PENGARUH IN STORE STIMULI DALAM MELAKUKAN IMPULSE BUYING DI MINIMARKET
PERDANA SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
0612010072/FE/EM Novin Arisa
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Diajukan Oleh :
0612010072/FE/EM Novin Arisa
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah dan terima kasih kepada junjungan tertinggi,
ALLAH SWT atas kemampuan dan kasih karunia-Nya yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “PENGARUH IN
STORE STIMULI DALAM MELAKUKAN IMPULSE BUYING DI
MINIMARKET PERDANA SURABAYA”.
Penyusunan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk dapat
memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen di Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dengan selesainya penulisan
skripsi ini penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang bersedia untuk
memberikan bantuan dan dukungannya baik secara materiil maupun moril kepada
penulis, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Jurusan Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Ec. H. Supriyono, MM, selaku Dosen Pembimbing yang telah
ii
5. Seluruh staf Dosen dan Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Bapak dan Ibu serta Saudara-saudaraku tercinta yang sudah mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih ada
kekurangan dan perlu adanya perbaikan, oleh karenanya penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran serta masukan-masukan bagi peneliti yang lain di
masa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Surabaya, April 2010
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 13
2.2.1. Pemasaran ... 13
2.2.1.1. Pengertian Pemasaran ... 13
iv
2.2.2. Perilaku Konsumen ... 16
2.2.2.1. Pengertian Perilaku Konsumen ... 16
2.2.2.2. Macam Peranan dalam Perilaku Konsumen . 18 2.2.2.3. Tahap-tahap dalam Proses Keputusan Membeli ... 19
2.2.2.4. Perilaku Berbelanja ... 19
2.2.3. Usaha Eceran (Retailing) ... 22
2.2.3.1. Pengertian Usaha Eceran (Retailing) ... 22
2.2.3.2. Karakteristik Bisnis Retail ... 23
2.2.4. In Store Stimuli (Rangsangan Dalam Toko) ... 24
2.2.4.1. Pentingnya In Store Stimuli ... 24
2.2.4.2. Dimensi In Store Stimuli ... 24
2.2.5. Impulse buying (Pembelian Yang Tidak Direncanakan) ... 30
2.2.6. Pengaruh In Store Stimuli Terhadap Impulse Buying ... 32
2.3. Kerangka Konseptual ... 33
2.4. Hipotesis ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35
3.1.1. Definisi Operasional... 35
v
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 40
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.3.1. Jenis Data ... 42
3.3.2. Sumber Data ... 42
3.3.3. Pengumpulan Data ... 42
3.4. Teknik Analisis SEM dan Uji Hipotesis ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 48
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 48
4.2. Karakteristik Responden ... 49
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 52
4.3.1. Deskripsi Variabel In Store Stimuli (X) ... 52
4.3.2. Deskripsi Variabel Impulse Buying (Y) ... 58
4.4. Deskripsi Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 61
4.4.1. Evaluasi Atas Outlier ... 61
4.4.2. Uji Reliabilitas ... 62
4.4.3. Uji Validitas ... 63
4.4.4. Uji Construct Reliability dan Variance Ectracted ... 64
4.4.5. Uji Normalitas ... 65
4.4.6. Deteksi Multicollinierity dan Singularity ... 66
4.4.7. Structural Equation Modeling (SEM) dan Pengujian Hipotesis ... 67
vi
4.4.7.1. Evaluasi Model One Step Approach to SEM ... 67 4.4.7.4. Uji Hipotesis Kausalitas ... 70
4.5. Pembahasan ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 73
5.2. Saran ... 73
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Data jumlah konsumen Minimarket Perdana Kebonsari
Surabaya Tahun 2007-2009 ... 5
Tabel 1.2. Data Penjualan Minimarket Perdana Kebonsari Surabaya Tahun 2007-2009 ... 6
Tabel 2.1. Macam Peranan dalam Perilaku Konsumen... 18
Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices ... 47
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasar Jenis Kelamin ... 49
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasar Umur ... 50
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasar Pekerjaan ... 50
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasar Pendapatan Tiap Bulan ... 51
Tabel 4.5. Hasil Jawaban Responden UntukDimensi Penataan Rak (X1) ... 52
Tabel 4.6. Hasil Jawaban Responden Untuk Dimensi Display (X2). ... 54
Tabel 4.7. Hasil Jawaban Responden Untuk Dimensi Promosi (X3) ... 55
Tabel 4.8. Hasil Jawaban Responden Untuk Dimensi Pelayanan Pramuniaga (X4) ... 57
Tabel 4.9. Hasil Jawaban Responden Untuk Impulse Buying (Y) ... 59
viii
Tabel 4.11. Reliabilitas Data ... 63
Tabel 4.12. Validitas Data ... 64
Tabel 4.13. Construct Reliability & Variance Extracted ... 65
Tabel 4.14. Normalitas Data ... 66
Tabel 4.15. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Base Model ... 68
Tabel 4.16. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Modifikasi ... 61
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Proses Keputusan Pembelian ... 19
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual ... 33
Gambar 4.1. Model Pengukuran Kausalitas One Step Approach Base Model 68
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Hasil Penyebaran Kuesioner
xi
PENGARUH IN STORE STIMULI DALAM MELAKUKAN
IMPULSE BUYING DI MINIMARKET
PERDANA SURABAYA
Oleh : Novin Arisa
ABSTRAKSI
Salah satu usaha bisnis yang semakin berkembang pesat di kota Surabaya adalah usaha bisnis ritel dengan berbagai macam tipe bisnis. Salah satunya adalah usaha bisnis ritel minimarket, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya minimarket-minimarket yang berdiri dan tersebar di berbagai tempat di Surabaya yang dapat dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Minimarket Perdana merupakan ritel bisnis yang berada di daerah Kebonsari Surabaya yang sekarang dihadapkan oleh penurunan jumlah konsumen dan penurunan penjualan dari tahun 2007-2009 pada bulan Januari sampai April. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh in store stimuli terhadap impulse buying di Minimarket Perdana Surabaya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang sedang
berbelanja di Minimarket Perdana Surabaya. Skala pengukuran
menggunakan skala interval dan skala pembentukan menggunakan semantic differential scale. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 105 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan Probability Sampling dengan
Random Sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan menyebarkan kuesioner kepada konsumen yang sedang berbelanja di Minimarket Perdana Surabaya. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling) untuk melihat hubungan kausalitas antar variabel.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa in store stimuli tidak berpengaruh (tidak signifikan negatif) terhadap impulse buying.
1
1.1 Latar Belakang
Saat ini seiring perkembangan zaman yang semakin modern
menyebabkan timbulnya berbagai macam usaha bisnis yang saling
bermunculan di kota Surabaya, salah satu usaha bisnis yang semakin
berkembang pesat di kota Surabaya adalah usaha bisnis ritel dengan
berbagai macam tipe bisnis. Salah satunya adalah usaha bisnis ritel
minimarket, hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya
minimarket-minimarket yang berdiri dan tersebar di berbagai tempat di Surabaya yang
dapat dengan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut didukung dengan adanya data dari Dinas Perdagangan,
Perindustrian, dan Penanaman Modal Kota Surabaya, yang menyatakan
bahwa di Surabaya saja hingga Desember 2007 jumlah minimarket di
Surabaya mencapai 137 gerai. Tetapi data Asosiasi Perusahaan Ritel
Indonesia (Aprindo) Jawa Timur menyebutkan di Surabaya terdapat 190
gerai minimarket. Jumlah tersebut merupakan dari total gerai di Jawa Timur
yang mencapai 1.200 unit. Majalah Teropong (edisi 39, Mei-Juni 2008 : 3).
