• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA DALAM PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA (Studi Pada Sekolah Luar Biasa Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA DALAM PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA (Studi Pada Sekolah Luar Biasa Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE ROLE OF SPECIAL SCHOOL IN FOSTERING TUNAGRAHITA (Study at Special School Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Kemiling Bnadar

Lampung)

By Gianti Marisa

This study aim to describe the role of Special School in Fostering (SLB) Dharma

Bhakti Dharma Pertiwi in Improving Intelligence Educate Children for Children and to know the level of intelligence in children tunagrahita and barriers /

strategies do children tunagrahita in Sub Beringin Raya, Sub City Kemiling, Bandar Lampung. Children tunagrahita is children in need special, which has intelligence are below the average and characterized by inteligensi limitations and

inaptitude in social interaction so in need of educational services as appropriate.

Types of data used are primary and secondary data. Data collection techniques

used are observation, depth interviews with teachers, parent and children tunagrahit. By using triangulation of sources and relevant documents associated

(2)

The study was based on the writer to the role of curiosity exceptional schools (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi in improving the intelligence of the

students tunagrahita through training affective has been able to said to be successful is reflected in the consciousness of worship while the ability of cognitive hasn’t said to be successful because most students tunagrahita has not

reached ability optimum in terms of reading, writing and arithmetic simply. While the role of SLB C as a media for the socialization can be said to be successful

because students tungrahita has been able to speak in communicative receptive and adaptive skills is shown in the field of entrepreneurship of the result has been exhibited and supplied on the market

(3)

ABSTRAK

PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA DALAM PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Pada Sekolah Luar Biasa Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)

Oleh Gianti Marisa

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan secara mendalam tentang Peranan Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi dalam Pembinaan Anak Tunagrahita di Kelurahan Beringin Raya, Kecamatan Kemiling, Bandar

Lampung. Anak tunagrahita adalah anak berkebutuhan khusus yang kecerdasannya berada di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi serta ketidakcakapan dalam interaksi sosial sehingga membutuhkan layanan

pendidikan yang sesuai.

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu observasi, dokumen-dokumen yang relevan berkaitan dengan penelitian, wawancara mendalam terhadap guru, orang

tua dan siswa tunagrahita. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Analisis data yang digunakan adalah analisis

data kualitatif dengan model deskriftip.

(4)

tercermin dalam kesadaran beribadah sedangkan kemampuan kognitif belum dapat dikatakan berhasil karena sebagian besar siswa tunagrahita belum mencapai

kemampuan optimum dalam hal membaca, menulis dan berhitung secara sederhana. Sedangkan peranan SLB C sebagai wadah sosialisasi sudah dapat dikatakan berhasil karena siswa tungrahita telah mampu berbahasa secara

komunikatif reseptif dan keterampilan adaptif yang terlihat pada bidang kewirausahaan dimana hasilnya telah dipamerkan dan diperjualbelikan di pasaran.

(5)

PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA DALAM PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Pada Sekolah Luar Biasa Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)

Oleh

Gianti Marisa

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)

PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA DALAM PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi Pada Sekolah Luar Biasa Kecamatan Kemiling Bandar Lampung)

Oleh Gianti Marisa

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

Halaman A. Teori Struktural Fungsional Pendidikan ... 10

1. Pendidikan dalam Peranan Masyarakat ... 11

2. Pendidikan dalam Peranan-peranan Kelompok ... 12

3. Penerapan Teori Struktural – Fungsional dalam Pendidikan di Sekolah ... 13

4. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan ... 14

5. Fungsi dan Peranan Lembaga Sekolah ... 16

6. Peningkatan Taraf Hidup melalui Pendidikan ... 18

B. Peranan Sekolah Luar Biasa ... 19

(8)

C. Pembinaan Anak Tunagrahita ... 31

1.Pengertian Pembinaan ... 31

2.Pengertian Anak Tunagrahita ... 33

3.Bentuk-bentuk Pembinaan Anak Tunagrahita ... 36

D.Kerangka Pemikiran ... 38

3.Menarik Simpulan/Verifikasi ... 46

BAB IV GAMBARAN UMUM A.Sejarah Singkat SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi ... 47

B. Visi Sekolah ... 48

C. Misi Sekolah ... 48

D. Tujuan Sekolah ... 49

E. Keadaan Siswa/I SLB B dan C Kemiling Bandar Lampung ... 49

F. Program Pendidikan SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi ... 50

G. Sarana dan Prasarana SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi .... 51

(9)

B. Pembahasan... 95

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran ... 120

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

Tabel 1. Sarana dan Prasaran B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi ... 1 Tabel 2. Sarana dan Prasarana Penunjang ekstrakurikuler ... 1 Tabel 3. Sarana Transportasi Penunjang KBM (Kegiatan Belajar

(11)

MOTTO:

Kesalahan bukanlah hal yang membuat kita takut, tapi

bagaimana kesalahan membuat kita menjadi orang

yang besar (Gianti Marisa)

Gantungkan azam dan semangatmu

setinggi bintang di langit dan

rendahkan hatimu serendah mutiara di

lautan (

Lao Tze)

Lalai sesaat adakalanya mencucurkan air mata

setahun- Peribahasa Belanda

(12)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dewi Ayu Hidayati, S.sos M.si ………...

Penguji Utama : Dra. Yuni Ratnasari, M.si ……….

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si NIP 19580109 198603 1 002

(13)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (Sarjana / ahli Madya), baik di Universitas :Lampung maupun perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.

Bandar Lampung, 30 Juli 2012 Yang membuat pernyataan,

(14)

Persembahan

Kupersembahkan karya sederhana ini hasilku menenutut ilmu di Perguruan Tinggi kepada

Allah SWT

Ayahanda dan Ibunda Tercinta

Bang Wira, Kak Tina dan Dek Putri Tercinta

Eyang dan Nenek Tercinta

Sahabat dan Saudaraku

Seseorang yang akan mendampingiku

Almamater Tercinta

(15)

Judul Skripsi : PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA DALAM

PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA

(Studi pada SMPLB C Kelas IX Dharma Bhakti Dharma Pertiwi Kemiling Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : Gianti Marisa

Nomor Pokok Mahasiswa : 0816011029

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dewi Ayu Hidayati, S.sos M.si Dra. Yuni Ratnasari,M.Si. NIP 19800131 200812 2 003 NIP 19690626 199303 2 002

2. Ketua Jurusan Sosiologi

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Selatan, Kalianda pada tanggal 30

Maret 1991, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari

pasangan Bapak Tiharuddin B.A dan Hasanah S.pd Jenjang

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis adalah Taman

Kanak-kanak Pertiwi Kalianda yang diselesaikan pada tahun 1996,

Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Kalianda yang diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kalianda yang diselesaikan pada tahun 2005, lalu

melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA 1 Kalianda yang diselesaikan pada

tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas Lampung Jurusan Sosiologi melalui jalur SNMPTN. Pada

(17)

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan taufik dan hidayah-Nya serta memberikan nikmat sehat dan akal kepada

penulis dan shalawat beserta salam akan selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peranan Sekolah Luar

Biasa dalam Pembinaan Anak Tunagrahita (Studi pada SMPLB Kelas Dharma Bhakti

Dharma Pertiwi Kemiling Bandar Lampung).”

