• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 2 KARANG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH 2 KARANG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DI KELAS XI

SMA MUHAMMADIYAH 2 KARANG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Rosidah Nurul Latifah

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan hubungan intensitas komunikasi interpersonal siswa dengan kemampuan komunikasi di kelas XI SMA

Muhammadiyah 2 Karang Tengah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian korelasional. Sampel dalam penelitian 28 orang. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat dan teknik pengumpulan data menggunakan angket.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) intensitas komunikasi interpersonal (X) dominan pada kategori sedang atau cukup sering dengan persentase 53,6%, (2) kemampuan komunikasi di kelas (Y) dominan pada kategori mampu dengan persentase 57,2%, (3) terdapat hubungan yang positif, signifikan, dan kategori keeratan sedang antara intensitas komunikasi interpersonal dengan kemampuan komunikasi di kelas, artinya semakin sering intensitas komunikasi interpersonal siswa maka semakin baik pula kemampuan komunikasi di kelas.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses dan usaha manusia didalam menggali dan mengembangkan potensi diri anak didik yang dapat melalui suatu proses pembelajaran atau cara lainnya yang telah diakui dan diketahui masyarakat guna menyiapkan manusia untuk mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan mampu ikut serta dalam pembangunan bangsa.

Pendidikan memiliki fungsi utama dalam kehidupan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Bab II Pasal 3 yakni :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi warga negara yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

(3)

mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran.

Belajar adalah sebuah tindakan aktif untuk memahami dan mengalami sesuatu. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Jadi, proses belajar terjadi jika anak merespon stimulus (rangsangan) yang diberikan guru, selain itu untuk meraih pembelajaran yang efektif peserta didik juga dapat dibimbing oleh guru dari pengetahuan sebelumnya yang mereka miliki yang tersimpan dalam ingatan dan pemikiran mereka (kognitif) dengan menggunakan teori dan metode pembelajaran dengan tepat. Jika hal itu belum terjadi maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan optimal.

Kemudian seperti yang dituturkan siswa pada saat dilakukan wawancara oleh peneliti pada hari jum’at tanggal 25 Januari 2013 pukul 09.00 di SMA

(4)

Pelaksanaan sistem itulah yang kemudian memperoleh kritik dari banyak pakar yang berpihak kepada sistem pendidikan individual. Salah satunya adalah Horward Gardner, seorang professor ilmu syaraf (neurology) dari Universitas Harvard pada tahun 1984. Kontribusi Gardner yang sangat besar dalam ilmu pendidikan dan ilmu pengetahuan pada umumnya adalah teori tentang kecerdasan ganda yang lebih lazim disebut Kecerdasan Majemuk atau Multiple Intellegences.

Menurut Gardner, kecerdasan itu tidak hanya diartikan sebagai IQ saja seperti yang berlaku selama ini, namun kecerdasan itu menyangkut kemampuan seseorang memecahkan atau menyelesaikan. Menurut Gardner, jenis pekerjaan, karir, atau profesi tertentu akan melibatkan kombinasi dari beberapa macam kecerdasan. Jarang sekali jenis pekerjaan tertentu itu yang hanya memerlukan satu dari beberapa kecerdasan. Namun, dapat juga dipastikan bahwa jenis pekerjaan tersebut akan memerlukan satu kecerdasan yang sangat dominan.

Mendukung teori Multiple Intellegences Horward Gardner, sebuah penelitian di Harvard University Amerika Serikat, menunjukkan bahwa ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Kenyataan di lapangan banyak kita jumpai bahwa di satuan

(5)

muatan hard skill. Bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill.

Terkait dengan interaksi pembelajaran. Sebagai kata kunci dalam interaksi pembelajaran adalah komunikasi. Sekalipun setiap orang dipastikan dapat melakukan komunikasi terhadap orang lain akan tetapi tidak semua orang dapat berkomunikasi dengan baik. Terlebih komunikasi antara guru dengan siswa, suatu hal yang tidak asal komunikasi. Komunikasinya bersifat edukatif. Bukan hanya menyampaikan pikiran-pikiran dan narasi tetapi menyampaikan pikiran-pikiran dan narasi yang mendidik.

Untuk itu pada hari Senin tanggal 28 Januari 2013 peneliti melakukan wawancara dengan ibu Sari (bukan nama sebenarnya). Ibu Sari menuturkan bahwa ketika pembelajaran berlangsung di kelas siswa jarang sekali yang aktif di kelas, seperti dalam kegiatan diskusi kelompok. Kebanyakan siswa cenderung pasif. Siswa akan menjadi lebih aktif ketika mereka memiliki rasa kebersamaan di kelas tersebut (sense of colektive). Rasa kebersamaan ini dapat dibina dari komunikasi yang dilakukan guru ataupun siswa yang lain agar dirinya merasa di terima (Sense of membershif). Perasaan diterima inilah sebagai salah satu komponen yang dapat menumbuhkembangkan siswa. Ketika seseorang diterima, dihormati, dan disenangi orang lain dengan segala bentuk keadaan dirinya, maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan penerimaan dirinya.

