DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo.
Atar Semi, M. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya.
Benedict, Ruth. 1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni, diterjemahka n oleh Pramudji. Jakarta: Sinar Harapan
Firdaus, Zulfahnur Z.1986. Analisis dan Rangkuman Bacaan Sastra. Jakarta: Universitas Terbuka, Debdikbud.
Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.
Matsuzuki, Kou. 2009. Happy Café. Jakarta: PT Gramedia. 2011. Happy Café. Jakarta: PT Gramedia. Nazir, M.1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Perkenalan Awal
Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.
Situmorang, Hamzon. 1995. Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan kepada
Keshogunan dalam Zaman Edo (1603-1868) di Jepang. Medan: USU Press.
Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta: Kanisius.
http://gumerlap.blogspot.com
BAB III
NILAI GIRI DAN NINJOU DALAM KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI
3.1 Sinopsis Cerita Komik Happy Café Karya Kou Matsuzuki
Komik Happy Café karya Kou Matsuzuki bercerita tentang Takamura Uru, seorang siswi SMA yang memiliki tenaga yang kuat, ceria, dan baik hati. Dia
mencari pekerjaan sambilan di sebuah café yang menarik bernama Bonheur,
alasan Uru untuk bekerja adalah dia ingin hidup mandiri jauh dari orangtuanya
yang baru saja menikah, karena dia tidak sengaja mendengar percakapan kolega
ayah tirinya yang berkata bahwa memiliki anak tiri tersebut sangat membebani.
Uru yang salah paham mengira ayah tirinya terbeban karena dirinya akhirnya
meminta tinggal sendiri di sebuah apartemen terpisah agar dia tidak merepotkan
orangtuanya, dan ketika dia berjalan-jalan Uru yang sedih melihat Café Bonheur
dan senyuman orang-orang yang keluar dari café tersebut, karena dia merasa
terhibur dengan kebahagiaan orang lain akhirnya dia memutuskan untuk bekerja
di café tersebut untuk membuat bahagia orang-orang yang ditemuinya.
Kemudian Uru datang ke café tersebut untuk mengikuti wawancara pada
pukul 8 pagi, namun dia melihat pintu café tersebut tertutup, ketika dia mencoba
untuk membukanya, dia tidak sengaja merusakkan pintu tersebut, dan bertemu
Shindou Satsuki, pattisiere (ahli pembuat kue dan roti) yang dingin dan ketus dan Nishikawa Ichirou yang tertidur di lantai yang disangka Uru adalah orang mati,
kecildisangka anak SD dan dimarahi karena telah merusakkan pintu, ketika dia
menjelaskan maksudnya untuk wawancara, ternyata di café tersebut tidak ada
lowongan pekerjaan, namun Uru bersikeras untuk bekerja disitu, walaupun tidak
digaji, dan akhirnya Uru diberi pekerjaan sementara. Awalnya Uru merasa aneh
dengan kedua rekan kerjanya tersebut karena Shindou adalah orang yang
menyeramkan dan tidak mau tersenyum, sedangkan Ichirou adalah orang aneh
yang langsung jatuh tertidur ketika lapar serta memiliki ekspresi yang sangat
datar, namun mereka dengan tulus bekerja dan melayani pelanggan yang datang.
Uru yang ceria akhirnya melayani tamu yang datang ke café tersebut dengan tulus
dan ramah. Hal ini membuat akhirnya dia diterima sebagai pegawai di café
tersebut.
Sepulang bekerja, ternyata Uru kembali ke café yang sudah tutup dan
melihat ada pencuri yang berusaha mencuri kotak uang, Uru yang tidak rela hasil
kerja keras teman-temannya diambil pencuri dengan berani merebut kotak uang
tersebut, kemudian Shindou datang membantu Uru, setelah mereka berhasil
mengusir pencuri, Shindou yang tahu masalah Uru dengan ayahnya akhirnya
menasehati Uru untuk berbaikan dengan ayah tirinya, mendengar hal itu Uru
tersadar. Di perjalanan pulang kemudian dia menelepon orang tuanya dan
menjelaskan kesalahpahaman tersebut.Setelah Uru pulang ke rumah, dia ingin
berkenalan dengan tetangga barunya, dan ternyata tetangganya adalah Shindou
Satsuki.
Pada suatu hari sewaktu Cafe Bonheur sedang mengadakan event
Strawberry Fair datang seorang anak perempuan yang bernama Sakura sangat
ternyata kue tersebut beserta strawberry telah habis terjual, dan yang tertinggal
hanya coklat rasa strawberry.Melihat Sakura yang kecewa akhirnya Shindou
membuat kue cheesecake dengan sirup strawberry dan coklat strawberry dan
memberikannya pada Sakura, dan Sakura sangat senang menerima kue
tersebut.Karena Sakura sering menceritakan orang-orang di Café Bonheur kepada
kedua orang kakak lelakinya Kashiwa dan Sou Abekawa membuat mereka
cemburu kepada orang-orang di café tersebut.Sampai akhirnya mereka menantang
Shindou untuk bertanding penjualan kue dengan toko kue tradisional mereka
sewaktu festival.Sebelum pertandingan ternyata tangan Sindou terkilir sewaktu
menyelamatkan Uru yang terjatuh, namun Shindou menyembunyikannya dari
Abekawa bersaudaraagar tidak ketahuan, sebagai gantinya Uru dan Ichirou yang
menggantikannya dalam menjual kue.
Ada seorang kakek yang ingin membeli kue, namun karena dia tidak bisa
makan kue yang manis akhirnya dia tidak membeli kue tersebut. Shindou
kemudian menarik Abekawa Kashiwa untuk membantunya membuat kue dengan
perpaduan kue modern dengan rasa yang tradisional yaitu cake matcha (teh hijau).
Kue tersebut diberikannya kepada kakek yang tidak menyukai kue manis tersebut,
dan kakek tersebut sangat senang. Melihat ketulusan hati Shindou dalam melayani
pelanggan, membuat Abekawa Bersaudara sadar, dan berteman dengan semua
pegawai toko Bonheur.Banyak peristiwa yang dialami Uru, Shindou dan Ichirou yang membuat mereka mengenal banyak orang, berkonflik bahkan bersahabat
dengan mereka.Hal ini kemudian mendewasakan mereka.
Nishikawa Ichirou anak kelas tiga SMA yang bekerja sambilan di café
dia kehabisan makanan di mulutnya. Dulu dia adalah anak yang normal, sewaktu
dia TK kedua orangtuanya sangat sibuk bekerja dan jarang untuk makan bersama
dengan dirinya.Ichirou kemudian memutuskan untuk begadang menunggu orang
tuanya selesai pulang kerja untuk makan bersama, orang tuanya yang iseng pun
sengaja menyuapkan makanan untuk membangunkan Ichirou dan hal ini menjadi
sebuah kebiasaan yang aneh Ichirou.Ichirou menyukai Uru dan suka menggoda
dan memeluk uru, tapi karena Uru agak telmi, dia tidak menyadari perasaan
Ichirou padanya.Namun ketika Ichirou tahu kalau Uru menyukai Shindou, Ichirou
membantu Uru untuk memberanikan diri menyatakan rasa sukanya pada Shindou.
Shindou Satsuki seorang pattisiere yang ahli, dijuluki pria dingin bertopeng besi, karena dia tidak mau bersosialisasi dan membukakan dirinya pada
orang lain. Sewaktu berumur lima tahun Shindou ditinggalkan ibu kandungnya
dan akhirnya diangkat anak oleh manajer pemilik café, Matsumoto Nankichi,
walaupun ayah angkatnya sangat menyayangi dia namun Shidou masih saja susah
bersosialisasi. Bagi Shindou kata “ibu” adalah sesuatu yang tabu dan sangat
menakutkan, sampai akhirnya Uru memberikan dia kekuatan untuk berani
bertemu ibu kandungnya, dia mendengarkan alasan kenapa ibunya meninggalkan
dia dan akhirnya berbaikan dengan ibunya. Shindou yang menyadari bahwa
dirinya jatuh cinta kepada Uru, kemudian mulai mendekati Uru yang telmi
mengenai perasaan, tapi ketika Uru menyadari bahwa dia jatuh cinta kepada
Shindou, dia diberitahu bahwa Shindou akan pergi ke Perancis untuk belajar
membuat kue selama tiga tahun di sana. Kemudian Uru mengejar Shindou yang
dengan Shindou.Akhirnya Uru menyatakan perasaanya dan berjanji menunggu
Shindou.Setelah tiga tahun akhirnya mereka bertemu kembali.
