LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. MULLER DIPERKAYA BEBERAPA VARIASI DOSIS SCOTT’S EMULSION PADA
KOMBINASI KOTORAN AYAM BROILER, PUPUK UREA DAN TSP
SKRIPSI
OLEH :
ASTRI WINDA MAYA 070805008
Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. MULLER DIPERKAYA BEBERAPA VARIASI DOSIS SCOTT’S EMULSION PADA
KOMBINASI KOTORAN AYAM BROILER, PUPUK UREA DAN TSP SKRIPSI
OLEH :
ASTRI WINDA MAYA 070805008
Diajukan Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :
Pembimbing II, Pembimbing I,
Mayang Sari Yeanny S.Si. M.Si Drs. Arlen H.J. M.Si
NIP 19721126 199802 2 002 19581018 19903 1 001
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus
plicatilis O. F. MULLER DIPERKAYA BEBERAPA VARIASI DOSIS SCOTT’S EMULSION PADA KOMBINASI KOTORAN AYAM BROILER, PUPUK UREA DAN TSP
Kategori : SKRIPSI
Nama : ASTRI WINDA MAYA
Nomor Induk Mahasiswa : 070805008
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
Mayang Sari Yeanny S.Si. M.Si NIP 19721126 199802 2 002
Pembimbing I
Drs. Arlen Hanel John M.Si 1958101 819903 1 001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. MULLER DIPERKAYA BEBERAPA VARIASI DOSIS SCOTT’S EMULSION PADA
KOMBINASI KOTORAN AYAM BROILER, PUPUK UREA DAN TSP
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, … 2014
PENGHARGAAN
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang
berjudul “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Diperkaya
Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP” dalam waktu yang telah ditetapkan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Arlen H.J. M.Si Selaku dosen pembimbing I dan Ibu Mayang Sari Yeanny. S.Si. M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, motivasi, waktu, dan perhatian yang besar saat penulis memulai dalam penyusunan proposal ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus M.Sc selaku penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa pendidikan. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu M.Sc dan Ibu Dr. Saleha Hanum M.Si selaku ketua dan sekretaris Departemen Biologi, dan seluruh staf dosen Departemen Biologi FMIPA USU yang telah mendidik dalam perkuliahan.
Kedua orangtuaku tercinta (Nur’aida dan Ashadi) dan adik-adikku tersayang (Inal Fauzi dan Nabila Azzahra), terimakasih atas segala cinta, kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, serta doa yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. MULLER DIPERKAYA BEBERAPA VARIASI DOSIS SCOTT’S EMULSION PADA
KOMBINASI KOTORAN AYAM BROILER, PUPUK UREA DAN TSP
ABSTRAK
Penelitian Mengenai, “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller
Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP” telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara menggunakan metode eksperimen dan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 media perlakuan, yaitu M0 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP, tanpa penambahan minyak ikan Scott’s Emulsion) (kontrol), M1 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP + Scott’s Emulsion 0,1 ml/2 l), M2 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP + Scott’s Emulsion 0,2 ml/2 l) dan M3 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP + Scott’s Emulsion 0,3 ml/2 l), perlakuan ulangan 6 kali dan 5 kali waktu pengamatan selama 10 hari. Rata-rata pertambahan jumlah individu populasi tertinggi didapatkan pada waktu pengamatan keempat (hari ke-8), yaitu pada media M3, sebesar 24.554 ind./2 l dan terendah didapatkan pada perlakuan media M0 (kontrol) yaitu sebesar 9.054. ind./2 l pada hari pengamatan yang sama. Sedangkan laju pertumbuhan populasi tertinggi didapatkan pada waktu
pengamatan pertama (hari ke-2), yaitu pada media M3 sebesar 2,536 ind. x 2 x 10-3 x
hari-1, diikuti media M1 sebesar 2,489 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, selanjutnya media M2
sebesar 2,447 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, dan terendah terdapat pada media M0 sebesar
2,383 ind. x 2 x 10-3 x hari-1.
The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population With The Addition Some Variation of Scott’s Emulsion Dose In Combination of Broiler
Feses, Urea and TSP
ABSTRACT
Research on, “The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population With
The Addition Some Variation of Scott’s Emulsion Dose In Combination of Broiler Feses, Urea and TSP”, has been conducted in May until June 2013, carried out at Animal Systematic Laboratory in Biology Department, Mathematics and Natural Science Faculty, North Sumatera University. The research used an experiment method and complete random device analyse, with 4 treatment medium, those are M0 (combination of broiler feses, urea and TSP medium without an addition of fish oil Scott’s Emulsion) (control), M1 (combination of broiler feses, urea and TSP medium + Scott’s Emulsion 0,1 ml/2 l), M2 (combination of broiler feses, urea and TSP medium + Scott’s Emulsion 0,2 ml/2 l) and M3 (combination of broiler feses, urea and TSP medium + Scott’s Emulsion 0,3 ml/2 l), with 6 replications and 5 times period of observation. Rata-rata pertambahan jumlah individu populasi tertinggi didapatkan pada waktu pengamatan keempat (hari ke-8), yaitu pada media M3, sebesar 24.554 ind./2 l dan terendah didapatkan pada perlakuan media M0 (kontrol) yaitu sebesar 9.054. ind./2 l pada hari pengamatan yang sama. And the highest population growth rate is obtained
at the first time of observation (2nd day) in M3 medium at 2,536 ind. x 2 x 10-3 x day-1,
and followed by M1 medium at 2,489 ind. x 2 x 10-3 x day-1, then M2 medium at 2,447
ind. x 2 x 10-3 x day-1, and have the lowest growth in M0 medium at 2,383 ind. x 2 x 10
-3
x day-1.
DAFTAR ISI
1.3Tujuan Penelitian 3
1.4Hipotesis Penelitian 3
1.5Manfaat Penelitian 3
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Klasifikasi Brachionus plicatilis O. F. Muller 4
2.2 Morfologi Brachionus plicatilis O. F. Muller 4
2.3 Reproduksi Brachionus plicatilis O. F. Muller 5
2.4 Ekologi Brachionus plicatilis O. F. Muller 7
2.5 Peranan Kotoran Ayam dalam Pembudidayaan
Brachionus plicatilis O. F. Muller
8
2.6 Peranan Pupuk Urea dan Pupuk TSP dalam
Pembudidaya Brachionus plicatilis O. F. Muller
9
2.7 Peranan Minyak Ikan dalam Pembudidayaan
Brachionus plicatilis O. F. Muller
10
Bab 3 BAHAN DAN METODE 11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 11
3.2 Metode Penelitian 11
3.3 Persiapan Bahan Media Brachionus plicatilis O. F.
Muller
12
3.4 Persiapan Media 12
3.4.1 Media Aklimasi 12
3.4.2 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis O. F.