(6)

oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget (dalam Dahar, 1996) bahwa perumusan pertanyaan merupakan salah satu bagian yang penting dan paling kreatif dalam pendidikan

Siswa SMA dalam masa belajarnya terbagi dalam tiga program penjurusan yaitu IPA, IPS dan Bahasa, diamana tiap siswa dari masing-masing program penjurusan berusaha untuk dapat berhasil dan dapat berprestasi dalam tiap mata pelajaran yang dipelajari. Sebagai contoh yaitu SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah. Akan tetapi di SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah hanya memiliki dua program jurusan saja, yaitu IPA dan IPS. Sedangkan pada kelas X belum ditentukan program jurusannya. Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah merupakan sekolah menengah atas yang memiliki siswa kurang lebih terdiri dari 442 siswa. Yang terdiri dari kelas X, XI, dan XII. Tentunya di setiap sekolah terdapat berbagai macam masalah di dalamnya, tidak terkecuali di SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah.

Tabel 1.1 Berdasarkan Hasil Observasi Kelas XI IPS SMA

Muhammadiyah 2 Karang Tengah Tentang Kemampuan Komunikasi Siswa

No KELAS ∑ Siswa

Aktivitas Belajar

(7)

Keterangan:

A : Sangat Aktif C : Cukup Aktif K : Kurang Aktif

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah siswa yang sangat aktif bertanya dari keseluruhan kelas XI ada 35 siswa, yang cukup aktif bertanya 68 siswa, dan yang kurang aktif bertanya ada 32 siswa. Jumlah siswa yang sangat aktif berdiskusi ada 30 siswa, yang cukup aktif dalam berdiskusi ada 74 siswa, dan kurang aktif dalam berdiskusi ada 31 siswa. Jumlah siswa yang sangat aktif presentasi ada 43 siswa, yang cukup aktif presentasi ada 71 siswa, dan yang kurang aktif presentasi ada 21 siswa. Jumlah siswa yang sangat aktif menjawab pertanyaan ada 36 siswa, jumlah siswa yang cukup aktif menjawab pertanyaan ada 61 siswa, dan jumlah siswa yang kurang aktif menjawab pertanyaan ada 38 siswa.

(8)

prestasi siswa yang tentu saja dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa di kelas.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana “Hubungan Intensitas Komunikasi Interpersonal Siswa dengan Kemampuan Komunikasi Siswa di Kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Identifikasi Masalah

1. Kemampuan komunikasi siswa di kelas belum optimal

2. Peranan sekolah dalam membangun dan mendukung kemampuan komunikasi siswa di kelas belum optimal.

3. Peranan guru dalam membangun kemampuan komunikasi siswa di kelas belum optimal

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini, yaitu mengenai intensitas komunikasi interpersonal siswa dan kemampuan komunikasi siswa di kelas.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah hubungan intensitas komunikasi

(9)

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan intensitas komunikasi interpersonal siswa dengan kemampuan komunikasi siswa di kelas.

2.Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Secara Teoritis

Secara teoritis kegunaan penelitian yaitu menerapkan, konsep, teori, prinsip dan prosedur, dan pendidikan pada khususnya Pendidikan Kewarganegaraan pada kajian Pendidikan Kewarganegaraan

b. Kegunaan Secara Praktis

Secara umum kegunaan praktis penelitian ini memberikan informasi kepada:

1. Siswa, agar memahami intensitas komunikasi interpersonal yang baik serta memiliki kemampuan komunikasi yang baik di kelas. 2. Guru, yaitu untuk mengoptimalkan kemampuan komunikasi

siswa di kelas.

(10)

F. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu Pendidikan Kewarganegaraan dalam wilayah kajian Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Ruang Lingkup Subyek

Adapun ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah.

3. Ruang Lingkup Obyek

Objek dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru.

4. Ruang Lingkup Tempat

Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini adalah di SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah.

5. Ruang Lingkup Waktu

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Tinjauan Tentang Kemampuan Komunikasi di Kelas a. Pengertian Kemampuan

Menurut Robbins (1996: 102), bahwa “kemampuan adalah kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan”. Selanjutnya totalitas kemampuan dari seseorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor, yaitu:

1. Kemampuan intelektual adalah kemampuan untuk menjalankan kegiatan mental.

2. Kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan bakat-bakat sejenis.

(12)

Gibson, ada empat kemampuan (kualitas atau skills) yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai berikut:

1. Keterampilan teknis, adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik suatu bidang khusus.

2. Keterampilan manusia, adalah kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami orang lain, memotivasi orang lain, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok. 3. Keterampilan konseptual, adalah kemampuan mental untuk

mengkoordinasikan, dan memadukan semua kepentingan serta kegiatan organisasi.

4. Keterampilan manajemen, adalah seluruh kemampuan yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, penyusunan kepegawaian dan pengawasan, termasuk didalamnya kemampuan mengikuti kebijaksanaan, melaksanakan program dengan anggaran terbatas.

(13)

Handoko (2001:51) dengan mengacu pada pendapat tersebut, juga membedakan jenis keterampilan/kecakapan yang terdiri atas keterampilan/kecakapan kemanusiaan (human skills), keterampilan/kecakapan administrasi (administrative skills), dan keterampilan/kecakapan teknik (technical skills).

Dalam edisi terakhir Koontz et al. (1996: 30) membagi kemampuan dalam empat kategori yaitu kemampuan konsepsional, kemampuan kemanusiaan atau sosial, kemampuan teknis, dan kemampuan merancang (mendesain). Menurut Moenir (1998:116), kemampuan atau skill berasal dari kata dasar mampu yang dalam hubungan dengan

tugas/pekerjaan berarti dapat (kata sifat/keadaan) melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan dengan sendirinya juga kata sifat/keadaan ditujukan kepada sifat atau keadaan seseorang yang dapat melaksanakan tugas/pekerjaan atas dasar ketentuan oleh kemampuan sumber daya manusia.

