PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP
POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH
Oleh
JIMMY HELYANTO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN
KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH
Oleh
JIMMY HELYANTO
Lahan pertanaman tebu PT. Gunung Madu Plantation (GMP) dikelola lebih dari
25 tahun yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Untuk itu perlu
dilakukan usaha pemulihan dengan cara sistem tanpa olah tanah dan pemberian
mulsa bagas sejak tahun 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas pada lahan pertanaman tebu PT. GMP terhadap populasi
dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.
Penelitian disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok terdiri dari 4
perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan. Petak utama yaitu olah
tanah (T), yang terdiri dari tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah intensif (T1).
Sebagai anak petak adalah pemberian mulsa bagas (M), yang terdiri dari tanpa
pemberian mulsa bagas (M0) dan pemberian mulsa bagas 80 t ha-1(M1). Cacing
Jimmy Helyanto ukuran 50 cm x 50 cm sedalam 30 cm yang diletakkan di tengah petak percobaan.
Sampel mesofauna tanah diambil dengan menggunakan ring sampel kemudian
diamati dengan cara diekstraksi kering menggunakan corongBarleseyang disinari dengan lampu 25 watt selama 7 x 24 jam. Populasi mesofauna dihitung
dan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop binokuler.
Hasil penelitian menunjukkan populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah
pada lahan tanpa pengolahan tanah (TOT) lebih tinggi dibandingkan dengan lahan
yang dilakukan pengolahan tanah. Pemberian mulsa bagas 80 t ha-1meningkatkan
populasi mesofauna tanah. Pada lahan tanpa pengolahan tanah pemberian mulsa
bagas 80 t ha-1menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan dengan
pengolahan tanah pemberian mulsa bagas meningkatkan populasi dan biomassa
cacing tanah. Sedangkan pada lahan yang tidak diberikan mulsa bagas 80 t ha-1
pengolahan tanah menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan yang
diberikan mulsa bagas pengolahan tanah meningkatkan populasi dan biomassa
cacing tanah. Suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, dan C-organik tidak
berkolerasi dengan populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan
keanekaragaman mesofauna tanah, tetapi kadar air tanah dan C-organik
berkorelasi dengan populasi mesofauna tanah.
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP
POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH
(Skripsi)
Oleh
JIMMY HELYANTO
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata Letak percobaan penelitian yang dilakukan pada lahan tebu
di PT.GMP ... 18
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
SANWACANA ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xvii
I. PENDAHULUAN ... .... 1
1.1 Latar Belakang dan masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ... 5
1.4 Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 8
2.1Tanaman Tebu ... 8
2.2Pengolahan Tanah ... 9
2.3Mulsa Bagas dan Manfaatnya ... 10
2.4Cacing Tanah ... 11
xii
4. Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah ... 27
4.1.2 Variabel Pendukung ... 29
4.1.4 Hubungan antara populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah dengan beberapa sifat kimia tanah ... 33
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas terhadap variabel utama pengamatan. ... 23
2. Interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
terhadap populasi cacing tanah pada pertanaman tebu. ... 24
3. Interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
terhadap biomassa cacing tanah pada pertanaman tebu. ... 25
4. Pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi mesofauna tanah pada
pertanaman tebu. ... 26
5. Pengaruh pemberian mulsa bagas terhadap populasi mesofauna tanah
pada pertanaman tebu. ... 26
6. Populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah yang ditemukan pada
setiap percobaan. ... 27 7. Pengaruh sistem olah tanah terhadap keanekaragaman mesofauna tanah
pada pertanaman tebu. ... 29
8. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas terhadap variabel pendukung. ... 29
9. Pengaruh sistem olah tanah pada pertanama tebu ratoon ke-3 terhadap
kadar air tanah. ... 31
10.Pengaruh sistem olah tanah pada pertanama tebu ratoon ke-3 terhadap
C-organik. ... 32
11.Data hasil pengamatan beberpa sifat kimia tanah pada lahan pertanaman
tebu. ... 32
12.Hasil uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dan biomassa
cacing tanah (g m-2) dengan beberapa sifat kimia tanah pada lahan
13.Hasil uji korelasi antara populasi mesofauana (ekor dm-3) dan
keanekaragaman mesofauna (ekor dm-3) dengan beberapa sifat kimia
tanah pada lahan pertanaman tebu. ... 34
14.Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah
dan pemberian mulsa bagas. ... 45
15.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2)
akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 45
16.Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah
dan pemberian mulsa bagas ( √x + 0,5). ... 46 17.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah ekor m-2)
akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 46 18.Analisis Ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
terhadap populasi cacing tanah (√x + 0,5). ... 47 19.Hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah
tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 47
20.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah
(g m-2) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas. . ... 48
21.Hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah
tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 48 22.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah
(g m-2) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 49
23.Hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem
olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 49 24.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah
(g m-2) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 50
25.Analisis Ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
terhadap biomassa cacing tanah (√√x + 0,5). ... 50 26.Hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah
tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 51
