• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi ekstrak daun anting-anting (acalypha indica) sebagai antibakteri streptococcus mutans dan degradator biofilm pada gigi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi ekstrak daun anting-anting (acalypha indica) sebagai antibakteri streptococcus mutans dan degradator biofilm pada gigi"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI EKSTRAK DAUN ANTING-ANTING (Acalypha

indica L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN

DEGRADATOR BIOFILM PADA GIGI

IMAM FIRDAUS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Ekstrak Daun anting-anting (Acalypha Indica L) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Boifilm pada Gigi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

IMAM FIRDAUS. Potensi Ekstrak Daun Anting-anting (Acalypha indica) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada Gigi. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI.

Tanaman anting-anting (Acalypha indica) biasa digunakan untuk mengobati disentri dan diare. Penelitian bertujuan menentukan potensi daun anting-anting sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans dan degradator biofilm pada gigi. Ekstrak diperoleh dengan teknik maserasi menggunakan metanol, kloroform, dan n-heksana. Uji antibakteri dan degradasi biofilm dilakukan menggunakan teknik mikrodilusi dengan 96 well. Ekstrak n-heksana daun anting-anting memiliki potensi antibakteri paling baik dengan nilai konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum sebesar 500 µg/mL dan aktivitas degradasi biofilm yang cukup baik walau nilai IC50 belum dapat ditentukan hingga

konsentrasi 200 µg/mL. Fraksi F3 hasil fraksinasi ekstrak n-heksana dengan kromatografi kolom merupakan degradator biofilm yang baik dengan nilai IC50

56.8 µg/mL. Alkaloid diduga sebagai senyawa aktif antibakteri dan degradator biofilm yang terdapat pada fraksi aktif.

Kata kunci: alkaloid, antibakteri, anting-anting, degradator biofilm, Streptococcus mutans

ABSTRACT

IMAM FIRDAUS. Potency of Anting-anting (Acalypha indica) Leaves Extract as Antibacterial toward Streptococcus mutans and Biofilm Degradator on Teeth. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI.

Anting-anting (Acalypha indica) plants is commonly used to treat dysentery and diarrhea. This research aims to determine potency of anting-anting as antibacterial toward Streptococcus mutans and biofilm degradator on teeth. Extracts was obtained by maseration technique using methanol, chloroform, and n-hexane. Antibacterial and biofilm degradation assays were performed using microdilution technique with 96 well. n-Hexane extracts of anting-anting leaves gave the best antibacterial potency with minimum inhibitory concentration and minimum bactericidal concentration value of 500 µg/mL and good biofilm

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

POTENSI EKSTRAK DAUN ANTING-ANTING (Acalypha

indica L) SEBAGAI ANTIBAKTERI Streptococcus mutans DAN

DEGRADATOR BIOFILM PADA GIGI

IMAM FIRDAUS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Potensi Ekstrak Daun Anting-anting (Acalypha Indica L.) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada Gigi

Nama : Imam Firdaus NIM : G44100034

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MS Pembimbing I

Wulan Tri Wahyuni, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Potensi Ekstrak Daun Anting-anting (Acalypha Indica L.) sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dan Degradator Biofilm pada Gigi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Fatrial Munaf, Ibu Minarni, dan keluarga lainnya yang telah menjadi penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan tulisan ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara selaku pembimbing I dan Wulan Tri Wahyuni selaku pembimbing II atas saran, ilmu, dan arahannya selama penelitian ini berlangsung. Tak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eman, Bapak Dede, Bapak Kosasih, Ibu Nunung, Ibu Nunuk atas bantuannya selama penulis melakukan kegiatan penelitian di laboratorium. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Devi, Fahmi, Cempaka, Icha atas semangat dan kerjasamanya.

Penulis menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam tulisan ilmiah ini. Saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

Pengeringan sampel daun anting-anting 3

Ekstraksi serbuk daun anting-anting 3

Uji fitokimia, kadar total fenolik, dan tanin 3

Penentuan eluen terbaik 4

Fraksionasi dengan kromatografi kolom 4

Pemisahan ekstrak dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) 4

Uji antibakteri 4

Uji kemampuan degradasi biofilm 5

Uji inhibisi GTase fraksi KLTP daun anting-anting 5

Identifikasi senyawa menggunakan FTIR 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kadar air dan kadar abu daun anting-anting 6

Aktivitas ekstrak daun anting-anting 6

Uji kuantitatif kadar fenolik total dan tanin ekstrak metanol, kloroform,

dan n-heksana 8

Pemisahan komponen aktif 8

Aktivitas antibakteri dan degradasi biofilm ekstrak kasar (metanol,

kloroform, n-heksana), fraksi kolom, dan fraksi KLTP daun anting-anting 10 Uji kemampuan inhibisi fraksi ke-3 KLTP daun anting-anting

terhadap aktivitas enzim GTase 10

Karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR 11

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kadar air dan kadar abu tanaman anting-anting 6

2 Kandungan fitokimia dan rendemen daun anting-anting 7 3 Kadar total fenolik dan tanin ekstrak daun anting-anting 8 4 Rendemen fraksionasi, KHM dan KBM uji aktivitas antibakteri serta

IC50 degradasi biofilm daun anting-anting 9

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman anting-anting (Acalypha indica L.) 2