Dalam komik ini banyak ditemukan nilai moral, diantaranya nilai moral
keberanian, kemandirian, giri dan ninjou.
1. Nilai moral kemandirian ditunjukkan di kisah 1 buku I, yaitu ketika
Uru memutuskan untuk hidup berpisah dengan orangtuanya dan
tinggal di apartemen. Diceritakan dia belajar hidup mandiri selama dia
hidup terpisah, yaitu belajar memasak, belanja,bahkan juga bekerja
sambilan di café.
2. Nilai moral keberanian, yaitu ketika Uru yang merupakan seorang
wanita berani melawan pencuri yang ingin mencuri uang hasil kerja
keras mereka karena Uru menyadari betapa tulusnya pekerjaan
Shindou dan Ichirou, dan dia tidak rela hasil tersebut direbut pencuri
sehingga dia melindunginya mati-matian.
Masih banyak lagi cerita yang menunjukkan nilai moral komik ini,
namun penulis hanya memilih beberapa cerita untuk menunjukan nilai moral yng
ada dalam komik tersebut karena penulis memfokuskan pada nilai giri dan ninjou.
3.2 Nilai Giri dan Ninjou dalam Komik Happy Café Karya Kou Matsuzuki
Untuk mengetahui nilai-nilai giri dan ninjou yang terkandung dalam
3.2.1 Giri
Sebagaimana telah dikemukakan Ruth Benedict sebelumnya, bahwa giri
adalah hutang budi seseorang kepada orang lain yang harus dibayar. Hutang budi
itu bukan hanya anak terhadap orang tuanya, namun meliputi seluruh perbuatan
yang telah diterima dari orang lain, sehingga perbuatan tersebut harus dibayar
dalam jangka waktu tertentu. Nilai moral giri tersebut dapat dilihat dari :
Cuplikan I
(Buku 3 kisah 16, hal 168-169)
Uru: “Ya? Jangan-jangan kamu tersesat,”
Katou: “Ah…i…iya…
Uru: “ Sudah kuduga” (berbicara dalam hati)
“Kau mau kemana?Kalau aku tahu tempatnya, mungkin aku bisa memberitahumu jalan ke sana.”
Katou: “A…Anu… ke Nishimachi.”
Uru: “ Dari sini kamu bisa sampai ke Nishimachi dengan sekitar 15 menit naik Bus. Kalau kamu jalan sedikit lagi, nanti ada halte bis dari sana, kamu bisa…”
“…?”
Ichirou: “Hei, bocah. Masuk dan minumlah air buatanku.”
Ichirou: “Iya… Nah, Ayo”
(Hal 173)
Uru: “Kok nangis siih!! Kenapa?” (berbicara dalam hati)
“Ma… ma…maaaaaaf!!Apa aku sudah mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaanmu?”
Katou: “Bu… bukan…Aku bukan lagi disuruh ibu.Aku ingin ke Nishimachi.Tapi aku tersesat waktu naik bis. Uang yang kutabung untuk pergi ke nishimachi hilang semua…”
(Hal 183-184)
Katou: “ Aku ingin pergi ke Nishimachi. Tolong beritahu aku jalan ke sana!”
Ichirou: “Nih. Ini peta sampai ke halte bus.Maaf, ya nulisnya di belakang bon pesanan.”
Shindou: “Ichirou.untuk sampai ke Nishimachi 1000 yen sudah cukup atau masih kurang?”
Ichirou: “Sudah cukup, kok.”
Shindou: “Hei, bocah! Keluargamu ada 4 orang, ya?
Katou: “Eh… iya…”
Shindou: “Takamura!
Shindou: “Siapkan 4 potong menu spesial kita hari ini untuk dibawa pulang. Tolong, ya”
Uru: “Iya!”
Katou: “Aku pasti mengembalikan uangnya, sekalian membayar harga cake-nya!!”
Ichirou: “Sudahlah. Nggak apa-apa.
( Buku 11 kisah 57, hal 70-73)
Katou: “Selamat Siang..! a.. anu…”
Uru: “Anu… Lihat… Ichirou-kun… itu..kan… Anak berkacamata yang waktu itu tersesat.Wah, lama enggak ketemu ya.”
Manajer: “Eh, semuanya kenal ya?”
Uru: “Waktu manajer sedang enggak ada, anak ini tersesat sampai kesini.”
Manajer: “Waktu aku enggak ada, kalianenggak Cuma mendapat pelanggan tapi juga merebut hati anak yang tersesat? Aku bahagia sekali!!”
Shindou: “Waktu itu kamu berhasil pergi ke rumah ibumu tanpa tersesat?”
Katou: “Ah! Iya! Aku baik-baik saja!” Shindou: “ Oh, begitu…syukurlah.”
ada uang 2000 yen.Anu, sisanya yang masih kurang akan kubayar nanti.”
Shindou: “Uang ini..”
(Katou menyerahkan amplop uang kepada Shindou)
Katou: “Tidak apa-apa kok.
“
Uang ini aku kumpulkan dari uang jajanku.Karena perlu waktu lama untuk mengumpulkannya aku baru bisa datang sekarang.”
Shindou: “..Iya, uangnya aku terima.” Anu... terima kasih banyak!”
Giriterlihat pada cerita ini yaitu di dalam buku 3, ketika Uru, Ichirou, dan
Sindou membantu Katou yang kehilangan uangnya dan tersesat di depan Café
Bonheur. Mereka memberikan kebaikan dengan memberikan uang, kue, dan
petunjuk arah.Hal ini membuat Katou sangat berterimakasih dan berhutang budi
kepada mereka, dalam hal ini, Katou menanggung giri terhadap mereka. Sehingga
dalam buku 11, dia kembali dan berusaha untuk membalas giri yang telah
diterimanya dengan berusaha kembali membayar uang yang telah diberikan
kepadanya, hal ini dapat dilihat dari kalimat: “ Anu…aku mau mengembalikan
uang yang kupinjam waktu itu. Uang pembayaran kuenya juga… Di dalamnya
ada uang 2000 yen. Anu, sisanya yang masih kurang akan kubayar nanti.”.Untuk
membayar giri tersebut dia membutuhkan waktu yang agak lama dikarenakan dia
berusaha untuk membayarnya dengan uang yang dikumpulkan sendiri. Hal ini
dapat dilihat dari cuplikan: Uang ini aku kumpulkan dari uang jajanku. Karena
sekarang.Perilaku dan perkataan Katou dalam kisah ini menunjukkan bahwa dia
menanggung giri terhadap dunia, sesuai dengan konsep giri yang dikemukakan
Ruth Benendict (1982:125) bahwa giri terhadap dunia adalah suatu kewajiban
untuk membayar kembali kebaikan-kebaikan, maka Katou berusaha untuk
membayar kembalikebaikan yang diterimanya kepada penolongnya, walaupun
penolongnya tidak mengharapkannya kembali.
Cuplikan II
(Buku 10 kisah 51, hal 117)
Direktur Sakuraba: “Riset untuk mencari kue buat honey tercinta, ya?
Uru: “Ho..Honey?!”
Direktur Sakuraba: “Wah, salah, ya?”
Uru: “Iya…Aku sedang mencari kue baru di tempat kerjaku.”
Direktur Sakuraba: “Kue baru? Kamu sepertinya masih muda.Apa kamu ini patissier?”
Uru: “Ah, bukan! Aku masih SMU.Aku cuma kerja sambilan di kafe.”
Direktur Sakuraba: “Ini, untukmu.”
Uru: “Eh? …ini…”
Direktur Sakuraba: “Sweet potato dalam adonan tarte. Lalu diatasnya marron cream.Ganache dari chestnutrasanya pahit jadi akan menyeimbangkan rasa manisnya.”
“ Kalau mau, untukmu saja. Mau tidak memakai idenya?”
Uru: “Ti…tidak usah! Jangan-jangan ini ide yang mau dipakai untuk pekerjaan anda, ya!”
Direktur Sakuraba: “Tidak. Aku cuma ingin makan kue seperti ini.Jadi kugambar.”