27.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah
(ekor dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 51
28.Hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah
29.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor
dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 52
30.Hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah
tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 53 31.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor
dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 53
32.Analisis Ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
terhadap populasi mesofauna tanah (√√x + 0,5). ... 54 33.Hasil pengamatan indeks keanekaragaman mesofauna tanah akibat sistem
olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 54
34.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan indeks keanekaragaman
mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa
bagas. ... 55
35.Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas
terhadap indeks keanekaragaman mesofauna tanah. ... 55
36.Data analisis suhu Tanah (0C) akibat sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas. ... 56
37.Uji Homogenitas ragam hasil analisis suhu tanah (0C) akibat sistem olah
tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 56
38.Analisis ragam hasil analisis suhu tanah (0C) akibat sistem olah tanah dan
pemberian mulsa. ... 57
39.Data hasil analisis pH tanah akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa
bagas. ... 57
40.Uji Homogenitas ragam hasil analisis pH tanah akibat sistem olah tanah
dan pemberian mulsa bagas. ... 58
41.Analisis ragam hasil analisis pH tanah akibat sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas. ... 58
42.Data hasil analisis kadar air tanah akibat sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas. ... 59
43.Uji Homogenitas ragam hasil analisis kadar air tanah (%) akibat sistem
olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 59
44.Analisis ragam hasil analisis kadar air tanah (%) akibat sistem olah tanah
dan pemberian mulsa bagas. ... 60
46.Uji Homogenitas ragam hasil C-organik tanah akibat sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas. ... 61
47.Analisis ragam hasil analisis c-organik akibat sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas. ... 61
48.Hasil analisis ragam uji korelasi antara cacing tanah dengan suhu tanah. .... 62
49.Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah dengan suhu
tanah. ... 62
50.Hasil analisis ragam uji korelasi antara mesofauna tanah dengan suhu
tanah. ... 62
51.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna
tanah dengan suhu tanah. ... 62
52.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman
mesofauna tanah dengan pH tanah. ... 63
53.Hasil analisis ragam uji korelasi antara cacing tanah dengan kadar air
tanah. ... 63
54.Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah dengan
kadar air tanah. ... 63
55.Hasil analisis ragam uji korelasi antara mesofauna tanah dengan kadar air
tanah. ... 63
56.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman
mesofauna tanah dengan kadar air tanah. ... 64
57.Hasil analisis ragam uji korelasi antara cacing tanah dengan C-Organik. .... 64
58.Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah dengan
C-Organik. ... 64
59.Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan
C-Organik. ... 64
60.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna
RIWAYAT HIDUP
Jimmy Helyanto. Penulis dilahirkan di Natar, 15 Juli 1991. Penulis adalah anak ke empat dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Arief Priyanto dan Ibu Helen Niwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1
Negararatu, Natar Lampung Selatan pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis
menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Natar, dan
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum di SMUN 1 Natar pada
tahun 2009.
Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Pada bulan Juli- Agustus 2013 penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di BPTP Lampung, dengan judul laporan
“Program Pembinaan Petani Kedelai dalam Pengelolaan Tanah oleh BPTP
Lampung di Ketibung Kabupaten Lampung Selatan”. Pada bulan Februari-Maret
2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Jaya
Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Selama masa kuliah,
penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Dasar-Dasar Imu Tanah
Selama Kuliah penulis mengikuti oragnisasi di internal kampus dan eksternal
kampus. Eksternal kampus penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) dan mengikuti Latihan Kader 1 (LK1) pada bulan Agustus 2011,
kemudian menjadi pengurus HMI Komisariat Pertanian Unila periode 2012-2013
dalam Departemen Administrasi Anggota dan Kesekretariatan. Pada Tahun 2013
Penulis mengikuti pelatihanTraining of Trainer(TOT) yang diselenggarakan Badan Pengelola Latihan Himpunan Mahasiswa Islam (BPL HMI) Cabang
Bandarlampung.
Internal kampus penulis mengikuti organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas
Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (UKMF LS-MATA). Pada kepengurusan
2011-2012 penulis menjadi Anggota Penelitian dan Pengembangan Pertanian di
UKMF LS-MATA. Kemudian mendapat amanah menjadi ketua umum UKMF
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa Bagas pada Lahan Tebu
PT. GMP Ratoon ke-3 terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah serta
Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi
ini.
2. Bapak Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan arahan dan motivasi shingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan
saran dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Ardian, M.Agr., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingannya.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M..P., selaku Ketua Program Studi
6. Bapak Prof . Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Partanian Universitas Lampung;
7. Mama dan Papa yang telah mendoakan kesuksesanku. Terimakasih atas
bentuk kasih sayang yang telah diberikan. Tanpa usaha dan doa kalian
mustahil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Kakak-kakakku Mas Henry, Mas Leo dan Mas Andy yang telah memberikan
motivasi dan doa tulus yang diberikan dan terimakasih karena telah
membiayai kuliah ku.
