• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK (Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK (Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK

(Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)

Skripsi

Oleh,

BUDI PRANOTO

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ABSTRACT

THE ANALYSIS OF PUBLIC POLICY FORMULATION

(A CASE STUDY OF KOPINDO TRADITIONAL TRADER RELOCATION TO TEJOAGUNG MARKET IN METRO CITY)

By

BUDI PRANOTO

The background of this research was coming from the relocation of traditional market of Kopindo; which is done by local government of Metro City. The relocation deemed necessary by the local government because the sidewalks; that initially for pedestrian; has converted into a stall trade by traditional trader. The trader of traditional market of Kopindo will be relocated to Tejoagung market. However, this action considered harmful to the trader because the new place (Tejoagung market) is quiet; there are few buyers in this new place. The complaints from the traders are inevitable. The questions arise; how is the public policy formulation in deciding the new location for relocation to Tejoagung market? Who is the actor who takes benefits from traditional market relocation plan to new location of Tejoagung market?

The aims of this research are (1) to describe the process of formulating the public policy in determining the new location for relocation of Kopindo traditional market to Tejoagung market; and (2) to observe the actor who takes benefits from traditional market trader relocation plan to new location of Tejoagung market? The descriptions of the aims of the research are expected to give more information about the shortcomings in this policy that cause refusal from the traditional trader of Kopindo. The method of this research is descriptive qualitative method. The researcher used data taken directly from observations of the relocation location which is in Tejoagung market.

The traders refuse to be relocated to Tejoagung market because the place is quiet, only few buyers in this new place, their incomes are drastically decrease. The traditional traders decided to stay in sidewalks of previous location in Kopindo traditional market. Researcher concluded that there is a mistake, or might be an error before the realization of this policy; that is in the process of policy formulation. Policy formulation for relocation should involve the policy target, which is the traditional trader of Kopindo. But in this case, local government did not involve them in formulating the policy. The actors that involve in policy formulation for relocation are merely the local government.

(3)

Budi Pranoto

ABSTRAK

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK

(STUDI KASUS RELOKASI PEDAGANG TRADISIONAL KE PASAR

TEJOAGUNG KOTA METRO)

Oleh

BUDI PRANOTO

Penelitian ini berangkat dari masalah relokasi pedagang yang dilakukan oleh pemerintah Kota Metro. Relokasi dirasa perlu dilakukan oleh pemerintah Kota Metro karena trotoar sebagai tempat berjalan pejalan kaki beralih fungsi menjadi

lapak berdagang. Relokasi akan dilakukan di Pasar Tejoagung yang dianggap merugikan karena sepi pembeli yang menimbulkan protes yang dilakukan oleh para pedagang. Maka, timbul pertanyaan Bagaimanakah proses formulasi kebijakan publik dalam penentuan lokasi Pasar Tejoagung? Dan Siapakah aktor yang diuntungkan dan rugikan dalam rencana relokasi pedagang tradisional ke Pasar Tejoagung?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Pendeskripsian tentang proses formulasi kebijakan publik dalam penentuan lokasi Pasar Tejoagung, dan (2) Melihat aktor yang diuntungkan dan dirugikan dalam rencana relokasi pedagang tradisional ke Pasar Tejoagung. Sehingga, dapat dilihat letak kekurangan dalam kebijakan ini yang menyebabkan penolakan dari para pedagang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Peneliti banyak menggunakan data yang diambil dari pengamatan terhadap lokasi reokasi yang menyebabkan terjadinya penolakan para pedagang untuk direlokasi.

Pedagang melakukan penolakan untuk direlokasi di Pasar Tejoagung karena sepi pembeli, sehingga pendapatan mereka menurun. Para pedagang memutuskan untuk tetap menempati trotoar untuk berdagang di pasar lama yang menjadi daerah target relokasi. Dari masalah tersebut, peneliti menyimpulkan ada kesalahan sebelum realisasi kebijakan, yaitu proses formulasi kebijakan. Relokasi kebijakan yang seharusnya melibatkan target kebijakan, tenyata tidak dilakukan dalam kebijakan ini. Aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan relokasi, hanya sektor pemerintah.

(4)

ANALISIS FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK

(Studi Kasus Relokasi Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung Kota Metro)

Oleh,

BUDI PRANOTO Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Purwosari, sebuah desa yang

sekarang menjadi kelurahan yang terletak di kecamata

Metro Utara Kota Metro pada tanggal 6 September 1990,

putra pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Suprapto

dan Ibu Titik Sumiyati. Penulis mengawali pendidikan di

Taman Kanak-Kanak Dharma Putra Purwosari pada tahun

1995, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 1 Purwosari dikala

itu, yang sekarang menjadi SD Negeri 4 Metro Utara pada tahun 1996 dan lulus 6

tahun pelajaran kemudian pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke jenjang

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Metro dan lulus pada tahun 2005.

Dilanjutkan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Metro sampai

lulus pada tahun 2008. Penulis kemudian ikut dan lulus Seleksi Masuk Nasional

Perguruan Tinggi Negeri (SMNPTN) pada tahun 2008 dan diterima sebagai

mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Sekretaris Bidang Data dan

Informasi Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA) Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, serta tergabung dalam Ikatan

Mahasiswa Administrasi Negara Sumatra (IMANSTRA). Selama menjadi

mahasiswa penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang diadakan di

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan semua kekurangan dan kelemahan penulis, dan dengan

mengucapkan “Alhamdulillahirobbil’alamin” kupersembahkan karya

sederhana ini untuk:

bapak dan ibuku tersayang

Terimakasih untuk kesabaran yang tak terhingga dan kasih sayang yang tak

ternilai, materi yang berkecukupan, dan telah memberikan segala sesuatunya

Untuk diriku dari masa kandungan sampai sekarang ini,

Adikku, minto agus prabowo

Yang secara tidak langsung memberikan semangat serta memberikan do’a sampai

akhir perjuangan study sarjana ku ini.

Semoga kebaikannya diberikan balasan rahmat dan hidayah dari

ALLAH SWT

(8)

SANWACANA

dengan mengucapkan syukur Alhadulillahirobbil’alamin penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT karena atas ridho, rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya

yang berlimpah untuk penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Analisis Formulasi Kebijakan Publik (Studi Kasus Relokasi

Pedagang Tradisional ke Pasar Tejoagung)”, sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelas sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Terwujudnya skripsi ini, telah melibatkan bantuan banyak pihak, sehingga dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan, penghormatan dan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Negara dan juga sekaligus pembimbing utama, terimakasih atas segala

bimbingannya, kebaikan, perhatian dan waktu yang telah diberikan kepada penulis

dengan segala kritik dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Noverman Duadji, M.Si, selaku pembahas dan penguji yang telah

banyak memberikan krikikan dan saran serta semangat yang bermanfaat

kepada penulis sebagai upaya untuk memperbaiki kekurangan dan

(9)

3. Bapak Fery Triatmojo, SAN. MPA selaku pembimbing pembantu, terimakasih atas

bimbingannya, perhatian, kebaikan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis,

serta motivasi yang diberikan terus menerus yang sangat berarti bagi penulis.

4. Ibu Meiliyana, S.I.P, M.A, selaku pembimbing akademik, terimakasih atas semua

perhatiaannya, kebaikannya dan motifasinya yang sangat berarti bagi penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Unila yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

6. Keluarga ku, Bapak, Ibu, Adik yang sangat kusayangi, terimakasih untuk semua

dukungan yang diberikan dan selalu menemani saat suka maupun duka. Serta

Bulek, Paklek, Bude, Pakde dan adik sepupu serta keponakan, terimakasih atas

kesabaran kalian dan dukungannya. Permohonan maaf kepada Bapak tercinta,

maaf karena tidak bisa memberikan kebahagian ini lebih cepat.

7. Teman-teman jurusan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2007 serta teman

seperjuangan ASEPUDIN (Angkatan ke Sepuluh Ilmu Administrasi

Negara) Reza, Bayu, Irma, Susi Simbolon, Linda, Tiara, Rosta, Rahma,

Rima, Beni, Topan dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu

atas kenangan yang berharga. Kemudian kepada Step, Handri, Yesi, Intan

dan Nanda (kecil), yang selalu ada saat suka maupun duka sampai

penyelesaian skripsi ini, semoga hal ini tetap terjaga dan sukses untuk kita

semua.