2 Reaksi dugaan flavonoid dengan HCl dan serbuk Mg 7 3 Kromatogram penentuan eluen terbaik dengan KLT di bawah sinar

putih (A) dan dengan UV 254 nm (B) 8

4 Spektrum FTIR F3.3 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 14

2 Hasil identifikasi bakteri Streptococcus mutans 15

3 Hasil determinasi tanaman anting-anting 16

4 Kadar air dan kadar abu sampel daun anting- anting 17 5 Rendemen ekstrak kasar sampel daun anting-anting 18 6 Total fenolik ekstrak kasar metanol, kloroform, dan n-heksana daun

anting-anting 19

7 Kadar tanin dalam ekstrak metanol, kloroform, dan n-heksana daun

anting-anting 20

8 Kromatogram fraksi KLTP ke-3 (F3.3) pada panjang gelombang 254

nm (A) dan 366 nm (B) 22

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih perlu mendapatkan perhatian serius terutama dari tenaga kesehatan dan pangan. Pada gigi yang jarang dibersihkan, saliva dan sisa makanan akan membentuk padatan keras pada permukaan gigi (Machfoedz 2005). Padatan keras pada gigi ini biasa disebut sebagai plak. Plak merupakan lapisan keras yang menempel pada gigi dan mengandung kumpulan bakteri. Bakteri yang paling umum berperan dalam pembentukan plak adalah Streptococcus mutans. Plak ini awalnya berwujud agar cair yang lama kelamaan menjadi padatan keras. Plak harus dihilangkan karena plak merupakan awal timbulnya kerusakan gigi (Tarigan 1990). Gigi yang sehat dapat meningkatkan kepercayaan diri kita terutama dalam hal berpenampilan.

Secara umum mikrob membentuk plak pada gigi melalui tiga tahap, yaitu proses penempelan bakteri pada permukaan padatan, pembentukan mikro koloni pada permukaan padatan, dan pembentukan padatan yang matang yaitu plak atau biofilm. Jika jumlah bakteri dalam mulut kurang dari kadar normal maka gigi dan mulut kita akan sehat. Namun jika jumlah bakteri terlalu banyak di dalam mulut, maka pembentukan biofilm pada gigi akan terjadi sehingga biofilm tersebut akan terakumulasi dan mengeras membentuk plak. Biofilm bertindak melindungi dan meningkatkan nutrisi bakteri yang tinggal di dalamnya, matriks dari biofilm juga melindungi bakteri dari efek antibiotik dan antiseptik. Diperlukan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dan degradator biofilm sehingga biofilm pun akan hancur dan plak tidak akan terbentuk. Banyak bahan antibakteri yang umum digunakan bersifat tidak aman bagi kesehatan. Salah satu metode uji aktivitas antibakteri yang biasa digunakan adalah metode difusi agar (Rasyid 2012).

S. mutans merupakan bakteri dominan yang menyebabkan karies pada gigi. Umumnya terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan oleh suatu senyawa sehingga dapat dikatakan memiliki aktivitas antibakteri dan degradator biofilm. Cara pertama, senyawa dari sampel langsung menghancurkan dinding sel dari bakteri (S. mutans) sehingga bakteri yang terdapat di dalam mulut tidak dapat berkembang. Cara kedua adalah senyawa dapat menghambat pembentukan glukan oleh enzim glukosiltransferase (GTase) yang dihasilkan oleh bakteri S. mutans yang terdapat didalam mulut. Diperlukan senyawa yang dapat menghambat aktivitas dari enzim GTase tersebut (inhibitor GTase) untuk menghambat terbentuknya glukan. Dengan penghambatan pembentukan glukan pada gigi tersebut, maka S. mutans tidak dapat memproduksi asam yang terakumulasi dengan sisa-sisa makanan pada permukaan gigi sehingga pembentukan plak pun dapat dihindari (Murata et al. 1995).

(16)

2

yaitu glikosida inositol metileneter, triacetomamine, dan minyak atsiri (Azmahani et al. 2002). Sementara daun tanaman anting-anting (A.indca L.) mengandung saponin, tanin, flavonoid, dan minyak atsiri. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan mengetahui potensi ekstrak daun tanaman anting-anting sebagai antibakteri S. mutans dan degradator biofilm pada gigi, serta menduga golongan senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tersebut.

Gambar 1 Tanaman anting-anting (Acalypha indica L.)

METODE

Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap penting (Lampiran 1). Tahapan dimulai dengan preparasi sampel lalu ekstraksi, uji fitokimia, fraksionasi, uji antimikrob, uji degradasi biofilm, serta identifikasi komponen, preparasi sampel dilakukan dengan mengeringkan sampel daun yang masih basah lalu digiling agar diperoleh sampel bubuk. Sampel bubuk kemudian diuji kadar air, kadar abu, dan diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut n-heksana, kloroform, dan etanol. Ekstrak dari ketiga pelarut diuji fitokimia dan ditentukan kadar tanin serta total fenoliknya secara kuantitatif. Penentuan eluen terbaik dilakukan dengan menggunakan KLT G60 F254. Fraksionasi dilakukan

menggunakan teknik kromatografi kolom yang dilanjutkan dengan pemisahan KLT preparatif. Fraksi-fraksi aktif yang diperoleh dari proses fraksionasi ini diuji inhibisi enzim GTase, uji kemampuan antibakteri dan degradasi biofilmnya. Identifikasi senyawa menggunakan teknik spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR) yang dilakukan pada fraksi teraktif.