9. Minamiya, Kimura, Murakami, Kanai, Toshiko Miura, dan Lidya Mawar yang
telah membantu dalam pengambilan sampel penelitian.
10.Teman-teman dekatku Harris Oktaviansyah, Putu Wira, Firsstio, M.Azhari,
Aksa, Dendy Fauzie, Tabroni, dan Yoseph Pangaribuan yang telah banyak
membantu, memberikan semangat dan doa selama penulisan skripsi ini.
11.Keluarga Besar UKMF LS-MATA yang telah memberikan semangat dan doa
nya.
12.Seseorang yang telah berani mencintaiku. Terimakasih atas segala bentuk
bantuannya dalam mengerjakan skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan.
Semoga tulisan ini dapat membantu dan berguna.
Bandar Lampung, 22 September 2015
Penulis
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu
perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT.Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan yang dilakukan di GMP adalah pengolahan tanah secara
intensif. Pengolahan tanah secara intensif ini sudah dilakukan selama lebih dari
25 tahun. Pengolahan tanah yang dilakukan pengolahan sebanyak 3 kali dan
pengaplikasian bahan organik yang berasal dari limbah padat pabrik gula BBA
(Bagas, Blotong, dan Abu), serta pemberian pupuk anorganik dalam mencukupi
kebutuhan unsur hara tanaman tebu dan penggunaan pestisida dalam pengendalian
gulma dan hama penyakit pada tanaman tebu (PT. GMP, 2009). Namun
pengolahan tanah secara intensif secara terus menerus dapat menyebabkan
degradasi lahan, erosi tanah menjadi lebih cepat, menyebabkan kerusakan struktur
tanah, dan mempengaruhi keberadaan biota tanah.
Tanah ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai
sebaran yang cukup luas, yaitu mencapai ± 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari
total luas daratan Indonesia. Tanah ultisol perlu dikelola dengan baik agar dapat
dipergunakan untuk lahan pertanian. Penurunan kemantapan struktur tanah dan
kandungan bahan organik, terutama pada tanah ultisol mempengaruhi sifat tanah,
2
adalah pengolahan tanah yang tidak tepat sehingga menyebabkan terjadinya
degradasi lahan.
Perbaikan itu dapat dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan
juga memberikan bahan organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalahdengan menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan
pengaplikasian BBA. Sistem TOT dilakukan dengan tidak mengolah tanah secara
mekanis, kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk menempatkan benih agar
cukup kontak dengan tanah. Prasyarat utama budidaya pertanian tanpa olah tanah
yaitu adanya mulsa yang berasal dari sisa-sisa tanaman musim sebelumnya. Mulsa
dibiarkan menutupi permukaan tanah untuk melindungi tanah dari benturan
langsung butiran hujan, disamping untuk menciptakan mikroklimat yang
mendukung pertumbuhan tanaman.
Perlakuan budidaya pertanian yang kurang benar misalnya menggunakan pestisida
yang berlebihan dan penggunaan pupuk an organik yang berlebihan menjadikan
biota tanah banyak yang mati. Berkurangnya biota tanah seperti cacing tanah dan
mesofauna tanah yang menggemburkan tanah, memberikan oksigen tanah,
menyerap air, dan lain-lainnya. Sehingga tanaman tebu kurang optimal dalam
pertumbuhannya karena media tumbuhnya secara fisik kurang mendukung.
Di PT GMP, terdapat sisa produksi tanaman tebu yaitu limbah padat berupa
ampas tebu (bagasse), endapan nira yang disebut blotong (filter cake) dan sisa bahan bakar uap yang disebut abu. Bagas dapat dimanfaatkan sebagai mulsa serta
blotong, abu, dan bagas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
3
Pemberian mulsa dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah karena dengan
pemberian mulsa dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah sehingga
merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman.
Pemberian bahan organik dapat meningkatkan nilai permeabilitas tanah.
Peningkatan nilai permeabilitas tanah juga berhubungan dengan peranan cacing
tanah dan bahan organik jenis jerami padi dalam memperbaiki struktur tanah yang
padat menjadi lebih remah pada tanah yang terkompaksi. Aktivitas cacing tanah
dalam membuat lubang-lubang saluran dalam tanah, sehingga air dapat dengan
mudah menembus ke dalam tanah diduga ikut berperan meningkatkan
permeabilitas tanah pada tanah yang terkompaksi (Marzuki dkk., 2011).
Cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang memiliki peranan penting.
Keberadaan cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena melalui
aktifitasnya di tanah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Secara fisik,
cacing tanah dapat memperbaiki tekstur tanah, aerase dan drainase, sedangkan
secara kimia cacing tanah melalui mekanisme pencernaannya yang mengeluarkan
kotoran di tanah, dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman
(Hanafiah dkk., 2003).