(14)

b. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Dalam komunikasi yang melibatkan dua orang, komunikasi berlangsung apabila adanya kesamaan makna. (Effendy, 2004:9).

Menurut Harold D. lasswell bahwa komunikasi adalah cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui

saluran apa, kepada siapa dan Apa pengaruhnya”. (Cangara:2007)

Secara eksplisit Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) dalam Cangara (2007) mengemukakan bahwa : “komunikasi adalah suatu

proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada pengertian yang saling mendalam”. Rogers mencoba

menspesifikasikan hakikat suatu hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), dimana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

(15)

(komunikasi adalah seluruh proses yang diperlukan untuk mencapai pikiran-pikiran yang dimaksud oranglain). Tentu saja apabila terdapat dua orang yang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu, karena kegiatan komunikasi tidak hanya bersifat mengerti dan memberitahu (informatif), tetapi juga bersifat memberikan masukan atau pemahaman agar oranglain mau melakukan suatu perbuatan atau kegiatan (persuasif).

Menurut Carl I. Hovland dalam Effendy (2006) “ communication is the

process to modify the behavior of others individuals”. (komunikasi adalah proses mengubah perilaku oranglain). Definisi Hovland menunjukkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang bersifat continue untuk mengubah perilaku orang lain. Tentu saja hal ini tidak bisa terjadi dalam setiap kegiatan komunikasi. Hanya komunikasi yang komunikatif-lah yang memungkinkan terjadinya proses perubahan perilaku oranglain.

(16)

benaknya.Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran keberanian dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

c. Tujuan Komunikasi

Komunikasi memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah : a. mengubah sikap

b. mengubah opini atau pendapat atau pandangan c. mengubah perilaku

d. mengubah masyarakat

d. Fungsi Komunikasi

Dikutip dari Onong Uchjana Effendi (2003:29). Menurut pendapat Yoseph R. Dominick dalam bukunya The Dynamic of Mass Communication, menjabarkan bahwa fungsi komunikasi dapat dibagi

menjadi 5 yaitu:

1. Pengawasan (surveillaince)

Fungsi ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:

- Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance)

Pengawasan jenis ini terjadi jika media menyampaikan kriminal, bencana alam, kondisi ekonimi negara dan sebagainya.

(17)

2. Interpretasi (interpretation)

Fungsi kedua serta kaitannya dengan fungsi pengawasan media. Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu.

3. Hubungan (linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung saluran perseorangan.

4. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai yang mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berprilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

5. Hiburan (entertainment)

(18)

e. Model-Model Komunikasi

Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam buku Human Communication, seperti dikutip oleh H.M Burhan Bungin (2007:253). Sosiologi Komunikasi, menjelaskan 3 model komunikasi:

a. Model Komunikasi Linier, yaitu model komunikasi satu arah (one-way view of communication). Dimana komunikator memberikan

suatu stimulus dan komunikan memberikan respons atau tanggapan yang diharapkan, tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Seperti teori jarum hipodermik (hypodermic needle theory), asumsi-asumsi teori ini yaitu ketika seseorang memersuari orang lain, maka ia “menyuntikkan satu ampul” persuasi kepada orang lain itu, sehingga

orang lain tersebut melakukan apa yang ia kehendaki.

b. Model Komunikasi Dua Arah adalah model komunikasi interaksional, kelanjutan dari pendekatan linier. Terjadi komunikasi umpan balik (feedback) gagasan. Ada pengirim (sender). Dengan demikian, komunikasi berlangsung dalam proses dua arah (two-way) maupun proses peredaran atau perputaran arah (cyclical process), sedangkan setiap partisipan memiliki peran ganda, dimana pada satu waktu bertindak sebagai sender, sedangkan pada waktu lain berlaku sebagai receiver, terus seperti itu sebaliknya.

(19)

atau lebih. Proses komunikasi ini menekankan semua perilaku adalah komunikatif dan masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi memiliki konten pesan yang dibawanya dan saling bertukar dalam transaksi (Sendajaja, 2002)

f. Kemampuan Komunikasi di Kelas

Komunikasi sangat luas dan beragam. Semua bidang kehidupan selalu terkait dengan komunikasi, dan tidak ada yang dapat berkembang tanpa komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan secara tertulis (non verbal), lisan (verbal) dan secara simbolik (non verbal). Dalam tataran bahasa Indonesia kemampuan komunikasi individu banyak dilakukan secara tertulis dan lisan. Secara lisan tertuang dalam pembicaraan aktif (berkomunikasi), dan secara tertulis diwujudkan dalam bentuk narasi (cerita, puisi dan sebagainya). Berdasarkan hal ini komunikasi bersifat multidimensi dan dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu. Menurut Sri, dkk (2008) kemampuan komunikasi baik verbal maupun non verbal dapat diperoleh melalui pendengaran (radio, TV, dan lainnya), melihat (gambar, simbol dan sebagainya), dan membaca (cerita)

(20)

seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi adalah kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan tujuan orang lain tersebut memahami apa yang dimaksudkan dengan baik, secara langsung lisan atau tidak langsung.

