VAEUASI GEOGaAFIK DALAM S'FBUKTUR GENETIK POPULASI IKAN KAKAP MERAH, Lutjanus malabaricus,
(LUTJANIDAE) DAN INTEkWSI LINGKUNGAN DI LAUT JAWA
SUWARSO
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUWARSO. Variasi Geografik dalam Struktur Genetik Populasi ikan Kakap Merah,
Lutjanus malabaricus (LUTJANIDAE) dan Interaksi Lingkungan di Laut J a w .
Dibimbing oleh RICHARDUS F. KASWADJI, KADARWAN SUWARDI dan
KETUT SUGAMA.
Penelitian tentang variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap
merah (Lutjanus malabaricus, LUTJANIDAE) dan interaksinya dengan kondisi perairan
Laut Jawa berdasarkan karakter polimorfisme yang terdapat pada region control
mtDNA (D-loop) dan kajian tentang kondisi lingkungan perairan Laut J a w .
Penelitian bertujuan untuk menentukan unit-unit stok ikan yang dieksploitasi
guna
keperluan pengelolaan perikanannya secara tepat di wilayah ini. Karakter
polimorfisme diperoleh dari analisis RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism) terhadap sekuen yang teramplifikasi dengan menggunakan tiga jenis enzym restriksi (Alu I, Nla
III
dan Xba I). Genom mtDNA'diekstrak dari daging ikan contoh yang dikumpdkan di lapangan dan mewakili lima populasi ikan di Laut Jawa,yaitu populasi Blanakan, Batang, Banyutowo, Tuban dan Kotabaru. Amplifikasi
genom dilakukan melalui proses PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan
menggunakan primer spesifik TDKD & PRO.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat variabilitas genetik pada 81 ikan contoh
yang mencirikan polimorfisme genom mtDNA. Dari tip-tipe restriksi yang
Qtemukan, setiap tipe restriksi berbeda dalam jumlah situs clan fragmen restriksi. Pada keseluruhan populasi teridentifikasi 11 clone haplotge, sedang pada tingkat populasi 5-6 haplotipe. Melalui analisis kluster (metode Mmimum likelihood) terhadap data presence-absence situs restriksi, keseluruhan haplotipe dapat
dikelompokan menjadi tiga Clonal Group. Distribusi frekuensi dari setiap haplotipe
bervariasi menurut populasi contoh. Clonal group 3 (terdiri dari 7 haplotipe, dua
diantaranya dominan) menentukan ciri populasi, semakin ke arah ke timur
dominasinya makin kecil. Diversitas haplotipe (h) tingkat populasi antara 0.60-0.76 (rata-rata 0.70
+
0.066), sedang untuk tingkat regional (seluruh populasi) lebih tinggi sebesar 0.78; untuk populasi ikan di wilayah timur cenderung lebih tinggi..
Didasarkan pada data jarak genetik interpopulasi dan dengan menggunakanmetode jarak rata-rata (Unweighted Pair group method by average, UPGMA method) diduga terdapat tiga unit stock ikan Kakap merah di Laut Jawa: Unit Stok 1: populasi
Blanakan, Batang dan Banyutowo; Unit Stok 2: populasi Kotabaru; Unit Stok 3:
populasi Tuban. Rata-rata jarak genetik diantara tiga populasi Blanakan, Batang dan Banyutowo umumnya lebih kecil (0,0345-0,1187) dibandmg antara populasi Tuban
dengan ke empat populasi tersebut (0.6976-1.8284); sedang antara populasi
Pentrukturan genetik demikian juga ditegaskan melalui analisis varian molekuler
(AMOVA) yang menyatakan perbedaan sangat nyata antara varian genetik
(<PST)
populasi Tuban dengan keempat populasi lainnya. Dengan landasan asumsi yang mendasarinya diperkirakan gene flow diantara ke lima populasi contoh tidak terjadi secara bebas, tetapi ada restriksi gene flow pada populasi Tuban (oceanic stock) dan Kotabaru. Pola subdivisi genetik demikian menyatakan evolusi haplotipe yang
merupakan refleksi dari perubahan molekuler didalam situs restriksi. Perubahan
molekuler teridentifikasi pada populasi wilayah timur (Kotabaru), yaitu munculnya satu haplotipe terlcini yang tidak ditemukan pada populasi lain; profil restriksi dan fiekuensinya menjelaskan ha1 tersebut.
Penstruklman genetik seperti tersebut di atas diperkirakan berinteraksi dengan dissimetri Laut Jawa dan pemolaan kondisi perairan (terutama salinitas) akibat
pengaruh massa air salinitas tinggi dari timur (Laut Flores) dan pengaruh massa air
taw dari daratan Kalimantan. Massa air salinitas tinggi dari Laut Flores telah membentuk habitat demersal yang bersifat oceanic (salinitas tinggi) di perairan utara Tuban ke timur hingga utara Madura dimana kedalaman maksimal ditemukan, sedang massa air tawar selain membentuk massa air dengan salinitas lebih rendah juga memberi efek pengkayaan nutrien di perairan sekitar Kotabaru, pada musim barat terutama akibat massa air tawar daratan Kalimantan dan pada m u s h tenggara akibat upwelling di perairan sebelah barat daya Sulawesi. Dengan demikian kemunglunan terdapat barier geografi yang menyebabkan isolasi genetik pada ke tiga Unit Stok sehingga aliran gen (gene flow) diantara ke tiganya terhalang (breeding barrier). Kondisi demikian diduga juga telah memberi kontribusi te rjadinya evolusi molekuler pada populasi Kotabaru, yaitu munculnya haplotipe terkini (BCB). Namun demikian konfirmasi subdivisi genetik dan interaksinya dengan hidrologi perairan
akan bergantung pada peningkatan dalam lokasi contoh, jumlah ikan contoh, jurnlah enzym restriksi serta studi terinci tentang oseanografi secara menyeluruh baik di lapisan dalam maupun permukaan.
Dari fakta adanya penstrukturan genetik populasi ini strategi manajemen perikanan sebaiknya dilaksanakan secara lokal menurut unit stok (breeding unit). Namun demikian, belurn diketahui status populasi ikan di Laut Jawa bagian tengah (P. Bawean, Kep. Masalembo, P. Matasirih), serta populasi lain di sekitar Laut Jaw.
Data dan informasi tentang llfe history dan dispersal larva/juvenil sangat diperlukan
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
Variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah,
Luganus malabaricus (Lutjanidae) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan
untuk kepentingan lain. Semua sumber data clan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas
dan
dapat diperiksa kebenarannya.Suwarso
VARIASI GEOGRAFIK DALAM STRUKTUR GENETIK
POPULASI IKAN KAKAP MERAH,
Lutjanus
malabaricus,
(LUTJANIDAE) DAN INTERAKSI LINGKUNGAN DI
LAUT JAWA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah, Lutjanus malabaricus (Lutjanidae) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa
Nama Mahasiswa : Suwarso
N R P : 99611
Program Studi : Ilmu Kelautan
Menyetujui : 1. Komisi Pemb
f l
(Dr. Ir. Richardus F. Kaswadii, ~ s c . ) Ketua
(Dr. Ir. Kadarwan Suwardi)
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Kelauta r Program Pascasarjana
4 2 4 .
Y.