Mesofauna tanah berperan penting dalam dinamika ekosistem. Salah satu faktor
yang mempengaruhi komunitas mesofauna tanah adalah ketersediaan nutrisi.
Nutrisi tersebut dapat berupa serasah, material kayu, spora jamur, miselia jamur,
dan lain sebagainya (Andriyani, 2012). Mesofauna memiliki peranan penting
4
tanaman yang berasal dari residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi
menjadi humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Suhardjono (1997)
menyatakan bahwa beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat menjadi indikator
terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah, diantaranya adalah keberadaan
Colleombola dan Acarina.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka kegiatan penelitian ini
dilaksanakan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pengaruh sistem olah tanah dapat meningkatkan populasi dan
biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah ?
2. Apakah pemberian mulsa bagas dapat meningkatkan populasi dan biomassa
cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah ?
3. Apakah terdapat interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas terhadap peningkatan populasi dan biomassa cacing tanah serta
populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi dan biomassa
cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.
2. Memahami pemberian mulsa bagas terhadap populasi dan biomassa cacing
tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.
3. Mempelajari interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas terhadap populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan
5
Pengolahan tanah adalah teknik memanipulasi tanah secara mekanik dengan
tujuan menggemburkan tanah agar pertumbuhan akar dapat tumbuh dengan baik.
Selain itu pengolahan tanah dilakukan untuk mengendalikan tanaman pengganggu
(gulma) sehingga tanaman dapat tumbuh tanpa ada persaingan dengan gulma.
Sistem olah tanah terdiri dari olah tanah intensif (OTI), olah tanah minimum
(OTM), dan tanpa olah tanah (TOT). Sistem olah tanah intensif dimaksudkan
untuk meningkatkan produktifitas lahan yang diusahakan. Namun sistem olah
tanah intensif apabila dilakukan secata terus menerus akan mempercepat
kerusakan tanah. Dampak buruk bila dilakukan pengolahan tanah secara intensif
secara terus menerus diantaranya adalah meningkatkan erosi tanah, struktur tanah
menjadi padat, mengurangi jumlah biota tanah, dan penurunan kadar bahan
organik tanah. Sistem olah tanah minimum menurut Utomo (1989) adalah tanah
diolah seperlunya saja atau disekitar lubang tanam kemudian sisa tanaman
sebelumnya dijadikan mulsa penutup tanah. Sedangkan sistem tanpa olah tanah,
tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugal sebagai
tempat menaruh benih, gulma dikendalikan dengan herbisida ramah lingkungan,
serta sisa tanaman sebelumnya dan atau gulma dipergunakan sebagai mulsa yang
merupakan syarat budidaya olah tanah konservasi, sedangkan pemupukan dan
kegiatan kultur teknis lainnya tetap dilakukan (Rahman, 2009).
Hasil penelitian Yudin (2012) menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah
6
P
a
g
e
6
penelitian Batubara (2013) perlakuan sistem tanpa olah tanah dan aplikasi mulsa
bagas dapat meningkatkan biomassa cacing tanah.
Cacing tanah hidup kontak langsung dengan tanah dan memiliki kontribusi
penting terhadap proses siklus unsur hara di dalam lapisan tanah, tempat akar
tanaman terkonsentrasi. Selain itu lubang yang dibuat cacing tanah sering
merupakan proporsi utama ruang pori makro di dalam tanah, sehingga cacing
tanah dapat secara nyata mempengaruhi kondisi tanah yang berhubungan dengan
hasil tanaman (Ansyori, 2004).
Dari hasil penelitian Yudin (2012) menunjukkan bahwa populasi dan indeks
keanekaragaman mesofauna tanah dengan perlakuan tanpa olah tanah memiliki
indeks populasi dan keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan dengan sistem olah tanah intensif.
Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan
kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh
keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan
populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor
lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah
merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari
7
P
a
g
e
7
1.4 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman
mesofauna tanah lebih tinggi pada lahan dengan sistem tanpa olah tanah.
2. Populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman
mesofauna tanah lebih tinggi pada lahan yang diberikan mulsa bagas.
3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dengan pemberian mulsa terhadap
populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tebu
Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan
klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies :Saccharum officanarumL.
Tanaman tebu (Saccharum officanarum L.) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu
termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae), seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu dan lain-lain. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai
kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan
Sumatra. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin
9 Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90%
dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (http: //www. wikipedia. ensiklopedia.
id).