Penulis menyadari sebagai manusia biasa, penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangan dan ketidaksempurnaan yang ditinjau dari segi teknis maupun segi materi

yang dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas.

Penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak saran dan bantuan-bantuan baik

berupa materi maupun non materi. Oleh karena itu penulis ingin mencapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu atas selesainya

skripsi ini kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan motivasi, dukungan dan

mengorbankan segalanya sebagai penyedia fasilitas serta kasih sayang dan doa

yang tiada henti-hentinya, thanks mom and dad,”one day I will make my mom

and dad proud.

(18)

3. Bapak Drs. Susetyo, M.si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik Universitas Lampung.

4. Ibu Dewi Ayu Hidayati, S.sos M.si, selaku dosen pembimbing yang telah senang

hati meluangkan waktunya dalam memberikan pengarahan, bimbingan serta

petunjuk yang bermanfaat dalam proses tersusunnya skripsi ini.

5. Ibu Dra. Yuni Ratnasari, M.si, selaku dosen pembahas yang telah senang hati

meluangkan waktunya dalam memberikan pengarahan dan petunjuk yang

bermanfaat dalam proses tersusunnya skripsi ini.

6. Buat Bang Wira yang selalu memberikan motivasi, dukungan berupa materi dan

non materi serta selalu mengingatkan tanggung jawab dan kewajibanku, “Okk

Bang!! janji dech gak jadi adek yang bandel lagi dan juga janji dech ga akan

boros lagi, heehehe” .Buat Kakakku Tecinta kak Tina yang selalu

mengingatkan tanggung jawab dan kewajibanku “ Makasih wah udah dengerin

curhatan-curhatanku dan sering dengerin keluh kesah, walaupun gw kadang

nyebelin dan buat malu-maluin tapi senengkan punya adek kayak gw . Buat

adikku tercinta Putri yang selalu mengingat kan akan tanggung dan kewajibanku

“ dek Enti terus semangat yaa,, Frère merci je, toujours prier et désireux jusqu'à

ce que son but a été atteint devenir médecin” amiin. Buat eyang, Merci Mamie

qui donne toujours la prière, la motivation et le soutien qui sans relâche sous la

forme de matériel et non. Buat nenek, “makasih nek atas doa yang selalu

(19)

selalu ada menemani dalam suka maupun duka, makasih ya ngay you’re the best

friend, buat Mimi “ Mimi kalo shopping baju jangan lama-lama pegel ni kaki

gw, buat Eka “Eka jangan sedih ya kan lagi gak punya pacar, hehhe, buat Anita,

“ kapan kita lari pagi lagi,? Tenang aja ta gw udah punya duit buat beli sepatu

lari, gak gak lagi yang kayak kemaren dech hahaha, buat Eliza” Elizha sorry ya

kalo gw dulu sering jadi tungguan lu di bawah pohon beringin, hhee, buat Tory

“kapan kita belanja bareng lagi,” buat Fitri, “makasih ya Fit telah jadi temen

super pengertian, hidup anak kost-kostn, buat Toina, makasi ya Entoy, kapan

kapan kalo ada makan bersama di rumah lu, jangan lupa kabarin gw lagi ya, buat

Lova, “makasi ya Va kalo gw seminar pasti lu jadi moderatornya,, terus

semangat va buat kita semua, buat Sukma, “miss gupek, gw pasti selalu

ngangenin lu.

8. Buat temen-temen sosiologi yang telah meberikan semangat dan dukungan,

Devi, Annisa, Bunga, Vitha, Wera, Anik, Sandra, Zikri, Rahmat, Gres, Panji

9. Buat temen temen pemerintahan, Nira, Arum, Nora, Nindi, Tomy, Dika, Tio,

Hendra, Diah. “makasih ya temen-temen udah nganterin kesana-kesini dan

sering buat repot kalian, saya bangga punya temen-temen kayak kalian yang

selalu dengerin keluh kesah, pemberi semangat yang tiada hentinya

10.Buat saudara saudaraku, Kak Lena, kak Yeye, kak Eka, Yi, kak Ian, Om, Minan

(20)

12.Buat temen-temen yang beda fakultas, Thrisia, Agung, Lady, Indah dan

teman-teman yang pernah berinteraksi dengan peneliti, thanks a lot sukses buat kita

semua, Amiin amin yarabbal alamin ya alloh.

13.Buat temen-temen KKN ku Lampung Barat, Rateh, Chupy, Tria Anasya,

Mariska, Fery dan ferdy

14.Buat tante Eva dan Mba Nur serta seluruh teman-teman kostn Kemuning

15.Bapak Tukiman S.Pd selaku pimpinan SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi Kemiling Bandar Lampung yang telah memberikan izin riset kepada

penulis dalam proses tersusunnya skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka dan semoga karya ini dapat

bemanfaat bagi semuanya. Amiin yarabbal alamin

Bandar Lampung 14 Juni 2012 Penulis,

(21)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan

selalu berhubungan dengan tema–tema kemanusiaan, artinya pendidikan

diselenggarakan dalam rangka memberikan peluang bagi pengakuan derajat

kemanusiaan. Pendidikan, disamping harus merespon keberagaman talenta

individual, pendidikan juga harus menghadapi rentang latar belakang budaya yang

luas dari kelompok yang akan membentuk masyarakat.

Memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali

anak berkebutuhan khusus. Hak pendidikan adalah adalah hak ekonomi, sosial dan

budaya. Negara mempunyai kewajiban (state obligation) untuk memenuhi

(fulfill), menghormati (to respect) dan melindungi (to protect) setiap hak

pendidikan yang dimiliki oleh setiap warga negaranya (Zamroni,2001).

Pada pasal 28 C UUD 1945 pun dikatakan bahwa setiap orang berhak

mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak

memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, berhak meningkatkan

(22)

negara dalam pemenuhan hak pendidikan adalah memfasilitasi, memajukan dan

menyediakan (Zamroni,2001).

Pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberikan kesempatan yang sama

dalam memperoleh pendidikan melalui berbagai upaya pemberdayaaan. Hal ini

telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 31 maupun pada UU No. 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan nasional pasal 5 ayat 2 yang menyatakan bahwa “warga

negara yang memiliki kelainan fisik emosional, mental, intelektual dan sosial

berhak memilih pendidikan khusus. Adanya UU tentang pendidikan memberikan

garis tebal bahwa pendidikan harus dilaksanakan secara merata dan tanpa

pengecualian.

Umumnya dalam dunia pendidikan terdapat dua entitas sosiologis yang berbeda

terhadap objek didik. Mereka yang memiliki latar belakang sosial yang secara

umum diterima dengan masyarakat kebanyakan (normal) dan mereka yang

memiliki keterbelakangan baik dalam hal fisik maupun mental (abnormal).