8. Adik tingkat 2009, 2010 dan seterusnya atas pertemanan, candaan dan juga

dukungannya.

9. Teman teman sepermainan, Yan, Asep, Ferry, Adi Nug, Hamid, Efrijal,

(10)

semangat, candaan, keinsengan kalian yang membuat hari-hari lebih

bermakna.

10.Guru-guru serta Staf SMP Negari 1 Punggur atas dukungannya, serta semua

pihak yang pernah menjadi bagian dalam hidup penulis yang terus

memberikan semangat serta warna bagi penulis. Semoga kita semua

menjadi orang yang sukses.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat beberapa

kekurangan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Metro, 28 September 2015

Penulis,

(11)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

l. Karya tulis saya, SkripsilLaporan akhir ini adalah asli dan belurn pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana/Ahli Madya), baik Universitas Lampung maupun di perguruan tingg lainnya.

Karya tulis ini murni gagasan, nmlusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarangnya dan dicanturnkan dalam daftar pustaka.

Pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh dari karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan notma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.

Bandar Lampung, 23 September 2015 pernyataan,

Budi Pranoto NPM.081604t022 3.

(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... iv

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penulisan ... 9

1.4 Manfaat Penulisan ... 10

TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Tijauan Mengenai Kebijakan Publik ... 12

A. Pengertian Kebijakan Publik ... 13

B. Agenda Kebijakan ... 14

C. Dimensi Kebijakan Publik ... 15

D. Jenis-Jenis Kebijakan Publik ... 17

2.2 Tijauan Mengenai Perumusan Kebijakan ... 18

A. Definisi Formulasi Kebijakan ... 19

B. Proses Formulasi Kebijakan ... 20

C. Aktor-Aktor Perumus Kebijakan ... 24

D. Model-Model Perumusan Kebijakan ... 28

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Formulasi Kebijakan ... 31

F. Proses Publik dalam Formulasi ... 33

2.3 Tinjauan Tentang Opini Publik ... 35

2.4 Tinjauan Tentang Ekonomi Politik ... 36

A. Definisi Ekonomi Politik ... 37

B. Hubungan Ekonomi Publik dengan Kebijakan Politik ... 39

METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 41

3.2 Fokus Penelitian ... 43

3.3 Lokasi Penelitian ... 44

3.4 Sumber Data ... 45

3.5 Teknik Analisis Data ... 48

(13)

ii

PENYAJIAN DATA ... 54

4.1 Gambaran Umum Kota Metro ... 54

4.2 Gambaran Umum Formulasi Kebijakan Relokasi Pedagang ... 61

4.3 Penyajian Data ... 63

PEMBAHASAN ... 74

5.1 Pembahasan formulasi kebijakan ... 74

5.2 Pihak yang Diuntungkan dan Dirugikan ... 86

KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Administrasi Kota Metro ...57

Gambar 2 : Protes para pedagang yang dilakukan di

(15)

i

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Informan dari Pihak Pemerintah ...45

Tabel 2: Informan dari Pihak non-Pemerintah ...45

Tabel 3: Dokumen yang Digunakan dalam Penelitian ...48

Tabel 4: Hasil Triangulasi Sumber ...51

Tabel 5: Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Metro Tahun 2011 ...56

Tabel 6: Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Menurut Kecamatan di Kota Metro, 2011 ...58

Tabel 7: Penduduk Kota Metro Berdasarkan Kelompok Umur dan Kecamatan, 2011...59

(16)
(17)

MOTO

Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat.

Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras.

Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan

(Thomas A. Edison)

Jangan membawa yang berat-berat. Ketahui batasan diri dan berusaha semaksimal mungkin. Kesempatan dan peluang dicari bukan dinanti.

(18)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Masalah kemiskinan di Indonesia sudah lama sekali terjadi dan belum ada langkah

yang berhasil untuk menyelesaikannya. Upaya pembangunan dilakukan terus

menerus demi tercapainya pemerataan kesejahteraan. Pembangunan merupakan

tindakan yang dilakukan dengan berdasarkan kepada kebijakan. Pembangunan

merupakan tempat dimana suatu kebijakan beroperasi. Sedangkan kebijakan

memberikan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Kebijakan publik menurut Nugroho

(2011:145) “merupakan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan

hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan”.

Kemudian menurut Nugroho (2011:411), “akar dari kebijakan publik adalah

politik”. Sehingga penting bagi kita untuk mempertimbangkan perkembangan

filosofi politik terkini untuk memahami medan dimana kebijakan publik berada.

Lebih lanjut menurut Nugroho, “kebijakan publik muncul di tengah konflik, dan

sebagian besar untuk mengatasi konflik yang telah, sedang, dan yang akan

terjadi”. Menurut Nugroho (2011:412) konflik adalah “perbenturan dua atau lebih

(19)

2

kepentingan yang dilakukan oleh elite politik yang menghasilkan

persetujuan-persetujuan yang hanya menguntungkan kelompok-kelompok kepentingan

tersebut.

Pemahaman konflik sebagai perbedaan kepentingan lebih tepat dan menarik

apabila dilihat dari bidang politik. Perbedaan kepentingan dalam politik dapat

menimbulkan berbagai pemecahan masalah yang penuh kesepakatan-kesepakatan

antar kelompok yang berkepentingan. Hal tersebut dikatakan baik jika yang

menjadi tujuan utama adalah kesejahteraan masyarakat umum, namun jika hanya

beberapa kelompok saja hanya akan membuat masalah yang akan diselesaikan

menjadi lebih rumit dan menjadi sangat kompleks. Oleh karena itu, formulasi

kebijakan harus mendapat perhatian ekstra agar tarik menarik kepentingan dapat

diminilaisasikan.

Formulasi kebijakan merupakan suatu rangkaian dalam pembuatan kebijakan

publik. Formulasi merupakan hal terpenting dalam proses kebijakan publik karena

menurut Dunn dalam Agustino (2008:97) “hasil akhir dari kebijakan yang

ditetapkan dapat menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi oleh publik, dan

dengan formulasi yang benar, maka sebagian besar masalah tersebut telah

terselesaikan”. Namun tidak semua masalah dapat dikatakan sebagai masalah

kebijakan. Masalah kebijakan biasanya berkaitan antara masalah yang satu dengan

masalah kebijakan yang lainnya.

Penjelasan masalah kebijakan yang diungkapkan Dunn di atas merupakan alasan

kenapa formulasi kebijakan merupakan hal terpenting dari rangkaian pembuatan

(20)

3

pemecahan yang benar untuk masalah yang salah, atau pemecahan yang salah

untuk masalah yang benar, atau bahkan pemecahan yang salah pada masalah yang

salah. Untuk dapat menyelesaikan masalah yang dirasakan masyarakat,

seharusnya para pembuat kebijakan harus dapat memahami masalah yang sedang

terjadi, sehingga dapat menghasilkan pemecahan yang benar untuk masalah yang

benar.

Masalah yang diangkat oleh peneliti adalah relokasi pedagang tradisional ke Pasar

Tejoagung Kota Metro dimana dalam pengambilan keputusan tersebut tidak

mengikutsertakan masyarakat dalam hal ini adalah pedagang tradisional. Tidak

dilibatkannya masyarakat dalam pengambilan keputusan ini berakibat kepada

penolakan yang dilakukan oleh pedagang tradisional terhadap rencana relokasi

tersebut. Dari hasil pra-riset yang dilakukan pada tanggal 19 Juli 2012 oleh

peneliti, para pedagang menilai bahwa lokasi pembangunan Pasar Tejoagung

tidak strategis, akses kendaraan yang kurang memadahi dan sepinya pembeli

menjadi alasan bagi pedagang untuk memilih menolak rencana pemerintah dalam

upaya relokasi pedagang tradisional tersebut.

Rencana relokasi pedagang sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh pemerintah.

Sekitar bulan Juli tahun 2011 pemerintah mencoba menertibkan pedagang dengan

memindahkan ke lantai dua gedung Cendrawasih. Gedung Cendrawasih masih

dalam wilayah pusat kota atau dekat dengan lokasi pedagang tradisional

sebelumnya. Namun, setelah 1 minggu menempati lokasi baru tersebut, pedangan

(21)

4

pembeli dibandingkan dengan lokasi lama. Dan sekarang pemerintah mencoba

menertibkan kembali namun dengan lokasi yang berbeda.