2. Tinjauan Tentang Intensitas Komunikasi Interpersonal a. Bentuk-Bentuk Komunikasi

Menurut Deddy Mulyana (2005:72). Ilmu Komunikasi Suatu

Pengantar, proses komunikasi dapat digolongkan dalam beberapa

bentuk, yaitu:

1. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal communication)

(21)

2. Komunikasi Interpribadi (Interpersonal communication)

Proses pertukaran informasi antara seseorang dengan paling kurang seseorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui feedbacknya. Dengan kata lain, komunikasi ini adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seorang komunikator kepada perilakunya, karena yang terlibat dalam komunikasi ini hanya dua orang, maka jenis komunikasi ini sering disebut komunikasi diadik (dyadic communication). Komunikasi ini efektivitasnya paling tinggi, karena sifatnya yang timbal balik dan terkonsentrasi.

3. Komunikasi Kelompok (Group communication)

Komunikasi antara seseorang dengan sekelompok orang dalam situasi tatap muka.

4. Komunikasi Publik (Public communication)

(22)

5. Komunikasi Media Massa (Mass Media communication)

Sering disingkat menjadi komunikasi massa, adalah komunikasi melalui penggunaan media. Dalam hal ini adalah media massa seperti majalah, surat kabar, televisi, radio, dan sebagainya.

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Menurut Armi Muhammad (Budiamin, 2011:2) “komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan seseorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui feedback”. Komunikasi interpersonal merupakan format komunikasi yang paling sering dilakukan oleh semua orang.

Komunikasi interpersonal diartikan Mulyana (2000: 73) “sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal”. Ia menjelaskan bentuk khusus dari komunikasi interpersonal; adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang, seperti seorang guru dengan murid. Komunikasi demikian menunjukkan: pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan mereka saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun non-verbal secara simultan dan spontan..

(23)

saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung secara terus menerus. Sedangkan pertukaran diartikan sebagai tindakan menyampaikan dan mennerima pesan secara timbal balik. Makna yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut. Tujunnya agar terjadinya persamaan pemahaman antara pelaku-pelaku komunikasi.

Devito (2011:252) mendefinisikan “komunikasi interpersonal sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas”.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas adalah bahwa komunikasi interpersonal adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasi lebih bersifat pribadi dimana komunikasi yang terjadi secara langsung antara komunikator dengan komunikan, hasilnya dapat diketahui secara

langsung berhasil tidaknya komunikasi itu, dan apakah menghasilkan

komunikasi yang positif atau negatif.

c. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal

(24)

a.Sumber/ komunikator

Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi interpersonal komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.

b. Encoding

Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.

c. Pesan

Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan.

d. Saluran

(25)

konteks komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.

e. Penerima/ komunikan

penerima adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan.

f. Decoding

Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melaui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah

kedalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli.

g. Respon

(26)

ataupun menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.

h. Gangguan (noise)

Gangguan atau noise atau barier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen-komponen manapun dari sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan phsikis.

i. Konteks komunikasi

(27)

bahwa proses komunikasi senantiasa terkait dengan konteks tertentu, misalnya konteks waktu. Hambatan dapat terjadi pada sumber, encoding, pesan, saluran, decoding, maupun pada diri penerima.

d. Tujuan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal mempunyai beberapa tujuan. Devito (2011:30) mengungkapkan beberapa tujuan komunikasi interpersonal yaitu:

a. Menemukan Diri Sendiri

Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada individu untuk berbicara tentang hobi atau mengenai diri individu. Hanya komunikasi interpersonal menjadikan individu dapat memahami lebih banyak tentang diri individu dan orang lain yang berkomunikasi dengan individu. Banyak informasi yang indivdu ketahui datang dari komunikasi interpersonal.

b. Untuk Behubungan

Individu mengahabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam pertemuan antarpribadi sehari-hari individu berusaha mengubah sikap dan prilaku orang lain.

c. Untuk Meyakinkan

(28)

d. Untuk Bermain

Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Dengan melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua waktu keseriusan di lingkungan individu.

e. Fungsi Komunikasi Interpersonal

Liliweri (1994:27) mengemukakan komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi) memiliki beberapa fungsi, yaitu:

a. Fungsi sosial, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologis, memenuhi kewajiban sosial, mengembangkan hubungan timbal balik, meningkatkan dan mempertahankan mutu diri sendiri, dan menangani konflik.

b. Fungsi pengambilan keputusan, individu berkomunikasi untuk membagi informasi selain itu individu juga berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.

c. Untuk mendapatkan respon/umpan balik. Hal ini sebagai salah satu efektivitas proses komunikasi.

d. Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/umpan balik.

(29)

f. Proses Terjadinya Komunikasi Interpersonal

Rakhmat (2011:48) menjelaskan mengenai proses orang menerima informasi, mengolah, menyimpan, dan menghasilkan kembali. Proses pengolahan informasi dikemukakan sebagai berikut:

a. Sensasi

Sensasi merupakan tahap paling awal dalam penerimaan informasi. Sensasi merupakan proses menangkap stimulus (pesan/informasi verbal maupun non verbal) oleh alat indera.

Dalam psikologi, disebutkan ada sembilan alat indera yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam indera sesuai dengan sumber informasi. Yaitu sumber informasi yang berasal dari luar yang diinderai oleh eksteroseptor (misalnya telinga atau mata), berasal dari dalam yang diinderai oleh interseptor (misalnya peredaran darah), dan yang ketiga adalah gerakan tubuh dari diri sendiri yang diinderai oleh proprioseptor (misalnya organ vestibular). Apa saja yang menyentuh alat indera baik dari dalam maupun luar diri disebut stimulus.

b. Persepsi

(30)

1) Perhatian

Keneth E. Andersen (Rakhmat, 2011:51) mendefinisikan perhatian adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulus lainnya melemah.