Individu yang memiliki kekurangan dalam hal fisik maupun mental (abnormal)

pada umumnya sering dianggap kurang memiliki rasa percaya diri dan cenderung

menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang kurang positif dan

cenderung bersifat apatis juga justru menambah beban permasalahan bagi para

penyandang cacat. Sebenarnya dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada

mereka harus disikapi secara positif agar mereka dapat mengembangkan

(23)

positif bagi keluarga, lingkungan, masyarakat dan pembangunan bangsa

(Tatang,2011).

Perlu adanya suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan bagi para penyandang cacat

fisik dan cacat mental untuk mendapatkan pendidikan yang layak dalam hal ini

fasilitas pendidikan yang lengkap dengan fasilitas-fasilitas penunjang sesuai

dengan pedoman dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Depdiknas, selain itu

juga menggunakan alat-alat modern dan tenaga pengajar yang berkompeten

dibidangnya.

Lembaga pendidikan adalah wadah yang sangat menunjang bagi tumbuh kembang

anak dalam mengeksperesikan dirinya bergaul dengan orang lain. Selain itu

lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk sistem bekal ilmu

pengetahuan namun juga sebagai lembaga yang memberi keterampilan atau bekal

hidup yang nanti diharapkan dapat bermanfaat dalam masyarakat. Sekolah luar

biasa (SLB) adalah salah satu jenis lembaga yang bertanggung jawab

melaksanakan pendidikan untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Namun faktnya lembaga pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan

anak-anak yang berkebutuhan khusus. Sebagian masyarakat pun ada saja berpikiran

bahwa anak-anak yang berkebutuhan khusus akan sia-sia jika berpendidikan tinggi

karena mereka tetap membutuhkan orang lain dalam menyokong hidupnya.

(24)

membuat mereka banyak menyerap pelajaran dari lingkungan terutama

teman-temannya dan medorong untuk menjadi mandiri.

Pembangunan SLB didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia

seutuhnya yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk

mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. SLB

memberi pelayanan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh warga

masyarakat khususnya bagi anak luar biasa. Anak luar biasa ialah anak yang

memiliki grafik perkembangan yang berbeda dari anak normal. Grafik tersebut

bisa naik turun. Anak luar biasa diantaranya tunagrahita, tunawicara, tunarungu,

tunalaras, tunanetra, tunadaksa, anak berkesulitan belajar dan anak yang terlampau

pintar (Somantri,2005).

Anak luar biasa seperti anak tunagrahita memiliki intelegensi yang terlambat.

Setiap klasifikasi selalu diukur dengan tingkat IQ mereka, disamping itu anak

tunagrahita memiliki keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungannya, yang terbagi menjadi tiga kelas yakni tunagrahita ringan,

tunagrahita sedang dan tunagrahita berat (Hallahan,1983).

1. Tunagrahita Ringan

Anak yang tergolong dalam tunarahita ringan memiliki banyak kelebihan dan

kemampuan, mereka mampu di didik dan dilatih. Misalnya, membaca,

menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan, tunagrahita ringan

(25)

begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun, karena itu

anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasan ekstra.

2. Tunagrahita Sedang

Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan, anak tunagrahita sedang

pun mampu diajak berkomunikasi. Namun, kelemahannya mereka tidak

begitu mahir dalam menulis, membaca dan berhitung. Tetapi begitu ditanya

nama dan alamat rumah akan degan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja di

lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula perlindungan diri

dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk

perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang.

3. Tunagrahita Berat

Anak tunagrahita berat disebut juga idiot karena dalam kegiatan sehari-hari

mereka membutuhkan pengawasan, perhatian dan pelayanan maksimal.

Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dari bahaya,

asumsi anak tunagarahita sama dengan anak idiot tepat digunakan jika anak

tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tunagrahita berat. Anak-anak.

penyandang cacat ini memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar

akibat kecacatan yang dimilikinya.

Pada saat ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengasumsikan 10 persen dari

penduduk suatu negara adalah penyandang cacat. Diperkirakan sekitar 50 persen

(26)

di Indonesia cukup tinggi, mencapai 6,6 juta orang atau tiga persen dari jumlah

penduduk sekitar 220 juta jiwa (KOMPAS,2011).

Jumlah penyandang cacat tersebut khususnya penyandang tunagrahita pada

kenyataannya masih kurang bisa diterima kehadirannya di lingkungan masyarakat

dengan beberapa alasan, diantaranya takut, jijik, malas, tidak cocok, hanya

merepotkan, membuat masalah dan banyak lagi. Ada banyak hal yang seharusnya

dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut sehingga tidak ada lagi kesenjangan

dan asumsi di lingkungan masyarakat mengenai anak yang berkebutuhan khusus

dengan anak normal pada umumnya. Salah satunya yaitu dengan tetap

memberikannya pendidikan dan kesempatan yang sama bersekolah dengan teman

sebayanya akan lebih baik. Tidak hanya siswa dan orang tua turut berjuang, guru

juga merasakan perjuangan dalam mendidik. Guru dituntut memiliki kepekaan dan

kesabaran luar biasa yang berbeda dari sekolah reguler biasa pada umumnya.

Namun beberapa sekolah biasa acap kali menolak siswa berkebutuhan khusus

dengan alasan mereka tidak mampu bersaing seimbang dengan teman sekitarnya.

Sebenarnya bukan ketidakmampuan mereka menjadi penghalang dalam

berprestasi. Buktinya ada Olimpiade Spesial Indonesia yang merupakan ajang

olimpiade untuk tunagrahita dengan segala keterbatasannya, perjuangan atlet

tunagrahita Indonesia pernah sukses merebut medali 15 emas, 13 perak, 11

(27)

Penanaman disiplin terhadap anak penting sekali, bagi anak tunagrahita yang

memiliki sifat–sifat selalu ingin dipuji dan disayang dengan baik. Penanaman

disiplin tersebut tidak lepas dari peranan orang tua dan ini mutlak diperlukan

dalam usaha membantu mendisiplinkan anak, karenanya orang tua harus betul–

betul memahami bahwa anak tunagrahita mempunyai kepribadian yang berbeda

dengan anak–anak normal berdasarkan pemahaman tersebut orang tua mengambil

suatu tindakan yang tepat dan positif.

Oleh karena itu, dalam mendewasakan anak tunagrahita orang tua harus

berperilaku sabar dan disiplin diri. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar

dan sengaja memberi pertolongan kepada anak dalam menuju kedewasaan

sehingga anak dapat berdiri secara mandiri dan dapat bertanggung jawab atas

perilakunya, termasuk didalamnya perilaku disiplin. Pembinaan anak tunagrahita

merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai

insan sejak dalam kandungan sampai usia dewasa. Pembinaan anak merupakan

tanggung jawab bersama antara orangtua atau keluarga, masyarakat, sekolah,

pemerintah dan anak itu sendiri. Pembinaan tersebut menentukan perkembangan

jasmani dan rohani anak sebagai kader penerus perjuangan bangsa.

Terkait dengan latar belakang diatas, SLB bagian C adalah pendidikan khusus

yang diharapkan dapat menangani permasalahan pada diri anak tunagrahita.

