TINJAUAN YURIDIS TENTANG KONTRAK KONSTRUKSI ANTARADISPERINDAG KAB. ASAHAN DENGAN PT. MENARA KHARISMA INTERNUSA MEDAN
(Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
NIM : 100200328 EMMA P SIJABAT
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TENTANG KONTRAK KONSTRUKSI ANTARADISPERINDAG KAB. ASAHAN DENGAN PT. MENARA KHARISMA INTERNUSA MEDAN
(Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh : EMMA P SIJABAT
100200328
Mengetahui :
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum. NIP. 19660303 198508 1 001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Malem Ginting, S.H., M.Hum. Zulkifli Sembiring, S.H., M.H. NIP.19570715 198303 1 002 NIP.19610118 198803 1 001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat, kasih dan penyertaaNya sehingga penulis mampu menjalani masa
perkuliahan sampai tahap penyelesaian skripsi yang penuh dengan tantangan dan
rintangan. Skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi antara DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan (Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)”, yang disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum
6. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang
memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
7. Bapak Zulkifli Sembiring, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang
memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;
8. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat
Akademik (PA) penulis selama menjalani perkuliahan;
9. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak D. Anthon Sijabat dan Ibu Lidya br
Situngkir yang luar biasa mendukung dalam doa dan perhatian, serta
ketiga saudara yang terkasih Roland Sijabat, Yenni Sijabat dan Rudolf
Sijabat. Mereka yang telah menjadi sumber semangat bagi penulis untuk
segera menyelesaikan skripsi ini;
10.Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai di Lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan
selama perkuliahan;
11.Teman KK Stephanos Giovanny J.P Purba dan adik-adik KK Christabel
(Septa, Yessi, Missi, Vania, Regina) yang setia memberi dukungan dalam
doa dan semangat bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
12.Teman-teman Kost Pelita Jaya yang terkasih K’Vita dan K’Juli, yang
selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
13.Teman-teman seperjuangan Stambuk 2010 yang saling mendukung dalam
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan semua masukan
maupun kritik yang bersifat membangun dari para pembaca sekalian. Demikian
penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan
memperluas cakrawala berpikir semua pihak.
Medan, April 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 7
C. TujuanPenulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 8
E. Metode Penelitian ... 9
F. Keaslian Penulisan ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN ... 15
A. Pengertian Perjanjian ... 15
B. Asas – Asas Dalam Hukum Perjanjian ... 19
C. Syarat - Syarat Perjanjian ... 23
D. Akibat Hukum Perjanjian ... 28
E. Berakhirnya Perjanjian ... 30
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK KONSTRUKSI ... 35
A. Pengertian KontrakKonstruksi ... 35
C. Peserta Dalam KontrakKonstruksi ... 39
D. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam KontrakKonstruksi. 41 E. Proses Terjadinya Kontrak Konstruksi ... 44
F. Berakhirnya KontrakKonstruksi ... 51
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TENTANG KONTRAK KONSTRUKSI ANTARA DISPERINDAG KAB.ASAHAN DENGAN PT. MENARA KHARISMA INTERNUSA MEDAN ... 55
A. Profil PT. Menara Kharisma Internusa Medan ... 55
B. Proses Pemilihan Pihak Penyedia Jasa dalam Kontrak Konstruksi ... 58
C. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Pelaksanaan Kontrak Konstruksi ... 68
1. Tanggung Jawab Pihak Penyedia Jasa ... 71
2. Tanggung Jawab Pengguna Jasa atau PPK ... 78
D. Faktor Penghambat Dalam Pelaksanaan Kontrakdan Upaya Penyelesaiannya ... 84
1. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Kontrak ... 84
2. Upaya-upaya yang Ditempuh Para Pihak Dalam Penyelesaian Perselisihan... 87
BAB V PENUTUP ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 92
ABSTRAK
Emma P Sijabat *
Malem Ginting, S.H., M.Hum. ** Zulkifli Sembiring, S.H., M.H. ***
Pembangunan dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi penyelenggaraan Negara. Dalam melaksanakan proses pembangunan tersebut, Pemerintah sebagai pengguna jasa harus bekerja sama dalam suatu hubungan kontrsktual dengan pihak swasta sebagai kontraktor (penyedia jasa). Hubungan kerja sama tersebut dibuat dalam satu perjanjian yang disebut dengan kontrak kontruksi. Skripsi ini akan membahas: “Tinjauan Yuridis tentang Kontrak Konstruksi Antara Disperindag Kab. Asahan Dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan(Study pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)”. Dalam skripsi ini, permasalahan yang diangkat adalah bagaimana proses pemilihan pihak penyedia jasa, tanggung jawab para pihak dan apa saja yang hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak serta bagaimana upaya penyelesaiannya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Normatif maksudnya penelitian hukum ini dilakukan denganmenggunakan dan mengelolah data sekunder. Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan jelas dimana penulis akan melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk memperoleh data yang dibutuhakan dalam penulisan ini.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses pemilihan PT. Menara Kharisma Internusa Medan sebagai pihak penyedia jasa dilakukan dengan metode pemilihan langsung sesuai dan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mengenai tanggung jawab para pihak dilaksanakan berdasarkan hak dan kewajiban yang tertuang dalam surat perjanjian (kontrak). Dalam proyek pengembangan sarana distribusi pada Pasar Kartini Kisaran tersebut hambatan yang terjadi adalah para pedagang yang sebelumnya menempati pasar tersebut awalnya menolak untuk dipindahkan atau dialokasikan sementara sehingga proses pembangunan sedikit terlambat. Namun hal tersebut dapa segera diatasi sehingga proses pembangunan dapat dilanjutkan. Dalam hal terjadi perselisihan, para pihak berupaya untuk menyelesaikan perselisihan diantara mereka melalui musyawarah, apabila tidak tercapai kata sepakat maka para pihak akan menempuh jalur pengadilan.