2) Faktor-faktor fungsional yang menentuan persepsi

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal. Dari hal tersebut, Krech dan Critchfield merumuskan empat dalil. Dalil pertama ditarik berdasarkan faktor fungsional yang menyatakan bahwa persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi bahwa objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.

3) Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi

(31)

dengan sifat kelompok akan diperngaruhi oleh keanggotaan kelompoknya dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.

Dalil persepsi yang keempat muncul dari prinsip bahwa manusia selalu mengkomunikasikan stimulus dalam konteksnya. Dalam strukturnya individu akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan jalan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimulus berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok.

c. Memori

Memori akan menyimpan dan memanggil kembali informasi yang telah diterima untuk diproses selalanjutnya dalam tahap berfikir. Secara singkat, menurut Mussen dan Rosenzweig (Rakhmat, 2011:62) memori melewati tiga proses yaitu:

1) Perekaman (Encoding) 2) Penyimpanan (Storage) 3) Pemanggilan (Retrieval)

(32)

d. Berfikir

Proses mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau menyelesaikan masalah disebut sebagai berfikir. Proses ini meliputi pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan berfikir kreatif. Berfikir merupakan manipulasi lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak berfikir. Berfikir dilakukan individu untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan menghasilkan yang baru.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal

Banyak hal yang dapat mempengaruhi komunikasi individu baik faktor intenal, eksternal maupun faktor-faktor penghambat (Lusa, 2009:1-2), diantaranya:

a. Latar belakang budaya. Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin lama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan semakin efektif.

b. Ikatan kelompok atau group. Nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati pesan.

c. Harapan. Harapan mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.

(33)

e. Situasi. Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor situasi ini adalah: (1) Faktor ekologis (iklim atau kondisi alam), (2) Faktor rancangan dan arsitektural (penataan ruang), (3) Faktor temporal, misalnya keadaan emosi, (4) Suasanan perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara, (5) Teknologi, (6) Faktor sosial individu, (7) Lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya, dan (8) Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.

Faktor penghambat komunikasi interpersonal antara lain:

a. Komunikator, hambatan yang terjadi antara lain hambatan biologis, misalnya komunikator gagap, hambatan psikologis, atau hambatan gender.

b. Media, hambatan melalui media yang terjadi antara lain hambatan teknis, misalnya masalah pada teknologi komunikasi, hambatan geografis, hambatan simbol/perbedaan bahasa.

(34)

h. Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Efektivitas komunikasi interpersonal menurut De Vito (2011:285-291) yaitu:

a. Keterbukaan (Openness)

Aspek keterbukaan ialah kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan.

Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang komunikator lontarkan adalah memang milik komunikator dan komunikator bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal). Individu memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang.

b. Empati (Empathy)

(35)

c. Sikap mendukung (Supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif bukan evaluatif, (2) spontan bukan strategi, (3) provisional bukan sangat yakin.

d. Sikap positif (Positiveness)

Individu mengkomunikasikan sikap positif dalam komunkasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman individu berintraksi. Sikap positif mengacu dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan (Equality)

(36)

i. Klasifikasi Komunikasi Interpersonal

Muhammad (2004,159-160) mengembangkan klasifikasi komunikasi interpersonal menjadi interaksi intim, percakapan sosial, interogasi atau pemeriksaan dan wawancara.

a. Interaksi intim termasuk komunikasi di antara teman baik, anggota keluarga, dan orang-orang yang sudah mempunyai ikatan emosional yang kuat.

b. Percakapan sosial adalah interaksi untuk menyenangkan seseorang secara sederhana. Tipe komunikasi tatap muka penting bagi pengembangan hubungan informal dalam organisasi. Misalnya dua orang atau lebih bersama-sama dan berbicara tentang perhatian, minat di luar organisasi seperti isu politik, teknologi dan lain sebagainya. c. Interogasi atau pemeriksaan adalah interaksi antara seseorang yang ada

dalam kontrol, yang meminta atau bahkan menuntut informasi dari yang lain. Misalnya seorang karyawan dituduh mengambil barang-barang organisasi maka atasannya akan menginterogasinya untuk mengetahui kebenarannya.

(37)

j. Intensitas Komunikasi Interpersonal

Devito (2009) mendefinisikan intensitas komunikasi interpersonal yaitu tingkat kedalaman dan keluasan pesan yang muncul dalam aktivitas komunikasi yang dilakukan antar individu.

Menurut Devito (2009), untuk dapat mengukur intensitas komunikasi antar individu dapat ditinjau dari enam aspek, yaitu:

1. Frekuensi berkomunikasi

Frekuensi berkomunikasi terkait dengan tingkat keseringan seseorang dalam melakukan aktivitas komunikasi.

2. Durasi yang digunakan untuk berkomunikasi

Durasi yang digunakan untuk berkomunikasi merujuk pada lamanya waktu yang digunakan pada saat melakukan aktivitas komunikasi.

3. Perhatian yang diberikan saat berkomunikasi

Perhatian yang diberikan saat berkomunikasi diartikan sebagai fokus yang dicurahkan oleh partisipan komunikasi pada saat berkomunikasi.

4. Keteraturan dalam berkomunikasi

Keteraturan dalam berkomunikasi menunjukkan kesamaan sejumlah aktivitas komunikasi yang dilakukan secara rutin dan teratur.

5. Tingkat keluasan pesan saat berkomunikasi dan jumlah orang yang diajak berkomunikasi

(38)

6. Tingkat kedalaman pesan saat berkomunikasi

Tingkat kedalaman pesan saat berkomunikasi merujuk pada pertukaran pesan secara lebih detail yang ditandai dengan kejujuran, keterbukaan dan sikap saling percaya antar partisipan saat berkomunikasi.