(Buku 12 kisah 64, hal 150-153)
Direktur Sakuraba: “Aku mau cake dari menu barunya.”
Uru: “Baik. Air, air…”
Manajer: “Tahu ‘Blossom’ nggak?” (berbisik)
Shindou: “Toko kue ala barat itu ‘kan?”
Manajer: “… dia itu direkturnya.”
Uru: “Di… direktur…!?
Uru: “Be…begitu ya…?”
Manajer: “Direktur perusahaan itu ada urusan apa dengan kafe kita?
Uru: “Si… silahkan airnya. Maaf lama menunggu,” (uru meberikan air dan cake)
Direktur Sakuraba: “Aku makan ya, ... ternyata begini.” (direktur Sakuraba memakan cakenya.)
“Tamunya banyak, rasanya enak… juga popular. Kalau orang tahu bahwa toko ini mencuri ide orang lain untuk membuat kuenya, bagaimana jadinya, ya? Hei, Uru-chan?”
Shindou: “…Dengarkan kata-kata saya. Dia dan juga kami semua mengakui kebaikan anda”
Direktur Sakuraba: “Memang kita tidak membuat perjanjian apapun. Tapi aku berubah pikiran… walaupun tidak benar, menurutmu siapa yang akan lebih dipercayai orang? Chain Store yang sudah lama berdiri, atau sebuah kafe di kota?
Uru:
“Membereskan masalah… ge…gede amat kantor pusat Blossom ini!! Hii!! Aku nggak mau kalah!!” “Aku pergi dulu!! Dipikir seperti apapun juga, akulah yang bersalah. Makanya… makanya akulah yang harus membereskan masalah ini.”
“Pe… permisi…” Apa direktur Sakuraba Mitsuaki di tempat?”
Resepsionis: “Mohon maaf, apa anda punya janji untuk bertemu beliau hari ini”
(Hal 27)
Uru: “Sebenarnya dia orang baik atau jahat, ya… aku nggak ngerti, deh…”
“…Begini… masalah cake itu…”
“Nggak peduli dia orang baik atau jahat. Hanya kulakukan apa yang kubisa!!
Direktur Sakuraba: “… Ooh… Kamu disuruh pemilik toko?”
Uru: “Bukan begitu!!”
(hal 58)
Uru: “Aku pulang sekarang.”
Direktur Sakuraba: “..?... … (masih bingung karena baru terbangun)
Uru: “Dia masih belum sadar benar dari tidurnya…? (gumam Uru dalam hati)
“ Ini kembalian yang waktu itu!”
Direktur Sakuraba: “ Kalau enggak salah, soal cake itu… aku enggak ingat kalau aku nggak lagi mempermasalahkan soal itu.”
Uru: “… ‘biarpun aku menutup mata soal itu, itu hanya untuk menghabiskan waktu luangku saja… Soal itu nggak ada pengaruhnya buatku’… anda sendiri yang barusan bilang begitu.”
Direktur Sakuraba: “…Aku berubah pikiran. Misalnya aku bilang begitu? (Suasana tiba-tiba hening)
Uru:
“ Kalau dipikir baik-baik, pak Sakuraba bilang kue di toko kami enak. Makanya sepertinya anda bukan orang jahat.”
Sewaktu Uru pergi ke perpustakaan untuk mencari ide untuk menu baru
cake, dia bertemu direktur Sakuraba yang memberikan ide menu cake kepada Uru
dan menerimanya dengan senang hati.Namun ternyata setelah cake tersebut
masuk ke dalam menu tetap kafe Bonheur, direktur Sakuraba datang ke café dan
menuduh bahwa menu tersebut merupakan hasil curian.Uru yang tidak terima
namanya serta kafe Bonheur tempat dia bekerja tercemar. Akhirnya mendatangi
Direktur Sakuraba, ini tercermin dari cuplikan:“Aku pergi dulu!! Dipikir seperti
apapun juga, akulah yang bersalah. Makanya… makanya akulah yang harus
membereskan masalah ini.”dan juga cuplikan: “Nggak peduli dia orang baik atau
jahat. Hanya kulakukan apa yang kubisa!!
Sesuai dengan konsep Ruth Benedict,Uru yang menanggung giri terhadap
nama yaitu terhadap kafe Bonheur, kemudian dia melakukan pengembalian giri
dengan cara bertanggung jawab membersihkan nama kafe Bonheur, dia bersikeras
kepada Direktur Sakuraba agar tidak memperpanjang masalah penuduhan
tersebut, hal ini dapat dilihat dari cuplikan:
Dari cuplikan-cuplikan di atas dapat
dilihat Uru merasa bertanggung jawab atas masalah yang ditimbulkan, sehingga
dia merasa giri terhadap kafe Bonheur, dalam hal ini Uru menanggung Giri
terhadap nama.
“Aku akan kembali berapa kalipun,
sampai anda mau membiarkan masalah itu! Aku akan terus datang tanpa
bosan.
Cuplikan III
Cuplikan tersebut menunjukkan tekad Uru untuk membersihkan reputasi
café Bonheur.
Manajer: “U… uru berlatih untuk menjadi istreri?!”
Uru: “ Ah, tidak. Bukan begitu. Suatu saat nanti aku akan menyukai seseorang. Jadi sekarang aku mau berlatih membuat kue buatan sendiri.”
“ …Aku tahu… aku orangnya tidak terampil. Kalau kalian bertiga, kapanpun bisa jadi isteri yang baik
Manajer: “Bagaimana kalau Satsuki-kun (Shindou) yang mengajari Uru-chan rahasia membuat kue?!
Uru: wah? Rahasia membuatkue?!Tolong ajari aku!”
Shindou: “…Apa kamu siap?”
Uru: “IYA! SIAP! Tidak perlu sampai bisa membuat kue sehebat kalian berdua… tapi setidaknya aku bisa membuat kue seperti kebanyakan orang.”
Manajer: “Setelah kafe tutup, aku akan mengajarimu”
Ichirou: “Aku juga akan mengajarimu.”
(Hal 60)
Manajer: “Waah cantik sekali Uru-chan! Setelah kami tidur, Uru memanggangnya sendirian, ya? Maaf ya, aku ketiduran
“Karena itu, aku sebisa mungkin membuat kue untuk teman-teman, maukah kalian menerimanya? Sebagai rasa terima kasihku.Ini untuk kalian bertiga.A… aku ingin kalian menerimanya.”
Uru yang ingin menjadi istri yang baik, sedang belajar untuk memasak
kue, dia menceritakan hal ini kepada manajer, Shindou dan Ichirou.Kemudian
ketiga orang ini menawarkan bantuan untuk mengajari Uru. Atas kebaikan mereka
telah mengajari dirinya, Uru memberikan kue sebagai rasa terima kasih, padahal
teman-temannya yang mengajarinya tanpa meminta balasan, namun Uru secara
pribadi merasa menanggung giri terhadap mereka, yaitu giri terhadap dunia
(Benedict, 1982:141), sehingga dia berusaha mengembalikan giri tersebut kepada
teman-temannya, ini dapat dilihat dalam: “Karena itu, aku sebisa mungkin
membuat kue untuk teman-teman, maukah kalian menerimanya? Sebagai rasa
terima kasihku.Ini untuk kalian bertiga.A… aku ingin kalian menerimanya.”Hal
ini menunjukkan kewajiban Uru untuk membayar hutang budi kepada orang yang
membantunya, Uru membayarnya dengan memberikan kue buatannya sendiri
kepada teman-teman yang telah menolong mengajarinya memasak.
3.2.2 Ninjou
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, menurut Ruth
Benedict bahwa ninjou itu adalah perasaan kasih sayang yang tercurahkan kepada
sekalipun. Perasaan ini murni dan tulus berasal dari hati dan tidak dituntut
balasannya. Nilai moral ninjou dapat dilihat dari cuplikan:
Cuplikan I
(Buku 3 kisah 16, hal 168-169)
Uru: “Ya? Jangan-jangan kamu tersesat,”
Katou: “Ah…i…iya…
Uru: “ Sudah kuduga” (berbicara dalam hati)
Katou: “A…Anu… ke Nishimachi.”
“Kau mau kemana?Kalau aku tahu tempatnya, mungkin aku bisa memberitahumu jalan ke sana.”
Uru: “ Dari sini kamu bisa sampai ke Nishimachi dengan sekitar 15 menit naik Bus. Kalau kamu jalan sedikit lagi, nanti ada halte bis dari sana, kamu bisa…”
“…?”