Hal ini tentu saja menyebabkan persaingan yang ketat dari
masing-masing pengelola minimarket dalam usahanya menembus pasar untuk
menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Agar tujuan perusahaan
2
harus beorientasi pada kebutuhan dan kepuasan konsumen dalam
mengoperasikan usahanya, karena aspek kepuasan merupakan salah satu
pendorong bagi konsumen untuk berbelanja kembali di suatu tempat.
Dengan banyaknya minimarket tersebut maka konsumen akan mendapatkan
semakin banyak pilihan dalam menentukan pilihan minimarket mana yang
akan dikunjungi untuk membeli barang ataupun produk yang sesuai
keinginan dan kebutuhan mereka. Dengan demikian pemasaran merupakan
kegiatan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan perusahaan
karena pemasaran berhubungan langsung dngan konsumen.
Minimarket adalah bentuk bisnis ritel modern yang menganut
operasi yang relatif kecil dengan kepemilikan individual , dengan
beroperasi pada luasan sales area antara 100 sampai dengan 1.000 m2 yang menjual variant barang kebutuhan konsumen yang cukup variatif sehingga
kemungkinan besar konsumen dapat menemukan barang yang dicari,
konsumen dapat memilih dan menentukan sendiri barang yang akan mereka
beli karena barang-barang yang ditawarkan disusun pada rak-rak terbuka
sehingga konsumen dapat merasakan kepuasan untuk memilih
barang-barang yang dibutuhkan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya,
kemudian konsumen dapat membawanya ke chek out counter atau kassa untuk transaksi pembayaran Sularso (2003) dan Sujana (2005 : 19).
Minimarket Perdana merupakan ritel bisnis yang berada di daerah
Kebonsari, sebagaimana perusahaan yang bersaing, Minimarket Perdana
kebutuhan , serta kenyamanan dan pelayanan. Dengan tujuan akhir kepuasan
konsumen, setelah berbelanja di Minimarket Perdana.
Minimarket Perdana menyediakan kebutuhan sehari-hari yang
diperlukan oleh konsumen, selain letaknya yang strategis dekat dengan
permukiman penduduk, jalan untuk menuju ke Minimarket Perdana sangat
mudah diakses oleh konsumen karena Minimarket ini terletak di Jalan Raya
Kebonsari tengah . Minimarket Perdana menyediakan alternative kebutuhan
barang sehari-hari dengan harga yang relatif murah dan mampu bersaing
dengan minimarket lain, hal ini tentunya menjadi bahan pertimbangan bagi
para pelanggan untuk tetap setia berbelanja di Minimarket Perdana.
Selain menjadi salah satu alternatif pilihan masyarakat dalam
berbelanja, pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelolah toko dan
pramuniaga minimarket pun sangat sopan, ramah dan tanggap terhadap
keinginan konsumen dalam mendapatkan produk atau barang yang
diinginkan. Program-program promosi yang kerap diberikan oleh pihak
pengelola minimarket seperti pemberian discount (potongan harga), hadiah dan pricepack menjadi dayak tarik tersendiri bagi konsumen yang berbelanja di Minimarket Perdana. Selain itu pengelola Minimarket Perdana juga
sangat selektif dalam memilih dan menentukan produk yang dibeli dari
distributor untuk usahanya memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen,
dengan cara tidak menjual produk yang cacat, rusak ataupun kadaluarsa
yang dapat dilihat pada kemasan produk yang nantinya akan mempengaruhi
4
Kenyamanan berbelanja bagi pelanggannya juga sangat diperhatikan
oleh pihak pengelolah Minimarket Perdana, hal ini terbukti dengan penataan
rak dan tata letak produknya yang disusun rapi dengan jarak, ruang dan
ketinggian yang disesuaikan dengan jenis produk (besarnya kemasan, laku
atau tidaknya produk tersebut, produk itu diiklankan atau tidak dan juga
target pasar) sehingga penempatan produk di dalam rak pada Minimarket
Perdana menjadi mudah dijangkau dan mudah terlihat oleh konsumen,
dengan begitu konsumen dapat dengan mudah dalam mencari dan memilih
produk yang akan dibeli. Hal tersebut didukung pula dengan display yang terlihat menarik dan attractive serta kelengkapan jenis produk yang disediakan Minimarket Perdana.
Semua itu dilakukan oleh pihak pengelolah Minimarket Perdana
untuk memberikan impuls yang tujuannya untuk menarik konsumen
sehingga konsumen melakukan impulse buying sebelumnya. Sebab pada dasarnya, dalam mengambil keputusan pembelian, konsumen tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor pribadi & lingkungan saja, melainkan faktor in store stimuli dan strategi pemasaran yang ditetapkan oleh pihak toko. Karena pada kenyataannya banyaknya pembelian yang dilakukan adalah justru impulse buying. Artinya, keputusan untuk membeli atau tidak oleh konsumen atas suatu barang biasnya sering terjadi di dalam toko. Bisa jadi, meski awalnya
konsumen tidak bemaksud membeli sesuatu, namun karena terpengaruh oleh
Meskipun demikian, karena semakin tingginya tingkat persaingan
yang sangat ketat diantara toko-toko pengecer yang menjual berbagai
produk kebutuhan sehari-hari secara tidak langsung berpengaruh pada
Minimarket Perdana karena dengan banyaknya pilihan
minimarket-minimarket yang tumbuh dan bersaing di sekitar Minimarket Perdana akan
membuat konsumen semakin selektif dalam pemilihan toko untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Adapun data jumlah konsumen di Minimarket Perdana dari bulan
Januari-April di tahun 2007-2009 yang dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai
berikut ini :
Tabel 1.1 : Data Jumlah Konsumen Minimarket Perdana Kebonsari Surabaya Tahun 2007-2009
Bulan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009
Januari 1124 orang 920 orang 812 orang
Februari 1229 orang 870 orang 787 orang
Maret 1163 orang 930 orang 802 orang
April 1125 orang 894 orang 857 orang
Mei 1106 orang 843 orang
Juni 1043 orang 950 orang
Juli 1059 orang 869 orang
Agustus 978 orang 870 orang
September 951 orang 856 orang
Oktober 1006 orang 973 orang
Nopember 947 orang 965 orang
Desember 984 orang 832 orang
Sumber : Data Minimarket Perdana Kebonsari Surabaya
Berdasarkan data konsumen yang diperoleh dari Minimarket Perdana
terlihat bahwa jumlah konsumen pada bulan Januari sampai dengan April
6
diindikasikan karena penataan letak rak yang satu dengan yang lain kurang
teratur, kurang adanya pameran atau sale diskon barang untuk menarik konsumen dalam membeli produk yang dijual, produk yang dijual kurang
lengkap, promosi yang dilakukan oleh pihak minimarket Perdana kurang
menarik serta pelayanan yang kurang ramah oleh karyawan minimarket
Perdana. Hal ini didukung oleh jumlah penjualan yang diperoleh minimarket
Perdana dari bulan Januari sampai April di tahun 2007-2009 mengalami
penurunan. Dapat dilihat pada tabel 1.2 data penjualan di bawah ini :
Tabel 1.2 : Data Penjualan Minimarket Perdana Kebonsari Surabaya Tahun 2007-2009
Bulan Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009
Januari 39.982.000 35.465.750 30.166.994
Februari 38.765.650 34.768.000 29.705.450
Maret 40.255.800 33.896.350 29.843.000
April 37.657.550 36.097.250 30.904.000
Mei 38.870.900 38.553.800
Juni 36.346.300 35.897.000
Juli 37.980.950 36.705.400
Agustus 35.876.850 34.990.150
September 35.652.000 34.765.200
Oktober 39.812.450 37.456.550
Nopember 36.453.300 36.120.000
Desember 35.987.000 34.354.650
Sumber : Data Minimarket Perdana Kebonsari Surabaya
Stimuli yang kurang baik di dalam minimarket Perdana tersebut dapat membuat konsumen untuk tidak melakukan pembelian di minimarket
Perdana pada lain waktu. Masalah yang timbul adalah bagaimana menjaring
konsumen atau menimbulkan minat konsumen untuk melakukan pembelian
Berkaitan dengan kenyataan tersebut, dan menyadari pentingnya in store stimuli, seperti penataan rak, display, promosi, dan pelayanan pramuniaga yang dilakukan oleh pihak pengelola Minimarket Perdana
menjadi sangat penting karena hal tersebut berkaitan dengan impulse buying
yang dapat berdampak pada peningkatan hasil penjualan dan laba yang
dicapai oleh pihak Minimarket. Menurut Mowen (2001 : 10) impulse buying
adalah tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai
hasil dari pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum
memasuki toko. Atau bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang tiba-tiba
dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli
sesuatu secara langsung, tanpa banyak memperhatikan akibatnya.