-
-
(Dr. Ir. John Pariwono) 0 )Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 21 Desember 1955 sebagai putra
kelima dari pasangan S. Mawardi dan Djami'ah. Telah d i W a i tiga orang putri :
Nastiti Indri Pramulati, Indrastiwi Pramulati dan Tyas Mulati Gumanti, buah
.
pernikahannya dengan Ida Ulfa Mulati. Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun
1976 pada Fakultan Biologi, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan lulus
tahun 1984. Pada tahun itu juga mulai bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai
Penelitian Perikanan Laut Jakarta dalam bidang Biologi Perikanan. Pada tahun 1999
mendapat kesempatan men- progrm pendidikan Pascasarjana Institute
Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Kelautan, melalui program pendidikan
jangka panjang Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, yang dibiayai oleh
Proyek ARM. Beberapa proyek kerjasama penelitian yang pernah diikuti adalah
Coastal Resources Management Project (Segara Anakan, 1986-1987), Java Sea
Pelagic Fishery Assessment Project (1 99 1
-
1 996) clan Terubuk Fishery Project (Riau,1995-1996); disamping workshop dan pelatihan jangka pendek dalam bidang Biolog
Perikanan: Otolithometry (LASA-IFREMER, Brest, 1996 dan 1997), Fish Aging &
life history (CSIRO-ACIAR, Cleveland, 1998), Molecular Technic and Animal
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul
"Variasi geografk dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah, Lutjanus
malabaricm, (LUTJANIDAE) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa".
Terima kasih yang sebew-besamya penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji M.Sc., Dr. Ir. Kadarwan Suwardi dan Dr. Ketut
Sugama, sebagai Komisi Pembimbing, yang telah membimbing dan
mengarahkan penelitian .hi.
2. Kepala Pusat Riset Perikanan Tangkap, Komisi Pembinaan Tenaga Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, dan Pemimpin
Proyek ARM, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian, atas perkenannya untuk tugas belajar dan kesempatan mendapatkan
biaya pendidikan.
3. Dr. Ir. Mulia Purba, MSc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan, atas
bimbingan, arahan, dorongan semangat dan bantuannya selama penulis belajar di
Program Studi Ilmu Kelautan.
4. Dr. Ir. Adi Hand, Dr. Ir. Haryanti M.Sc. di Lab. Bioteknologi, Balai Besar Riset Budidaya Pantai Gondol (Bali), yang telah memberikan ijin serta membimbing
dalarn analisis sarnpel.
5. Dr. Ir. Bambang Sadhotomo, peneliti senior Balai Penelitian Perikanan Laut
Jakarta, dan Dr. Odang Carman, Dosen Ilmu Genetika IPB, yang telah
memberikan saran dan masukan yang sangat berarti; serta Dr. Estu, peneliti
senior Balai Penelitian Ikan Air Tawar Sukamandi, yang telah membantu dalam
6. Rekan-rekan peneliti, tehnisi dan staf Balai Penelitian Perilcanan Laut Jakarta dan Balai Besar Riset Budidaya Pantai Gondol (Bali), atas dukungan semangat
dan kerjasamanya selama analisis sarnpel, pengolahan data dan penyusunan tesis.
7. Teman-teman seangkatan yang telah memberi dorongan dan semangat selama
perkuliahan.
8. Istri dan anak-anak tercinta, atas dorongan semangat, kesabaran serta doa yang
tulus.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi
dukungan selama tugas belajar.
Akhir kata, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu perilcanan dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Bogor, Agustus 2002.
DAFTAR IS1
HALAMANPENGES AKAN
. . .
vi RIWAYATHIDUP. . .
vii...
PMKARTA
. . .
vlll DAFTARISI . . . ixDAFTARTABEL . . . xi
DAFTARGAMBAR . . . xii
...
DAFTARLAMPIRAN . . . xlll
PENDAHULUAN . . . 1 1 . Latar Belakang . . . 1 2
.
Perumusan Masalah . . . 3 3.
Tujuandan
Manfaat Penelitian . . . 5 4.Hipotesa . . . 6 TINJAUANPUSTAKA . . . 7 1.
Biologi dan life history Kakap merah . . . 7. . .
2 . Distribusi
dan
perikanan 113
.
Konsep 'Stok' . . . 14 4 . Struktur Genetik Populasi . . . 16. . .
5 . ~ilo~enetik ~olekuler 19
6
.
Struktur dan fwngsi DNA Mitochondria (mtDNA) . . . 16 7.
Enzym Restriksi . . . 22. . . . . .
.
8 Analisa DNA dan tehnik PCR , 23
OSEANOGRAFI LAUT JAWA . . . 40 1
.
Salinitas . . . 40 2 . suhu . . . 44 3.
Sirkulasi massa air. . .
44. . .
4
.
Produktivitas 47HASIL DAN PEMBAHASAN
. . .
52 1.
Hasil. . .
52 2.
Pembahasan. . .
65 KESIMPULANDANSARAN . . . 79 1 . Kesimpulan . . . 79 2.
Saran . . . 81 DAFTARPUSTAKA . . . 82DAFTAR TABEL
1. Kontribusi Kakap merah, L. malabaricus, (dalam %) dalam hail
tangkapan ~utjanidak di beberapa wilayah perairan Indonesia dan
. . .
Australia2. Ukuran segmen teramplifikasi, jumlah situs dan jumlah fiagmen daerah control region mtDNA Kakap merah (L. malabaricus) di Laut
. . .
Jawa hasil digesti enzym restriksi3. Polimorfisme panjang h g m e n restriksi (RFLP) hasil digesti enzym Alu I, Nla
III
dan Xba I pada control region mtDNA Kakap merah . . . (L. malabaricus) di Laut Jawa4. Distribusi tipe restriksi (genotipe) pada lima populasi Kakap merah
. . .
(L. malabaricus) di Laut Jawa5. Distribusi haplotipe (composite clonal) dan frekuensinya yang diobservasi pada lima populasi Kakap merah (L. malabaricus) di . . . LautJawa
6. Diversitas haplotipe (h) Kakap merah (L. malabaricus) di Laut Jawa
. . .
7. Jarak Genetik antar populasi Kakap merah (L. malabaricus) di Laut Jawa . . .
8. Matrik perbedaan dari nilai pFsT antar populasi Kakap merah (L.
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alir penndekatan masalah
. . .
5 2. Kontribusi Kakap merah, L. malabaricus, (dalam %) dalam hasiltbgkapan Lutjanidae dengan menggunakan trawl di wilayah
I
perairan Indonesia bagian barat
. . .
12 3. Peta lokasi penelitian dan lokasi sampling . . . 2 14. Pergeseran isohaline 32 "I,, memperlihatkan dorongan massa air salinitas tinggi dari timur pada bulan Juni-September dan dari barat
pada bulan Januari-Juni . . . 42
5. Perubahan salinitas rata-rata di Laut Jawa, memperlihatkan pengaruh pengenceran massa air tawar pada musim barat dan massa
air salinitas tinggi pada musim tenggara . . . 43
6. Pola arus permukaan di Laut Jawa . . . 34
7. Profil vertikal salinitas di Laut Jawa dari barat ke timur pada musim
tenggara di bagian utara, tengah dan selatan perairan . . . 48
8. Peta komposit konsentrasi fitoplankton yang menunjukkan tingkat produktivitas primer Laut Jawa dan sekitarnya berdasarkan
pengarnatan satelit . . . 50
9. Contoh produk a m p l i f h i daerah control region dari genom mtDNA Kakap merah (L. malabaricus) dengan menggunakan primer
TDKD&PRO . . . 54
10. Contoh pola-pola fiagmen yang mkcul dari hasil digesti enzyrn restriksi pada sekuen teramplifikasi dari genom mtDNA Kakap
merah (L. malabaricus) di Laut Jawa. . . 5 5
1 1. Dendrogram hubungan kekerabatan (filogeni) lima populasi Kakap
merah (l. malabaricus) di Laut Jawa menurut UPGMA method . . . . 61
12. Dendrogram filogeni diantara 11 klone haplotipe menurut Maximum
13. Diagram unrooted tree dari 11 haplotipe Kakap merah (L. malabarkus) di Laut Jawa yang menunjukkan munculnya satu
haplotipe baru yang berbeda di sekitar Kotabaru
. . .