Ichirou: “Hei, bocah. Masuk dan minumlah air buatanku.”
Uru: “Eh… kok main perintah…!? Terus masa’ Cuma air sih?”
Ichirou: “Iya… Nah, Ayo”
(Hal 173)
“Ma… ma… maaaaaaf!!Apa aku sudah mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaanmu?”
Katou: “Bu… bukan… Aku bukan lagi disuruh ibu.Aku ingin ke Nishimachi.Tapi aku tersesat waktu naik bis. Uang yang kutabung untuk pergi ke nishimachi hilang semua…”
(Hal 183-184)
Katou: “ Aku ingin pergi ke Nishimachi. Tolong beritahu aku jalan ke sana!”
Ichirou: “
Shindou:
Nih. Ini peta sampai ke halte bus.Maaf, ya nulisnya di belakang bon pesanan.”
Ichirou: “Sudah cukup, kok.”
“Ichirou.untuk sampai ke Nishimachi 1000 yen sudah cukup atau masih kurang?”
Shindou: “Hei, bocah! Keluargamu ada 4 orang, ya?
Katou: “Eh… iya…”
Shindou: “Takamura!
Uru: “ Eh, iya!?
Shindou:
Uru: “Iya!”
Katou: “Aku pasti mengembalikan uangnya, sekalian membayar harga cake-nya!!”
Ichirou: “Sudahlah. Nggak apa-apa.
Ninjoupada cerita ini terlihat di dalam buku 3, ketika Uru, Ichirou, dan
Shindou membantu Katou yang kehilangan uangnya dan tersesat di depan Café
Bonheur. Ninjoutersebut dapat dilihat dari cuplikan: “Kau mau kemana? Kalau
aku tahu tempatnya, mungkin aku bisa memberitahumu jalan ke sana.”
Ninjou yang dimiliki oleh Ichirou, dapat dilihat dari cuplikan: “
Ini
menunjukkan kebaikanyang dilakukan Uru kepada seorang anak yang tersesat
karena adanya ninjou dalam hati Uru terhadap anak tersebut.
Nih. Ini
peta sampai ke halte bus.Maaf, ya nulisnya di belakang bon pesanan.”Ninjou yang
dimiliki oleh Ichirou mendorong Ichirou untuk melakukan kebaikan, yaitu dengan
menuliskan peta untuk Katou yang tersesat. Serta yang terakhir adalah Ninjou
yang dimiliki oleh Shindou, dapat dilihat dari cuplikan: “Ichirou.untuk sampai ke
Nishimachi 1000 yen sudah cukup atau masih kurang?”Karena adanya ninjou yang dimiliki oleh Shindou dengan tulus dia memberikan uang kepada Katou
yang kehilangan uangnya.Ketiga orang tersebut memiliki ninjou di dalam dirinya,
hal ini sesuai dengan konsep ninjou, bahwa ninjou adalah perasaan manusia yang
muncul tanpa adanya maksud apapun dan memperlihatkan ketulusan manusia itu
Cuplikan 2 ( Buku 8 kisah 37, hal 9-11)
Chiyo menangis, karena dia salah tingkah sewaktu tidak sengaja menubruk Kenshi. Karena panik, dia meminta maaf dengan berteriak.
Aizawa: “Bikin salah lagi sama Tokieda (Kenshi) ya?” Waktu nabrak, harusnya senyum bilang ‘maaf’.”
Chiyo: “ Kalau tadi begitu, aku enggak akan cemas.”
Aizawa: “ Padahal Chiyo kalau diam cantik lho, meski dada rata. Kasihan kamu, makanya jangan benci sama cowok.”
Chiyo: “Cerewet. Dari dulu aku diganggu cowok karena penampilanku seperti ini. Aku harus membalas rasa sakit hatiku!! Aku benci cowok…!!
Aizawa: “ Oh.. iya iya. Tapi ssekarang enggak ada lagi cowok yang mengganggu Chiyo, kan?
Chiyo: “Cowok semuanya sama!! 6 bulan lalu, di hari pertama aku pindah ke sini, Takami dan Harada mengejekku (dendam).
~alur mundur~
Takami:
Harada: “ Sudah begitu…. Katanya namanya ‘Chiyo’. Hehehehe..” (keduanya tertawa mengejek)
Kenshi: “Jangan sebut dia ‘orang asing’. Kita kan sama-sama manusia.
Arimoto: “ Di depan Kenshi kalian berani menertawakan nama orang. Hebat juga.Kalau aku enggak berani lho.”
Lagian nama ‘Chiyo’ itu tulisannya chiyo dalam ‘chiyogami’ kan? Menurutku itu nama yang bagus.”
Kenshi: “Kalian ngajak aku berantem ya? Nama adalah pemberian orangtua. Hal kedua paling berharga setelah tubuh!
Chiyo: “Kenshi... Kenshi Tokieda. Dia berbeda” (Chiyo tersentuh dengan perkataan Kenshi)
~kembali ke alur awal~
Chiyo yang merupakan peranakan orang Amerika dan Jepang memiliki
mata biru dan rambut pirang yang membuat dia menjadi bahan ejekan oleh
teman-temannya pria sehingga dia membenci lelaki.Suatu saat tidak sengaja dia
mendengar percakapan temannya yang mengejeknya.Temannya tersebut tidak
memiliki ninjou.hal ini dapat dilihat dari cuplikan: “Hebat! Anak yang baru pindah itu rambutnya pirang! Katanya ibunya orang Amerika, berarti orang asing
dong.” Mereka tidak mengakui Chiyo sebagai orang Jepang, dan dengan
caramengejek Chiyo, menunjukkan bahwa kedua temannya tersebut tidak
memiliki ninjousehingga mereka tidak memiliki kebaikan dalam hati mereka
untuk Chiyo, karena tidak adanya ninjou membuat Chiyo semakin membenci
lelaki.Namun salah satu temannya yang bernama Tokieda Kenshi menunjukkan
yang ditunjukkanTokieda adalahnilai moral ninjou, sesuai dengan kosep ninjou
oleh Ruth Benedictyaitu memiliki perasaan empati atau kasih sayang terhadap
sesama.Walaupun Chiyo peranakan, tapi Tokieda Kenshi tetap membelanya
karena Chiyo juga manusia. Hal ini membuat Chiyo merasa bahwa Tokieda
berbeda dengan orang lain dan menghormati Kenshi, dan sehingga dia merasa
sedih dan bersalah kalau melakukan kesalahan pada Kenshi.
Cuplikan 3 (buku 15 kisah 78, hal 42)
Hagiwara: “Aku memutuskan untuk memilih jalan yang paling mudah.” (Hagiwara berbicara dalam hati, dia berdiri di pinggir sungai)
Koushi: “Selamat siang! Hari ini cuacanya bagus ya!
“ Eh? Apa kabaar! Hei! Cowok yang di sana! Wah! Kamu jarang kelihatan di daerah sekitar sini. Salam kenal! Aku…”
( Hagiwara beranjak pergi)
Hagiwara: “ .., biarpun begitu, dunia masih tetap berputar, kan? Walaupun aku menghilang, tetap saja enggak aka nada yang berubah.”
“Itu adalah perbuatan yang sangat bodoh. Perkataan yang akan dilontarkannya sebentar lagi pastilah kata-kata klise yang…” ( pikir Hagiwara)
Koushi:
“Kamu kenapa Uru?
“Minimal untuk saat ini aku enggak mau kamu menghilang.”
Uru: “ Ayah aku mau turun. Aku nemu semut! (Uru turun dari pangkuan Koushi)
Koushi: “Uru, jangan ditangkap, kalau kamu tangkap semutnya bisa remuk.”
