• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah, Lutjanus malabaricus (Lutjanidae) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah, Lutjanus malabaricus (Lutjanidae) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa"

Copied!
234
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)

VAEUASI GEOGaAFIK DALAM S'FBUKTUR GENETIK POPULASI IKAN KAKAP MERAH, Lutjanus malabaricus,

(LUTJANIDAE) DAN INTEkWSI LINGKUNGAN DI LAUT JAWA

SUWARSO

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(124)

SUWARSO. Variasi Geografik dalam Struktur Genetik Populasi ikan Kakap Merah,

Lutjanus malabaricus (LUTJANIDAE) dan Interaksi Lingkungan di Laut J a w .

Dibimbing oleh RICHARDUS F. KASWADJI, KADARWAN SUWARDI dan

KETUT SUGAMA.

Penelitian tentang variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap

merah (Lutjanus malabaricus, LUTJANIDAE) dan interaksinya dengan kondisi perairan

Laut Jawa berdasarkan karakter polimorfisme yang terdapat pada region control

mtDNA (D-loop) dan kajian tentang kondisi lingkungan perairan Laut J a w .

Penelitian bertujuan untuk menentukan unit-unit stok ikan yang dieksploitasi

guna

keperluan pengelolaan perikanannya secara tepat di wilayah ini. Karakter

polimorfisme diperoleh dari analisis RFLP (Restriction Fragment Length

Polymorphism) terhadap sekuen yang teramplifikasi dengan menggunakan tiga jenis enzym restriksi (Alu I, Nla

III

dan Xba I). Genom mtDNA'diekstrak dari daging ikan contoh yang dikumpdkan di lapangan dan mewakili lima populasi ikan di Laut Jawa,

yaitu populasi Blanakan, Batang, Banyutowo, Tuban dan Kotabaru. Amplifikasi

genom dilakukan melalui proses PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan

menggunakan primer spesifik TDKD & PRO.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat variabilitas genetik pada 81 ikan contoh

yang mencirikan polimorfisme genom mtDNA. Dari tip-tipe restriksi yang

Qtemukan, setiap tipe restriksi berbeda dalam jumlah situs clan fragmen restriksi. Pada keseluruhan populasi teridentifikasi 11 clone haplotge, sedang pada tingkat populasi 5-6 haplotipe. Melalui analisis kluster (metode Mmimum likelihood) terhadap data presence-absence situs restriksi, keseluruhan haplotipe dapat

dikelompokan menjadi tiga Clonal Group. Distribusi frekuensi dari setiap haplotipe

bervariasi menurut populasi contoh. Clonal group 3 (terdiri dari 7 haplotipe, dua

diantaranya dominan) menentukan ciri populasi, semakin ke arah ke timur

dominasinya makin kecil. Diversitas haplotipe (h) tingkat populasi antara 0.60-0.76 (rata-rata 0.70

+

0.066), sedang untuk tingkat regional (seluruh populasi) lebih tinggi sebesar 0.78; untuk populasi ikan di wilayah timur cenderung lebih tinggi.

.

Didasarkan pada data jarak genetik interpopulasi dan dengan menggunakan

metode jarak rata-rata (Unweighted Pair group method by average, UPGMA method) diduga terdapat tiga unit stock ikan Kakap merah di Laut Jawa: Unit Stok 1: populasi

Blanakan, Batang dan Banyutowo; Unit Stok 2: populasi Kotabaru; Unit Stok 3:

populasi Tuban. Rata-rata jarak genetik diantara tiga populasi Blanakan, Batang dan Banyutowo umumnya lebih kecil (0,0345-0,1187) dibandmg antara populasi Tuban

dengan ke empat populasi tersebut (0.6976-1.8284); sedang antara populasi

(125)

Pentrukturan genetik demikian juga ditegaskan melalui analisis varian molekuler

(AMOVA) yang menyatakan perbedaan sangat nyata antara varian genetik

(<PST)

populasi Tuban dengan keempat populasi lainnya. Dengan landasan asumsi yang mendasarinya diperkirakan gene flow diantara ke lima populasi contoh tidak terjadi secara bebas, tetapi ada restriksi gene flow pada populasi Tuban (oceanic stock) dan Kotabaru. Pola subdivisi genetik demikian menyatakan evolusi haplotipe yang

merupakan refleksi dari perubahan molekuler didalam situs restriksi. Perubahan

molekuler teridentifikasi pada populasi wilayah timur (Kotabaru), yaitu munculnya satu haplotipe terlcini yang tidak ditemukan pada populasi lain; profil restriksi dan fiekuensinya menjelaskan ha1 tersebut.

Penstruklman genetik seperti tersebut di atas diperkirakan berinteraksi dengan dissimetri Laut Jawa dan pemolaan kondisi perairan (terutama salinitas) akibat

pengaruh massa air salinitas tinggi dari timur (Laut Flores) dan pengaruh massa air

taw dari daratan Kalimantan. Massa air salinitas tinggi dari Laut Flores telah membentuk habitat demersal yang bersifat oceanic (salinitas tinggi) di perairan utara Tuban ke timur hingga utara Madura dimana kedalaman maksimal ditemukan, sedang massa air tawar selain membentuk massa air dengan salinitas lebih rendah juga memberi efek pengkayaan nutrien di perairan sekitar Kotabaru, pada musim barat terutama akibat massa air tawar daratan Kalimantan dan pada m u s h tenggara akibat upwelling di perairan sebelah barat daya Sulawesi. Dengan demikian kemunglunan terdapat barier geografi yang menyebabkan isolasi genetik pada ke tiga Unit Stok sehingga aliran gen (gene flow) diantara ke tiganya terhalang (breeding barrier). Kondisi demikian diduga juga telah memberi kontribusi te rjadinya evolusi molekuler pada populasi Kotabaru, yaitu munculnya haplotipe terkini (BCB). Namun demikian konfirmasi subdivisi genetik dan interaksinya dengan hidrologi perairan

akan bergantung pada peningkatan dalam lokasi contoh, jumlah ikan contoh, jurnlah enzym restriksi serta studi terinci tentang oseanografi secara menyeluruh baik di lapisan dalam maupun permukaan.

Dari fakta adanya penstrukturan genetik populasi ini strategi manajemen perikanan sebaiknya dilaksanakan secara lokal menurut unit stok (breeding unit). Namun demikian, belurn diketahui status populasi ikan di Laut Jawa bagian tengah (P. Bawean, Kep. Masalembo, P. Matasirih), serta populasi lain di sekitar Laut Jaw.

Data dan informasi tentang llfe history dan dispersal larva/juvenil sangat diperlukan

(126)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah,

Luganus malabaricus (Lutjanidae) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan

untuk kepentingan lain. Semua sumber data clan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas

dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Suwarso

(127)

VARIASI GEOGRAFIK DALAM STRUKTUR GENETIK

POPULASI IKAN KAKAP MERAH,

Lutjanus

malabaricus,

(LUTJANIDAE) DAN INTERAKSI LINGKUNGAN DI

LAUT JAWA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(128)

Judul Tesis : Variasi geografik dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah, Lutjanus malabaricus (Lutjanidae) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa

Nama Mahasiswa : Suwarso

N R P : 99611

Program Studi : Ilmu Kelautan

Menyetujui : 1. Komisi Pemb

f l

(Dr. Ir. Richardus F. Kaswadii, ~ s c . ) Ketua

(Dr. Ir. Kadarwan Suwardi)

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu Kelauta r Program Pascasarjana

4 2 4 .

Y

.