Letak pasar tradisional yang tadinya berada di pusat kota akan dipindahkan ke

Pasar Tejoagung yang sangat jauh dari pusat kota dan lebih dekat ke perbatasan

antara Kota Metro dan Lampung Timur. Dari hasil pra-riset tanggal 10 Oktober

2012 yang dilakukan peneliti dengan beberapa pedagang, terdapat fakta yang

mengejutkan dimana sebelumnya petugas yang meminta pedagang pindah

menyatakan bahwa pasar siap digunakan, tapi kenyataanya lapak atau tempat

berdagang belum siap digunakan bahkan para pedagang diharuskan membangun

sendiri lapak mereka sendiri. Selain masalah pasar yang belum siap, di pusat kota

letak pasar tradisional sebelumnya akan dibangun Metro Mega Mall. Dari kondisi

ini muncul pertanyaan apakah rencana relokasi ini hanya akan “mengucilkan”

pedagang tradisional? Apakah rencana relokasi pasar tradisional hanya

menguntungkan pihak Metro Mega Mall atau Pemerintah saja?

Perumusan kebijakan dari Kementrian Perdagangan yang diturunkan ke

pemerintah Kota Metro untuk dibuat program pembangunan Pasar Tejoagung

terkesan buru-buru. Hal ini dapat dilihat dari persiapan maupun kondisi bangunan

serta rencana akan dilaksanakannya relokasi yang direncanakan bulan November

2012. Pertanyaan yang harus dijawab mengenai perumusan kebijakan ini adalah

bagaimana proses formulasi kebijakan ini dibuat? Terdapat beberapa nilai yang

harus diingat dalam formulasi kebijakan salah satunya yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah partisipasi masyarakat, dan mengutamakan kepentingan

(22)

5

Partisipasi masyarakat diperlukan untuk mengurangi adanya pengambilan

keputusan yang hanya memihak terhadap kelompok tertentu saja. Dengan

keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan terlebih kebijakan tersebut

menyangkut kesejahteraan masyarakat, diharapkan dapat menjadi titik

penyeimbang dari para elite politik. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan

kebijakan sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Bab XI pasal 96 ayat 1 yang

menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau

tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dalam ayat

selanjutnya yaitu ayat 3 dan 4 dijelaskan bahwa masyarakat yang dimaksudkan

dalam ayat 1 sebelumnya adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang

mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan

Perundang-undangan dan untuk memudahkan masayarakat dalam memberikan partisipasinya,

setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan

mudah oleh masyarakat.

Selain Undang Nomor 12 tahun 2011, terdapat juga dalam

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 237 ayat 3

menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau

tertuli dalam pembentukan Perda, yang kemudian direvisi menjadi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Menjadi Undang-Undang. Dari kedua undang-undang diatas menjelaskan bahwa

(23)

6

memberikan masukan kepada pemerintah terhadap undang-undang atau peraturan

daerah yang akan dibuat.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/04/M.PAN/4/2007 Tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi,

Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga

Pemerintah Pusat dan Daerah dalam BAB IV poin ke- 6 menyatakan perumusan

kebijakan terdapat proses publik salah satunya adalah diskusi dengan para pihak

yang terkait langsung dengan kebijakan atau yang terkena impak (impact)

langsung, atau juga yang disebut sebagai kelompok sasaran. Lebih lanjut

dijalaskan bahwa diskusi ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

verifikasi secara sosial dan politik dari kelompok masyarakat yang terkait secara

langsung.

Selain mengenai keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan, lokasi

tempat pembuatan Pasar Tejoagung dinilai kurang strategis. Peraturan Daerah

Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Metro 2011-2031 yang juga merupakan rujukan dalam pembuatan pasar tersebut,

dalam pasal 9 ayat 4 tentang strategi pengembangan pusat-pusat perdagangan dan

jasa guna meningkatkan daya saing kota dijelaskan bahwa pemerintah harus

menetapkan dan mengintesifkan kawasan perdagangan dan jasa skala lokal dan

regional di pusat kota sebagai kawasan strategis kota.

Terdapat berbagai kesenjangan yang terjadi dengan masalah yang terjadi jika

dilihat dengan undang-undang diatas. Undang-undang maupun peraturan menteri

(24)

7

dalam memberikan suaranya, aspirasinya dalam pengambilan keputusan. Namun,

yang terjadi dilapangan berdasarkan data pra-riset pada tanggal 19 Juli 2012,

pedagang yang sebagai sasaran kebijakan tidak dilibatkan dalam diskusi

pembuatan kebijakan tersebut. Dan juga, mengenai lokasi pembangunan pusat

perdagangan, dalam kenyataan yang terjadi dilapangan dan penilaian dari

pedagang, bahwa lokasi tersebut bukan merupakan lokasi yang strategis dengan

alasan berada di pinggir kota dan akses transportasi yang tidak mendukung.

Lokasi yang tidak mendukung tidak mencerminkan adanya pengutamaan

kesejahteraan kepada pedagang.

Berbagai masalah yang timbul setelah dilakukannya relokasi atau setelah

implementasi kebijakan relokasi. Protes dari para pedagang menjadi tindakan

yang nyata yang dapat dilakukan oleh pedagang. Mereka protes dan melakukan

demonstrasi bukan karena menolak untuk direlokasi melainkan lokasi yang dipilih

sebagai tempat relokasi yang menjadi dasar utama penolakan oleh pedagang. Para

pedagang tidak menolak untuk direlokasi, mereka sadar dengan lokasi berdagang

selama ini yang tidak sesuai dengan semestinya karena menggunakan trotaor

adalah salah. Sehingga mereka mendukung relokasi tetapi tidak dilakukan di Pasar

Tejoagung.

Dengan salah satu masalah yang diungkapkan diatas, kita dapat melihat kembali

tentang formulasi dari kebijakan relokasi tersebut. Terlihat jelas bahwa terdapat

kesalahan dalam proses formulasi terutama adalah tahap agenda kebijakan.

Tahapan-tahapan yang dijelaskan Winarno (2012: 123) Pertama, perumusan

(25)

8

memecahkan masalah. Keempat, penetapan kebijakan. Dalam tahap agenda

kebijakan seharusnya melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan untuk peran

serta memberikan pendapat mereka sehingga menjadi alternatif-alternatif

kebijakan yang nantinya bisa dipilih oleh pemerintah sebagai kebijakan.

Kebijakan-kebijakan mengenai partisipasi masyarakat dan pengutamaan

kesejahteraan masyarakat umum yang telah diungkapkan diatas, terdapat teori

yang sependapat dengan hal tersebut. Seperti menurut Habermas dalam Parson

(2008:113) mengatakan bahwa “dalam demokrasi, seseorang bisa mengatakan

bahwa kebijakan publik adalah suatu fungsi dari opini publik”. Opini publik

dalam pembuatan kebijakan dapat dilaksanakan dengan adanya partisipasi dari

masyarakat. Seperti dijelaskan diatas, bahwa masyarakat atau pedagang tidak

dilibatkan, maka sikap keras menentang relokasi dilakukan pedagang. Terlebih

mengenai kondisi yang tidak layak, membuat para pedagang tidak mau

menempati pasar baru tersebut.

Pendapat lain mengenai kebijakan yang seharusnya diungkapkan Suharto

(2010:60) bahwa “untuk mengatasi masalah-masalah seperti yang diungkapkan

diatas, kebijakan yang dibuat seharusnya dapat menunjang peningkatan taraf

hidup dan menjamin keadilan sosial”. Tempat relokasi pedagang yang jauh dari

pusat kota membuat pedagang mengalami penurunan pendapatan. Sehingga jika

dilihat dari pendapat Suharto diatas, kebijakan ini tidak sesuai dengan pendapat

mengenai kebijakan yang seharusnya. Selain jarak yang jauh dari pusat kota,

jumlahnya juga tidak mencangkup jumlah pedagang yang akan di relokasi.