Melalui pembinaan yang ada di SLB tersebut maka peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai “Peranan Sekolah Luar Biasa dalam Pembinaan Anak

(28)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti

dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana peranan sekolah luar biasa dalam pembinaan anak tunagarahita?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

“Untuk mengkaji tentang peranan sekolah luar biasa dalam pembinaan anak

tunagrahita”.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat atau Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan

ilmu pengetahuan pada khususnya sosiologi pendidikan maupun bagi

masyarakat luas pada umumnya mengenai peranan pendidikan dan

pembinaan bagi anak tunagrahita di sekolah.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan

penelitian berikutnya yang sejenis.

Manfaat atau Kegunaan Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi

masyarakat sebagai komunitas sosial agar memahami secara proporsional

(29)

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan yang

berharga bagi para pengambil kebijakan terutama yang berkaitan dengan

pembinaan anak tunagrahita di sekolah.

3. Menyebarluaskan informasi mengenai arti pentingnya peranan pendidikan

di sekolah luar biasa dalam pembinaan anak tunagrahita.

4. Sebagai pendidik, maka pengetahuan dan pengalaman selama

mengadakan penelitian dapat ditransformasikan kepada peserta didik,

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Teori Struktural Fungsional Pendidikan

Istilah teori Struktural fungsional dikenal juga dengan teori fungsionalisme dan fungsionalisme struktural. Istilah Struktural Fungsional dalam teorinya

menekankan pada keteraturan (orde). Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Teori ini mempunyai asumsi bahwa setiap tatanan (struktur) dalam sistem sosial akan berfungsi pada yang lain, sehingga bila fungsional yang tidak

ada, maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Semua tatanan adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Sehingga teori ini cenderung memusatkan kajiannya pada fungsi dari suatu fakta sosial terhadap fakta sosial lain (Bakar,2012)

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa teori struktural fungsional tidak bisa terpisahkan. Stratifikasi yang ada dalam masyarakat mempunyai peran atau fungsi yang tidak bisa dipisahkan dengan “integrasi” (satu kesatuan yang utuh, padu)

(31)

Demikian sebaliknya Durkheim(1858-1917) berpendapat bahwa masyarakat secara keseluruhan dan lingkungannya akan menentukan tipe-tipe pendidikan yang

diselenggarakan. Demikian pula, pendidikan merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri dan kesadaran sosial (Bakar,2012).

Fungsionalisme Struktural tidak hanya berlandaskan pada asumsi-asumsi tertentu

tentang keteraturan masyarakat, tetapi juga memantulkan asumsi-asumsi tertentu tentang hakikat manusia. Fungsionalisme, manusia diperlakukan sebagai abstraksi yang menduduki status dan peranan yang membentuk lembaga-lembaga atau

struktur-struktur sosial. Fungsionalisme struktural secara implisit memperlakukan manusia sebagai pelaku yang memainkan ketentuan-ketentuan yang telah dirancang sebelumnya, sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan masyarakat. Tradisi pemikiran Durkheim untuk menghindari reduksionisme (fenomena alamiah

yang diciutkan dalam suatu hal yang lebih kecil) psikologis, para anggota masyarakat dipandang sebagai hasil yang ditentukan oleh norma-norma dan lembaga-lembaga yang memelihara norma-norma itu.

1. Pendidikan dalam Peranan Masyarakat

Peranan-peranan anggota masyarakat yang demikian akan membatasi peranan (fungsi kesemuanya sangat bermanfaat dalam pengendalian masyarakat, masing-masing akan mengetahui batas-batas kewenangannya, sehingga dalam

(32)

a. Bagaimana seharusnya melangkah dan bertindak sebagai seorang yang mengemban tugas dan pemeran sehubungan dengan beberapa kemungkinan,

prestise atau kepemimpinannya;

b. Bagaimana ia berbuat sebagai seorang anggota suatu bagian dari status kelembagaan dan perkumpulan-perkumpulan.

2. Pendidikan dalam Peranan-peranan Kelompok

Suatu kelompok dan peranan yang ada, agar dapat memuaskan atau memenuhi

seseorang, tentunya akan membiasakan kepentingan-kepentingan, kebutuhan-kebutuhan atau mendekatkan harapan-harapan pada para anggotanya. Hal ini dapat menjadikan suatu klik, asosiasi, kelas atau strata (lapisan/sturktur) masyarakat, suku atau golongan kedaerahan, kasta, dan lain-lain sejenisnya

dalam lingkungan masyarakat. Kelompok-kelompok sosial seperti ini dalam menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang stabil, lancar, dan tertib, para pemimpin dan masing-masing anggotanya harus dapat bertindak memainkan

peranan-peranan antara lain (Bakar,2012).

a. Memainkan peranan kelompok sepenuhnya dalam kelompok

masing-masing, tanpa kehendak untuk memaksakan peranan-peranan itu kepada

para anggota kelompok lainnya;

b. Dapat memainkan peran kelompoknya bersama-sama kelompok lain,

apabila diantara kelompok-kelompok itu telah terjadi kesepakatan bersama atau penyilangan kultur, biasanya dalam rangka penggabungan menjadi

(33)

c. Sama sekali membatasi peranan-peranan kelompoknya dan menyusuaikan dengan pernanan sosial dalam mengadakan interelasi atau

hubungan-hubungan antar kelompok dalam lingkungan masyarakat, mencegah benturan-benturan dengan cara lebih menghargai atau menghormati peranan sosial.

3. Penerapan Teori Struktural-Fungsional dalam Pendidikan di Sekolah

Depdiknas (1999) dalam bukunya Manajemen Pendidikan Mutu berbasis Sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Dirjen Dikdasmen mengungkapkan beberapa indikator yang menjadi karesteristik dari konsep MPBS sekaligus merefleksikan peran dan tanggung

jawab masing-masing pihak antara lain; (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (2) sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (3) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (4) adanya harapan yang tinggi

dari personil sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya, termasuk siswa) untuk berprestasi, (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif dan pemanfaatan hasilnya

untuk penyempurnaan atau perbaikan mutu, (7) adanya komunikasi dan dukungan insentif dar orang tua siswa dan masyarakat lainnya (Bakar,2012).

Oleh karenanya penulis dapat menyimpulkan bahwa praktek teori

(34)

masing-masing pihak harus selalu menjadi prioritas dalam rangka membangun intergrasi solid di sekolah terutama yang erat kaitannya dengan peningkatan

mutu pendidikan .

3. Ruang Lingkup Sosioogi Pendidikan

Masalah-masalah yang diselidiki sosiologi pendidikan antara lain meliputi pokok-pokok berikut ini (Karsidi,2005).

a. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat 1. Hubungan pendidikan dengan sistem sosial atau struktur sosial,

2. Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan,

3. Fungsi pendidikan dalam kebudayaan,

4. Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau usaha mempertahankan status quo dan

5. Fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan sebagainya.

b. Hubungan antar manusia di dalam sekolah

Lingkup ini lebih condong menganalisis struktur sosial di dalam sekolah yang memiliki karakter berbeda dengan relasi sosial di dalam masyarakat luar sekolah, antara lain yaitu:

1. Hakikat kebudayaan sekolah sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan di luar sekolah, dan

(35)

meliputi berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola kepemimpinan informal sebagai terdapat dalam clique serta

(36)

pendidikan dalam masyarakat serta integrasinya di dalam keseluruhan kehidupan masyarakat.

