• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari Dewan Mahasiswa Hingga Ke Pemerintahan Mahasiswa Perubahan Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara (1958-1999)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dari Dewan Mahasiswa Hingga Ke Pemerintahan Mahasiswa Perubahan Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara (1958-1999)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DARI DEWAN MAHASISWAHINGGA KE PEMERINTAHAN MAHASISWA

Perubahan Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara

(1958-1999)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA

: AHMAD RIVAI

NIM

: 060706003

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DARI DEWAN MAHASISWAHINGGA KE PEMERINTAHAN MAHASISWA

Perubahan Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara

(1958-1999)

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan

O L E H

NAMA : AHMAD RIVAI NIM : 060706003 Diketahui Oleh :

Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

DARI DEWAN MAHASISWAHINGGA KE PEMERINTAHAN MAHASISWA

Perubahan Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara

(1958-1999)

Yang diajukan oleh: Nama: Ahmad Rivai NIM: 060706003

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh: Pembimbing

Drs. Edi Sumarno, M.Hum tanggal…… Desember 2012 NIP : 196409221989031001

Ketua Departemen Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum tanggal…… Desember 2012 NIP : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Pada : Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M. A Nip :195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum ………

2. ………

3. Drs. J. Fachruddin Daulay MSP ………

4. Drs. Timbun Ritonga ………

(5)

LEMBAR PENGESAHAN KETUA DEPARTEMEN

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2012

Departemen Sejarah

Ketua,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Hingga saat ini penulis masih diberikan rezeki yang berlimpah ruah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul, DARI DEWAN MAHASISWA HINGGA KE PEMERINTAHAN MAHASISWA Perubahan Organisasi Kemahasiswaan

Universitas Sumatera Utara (1958-1999), dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai sistem organisasi kemahasiswaan serta latar belakang yang mempengaruhi perubahannya, dimulai dari Dewan Mahasiswa pada tahun 1958 hingga ke Pemerintahan Mahasiswa pada tahun 1999.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, Desember 2012

Penulis,

Ahmad Rivai

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, sebagai Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU dan sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat dan motivasi kepada penulis juga kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, Msi, sebagai Sekretaris Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU. Terkhusus untuk bapak Drs. J. Fachruddin Daulay, MSP sebagai dosen Penasehat Akademik penulis yang telah sangat sabar dan tanpa henti-hentinya memberi wejangan dan nasehat bagi penulis walaupun penulis belum bisa menjadi anak didik yang baik.

(8)

amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha Departemen Sejarah (terimakasih atas arahannya bang).

4. Kepada Wakil Tuhan untuk penulis di dunia, ayahanda H. Salamat Naibaho dan ibunda Hj. Syarifah Hasibuan, yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan selalu menyayangi penulis dengan penuh cinta. Kakak tersayang (Nurianti Naibaho, S.kom), adik-adik tercinta (Kasmawati Naibaho, Nur Azizah Naibaho, Silvi Uriandhaya Naibaho), keponakan yang lucu Ziva (jadi anak yang berbakti ), serta abang ipar Nulket dan seluruh keluarga Besar yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

(9)

6. Seluruh kawan-kawan Mahasiswa Sejarah USU (St. Jhon, Dody, Yudha, Natin, Wilson, Sonang, Kinnen, Degem, Heri, Hara, Calvin, Johannes, Ramlan, Uci, Icha, Anggi, Derny, Sancani, Friyanti, Kariani, Risma, Desmika teman penulis stambuk 2006) serta abang-abang senior dan juga adik-adik junior

7. Seluruh rekan fungsionaris Pemerintahan mahasiswa USU periode 2011-2012, Mitra Nasution Presma USU, Oki Ferianda Bendum, drg. Adi Wika, Arbi Fadhillah Wantimpresma, Bg Dian Wantimpres.

Dengan rasa suka cita penulis mohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberkati dalam melakukan pekerjaan maupun aktivitas sehari-hari. Sekali lagi penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesalahan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2012 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

DAFTAR ISI ... ...iii

BAB I PENDAHULUAN ... ……….1

1.1 Latar Belakang ... ...1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... ...5

1.4 Tinjauan Pustaka...6

1.5 Metode Penelitian...8

BAB II USU dan ORGANISASI KEMAHASISWAAN USU SEBELUM TERBENTUKNYA DEWAN MAHASISWA……….11

2.1 USU: Dari Yayasan Ke Perguruan Tinggi Negeri………..11

2.2 Terbentuknya Persatuan Mahasiswa Sumatera Utara (MSU)………24

2.2.1 Pembentukan MSU……….24

2.2.2 Sistem Dan Struktur Organisasi MSU….………...26

BAB III PERIODE DEWAN MAHASASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (1957-1978)……….………28

3.1Dari MSU ke DEMA……….………...…28

3.2 Sistem dan Struktur Organisasi DEMA USU…….………..29

3.3 Peran dan Aktifitas DEMA USU…………...31

3.3.1 Gerakan Mahasiswa ’66……….………..32

(11)

3.4 Peralihan dari DEMA ke SMF ………..……..38

BAB IV PERIODE SENAT MAHASISWA (1981-1999)……….……...44

4.1 Periode Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) (1981-1990)……….……...44

4.1.1 Sistem dan Struktur SMF……….……….48

4.1.2 Pengebirian Aktivitas Organisasi Kemahasiswaan……….………49

4.1.3 Peralihan dari SMF Ke SMPT……….……….52

4.2 Periode Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (1990-1999)……….…………54

4.2.1 Sistem dan Struktur SMPT……….………….54

4.2.2 Peralihan dari SMPT ke PEMA………..…….…………59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..……….…………64

5.1 Kesimpulan……….………64

5.2 Saran ………..……….69

DAFTAR PUSTAKA………..………70

(12)

Abstrak

Sistem Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dalam perjalanannya telah mengalami perubahan sistem, sebagian besar perubahan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan secara nasional, yang berarti perubahan yang terjadi di sistem organasasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dilatarbelakangi keputusan pemerintah skala nasional. Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai acuan dalam penulisan, tahapan dalam penelitian sejarah terdiri dari pengumpulan sumber (heuristik) baik secara lisan maupun tulisan, selanjutnya dilakukan tahapan kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti (verifikasi), tahapan selanjutnya peneliti menghubungkan data yang diterima dengan fakta yang ada (interpretasi), setelah melalui tahapan diatas maka tahapan terakhir adalah penyajian hasil dalam bentuk tulisan sejarah (historiografi). Adapaun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif naratif, dalam artian penelitian ini menggambarkan sistem-sistem Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dan menyajikannya dalam bentuk tulisan naratif. Konstalasi politik nasional sejak kemerdekaan Indonesia melibatkan segala aspek masyarakat, salah satu aspek tersebut adalah mahasiswa sebagai kaum intelektual terdidik memposisikan diri sebagi mitra strategis. Dalam menyampaikan aspirasi mahasiswa, lumrah dilakukan melalui organisasi mahasiswa, baik melalui MSU, DEMA, SMF, SMPT serta PEMA. Perubahan sistem tersbut sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan secara nasional, yang berarti perubahan yang terjadi di sistem organasasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dilatarbelakangi keputusan pemerintah pada skala

(13)

Abstrak

Sistem Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dalam perjalanannya telah mengalami perubahan sistem, sebagian besar perubahan tersebut dipengaruhi oleh kebijakan secara nasional, yang berarti perubahan yang terjadi di sistem organasasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dilatarbelakangi keputusan pemerintah skala nasional. Dalam penelitian ini digunakan metode sebagai acuan dalam penulisan, tahapan dalam penelitian sejarah terdiri dari pengumpulan sumber (heuristik) baik secara lisan maupun tulisan, selanjutnya dilakukan tahapan kesesuaian data dengan permasalahan yang diteliti (verifikasi), tahapan selanjutnya peneliti menghubungkan data yang diterima dengan fakta yang ada (interpretasi), setelah melalui tahapan diatas maka tahapan terakhir adalah penyajian hasil dalam bentuk tulisan sejarah (historiografi). Adapaun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif naratif, dalam artian penelitian ini menggambarkan sistem-sistem Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dan menyajikannya dalam bentuk tulisan naratif. Konstalasi politik nasional sejak kemerdekaan Indonesia melibatkan segala aspek masyarakat, salah satu aspek tersebut adalah mahasiswa sebagai kaum intelektual terdidik memposisikan diri sebagi mitra strategis. Dalam menyampaikan aspirasi mahasiswa, lumrah dilakukan melalui organisasi mahasiswa, baik melalui MSU, DEMA, SMF, SMPT serta PEMA. Perubahan sistem tersbut sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan secara nasional, yang berarti perubahan yang terjadi di sistem organasasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara dilatarbelakangi keputusan pemerintah pada skala

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa merupakan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas pertama kali dikenalkan sekitar 1952 pada jamannya Kusnadi Hardjosoemantri dan Emil Salim. Dewan Mahasiswa ini sangat independen, dan merupakan kekuatan yang cukup diperhitungkan sejak awal kemerdekaan hingga masa Orde Baru berkuasa. Ketua Dewan Mahasiswa selalu menjadi kader pemimpin nasional yang diperhitungkan pada jamannya.