(26)

9

sekitar membuat pedagang tidak tertampung di Pasar Tejoagung. Daya tampung

Pasar Tejoagung yang hanya mencapai 180 pedagang, tetapi jumlah pedagang

yang menempati pasar tersebut mencapai 400 pedagang.1

Masalah diatas yang perlu dipertanyaakan selain bagaimana proses formulasinya

karena melihat protes yang dilakukan setelah dilakukan tahap implementasi

kebijakan. Formulasi kebijakan yang seharusnya sudah melibatkan masyarakat

sehingga protes yang nantinya terjadi tidak besar setelah dilakukan implementasi.

Kemudian juga melihat tentang pihak yang diuntungkan dan dirugikan dengan

adanya kebijakan tersebut. Disamping lokasi pasar tradisional yang sekarang ini

cukup padat sehingga terlihat tidak teratur, juga karena dibangunnya Metro Mega

Mall di dekat lokasi pasar tradisional tersebut. Kemudian muncul pertanyaan

“apakah rencana relokasi ini hanya akan mengucilkan pedagang tradisional?

Apakah rencana relokasi pasar tradisional hanya menguntungkan pihak Metro

Mega Mall atau Pemerintah saja?” Pertanyaan mengenai siapa yang diuntungkan

dan dirugikan tersebut dapat dilihat dari segi Ekonomi Politik. Menurut

pernyataan Staniland (2003: 3) bahwa “pendekatan ekonomi politik didalam

analisisnya terdapat pertanyaan-pertanyaan politik esensial seperti siapa yang

diuntungkan, siapa yang dirugikan, dan bagaimana”. Dengan menggunakan

pendekatan ekonomi politik, diharapkan dalam melihat suatu kebijakan bukan

hanya melihat apakah kebijakan tersebut baik bagi masyarakat tetapi lebih jauh

lagi mengenai siapa yang diuntungkan dengan adanya kebijakan publik tersebut.

(27)

10

Dari masalah yang timbul dalam implementasi kebijakan seperti yang sudah

dipaparkan diatas, peneliti menganggap bahwa terjadi kesalahan yang terdapat

dalam tahap perumusan kebijakan, sehingga topik perumusan kebijakan yang

dikaji dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik menjadi tema yang

menarik. Karena dalam perumusan kebijakan, merupakan proses yang penting

dari rangkaian proses pembuantan kebijakan. Untuk itulah peneliti mengangkat

topik ini untuk menjadi karya tulis dengan judul Analisis Formulasi Kebijkan

Publik dengan studi kasus pada relokasi pedagang tradisional ke Pasar Tejoagung

Kota Metro.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas, maka rumusan masalah yang akah diteliti dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakan proses formulasi kebijakan publik dalam penentuan lokasi

relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL)?

2. Siapakah pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam rencana relokasi

pedagang tradisional ke Pasar Tejoagung?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam proses formulasi

kebijakan publik tentang penentuan lokasi relokasi Pedagang Kaki Lima

(28)

11

2. Menganalisis pihak yang diuntungkan dan dirugikan dalam rencana

relokasi padagang tradisional ke Pasar Tejoagung.

1.4Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis atau akademis, hasil penelitian ini mampu memperkaya

khazanah keilmuan Ilmu Administrasi Negara terutama mengenai proses

formulasi kebijakan, stakeholder dalam formulasi kebijakan dan persan

serta masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan relokasi Pedagang

Kaki Lima (PKL) di Kota Metro.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau bahan

evaluasi bagi Pemerintah Kota Metro terkait dalam formulasi Peraturan

(29)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mengenai Kebijakan Publik

Tinjauan mengenai kebijakan publik dibutuhkan untuk membahas masalah yang

diangkat oleh peneliti. Dalam tinjauan ini, terdapat berbagai pertanyaan yang akan

dijawab terkait dengan masalah penelitian, seperti Apa yang dimaksud dengan

kebijakanpublik? Bagaimanakah agenda kebijakan dibuat?Dimensi dari kebijakan

publik? Bagaimanakah Jenis-jenis kebijakan publik? Untuk menjawab berbagai

pertanyaan tersebut, berikut akan diuraikan.

A. Pengertian Kebijakan Publik

Jemes E. Anderson (1979) dalam Hadiati (2010) mengatakan “Public Policies are

those policies developed by governmental bodies and officials”, dapat diartikan

bahwa Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh

badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah2. Kebijakan yang dimaksudkan oleh Jemes tersebut merupakan kebijakan yang murni dibuat oleh pemerintah, atau

elite politik. Implikasi dari kebijakan publik ini adalah berorientasi pada tujuan,

berisi pola-pola tindakan pemerintah atau pejabat, memiliki sifat memaksa

(otoritatif).

(30)

13

David Easton (1953) dalam Hadiati (2010) mengatakan “Public Policy is the

authoritative allocation of values for whole society”, dapat diartikan bahwa

Kebijakan Publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada seluruh

anggota masyarakat3. Dari pengertian kebijakan oleh Easton, menjelaskan bahwa dalam pengambilan keputusan yang dilakukan seharusnya melibatkan langsung

masyrakat yang menghadapi masalah yang akan diselesaikan dengan adanya

kebijakan tersebut. Bagaimanapun juga, masyarakat lah yang mengetahui masalah

yang sebenarnya terjadi.

Pendapat mengenai kebijakan yang telah diungkapkan diatas terdapat perbedaan

yang terlihat. Jika Anderson dari penjelasan diatas mengungkapkan bahwa yang

berhak memutuskan kebijakan adalah pemerintah atau elite politik, dimana

pendapat dari masyarakat dapat dikesampingkan, sedangkan menurut Easton,

dalam suatu kebijakan publik, masyarakat mempunyai peran dalam

pembentukannya. Kedua pendapat tersebut sama benar jika ditempatkan pada

situasi yang benar. Pendapat Jemes sangat cocok apabila diterapkan dalam

permasalahan yang membutuhkan penanganan yang cepat seperti menyangkut

keamanan Negara. Sedangkan pendapat Easton diharapkan diterapkan apabila

mengambil keputusan yang menyangkut mengenai kesejahteraan masyarakat, atau

dalam penanganan keadaan sosial. Namun, dalam praktiknya, pengambilan

keputusan yang menyangkut kondisi sosial ekonomi, seringkali diambil hanya

elite politik saja. Sedangkan masyarakat seringkali dianggap tidak memiliki hak

suara. Hal tersebut sependapat dengan pertanyaan Page dalam Putra (2004:58)

mengenai kebijakan publik dan opini publik yaitu: seberapa besar dampak dari

(31)

14

opini publik terhadap pembuatan kebijakan? Dan Apakah opini publik itu hanya

dipolitisasi atau benar-benar dijadikan landasan pembuatan kebijakan publik?

Kesimpulan dari dua pendapat diatas adalah, kebijakan publik adalah suatu

tindakan pemerintah dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi masyarakat

baik yang sudah terjadi, sekarang maupun yang akan datang dengan sepenuhnya

mempertimbangkan pendapat dari masyarakat yang berkenaan langsung dan dapat

diputuskan sepihak oleh pemerintah apabila masalah yang dihadapi membutuhkan

penanganan yang cepat yang menyangkut keamanan maupun kesatuan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

B. Agenda Kebijakan

Permasalahan yang tengah disorot oleh pemerintah dan ditentukan bahwa masalah

tersebut adalah masalah kebijakan, maka yang akan dilakukan pemerintah adalah

membuat agenda kebijakan. Penentuan agenda kebijakan dipengaruhi oleh

beberapa faktor termasuk opini publik. Hal tersebut juga dikemukakan oleh

Parson (2008:113) bahwa “agenda kebijakan sangat dipengaruhi oleh opini publik

dan kekuatan publik”. Oleh karena itu, opini publik adalah sebuah konsep yang

perkembangannya mengikuti perkembangan politik dimana opini publik muncul.

Opini publik yang berkembang dimasyarakat mengenai suatu masalah atau isu

juga sangat dipengaruhi oleh peran dari media masa. Dikemukakan oleh

McCombs dan Shaw dalam Parson (2008:115) menyimpulkan bahwa “media

berperan penting dalam penentuan agenda, yakni mempunyai kekuatan untuk

menentukan topik mana yang akan didiskusikan”. Media berkembang dengan

(32)

15

ditayangkan di media. Berita yang ditayangkan di media mempengaruhi opini

yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, media sangat mempengaruhi

agenda kebijakan.