4.Fungsi dan Peranan Lembaga Sekolah

Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga maka sekolah bertugas mendidik, mengajar, memperbaiki dan memperhalus tingkah

laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sementara dalam perkembangan kepribadian anak didik, peranan sekolah dengan melalui kurikulum antara lain yaitu (Karsidi, 2005).

a. Anak didik belajar bergaul sesama anak didik antara guru dengan anak didik, anak didik dengan orang bukan guru (karyawan)

b. Anak didik belajar mentaati peraturan-peraturan sekolah

c. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara

Jelasnya bisa dikatakan bahwa sebagian besar pembentukan kecerdasan

(37)

Tentang fungsi sekolah itu sendiri, sebagaimana yang dipaparkan oleh Suwarno, 1990 (dalam Hasbullah,1999) adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan

disamping bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh, fungsi sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan.

Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral

b. Spesialisasi, sebagai konskuensi makin meningkatnya kemajuan masyarakat

ialah makin bertambahnya diferensiasi sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Sekolah mempunyai fungsi sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

c. Efisiensi, terdapatnya lembaga sekolah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi dibidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat lebih efisien, sebab:

1. Apabila tidak ada sekolah dan pekerjaan mendidik hanya harus dipikul

oleh keluarga, maka hal ini tidak akan efisien, karna orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya serta banyak orang tua tidak mampu melaksanaka pendidikan yang dimaksud

2. Pendidikan sekolah dilaksanakan dalam program yang tertentu dan

sistematis

(38)

d. Sosialisasi, sekolah mempunyai peranan yang penting didalm proses sosialisasi, yaitu proses membantu perkembangan individu menjadi

makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di masyarakat, sebab bagaimanapun akhirnya dia berada di masyarakat

e. Konservasi dan transmisi kultural, fungsi lain dari sekolah adalah memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan

menyampaikan warisan kebudayaan tadi (transmisi kultural) kepada generasi muda dalam hal ini tentunya adalah anak didik

f. Transisi dari rumah ke masyarakat ketika berada di kelkuarga, kehidupan

anak serba menggantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah dimana ia mendapt kesemmpatan untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab sebagai persiapan sebelum kemasyarakat

5. Peningkatan Taraf Hidup melalui Pendidikan

Clark (1994) dalam bukunya yang berjudul, An Investment in People, menyatakan bahwa, “experiment in law-income communities show cleary thy education can be used to help people obtain a higher standard of living through

their own efforts”. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dapat dipergunakan

untuk membantu penduduk dalam meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih tinggi melalui usaha mereka sendiri. Penegasan ini berdasarkan hasil

(39)

ekonomi mendapat tekanan lebih berat, maka out put dari pendidikan akan dapat berusaha lebih baik dalam menghadapi segala persoalan tentang

kesejahteraannya (Karsidi,2005).

Sebaliknya perkembangan ekonomi juga dapat membantu proses pendidikan karena dengan meningkatnya ekonomi baik nasional maupun masyarakat

sekitar tempat di gelarnya pendidikan berarti meningkat pula kekuatan untuk memikul biaya pendidikan. Masalah ekonomi mempunyai pengaruh yang sangat jelas terhadap kelancaran kegiatan pendidikan dan bahkan ditekankan

bahwa kurikulum juga dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan dari pekerjaan perdagangan dan industri. Kenyataannya memang demikian, berbagai masalah yang berhubungan dengan perburuhan, perdagangan dan industri memang harus dipertimbangkan dalam menyusun kurikulum. Kurikulum yang baik memang

memperhatikan kenyataan-kenyataan yang ada di masyarakat.

B. Peranan Sekolah Luar Biasa 1. Pengertian Peranan

Menurut Abdulsyani (1992) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu perangkat atau tingkah laku seseorang dalam melaksanakan

(40)

dengan fungsi dan kedudukan tersebut. Berarti ketika seseorang telah melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap suatu kedudukan maka seseorang

tersebut telah dapat dikatakan berperan.

Menurut (Soekanto,1982) peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan

kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

Sedangkan menurut pendapat Slamet (1984) peranan adalah tingkah laku atau perilaku yang perlu dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi

di dalam suatu sistem sosial.

Berdasarkan pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa peranan merupakan kumpulan harapan, sikap dan tindakan yang terencana seseorang yang

mempunyai status tertentu dalam masyarakat.

Menurut (Soekanto,1982) peranan mencakup tiga hal yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikaitkan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Menurut (Soekanto,1982), peranan mepunyai beberapa unsur antara lain

(41)

2. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri. Peranan ini merupakan hal yang harus dilakukan individu pada situasi tertentu.

3. Peranan yang dilaksanakan atau dikerjakan. Peranan ini merupakan peranan yang sesungguhnya dilaksanakan oleh individu dalam pola perilaku yang nyata, peranan ini senantiasa dipengaruhi oleh kepribadian.

Soerjono mengutip pendapat Marion J. Levy Jr, bahwa ada beberapa pertimbangan dalam pembahasan tentang berbagai macam peranan yang

melekat pada individu-individu dalam masyarakat, sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut (Abdulsyani,1992).

1. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilakasankan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

2. Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih dahulu terlatih dan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya. 3. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak

mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat, oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.

4. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut

Berdasarkan pengertian diatas memberikan gambaran bahwa peranan lebih

banyak menyangkut fungsi dan tugas penyesuaian diri dari suatu proses guna mencapai suatu tujuan bersama yang dilaksanakan oleh orang atau lembaga yang memangku porsi dalam suatu sistem sosial dengan memenuhi hak dan

(42)

Penelitian ini yang akan diukur adalah apa saja fungsi peranan sekolah luar biasa dalam memberikan pembinaan bagi anak tunagrahita.

2. Pengertian Sekolah Luar Biasa

Sekolah Berkebutuhan Khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah yang secara khusus menangani anak tuna sesuai dengan jenis ketunaannya

dimana mereka memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional dan mental sosial (Arysastra,2008).

Sedangkan menurut (Widjajantin,1991) sekolah luar biasa merupakan sekolah yang menangani anak yang mengalami penyimpangan dalam segi fisik, sosial, dan emosional sehingga tidak mampu memanfaatkan program sekolah biasa.

Sedangkan bentuk penyelenggaraannya meliputi: SLB/A bagian Anak Tunanetra, SLB/B bagian Anak Tunarungu, SLB/C bagian Anak Tunagrahita, SLB/D bagian Anak Tunadaksa, SLB/E bagian Anak Tunalaras, SLB/F bagian

anak berbakat dan autis, SLB/G bagian Anak Tunaganda) dan bagi ABK bisa masuk ke sekolah reguler yang dikenal sebagai Inklusi.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang dirancang khusus bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga membantu

(43)

3. Peranan Sekolah Luar Biasa

Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Pada zaman sekarang keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam

mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat. Peranan lebih banyak menyangkut fungsi dari suatu proses guna mencapai tujuan bersama maka menurut (Karsidi,2005) fungsi sekolah sebagai

lembaga pendidikan yaitu antara lain.