Dewan Mahasiswa berfungsi sebagai lembaga eksekutif, sedangkan yang menjalankan fungsi legislatifnya adalah Majelis Mahasiswa. Di fakultas-fakultas dibentuklah Komisariat Dewan Mahasiswa (KODEMA), atau di beberapa perguruan tinggi disebut Senat Mahasiswa. Para Ketua Umum KODEMA atau Ketua Umum Senat Mahasiswa ini secara otomatis Mewakili Fakultas dalam Majelis Mahasiswa. Keduanya dipilih secara langsung dalam pemilu badan keluarga mahasiswa untuk masa jabatan tertentu. Sedangkan Ketua Umum Dewan Mahasiswa dipilih dalam Sidang Umum Majelis Mahasiswa.

(15)

universitas untuk memobilisasi gerakan Mahasiswa USU. Sebagai gerakan internal kampus, DEMA juga melakukan gerakan politiknya mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak populis.

Peranan Dewan Mahasiswa sedikit banyak mempengaruhi proses pengambilan kebijakan baik di kampus maupun di tingkatan Provinsi Sumatera Utara. Dilibatkannya DEMA USU dalam kancah gerakan mahasiswa nasional dalam menyikapi isu-isu nasional adalah sebagai bentuk apresiasi DEMA universitas lain terhadap DEMA USU untuk memperkuat isu gerakan yang dibangun sebagai representasi wilayah Sumatera Utara. Gerakan Malari 1974 adalah salah satu isu nasional. DEMA USU ikut menyuarakan penolakan mahasiswa terhadap kedatangan PM Jepang ke Indonesia dalam rangka membicarakan proyek investasi Jepang dibidang industry otomotif.

(16)

USU dijerat di pengadilan dengan dalih melakukan tindakan makar sebab terlibat dalam gerakan Malari.1

Pemerintah dalam hal ini melalui Pangkopkamtib Soedomo melalui SK bernomor SKEP/02/KOPKAMTIB/I/1978 melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, dan selanjutnya tindakan pemerintah terhadap kampus diserahkan kepada menteri P&K Dooed Yusuf yang dilantik 29 Maret 1978 dalam kesempatan itu pula mengeluarkan Kebijakan No.0156/U/1978 mengenai NKK yang resmi diberlakukan 19 April 1978. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.2

Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama

1

Tempo, 10 Februari 1979. 2

(17)

pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.3

Melihat hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai latar belakang terjadinya perubahan sistem pemerintahan mahasiswa di USU sebagai obyek penelitian sejarah ilmiah. Penelitian ini dapat dilakukan karena terdapatnya sumber-sumber yang bisa dijadikan data penunjang dalam melakukan penelitian. Sumber-sumber yang dimaksud berupa informasi tentang sistem pemerintahan mahasiswa yang terdapat dalam buku, skripsi ataupun artikel –artikel dalam media masa baik lokal ataupun nasional. Selain itu sumber lisan juga masih memungkinkan dicari.

Atas dasar pemikiran diatas maka penelitian ini diberi judul DARI DEWAN

MAHASISWA HINGGA KE PEMERINTAHAN MAHASISWA Perubahan

Organisasi Kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara (1958-1999). Alasan Pembatasan periodesasi penelitian dari tahun 1958-1999 dikarenakan tahun 1958 adalah awal lahirnya organisasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara.

1.2Rumusan Masalah

Keobyektifan suatu penelitian tidak terlepas dari pemilihan topik tertentu sebagai acuan pembahasan. Pemilihan topik tersebut harus dibatasi dan dikonsep dalam rumusan masalah yang nantinya menjadi alur dalam penulisan. Adapun

3

(18)

rumusan masalah dari penelitian “DARI DEWAN MAHASISWA HINGGA KE PEMERINTAHAN MAHASISWA Perubahan Organisasi Kemahasiswaan

Universitas Sumatera Utara (1958-1999)

” adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk organisasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara sebelum terbentuknya Dewan Mahasiswa tahun 1958?

2. Bagaimana perkembangan Dewan Mahasiswa sejak terbentuknya tahun 1958 hingga beralih menjadi Senat Mahasiswa Fakultas 1981?

3. Bagaimana perkembangan organisasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara sejak Senat Mahasiswa Fakultas tahun 1981 hingga terbentuknya Pemerintahan Mahasiswa 1999?

1.3Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Setelah merumuskan masalah yang menjadi landasan pembahasan oleh penulis. Maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah mentukan tujuan dan manfaat dari penelitian. Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk organisasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara sebelum terbentunya Dewan Mahasiswa 1958.

(19)

3. Untuk mengetahui perkembangan organisasi kemahasiswaan Universitas Sumatera Utara sejak Senat Mahasiswa Fakultas tahun 1981 hingga terbentuknya Pemerintahan Mahasiswa 1999.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Diharapkan penelitian ini dapat menambah perbendarahan khazanah sejarah khususnya sejarah oraganisasi mahasiswa.

2. Sebagai bahan acuan perbandingan antar sistem lembaga pemerintahan mahasiswa di USU demi tercapainya kemajuan oraganisasi mahasiswa.

3. Diharapkan melalui penulisan ini dapat menjadi sebuah acuan pengembagan organisasi mahasiswa.

1.4Tinjauan Pustaka

Sebuah penelitian ilmiah tentu tidak terlepas dari tinjauan pustaka yang berguna sebagai informasi dalam menentukan sumber-sumber yang relevan dengan obyek penelitian. Sumber-sumber ini bisa berupa karya ilmiah ,buku-buku, ataupun dokumen-dokumen terkait. Adapun buku yang digunakan serta yang penulis anggap membantu adalah sebagai berikut: yang pertama buku yang berjudul Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Gerakan Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia

(20)

pertama di Indonesia, juga membicarakan peristiwa yang terjadi dalam gerakan mahasiswa, juga banyak terdapat analisis mengenai kondisi gerakan mahasiswa yang tentunya membantu penulis untuk memahami kajian organisasi terutama organisasi mahasiswa.

Buku yang kedua buku karangan Francois Railon yang berjudul Politik dan

Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukandan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974

yang memberikan banyak analisa mengenai kondisi gerakan mahasiswa pasca Orde Lama (masa Soekarno) hingga sampai pada masa Orde Baru (masa Soeharto), buku ini juga menyajikan penjelasan suasana dinamika dunia kampus sepanjang masa tansisi kekuasaan. Tentunya buku ini akan sangat membantu penulis untuk memahami kondisi organisasi mahasiswa pada awal kejatuhan Sukarno yang digagas oleh mahasiswa serta perlawan organisasi mahasiswa pengusung paham Soekarnois.

Buku ketiga adalah karangan Hariyadhie yang berjudul Perspektif Gerakan

Mahasiswa 1978 dalam Percaturan Politik Nasional, dalam buku tersebut gambaran

(21)

1.5Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian ilmiah memiliki metodologi, demikian juga dengan penelitian sejarah. Dimana metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kitis rekaman peninggalan masa lampau.4

1. Heuristik, yaitu tahap awal untuk mencari data-data melalui berbagai sumber dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam tahap heuristik sumber data dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu :

Adapun Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian sejarah sebagai berikut:

• Studi lapangan (field research). Data-data dapat diperoleh melalui wawancara. Wawancara dilakukan secara terbuka dengan berbagai informan baik itu secara perorangan maupun lembaga. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan diharapkan penelitian ini akan lebih mendalam dan objektif. Maka dalam melakukan wawancara penulis akan mendaftar informan-informan yang penulis anggap berkompeten, seperti M. Yusuf Hanafiah (MSU), Daniel Ismet Nasution (aktivis DEMA USU), drg. Syaiful Anwar(Aktivis SMF), Yosrizal (aktivis SMF), Rasyid Assyaf Dongoran (aktivis SMF), Ridwan Hanafiah (aktivis SMF),Elvi Sumanti (aktivis SMPT), Hamdan (aktivis SMPT), Khairul Munadi (Aktivis SMPT),

4

(22)

Eko Maulijar (aktivis PEMA), Syafrizal Helmi Nasution (aktivis PEMA) dan lain-lain lagi, yang penulis harapkan melalui informan-informan di atas dapat menuntun penulis kepada informan-informan baru nantinya.

• Studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan

informasi diperoleh dengan membaca berbagai buku, dokumen, arsip, dan lain sebagainya yang mendukung penulisan ini. Buku-buku yang digunakan berasal dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan Perpustakaan Daerah Sumatera Utara sedangkan arsip ataupun dokumen diperoleh melalui Biro Rektor itu sendiri.

2. Verifikasi, merupakan proses yang dilakukan peneliti untuk mencari nilai kebenaran data sehingga dapat menjadi penelitian yang objektif (fakta), verifikasi terdiri dari intern (kredibilitas) serta ekstern (autensitas dan originalitas).

3. Interpretasi, yaitu tahap dimana peneliti berusaha untuk menghubungkan fakta-fakta sehingga menimbulkan pemahaman dan penafsiran. Melaui pemahaman dan penafsiran inilah melahirkan suatu karya dalam bentuk penulisan sejarah.