-

-

(Dr. Ir. John Pariwono) 0 )
(129)

Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 21 Desember 1955 sebagai putra

kelima dari pasangan S. Mawardi dan Djami'ah. Telah d i W a i tiga orang putri :

Nastiti Indri Pramulati, Indrastiwi Pramulati dan Tyas Mulati Gumanti, buah

.

pernikahannya dengan Ida Ulfa Mulati. Pendidikan sarjana ditempuh pada tahun

1976 pada Fakultan Biologi, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan lulus

tahun 1984. Pada tahun itu juga mulai bekerja sebagai Staf Peneliti pada Balai

Penelitian Perikanan Laut Jakarta dalam bidang Biologi Perikanan. Pada tahun 1999

mendapat kesempatan men- progrm pendidikan Pascasarjana Institute

Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Kelautan, melalui program pendidikan

jangka panjang Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, yang dibiayai oleh

Proyek ARM. Beberapa proyek kerjasama penelitian yang pernah diikuti adalah

Coastal Resources Management Project (Segara Anakan, 1986-1987), Java Sea

Pelagic Fishery Assessment Project (1 99 1

-

1 996) clan Terubuk Fishery Project (Riau,

1995-1996); disamping workshop dan pelatihan jangka pendek dalam bidang Biolog

Perikanan: Otolithometry (LASA-IFREMER, Brest, 1996 dan 1997), Fish Aging &

life history (CSIRO-ACIAR, Cleveland, 1998), Molecular Technic and Animal

(130)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul

"Variasi geografk dalam struktur genetik populasi ikan Kakap merah, Lutjanus

malabaricm, (LUTJANIDAE) dan interaksi lingkungan di Laut Jawa".

Terima kasih yang sebew-besamya penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji M.Sc., Dr. Ir. Kadarwan Suwardi dan Dr. Ketut

Sugama, sebagai Komisi Pembimbing, yang telah membimbing dan

mengarahkan penelitian .hi.

2. Kepala Pusat Riset Perikanan Tangkap, Komisi Pembinaan Tenaga Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, dan Pemimpin

Proyek ARM, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen

Pertanian, atas perkenannya untuk tugas belajar dan kesempatan mendapatkan

biaya pendidikan.

3. Dr. Ir. Mulia Purba, MSc. selaku Ketua Program Studi Ilmu Kelautan, atas

bimbingan, arahan, dorongan semangat dan bantuannya selama penulis belajar di

Program Studi Ilmu Kelautan.

4. Dr. Ir. Adi Hand, Dr. Ir. Haryanti M.Sc. di Lab. Bioteknologi, Balai Besar Riset Budidaya Pantai Gondol (Bali), yang telah memberikan ijin serta membimbing

dalarn analisis sarnpel.

5. Dr. Ir. Bambang Sadhotomo, peneliti senior Balai Penelitian Perikanan Laut

Jakarta, dan Dr. Odang Carman, Dosen Ilmu Genetika IPB, yang telah

memberikan saran dan masukan yang sangat berarti; serta Dr. Estu, peneliti

senior Balai Penelitian Ikan Air Tawar Sukamandi, yang telah membantu dalam

(131)

6. Rekan-rekan peneliti, tehnisi dan staf Balai Penelitian Perilcanan Laut Jakarta dan Balai Besar Riset Budidaya Pantai Gondol (Bali), atas dukungan semangat

dan kerjasamanya selama analisis sarnpel, pengolahan data dan penyusunan tesis.

7. Teman-teman seangkatan yang telah memberi dorongan dan semangat selama

perkuliahan.

8. Istri dan anak-anak tercinta, atas dorongan semangat, kesabaran serta doa yang

tulus.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi

dukungan selama tugas belajar.

Akhir kata, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu perilcanan dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Bogor, Agustus 2002.

(132)

DAFTAR IS1

HALAMANPENGES AKAN

. . .

vi RIWAYATHIDUP

. . .

vii

...

PMKARTA

. . .

vlll DAFTARISI . . . ix

DAFTARTABEL . . . xi

DAFTARGAMBAR . . . xii

...

DAFTARLAMPIRAN . . . xlll

PENDAHULUAN . . . 1 1 . Latar Belakang . . . 1 2

.

Perumusan Masalah . . . 3 3

.

Tujuan

dan

Manfaat Penelitian . . . 5 4.Hipotesa . . . 6 TINJAUANPUSTAKA . . . 7 1

.

Biologi dan life history Kakap merah . . . 7

. . .

2 . Distribusi

dan

perikanan 11

3

.

Konsep 'Stok' . . . 14 4 . Struktur Genetik Populasi . . . 16

. . .

5 . ~ilo~enetik ~olekuler 19

6

.

Struktur dan fwngsi DNA Mitochondria (mtDNA) . . . 16 7

.

Enzym Restriksi . . . 22

. . . . . .

.

8 Analisa DNA dan tehnik PCR , 23

(133)

OSEANOGRAFI LAUT JAWA . . . 40 1

.

Salinitas . . . 40 2 . suhu . . . 44 3

.

Sirkulasi massa air

. . .

44

. . .

4

.

Produktivitas 47

HASIL DAN PEMBAHASAN

. . .

52 1

.

Hasil

. . .

52 2

.

Pembahasan

. . .

65 KESIMPULANDANSARAN . . . 79 1 . Kesimpulan . . . 79 2

.

Saran . . . 81 DAFTARPUSTAKA . . . 82
(134)

DAFTAR TABEL

1. Kontribusi Kakap merah, L. malabaricus, (dalam %) dalam hail

tangkapan ~utjanidak di beberapa wilayah perairan Indonesia dan

. . .

Australia

2. Ukuran segmen teramplifikasi, jumlah situs dan jumlah fiagmen daerah control region mtDNA Kakap merah (L. malabaricus) di Laut

. . .

Jawa hasil digesti enzym restriksi

3. Polimorfisme panjang h g m e n restriksi (RFLP) hasil digesti enzym Alu I, Nla

III

dan Xba I pada control region mtDNA Kakap merah . . . (L. malabaricus) di Laut Jawa

4. Distribusi tipe restriksi (genotipe) pada lima populasi Kakap merah

. . .

(L. malabaricus) di Laut Jawa

5. Distribusi haplotipe (composite clonal) dan frekuensinya yang diobservasi pada lima populasi Kakap merah (L. malabaricus) di . . . LautJawa

6. Diversitas haplotipe (h) Kakap merah (L. malabaricus) di Laut Jawa

. . .

7. Jarak Genetik antar populasi Kakap merah (L. malabaricus) di Laut Jawa . . .

8. Matrik perbedaan dari nilai pFsT antar populasi Kakap merah (L.

(135)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram alir penndekatan masalah

. . .

5 2. Kontribusi Kakap merah, L. malabaricus, (dalam %) dalam hasil

tbgkapan Lutjanidae dengan menggunakan trawl di wilayah

I

perairan Indonesia bagian barat

. . .

12 3. Peta lokasi penelitian dan lokasi sampling . . . 2 1

4. Pergeseran isohaline 32 "I,, memperlihatkan dorongan massa air salinitas tinggi dari timur pada bulan Juni-September dan dari barat

pada bulan Januari-Juni . . . 42

5. Perubahan salinitas rata-rata di Laut Jawa, memperlihatkan pengaruh pengenceran massa air tawar pada musim barat dan massa

air salinitas tinggi pada musim tenggara . . . 43

6. Pola arus permukaan di Laut Jawa . . . 34

7. Profil vertikal salinitas di Laut Jawa dari barat ke timur pada musim

tenggara di bagian utara, tengah dan selatan perairan . . . 48

8. Peta komposit konsentrasi fitoplankton yang menunjukkan tingkat produktivitas primer Laut Jawa dan sekitarnya berdasarkan

pengarnatan satelit . . . 50

9. Contoh produk a m p l i f h i daerah control region dari genom mtDNA Kakap merah (L. malabaricus) dengan menggunakan primer

TDKD&PRO . . . 54

10. Contoh pola-pola fiagmen yang mkcul dari hasil digesti enzyrn restriksi pada sekuen teramplifikasi dari genom mtDNA Kakap

merah (L. malabaricus) di Laut Jawa. . . 5 5

1 1. Dendrogram hubungan kekerabatan (filogeni) lima populasi Kakap

merah (l. malabaricus) di Laut Jawa menurut UPGMA method . . . . 61

12. Dendrogram filogeni diantara 11 klone haplotipe menurut Maximum

(136)

13. Diagram unrooted tree dari 11 haplotipe Kakap merah (L. malabarkus) di Laut Jawa yang menunjukkan munculnya satu

haplotipe baru yang berbeda di sekitar Kotabaru

. . .