Bahan

(17)

3 kristal asam oksalat, FeCl3 1%, serbuk Mg, amil alkohol, alkohol klorhidrat,

NH4OH, H2SO4 2M, reagen Mayer, reagen Wagner, reagen Dragendorff, obat

kumur ‘X’, K2HPO4, KH2PO4, kristal violet (heksametil pararosanilina klorida)

1%, glukosa 3%, DMSO 20%, dan saliva sintetis (larutan Mc Dougall), tetrasiklin, dan suspensi bakteri Streptococcus mutans (63301) yang diperoleh dari FKG-UI (Lampiran 2).

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik, cawan porselen, eksikator, bunsen, oven, penguap putar, chamber eluen, corong pisah, penguap vakum, autoclave, kolom silika, lampu UV 254 dan 365nm, lemari laminar flow, FTIR Shimadzu IR prestige 21, mikropelat polistirena 96-sumur steril, microplate reader, dan alat-alat kaca lainnya.

Prosedur

Pengeringan Sampel Daun Anting-anting

Sampel daun yang telah diperoleh dicuci bersih, setelah itu sampel yang sudah dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40‒50 °C, selama 1‒2 hari. Sampel kering digiling dan diayak dengan ukuran 60 mesh sehingga dihasilkan sampel berbentuk bubuk. Penentuan kadar air dan kadar abu sesuai dengan metode AOAC (2007).

Ekstraksi Serbuk Daun Anting-anting

Sampel daun anting-anting diekstraksi dengan teknik maserasi bertingkat. Serbuk anting-anting ditimbang sebanyak 100 g dan kemudian direndam ke dalam n-heksana. Perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah 24 jam, ampas hasil penyaringan direndam lagi selama 24 jam sampai 3 kali penyaringan. Ampas serbuk terakhir hasil perendaman dengan n-heksana dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dalam suhu ruang. Ampas direndam dalam pelarut berikutnya (kloroform dan terakhir metanol) dengan teknik yang sama. Filtrat masing-masing pelarut yang diperoleh diuapkan dengan penguap putar untuk mendapatkan ekstrak kasar dari daun anting-anting. Persen rendemen ekstrak dihitung berdasarkan bobot kering.

Uji Fitokimia, Kadar Total Fenolik, dan Tanin

(18)

4

Penentuan Eluen Terbaik

Penentuan eluen terbaik dengan KLT dilakukan pada fraksi ekstrak daun anting-anting. Ekstrak sampel ditotolkan pada pelat KLT, setelah kering pelat dielusi dalam chamber berisi pelarut yang telah dijenuhkan sebelumnya. Pelarut yang digunakan adalah pelarut tunggal yaitu n-heksana, dietil eter, n-butanol, metanol, asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton, toluena, dan kloroform. Setelah proses elusi telah sampai garis finish, pelat dikeluarkan dan

Fraksionasi dilakukan untuk pemisahan 0.5 g ekstrak teraktif dengan pengemasan kolom yang berdiameter 1 cm dan tinggi 20 cm. Ekstrak dilarutkan dalam eluen terbaik yang telah diperoleh, setelah itu komponen-komponennya dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan elusi step gradient (peningkatan kepolaran). Eluat ditampung dalam vial setiap 5 mL dengan laju eluen 1 mL/menit dan eluat yang memiliki warna sama kemudian dikumpulkan dalam satu fraksi. Setiap fraksi yang dihasilkan kemudian diperiksa polanya pada KLT. Noda yang diperoleh dideteksi di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm, kemudian diuji aktivitas antibakteri dan degradasi biofilmnya. Fraksi teraktif dipisahkan dengan menggunakan KLT preparatif untuk memperoleh senyawa murni dari ekstrak sampel. Fraksi dikerok, dilarutkan ke dalam pelarut, kemudian dipekatkan dan diuji fitokimia serta aktivitas inhibisinya.

Pemisahan Ekstrak Dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Pemisahan dilanjutkan dengan teknik KLTP, yang bertujuan untuk mendapatkan isolat senyawa yang diduga aktif pada uji sebelumnya. Pemisahan dilakukan menggunakan pelat GF254 dengan ukuran 10x20 cm. Sampel yang telah

ditotolkan dielusi di dalam chamber. Noda-noda yang diperoleh dikerok dan dilarutkan dengan pelarut ekstrak awal. Silika gel dipisahkan dari filtrat menggunakan teknik sentrifugasi. Filtrat dalam botol diuapkan dalam desikator untuk mendapatkan isolat padat.

Uji Antibakteri (Batubara et al. 2009)

(19)

5 Plate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam. Digunakan DMSO 20% sebagai kontrol negatif dan tertrasiklin serta obat kumur ‘X’ sebagai kontrol positif. Setelah inkubasi selama 24 jam, ditentukan konsentrasi hambat minimum (KHM) dari sampel dengan cara melihat sumur yang jernih dengan konsentrasi terendah sebagai nilai KHM. Nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM) dari sampel KHM sebelumnya ditentukan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 ºC. Sumur yang masih jernih dengan konsentrasi terendah dipilih sebagai nilai KBM.

Uji Kemampuan Degradasi Biofilm (O’Toole et al. 1998)

Metode uji yang digunakan adalah metode mikrodilusi. Biofilm dibentuk dengan cara saliva sintetis dimasukkan ke dalam 96 well plate. Medium TSB dengan glukosa 3% dan inokulan bakteri ditambahkan ke dalam saliva. Plate diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Setelah biofilm terbentuk, sisa medium dibuang. Ekstrak atau fraksi ditambahkan dengan konsentrasi 15.625-2000 µg/mL kemudian diinkubasi 24 jam pada suhu 37 ºC. Biofilm yang menempel pada dinding sumur dicuci dengan menggunakan buffer fosfat sebanyak 2 kali bilasan. Kristal violet 1% ditambahkan ke dalam sumur dan dibiarkan selama 15 menit. Well dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali ditambahakan etanol 95%. Suspensi diinkubasi selama 45 menit dan larutan yang telah diinkubasi dipindahkan ke microplate baru. Absorbans suspensi dari masing-masing sumur diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm untuk menentukan % degradasi. Produk obat kumur‘X’ serta klorheksidin digunakan sebagai kontrol positif dan DMSO 20% sebagai kontrol negatif.