Muller
12
3.4.3 Media Perlakuan 12
3.5 Perlakuan Penambahan Minyak Ikan 13
3.6 Waktu Pengamatan Brachionus plicatilis O. F.
Muller
3.7 Pengamatan dan Perhitungan Pertambahan Jumlah
Individu Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller
14
3.8 Analisis Data 15
Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16
4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Individu Populasi
Brachionus plicatilis (ind/2 l) Setiap Dua Hari Pengamatan
16
4.2 Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis 18
Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN 21
5.1 Kesimpulan 21
5.2 Saran 22
DAFTAR TABEL
Tabel Judul halaman
4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Individu Populasi
Brachionus plicatilis (ind/l) Selama Waktu Pengamatan
16
4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus
plicatilis (ind x 2 x 10-3 x hari-1) Pada Media Perlakuan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul halaman
2.2 Anatomi dan Morfologi Brachionus plicatilis 5
2.3 Siklus Reproduksi Brachionus plicatilis 6
4.3 Uji Statistik Rata-rata Laju Pertumbuhan Brachionus
plicatilis Terhadap Pemberian Media Perlakuan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul halaman
Lampiran A Bagan Alir Persiapan Media Perlakuan untuk Brachionus
plicatilis
29
Lampiran B Bagan Alir Laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis 30
Lampiran C Bagan Posisi/Letak Media Secara Randomisasi 31
Lampiran D Jumlah Individu (Kepadatan) Populasi Brachionus
plicatilis (ind./l) Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP
32
Lampiran E Data Fisik Media Pada Beberapa Tingkat Variasi Dosis
Scott’s Emulsion Selama Waktu Pengamatan
34
Lampiran F Laju Pertumbuhan Jumlah Individu Populasi Brachionus
plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari) Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP Selama Waktu Pengamatan
35
Lampiran G Contoh Perhitungan Laju Pertumbuhan 36
Lampiran H Analisis Statistik Terhadap Perbandingan Laju
Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller
Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP
37
Lampiran I Foto Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 39
LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus plicatilis O. F. MULLER DIPERKAYA BEBERAPA VARIASI DOSIS SCOTT’S EMULSION PADA
KOMBINASI KOTORAN AYAM BROILER, PUPUK UREA DAN TSP
ABSTRAK
Penelitian Mengenai, “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller
Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP” telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara menggunakan metode eksperimen dan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 media perlakuan, yaitu M0 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP, tanpa penambahan minyak ikan Scott’s Emulsion) (kontrol), M1 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP + Scott’s Emulsion 0,1 ml/2 l), M2 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP + Scott’s Emulsion 0,2 ml/2 l) dan M3 (kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP + Scott’s Emulsion 0,3 ml/2 l), perlakuan ulangan 6 kali dan 5 kali waktu pengamatan selama 10 hari. Rata-rata pertambahan jumlah individu populasi tertinggi didapatkan pada waktu pengamatan keempat (hari ke-8), yaitu pada media M3, sebesar 24.554 ind./2 l dan terendah didapatkan pada perlakuan media M0 (kontrol) yaitu sebesar 9.054. ind./2 l pada hari pengamatan yang sama. Sedangkan laju pertumbuhan populasi tertinggi didapatkan pada waktu
pengamatan pertama (hari ke-2), yaitu pada media M3 sebesar 2,536 ind. x 2 x 10-3 x
hari-1, diikuti media M1 sebesar 2,489 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, selanjutnya media M2
sebesar 2,447 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, dan terendah terdapat pada media M0 sebesar
2,383 ind. x 2 x 10-3 x hari-1.
The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population With The Addition Some Variation of Scott’s Emulsion Dose In Combination of Broiler
Feses, Urea and TSP
ABSTRACT
Research on, “The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population With
The Addition Some Variation of Scott’s Emulsion Dose In Combination of Broiler Feses, Urea and TSP”, has been conducted in May until June 2013, carried out at Animal Systematic Laboratory in Biology Department, Mathematics and Natural Science Faculty, North Sumatera University. The research used an experiment method and complete random device analyse, with 4 treatment medium, those are M0 (combination of broiler feses, urea and TSP medium without an addition of fish oil Scott’s Emulsion) (control), M1 (combination of broiler feses, urea and TSP medium + Scott’s Emulsion 0,1 ml/2 l), M2 (combination of broiler feses, urea and TSP medium + Scott’s Emulsion 0,2 ml/2 l) and M3 (combination of broiler feses, urea and TSP medium + Scott’s Emulsion 0,3 ml/2 l), with 6 replications and 5 times period of observation. Rata-rata pertambahan jumlah individu populasi tertinggi didapatkan pada waktu pengamatan keempat (hari ke-8), yaitu pada media M3, sebesar 24.554 ind./2 l dan terendah didapatkan pada perlakuan media M0 (kontrol) yaitu sebesar 9.054. ind./2 l pada hari pengamatan yang sama. And the highest population growth rate is obtained
at the first time of observation (2nd day) in M3 medium at 2,536 ind. x 2 x 10-3 x day-1,
and followed by M1 medium at 2,489 ind. x 2 x 10-3 x day-1, then M2 medium at 2,447
ind. x 2 x 10-3 x day-1, and have the lowest growth in M0 medium at 2,383 ind. x 2 x 10
-3
x day-1.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rotifera adalah salah satu jasad pakan yang penting bagi larva ikan, udang dan kepiting.
Rotifera yang lazim dipelihara dalam usaha pembenihan digolongkan dalam kelas
Monogononta, genus Brachionus, spesies Brachionus plicatilis (Copeman et al., 2002).
Keberhasilan pembenihan ikan, udang dan kepiting sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan produksi jasad pakannya, baik dalam jumlah maupun waktu kultur yang
tepat (Suastika & Sumiarsa, 2011).
Landau (1992) & Dahril (1996), menyatakan bahwa teknik pembudidayaan
Brachionus plicatilis sebagai pakan hidup (live feed) memiliki keunggulan, yaitu pakannya sederhana dan mudah diperoleh seperti jasad-jasad renik yang dapat
dibiakkan dengan kotoran ternak. Menurut Sutejo (1995), kotoran ternak pada
umumnya mengandung unsur hara yang lengkap, diantaranya adalah nitrogen, fosfor,
kalium dan air. Selain menggunakan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak
untuk meningkatkan produksi pakan alami bagi Brachionus plicatilis juga dapat
ditambahkan penggunaan pupuk anorganik seperti Triple Superphospat (TSP) dan urea.
Kelebihan dari pupuk urea dan TSP ini adalah mengandung unsur hara yang tinggi
karena termasuk pupuk tunggal yang hanya mengandung satu macam unsur saja, pupuk
urea hanya mengandung nitrogen sedangkan pupuk TSP hanya mengandung fosfor,
nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara esensial untuk pertumbuhan fitoplankton
(Sutejo, 1995). Kelebihan lainnya adalah banyak tersedia di pasar dengan harga yang
murah (Shasmand, 1986).
Namun ketersediaan fitoplankton dan jasad renik sebagai pakan alami belum
cukup untuk mencukupi kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan
Brachionus plicatilis. Salah satu komponen nutrisi yang sangat berperan dalam pertumbuhan adalah lipida (Pangkey, 2011). Lipida berupa asam lemak esensial
berfungsi sebagai sumber nutrisi utama bagi pertumbuhan secara normal (Sargent et al.,
dan harus diperoleh dari makanan (Cowey & Sargent, 1979). Hal ini dapat dipenuhi
melalui proses pengayaan secara komersial, salah satunya menggunakan produk Scott’s
Emulsion (Veloza et al., 2006). Pengayaan Brachionus plicatilis dengan penambahan
minyak ikan pada pakan alami akan menyuplai kebutuhan asam lemak bagi Brachionus
plicatilis. Fungsi daripada asam lemak bagi Brachionus plicatilis adalah untuk menyuplai kebutuhan energi jangka panjang yang akan berguna bagi pergerakan,
cadangan energi selama periode kekurangan makanan, juga reproduksi (Pangkey, 2011).
Scott’s Emulsion merupakan bahan pengkaya komersial yang kaya akan manfaat,
karena selain mengandung omega-3 khususnya EPA dan DHA, juga mengandung
vitamin A dan D (Frikardo, 2009).
Studi kultur Brachionus plicatilis telah banyak dilakukan sejak tahun 1963
karena dikenal sangat baik bagi pakan larva ikan (Mustahal, 1995), namun sejauh ini
belum pernah dilakukan cara pembudidayaan Brachionus plicatilis agar dapat tumbuh
dan berkembangbiak dengan optimal, sehingga dapat menjadi pakan alami yang baik
bagi larva ikan. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan
judul “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Diperkaya
Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler,
1.2.Permasalahan
Dalam rangka memenuhi pakan alami untuk usaha budidaya perikanan telah
banyak dilakukan teknik kultur dalam memproduksi Brachionus plicatilis O.F. Muller.
Namun sejauh ini belum diketahui bagaimanakah laju pertumbuhan populasi
Brachionus plicatilis O.F. Muller yang diperkaya beberapa variasi dosis Scott’s Emulsion pada kombinasi kotoran ayam broiler, pupuk urea dan TSP.
.
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis O.F. Muller yang
diperkaya beberapa variasi dosis Scott’s Emulsion pada kombinasi kotoran ayam
broiler, pupuk urea dan TSP.
b. Untuk mengetahui dosis minyak ikan yang tepat bagi perkembangan dan
pertumbuhan Brachionus plicatilis O.F. Muller.
1.4.Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan yang nyata antara pengaruh masing-masing media perlakuan
terhadap laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis O.F. Muller yang
diperlakukan.
