• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP

POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH

Oleh

JIMMY HELYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN

KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH

Oleh

JIMMY HELYANTO

Lahan pertanaman tebu PT. Gunung Madu Plantation (GMP) dikelola lebih dari

25 tahun yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Untuk itu perlu

dilakukan usaha pemulihan dengan cara sistem tanpa olah tanah dan pemberian

mulsa bagas sejak tahun 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas pada lahan pertanaman tebu PT. GMP terhadap populasi

dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.

Penelitian disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok terdiri dari 4

perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan. Petak utama yaitu olah

tanah (T), yang terdiri dari tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah intensif (T1).

Sebagai anak petak adalah pemberian mulsa bagas (M), yang terdiri dari tanpa

pemberian mulsa bagas (M0) dan pemberian mulsa bagas 80 t ha-1(M1). Cacing

(3)

Jimmy Helyanto ukuran 50 cm x 50 cm sedalam 30 cm yang diletakkan di tengah petak percobaan.

Sampel mesofauna tanah diambil dengan menggunakan ring sampel kemudian

diamati dengan cara diekstraksi kering menggunakan corongBarleseyang disinari dengan lampu 25 watt selama 7 x 24 jam. Populasi mesofauna dihitung

dan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop binokuler.

Hasil penelitian menunjukkan populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah

pada lahan tanpa pengolahan tanah (TOT) lebih tinggi dibandingkan dengan lahan

yang dilakukan pengolahan tanah. Pemberian mulsa bagas 80 t ha-1meningkatkan

populasi mesofauna tanah. Pada lahan tanpa pengolahan tanah pemberian mulsa

bagas 80 t ha-1menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan dengan

pengolahan tanah pemberian mulsa bagas meningkatkan populasi dan biomassa

cacing tanah. Sedangkan pada lahan yang tidak diberikan mulsa bagas 80 t ha-1

pengolahan tanah menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan yang

diberikan mulsa bagas pengolahan tanah meningkatkan populasi dan biomassa

cacing tanah. Suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, dan C-organik tidak

berkolerasi dengan populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan

keanekaragaman mesofauna tanah, tetapi kadar air tanah dan C-organik

berkorelasi dengan populasi mesofauna tanah.

(4)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMBERIAN MULSA BAGAS PADA LAHAN TEBU PT. GMP RATOON KE-3 TERHADAP

POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH SERTA POPULASI DAN KEANEKARAGAMAN MESOFAUNA TANAH

(Skripsi)

Oleh

JIMMY HELYANTO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata Letak percobaan penelitian yang dilakukan pada lahan tebu

di PT.GMP ... 18

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN ... .... 1

1.1 Latar Belakang dan masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 5

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 8

2.1Tanaman Tebu ... 8

2.2Pengolahan Tanah ... 9

2.3Mulsa Bagas dan Manfaatnya ... 10

2.4Cacing Tanah ... 11

(7)

xii

4. Indeks Keanekaragaman Mesofauna Tanah ... 27

4.1.2 Variabel Pendukung ... 29

4.1.4 Hubungan antara populasi dan indeks keanekaragaman mesofauna tanah dengan beberapa sifat kimia tanah ... 33

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas terhadap variabel utama pengamatan. ... 23

2. Interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas

terhadap populasi cacing tanah pada pertanaman tebu. ... 24

3. Interaksi antara perlakuan sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas

terhadap biomassa cacing tanah pada pertanaman tebu. ... 25

4. Pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi mesofauna tanah pada

pertanaman tebu. ... 26

5. Pengaruh pemberian mulsa bagas terhadap populasi mesofauna tanah

pada pertanaman tebu. ... 26

6. Populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah yang ditemukan pada

setiap percobaan. ... 27 7. Pengaruh sistem olah tanah terhadap keanekaragaman mesofauna tanah

pada pertanaman tebu. ... 29

8. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas terhadap variabel pendukung. ... 29

9. Pengaruh sistem olah tanah pada pertanama tebu ratoon ke-3 terhadap

kadar air tanah. ... 31

10.Pengaruh sistem olah tanah pada pertanama tebu ratoon ke-3 terhadap

C-organik. ... 32

11.Data hasil pengamatan beberpa sifat kimia tanah pada lahan pertanaman

tebu. ... 32

12.Hasil uji korelasi antara populasi cacing tanah (ekor m-2) dan biomassa

cacing tanah (g m-2) dengan beberapa sifat kimia tanah pada lahan

(9)

13.Hasil uji korelasi antara populasi mesofauana (ekor dm-3) dan

keanekaragaman mesofauna (ekor dm-3) dengan beberapa sifat kimia

tanah pada lahan pertanaman tebu. ... 34

14.Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah

dan pemberian mulsa bagas. ... 45

15.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2)

akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 45

16.Hasil pengamatan jumlah cacing tanah (ekor m-2) akibat sistem olah tanah

dan pemberian mulsa bagas ( √x + 0,5). ... 46 17.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah cacing tanah ekor m-2)

akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 46 18.Analisis Ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas

terhadap populasi cacing tanah (√x + 0,5). ... 47 19.Hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah

tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 47

20.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah

(g m-2) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas. . ... 48

21.Hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem olah

tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 48 22.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah

(g m-2) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 49

23.Hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah (g m-2) akibat sistem

olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 49 24.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah biomassa cacing tanah

(g m-2) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 50

25.Analisis Ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas

terhadap biomassa cacing tanah (√√x + 0,5). ... 50 26.Hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah

tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 51

27.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah

(ekor dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 51

28.Hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah

(10)