Keterangan :

A sampel = Absorbans (sampel + suspensi bakteri) A blanko = Absorbans (DMSO 20% + suspensi bakteri)

Uji Inhibisi GTase Fraksi KLTP Daun Anting-anting (Murata et al. 1995)

Sebanyak 10 mg fraksi KLTP daun anting-anting yang diperoleh dibuat konsentrasinya menjadi 10,000 ppm dengan melarutkannya ke dalam 1 mL DMSO 30%. Larutan sampel diencerkan konsentrasinya dari 2000 hingga 31.25 ppm. Sebanyak 50 µL sampel dengan konsentrasi 2000-31.25 ppm, 50 µL larutan RL (1.2500 g sukrosa + 0.1250 g dekstran T10 + 25 mL larutan buffer fosfat pH 6), 100 µL air steril, dan 50 µL enzim GTase dimasukkan ke dalam sumur microplate. Plate diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 4 jam, kemudian diukur absorbansnya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm.

Identifikasi Senyawa Menggunakan FTIR

(20)

6

kemudian spektrum hasil scanning dibandingkan dengan library atau database untuk mengetahui jenis senyawa yang terkandung dalam sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air dan Kadar Abu Daun Anting-anting

Tanaman anting-anting yang diperoleh berasal dari kebun biofarmaka IPB Bogor. Sampel daun anting-anting yang digunakan dideterminasi terlebih dahulu di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong (Lampiran 3). Kadar air dan kadar abu daun anting-anting yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 4. Setiap jenis tanaman memiliki kandungan air yang berbeda-beda sesuai dengan morfologi tanaman tersebut. Bagian tanaman seperti daun, akar, rimpang, batang, bunga, dan buah juga memiliki kandungan air yang berbeda satu sama lain. Penentuan kadar air biasa dilakukan sebagai koreksi dalam perhitungan rendemen ekstrak kasar. Apabila kadar air suatu sampel semakin rendah, maka stabilitas bahan akan semakin tinggi dan kemudahan bahan untuk rusak menjadi semakin rendah (Kunle et al. 2012). Kadar abu dari suatu sampel yang sama juga dapat berbeda-beda sesuai dengan mineral yang terkandung dalam tempat tumbuh tanaman. Semakin besar nilai kadar abu dari suatu sampel menunjukkan semakin banyak kandungan mineral yang terdapat dalam tempat tumbuh tanaman tersebut.

Tabel 1 Kadar air dan kadar abu tanaman anting-anting Analisis proksimat (% b/b)

Kadar air 11.64

Kadar abu 20.96

Aktivitas Ekstrak Daun Anting-anting

(21)

7 Tabel 2 Kandungan fitokimia dan rendemen daun anting-anting

Pelarut Uji Fitokimia Warna

Ekstrak

Rendemen (%b/b) Tanin Saponin Flavonoid Alkaloid

n-heksana - - + + kuning

kehijauan 1.54

Kloroform - - + + hijau tua 2.44

Metanol + - + + hijau

kehitaman 4.67 Keterangan : (+) terdapat golongan senyawa yang diuji pada sampel

(-) tidak terdapat golongan senyawa yang diuji pada sampel

Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk melihat keberadaan dari suatu senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel. Uji fitokimia yang dilakukan adalah uji saponin, flavonoid, tanin, dan alkaloid pada ketiga ekstrak kasar (n-heksana, kloroform, dan metanol) daun anting-anting.

Hasil positif tanin ditunjukkan dengan munculnya busa atau buih setelah proses pengocokkan. Busa tersebut muncul dikarenakan adanya kombinasi dari struktur penyusun golongan saponin, yaitu kombinasi antara rantai sapogenin non polar dengan rantai sapogenin polar yang larut di dalam air (Zahro & Rudiana 2013). Berdasarkan uji yang dilakukan, tidak satu pun ekstrak yang memiliki kandungan saponin (Tabel 2). Pada uji tanin, diperoleh hasil positif keberadaan tanin pada ekstrak metanol saja yang ditunjukkan dengan munculnya warna hijau kehitaman setelah penambahan FeCl31% ke dalam filtrat. Uji kualitatif tanin

dilanjutkan dengan uji kuantitatif.

Flavonoid merupakan senyawa yang biasanya ditemukan dalam bentuk glikosida (flavonoid O-glikosida) yang merupakan kombinasi antara alkohol dengan gula dan berikatan melalui ikatan glikosida (Markham 1988), artinya flavonoid tersebut tidak selalu ditemukan dalam bentuk glikosida. Dari uji yang dilakukan diperoleh hasil positif flavonoid untuk ketiga ekstrak. Jadi kemungkinan besar flavonoid yang teridentifikasi pada ketiga ekstrak adalah senyawa dalam bentuk glikosida, namun ada juga kemungkinan bahwa senyawa yang ditemukan bukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid ini akan tereduksi oleh HCl pekat dan serbuk Mg pada uji kualitatif yang menghasilkan kompleks berwarna kuning atau jingga pada lapisan asam (Gambar 2).