6314. Perbedaan komposisi clonal group pada lima populasi Kakap merah
(L. malubaricus) di Laut Jawa
. . .
5 1DAFTAR LAMPIRAN
Umur dan pertumbuhan beberapa jenis ikan berumur panjang (longer
lhedjishes) dari Famili Lutjanidae di beberapa perairan
. . .
Halaman
92
Distribusi dan kelimpahan kakap merah (L. malabaricus) di perairan
Paparan Sunda berdasarkan survey demersal dengan KM. Mutiara
IV
tahun1976-1979 . . . 93
Komposisi reagen PCR kit
untuk
setiap sampel genom mtDNA. . .
94Jumlah bahan yang dipakai dalarn pembuatan Gel Agarose . . . 94
Komposisi campuran bahan per sarnpel dalarn proses restiksi genom
94
. . .
Data presence-absence situs restriksi dan jarak genetik pada setiap
Clone haplotipe Kakap merah (L. malabaricus) d~ Laut Jawa
. . .
95Analisis varian molekuler AMOVA dan pemolaan subdivisi genetik
lima populasi Kakap merah (L. malabaricus) di Laut Jawa . . . 96
Indek diversitas haplotipe (h) beberapa species ikan di beberapa
wilayah geografik dari data RFLP dengan menggunakan jurnlah
1. Latar Belakang
Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan demersal berukuran besar yang mempunyai nilai ekonomis penting karena
permintaan pasar yang tinggi. Jenis ikan ini, dan juga Lutjanidae yang lain,
terutama Pristipomoides (Goldband snapper), tersebar sangat luas clan telah
diskploitasi secara intensif di berbagai perairan di Indonesia. Daerah penangkapan
saat ini berkembang semakin jauh, mulai dari Laut Jawa hingga perairan sekitar
Balikpapan (Kalimantan Timur), Bangka-Belitung dan Laut Cina Selatan.
Dengan semakin tingginya tingkat eksploitasi dari tahun ke tahun, sudah saatnya
diperlukan sistim manajemen yang lebih baik untuk tercapainya kelestarian populasi.
Dalam jangka pendek sistim manajemen penangkapan ditujukan untuk menghmdari
terjadinya tangkap lebih terhadap stok ikan, sedangkan dalam jangka panjang sistim
manajemen ditekankan terhadap perlindungan biodiversitas dari populasi ikan ini.
Pengaturan penangkapan ini sangat penting terutama karena jenis ikan ini berumur
panjang (long-livedfishes) dan memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga sangat
rentan terhadap tekanan penangkapan.
-
Untuk menentukan keputusan manajemen yang logis dan optimal dalam
pelaksanaannya perlu diperjelas tentang definisi unit stok dari populasi ikan yang
akan atau sedang dieksploitasi (Larkin, 1972; Allendorf et al., 1979; Allendorf dan
Utter, 1979; Sparre dan Venema, 1998; King, 1995) yang didasarkan pada aspek
Pemhhuluan 2
pengertian tentang unit stok, pengaruh lingkungan dan tekanan penangkapan pada
struktur genetik stok merupakan ha1 yang perlu dipmahami (Ferris dan Berg, 1987).
Sampai saat ini data tentang unit stok Kakap merah khususnya yang dieksploitasi di
Laut Jawa belum tersedia karena sejauh ini studi yang ditujukan terhadap populasi
ikan kakap hanya terbatas pada aspek biologi, khususnya dinamika populasi,
sedangkan studi tentang aspek genetika populasi belum pernah dilalcukan.
Berbagai metode dapat diterapkan untuk menentukan unit stok ikan berdasarkan
aspek genetik, antara lain metode meristik dan morfometrik, polirnorfisme protein
dan
polimorfisme DNA. Setiap metode memiliki kelebihandan
kekurangan, namunsecara umum metode polimorfisme DNA Qanggap memiliki tingkat akurasi yang
lebih tinggi sehingga dapat memberikan landasan yang kuat dalam pengelolaan stok.
Dalam penelitian ini dipelajari struktur genetik dari populasi Kakap merah
(Lutjanus malabaricus) yang tersebar di Laut Jawa sebagai dasar penentuan unit stok
yang nantinya &pat dpergunakan sebagai landasan manajemen stok. Selain itu juga
diduga hubungan filogeni dan filogeogrd~k, perubahan molekuler didalam genom
(mutasi) serta interaksi antara kondisi oseanografis dengan struktur genetik populasi
tersebut. Struktur genetik populasi dipelajari berdasarkan karakter polimorfisme
yang terdapat dalam genom DNA mitochondria (mtDNA) melalui pemotongan
(restriksi) terhadap sekuen teramplifikasi (daerah control region, D-loop) dengan
2. Perurnusan Masalah '
Ikan dewasa dan ikan muda kakap merah (Lutjanus malabaricus) bersifat demersal. Meskipun migrasinya terbatas populasi ikan ini memiliki distribusi sangat
luas narnun dengan kelimpahan yang tidak merata baik secara spatial maupun i
temporal. Mengingat pola distribusi dan sifat migrasi yang demikian serta
pertumbuhannya yang relatif lambat diperkirakan terdapat penstrukturan genetik dari
populasi ikan, khususnya di Laut Jawa, beserta sebaran geografik dan tiap unit
populasi. Pola distribusi demikian juga dimun- sehubungan dengan dispersal
dari stadia telurllarvanya yang bersifat pelagis dan sangat dipengaruhi oleh perubahan
kondisi fisik perairan terutarna arus permukaan.
Secara alamiah, terdapat interaksi antara kondisi lingkungan perairan dengan
setiap tahapan dalam keseluruhan siklus hdup ikan, baik pada tahap awal kehidupan
(telurllarva) yang sangat rentan terhadap kondsi lingkungan (Iles dan Sinclair, 1982),
tahap pertumbuhan (Pitcher dan Hart, 1982), tahap reproduktif (Bye, 1984; Wooton,
1984), perilaku migrasi (McKeown, 1984) dan proses hidup yang lain. Beberapa
peneliti menyebutkan bahwa dalam skala geografis variasi kondisi lingkungan diduga
dapat menirnbulkan variabilitas genetik pada ikan laut (Saunders et al., 1986;
Bermingham dan Avise, 1986; Cross et al., 1992; Beacham et al., 1995; Renno et
al., 1990; Watts et a]., 1995; Effenberger dan Suchentmk, 1999) meskipun dalam
derajat yang lebih kecil dibanding ikan air tawar dan ikan anadromous (Carvalho dan
Pe&Iuan 4
sebab itu pengetahuan mengenai kondisi oseanografi menurut skala geografis perlu
dipahami untuk membantu menerangkan intervensinya terhadap struktur genetik
populasi, perilaku migrasi dan biologi stok lainnya.
Dalam segi praktis, nilai strategis komoditas tersebut (permintaan pasar yang
tinggi) telah mendorong semakin intensifnya penangkapan di harnpir setiap lokasi.
Oleh karena itu untuk tercapainya visi jangka panjang dalam ha1 konservasi
sumberdaya guna menjamin hasil tangkapan yang berkelanjutan (sustainable yield)
diperlukan suatu konsep manajemen yang tepat dan dapat dilaksanakan secara
optimal bagi perikanan kakap merah di wilayah ini, yakni manajemen berbasis stok.