1. Sekolah mempersiapkan seseorang untuk mendapat suatu pekerjaan 2. Sekolah memberikan keterampilan dasar

3. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib

4. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan 5. Sekolah membentuk manusia sosial

Oleh karena itu sekolah sebagai pusat pendidikan harus mampu secara optimal

mengembangkan kemampuan untuk meningkatkan mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia. Metode pendidikan pun disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan mental, fisik, maupun sosial seorang anak sehingga fungsi dari peranan sekolah itu sendiri dapat terwujud. Sehubungan dengan hal

(44)

a. Fungsi preventif yaitu upaya pencegahan agar tidak muncul hambatan belajar dan hambatan perkembangan akibat dari kebutuhan khusus

tertentu. Hambatan belajar pada anak dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu akibat faktor lingkungan, akibat faktor dari dalam diri anak itu sendiri dan faktor akibat interaksi antara lingkungan dengan faktor penyebab dalam diri anak.

b. Fungsi intervens dapat diartikan sebagai upaya menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang sudah terjadi pada diri anak agar dapat mencapai perkembangan optimum sejalan dengan potensi yang

dimilikinya

c. Fungsi kompensasi dalam kontek pendidikan kebutuhan khusus diartikan sebagai upaya pendidikan untuk menggantikan fungsi yang hilang atau

mengalami hambatan dengan fungsi yang lain. Melalui upaya kompensasi, anak akan tetap dapat mengikuti akitivitas belajar seperti yang dilakukan oleh anak lainnya dengan cara-cara yang dimodifikasi dan disesuaikan dengan mengganti fungsi yang hilang atau tidak berkembang dengan

fungsi lainnya yang masih utuh.

Selain fungsi SLB sebagai penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan

khusus, SLB juga mempunyai peran sebagai pusat sumber, maka peran tersebut menurut (Alimin,2005) menjadi bertambah, diantaranya:

1. Sosialisasi, advokasi, informasi, penerangan ke sekolah sebagi penyelenggara pendidikan formal dan informal

(45)

3. Memberikan layanan dan bimbingan kependidikan bagi anak

berkebutuhan khusus

4. Melakukan penjaringan anak berkebutuhan khusus.

5. Melaksanakan pelatihan untuk persiapan pelaksanaan layanan pendidikan inklusif.

6. Penelitian dan penelaahan tentang kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan anak.

7. Penelitian dalam pengembangan metode dan strategi mengajar yang adaptif pada setiap individu.

8. Merencanakan dan melaksanakan jejaring yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak.

9. Merencanakan dan melaksanakan lingkungan pendidikan yang ramah bagi setiap anak.

10. Merencanakan, membuat dan mengadakan berbagai alat bantu mengajar. 11. Mengadakan advokasi yang terus-menerus, melalui berbagai media. 12. Melakukan pelatihan profesional untuk guru pembimbing khusus

dan profesional lainnya.

13. Mengatur penempatan guru pembimbing khusus. 14. Pelatihan vokasinal dan penyalurannya

Menurut (Rochyadi dan Alimin,2003:30). Terdapat tiga jenis tujuan dalam pendidikan bagi anak tunagrahita diantaranya adalah: Kecakapan akademik,

kecakapan vokasional dan kecakapan generik. Kecakapan vokasional yang diharapkan yaitu hidup secara mandiri, kecakapan generik yang meliputi; kecakapan personal dan kecakapan sosial, selain itu kecapakan akademik antara lain mencakup kemampuan membaca, menulis dan berhitung.

Tugas utama pendidikan tunagrahita ialah membina individu agar mandiri dalam kehidupannya. Mereka harus dioptmalkan potensinya sehingga dalam kehidupan tetap mampu berperan serta mengisi kehidupan ini sesuai dengan

(46)

sederhana diperlukan kecakapan hidup khususyang dapat dilakukan oleh tunagrahita. Kecakapan hidup yang perlu dimiliki oleh individu dikelompokkan

menurut(Hardi,2002) seperti dibawah ini

1. Kecakapan personal mencakupi: menghayati diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, anggota masyarakat, warga negara serta menyadari,

mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.

2. Kecakapan berfikir rasional meliputi: menggali dan menentukan informasi, mengolah informasi dan mengambil keputusan serta memecahkan masalah secara kreatif.

3. Kecakapan sosial mencakupi: berkomunikasi dengan empati, serta bekerjasama berempati dan bersikap penuh pengertian.

4. Kecakapan akademik meliputi identifikasi variable, merumuskan hipotesis

dan melaksanakan penelitian.

5. Kecakapan vokasional merupakan keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di dalam masyarakat.

Lima komponen kecakapan tersebut digolongkan menjadi dua macam yaitu kecakapan umum (general skill) dan keckapan khusus (spesifik skill). Kecakapan umum merupakan dasar dari kecakapan hidup yang dikembangkan

(47)

terdiri atas kecakapan personal, kecakapan berpikir rasional dan kecakapan sosial, sedangkan kecakapan khusus terdiri dari kecakapan akademik dan

kecakapan vokasional. Kedua kelompok kecakapan itu dalam implementasi di kehidupan di padukan secara integratif. Pemaduan secara interagtif merupakan wujud kecakapan hidup yang diaktualisasikan oleh individu dalam kehidupan karena pemecahan masalah dalam kehidupan dituntut kemampuan individu

menggunakan potensi dari beberapa komponen keckapan hidup tersebut.

Berdasarkan fungsi peranan SLB diatas maka dapat disimpulkan bahwa peran

SLB dalam pembinaan anak tunagrahita yaitu sebagai wadah pendidikan anak tunagrahita dan juga sebagai wadah sosialisasi anak tunagrahita.

Peran SLB sebagai wadah pendidikan yaitu pertama menanamkan perilaku

afektif dan mengembangkan kemampuan kognitif (Puspitasari, 2010): a. Menanamkan perilaku afektif

Menanamkan perilaku afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur. Ada 5 (lima) tipe

karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral

1. Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui

(48)

adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran dan kondisi pembelajaran

2. Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. 3. Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap

kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan

mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik.

4. Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh

individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif.

5. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap

kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

b. Mengembangkan kemampuaan kognitif

(49)

semua keterampilan akademik yang berhubungan dengan wilayah persepsi, memory, kemunculan ide-ide, evaluasi dan penalaran.

Kemampuan kognitif erat kaitannya dengan kemampuan berpikir. Berpikir adalah proses yang intens untuk memecahkan masalah, dengan

menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga mendapatkan pemecahan.

Oleh karena itu berpikir melibatkan kemampuan untuk membayangkan atau

menyajikan objek-objek yang tidak ada secara fisik atau kejadian-kejadian yang

tidak sedang berlangsung.