Pendapat McCombs dan Shaw yang dikemukakan diatas mendapat tambahan

yang sedikit berbeda dari Rogers dan Dearing dalam Person (2008:116) bahwa

“kita harus membedakan tiga jenis agenda: media, pulbik, dan kebijakan”. Ketiga

jenis tersebut saling berkaitan satu sama lainnya dan merupakan proses yang

interaktif yang membuat berbeda dengan pendapat McCombs dan Shaw. Pendapat

McCombs dan Shaw yang menyatakan bahwa media mempengaruhi penetapan

agenda, sedangkan pendapat Rogers dan Dearing menyatakan bahwa setiap

agenda dapat saling mempengaruhi agenda-agenda yang lainnya. Maka dari itu,

sebaiknya pemerintah memperhatikan terlebih dahulu bagaimana opini publik,

agenda media maupun agenda kebijakan itu sendiri sebelum menentukan

kebijakan.

C. Dimensi Kebijakan Publik

Menurut Bridgeman dan Davis dalam Suharto (2008: 5) menerangkan bahwa “kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan, yaitu

sebagai tujuan, sebagai pilihan tindakan yang legal atau sah secara hukum, dan

sebagai hipotesis".

1. Kebijakan publik sebagai tujuan.

(33)

16

Sebagai contoh, telah ditetapkan kebijakan yang tidak mempunyai tujauan yang jelas, maka program yang ditetapkan untuk dilaksanakan juga menjadi berbeda-beda, ini akan berdampak pada strategi pencapaian yang menjadi kabur.Karenanya, kebijakan yang baik akan menghindari jebakan ini dengan jalan merumuskan secara eksplisit

a. Pernyataan resmi mengenai pilihan-pilihan tindakan yang akan dilakukan

b. Model sebab dan akibat yang mendasari kebijakan

c. Hasil-hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu.

Proses perumusan kebijakan yang efektif adalah memperhatikan keselarasan antara usulan kebijkana dengan agenda dan strategi besar pemerintah.

2. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal

Pilihan tindakan dalam kebijakan bersifat legal atau otoritatif karena dibuat oleh lembaga yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan. Keputusan itu mengikat para pegawai negeri untuk bertindak atau mengarahkan pilihan tindakan atau kegiatan seperti menyiapkan rancangan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dipertimbangkan oleh parlemen atau mengalokasikan anggaran guna mengimplementasikan program tertentu.

Meskipun demikian, keputusan-keputusan legal belum tentu dapat direalisasikan seluruhnya. Selalu saja ada rusang atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan, atara yang sudah direncanakan dengan apa yang dapat dilaksanakan. Kebijakan sebagai keputusan yang legaljuga tidak berarti baha pemerintah selalu memiliki kewenangan dalam menangani berbagai isu. Dalam konteks ini, adalah penting mengembangkan proses kebijakan yang partisipatif dan dapat diterima secara luas sehingga dapat menjamin bahwsa usulan dan aspirasi masyarakat dapat diputuskan secara teratur dan mencapai hasil baik.

Kebijakan publik lahir dari dunia politik yang melibatkan proses yangkompleks. Gagasan dapat muncul dari berbagai sumber, seperti kepentingan para politisi, lembaga-lembaga pemerintah, interpretasi para birokrat, serta intervensi kelompok-kelompok kepentingan, media, dan warga negara.

3. Kebijakan sebagai hipotesis

(34)

17

Kebijakan biasanya diciptakan dalam situasi ketidakpastian dan diuji oleh lingkungan dimana ia diterapkan. Para pembuat kebijakan belajar dengan menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam membuat asumsi-asumsi dan model kebijkan. Sebuah proses kebijak yang baik biasanya merumuskan asumsi-asumsinya secara jelas sehingga para pelaksana kebijakan memahami teori dan model kebijakan yang mendukung keputusan-keputusan dan rekomendasi-rekomendasi di dalamnya.

Memahami kebijakan sebagai hipotesis memerlukan kalkulasi-kalkulasi ekonomi dan sosial dari para penasihat dan pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan yang baik didasari kemampuan dalam memahami pelajaran-pelajaran dari pengalaman-pengalaman kebijakan, serta kemampuan menerapkan pelajaran itu dalam langkah perumusan kebijakan. Namun, karena banyaknya “pemain” dan kepentingan dalam perumusan sebuah kebijakan, mengintegrasikan pengalaman penerapan kebijakan dengan perbaikan kebijakan berikutnya tidak selalu mudah untuk dilakukan.

Dari ketiga dimensi yang telah dikemukakan diatas, semuanya saling melengkapi

dan satu sama lain dan mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika melihat

proses pembuatan kebijakan, pembuatan kebijakan adalah pengambilan keputusan

yang diambil oleh lembaga yang legal, berdasarkan hipotesis dari masalah yang

dihadapi dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

D. Jenis-Jenis Kebijakan Publik

Jenis-jenis kebijakan menurut Nugroho (2011: 150) yang pertama adalah

“kebijakan yang menetapkan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan

dari pembatasan-pembatasan”. Kebijakan jenis ini sebagian besar berkenaan

dengan hal-hal yang regulatif atau restriktif dan deregulatif atau non-restriktif.

Menurut jenis ini, pemerintah hanya mengurusi kegiatan yang bersifat strategis

baik yang mampu dilaksanakan oleh masyarakat terlebih lagi kegiatan yang tidak

(35)

18

“Jenis yang kedua adalah adalah kebijakan alokatif dan distributif”. Kebijakan

kedua ini biasanya berupa kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran

atau keuangan publik. Fungsi alokatif dalam kebijakan ini menurut Musgrave dan

Musgrave (1989) dalam Nugroho (2011: 150) bertujuan mengalokasikan

barang-barang publik dan mekanisme alokasi barang-barang dan jasa yang tidak bisa dilakukan

melalui mekanisme pasar, sedangkan fungsi distributif berkenaan dengan

pemerataan kesejahteraan termasuk perpajakan.

2.2 Tinjauan Mengenai Perumusan Kebijakan

Formulasi kebijakan bukanlah tindakan yang sederhana. Formulasi kebijakan

merupakan proses yang sangat penting dari rangkaian proses pembuatan

kebijakan. Dalam formulasi kebijakan, terdapat proses penyelesaian masalah yang

sedang terjadi. Dapat dikatakan bahwa formulasi kebijakan dapat menyelesaikan

sebagian besar masalah yang sedang terjadi apabila dilaksanakan dengan benar.

Dalam pembahasan mengenai formulasi kebijakan, disini akan disampaikan

mengenai definisi dari formulasi kebijakan, proses formulasi kebijakan,

aktor-aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan tersebut, bagaimana model-model

yang dapat dipakai dalam menyelesaikan atau yang dipakai dalam hal ini

Pemerintah Kota Metro, Faktor-faktor yang mempengaruhi proses formulasi

kebijakan, dan juga tentang langkah-langkah formulasi kebijakan yang melibatkan

publik dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara.

A. Definisi Formulasi Kebijakan

Hal terpenting dalam proses kebijakan publik adalah formulasi atau perumusan

(36)

19

“bagaimana para analis kebijakan dapat mengenal masalah-masalah publik yang

dibedakan dengan masalah-masalah privat.” Formulasi kebiajakan menurut

Tjokroamidjojo dalam Islamy (2001: 24) merupakan “suatu proses pemgambilan

pilihan dari suatual ternatif yang dilakukan secara terus menerus dan tidak pernah

selesai”.