(22)

8

Uji Kuantitatif Kadar Fenolik Total dan Tanin Ekstrak Metanol, Kloroform, dan n-heksana

Senyawa fenolik pada umumnya memiliki kemampuan antibakteri yang baik. Gugus fenol pada senyawa ini dapat menghentikan pertumbuhan bakteri. Penetapan kadar fenolik total dilakukan pada ketiga ekstrak kasar menggunakan reagen Folin-Ciocalteu. Reagen ini digunakan karena folin dapat bereaksi dengan senyawa fenolik dalam ekstrak membentuk larutan kompleks berwarna biru yang dapat diukur absorbansnya pada panjang gelombang 765 nm, sehingga konsentrasi fenolik totalnya pun dapat ditentukan. Senyawa fenolik hanya dapat bereaksi dengan folin dalam suasana basa agar terjadi disosiasi proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat, sehingga perlu ditambahkan larutan Na2CO3

7.5%. Kadar fenolik sampel ditentukan dengan membuat kurva standar asam galat (Lampiran 6). Rerata kadar total fenolik dan tanin dalam ekstrak daun anting-anting dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar total fenolik dan tanin terbanyak terdapat pada ekstrak metanol. Hasil uji fitokimia tanin secara kualitatif menunjukkan bahwa pada ekstrak n-heksana dan kloroform tidak mengandung senyawa metabolit sekunder tanin, namun setelah dilakukan uji kuantitatif kadar tanin diperoleh hasil bahwa di dalam ekstrak n-heksana dan kloroform terdapat kandungan tanin walaupun jumlahnya sangat kecil (Tabel 3).

Tabel 3 Kadar total fenolik dan tanin ekstrak daun anting-anting Pelarut Total fenolik (%b/b) Total tanin (%b/b)

n-heksana 0.50 1.06

Kloroform 1.34 0.88

Metanol 1.35 2.21

Pemisahan Komponen Aktif

Pemisahan komponen aktif dilakukan dengan sebelumnya menentukan eluen terbaik dalam memisahkan komponen. Eluen terbaik yang diperoleh untuk fraksionasi ekstrak n-heksana adalah diklorometana : kloroform (3:7) dengan jumlah spot paling banyak (7 spot) dan terpisah dengan baik (Gambar 3).

A B

Gambar 3 Kromatogram penentuan eluen terbaik dengan KLT di bawah sinar putih (A) dan dengan UV 254 nm (B)

(23)

9 Ekstrak kasar n-heksana difraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan eluen diklorometana:kloroform secara step gradient. Sebanyak 13 fraksi diperoleh dengan rendemen terbesar terdapat pada fraksi ke-2, yaitu 14.02% (Tabel 4). Masing-masing dari fraksi ini kemudian diuji aktivitas antibakteri dan degradasi biofilmnya. Fraksi ke-2 (F2) dan ke-3 (F3) memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi (Tabel 4). Fraksi ke-3 dari fraksi kolom dipilih untuk difraksionasi lanjut menggunakan teknik pemisahan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Proses elusi dilakukan menggunakan eluen diklorometana : kloroform (3:7). Sebanyak tiga fraksi KLTP diperoleh dengan rendemen terbesar terdapat pada fraksi F3.3, yaitu sebesar 16.64% (Tabel 4).

Tabel 4 Rendemen fraksionasi, KHM dan KBM uji aktivitas antibakteri, serta IC50 degradasi biofilm daun anting-anting

Sampel

Rendemen Aktivitas antibakteri Degradasi biofilm

(%) KHM

Keterangan: (-) konsentrasi >2000.00 µg/mL ( ) Tidak diuji

(24)

10

Aktivitas Antibakteri dan Degradasi biofilm Ekstrak Kasar (metanol, kloroform, n-heksana), Fraksi Kolom, dan Fraksi KLTP Daun Anting-anting

Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM), yaitu konsentrasi minimum yang dibutuhkan sampel untuk menghambat pertumbuhan bakteri ditentukan pada uji aktivitas antibakteri. Selain itu juga dicari nilai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM), yaitu konsentrasi minimum yang dibutuhkan sampel untuk membunuh inokulan dari bakteri S. mutans (Tabel 4). Ekstrak daun anting-anting yang berpotensi sebagai antibakteri S. mutans adalah ekstrak n-heksana dengan nilai KHM sama dengan nilai KBM sebesar 500 µg/mL. Fraksi dengan aktivitas antibakteri terbaik untuk fraksi kolom adalah fraksi ke-2 (F2) dan ke-3 (F3) dengan nilai KHM sebesar 250 µg/mL dan nilai KBM sebesar 2000 µg/mL sedangkan fraksi ke-2 (F3.2) dan fraksi ke-3 (F3.3) merupakan fraksi paling aktif hasil pemisahan lanjut dengan KLT preparatif.

Penentuan persen degradasi biofilm dilakukan dengan mengukur absorbans dari etanol yang telah mendesorpsi kristal violet yang terjerap dalam biofilm. Berkurangnya absorbans yang terukur menunjukkan kemampuan degradasi biofilm dari sampel (Lampiran 9). Berdasarkan nilai absorbans uji degradasi biofilm dari sampel, diperoleh nilai persen degradasi dari masing-masing sampel. Nilai IC50 dari masing-masing sampel ditentukan berdasarkan nilai % degradasi

biofilm tersebut (Tabel 4). Ekstrak yang memiliki aktivitas degradasi biofilm yang paling baik adalah ekstrak kloroform sedangkan fraksi kolom yang terbaik adalah fraksi ke-3 dari n-heksana (F3) dan fraksi KLTP terbaik adalah F3.3. Hal ini dicirikan dengan nilai IC50 yang rendah. Namun nilai IC50 dari semua sampel yang

diuji memiliki nilai yang masih di atas nilai IC50 dari kontrol positif klorheksidin

yang umum digunakan di pasaran.