Konsep manajemen demikian akan memerlukan data dan informasi tentang 'unit
stok' (unit genetik stok) beserta struktur genetik populasinya. Dalam pelaksanaannya
data dan informasi tentang struktur genetik dari populasi ikan ini juga akan
digunakan sebagai landasan yang kuat bagi studi dinamika populasi, interpretasi dan
verifikasi data hasil tangkapan, pendugaan kelimpahan lokal dan regional, sehingga
parameter populasi yang diperoleh siap digunakan &lam analisis stok (stock
assessment) selanjutnya untuk menentukan keputusan manajemen yang tepat.
Dari uraian tersebut diatas, secara ringkas dapat disusun diagram alir pendekatan
strategis
tinggi
unit stok
I
Gambar 1. Diagram aiir dalam pendekatan masalah.
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan struktur genetik populasi Kakap
merah (Lutjanus malabaricus) di Laut Jawa sehingga dapat htentukan unit-unit stok
dari populasi yang sedang &eksploitasi, dugaan filogenetik dan filogeografik serta
interaksi antara kondisi oseanografi dengan struktur genetik populasi jenis tersebut.
Hasil yang diperoleh diharapkan akan bermanfaat sebagai landasan yang kuat clan
akurat bagi studi dinamika populasi dan pengkajian stok .jenis ikan ini untuk
memuskan kebijakan pengelolaannya secara tepat. Selain itu, hasil penelitian ini
juga bermanfaat untuk interpretasi dan verifikasi data hasil tangkapan, pendugaan
kelimpahan lokal dan regional serta memberi keterangan tentang pola migrasi dan
4. Hipotesa
Mengingat pola &stribusi, kelimpahm dan sifat-sifat biologi ikan kakap (migrasi,
sejarah hidupllife history), penelitian dilakukan dengan berlandaskan pada hipotesa
I berikut:
a) Diperkirakan terdapat penstmktumn genetik dalam populasi Kakap merah di Laut
Jawa yang memberikan adanya beberapa unit stok ikan yang dieksploitasi.
b) Penstrukturan genetik dalarn tingkat molekuler tersebut diduga berinteraksi
TINJAUAN PUSTAKA
1. Biologi dan life history Kakap merah
BioIogr' reproduktar
Kakap merah (Red snapper), Lutjanus mdabaricus (Fam. LutJanidae), adalah ikan
demersal yang umumnya hidup bergerombol di area berlumpur keras clan berasosiasi
secara terbuka dengan komunitas karang terutama yang didominasi sponge dan
gorgonian (Sale, 1991; Kailoloa et al., 1993). Di daerah tropik genera Lutjanus
biasanya hidup di perairan dangld sampai kedalaman 500 m tergantung ukuran dan
jenis ikannya. Ikan dewasa reproduktif umumnya sedentary (demersal) tetapi
pemijahan berlangsung di mna pelagik, stadia telur bersifat planktonik dan biasanya
pendek (Thresher, 1 99 1).
Musim pemijahan L. malabaricus dan L. erythropterus te rjadi hampir bersamaan.
Di Great Barrier Reef pemijahan berlangsung selama musim semi dan musim panas
dengan pmcak sekitar
akhu:
m u s h semi dan awal musim panas (antara Oktober-Januari); kedua spesies mernijah pada malam hari (McPherson et al., 1992). Di
Vanuatu puncak pemijahan L malabaricus dan Pristipomoides multidens terjadi pada
akhir musim semi (Brouard dan G r a n d p e a 1994). Menurut Grimes (1987)
pemijahan ikan lutjanid (termasuk ketiga species di atas) dapat terjadi beberapa kaii
setahm (serial spawners). Kematangan seksual L. malabaricus dan L. erythropterus
di Great Barrier Reef tercapai pada ukuran-65-75% dari ukuran maksimum, atau
masing-masing 573 cm FL dan 48,6 cm
FL
(McPherson et al., 1992), sedang diRnjauan Pustaka 8
1984). Belum ada penelitian yang mendalam tentang biologi reproduksi dan musim
pemijahan ikan kakap di Indonesia, namun di sekitar Bawean Djamal et al. (1993)
melaporkan bahwa jenis L. malabaricus mencapai tingkat pematangan telur
(maturation) pada ukuran lebih
dari
2,75 kg, fekunditas antara 4,5-9,O juta telur.Belum banyak informasi tentang daerah pemijahan dan daerah asuhan juvenil
kakap merah. Di paparan barat-laut Australia dan area berlumpur keras Laut A r a b
Kailoloa et al. (1993) dan Leis (1987) menemukan bahwa stadia larva dan juvenil L.
malabaricus banyak ditemukan di perairan pantai yang dangkal dan kontinental
terbuka dengan kedalaman antara 40-75 m, sedang larva Pristipomoides banyak
ditemukan di continental shelfdan slope sebelah luar. Kelimpahan larva sangat besar
dan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman (Williams dalam Leis, 1991).
Larva bergerak ke permukaan pada malam hari dan ke dasar selama siang har~.
Pergerakan (m'grasi)
Terdapat pergerakan interreefal dari ikan-ikan yang mendiami habitat pantai ke
arah lepas pantai (migrasi horisontal), pergerakan ini seiiring dengan bertambahnya
umur dan pertumbuhan. Jarak yang dicapai selama migrasi ditentukan oleh
kedalaman dan lebsir continental shelf (Williams, 199 1). Elliot (1996) menegaskan
bahwa pergerakan L. malabaricus adalah terbatas. Didasarkan pada studi tagging
dan genetik Powles
dan
Warlen (1997) juga menemukan bahwa pergerakan L.campechanus ti& terlalu jauh dari daerah pemijahan; ikan dewasa berpijah di
Rnjauan Pustaka 9
al. (1997) terdapat migrasi
dari
sejumlah besar P. multidens dari perairan sebelahutara Australia ke perairan wilayah tirnur Indonesia.
Umur dan pertumbuhan
Beberapa hasil penelitian umur dan pertumbuhan genus Lutjanus dan
Pristipomoides di beberapa perairan dengan menggunakan metode yang berbeda-
beda disajikan pada Lampiran 1. Telah diketahui bahwa dugaan umur tahunan pada
ikan tropik umumnya sulit dilakukan karena tidak membentuk lingkaran tahunan
(annual rings) dalam struktur otolith, dan pola microstructurenya juga sulit
diinterpretasi karena pertumbuhan hariannya (daily growth increments) sangat kecil
(Pannella, 1974; Brothers et al., 1975; Morales-Nin dan Ralston, 1990; Campana,
1985; Lloyd et at., 1996). Mesh demikian dengan tehnologi khusus dapat diduga
urnur ikan-ikan tropik walaupun pada ikan berumur panjang (longer-lived fishes)
seperti Lutjanidae underestimate. Dugaan umur ikan Lutjanidae ini berkisar antara 3
tahun lebih sampai 32 tahun tergantung spesies. Perturnbuhan umumnya sangat
lambat dengan nilai K (parameter pertumbuhan, laju pertumbuhan) antara 0.13-0.39
per tahun. Di Great Barrier Reef ikan jantan L. adetii dan L. quinquelineatus
turnbuh lebih besar dibanding ikan betina (Newman et al., 1996). Menurut Edvktrds
(1985), umur dan parameter pertumbuhan L. rnalabaricus bervariasi menurut area
dan Qdalam suatu area sendiri. Belum ada studi umur dan pertumbuhan ikan lutjanid
Kebiasaan makan
Ikan Lutjanidae umumnya merupakan predator aktif pada malam hari (nocturnal)
dan pisivor @od consumption) yang penting selain
ikan
h a n g sepertiHolocentridae, Serranidae dan Lethrinidae (Sale, 1991). Mangsa berupa invertebrata
dan ikan-ikan mobil yang tinggal dan beragrdgasi di sekitar h a n g (Choat dan
Bellwood, 1991). Menurut Sumiono et al. (2000) selain Stomatopoda, Gastropods
dan invertebrata lain, L. malabaricus memangsa kepiting, larva ikan dan udang; L.
erythropterus memangsa kepiting dan larva ikan; sedang L. sebae memangsa udang.