63

14. Perbedaan komposisi clonal group pada lima populasi Kakap merah

(L. malubaricus) di Laut Jawa

. . .

5 1
(137)

DAFTAR LAMPIRAN

Umur dan pertumbuhan beberapa jenis ikan berumur panjang (longer

lhedjishes) dari Famili Lutjanidae di beberapa perairan

. . .

Halaman

92

Distribusi dan kelimpahan kakap merah (L. malabaricus) di perairan

Paparan Sunda berdasarkan survey demersal dengan KM. Mutiara

IV

tahun1976-1979 . . . 93

Komposisi reagen PCR kit

untuk

setiap sampel genom mtDNA

. . .

94

Jumlah bahan yang dipakai dalarn pembuatan Gel Agarose . . . 94

Komposisi campuran bahan per sarnpel dalarn proses restiksi genom

94

. . .

Data presence-absence situs restriksi dan jarak genetik pada setiap

Clone haplotipe Kakap merah (L. malabaricus) d~ Laut Jawa

. . .

95

Analisis varian molekuler AMOVA dan pemolaan subdivisi genetik

lima populasi Kakap merah (L. malabaricus) di Laut Jawa . . . 96

Indek diversitas haplotipe (h) beberapa species ikan di beberapa

wilayah geografik dari data RFLP dengan menggunakan jurnlah

(138)

1. Latar Belakang

Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan demersal berukuran besar yang mempunyai nilai ekonomis penting karena

permintaan pasar yang tinggi. Jenis ikan ini, dan juga Lutjanidae yang lain,

terutama Pristipomoides (Goldband snapper), tersebar sangat luas clan telah

diskploitasi secara intensif di berbagai perairan di Indonesia. Daerah penangkapan

saat ini berkembang semakin jauh, mulai dari Laut Jawa hingga perairan sekitar

Balikpapan (Kalimantan Timur), Bangka-Belitung dan Laut Cina Selatan.

Dengan semakin tingginya tingkat eksploitasi dari tahun ke tahun, sudah saatnya

diperlukan sistim manajemen yang lebih baik untuk tercapainya kelestarian populasi.

Dalam jangka pendek sistim manajemen penangkapan ditujukan untuk menghmdari

terjadinya tangkap lebih terhadap stok ikan, sedangkan dalam jangka panjang sistim

manajemen ditekankan terhadap perlindungan biodiversitas dari populasi ikan ini.

Pengaturan penangkapan ini sangat penting terutama karena jenis ikan ini berumur

panjang (long-livedfishes) dan memiliki pertumbuhan yang lambat sehingga sangat

rentan terhadap tekanan penangkapan.

-

Untuk menentukan keputusan manajemen yang logis dan optimal dalam

pelaksanaannya perlu diperjelas tentang definisi unit stok dari populasi ikan yang

akan atau sedang dieksploitasi (Larkin, 1972; Allendorf et al., 1979; Allendorf dan

Utter, 1979; Sparre dan Venema, 1998; King, 1995) yang didasarkan pada aspek

(139)

Pemhhuluan 2

pengertian tentang unit stok, pengaruh lingkungan dan tekanan penangkapan pada

struktur genetik stok merupakan ha1 yang perlu dipmahami (Ferris dan Berg, 1987).

Sampai saat ini data tentang unit stok Kakap merah khususnya yang dieksploitasi di

Laut Jawa belum tersedia karena sejauh ini studi yang ditujukan terhadap populasi

ikan kakap hanya terbatas pada aspek biologi, khususnya dinamika populasi,

sedangkan studi tentang aspek genetika populasi belum pernah dilalcukan.

Berbagai metode dapat diterapkan untuk menentukan unit stok ikan berdasarkan

aspek genetik, antara lain metode meristik dan morfometrik, polirnorfisme protein

dan

polimorfisme DNA. Setiap metode memiliki kelebihan

dan

kekurangan, namun

secara umum metode polimorfisme DNA Qanggap memiliki tingkat akurasi yang

lebih tinggi sehingga dapat memberikan landasan yang kuat dalam pengelolaan stok.

Dalam penelitian ini dipelajari struktur genetik dari populasi Kakap merah

(Lutjanus malabaricus) yang tersebar di Laut Jawa sebagai dasar penentuan unit stok

yang nantinya &pat dpergunakan sebagai landasan manajemen stok. Selain itu juga

diduga hubungan filogeni dan filogeogrd~k, perubahan molekuler didalam genom

(mutasi) serta interaksi antara kondisi oseanografis dengan struktur genetik populasi

tersebut. Struktur genetik populasi dipelajari berdasarkan karakter polimorfisme

yang terdapat dalam genom DNA mitochondria (mtDNA) melalui pemotongan

(restriksi) terhadap sekuen teramplifikasi (daerah control region, D-loop) dengan

(140)

2. Perurnusan Masalah '

Ikan dewasa dan ikan muda kakap merah (Lutjanus malabaricus) bersifat demersal. Meskipun migrasinya terbatas populasi ikan ini memiliki distribusi sangat

luas narnun dengan kelimpahan yang tidak merata baik secara spatial maupun i

temporal. Mengingat pola distribusi dan sifat migrasi yang demikian serta

pertumbuhannya yang relatif lambat diperkirakan terdapat penstrukturan genetik dari

populasi ikan, khususnya di Laut Jawa, beserta sebaran geografik dan tiap unit

populasi. Pola distribusi demikian juga dimun- sehubungan dengan dispersal

dari stadia telurllarvanya yang bersifat pelagis dan sangat dipengaruhi oleh perubahan

kondisi fisik perairan terutarna arus permukaan.

Secara alamiah, terdapat interaksi antara kondisi lingkungan perairan dengan

setiap tahapan dalam keseluruhan siklus hdup ikan, baik pada tahap awal kehidupan

(telurllarva) yang sangat rentan terhadap kondsi lingkungan (Iles dan Sinclair, 1982),

tahap pertumbuhan (Pitcher dan Hart, 1982), tahap reproduktif (Bye, 1984; Wooton,

1984), perilaku migrasi (McKeown, 1984) dan proses hidup yang lain. Beberapa

peneliti menyebutkan bahwa dalam skala geografis variasi kondisi lingkungan diduga

dapat menirnbulkan variabilitas genetik pada ikan laut (Saunders et al., 1986;

Bermingham dan Avise, 1986; Cross et al., 1992; Beacham et al., 1995; Renno et

al., 1990; Watts et a]., 1995; Effenberger dan Suchentmk, 1999) meskipun dalam

derajat yang lebih kecil dibanding ikan air tawar dan ikan anadromous (Carvalho dan

(141)

Pe&Iuan 4

sebab itu pengetahuan mengenai kondisi oseanografi menurut skala geografis perlu

dipahami untuk membantu menerangkan intervensinya terhadap struktur genetik

populasi, perilaku migrasi dan biologi stok lainnya.

Dalam segi praktis, nilai strategis komoditas tersebut (permintaan pasar yang

tinggi) telah mendorong semakin intensifnya penangkapan di harnpir setiap lokasi.

Oleh karena itu untuk tercapainya visi jangka panjang dalam ha1 konservasi

sumberdaya guna menjamin hasil tangkapan yang berkelanjutan (sustainable yield)

diperlukan suatu konsep manajemen yang tepat dan dapat dilaksanakan secara

optimal bagi perikanan kakap merah di wilayah ini, yakni manajemen berbasis stok.