1.5.Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat diketahui dosis Scott’s Emulsion pada
kombinasi media kotoran ayam broiler, pupuk urea danTSP yang tepat bagi kehidupan
Brachionus plicatilis O.F. Muller, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi instansi terkait yang membutuhkan teknik penyediaan pakan alami bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Brachionus plicatilis O. F. Muller
Ciri khas dasar pemberian nama rotatoria atau rotifera adalah terdapatnya suatu
bangunan yang disebut korona. Korona ini berbentuk bulat dan berbulu-bulu getar, yang
memberikan gambaran seperti sebuah roda (Djarijah, 1995). Menurut Mudjiman (1998),
rotifera terbagi menjadi tiga subordo, yaitu Ploima, Bdelloida dan Rhizota. Isnansetyo
& Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa Brachionus plicatilis merupakan salah satu
rotifera yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya sebagai berikut:
Filum : Trochelmintes
Kelas : Rotifera
Ordo : Monogonata
Subordo : Ploima
Famili : Brachionidae
Genus : Brachionus
Spesies : Brachionus plicatilisO. F. Muller
Selain B. plicatilis ada 34 jenis rotifera lainnya, 10 diantaranya adalah: B.
mulleri, B. angularis, B. calciflorus, B. urceolaris, B. legdigi, B. quandridentatus, B. rubens, B. punctatus, B. pala dan B. mollis (Mudjiman, 1998). Dan beberapa spesies
yang ditemukan di Jepang, yaitu: B. budapestinensis, B. dimidiatus, B. diversicornus, B.
falcatus, B. forficula, B. plicatilis dan B. rubens (Dahril, 1996).
2.2. Morfologi Brachionus plicatilis O. F. Muller
B. plicatilis merupakan organisme eukariot akuatik yang termasuk ke dalam
zooplankton dan bersifat filter feeder, artinya mengambil makanan dengan cara
menyaring partikel dari media tempat hidupnya. Tubuh umumnya tidak berwarna atau
transparan, mempunyai indra seperti bintik mata (Hyman, 1951). Ukuran tubuh genus
jantan memiliki ukuran tubuh lebih kecil dari yang betina dengan bentuk tubuh agak
meruncing ke bagian bawah atau berbentuk bilateral simetris, menyerupai piala.
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan kaki atau ekor. Pada
bagian kepala terdapat enam buah duri, dan diantaranya terdapat sepasang duri yang
panjang yang terletak dibagian tengah. Ujung bagian depan dilengkapi dengan
gelang-gelang silia seperti spiral yang disebut dengan korona, fungsinya adalah untuk
memasukkan makanan ke dalam mulut (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Selanjutnya
Dahril (1996), menjelaskan bahwa duri yang disebut dengan occipital spine berdasarkan
bentuk, ukuran dan jumlahnya dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengenal jenis
rotifera. Untuk lebih jelasnya berikut gambaran morfologi B. plicatilis (Gambar 2.2):
Gambar 2.2. Anatomi dan morfologi Brachionus plicatilis, A= Kaki dari dorsal dan lateral; B= Betina;
C= Jantan (Barnes, 1978).
2.3. Reproduksi Brachionus plicatilis O. F. Muller
B. plicatilis merupakan organisme yang memiliki organ kelamin terpisah, dan dapat juga bereproduksi secara partenogenesis, yaitu menghasilkan telur tanpa terjadi
Kurniastuty, 1995). Djuhanda (1980), menyatakan bahwa B. plicatilis juga dapat
bereproduksi secara seksual. B. plicatilis betina memiliki organ reproduksi yang terdiri
dari ovarium, yolk gland dan oviduct. Pada jantan terdiri dari satu testis yang
dihubungkan oleh saluran sperma ke penis.
Proses reproduksi B. plicatilis diawali dengan betina miktik yang menghasilkan
1-6 telur kecil. Betina miktik adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang dapat
dihasilkan oleh betina miktik akan menetas menjadi jantan. Jantan ini akan membuahi
betina miktik dan menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur ini akan mengalami istirahat
sebelum menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik merupakan betina yang tidak
dapat dibuahi. Dari betina amiktik yang terjadi ini, maka reproduksi aseksual akan
terjadi lagi. Betina miktik hanya akan menghasilkan telur miktik, demikian juga dengan
betina amiktik. Antara betina miktik dengan amiktik tidak dapat dibedakan secara
eksternal (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Menurut Wallace & Snell (2001), sistem
reproduksi yang amiktik dalam keadaan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan
dapat menghasilkan individu baru dalam jumlah yang besar, reproduksi seksualnya
terjadi apabila kondisi lingkungannya mendukung. Keuntungan dari reproduksi seksual
ini, yaitu mampu menghasilkan individu dari jenis jantan dan betina, sehingga terjadi
variasi genetik. Berikut adalah gambaran siklus reproduksi Brachionus (Gambar 2.3):
KONDISI NORMAL KONDISI ABNORMAL
Beberapa genera dari famili Brachionidae diketahui bahwa, kondisi yang
menentukan seekor betina menjadi amiktik atau miktik terjadi beberapa saat sebelum
telur mulai membelah (Dahril, 1996). Reproduksi seksual terjadi apabila ada betina
miktik. Jika betina miktik tidak melakukan fertilisasi, maka akan menghasilkan individu
jantan atau haploid. Pada populasi yang rendah banyak dijumpai yang amiktik. Pada
keadaan dimana lingkungan yang tidak mendukung, walaupun populasi sedang
meningkat, betina miktik tidak akan melakukan reproduksi secara seksual (Gilbert,
1977).
2.4. Ekologi Brachionus plicatilis O. F. Muller
Brachionus hidup di perairan tawar, payau dan laut, bersifat planktonik (Hyman, 1951).
B. plicatilis bersifat euthermal. Pada suhu 15 oC masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat
bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10oC akan terbentuk telur istirahat.
Kenaikan suhu antara 15-35oC akan menaikkan laju reproduksinya. Kisaran suhu antara
22-30oC merupakan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi.
Disamping itu B. plicatilis juga bersifat euryhalin. Betina dengan telurnya dapat
bertahan hidup pada salinitas 98‰, sedangkan salinitas optimalnya adalah 10-35‰
(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
Menurut Ayodhyoa (1981), kondisi suhu di suatu perairan sangat erat kaitannya
dengan intensitas cahaya. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap kehadiran
zooplankton, seperti B. plicatilis. Berkumpulnya zooplankton di bawah lampu dapat
dibedakan sebagai berikut :
a. Peristiwa langsung, yaitu karena adanya cahaya zooplankton berkumpul di sekitar
lampu.
b. Peristiwa tidak langsung, yaitu karena adanya cahaya zooplankton berkumpul
dengan tujuan makan (feeding).
Menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995), penetrasi cahaya juga sangat mempengaruhi
perkembangbiakan B. plicatilis, bila intensitas cahaya kurang, sedangkan kepadatan
pakan, jenis pakan dan salinitas mencukupi, perkembangbiakannya tetap lambat.
Keadaan ini sangat erat kaitannya dengan kondisi suhu, karena suhu suatu perairan atau
Keasaman air turut mempengaruhi kehidupannya. Rotifera masih dapat bertahan
hidup pada kondisi pH 5 dan pH 10. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan dan
reproduksi berkisar antara 7,5-8,0. Disamping itu oksigen terlarut juga menjadi salah
satu faktor penting bagi pertumbuhan hewan air ini, terutama untuk proses respirasi
(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Menurut Dahril (1996), pada keadaan oksigen rendah
B. plicatilis masih tetap dapat berkembangbiak. Salah satu faktor penyebab dapatnya B. plicatilis bertahan hidup pada kadar oksigen rendah di perairan adalah karena ternyata
B. plicatilis dapat memanfaatkan vitamin B12 untuk kehidupannya, vitamin ini ternyata dihasilkan oleh bakteri anaerobik. Namun dalam usaha budidaya masal untuk
menghasilkan B. plicatilis dalam jumlah banyak, konsentrasi oksigen terlarut terlarut di
atas 1,5 mg/l perlu dipertahankan.
2.5 Peranan Kotoran Ayam dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis O. F. Muller
Rotifera merupakan organisme pemakan organisme lainnya yang berukuran tubuh lebih
kecil dan telah tersuspensi dengan bahan organik, seperti ganggang renik; ragi; bakteri
dan protozoa (Djarijah, 1995). Sehubungan dengan hal itu, penambahan pupuk organik
ke dalam kolam akan mempersubur kehidupan jasad renik (Amin, 1991).