29.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor

dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√x + 0,5). ... 52

30.Hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah

tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 53 31.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan jumlah mesofauna tanah (ekor

dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas (√√x + 0,5). ... 53

32.Analisis Ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas

terhadap populasi mesofauna tanah (√√x + 0,5). ... 54 33.Hasil pengamatan indeks keanekaragaman mesofauna tanah akibat sistem

olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 54

34.Uji homogenitas ragam hasil pengamatan indeks keanekaragaman

mesofauna tanah (ekor dm-3) akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa

bagas. ... 55

35.Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas

terhadap indeks keanekaragaman mesofauna tanah. ... 55

36.Data analisis suhu Tanah (0C) akibat sistem olah tanah dan pemberian

mulsa bagas. ... 56

37.Uji Homogenitas ragam hasil analisis suhu tanah (0C) akibat sistem olah

tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 56

38.Analisis ragam hasil analisis suhu tanah (0C) akibat sistem olah tanah dan

pemberian mulsa. ... 57

39.Data hasil analisis pH tanah akibat sistem olah tanah dan pemberian mulsa

bagas. ... 57

40.Uji Homogenitas ragam hasil analisis pH tanah akibat sistem olah tanah

dan pemberian mulsa bagas. ... 58

41.Analisis ragam hasil analisis pH tanah akibat sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas. ... 58

42.Data hasil analisis kadar air tanah akibat sistem olah tanah dan pemberian

mulsa bagas. ... 59

43.Uji Homogenitas ragam hasil analisis kadar air tanah (%) akibat sistem

olah tanah dan pemberian mulsa bagas. ... 59

44.Analisis ragam hasil analisis kadar air tanah (%) akibat sistem olah tanah

dan pemberian mulsa bagas. ... 60

(11)

46.Uji Homogenitas ragam hasil C-organik tanah akibat sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas. ... 61

47.Analisis ragam hasil analisis c-organik akibat sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas. ... 61

48.Hasil analisis ragam uji korelasi antara cacing tanah dengan suhu tanah. .... 62

49.Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah dengan suhu

tanah. ... 62

50.Hasil analisis ragam uji korelasi antara mesofauna tanah dengan suhu

tanah. ... 62

51.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna

tanah dengan suhu tanah. ... 62

52.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman

mesofauna tanah dengan pH tanah. ... 63

53.Hasil analisis ragam uji korelasi antara cacing tanah dengan kadar air

tanah. ... 63

54.Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah dengan

kadar air tanah. ... 63

55.Hasil analisis ragam uji korelasi antara mesofauna tanah dengan kadar air

tanah. ... 63

56.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman

mesofauna tanah dengan kadar air tanah. ... 64

57.Hasil analisis ragam uji korelasi antara cacing tanah dengan C-Organik. .... 64

58.Hasil analisis ragam uji korelasi antara biomassa cacing tanah dengan

C-Organik. ... 64

59.Hasil analisis ragam uji korelasi antara populasi mesofauna tanah dengan

C-Organik. ... 64

60.Hasil analisis ragam uji korelasi antara indeks keanekaragaman mesofauna

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

RIWAYAT HIDUP

Jimmy Helyanto. Penulis dilahirkan di Natar, 15 Juli 1991. Penulis adalah anak ke empat dari empat bersaudara dari

pasangan Bapak Arief Priyanto dan Ibu Helen Niwati.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1

Negararatu, Natar Lampung Selatan pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis

menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Natar, dan

menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum di SMUN 1 Natar pada

tahun 2009.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Pada bulan Juli- Agustus 2013 penulis

melaksanakan Praktik Umum (PU) di BPTP Lampung, dengan judul laporan

“Program Pembinaan Petani Kedelai dalam Pengelolaan Tanah oleh BPTP

Lampung di Ketibung Kabupaten Lampung Selatan”. Pada bulan Februari-Maret

2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Jaya

Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah. Selama masa kuliah,

penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Dasar-Dasar Imu Tanah

(17)

Selama Kuliah penulis mengikuti oragnisasi di internal kampus dan eksternal

kampus. Eksternal kampus penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa

Islam (HMI) dan mengikuti Latihan Kader 1 (LK1) pada bulan Agustus 2011,

kemudian menjadi pengurus HMI Komisariat Pertanian Unila periode 2012-2013

dalam Departemen Administrasi Anggota dan Kesekretariatan. Pada Tahun 2013

Penulis mengikuti pelatihanTraining of Trainer(TOT) yang diselenggarakan Badan Pengelola Latihan Himpunan Mahasiswa Islam (BPL HMI) Cabang

Bandarlampung.

Internal kampus penulis mengikuti organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas

Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian (UKMF LS-MATA). Pada kepengurusan

2011-2012 penulis menjadi Anggota Penelitian dan Pengembangan Pertanian di

UKMF LS-MATA. Kemudian mendapat amanah menjadi ketua umum UKMF

(18)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa Bagas pada Lahan Tebu

PT. GMP Ratoon ke-3 terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah serta

Populasi dan Keanekaragaman Mesofauna Tanah”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama

yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi

ini.

