ANALISIS EKONOMI USAHATANI LIDAH BUAYA DI KOTA PONTIANAK
Oleh:
RUSLI BURHANSYAH
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
'Xllah akan meninggikan orang-orang beriman di anfara kalian don orang-orang yang diberi ilmu pengefahuan beberapa derajaf"
(Al-Mujadi1ah:ll)
'Barangsiapa menempuh suatu jalan un fuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga"
ABSTRAK
RUSLI BURHANSYAII. Analisis Ekonomi ~ s a h a t a n i Lidah Buaya Di Kota
Pontianak. Dibimbing oleh SRI HARTOYO sebagai Ketua dan I WAYAN
RUSASTRA sebagai Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lidah buaya, kelayakan usaha dan peranan usahatani lidah buaya dalam ekonomi rumahtangga. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi lidah buaya digunakan model fungsi produksi double logarithms (Cobb-Douglas). Hasilnya menunjukkan bahwa produksi lidah buaya dalam kondisi constant return to scale, yang beriuti bahwa peningkatan penggunaan semua input secara proporsional akan meningkatkan produksi lidall buaya dengan laju yang sama besarnya. Disamping itu juga terlillat bahwa tenaga kerja dan pupuk buatan bespengaruh positif terhadap produksi, sedangkan pupuk organik tidak mempengaruhi produksi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petani yang bermitsa dengan swasta memperolelr hasil yang lebih tinggi daripada petani yang tidak bermitra.
Hasil analisis kelayakan finansial pada suku bunga 13.97% terlihat bahwa usahatani lidah buaya layak diusahakan. Jika terjadi kenaikan biaya total 18% atau penurunan produksi 25% atau kenaikan biaya input variabel sebesar 10% usahatani lidah buaya masih layak diusahakan.
Usahatani lidah buaya di Kota Pontianak rnempunyai peranan yang
cukup besar terl~adap pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga yang
berasal dari usahatani lidah buaya berkisar 30.91%-78.9%. Disamping itu juga terlihat bahwa makin luas garapan makin tinggi proporsi pendapatan rumahtangga yang berasal dmi usahatani lidah buaya.
SURATPERNYATAAN
Dengan ini saya lnenyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ANALISIS EKONOMI USAHATANI LIDAH BUAYA
DI KOTA PONTIANAK
Adalah benar ~ ~ x x u p a k a ~ l hasil k a ~ y a sendiri dan belu~n per~lah dipublikasika~~.
Semua data dan infornlasi yang digunakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bogor, Juli 2002
ANALISIS EI<ONOR/II USAHATANI LIDAH BUAYA DI KOTA PONTIANAK
Oleh :
RUSLI BURHANSYAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untulc memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Eltonomi Pertanian
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Ekonorni Usaliatani Lidah Buaya Di Kota Pontianak
Nama : Rusli Burhansyah
NRP : 99016
Progra~n Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr.lr.Sri Hartovo, MS Icetua
Mengetahui,
Dr.ir.1 Wayan Rusastra, MS Anggota
2. Icetua Program Studi
Illnu Elto~lomi Pertanian
Penulis dilahirkan di Malang. Jaws Timur pada tanggal 9 Nopember
1965 sebagai a ~ i a k suluug dari pasangan Aim. Zai~iul A~iiinyn, BA d a ~ i
Mari'ali. Pendidikan Diploma (DIII) Perkebunau ditempuh di Falultas
Pe~tanian, Universitas Brawijaya Malang. lulus t a l i ~ ~ n 1987. Pada talimi 1987,
penulis mela~ijutkan program pe~id~dikan sal-jana (St) pada Fakultas Pertanian,
U~iiversitas Brawijaya Malang, lulus tahun 1990. Pada taliun 1999, peoulis
diterima di Progra~u Studi Ilrnt~ Eltono~ni Pel-tanian Program Pascasariana
Listitut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikall diperoleli dari Departemell
Pertanian Republik Indonesia.
PenuIis bekerja sebagai staf Pe~ieliti di Balai Pengk6jian Tel<~iologi
PRAKATA
Puji dan syukus Alhamdulillah penulis par~jatkan kehadisat Allah SWT,
atas segala rahnlat dan karunia-Nya, sehingga penulisan tesis ini terselesaikan.
Tulisan ini dimasudkan untuk menganalisis ekonomi usahatani lidah
buaya di Kota Porltianak.
Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan, arahan dan
dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terirna kasih setulus-tulusnya kepada Dr.11.. Ssi Hastoyo, MS, selaku ketua
kornisi pembirnbing dan Dr.1~. 1 Wayan Rusaswa, MS selaku anggota komisi
pernbimbing yang telah dengan sabar mernbimbing dalam penyusunan tesis
ini.
Ucapan terirna kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Rektor dan Direktur Program Pascasarjana beserta civitas akademika
Institut Pel-tanian Bogor yang telah memberi kesernpatan dan fasilitas
ltepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister Sains di Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
2. Kepala Badan Penelitian d a ~ i Pengembangan Peltanian: Ketua IComisi
Pembinaan beserta Proyek ARMP-11, Departemen Pertanian Republik
lndonesia yang telah memberi izin dan biaya studi lanjut pada Program
Pascasarja~la Institut Pe~tanian Bogor.
3. Icetua Program Studi Ilnlu Ekonomi Pertalian beserta staf yallg telah
4. Drs. Djarnaluddin Sahari, MS selaku Kepala Balai Pengkajian Tekriologi
Perta~iian ICalirnautan Barat yang telah ~nerllberi kesempatan tlutulc
rnerigikuti prograni Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.
5 . Ir. Hazairin, MS selaku Kepala Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak yang
telah membantu rneberikan informasi tentang kornoditi lidah buaya.
6. I'etugas Penyululi Pertanian Kecamatan Pontianak Utara bese~ta stafiya
yang telali membantu sela~na pengu~npulan data.
7. Ibunda tercinta yang telah me~uberi perhatian dan doa restu.
8. Istri tercinta Erni Susanti da11 kedua ananda tersayang Muhammad Arif
Raiunan dan NabiIa Haniah Rah~nadini atas segala pengorbartan, kesabaran
dan dorongan rnoril yang diberikan.
9. Ayah dan ibu mertua yarig telal~ mernberikan dorongan moril.
10. Teman-ternan EPN Angkata~i 1999 atas ba~ituan dan kel-jasamanya.
1 I . Semua pihak yang telah banyak me~nbantu penulis yang tidak dapat
d~sebutkan satu-persatu.
Besar harapan penulis agar berbagai pemikiran yang tettuang dalarn
tesis irli dapat bermanfaat bagi ~nasyarakat dan pemerintali kliususnya
pemerintah daerah provinsi Kalimantan Barat, kl~usus~lya dalam me~lyiltapi
berbagai fenornena lidah buaya. Penulis menyadari, sebagai bagian dari suatu
p1.oses tentunya dalani tesis ini masih ditemui berbagai kekurangan.
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL . . .
....
.. . . .. ... .. . ... . .. . .. ...
.. . .... . ... . . .. . . . ... ixDAFTAR GAMBAR . . .
.
..
. ..
..
. .. .
..
. . . xiDAFTAR LAMPIRAN
.
. . ..
. . . xiiI. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... . .
....
. . . .. . ... . . ... . . ... . . .:. .. .. .. . . ..1 1.2. Perumusan Masalah . . . .. . . ..
3 1.3. Tujuan Penelitian
. .
. . .. .
.. .
. . ... . .1.4. Ruang Lingkup Penelitian
. .
. . .. .
. ..
. . . 4 5 11. TINJAUAN PUSTAKA ... . . ... . .. . .... . ... ... . . .. . ... ... . . ... 62.1. Tinjauan Agronomi Tanaman Lidah Buaya . . .
.
. . . 6 2.2. Aspek Sosial Ekonomi Tanaman Lidah Buaya .... ... . . . 102.2. Hasil Penelitian Terdahulu..
. .
. . .. .
. . ..
..
. :. . . 2 1111. KERANGKA TEORI.. .... . .. . .... . ...
....
. . .. .. . . ... . .. . .. ... . . ...3.1. Produksi Tanaman Lidah Buaya. ... . . ... .... . . .. .... . ... . .. ... . . . .... 25
.-,
3.2. Berbagai Ksiteria Penilaian Investasi . . . .... . . 27
3.3. Konsep Fungsi Produksi dan Efisiensi Produksi .. . .
.
. . . .. 3 1 3.4. Konsep Pendapaatan Rumahtangga . . ..
. . ..
. . . 35IV. METODE PENELITIAN.. . . ... ... .
....
... . . ..
. . ... .. ... . ... . ... . . .. 3 64.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.. ... .... . .
..