Pupuk organik dengan kandungan nitrogen yang banyak akan merangsang
kegiatan jasad renik, karena jasad renik memerlukan nitrogen untuk kehidupan dan
perkembangannya (Amin,1991 & Sutejo, 1995). Saifuddin (1985) & Setyamidjaja
(1986), menyatakan bahwa pemakaian pupuk organik seperti kotoran ternak dapat
merangsang pertumbuhan populasi mikroorganisme.
Sutejo (1995) & Mudjiman (1998), menjelaskan bahwa pupuk organik seperti
kotoran ayam merupakan pupuk organik yang banyak dimanfaatkan dalam usaha
bercocok tanam dan pada masa kini banyak dimanfaatkan juga dalam usaha
perkembangan perikanan, misalnya digunakan dalam pembudidayaan pakan alami
ikan, yaitu B. plicatilis. Kemudian Setyamidjaja (1986) & Hardjowigeno (1987),
menjelaskan bahwa pupuk kotoran ayam mempunyai kandungan unsur hara yang cukup
tinggi, karena bagian yang padat bercampur dengan bagian yang cair (urine). Selain itu
unsur hara yang bekerja secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama (Rafnida,
1986). Bahkan dari hasil penelitian Anindiastuti (1989), menunjukkan bahwa
pemupukan dengan menggunakan kotoran ayam cenderung memberikan kandungan
unsur hara yang lebih lengkap sehingga meningkatkan produktivitas primer perairan.
Rachmawati (2000), menjelaskan bahwa kotoran ayam broiler memiliki
komposisi unsur nitrogen dan sulfida. Pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan
akan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang akan membentuk gas
amonia, nitrit, nitrat serta gas sulfida. Lingga & Sutejo (1995), menyatakan komposisi
kotoran ayam broiler terdiri dari sisa pakan diantaranya protein, karbohidrat, lemak dan
senyawa organik lainnya. Kandungan protein pada kotoran ayam merupakan sumber
nitrogen.
2.6 Peranan Pupuk Urea dan Pupuk TSP dalam Pembudidaya Brachionus plicatilis
O. F. Muller
Kadarini (1997), mengatakan pupuk anorganik atau pupuk buatan, yaitu pupuk yang
merupakan hasil industri pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP (Tri
Super Phospat), DAP (Diamonium Phospat), dan sebagainya.
Menurut Dahril (1996), fitoplankton secara umum dapat mempengaruhi
pertumbuhan rotifera, karena dengan meningkatnya jumlah fitoplankton di suatu
perairan maka akan meningkatkan pula pertumbuhan pertumbuhan rotifera B. plicatilis.
Unsur hara esensial yang harus ada di perairan dan merupakan faktor pembatas untuk
pertumbuhan fitoplankton adalah unsur fosfor dan nitrogen.
Menurut Sutejo (1995), pupuk yang paling banyak digunakan baik dalam usaha
pembudidayaan tanaman maupun perikanan adalah pupuk urea dan TSP, karena
kandungan unsur hara kedua pupuk ini tinggi dan termasuk pupuk tunggal yaitu pupuk
yang hanya mengandung satu macam unsur saja, dimana pupuk urea hanya
mengandung nitrogen dan pupuk TSP hanya mengandung fosfor. Urea terbuat dari gas
amoniak dan gas asam arang yang mengandung zat N 46℅. Sedangkan TSP berupa
2.7 Peranan Minyak Ikan dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis O. F. Muller
Dewasa ini minyak ikan banyak diminati karena kandungan asam lemak tak jenuhnya
yang dominan. Omega-3, omega-6 dan omega-9 tergolong dalam jenis asam-asam
lemak tak jenuh yang banyak terdapat pada minyak ikan, dan sangat bermanfaat bagi
kesehatan. Penggunaan minyak ikan secara luas juga telah diterapkan pada kegiatan
pembudidayaan rotifera sebagai pakan ikan. Dimana larva ikan membutuhkan asam
lemak tak jenuh berantai karbon panjang (rantai karbon -20) dari n-3 group (n-3 HUFA)
khususnya eicosapentaenoic acid (EPA, 20:5n-3) dan docosahexaenoic acid (DHA,
22:6n-3) untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Ketaren, 1986). Dan sampai
saat ini, pakan alami masih merupakan pakan utama untuk larva ikan dan belum dapat
digantikan secara total oleh pakan buatan (Ismail et al., 1999). Rotifer tipe S, B.
plicatilis telah lama dan secara luas digunakan sebagai pakan alami untuk larva-larva ikan yang baru menetas karena teknologi produksi massalnya sudah dikuasai dan terus
dikembangkan (Rusdi & Melianawati, 2000).
Kegunaan minyak ikan yang berasal dari laut dapat meningkatkan n-3 HUFA
pada rotifera. Lemak disamping berfungsi sebagai sumber energi, juga penting sebagai
sumber asam lemak esensial (Watanabe, 1998). Sementara itu Kompyang & Ilyas
(1988), menyatakan bahwa kekurangan asam lemak esensial dalam pakan akan
menyebabkan pertumbuhan yang rendah.
Larva ikan sangat membutuhkan beberapa kandungan EPA dan DHA,
sedangkan kandungan EPA dan DHA dalam tubuh rotifera biasanya kurang memadai
untuk mendukung pertumbuhan larva. Mengingat sumber EPA dan DHA adalah minyak
ikan, maka berbagai jenis minyak ikan yang ada di pasaran mengandung komposisi
asam lemak sehingga dapat dan sering digunakan untuk memperkaya jasad pakan.
Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya manfaat,
karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tidak jenuh.
Minyak ikan juga mengandung vitamin A dan vitamin D (Frikardo, 2009). Henderson
& Sargent (1985), menemukan bahwa kebutuhan n-3 HUFA meningkat pada stadia
awal perkembangan larva, karena banyak digunakan untuk pembentukan membran
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O.F. Muller
Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam
Broiler, Pupuk Urea dan TSP” ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013
di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, FMIPA USU.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan
analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial, dengan 4 media perlakuan serta
6 ulangan. Perlakuan dijelaskan sebagai berikut,
M0 : 2 l air + 4 mg urea + 3 mg TSP + 400 mg kotoran ayam broiler (kontrol)
Formasi campuran air, pupuk urea, pupuk TSP dan kotoran ayam berdasarkan
pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sihombing (2009). Komposisi
minyak ikan Kod (Scott’s Emulsion) berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan
oleh Ramadhani (2012). Dan komposisi kotoran ayam broiler yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan konsentrasi terbaik dari hasil penelitian Darmawansyah
(2012).
Hirayama (1987), menyatakan bahwa, selain pemberian pakan dianjurkan untuk
menambah vitamin atau bahan pengkaya seperti asam lemak untuk mendukung
pertumbuhan rotifera. Diani & Sa’diah (1995) juga menjelaskan bahwa, B. plicatilis
3.3 Persiapan Bahan Media Brachionus plicatilis O. F Muller
Media pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran ayam broiler
yang telah dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari, pupuk urea dan TSP.
Kotoran ayam yang telah kering bersama pupuk urea dan TSP dihaluskan dan diayak,
selanjutnya ditimbang sesuai komposisi masing-masing perlakuan, kemudian
dimasukkan ke dalam kantung strimin (Sihombing, 2009).
3.4 Persiapan Media dan Bibit Brachionus plicatilis O. F Muller 3.4.1 Media Aklimasi
Air yang digunakan untuk aklimasi diperoleh dari air kolam Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara Medan yang telah disaring dengan menggunakan plankton
net bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan ke dalam akuarium
bervolume 50 l sebanyak 25 l. Kemudian kombinasi 5000 mg/25 l kotoran ayam + 50
mg/25 l pupuk urea + 37,5 mg/25 l pupuk TSP dimasukkan ke dalam kain strimin dan
dicelupkan ke dalam akuarium untuk menumbuhkan jasad-jasad renik sebagai bahan
makanan B. plicatilis selama 2 hari dalam proses aklimasi (Sihombing, 2009).
3.4.2 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis O. F Muller
B. plicatilis diambil dengan menggunakan plankton net dan dimasukkan ke dalam
ember bervolume 10 l. Selanjutnya dimasukkan bibit B. plicatilis secukupnya ke dalam
akuarium untuk diaklimasi selama 5 hari. Akuarium diletakkan di bawah lampu 20 Watt
dengan jarak ± 20 cm (agar temperatur ruangan berkisar antara 28-29 0C) dan aerasi
dilakukan setiap hari (Sihombing, 2009).