(23)

BAB II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN ORGANISASI

KEMAHASISWAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SEBELUM

TERBENTUKNYA DEWAN MAHASISWA

2.1 USU: Dari Yayasan Ke Perguruan Tinggi Negeri

Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU) dimulai dengan berdirinya Yayasan Universitet Sumatera Utara pada tanggal 4 Juni 19525

Sewaktu Perang Dunia II berkecamuk di Eropa dan Pemerintah Belanda telah mengungsi ke Inggris, ada juga maksud Pemerintah Belanda untuk mengubah NIAS (Nederlancsh Indische Aartsen School) di Surabaya menjadi Perguruan Tinggi

. Pendirian yayasan ini dipelopori oleh Gubernur Sumatera Utara untuk memenuhi keinginan masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Maksud untuk mendirikan Perguruan Tinggi Kedokteran di Medan ini telah menjadi bahan pembicaraan di kalangan masyarakat di Medan khususnya, di Sumatera Utara umumnya, sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI, demikian dr.Achmad Sofian pernah menulis. Untuk itu dr.Pirngadi, dr.Tengku Mansoer, dr.M.Amir dan beberapa orang lainnya telah bekerja ke arah ini, tetapi maksud dan hasrat itu tidak disetujui oleh Pemerintah Belanda pada saat itu, dianggap bahwa satu Perguruan Tinggi Kedokteran yang telah didirikan oleh Pemerintah Belanda di Jakarta telah cukup buat Indonesia.

5

Edi Sumarno.et.al., Dari Yayasan Hingga PT-BHMN: 60 Tahun Universitas Sumatera

(24)

Kedokteran yang kedua di Indonesia, namun maksud tersebut tidak dapat diwujudkan, karena pada waktu itu Indonesia telah diduduki oleh Jepang.6

Di zaman pendudukan Jepang beberapa orang terkemuka di kota Medan, seperti dr. Pirngadi, dr. Tengku Mansoer dan lain-lain telah membuat rancangan Perguruan Tinggi Kedokteran sekali lagi, namun maksud ini juga tidak dilanjutkan. Pada tahun 1946, masih dalam pergolakan sesudah kemerdekaan diproklamirkan, maksud ini muncul lagi ke permukaan. Ketika Mr. Teuku Moh. Hasan menjadi Gubernur Propinsi Sumatera telah pula diangkat dr.Moh.Jamil yang berkedudukan di Bukit Tinggi sebagai ketua dari sebuah panitia yang ditugaskan untuk mempelajari kemungkinan didirikannya sebuah perguruan tinggi di Sumatera. Panitia ini antara lain ditugaskan untuk menentukan jenis serta tempat fakultas yang akan didirikan.

Panitia tersebut telah mengusulkan untuk mendirikan sebuah Fakultas Kedokteran. Untuk menentukan tempat Fakultas Kedokteran yang akan didirikan, dikirimlah Dr.Mohd.Jamil ke Pematang Siantar guna berembuk dengan beberapa pemuka masyarakat dan dokter-dokter yang ada di daerah Sumatera Utara. Pada waktu itu amat besar kemungkinan untuk mendirikan Perguruan Tinggi Kedokteran di Kota Medan, tetapi hal ini tidak dapat dilaksanakan berhubung dengan terjadinya clash pertama tahun 1947.

Setelah peralihan kedaulatan, hasrat untuk mendirikan Fakultas Kedokteran di kalangan masyarakat di Sumatera Utara tidak pernah hilang. Pada awal 1950, Dr.T.Mansoer, wali Negara Sumatera Timur (Negara Bagian dalam RIS) meminta

6

(25)

kepada Inspektur Kesehatan Sumatera Timur untuk mulai melengkapi Rumah Sakit Kota Medan dan kalau perlu menjadikan sebuah Rumah Sakit Umum, guna mendukung rencana tersebut.

Dr.A.Sofian ditugaskan untuk mengajukan rencana pembangunan Rumah Sakit Kota agar Rumah Sakit tersebut selanjutnya dapat dijadikan Rumah Sakit Perguruan Tinggi. Setelah rencana itu dimajukan, diadakan suatu sidang yang diketuai oleh Inspektur Kesehatan Negara Sumatera Timur. Peserta yang hadir pada waktu itu adalah Dokter Pemimpin Rumah Sakit Kota, Pemimpin Laboratorium Patologi, Ketua Persatuan Dokter Indonesia, Pemimpin Rumah Sakit Paru-Paru (Dr.Gerlach) dan beberapa tokoh lainnya. Akhirnya diambil keputusan untuk menjadikan Rumah Sakit Kota itu menjadi Rumah Sakit Umum yang diurus langsung oleh Pemerintah Negara Sumatera Timur.7

Pergolakan politik di Indonesia sangat cepat. Pada tanggal 17 Agustus 1950 semua Negara Bagian dari RIS lenyap dengan berdirinya Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan yang kedua. Sehubungan dengan hal tersebut, Rumah Sakit Umum yang terletak di Jalan Serdang ( Jl. Prof. H.M Yamin, SH ) Medan diurus oleh Pemerintah Pusat/Kementrian Kesehatan di Jakarta.8

Di Sumatera Utara ditempatkan Gubernur Sarimin sebagai Gubernur Sumatera Utara, tak lama kemudian itu digantikan oleh Abdoel Hakim. Rupanya maksud mendirikan Fakultas Kedokteran belum dilupakan begitu saja. Oleh beberapa

7

Ibid. 8

(26)

kalangan masyarakat di Sumatera Utara, antara lain Dr.T.Mansoer, telah diajukan usulan kepada Gubernur dan juga nota oleh Dokter Pemimpin Rumah Sakit Umum di Medan dalam triwulan keempat tahun 1951. Hal-hal ini menjadi pendorong kepada Gubernur untuk mengambil inisiatif mengajukan kepada rakyat di Sumatera Utara untuk mengumpulkan dana guna mendirikan sebuah Universitas di daerah ini.9

Penentuan jenis fakultas yang akan didirikan lebih dahulu, diserahkan kepada suatu panitia yang akan segera dibentuk, tanpa menunggu reaksi dari masyarakat dan tanpa menunggu hasil pemungutan sumbangan dari rakyat. Oleh Gubernur, dengan surat keputusannya tanggal 31 Desember 1951 No.94/XII/PSU dibentuk sebuah Panitia Persiapan untuk mendirikan Perguruan Tinggi yang berkedudukan di Kota Medan. Di dalam Panitia itu duduk :

1. Dr.R.Soemarsono, Kepala Jawatan Kesehatan Rakyat Propinsi Sumatera Utara, sebagai Ketua merangkap anggota.

2. a. Dr.Ahmad Sofian, Dokter Pemimpin Rumah Sakit Umum di Medan

b. Ir.Danunagoro, Kepala Jawatan Pekerjaan Umum dan Tenaga Propinsi Sumatera Utara di Medan,

c. Mr.Djaidin Poerba, Walikota Medan, masing-masing sebagai anggota.

9

(27)

3. Tengku Oesman Fachroeddin, pegawai pada Kantor Gubernur Sumatera Utara, sebagai Sekretaris Panitia.10

Di samping itu Panitia telah mengajukan usulan kepada Gubernur untuk mengangkat seorang wakil dari Jawatan PP dan K. Sesudah mengadakan pertemuan beberapa kali yang menunjukkan semangat kerjasama yang rapi sekali, maka pada tanggal 19 Maret 1952 Panitia tersebut mengambil suatu keputusan untuk dimajukan kepada Gubernur, yang isi ringkasnya adalah sebagai berikut :

a. Maksud untuk mendirikan sebuah Universitas di Sumatera Utara dapat diwujudkan secara berangsur-angsur.

b. Di Medan dapat didirikan Fakultas Kedokteran mengingat faktor-faktor yang berikut :

1. Bahan praktikum berupa orang sakit cukup banyak ragamnya.

2. Terdapat Laboratorium Patologi yang dapat dipergunakan untuk pelajaran Biokimia, Patologi, Bakteriologi dan sebagainya.

3. Dosen-dosen untuk berbagai cabang ilmu, kecuali ilmu preklinik, dapat didatangkan ataupun diusahakan.

4. Bahwa SMA banyak di Sumatera Utara.

5. Minat murid tamatan SMA bagian B ( sekarang IPA ) cukup memuaskan untuk melanjutkan pelajaran kejuruan ilmu kedokteran dan obat-obatan. Seperti halnya setiap tahun tamatan SMA yang membanjiri Fakultas Kedokteran di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya.

10

(28)

6. Tanah yang cukup luas akan dapat diperoleh dari pihak kotapraja Medan. 7. Alat-alat yang perlu untuk Fakultas Kedokteran dapat segera dipesan,

berkat sumbangan dari seluruh rakyat Sumatera Utara.

8. Uang untuk keperluan fakultas itu dapat diikhtiarkan lebih lanjut sehingga gedung yang perlu dapat didirikan segera11

c. Fakultas Kedokteran yang dimaksud dapat dimulai dengan segera pada permulaan tahun ajaran 1952-1953, apabila :

.

1. Gedung yang diperlukan telah ada atau dapat dipergunakan gedung yang segera dapat dikosongkan.

2. Dosen-dosen untuk Fisika, Kimia, Zoologi, Botani dan Parasitologi telah diperdapat dan apabila perlu kuliah-kuliah untuk sementara dapat diberikan dalam bahasa asing. Pada waktu itu dari kalangan bangsa asing yang dianggap mampu untuk memberikan pelajaran-pelajaran tersebut pada perguruan tinggi, yang terbanyak adalah bangsa Belanda.