2. Bapak Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing kedua yang

telah memberikan arahan dan motivasi shingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan

saran dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Ardian, M.Agr., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingannya.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M..P., selaku Ketua Program Studi

(19)

6. Bapak Prof . Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas

Partanian Universitas Lampung;

7. Mama dan Papa yang telah mendoakan kesuksesanku. Terimakasih atas

bentuk kasih sayang yang telah diberikan. Tanpa usaha dan doa kalian

mustahil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak-kakakku Mas Henry, Mas Leo dan Mas Andy yang telah memberikan

motivasi dan doa tulus yang diberikan dan terimakasih karena telah

membiayai kuliah ku.

9. Minamiya, Kimura, Murakami, Kanai, Toshiko Miura, dan Lidya Mawar yang

telah membantu dalam pengambilan sampel penelitian.

10.Teman-teman dekatku Harris Oktaviansyah, Putu Wira, Firsstio, M.Azhari,

Aksa, Dendy Fauzie, Tabroni, dan Yoseph Pangaribuan yang telah banyak

membantu, memberikan semangat dan doa selama penulisan skripsi ini.

11.Keluarga Besar UKMF LS-MATA yang telah memberikan semangat dan doa

nya.

12.Seseorang yang telah berani mencintaiku. Terimakasih atas segala bentuk

bantuannya dalam mengerjakan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan.

Semoga tulisan ini dapat membantu dan berguna.

Bandar Lampung, 22 September 2015

Penulis

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman tebu merupakan salah satu tanaman primadona di Lampung. Salah satu

perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT.Gunung Madu Plantation (GMP). Pengolahan yang dilakukan di GMP adalah pengolahan tanah secara

intensif. Pengolahan tanah secara intensif ini sudah dilakukan selama lebih dari

25 tahun. Pengolahan tanah yang dilakukan pengolahan sebanyak 3 kali dan

pengaplikasian bahan organik yang berasal dari limbah padat pabrik gula BBA

(Bagas, Blotong, dan Abu), serta pemberian pupuk anorganik dalam mencukupi

kebutuhan unsur hara tanaman tebu dan penggunaan pestisida dalam pengendalian

gulma dan hama penyakit pada tanaman tebu (PT. GMP, 2009). Namun

pengolahan tanah secara intensif secara terus menerus dapat menyebabkan

degradasi lahan, erosi tanah menjadi lebih cepat, menyebabkan kerusakan struktur

tanah, dan mempengaruhi keberadaan biota tanah.

Tanah ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

sebaran yang cukup luas, yaitu mencapai ± 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari

total luas daratan Indonesia. Tanah ultisol perlu dikelola dengan baik agar dapat

dipergunakan untuk lahan pertanian. Penurunan kemantapan struktur tanah dan

kandungan bahan organik, terutama pada tanah ultisol mempengaruhi sifat tanah,

(21)

2

adalah pengolahan tanah yang tidak tepat sehingga menyebabkan terjadinya

degradasi lahan.

Perbaikan itu dapat dilakukan dengan merubah sistem pengolahan tanahnya dan

juga memberikan bahan organik ke dalam tanah. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalahdengan menggunakan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) dan

pengaplikasian BBA. Sistem TOT dilakukan dengan tidak mengolah tanah secara

mekanis, kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk menempatkan benih agar

cukup kontak dengan tanah. Prasyarat utama budidaya pertanian tanpa olah tanah

yaitu adanya mulsa yang berasal dari sisa-sisa tanaman musim sebelumnya. Mulsa

dibiarkan menutupi permukaan tanah untuk melindungi tanah dari benturan

langsung butiran hujan, disamping untuk menciptakan mikroklimat yang

mendukung pertumbuhan tanaman.

Perlakuan budidaya pertanian yang kurang benar misalnya menggunakan pestisida

yang berlebihan dan penggunaan pupuk an organik yang berlebihan menjadikan

biota tanah banyak yang mati. Berkurangnya biota tanah seperti cacing tanah dan

mesofauna tanah yang menggemburkan tanah, memberikan oksigen tanah,

menyerap air, dan lain-lainnya. Sehingga tanaman tebu kurang optimal dalam

pertumbuhannya karena media tumbuhnya secara fisik kurang mendukung.

Di PT GMP, terdapat sisa produksi tanaman tebu yaitu limbah padat berupa

ampas tebu (bagasse), endapan nira yang disebut blotong (filter cake) dan sisa bahan bakar uap yang disebut abu. Bagas dapat dimanfaatkan sebagai mulsa serta

blotong, abu, dan bagas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

(22)

3

Pemberian mulsa dapat memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah karena dengan

pemberian mulsa dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme tanah sehingga

merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan

hasil tanaman.

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan nilai permeabilitas tanah.

Peningkatan nilai permeabilitas tanah juga berhubungan dengan peranan cacing

tanah dan bahan organik jenis jerami padi dalam memperbaiki struktur tanah yang

padat menjadi lebih remah pada tanah yang terkompaksi. Aktivitas cacing tanah

dalam membuat lubang-lubang saluran dalam tanah, sehingga air dapat dengan

mudah menembus ke dalam tanah diduga ikut berperan meningkatkan

permeabilitas tanah pada tanah yang terkompaksi (Marzuki dkk., 2011).

Cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang memiliki peranan penting.

Keberadaan cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah, karena melalui

aktifitasnya di tanah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Secara fisik,

cacing tanah dapat memperbaiki tekstur tanah, aerase dan drainase, sedangkan

secara kimia cacing tanah melalui mekanisme pencernaannya yang mengeluarkan

kotoran di tanah, dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman

(Hanafiah dkk., 2003).

Mesofauna tanah berperan penting dalam dinamika ekosistem. Salah satu faktor

yang mempengaruhi komunitas mesofauna tanah adalah ketersediaan nutrisi.