3.4.3 Media Perlakuan
Air yang digunakan untuk media perlakuan diperoleh dari air kolam
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang telah disaring dengan menggunakan
plankton net bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan ke dalam
stoples kaca bervolume 3 l sebanyak 24 buah, yang masing-masing stoples disisi
sebanyak 2 l air kolam. Kemudian kombinasi media kotoran ayam, pupuk urea dan TSP
digantungkan/dicelupkan ke dalam stoples yang berisi air kolam, lalu masing-masing
stoples ditutup dengan kain strimin/kasa untuk mencegah masuknya serangga atau
hewan lain (Sihombing, 2009). Selanjutnya dilakukan proses inkubasi selama 7 hari
(Isnansetyo & Kurniastuty, 1985). Shasmand (1986), menjelaskan bahwa dengan
melakukan pemupukan berarti akan merubah konsentrasi zat hara sehingga akan
mempengaruhi zooplankton dalam hal ini B. plicatilis. Selanjutnya Mudjiman (1998),
juga menjelaskan tujuan pemupukan pada media kultur B. plicatilis adalah untuk
menumbuhkan jasad-jasad renik (fitoplankton) yang merupakan makanan B. plicatilis.
Setelah 7 hari dimasukkan bibit B. plicatilis dari media aklimasi ke dalam
masing-masing media perlakuan sebanyak 26 individu. Kemudian stoples media ditutup
kembali dengan kain strimin/kasa. Selanjutnya stoples media dimasukkan ke dalam rak
lemari yang tertutup dan diberi lampu TL 20 watt (agar temperatur ruangan berkisar
antara 28-29 0C) dengan jarak sekitar 20 cm dari permukaan stoples media perlakuan
(Sihombing, 2009).
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap kondisi sifat fisik air media, seperti
suhu dan pH diperiksa setiap 2 hari. Untuk suhu di ukur dengan alat termometer dan pH
diukur dengan pH meter. Kemudian masing-masing perlakuan diberi aerasi setiap hari
selama 3 menit dengan menggunakan aerator agar kandungan O2 terlarut tidak terlalu
rendah (Isnansetyo & Kurniastuty, 1985).
3.5 Perlakuan Penambahan Minyak Ikan
Perlakuan penambahan minyak ikan dilakukan setelah proses penginokulasian
bibit B. plicatilis ke dalam stoples. Dosisnya disesuaikan dengan komposisi perlakuan
dan dilakukan setiap hari, hal ini berdasarkan referensi dari Frikardo (2009), yang
menyatakan bahwa teknik pengkayaan rotifera dapat dilakukan setiap 24 jam.
3.6 Waktu Pengamatan Brachionus plicatilisO. F. Muller
Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan setiap 2
hari sekali selama 10 hari (5 kali pengamatan), dimana setiap satu ulangan media
perlakuan dilakukan pengulangan penghitungan sebanyak 6 kali.
H2 = hari ke-4
H3 = hari ke-6
H4 = hari ke-8
` H5 = hari ke-10
Hal ini berdasarkan lama hidup B. plicatilis menurut Hyman (1951), yaitu selama 12-19
hari. Dan juga merujuk pada hasil penelitian yang dilakukan Jayanthi (2010),
bahwasanya laju pertumbuhan maksimum populasi B. plicatilis terjadi pada hari ke-8
atau pada saat pengamatan ke-4.
3.7 Pengamatan dan Penghitungan Pertambahan Jumlah Individu Populasi Brachionus plicatilisO. F. Muller
Pengamatan dan penghitungan pertambahan jumlah individu populasi B. plicatilis
dilakukan 2 hari sekali seperti yang telah dijelaskan pada perlakuan waktu pengamatan.
Sebelum dilakukan pengambilan B. plicatilis, air media terlebih dahulu diaduk
perlahan-lahan dengan menggunakan batang pengaduk kaca agar B. plicatilis yang
terdapat dalam media tersebar merata, sehingga individu yang tertangkap didalam pipet
serologi dapat mewakili semua B. plicatilis yang ada di dalam stoples. Selanjutnya B.
plicatilis yang terdapat di dalam pipet serologi 20 ml B. plicatilis yang terdapat di dalam pipet serologi diterawang pada sinar lampu, kemudian dihitung jumlahnya dengan kasat
mata. Cara ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Laut Serang, serta Isnansetyo & Kurniastuty (1995).
Penghitungan pertumbuhan populasi dilakukan setiap 2 hari sekali selama 10
hari (5 kali pengamatan), dimana setiap satu ulangan media perlakuan dilakukan
pengulangan penghitungan sebanyak 6 kali. Setelah dilakukan penghitungan maka B.
3.8 Analisis Data
Dari hasil pengamatan dan penghitungan jumlah populasi B. plicatilis setelah selesai
dilakukan, selanjutnya dicari nilai laju pertambahan populasi yang dianalisis dengan
menggunakan rumus menurut Fogg (1975), sebagai berikut:
K =
t No Nt ln ln −
Keterangan : K = Laju pertumbuhan jumlah populasi Brachionus plicatilis per hari
Nt = Jumlah populasi B. plicatilis setelah t hari
No = Jumlah populasi awal B. plicatilis
t = Waktu pengamatan (hari)
Data yang diperoleh dari pengamatan disusun ke dalam bentuk tabel. Data
kuantitatif (variable dependen) yang didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap
pengaruh kelompok perlakuan (variable independen) dengan bantuan program statistik
komputer yaitu program SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas dan
uji homogenitas. Jika P>0,05 maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA) satu
arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih dari 2
perlakuan dan jika berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji analisis
Post-Hoctbonferroni taraf 5 persen. Tetapi jika uji normalitas dan homogenitas P<0,05 maka dilanjutkan transformasi dan jika transformasi P>0,05 maka dilajutkan uji ANOVA.
Tetapi jika P<0,05 maka dilanjutkan uji nonparametrik Kruskal-Wallis dan jika P<0,05
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Individu PopulasiBrachionus plicatilis(ind/l)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan pertambahan jumlah
individu populasi B. plicatilis yang cukup bervariasi, baik antara media perlakuan,
maupun rentang hari pengamatan, seperti terlihat pada Tabel 4.1 di bawah ini,
Tabel 4.1 Pertambahan Jumlah Individu Populasi Brachionus plicatilis
(ind/l) Selama Waktu Pengamatan
Tabel 4.1 menunjukkan pertumbuhan B. plicatilis pada semua perlakuan adalah sama,
yaitu terus mengalami peningkatan sejak hari pertama inokulasi sampai pada hari
pengamatan ke-8 (P4), tetapi kemudian terjadi penurunan pada hari pengamatan ke-10
(P5). Hasil pada semua perlakuan juga menunjukkan hari ke-8 merupakan puncak
pertumbuhan tertinggi, dimana pada M0 mencapai 163 ind./l, 274 ind./l pada M1, 285
ind./l pada M2, 442 ind./l pada M3. Pertumbuhan B. plicatilis yang diperkaya Scott’s
Emulsion lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada semua hari pengamatan.
Tingginya pertumbuhan individu pada media yang yang diperkaya Scott’s Emulsion
dibanding media kontrol disebabkan pemberian emulsi minyak ikan secara langsung
kepada Brachionus dapat memaksimalkan proses pertumbuhan dan perkembangan
Brachionus (Miles & Chapman, 2006). Dan dibandingkan dengan tiga perlakuan
lainnya, pertumbuhan B. plicatilis pada perlakuan M3 dengan dosis pengkayaan 0,3 ml
Scott’s Emulsion berlangsung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Karim
(2006), kandungan lemak pada dosis yang optimal akan mendukung kelangsungan
satu komponen nutrisi yang sangat berperan dalam pertumbuhan biota akuakultur. Zat
ini dibutuhkan tubuh untuk kebutuhan energi jangka panjang yang akan berguna bagi
pergerakan, cadangan energi selama periode kekurangan makanan. Dalam tubuh, lemak
menyediakan energi dua kali lebih besar dibandingkan protein (Sargent et al., 2002).
Lemak juga berperan utama sebagai sumber asam lemak esensial, yang sangat berperan
dalam pertumbuhan yang normal, perkembangan dan reproduksi (Leaver et al., 2008).