Konsep manajemen demikian akan memerlukan data dan informasi tentang 'unit

stok' (unit genetik stok) beserta struktur genetik populasinya. Dalam pelaksanaannya

data dan informasi tentang struktur genetik dari populasi ikan ini juga akan

digunakan sebagai landasan yang kuat bagi studi dinamika populasi, interpretasi dan

verifikasi data hasil tangkapan, pendugaan kelimpahan lokal dan regional, sehingga

parameter populasi yang diperoleh siap digunakan &lam analisis stok (stock

assessment) selanjutnya untuk menentukan keputusan manajemen yang tepat.

Dari uraian tersebut diatas, secara ringkas dapat disusun diagram alir pendekatan

(142)

strategis

tinggi

unit stok

I

Gambar 1. Diagram aiir dalam pendekatan masalah.

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan struktur genetik populasi Kakap

merah (Lutjanus malabaricus) di Laut Jawa sehingga dapat htentukan unit-unit stok

dari populasi yang sedang &eksploitasi, dugaan filogenetik dan filogeografik serta

interaksi antara kondisi oseanografi dengan struktur genetik populasi jenis tersebut.

Hasil yang diperoleh diharapkan akan bermanfaat sebagai landasan yang kuat clan

akurat bagi studi dinamika populasi dan pengkajian stok .jenis ikan ini untuk

memuskan kebijakan pengelolaannya secara tepat. Selain itu, hasil penelitian ini

juga bermanfaat untuk interpretasi dan verifikasi data hasil tangkapan, pendugaan

kelimpahan lokal dan regional serta memberi keterangan tentang pola migrasi dan

(143)

4. Hipotesa

Mengingat pola &stribusi, kelimpahm dan sifat-sifat biologi ikan kakap (migrasi,

sejarah hidupllife history), penelitian dilakukan dengan berlandaskan pada hipotesa

I berikut:

a) Diperkirakan terdapat penstmktumn genetik dalam populasi Kakap merah di Laut

Jawa yang memberikan adanya beberapa unit stok ikan yang dieksploitasi.

b) Penstrukturan genetik dalarn tingkat molekuler tersebut diduga berinteraksi

(144)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Biologi dan life history Kakap merah

BioIogr' reproduktar

Kakap merah (Red snapper), Lutjanus mdabaricus (Fam. LutJanidae), adalah ikan

demersal yang umumnya hidup bergerombol di area berlumpur keras clan berasosiasi

secara terbuka dengan komunitas karang terutama yang didominasi sponge dan

gorgonian (Sale, 1991; Kailoloa et al., 1993). Di daerah tropik genera Lutjanus

biasanya hidup di perairan dangld sampai kedalaman 500 m tergantung ukuran dan

jenis ikannya. Ikan dewasa reproduktif umumnya sedentary (demersal) tetapi

pemijahan berlangsung di mna pelagik, stadia telur bersifat planktonik dan biasanya

pendek (Thresher, 1 99 1).

Musim pemijahan L. malabaricus dan L. erythropterus te rjadi hampir bersamaan.

Di Great Barrier Reef pemijahan berlangsung selama musim semi dan musim panas

dengan pmcak sekitar

akhu:

m u s h semi dan awal musim panas (antara Oktober-

Januari); kedua spesies mernijah pada malam hari (McPherson et al., 1992). Di

Vanuatu puncak pemijahan L malabaricus dan Pristipomoides multidens terjadi pada

akhir musim semi (Brouard dan G r a n d p e a 1994). Menurut Grimes (1987)

pemijahan ikan lutjanid (termasuk ketiga species di atas) dapat terjadi beberapa kaii

setahm (serial spawners). Kematangan seksual L. malabaricus dan L. erythropterus

di Great Barrier Reef tercapai pada ukuran-65-75% dari ukuran maksimum, atau

masing-masing 573 cm FL dan 48,6 cm

FL

(McPherson et al., 1992), sedang di
(145)

Rnjauan Pustaka 8

1984). Belum ada penelitian yang mendalam tentang biologi reproduksi dan musim

pemijahan ikan kakap di Indonesia, namun di sekitar Bawean Djamal et al. (1993)

melaporkan bahwa jenis L. malabaricus mencapai tingkat pematangan telur

(maturation) pada ukuran lebih

dari

2,75 kg, fekunditas antara 4,5-9,O juta telur.

Belum banyak informasi tentang daerah pemijahan dan daerah asuhan juvenil

kakap merah. Di paparan barat-laut Australia dan area berlumpur keras Laut A r a b

Kailoloa et al. (1993) dan Leis (1987) menemukan bahwa stadia larva dan juvenil L.

malabaricus banyak ditemukan di perairan pantai yang dangkal dan kontinental

terbuka dengan kedalaman antara 40-75 m, sedang larva Pristipomoides banyak

ditemukan di continental shelfdan slope sebelah luar. Kelimpahan larva sangat besar

dan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman (Williams dalam Leis, 1991).

Larva bergerak ke permukaan pada malam hari dan ke dasar selama siang har~.

Pergerakan (m'grasi)

Terdapat pergerakan interreefal dari ikan-ikan yang mendiami habitat pantai ke

arah lepas pantai (migrasi horisontal), pergerakan ini seiiring dengan bertambahnya

umur dan pertumbuhan. Jarak yang dicapai selama migrasi ditentukan oleh

kedalaman dan lebsir continental shelf (Williams, 199 1). Elliot (1996) menegaskan

bahwa pergerakan L. malabaricus adalah terbatas. Didasarkan pada studi tagging

dan genetik Powles

dan

Warlen (1997) juga menemukan bahwa pergerakan L.

campechanus ti& terlalu jauh dari daerah pemijahan; ikan dewasa berpijah di

(146)

Rnjauan Pustaka 9

al. (1997) terdapat migrasi

dari

sejumlah besar P. multidens dari perairan sebelah

utara Australia ke perairan wilayah tirnur Indonesia.

Umur dan pertumbuhan

Beberapa hasil penelitian umur dan pertumbuhan genus Lutjanus dan

Pristipomoides di beberapa perairan dengan menggunakan metode yang berbeda-

beda disajikan pada Lampiran 1. Telah diketahui bahwa dugaan umur tahunan pada

ikan tropik umumnya sulit dilakukan karena tidak membentuk lingkaran tahunan

(annual rings) dalam struktur otolith, dan pola microstructurenya juga sulit

diinterpretasi karena pertumbuhan hariannya (daily growth increments) sangat kecil

(Pannella, 1974; Brothers et al., 1975; Morales-Nin dan Ralston, 1990; Campana,

1985; Lloyd et at., 1996). Mesh demikian dengan tehnologi khusus dapat diduga

urnur ikan-ikan tropik walaupun pada ikan berumur panjang (longer-lived fishes)

seperti Lutjanidae underestimate. Dugaan umur ikan Lutjanidae ini berkisar antara 3

tahun lebih sampai 32 tahun tergantung spesies. Perturnbuhan umumnya sangat

lambat dengan nilai K (parameter pertumbuhan, laju pertumbuhan) antara 0.13-0.39

per tahun. Di Great Barrier Reef ikan jantan L. adetii dan L. quinquelineatus

turnbuh lebih besar dibanding ikan betina (Newman et al., 1996). Menurut Edvktrds

(1985), umur dan parameter pertumbuhan L. rnalabaricus bervariasi menurut area

dan Qdalam suatu area sendiri. Belum ada studi umur dan pertumbuhan ikan lutjanid

(147)

Kebiasaan makan

Ikan Lutjanidae umumnya merupakan predator aktif pada malam hari (nocturnal)

dan pisivor @od consumption) yang penting selain

ikan

h a n g seperti

Holocentridae, Serranidae dan Lethrinidae (Sale, 1991). Mangsa berupa invertebrata

dan ikan-ikan mobil yang tinggal dan beragrdgasi di sekitar h a n g (Choat dan

Bellwood, 1991). Menurut Sumiono et al. (2000) selain Stomatopoda, Gastropods

dan invertebrata lain, L. malabaricus memangsa kepiting, larva ikan dan udang; L.

erythropterus memangsa kepiting dan larva ikan; sedang L. sebae memangsa udang.