Hal yang serupa di kemukakan oleh Rook yang dikutip oleh Engel
(1995 : 202) bahwa pembelian berdasar impulse terjadi ketika konsumen mengalami desakan tiba-tiba, yang biasanya kuat dan menetap untuk
membeli sesuatu dengan segera. Impuls untuk membeli ini kompleks secara
hedonik & mungkin merangsang konflik emosional. Juga pembelian
berdasar impulse cenderung terjadi dengan perhatian yang berkurang pada akibatnya.
Menurut Sularso (2003) Penelitiannya menunjukan bahwa
8
Berdasarkan fenomena dan latar belakang permasalahan di atas
peneliti tertarik untuk melakukan pnelitian yang berjudul “ PENGARUH
IN STORE STIMULI DALAM MELAKUKAN IMPULSE BUYING DI
MINIMARKET PERDANA SURABAYA ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Apakah In Store stimuli (X) mempunyai pengaruh terhadap Impulse Buying (Y) di Minimarket Perdana Surabaya ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh In Store Stimuli (X) terhadap Impulse Buying (Y) di Minimarket Perdana Surabaya.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang in store stimuli yang dapat menimbulkan minat beli konsumen, sehingga perusahaan dapat menciptakan strategi-strategi baru yang berkaitan
2. Bagi UPN “VETERAN” Jawa Timur, penelitian ini dapat digunakan
untuk menambah referensi perpustakaan bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian di masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti dapat meningkatkan daya nalar, memperluas wawasan, dan
menambah wacana ilmiah pengetahuan terutama dalam bidang
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu diambil dari jurnal sebagai berikut :
A. Jurnal penelitian Ekuitas, vol 7, no.4, Desember 2003 oleh Andi
Sularso dengan judul penelitian “ Pengaruh rangsangan dalam toko
terhadap pembelian yang tidak direncanakan oleh konsumen Alfa Gudang
Rabat di Denpasar “. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
rangsangan-rangsangan dalam toko yang mempengaruhi konsumen
terhadap pembelian yang tidak direncanakan di Alfa Gudang Rabat di
Denpasar. Metode analisis yang digunakan adalah Metode Regresi Linier
Berganda, dimana pengambilan sample menggunakan teknik purpose
random sampling.
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsumen cenderung
melakukan pengambilan keputusan pembelian yang tidak direncanakan,
dan karena itu rangsangan dalam toko memiliki peran besar dalam
mempengaruhi timbulnya pengambilan keputusan pembelian tersebut.
Hasil penelitian ini mengatakan bahwa faktor-faktor rangsangan dalam
toko yaitu penataaan rak, display produk, promosi harga, kemasan
produk, dan pelayanan pramuniaga berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen yang tidak direncanakan sebelumnya. Adapun
topik yang dibahas yaitu faktor-faktor dalam toko yang dapat merangsang
konsumen terhadap pembelian yang tidak direncanakan. Perbedaan
penelitiaan ini dengan penelitian terdahulu adalah Metode analisis yang
digunakan, penelitian terdahulu menggunakan Metode Regresi Linier
Berganda, sedangkan penelitian sekarang menggunakan Structural
Equation Modelling (SEM), dan obyek yang diteliti.
B. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, vol 7, no. 2, September
2005 oleh Hatane Samuel dengan judul penelitian “Respons Lingkungan
Berbelanja sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko
Serba Ada (Studi Kasus Carrefour Surabaya)”. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis respon pelanggan terhadap lingkungan berbelanja
sebagai stimulus pembelian tidak terencana pada toko serba ada
(Toserba). Metode yang dilakukan untuk memperoleh data dilakukan
melalui SEM, dimana pngambilan sampel menggunakan teknik
probability sampling, penelitian ini menggunakan 7 variabel dalam
mendukung model yang dibangun yaitu : Respon lingkungan berbelanja
yang terdiri dari : pleasure, aurosal, dan dominance. Sedangkan
pengalaman belanja terdiri dari : hedonic shopping value, utilitarian
shoppingvalue, resources expenditure, dan impulse buying.
Adapun persamaan penelitian terdahulu dengan peneitian ini
adalah menggunakan variabel terikat yang sama, yaitu pembelian tidak
terencana. Perbedaan penelitiaan ini dengan penelitian terdahulu terletak
12
C. Jurnal Ekonomi, vol 17, no.3, Desember 2007 oleh Dwi Suhartanto
& Sujiwo Priambodo dengan judul penelitian “Point of Purchase Display
: Pengaruhnya Terhadap Pembelian”. Tujuan dari penelitian yang
dilakukan yaitu untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari objek
penelitian yaitu konsumen yang sedang berbelanja di suatu toko serba ada
(Toserba) yang berlokasi di Bandung , sehingga dapat ditarik kesimpulan
mengenai ada atau tidaknya pengaruh antara penggunaan
point-of-purchase displays terhadap perilaku pembelian.
Metode yang digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan
karakteristik (sifat-sifat) tentang suatu keadaan pada waktu tertentu,
dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak, berdasarkan angka
acak yang dikembangkan untuk pengunjung. Penelitian ini menggunakan
2 variabel yaitu Jenis Pembelian sebagai variabel bebas dengan
subvariabel yang terdiri dari Fully planned, Patrially planned, dan
Unplanned dan POP displays sebagai variabel terikat dengan subvariabel
yang terdiri dari Mudah dijangkau, Lokasi strategis, Rapi, Penampilan,
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Pemasaran
2.2.1.1.Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh perusahaan dalam usaha mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan untuk berkembang dan memperoleh keuntungan.
Pemasaran harus dapat memberikan kepuasan konsumen agar konsumen
mempunyai pandangan baik terhadap perusahaan.