2.2 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara temporer dapat memperbaiki sifat fisik tanah, tetapi
pengolahan tanah yang dilakukan secara terus-menerus dalam setiap tahun dalam
jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan , karena pelapukan bahan organik
dan aktifitas tanah (mikroorganisme tanah) menjadi rusak, pengolahan tanah
sewaktu penyiangan banyak memutuskan akar-akar tanaman yang dangkal,
mempercepat penurunan kandungan bahan organik tanah, meningkatkan
kepadatan tanah pada kedalaman 15–25 cm akibat pengolahan tanah dengan
alat-alat berat yang berlebihan yang dapat menghambat perkembangan akar
tanaman dan menurunkan laju infiltrasi, serta lebih memungkinkan terjadinya
erosi (Hakim dkk., 1986).
Pengolahan tanah secara terus–menerus juga dapat menimbulkan dampak negatif
yaitu menyebabkan terjadinya degradasi tanah yang diikuti dengan kerusakan
struktur tanah, peningkatan terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan
organik tanah yang berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah (Utomo,
2006).
Salah satu cara memperbaiki kerusakan tanah dalam upaya meningkatkan
produksi ialah penerapan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah
tanah (TOT) dan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Sistem TOT
10 terganggu tidak lebih dari 10 % dari permukaan dan residu tanaman sebelum
pengolahan tanah berada di atas permukaan sebagai pelindung tanah (Makalew,
2008).
Pada teknik TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang
tugal sebagai tempat menaruh benih, gulma dikendalikan dengan herbisida ramah
lingkungan, yaitu yang mudah terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan
tanah dan sumberdaya lingkungan lainnya. Seperti teknik OTK lainnya, sisa
tanaman musim sebelumnya dan gulma dapat digunakan sebagai mulsa untuk
menutupi permukaan lahan (Utomo, 1990 dalam Utomo 2006).
2.3 Mulsa Bagas dan Manfaatnya
Mulsa merupakan bahan atau materia yang digunakan untuk menutupi tanah pada
lahan budidaya tanaman dengan tujuan untuk menjaga kelembapan tanah,
menekan pertumbuhan gulma dan penyakit, dan menghindari kehilangan air
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mulsa dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa organik berasal dari
bahan-bahan alami dan dapat terurai seperti sisa-sisa tanaman. Sedangkan mulsa
anorganik terbuat dari bahan-bahan sintesis yang sulit terurai seperti mulsa
plastik.
Salah satu limbah padat yang dihasilkan tanaman tebu adalah ampas tebu
(baggase) yang merupakan hasil samping proses penjernihan nira gula dan abu ketel (ash)yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula. Limbah bagas dan serasah daun tidak dapat diaplikasikan langsung ke lahan
11 diaplikasikan ke lahan sebaiknya dilakukan pengomposan atau dicampur dengan
bahan organik yang memiliki nisbah C/N yang rendah (Yudin, 2012).
2.4 Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan hewan makroorganisme tanah yang penting. Cacing
tanah mempunyai peranan penting terhadap perbaikan sifat tanah seperti
menghancurkan bahan organik dan mencampuradukkannya dengan tanah,
sehingga terbentuk agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah (Buck,
Langmaack, dan Schrader, 1999).
Cacing tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaprodit
biparental dari filum Annelida, kelas Clitellata,ordo Oligochaeta, dengan famili
Lumbricidae dan Megascolecidae yang banyak dijumpai dan penting untuk
pertanian. Cacing tanah mampu hidup 1−10 tahun dan dalam proses hidupnya
dapat hidup melalui fragmentasi atau pun reproduksi dengan melakukan kopulasi
membentuk kokon. Kopulasi dan produksi kokon biasanya dilakukan pada bulan
panas. Anak cacing tanah menetas dari kokon setelah 2−3 minggu inkubasi, dan
2−3 bulan selanjutnya anak tersebut telahdewasa (Subowo, 2008).
Cacing tanah memakan kotoran-kotoran dari mesofauna di permukaan tanah yang
hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses atau kotoran juga yang
berperan paling penting dalam meningkatkan kadar biomassa dan kesuburan tanah
lapisan atas. Cacing tanah merupakan makrofauana yang berperan dalam
pendekomposer bahan organik, penghasil bahan organik dari kotorannya,
12 Cacing tanah dengan kemampuannya membuat lubang akan menurunkan
kepadatan tanah, meningkatkan kapasitas infiltrasi, mengurangi aliran permukaan
dan erosi, serta melalui kotoran yang dihasilkan dapat menambah unsur hara bagi
tanaman. Cacing tanah membuat lubang dengan cara mendesak massa tanah atau
dengan memakan langsung massa tanah. Cacing tanah mampu melakukan
penggalian lubang hingga kedalaman 1 m, sehingga dapat meresapkan air dalam
volume yang lebih besar serta mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah
(Richard, 1978).
Berdasarkan jenis makanan, cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga (Lee,
1985), yaitu:1) geofagus (pemakan tanah), 2) limifagus (pemakan tanah subur
atau tanah basah), dan 3)litter feeder(pemakan bahan organik).