Nutrisi tersebut dapat berupa serasah, material kayu, spora jamur, miselia jamur,

dan lain sebagainya (Andriyani, 2012). Mesofauna memiliki peranan penting

(23)

4

tanaman yang berasal dari residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi

menjadi humus sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Suhardjono (1997)

menyatakan bahwa beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat menjadi indikator

terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah, diantaranya adalah keberadaan

Colleombola dan Acarina.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan, maka kegiatan penelitian ini

dilaksanakan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pengaruh sistem olah tanah dapat meningkatkan populasi dan

biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah ?

2. Apakah pemberian mulsa bagas dapat meningkatkan populasi dan biomassa

cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah ?

3. Apakah terdapat interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan pemberian

mulsa bagas terhadap peningkatan populasi dan biomassa cacing tanah serta

populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah ?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memahami pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi dan biomassa

cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.

2. Memahami pemberian mulsa bagas terhadap populasi dan biomassa cacing

tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah.

3. Mempelajari interaksi antara pengaruh sistem olah tanah dan pemberian

mulsa bagas terhadap populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan

(24)

5

Pengolahan tanah adalah teknik memanipulasi tanah secara mekanik dengan

tujuan menggemburkan tanah agar pertumbuhan akar dapat tumbuh dengan baik.

Selain itu pengolahan tanah dilakukan untuk mengendalikan tanaman pengganggu

(gulma) sehingga tanaman dapat tumbuh tanpa ada persaingan dengan gulma.

Sistem olah tanah terdiri dari olah tanah intensif (OTI), olah tanah minimum

(OTM), dan tanpa olah tanah (TOT). Sistem olah tanah intensif dimaksudkan

untuk meningkatkan produktifitas lahan yang diusahakan. Namun sistem olah

tanah intensif apabila dilakukan secata terus menerus akan mempercepat

kerusakan tanah. Dampak buruk bila dilakukan pengolahan tanah secara intensif

secara terus menerus diantaranya adalah meningkatkan erosi tanah, struktur tanah

menjadi padat, mengurangi jumlah biota tanah, dan penurunan kadar bahan

organik tanah. Sistem olah tanah minimum menurut Utomo (1989) adalah tanah

diolah seperlunya saja atau disekitar lubang tanam kemudian sisa tanaman

sebelumnya dijadikan mulsa penutup tanah. Sedangkan sistem tanpa olah tanah,

tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang tugal sebagai

tempat menaruh benih, gulma dikendalikan dengan herbisida ramah lingkungan,

serta sisa tanaman sebelumnya dan atau gulma dipergunakan sebagai mulsa yang

merupakan syarat budidaya olah tanah konservasi, sedangkan pemupukan dan

kegiatan kultur teknis lainnya tetap dilakukan (Rahman, 2009).

Hasil penelitian Yudin (2012) menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah

(25)

6

P

a

g

e

6

penelitian Batubara (2013) perlakuan sistem tanpa olah tanah dan aplikasi mulsa

bagas dapat meningkatkan biomassa cacing tanah.

Cacing tanah hidup kontak langsung dengan tanah dan memiliki kontribusi

penting terhadap proses siklus unsur hara di dalam lapisan tanah, tempat akar

tanaman terkonsentrasi. Selain itu lubang yang dibuat cacing tanah sering

merupakan proporsi utama ruang pori makro di dalam tanah, sehingga cacing

tanah dapat secara nyata mempengaruhi kondisi tanah yang berhubungan dengan

hasil tanaman (Ansyori, 2004).

Dari hasil penelitian Yudin (2012) menunjukkan bahwa populasi dan indeks

keanekaragaman mesofauna tanah dengan perlakuan tanpa olah tanah memiliki

indeks populasi dan keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan dengan sistem olah tanah intensif.

Kehidupan fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan

kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh

keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan

populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor

lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah

merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari

(26)

7

P

a

g

e

7

1.4 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan, maka

hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman

mesofauna tanah lebih tinggi pada lahan dengan sistem tanpa olah tanah.

2. Populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman

mesofauna tanah lebih tinggi pada lahan yang diberikan mulsa bagas.

3. Terdapat interaksi antara sistem olah tanah dengan pemberian mulsa terhadap

populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu

Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Saccharum

Spesies :Saccharum officanarumL.

Tanaman tebu (Saccharum officanarum L.) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu

termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae), seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu dan lain-lain. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai

kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan

Sumatra. Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin

(28)

9 Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90%

dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (http: //www. wikipedia. ensiklopedia.

id).

2.2 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah secara temporer dapat memperbaiki sifat fisik tanah, tetapi

pengolahan tanah yang dilakukan secara terus-menerus dalam setiap tahun dalam

jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan , karena pelapukan bahan organik

dan aktifitas tanah (mikroorganisme tanah) menjadi rusak, pengolahan tanah

sewaktu penyiangan banyak memutuskan akar-akar tanaman yang dangkal,

mempercepat penurunan kandungan bahan organik tanah, meningkatkan

kepadatan tanah pada kedalaman 15–25 cm akibat pengolahan tanah dengan

alat-alat berat yang berlebihan yang dapat menghambat perkembangan akar

tanaman dan menurunkan laju infiltrasi, serta lebih memungkinkan terjadinya

erosi (Hakim dkk., 1986).