Dari definisi yang ada, maka dapat dilihat pengertian pemasaran.
Beberapa definisi pemasaran dari beberapa ahli yaitu :
a. Menurut Kotler (1997 : 13) pemasaran adalah suatu proses sosial dan
manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,
dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
b. Menurut Stanton (1985 : 3) pemasaran adalah suatu system
keseluruhan dari kegiatan – kegiatan bisnis yang ditujukan untuk
merencanakan, menentukan harga , mempromosikan, dan
mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik
kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
c. Menurut AMA (American Marketing Association) yang dikutip oleh
Alma (2004 : 3) pemasaran adalah proses perencanaan dan
pelaksanaan konsepsi, penetuan harga, promosi dan pendistribusian
14
Dari definisi diatas dapatlah ditetapkan bahwa pemasaran mencakup
kegiatan perusahaan yang diawali dengan proses mengidentifikasi
kebutuhan konsumen, penetuan produk, produksi, menyatukan harga serta
promosi yang akan dipakai dan penyaluran produk tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan
suatu kumpulan dari kegiatan – kegiatan yang saling berhubungan sebagai
suatu sistem. Agar tujuan dari perusahan dapat tercapai maka diperlukan
keahlian dari para pengelolah perusahaan dalam usaha memenuhi
kebutuhan.
2.2.1.2.Konsep Pemasaran dan Orientasi pada Konsumen
Perusahaan yang sudah mengenal bahwa pemasaran merupakan
faktor yang penting untuk mencapai sukses ushanya, akan mengetahui
adanya cara dan falsafah baru yang disebut konsep pemasaran yang
bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan
konsumen atau berorientasi pada konsumen (consumer oriented). Menurut
Kotler ( 1997 : 21 ) konsep pemasaran menyatakan bahwa kunci untuk
meraih tujuan organisasi adalah menjadi lebih efektif daripada para
pesaing dalam memadukan kegiatan pemasaran guna menetapkan dan
memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran.
Apabila orientasi dari konsep – konsep tersebut bertolak pada
produk perusahaan dan memandang sebagai tugas perusahaan adalah
menguntungkan. Maka konsep suatu perusahaan harus dimulai dengan
usaha mengenal dan merumuskan keinginan dan kebutuhan dari
konsumen, kemudian perusahaan itu harus merumuskan dan menyusun
suatu kombinasi dari kebijakan produk, harga, promosi dan distribusi
sebaik – baiknya agar kebutuhan para konsumennya dapat terpenuhi secara
maksimal.
Jadi secara definitive dapat dikatakan bahwa : konsep pemasaran
adalah suatu falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan ( Swastha dan Handoko, 1990 : 8 ) tiga unsur pokok konsep
pemasaran :
1. Orientasi Konsumen
a. Menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang ingin dipenuhi dan
dilayani.
b. Menetukan kelompok pembeli yang akan dijadikan sasaran
penjualan.
c. Menentukan produksi dan program pemasarannya.
d. Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur, menilai,
dan menafsirkan pendapat, sikap dan perilaku mereka.
2. Volume Penjualan yang Menguntungkan
Ini merupakan tujuan konsep pemasaran, artinya laba itu dapat
diperoleh dengan melalui pemuasan konsumen. Dengan laba ini,
16
kemampuan yang lebih besar, dapat memberikan tingkat kepuasan yang
lebih besar pada konsumen, serta dapat memperkuat kondisi
perekonomian secara keseluruhan. Jadi laba merupakan pencerminan
dari usaha – usaha perusahaan yang berhasil memberikan kepuasan
kepada konsumen. Untuk memberikan kepuasan tersebut, perusahaan
dapat menyediakan atau menjual barang dan jasa yang paling baik
dengan harga yang layak.
3. Koordinasi dan Integrasi Seluruh Kegiatan Pemasaran
Dalam perusahaan perlu dilakukan untuk memberikan kepuasan
konsumen. Juga, perlu dihindari adanya pertentangan di dalam
perusahaan maupun antara perusahaan dengan pasarnya. Jadi setiap
orang dan setiap bagian dalam perusahaan turut berkecimpung dalam
suatu usaha yang terkoordinir untuk memberikan kepuasan konsumen,
sehingga tujuan perusahaan dapat direalisir.
2.2.2. Perilaku Konsumen
2.2.2.1.Pengertian Perilaku Konsumen
Dengan meningkatnya kebutuhan dan keinginan konsumen serta
bertambah banyaknya produk yang ditawarkan kepada konsumen
menyebabkan perilaku konsumen pada hakekatnya merupakan salah satu
bagian dari perilaku konsumen secara keseluruhan. Saat ini konsumen
karena itu perusahan perlu mengetahui tentang perilaku konsumen agar
perusahaan berhasil dalam usahanya.
Definisi perilaku konsumen menurut AMA (American Marketing
Association) yang dikutip oleh Setiadi (2003) perilaku konsumen
merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan
lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam
hidup mereka. Perilaku konsumen adalah dinamis itu berarti bahwa
perilaku seorang konsumen, grup konsumen ataupun masyarakat luas
selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Salah satu implikasinya
adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk
jangka waktu tertentu, produk dan individu atau grup tertentu.
Menurut Schiffman & Kanuk (1994 : 7) : Perilaku konsumen
diartikan sebagai perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan
menurut Mowen (2002 : 6) perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi
tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang
melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa
pengalaman serta ide- ide.
Lebih jauh lagi, Engel (dalam Rina Irawati 2001) membedakan
jenis perilaku konsumen menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1. Perilaku Tanggapan Rutin
18
3. Pengambilan Keputusan Meluas.
4. Pembelian Impulsif
Adapun kesimpulan dari perilaku konsumen adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan konsumen yang didahului maupun diikuti oleh
proses pembuatan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan
barang atau jasa untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya.
2.2.2.2.Macam Peranan dalam Perilaku Konsumen
Untuk dapat mengetahui sebab konsumen membeli barang atau
jasa tentu tidak dapat diterangkan secara langsung dari hasil pengamatan
saja. Tetapi dibutuhkan analisa perilaku konsumen yang lebih dalam untuk
membahas mengapa dan bagaimana perilaku konsumen tersebut, sehingga
perusahaan dapat mengembalikan, menentukan harga, mempromosikan
dan mendistribusikan barangnya secara baik. Berikut macam peranan
dalam perilaku konsumen dalam bentuk tabel :
Tabel 2.1. Macam Peranan dalam Perilaku Konsumen
No Peranan Keterangan
1. Initiator Orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu
2. Influencer Orang yang pandangan atau nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.
3. Decider Orang yang sangat menetukan sebagian atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli dan dimana akan membeli.
4. Buyer Orang yang melakukan pembelian nyata.
5. User Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa.
2.2.2.3.Tahap-tahap dalam Proses Keputusan Membeli
Menurut Simamora (2002 : 15), ada lima tahap yang dilalui
konsumen dalam proses pembelian, yaitu pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku
pembelian. Model ini menekankan bahwa proses pembelian bermula
sebelum pembelian dan berakibat jauh setelah pembelian. Setiap
konsumen tentu melewati kelima tahap ini untuk setiap pembelian yang
mereka buat. Dalam pembelian yang lebih rutin, mereka membalik
tahap-tahap tersebut. Gambar berikut ini melukiskan proses tersebut.