Struktur Populasi

Data struktur genetik populasi sangat membantu dalam menetapkan rencana

manajemen stok yang tepat. Elliot (1996) dan Lloyd et al. (1996) mengembangkan

studi tersebut bagi perikanan Kakap merah (Red snapper, L. malabaricus) laut dalam

dan ikan gandola (Gold-band snapper, P. multidens) di Australia berdasarkan metode

allozyme dan polimorfisme DNA mitochondria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

di perairan sebelah utara Australia ditemukan penstrukturan genetik yang jelas dari

populasi L. malabaricus (multiple stocks); populasi pantai timur Queensland berbeda

(distinc) dengan populasi Teluk Karpentaria dan paparan barat laut (Elliot, 1996).

Stok P. multidens yang ditemukan di perairan Indonesia dan Australia juga berbeda;

untuk populasi Australia sendiri stok di selutar Kimberley (wilayah barat daya

Australia) berbeda secara genetik dengan stok Teluk Karpentaria dan wilayah barat

(148)

alami yang terbentuk merighti perubahan geologi

dan

fluktuasi permukaan laut (sea

level) atau tingkat penangkapan di masa sebelurnnya. Dari penelitian terakhir dengan

menggunakan genom mtDNA di wilayah timur Indonesia (Bali, Nusatenggara dan L.

Arafura) dan perairan sebelah utara Australia (kerjasama penelitian antara

pemerintah Indonesia, dilaksanakan oleh Balai Besar Budidaya Pantai Gondol Bali

dan Balai Penelitian Perikanan h u t Jakarta, dengan Australia, dilaksanakan oleh

CSIRO-ACIAR), diperkirakan terdapat empat unit stok yang berbeda secara genetik

(discrete group) dari populasi L. malabaricus

dan

L. erythropterus serta empat atau

lima unit stok dari P. multidens. Perlu konfimasi lebih lanjut tentang batas sebaran

geografis dari setiap unit stok (Anonim, 2001).

2. Distribusi dan perikanan

Kakap merah (L. malabaricus) tersebar luas di perairan Indo-Pasifik barat, yaitu

dari Kepulauan Fiji sampai Laut Arabia dan dari Australia sampai Jepang (Allen,

1985). Di Indonesia, data distribusi-kelimpahan yang cukup lengkap untuk species L.

malabaricus (sebelumnya dengan narna Lutjanus sanguineus dan telah Qkoreksi oleh

Pauly et al., 1996) dapat diperoleh

dari

hasil survey demersal (trawl) dengan

menggunakan KM. Mutiara

N

di Laut Jawa dim Laut Cina Selatan bagian selatan

tahun 1976-1979 (Loose dan Dwiponggo, 1977; Beck dan Sudradjat, 1978;

Sudradjat dan Beck, 1978; Dwiponggo dan Badrudin, 1980).

Di wilayah ini L. malabaricus dapat dijumpai harnpir Q setiap stasiun trawl

(149)

nnjauan Pusraka 12

cendenmg ditemukan

di

perairan yang lebih dalam. Pola pengkonsentrasian

demikian juga dikemukakan oleh Bianchi et al. (1996). Kontribusi kakap merah (L.

malabaricus) dalam hasil tangkapan Lutjanidae di berbagai wilayah perairan tersebut

disajikan pada Gambar 2. Persentase yang tinggi terdapat di Teluk Jakarta (97%),

Laut Jawa bagian barat sebelah tirnur Sumatra Selatan-Lampung (96%) dan di

perairan sebelah timur P. Laut (85%). Dengan spesifikasi trawl yang berbeda, tiga

spesies ditemukan dominan

dalam

hasil tangkapan Lutjanidae di perairan sebelah

timur Balikpapan (Selat Makasar), yaitu L. johni, L. malabaricus dan L.

erythropterus, masing-masing 35%, 15% dan 30% (Wiranata, 1996).

Gambar 2. Kontribusi kakap merah, L. malabarim (dalam %) dalam hasil tanskapan Lutjanidae dengan men- trawl di wrlayah perairan Indonesia bagian barat (Keterangan : A. Pantai Utara Jawa; B. Teluk Jakarta, C. L. Jawa bagian barat, D. L. Jawa bagian tengzih dan timur, E. Bangka-Belitung, F. L. Cina Selatau, G. Pantai selatan Kalimautan, H. Pantai barat Kalimantan, I. Timur P. Laut, J. Timur BWapan).

Aktivitas penangkapan kakap merah di Indonesia telah berkembang sejak sepuluh

tahun terakhir, daerah penangkapan juga sernakin luas. Di wilayah barat daerah

(150)

timur dan perairan sebelali timur Balikpapan; sedang di wilayah tirnur terdapat di L.

Arafura, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tenggara. Penangkapan umumnya dilakukan

secara tradisional dengan alat tangkap pancing ulur (handline), dropline, rawai dasar

(bottom longline), gillnet dasar (bottom gillnet) dan bubu (trap) (small-scalefishery);

sedang penangkapan dengan menggunakan trawl (skala menengah) terutama

dilakukan di wilayah b u r Indonesia. Dari beberapa laporan kontribusi kakap merah

dalam hasil tangkapan Lutjanidae oleh berbagai sistim perikanan di Indonesia

bervariasi seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Kontribusi kakap merah, L. malabaricus (dalam %) dalm h a d tantangan

Lutjanidae di beberapa wilayah perairan Indonesia dan Australia

Wilayah Perairan

Wilayah Barat :

L. Jawa sampai Kalimantan

Bawean Bali

Wilayah Timur: L. ArafUra

Nusatenggara

Lombok-Sumbawa

Sulawesi Tenggara

Utara Sumbawa Besar

Selatan Sumbawa

Australia :

Teluk Karpentaria, Northern Territory

Species

L. malabmancus L. erythropterus L. malabmicus Lutjrmus

L. malabaricus, L. erythropterus, P. multidens dan P. trpus

L u t j m s Pristrpomoides L. malabmClllcus L. b o M P. multidens L. malabaricus, L. erythropterus, L. argentimacuhtus L u @ m s

L. gibbus

L. malabm.cus. L. erythroptems Persen 60 30 22 50 21 50 20 11 - Domi- nan 29 59 Target species Alat Tangkap Pancing Pancing ulur

-

Trawl Drop-line Pancing ulur, rawai dasar Bubu, pancing ulur Pancingulur Pancing ulur Trawl, trap Sumber

Herianti dan Djamal (1993)

Djamal et al. (1993) Parwati et al. (1993)

Budihardjo et al. (1 993)

Budihardjo dan Budiman (1 993) Sumiono et al. (2000)

Hartati dan Pralampita (1 994)

Budihardjo et al. (1993)

Budihardjo et al. (1 993)

(151)

3. Konsep 'Stok'

Dalam ilrnu perikanan populasi ikan yang dieksploitasi di suatu wilayah perairan

umumnya disebut stok yang dalam pengertian ekologi sinonim dengan populasi atau

sekelompok individu ikan

dari

suatu spesies. Berlandaskan defmisi tersebut

diasumsikan bahwa stok ikan selalu melimpah (harvestable surplus) serta memiliki

pola rekrutmen dan mortalitas yang jelas. Konsep demikian telah mendominasi

manajemen perikanan selama 50 tahun (Gulland. 1983), yaitu manajemen peIlkanan

untuk kondisi sesaat (short-term management). Dalam sejarah perikanan sering

terjadi kesalahan pengelolaan yang berakibat kolapsnya perikanan akibat kesalahan

dalam mendefinisikan stok, misalnya problem klasik stok tercampur (mixed stock)

pada perikanan Atlantic salmon (Salmo salar), adanya dua stok pemijah (spawning

stocks) pada Atlantic herring (Clupea harengus) (Bermingham, 1990), dan berbagai

problem perikanan lain yang kesemuanya berhubungan dengan subdivisi populasi

ikan dan unit stok. Allendorf et al. (1987) telah menegaskan bahwa strategi

manajemen perilcanan yang tepat hams rnempertimbangkan struktur genetik populasi

mengingat kenyataan adanya unit-unit populasi (breeding units atau unit stok) yang

secara genetik terpisah dan menimbulkan adanya variasi dalam pemijahan, rekrutmen

dan karakteristik biologi lainnya dari stok ikan yang dieksploitasi. Sehubungan

dengan ha1 tersebut secara genetik dalam suatu unit stok (subpopulasi) tidak terdapat

rintangan aliran gen (gene flow), tetapi diantara unit stok terdapat rintangan yang