Lebih lanjut lagi mengenai definisi tentang formulasi kebijakan, Udoji dalam

Syamsuri (2012) mengemukanan bahwa

The whole process of articulating and defining problems, formulating possible solutions into political demands, channelling those demands into the political systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)

yang kurang lebih berarti Seluruh proses mengartikulasikan dan mendefinisikan

masalah, merumuskan solusi yang mungkin menjadi tuntutan politik, penyaluran

tuntutan ke dalam sistem politik, mencari sanksi atau legitimasi dari program

pilihan tindakan, legitimasi dan pelaksanaan, pengawasan dan peninjauan (umpan

balik). 4

Kedua pendapat yang telah dijelaskan di atas, menggambarkan bahwa perumusan

kebijakan merupakan proses mendefinisikan masalah yang kemudian dirumuskan

menjadi solusi untuk diseleksi mana solusi atau alternatif kebijakan yang akan

diambil untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika kita salah memahami masalah

kebijakan, sehingga yang muncul adalah pemecahan yang benar untuk masalah

yang salah, atau pemecahan yang salah untuk masalah yang benar, atau bahkan

pemecahan yang salah pada masalah yang salah. Untuk dapat menyelesaikan

4 http://kebijakanpublik12.blogspot.com/2012/06/formulasi-kebijakan.html diakses pada 11

(37)

20

masalah yang dirasakan masyarakat, seharusnya para pembuat kebijakan harus

dapat memahami masalah yang sedang terjadi, sehingga dapat menghasilkan

pemecahan yang benar untuk masalah yang benar.

B. Proses Formulasi Kebijakan

Proses formulasi kebijakan menurut Suharto (2008: 27) meliputi identifikasi isu,

merumuskan agenda kebijakan, melakukan konsultasi, menetapkan keputusan,

menerapkan kebijakan, melakukan evaluasi. Penjelasan dari keenam proses

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi isu kebijakan

Isu-isu kebijakan ini pada hakikatnya merupakan permasalahan sosial yang

aktual, mempengaruhi banyak orang, dan mendesak untuk dipecahkan.

Isu-isu tersebut biasanya muncul berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan perguruan tinggi atau organisasi non-pemerintah. Selain aktual

dan mendesak untuk dipecahkan, isu biasanya semakin mencuat jika

didukung oleh pemberitaan media massa yang beragam dan terus menerus.

Dari semua isu atau masalah sosial, tidak semua bisa menjadi isu

kebijakan. Sedikitnya ada empat prasyarat agar masalah bisa teridentifikasi

sebagai sebuah isu kebijakan:

a. Disepakati banyak pihak. Sebuah masalah kebijakan dianggap layak dijadikan isu kebijakan jika banyak pihak yang berpengaruh memiliki pandangan dan kesepakatan yang relati sama.

(38)

21

tersebut dapat dipecahkan? Apakah tersedia sumberdaya untuk merespon masalah itu?

c. Sejalan dengan pertimbangan politik. Meskipun sebuah masalah sosial secara ekonomi layak dipecahkan, misalnya, tetapi jika tidak menguntungkan secara politis maka para pembuat kebijakan seringkali mengurungkan niatnya.

d. Sejalan dengan ideologi. Kerangka ideologi partai politik yang berkuasa seringkali merupakan landasan bagi pemerintah untuk memutuskan apakah masalah A akan diprioritaskan, sementara masalah B akan ditunda atau dibatalkan menjadi isu kebijakan.

2. Merumuskan agenda kebijakan

Identifikasi dan perdebatan mengenai isu-isu di atas melahirkan agenda

kebiakan. Agenda kebijakan pda intinya merupakan sebuah masalah sosial

yang paling memungkinkan direspon oleh kebijakan. Agenda kebijakan

juga dapat dianalogikan dengan sebuah topik diskusi atau agenda rapat

yang dibahasa dalam sebuah pertemuan besar para pejabat pemerintah.

Kingdon (1995: 3) dalam Suharto (2008: 29) memberikan definisi agenda

kebijakan sebagai daftar subjek atau masalah dengan mana pejabat

pemerintah beserta orang-orang diluar pemerintah yang memiliki

hubungan dengan pemerintah, memberi perhatian serius pada suatu waktu

tertentu.

Adakalanya subuah isu yang dianggap pentik segera mendapat perhatian.

Isu seperti ini kemudian menjadi agenda kebijakan yang akan dibicarakan

oleh para pemain kebijakan formal. Namun, ada saatnya pula dimana

sebuah isu hangat kemudian mendingin dan pada akhirnya dilupakan. Hal

(39)

22

3. Melakukan konsultasi

Pembuat kebijakan yang melibatkan banyak lembaga dan sektor

kehidupan, maka untuk menghindari tumpang tindih kepentingan dan

memperoleh dukungan yang luyas dari publik, setiap agenda kebijakan

perlu didiskusikan dengan berbagai lembaga dan pihak. Inilah saatnya

melakukan konsultasi. Melalui konsultasi, ide-ide dapat diuji dan proposal

kebijkan disempurnakan.

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah perlu mengkonsultasikan

agenda kebijakan menurut Suharto (2008: 33) yaitu:

a. Sesuai dengan nilai-nilai demokratis yang menekankan pentingnya keterbukaan, partisipasi dan masukan sebanyak mungkin.

b. Membangun konsensus dan dukungan politik. Pemerintah harus melibatkan sebanyak mungkin pihak untuk diajak membahas agenda kebijakan yang ditetapkan agar terjadi kesepahaman dan kesepakatan. c. Meningkatkan koordinasi diantara berbagai lembaga yang terkait

dengan agenda kebijakan dan lembaga yang akan merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut.

d. Mempercepat respon dan perumus strategi-strategi kebijakanyang akan ditetapkan untuk mengatasi agenda kebijakan prioritas.

4. Menetapkan keputusan

Setelah isu kebijakan teridentifikasi, agenda kebijakan dirumuskan, dan

konsultasi dilakukan, maka tahp berikutnya adalah menetapkan alternatif

kebijakan apa yang akan diputuskan. Diharapkan alternatif yang diambil

setelah melalui berbagai proses oleh pemerintah dapat menjawab

permasalahan yang sedang berlangsung sehingga masalah selesai dan tidak

(40)

23

5. Implementasi

Kebijakan yang baik tidak memiliki arti apa-apa jika tidak dapat

diimplementasikan. Apabila sebuah kebijakan telah ditetapkan, maka

proses perumusan kebijakan menginjak tahapan implementasi. Terdapat

beberapa faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan.

Selain diperngaruhi oleh konteks makro kondisi ekonomi, sosial, dan

politik, Howlett dan Ramesh dalam Suharto (2008:37) mencatat bahwa

implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh (1) hakekat dan

perumusan masalah kebijakan itu, (2) keragaman masalah yang ditangani

oleh pemerintah, (3) ukuran kelompok-kelompok sasaran, dan (4) tingkat

perubahan perilaku yang diharapkan.

Implementasi kebijakan dapat berhasil sangat ditentukan oleh beberapa

instrumen yang mendukungnya. Menurut Bridgman dan Davis dalam

Suharto (2008:37) membagi instrumen implementasi kebijakan ke dalam

dua kelompok, yakni: instrumen yang berkaitan dengan tindakan paksaan

(lisensi, legislasi dan regulasi, petunjuk administrasi, pelaporan,

pemajakan) dan tindakan tanpa paksaan (komunikasi, kontrak,

pengeluaran, pengawasan, pinjaman, operasi pasar, pemberian pelayanan).

6. Evaluasi

Perumusan kebijakan pada hakikatnya merupakan proses terus menerus

yang tiada henti. Sehingga wajar jika proses perumusan kebijakan sering

disebut sebagai lingkaran kebijakan yang berputar terus menerus. Secara

(41)

24

kebijakan. Namun,dari evaluasi ini dihasilkan masukan-masukan guna

penyempurnaan kebijakan atau perumusan kebijakan selanjutnya. Dengan

begitu, proses formulasi kebijakan menjadi mirip roda atau spiral yang

berputas tiada akhir.

C. Aktor-Aktor Perumus Kebijakan

Aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan dapat dilihat dalam tulisan James

Anderson (1979), charles Lindblom (1980), maupun James P. Lester dan Joseph

Stewan, Jr (2000) dalam Winarno (2012: 126), aktor perumus dibagi menjadi dua

kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi.