Gambar 2.1. Proses Keputusan Pembelian
2.2.2.4.Perilaku Berbelanja
Proses pembelian tidak saja berarti keputusan pembelian, tetapi
juga aktivitas yang berhubungan langsung dengan pembelian tersebut.
Lingkungan dalam toko atau gerai, mempunyai peran yang sangat penting
dalam mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, karena sering kali
keputusan pembelian pelanggan dilakukan dalam toko daripada sebelum
memasuki toko.
Berbelanja merupakan salah satu cara memporoleh suatu barang
yang dibutuhkan konsumen. Aktivitas berbelanja juga dipandang sebagai
suatu aktivitas yang menyenangkan dimana konsumen melakukan kegiatan
Pengenalan
20
belanja dengan berbagai motif. Menurut Loudon dan Bitta (1993 : 537),
ada dua motif utama konsumen dalam berbelanja yaitu motif pribadi dan
motif sosial. Motif pribadi antara lain :
1. Role playing. Konsumen memandang aktivitas berbelanja sebagai
perilaku dan belajar dan juga harapan atau penerimaan sebagai dari
posisi seseorang, seperti sebagai ibu rumah tangga.
2. Diversion. Berbelanja dapat menawarkan suatu hiburan atau kegiatan
yang menyenangkan dari kegiatan rutin sehari-hari dan merupakan
salah satu bentuk rekreasi.
3. Self-gratifiction. Berbelanja mungkin tidak termotivasi oleh manfaat
yang diharapkan dari kegiatan mengkonsumsi, tetapi karena manfaat
dari proses pembelian itu sendiri. Sehingga situasi emosi dan mood
dapat menjelaskan mengapa dan kapan seseorang pergi berbelanja.
4. Learning about new trends. Dengan berbelanja, konsumen bisa
mendapatkan informasi tentang trend dan perubahan simbol-simbol
produk yang merefleksikan daya tarik dan gaya hidup.
5. Phsiycal activity. Berbelanja dapat merupakan suatu pelatihan fisik
yang nyata bahkan sebagai salah satu sarana untuk berolah raga ringan
yaitu dengan berjalan-jalan di pertokoan sambil menikmati suasana
toko.
6. Sensory stimulating. Aktivitas berbelanja dapat menjadi salah satu
sarana perangasang panca indera, seperti melihat dan memegang
yang mengalun di dalam toko, juga mencium bau harum yang ada di
dalam toko.
Sedangkan motif yang kedua adalah motif sosial, yaitu :
1. Social experience outside the home. Aktivitas berbelanja bisa
merupakan suatu pengalaman sosial di luar rumah, seperti pertemuan
dengan teman-teman atau pramuniaga, berkenalan, juga kegiatan hanya
“melihat-lihat” orang yang merupakan hal yang menarik bagi
Konsumen.
a. Comunication with others having similar interest. Kegiatan
berbelanja juga merupakan kesmpatan untuk melakukan interaksi
dengan pelanggan atau penjual yang memiliki minat yang sama.
b. Peer group attraction. Toko-toko tertentu terkadang bisa menjadi
tempat pertemuan atau berkumpulnya kelompok pelanggan yang
memiliki minat yang sama.
2. Status and authority. Berbelanja juga dapat menjadikan pelanggan
merasa memiliki status dan rasa dihargai.
3. Pleasure of bargaining. Kegiatan berbelanja dapat memberikan suatu
kepuasan dalam hal tawar-menawar hingga tercapai harga yang lebih
murah atau mengunjungi saat-saat penjualan khusus (penjualan diskon).
Sementara Assael (1987 : 567), menjelaskan bahwa berbelanja seringkali
dipandang sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan yang disertai satu
atau lebih aktivitas di bawah ini :
22
2. Menelusuri dan mengamati penawaran toko.
3. Bebicara dengan pramuniaga
4. Membelanjakan uang.
Berbelanja selain merupakan salah satu cara memperoleh suatu
barang juga dipandang sebagai suatu aktivitas yang menyenangkan dimana
konsumen melakukan belanja dengan berbagai motif yang mencerminkan
pentingnya arti lingkungan dalam toko yang nyaman dan menyenangkan
sehingga dapat memperbaiki citra toko tersebut dimata konsumen.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa motivasi konsumen
dalam berbelanja adalah sebuah fungsi dari berbagai variabel, beberapa
diantaranya tidak berhubungan dengan pembelian nyata atas produk.
Konsekuensinya, para pengecer perlu untuk memahami berbagai macam
motivasi berbelanja yang mungkin diperlukan dalam menyusun strategi
pemasaran.
2.2.3. Usaha Eceran (Retailing)
2.2.3.1.Pengertian Usaha Eceran (Retailing)
Secara harafiah kata ritel atau retail berarti eceran atau
perdagangan eceran, dan peritel/retailer diartikan sebagai pengecer atau
pengusaha perdagangan eceran. Menurut kamus kata retail ditafsirkan
sebgaai “selling of goods and or services to the publics”, atau penjualan
barang dan atau jasa kepada khalayak (Manser,1995) yang dikutip oleh
Berman & Evans (1992) yang dikutip Asep Sujana,
mendefinisikan kata retail dalam kaitan retail management sebagai “ those
business activities involved in the sale of goods and services to consumer
for their personal, family, or household use” atau keseluruhan aktivitas
bisnis yang menyangkut penjualan barang dan jasa kepada konsumen
untuk digunakan oleh mereka sendiri, keluarga, atau rumah tangganya.
Dari uraian definisi bisnis retail diatas yang patut digarisbawahi, antara
lain (1) penjualan kepada end user (konsumen akhir), dan (2) motivasi
pembelian konsumen adalah untuk kepentingan sendiri (termasuk
keluarganya) dan tidak mutlak dijual kembali, atau paling tidak lebih dari
separuh penjualannya adalah kepada konsumen untuk kepentingannya
sendiri.
2.2.3.2.Karakteristik Bisnis Retail
Salah satu karakteristik bisnis retail adalah “impulse buying”,
yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan
jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyaknya pilihan dalam
berbelanja. Sering kali konsumen dalam proses belanjanya, keputusan
yang diambil untuk membeli suatu barang adalah yang sebelumnya tidak
tercantum dalam belanja barang (out of purchase list). Keputusan ini
muncul begitu saja terstimulasi oleh variasi bauran produk (assortment)
dan tingkat harga barang yang ditawarkan. Asep Sujana (2005 : 15).
24
2.2.4. In Store Stimuli (Rangsangan Dalam Toko)
2.2.4.1.Pentingnya In Store Stimuli
In store stimuli adalah keadaan yang ada di dalam toko yang
difungsikan untuk menarik konsumen di dalam berbelanja. Pengambilan
keputusan konsumen dalam pembelian tidak hanya dipengaruhi oleh harga
semata, namun juga oleh banyak faktor lainnya, faktor lain yang juga
sangat berperan adalah bagaimana toko mampu mencipatakan In store
stimuli yang menunjang, seperti penataan, display, service, dan lain
sebagainya.
Karena pada dasarnya, dalam mengambil keputusan pembelian
konsumen tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pribadi dan lingkungan
saja, tetapi juga oleh strategi pemasaran yang ditetapkan oleh pihak toko.