Masih dalam bukunya, Puspitasari (2010) Peran SLB sebagai wadah sosialisasi yaitu pertama mengembangkan kemampuan berbahasa dan melatih keterampilan adaptif

d. Mengembangkan kemampuan berbahasa

Bahasa didefenisikan sebagai perilaku simbolik mencakup kemampuan

mengikhtisarkan, mengikatkan kata-kata dengan arti dan menggunakannya sebagai simbol untuk berpikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan. Kemampuan bahasa pada anak tunagarahita meliputi kemampuan berkomunikasi anak tunagrahita.

Kebutuhan komunikasi pada anak tungrahita meliputi kebutuhan :

1. komunikasi ekspresif seperti menjawab pertanyaan tentang identitas diri

(50)

2. Komunikasi reseptif, seperti mampu memahami apa yang disampaikan oleh teman atau orang lain, mau mendengarkan percakapan orang lain,

memahami simbol-simbol yang ada di lingkungan sekitar seperti tanda kamar kecil untuk pria dan wanita, tulisan sederhana di tempat umum.

e. Melatih Keterampilan Adaptif

1. Personal living skills (keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari), menyangkut keterampilan menolong diri, makan, berpakaian, pergi kekamar mandi, keterampilan sensorimotor, memelihara barang

milik sendiri.

2. Social living skills (keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan), menyangkut keterampilan sosial: keterampilan menilai lingkungan secara

tepat (berhubungan dengan tatakrama), menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki dalam kehidupan sehari-hari (memahami arah untuk bepergian, menggunakan uang dalam berbelanja) dan keterampilan

menyesuaikan diri dengan lingkungan terdekat.

Ada tiga bentuk perilaku adaptif individu terhadap lingkungan yaitu:

1. Fungsi mandiri (Independent functiuonal): adalah kemampuan individu

(51)

2. Tanggung jawab pribadi (Personal responsibility) : adalah kemampuan individu untuk mencapai tugas-tugas penting yang mampu mereka capai,

kemampuan memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka.

3. Tanggung jawab sosial (Social responsibility) : kemampuan individu untuk menerima tanggung jawab sebagai anggota dari suatu komunitas dan

melaksanakan tingkah laku yang sesuai dengan harapan kelompok itu.

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memfokuskan bentuk peranan Sekolah Luar Biasa secara umum dengan indikator sebagai

berikut:

1. Menanamkan perilaku efektif

2. Mengembangkan kemampuan kognitif

3. Mengembangkan kemampuan berbahasa

4. Melatih keteramapilan adaptif

C. Pembinaan Anak Tunagrahita 1. Pengertian Pembinaan

(52)

Prinsip-prinsip pembinaan menurut (Hidayat,1978) yaitu

a. Berlanjutnya usaha pembinaan yang memotivasi subjek didik, yaitu kesadaran akan apa yang dipelajari dan mengapa harus dipelajari

b. Berhasilnya suatu usaha suatu latihan ditentukan oleh seberapa jauh anak didik mampu menerapkan latihan kedalam kehidupan sehari-hari

c. Latihan akan mencapai hasil optimal apabila subjek didik menghayati melalui pengalaman diri sendiri

d. Berlangsungnya suatu pembinaan didasarkan atas dasar prinsip perpaduan antara minat, kebutuhandan kemampuan

e. Pembinaan harus bersifat kontinyu dengan berorientasi ke masa lalu dan ke masa depan

Menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1988) pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna memperoleh hasil yang baik. Pengertian diatas jelas bahwa pembinaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terpola dan terarah guna mencapai suatu

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan kegiatan tersebut merupakan usaha untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik.

Berdasarkan penjelasan diatas pembinaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang berguna dan tindakan itu berupa pengarahan, bimbingan dan pengembangan yang bertujuan untuk:

a. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa b. Memperkokoh kepribadian dan kedisiplinan

c. Memupuk kesegaran jasmani

d. Mengembangkan keterampilan

(53)

2. Pengertian Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita sebagai bagian dari anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang kecerdasannya berada di bawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik umum

tunagrahita (Somantri,2005):

1.Keterbatasan Inteligensi

Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan

menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak. kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan dan kemampuan untuk merencakan masa depan. Anak tunagrahita

memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemapuan belajarnya cenderung tanpa pengertian

(54)

2.Keterbatasan Sosial

Selain keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar,

tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatanya.

3.Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya

bila mengikuti hal-hal yang rutin secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegitan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.

Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya karena

(55)

dan lemah, pertama, kedua dan terakhir perlu menggunakan pendekatan yang konkret.

Selain itu anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, benar dan salah. Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat

membayangkan terlebih dahulu konskuensinya dari suatu perbuatan.

(American Asociation on Mental Deficiency/AAMD) mendefinisikan

Tunagrahita sebagai kelainan (Hallinan,1985)

1. yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub- average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes;

2. muncul sebelum usia 16 tahun;

3. menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.

Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded sebagai berikut (Somantri,2005)

a. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.

b. Kekurangan dalam perilaku adaptif.

c. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun

Peristilahan dan batasan-batasan Tunagrahita (Somantri, 2005)

1. Mental Retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai latar belakang mental.

(56)

3. Mental Subnormality, digunakan di Inggris dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai latar belakang mental.

4. Mental Deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang organ tubuh.

5. Mentally Handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.

6. Intellectualy Handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.

7. Intellectual Disabled, istilah ini banyak digunakan PBB.

Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut

(Somantri,2005)

1. Lemah fikiran ( feeble-minded);

2. Terbelakang mental (Mentally Retarded); 3. Bodoh atau dungu (Idiot);

9. Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat; 10. Mental Subnormal;

3. Bentuk-bentuk Pembinaan Anak Tunagrahita

Pelaksanaan layanan pembinaan yang diberikan kepada siswa di SLB bervariasi sesuai dengan hasil dari identivikasi dan asesmen, sehingga program pembinaan sifatnya individual. Bagi siswa yang mengikuti

(57)

mengalami gangguan koordinasi-motorik. Apabila ada tenaga Okupasional Terapist dapat bekerjasama sehingga hasilnya dapat lebih optimal.

Kewenangan dalam penanganan bidang terapi okupasional (OT) adalah

profesi bidang para medis yaitu okupasional terapis, namun guru pendidikan khusus dapat memberikan pembinaan tersebut melalui program-program pembinaan yang ada di SLB (Chita,2011).

Program pembinaan untuk anak tunagrahita dapat dilakukan melalui pelatihan yakni dengan melakukan bimbingan fisik yaitu melatih perkembangan

motorik atau gerakan secara khusus, bimbingan mental yaitu salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar

dari sifat tercela sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja. Bimbingan sosial yaitu mengembangkan aspek dalam hal perkembangan bahasa dan perilaku adaptif dengan cara menyesuaikan diri

terhadap lingkungan belajar (Puspitasari,2010).

Berdasarkan bentuk program pembinaan anak tunagrahita diatas dapat disimpulkan bahwa pembinaan merupakan latihan dan bimbingan yang

diberikan anak tunagrahita dalam mengembangkan potensi-potensinya agar dia bisa menjalani hidup yang bermartabat.