Terkait dengan intensitas komunikasi, menurut Supratiknya (1995), suatu aktivitas dan proses komunikasi dapat dikatakan mempunyai intensitas yang mendalam apabila komunikasi tersebut berada pada taraf pertama yaitu hubungan puncak yang merupakan taraf tertinggi dari lima taraf komunikasi yang dilakukan antar pribadi.

Berikut penjelasan perihal kelima taraf komunikasi:

1. Taraf kelima yaitu basa-basi, hal ini merupakan taraf komunikasi yang paling dangkal, biasanya terjadi pada dua orang yang hanya bertemu secara kebetulan. Jadi pada taraf ini tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya, hal ini disebabkan karena setiap pihak yang dalam aktivitas komunikasi tidak membuka diri kepada orang lain.

2. Taraf keempat yaitu membicarakan orang lain, pada taraf ini sudah mulai saling memberikan tanggapan dalam suatu aktivitas komunikasi, tetapi tetap masih dalam taraf komunikasi yang dangkal, dikarenakan komunikasi yang berlangsung tidak membahas diri sendiri dan masih belum terbuka.

(39)

4. Taraf kedua yaitu hati atau mengungkapkan perasaan. Pada taraf ini aktivitas komunikasi yang berlangsung sudah memasuki tahap membuka diri dalam hal menceritakan kekurangan diri sendiri kepada orang lain, jujur terhadap diri sendiri maupun pada orang yang diajak berkomunikasi serta berani untuk mengeksprikan perasaan yang dirasakan. Maka pada taraf ini hubungan pertemanan maupun persahabatan antar sesama akan terasa lebih akrab dan dekat.

5. Taraf yang terakhir atau taraf pertama yaitu hubungan puncak. Pada taraf ini ditandai dengan sikap jujur, terbuka dan saling percaya antar sesama dalam hal ini antara komunikator (pihak yang mengirimkan pesan) maupun komunikan (pihak yang menerima pesan). Jadi tidak ada perasaan takut, khawatir dan merasa bahwa kepercayaan yang telah diberikan itu disia-siakan dengan begitu saja. Pada taraf kelima inilah atau yang disebut sebagai hubungan puncak, dapat dikatakan bahwa suatu komunikasi telah memasuki tahapan intensitas komunikasi yang mendalam.

B. Kerangka Pikir

(40)

individu. Jadi kemampuan komunikasi di kelas merupakan kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain di kelas dengan tujuan orang lain tersebut memahami apa yang dimaksudkan dengan baik, secara langsung lisan atau tidak langsung.

Intensitas komunikasi interpersonal adalah kekerapan komunikasi yang dilakukan oleh individu dalam menyampaikan informasi, sinyal, atau pesan (berkomunikasi) kepada individu lain dengan mendapat umpan balik yang langsung sehingga teijadi hubungan timbal balik antara kedua individu tersebut.

Kemampuan komunikasi di kelas dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah faktor intensitas komunikasi interpersonal. Baiknya tingkat komunikasi interpersonal siswa dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi di kelas.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat digambarkan paradigma penelitian tentang tingkat komunikasi interpersonal siswa terhadap kemampuan komunikasi di kelas:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Variabel X

Intensitas komunikasi interpersonal: a. Frekuensi saat berkomunikasi b. Durasi saat berkomunikasi c. Perhatian saat berkomunikasi

Variabel Y

Kemampuan Komunikasi di Kelas:

(41)

C. HIPOTESIS

Hipotesis adalah jawaban tentang permasalahan yang bersifat sementara serta kebenarannya harus diuji secara empiris melalui data-data yang terkumpul. Dari uraian tersebut dapat di ambil sebuah hipotesis penelitian, yaitu: H1: Intensitast komunikasi interpersonal siswa memiliki hubungan dengan

kemampuan komunikasi di kelas.

H0 : Intensitas komunikasi interpersonal siswa tidak memiliki hubungan

(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian korelasional, karena penelitian melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan antara dua variabel atau lebih, khususnya mengenai hubungan intensitas komunikasi interpersonal siswa dengan kemampuan komunikasi di kelas. Sehingga penggunaan metode penelitian korelasional sangat tepat untuk menguji ada tidaknya dan kuat lemahnya hubungan variabel yang terkait dalam suatu objek atau subjek yang diteliti antara intensitas komunikasi interpersonal siswa dengan kemampuan komunikasi di kelas.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

(43)

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian, baik yang berupa manusia, benda peristiwa atau berbagai gejala yang terjadi, karena hal ini merupakan suatu variabel yang diperlukan dalam memecahkan masalah atau menunjang keberhasilan di dalam penelitian (Muhammad Ali, 1984:54). Bertolak dari pendapat tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah, Kabupaten OKU Timur dan kelas XI yang keseluruhannya berjumlah 135 orang. Arikunto (1986:104) menyampaikan bahwa:

“Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Selanjutnya bila subjeknya lebih besar dari 100 dapat diambil 10 %-12 % atau 20 %-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:

1. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana. 2. Sempitnya wilayah pengamatan dari setiap subjek kerena

menyangkut hal banyak sedikitnya data.

3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Berdasarkan pertimbangan pendapat yang ada diatas, peneliti akan mengambil 21% dari jumlah populasi yang ada. Hal ini disebabkan jumlah populasi yang ada lebih dari 100 orang.