(152)

Tinjauan -aka 15

untuk menjamin hasil yang optimum dan berkelanjutan serta konservasi sumber daya

(long-term management). Mustafa dalam Mustafa (1999) juga menegaskan konsep

pengelolaan perikanan berbasis stok berdasarkan fakta adanya variabilitas yang tinggi

dalam diversitas genetik pada ikan laut serta pengetahuan bahwa pada suatu populasi

dengan sebaran geografi yang luas dan kontinu ternyata tidak selalu homogen secara

genetik dan kemungkinan terdapat batas-batas breeding (breeding barrier) karena

terdapat lebih dari satu stok pernijah (multiple spawning). Ditambahkan, pada

populasi ikan yang terdiri dari stok-stok diskrete dimana masing-masing memberi

hasil yang bebas satu sama lain, konsep stok tersebut pada dasarnya sangat penting

untuk tujuan menyeimbangkan impak pemanenan dan upaya mencapai stabilitas

ekonomi. Heincke dan Hjort (dalam Sinclair, 1988) sebelumnya telah mengusulkan

bahwa spesies hams dikelola pada tingkatan subspesifik.

Beberapa d e f ~ s i stok telah diusulkan dengan latar belakang berbeda-beda.

Manager perikanan mendefinisikan, "Stok adalah kelompok ikan yang dieksploitasi

di suatu area spesifik atau oleh metode spesifik W e r y stock)" (Smith et al., 1990).

Definisi ini mempermudah dalam pengumpulan data hasil tangkapan dan upaya

(catch-eflort data), tetapi tidak mencerminkan pen- spesies yang jelas.

Terkait dengan ha1 ini Ihsen et al. (1981) mengusulkan konsep stok biologi (biology

stock) : "Stok adalah sekelompok individu intraspesifik yang melakukan perkawinan acak (random mating) dengan integritas spatial dan temporal". Berdasarkan konsep

(153)

Tinjauan fistaka 16

yang disebut stok panenah (harvest stock) dan stok dengan derajat integritas tinggi

yang disebut stok genetik (genetic stock). Tekanan penangkapan pada suatu stok

panenan dianggap tidak berpengaruh pada stok panenan lainnya (Gauldie, 1988);

sedang stok genetik merupakan unit yang terisolasi secara reproduksi dan berbeda

secara genetik dengan stok lainnya (Ovenden, 1990). Menurut konsep stok genetik

diversitas genetik antar dan intra populasi merupakan bagian dari biodiversitas.

Dalam pelaksanaannya, aplikasi unit stok dalam manajemen perilcanan juga

bergantung pada data populasi yang tersedia untuk memperkirakan stok secara

terpisah, dan pembatas sosio-esonomi dan politik.

4. Struktur Genetik Populasi

Unit stok, sekelompok individu atau sub kelompok dari suatu species yang

merniliki kesamaan dalam struktur atau pola genetik (genetic pool), dapat dipelajari

berdasarkan fiekuensi genetik dari setiap gen yang terlibat dalam ekspresi fenotipik.

Pada tingkat molekuler (DNA) ikan laut menunjukkan variabilitas genetik walaupun

dalam derajat yang lebih rendah dibanding ikan air tawar baik pada level

supraspesifik maupun taksa kelompok individu (populasi dan subpopulasi) dimana

pada tingkat protein (studi a l Z o ~ e ) tidak terlihat. Menurut Graves et al. dalam

Saunders et al. (1986), terdapat variabilitas genetik yang disebabkan oleh aliran gen

(gene flow) inter-oseanik serta menimbulkan diferensiasi genetik.

Berdasarkan sifat polirnorfisme DNA mitochondria, variabilitas genetik populasi

(154)

Rnjauan Plrstaka 17

(variabilitas intrapopulasz) dan variabilitas antar populasi (divergensi interpopulasi).

Model matematiknya diturunkan dari model infinite-allele (dari produk

elektroforesis) yang diterapkan pada data situs restriksi (restriction site). Variabilitas

intrapopulasi dinyatakan dengan parameter diversitas haplotipe atau diversitas

nukleon (h), banyaknya nukleomorf (unit polimorfisme pada nukleon yang terdapat

dalam bentuk pola situs restriksi), jurnlah rata-rata perbedaan situs restriksi, jumlah

segregasi situs restriksi atau jumlah situs restriksi polimorfis dalam sejumlah sample

nukleon. Nukleon merupakan suatu segmen DNA, identik dengan gen dalam DNA

inti (nuclear DNA), yang dicirikan oleh peta situs restriksi, restriction site map, atau

jumlah dan ukuran fiagmen DNA. Divergensi interpopulasi dipelajari berdasarkan

parameter jarak genetik (genetic distance, 6) dan analisis statistik (sampling varian)

terhadap perbedaan situs restriksi (Nei dan Tajima, 1981). Nei dan Tajima (1981)

menambahkan bahwa variabilitas genetik nukleon berhubungan dengan laju mutasi

per nukleon dimana perubahan situs restriksi terjadi secara evolusioner dan

disebabkan oleh substitusi, insersi (insertion) atau penghapusan (deletion) nukleotida.

Jenis dan jumlah enzim restriksi yang sama digunakan dalam analisis sampel untuk

membandingkan nilai parameter diantara nukleon atau organisme yang berbeda.

Variasi mtDNA intra dan interspesifik berdasarkan analisis enzim restriksi telah

banyak dilaporkan, antara lain pada manusia digunakan untuk mencirikan populasi

lokal, membedakan ciri individu, variasi etnik, pengelompokan etnik dan menduga

(155)

Tinjman PksCaRa 18

bentuk-bentuk morf

~ ~ D N A

khusus

untuk kemudian mengelompokkamya kedalam

group menurut skala geografik (Bermingham, 1990). Studi variabilitas mtDNA pada

Teleostei dan Invertebrata dilaporkan oleh beberapa peneliti, antara lain Bermingham

dan Avise (1986), Saunders et al. (1986), Ferris dan Berg (1987), Gyllensten dan

Wilson (1987), Renno et al. (1990), Elliot (1996), Lloyd et al. (1996), Lloyd et al.

(1999), Effenberger dan Suchentrunk (1 999).

5. FiIogenetik Molekuler

Studi analisa DNA telah diterapkan pada berbagai bidang seperti kedokteran,

forensik, arkeologi, farmasi, pertanian, peternakan dan perikanan. Dalam bidang

perikanan genom mtDNA digunakan untuk mengukur hubungan kekerabatan diantara

takson baik di dam maupun lingkungan budidaya, studi taksonomi dan genetika

populasi (Ferris dan Berg, 1987; Bermingham, 1990; Billington dan Hebert, 1990).

Kelebihan dari penggunaan mtDNA ini dikarenakan mtDNA tidak dipen-

perubahan lingkungan dan faktor pertumbuhan serta lebih sensitif Hampir semua

bagian tubuh dapat digunakan sebagai jaringan contoh dan dapat digunakan dalam

waktu lama meskipun prosedurnya rumit dan mahal. Penggunaan tehnik molekuler

tingkat DNA juga menambah dimensi baru dalam penyusunan filogeni dan

reklasifikasi filogeni organisme karena lebih teliti dan akurat, selain itu telah

melahirkan interes baru dalam pengujian tentang hipotesis mekanisme evolusi.