Artinya, keputusan untuk membeli atau tidak oleh konsumen atas suatu
barang biasanya sering terjadi di dalam toko. Bisa jadi meski pada awalnya
konsumen tidak bermaksud membeli sesuatu, namun karena terpengaruh
oleh salah satu faktor in store stimuli, akhirnya konsumen memutuskan
untuk membeli sesuatu. Andi Sularso dalam jurnal penelitian ekuitas
volume 7, nomer. 4 Desember 2003.
2.2.4.2. Dimensi In store stimuli
1. Penataan Rak
Penataan rak adalah salah satu yang sangat penting dalam bisnis
melakukan keputusan pembelian. Konsumen saat berada di dalam toko
harus mendapatkan kenyamanan dalam memilih suatu produk, misalnya
saja penataan jarak antar rak yang tidak boleh terlalu sempit, begitu
juga dengan penempatan suatu produk di dalam rak harus mudah
dijangkau dan mudah terlihat oleh konsumen.
Menurut Loudon dan Bitta (1993 : 551) penempatan produk
dalam rak memiliki pengaruh penting dalam perilaku konsumen saat
berbelanja. Indikator dalam penelitian ini menurut Sularso (2003) dan
Loudon dan Bitta (1993 : 551) antara lain jarak antar rak yaitu
posisi/letak (jauh dekatnya) antara rak yang satu dengan rak yang
lainnya yang mudah dijangkau, letak ketinggian produk dalam rak yaitu
ketinggian penempatan produk dalam setinggi mata di ikuti posisi
setinggi pinggang dan yang terkecil adalah posisi setinggi lutut, dan
besarnya luas yang digunakan produk dalam rak yaitu besarnya ruang
yang digunakan suatu produk, untuk menarik minat pembeli produk
harus mempunyai ruang yang cukup luas. Ruang yang luas biasanya
digunakan oleh produk baru dan produk yang laris.
Menurut Assael (1998 : 152) konsumen bisa terpengaruh untuk
melakukan impulse buying saat dia melihat suatu produk di dalam rak
26
2. Display
Menurut Loudon dan Bitta (1993 : 551) display (pajangan) (1993
: 551) yang menarik dapat mempengaruhi impulse buying. Display yang
menarik juga dapat mengubah suasana toko yang membosankan
menjadi tidak hanya lebih menarik tetapi juga meningkatkan penjualan.
Spesial display digunakan untuk memikat konsumen pada satu lebih
produk yang dijual di toko.
Produk yang dipajang di rak bisa berfungsi sebagai rangsangan
yang menarik konsumen untuk melihat dan membeli produk tersebut.
Produk yang habis di rak akan mendorong konsumen mencari produk
dengan merek lain, sehingga konsumen bisa berpindah merek.
Konsumen juga lebih tertarik untuk datang ke toko yang banyak barang
dagangannya sehingga konsumen memiliki banyak pilihan. Konsumen
mungkin enggan masuk toko yang persediaan barangnya sedikit.
Banyaknya barang dan kelengkapan barang seringkali menjadi daya
tarik konsumen untuk datang ke sebuah toko (Sumarwan, 2002 : 281).
Indikator dalam penelitian ini menurut Loudon dan Bitta (1993 :
551) antara lain POP (point of purchase) yaitu sebuah penunjuk atau
pemberi informasi (bisa dibilang penjual bisu) yang membantu
memudahkan konsumen dalam berbelanja misalnya : ada tulisan
didalam toko “barang A, dengan harga HEMAT Rp….!!!”, dan
kelengkapan jenis produk yaitu banyaknya barang yang dijual di suatu
3. Kemasan
Kemasan produk merupakan bagian penting dari suatu produk.
Setiap produk yang dihasilkan memiliki kemasan tersendiri sebagai
usaha untuk membedakannya dengan produk yang lain atau produk
yang dihasilkan oleh perusahaan pesaing lainnya.
Menurut Angipora (2002 : 186) kemasan produk adalah sesuatu
untuk menampung isi dan melindungi produk sewaktu di
pindah-pindahkan melalui saluran distribusi yang ditetapkan, sehingga peranan
kemasan saat ini dapat digunakan sebagai wadah untuk
mempromosikan suatu produk dan menjadikannya lebih mudah dan
lebih aman untuk digunakan.
Fungsi kemasan pada dasarnya mampu melakukan lebih dari
sekedar mengidentifikasikan suatu merek, mendaftar semua bahan,
menspesifikasikan ciri khas dan memberi petunjuk, tetapi suatu
kemasan sudah mampu secara jelas membedakan sebuah produk dari
produk pesaing. Indikator kemasan produk menurut Angipora (2002 :
186) antara lain desain, warna, bentuk, dan bahan yang menarik untuk
mencoba mempengaruhi pendapat dan perilaku konsumen melalui
penampilan kemasan produk yang menarik dan serasi sehingga mampu
mengarahkan konsumen untuk membeli.
4. Promosi
Menurut Tjiptono (1997 : 234) pada hakekatnya promosi adalah
28
pemasaran adalah aktifitas pemasaran yang berusaha menyebarkan
informasi, mempengaruhi, membujuk dan mengingatkan pasar sasaran
atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan
loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.
Indikator promosi dalam penelitian ini (Tjiptono, 1997 : 229) antara
lain discount yaitu potongan harga yang diberikan oleh sebuah toko,
price pack yaitu paket tunggal yang dijual dengan pengurangan harga
seperti, beli satu dapat dua, dan hadiah yaitu barang yang diberikan
dengan gratis dari pembelian suatu produk tertentu.
Menurut Angipora (2002 : 338) promosi penjualan adalah
rangsangan jangka pendek untuk merangsang pembelian atau penjualan
suatu produk atau jasa. Promosi merupakan salah satu faktor penentu
suatu keberhasilan suatu informasi mengenai mutu, harga, macam
produk, dan lain-lain. Program promosi dirancang untuk menghasilkan
tindakan yang segera dan spesifik walaupun promosi penjualan
mungkin berkontribusi dalam membangun kesadaran atau sikap yang
menguntungkan terhadap suatu produk, namun penggunaanya terutama
adalah untuk mencapai efek penjualan jangka pendek daripada efek
jangka panjang.
5. Personal Selling
Menurut Hendri Ma’ruf (2005 : 192), Peronal Selling adalah
upaya penjualan yang dilakukan oleh para karyawan di gerai ritel
customer-contact personnel, yaitu orang-orang yang berhadapan
dengan pembeli, dengan sebutan pramuniaga atau salesman/
saleswoman.
Menurut Angipora (2002: 194), pelayanan diartikan sebagai suatu
tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain
(konsumen, pelanggan tamu, klien, pasien, penumpang dll) yang tingkat
pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun
dilayani.
Dalam mengambil keputusan pembelian didalam pasar swalayan
pelanggan akan membutuhkan bantuan pramuniaga terutama dalam hal
pencarian informasi produk yang akan dibeli maupun informasi lain
yang dapat mempermudah pengambilan keputusan, terutama
pengambilan keputusan impulse buying. Oleh karena itu, untuk
keberhasilan yang optimal dari upaya personall selling yang dilakukan
oleh para pramuniaga dan staf lain, diperlukan beberapa faktor yang
terkait, yakni: atitude, minat, keterampilan, dan aspek
lingkungan/organisasi perusahaan (2005 : 193).