2. Sampel

(44)

Sedangkan menurut Arikunto (1998:107) "Apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar atau lebih dari 100 dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih".

Berdasarkan ketentuan di atas maka peneliti menetapkan jumlah populasi dari 135 siswa diambil 21% dijadikan sampel, maka jumlah sampel dalam penbelitian ini adalah 28 siswa. Apabila di kelompokkan dalam kelas, dimana kelas XI berjumlah 4 kelas, maka dari jumlah 28 tersebut dibagikan pada jumlah keseluruhan kelas yang ada. Sebagaimana tampak pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Jumlah alokasi sampel pada masing-masing kelas pada SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah, kabupaten OKU Timur tahun 2012/2013

(45)

C. Variabel Penelitian dan Rencana Pengukuran Variabel 1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensitas komunikasi interpersonal siswa.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi di kelas.

3. Rencanan Pengukuran

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, maka diperlukan alat ukur yang tepat. Rencana pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Intensitas komunikasi interpersonal diukur melalui angket berskala dengan indikator:

1 = sangat sering, 2 = cukup sering, 3 = jarang

b. Kemampuan komunikasi di kelas diukur melalui angket berskala 3, dengan indikator:

1 = mampu 2 = cukup mampu, 3 = kurang mampu

D. Definisi Konseptual Variabel

1. Intensitas Komunikasi Interpersonal

(46)

2. Kemampuan Komunikasi di Kelas

Kemampuan komunikasi di kelas adalah kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain

E. Definisi Operasional Variabel

1. Intensitas Komunikasi Interpersonal Siswa

Intensitas komunikasi interpersonal adalah kekerapan komunikasi yang dilakukan oleh seorang komunkator kepada komunikannya dengan indikator frekuensi berkomunikasi, durasi berkomunkasi, dan perhatian saat berkomunikasi.

2. Kemampuan Komunikasi di Kelas

Kemampuan komunikasi di kelas adalah kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan indikator berdiskusi di kelas dan sikap berkomunikasi.

F. Teknik Pengumpulan Data

(47)

1. Teknik Pokok a. Angket

Angket adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan untuk dijawab responden. Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup sehingga responden hanya menjawab pertanyaan dari alternatif jawaban yang sudah ada, diberikan kepada subjek penelitian untuk mengetahui hubungan intensitas komunikasi interpersonal siswa dengan kemampuan komunikasi di kelas pada SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah, kabupaten OKU Timur Tahun 2012/2013.

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur data angka-angka yang berupa skor nilai, untuk memperoleh data utama dan diananlisis. Dalam setiap tes memiliki tiga alternatif jawaban dan masing-masing neniliki bobot atau skor nilai yang berbeda. Menurut Muhammad Natsir (1988: 404). Adapun skor yang diberikan masing-masing adalah:

a. Skor 3 untuk jawaban yang sesuai dengan harapan.

b. Skor 2 untuk jawaban yang kurang sesuai dengan harapan. c. Skor 1 untuk jawaban yang tidak sesuai dengan harapan.

2. Teknik Penunjang. a. Teknik Dokumentasi

(48)

lain jumlah siswa, jumlah guru, keadaan sekolah maupun data lain yang menunjang penelitian.

b. Teknik Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada responden. Dalam prosesnya, penulis mengumpulkan data atau informasi dengan cara melakukan tanya jawab dan bertatap muka secara langsung dengan informan sehingga informasi yang diperoleh lebih jelas. Adapun isi dari wawancara tersebut sudah disiapkan oleh peneliti, sehingga wawancara ini bisa dikategorikan dengan wawancara tertutup.

Teknik ini digunakan untuk melengkapi data yang kurang jelas dari hasil jawaban angket. Teknik wawancara ini juga digunakan untuk memperoleh data dasar dalam membuat pendahuluan, khususnya mengenai latar belakang masalah. Dengan wawancara akan diketahui keadaan sebenarnya, permasalahan yang ada di tempat penelitian tersebut. Wawancara ini dilakukan dengan siswa maupun dengan guru di SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah, kabupaten OKU Timur.

G. Kalibrasi Instrumen 1. Validitas

(49)

untuk menentukan item soal dilakukan kontrol langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator yang dipakai (Arikunto, 2001:168).

Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah logical validity, yaitu dengan mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing, berdasarkan konsultasi tersebut dilakukan perbaikan.

2. Reliabilitas

Penelitian yang menggunakan uji coba angket, dalam pelaksanaannya memerlukan suatu alat pengumpulan data yang harus diuji reliabilitasnya. Uji reliabilitas merupakan instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data, karena instrumen tersebut sudah cukup baik sehingga mampu mengungkapkan data yang dapat terpercaya (Arikunto, 1998:170).

Uji reliabilitas dalam sebuah penelitian wajib dilakukan. Uji reliabilitas angket dapat ditempuh dengan:

(50)

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara gejala x dan y xy = Product dari gejala x dan y

n = Jumlah populasi (Sutrisno Hadi,1989:318).

4. Kemudian untuk mengetahui reliabilitas seluruh quisioner digunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut:

 

rxy = koefisien reliabilitas seluruh item

rgg = koefisien korelasi item ganjil dan genap

(Sutrisno Hadi,1981:37).