3. Serentak dengan pembukaan Fakultas Kedokteran, harus diadakan perluasan Rumah Sakit Umum di Jalan Serdang Medan, sehingga kapasitasnya mencapai peling sedikit sebanyak 1000 tempat tidur. Jika hal ini tidak dapat dilaksanakan secepat mungkin harus didirikan sebuah rumah sakit Universitas di bagian kota yang akan ditentukan kelak.

11

(29)

4. Dapat dijamin perumahan untuk dosen-dosen serta pembantunya. Harus diusahakan pula untuk menerjemahkan kuliah-kuliah ke dalam bahasa Indonesia untuk membantu mahasiswa dalam pelajarannya. Juga dianjurkan mengadakan kursur aplikasi bahasa Inggris untuk mahasiswa pada tahun pertama dan mengadakan kursus bahasa Indonesia untuk dosen-dosen asing.

Panitia itu juga telah mengemukakan syarat-syarat yang harus dipenuhi, supaya dalam tahun 1952 itu juga dapat didirikan fakultas tersebut. Sesudah anjuran Panitia diterima dengan baik, maka diambillah keputusan untuk mendirikan terlebih duhulu sebuah yayasan dengan tujuan untuk :

1. Mengadakan perguruan tinggi tempat mendidik, untuk memperoleh ilmu pengetahuan buat memegang jabatan di kemudian hari.

2. Memperhatikan kepentingan mahasiswa dalam arti yang seluas-luasnya. 3. Mengumpulkan dan mengawasi keuangan untuk menutup ongkos-ongkos

yang bakal diperlukan. Yayasan itu didirikan pada tanggal 4 Juni 1952 di hadapan Notaris Soetan Pane Paroehoem di Medan diberi nama YAYASAN UNIVERSITEIT SUMATERA UTARA, yang berkedudukan di Medan12

Yayasan tersebut diurus oleh suatu Dewan Pimpinan yang diketuai oleh Gubernur Propinsi Sumatera Utara. Telah diambil keputusan utnuk mendirikan Fakultas Kedokteran dan yayasan telah mengutus Dr.Ahmad Sofian ke Kementrian

.

12

(30)

PP dan K untuk membicarakan segala sesuatunya dengan Menteri pada waktu itu yaitu Prof. Bahder Djohan.

Kementrian PP dan K meneruh simpati yang sangat besar akan maksud yayasan dan minat Gubernur Propinsi Sumatera Utara itu dan menjanjikan bantuan yang dapat dan mungkin diberikan oleh Pemerintah. Pemerintah menganggap maksud yayasan itu sebagai suatu eksperimen yang besar namun terlalu banyak kesulitan dan resikonya. Pemerintah berjanji akan menyokong usaha tersebut. Telah diadakan juga pembicaraan yang luas dengan Menteri Kesehatan dr. Leimena dan Sekretaris Jendralnya dr. Pirngadi. Kementerian Kesehatan berjanji akan menyokong usaha yayasan itu dengan memperhatikan keperluan Fakultas Kedokteran seperti menempatkan tenaga yang akan dapat membentu memberikan kuliah dan lain-lain.

Kementerian Kesehatan juga tidak keberatan apabika beberapa dokter Rumah Sakit Umum di Medan memberikan bantuannya. Sepulangnya utusan tersebut dari Jakarta, Dewan Yayasan USU menjadi semakin kokoh pendiriannya untuk mendirikan Fakultas Kedokteran. Pada tanggal 30 Juni 1952 Dewan Pimpinan Yayasan USU telah mengangkat dr. Ahmad Sofian sebagai Presiden Kurator yang diberi tugas mempersiapkan pendirian Fakultas Kedokteran. Juga telah diputuskan untuk membuka Fakultas Kedokteran tersebut pada Hari Proklamasi 17 Agustus 1952.

(31)

di belakang gedung SMA Negeri Jalan Seram yang pada waktu itu masih dipergunakan sebagai asrama polisi. Bangunan ini sebelum Perang Dunia II dipergunakan sebagai tempat sekolah. Pada mulanya Ir. R van der Waal mengajar Botani kemudian digantikan oleh Ir. Tan Hong Tong. Kemudian dalam bulan Nopember 1952 Drs.C.H.D Steinmetz diangkat sebagai dosen dalam mata kuliah Fisika dan drh. Sahar, Kepala Jawatan Kehewanan Propinsi Sumatera Utara, ditunjuk sebagai dosen Zoologi13

Selain mendapatkan bantuan dari masyarakat Sumatera Utara, skeptisme masyarakat terhadap usaha untuk mendirikan fakultas kedokteran juga tinggi akibat dari minimnya alat pendidikan, juga ruangan yang akan dipergunakan untuk kegiatan belajar belum juga dikosongkan oleh pihak kepolisian. Tetapi permulaan agustus 1952 terdapat satu ruangan yang telah dikosongkan, akan digunakan untuk menerima calon mahasiswa.

.

Beberapa ruangan yang akan dipergunakan untuk belajar telah kosong dan diperbaiki/ ditata sedemikian rupa, sehingga dapat dipergunakan untuk kuliah tahun pertama Fakultas Kedokteran. Murid-murid tamatan SMA dari berbagai tempat telah mendaftarkan, tetapi kebanyakan dari mereka itu tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh Kementerian PP dan K. Hanya 26 orang yang dapat diterima, diantaranya 3 orang wanita.

Pada saat itu Yayasan USU telah menunjuk Sdr. Alim gelar Soetan Maharaja Besar di Jakarta sebagai wakil Yayasan dengan maksud melancarkan hubungan

13

(32)

antara Fakultas Kedokteran Yayasan USU dengan Kementerian-kementerian di Jakarta, (terutama Kementerian PP dan K serta Kementerian Kesehatan) dan fakultas-fakultas yang di Jawa. Beliau juga telah mewakili Fakultas Kedokteran Medan pada upacara-upacara penting di berbagai fakultas di Indonesia. Setelah berembuk dengan Kementerian PP dan K dan Kementerian Kesehatan, ditetapkanlah oleh Yayasan pembukaan FAKULTAS KEDOKTERAN pada tanggal 20 AGUSTUS 1952, dan beberapa Menteri diharapkan dapat datang ke Medan untuk menghadiri upacara pembukaan itu.

Pada tanggal 16 Agustus 1952 dr.Ahmad Sofian diberhentikan sebagai Presiden Kurator dan digantikan oleh Walikota Medan yang pada waktu itu adalah A.M. Djalaluddin. Sebagai Wakil Presiden Kurator diangkat dr. Wasidin dan sebagai anggota adalah Mr. Moh. Joesoef, Liem Ghien Giam, Tan Boen Djien, M. Gani, Asril serta Dekan Fakultas. Sebagai Sekrertaris Dewan Kurator bertindak Mr. Ani Abbas Manoppo. Sejalan dengan hal tersebut, Dewan Pimpinan telah menentukan Dewan Fakultas yang terdiri dari dr.Ahmad Sofian sebagai Dekan, dr.Ildrem sebagai Sekretaris serta dr.Maas dan dr.T.Mansoer sebagai anggota. Seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran USU bahu membahu dengan pimpinan fakultas dalam membangun dan mengembangkan Fakultas Kedokteran USU yang usianya masih sangat muda tersebut.

(33)

Fisiologi dan berapa tenaga pengajar dari WHO untuk Fakultas Kedokteran USU. 12 Maret 1953 Wakil Presiden Drs. Mohd. Hatta, mengunjungi Fakultas Kedokteran, dan pada 17 Mei 1954, tim dari Departemen P dan K, yang terdiri dari Prof. Dr. Djuned Pusponegoro dan Prof. R. Sarwono meninjau Fakultas Kedokteran USU serta mengharapkan agar semua staf dan mahasiswa bekerja keras dalam masa pertumbuhan dan perkembangan ini.

Yayasan ini diurus oleh suatu Dewan Pimpinan yang diketuai langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, dengan susunan sebagai berikut: Abdul Hakim (Ketua); dr. T. Mansoer (Wakil Ketua); dr. Soemarsono (Sekretaris/Bendahara); Ir. R. S. Danunagoro, drh. Sahar, drg. Oh Tjie Lien, Anwar Abubakar, Madong Lubis, dr. Maas, J. Pohan, drg. Barlan, dan Soetan Pane Paruhum (Anggota).

(34)

Sebagai hasil kerja sama dan bantuan moril dan material dari seluruh masyarakat Sumatera Utara yang pada waktu itu meliputi juga Daerah Istimewa Aceh, pada tanggal 20 Agustus 1952 berhasil didirikan Fakultas Kedokteran di Jalan Seram. Kemudian disusul dengan berdirinya Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (1954), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1956), dan Fakultas Pertanian (1956). Pada tanggal 20 November 1957, USU diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Dr. Ir. Soekarno melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1957 menjadi universitas negeri yang ketujuh di Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:

a) bahwa hasrat pembangunan dalam lapangan pendidikan dan pengajaran tinggi di Sumatera Utara adalah sangat besar,

b) bahwa beberapa fakultas dan perguruan tinggi negeri yang pada dewasa ini telah ada di Medan, merupakan cukup dasar bagi pendirian suatu universitas,

c) bahwa guna kelancaran perkembangan perguruan tinggi di Sumatera Utara, fakultas fakultas dan perguruan tinggi negeri yang telah ada dan yang akan didirikan perlu digabungkan dalam suatu universitas negeri yang bertempat kedudukan di Medan14

Dengan demikian Universitas Sumatera Utara pada permulaan berdirinya meliputi 3 Fakultas, ialah :

.