Uji Kemampuan Inhibisi Fraksi ke-3 KLTP Daun Anting-anting terhadap Aktivitas Enzim Gtase

Nilai persen inhibisi GTase menunjukkan kemampuan senyawa untuk menghambat kerja enzim GTase yang dihasilkan bakteri. Senyawa akan menghambat pembentukan glukan oleh enzim glukosiltransferase (GTase) yang dihasilkan oleh bakteri S. mutans yang terdapat di dalam mulut. Terjadinya penghambatan pembentukan glukan pada gigi menyebabkan S. mutans tidak dapat memproduksi asam yang terakumulasi dengan sisa-sisa makanan pada permukaan gigi sehingga pembentukan biofilm dan plak pun dapat dihindari (Murata et al. 1995). Nilai % inhibisi terbesar terdapat pada konsentrasi 1000 ppm, yaitu sebesar 25.87%. Nilai IC50 tidak dapat ditentukan karena % inhibisi yang dihasilkan dari

(25)

11

Karakterisasi Gugus Fungsi Menggunakan FTIR

Identifikasi gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) dilakukan pada fraksi KLTP ke-3 karena memiliki aktivitas antibakteri dan nilai IC50 dalam kemampuan degradasi biofilm paling tinggi. Berdasarkan hasil

spektrum yang diperoleh (Gambar 4), terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 3448.72 cmˉ¹ ulur amina NH2, 3008.95 cmˉ¹ ulur C-H, 2924.09 cmˉ¹

ulur C-H (CH3 alkana asimetrik), 2850.79 cmˉ¹ ulur C-H (CH3 alkana simetrik),

1739.79 cmˉ¹ ulur C=O (ester), 1512.19 cmˉ¹ tekuk NH2 (amina skunder),

1462.04 cmˉ¹ tekuk CH2, 1377.17 cmˉ¹ tekuk CH3, 1242.16 cmˉ¹ C-N (amina),

1168.86 cmˉ¹ C-O (ester). Gugus karbonil yang diduga adalah ester, hal ini dikarenakan tidak terlihat puncak serapan untuk gugus OH pada spektrum. Selain itu terdapatnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1168.86 cmˉ¹ (ikatan C-O) memperkuat dugaan adanya gugus ester pada fraksi. Munculnya serapan gugus amina pada struktur mengindikasikan bahwa adanya golongan alkaloid pada sampel. Halimah (2010) melakukan uji fitokimia terhadap tanaman anting-anting dengan uji reagen dan menghasilkan uji positif untuk senyawa alkaloid dan flavonoid. Feng et al. (1994) menyatakan bahwa pada tanaman anting-anting memiliki senyawa alkaloid, amida, glukosida, dan sterol. Berdasarkan data-data dan informasi tersebut, golongan senyawa yang diduga terkandung dalam fraksi KLTP ke-3 adalah alkaloid dan memiliki aktivitas sebagai antibakteri S. mutans. Informasi lain yang mendukung bahwa kemungkinan senyawa yang terkandung dalam fraksi ke-3 KLTP (F3.3) merupakan golongan alkaloid adalah ketika fraksi F3 dan F3.3 dilakukan uji fitokimia, diperoleh hasil positif akan keberadaan alkaloid.

Gambar 4 Spektrum FTIR F3.3

Bilangan gelombang (cm-1)

(26)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak daun anting-anting yang berpotensi sebagai antibakteri adalah ekstrak dari n-heksana dengan nilai KHM dan KBM sebesar 500 µg/mL. Fraksi kolom dan KLTP dari ekstrak n-heksana ini memiliki nilai KBM yang lebih besar dari pada ekstrak kasarnya. Aktivitas degradasi biofilm terbesar dari daun anting-anting terdapat pada fraksi kolom ke-3 (F3) dari ekstrak n-heksana dengan nilai IC50 sebesar 56.8 µg/mL, namun nilai ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan

klorheksidin yang umum digunakan di pasaran. Golongan senyawa yang diduga terkandung dalam fraksi KLTP n-heksana dan diduga memiliki aktivitas antibakteri dan degradator biofilm adalah golongan senyawa alkaloid.

Saran

Pemurnian lebih lanjut dari fraksi F3.3 perlu dilakukan seperti pemisahan menggunakan teknik kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) preparatif. Analisis lanjut terhadap senyawa apa dalam fraksi F3.3 yang berperan dalam aktivitas antibakteri dan degradator biofilm perlu dilakukan menggunakan resonansi magnetik inti (NMR) dan spektrometer massa (MS).

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2007. Official Methods of AOAC International. Revisi ke-2. Volume ke-1. Maryland: AOAC International.

Arisandi Y, Andriani. 2008. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta (ID): Pustaka Buku Murah.

Azmahani A, Somchti MN, Rosyilah AR. 2002. In Vitro Anti Bakterial and Anti Fungal Properties of Acalypha Indica (Kucing Galak). Proceedings of The Regiona Symposium on Environment and Natural Resources. Department of Biomedical Sciences, Faculty Medicine and Health Sciences, University Putra Malaysia, 43400 UPM Serdang, Selangor Darul Ehsan. Malaysia. Batubara I, Mitsunaga T, Ohasi H. 2009. Screening antiacne potency of

Indonesian medicinal plants; antibacterial, lipase inhibition, and antioxidant activities. J Wood Sci 55: 230-235.