Kata Kunci : Perjanjian (Kontrak), Kontrak Konstruksi
* Mahasiswa Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I
ABSTRAK
Emma P Sijabat *
Malem Ginting, S.H., M.Hum. ** Zulkifli Sembiring, S.H., M.H. ***
Pembangunan dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi penyelenggaraan Negara. Dalam melaksanakan proses pembangunan tersebut, Pemerintah sebagai pengguna jasa harus bekerja sama dalam suatu hubungan kontrsktual dengan pihak swasta sebagai kontraktor (penyedia jasa). Hubungan kerja sama tersebut dibuat dalam satu perjanjian yang disebut dengan kontrak kontruksi. Skripsi ini akan membahas: “Tinjauan Yuridis tentang Kontrak Konstruksi Antara Disperindag Kab. Asahan Dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan(Study pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)”. Dalam skripsi ini, permasalahan yang diangkat adalah bagaimana proses pemilihan pihak penyedia jasa, tanggung jawab para pihak dan apa saja yang hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak serta bagaimana upaya penyelesaiannya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Normatif maksudnya penelitian hukum ini dilakukan denganmenggunakan dan mengelolah data sekunder. Adapun sifat dari penulisan skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan jelas dimana penulis akan melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk memperoleh data yang dibutuhakan dalam penulisan ini.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses pemilihan PT. Menara Kharisma Internusa Medan sebagai pihak penyedia jasa dilakukan dengan metode pemilihan langsung sesuai dan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mengenai tanggung jawab para pihak dilaksanakan berdasarkan hak dan kewajiban yang tertuang dalam surat perjanjian (kontrak). Dalam proyek pengembangan sarana distribusi pada Pasar Kartini Kisaran tersebut hambatan yang terjadi adalah para pedagang yang sebelumnya menempati pasar tersebut awalnya menolak untuk dipindahkan atau dialokasikan sementara sehingga proses pembangunan sedikit terlambat. Namun hal tersebut dapa segera diatasi sehingga proses pembangunan dapat dilanjutkan. Dalam hal terjadi perselisihan, para pihak berupaya untuk menyelesaikan perselisihan diantara mereka melalui musyawarah, apabila tidak tercapai kata sepakat maka para pihak akan menempuh jalur pengadilan.
Kata Kunci : Perjanjian (Kontrak), Kontrak Konstruksi
* Mahasiswa Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU ** Dosen Pembimbing I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan usaha untuk meraih cita-cita
perjuangan kemerdekaan Indonesia guna meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat secara keseluruhan.Dalam mengisi cita-cita perjuangan tersebut maka
perlu dilakukan program yang terencana dan terarah untuk melaksanakan proses
pembangunan agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah yang
mendasari perjuangan tersebut yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmatiseluruh rakyat
sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil danmakmur.
Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruhrakyat, yang
berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secaramerata oleh
segenap lapisan masyarakat.
Pesatnya dinamika pembangunan nasional terutama dibidang fisik, harus
pula didukung dengan semakin tumbuh dan berkembangnya usaha jasa konstruksi
nasional yang ada dan profesional. Pengembangan usaha jasa konstruksi nasional
yang semakin mantap dan profesional, diharapkan dapat menggairahkan iklim
usaha yang kompetitif dan berdaya saing sekaligus juga dapat memaksimalkan
penggunaan jasa produksi nasional oleh para pengguna jasa konstruksi. Dengan
semakin banyaknya pengguna jasa konstruksi menggunakan usaha jasa konstruksi
penerimaan dan penghematan penggunaan devisa Negara, serta memberikan
perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja. 1
Faktor utama dalam pengembangan jasa konstruksi adalah peningkatan
kemampuan usaha, terwujudnya tertib penyelenggraan pekerjaan konstruksi, serta
peningkatan peran masyarakat secara aktif dan mandiri dalam melaksanakan
kedua upaya tersebut. Peningkatan kemampuan usaha ditopang oleh peningkatan
profesionalisme dan peningkatan efisiensi usaha. Sedangkan terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dicapai melalui pemenuhan hak dan
kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para pihak terkait. 2
Indonesia adalah Negara hukum, maka pembangunan yang sedang
dilaksanakan tidaklah terlepas dari peraturan-peraturan hukum yang berkaitan
dengan masalah tersebut. Lahirnya Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang
UUJK, sesungguhnya dimaksudkan untuk mengembangkan iklim usaha, yang
mendukung peningkatan daya saing secara optimal dalam rangka tercapainya
tujuan pembangunan. Hal lain yang melatarbelakangi lahirnya UUJK,
sebagaimana tercantum dalam penjelasan umumnya dikarenakan peran starategis
jasa konstruksi dalam pembangunan nasional. Produk akhir jasa konstruksi yang
berupa bangunan fisik, baik berupa prasarana maupun sarana mempunyai peran
untuk mendukung tumbuh kembangnya berbagai industri barang dan jasa yang
diperlukan dalam penyelenggaraan konstruksi.3
1
H. Mohammad Amari dan Asep Mulyana., Kontrak Kerja Konstruksi Dalam Perspektif Tindak Pidana (Semarang : Aneka Ilmu, 2010). Hal 15.
2
Ibid. Hal 16 3
Konstruksi atau kegiatan membangun sarana maupun prasarana
merupakan objek dari perjanjian (kontrak) konstuksi. Kontrak konstruksi
merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, baik
yang dilasanakan oleh pemerintah maupun swasta.4 Dalam kaitannya dengan
pengadaan jasa konstruksi, sebelum istilah kontrak konstruksi lebih dulu dikenal
dengan istilah perjanjian pemborongan. Namun sejak berlakunya UUJK, istilah
perjanjian pemborongan ini tidak digunakan lagi. Jenis kontrak dengan objek
pekerjaan jasa konstruksi adalah kontrak kerja konstruksi, dan bukan perjanjian
pemborongan bangunan sebagaimana lazim digunakan sebelum lahirnya
undang-undang ini.5
Dalam proyek-proyek pembangunan di Indonesia biasanya datang dari
pemerintah ataupun swasta.Sedangkan pelaksanaannya hanyasebagian kecil yang
ditangani pemerintah, selebihnya sangat diharapkan peranserta pihak swasta baik
sebagai investor maupun sebagai kontraktor.Dalam hal ini, kontraktor bekerja
dengan sistem pemborongan pekerjaan. Itulah sebabnyakontraktor disebut
rekanan karena kontraktor dianggap sebagai rekan kerja.