1. Fakultas Kedokteran.

14

(35)

2. Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat.

3. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Sebelum ada Presiden, pekerjaan sehari-hari Presiden Universitas dilakukan oleh Panitia Persiapan Universitas Sumatera Utara, terdiri atas beberapa anggota yang diangkat oleh Menteri dengan surat keputusan tanggal 29 Maret 1957 No. 34175/S.15

Pada tahun 1959, dibuka Fakultas Teknik di Medan dan Fakultas Ekonomi di Kutaradja (Banda Aceh) yang diresmikan oleh Presiden R.I. Kemudian disusul berdirinya Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan (1960) di Banda Aceh. Sehingga pada waktu itu, USU terdiri dari lima fakultas di Medan dan dua fakultas di Banda Aceh. Selanjutnya menyusul berdirinya Fakultas Kedokteran Gigi (1961), Fakultas Sastra (1965), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (1965), Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1982), Sekolah Pascasarjana (1992), Fakultas Kesehatan Masyarakat (1993), Fakultas Farmasi (2007), Fakultas Psikologi (2008), dan Fakultas Keperawatan (2009).

Dalam perkembangannya, beberapa fakultas di lingkungan USU telah menjadi embrio berdirinya tiga perguruan tinggi negeri baru, yaitu Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh, yang embrionya adalah Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan USU di Banda Aceh. Kemudian disusul berdirinya Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Medan (1964), yang sekarang berubah menjadi Universitas Negeri Medan (UNIMED) yang embrionya adalah Fakultas

15

(36)

Keguruan dan Ilmu Pendidikan USU. Setelah itu, berdiri Politeknik Negeri Medan (1999), yang semula adalah Politeknik USU16

Berikut nama-nama pimpinan Universitas Sumatera Utara dari awal periode perjalanannya hingga sekarang:

Z. A. Soetan Koemala Pontas, Ketua Presidium Prof. Dr. Ahmad Sofian, Presidium

Prof. Mr. Mahadi, Ketua Presidium Ulung Sitepu, Presidium

Drg. Nazir Alwi, Rektor

Prof. Dr. S. Hadibroto, M.A., Pejabat Rektor Dr. S. Harnopidjati, Rektor

Harry Suwondo, SH, Rektor

O. K. Harmaini, SE, Ketua Rektorium Dr. A. P. Parlindungan, SH, Rektor Prof. M. Jusuf Hanafiah, Rektor

Prof. Chairuddin P. Lubis, D.T.M.&H., Sp.A.(K), Rektor

2.2 Terbentuknya Persatuan Mahasiswa Sumatera Utara (MSU)

2.2.1 Awal Mula Terbentuknya MSU

Setelah didirikan pada tanggal 4 Juni 1952 di hadapan Notaris Soetan Pane Paroehoem di Medan diberi nama Yayasan Universitas Sumatera Utara, yang berkedudukan di Medan dengan jumlah mahasiswa 26 orang yang dapat diterima, diantaranya 3 orang wanita. Kegiatan yang dilaksanakan untuk menyambut

16

(37)

mahasiswa USU I adalah malam ramah-tamah mahasiswa dengan pihak kampus yang diisi dengan acara kesenian dan acara komedi dadakan.

Selama beberapa bulan pasca perkuliahan perdana dilaksanakan kegiatan-kegiatan hanya sebatas diskusi-diskusi juga pengerjaan tugas-tugas kuliah. Untuk mengisi kekosongan kegiatan, maka pada 8 Oktober 1952 mahasiswa angkatan I FK USU membentuk suatu organisasi intra universiter, yang bertujuan sebagai wadah aktualisasi diri dalam bentuk kegiatan pasca perkuliahan, juga sebagai wadah silaturahmi sesama mahasiswa yang diberi nama Perhimpunan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara disingkat MSU. Sebagai Ketua I adalah Ramli Rauf dan sebagai Sekretaris Herbert Hutabarat serta Wakil Sekretaris adalah M. Yusuf Hanfiah yang bertugas menyusun peraturan organisasi baik Anggaran Dasar maupun Anggaran Rumah Tangga.

Kegiatan MSU difokuskan pada konsolidasi mahasiswa USU pada saat itu, salah satu kegiatan yang digagas MSU adalah perploncoan (ontgroening van studenten) yang dikenalkan pertama kali pada tahun ajaran 1953/1954 atau angkatan II FK USU yang merupakan wahana awal pembentukan karakter mahasiswa, yang baru menamatkan pelajarannya di SLTA juga pengenalan lingkungan kampus sebagai lingkungan akademis yang nyaman, tertib, dan dinamis. Pada akhir tahun 1953 MSU bersama IPTR (Ikatan Pelajar Tanah Rencong)17

17

Dibentuk tanggal 12 Juli 1953 di Balai Prajurit Jalan Bukit Barisan Medan dengan ketua periode pertama Zainuddin Yusuf.

(38)

hubungan mereka dengan orangtuanya akibat meletusnya pemberontakan DI/TII Aceh yang dipimpin oleh T. Daud Beureh, bantuan berupa pinjaman pelajar diberikan setiap bulan oleh Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara.18

2.3 Struktur Perhimpunan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

(MSU)

Pada awal pembentukannya, MSU hanya terdiri dari Ketua I, Wakil Ketua, Sekretaris, serta Wakil Sekretaris yang dipilih oleh seluruh mahasiswa FK- USU melalui pemilihan secara terbuka dengan masa kepengurusan 2 tahun. Baru pada tahun ajaran 1954/1955 setelah mahasiswa angkatan III FK USU, disusun kembali struktur organisasi sebagai berikut:

• Ketua I

• Wakil Ketua

• Sekretaris

• Wakil Sekretaris I

• Wakil Sekretaris II

• Bendahara • Wakil Bendahara

• Kepala Seksi

• Pendidikan

• Penerangan/ Publikasi/ Pers • Kesenian

18

(39)

• Pengerahan Tenaga

• Hubungan Luar

Dalam memilih ketua MSU, diadakanlah musyawarah Mahasiswa USU secara periodik. Pemilihan dilakukan secara terbuka oleh seluruh mahasiswa USU dengan ketentuan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara otomatis akan menjadi Ketua I MSU dan calon-calon dengan perolehan suara selanjutnya akan menjadi pengurus presidium MSU, dan apabila calon hanya satu orang maka akan terpilih secara akalamsi, Ketua MSU juga berwenang menetapkan susunan pengurus presidium MSU apabila ternyata calon ketua hanya seorang.19

19

(40)

BAB III

PERIODE DEWAN MAHASASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(1957-1978)

3.1Dari MSU ke DEMA

Setelah Universitas Sumatera Utara diresmikan menjadi univeristas negeri pada tahun 1957 oleh Presiden Soekarno, tentunya ada perubahan dalam sistem organisasi kampus sebagai dampak dari penegrian kampus USU, salah satu yang menjadi pertimbangan peralihannya adalah sebagai berikut:

• Tuntutan dari pemerintah untuk menyeragamkan organisasi intra

universitas sebagai konsekwensi menjadi universitas negeri.

• Bahwa semakin bertambahnya kwantitas mahasiswa USU saat itu,

MSU sebagai satu-satunya wadah organisasi intra univeristas.

• Bahwa untuk mengakomodir aktualisasi diri mahasiswa dibutuhkan

sebuah sistem organisasi intra yang juga terdapat ditingkatan fakultas sehingga dapat mengakomodir mahasiswa fakultas.

• Bahwa dewan mahasiswa adalah sebuah sistem organisasi intra

univeristas yang berada ditingkatan Universitas dan senat mahasiswa sebagai organisasi untuk tingkatan fakultas.20

Maka berdasarkan pertimbangan diatas, pada tahun 1958 Penggunaan Dewan Mahasiswa sebagai organisasi intra universitas telah diterapkan dengan ketua Dewan

20

(41)

Mahasiswa pertama Maraganti Siregar Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran.21

3.2 Sistem Dan Struktur Organisasi DEMA USU

Dewan mahasiswa dan majelis mahasiswa adalah lembaga kemahasiswaan tingkat universitas. Dewan mahasiswa ini sangat independen, dan merupakan kekuatan yang cukup diperhitungkan sejak Indonesia merdeka hingga masa Orde Baru berkuasa. Ketua dewan mahasiswa selalu menjadi kader pemimpin nasional yang diperhitungkan pada jamannya. Dewan mahasiswa berfungsi sebagai lembaga eksekutif, sedangkan yang menjalankan fungsi legislatifnya adalah majelis mahasiswa.

Untuk tingkatan fakultas-fakultas dibentuklah komisariat dewan mahasiswa (KODEMA), atau di beberapa perguruan tinggi disebut senat mahasiswa. Para ketua umum KODEMA atau ketua umum senat mahasiswa ini secara otomatis mewakili fakultas dalam majelis mahasiswa. Keduanya dipilih secara langsung dalam pemilu umum raya mahasiswa untuk masa jabatan tertentu. Sedangkan ketua umum dewan mahasiswa dipilih dalam sidang umum majelis mahasiswa. Seperti telah diutarakan sebelumnya pada awalnya organisasi intra univeristas sumatera utara adalah MSU, akan tetapi setelah USU resmi menjadi universitas negei pada 1957, maka MSU digantikan dengan Dewan Mahasiswa. Adapun sistem dan struktur Dewan Mahasiswa USU sebagai berikut:

21

(42)

• Senat Mahasiswa Fakultas

 Senat Mahasiswa dipilih langsung pada pemilihan raya mahasiswa

 Senator yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan raya

mahasiswa maka secara otomatis akan menjadi Ketua Senat Mahasiswa.