1. Para pemeran serta resmi adalah agen-agen pemerintah, yakni :

a. Eksekutif

Aktor eksekutif yang dimaksud di sini adalah presiden. Keterlibatan

presiden dalam perumusan kebijakan dapat secara langsung maupun

tidak langsung. Keterlibatan presiden secara langsung dapat kita lihat

dengan kehadirannya dalam rapat-rapat kabinet. Keterlibatan presiden

secara tidak langsung kita temukan ketika presiden membentuk

komisi-komisi penasihat. Jika kebijakan merupakan produk yang dibuat untuk

daerah tertentu dan oleh daerah itu sendiri maka aktor eksekutif

(42)

25

b. Lembaga Yudikatif,

Menurut undang-undang dasar lembaga yudikatif memiliki kekuasaan

yang cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui

pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan. Artinya

lembaga yudikatif ini memiliki wewenang untuk mengesahkan atau

membatalkan suatu perundang-undangan maupun peraturan.

c. Lembaga Legislatif

Lembaga ini memiliki peran yang krusial dalam perumusan

kebijakan.Setiap undang-undang menyangkut persoalan-persoalan

publik harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif

ini.Legislatif adalah lembaga yang orang-orangnya merupakan pilihan

langsung masyarakat, maka lembaga ini diharapkan betul-betul menjadi

wakil rakyat sehingga mereka dapat mengakomodir segala kebutuhan

atau kepentingan masyarakat.

2. Para pemeran serta tidak resmi

a. Kelompok-kelompok kepentingan

Peran kelompok kepenting dalam sistem politik negara berbeda. Bagi

negara demokratis peran kelompok ini sangat terbuka. Khususnya

dalam perumusan kebijakan mereka memiliki peran atau fungsi

artikulasi kepentingan, yaitu mereka berfungsi menyatakan

tuntutan-tuntutan dan memberikan alternatif-alternatif tindakan kebijakan.

(43)

26

kebijakan untuk kembali mempertimbangkan alternatif mereka atau

merasionalisasikan kembali.

Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan

tergantung pada ukuran-ukuran keanggotaan kelompok, keuangan dan

sumber-sumber lain, kepaduannya, kecakapan dari orang yang

memimpin kelompok tersebut. Selain itu pandangan orang lain terhadap

kelompok tersebut akan mempengaruhi juga dalam perumusan

kebijakan. Artinya jika kelompok tersebut baik di mata mereka, maka

akan timbul kepercayaan orang lain terhadap kelompok tersebut.

b. Partai-partai politik

Peran partai politik sarat akan kepentingan kelompok tertentu, atau

suatu partai akan berusaha untuk membawa alternatif partainya untuk

menjaga kepercayaan orang-orang yang telah mendukung mereka.

Peran partai politik pada perumusan kebijakan yakni, partai-partai

tersebut berusaha untuk mengubah tuntutan-tuntutan tertentu dari

kelompok-kelompok kepentingan menjadi alternatif-alternatif

kebijakan.

c. Warga negara individu

Peran warga negara individu terlihat pada saat proses pemilihan umum.

Peran mereka dalam sistem politik yakni, dengan menggunakan hak

suaranya untuk menentukan para legislatif dan eksekutif. Artinya ketika

(44)

27

bahwa yang mereka pilih dapat mewujudkan keinginan mereka. Oleh

karena itu, keinganan para warga negaranya perlu mendapat perhatian

oleh para pembentuk kebijakan.

Sedangkan menurut Putra dalam Suharto (2008: 25) membagi pembuat kebijakan

atau stakeholder kebijakan publik dapat dibedakan kedalam tiga kelompok.

1. Stakeholder kunci

Yaitu mereka yang memiliki kewenangan secara legal untuk membuat keputusan. Stakeholder kunci mencangkup unsur eksekutif sesuai tingkatannya, legislatif dan lembaga-lembaga pelaksana program pembangunan.

2. Stakeholder primer

Yaitu mereka yang memiliki kaitan penting secara langsung dengan suatu kebijakan, program atau proyek. Mereka biasanya dilibatkan dalam proses pengambilan kputusan, terutama dalam penyerapan aspirasi publik. Stakeholder primer bisa mencakup (a) masyarakat yang diidentifikasi akan terkena dampak (baik positif maupun negatif) oleh suatu kebijakan, (b) tokoh masyarakat, (c) pihak manajer publik, yakni lembaga atau badan publik yang bertanggungjawab dalam penentuan dan penerapan suatu keputusan.

3. Stakeholder sekunder

Yaitu mereka yang tidak memiliki kaitan kepentingan langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek, namun memililki kepedulian dan perhatian sehingga mereka turut bersuara dan berupaya untuk mempengaruhi keputusan legal pemerintah.

Kedua pendapat mengenai aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan peneliti

menilai sama. Pendapat dari Anderson menjelaskan lebih rinci tentang siapa saja

aktor formal maupun yang informal sedangkan pendapat Putra lebih

menyederhanaan lagi. Aktor perumus kebijakan tidak akan membawa pengaruh

terhadap masalah yang sedang dihadapi jika tidak adanya pemberdayaan dari

pemerintah. Terutama bagi aktor pembuat kebijakan informal yaitu warga negara

individu menurut Anderson atau stakeholder primer menurut putra. Hal ini

didukung dengan pengertian pemberdayaan menurut Hulme dan Turner dalam

(45)

28

tidak berdaya dapat memberikan pengaruh yang lebih besar di arena politik secara

lokal maupun nasional”.

D. Model-Model Perumusan Kebijakan

Menurut Nugroho (2011: 510-540) model perumusan kebijakan yaitu sebagai

berikut:

1. Model Kelembagaan

Yaitu model yang secara sederhana bermakna bahwa “tugas membuat

kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Hal ini dapat dianggap benar

dikarenakan, pertama pemerintah memang sah membuat kebijakan publik,

kedua, fungsi pembuatan kebijakan bersifat universal, ketiga, pemerintah

memonopoli fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama. Model

ini lebih menekankan struktur daripada proses atau perilaku politik.

2. Model Proses

Kegiatan yang terangkum dalam perumusan kebijakan dengan Model

proses meliputi: Identifikasi Permasalahan, Menata Agenda Formulasi

Kebijakan, Perumusan Proposal Kebijakan, Legitimasi Kebijakan,

Implementasi Kebijakan, Evaluasi Kebijakan. Dalam model proses,

memberitahu kepada kita tentang bagaimana kebijakan dibuta atau

seharusnya dibuat, namun kurang memberikan tekanan pada substansi

seperti apa yang harus ada.

3. Model Teori Kelompok

Model perumusan kebijakan ini berpendapat bahwa interaksi dalam

(46)

29

yang terbaik. Individu dalam kelompok-kelompok kepentingan saling

berinteraksi secara formal maupun informal dan secara langsung atau

melalui media masa menyampaikan tuntutan kepada pemerintah untuk

mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan. Dengan manajemen

konflik, maka titik keseimbangan terbangun untuk mencapai solusi dari

permasalahan.

4. Model Teori Elite

Model ini melihat bahwa dalam masyarakat selalu ada dua kelompok yaitu

elite politikatau yang memegang kekuasaan dan massa atau yang tidak

memegang kekuasaan. Karena kebijakan publik merupakan perspeksi elite

politik, dan setiap elite politik ingin mempertahankan status quo, maka

kebijakannya menjadi bersifat konservatif dan kebijakan-kebijakan itu

tidaklah selalu mementingkan kesejahteraan masyarakat.

5. Model Demokrasi

Model formulasi ini menghendaki setiap “pemilik hak demokrasi” diikut

sertakan dalam formulasi kebijakan yaitu dengan pengambilan keputusan

demokratis. Namun, jika menghadapi kondisi yang kritis dan darurat,

model ini menghadapi masalah tersendiri yang sangat tidak efektif untuk

digunakan. Keberhasilan model ini dalam tahap implementasi sangat

tinggi karena setiap pihak mempunyai kewajiban untuk ikut serta

mencapai keberhasilan kebijakan.

6. Model Pilihan Publik

Model kebijakan ini melihat kebijakan sebagai sebuah proses formulasi

(47)

30

keputusan tersebut. Pada intinya, setiap kebijakan publik yang dibuat oleh

pemerintah harus merupakan pilihan publik yang menjadi pengguna.Proses

formulasi kebijakan publik dengan demikian melibatkan publik melalui

kelompok-kelompok kepentingan. Model pilihan publik biasanya

digunakan oleh kebijakan yang bersifat ekonomi publik, atau meskipun

digunakan bukan untuk kebijakanyang bersifat ekonomi publik, mayoritas

alanis kebijakan, atau “selera” kekuasaan adalah ekonom atau¸ ekonomi.