Pengolahan tanah secara terus–menerus juga dapat menimbulkan dampak negatif

yaitu menyebabkan terjadinya degradasi tanah yang diikuti dengan kerusakan

struktur tanah, peningkatan terjadinya erosi tanah, dan penurunan kadar bahan

organik tanah yang berpengaruh juga terhadap keberadaan biota tanah (Utomo,

2006).

Salah satu cara memperbaiki kerusakan tanah dalam upaya meningkatkan

produksi ialah penerapan sistem olah tanah konservasi dalam bentuk tanpa olah

tanah (TOT) dan penambahan bahan organik ke dalam tanah. Sistem TOT

(29)

10 terganggu tidak lebih dari 10 % dari permukaan dan residu tanaman sebelum

pengolahan tanah berada di atas permukaan sebagai pelindung tanah (Makalew,

2008).

Pada teknik TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil atau lubang

tugal sebagai tempat menaruh benih, gulma dikendalikan dengan herbisida ramah

lingkungan, yaitu yang mudah terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan

tanah dan sumberdaya lingkungan lainnya. Seperti teknik OTK lainnya, sisa

tanaman musim sebelumnya dan gulma dapat digunakan sebagai mulsa untuk

menutupi permukaan lahan (Utomo, 1990 dalam Utomo 2006).

2.3 Mulsa Bagas dan Manfaatnya

Mulsa merupakan bahan atau materia yang digunakan untuk menutupi tanah pada

lahan budidaya tanaman dengan tujuan untuk menjaga kelembapan tanah,

menekan pertumbuhan gulma dan penyakit, dan menghindari kehilangan air

sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Mulsa dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik. Mulsa organik berasal dari

bahan-bahan alami dan dapat terurai seperti sisa-sisa tanaman. Sedangkan mulsa

anorganik terbuat dari bahan-bahan sintesis yang sulit terurai seperti mulsa

plastik.

Salah satu limbah padat yang dihasilkan tanaman tebu adalah ampas tebu

(baggase) yang merupakan hasil samping proses penjernihan nira gula dan abu ketel (ash)yang merupakan sisa pembakaran atau kerak ketel pabrik gula. Limbah bagas dan serasah daun tidak dapat diaplikasikan langsung ke lahan

(30)

11 diaplikasikan ke lahan sebaiknya dilakukan pengomposan atau dicampur dengan

bahan organik yang memiliki nisbah C/N yang rendah (Yudin, 2012).

2.4 Cacing Tanah

Cacing tanah merupakan hewan makroorganisme tanah yang penting. Cacing

tanah mempunyai peranan penting terhadap perbaikan sifat tanah seperti

menghancurkan bahan organik dan mencampuradukkannya dengan tanah,

sehingga terbentuk agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah (Buck,

Langmaack, dan Schrader, 1999).

Cacing tanah merupakan organisme tanah heterotrof, bersifat hermaprodit

biparental dari filum Annelida, kelas Clitellata,ordo Oligochaeta, dengan famili

Lumbricidae dan Megascolecidae yang banyak dijumpai dan penting untuk

pertanian. Cacing tanah mampu hidup 1−10 tahun dan dalam proses hidupnya

dapat hidup melalui fragmentasi atau pun reproduksi dengan melakukan kopulasi

membentuk kokon. Kopulasi dan produksi kokon biasanya dilakukan pada bulan

panas. Anak cacing tanah menetas dari kokon setelah 2−3 minggu inkubasi, dan

2−3 bulan selanjutnya anak tersebut telahdewasa (Subowo, 2008).

Cacing tanah memakan kotoran-kotoran dari mesofauna di permukaan tanah yang

hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses atau kotoran juga yang

berperan paling penting dalam meningkatkan kadar biomassa dan kesuburan tanah

lapisan atas. Cacing tanah merupakan makrofauana yang berperan dalam

pendekomposer bahan organik, penghasil bahan organik dari kotorannya,

(31)

12 Cacing tanah dengan kemampuannya membuat lubang akan menurunkan

kepadatan tanah, meningkatkan kapasitas infiltrasi, mengurangi aliran permukaan

dan erosi, serta melalui kotoran yang dihasilkan dapat menambah unsur hara bagi

tanaman. Cacing tanah membuat lubang dengan cara mendesak massa tanah atau

dengan memakan langsung massa tanah. Cacing tanah mampu melakukan

penggalian lubang hingga kedalaman 1 m, sehingga dapat meresapkan air dalam

volume yang lebih besar serta mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah

(Richard, 1978).

Berdasarkan jenis makanan, cacing tanah dikelompokkan menjadi tiga (Lee,

1985), yaitu:1) geofagus (pemakan tanah), 2) limifagus (pemakan tanah subur

atau tanah basah), dan 3)litter feeder(pemakan bahan organik).

Cacing tanah merupakan salah satu fauna tanah yang berperan sangat besar dalam

perbaikan kesuburan tanah dengan menghancurkan secara fisik pemecahan bahan

organik menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan

tanah bagian atas, dan membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan

bahan mineral tanah. Cacing tanah adalah fauna yang memanfaatkan tanah

sebagai habitat atau lingkungan yang mendukung aktifitas biologinya (Barnes,

1997).

2.5 Mesofauna Tanah

Mesofauna tanah berperan sebagai dekomposer awal dalam suatu proses

dekomposisi bahan organik kasar yang kemudian akan dirombak oleh bakteri.

(32)

13 energinya. Mesofauna pada tanah banyak ditemukan pada humus yang paling

dalam atau pada kedalaman ± 10–15 cm (Wallwork, 1970).