 Ketua Senat Mahasiswa terpilih secara otomatis sebagai anggota

majelis mahasiswa.

 Ketua Senat mewakili fakultas dalam Sidang Umum Mahasiswa

untuk memilih Ketua Dewan Mahasiswa. • Dewan Mahasiswa

 Ketua Dewan Mahasiswa dipilih pada sidang umum mahasiswa

oleh Ketua-Ketua Senat Mahasiswa.

 Calon Ketua Dewan Mahasiswa adalah Ketua-Ketua Senat

Mahasiswa.

 Ketua terpilih diberi wewenang untuk menyusun kepengurusannya. • Majelis Mahasiswa

 Majelis mahasiswa adalah terdiri dari Ketua Senat Mahasiswa

fakultas yang tidak berada dalam kepengurusan Dewan Mahasiswa.

 Ketua Majelis Mahasiswa berasal dari salah satu ketua senat

(43)

3.3 Peran Dan Aktifitas DEMA USU

Selama perjalanan sejarahnya, DEMA sangat kritis terhadap kebijakan-kebijakan, baik internal maupun eksternal kampus. Bahkan disebut sebagai kekuatan yang diperhitungkan dan satu-satunya model lembaga mahasiswa yang independen, steril dari kepentingan dan intervensi birokrasi kampus maupun pemerintah.

Perbedaan isu yang dibawa oleh kelompok-kelompok mahasiswa saat ini menyiratkan kepada kita akan sebuah perpecahan dalam gerakan mahasiswa. Polarisasi atau perbedaan kutub dalam kegiatan berorganisasi adalah hal yang wajar, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai demokrasi sejati dan kemenangan rakyat diperlukan organisasi-organisasi sentral di setiap sektor (mahasiswa, buruh, maupun petani) yang mampu mewadahi aspirasi dan kepentingan sektor masing-masing. Untuk kelompok mahasiswa di setiap kampus diperlukan organisasi sentral yang dapat menjadi pusat koordinasi dan komando dalam menggerakkan perjuangan mahasiswa.

Dalam rentang sejarah pergerakan mahasiswa, model Dewan Mahasiswa merupakan model yang dianggap ideal untuk menjadi organisasi intra Universitas, akan tetapi disebabkan solidnya gerakan yang dibangun oleh DEMA dalam melancarkan kritik terhadap rezim penguasa menumbalkan DEMA itu sendiri melalui pembekuan yang dilakukan oleh rezim soeharto setelah menganggap bahwa DEMA dapat mengancam keberlangsungan kekuasaannya.

(44)

kemudian diikuti keluarnya Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). SK ini diberlakukan oleh Menteri P&K Daoed Joesoef mulai tanggal 19 April 1978.

.

3.3.1 Gerakan Mahasiswa ‘66

Gerakan mahasiswa di Indonesia sebagai aksi kolektif atau gerakan massa, muncul pertama kalinya pada tahun 1966. Gerakan 1966 merupakan gerakan yang menumbangkan pemerintahan Demokrasi Terpimpin pimpinan Soekarno dan menaikkan Orde Baru pimpinan Soeharto ke tampuk kekuasaan. Pada awal terbentuknya Orde Baru, mahasiswa merupakan sekutu Angkatan Darat dalam proses transisi kekuasaan politik nasional. Implementasi strategi Angkatan Darat guna menghadapi Partai Komunis Indonesia (PKI) diwujudkan dengan merangkul aktivis mahasiswa antikomunis ke dalam pengaruh mereka dan berdirilah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Mahasiswa anti-komunis ini juga tengah menghadapi masalah akibat agresivitas organ-organ prokomunis atau pro- Soekarno seperti Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Kesamaan common enemy (musuh bersama) yaitu PKI inilah yang kemudian memperlancar terjalinnya aliansi taktis Angkatan Darat dengan KAMI22

Namun, Angkatan Darat tidak akan mudah mengkooptasi organisasi mahasiswa jika momentum juga tidak tersedia. Devaluasi mata uang asing,

.

22

(45)

membumbungnya harga bahan pokok dan bahan bakar, kenaikan tarif transportasi, langka dan mahalnya buku-buku teks, kesemrawutan suasana belajar, tentu turut membangun kesadaran mahasiswa untuk melakukan berbagai protes terhadap pemerintah.

Gerakan mahasiswa 1966 diawali dengan aksi protes yang masih sangat kecil dan terbatas. Diawali dengan sejumlah demonstran, kurang lebih 75 orang dan dengan tema utama mengutuk PKI, mahasiswa mulai melakukan gerakan. Aksi tersebut dimulai tanggal 5 Oktober 1965. Sejak saat itu hampir tiap hari diadakan unjuk rasa secara besar-besaran yang melontarkan pembubaran PKI dan penurunan harga kebutuhan pokok. Pada saat itu, gerakan mahasiswa belum memiliki jaringan nasional yang terorganisasi dengan rapi.

(46)

berpengaruh adalah CGMI, yang bersama-sama dengan GMNI, GERMINDO, dan PERHIMI, aktif melakukan manuver politik anti imprealis Barat di tubuh PPMI.23

Gerakan mahasiswa yang tergabung dalam KAMI, yang di dalamnya termasuk organisasi mahasiswa intra kampus yaitu Dewan Mahasiswa, dengan didukung oleh Angkatan Darat kerap melakukan aksi unjuk rasa memprotes pemerintahan Soekarno. Mereka mengusung tuntutan yang dikenal dengan sebutan Tritura (Tri Tuntutan Rakyat):

1. Bubarkan PKI,

2. Rombak Kabinet Dwikora, dan 3. Turunkan Harga.

Selain aksi unjuk rasa besar-besaran, mahasiswa juga melakukan aksi mogok kuliah. Protes-protes mahasiswa ini mulai surut saat konsolidasi awal peralihan kekuasaan politik nasional dari Soekarno ke Soeharto, yang ditandai dengan keluarnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dan di sisi lain dengan dibubarkannya PKI. Setelah aksi massa itu, sebagai sekutu Angkatan Darat yang dianggap loyal, beberapa tokoh mahasiswa kemudian diintegrasikan ke dalam struktur politik pusat. Tokoh-tokoh KAMI seperti Fahmi Idris, Cosmas Batubara, Johny Simandjuntak, David Napitupulu, Mari’e Muhammad, Liem Bian Koen, Soegeng Soerjadi, Nono Anwar Makarim, Yozar Anwar, ditarik masuk ke parlemen. Akan tetapi, masuknya sejumlah aktivis ke parlemen mengundang kritik dari sesama mereka. Rahman Tolleng yang secara ideologis dekat dengan Partai Sosialis

23

Ridwan Saidi, “Perjuangan KAMI Perjuangan Kaum Muda”, dalam Ridwan Saidi,

Mahasiswa dan Lingkaran Politik, Jakarta: Lembaga Pers Mahasiswa Mapussy Indonesia, 1989, hlm.

(47)

Indonesia (PSI) menyatakan bahwa mereka “sudah menjadi politisi-politisi tulen, bukan lagi intelegensia yang berjiwa bebas dan merdeka24

Meskipun mengkritik, Rahman Tolleng pun akhirnya masuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) bersama-sama dengan Hatta Mustafa, Slamet Sukirnanto, Harijadi Darmawan, Cosmas Batubara, Nono Makarim, Johnny Simanjuntak, David Napitupulu, dan beberapa tokoh KAMI lainnya, melalui perombakan struktur parlemen bulan Februari 1968. Sementara sisi lain, keberadaan KAMI berangsurangsur surut dan ini dapat dipahami sebab dasar pembentukannya sekadar aliansi taktis untuk melakukan koreksi terhadap pemerintahan Soekarno dan perlawanan terhadap komunis

.

25

Situasi kampus USU pada periode ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan politik di tingkat nasional dan dinamikanyadi tingkat lokal. Indoktrinasi pemikiran Soekarno terhadap para dosen dan pegawai dilakukan untuk menunjukkan loyalitas kepada Pemimpin Besar Revolusi. Mereka yang menolaknya akan disingkirkan. Sementara itu, indoktrinasi pemikiran Soekarno yakni Manifesto Politik (Manipol), dan Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, dan Ekonomi Terpimpin (USDEK) menjadi mata kuliah wajib yang harus diambil mahasiswa USU pada awal 1960

.

26

24

Yozar Anwar, Angkatan 66, Sebuah Catatan Harian Mahasiswa, Sinar Harapan, Jakarta, 1980, hlm 33.

.

25

Cula, Adi Suryadi. Patah Tumbuh Hilang Berganti: Seketsa Gerakan Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908 – 1998). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 47 – 65.

26

Edi Sumarno, et. al, Dari Yayasan Hingga PT-BHMN: 60 Tahun Universitas Sumatera Utara, Medan: USU Press, 2012, op. cit., hlm. 84.