“ Anak itu lucu kan? Dia putriku lho. Impianku adalah menyampaikan pada lebih banyak lagi orang… tentang kelucuan putriku itu… makanya…
Hagiwara: “Kalimat bodoh yang tak berarti. Tapi…kalimat itu menyentuh jauh ke dalam hati yang kosong…” (kata Hagiwara dalam hati)
Hagiwara merupakan anak haram yang tidak diperhatikan dan
disembunyikan oleh ayahnya karena ayahnya tidak mau keberadaan
Hagiwaramempermalukan dirinya.Hal ini membuat Hagiwara merasa tertolak,
sedih dan tidak ada yang memperhatikannya, akhirnya dia memutuskan untuk
bunuh diri di sebuah sungai.Namun dia bertemu dengan Koushi sehingga dia
mengurungkan niatnya untuk bunuh diri karena Koushi menunjukkan ninjou
padanya yang membuat dia tersentuh. Nilai moral ninjou yang ditunjukkan
Koushi dapat dilihat dari cuplikan:“ Aaah! Tunggu dulu! …kalau kamu
bermaksud loncat ke sungai itu, kusarankan urungkan saja niatmu.”Serta
cuplikan“ Minimal untuk saat ini aku enggak mau kamu menghilang.” Koushi
tidak ingin Hagiwara melompat ke sungai, untuk bunuh diri, karena dia memiliki
ninjou, sehingga dia langsung mengajak Hagiwara berbicara dengan ramah,
dan
Dari cuplikan di atas kita dapat melihat bahwa Koushi berusaha untuk
menggagalkan usaha bunuh diri Hagiwara dengan berbicara dan memperlihatkan
kelucuan anaknya, dia berharap Hagiwara masih ada bersama dia, hal ini
membuat Hagiwara tersentuh karena ninjou, yaitu rasa empati dan kasih sayang terhadap sesamayang diberikan Koushi membuat Hagiwara merasa ternyata
keberadaannya diterima oleh orang lain dan dia merasa dibutuhkan. Koushi
sendiri berusaha menggagalkan usaha bunuh diri dengan mengajak bicara
Hagiwara, padahal dia tidak mengenal Hagiwara, namun karena rasa kasih
terhadap sesama dia memiliki tanggung jawab untuk menolong Hagiwara yang
sedang sedih.
“Aku juga ingin menyampaikan hal itu padamu yang sekarang ada di
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Melihat dari uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dari
komik Happy Café yaitu:
1. Pesan moral merupakan amanat yang disampaikan penulis kepada
pembaca melalui karakter dan kehidupan sosial para tokoh. Dalam
menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita
rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak
langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung
mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan
“memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu
penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita
lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk,
petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.
2. Komik Happy Café ini menceritakan tentang tentang perangai dan kehidupan sehari-hari seorang gadis bernama Takamura Uru
sebagai tokoh utama. Dalam komik ini diceritakan bagaimana
manusia serta kehidupannya saling berhubungan satu sama lain
dengan berpedoman pada nilai giri dan ninjou.
3. Nilai giri dan ninjou yang telah tertanam pada masyarakat Jepang
membuat kesadaran kepada masing-masing orang Jepang untuk
4. Nilai giri yang ditunjukkan dalam komik Happy Café ini yaitu giri terhadap dunia ketika Katou ditolong Shindou sewaktu tersesat,
Katou merasa berhutang budi dan berusaha mengembalikan giri
tersebut. Giri terhadap nama dapat dilihat ketika Uru menanggung
giri karena café Bonheur dituduh mencuri resep cake oleh Direktur
Sakuraba, sehingga dia berusaha membayar giri dengan cara
menyelesaikan permasalahan tersebut.
5. Nilai ninjou yang paling menonjol ditunjukkan adalah ninjou
terhadap oranglainyaitu saat Shindou dan teman-temannya
menolong Katou yang tersesat tanpa pamrih.
6. Nilai giri dan ninjou tersebut membuat masyarakat Jepang sangat
berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata kepada orang lain
6.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, saran yang perlu disampaikan
adalah sebagai berikut:
1. Isi komik Happy café ini sarat dengan nilai moral serta
perilaku-perilaku yang baik dalam kehidupan manusia, sehingga komik ini
layak dibaca dan dipelajari.
2. Adanya nilai giri dan ninjou yang terdapat pada kebudayaan
masyarakat Jepang yang berbeda dengan masyarakat Indonesia,
membuat kita mengerti sedikit banyaknya bagaimana interaksi sosial
antar masyarakat Jepang. Hal ini membuat kita dapat memahami
3. Ada baiknya jika mahasiswa Sastra Jepang menambah pengetahuan
mereka tentang Jepang dengan membaca lebih banyak buku-buku
Jepang dan hasil karya Sastra Jepang, karena pada umumnya dalam
hasil karya sastra Jepang, isinya selalu disangkut pautkan dengan unsur
kebudayaan Jepang.
4. Penulis berharap melalui komik ini, banyak orang yang mengerti akan
pentingnya nilai-nilai kepribadian moral, sehingga ketika kita telah
memahaminya akan menjadikan kita sebagai manusia yang dapat
bertindak lebih baik dan bijaksana dalam menjalani hidupnya dan
menghargai perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kehidupan
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK HAPPY CAFÉ KARYA KOU MATSUZUKI, STUDI MORAL DAN SEMIOTIK
2.1 Defenisi Komik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar
(di majalah surat kabar,atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dicerna dan
lucu. Menurut Scott McCloud dalam buku Understanding Comics bahwa komik
merupakangambar-gambar dan lambang-lambang lain yang tersusun dalam urutan
tertentu untuk menyampaikan informasi dan atau mencapai tanggapan estetis dari
pembaca (McCloud, 2002:9).Hampir seluruh teks komik tersusun dari hubungan
antara gambar atau lambang visual dan kata-kata atau lambang verbal. Gambar
dalam komik merupakan gambar-gambar statis yang berurutan yang saling
berkaitan satu dengan yang lain yang membentuk sebuah cerita dan merupakan
sarana komunikasi yang unggul. Sedangkan, fungsi kata-kata dalam komik adalah
untuk menjelaskan, melengkapi, dan memperdalam penyampaian gambar dan teks
secara keseluruhan.Kata-kata biasanya ditampilkan dalam gelembung-gelembung
atau balon-balon yang dikreasikan sedemikian rupa sehingga serasi dengan
gambar-gambar.Balon-balon teks itu dapat berupa ujaran atau pikiran dan
perasaan tokoh (teks gelembung bicara dan gelembung pikiran), namun dapat juga
berisi deskripsi singkat tentang sesuatu.Gelembung-gelembung kata dan
kata-katanya biasanya juga dikreasikan dengan berbagai model sehingga tampak lebih
dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi, sarana untuk menyampaikan cerita,
pesan, dan bahkan sampai pada hal-hal yang berbau ilmiah sekalipun.
Di Jepang, komik disebut dengan “manga”, perkembangan manga di Jepang sangatlah pesat, popularitas komik Jepang ini bahkan telah mendunia. Di
Jepang komik digolongkan menurut usia dan jenis kelamin pembacanya.Misalnya
ada Shonen Magazine dan Shonen Jump, kedua-duanya mempunyai eksemplar
jutaan dan komik yang paling besar di Jepang. Shonen artinya artinya anak
laki-laki, berarti shonen manga artinya komik untuk anak laki-laki usia SD dan SMP.
Ada juga Nakayoshi (artinya sahabat) dan Shojo Comic, majalah ini diterbitkan
untuk anak perempuan usia SD dan SMP. Untuk para remaja diterbitkan juga
majalah Young Comic dan Young Jump. Masih ada penggolongan lainnya yaitu
Ladies Comic yaitu komik untuk perempuan yang usianya kira-kira 20-30 tahun
dan ada juga komik dewasa umum, yaitu komik yang diterbitkan khusus dewasa,
dan remaja yang usianya di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan untuk
membelinya.
Kebanyakan komik yang memiliki popularitas tinggi dijadikan anime (film
animasi) yang mengangkat cerita dan tokoh dari komik tersebut, sehingga
meningkatkan penjualan dan promosi kepada masyarakat, antara lain seperti
Doraemon, Crayon Shinchan, Black Butler, Naruto, dan lain-lain.
Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta
suasana yang terjadi dalam cerita novel.Latar berfungsi sebagai pendukung dan
memberi nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana
tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran
situasi yang jelas akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang
dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000 : 68)
Latar membantu kejelasan jalan cerita, Menurut Abrams dalam Zainuddin
(2001 : 99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu:
1. Latar Tempat
Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama
yang jelas.
Komik Happy Café ini mengangkat kehidupan seorang remaja SMA yang bekerja part-time di sebuah kafe, sehingga komik ini memiliki latar tempatdi kafe
Bonheur, sekolah dan apartemen tempat tinggal.