Struktur Populasi
Data struktur genetik populasi sangat membantu dalam menetapkan rencana
manajemen stok yang tepat. Elliot (1996) dan Lloyd et al. (1996) mengembangkan
studi tersebut bagi perikanan Kakap merah (Red snapper, L. malabaricus) laut dalam
dan ikan gandola (Gold-band snapper, P. multidens) di Australia berdasarkan metode
allozyme dan polimorfisme DNA mitochondria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
di perairan sebelah utara Australia ditemukan penstrukturan genetik yang jelas dari
populasi L. malabaricus (multiple stocks); populasi pantai timur Queensland berbeda
(distinc) dengan populasi Teluk Karpentaria dan paparan barat laut (Elliot, 1996).
Stok P. multidens yang ditemukan di perairan Indonesia dan Australia juga berbeda;
untuk populasi Australia sendiri stok di selutar Kimberley (wilayah barat daya
Australia) berbeda secara genetik dengan stok Teluk Karpentaria dan wilayah barat
alami yang terbentuk merighti perubahan geologi
dan
fluktuasi permukaan laut (sealevel) atau tingkat penangkapan di masa sebelurnnya. Dari penelitian terakhir dengan
menggunakan genom mtDNA di wilayah timur Indonesia (Bali, Nusatenggara dan L.
Arafura) dan perairan sebelah utara Australia (kerjasama penelitian antara
pemerintah Indonesia, dilaksanakan oleh Balai Besar Budidaya Pantai Gondol Bali
dan Balai Penelitian Perikanan h u t Jakarta, dengan Australia, dilaksanakan oleh
CSIRO-ACIAR), diperkirakan terdapat empat unit stok yang berbeda secara genetik
(discrete group) dari populasi L. malabaricus
dan
L. erythropterus serta empat ataulima unit stok dari P. multidens. Perlu konfimasi lebih lanjut tentang batas sebaran
geografis dari setiap unit stok (Anonim, 2001).
2. Distribusi dan perikanan
Kakap merah (L. malabaricus) tersebar luas di perairan Indo-Pasifik barat, yaitu
dari Kepulauan Fiji sampai Laut Arabia dan dari Australia sampai Jepang (Allen,
1985). Di Indonesia, data distribusi-kelimpahan yang cukup lengkap untuk species L.
malabaricus (sebelumnya dengan narna Lutjanus sanguineus dan telah Qkoreksi oleh
Pauly et al., 1996) dapat diperoleh
dari
hasil survey demersal (trawl) denganmenggunakan KM. Mutiara
N
di Laut Jawa dim Laut Cina Selatan bagian selatantahun 1976-1979 (Loose dan Dwiponggo, 1977; Beck dan Sudradjat, 1978;
Sudradjat dan Beck, 1978; Dwiponggo dan Badrudin, 1980).
Di wilayah ini L. malabaricus dapat dijumpai harnpir Q setiap stasiun trawl
nnjauan Pusraka 12
cendenmg ditemukan
di
perairan yang lebih dalam. Pola pengkonsentrasiandemikian juga dikemukakan oleh Bianchi et al. (1996). Kontribusi kakap merah (L.
malabaricus) dalam hasil tangkapan Lutjanidae di berbagai wilayah perairan tersebut
disajikan pada Gambar 2. Persentase yang tinggi terdapat di Teluk Jakarta (97%),
Laut Jawa bagian barat sebelah tirnur Sumatra Selatan-Lampung (96%) dan di
perairan sebelah timur P. Laut (85%). Dengan spesifikasi trawl yang berbeda, tiga
spesies ditemukan dominan
dalam
hasil tangkapan Lutjanidae di perairan sebelahtimur Balikpapan (Selat Makasar), yaitu L. johni, L. malabaricus dan L.
erythropterus, masing-masing 35%, 15% dan 30% (Wiranata, 1996).
Gambar 2. Kontribusi kakap merah, L. malabarim (dalam %) dalam hasil tanskapan Lutjanidae dengan men- trawl di wrlayah perairan Indonesia bagian barat (Keterangan : A. Pantai Utara Jawa; B. Teluk Jakarta, C. L. Jawa bagian barat, D. L. Jawa bagian tengzih dan timur, E. Bangka-Belitung, F. L. Cina Selatau, G. Pantai selatan Kalimautan, H. Pantai barat Kalimantan, I. Timur P. Laut, J. Timur BWapan).
Aktivitas penangkapan kakap merah di Indonesia telah berkembang sejak sepuluh
tahun terakhir, daerah penangkapan juga sernakin luas. Di wilayah barat daerah
timur dan perairan sebelali timur Balikpapan; sedang di wilayah tirnur terdapat di L.