(48)

Aktivitas politik praktis merambah kampus, baik dikalangan staf pengajar, pegawai, dan terutama mahasiswa, dalam perhimpunan yang berafiliasi pada partai politik tertentu. Para staf pengajar yang bersimpati dengan partai nasional Indonesia (PNI) menghimpun diri dalam Ikatan Sarjana Republik Indonesia (ISRI), sedangkan para staf bergabung Kesatuan Buruh Marhaen (KBM). Dikalangan mahasiswa banyak terdapat organisasi kemahasiswaan, baik yang berafiliasi ke partai politik tertentu, atau bersifat keagamaan.27

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) berafiliasi dengan PKI. Sementara itu organisasi mahasiswa yang bersifat keagamaan diantaranya adalah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), PMKRI, serta belakangan Mahasiwa Pancalisa (mapancas) di bawah organisasi Pemuda Pancasila, juga turut meramaikan organisasi kemahasiswaan di USU.28

Kegiatan organisasi-organisasi tersebut mempengaruhi kehidupan kampus, kendati tidak mengganggu kegiatan jalannya perkuliahan. Dalam pemilihan ketua organisasi intra kampus Dewan Mahasiswa, rivalitas organisasi-organisasi begitu terasa. Demikian halnya pada kehidupan politik kemahasiswaan, intrik-intrik politik tidak hanya terjadi pada mahasiswa juga terjadi di kalangan para staf pengajar. Dikarenakan saat itu soekarno lebih condong ke partai politik berhaluan kiri, maka tidak heran jika staf pengajar yang menerima bantuan bea siswa atau belajar ke Negara – Negara Barat yang berhaluan liberal dicurigai sebagai antek – antek

27

Edi Sumarno, et. al., loct. Cit.

28

(49)

kolonisme dan liberalism. Seorang dosen Fakultas ekonomi yang hanya menguliahkan ekonomi liberal misalnya, diminta bahkan dipaksa hanya untuk memasukkan pokok bahasan ekonomi Marxis. Ketika sedang menulis disertasi, dosen yang sama dikecam oleh Profesor pengawas, karena disertasinya dianggap saat itu juga memegang posisi sebagai Dekan I tersebut, diserang lewat tulisan – tulisan sebuah mingguan yang berhaluan kiri. Masih belum puas, CGMI juga mengatasnamkan front nasional yang ditujukan ke menteri P dan K, mereka mendesak agar beliau dicopot dari jabatannya. pada bagian lain, presidium yang diketuai prof. mahadi juga diserang oleh GMNI. Bahkan, anggota presidium Prof. Nyi Ani Abbas Manoppo dituduh beraliran liberal, hanya karena beliau sebelumnya pernah mengunjungi beberapa Negara Barat yang berhaluan liberal. Fitnah, hasutan sering kali mewarnai kehidupan kampus pada tahun ‘60an.29

Seringkali keanggoatan suatu organisasi yang berseberangan bersifat tertutup, sehingga antar organisasi terkadang tidak saling mengetahui keanggotaan masing-masing. Salah seorang aktivis HMI sekaligus Dema USU saat itu, bahkan setelah pecah peristiwa G 30 S barulah diketahui bahwa ketua perwiridan tempat mereka bergabung adalah anggota CGMI.30

Sesaat setelah pecahnya peristiwa G 30 S situasi kampus USU padang bulan terutama pada malam hari cukup mencekam. Orang-orang PKI berpakaian hitam seringkali terlihat lalu-lalang dilingkungan kampus. Keluarga kampus, terutama staf pengajar yang bertempat tinggal di jalan Dr. Soemarsono misalnya harus melakukan

29

Ibid.

30

(50)

ronda malam bersama. Sementara itu para mahasiswa disibukkan dengan melakukan penjagaan, terutama di malam hari, di rumah dosen masing-masing yang perlu dilindungi. Penjagaan perlu dilakukan, karena saat itu mana kawa dan mana lawan tidak diketahui, bahkan mana yang pro atau anti PKI. Itu sebabnya mahasiswa, perlu melindungi dosen mereka, termasuk didalamnya staf pengajar dari etnik cina yang rawan menjadi sasaran. 31

Bebrapa hari setelah pecahnya peristiwa G 30 S pihak militer mulai mengendalikan situasi, dan PKi kemudian mengalami tekanan. Bekerjasama dengan organisasi mahasiswa yang anti PKI, militer melakukan screening dan penangkapan terhadap mahasiswa, dosen, dan pegawai yang dituduh sebagai anggota atau bersimnpati dengan PKI. Kesempatan ini terkadang dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, dengan melakukan tuduhan dan fitnah yang tidak berdasar baik, di kalangan staf pengajar, pegawai, dan mahasiswa. Seorang dosen senior di Fakultas Hukum harus menelan pil pahit karena dianggap pro Orde Lama. Begitu juga di fakultas Ekonomi, seorang mahasiswa yang bukan anggota PKI ataupun CGMI ditangkap hanya karena pernah tampil dalam satu acara kesenian yang berafiliasi dengan PKI. Bahkan, seorang dosen yang mencoba memberi pembelaan malah dianggap sebagai antek PKI.32

31

Ibid.

32

(51)

3.3.2 Peristiwa Malari 1974

Hubungan harmonis mahasiswa-militer (pemerintah) tidak berlangsung lama. Paling tidak sejak tahun 1971, aksi-aksi kritik terhadap penyelenggara baru negara mulai dilancarkan, terutama oleh generasi baru mahasiswa. Fokus kritik bukan ditujukan terhadap personalitas kekuasaan melainkan strategi pembangunan yang diambil Pada bulan Oktober 1973, misalnya, para mahasiswa mengadakan aksi di gedung MPR/DPR untuk menyampaikan “Petisi 24 Oktober”. Isi petisi tersebut adalah kritik terhadap kebijakan pembangunan yang dianggap tidak adil dan hanya menguntungkan kelompok yang kaya Protes kembali muncul ketika Ibu Tien Soeharto mengusulkan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) tahun 197333

Pembangunan TMII menurut mahasiswa tidak sesuai dengan situasi Indonesia. Pada waktu itu beberapa gerakan yang muncul mengatasnamakan Gerakan Penghemat, Gerakan Akal Sehat (GAS), dan Gerakan Penyelamat Uang Rakyat (GEPUR). Dalam aksinya, para aktivis mahasiswa anti-Taman Mini melakukan protes dengan mendatangi Kantor Proyek Taman Mini di Matraman Raya, Jakarta. Kedatangan mahasiswa ini dihadang oleh aparat bersenjata dan bentrokan pun tidak terhindarkan Pada tahun 1974, ketegangan hubungan pemerintah dengan mahasiswa sudah tidak dapat dihindari.

.

33

(52)

Berawal pada malam tahun baru 1974, mahasiswa UI mengadakan apel keprihatinan tengah malam. Mereka berkumpul dan berkoordinasi sambil mendengarkan orasi Ketua Dema UI, Hariman Siregar, yang pada malam itu berpidato berapa-api membakar semangat massa mahasiswa agar peduli dengan nasib rakyat. Mereka menyebut malam itu sebagai “Malam Keprihatinan Selanjutnya pada tanggal 10 Januari 1974, mahasiswa melakukan peringatan Hari Ulang Tahun Tritura dengan menggelar aksi demonstrasi menggugat pemborosan dalam pembangunan dan menolak modal asing Jepang. Menurut mereka, Jepang dianggap telah merusak Indonesia. Protes mahasiswa kian memanas ketika PM (Perdana Menteri) Jepang, Kakuei Tanaka, berkunjung ke Indonesia pada tanggal 14 Januari 1974. Kedatangan Tanaka disambut dengan aksi demonstrasi mahasiswa di lapangan udara Halim Perdana Kusuma. Isu yang diusung mahasiswa adalah menolak ketergantungan pada modal asing, terutama modal Jepang, karena dinilai sangat merugikan perekonomian nasional. Aksi mahasiswa tak terbendung. Puncaknya, tanggal 15 Januari 1974 yang berujung pada peristiwa Malari (malapetaka lima belas Januari). Saat itu, Presiden dan Kabinet Pembangunan II sedang bertemu dan berunding dengan PM Tanaka beserta rombongan di Istana Negara.

(53)

menjadi berubah dengan ikut berbaurnya massa yang tersebar di jalan-jalan ibukota. Ketika itu, mahasiswa berpawai dari kampus UI Salemba ke kampus Trisakti, sementara pada saat yang bersamaan berlangsug pula kerusuhan akibat aksi massa di berbagai penjuru ibukota Jakarta.

Gerakan mahasiswa telah disusupi, dan akhirnya dimanfaatkan oleh pihak lain yang tidak jelas identitasnya sehingga menimbulkan kerusuhan yang disertai pengrusakan dan pembakaran oleh massa Massa membakar kendaran-kendraan bermotor terutama buatan Jepang, toko-toko dan kantor-kantor, serta pusat-pusat bisnis34

Ali Murtopo, salah seorang asisten pribadi Presiden Soeharto, menyebut kejadian tersebut sebagai “Peristiwa Malari” dan menuding mahasiswa sebagai penyebabnya

. Tercatat 11 nyawa menjadi korban, 17 orang luka berat, 120 orang luka ringan, 775 orang ditahan, 807 mobil dan 187 motor dibakar, serta 160 kilogram emas dijarah. Bangunan dan gedung yang dirusak dan dibakar di antaranya Gedung Toyota Astra Motor, Pertamina, Coca Cola, dan ratusan pertokoan di Proyek Senen, serta 144 gedung atau bangunan lainnya hangus dan porak poranda 32 Maka pada hari itu terjadilah malapetaka yang tentu saja di luar perhitungan mahasiswa.