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan

kehadiran dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan

menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah

lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara.

Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan

tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi

daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997).

Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan

energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan

organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon

dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut,

maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan

timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam

sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah

banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).

Fauna tanah juga berperan memperbaiki aerasi tanah dengan cara menerobos

tanah sedemikian rupa sehingga pengudaraan tanah menjadi lebih baik, disamping

itu fauna tanah juga menyumbangkan unsur hara pada tanah melalui eksresi yang

dikeluarkannya, maupun dari tubuhnya yang telah mati (Suin, 1997).

Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau

(33)

14 meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, melakukan

pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, merubah

sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada

lapisan tanah bagian atas, membentuk kemantapan agregat antara bahan organik

dan bahan mineral tanah(Barnes, 1997).

Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil

senyawa-senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi

sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari

mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai

subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan

makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar)

mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah

bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan

dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran

kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001).

Rahman (2002) menjabarkan bahwa mesofauna pada tanah di daerah tropika

didominasi oleh kelompok Acarina dan Colleombola.

2.5.1 Acarina

Acarina merupakan salah satu anggota filum arthropoda, sub filumChalicerata kelasArachnedadan sub kelasAcarina.Acarina hidup bebas pada akar pohon, humus, detritus, dan banyak pula yang hidup pada tumpukan kayu yang

(34)

15 2.5.2 Colleombola

Suhardjono (2000), menyatakan bahwa pada sebagian besar populasi Collembola

tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan

simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola

juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang

disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator

terhadap dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida

jumlah Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang

(35)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu Plantations(GMP), Lampung Tengah pada bulan Juni- Desember 2014. Percobaan dilakukan dengan dua sistem olah tanah, yaitu sistem olah tanah

intensif dan sistem tanpa olah tanah serta aplikasi mulsa bagas jangka panjang

dari tahun 2010-2020. Analisis contoh tanah, cacing tanah, dan mesofauna tanah

dilakukan di Laboratorium Biologi tanah, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu contoh tanah,ethanol 70%, aquades,etil glikol, 1NK2Cr2O7, H2SO4pekat, H2PO485%,NaF,

larutan-larutan asam sulfat-asam silikat, larutan feroamonium, katalis, dan 0,1N HCL.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ring sampel, sekop, cangkul,

meteran, karung, pisau, kertas label, plastik, botol plastik, tali rafia, patok kayu,

(36)

17 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini disusun secara split plot dalam rancangan acak kelompok terdiri dari

4 perlakuan dengan 5 ulangan atau 20 satuan percobaan.

Petak utama adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu :

T0= tanpa olah tanah

T1= olah tanah intensif

Sebagai anak petak adalah aplikasi mulsa bagas (M) yaitu :

M0= tanpa mulsa bagas

M1= mulsa bagas 80 t ha-1

Dari 2 faktor diatas diperoleh empat kombinasi perlakuan yaitu :

1. T0M0= tanpa olah tanah + tanpa mulsa bagas

2. T0M1= tanpa olah tanah + mulsa bagas 80 t ha-1

3. T1M0= olah tanah intensif + tanpa mulsa bagas

4. T1M1= olah tanah intensif + mulsa bagas t ha-1

Semua perlakuan diaplikasikan pupuk Urea dengan dosis 300 kg ha-1, TSP 200 kg

ha-1, KCl 300 kg ha-1, dan aplikasi bagas, blotong, dan abu (BBA) segar dengan

perbandingan (5:3:1) 80 t ha-1.

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 5% dan 1%, yang

sebelumnya telah diuji homogenitas ragamnya dengan Uji Bartlett dan

aditivitasnya dengan Uji Tukey. Rata-rata nilai tengah diuji dengan uji BNT

pada taraf 5% dan 1%. Uji korelasi dilakukan antara populasi dan biomassa

cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah dengan

C-organik tanah, pH tanah, suhu tanah, dan kelembaban tanah untuk mengetahui

(37)

18

@40 m U

@25 m

Gambar 1. Tata letak percobaan pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsa bagas pada lahan tebu PT. GMP.

(38)

19 3.4 Pelaksanaan Kegiatan

1. Pengolahan Lahan

Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam ketiga. Sistem pola tanam

yang diterapkan menggunakan sistem tanam PT. GMP yaitu menggunakan

varietas tebu GM 21. Lahan dibagi menjadi 20 petak percobaan sesuai perlakuan

dengan ukuran setiap petaknya 25 m x 40 m. BBA diberikan pada setiap petak

percobaan sebanyak 80 t ha-1. Penelitian ini dilakukan dengan penggunaan dua

sistem olah tanah. Pertama sistem olah tanah intensif (OTI), tanah diolah sesuai

dengan sistem pengolahan tanah di PT. GMP dengan pemberian mulsa bagas yang

diaplikasikan 80 t ha-1. Pengendalian gulma dilakukan dengan menggunakan

herbisida dan sisa tanaman gulma dibuang dari petak percobaan. Kedua dengan

sistem tanpa olah tanah (TOT) , tanah tidak diolah sama sekali, gulma yang

tumbuh dikendalikan dengan secara manual dan dikembalikan lagi kelahan

sebagai mulsa. Pada plot OTI, BBA dicampurkan ke dalam tanah sebelum

aplikasi mulsa bagas, sedangkan pada TOT BBA diletakan di permukaan tanah.