Arafura, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tenggara. Penangkapan umumnya dilakukan
secara tradisional dengan alat tangkap pancing ulur (handline), dropline, rawai dasar
(bottom longline), gillnet dasar (bottom gillnet) dan bubu (trap) (small-scalefishery);
sedang penangkapan dengan menggunakan trawl (skala menengah) terutama
dilakukan di wilayah b u r Indonesia. Dari beberapa laporan kontribusi kakap merah
dalam hasil tangkapan Lutjanidae oleh berbagai sistim perikanan di Indonesia
bervariasi seperti tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Kontribusi kakap merah, L. malabaricus (dalam %) dalm h a d tantangan
Lutjanidae di beberapa wilayah perairan Indonesia dan Australia
Wilayah Perairan
Wilayah Barat :
L. Jawa sampai Kalimantan
Bawean Bali
Wilayah Timur: L. ArafUra
Nusatenggara
Lombok-Sumbawa
Sulawesi Tenggara
Utara Sumbawa Besar
Selatan Sumbawa
Australia :
Teluk Karpentaria, Northern Territory
Species
L. malabmancus L. erythropterus L. malabmicus Lutjrmus
L. malabaricus, L. erythropterus, P. multidens dan P. trpus
L u t j m s Pristrpomoides L. malabmClllcus L. b o M P. multidens L. malabaricus, L. erythropterus, L. argentimacuhtus L u @ m s
L. gibbus
L. malabm.cus. L. erythroptems Persen 60 30 22 50 21 50 20 11 - Domi- nan 29 59 Target species Alat Tangkap Pancing Pancing ulur
-
Trawl Drop-line Pancing ulur, rawai dasar Bubu, pancing ulur Pancingulur Pancing ulur Trawl, trap SumberHerianti dan Djamal (1993)
Djamal et al. (1993) Parwati et al. (1993)
Budihardjo et al. (1 993)
Budihardjo dan Budiman (1 993) Sumiono et al. (2000)
Hartati dan Pralampita (1 994)
Budihardjo et al. (1993)
Budihardjo et al. (1 993)
3. Konsep 'Stok'
Dalam ilrnu perikanan populasi ikan yang dieksploitasi di suatu wilayah perairan
umumnya disebut stok yang dalam pengertian ekologi sinonim dengan populasi atau
sekelompok individu ikan
dari
suatu spesies. Berlandaskan defmisi tersebutdiasumsikan bahwa stok ikan selalu melimpah (harvestable surplus) serta memiliki
pola rekrutmen dan mortalitas yang jelas. Konsep demikian telah mendominasi
manajemen perikanan selama 50 tahun (Gulland. 1983), yaitu manajemen peIlkanan
untuk kondisi sesaat (short-term management). Dalam sejarah perikanan sering
terjadi kesalahan pengelolaan yang berakibat kolapsnya perikanan akibat kesalahan
dalam mendefinisikan stok, misalnya problem klasik stok tercampur (mixed stock)
pada perikanan Atlantic salmon (Salmo salar), adanya dua stok pemijah (spawning
stocks) pada Atlantic herring (Clupea harengus) (Bermingham, 1990), dan berbagai
problem perikanan lain yang kesemuanya berhubungan dengan subdivisi populasi
ikan dan unit stok. Allendorf et al. (1987) telah menegaskan bahwa strategi
manajemen perilcanan yang tepat hams rnempertimbangkan struktur genetik populasi
mengingat kenyataan adanya unit-unit populasi (breeding units atau unit stok) yang
secara genetik terpisah dan menimbulkan adanya variasi dalam pemijahan, rekrutmen
dan karakteristik biologi lainnya dari stok ikan yang dieksploitasi. Sehubungan
dengan ha1 tersebut secara genetik dalam suatu unit stok (subpopulasi) tidak terdapat
rintangan aliran gen (gene flow), tetapi diantara unit stok terdapat rintangan yang
Tinjauan -aka 15
untuk menjamin hasil yang optimum dan berkelanjutan serta konservasi sumber daya
(long-term management). Mustafa dalam Mustafa (1999) juga menegaskan konsep
pengelolaan perikanan berbasis stok berdasarkan fakta adanya variabilitas yang tinggi
dalam diversitas genetik pada ikan laut serta pengetahuan bahwa pada suatu populasi
dengan sebaran geografi yang luas dan kontinu ternyata tidak selalu homogen secara
genetik dan kemungkinan terdapat batas-batas breeding (breeding barrier) karena
terdapat lebih dari satu stok pernijah (multiple spawning). Ditambahkan, pada
populasi ikan yang terdiri dari stok-stok diskrete dimana masing-masing memberi
hasil yang bebas satu sama lain, konsep stok tersebut pada dasarnya sangat penting
untuk tujuan menyeimbangkan impak pemanenan dan upaya mencapai stabilitas
ekonomi. Heincke dan Hjort (dalam Sinclair, 1988) sebelumnya telah mengusulkan
bahwa spesies hams dikelola pada tingkatan subspesifik.
Beberapa d e f ~ s i stok telah diusulkan dengan latar belakang berbeda-beda.
Manager perikanan mendefinisikan, "Stok adalah kelompok ikan yang dieksploitasi
di suatu area spesifik atau oleh metode spesifik W e r y stock)" (Smith et al., 1990).
Definisi ini mempermudah dalam pengumpulan data hasil tangkapan dan upaya
(catch-eflort data), tetapi tidak mencerminkan pen- spesies yang jelas.
Terkait dengan ha1 ini Ihsen et al. (1981) mengusulkan konsep stok biologi (biology
stock) : "Stok adalah sekelompok individu intraspesifik yang melakukan perkawinan acak (random mating) dengan integritas spatial dan temporal". Berdasarkan konsep
Tinjauan fistaka 16
yang disebut stok panenah (harvest stock) dan stok dengan derajat integritas tinggi
yang disebut stok genetik (genetic stock). Tekanan penangkapan pada suatu stok
panenan dianggap tidak berpengaruh pada stok panenan lainnya (Gauldie, 1988);
sedang stok genetik merupakan unit yang terisolasi secara reproduksi dan berbeda
secara genetik dengan stok lainnya (Ovenden, 1990). Menurut konsep stok genetik
diversitas genetik antar dan intra populasi merupakan bagian dari biodiversitas.
Dalam pelaksanaannya, aplikasi unit stok dalam manajemen perilcanan juga
bergantung pada data populasi yang tersedia untuk memperkirakan stok secara
terpisah, dan pembatas sosio-esonomi dan politik.
4. Struktur Genetik Populasi
Unit stok, sekelompok individu atau sub kelompok dari suatu species yang
merniliki kesamaan dalam struktur atau pola genetik (genetic pool), dapat dipelajari
berdasarkan fiekuensi genetik dari setiap gen yang terlibat dalam ekspresi fenotipik.
Pada tingkat molekuler (DNA) ikan laut menunjukkan variabilitas genetik walaupun
dalam derajat yang lebih rendah dibanding ikan air tawar baik pada level
supraspesifik maupun taksa kelompok individu (populasi dan subpopulasi) dimana
pada tingkat protein (studi a l Z o ~ e ) tidak terlihat. Menurut Graves et al. dalam
Saunders et al. (1986), terdapat variabilitas genetik yang disebabkan oleh aliran gen
(gene flow) inter-oseanik serta menimbulkan diferensiasi genetik.
Berdasarkan sifat polirnorfisme DNA mitochondria, variabilitas genetik populasi
Rnjauan Plrstaka 17
(variabilitas intrapopulasz) dan variabilitas antar populasi (divergensi interpopulasi).
Model matematiknya diturunkan dari model infinite-allele (dari produk
elektroforesis) yang diterapkan pada data situs restriksi (restriction site). Variabilitas
intrapopulasi dinyatakan dengan parameter diversitas haplotipe atau diversitas
nukleon (h), banyaknya nukleomorf (unit polimorfisme pada nukleon yang terdapat
dalam bentuk pola situs restriksi), jurnlah rata-rata perbedaan situs restriksi, jumlah
segregasi situs restriksi atau jumlah situs restriksi polimorfis dalam sejumlah sample
nukleon. Nukleon merupakan suatu segmen DNA, identik dengan gen dalam DNA
inti (nuclear DNA), yang dicirikan oleh peta situs restriksi, restriction site map, atau
jumlah dan ukuran fiagmen DNA. Divergensi interpopulasi dipelajari berdasarkan
parameter jarak genetik (genetic distance, 6) dan analisis statistik (sampling varian)
terhadap perbedaan situs restriksi (Nei dan Tajima, 1981). Nei dan Tajima (1981)
menambahkan bahwa variabilitas genetik nukleon berhubungan dengan laju mutasi
per nukleon dimana perubahan situs restriksi terjadi secara evolusioner dan
disebabkan oleh substitusi, insersi (insertion) atau penghapusan (deletion) nukleotida.
Jenis dan jumlah enzim restriksi yang sama digunakan dalam analisis sampel untuk
membandingkan nilai parameter diantara nukleon atau organisme yang berbeda.
Variasi mtDNA intra dan interspesifik berdasarkan analisis enzim restriksi telah
banyak dilaporkan, antara lain pada manusia digunakan untuk mencirikan populasi
lokal, membedakan ciri individu, variasi etnik, pengelompokan etnik dan menduga
Tinjman PksCaRa 18
bentuk-bentuk morf
~ ~ D N A
khusus
untuk kemudian mengelompokkamya kedalamgroup menurut skala geografik (Bermingham, 1990). Studi variabilitas mtDNA pada
Teleostei dan Invertebrata dilaporkan oleh beberapa peneliti, antara lain Bermingham
dan Avise (1986), Saunders et al. (1986), Ferris dan Berg (1987), Gyllensten dan
Wilson (1987), Renno et al. (1990), Elliot (1996), Lloyd et al. (1996), Lloyd et al.