35

34

Anthony Z Abidin, Dedy N. Hidayat, Ikrar N. Bhkti, Mahar: Pejuang, Pendidik, dan Pendidik Pejuang, Jakarta: Sinar Harapan, 1997, hlm. 162.

. Hasil dari gerakan mahasiswa 1974 ternyata sangat pahit bagi keberadaan gerakan mahasiswa selanjutnya. Pada tahun ini pula, sebagai reaksi pemerintah terhadap terjadinya Malari, pemerintah mengeluarkan SK No.

35

(54)

028/U/1974. Inti dari diberlakukannya SK ini adalah pembungkaman suara kritis mahasiswa dengan membatasi aktivitasnya.

Sejak saat itu, mahasiswa dalam melakukan kegiatan di kampus harus melalui izin Rektor atau Otonomi lembaga kemahasiswaan intra-universitas dicabut.

3.4 Peralihan dari DEMA ke SMF

Berbagai tuntutan dilontarkan para mahasiswa dalam gerakan 1977/1978. Mulai dari tuntutan yang sifatnya lokal seperti penyelesaian masalah kelaparan sampai tuntutan yang sifatnya nasional seperti demokratisasi di Indonesia, penyelenggaraan Sidang Istimewa (SI) MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto yang dianggap menyelewengkan pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila. Akan tetapi,tuntutan yang paling mengemuka pada gerakan mahasiswa 1977/1978 mencapai puncaknya terkait gugatan mereka terhadap kepemimpinan nasional (Presiden Soeharto). Mahasiswa menolak Soeharto sebagai presiden untuk yang ketiga kalinya36

Reaksi pemerintah atas gerakan mahasiswa ini cukup keras, baik melalui instrument fisik maupun kebijakan. Pada tanggal 21 Januari 1978 Laksamana Soedomo melalui Surat Keputusan Pangkopkamtib bernomor SKEP/02/KOPKAMTIB/I/1978 membekukan kegiatan seluruh Dema universitas/perguruan tinggi/institut. Tindakan pemerintah selanjutnya terhadap kampus diserahkan dari Kaskopkamtib Soedomo kepada Menteri P dan K yang baru Daoed Joesoef, menggantikan Sjaref Thayeb. Dalam kesempatan itu pula, Daoed Joesoef segera mengeluarkan SK Menteri P dan K No. 0156/U/1978 tentang

.

36

(55)

Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang secara resmi diberlakukan tanggal 19 April 1978.

Isi kebijakan ini melarang mahasiswa berpolitik praktis di dalam kampus. Dampak dari pemberlakuan NKK/BKK membuat aksi-aksi mahasiswa relatif sepi hingga beberapa tahun. Namun sejak 1986 – 1990an, serangkaian demonstrasi mahasiswa secara sporadis masih terdengar. Tuntutannya tidak sekadar penolakan NKK/BKK, tetapi sudah melebar pada permasalahan lain seperti ketidakberesan kampus, penggusuran, serta masalah-masalah kerakyatan lainnya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pasca pemberlakuan NKK/BKK, banyak bermunculan gerakan mahasiswa yang sporadis, mengangkat isu-isu lokal, dan sebagian besar mereka mengambil aktivitas yang dinilai realtif aman dari tindakan represif pemerintah maupun pimpinan kampus37

Pertama, Kelompok Studi (KS). KS memiliki beberapa fungsi yang penting bagi gerakan mahasiswa pasca NKK/BKK. Melalui kegiatan-kegiatan diskusi dalam KS tersebut mahasiswa melatih kemampuan kritis terhadap masalah-masalah sosial politik. Selain itu, KS berperan sebagai salah satu pusat penyebaran informasi kritis antarmahasiswa. Di antara KS yang muncul pada awal tahun 1980-an ini yaitu Kelompok Studi Proklamasi, Lingkaran Studi Indonesia, dan Kelompok Studi Relata

. Mahasiswa kemudian menyalurkan aktivitas mereka melalui beberapa kegiatan, di antaranya:

(Jakarta), Kelompok studi Fokal dan Kelompok Studi Dago Pojok (Bandung), Kelompok Studi Dasakung, Kelompok Studi Lingkungan, dan Forum Studi Sosial

37

(56)

Demokrasi (Yogyakarta), Kelompok Studi Indonesia Raya, Kelompok Studi Wawasan Nusantara, dan Kelompok Studi Bulukunyi (Ujung Pandang).

Kedua, pers mahasiswa. Dalam konteks NKK, pers mahasiswa harus menginduk ke dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan sebab itu content analysis tiap terbitan dengan mudah disensor rektorat. Pada masa awal NKK, tercatat hanya tiga kampus yang membebaskan pers mahasiswa untuk tidak menginduk kepada UKM, yaitu Pers Universitas Indonesia (Salemba) di masa rektor Prof. Dr. Mahar Mardjono, pers UGM (Gelora Mahasiswa) di masa rektor Prof. Dr. Soekadji Ranuwihardjo, serta pers ITB (Kampus) di masa rektor Prof Dr. Iskandar Alisyahbana.

Ketiga, Komite-komite Aksi (KA) seperti Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB), Badan Koordinasi Mahasiswa Jakarta (BKMJ), Kelompok Solidaritas Korban Pembangunan Kedungombo (KSKPKO), Kelompok Mahasiswa Jakarta (KMJ). Komie-komite ini dalam kegiatannya terju langsung di tengah masyarakat untuk mengadvokasi masalah-masalah seperti penggusuran, korupsi, dan kenaikan tarif listrik.38

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kebijakan NKK diawali dengan pembekuan Dema-Dema seluruh Indonesia oleh Pangkopkamtib Soedomo (pengganti Soemitro). Keputusan pembekuan DEMA ini kemudian diikuti keluarnya Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 0156/U/1978 terntang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). SK ini diberlakukan oleh Menteri P&K Daoed Joesoef mulai tanggal 19 April 1978.

38

Irene H. Gayatri, “Arah Baru Perlawanan Gerakan Mahasiswa”, dalam Muridan Widjojo,

(57)

Kebijakan NKK yang tidak menghendaki aktivitas politik mahasiswa tersebut kemudian dipertegas dengan beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengacu pada NKK. Kebijakan-kebijakan itu antara lain SK Menteri No 037/U/1978 tentang Bentuk Penataan Kembali Kehidupan Kampus dan Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi No.002/DJ/Inst/1978 tentang Pokok- Pokok Pelaksanaan Penataan Kembali Lembaga-Lembaga Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.

SK No.037/U/1978 ini secara implisit melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa (organisasi mahasiswa tingkat universitas) dan hanya mengizinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas, yakni Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Sesuai dengan NKK, SMF sebagai lembaga eksekutif kegiatannya dibatasi dalam tiga bidang: (1) Bidang Kesejahteraan Mahasiswa; (2) Bidang Minat Mahasiswa (Kegemaran Seperti Olah Raga Dan Kesenian); dan (3) Bidang Pengembangan Penalaran Mahasiswa. Hal yang paling penting bahwa SK ini adalah pemberian kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, sebagaimana bunyi SK tersebut:

“Lembaga-lembaga kemahasiwaan yang didasarkan pada ketiga jenis kebutuhan mahasiswa itu, tanggung jawab mengenai pembentukan, pengarahan, dan perkembangannnya berada di tangan Rekktor Universitas c.q. Pembantu Rektor III

(Urusan Kemahasiswaan)”39

39

(58)

Konsep NKK juga berlanjut dengan keluarnya Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Dr. D. A Tisna Amidjaya, No. 002/DJ/Inst/1978 tentang Pokok-Pokok Pelaksanaan Kembali Lembaga-lembaga Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Peraturan ini merupakan penjelasan teknis lebih lanjut terhadap pelaksanaan NKK. Instruksi ini sering disebut dengan instruksi BKK, karena di dalamnya memuat ketentuan dibentuknya Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). Badan inilah

bertugas mengawasi jalannya kegiatan mahasiswa. Instruksi Dirjen itu berbunyi: 1. Di tingkat Universitas/Institut dibentuk Badan KoordinasiKemahasiswaan yang diketuai oleh Pembantu Rektor III dan beranggotakan para Pembantu Dekan III, serta staf ahli yang terdiri dari Dosen-dosen pembimbing, serta tokoh-tokoh mahasiswa yang dianggap mengetahui seleuk-beluk masalah kemahasiswaan di perguruan tinggi yang bersangkutan.

2. BKK membentuk Unit-unit kegiatan mahasiswa dalam bidang-bidang kesejahteraan mahasiswa, minat dan perhatian mahasiswa serta penalaran mahasiswa. 3. Ketua, sekretaris dan para anggota BKK diangkat oleh Rektor dengan Surat Keputusan Rektor.

4. Ketua dan Sekretaris Unit-unit kegiatan mahasiswa diangkat oleh Ketua BKK dengan persetujuan Rektor.

5. Team Pendamping:

(59)

b. Team Pendamping bertugas memberikan nasehat dan saran-saran kepada Dekan yang berkaitan dengan kegiatan BPM dan SM.

Referensi

Dokumen terkait