Indikator dalam penelitian ini menurut Sugiarto (2002 : 36) antara
lain ramah dan sopan yaitu sikap yang dimiliki pramuniaga dalam
melayani konsumen, kemudahan dalam mendapatkan produk atau
barang yaitu ketanggapan pramuniaga di dalam memenuhi keinginan
konsumen untuk produk yang dibutuhkan, penampilan pramuniaga
30
2.2.5. Impulse Buying (Pembelian yang Tidak Direncanakan)
Konsumen sering kali membeli suatu produk tanpa direncanakan
terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau
di Mal. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Display
pemotongan harga 50 % yang mencolok akan menarik perhatian
konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk.
Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur.
Sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli
produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian yang seperti ini
disebut sebagai pembelian tidak direncanakan atau sering disebut
pembelian impuls (impulse purchasing) menurut Sumarwan (2002 : 311).
Sehingga berdasarkan kejadian yang sering dialami oleh konsumen
tersebut, maka situasional dalam Supermarket sangat berperan dalam
mempengaruhi pengambilan keputusan yang tidak direncanakan
sebelumnya.
Dalam impulse buying sebelumnya, konsumen cenderung
bergantung pada informasi di dalam Supermarket dan tidak terjadi
pengolahan informasi yang intensif. Sebagian besar pembelian produk
terutama barang-barang konsumen (consumer-goods purchase) dilakukan
di toko eceran.
Stern (1962) dalam Semuel (2006 : 105), menyatakan sembilan
1. Harga rendah : Harga produk yang rendah atau murah yang
ditawarkan.
2. Kebutuhan tambahan produk atau merek : Kebutuhan akan suatu
produk atau merek tertentu yang dibutuhkan oleh konsumen yang
biasanya bersifat impulsive (tidak terencana).
3. Distribusi massa : Banyaknya produk yang didistribusikan oleh toko
untuk dijual kepada konsumen.
4. Self service : Kebebasan yang diberikan oleh toko kepada konsumen
untuk memilih produk secara individu ketika melakukan kegiatan
belanja.
5. Iklan massa : Suatu kegiatan mengenalkan produk atau promosi secara
gencar untuk menarik perhatian konsumen.
6. Display produk yang menonjol : Penataan letak produk atau pajangan
produk yang terlihat menarik bagi konsumen.
7. Umur produk yang pendek : Produk yang mempunyai masa
kadaluarsa yang sebentar diantaranya barang-barang yang dikonsumsi
oleh konsumen
8. Ukuran kecil : Produk yang mempunyai ukuran kecil di mana
konsumen senang memilih produk yang mempunyai ukuran kecel agar
mudah di bawa.
9. Mudah disimpan : Produk yang memungkinkan dapat disimpan di
32
2.2.6. Pengaruh In Store Stimuli terhadap Impulse Buying.
Menurut Assael (1992 : 626) in store stimuli memiliki pengaruh
yang besar terhadap pembelian yang dilakukan oleh konsumen, terutama
impulse buying, karena seringkali konsumen justru membuat keputusan
pembelian pada saat berada di dalam toko daripada sebelum memasuki
toko. Buktinya, pengaruh in store stimuli seperti posisi rak, display,
pengepakan, dan harga menjadi lebih penting dari saat keputusan
pembelian direncanakan sebelumnya. In store stimuli yang diciptakan oleh
pihak pengelola toko dapat mempengaruhi konsumen di point penjualan.
Artinya, pernyataan tersebut juga didukung oleh Sularso (2003)
yang menyatakan bahwa penerapan rangsangan dalam toko, seperti
penataan (rak dan barang), display produk, promosi, kemasan dan
pelayanan yang dilakukan oleh pihak pengelolah toko menjadi penting
karena berkaitan erat dengan impulse buying.
Dari uraian teori diatas dapat disimpulkan bahwa in store stimuli
yang baik kepada konsumen akan menimbulkan impulse buying dari
konsumen. Sehingga in store stimuli berpengaruh positif terhadap impulse
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Jarak antar rak X1. 1
Letak ketinggian produkdalam rak X1. 2
Besarnya luas yangdigunakan produk dalam rak
X1. 3
POP (Point of purchase) X2. 1
Kelengkapan jenisproduk X2. 2
Discount (potonganharga) X3. 1
Price Pack X3. 2
Hadiah X3. 3
Ramah dan Sopan dalam melayani konsumen
X4. 1
Kemudahan dalam mendapatkan produk atau barang
X4. 2
34
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan model kerangka konseptual dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Diduga In Store Stimuli (X) berpengaruh positif terhadap Impulse
Buying (Y) di Minimarket Perdana Surabaya.
35
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional
Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah pernyataan
tentang definisi dan pengukuran variabel-vaiabel penelitian secara
operasional berdasarkan teori yang ada dalam pengalaman empiris. Dalam
usulan penelitian ini definisi operasionalnya terdiri dari : A. In Store Stimuli (X)
Merupakan strategi pemasaran yang diterapkan oleh pihak Toko
berupa rangsangan atau stimulus yang diciptakan agar dapat menarik
konsumen di dalam melakukan keputusan pembelian pada saat
berbelanja di dalam Toko. Menurut Sularso (2003) dimensi In Store Stimuli terdiri dari :
1. Penataan Rak (X1)
Merupakan pengaturan tata letak rak dan tata letak produk dalam
rak ( baik dari segi ketinggian dan luasnya) sehingga mudah untuk
di lihat dan dijangkau. Dengan indikator (Loudon dan Bitta 1993 :
551, dan Andi Sularso 2003) :
1.1). Jarak antar rak (X1.1) :
Posisi/Letak (jauh dekatnya) antara rak yang satu dengan rak
36
memudahkan konsumen untuk memilih produk dalam
berbelanja.
1.2). Letak ketinggian produk dalam rak (X1.2) :
Produk yang ditata dan disusun di dalam rak pada posisi
tertentu (posisi rak setinggi mata, setinggi pinggang, dan
yang terkecil setinggi lutut) agar produk di dalam rak mudah
dijangkau dan mudah terlihat oleh konsumen.
1.3). Besarnya luas yang digunakan produk dalam rak (X1.3) :
Ruang yang digunakan suatu produk di dalam rak, agar
antara produk yang satu dengan produk yang lain di dalam
rak tidak terlalu sempit.
2. Display (X2)
Merupakan Pajangan produk yang dibuat dan di desain secara
khusus, bagus, menarik, diletakkan di tempat tertentu dan strategis
sehingga dapat menarik konsumen untuk melihat dan membeli.
Dengan indikator (Loudon & Bitta 1993 : 551) :
2.1). POP (point of purchase) (X2.1) :
Sebuah penunjuk atau pemberi informasi (bisa dibilang
penjual bisu) yang membantu memudahkan konsumen dalam
berbelanja di Minimarket Perdana.
2.2). Kelengkapan jenis produk (X2.2) :
Mencakup penilaian konsumen terhadap kelengkapan produk
3. Promosi (X3)
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Minimarket Perdana
dengan tujuan utama untuk menginformasikan, membujuk,
mempengaruhi dan mengingatkan konsumen agar konsumen
membeli produk yang dihasilakan. Dengan indkator (Fandy
Tjiptono, 1997 : 229):
3.1). Discount (potongan harga) (X3.1) :
Diskon langsung diluar daftar harga untuk tiap pembelian
selama periode tertentu di Minimarket Perdana, agar
penawaran tersebut dapat mendorong konsumen untuk
membeli sejumlah jenis barang baru.