Feng DW, L. Zhong-Wen, and S. Han-Dong. 1994. A New Compound from Acalypha australis. Acta Bot Yunnanica. 16(4):413-416.

Govindarajan M, Jabanesan A, Reetha D, Amsath R, Pushpanathan T, dan Samidurai K. 2008. Antibacterial Activity of Acalypha indica L. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 12:299-302.

(27)

13 Leach). Skripsi. Malang: Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Ed ke-2. Padmawinata K, Soedira L, penerjemah; Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Kunle OF, Egharevba HO, Ahmadu PO. 2012. Standardization of herbal medicine –a review. International Journal of Biodiversity and Conservation. 4(3):101-112.

Machfoedz I. 2005. Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Anak - Anak dan Ibu Hamil. Yogyakarta (ID): Fitrimaya.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Kosasih P, penerjemah. Bandung (ID): ITB.

Murata M, Yukako N, Seiichi H. 1995. Inhibition of cariogenic glucan synthesis by dark beer. Lebensm Wiss Technol. 28: 201-207.

O’Toole G, Kolter R. 1998. Initiation of biofilm formation in pseudomonas fluorescens wcs365 proceeds via multiple, convergent signaling pathways: a genetic analysis. Mol Microbiol. 28(3): 449-461.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2009. Introduction to Spectroscopy 4th Ed. Belmont (US): BrooksCole.

Pietta PG. 2000. Flavonoids as antioxidants. J Nat Prod. 63(7): 1035-1042.

Rasyid A. 2012. Identifikasi senyawa metabolit sekunder serta uji aktivitas antibakteri dan antioksidan ekstrak metanol teripang Stichopus hermanii. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(2):360-368.

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty.

Tarigan R. 1990. Karies Gigi. Jakarta (ID): Hipokrates.p.17, 41-46.

(28)

14

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Dikeringkan

Ekstraksi bertingkat dengan n-heksana (1), kloroform (2) dan metanol (3)

(29)
(30)

16

(31)

17 Lampiran 4 Kadar air dan kadar abu sampel daun Anting- anting

Kadar air sampel daun anting-anting

Sampel ulangan

bobot sampel basah (g)

bobot sampel

kering (g) kadar air (%) daun

anting-anting 1 1.0008 0.8846 11.61

2 1.0004 0.8839 11.64

3 1.0013 0.8842 11.69

Contoh perhitungan

Keterangan:

A = Bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B = Bobot contoh setelah dikeringkan (g)

(%b/b)

= 11.64%

Kadar abu sampel daun anting-anting

Sampel ulangan bobot sampel (g)

bobot abu (g)

kadar abu (%)

daun anting-anting 1 1.0019 39.8338 20.98

2 1.0026 38.4801 21.01

(32)

18

Contoh perhitungan

Keterangan: A = bobot abu (g)

B = bobot contoh awal (g)

= 20.98% (%b/b) Rerata kadar abu

= 20.96% (%b/b)

Lampiran 5 Rendemen ekstrak kasar sampel daun anting-anting Pelarut Ulangan bobot

sampel (g)

bobot ekstrak (g)

rendemen (%)

rerata rendemen (%) Metanol

1 5.0052 0.2107 4.76 4.76

2 5.0077 0.2042 4.61

3 5.0047 0.2050 4.63

Kloroform

1 5.0052 0.1086 2.45 2.44

2 5.0077 0.1062 2.40

3 5.0047 0.1096 2.47

n-heksana

1 5.0052 0.0689 1.55 1.54

2 5.0077 0.0621 1.40

3 5.0047 0.0738 1.67

Contoh perhitungan

= 4.76% (%b/b)

(33)

19 Lampiran 6 Kadar total fenolik ekstrak kasar metanol, kloroform, dan n-heksana

daun anting-anting

Kurva standar asam galat ekstrak metanol

Kurva standar asam galat ekstrak kloroform dan n-heksana

Contoh perhitungan y = 0.0074x + 0.0372 keterangan :

x = kadar total fenolik dalam asam galat (ppm) y = absorbans

kadar total fenolik dalam bentuk asam galat pada ekstrak metanol 0.139 = 0.0074x + 0.0372

X = 13.67 ppm = 13.67 mg/L

(34)

20

= 1.37% (%b/b)

total fenolik dalam asam galat pada ekstrak metanol

= 1.35% (%b/b)

Lampiran 7 Kadar tanin dalam ekstrak metanol, kloroform, dan n-heksana daun anting-anting

Standardisasi KMnO4 dengan asam oksalat 0.1000 N

Ulangan V KMnO4 (mL) [KMnO4]

Awal Akhir Terpakai (N)

1 0.00 25.1 25.1 0.1000

2 0.00 25.1 25.1 0.1000

3 11.00 36.1 25.1 0.1000

Reaksi :

2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3H2SO4→ 2 MnSO4 + 10CO2 + K2SO4 + 8 H2O

KMnO4

Keterangan : W= bobot kristal asarn oklasat yang ditimbang (mg) BM= Berat molekul kristal asam oksalat (126 g/mol) V= volume titrasi

25/100= Faktor pengeceran 2= elektron valensi asam oksalat KMnO4

(35)