5. Hasil analisa kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas, dengan kriteria sebagai berikut:

(51)

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan setelah data terkumpul yaitu dengan mengidentifikasikan data, menyeleksi, dan selanjutnya klasifikasi data kemudian menyusun data. Adapun tekhniknya sebagai berikut:

Menentukan klasifikasi skor menggunakan interval yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (1986: 12), yaitu:

I = K

Pengujian keeratan hubungan dilakukan dengan menggunakan rumus, yaitu:

X2

Oij : Banyaknya data yang diharapkan terjadi

(52)

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

a. Jika x2 hitung lebih besar atau sama dengan x2 tabel dengan taraf signifikan 5% hipotesis diterima

b. Jika x2 hitung lebih kecil atau sama dengan x2 tabel dengan taraf signifikan 5% hipotesis ditolak

Menguji hipotesis ke-2 dan untuk mengetahui tingkat keeratannya. Hubungan tingkat komunikasi interpersonal dengan kemampuan komukasi di kelas digunakan rumus koefisien kontigensi:

Agar harga C diperoleh dapat digunakan untuk menilai derajat asosiasi faktor-faktor, maka harga C dibandingkan dengan koefisian kontigensi maksimum dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Cmaks =

m

(53)

Keterangan:

Cmax = koefisien kontigensi maksimum

m = harga maksimum antara banyak baris dan kolom dengan kriteria uji pengaruh semakin dekat harga Cmax semakin besar derajat asosiasi antara faktor.

(Sutrisno Hadi, 1989: 317)

Mengetahui derajat keeratan hubungan dapat dilihat pada kriteria keeratan hubungan sebagai berikut:

(54)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan mengenai hubungan intensitas komunikasi interpersonal siswa dengan kemampuan komunikasi di kelas XI SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa:

(55)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran kepada: 1. Kepala sekolah SMA Muhammadiyah 2 Karang Tengah, untuk

menciptakan iklim komunikasi yang baik dalam upaya meningkatkan kemampuan berkomunikasi siwa melalui pola komunikasi yang dibangun baik dengan siswa, guru, maupun dengan lingkungan sekolahnya.

2. Kepada seluruh siswa untuk menyadari dan mengarahkan akan pentingnya memiliki intensitas komunikasi yang baik, karena intensitas komunikasi mendukung kemampuan berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi tersebut penting untuk terus ditingkatkan, tidak hanya disekolah, tapi juga lingkungan yang lain.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta. Jakarta

Agoes Soejanto.2005. Psikologi Perkembangan. Rineka cipta. Jakarta.

Anwar Arifin. 2006. Ilmu Komunikasi; Sebuah Pengantar Ringkas. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Arni Muhammad. 2005. Komunikasi Organisasi. Bumi aksara. Jakarta

Cangara Hafied. 2010. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Dedi Mulyana. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Dwi Nugroho Hidayanto. 1992. Pengantar Komunikasi Interpersonal; Suatu Keterampilan Dalam Pendidikan. Liberty Jogjakarta. Jogjakarta

Effendy, Onong Uchyana. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya. Bandung

Ihya. 2012. Komunikasi Interpersonal. http://platperson.blogspot.com/. diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 20.00

Permana,Johan.2013.Administrasi_Pendidikan. http://file.upi.edu/. Diakses pada tanggal 2 April 2013 pukul 20.00

LG. Wursanto. 2003. Etika Komunikasi Kantor. Kanisius. Jogjakarta

Lukiati Komala.2009. Ilmu Komunikasi; Prespektif, Proses Dan Konteks. Widya Padjadjaran. Bandung

Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

(57)

Robert E. Slavin. 2008. Psikologi Pendidikan; Teori Dan Praktik. Macanan jaya cemerlang. Jakarta

Safaria. 2005. Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak. Amara Books. Yogyakarta

Sistem Pendidikan Nasional. 2010. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Citra Umbara. Bandung.

Soedjipto dan Raflis Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Rineka Cipta. Bandung Stewart L.Tubbs dan Sylvia Moss. 2001. Human communication; konteks-konteks

komunikasi. Remaja rosdakarya. Bandung

Gambar

Tabel 1.1 Berdasarkan Hasil Observasi Kelas XI IPS SMA   Muhammadiyah 2 Karang Tengah Tentang Kemampuan Komunikasi Siswa
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Tabel 4.1 Jumlah alokasi sampel pada masing-masing kelas pada SMA

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa kelebihan tanaman dengan sistem hidroponik ini ( Izzuddin, A., 2016), antara lain : 1) Ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida atau obat hama

Berdasarkan model yang terbentuk diatas dapat menjelaskan bahwa pada saat persentase tingkat partisipasi angkatan kerja kurang dari 62,53068 artinya adalah jika

Sementara itu dari kawasan eropa, setelah bergerak fluktuatif, pasar saham Ero- pa berhasil ditutup menguat diawal pekan seiring kenaikan harga minyak dalam dua hari

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa peneliti menggunakan teori semiotika dari John Fiske untuk penelitian ini karena setiap level yang dipaparkan oleh

Tidak terkecuali dengan warga masyarakat Kaliwungu Kabupaten Kendal Kelurahan Randuacir, Kaliwungu, yang rutin menggelar kegiatan bersih desa atau merti dusun setiap

Proses kalibrasi pada DAS Rawatamtu Ketiga metode dapat dikatakan optimal dalam memisahkan aliran dasar (debit terhitung) terhadap aliran total (debit terukur di

Materi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian yang diadakan di SMA kelas X yaitu, mengenai sub bab protista mirip hewan dengan menggunakan media

Pembelajaran melalui permainan juga membantu skaters baru belajar untuk mengawal papan mereka dengan mengimbang dan memerhatikan orang lain di sekeliling mereka dalam skatepark..