Algoritma dasar dalam rekonstruksi pohon filogenetik didasarkan pada asumsi

(156)

i

Tinjauan Ptcsfaka

fahion dengan derajat hivergemi gen menyimpang selama t generasi, maka

diperkirakan gen terpisah dani nenek moyang umumnya selama generasi (Hartl dan

Clark, 1997). Asumsi ini dipakai dalam menerapkan metode rekonstruksi pohon

filogenetik yang didasarkan pada ukuran jarak genetik.

Salah satu metode yang sederhana adalah metode jarak rata-rata, Unweighted

pair-group method with arithmetic mean (UPGMA method) atau disebut metode

least square. Dengan asumsi bahwa seluruh sekuen berevolusi dengan iaju sama

metode ini meminimalkan deviasi dari jumlah kuadrat statistik (sum of square).

Topologi pohon disusun berdasarkan rnatrik jarak secara berpasangan (pairwise

distances matrzk), sedang pengklusteran dimulai dari takson yang memiliki jarak

genetik terkecil hingga terbesar. Panjang percabangan diduga menurut cara Fitch-

Margoliash dalam Hartl dan Clark (1997).

6. Struktur dan fungsi DNA mitochondria (mtDNA)

Mitochondria merupakan organel sitoplasma yang urnum terdapat dalam sel

eukariot, bersifat semiotonom, yakni mempunyai DNA dan ribosome sendiri

sehingga mampu melakukan sintesis enzim untuk berlangsungnya proses-proses di

dalam organel ihi sendiri. Ukuran dan struktur mirip sel bakteri, terbungkus oleh dua

lapis membran dimana membran dalam membentuk lipatan (sista) sebagai tempat

berlangsungnya respirasi. Berbeda dengan DNA inti yang berbentuk garis (linear

nuclear DNA), pada Vertebrata genom mtDNA berupa spesies duplek (pilin ganda)

(157)

Tinjauan Pustaka 20

pada beberapa spesies Alga dan Ciliata yang berbentuk garis. Genom mtDNA

tersusun sebagai unit translasi dengan kode genetik tersendiri yang berbeda dengan

kode genetik universal dalam inti (Ferris dan Berg, 1987; Bermingham, 1990;

Billington dan Hebert, 1991), dan merupakan molekul polimer yang terikat secara

kovalen berukuran antara 15.000-1 8.000 bp (base pairs, pasang basa).

Genom mtDNA terbagi menjadi dua daerah, yaitu daerah coding (90 % dari

seluruh genom)

dan

daerah non coding (10 %) yang terdiri dari non coding major

dan

minor. Daerah coding terdiri dari 37 gen dimana 2 gen mengkode RNA ribosome

(12s rRNA, 16s rRNA), 22 gen mengkode RNA transfer dan 13 gen mengkode

polipeptida (protein). Daerah non coding major merupakan awal replikasi rantai

berat (H-strand) dm awal tmnskripsi kedua rantai; sedang suatu segrnen kecil dan

spesifik dari daerah non coding minor yang disebut D-loop (displacement loop) atau

daerah kontrol (control region) merupakan awal replikasi L-strand, posisinya 5,7 kb

dari awal replikasi H-strand. Region D-loop terbentuk akibat penggantian rantai

berat (H-strand) pada rantai induk dan membentuk struktur 3-strand (triplex D-loop).

Region D-loop bersifat hipervariabel (laju evolusi tinggi) dibanding region

lainnya, ini disebabkan oleh substitusi basa, insersi dan delesi yang terjadi sangat

cepat. Sifat ini sangat baik untuk menerangkan hubungan filogenetik =tar populasi.

Laju substitusi nukleotide pada manusia kira-kira 2,8-5 kali, pada bovine mencapai

(158)

Berg (1987), laju evolusi mtDNA pada Marnmalia mencapai 5-10 kali lebih cepat

dibanding laju evolusi DNA inti.

Pada sel eukariotik jumlah molekul mtDNA sangat sedikit, yakni hanya 1 % dari

DNA total (DNA inti dan mtDNA) atau antara 5-10 untai per organel, tetapi jumlah

ini dapat digandakan sehingga mudah diisolasi dan purifikasi. Meskipun jumlahnya

sedikit tetapi sangat penting bagi biologi perikanan karena memiliki derajat

polimorfisme tinggi (laju evolusi cepat) serta memiliki informasi dan ciri genetik

lebih banyak. Sifat ini sesuai untuk pemecahan masalah ekologis yang terkait unit

populasi, filogeografik, stock discreteness, pola migrasi, hibridisasi antar stok,

sistimatik dan sebagai penanda genetik stok (genetic marking of stocks) (Ferris dan

Berg, 1987; Bermingharn, 1990).

Genom mtDNA bersifat haploid dan ditunurkan secara generatif melalui sel telur

(maternal inheritence), tetapi distribusinya bersifat bebas selektif (selective

independent) terhadap genom inti (Ferris dan Berg, 1987). Sifat maternal inheritence

berarti tidak mengalami rekombinasi seperti DNA inti sehingga variasi intra-

individual (heteroplasmi) amat jarang terjadi. Oleh karena itu genom mtDNA selain

digunakan dalam studi variasi genetik populasi,. identifikasi stok dan migrasi ikan,

juga sangat membantu dalam penelusuran garis keturunan maternal dan sebagai

(159)

Tinjauan Pustaka 22

7.

Enzim

restriksi (rekction endonuclease)

Enzim restriksi adalah enzim yang dapat memotong DNA pada sekuen spesifik

sehingga dihasilkan fiagmen-fragmen nukleotida yang lebih pendek dengan ukuran

tertentu (enzim pemotong). Enzim restriksi dapat mengenal sekuen 4-baa, 5-basa

atau 6-basa,

dan

akan memotong molekul DNA di tempat manapun yang dikenal.

Pemotong 4-baa biasanya menghasilkan 3-6 kali lebih banyak fiagmen dibanding

pemotong 6-basa (Ferris dan Berg, 1987). Dapat dilcatakan, enzim restriksi

merupakan 'tool' prinsip dalam analisis genom mtDNA.

Enzirn restriksi dapat diisolasi dari mikroorgamsme (bakteri), misalnya enzim Xba

I diisolasi dan Xanthomonas badrii. Enzim ini dapat mengenal

dan

memotong

sekuen nukleotida TACTAGA (tanda '^' menunjukkan titik pemotongan atau

cleavage). Pada Salmo gairdneri pemotongan enzim Xba I menghasilkan 6 fiagmen

dengan ukutan masing-masing 5690,3080, 2310, 1480 dan 690 bp (Gyllensten dan

Wilson, 1987); pada genus Salmo enzim Mbo I ("GATC) dapat mengenal

dan

menghasilkan fiagmen 25 bp.

Keuntungan utama dari tehnik restriksi adalah hanya diperlukan material sangat

sedikit, lebih sensitif (memunglunkan deteksi fragmen 30 bp)

dan

dapat mendeteksi

mtDNA dari DNA sellular; narnun demikian diperlukan lebih banyak jenis enzim

restiksi. Tehnik lain seperti Southern yang dilakukan melalui prosedur endlabeling

(dikembangkan oleh Brown) memakan waktu lebih lama (Ferris dan Berg, 1987).

(160)

- Tinjauan fistaka 23

berkembangnya teknologi DNA rekombinan (genetic engineering) dan tehnik PCR

(Polymerase Chain Reaction).

8. Analisa DNA dan Tehnik

PCR

(Polymerase Chain Reaction)

Prosedur awal dalam analisa mtDNA dilakukan untuk memecah genom DNA

menjadi fi-agmen-fi-agmen spesifik yang ukurannya kecil (ekstraksi). Tahap

berikutnya adalah isolasi dan amplifikasi. Isolasi adalah tahap pemisahan sekuen

DNA target (mtDNA) dari total DNA hasil ekstraksi (DNA inti dan mtDNA), sedang

amplifikasi yaitu proses perbanyakan (sintesis) sekuen mtDNA. Isolasi dan

amplifikasi dapat dilakukan secara in vitro dengan menggunakan tehnik PCR

(Polymerase Chain Reaction), atau in vivo melalui t e h k kloning pada sel hidup.