Cacing tanah merupakan salah satu fauna tanah yang berperan sangat besar dalam
perbaikan kesuburan tanah dengan menghancurkan secara fisik pemecahan bahan
organik menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan
tanah bagian atas, dan membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan
bahan mineral tanah. Cacing tanah adalah fauna yang memanfaatkan tanah
sebagai habitat atau lingkungan yang mendukung aktifitas biologinya (Barnes,
1997).
2.5 Mesofauna Tanah
Mesofauna tanah berperan sebagai dekomposer awal dalam suatu proses
dekomposisi bahan organik kasar yang kemudian akan dirombak oleh bakteri.
13 energinya. Mesofauna pada tanah banyak ditemukan pada humus yang paling
dalam atau pada kedalaman ± 10–15 cm (Wallwork, 1970).
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah
lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara.
Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan
tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi
daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997).
Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan
energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan
organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon
dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut,
maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan
timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam
sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah
banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Fauna tanah juga berperan memperbaiki aerasi tanah dengan cara menerobos
tanah sedemikian rupa sehingga pengudaraan tanah menjadi lebih baik, disamping
itu fauna tanah juga menyumbangkan unsur hara pada tanah melalui eksresi yang
dikeluarkannya, maupun dari tubuhnya yang telah mati (Suin, 1997).
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau
14 meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, melakukan
pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, merubah
sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada
lapisan tanah bagian atas, membentuk kemantapan agregat antara bahan organik
dan bahan mineral tanah(Barnes, 1997).
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil
senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi
sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari
mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai
subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan
makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar)
mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah
bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan
dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran
kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001).
Rahman (2002) menjabarkan bahwa mesofauna pada tanah di daerah tropika
didominasi oleh kelompok Acarina dan Colleombola.
2.5.1 Acarina
Acarina merupakan salah satu anggota filum arthropoda, sub filumChalicerata kelasArachnedadan sub kelasAcarina.Acarina hidup bebas pada akar pohon, humus, detritus, dan banyak pula yang hidup pada tumpukan kayu yang
15 2.5.2 Colleombola
Suhardjono (2000), menyatakan bahwa pada sebagian besar populasi Collembola
tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan
simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola
juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator
terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida
jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu Plantations(GMP), Lampung Tengah pada bulan Juni- Desember 2014. Percobaan dilakukan dengan dua sistem olah tanah, yaitu sistem olah tanah
intensif dan sistem tanpa olah tanah serta aplikasi mulsa bagas jangka panjang
dari tahun 2010-2020. Analisis contoh tanah, cacing tanah, dan mesofauna tanah
dilakukan di Laboratorium Biologi tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh tanah,ethanol 70%, aquades,etil glikol, 1NK2Cr2O7, H2SO4pekat, H2PO485%,NaF,
larutan-larutan asam sulfat-asam silikat, larutan feroamonium, katalis, dan 0,1N HCL.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ring sampel, sekop, cangkul,
meteran, karung, pisau, kertas label, plastik, botol plastik, tali rafia, patok kayu,
17 3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok terdiri dari
4 perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan.
Petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu :
T0= tanpa olah tanah
T1= olah tanah intensif
Sebagai anak petak adalah aplikasi mulsa bagas (M) yaitu :
M0= tanpa mulsa bagas
M1= mulsa bagas 80 t ha-1
Dari 2 faktor diatas diperoleh empat kombinasi perlakuan yaitu :
1. T0M0= tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas
2. T0M1= tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1
3. T1M0= olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas
4. T1M1= olah tanah intensif + mulsa bagas t ha-1
Semua perlakuan diaplikasikan pupuk Urea dengan dosis 300 kg ha-1, TSP 200 kg
ha-1, KCl 300 kg ha-1, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar dengan
perbandingan (5:3:1) 80 t ha-1.
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 5% dan 1%, yang
sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlett dan
aditivitasnya dengan Uji Tukey. Rata-rata nilai tengah diuji dengan uji BNT
pada taraf 5% dan 1%. Uji korelasi dilakukan antara populasi dan biomassa
cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah dengan
C-organik tanah, pH tanah, suhu tanah, dan kelembaban tanah untuk mengetahui
18
@40 m U
@25 m
Gambar 1. Tata letak percobaan pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada lahan tebu PT. GMP.