2. Latar Waktu
Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari,
tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita
tersebut.Dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu
Komik ini memiliki latar belakang cerita tentang keadaan kehidupan anak
SMA yang bekerja part-time di jepang pada zaman modern, yaitu ketika tokoh utama Takamura Urubekerja di kafe Bonheur mulai dari musim dingin sewaktu
dia kelas 2 SMA.
3. Latar Sosial
Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan denganperilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalamkarya fiksi
maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapatberupa kebiasaan
hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,cara berpikir dan
bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial jugaberhubungan dengan status sosial
tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,menengah atau tinggi.Dalam komik ini
pengarang banyak menampilkankehidupan sosial masyarakat muda di Jepang
khususnya siswa SMA yang bekerja part-time di kafe dan restoran. Awalnya
dalam bekerja part-timemereka merasa canggung antara satu sama lain, hal ini di akibatkan karena kurangnya interaksi sosial di antara mereka. Namun seiring
berjalannya waktu mereka menjadi kompak karena adanya kerja sama dan
penyesuaian diri sewaktu bekerja.
2.3 Studi Moral dan SemiotikSastra 2.3.1 Studi Moral
pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan
etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat
bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan
kehidupannya. Pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain :
melalui perbuatan, kata-kata yang secara langsung diungkapkan, khayalan, dan
lain-lain.
Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan, yaitu etika.
Perkataan etika berasal dari bahasa yunani: ethos dan ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Salam dalam Reminisere (2011:18),
terdapat keterangan bahwa moral adalah ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan
kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
Dari beberapa keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat ajaran
tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan
yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut
memberikan penilaian etis atau moral.
Sasaran dari moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan
2.3.1.1Prinsip-Prinsip Dasar Moral 1. Prinsip Sikap Baik
Sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa
saja adalah sikap positif dan baik yaitu bahwa kita harus mengusahakan
akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk mencegah akibat-akibat-akibat-akibat
buruk dari tindakan kita dan tentunya kita harus bersikap baik terhadap orang lain.
Prinsip moral dasar pertama disebut prinsip sikap baik. Prinsip ini
mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Prinsip ini mempunyai arti
yang amat besar bagi kehidupan manusia.Sebagai prinsip dasar etika, prinsip
sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang harus memahami segala sifat
konkret, tindakan dan kelakuannya. Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya,
kecuali ada khusus, kita harus mendekati siapa saja dan apa saja yang positif,
dengan menghendaki yang baik baginya. Artinya, bukan semata-mata perbuatan
baik dalam arti sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan
baik terhadapnya.Bersikap baik berarti, memandang seseorang dan sesuatu tidak
hanya sejauh berguna bagi dirinya, melainkan menghendaki, menyetujui,
membenarkan, mendukung, membela, membiarkan, dan menunjang
perkembangannya (Suseno, 1989:131).
Bagaimana sifat baik itu harus dinyatakan secara konkret, tergantung pada
apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu
pengetahuan tepat tentang realitas, supaya dapat diketahui apa yang
2. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa
saja.Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, tidak
hanya berlaku bagi benda-benda materiil, melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih.Kemampuan hati kita juga terbatas.Maka secara logis dibutuhkan
prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan itu harus dibagi.
Adil, pada hakikinya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja dan
apa yang menjadi haknya. Karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya
sebagai manusia, maka tuntunan paling dasariah keadilan adalah perlakuan yang
sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama (Suseno, 1989:132).
Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan
yang sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan
untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.
Secara singkat, keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan,
termasuk hal yang baik, dengan tidak melanggar hak seseorang.
3. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini menyatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan
diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.Prinsip ini berdasarkan
paham bahwa manusia adalah person, pusat pengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati, mahluk yang berakal budi (Suseno, 1989:133).
Prinsip ini mempunyai dua arah.Pertama, dituntut agar kita tidak
membiarkan diri diperas, diperalat, atau diperbudak. Perlakuan tersebut tidak
membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia melawan, sebab kita
mempunyai harga diri. Kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar.
Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri, berarti bahwa
kewajibannya terhadap orang lain di imbangi oleh perhatian yang wajar terhadap
dirinya sendiri.
Sebagai kesimpulan, kebaikan dan keadilan yang kita tunjukkan kepada
orang lain, perlu di imbangi dengan sikap yang menghormati diri sebagai mahluk
yang bernilai. Kita berbaik hati dan bersikap baik terhadap orang lain, dengan
tetap memperhatikan diri sendiri.
2.3.1.2Sikap-Sikap Kepribadian Moral 1. Kejujuran
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah
kejujuran.Tanpa kejujuran, kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita
belum berani menjadi diri kita sendiri.Tidak jujur berarti tidak se-iya sekata dan
itu berarti bahwa kita belum sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang
tidak lurus, tidak memgambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa
yang diperkirakan akan diharapkan oleh orang lain. Tanpa kejujuran, keutamaan
moral lainnya akan kehilangan nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi
tanpa kejujuran, adalah kemunafikan.
Menurut Suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti
dua: sikap terbuka dan juga sikap fair (wajar). Dengan terbuka, tidak dimaksud
bahwa segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau
melainkan yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri,
sesuai dengan keyakinan kita.
Selanjutnya, orang yang jujur harus memperlakukan orang lain menurut
standart-standart yang diharapkannya akan dipergunakan orang lain terhadap
dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia selalu akan memenuhi janji yang
diberikan atau dikatakan, juga terhadap orang yang tidak dalam posisi untuk
menuntutnya. Ia tidak pernah akan bertindak bertentangan dengan suara hati atau
keyakinannya.
2. Nilai-Nilai Otentik
Otentik berarti, kita menjadi diri kita sendiri.“Otentik” berarti asli.Manusia
otentik adalah manusia yang menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan
keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya.
3. Kesediaan Untuk Bertanggung Jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam
kesediaan untuk bertanggung jawab.Bertanggung jawab berarti suatu sikap
terhadap tugas yang membebani kita, kita merasa terikat untuk menyelesaikannya.
Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut
pengorbanan atau kurang menguntungkan bagi kita. Tugas itu bukan sekedar
masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa menimbulkan
kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu yang dimulai
Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak
melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu selesai. Wawasan orang yang
bersedia untuk bertanggung jawab secara tidak terbatas.Ia tidak membatasi
perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya, melainkan merasa
bertanggung jawab dimana saja ia berada. Ia bersedia untuk mengarahkan tenaga
dan kemampuan ketika ia ditentang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap
positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno, 2010:146). Dan lagi, kesediaan untuk
bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan,
pertanggung jawaban atas tindakan, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
Kalau ia ternyata lalai atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk dipersalahkan.
Ia tidak pernah akan melempar tanggung jawab atas suatu kesalahan yang
dilakukannya terhadap orang lain. Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah
tanda kekuatan batin yang sudah matang.
4. Kemandirian Moral
Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak tentu harus ikut dengan
berbagai pandangan moral yang dimiliki oleh lingkungan kita, melainkan selalu
membentuk penilaian atau pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan moral
yang kita yakini.
Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin
untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya.
Mandiri secara moral berarti, bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa
melanggar keadilan. Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan
untuk selalu membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.
5. Keberanian Moral
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad tetap mempertahankan
sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak disetujui atau secara
aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan itu tidak mundur
dari tugas dan tanggung jawab, juga kalau ia mengisolasi diri, merasa malu, dicela,
ditentang atau di ancam oleh banyak orang.
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan
diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 2010:147)
Keberanian moral berarti, berpihak pada yang lemah dan melawan yang kuat,
yang memperlakukan silemah dengan tidak adil. Orang yang berani secara moral
akan membuat pengalaman yang menarik. Setiap kali ia berani mempertahankan
sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat dan lebih berani, dalam arti ia semakin
dapat mengatasi perasaan takut dan malu.
6. Kerendahan Hati
Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang matang adalah
kerendahan hati.Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri,
melainkan bahwa kita melihat diri kita seadanya.Kerendahan hati adalah kekuatan
batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 2010:148).Orang
yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya, melainkan juga melihat
Dalam bidang moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar
akan keterbatasan “kebaikan” kita, melainkan juga kita sadar bahwa kemampuan
kita untuk memberikan penilaian moral itu terbatas. Dengan rendah hati, kita
benar-benar bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat
lawan, bahkan untuk seperlunya, kita harus mengubah pendapat kita sendiri.
Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral.Tanpa
kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, kita tidak rela
memperhatikan orang lain, atau bahkan sebenarnya kita takut dan tidak berani
membuka diri.
Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar,
apabila benar-benar diberikan perlawanan.Orang yang rendah hati tidak merasa
bahwa dirinya terlalu penting.
2.3.2 Semiotik Sastra
Semiotik berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda.Semiotik (Semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda, ilmu ini menganggap bahwa
fenomena masyarakat sosial dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam
pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis
mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa
manfaatnya terhadap kehidupan manusia.
Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda
manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya.Sebagai ilmu, semiotika
teori juga dapat mengarahkan hubungan teks sastra dengan pembaca.Tanda yang
dapat pada karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan
pembaca.Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara
pengarang dengan pembacanya. Jika pengarang dalam merefleksikan karya
menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka
karya tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan
pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit
dipahami. Pada saat menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul
makna baru.
Menurut Preminger dalam Pradopo (2001:73) bahwa penerangan itu
memandang bahwa studi sastra adalah usaha untuk menganalisis sebuah sistem
tanda-tanda. Oleh karena itu penelitian harus menentukan konvensi-konvensi apa
yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.Dalam menganalisis karya
sastra, peneliti harus menganalisis tanda itu dan menentukan konvensi apa yang
memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda yang menunjukkan sastra itu
mempunyai makna.
2.4 Konsep Giri dan Ninjou serta Aplikasinya dalam Kehidupan Masyarakat Jepang
2.4.1 Giri
Kata girimempunyai bermacam-macam arti. Dilihat dari huruf kanjinya
(義 理) giriterdiri dari dua karakter kanji yaitu gi (義) yang memiliki arti
“keadilan”, “kewajiban”, atau “perasaan terhormat”, dan ri (理) yang memiliki
jawab atau kehormatan, atau hutang budi.Girilebih menekankan kepada hutang
budi seseorang terhadap orang lain. Hutang budi yang dimaksud adalah jika
seseorang telah menerima sesuatu kebaikan dari orang lain, maka ia harus
membalas kebaikan itu dengan memberikan kebaikan kepadanya. Kebaikan yang
akan dibalas bisa dalam bentuk jasa, materi, atau bahkan harga diri dan
sebagainya.
Girimenurut Ruth Benedict (1982:125) adalah utang-utang yang wajib
dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima dan ada
batas waktunya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan pembayaran ini, maka
girimenjadi begitu mengikat orang Jepang sehingga pemberian dengan resiko
giriini biasanya sedapat mungkin dihindari oleh orang Jepang.Dalam hal ini,
apabila pembayaran ditangguhkan melewati jatuh temponya, maka utang
bertambah besar seakan-akan terkena bunga.
Giripada dasarnya, dirasakan sebagai beban yang berat bagi orang Jepang,
maksudnya girimerupakan suatu tindakan yang terpaksa harus dikerjakannya atau
dilakukannya karena ia telah menerima bantuan orang lain. Ruth Benedict
(1982:125) menjelaskan bahwa giriberdasarkan tujuan kepada siapa akan
diberikan balasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Giriterhadap dunia
Yaitu kewajiban seseorang untuk membayar hutang budi kepada orang
lain, meliputi kewajiban terhadap tuan pelindung, kewajiban terhadap sanak
yang diterima oleh mereka misalnya hadiah atau uang, kewajiban terhadap
keluarga tidak begitu dekat, seperti paman, bibi dan kemanakan.
Giriterhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali
kebaikan-kebaikan.Secara umum, girikepada dunia dapat digambarkan dalam
hubungan-hubungan yang bersifat kontrak. Pernikahan di Jepang merupakan
kontrak antara dua keluarga dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kontrak
tersebut terhadap keluarga mertua selama hidup seseorang adalah ‘bekerja untuk
giri’ sehingga bagi seorang istri yang tinggal dengan mertuanya maka hal tersebut
dirasakan paling berat. Di Jepang sendiri ada istilah bagi keluarga mertua, yaitu
“bapak giri” untuk sebutan bagi bapak mertua, dan “ibu giri” bagi ibu mertua
(Benedict, 1982:141).Dalam hal ini semakin kaya keluarga suami, maka semakin
besar pula pelayanan yang harus diberikan istri kepada keluarga suami dalam
membalas budi.
2. Giriterhadap nama
Yaitu kewajiban seseorang untuk membersihkan reputasinya dari
penghinaan, atau tuduhan atas kegagalannya, kewajiban seseorang untuk tidak
menunjukkan atau mengakui kegagalan atau ketidaktahuannya dalam
melaksanakan jabatannya.Kewajiban untuk mengindahkan sopan santun Jepang,
misalnya mengekang emosi.
Giriterhadap nama seseorang adalah kewajiban untuk menjaga agar
reputasinya tidak ternoda. Giriterhadap nama juga menuntut tindakan-tindakan
yang menghilangkan noda yang telah mengotori nama seseorang dan itu harus
Giriterhadap nama juga mewajibkan seseorang untuk hidup sesuai
kedudukan atau tempatnya di dalam bermasyarakat. Jika ada orang gagal dalam
giri tersebut maka ia tidak berhak untuk menghormati dirinya sendiri. Dapat
dikatakan bahwa konsep harga diri orang Jepang, merupakan salah satu
manifestasi dari giriterhadap nama. Giriini banyak mencakup tingkah laku yang
tenang dan terkendali. Orang Jepang berusaha untuk tidak memperlihatkan
perasaan, pengendalian diri yang diharuskan dari seorang Jepang yang
mempunyai hal ini merupakan bagian dari giriterhadap nama. Sebagai contoh,
ketika terjadi gempa maka orang Jepang yang mempunyai harga diri ia tidak akan
sibuk atau panik, tetapi ia akan berusaha membereskan barang-barang miliknya
dengan sikap yang tenang.
Benedict (1982:141-147) mengemukakan bahwa membayar giri
seharusnya keluar dari hati dan tidak dinodai dengan ketidaksenangan. Tapi pada
kenyataannya, seringkali pemenuhan kewajiban giridipenuhi rasa ketidaksenangan
dan keterpaksaan untuk melakukan sesuatu bagi orang lain. Namun orang Jepang
akan tetap melakukan girisekalipun itu bertentangan dengan keinginannya, karena
jika tidak melakukannya, maka ia akan dicap sebagai orang yang tidak tahu
giridan merasa malu dengan masyarakat.
Orang Jepang menganggap gagal orang yang tidak membayar kembali
giriyang diterimanya, sehingga dengan kata lain orang Jepang harus membayar
kembali setiap perbuatan baik, pemberian, atau janji-janjinya kepada orang lain.
Pada umumnya nilai pengembalian girisama dengan apa yang telah diterima
waktu pengembalian giri dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan selain itu
juga memberikan penghormatan kepada pemberi sebelumnya
2.4.2 Ninjou
Ninjouterdiri dari dua karakter kanji yaitu nin(人) yang memiliki arti
“orang” atau “manusia”. Dan jou(情) yang memiliki arti “emosi”, “perasaan”,
“cinta kasih”.Sehingga ninjou( 人 情 ) berarti kebaikan hati
manusia.Ninjouinitimbul dari hati yang paling dalam karena adanya perasaan
kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu kebaikan.
Ninjousecara umum merupakan perasaan manusia yang merupakan
perasaan kasih sayang, perasaan cinta, perasaan belas kasih, rasa simpati, rasa iba
hati yang dirasakan terhadap orang lain seperti hubungan orang tua dengan
anaknya atau antara kekasihnya. Ninjouini berlaku bagi setiap orang dalam semua
hubungan di berbagai lingkup kehidupan, baik antara ayah dan anaknya,
hubungan sepasang kekasih, maupun hubungan antarsesama.