Asam lemak esensial adalah komponen lipida yang sangat penting nilai
nutrisinya yang tidak dapat dibentuk dalam jumlah yang cukup oleh hewan dan harus
diperoleh dari makanan (Cowey & Sargent, 1979). Dan sumber utama asam lemak
untuk pakan biota air adalah tepung ikan dan minyak ikan laut (Miles & Chapman,
2006; Anonimous, 2008). Scott’s Emulsion merupakan emulsi minyak ikan Kod yang
mengandung asam lemak esensial yang tinggi (Suastika & Sumiarsa, 2011). Golongan
asam lemak esensial yang terkandung dalam Scott’s Emulsion adalah jenis asam lemak
ω-3 HUFA, khususnya EPA dan DHA (Setyawardhani & Yustinah, 2005). Asam lemak
ω-3 HUFA secara fisiologis mempunyai peranan penting, yaitu sebagai molekul sumber
energi dan komponen fosfolipid yang mampu mempertahankan fleksibilitas dan
permeabilitas membran biologik sel, transpor lipid, aktivasi enzim tertentu, juga sebagai
prekursor prostaglandin (Rodriguez, 1996). Asam lemak ω-3 HUFA juga sangat
berperan dalam pembentukan komponen sel-sel baru (Craig & Helfrich, 2002).
Terjadinya pertumbuhan adalah akibat dari pembentukan jaringan atau perbanyakan sel
dari organisme yang bersangkutan. Scott’s Emulsion juga kaya akan vitamin A dan D,
yang mana vitamin D ini memiliki fungsi sama sebagaimana asam lemak ω-3 HUFA,
yaitu meningkatkan kondisi fisiologis Brachionus plicatilis untuk melawan stres
(Venugopal, 2010).
Pada hari pengamatan ke-10 (P5) terjadi penurunan kepadatan Brachionus
plicatilis. Hal tersebut disebabkan ketersediaan pakan sudah tidak mencukup kebutuhan
Brachionus plicatilis untuk mempertahankan kepadatan populasinya. Keadaan ini sesuai yang dinyatakan oleh Dahril (1996), bahwa kondisi media yang baik dan tersedianya
nutrisi yang mencukupi dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya pertambahan
populasi Brachionus plicatilis dengan cepat, tetapi akan mengalami penurunan yang
4.2 Laju Pertumbuhan PopulasiBrachionus plicatilis
Berdasarkan hasil analisis data pertambahan jumlah individu populasi B. plicatilis yang
telah dilakukan dalam penelitian ini didapatkan nilai laju pertumbuhan populasi
B. plicatilis pada media perlakuan selama waktu pengamatan yang cukup bervariasi,
seperti terlihat pada Tabel 4.2berikut,
Tabel 4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) Pada Media Perlakuan
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi B. plicatilis pada perlakuan
M0 (kontrol), M1 dan M2 mengalami fluktuasi, menurun pada hari pengamatan ke-4,
lalu kembali meningkat pada hari pengamatan ke-6 dan kembali lagi menurun sampai
hari pengamatan ke-10. Akan tetapi laju pertumbuhan populasi B. plicatilis pada
perlakuan M3 terus mengalami penurunan selama waktu pengamatan. Namun, jika
dilihat dari hasil total laju pertumbuhan menunjukkan hasil yang terus meningkat
terhadap media perlakuan (M0-M3). Sehingga didapat nilai total laju pertumbuhan
tertinggi, yaitu pada media M3 sebesar 1,275 ind. x 2 x 10-3 L x hari-1,dengan dosis
penambahan 0,3 ml minyak ikan Scott’s Emulsion, kemudian berturut-turut menurun
pada media M2 sebesar 1,074 ind. x 2 x 10-3 L x hari-1, media M1 sebesar 0,997 ind. x 2
x 10-3 L x hari-1, dan terendah pada media M0 (kontrol) sebesar 0,830 ind. x 2 x 10-3 L x
hari-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa, laju pertumbuhan populasi B. plicatilis dengan
pengkayaan minyak ikan Scott’s Emulsion lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol
(tanpa pengkayaan minyak ikan). Dengan demikian pengkayaan B. plicatilis
menggunakan minyak ikan Scott’s Emulsion memberikan efek secara langsung
dalam minyak ikan Scott’s Emulsion mampu membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
B. plicatilis untuk menyediakan kebutuhan energi jangka panjang (Sargent et al., 2002).
Hasil menunjukkan terjadinya peningkatan laju pertumbuhan populasi B.
plicatilis yang maksimal pada hari pengamatan ke-2 (P1) pada semua media. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan nutrisi pada semua media masih sangat
banyak, sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakkan Brachionus plicatilis dapat
terjadi dengan optimal. Kemudian pada pengamatan hari ke-4 (P2) sampai dengan
pengamatan hari ke-10 (P5), terjadi penurunan laju pertumbuhan populasi Brachionus
plicatilis pada semua perlakuan. Rusfian (1988), menjelaskan bahwa jumlah individu B. plicatilis akan berkembang dengan baik pada hari kedua dan hari keempat setelah inokulasi. Penurunan laju pertumbuhan ini disebabkan oleh mulai menurunnya
ketersediaan nutrisi pada media perlakuan (M0-M3) sebagai sumber makanan secara
berangsur-angsur, sehingga tidak lagi dapat mendukung kehidupan B. plicatilis.
Cahyaningsih (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan fitoplankton sangat bergantung
pada nutrisi atau unsur hara baik makro maupun mikro yang terkandung dalam media
kultur. Penyebab lainnya adalah semakin menurunnya kemampuan fekunditas (angka
kelahiran) dari B. plicatilis tersebut, karena keberadaan B. plicatilis di suatu perairan
juga sangat ditentukan oleh angka kelahiran, lama hidup dan angka kematian (Dahril,
1996).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perbandingan laju
pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis dengan 1 perlakuan kontrol dan 3 perlakuan
penambahan variasi dosis Scott’s Emulsion, kemudian dilakukan analisis statistik, maka
Gambar 4.3 Uji Statistik Rata-rata Laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis Terhadap Pemberian Media Perlakuan M0 (kontrol), M1 (0.1 ml Scott’s Emulsion), M2 (0.2 ml Scott’s Emulsion) dan M3 (0.3 ml Scott’s Emulsion) serta simbol “a” menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa perbandingan antara semua media
perlakuan menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (a) sesuai dengan analisis
statistik pada Lampiran I. Tetapi nilainya menunjukkan arah yang positif (meningkat)
terhadap laju pertumbuhan Brachionus plicatilis. Dari grafik tersebut dapat diketahui
bahwa pengaruh media kontrol (M0) terhadap laju pertumbuhan Brachionus plicatilis
tidak berbeda nyata (a) dibandingkan dengan media M1, M2 dan M3. Begitu pula antara
M1 dengan M2, M1 dengan M3, dan M2 dengan M3. Hal ini disebabkan karena rentang
dosis pemberian minyak ikan yang rendah. Sehingga tidak memberikan efek yang besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan populasi B. plicatilis.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Laju Pertumbuhan Populasi
Brachionus plicatilis O. F. Muller Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea Dan TSP”, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
a. Pertambahan jumlah populasi B. plicatilis meningkat dari hari ke-2 sampai hari
ke-8, kemudian menurun pada hari pengamatan ke-10.
b. Pertambahan jumlah populasi B. plicatilis dengan pengkayaan minyak ikan
Scott’s Emulsion lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengkayaan (kontrol)
pada semua hari pengamatan.
c. Pertambahan jumlah individu populasi tertinggi didapatkan pada media M3 pada
pengamatan hari ke-8 (P4), sebesar 442 ind./l.
d. Laju pertumbuhan populasi B. plicatilis tertinggi terjadi pada waktu pengamatan
hari ke-2, selanjutnya terjadi penurunan sampai pengamatan hari ke-10.
e. Total laju pertumbuhan populasi B. plicatilis tertinggi didapatkan pada media
M3, sebesar 1,275 ind. x 2 x 10-3 ml x hari-1. Sedangkan laju pertumbuhan
terendah didapatkan pada media M0 (kontrol), sebesar 0,830 ind. x 2 x 10-3 ml x
hari-1.
f. Pemberian Scott’s Emulsion tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan
B. plicatilis pada setiap hari pengamatan, tetapi nilainya menunjukkan arah yang
5.2 Saran
Dari hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian ini, disarankan:
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai laju pertumbuhan populasi B.
plicatilis dengan penambahan dosis minyak ikan Scott’s Emulsion yang lebih
optimal lagi, agar didapat dosis yang terbaik bagi pembudidayaan B. plicatilis.
b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai laju pertumbuhan populasi B.
plicatilis diperkaya Scott’s Emulsion tanpa campuran media kotoran ayam dan pupuk.
c. Perlu dilakukan analisis limbah industri awal dan akhir.
d. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai laju pertumbuhan populasi B.
plicatilis denagn mengkombinasikan minyak ikan sebagai sumber lemak dengan
vitamin B12.
e. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan asam lemak B. plicatilis
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 1971. Beberapa Light Fishing di Perairan Indonesia. Skripsi S1. Fakultas
Perikanan IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.hlm. 67.