Pembangunan dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
fungsi penyelenggaraan Negara. Dalam hal ini pemerintah melibatkan diri
kedalam suatu hubungan kontraktual dengan sektor swasta yakni dengan
mengikatkan diri dalam suatu pengadaan barang dan jasa. Hubungan kontraktual
yang dibentuk oleh pemerintah itu juga terkait dengan kewajibannya untuk
4
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2003). Hal 90.
5
menyediakan, membangun dan memelihara fasilitas umum. Disatu sisi hubungan
hukumnya terbentuk karena kontrak, tetapi disisi lain isinya sarat dengan aturan
bagi penyedia jasa.6
Hubungan kerja sama yang terjadi antara Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan dibuat dalam satu
perjanjian atau yang lebih sering disebut dengan kontrak, dimana perjanjian yang
dibuat antara kedua belah pihak merupakan perjanjian konstruksi. Dalam hal ini,
pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan oleh PT. Menara Kharisma Internusa
sebagai pihak penyedia jasa atau kontraktor tersebut diperoleh setelah
memenangkan pelelangan yang dilakukan oleh Dinas Peindustrian dan
Perdagangan sebagai pihak yang memberikan pekerjaan atau Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK).
Artinya dalam melaksanakan proses pebangunan Pemerintah
sebagai pengguna jasa harus bekerja sama dengan pihak swasta sebagai kontraktor
(penyedia jasa). Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Asahan dalam
merealisasikan pembangunan juga tidak dapat melaksanakan sendiri
pembangungan tersebut, melainkan dengan mengadakan kontrak kerja sama
dengan penyedia jasa atau kontraktor. Salah satu perusahaan kontraktor yang
mengadakan kontrak dengan Dinas Perindustrian dan PerdaganganKabupaten
Asahan adalah PT. Menara Kharisma Internusa.
PT. Menara Kharisma Internusamerupakan salah satu perusahaan
yangbergerak dalam bidang jasa konstruksi di kota Medan, dalam hal ini
sebagaisalah satu pihak yang terkait dengan pekerjaan konstruksi dengan pihak
6
Pemerintah, dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Asahan. Dengan demikian, maka akan terlihat dengan jelas adanya hubungan
hukum antara PT.Menara Kharisma Internusa dengan pihak pemberi pekerjaan.
Dalam kaitannya dengan kontrak yang dibuat oleh pemerintah, keabsahan
merupakan isu hukum yang sangat penting. Disamping ditentukan oleh
persyaratan pelelangan (tender), keabsahan kontrak juga ditentukan oleh isinya
dan terpenuhinya syarat kewenangan pada pejabat dalam membuat dan
menandatangani kontrak mewakili organ publik atau lembaga pemerintahan.
Demikian juga hal-hal yang menyangkut aspek pelaksanaan kontrak. Proses
pengadaan jasa konstruksi, yang pada prinsipnya dilakukan dengan tender, yang
kemudian diikuti dengan pembuatan dan pelaksanaan kontrak merupakan
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Oleh sebab itu,
diperlukan instrument hukum yang mengatur mengenai kontrak kerja konstruksi.
Dalam prakteknya, masalah yang sering dijumpai dalam pelaksanaan
kontrak konstruksi adalah terkait dengan pelaksanaan dan kualitas dari hasil
pekerjaan konstruksi. Banyak dari proyek-proyek konstruksi yang tidak mampu
menciptakan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Artinya banyak
bangunan yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan dianggap
tidak layak. Hal ini sering terlihat dalam proyek-proyek konstruksi milik
pemerintah. Selain itu, masalah keterlambatan proses penyelesaian proyek yang
memakan waktu lebih lama dari yang telah disepakati dalam kontrak, masalah
kemanfaatan bangunan bagi masyarakat serta peran masyarakat itu sendiri dalam
dan ahli dibidangnya termasuk proses pemilihan pihak penyedia jasanya, bahkan
hubungan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa juga merupakan
masalah-masalah yang sering terjadi dalam pelaksanaan kontrak konstruksi.
Jasa konstruksi memiliki peran penting dibidang ekonomi guna
mendukung terwujudnya tujuan pembangunan nasional, khususnya meningkatkan
perekonomian Negara. Dalam pengadaan jasa oleh pemerintah membutuhkan
jumlah uang atau dana yang sangat besar. Oleh karena itu, dalam melaksanakan
proyek pembangunan sumber pembiayaannya pada umumnya berasal dari APBN
(Anggaran Pendapatan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah), disamping dana yang berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri
(PHLN). Namun sayangnya, dana-dana ini banyak diselewengkan dalam
proyek-proyek konstruksi oleh para pihak yang terkait. Fenomena inilah yang kemudian
menjadi alasan Bank Dunia dalam mendukung program pemerintah diberbagai
Negara dalam memerangi korupsi. Saat ini di Indonesia banyak dijumpai adanya
dugaan penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa atau proyek-proyek
konstruksi oleh pemerintah. Hal inilah yang banyak mengakibatkan kerugian
terhadap Keuangan Negara. Selain itu, hal ini juga akan berpengaruh terhadap
kualitas hasil kerja konstruksi serta peran jasa konstruksi dalam mendukung
terciptanya tujuan pembangunan nasional.7
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam
mengenai masalah perjanjian (kontrak) konstruksi dalam bentuk penulisan skripsi
dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi antara
7
DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan
(Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)”.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian hukum yang
mengambil judul “Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi Antara
Disperindag Kab.Asahan Dengan PT.Menara Kharisma Internusa Dalam Proyek
Pembangunan Pasar Kartini Kisaran”ini akan membahas beberapa permasalahan.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pemilihan Pihak Penyedia Jasa Konstruksi dalam Perjanjian
antara Disperindag Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa di
tinjau dari peraturan yang berlaku ?
2. Bagaimana pengaturan tentang tanggung jawab para pihak dalam perjanjian
konstruksi ?
3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan kontrak dan upaya-upaya
penyelesaiannya ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan dalam penulisan ini, maka tujuan dari
penulisan ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses atau mekanisme pemililan pihak
penyedia jasa konstruksi dalam Kontrak Konstruksi antara Disperindag Kab.
2. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab para pihak dalam Kontrak
Konstruksi antara Disperindag Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma
Internusa.
3. Untuk mengetahui apasaja hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak
dan untuk mengetahui cara menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara
para pihak.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan permasalahan tersebut, ada beberapa manfaat dalam
penulisan atau penelitian hukum ini yang akan dicapai, yakni:
1. Manfaat Teoritis
Bagi akademisi penelitian hukum ini diharapkan dapat memberi manfaat
secara teoritis berupasumbangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
hukum, khususnya bidang hukum Perjanjian (kontrak) tentang pekerjaan
konstruksi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan danmasukan
bagi semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan kontrak konstruksiserta
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat penyusunan Kontrak
Konstruksi sehingga dapat menghindari timbulnya permasalahan atau
sengketa yang mungkin dapat terjadi dalam melakukan kerjasama dibidang
pengadaan jasa konstruksi guna meningkatkan kemajuan dibidang
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan
ilmupengetahuan maupun teknologi. Oleh karena penelitian merupakan suatu
sarana(ilmiah) bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
metodologipenelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu
pengetahuanyang menjadi induknya.8
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
suatu gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisis dan memeriksa secara
mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
pemecahan atas permasalahan yang timbul didalam gejala yang bersangkutan. Hal ini tidaklah selalu berarti metodologi
penelitian yangdipergunakan berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda
secara utuh. Akantetapi setiap ilmu pengetahuan mempunyai idealitas
masing-masing, sehinggamasih akan ada perbedaan.
9
Inti dari metodologi dalam setiap penelitian hukum adalah menguraikan tentang
tata cara bagaimana suatu penelitian hukum itu harus dilakukan. Dalam hal ini,
peneliti menentukan metode apa yang akan diterapkan, tipe penelitian yang
dilakukan, bagaimana pengumpulan data akan dilakukan serta analisis yang
dipergunakan.10
Penulisan skripsi ini didasari oleh suatu penelitian yang diadakan dengan
metodologi penelitian tertentu untuk menemukan ataumerumuskan, menganalisa
8
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat(Jakarta : Rajawali 1985). Hal 1
9
Ibid. Hal 43. 10
dan memecahkan permasalahan dengan benar. Dalam penelitian hukum ini
penulis akan menggunakan cara-cara atau metode-metode tertentu sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif
yang bersifat deskriptif. Normatif maksudnya penelitian hukum ini dilakukan
denganmenggunakan dan mengelolah data sekunder. Adapun sifat dari
penulisan skripsi ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis
dan jelas dimana penulis akan melakukan penelitian termasuk survey ke
lapangan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penulisan
ini.Dipilihnya metode penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
atau uraian secara rinci, sistematis dan menyeluruh serta menganalisanya
mengenai pelaksanaan kontrak konstruksi menurut peraturan
perundang-undangan.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunderyaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang
diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer , yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat
danditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan dari buku hukum yang member
danpendapat dari pakar hukum. Termasuk juga semua dokumen
yangmerupakan informasi atau merupakan kajian berbagai media seperti
koran,majalah, artikel-artikel yang dimuat di berbagai website di internet.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk,
maupunpenjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti
kamushukum.
3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
cara :
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu meneliti sumber
sumberbacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini,
sepertibuku-buku hukum, majalah hukum, artikelartikel, peraturan
perundangundangan,putusan pengadilan, pendapat sarjana dan
bahan-bahan lainnya.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukanpada
dalam bentuk studi dilapangan. Penulis melakukan studi
terhadappermasalahan yang dihadapi para pihak dalam pelaksanaan
kontrak konstruksi,untuk melengkapi bahan yang diperoleh dalam
penelitian kepustakaan diatas.
4. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan atau penelitian
a. Studi dokumen
Studi dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui data
tertulis yang berkaitan dengan penelitian hukum ini.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan Pihak PT. Menara Kharisma Internusa
Medan dan Pihak yang mewakili DISPERINDAG Kab. Asahan untuk
memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan.
5. Analisis data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis
kualitatif,yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnyadianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akandibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis, diketahui bahwa skripsi
dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Kontrak Konstruksi antara
DISPERINDAG Kab. Asahan dengan PT. Menara Kharisma Internusa Medan
(Study Pada Proyek Pembangunan Pasar Kartini Kisaran)” belum pernah ditulis di
Fakultas Hukum Sumatera Utara. Kalaupun ada judul yang serupa, namun
permasalahan dan materi pembahasan yang diangkat juga berbeda dan bila di
kemudian hari ditemukan skripsi dengan judul yang sama yang telah ada
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan
adanyasistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab dengan bab
yang lainyang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan
skripsi iniadalah :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang, permasalahan,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK)
Merupakan tinjauan umum tentang perjanjian, terdiri dari lima sub
bab yang menjelaskan tentang pengertian perjanjian, asas-asas dalam
hukum perjanjian, syarat-syarat sah perjanjian, akibat hukum
perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAKKONSTRUKSI
Merupakan tinjauan umum mengenai kontrak konstruksi, terdiri dari
lima sub bab yang menjelaskan tentang pengertian kontrak
konstruksi, pengaturan hukum tentang kontrak konstruksi, peserta
dalam kontrak konstruksi, hak dan kewajiban para pihak, proses
terjadinya kontrak konstruksi, dan berakhirya kontrak konstruksi.
Terdiri dari empat sub bab yang menjelaskan tentang profil PT.
Menara Kharisma Internusa Medan, proses pemiihan pihak penyedia
jasa konstruksi, tanggung jawab para pihak dalam perjanjian, dan
faktor penghambat dalam pelaksanaan kontrak serta upaya
penyelesaiannya.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran terhadap hasil analisis yang
dilakukan.Kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap
permasalahanyang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang
ada diharapkan dapatmenambah pengetahuan bagi para pembacanya
dan dapat berguna bagipihak-pihak yang terlibat dalam Kontrak
Konstruksi.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK)
A. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup
masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris , yaitu contracts.
Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst
(perjanjian)maupun “persetujuan”.Mengenai kata perjanjian ini ada beberapa
pendapat yang berbeda. WirjonoProjodikoro mengartikan perjanjian dari kata
verbintenis, sedangkan kataovereenkomst diartikan dengan kata persetujuan.11
Berdasarkan Black’s Law Dictionary : Contract diartikan sebagai suatu
perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Melihat batasan dari kontrak yang
diberikan ini dapat dikatakan bahwa antara perjanjian dan kontrak memunyai arti
yang sama. Dari pemakaian sehari-hari apabila diperhatikan, kontrak yang
dilakukan oleh seseorang biasanya dibuat secara tertulis. Dengan demikian,
tampak bahwa yang dimaksudkan dengan kata kontrak adalah perjanjian tertulis.12
Pengertian perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata. Dalam Pasal
1313 KUH Perdata dinyatakan: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Namun, para sarjana menyatakan bahwa rumusan Pasal 1313 KUH Perdata
11
Wirjono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu (Bandung : Sumur Bandung, 1981). Hal 11.
12
tersebut memiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad menyatakan
kelemahan-kelemahan pasal ini adalah sebagai berikut :13
1. Hanya menyangkut sepihak saja
Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus
Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa
kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus.
Seharusnya dipakai kata persetujuan.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas
Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga
pelangsungan kawin, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga.
4. Tanpa menyebut tujuan
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Menurut doktrin (teori) lama yang disebut perjanjian adalah: “Perbuatan
hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.Definisi ini,
telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum
(tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).Menurut teori baru yang dikemukakan
oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah “Suatu hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan sepakat untuk menimbulkan
akibat hukum”. Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata,
13
tetapi harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya.14
a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penewaran dan penerimaan;
Salim H.S
menyebutkan ada 3 tahap dalam membuat perjanjian menurut teori baru, yaitu:
b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak;
c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Pengertian yang lengkap dan sempurna mengenai pengertian dari
perjanjian atau kontrak sangatlah sulit untuk didapatkan karena masing-masing
sarjanamempunyai pendapat yang berbeda-beda. Salah satunya adalah pendapat
Salim H.S., dalam bukunya menyebutkan bahwa kontrak atau perjanjian
merupakan: “Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain yang berkewajiban
untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya”.15Sedangkan menurut R. Subekti, menyebutkan: “Suatu perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu
hal”.16Pengertian perjanjian akan lebih baik apabila sebagai suatu
perbuatanhukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih.17
R.Subekti (1). Hukum Perjanjian ( Jakarta:Intermasa, 1987). Hal 1.
17
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut terlihat bahwa dalam suatu
perjanjian itu akan menimbulkan suatu hubungan hukum dari para pihak yang
membuat perjanjian kontrak. Masing-masing pihak terikat satu sama lain dan
menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian.
Hubungan hukum antara para pihak ini tercipta karena adanya perikatan yang
dilahirkan dari suatu perjanjian. Perlu diingat bahwa perjanjian atau kontrak
merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan, sedangkan sumber lahirnya
perikatan yang lain adalah undang-undang. Perjanjian atau kontrak ini tidak harus
tertulis, akan tetapi bisa juga dilakukan dengan cara lisan, dimana dalam
perjanjian itu adalah merupakan perkataan yang mengandung janji-janji yang
diucapkan atau ditulis.18 Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka ada
tiga komponen utama dalam suatu perjanjian (kontrak), sebagaimana dimaksud
pasal 1313 KUH Perdata, yaitu:19
1) Adanya suatu perbuatan
Perbuatan yang dimaksudkan disini merupakan kehendak dari para pihak yang
berjanji dalam bentuk perbuatan nyata, baik berupa ucapan maupun tindakan
fisik.
2) Adanya para pihak
Perjanjian hanya dapat dilahirkan apabila adanya dua orang atau lebih yang
sepakat mengikatkan dirinya dalam suatu hubungan hukum.
3) Adanya perikatan diantara para pihak
18
Ibid. Hal 333. 19
Hubungan hukum diantara dua orang atau lebih yang merupakan para pihak,
senantiasa didasari oleh adanya suatu kepentingan tertentu yang dikehendaki
bersama.
Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya tiga unsur
dalam perjanjian yang pada hakekatnya merupakan perwujudan dari asas
kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak itu sendiri dapat dianalisis
berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Adapun ketigaunsur tersebut adalah sebagai
berikut:20
a) Unsur Esensialia
Unsur esensialia merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak
karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada
kontrak.
b) Unsur Naturalia
Unsur naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang
yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur
yang selalu dianggap ada dalam kontrak.
c) Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada atau mengikat para
pihak jika para pihak memperjanjikannya.
20
B. Asas – Asas Hukum Perjanjian
Dalam hukum kontrak atau perjanjian dikenal beberapa asas, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari isi Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata, dinyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.21 Kebebasan
berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas
dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:22
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian;
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin
kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas dari sifat Buku
III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para
pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap
pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.
2. Asas Konsensualisme
21
Salim H.S., Op.Cit. Hal 9. 22
Asas konsensualisme termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan
bahwa, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
a. Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming);
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid);
c. Suatu hal tertentu (een bepald onderwerp); dan
d. Suatu sebab yang legal (een geoorloofde oorzaak).
Pasal tersebut menetapkan bahwa harus ada kesepakatan antara para pihak
yang mengikatkan diri atau terdapat “konsensus”. Sebagaimana diketahui bahwa
tidak ada suatu formalitas tertentu yang menyatakan suatu perjanjian harus tertulis
atau tidak, bahkan suatu perjanjian bisa tercapai secara verbal, hanya dengan lisan
saja. Asas konsensual menganut paham dasar bahwa suatu perjanjian itu sudah
lahir sejak tercapainya kata sepakat. Pada detik tercapainya kesepakatan, lahirlah
suatu perjanjian.23
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servandaberkaitan dengan akibat dari perjanjian bagi para
pihak yang membuatnya. Asas pacta sunt servanda ditentukan dalam Pasal 1338
KUH Perdata, dinyatakan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sebagai suatu
perikatan yang dikehendaki oleh para pihak, berarti para pihak juga menyepakati
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah disanggupinya dalam suatu
perjanjian. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka
pihak yang merasa dirugikan dapat memaksakan pelaksanaannya melalui
23
mekanisme hukum yang berlaku. Artinya, suatu kontrak mengandung janji-janji
yang mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.24
4. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata,
dinyatakan bahwa: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Menurut
asas ini pihak kreditur dan debiturharus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para
pihak.Walaupun itikad baik para pihak dalam perjanjian atau kontrak sangat
ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum itikad baik harus selalu ada
pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat
diperhatikan oleh pihak lainnya.
5. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menetukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dilihat dalam Pasal 1315 KUH Perdata, dinyatakan
bahwa: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Pada dasarnya asas ini menunjukkan
bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya selaku
24
individu maupun sebagai subjek hukum pribadi (naturlijke persoon), hanya
berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.25
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman di dalam
Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan pada tanggal 17-19 Desember
1985, telah berhasil merumuskan delapan asas hukum perikatan nasional.
Kedelapan asas itu adalah asas kepercayaan. asas persamaan hukum,
keseimbangan, kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, asas kebiasaan, dan
asas perlindungan.26
C. Syarat – Syarat Perjanjian
Secara yuridis suatu perjanjian baru dapat dikatakan sah apabila telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun syarat sahnya perjanjian atau kontrak telah diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Syarat yang pertama sahnya suatu perjanjian atau kontrak adalah adanya
kesepakatan atau konsensus para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan
adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan
pihak lainnya. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu:27
a. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
b. Bahasa yang sempurna secara lisan;
25
Ibid. Hal 93 26
Salim, H.S., Op.Cit. Hal 13 27
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena
dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa
yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;
d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;
e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
kontrak. Yang dimaksud dengan sepakat adalah penyataan persesuaian kehendak
antara satu orang atau lebih maupun badan hukum dengan pihak lainnya. Yang
dimaksud dengan “sesuai” adalah pernyataannya, karena kehendak tidak dapat
dilihat atau diketahui oleh orang lain. Sehubungan dengan adanya persesuaian
antara kehendak dengan pernyataan seperti yang telah dijelaskan diatas,
adakalanya pernyataan yang timbul tidak sesuai dengan kehendak yang ada dalam
batin. Mengenai hal ini terdapat teori yang dijadikan pemecahannya, yaitu :28
1) Teori Kehendak (wilstheorie), bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada
persesuaian antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian
tidak jadi.
2) Teori Pernyataan (verklaringstheorie), kehendak merupakan proses
batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan
terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara
kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.
28
3) Teori Kepercayaan (vertouwenstheorie), tidak setiap pernyataan
menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan
kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian
Mengenai terjadi atau timbulnya kesepakatan dalam suatu perjanjian
terdapat empat teori, yaitu :29
a) Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menerima penawaran itu menulis surat jawaban yang menyatakan bahwa
ia menerima penawaran itu.
b) Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran mengirimkan telegram, surat, atau telex. Menurut
teori ini tanggal cap pos pada saat pengiriman jawaban penerimaan dipakai
sebagai pegangan kapan saat lahirnya perjanjian.
c) Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), menurut teori ini kesepakatan
terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie,
tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).
d) Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan
akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah
orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
29
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Cakap atau bekwaam menurut
hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 21 Tahun
sebagaimana dijelasakan dalam Pasal 330 KUH Perdata.30
Mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dalam rangka perbuatan
untuk kepentingan diri orang perorangan ini diatur dalam Pasal 1329 sampai
dengan Pasal 1331 KUH Perdata. Pasal 1329 KUH Perdata dinyatakan bahwa:
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh
undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”. Sementara itu, dalam Pasal 1330
KUH Perdata dinyatakan bahwa, tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang-undang-undang
telah melarang membuat perjanjian-perjanjian.
3. Suatu Hal tertentu
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan maksud suatu hal
tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal 1333 KUH Perdata,
dinyatakan bahwa:“Suatu perjanjian harus mempunyai sesuatu sebagai pokok
perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asa saja jumlah
itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.Rumusan dalam pasal tersebut
hendak menegaskan bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk
30
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, namun
semua jenis perikatan itu pasti melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu
kebendaan yang tertentu.31
Dalam Pasal 1234 KUH Perdata dinyatakan bahwa: “Tiap-tiap perikatan
adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu”. Adapun maksud dari rumusan pasal tersebut adalah sebagai berikut: 32
a. Memberikan sesuatu;
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, kebendaan yang akan diserahkan
berdasarkan suatu perikatan tertentu tersebutharuslah sesuatu yang telah
ditentukan secara cepat.
b. Berbuat sesuatu;
Pada perikatan untuk berbuat atau melakukan sesuatu, dalam pandangan KUH
Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh salah satu pihak dalam perikatan
tersebut (debitor) pastilah juga berhubungan dengan suatu kebendaan tertentu,
baik itu berupa kebendaan berwujud maupun kebendaan tidak berwujud.
c. Tidak berbuat sesuatu
Dalam perikatan untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu, KUH
Perdata juga menegaskan kembali bahwa apapun yang ditentukan untuk tidak
dilakukan atau tidak diperbuat, pastilah merupakan kebendaan, baik yang
berwujud maupun tidak berwujud yang pasti harus telah dapat ditentukan pada
saat perjanjian dibuat.
4. Adanya causa/sebab yang halal
31
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian (Jakarta : RajaGrafindo, 2003). Hal 155.