21 Kadar tanin ekstrak metanol dengan titrasi menggunakan KMnO4 0.1000 N

Ulangan V KMnO4 0.1000 (mL) Kadar tannin

Awal Akhir terpakai (%)

A1 0.00 1.30 1.30 2.21

A2 1.30 2.60 1.30 2.21

A3 2.6 3.90 1.30 2.21

Blanko (B) 3.00 3.50 0.50 -

Kadar tanin ekstrak kloroform dan n-heksana dengan titrasi menggunakan KMnO4

0.1000 N

ulangan V KMnO4 0.1000 (mL) kadar tanin

awal Akhir Terpakai (%)

kloroform 1 0.00 0.30 0.30 0.88

kloroform 2 0.30 0.60 0.30 0.88

kloroform 3 0.60 0.90 0.30 0.88

n-heksana 1 1.00 1.30 0.30 1.06

n-heksana 2 1.30 1.60 0.30 1.06

n-heksana 3 1.60 1.90 0.30 1.06

Blanko (B) 0.00 0.20 0.20

Contoh perhitungan

Keterangan: A= volume titrasi tanin (mL) B= volume titrasi blanko (mL) N= normalitas KMnO4 standar (N)

10= faktor pengeceran

1 mL KMnO4 0,1 N setara 0,00416 gram tanin (Sudarmadji et al.

1989)

(36)

22

Lampiran 8 Kromatogram fraksi KLTP ke-3 (F3.3) pada panjang gelombang 254 nm (A) dan 366 nm (B)

A B

Lampiran 9 Penentuan aktivitas degradasi biofilm F3, F3.1, dan F3.3

Absorbans dan % degradasi biofilm fraksi F3

Konsentrasi Absorbans % Degradasi Rataan

(µg/mL) Ulangan %

1 2 1 2 Degradasi

15.625 3.791 3.664 0.05 3.44 1.74

31.25 2.481 2.544 34.94 33.26 34.10

62.5 1.507 1.391 60.88 63.97 62.42

125 0.859 0.848 78.14 78.43 78.28

250 0.518 0.429 87.22 89.59 88.40

DMSO 3.793

(37)

23 Contoh perhitungan

Keterangan :

A sampel = Absorbans (sampel + suspensi bakteri) A blanko = Absorbans (DMSO 20% + suspensi bakteri)

= 87.22%

Kurva penentuan IC50 fraksi kolom ke-3 (F3)

Contoh perhitungan IC50 (F3)

y = 31.378 ln(x) – 76.763

y = % degradasi; x = konsentrasi (µg/mL) 50 = 31.378 ln(x) – 76.763

x = 56.8 µg/mL

y = 31.378ln(x) - 76.763 R² = 0.9526

000 020 040 060 080 100 120

.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00

%

d

e

g

rad

asi

(38)

24

Lampiran 10 Absorbans dan persen inhibisi enzim GTase oleh fraksi kolom ke-3

konsentrasi Absorbans % Inhibisi

(µg/mL) U1 U2 U3 tanpa enzim U1 U2 U3 rataan

31.25 0.567 0.490 0.504 0.002 -1.25 12.54 10.04 7.11 62.5 0.484 0.515 0.517 0.004 13.98 8.42 8.06 10.16

125 0.507 0.519 0.540 0.005 10.04 7.89 4.12 7.35 250 0.532 0.548 0.512 0.009 6.27 3.41 9.86 6.51 500 0.505 0.488 0.537 0.010 11.29 14.34 5.56 10.39 1000 0.364 0.476 0.488 0.029 39.96 19.89 17.74 25.87 2000 0.558 0.510 0.571 0.082 14.70 23.30 12.37 16.79 Contoh perhitungan

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17 Desember 1992. Penulis merupakan putra ke-3 dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Fatrial Munaf dan Ibu Minarni. Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak Kanak Aisyiah Teluk Betung Selatan Bandar Lampung. Setelah itu dilanjutkan ke SD Muhamadiyah II Teluk Betung Selatan Bandar Lampung. Penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMPN 3 Bandar Lampung dan SMAN 3 Bandar Lampung. Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 1  Tanaman anting-anting ( Acalypha indica L.)
Tabel 1  Kadar air dan kadar abu tanaman anting-anting
Tabel 2  Kandungan fitokimia dan rendemen daun anting-anting
Tabel 3  Kadar total fenolik dan tanin ekstrak daun anting-anting
+3

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul “Aktiv itas Antibakteri Ekstrak Daun Teh Hijau (Camellia sinensis L) terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans ” telah diuji dan disahkan pada:.. Hari, tanggal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kenikir terhadap bakteri Streptococcus mutans dan Staphylococcus epidermidis dan

INHIBISI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchae indica (L.) Less) TERHADAP ADHESI Streptococcus mutans..

INHIBISI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchae indica (L.) Less) TERHADAP ADHESI Streptococcus mutans..

Hasil penelitian ini yaitu uji efektivitas ekstrak daun anting-anting (Acalypha indica L.) sebagai insektisida nabati ulat krop (Crocidolomia binotalis Z.) pada

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil penetapan kadar sari terhadap serbuk daun Anting-anting (Acalypha indica L.) yaitu kadar sari yang larut

Efek Antikariogenik Ekstrak Daun Beluntas ( Pluchea indica ) sebagai Penghambat Pertumbuhan Streptococcus Mutans penyebab Karies Gigi.. Jurnal

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil penetapan kadar sari terhadap serbuk daun Anting-anting (Acalypha indica L.) yaitu kadar sari yang larut