Tahap ekstraksi clan isolasi merupakan tahapan penting yang sangat menentukan keberhasilan analisis. Jaringan contoh yang digunakan dapat berupa hati, otot, sirip,

darah, sel kultur atau jaringan lain, baik dalam kondisi segar, telah difiksasi ataupun

beku. Penggunaan jaringan dalam keadaan beku atau diawet biasanya dipilih karena

prosedur analisa hams dilaksanakan di tempat yang bersih dengan menggunakan

peralatan khusus.

Pada prinsipnya t e h k PCR adalah proses enzimatis untuk memperbanyak DNA

dengan memanfaatkan sifat replikasi DNA dan perubahan fisik DNA terhadap suhu.

Proses ini dibantu dengan enzim Tag-DNA polymerase pada tahap ekstensi

polinukleotida primer (Stansfield, 1983; Alberts et al., 1989; Arnheim, 1990;

(161)

Rnjauan Pustaka 24

terjadi jika terdapat untai tunggal DNA yang bertindak sebagai cetakan (template)

dan

energi pembangun basa (dNTP). Enzirn DNA polimerase membantu dalam

pembentukan DNA untai lainnya yang merupakan komplemen dari template DNA.

Reaksi in. ham dimulai dengan suatu pemula (primer) yang merupakan potongan

pendek DNA terdiri dari 20-30 nukleotida. Primer melakukan hibridisasi pita secara

berpasangan dengan sekuen tertentu yang mengapit (flanking) daerah DNA target

amplifikasi pada tiap pita DNA.

Siklus pokok PCR berlangsung dalam tiga tahap, yaitu denaturasi template pada

suhu tinggi (94-97 "C), annealing oligonukleotida primer pada suhu rendah (55-72

"C),

dan

ekstensi DNA-polimerase primer pada ujung 3' yang berlangsung pada suhu

intermediate (72 "C). Siklus diulang sebanyak 25-30 kali. Pada tahap denaturasi,

untai DNA pilin ganda dibuka melalui pemanasan sehingga pita DNA terpisah; pada

tahap annealing terjadi pelekatan primer pada template DNA; akhirnya pada tahap

ekstensi enzim Taq-DNA polymerase aktif memperpanjang primer membentuk

untaian pasangan basa sepanjang sekuen DNA target. Dari keseluruhan proses

jurnlah DNA target yang dihasilkan meningkat secara eksponensial karena template

yang baru akan terbentuk pada setiap siklus.

Kelebihan tehnik PCR adalah proses isolasi cepat, jurnlah sekuen DNA yang

dihasilkan dapat mencapai 300.000 kopi, sangat sensitif dalam mendeteksi sekuen

DNA target dari sampel dan tidak memerlukan enzim lain selarna siklus. Selain itu,

(162)

Tinjauan Pustaka 25

meminimumkan ekstensi primer yang talc sebanding dengan template (Zyskind dan

Bernstein, 1993). Dalam prosedur PCR ini, struktur sekunder dari template DNA

yang dapat menghalangi aktivitas enzim polimerase juga akan direduksi melalui

denaturasi sekuen pada suhu tinggi; namun demikian beberapa faktor hams

diperhatikan supaya pita-pita yang dihasilkan baik dan utuh, antara lain konsentrasi

DNA, ukuran clan komposisi basa primer dan suhu hbridisasi (kondisi PCR).

Kombinasi antara tehnik PCR dengan pnggunaan enzim restriksi atau tehnik

sequensing nukleotida mampu menghasilkan karakter data DNA yang sangat

membantu menjelaskan hubungan filogenetik diantara takson. Penggunaan enzim

restriksi untuk memotong sekuen mtDNA teramplifikasi (metode RFLP, Restriction

Fragment Length Polymorphism) diterapkan untuk melihat perbedaan profil dan

ukuran fiagmen DNA dari individu yang berbeda; sedang tehmk lain, yaitu metode

fingerprinting RrLPD (Random Ampl$ed Polymorphic DNA) diterapkan untuk

melihat perbedaan hasil amplifikasi dari individu yang berbeda dengan menggunakan

(163)

METODE PENELITIAN

1. Area studi: Laut Jawa

Laut Jawa merupakan dangkalan benua yang terletak di sebelah tenggara Sunda

Shelf dengan kedalaman rata-rata 40 m dan memiliki stabilitas hidrologi yang

berasosiasi dengan regim iklim. Pada tiga sisinya dibatasi oleh tiga pulau besar, yaitu

Sumatra, Jawa dan Kalimantan; di sebelah barat berhubungan dengan Samudera

Hindia melalui Selat Sunda dan ke arah utara berhubungan dengan Laut Cina Selatan

melalui Selat Karimata, di sebelah timur bebas terbuka dengan Laut Flores dan Selat

Makasar (Gambar 3). Kondisi geografi Laut Jawa seperti tersebut di atas telah

memberi konsekuensi ekologi yang berupa produktivitas perairan yang tinggi. Di

perairan ini juga banyak ditemukan pulau dan terurnbu karang. Dasar laut agak

miring ke arah timur dimana kedalaman maksimal ditemukan di sebelah utara P.

Madura. Dasar laut sebagian besar terdiri dari lapisan lumpur tebal, namun di

sebelah selatan Kalimantan lapisan lumpurnya tercampur dengan runtuhan karang

(Boely et al., 1991). Terdapat dissimetri yang jelas antara pantai Kalimantan dan

Jawa, namun area perairan dangkal di bagian utara lebih luas dibanding bagian

selatan (Durand dan Petit, 1995).

Di Laut Jawa terdapat dua sumber variabilitas yang penting, yaitu modulasi

regional dari m u s h clan impak massa air tawar yang mengakibatkan pola angin da

Gambar

Gambar 1.  Diagram  aiir  dalam pendekatan masalah.
Gambar  2.  Kontribusi  kakap  merah,  L.  malabarim  (dalam  %)  dalam hasil  tanskapan  Lutjanidae  dengan men-  trawl di  wrlayah  perairan Indonesia bagian barat  (Keterangan  :  A
Tabel  1.  Kontribusi  kakap  merah,  L.  malabaricus  (dalam  %)  dalm  h a d   tantangan
Gambar  3.  Peta lokasi penelitian  dm  lokasi sampling.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) mempelajari efektivitas asap cair sebagai disinfektan melalui uji aktivitas antimikroba asap cair terhadap antraknosa,

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kinerja biaya dan waktu, estimasi biaya dan waktu pada akhir penyelesaian proyek serta faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan atau

Verifikasi suhu udara di atas rak pengering hasil pengukuran dengan simulasi CFD pada panjang rak 50 cm dari tepi depan dan lebar rak 24 cm memberikan perbedaan hasil

Dengan menggunakan software Fluent, dapat juga dilakukan komputasi pa-. ralel untuk menghitung solusi dari model dengan mesh yang

Hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang cukup besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Bari (2006) yang memperoleh mortalitas hampir mencapai 100% dengan

28299 INDUSTRI MESIN KEPERLUAN KHUSUS LAINNYA YTDL Kelompok ini mencakup industri berbagai mesin-mesin industri khusus lainnya yang belum termasuk kelompok sebelumnya,

gloeosporioides pada media PDB, menunjukkan penekanan pertumbuhan biomassa koloni yang cukup efektif pada perlakuan ekstrak sirih-sirihan, dengan penekanan mencapai 95,00% berbeda

Berdasarkan hasil pengujian dan analisis penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan semakin tinggi koneksi politik maka akan semakin rendah nilai ETR yang