Amin, S. 1991. Kelimpahan Rotifera dan Kelulushidupan Benih Ikan Tawes (Punctius
javanicus) Selama Masa Pendederan Dalam Media yang Diberi Pupuk Kotoran Ayam dengan Jumlah yang Berbeda. Skripsi S1. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru. Tidak Dipublikasikan. hlm. 33-34.
Anonim. 1991. The Design and Operation of Commercial Scale Live Feeds Production
System: In Rotifer and Microalgae Culture Systems. Proceding of U.S.-Asia Workshop. Hawaii. pp. 1-5.
Anonimous, 2008. Insect Derived Replacement a Step Nearer. Fish Farming
International. pp. 23 and 35.
Anindiastuti. 1989. Pengaruh Kualitas dan Kuantitas Scenedesmus acuminatus
Terhadap Siklus Hidup Brachionus caliciflorus-pallas. Kertas Karya. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. hlm. 69.
Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dwi Sri. hlm. 97.
Balai Penelitian & Pengembangan Budidaya Laut ATA-192. 1985. Budidaya Rotifer
(Barchionus plicatilis) O. F. Muller. Serang: Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro. hlm. 1-2.
Barnes, R. 1978. Invertebrate Zoology. Fifth Edition. Philadephia: W.B. Saunders
Company. pp. 242 and 246.
Bhouri, A. M., Bouhle, I., Chouba, L., Hammami M., El-Cafsi, M. and Chaouch, A.
2010. Total Lipid Content, Fatty Acid and Mineral Compositions of Muscles
and Liver in Wild and Farmed Sea Bass (Dicentrarchus Labrax). Afr. J. Food. Sci. Vol. 4. pp. 522-530.
Brown, J. A., Minkoff, G. and Puvanendran, V. 2003. Larviculture Of Atlantic Cod
(Gadus morhua): Progress, Protocols and Problems. Aquaculture. pp. 227 and 357-372.
Cahyaningsih, S. 2006. Petunjuk Teknis Produksi pakan Alami. Departemen Kelautan
Copeman, L. A., Parrish, C., Brown, J. A. and Harel, M. 2002. Effects of Docosahexaenoic, Eicosapentaenoic, and Arachidonic Acids on The Early Growth, Survival, Lipid Composition and Pigmentation of Yellowtail Flounder (Limanda ferruginea): A Live Food Enrichment Experiment. Aquaculture. pp. 210 and 285-304.
Cowey, C. B. and Sargent, J. R., 1979. Nutrition. Fish Physiology. Vol. VIII. Orlando:
Academic Press. pp. 1-69.
Craig, S. and Helfrich, L. A., 2002. Understanding Fish Nutrition, Feeds and Feeding.
Virginia Polytechnic Institute and State University. 18 p.
Dahril, T. 1996. Rotifera Biologi dan Pemanfaatnnya. Pekan Baru: Penerbit UNRI
Press. hlm. 5, 14 dan 43-46.
Darmawansyah, S. 2013. Perbandingan Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus
plicatilis O. F. Muller dengan Pemberian Kotoran Ayam Kampung (Gallus varius l.) dan Kotoran Ayam Broiler (Gallus domestica l.) Pada Media Kombinasi Pupuk Urea dan Pupuk TSP. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan. Tidak Dipublikasikan. hlm. 14-15.
Diani, S. dan Sa’diah, S. 1995. Perbedaan Lama Waktu Pengkayaan Rotifera
(Brachionus plicatilis) Terhadap Kandungan Asam Lemak Rotifera dan Pertumbuhan Serta Kelangsungan Hidup Larva Kerapu Macan (Epinephelus fucoguttatus) dalam Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I. Buku II. Bidang Budidaya Perikanan. Jakarta: Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. hlm. 392.
Djarijah, A. B. 1995. Pakan Ikan Alami. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm.
12-13 dan 35-55.
Djuhanda, T. 1980. Kehidupandalam Setetes Air dan Beberapa Parasit Pada Manusia.
Bandung: Penerbit ITB. hlm. 29-36.
Fogg, G. E. 1975. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. Second Edition.
Maddison: University Of Winconsin Press. p. 19.
Frikardo, A. S. 2009. Budidaya Pakan Alami. Bandung: ITB Press. hlm. 32.
Froyland, L., O. Lie and Berge, R. K. 2000. Mitochondrial and Peroxisomal
Gilbert. 1977. Mictic-female Production in Monogonont Rotifers. New York: Mc. Graw-Hill Book Company, Inc. pp. 142-155.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Medityatma Sarana Perkasa. hlm. 220.
Hafezieh, M., Kamarudin, M. S., Saad, C. R. B., Sattar, M. K. A.N. and Hosseinpour,
H. 2009. Effect of Enriched Artemia Urmiana on Growth, Survival and
Composition of Larval Persian Sturgeon. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. Vol. 9. pp. 201-207.
Henderson, R. J. and Sargent, J. R. 1985. Fatty Acid Metabolism in Fish. London:
Academic Press. pp. 349-364.
Hirayama, K. 1987. Consideration of Why Mass Culture of The Rotifers Brachionus
plicatilis with Bakers Yeast is Unstable. Abstract of Oral Communication. Rotifer Symposium IV. Netherlands: Junk Publisher Dardrecht. p. 269.
Hyman, L. H. 1951. The Invertebrata: Acanthocepala, Aschelminthes and Entprocta.
Volume III. New York: Mc. Graw-Hill Book Company, Inc. pp. 91, 100, 117 and 141.
Ismail, W., Imanto, P. T., Wardoyo, S. P., Syafara, Z. dan Priyono, B. 1999. Kultur
Intensif Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan Kadar Vitamin E yang Berbeda. Jurnal Perikanan Indonesia. Volume 4. hlm. 96.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan zooplankton:
Pakan Alami Ikan Untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 15-14 dan 30.
Jayanthi, S. 2010. Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O.F. Muller
dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan. Tidak Dipublikasikan. hlm. 2 dan 14-15.
Kadarini, T. 1997. Pupuk Anorganik Sebagai Alternatif Untuk Meningkatkan Produksi
Pakan Alami Pada Budi Daya Ikan. Warta Penelitian Perikanan Indonesia.
Volume III. No. 3. hlm. 2.
Karim, M. Y. 2006. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. hlm. 10.
Kompyang, I. P. dan Ilyas, S. 1988. Nutrisi Ikan/Udang Toleransi Untuk Larva/Induk.
Prosiding Seminar Nasional Pembenihan Ikan dan Udang. Prosiding/Puslitbangkan no. 13/1988. Kerjasama Badan Penelitian Pengembangan Pertanian dan Universitas Padjajaran. hlm. 248-290.
Landau, M. 1992. Introduction Aquaculture. New York: Jhon Willey & Sons, Inc. pp.
338-339.
Leaver, M. J., Bautista, J. N., Bjornsson, B. T., Jonsson, E., Krey, G., Tocher, D. R. and
Torstensen, B. E. 2008. Towards Fish Lipid Nutrigenomics: Current State
and Prospects for Fin-fish Aquaculture. Rev. Fish Sci. pp. 16 and 73-94.
Lingga, P. dan M. Sutejo. 1995. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Cetakan ke-10. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya. hlm. 57-59.
Miles, R. D. and Chapman, F. A. 2006. The Benefits of Fish Meal in Aquaculture Diets.
North American Journal of Aquaculture. pp. 69 and 11-15.
Mudjiman, A. 1998. Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. hlm. 14-17 dan
49-51.