3.2). Price Pack (X3.2) :
Paket tunggal yang dijual dengan pengurangan harga seperti,
beli satu dapat dua yang ditawarkan di Minimarket Perdana.
(3.3). Hadiah (X3.3):
Barang yang diberikan oleh Minimarket Perdana dari
pembelian produk tertentu.
4. Pelayanan paramuniaga (X4)
Yaitu tindakan yang dilakukan oleh pramuniaga untuk memenuhi
kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, dll) yang
tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang
melayani maupun yang dilayani (Sugiarto, 2002 : 36). Dengan
38
4.1). Ramah dan sopan (X4.1) :
Sikap yang ramah dan sopan yang dimiliki pramuniaga akan
membentuk persepsi pelanggan didalam memutuskan
berbelanja di Minimarket Perdana.
4.2). Kemudahan dalam mendapatkan produk atau barang (X4.2) :
Pramuniaga Minimarket Perdana harus tanggap dan sigap
terhadap keinginan konumen dalam mendapatkan sebuah
produk atau barang yang diinginkan.
4.3). Penampilan pramuniaga (X4.3) :
Penampilan pramuniaga Minimarket Perdana dalam melayani
konsumen harus memperhatikan kebersihan dan kerapian
agar menimbulkan daya tarik yang besar sebagai promosi
tidak langsung.
B. Impulse Buying (Y)
Adalah pembelian yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan
terlebih dahulu, pembelian yang terjadi dikarenakan in store stimuli
yang membuat konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak atas
suatu produk. Dengan indikator menurut Stern (1962) dalam Semuel
(2006 : 105)) :
1.) Harga rendah (Y1) :
Harga produk yang rendah atau murah yang ditawarkan oleh
2.) Kebutuhan tambahan produk atau merek (Y2) :
Kebutuhan akan suatu produk atau merek tertentu yang
dibutuhkan oleh konsumen yang biasanya bersifat impulsive
ketika konsumen berada di dalam Minimarket Perdana.
3.) Distribusi massa (Y3):
Banyaknya produk yang didistribusikan oleh Minimarket Perdana
untuk dijual kepada konsumen.
4.) Self service (Y4) :
Kebebasan yang diberikan oleh Minimarket Perdana kepada
konsumen untuk memilih produk secara individu ketika
melakukan kegiatan belanja.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala interval. Dan skala pembentukan yang digunakan adalah dengan menggunakan semantic differensial (pembeda skala) yaitu skala yang mengukur arti obyek penelitian dengan memberikan hanya dua kategori
ekstrim. Analisis ini digunakan dengan meminta responden untuk
menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pertanyaan yang berkaitan
dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang
dua sisi. Digunakan jenjang 7 dalam penelitian ini mengikuti pola berikut:
1 7
40
* Jawaban dengan nilai 1 berarti sangat tidak membenarkan pernyataan
yang diberikan.
* Jawaban dengan nilai 7 berarti sangat membenarkan pernyataan yang
diberikan.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi
Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu
yang mempunyai karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh konsumen yang sedang berbelanja di Minimarket
Perdana Surabaya.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi (Ferdinand, 2002 : 48).Teknik
penentuan sampel yang dipergunakan adalah probability sampling
yaitu penentuan sampel secara acak dengan menggunakan teknik
simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana (Sugiyono, 1999:75) di mana sampel memiliki karakteristik
dan memiliki kesempatan yang sama dengan yang lainnya untuk
dipilih menjadi anggota sampel. Karakteristik sampel yang akan
diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Konsumen yang telah dianggap dewasa dan mengerti tentang apa
yang dimaksudkan oleh peneliti dalam penelitian dengan usia
2. Konsumen yang sedang berbelanja di Minimarket Perdana
Surabaya dan sebelumnya pernah melakukan impulse buying. Sesuai dengan ketentuan alat analisis SEM sebagaimana ditentukan,
jumlah sampel yang digunakan berdasarakan pertimbangan pedoman
pengukuran sampel menurut Ferdinand (2002 : 48) adalah sebagai
berikut :
1. 100-200 sampel untuk teknik maximum likehood estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya
adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variable laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10.
Bila terdapat 20 indikator maka besarnya adalah 100-200. Jadi
sampel yang diambil adalah 15 x 7 = 105 responden.
Dalam mencari sampel dapat menggunakan Rumus (Paguso, Garsia
dan Guerrero yang dikutip oleh Umar 2000:146).
n =
2
1 Ne
N +
Di mana : n = Ukuran sampel
N = Ukuran Populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir.
Ukuran populasi mengacu pada jumlah pengunjung terakhir bulan
42
ditentukan adalah sebesar 10 %. Maka diperoleh jumlah sampel yang
akan diambil :
n = 857 = 89,550 orang 1+ (857 x 0,01)
Dalam penelitian ini sampel yang diambil menurut pedoman SEM
yaitu 105 responden.
3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
Data primer
Data Primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian,
dengan menyebarkan daftar pertanyaan (kuisoner) kepada konsumen yang
sedang berbelanja di Minimarket Perdana Surabaya.
3.3.2. Sumber Data
Data diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada konsumen yang sedang
berbelanja di Minimarket Perdana Kebonsari Surabaya.
3.3.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu
kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :
a. Kuisoner, merupakan daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa
b. Wawancara, merupakan teknik pegumpulan data dalam metode survei yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek
penelitian guna melengkapi data dalam penelitian ini.
3.4 Teknik Analisis SEM dan Uji Hipotesis
Structural Equation Modeling (SEM) adalah sekumpulan teknik – teknik
statistical yang memungkinkan pengukuran sebuah rangkaian hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan yang rumit tersebut dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Metode ini bukan untuk menghasilkan teori melainkan “mengkonfirmasi” teori.
1. Asumsi Model [Structural Equation Modeling] a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
1) Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data
atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.
2) Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standard errornya dan skewness value
yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai
statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value.
Pada tingkat signifikansi 1% jika nilai Z lebih besar dari nilai
kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tindak
normal.
44
4) Linieritas denagn mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya
untuk menduga ada tidaknya Linieritas.
b. Evaluasi atas Outlier
1) Mengamati Z-score : ketentuannya diantara ± 3,0 non outlier.
2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [χ] pada
df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai χ adalah multivariate outlier.
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi- observasi
lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah
variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair, 1998).
c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Dengan mengamati Determinant Matriks Covarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 [kecil], maka terjadi multikolinieritas dan singularitas
(Tabachnick & Fidell, 1998).
d. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh
sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran
atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah
sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana
masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk
yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari
setiap latent variable construct akan diuji dengan melihat loading factor dari hubungan antara setiap observed variable dan latent variable. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability
dan variance-extracted. Construct reliability dan variance-extracted dihitung dengan rumus berikut:
Construct Reliability = [ ∑ Standardize Loading ]²
[ ∑ Standartdize Loading ]² + ∑Єj ]
Variance Extracted = ∑ [ Standartdize Loading² ] ∑ [ Standartdize Loading²]+∑Єj Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj
2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
=1 –
[Standardize Loading]. Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0.7 dan Variance Extracted ≥ 0.5
(Hair et.al, 1998). standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap Construct Standardize Regression weighty terhadap setiap butir sebagai indikatornya.
Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi
46
Ratio/ p (probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t tabel berarti signifikan.
3. Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas
hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data
empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai model yang diperkuat. Sebaliknya,
suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai
suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model
“good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai