
memakai kemeja atau kaus yang ketat, juga menggunakan jeans ataupun
rok yang ketat pula.
Nurul mengaku mulai menggunakan jilbab sejak 3 tahun yang lalu,
lebih tepat nya sejak kuliah semester ke-3. Namun ia sudah menggunakan
jilbab sejak SMA, yang SMA nya merupakan SMA umum, bukan SMA
keagamaan sehingga tidak ada aturan khusus yang mengatur seragam
sekolah siswa-siswinya. Nurul menggunakan jilbab ketika SMA pada saat
jam mata pelajaran agama Islam saja atau ketika sedang ingin memakai
jilbab saja. Sedangkan perbedaan nya dengan sekarang, ia menggunakan
jilbab karna 2 faktor, yaitu faktor internal dan fakor eksternal, dan masih
buka-pasang dalam penggunaan jilbab nya.
Ada keinginan dalam diri Nurul untuk terus menggunakan jilbab,
dia melihat bahwa mereka yang menggunakan jilbab-jilbab besar itu
terlihat cantik, namun Nurul kembali memiliki keraguan, yaitu dia masih
ingin mengikuti trend busana terkini, yaitu trend K-POP dan artis-artis.
Nurul juga memaknai jilbab sebagai penutup aurat, namun ia mengaku
bahwa jilbab yang dipakai nya bukan sebagai identitas nya sepenuhnya,
melainkan hanya sekedarnya saja. Nurul yang merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara ini juga tidak begitu memahami seutuhnya tentang
hukum yang mengatur penggunaan jilbab dalam agam Islam.
Di daerah asal Nurul tinggal, terdapat banyak variasi jenis jilbab
yang dipakai oleh tetangga sekitar, ada yang jilbab besar, jilbab semi yang
masih buka-pasang dan dipakai ketika hanya berpergian saja, ada juga
jilbab seksi dan ada yang belum berjilbab sama sekali. Begitu juga dengan
orangtua dan saudari-saudari kandung Nurul yang masih buka-pasang
Nurul mengaku bahwa dalam keputusannya menggunakan jilbab,
lebih didasarkan ke faktor eksternal yaitu lingkungan kampus,
teman-teman, dan organisasi yang ia ikuti di FISIP USU, berikut kutipan
wawancara dengan Nurul:
“Begini, di kampus kan banyak yang menggunakan jilbab, kawan di kampus juga mayoritas yang beragama Islam menggunakan jilbab , ya ada rasa malu juga, kok aku gak berjilbab? Kalo sekarang aku ini dapat dibilang masih menuju lah, gak dibilang aku fatal kali gak mau menggunakan jilbab, ya enggak. Kayak aku kan ada ikut organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), itu lah salah satu faktor aku menggunakan jilbab sejak kuliah, karna di HMI FISIP USU ada semacam aturan untuk tidak terlalu memaksa yang belum berjilbab untuk harus secepatnya berjilbab, tapi mereka persuasif, mengajak atau merangkul secara perlahan.”
Nurul mengaku bahwa dia ingin berubah menjadi lebih baik dalam
penggunaan jilbab nya, hal itu belum dapat dilakukan nya sekarang karena
ia masih ingin mengekspresikan diri nya sesuai dengan trend fashion.
Untuk perkembangan busana muslimah saat ini, Nurul menganggap
bahwa penggunaan dan jenis jilbab sudah sangat bervariasi, ia
membandingkan nya dengan trend jilbab 5 tahun yang lalu, yang mana
saat itu ia menganggap penggunaan jilbab nya masih monoton, berbeda
dengan sekarang yang semakin modis dan sesuai dengan trend fashion
masa kini. Nurul juga menganggap bahwa kenpa sekarang ini banyak yang
beralih menggunakan jilbab karena model jilbab yang modis dan tidak
4.2.3.2Nina (bukan nama sebenarnya)
Nina mengaku sudah mengenakan jilbab sejak SMA hingga
sekarang.Dan dalam penggunaan jilbab nya masih sistem
buka-pasang.Hal itu juga dikarenakan SMA nya dulu tidak menerapkan aturan
khusus tentang penggunaan jilbab karena SMA nya adalah SMA
umum.Lantas yang menjadi alasan Nina ketika menggunakan jilbab saat
SMA adalah terpengaruh dan lebih ingin agar dapat berbaur dengan
teman-teman nya yang mayoritas menggunakan jilbab. Kejadian yang
sama juga terjadi saat Nina duduk di bangku perkuliahan.
Namun saat berada diluar jam sekolah atau perkuliahan, maka Nina
melepas jilbab nya, dan hanya akan ia pakai kembali saat ingin
berpergian. Dengan alasan ingin lebih mudah berbaur tadi karena
teman-teman nya banyak yang mengenakan jilbab seakan tidak berlaku lagi
karena teman-teman nya juga sewaktu SMA juga buka-pasang dalam
penggunaan jilbab.
Anak kedua dari 2 bersaudara ini juga tidak mendapatkan aturan
dari orang tua agar menggunakan jilbab, jadi keputusan seluruhnya
terletak pada Nina. Dikarenakan Ibu dari Nina juga buka-pasang dalam
menggunakan jilbab, yang hanya dipakai saat akan berpergian saja.
Nina mengaku bahwa penampilan nya setiap di kampus atau pun di
luar ketika menggunakan jilbab, selalu menggunakan celana jeans,
terkadang memakan kemeja, dan juga terkadang memakai kaus lengan
identitas seorang muslim, jilbab juga merupakan fashion bagi dirinya,
dapat dilihat dalam kutipan wawancara berikut ini:
“kalo make jilbab nya itu-itu aja, kayak yang jilbab segitiga kan udah dari dulu dipake. Namanya juga fashion, kan ada tingkatan nya. aku termasuk ke fase yang standart lah kalo urusan fashion ini bang, maksudnya ya sekedar aja mengikuti perkembangan nya”
Nina juga menjelaskan bagaimana cara dia dalam berpakaian
ketika menggunakan jilbab yaitu mode girlsboy:
“Tapi gak semua ku adopsi, aku ngikutin mana yang cocok sama selera ku aja sih. Kayak pake jilbab yang warna nya sama dengan celana jeans, baju atau sepatu, lebih ke perpaduan warna. Gak kayak orang-orang yang sampe beli-beli baju dan jilbab dari merk-merk kayak zoya gitu”
Nina membandingkan dirinya dengan orang-orang yang rela
membeli dari merk-merk terkenal seperti zoya. Yang terpenting bagi
Nina adalah perpaduan warna yang ia kenakan sehingga dapat nyaman ia
pakai dan percaya diri. Nina tidak memahami secara pasti tentang aturan
dalam agama Islam yang mengatur tentang penggunaan jilbab, walaupun
begitu ia mengaku ingin menggunakan jilbab besar namun belum tau
kapan hal tersebut akan terjadi.
Nina menanggap bahwa pengguna-pengguna jilbab besar termasuk
di FISIP USU mengelompokkan diri, sehingga ia merasa sulit untuk
berbaur dengan mereka. Maka hal itu sangat disayangkan oleh Nina,
namun walaupun begitu ia tidak mempunyai masalah dengan teman
sedepartemen nya yang menggunakan jilbab besar, tetap berteman
Lalu mengenai perkembangan jilbab saat ini, Nina mengatakan
bahwa adalah hal yang wajar dalam dunia fashion, dimana selalu
terdapat hal-hal yang baru, sehingga muslimah yang mengenakan jilbab
semakin banyak. Seperti yang ia utarakan dalam wawancara berikut ini:
“oh aku liat sih banyak perubahan ya dari jenis kain nya yang banyak dan juga cara pake nya. Tapi kan kalo soal itu hal yang biasa, selalu ada hal yang baru dalam dunia fashion, contohnya kayak sekarang ini model-model jilbab gak hanya satu dua, tapi dah bervariasi. Jenis kain nya juga.jadi ada dampak positif nya, makin banyak yang pake jilbab bang kalo yang terlihat sekarang ini”
Nina sebagai pengguna jilboobs ternyata juga memiliki keinginan
bahwa ia ingin menggunakan jilbab besar seperti kebanyakan orang.
Begitu juga Nurul yang memiliki keinginan yang sama. Namun
keduanya memiliki penundaan.Nina menunda nya karena belum tahu
kapan harus berjilbab besar, dan Nurul karena masih ingin mengikuti
trend terkini.
Dari kedua informan pengguna jilboobs, mereka sama-sama tidak
memahami dasar hukum agama Islam yang mengatur tentang
penggunaan jilbab sesuai syariat.Nurul dan Nina hanya mengerti garis
besar nya tanpa mengetahui secara pasti kandungan ayat dalam
Al-Quran di agama Islam.
4.2.4 Mahasiswi Muslim Tidak Berjilbab
4.2.4.1Ayu Ladila Sebayang
Dalam kesehariannya Ayu tidak menggunakan jilbab, yang ketika
meskipun ada niatan untuk menggunakan jilbab, namun belum
terealisasi hingga kini.Pertimbangan tersebut adalah persoalan
pekerjaan.Ayu berkuliah sambil bekerja sebagai SPG yang dalam
kontrak kerja nya, penggunaan jilbab dilarang.
Orang tua Ayu sendiri tidak memaksakan dirinya untuk
menggunakan jilbab, semua keputusan diserahkan kembali ke dirinya
walaupun banyak sanak-saudara dan teman-teman di kampus nya yang
menyarankan agar menggunakan jilbab.Secara, hampir semua teman
Ayu di kampus yang beragama Islam menggunakan jilbab.Dengan
keadaan yang seperti itu, Ayu merasa risih dan minder ketika berada di
tengah teman-teman yang menggunakan jilbab.Ayu yang paham tentang
aturan berjilbab yang tertulis di dalam Al-qur’an, merasa bersalah karena
belum menggunakan jilbab. Namun ketika ditanyai adakah niat kedepan
untuk menggunakan jilbab, Ayu mejawab dengan lantang bahwa ia akan
menggunakan jilbab setelah menikah nantinya.
Perkembangan busana muslimah akhir-akhir ini menurutnya
terkhusus untuk jilbab, bukan lah dalam kategori jilbab syari.Jilbab yang
berkembang saat ini menurutnya kebanyakan tidak menutupi bagian
dada sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur’an. Karena makna jilbab bagi Ayu adalah benda yang menutupi,
agar sesuatu yang harusnya tertutup itu tidak dilihat oleh orang lain.
Namun menurut Ayu tidak bisa dipaksakan juga untuk mereka agar
menggunakan jilbab yang syari semua, kembali ke pribadi
4.2.4.2Vika (Bukan nama sebenarnya)
Vika mengatakan alasan ia mengapa belum menggunakan jilbab
karena belum terbiasa dan belum memiliki keberanian, karena Vika
dulunya adalah seorang Nasrani sehingga belum terbiasa karena Vika
menganggap bahwa perempuan yang sudah memutuskan untuk berjilbab
,maka image yang ditampilkan haruslah perempuan yang baik dan yang
taat. Sementara, Vika merasa bahwa ia belum lah merasa seperti itu, ia
ingin menyiapkan diri secara matang agar nantinya ketika ia
menggunakan jilbab,maka tidak buka-pasang lagi dan dapat total dalam
berjilbab. Selain itu keluarga Vika juga tidak ada mendorong agar Vika
menggunakan jilbab, mereka memberikan keputusan sepenuhnya kepada
Vika.
Dengan belum ditentukannya keputusan untuk menggunakan
jilbab, Vika sering merasa risih ketika berada di tengah-tengah
teman-teman yang menggunakan jilbab, karena makna jilbab bagi dirinya
adalah sebagai penutup aurat dan identitas sebagai seorang muslimah,
namun ketidaknyamanan yang dirasakan Vika itu tak menghalanginya
untuk bergaul dengan siapa saja terutama untuk teman se-departemen
nya.
Vika juga beranggapan bahwa perkembangan jilbab pada masa
sekarang ini adalah hal yang bagus, dikarenakan banyaknya bentuk
variasi penggunaan jilbab, seperti pada petikan wawancara berikut.
cumansatu bentuk gitu doang yang kelihatannya kuno tapisekarang kan di modifikasisedemikian rupa menjadi lebih menarik dan menjadi hmm lebih banyakmenarik orang untuk menggunakan, tapi kalo seandainya yang jilbab-jilbab yang jilbab ibaratnya kurang panjang misalnya itu menurut saya gak setuju sihkarena kalo pakejilbab kan mesti bener-bener panjang dan menutup aurat gak boleh nampak lekukan badan kitasemua, dari ujung kaki sampai ujung kepala kan sebenernya kurang tepat aja kalo ada yangberpakiaan dengan jilbab yangpendek gitu. Tapi kalo untuk fashionnya,
perkembangan nyamenurut sayabagus sih, karena untuk
kearah yang positif , misalnya lebih banyak orang yang pakai jilbab. Bisa jadi gini juga sih, misalnya kayak emm kayak lahan usaha,mendesain baju,mendesain jilbab jadi lebih berkreasi, lebih banyak peluang.”
Vika menilai terdapat 2 dampak, yaitu dampak positif dan negatif
dari perkembangan jilbab masa sekarang, positif nya adalah semakin
banyaknya muslimah yang berjilbab, dan menjadi lahan usaha yaitu seperti
mendesain baju pakaian perempuan atau muslimah menjadi lebih kreatif,
namun di lain sisi walaupun Vika tidak memahami surat dalam Al-Qur-an
yang mengatur tentang penggunaan jilbab tapi dia memahami kulit luar
dari aturan dalam menggunakan jilbab sehingga ia dapat menilai bahwa
dampak negatif nya adalah jilbab di masa sekarang ini diakibatkan dari
perkembangan tersebut menjadi pendek, dan tidak menutupi keseluruhan
Tabel 3 Alasan berjilbab dan Jenis Jilbab
No Nama Jenis
jilbab
Alasan Berjilbab Faktor Pendukung
1. Poetri Syari Kesadaran diri,
Kematian ayah dan drorongan dari kakak kandung
3. Ana Semi Kesadaran diri,
lingungan sekitar
Latar belakang keluarga yang religius
5. Nurul(BNS) Jilboobs Ingin lebih mudah berbaur
Mengikuti organisasi Islam dan banyak teman yang menggunakan jilbab
6. Nina (BNS) Jilboobs Formalitas Banyak teman yang menggunakan jilbab • BNS = Bukan Nama Sebenarnya
Setelah mendapati alasan, penilaian, pemaknaan, serta
memutuskan untuk bertindak seperti apa dalam berjilbab yang kesemua
nya itu melalui pengalaman-pengalaman yang berbeda dan lingkungan
yang berbeda pula, setiap individu didalam kehidupannya selalu
mendapatkan identitas-identitas baru melalui interaksi yang dilakukan
dengan orang lain yang akan menambah pengalaman sosialnya, sehingga
dan dipusatkan pada diri sebagai obyeknya yang terdiri dari jawaban
individu atas pertanyaan “siapa aku”, apakah Poetri yang merupakan
seorang mahasiswi FISIP USU pengguna jilbab syari, apakah Ana
mahasiswi departemen Kesejahteraan Sosial yang dulu pengguna jilbab
syari, apakah Yolanda yang merupakan seorang yang menggeluti hobi
lari, Nurul sebagai pengikut mode dari Korea, apakah Nina yang
merupakan pengguna jilboobs, dan Ayu serta Vika yang merupakan
sebagai mahasiswi muslim belum menggunakan jilbab. Yang mereka
semua mampu menilai perkembangan jilbab pada masa sekarang ini,
mampu memaknai jilbab atau pun menilai dirinya sendiri dan perilaku
orang lain dalam berpakaian.
Yang kesemuanya itu mereka sadari, tentang badan seseorang atau
malah tentang pengalaman-pengalaman subyektif sesorang, perasaan,
dan perilakunya. Sehingga diri mampu memberikan tanggapan terhadap
apa yang ia tunjukkan kepada orang lain dan dimana tanggapannya
sendiri menjadi bagian dari tindakannya, dimana ia tidak hanya
mendengarkan diri nya sendiri tetapi juga merespon dirinya sendiri,
berbicara dan menjawab dirinya sendiri (percakapan
internal)sebagaimana orang lain menjawab dirinya sendiri menurut
Mead. (Ritzer, 2004: 280-281)
Mead membedakan paling kurang terdapat tiga fase Dimana
individu belajar mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya
sebagai obyek, yaitu tahap bermain, tahap pertandingan, dan generalized
anak-anak.Sedangkan tahap pertandingan dan generalized other adalah tahap
yang sesuai dengan subyek penelitian ini, yaitu usia remaja hingga
dewasa.
Identitas baru sebagai mahasiswi muslim yang berkuliah di FISIP
USU, sebagai kakak atau adik, sebagai ketua atau anggota dalam
organisasi, sebagai penggiat hobi berlari atau berenang, sebagai
pengguna jilbab besar, jilbab tanggung ataupun jilboobs merupakan
peran-peran dari sekian banyak peran yang akan didapati ketika sudah
beranjak dewasa, dan peran tersebut mampu dijalankan secara serentak
dan mengorganisasinya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar,
merupakan tahap pertandingan dalam perkembangan konsep diri.
Dimana konsep diri setiap peserta dalam tahap pertandingan itu akan
terdiri dari kesadaran subyektif individu terhadap peranannnya yang
khusus dalam kegiatan bersama itu.
Lalu tahap selanjutnya adalah generalized other dimana di dalam
kehidupan terdapat pandangan-pandangan dan sikap-sikap kehidupan
bersama. Dalam persoalan jilbab, pandangan dan sikap kehidupan
bersama itu adalah didalam menggunakan jilbab haruslah baik tingkah
laku serta akhlaknya, dan apabila terdapat pengguna jilbab yang tingkah
laku dan akhlaknya masih kurang baik, contohnya mencontek saat ujian,
bergosip, dan tata bahasa yang kasar maka akan di beri label tidak pantas
mengenakan jilbab. Labeling seperti itu masih tetap ada di dalam
masyarakat.Maka hal ini menyebabkan munculnya pandangan oleh
telah menyalahi aturan apabila menggunakan jilbab, karena tingkah laku
mereka belum sesuai dengan pandangan dan sikap-sikap kehidupan
bersama dalam persoalan jilbab.
Mead mengatakan bahwa individu-individu akan mencerminkan
sikap-sikap bersama serta respon-respon tertentu terhadap pandangan
dan sikap hidup bersama tadi, namun menurut cara memandang dan latar
belakang mereka sendiri secara khusus. Sehingga hal ini lah yang
menjadi kan perbedaan dalam penggunaan jilbab, individu-individu akan
membuat sesuatu yang baru dalam kata lain membuat terobosan.
Masing-masing individu memiliki cara berpartisipasi yang unik dalam
kehidupan bersama dari suatu kelompok tertentu, dan itu akan tercermin
dalam munculnya segi-segi unik tertentu dari konsep diri. Hal ini
dipengaruhi oleh apa yang disebut Mead “I” dan “Me” sebagai dua
dimensi dari konsep diri. Dimana “I” merupakan tindakan spontanitas
yang dilakukan individu tanpa adanya proses pertimbangan, sedangkan
apabila dalam suatu kejadian, dan individu melakukan proses
pertimbangan sebelum bertindak, maka itu adalah apa yang disebut
“Me” di dalam konsep diri.
Dimana dalam proses wawancara, sebagian besar informan
menjawab dengan menggunakan aspek “Me” karena berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan dan menggeneralisir sikap orang lain.
Sedangkan aspek “I”terdapat beberapa kali informan menjawab dengan
menggunakan aspek ini,yaitu seperti kutipan wawancara berikut:
I = Informan
1. Wawancara dengan Ayu:
P: Lalu, Ayu mengerti tentang surah dalam Al-Quran yang mengatur tentang penggunaan jilbabbagi muslimah? I:Tau lah. Surah nya surah An-Nisa (secara spontan)
P:Jadi apabila Ayu tau, lantas bagaimana Ayu menyikapi hal tersebut?
I: Kayak disikapi, tapi enggak gitu. Jadi, tau hukumnya apa kalo nampak aurat, hehh kepikiran cuman enggak dilaksanakan juga (tertawa), merasa bersalah.
2. Wawancara dengan Nurul:
P : hmm, kakak mengerti tidak mengenai dasar hukum dalam agama Islam yang mengatur tentang penggunaan jilbab?
I : surat An-Nisa. Kalau dibilang mengerti ya saya mengerti tapi gak paham kali, gak mengakar ngertinya, sekedar aja, gak sampai seutuhnya memahami aturan itu.
Yang padahal di dalam nilai-nilai agama Islam, aturan yang mengatur
secara khusus tentang jilbab ada 2 surah, yaitu Al-Ahzab ayat 59 dan
An-Nuur ayat 31. Lalu selanjutnya:
3. Wawancara dengan Ana:
P: Menurut anda, mode jilbab yang sekarang anda pakai termasuk kedalam mode yang mana?
I: Salah. (secara spontan)
P: Oh bukan, maksud nya jilbab syari kah, jilbab semi kah, jilbab tanggung kah?
I: Jilbaaaabbbbbb, sekedarnya aja bang.
Ana menjawab “salah” dengan spontan yang mengartikan bahwa ia
menanggap bahwa dirinya memakai jilbab yang salah karena tidak sesuai
dengan pandangan dan sikap-sikap kehidupan bersama dalam persoalan
jilbab. Lalu yang terakhir:
P: Oh begitu, oke wawancara nya sudah selesai, makasih ya Yolanda.
I: Udah bang? Alhamdulillah (secara spontan)
Yolanda mengatakan ucapan syukur “Alhamdulillah” dikarenakan di
dalam wawancara, subyek penelitian berulang kali merasa bersalah atas
kelakuan nya dengan kaitannya menjawab pertanyaan dari peneliti.
4.3 Makna Penggunaan Jilbab Oleh mahasiswi FISIP USU
4.3.1 Jilbab dan Perlindungan Diri
Kejahatan banyak jenisnya, dalam nilai-nilai di agama Islam,
kejahatan juga dapat dilakukan oleh indera manusia, yaitu mata
(penglihatan), mulut (pembicaraan), dan telinga (pendengaran).Kejahatan
yang sering terjadi oleh kaum muslimah dari yang dapat dihasilkan dari
indera kaum pria adalah kejahatan mata dan mulut.
Kont Kobino, dalam bukunya Tiga Tahun di Iran menganggap bahwa
pemakaian jilbab secara ketat yang dulu berkembang di tengah bangsa Iran
pada masa Sasan berkuasa, jilbab tetap eksis hingga masa Islam. Kont
Kobino berpendapat bahwa apa yang berkembang di tengah orang-orang
Sasan, jilbab bukan hanya sekedar penutup pada perempuan, melainkan juga
menyembunyikannya. Ia mengatakan “Orang-orang beragama dan para raja
ketika itu tidak mampu berbuat apa-apa dan sangat lemah; dimana ketika
didalam rumah seseorang terdapat perempuan cantik, ia mesti
menyembunyikannya sebaik mungkin. Karena, seandainya keberadaan
perempuan cantik itu di ketahui, niscaya tidaklah sekali-kali ia mampu
menjaga nya, bahkan nyawanya sendiri pun tidak akan mampu dijaganya”
berbahaya nya kecantikan (aurat) seorang perempuan pada masa itu,
sehingga harus di beri penutup bahkan disembunyikan.
Pada masa kini kejahatan mata kaum pria yaitu contohnya seperti
melihat dengan leluasa aurat kaum muslimah yang tidak menutupi tubuhnya
dengan hijab, lalu kemudian disusul oleh kejahatan mulut yang berupa
godaan.Yang godaan tersebut biasanya berupa komentar yang timbul dari
hasil penglihatan anggota tubuh yang tidak berhijab tadi.Maka berdasarkan
nilai-nilai di dalam agama Islam seorang perempuan diwajibkan berjilbab
agar anggota tubuhnya tidak dengan leluasa dilihat oleh orang yang tidak
berhak, karena orang yang berhak adalah si suami nya kelak.
Seperti yang terjadi pada Salwa, terdapat perbedaan ketika ia belum
menggunakan jilbab dan ketika sudah menggunakan jilbab, yaitu sebagai
berikut:
“kalo dulu kita masih bukajilbab, ibaratnya kalau ada cowok-cowok nongkrong nih pasti ada yang bilang“hai cewek” dan sebagainya, tapi kalau pakai jilbab kita malah jadi di doain nih”Assalamualaikum bu Haja” gitu. Jadi, jilbab itu sama sekali bukan suatuaib ya, yang harus kita marah, enggak gitu, ya semoga dari perkataan mereka jadi doa untuk kita, gitu”
Poetri mengatakan :
“sebenernya kan bagi kaum perempuan sendiri khususnya muslimahjilbab itusebenernya kan kewajiban jadi kalo menurut Poetri, jilbab itu, apa ya,sebagai identitas, satu. Yang kedua juga pelindung sih, dari orang-orang ataupun lingkungan sendiri”
“Hal-hal yang harus ditutupi itu sudah tertutup kayak misalnya rambut. Karna laki-laki itu katanya suka liat rambut wanita, dan maaf ya, ini bukan porno,Cuma mau bilang aja, gapapa kan? Soalnya saya pernah baca tuh di internet kalau laki-laki suka liat bagian dada wanita, nah kalau kita pake jilbab kan jadi tertutupi, jadi kan gak nampak kali secara langsung dan juga pake jilbab itu adem sih sebenernya, bagus, rapi, dan jilbab itu punya makna yang lebih”
Ayu mengatakan:
“Makna jilbab itu banyak lah.Salah satu nya ntuk melindungi diri wanita supaya orang-orangliat nya gaksembarangan, kan ketutupan semua.”
Jilbab sama hal nya dengan perisai, yang fungsinya untuk melindungi
diri dari gangguan yang datang dari luar. Seseorang akan memikir
berulangkali untuk menyerang seseorang yang menggunakan perisai, karena
apabila diserang,maka orang yang bersangkutan akan menggunakan perisai
untuk menangkis serangan yang datang. Begitu juga jilbab, dengan
menggunakan jilbab, berdasarkan wawancara dengan subyek penelitian
menunjukkan bahwa, seorang laki-laki akan lebih segan dan menghormati
perempuan yang mengenakan jilbab, sehingga laki-laki akan lebih mengatur
tata bahasa dan sikap nya terhadap perempuan pengguna jilbab.
4.3.2 Jilbab dan Pembatas
Pembatas berasal dari kata “batas” yang berdasarkan KBBI memiliki
arti garis (sisi) yang menjadi perhinggan atau pemisah antara sesuatu.Kata
hijab adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti penghalang.Hijab berasal