Pemberian mulsa bagas baik pada perlakuan TOT dan OTI dilakukan dengan cara

disebar secara merata diatas permukaan tanah. Pemberian pupuk diberikan

sebanyak 2 kali. Pemupukan pertama diberikan sehari sebelum dilakukan

penanaman, dengan setengah dosis pupuk urea yaitu 350 kg ha-1, TSP 200 kg ha-1,

(100% dosis TSP). Pemupukan susulan dilakukan dua bulan setelah pemupukan

pertama yaitu pupuk Urea dengan dosis 150 kg ha-1. Pemeliharaan tanaman

dilakukan dengan penyulaman dan penyiangan gulma. Pengendalian hama dan

(39)

20 Jumlah mesofauana tanah

satuan tangkap 2. Pengambilan Sampel Cacing Tanah

Pengambilan sampel cacing tanah dilakukan dengan membuat monolith pada saat

tebu berumur 9 bulan. Letak monolith berada di tengah-tengah pada setiap plot

percobaan. Pembuatan monolith dilakukan dengan membuat lubang dengan

ukuran 50 cm x 50 cm dengan kedalaman 30 cm dengan cara digali. Tanah hasil

galian tersebut dihitung jumlah cacing tanahnya dengan menggunakan metode

hand sorting,yaitu dengan cara memisahkan cacing dari tanahnya. Setiap cacing yang didapat dihitung berapa jumlahnya kemudian dimasukkan kedalam botol

kecil dan diberi label sesuai dengan perlakuan.

3. Pengambilan Sampel Mesofauna Tanah

Sampel mesofauna tanah diambil dengan menggunakan ring sampel berukuran

tinggi 5,1 cm dan diameter 5,1 cm sebanyak 1 buah sampel pada setiap perlakuan.

Sedangkan contoh tanah untuk analisis C-organik, pH tanah, suhu tanah, dan

kelembaban tanah diambil juga pada setiap ulangan.

Contoh tanah untuk pengamatan mesofauna tanah diekstraksi kering dengan

menggunakan corongBarlese . Contoh tanah disinari dengan lampu 25 watt selama 7 x 24 jam. Akibat dari penyinaran itu, mesofauna akan turun ke dalam

tabung erlenmeyer yang sudah berisietil glikoldan 3 tetes formalin (sebagai pengawet mesofauna tanah). Populasi mesofauna yang tertampung dihitung dan

diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop binokuler. Data mesofauna tanah

dikonversi ke dalam populasi mesofauna tanah ekor dm-3dengan menggunakan

rumus Kelimpahan =

(40)

21 Sedangkan keanekaragaman mesofauna tanah berdasarkan ordo masing-masing

dapat dihitung menggunakan rumus Shanon-Wheaver (Odum, 1971 dalam Odum

1998).

H = -∑ (Pi log Pi)

Keterangan : H = Indeks keanekaragaman mesofauna tanah

Pi = Proporsi populasi mesofauna tanah

Nilai H berkisar antara

< 1,5 = keanekaragaman rendah

1,5-3,5 = keanekaragaman sedang

>3,5 = keanekaragaman tinggi

4. Analisis Tanah

Analisis C-Organik tanah, pH tanah, dan kadar air tanah dilaksanakan di

Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Sedangkan

untuk suhu tanah dilakukan langsung di lahan bersamaan pengambilan sampel

tanah dengan menggunakan alat termometer tanah.

3.5 Variabel Pengamatan

Variabel utama yang diamati pada penelitian ini adalah :

1. Populasi cacing tanah

2. Biomassa Cacing Tanah

3. Populasi mesofauna tanah

(41)

22 Variabel pendukung yang diamati

1. C-organik tanah ( metode Walkey and Black)

2. Kemasaman tanah (metode elektomagnetik)

3. Kadar air tanah (%)

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Populasi dan keanekaragaman mesofauna tanah pada lahan tanpa pengolahan

tanah (TOT) lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang dilakukan

pengolahan tanah.

2. Pemberian mulsa bagas meningkatkan populasi mesofauna tanah.

3. Pada lahan tanpa pengolahan tanah pemberian mulsa bagas 80 t ha-1

menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan dengan pengolahan

tanah pemberian mulsa bagas meningkatkan populasi cacing tanah. Sedangkan

pada lahan yang tidak diberikan mulsa bagas 80 t ha-1pengolahan tanah

menurunkan populasi cacing tanah, namun pada lahan yang diberikan mulsa

bagas pengolahan tanah meningkatkan populasi cacing tanah.

4. Suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah, dan C-organik tidak berkolerasi dengan

populasi dan biomassa cacing tanah serta populasi dan keanekaragaman

mesofauna tanah, tetapi kadar air tanah dan C-organik berkorelasi dengan

(43)

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan, disarankan agar tetap melakukan

pengamatan pada perlakuan yang sama yaitu sistem olah tanah dan pemberian

mulsa bagas, untuk dapat mengetahui lebih lanjut pengaruh sistem olah tanah dan

pemberian mulsa bagas dalam jangka panjangnya. Perlu dilakukan pengamatan

hubungan populasi cacing tanah dan mesofauna tanah dengan produksi tanaman

(44)

PUSTAKA ACUAN

Andriyani. L. Fitria. 2012. Pengaruh Biostarter Pengurai Bahan Organik terhadap Kapasitas Infiltrasi Air dan Struktur Komunitas Mesofauna Tanah. Universitas Diponegoro. J. Sain Mat. 20(1) : 11-15.