Mustahal, 1995. Status dan Perkembangan Kultur Rotifer Sebagai Jasad Pakan Alami
dalam Prosiding Symposium Perikanan Indonesia I. Buku II. Bidang Budidaya Perikanan. Jakarta: Penerbit Pusat Penelitian & Pengembangan Perikanan. hlm. 386-387 dan 392.
Pangkey, H. 2011. Kebutuhan Asam Lemak Esensial Pada Ikan Laut. Jurnal Perikanan
dan Kelautan Tropis. Volume VII. No. 2. hlm. 93-98.
Pranata, A. 2009. Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis) Pada
Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea, dan Pupuk TSP, Serta Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan. Tidak Dipublikasikan. hlm. 16.
Rachmawati, S. 2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan Ayam.
Bogor: Balai penelitian Veteriner. Volume 9. No. 2. hlm. 75.
Rafnida. 1986. Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Perkembangan Populasi Moina sp.
Ramadhani, A. 2013. Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O.F. Muller dengan Penambahan Ragi Roti Dan Minyak Ikan Pada Media CAKAP. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan. Tidak Dipublikasikan. hlm. 14-15.
Izquierdo, M. S., Socorro, J., Arantzamendi, L. and Hernandez-Cruz, C. M. 2000.
Recent Advances in Lipid Nutrition in Fish Larvae. Fish Physiol. Biochem. pp. 22 and 97-107.
Rusdi, I. dan Melianawati, R. 2000. Pengaruh Berbagai Jenis Pakan Terhadap
Pertumbuhan Populasi Rotifer Brachionus plicatilis. Prosiding Aplikasi Biologi Dalam Peningkatan Kesejahteraan Manusia dan Kualitas Lingkungan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta. hlm. 8.
Rusfian. 1998. Pengaruh Pupuk Kotoran Ayam Terhadap Perkembangan Populasi
Brachionus sp. Kertas Karya. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekan Baru. hlm. 52.
Sachlan, M. 1980. Planktonologi. Universitas Riau: Penerbit UNRI Press. hlm. 85.
Saifuddin, 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka
Buana. hlm. 56.
Sargent, J. R., Tocher, D. R. and Bell, J. G. 2002. The Lipids. Fish Nutrition. Third
Edition. San Diego: Academic Press. pp. 181-257.
Setiawan, A. I. 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
hlm. 7.
Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Simplex. hlm. 122.
Setyawardhani, D. A. dan Yustinah. 2005. Kinetika Hidrolisa Minyak Hati Ikan Kod
Dengan Tinjauan Reaksi Heterogen. Skripsi S1. Fakultas Teknik Kimia UNS. Semarang. Tidak Dipublikasikan. hlm. 1.
Shasmand, S. 1986. Pengaruh Pemupukan Triple Superphospat (TSP) dan Urea
Terhadap Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton Pada Kolam Yang Ditebari Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Kertas Karya. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Riau. Tidak Dipublikasikan. hlm. 1-5 dan 30.
Suastika, M. dan Sumiarsa, G. S. 2011. Penggunaan Jenis Pakan Berbeda Pada Kultur
Sutejo, M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Cetakan V. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. hlm. 86-91 dan 108-142.
Tacon, A. G. J. and Metian, M.. 2008. Global Overview on The Use of Fish Meal and
Fish Oil in Industrially Compounded Aquafeeds: Trends and Future Prospects. Aquaculture. pp. 285 and 146-158.
Tocher, D. R. 2003. Metabolism and Functions of Lipids and Fatty Acids in Teleost
Fish. Fish Science. pp. 11 and 107-184.
Veloza, A. J., Chu, F. L. E. and Tang, K. W. 2006. Trophic Modification of Essential
Fatty Acids by Heterotrophic Protists and Its Effects on The Fatty Acid Composition of The Copepod Acartia Tonsa. Marine Biology. pp. 148 and 779-788.
Ishizaki, Y., Masuda, R., Uematsu, K., Shimizu, K., Arimoto, M. and Takeuchi, T.
2001. The Effect of Dietary Docosahexaenoic Acid on Schooling Behaviour
and Brain Development in Larval Yellowtail. Journal of Fish Biology. pp. 58, 6 and 1691-1703.
Wallace, R. L. and Snell, T. W.. 2001. Phylum Rotifera. Ecology and Classification of
North American Freshwater Inverterbrates. North America: Academic Press. pp. 195-254.
Watanabe, T. C. Kitajima, T. Arakawa, K. Fukusho and S. Fujita. 1978. Nutritional
Quality of Rotifer Brachionus plicatilis as a Living Feed From The Viewpoint of Essential Fatty Acids for Fish. Bull. Jap. Soc. Scien. Fish. pp. 44 and 109-114.
Watanabe, T. 1998. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: The General Agriculture
Course. pp. 233.
Watanabe, T. 2007. Importance of Docosahexaenoic Acid in Marine Larval Fish.
Dicelupkan
Dibungkus Kain Strimin Disaring
Lampiran A. Bagan Alir Persiapan Media Perlakuan untuk Brachionus plicatilis
Stoples
Media Perlakuan
Sumber Pakan Stoples
Air Kolam
Ditutup dengan kain strimin
Diberi cahaya 20 Watt
Dibiarkan selama satu minggu (7 hari)
Dimasukkan bibit B. plicatilis sebanyak 26 individu
Dilakukan pengamatan dan penghitungan setiap 2 hari selama 10 hari
Brachionus plicatilis diambil dengan pipet serologi 20 m
l
Diamati dibawah sinar lampu
Dihitung langsung dengan mata
Ditambahkan minyak ikan Scott Emulsion setiap hari sesuai dosis perlakuan (dosis 0,1 ml untuk perlakuan I; 0,2 ml untuk perlakuan II, 0,3 ml untuk perlakuan III, dan tanpa penambahan minyak ikan untuk perlakuan kontrol
Lampiran B. Bagan Alir Laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis
Media Perlakuan
Media Perlakuan Setelah Satu Minggu
Pipet Serologi 20 ml
Lampiran D. Jumlah Individu dan Kepadatan Populasi Brachionus plicatilis (ind./l) Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP
4 26 1 5 3 5 1 1 16 0 7 5 2 6 3 23 8 9 4 13 7 4 45
5 26 0 2 3 4 1 1 11 4 5 3 6 4 7 29 4 6 6 2 1 1 20
6 26 2 4 5 4 3 2 20 3 4 3 6 4 3 23 12 3 4 11 3 4 37
Total 156 78 166 293
Rata-rata
Perlakuan Waktu Pengamatan
Rata-rata 27,166 22,833
M1 1 10 17 21 19 16 18 101 9 2 1 1 3 6 22
Rata-rata 45,666 31,833
Keterangan:
M0 : 2 l air + 4 mg urea + 3 mg TSP + 400 mg kotoran ayam broiler (kontrol)
Lampiran E. Data Fisik Media Pada Beberapa Tingkat Variasi Dosis Scott’s Emulsion Selama Waktu Pengamatan
Media Suhu (0C) pH (%)
M0 29 7,6
M1 29 7,8
M2 29 7,8
M3 30 7,8
Keterangan:
M0 : 2 l air + 4 mg urea + 3 mg TSP + 400 mg kotoran ayam broiler (kontrol)
Lampiran F. Laju Pertumbuhan Jumlah Individu Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari) Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSPSelama Waktu
Pengamatan
Media
Waktu Pengamatan
P1 P2 P3 P4 P5
M0 0,418 0,091 0,207 0,201 0,086
M1 0,502 0,181 0,261 0,232 0,180
M2 0,516 0,172 0,353 0,155 0,122
M3 0,549 0,377 0,284 0,205 0,141
Keterangan:
M0 : 2 l air + 4 mg urea + 3 mg TSP + 400 mg kotoran ayam broiler (kontrol)
Lampiran G. Contoh Perhitungan
K M0 (P1) =
=
=
= 0,418
K M0 (P2) =
=
=
= 0,091
K M0 (P3) =
=
=
= 0,207
K M0 (P4) =
=
=
= 0,201
K M0 (P5) =
=
=
Lampiran I. Foto Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian
Pipet Serologi 20 ml Termometer
Aerator pH meter
Kotoran ayam broiler (Gallus domestica L.)
Pupuk Urea Minyak Ikan Kod (Scott’s Emulsion)
Lampiran J. Foto-foto Pelaksanaan Penelitian
Susunan Media Perlakuan di dalam Rak Lemari Penelitian
Pengambilan Brachionus plicatilis Menggunakan Pipet Serologi 20 ml