19 3.4 Pelaksanaan Kegiatan
1. Pengolahan Lahan
Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam ketiga. Sistem pola tanam
yang diterapkan menggunakan sistem tanam PT. GMP yaitu menggunakan
varietas tebu GM 21. Lahan dibagi menjadi 20 petak percobaan sesuai perlakuan
dengan ukuran setiap petaknya 25 m x 40 m. BBA diberikan pada setiap petak
percobaan sebanyak 80 t ha-1. Penelitian ini dilakukan dengan penggunaan dua
sistem olah tanah. Pertama sistem olah tanah intensif (OTI), tanah diolah sesuai
dengan sistem pengolahan tanah di PT. GMP dengan pemberian mulsa bagas yang
diaplikasikan 80 t ha-1. Pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan
herbisida dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak percobaan. Kedua dengan
sistem tanpa olah tanah (TOT) , tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang
tumbuh dikendalikan dengan secara manual dan dikembalikan lagi kelahan
sebagai mulsa. Pada plot OTI, BBA dicampurkan ke dalam tanah sebelum
aplikasi mulsa bagas, sedangkan pada TOT BBA diletakan di permukaan tanah.
Pemberian mulsa bagas baik pada perlakuan TOT dan OTI dilakukan dengan cara
disebar secara merata diatas permukaan tanah. Pemberian pupuk diberikan
sebanyak 2 kali. Pemupukan pertama diberikan sehari sebelum dilakukan
penanaman, dengan setengah dosis pupuk urea yaitu 350 kg ha-1, TSP 200 kg ha-1,
(100% dosis TSP). Pemupukan susulan dilakukan dua bulan setelah pemupukan
pertama yaitu pupuk Urea dengan dosis 150 kg ha-1. Pemeliharaan tanaman
dilakukan dengan penyulaman dan penyiangan gulma. Pengendalian hama dan
20 Jumlah mesofauana tanah
satuan tangkap 2. Pengambilan Sampel Cacing Tanah
Pengambilan sampel cacing tanah dilakukan dengan membuat monolith pada saat
tebu berumur 9 bulan. Letak monolith berada di tengah-tengah pada setiap plot
percobaan. Pembuatan monolith dilakukan dengan membuat lubang dengan
ukuran 50 cm x 50 cm dengan kedalaman 30 cm dengan cara digali. Tanah hasil
galian tersebut dihitung jumlah cacing tanahnya dengan menggunakan metode
hand sorting,yaitu dengan cara memisahkan cacing dari tanahnya. Setiap cacing yang didapat dihitung berapa jumlahnya kemudian dimasukkan kedalam botol
kecil dan diberi label sesuai dengan perlakuan.
3. Pengambilan Sampel Mesofauna Tanah
Sampel mesofauna tanah diambil dengan menggunakan ring sampel berukuran
tinggi 5,1 cm dan diameter 5,1 cm sebanyak 1 buah sampel pada setiap perlakuan.
Sedangkan contoh tanah untuk analisis C-organik, pH tanah, suhu tanah, dan
kelembaban tanah diambil juga pada setiap ulangan.
Contoh tanah untuk pengamatan mesofauna tanah diekstraksi kering dengan
menggunakan corongBarlese . Contoh tanah disinari dengan lampu 25 watt selama 7 x 24 jam. Akibat dari penyinaran itu, mesofauna akan turun ke dalam
tabung erlenmeyer yang sudah berisietil glikoldan 3 tetes formalin (sebagai pengawet mesofauna tanah). Populasi mesofauna yang tertampung dihitung dan
diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop binokuler. Data mesofauna tanah
dikonversi ke dalam populasi mesofauna tanah ekor dm-3dengan menggunakan
rumus Kelimpahan =
21 Sedangkan keanekaragaman mesofauna tanah berdasarkan ordo masing-masing
dapat dihitung menggunakan rumus Shanon-Wheaver (Odum, 1971 dalam Odum
1998).
H = -∑ (Pi log Pi)
Keterangan : H = Indeks keanekaragaman mesofauna tanah
Pi = Proporsi populasi mesofauna tanah
Nilai H berkisar antara
< 1,5 = keanekaragaman rendah
1,5-3,5 = keanekaragaman sedang
>3,5 = keanekaragaman tinggi
4. Analisis Tanah
Analisis C-Organik tanah, pH tanah, dan kadar air tanah dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Sedangkan
untuk suhu tanah dilakukan langsung di lahan bersamaan pengambilan sampel
tanah dengan menggunakan alat termometer tanah.
3.5 Variabel Pengamatan
Variabel utama yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Populasi cacing tanah
2. Biomassa Cacing Tanah
3. Populasi mesofauna tanah
22 Variabel pendukung yang diamati
1. C-organik tanah ( metode Walkey and Black)
2. Kemasaman tanah (metode elektomagnetik)
3. Kadar air tanah (%)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tanpa pengolahan
tanah (TOT) lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang dilakukan
pengolahan tanah.
2. Pemberian mulsa bagas meningkatkan populasi mesofauna tanah.
3. Pada lahan tanpa pengolahan tanah pemberian mulsa bagas 80 t ha-1
menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan dengan pengolahan
tanah pemberian mulsa bagas meningkatkan populasi cacing tanah. Sedangkan
pada lahan yang tidak diberikan mulsa bagas 80 t ha-1pengolahan tanah
menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan yang diberikan mulsa
bagas pengolahan tanah meningkatkan populasi cacing tanah.
4. Suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, dan C-organik tidak berkolerasi dengan
populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman
mesofauna tanah, tetapi kadar air tanah dan C-organik berkorelasi dengan
✁
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan, disarankan agar tetap melakukan
pengamatan pada perlakuan yang sama yaitu sistem olah tanah dan pemberian
mulsa bagas, untuk dapat mengetahui lebih lanjut pengaruh sistem olah tanah dan
pemberian mulsa bagas dalam jangka panjangnya. Perlu dilakukan pengamatan
hubungan populasi cacing tanah dan mesofauna tanah dengan produksi tanaman
PUSTAKA ACUAN
Andriyani. L. Fitria. 2012. Pengaruh Biostarter Pengurai Bahan Organik terhadap Kapasitas Infiltrasi Air dan Struktur Komunitas Mesofauna Tanah. Universitas Diponegoro. J. Sain Mat. 20(1) : 11-15.
Ansyori. 2004.Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bio-Indikator Pertanian Berkelanjutan.IPB. Bogor. Makalah Falsafah Sains (PPS 702).
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal.
Arsyad, S. 2006.Konservasi tanah dan air. Bogor, IPB Press. Hal 154–155.
Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Zoologi. Sounder College. Publishing. New York, pp: 554-568.
Barnes, M and P. H. Granval. 1997. Earthworms as Bio-indicators of Forest Site Quality. J. Soil Biol. Biochem. 29: 323-328.
Batubara, M. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu (Saccharum Officinarum) Tahun Ke-2.J. Agrotek Tropika. 1 (1). Hlm :107-112.
Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997.Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 183 hal.
Buck. C., M. Langmaack, and S. Schrader. 1999.Nutrient content of earthworm cast influencedby different mulch types.Eur. J. Soil Biol.55: 23-30.
Dwi, S, dan Santoro. 2011. Eksistensi Cacing Tanah pada Lingkungan Berbagai Sistem Budidaya Tanaman. Prossiding Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hlm : 97-101.
✂3
Hanafiah, Kemas Ali., Dkk. 2003. Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Jakarta. Rajawali. Press.
Lee, K.E. 1985. Earthworms:Their Ecology and Relationships with Soils and land Use.Academic Press (Harcourt basel Javonovich Publishers), Sydney, Orrando, San Diego, New York, London, Toronto, Montreal, Tokyo. 4:11.
Makalew, A.D.N. 2008.Keanekaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.
Marzuki, Sufardi, dan Manfarizah.2011. Sifat Fisika dan Hasil Kedelai (Glycine max L) pada Tanah Terkompaksi Akibat Cacing Tanah dan Bahan Organik. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. 1 (1) : 23-31.
Parapasan, Y.R. Subiantoro dan M. Utomo.1995.Pengaruh Sistem Olah Tanah
terhadap Kekerasan dan Kerapatan Lindak Tanah pada Musim Tanam XVI.
Pros. Sem. V. BDP-OTK. 1995. Lampung.
Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahyono Samingan. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 697 hlm.
Rahman, A. 2009. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen Jangka Panjang terhadap Serapan Nitogen dan Produksi Jagung (Zeai mays) pada Tanah Ultisol do Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandarlampung. 33 hlm.
Rahman, S. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Richard, B.N. 1978.Introduction to the Soil Ecosystem. Longman, London and New York. P. 43−50.
Sibuea, A. 2014. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu Ratoon Ke-2..Skripsi. Fakultas Pertaniian Unila. Bandarlampung. 50 hlm.
Subowo, G. 2008.Prospek Cacing Tanah untuk PengembanganTeknologi Resapan Biologi di Lahan Kering.Jurnal Litbang Pertanian.Yogyakarta. 1 (1) : 149-150.
✄✄
Suhardjono, Y. R. 1997. Keanekaragaman Takson Antropoda tanah pada lahan Terdegradasi di Sampang Jawa Barat. Prossiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Biologi XI Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Jakarta, Depok. Hlm : 290-293.
Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah :Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan
PelestarianKeanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok. Hal : 3.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.
Tiara, D. M. 2010. Pemanfaatan Limbah Tebu: Perspektif PT. Gunung Madu Plantation. http:// koranpdhi.com/buletin-edisi8/edisi8-peternakan2.htm. Diakses pada tanggal 1 September 2014.
Utomo, M. 2006.Olah Tanah Konservasi. Hand out Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 25 hlm.
Utomo, W. H. 1989. Konservasi tanah di Indonesia Satu Rekaman dan Analisis. Penerbit Rajawali. Press. Jakarta.
Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animal. London. Mc. Graw. Hill. 283 p
Wulandari, S., Sugiyarto, dan Wiryanto. 2005. Pengaruh Leanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi bahan Organik Tanaman di Bawah Tegakan Sengon. J. Bioteknologi.4 (1): 20-27.