32
Suatu sebab yang halal atau tidak terlarang dalam perjanjian telah
ditentukan dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUH Perdata. Meskipun
KUH Perdata tidak memberikan definisi tentang suatu sebab, namun dari rumusan
Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa yang disebut dengan sebab yang
halal, adalah: (1) bukan tanpa sebab; (2) bukan sebab yang palsu; ataupun (3)
bukan sebab yang terlarang. Oleh karena itu selanjutnya dalam Pasal 1336 KUH
Perdata dinyatakan lebih lanjut bahwa: “Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi
ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain selain daripada yang
dinyatakan itu adalah sah”. 33
Rumusan mengenai sebab yang halal menjadi hanya sebab yang tidak
terlarang, Pasal 1337 KUH Perdata dinyatakan bahwa: “Suatu sebab terlarang,
apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan
baik atau ketertiban umum”. Dalam rumusan yang demikianpun sesungguhnya
undang-undang tidak memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak
terlarang. Dengan demikian berarti apa yang disebut dengan sebab (yang halal)
dalam Pasal 1320 j.o Pasal 1337 KUH Perdata tidak lain adalah prestasi dalam
perjanjian yang melahirkan perikatan, yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh
para pihak, yang tanpa adanya prestasi yang ditentukan tersebut, maka perjanjian
tersebut tidak mungkin dan tidak akan pernah ada diantara pihak.34
D. Akibat Hukum Perjanjian
33
H. Mohammad Amari dan Asep Mulyana., Op.Cit. Hal 99. 34
Perjanjian merupakan perbuatan dengan mana satu pihak mengingatkan
dirinya terhadap pihak lainnya dan perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya.35
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya para pihak harus mentaati perjanjian
tersebut sama dengan mentaati suatu undang-undang. Pasal 1338 KUH Perdata
dinyatakan bahwa:
Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Dalam ayat (2) atau alinea (2) pasal ini menetukan bahwa perjanjian tidak
boleh dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan pihak lain. Hal ini sangat
wajar, agar kepentingan pihak lain terlindungi karena ketika perjanjian dibuat
adalah atas kesepakatan kedua belah pihak maka pembatalannya juga harus
kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu, pembatalan secara sepihak hanya
dimungkinkan dengan alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang. Pada
ayat (3) ditegaskan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik.36
Menurut Abdulkadir Muhammad, itikad baik yang dimaksud dalam Pasal
1338 ayat (3) KUH Perdata artinya bahwa pelaksanaan kontrak itu harus berjalan
dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Selain itu
pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik, perlu diperhatikan juga “kebiasaan”.
Hal ini ditentukan dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan :
35
H. Mohammad Amari dan Asep Mulyana.,Op.Cit. Hal 99 36
“Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas
dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang”. Atas
dasar Pasal ini, kebiasaan juga dtunjuk sebagai sumber hukum disamping
undang-undang, sehingga kebiasaan itu ikut menentukan hak dan kewajiban
pihak-pihak dalam perjanjian.37
Persoalan essensial lainnya sebagai akibat dari adanya perjanjian, yaitu
menimbulkan hak dan keawajiban bagi para pihak yang membuatnya.
Pemenuhan hak terhadap suatu pihak merupakan kewajiban (presatsi) terhadap
pihak lainnya, demikian juga sebaliknya. Adapun bentuk hak dan kewajiban dari
para pihak tergantung dari perjanjian yang disepakatinya, baik untuk berbuat
sesuatu, memberikan sesuatu dan bahkan untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234
KUH Perdata).
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, akibat yang terpenting dari tidak dipenuhinya perjanjian ialah bahwa kreditur dapat meminta ganti rugi atas
ongkos, rugi dan bunga yang dideritanya. Untuk adanya kewajiban ganti rugi
bagi debitur, maka debitur terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan
lalai. Lembaga “pernyataan lalai” ini merupakan upaya hukum untuk sampai
kepada suatu fase, di mana debitur dinyatakan ingkar janji (wanprestasi). Hal ini
berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: “Penggantian
biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai
diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap
37
melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam
tenggang waktu tertentu telah dilampauinya”.38
E. Berakhirnya Perjanjian
Dalam Pasal 1381 KUH Perdata dinyatakan bahwa hapusnya perikatan
dapat terjadi karena sebagai berikut:39
1. Pembayaran
Pembayaran yang dimaksud bukan pembayaran yang dipergunakan dalam
pegertian sehari-hari karena pembayaran dalam pengertian sehari-hari harus
dilakukan dengan menyerahkan uang sedangkan menyerahkan barang selain uang
tidak disebut sebagai pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan
pembayaran adalah segala bentuk pemenuhan prestasi.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh
debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan
jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barang di
pengadilan. Penawaran pembayaran yang diikuti penitipan uang atau barang
dipengadilan harus dilakukan berdasarkan undang-undang, dan apa yang ditipkan
itu merupakan atas tanggungan sikreditur.
3. Pembaharuan utang
Pembaruan utang atau novasi adalah salah satu bentuk hapusnya perikatan
yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan baru. Pasal 1413 KUH Perdata
38
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan
(Bandung: Alumni, Cetakan Kedua, 2006). Hal 23-24. 39
menyatakan bahwa ada 3 macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang,
yakni :
a. Apabila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru guna orang
yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang lama, yang
dihapuskan karenanya;
b. Apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama,
yang oleh debitur dibebaskan dari perikatannya;
c. Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa debitur
dibebaskan dari perikatannya.
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
Perjumpaan utang atau kompensasi ini terjadi jika antara dua pihak saling
berutang antar satu dan yang lain sehingga apabila utang tersebut masing-masing
diperhitungkan dan sama nilainya, kedua belah pihak akan bebas dari utangnya.
Perjumpaan ini hanya terjadi jika utang tersebut berupa uang atau barang habis
karena pemakaian yang sama jenisnya serta dapat ditetapkan dan jatuh tempo.
5. Pencampuran utang
Apabila kedudukan kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, utang
tersebut hapus demi hukum. Degan demikian percampuran utang tersebut juga
akan sendirinya mengahapuskan tanggung jawab penanggung utang.
Pembebasan utang bagikreditur tidak dapat dipersangkakan, tetapi harus
dibuktikan karena jangan sampai utang tersebut sudah cukup lama tidak ditagih,
debitur menyangka bahwa terjadi pembebasan utang.
7. Musnahnya barang yang terutang
Jika suatu barang tertentu yang dijadikan objek perjanjian musnah, tidak
dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, hapuslah perikatannya, kecuali kalau hal
tersebut terjadi karena kesalahan debitur telah lalai menyerahkan sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
8. Kebatalan atau pembatalan
Kebatalan atau batal demi hukum suatu kontrak terjadi jika perjanjian
tersebut tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya kontrak yaitu “suatu
hal tertentu” dan “sebab yang halal”. Jadi kalau kontrak itu objeknya tidak jelas
atau bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum atau kesusilaan,
kontrak tersebut batal demi hukum.