Ansyori. 2004.Potensi Cacing Tanah Sebagai Alternatif Bio-Indikator Pertanian Berkelanjutan.IPB. Bogor. Makalah Falsafah Sains (PPS 702).

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal.

Arsyad, S. 2006.Konservasi tanah dan air. Bogor, IPB Press. Hal 154–155.

Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Zoologi. Sounder College. Publishing. New York, pp: 554-568.

Barnes, M and P. H. Granval. 1997. Earthworms as Bio-indicators of Forest Site Quality. J. Soil Biol. Biochem. 29: 323-328.

Batubara, M. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu (Saccharum Officinarum) Tahun Ke-2.J. Agrotek Tropika. 1 (1). Hlm :107-112.

Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997.Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 183 hal.

Buck. C., M. Langmaack, and S. Schrader. 1999.Nutrient content of earthworm cast influencedby different mulch types.Eur. J. Soil Biol.55: 23-30.

Dwi, S, dan Santoro. 2011. Eksistensi Cacing Tanah pada Lingkungan Berbagai Sistem Budidaya Tanaman. Prossiding Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hlm : 97-101.

(45)

✂3

Hanafiah, Kemas Ali., Dkk. 2003. Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Jakarta. Rajawali. Press.

Lee, K.E. 1985. Earthworms:Their Ecology and Relationships with Soils and land Use.Academic Press (Harcourt basel Javonovich Publishers), Sydney, Orrando, San Diego, New York, London, Toronto, Montreal, Tokyo. 4:11.

Makalew, A.D.N. 2008.Keanekaragaman Biota Tanah Pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Makalah Falsafah Sains. IPB. 19 hlm.

Marzuki, Sufardi, dan Manfarizah.2011. Sifat Fisika dan Hasil Kedelai (Glycine max L) pada Tanah Terkompaksi Akibat Cacing Tanah dan Bahan Organik. Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. 1 (1) : 23-31.

Parapasan, Y.R. Subiantoro dan M. Utomo.1995.Pengaruh Sistem Olah Tanah

terhadap Kekerasan dan Kerapatan Lindak Tanah pada Musim Tanam XVI.

Pros. Sem. V. BDP-OTK. 1995. Lampung.

Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahyono Samingan. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. 697 hlm.

Rahman, A. 2009. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen Jangka Panjang terhadap Serapan Nitogen dan Produksi Jagung (Zeai mays) pada Tanah Ultisol do Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandarlampung. 33 hlm.

Rahman, S. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Richard, B.N. 1978.Introduction to the Soil Ecosystem. Longman, London and New York. P. 43−50.

Sibuea, A. 2014. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Mulsa Bagas terhadap Populasi dan Biomassa Cacing Tanah pada Pertanaman Tebu Ratoon Ke-2..Skripsi. Fakultas Pertaniian Unila. Bandarlampung. 50 hlm.

Subowo, G. 2008.Prospek Cacing Tanah untuk PengembanganTeknologi Resapan Biologi di Lahan Kering.Jurnal Litbang Pertanian.Yogyakarta. 1 (1) : 149-150.

(46)

✄✄

Suhardjono, Y. R. 1997. Keanekaragaman Takson Antropoda tanah pada lahan Terdegradasi di Sampang Jawa Barat. Prossiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Biologi XI Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Jakarta, Depok. Hlm : 290-293.

Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah :Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan

PelestarianKeanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok. Hal : 3.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.

Tiara, D. M. 2010. Pemanfaatan Limbah Tebu: Perspektif PT. Gunung Madu Plantation. http:// koranpdhi.com/buletin-edisi8/edisi8-peternakan2.htm. Diakses pada tanggal 1 September 2014.

Utomo, M. 2006.Olah Tanah Konservasi. Hand out Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung, Bandar Lampung. 25 hlm.

Utomo, W. H. 1989. Konservasi tanah di Indonesia Satu Rekaman dan Analisis. Penerbit Rajawali. Press. Jakarta.

Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animal. London. Mc. Graw. Hill. 283 p

Wulandari, S., Sugiyarto, dan Wiryanto. 2005. Pengaruh Leanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi bahan Organik Tanaman di Bawah Tegakan Sengon. J. Bioteknologi.4 (1): 20-27.

Gambar

Gambar 1. Tata letak percobaan pengaruh sistem olah tanah dan pemberian mulsabagas pada lahan tebu PT

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Mikroenkapsul Oleoresin Kayu Manis Terhadap mikrokapsul oleoresin dilakukan analisis mutu meliputi Uji Rendemen (AOAC, 1997), Uji Kadar Sinamaldehid (Titrasi Aldehid

Pada zaman kerajaan Turki Usmani terjadi pertentangan antara mereka yang hendak mempertahankan istitusi kesultanan dengan mereka yang menginginkan pemerintahan yang

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam menggunakan kartu IM3 adalah : (1) Faktor

dakwah TVRI Sulsel. Data tersebut di atas menggambarkan bahwa syarat utama yang diinginkan oleh pemirsa tentang seorang dai yang layak menjadi narasumber pada acara dakwah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konflik kerja dan stres kerja terhadap kepuasan kerja pegawai pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual, (Bandung : Yrama Widya, 2013), hlm.. siswa dalam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dan

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsep penerapan EAFM bagi perikanan malalugis di perairan Laut Sulawesi dengan menetapkan isu utama, tujuan operasional, langkah

Binatang-binatang yang ada pada cerita fabel memiliki karakter seperti manusia. Karakter mereka ada yang baikdan ada juga yang tidak baik. Mereka mempunyai sifatjujur, sopan,