(1999), Effenberger dan Suchentrunk (1 999).
5. FiIogenetik Molekuler
Studi analisa DNA telah diterapkan pada berbagai bidang seperti kedokteran,
forensik, arkeologi, farmasi, pertanian, peternakan dan perikanan. Dalam bidang
perikanan genom mtDNA digunakan untuk mengukur hubungan kekerabatan diantara
takson baik di dam maupun lingkungan budidaya, studi taksonomi dan genetika
populasi (Ferris dan Berg, 1987; Bermingham, 1990; Billington dan Hebert, 1990).
Kelebihan dari penggunaan mtDNA ini dikarenakan mtDNA tidak dipen-
perubahan lingkungan dan faktor pertumbuhan serta lebih sensitif Hampir semua
bagian tubuh dapat digunakan sebagai jaringan contoh dan dapat digunakan dalam
waktu lama meskipun prosedurnya rumit dan mahal. Penggunaan tehnik molekuler
tingkat DNA juga menambah dimensi baru dalam penyusunan filogeni dan
reklasifikasi filogeni organisme karena lebih teliti dan akurat, selain itu telah
melahirkan interes baru dalam pengujian tentang hipotesis mekanisme evolusi.
Algoritma dasar dalam rekonstruksi pohon filogenetik didasarkan pada asumsi
i
Tinjauan Ptcsfaka
fahion dengan derajat hivergemi gen menyimpang selama t generasi, maka
diperkirakan gen terpisah dani nenek moyang umumnya selama generasi (Hartl dan
Clark, 1997). Asumsi ini dipakai dalam menerapkan metode rekonstruksi pohon
filogenetik yang didasarkan pada ukuran jarak genetik.
Salah satu metode yang sederhana adalah metode jarak rata-rata, Unweighted
pair-group method with arithmetic mean (UPGMA method) atau disebut metode
least square. Dengan asumsi bahwa seluruh sekuen berevolusi dengan iaju sama
metode ini meminimalkan deviasi dari jumlah kuadrat statistik (sum of square).
Topologi pohon disusun berdasarkan rnatrik jarak secara berpasangan (pairwise
distances matrzk), sedang pengklusteran dimulai dari takson yang memiliki jarak
genetik terkecil hingga terbesar. Panjang percabangan diduga menurut cara Fitch-
Margoliash dalam Hartl dan Clark (1997).
6. Struktur dan fungsi DNA mitochondria (mtDNA)
Mitochondria merupakan organel sitoplasma yang urnum terdapat dalam sel
eukariot, bersifat semiotonom, yakni mempunyai DNA dan ribosome sendiri
sehingga mampu melakukan sintesis enzim untuk berlangsungnya proses-proses di
dalam organel ihi sendiri. Ukuran dan struktur mirip sel bakteri, terbungkus oleh dua
lapis membran dimana membran dalam membentuk lipatan (sista) sebagai tempat
berlangsungnya respirasi. Berbeda dengan DNA inti yang berbentuk garis (linear
nuclear DNA), pada Vertebrata genom mtDNA berupa spesies duplek (pilin ganda)
Tinjauan Pustaka 20
pada beberapa spesies Alga dan Ciliata yang berbentuk garis. Genom mtDNA
tersusun sebagai unit translasi dengan kode genetik tersendiri yang berbeda dengan
kode genetik universal dalam inti (Ferris dan Berg, 1987; Bermingham, 1990;
Billington dan Hebert, 1991), dan merupakan molekul polimer yang terikat secara
kovalen berukuran antara 15.000-1 8.000 bp (base pairs, pasang basa).
Genom mtDNA terbagi menjadi dua daerah, yaitu daerah coding (90 % dari
seluruh genom)
dan
daerah non coding (10 %) yang terdiri dari non coding majordan
minor. Daerah coding terdiri dari 37 gen dimana 2 gen mengkode RNA ribosome
(12s rRNA, 16s rRNA), 22 gen mengkode RNA transfer dan 13 gen mengkode
polipeptida (protein). Daerah non coding major merupakan awal replikasi rantai
berat (H-strand) dm awal tmnskripsi kedua rantai; sedang suatu segrnen kecil dan
spesifik dari daerah non coding minor yang disebut D-loop (displacement loop) atau
daerah kontrol (control region) merupakan awal replikasi L-strand, posisinya 5,7 kb
dari awal replikasi H-strand. Region D-loop terbentuk akibat penggantian rantai
berat (H-strand) pada rantai induk dan membentuk struktur 3-strand (triplex D-loop).
Region D-loop bersifat hipervariabel (laju evolusi tinggi) dibanding region
lainnya, ini disebabkan oleh substitusi basa, insersi dan delesi yang terjadi sangat
cepat. Sifat ini sangat baik untuk menerangkan hubungan filogenetik =tar populasi.
Laju substitusi nukleotide pada manusia kira-kira 2,8-5 kali, pada bovine mencapai
Berg (1987), laju evolusi mtDNA pada Marnmalia mencapai 5-10 kali lebih cepat
dibanding laju evolusi DNA inti.
Pada sel eukariotik jumlah molekul mtDNA sangat sedikit, yakni hanya 1 % dari
DNA total (DNA inti dan mtDNA) atau antara 5-10 untai per organel, tetapi jumlah
ini dapat digandakan sehingga mudah diisolasi dan purifikasi. Meskipun jumlahnya
sedikit tetapi sangat penting bagi biologi perikanan karena memiliki derajat
polimorfisme tinggi (laju evolusi cepat) serta memiliki informasi dan ciri genetik
lebih banyak. Sifat ini sesuai untuk pemecahan masalah ekologis yang terkait unit
populasi, filogeografik, stock discreteness, pola migrasi, hibridisasi antar stok,
sistimatik dan sebagai penanda genetik stok (genetic marking of stocks) (Ferris dan
Berg, 1987; Bermingharn, 1990).
Genom mtDNA bersifat haploid dan ditunurkan secara generatif melalui sel telur
(maternal inheritence), tetapi distribusinya bersifat bebas selektif (selective
independent) terhadap genom inti (Ferris dan Berg, 1987). Sifat maternal inheritence
berarti tidak mengalami rekombinasi seperti DNA inti sehingga variasi intra-
individual (heteroplasmi) amat jarang terjadi. Oleh karena itu genom mtDNA selain
digunakan dalam studi variasi genetik populasi,. identifikasi stok dan migrasi ikan,
juga sangat membantu dalam penelusuran garis keturunan maternal dan sebagai
Tinjauan Pustaka 22
7.
Enzim
restriksi (rekction endonuclease)Enzim restriksi adalah enzim yang dapat memotong DNA pada sekuen spesifik
sehingga dihasilkan fiagmen-fragmen nukleotida yang lebih pendek dengan ukuran
tertentu (enzim pemotong). Enzim restriksi dapat mengenal sekuen 4-baa, 5-basa
atau 6-basa,
dan
akan memotong molekul DNA di tempat manapun yang dikenal.Pemotong 4-baa biasanya menghasilkan 3-6 kali lebih banyak fiagmen dibanding
pemotong 6-basa (Ferris dan Berg, 1987). Dapat dilcatakan, enzim restriksi
merupakan 'tool' prinsip dalam analisis genom mtDNA.