9. Berlakunya suatu syarat batal
Yang dimaksud dengan syarat ini adalah ketentuan isi perjanjian yang
disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan
perikatan itu batal (void) sehingga perikatan menjadi lenyap. Syarat yang
demikian disebut syarat batal.
10.Daluarsa / lewatnya waktu
Dalam Pasal 1946 KUH Perdata, dinyatakan bahwa daluarsa adalah suatu
alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
undang-undang. Dengan demikian menurut ketentuan ini, daluarsa/ lewatnya waktu
tertentu seperti yang ditetapkan dalam undang-undang, dapat mengakibatkan
hapusnya perikakatan.
Selain hapusnya perjanjian berdasarkan hal-hal yang dijelaskan dalam
pasal 1381 KUH Perdata, dalam praktek dikenal pula cara berakhirnya perjanjian
atau kontrak yaitu:40
a. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian telah berakhir;
b. Adanya kesepakatan/persetujuan dari kedua belah pihak untuk mengakhiri
perjanjian tersebut.
c. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak dengan alasan
yang cukup menurut undang-undang;
d. Adanya putusan hakim yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut harus
dibatalkan.
e. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai
KUH Perdata sangat menekankan pada arti pentingnya sutu kewajiban,
prestasi atau utang yang harus dipenuhi, dilaksanakan, atau dilunasi oleh debitur,
yang lahir dari suatu perikatan. Ketiadapemenuhan kewajiban/prestasi oleh
debitur dalam suatu perikatan, dalam konstruksi KUH Perdata dapat menimbulkan
perikatan lain, baik yang merupakan kelanjutan atau akibat dari perikatan,
maupun sebagai akibat dari batalnya, berakhir atau hapusnya perikatan tersebut.41
40
Salim, H.S. Op.Cit. Hal 165. 41
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK KONSTRUKSI
G. Pengertian Kontrak Konstruksi
Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction
contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam
pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah
maupun pihak swasta. 42
42
Salim H.S., Op.Cit. Hal 90.
Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi
merupakan: “Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut
dengan perjanjian pemborongan.
Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama
lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah
konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti
bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat juga
berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua istilah
tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah hukum/kontrak
konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah konstruksi
dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi
(pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan
pembangunan.43
Menurut R. Subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana
pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diriuntuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak yang memborongkan denganmenerima suatu harga yang
ditentukan.44
43
Munir Fuady. Kontrak Pemborongan Mega Proyek (Bandung:Citra Adtya Kartini,1998). Hal12.
Dalam KUH Perdata , perjanjian pemborongan disebut dengan
istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1601
(b) KUH Perdata bahwa : “Perjanjian peborongan adalah perjanjian dengan mana
pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu
pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu
harga yang ditentukan”.
44
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dilihat dari sistem hukum maka
kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan
(construction law, bouwrecht). Istilah construction law biasa dipakai dalam
kepustakaan anglo saxon, sedangkan bouwrecht lazim dipergunakan dalam
kepustakaan Hukum Belanda. Dengan demikian, yang dinamakan hukum
bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertalian
dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik
bersifat perdata maupun publik/administratif.45
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan
menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang
membuat perjanjian. Hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna
jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi.
Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban diantara para pihak.
Momentum timbulnya akibat itu adalah sejak ditandatanganinya kontrak
konstruksi oleh pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan demikian dapat
disimpulkan, bahwa unsur-unsur yang harus ada dalam kontrak konstruksi
adalah:46
1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;
2. Adanya objek, yaitu konstruksi;
3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan
penyedia jasa.
45
H. Mohammad Amari dan Asep Mulyana., Op.Cit. Hal 104. 46
H. Pengaturan Hukum Tentang Kontrak Konstruksi
Penyelengaraan pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur
secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak,
undang-undang ini cukup lengkap mangatur pengadaan jasa konstruksi.47
Undang-undang ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya
undang-undang ini karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku
belum berorientasi pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan
karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang
mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi kepentingan
masyarakat. UUJK ditetapkan pada tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12
bab dan 47 pasal.48
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga
peraturan pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang
Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000 (PP
No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).49
47
Y. Sogar Simamora., Op.Cit. Hal 213. 48
Salim H.S., Op.Cit. Hal 91-92 49
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan prosedur
pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah diatur
dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah disempurnakan
melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010. Kemudian Perpres No.
54 Tahun 2010 diubah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012
tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terkait dengan izin usaha konstruksi dalam hal
ini terdapat Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 23 Tahun 2002 dan
Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 35 Tahun 2008 tentang Retribusi
Izin Usaha Jasa Konstruksi.
I. Peserta Dalam Kontrak Konstruksi
Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah
sebagai berikut :
1. Pihak Pengguna Jasa,
Pihak pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang
memborongkan, pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah
pereseorangan atau badan pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.50
a orang perorang;
Pengguna jasa mempunyai hubungan
dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas
konstruksi. Yang dimaksud dengan Pengguna jasa adalah:
50
b badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum; dan
c badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah dan
atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara dengan
menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).
2. Pihak Penyedia Jasa
Pihak penyedia jasa sering juga disebut sebagai kontraktor, pemborong,
rekanan, dan lain-lain. Dengan berlakunya UUJK, maka telah dirumuskan
pengertian jasa konstruksi. Pengertian jasa konstruksi senagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi tersebut , menunjukkan
bahwa hubungan hukum yang diatur dan diakui oleh Negara ada tiga yaitu
perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan
oleh Pemerintah telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau
peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan
Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
a. PA/KPA
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna
disebut KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan
APBN atau ditetapka oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD
b. PPK
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat
yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
c. ULP/ Pejabat Pengadaan
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi
pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat
permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat
Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
d. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang
ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil
pekerjaan.
e. Penyedia Barang/Jasa
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.
J. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Konstruksi
Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah
menimbulkan hak dan kewajiban atau tugas dan kewenangan bagi para pihak. Hak