Model ini memiliki kelemahan pokok dalam realitas interaksi itu sendiri

karena interaksi akan terbatas pada publik yang mempunyai akses dan di

sisi lain terdapat kecenderungan pemerintah untuk memuaskan pemilihnya

daripada masyarakat luas.

Permasalahan yang terjadi dalam relokasi pasar tradisional di Metro peneliti

menilai bahwa akan sangat membantu jika menggunakan Model Pilihan publik.

Model Pilihan Publik membantu untuk pencapaian manfaat yang optimum bagi

masyarakat. Dimana setiap kebijakan publih yang dibuat oleh memerintah harus

merupakan pilihan publik yang menjadi pengguna. Model ini memberikan ruang

luas kepada publik untuk mengontribusikan pilihan-pilihannya kepada pemerintah

sebelum diambil keputusan. Dibandingkan dengan fakta yang ada dilapangan

setelah melakukan pra-riset pada tanggal 10 November 2012, peneliti melihat

bahwa kebijakan yang diambil jauh dari pencapaian manfaat yang optimum bagi

masyarakat dengan berbagai alasan yang telah disampaikan sebelumnya. Dilihat

(48)

31

masyarat khususnya pedagang menurut pengakuannya tidak mendapat

kesempatan untuk menentukan pilihan-pilihan mereka.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Formulasi Kebijakan

Berbagai kepentingan yang ada dalam proses pembuatan kebijakan menjadi

masalah tersendiri yang harus dihadapi oleh para pembuat kebijakan. Menurut

Nigro and Nigro dalam Islamy (2001: 25), faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap proses formulasi kebijakan adalah

1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar

Walaupun ada pendekatan formulasi kebijakan dengan nama “rationale comprehensive” yang berarti administrator sebagai pembuat

keputusan harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan

dipilih berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan

formulasi kebijakan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata,

sehingga adanya tekanan dari luar ikut berpengaruh terhadap proses

formulasi kebijakan.

2. Adanya pengaruh kebiasaan lama

Kebiasaan lama organisasi seperti kebiasaan investasi modal,

sumber-sumber dan waktu terhadap kegiatan suatu program tertentu cenderung

akan selalu diikuti, meskipun keputusan-keputusan tersebut telah

dikritik sebagai sesuatu yang salah sehingga perlu dirubah, apalagi jika

(49)

32

3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi

Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan

banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya, seperti dalam proses

penerimaan atau pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor

sifat-sifat pribadi pembuat keputusan berperan besar sekali.

4. Adanya pengaruh dari kelompok luar

Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan juga berpengaruh

terhadap pembuatan keputusan. Seringkali juga pembuatan keputusan

dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman-pengalaman dari

orang lain yang sebelumnya diluar bidang pemerintah.

5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

Pengalaman latihan dan pengalaman pekerjaan yang terdahulu

berpengaruh pada pembuatan keputusan atau bahkan orang-orang

yang bekerja di kantor pusat sering membuat keputusan yang tidak

sesuai dengan keadaan dilapangan, hal ini disebabkan karena adanya

kekhawatiran bahwa delegasi wewenang dan tanggung jawab kepada

orang lain akan disalahgunakan.

Pendapat lain yang melengkapai pendapat dari Nigro dan Nigro adalah pendapat

dari Gerald E. Caiden dalam Islamy (2001: 27) menyebutkan adanya beberapa

faktor yangmenyebabkan sulitnya membuat kebijakan, yaitu: (1) sulitnya

memperoleh informasi yang cukup, (2) bukti-bukti sulit disimpulkan,(3) adanya

berbagai macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi pilihan tindakan yang

(50)

33

keputusan bersifat sporadis, (6) dan proses perumusan kebijakan tidak dimengerti

benar.

F. Proses Publik dalam Formulasi

Peraturan Menteri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negara Nomor:

PER/04/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi,

Evaluasi, dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat

dan Daerah menjelaskan ada empat proses publik yang harus dilaksanakan dalam

formulasi kebijakan.

1. Proses Publik Pertama

Dilaksanakan setelah tim penyusun formulasi kebijakan terbentuk, dan

draf nol dirumuskan. Kemudian draf nol kebijakan didiskusikan

bersama forum publik. yaitu para paksar kebijakan dan pakar yang

berkenaan dengan masalah terkait. Dan jika dimungkinkan, keikut

sertaan anggota legislatif yang membidangi bidang terkait diperlukan.

Tujuan dari diskusi ini adalah untuk melakukan verifikasi secara

akademis dan kebenaran ilmiah.

2. Proses Publik Kedua

Diskusi yang kedua adalah diskusi dengan instansi pemerintah di luar

lembaga pemerintah yang merumuskan kebijakan tersebut. Pada

tingkat tertentu, diskusi foru publik yang kedua ini melibatkan komisi

(51)

34

3. Proses Publik Ketiga

Proses publik ketiga adalah diskusi dengan para pihak yang terkait

langsung dengan kebijakan atau yang terkena dampak langsung, atau

juga yang disebut dengan kelompok sasaran. Diskusi ini dilakukan

untuk mendapatkan verifikasi secara sosial dan politik dari kelompok

masyarakat yang terkait secara langsung.

4. Proses Publik Keempat

Proses publik keempata adalah diskusi dengan seluruh pihak terkait

secara luas, dengan menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk

lembaga swadaya msayarakat yang mengurusi isu terkait, asosiasi

usaha terkait. Diskusi ini ditujukan untuk membangun pemahaman

publik terhadap rencana dibangunnya suatu kebijakan. Tujuannya

bukan untuk mendapatkan persetujuan seluruh peresta, melaikan untuk

mendapatkan masukan dari publik terhadap kebijakan yang akan

dibuat.

Keempat proses tersebut menjelaskan bahwa dalam tahap formulasi kebijakan

partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Hal tersebut bertujuan untuk

menghindari kesalahpahaman maupun penolakan terhadap kebijakan yang dibuat.

Penolakan yang tetap dilakukan oleh masyarakat kemungkinan tetap terjadi

namun itu hanya sebagian kecil. Namun, jika proses publik seperti yang dijelaskan

diatas tidak dilaksanakan dengan baik, maka protes dari masyarakat akan terjadi

dalam jumlah yang besar seperti yang terjadi dalam rencana relokasi pedagang

(52)

35

2.3 Tinjauan Tentang Opini Publik

Kata “publik” dari istilah ‘opini publik’ adalah sekelompok orang dengan

kepentingan yang sama memiliki suatu pendapat yang sama mengenai suatu

persoalan yang menimbulkan pertentangan. Setiap orang orang diidentifikasikan

sebagai sejumlah publik, yang masing-masing mungkin terlibat dalamproses

<

Gambar

Tabel 3: Dokumen yang Digunakan dalam Penelitian
Tabel 4: Hasil Triangulasi Sumber
Tabel 5: Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kota Metro Tahun 2011
Gambar 1: Peta Administrasi Kota Metro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Lilliefors. Hasil uji homogenitas tes akhir dari kedua sampel dapat dilihat pada tabel 4.4.. Untuk melihat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti mengemukakan kesimpulan, sebagai berikut: hipotesis penelitian yang berbunyi “Terdapat pengaruh yang

Dari hasil angket bagian II di atas kemudian dianalisis berdasarkan norma yang ditetapkan, yaitu jumlah permasalahan di atas 20% untuk persentase jawaban kurang dan

Setiap Anda dalam semua tingkatan usia, pendidikan, dan sosial budaya memiliki mimpi yang tidak dipahami orang lain, dan hanya Anda dengan Tuhan saja yang bisa menuntaskannya..

Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugat dalam memori bandingnya pada pokoknya menolak pertimbangan Hakim Tingkat Pertama yang menyatakan: Dalam Pokok Perkara

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains antara model pembelajaran langsung dan

lingkungan tersebut dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Menyimpulkan dari apa yang dipaparkan para ahli bisnis sebelumnya, kegiatan analisis lingkungan lembaga

Teknik analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data fuzzy time series Berikut ini adalah uraian dari kedua langkah metode tersebut. Metode fuzzy time series..