(58)

D. Kerangka Pemikiran

Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema–tema kemanusiaan. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam rangka memberikan peluang bagi

pengakuan derajat kemanusiaan.

Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam

interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal oleh karena itu anak terbelakang

mental membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus, yakni disesuaikan dengan kemampuan anak itu.

Umumnya masyarakat kurang mengacuhkan anak tunagrahita, bahkan tidak dapat membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran mengenai masa depan anaknya yang tunagrahita. Mereka tidak

mengetahui layanan yang dibutuhkan oleh anaknya yang tersedia di masyarakat. Saudara-saudaranya ketika memasuki usia remaja mengetahui hal-hal menyangkut emosionalnya, kehadiran saudaranya yang tunagrahita

(59)

mengakibatkan ketegangan orang tua, terlebih bagi para ibu yang selama ini menyayangi orang tersebut.

Berbicara tentang peranan SLB dalam rangka memberikan pembinaan pada anak tunagrahita melalui program-program yang diimplementasikan secara terarah pada suatu masalah berarti kita mengarah pada peranan dari SLB yang

dibagi menjadi dua peran fungsi yaitu sebagai wadah pendidikan dan wadah sosialisasi

1. Sebagai wadah pendidikan yaitu pertama menanamkan perilaku afektif, kedua mengembangkan kemampuan kognitif.

2. Sebagai wadah sosialisasi yaitu pertama mengembangkan kemampuan

berbahasa, kedua dapat melatih keterampilan adaptif yaitu keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari (personal living skills) dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (social living skills)

(60)

Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan dengan sebuah skema kerangka pikir sebagai berikut

Skema Kerangka Pikir

Peranan Sekolah Luar Biasa

Sebagai wadah pendidikan anak tunagrahita:

Menanamkan

perilaku afektif

Mengembangkan

kemampuan kognitif

Sebagai wadah sosialisasi anak tunagrahita:

Mengembangkan

kemampuan berbahasa

Melatih keterampilan

adaptif

(61)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi

SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi didirikan atas prakarsa Yayasan

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi yang beralamat di Jl. Cendana No.19 Jakarta

Pusat dengan Pembina Yayasan yaitu ketua umum Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi (istri Panglima TNI). Pada awalnya mulanya sekolah yang berstatus

swasta ini mendapat ijin operasional untuk SLB C yang merupakan lembaga

pendidikan formal khusus untuk anak-anak yang menderita kelainan dari segi

fisik atau mental yang disebut tunagrahita yaitu No. A, 11.3233/I.12/T/1988

tanggal 30 maret 1988 No. Register/NSS: 83412600701 terhitung tanggal 8

Agustus 1988.

Kemudian untuk SLB B yang merupakan lembaga pendidikan formaml

khusus untuk anak-anak yan menderita kelainan dari segi pendengaran atau

disebut tunarungu mendapat izin operasional No. 1906/I.12/1992 tanggal 5

Agustus 1992 No. Register/NSS: 822126001003 terhitung tanggal 1 juli 1991.

Saranan dan prasaranan pada awalnya di SLB B dan C Dharma Bhakti

(62)

prasarana pun ditambah, dengan menggunakan dana yayasan dan ajuan

proposal ke pemerintah sehingga pada saat ini segala fasilitas penunjang

belajar peserta didik dan fasilitas penunjang keterampilan jumlahnya

memadai. Walaupun sekolah ini berstatus swasta tetapi mengingat

Pememrintah telah menetapkan isi dan standar kompetensi kelulusan untuk

pendidikan dasar dan menengah yang telah disahkan oleh Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No 22 dan 23 tahun 2006, maka pengembangan

perangkat pembeljaran di sekolah menjadi tanggung jawab setiap satuan

pendidikan di bawah pembinaaan Dinas Pendidikan Provinsi.

B. Visi Sekolah

Mengoptimalkan potensi peserta didik menuju insan mandiri dan bertakwa

dalam suasana belajar yang nyaman.

C. Misi Sekolah

1. Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,

seta keterampilan pada satuan pendidikan dasar.

2. Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan pada satuan pendidikan menengah

3. Mengembangkan kemampuan peserta didik dibidang akademik, olahraga,

seni budaya dan keterampilan sesuai potensi, minat dan bakat.

4. Meningkatkan pengelolaan sekolah sesuai ketentuan, dalam rangka

(63)

5. Mewujudkan warga belajar yang memiliki kepedulian dalam menciptakan

lingkungan sekolah yang nyaman.

D. Tujuan Sekolah

1. Menyiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan dasar, kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan sesuai

potensinya

2. Menyiapkan peserta didik agar memiliki keterampilan untuk hidup

mandiri

3. Membekali peseta didik dibidang olahraga, keterampilan, seni budaya

untuk dapat berkompetensi

4. Membekali peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang

lebih lanjut

5. Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat

E. Keadaan Siswa/i SLB B dan C Kemiling Bandar Lampung

Jumlah siswa SLB B dan C tahun ajaran 2011/2012 terdiri dari:

1. SLB-B jumlah 91 siswa (SDLB-B 52 siswa, SMPLB-B 26 siswa dan

SMALB-B 13 siswa).

2. SLB-C jumlah 62 siswa (SDLB-C 32 siswa, SMPLB-C 10 siswa dan

SMALB-C 20 siswa).

Gambar

Table 1. Sarana dan Prasarana SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma
Table 2. Sarana dan Prasarana Penunjang Ekstrakurikuler SLB B dan C
Table 3. Sarana Transportasi  Penunjang KBM (Kegiatan Belajar
Table 4. Data Pendidik dan Kependidikan SLB B dan C Dharma Bhakti Dharma

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat penulisan tugas akhir ini dapat mengevaluasi kinerja system tenaga listrik sesudah perubahan status PLN Cabang Nias sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan

Berdasarkan analisis tersebut disimpulkan bahwa pada taraf signifikan 5% diperoleh hasil sebagai berikut: (1) tidak ada pengaruh yang signifikan antara

bimbingan I: Prof. Syaifuddin Sabda, M.Ag dan II: Dr. Husnul Yaqin, M.Ed, pada Pascasarjana UIN Antasari Banjarmasin, 2017. Kata Kunci: Supervisi Akademik, Kepala Sekolah,

mahasantri sendiri ada yang menganggap remeh. Sehingga dari mereka masih ada yang berlangganan terkena punishment. meskipun sudah tidak banyak sih, tapi ya tetap

Sedangkan data yang tidak dapat diukur langsung pada foto udara dilakukan dengan teknik statistik yang menggunakan karakt e ristik pohon atau teg aka n yang dapat

Analisa terhadap kelemahan sistem yang lama dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan apa saja yang tidak optimal dalam sistem tersebut, yang dapat diidentifikasi

Untuk itu, dalam menilai keberhasilan pelaksanaan kinerja organisasi dilaporkan beberapa indikator kinerja sebagai kriteria keberhasilan kinerja suatu organisasi,

teknik dalam pengajaran sehingga membuat siswa tertarik dengan materi yang akan disampaikan, (b) untuk meningkatkan performa guru dalam melaksanakan pembelajaran,