Ninjoumerupakan perasaan yang muncul tanpa adanya maksud tertentu
dan memperlihatkan adanya ketulusan dari hati manusia itu sendiri.Semua orang
di belahan bumi mana pun mempunyai perasaan tersebut, hanya istilahnya saja
2.5 Biografi Pengarang
Kou Matsuzuki lahir pada tanggal 3 Oktober, dan tinggal di perfektur
Aichi di Jepang.Beliau berprofesi sebagai mangaka (kartunis).Beliau mulai aktif membuat komik semenjak tahun 2003 dan masih berlangsung hingga
sekarang.Komik beliau yang pertama kali dijadikan buku adalah Happy Café, komik ini pertama kali dirilis tanggal 20 Desember 2004, dan berakhir pada tahun
2009. Komik ini menjadi salah satu komik terlaris di Jepang dan telah diadaptasi
ke dalam anime. Kou Matsuzuki tidak banyak menceritakan tentang kehidupan
pribadinya. Selain menulis komik Happy Café, Kou Matsuzuki juga membuat beberapa seri komik lainnya di majalah Hana To Yume seperti Hana to Ageha,
Summer, Ouji to Majou to Himegimi to, Ahiru Kakumei, Gokujou Sweet, Happy
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya
adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai
mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam
kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan,
tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir
manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang
indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu
sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan
dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Atar Semi, 1993:8).
Secara umum karya sastra terdiri atas dua macam, yaitu karya sastra yang
bersifat non fiksi dan karya sastra yang bersifat fiksi. Karya sastra yang bersifat
nonfiksi adalah karya sastra yang dilandasi fakta, pengalaman objektif (kisah
nyata), penelitian pemikiran, atau analisis dari suatu masalah, contohnya: paper,
tesis, laporan, artikel ilmiah, karya tulis jurnalisme, dan artikel
atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar
serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi
pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (Aminuddin 2000: 66).Salah satu
berarti “komik” dalam bahasa Jepang, merupakan karya sastra yang
menggabungkan gambar dan teks sehingga menjadi satu cerita.Huruf “manga” (
漫画) dapat diterjemahkan sebagai "gambar aneh" atau "sketsa spontan".Awalnya
istilah ini muncul di abad ke-18 pada literatur Cina. Kata ini pertama kali
digunakan dalam istilah umum di Jepang dengan diterbitkan karya-karya Santō
Kyōden seperti buku bergambar Shiji no yukikai (1798), dan pada awal abad
ke-19 dengan karya-karya Aikawa Minwa seperti Manga Hyakujo (1814) dan buku-buku terkenal Hokusai Manga (1814–1834) yang mengandung berbagai macam gambar dari sketsa seniman terkenal Ukiyo-e Hokusai.Rakuten Kitazawa (1876–
1955) pertama kali menggunakan kata manga dalam pengertian modern. Tetapi bagi dunia secara keseluruhan, “manga” telah disamakan dengan gaya artistik tertentu bagi pembuatan sebuah komik yang berasal dari Jepang, yang telah
mencapai popularitas yang mengagumkan di seluruh dunia
Komik sebagai salah satu karya sastra di Jepang merupakan karya fiksi
yang mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks
dengan menampilkan berbagai tokoh dalam situasi berbeda dan didalamnya
tertanam nilai-nilai kehidupan yang dikemas menjadi sebuah cerita melalui
gambar menarik yang memberikan pembelajaran bagi para pembaca. Nilai-nilai
kehidupan yang disampaikan oleh pengarang antara lain seperti nilai moral.
Nilai moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembaca lewat cerita yang menyarankan pengertian tentang baik buruknya
karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran (Nurgiyantoro,
1995:321,322). Moral dalam cerita menurut Kenny dalam (Nurgiyantoro,
1995:322), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan
ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan
lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Salah satu komik yang memiliki
nilai moral adalah komik HAPPY CAFÉ karya Kou Matsuzuki.
Komik Happy Café merupakan komik yang menceritakan kisah hidup
seorang gadis SMA bernama Takamura Uru sebagai tokoh utama.Uru merupakan
anak perempuan yang ceria, murah hati, dan suka menolong.Setelah ibunya
menikah lagi, Uru memutuskan untuk belajar hidup mandiri terpisah dari orang
tua karena merasa tidak ingin merepotkan ibunya dan ayah barunya.Sewaktu
berjalan-jalan, Uru menemukan sebuah kafe yang bernama “Bonheur”, yang
berarti kebahagiaan dalam bahasa Perancis, dan memutuskan untuk bekerja di
kafe tersebut.Dalam kafe tersebut dia bertemu dengan banyak orang serta berbagai
masalah kehidupan, dan dia belajar untuk berani menyelesaikan setiap persoalan
yang dihadapinya tersebut. Setelah membaca manga ini, penulis menemukan
bahwa dalam komik ini terdapat nilai-nilai moral yang disampaikan pengarang
kepada pembaca, yaitu nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat Jepang
seperti giri dan ninjou.
Nilai moral giri dan ninjou ini dapat kita lihat salah satunya pada episode
16, di buku 3, ketika Uru bertemu dengan seorang anak yang tersesat bernama
ketika mencari jalan untuk bertemu adiknya yang terpisah dengannya setelah
orang tuanya bercerai.Uru, Shindou dan Ichirou pun menolong anak tersebut
dengan memberikan uang, kue, petunjuk arah karena merasa kasihan dan peduli
terhadap anak itu.Shindou juga memberikan nasehat kepada Katou untuk menjadi
seorang kakak yang tegar.Sikap yang mereka lakukan untuk membantu Katou
dalam masyarakat Jepang disebutninjou.Ninjou adalah perasaan kasih sayang yang dicurahkan kepada sesamanya, perasaan ini adalah perasaan yang murni dari
hati yang paling dalam dan dipunyai oleh setiap manusia di dunia ini (Benedict,
1982:142). Kemudian dalam kisah 57 di buku 11, Katou yang merasa sangat
berterimakasih atas pertolongan mereka akhirnya datang kembali ke Bonheur, membawa serta adiknya untuk mengucapkan terimakasih dan mengembalikan
uang yang telah dia pergunakan dulu. Katou merasa giri terhadap mereka, terlebih
kepada Shindou yang telah memberi nasehat padanya, sehingga dia bertekad
untuk menjadi seseorang seperti Shindou.Giri adalah suatu kewajiban untuk
mengembalikan atau membalas semua pemberian yang diterima dengan nilai yang
sama harganya dari apa yang telah diterima sebelumnya. Hubungan antara kedua
belah pihak tersebut pun tidak hanya berlaku di antara mereka yang memiliki
hubungan khusus, tetapi juga antara teman, kolega ataupun relasi (Benedict,
1982:141).
Giri dan ninjou adalah nilai moral yang menjadi kepribadian dan karakter
masyarakat Jepang yang dibentuk sedari mereka kecil, yang mengatur hubungan
kemanusiaan di Jepang, sehingga masyarakat Jepang sangat memperhatikan dan
menjaga perasaan orang lain
ninjouyang sedikit banyaknya dapat dijadikan pembelajaran dan pemahaman
mengenai kehidupan masyarakat Jepang.Oleh karena itu penulis tertarik untuk
menganalisis nilai moral tersebut sebagai objek penelitian. Sehingga penulis
memilih judul dalam skripsi ini “Nilai Giri Dan Ninjou dalam Komik HAPPY CAFÉ Karya Kou Matsuzuki”
1.2 Rumusan Masalah
Komik Happy Café adalah komik yang dibuat oleh Kou Matsuzuki, pertama kali diterbitkan di Jepang pada tahun 2004 dan di Indonesia pada tahun
2009, komik ini berjumlah 15 buku dan berisi 82 kisah. Bercerita tentang
Takamura Uru, remaja SMA yang bekerja paruh waktu di sebuah café bernama
‘Bonheur’ bersama dengan dua rekannya, Shindou Satsuki seorang patissier yang
jarang tersenyum namun sangat baik, serta Nishikawa Ichirou, seorang siswa
SMA pekerja part-timeyang langsung jatuh tertidur ketika lapar. Berlatarbelakang kehidupan seorang siswi SMA yang memutuskan hidup mandiri terpisah dari
orang tuanya, pengarang komik ini menyampaikan nilai-nilai moral yang menjadi
pedoman hidup masyarakat Jepang dan merekamnya menjadi sebuah karya sastra
berupa komik.Nilai-nilai moral yang tercermin dari kehidupan yang dialami para
tokoh sangat bermanfaat untuk mengajarkan sesuatu bagi para pembaca, seperti
nilai giri,danninjou, yang merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam etika moral masyarakat Jepang. Berdasarkan defenisi masalah di atas maka penulis