Enzirn restriksi dapat diisolasi dari mikroorgamsme (bakteri), misalnya enzim Xba
I diisolasi dan Xanthomonas badrii. Enzim ini dapat mengenal
dan
memotongsekuen nukleotida TACTAGA (tanda '^' menunjukkan titik pemotongan atau
cleavage). Pada Salmo gairdneri pemotongan enzim Xba I menghasilkan 6 fiagmen
dengan ukutan masing-masing 5690,3080, 2310, 1480 dan 690 bp (Gyllensten dan
Wilson, 1987); pada genus Salmo enzim Mbo I ("GATC) dapat mengenal
dan
menghasilkan fiagmen 25 bp.
Keuntungan utama dari tehnik restriksi adalah hanya diperlukan material sangat
sedikit, lebih sensitif (memunglunkan deteksi fragmen 30 bp)
dan
dapat mendeteksimtDNA dari DNA sellular; narnun demikian diperlukan lebih banyak jenis enzim
restiksi. Tehnik lain seperti Southern yang dilakukan melalui prosedur endlabeling
(dikembangkan oleh Brown) memakan waktu lebih lama (Ferris dan Berg, 1987).
- Tinjauan fistaka 23
berkembangnya teknologi DNA rekombinan (genetic engineering) dan tehnik PCR
(Polymerase Chain Reaction).
8. Analisa DNA dan Tehnik
PCR
(Polymerase Chain Reaction)Prosedur awal dalam analisa mtDNA dilakukan untuk memecah genom DNA
menjadi fi-agmen-fi-agmen spesifik yang ukurannya kecil (ekstraksi). Tahap
berikutnya adalah isolasi dan amplifikasi. Isolasi adalah tahap pemisahan sekuen
DNA target (mtDNA) dari total DNA hasil ekstraksi (DNA inti dan mtDNA), sedang
amplifikasi yaitu proses perbanyakan (sintesis) sekuen mtDNA. Isolasi dan
amplifikasi dapat dilakukan secara in vitro dengan menggunakan tehnik PCR
(Polymerase Chain Reaction), atau in vivo melalui t e h k kloning pada sel hidup.
Tahap ekstraksi clan isolasi merupakan tahapan penting yang sangat menentukan keberhasilan analisis. Jaringan contoh yang digunakan dapat berupa hati, otot, sirip,
darah, sel kultur atau jaringan lain, baik dalam kondisi segar, telah difiksasi ataupun
beku. Penggunaan jaringan dalam keadaan beku atau diawet biasanya dipilih karena
prosedur analisa hams dilaksanakan di tempat yang bersih dengan menggunakan
peralatan khusus.
Pada prinsipnya t e h k PCR adalah proses enzimatis untuk memperbanyak DNA
dengan memanfaatkan sifat replikasi DNA dan perubahan fisik DNA terhadap suhu.
Proses ini dibantu dengan enzim Tag-DNA polymerase pada tahap ekstensi
polinukleotida primer (Stansfield, 1983; Alberts et al., 1989; Arnheim, 1990;
Rnjauan Pustaka 24
terjadi jika terdapat untai tunggal DNA yang bertindak sebagai cetakan (template)
dan
energi pembangun basa (dNTP). Enzirn DNA polimerase membantu dalampembentukan DNA untai lainnya yang merupakan komplemen dari template DNA.
Reaksi in. ham dimulai dengan suatu pemula (primer) yang merupakan potongan
pendek DNA terdiri dari 20-30 nukleotida. Primer melakukan hibridisasi pita secara
berpasangan dengan sekuen tertentu yang mengapit (flanking) daerah DNA target
amplifikasi pada tiap pita DNA.
Siklus pokok PCR berlangsung dalam tiga tahap, yaitu denaturasi template pada
suhu tinggi (94-97 "C), annealing oligonukleotida primer pada suhu rendah (55-72
"C),
dan
ekstensi DNA-polimerase primer pada ujung 3' yang berlangsung pada suhuintermediate (72 "C). Siklus diulang sebanyak 25-30 kali. Pada tahap denaturasi,
untai DNA pilin ganda dibuka melalui pemanasan sehingga pita DNA terpisah; pada
tahap annealing terjadi pelekatan primer pada template DNA; akhirnya pada tahap
ekstensi enzim Taq-DNA polymerase aktif memperpanjang primer membentuk
untaian pasangan basa sepanjang sekuen DNA target. Dari keseluruhan proses
jurnlah DNA target yang dihasilkan meningkat secara eksponensial karena template
yang baru akan terbentuk pada setiap siklus.
Kelebihan tehnik PCR adalah proses isolasi cepat, jurnlah sekuen DNA yang
dihasilkan dapat mencapai 300.000 kopi, sangat sensitif dalam mendeteksi sekuen
DNA target dari sampel dan tidak memerlukan enzim lain selarna siklus. Selain itu,
Tinjauan Pustaka 25
meminimumkan ekstensi primer yang talc sebanding dengan template (Zyskind dan
Bernstein, 1993). Dalam prosedur PCR ini, struktur sekunder dari template DNA
yang dapat menghalangi aktivitas enzim polimerase juga akan direduksi melalui
denaturasi sekuen pada suhu tinggi; namun demikian beberapa faktor hams
diperhatikan supaya pita-pita yang dihasilkan baik dan utuh, antara lain konsentrasi
DNA, ukuran clan komposisi basa primer dan suhu hbridisasi (kondisi PCR).
Kombinasi antara tehnik PCR dengan pnggunaan enzim restriksi atau tehnik
sequensing nukleotida mampu menghasilkan karakter data DNA yang sangat
membantu menjelaskan hubungan filogenetik diantara takson. Penggunaan enzim
restriksi untuk memotong sekuen mtDNA teramplifikasi (metode RFLP, Restriction
Fragment Length Polymorphism) diterapkan untuk melihat perbedaan profil dan
ukuran fiagmen DNA dari individu yang berbeda; sedang tehmk lain, yaitu metode
fingerprinting RrLPD (Random Ampl$ed Polymorphic DNA) diterapkan untuk
melihat perbedaan hasil amplifikasi dari individu yang berbeda dengan menggunakan
METODE PENELITIAN
1. Area studi: Laut Jawa
Laut Jawa merupakan dangkalan benua yang terletak di sebelah tenggara Sunda
Shelf dengan kedalaman rata-rata 40 m dan memiliki stabilitas hidrologi yang
berasosiasi dengan regim iklim. Pada tiga sisinya dibatasi oleh tiga pulau besar, yaitu
Sumatra, Jawa dan Kalimantan; di sebelah barat berhubungan dengan Samudera
Hindia melalui Selat Sunda dan ke arah utara berhubungan dengan Laut Cina Selatan
melalui Selat Karimata, di sebelah timur bebas terbuka dengan Laut Flores dan Selat
Makasar (Gambar 3). Kondisi geografi Laut Jawa seperti tersebut di atas telah
memberi konsekuensi ekologi yang berupa produktivitas perairan yang tinggi. Di
perairan ini juga banyak ditemukan pulau dan terurnbu karang. Dasar laut agak
miring ke arah timur dimana kedalaman maksimal ditemukan di sebelah utara P.
Madura. Dasar laut sebagian besar terdiri dari lapisan lumpur tebal, namun di
sebelah selatan Kalimantan lapisan lumpurnya tercampur dengan runtuhan karang
(Boely et al., 1991). Terdapat dissimetri yang jelas antara pantai Kalimantan dan
Jawa, namun area perairan dangkal di bagian utara lebih luas dibanding bagian
selatan (Durand dan Petit, 1995).
Di Laut Jawa terdapat dua sumber variabilitas yang penting, yaitu modulasi
regional dari m u s h clan impak massa air tawar yang mengakibatkan pola angin da