. . . .. .. . ... . . . .... 364.2. Jenis dan Metode Pengumpulan Data.. . . .. . .
.
. . . 36.
.
4.4.Asumsi Dasar yang digunakan ... 45
- . .
...
4.5.Det1n1s1 Operasional 46
V
.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 495.1. Geografis dan Ikliln ... 49 ...
5.2. Penggunaan Lahan 52
5.3. Sumber Daya Manusia ... 53
5.4. Kecainatan Pontianak Utara ... 53
5.5. Koinoditas Lidah Buaya ... 54
...
VI . KARAKERISTIK PETANl SAMPEL 57
...
6.1. Luas Lahan Garal~an 58
. > ...
6.2. Struktur Keluarga Petal11 Sampel 59
...
6.3. Tingkat Pendidikan dan Pengalaillan Petani Sampel 60
...
6.4. Penyediaan Sarana Produltsi 62
...
V11
.
ANALISlS FUNGSI PRODUKSI LIDAH BUAYA 64...
7.1. Pendugaan dan Pemilihan Model 64
... ma
7.2. Efisiensi I.Iar, 68
...
VIII
.
KELAYAKAN USAHATANI LIDAH BUAYA 718.1. Deskripsi Usahatani Lidah Buaya ... 71
8.2. lnvestasi dan Biaya Produksi Usahatani Lidah Buaya ... 73
...
8.3. Tingkat Produksi Lidah Buaya dan Unlur Ekono~nis 74 ...
8.4. Analisis Pendapatan Usahatani Lidah Buaya 75
...
8.5. Analisis Kelayakan Usahatani Lidah Buaya 78
. . . . . ...
...
IX
.
PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI9.1. Luas Garapan Usahatani ...
... 9.2. Pendapatan dari Kegiatan Usahtani Lidah Buaya
9.3. Produkivitas Tenaga Kerja Rumahtangga di Luar Kegiatan
Usallatani Lidah Buaya ...
... X
.
KESIMPULAN DAN SARAN10.1. Kesimpulan ...
...
10.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA ...
...
DAFTAR TABEL
Nomor IIalaman
1 . Kandungan bahan dasar lendirlgel yang berperan sebagai kosmetika .... 11
2 . Dosis lidah buaya yang dianjurkan dalam kosmetika
...
123 . Perkembangan volume dan nilai ekspor lidah buaya Kalimantan Barat
...
tahun 2000-2001 18
4 . Luas dan jenis tanah setiap Kecamatan Kota Pontianak tahun 2001 ... 48
5 . Luas wilayah Kota Pontianak menurut kecamatan tahun 1999 ... 49
6 . Luas lahan kota Pontianak menurut penggunaan tahun 2001 ... 50
7 . Luas tanam dan produksi lidah buaya di Kota Pontianak tahun 1992-
2000 ... 53
8 . Jumlah petani menurut umur tanaman yang diusahakan di Kecamatan
Pontianak Utara tahun 2001
...
559 . Klasifikasi petani lidah buaya berdasarkan luas garapan dan
penyebarannya di Kecamatan Pontianak Utara tahun 2001 ... 56
10 . Klasifikasi petani lidah buaya berdasarkan jumlah anggota keluarga
di Kecamatan Pontianak Utara tahun 2001 ... 57
11 . Klasifikasi petani lidah buaya berdasarkan pendidikan di Kecamatan
Pontianak Utara tahun 2001
...
5812 . Kfasifikasi petani lidah buaya berdasarkan pengalaman di Kecamatan
Pontianak Utara tahun 2001
...
5913 . Hasil pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas usahatani
lidah buaya. Pontianak tahun 2001
...
6314
.
Hasil pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas untuk15. Hasil pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas pada
....
kondisi per hektar untuk analisis ekonomi skala usaha tahun 200 1.. 16. Nilai efisiensi produksi usahatani lidah buaya, Pontianak tahun 2001 ...
... 17. Tingkat produksi lidah buaya Kota Pontianak tahun 2001
18. Biaya total, total nilai produksi dan keuntungan usahatani lidah buaya, Pontianak tahun 2001 ...
19. Analisis sensitivitas kelayakan finansial usahatani lidah buaya luas
1 Ha, Pontianak tahun 2001.. ... 20. Rata-rata pendapatan nunahtangga petani lidah buaya menurut luas
...
garapan di Kelurahan Siantan Hulu, Pontianak tahun 2001
21. Pendapatan per jam kerja, menurut sumber pendapatan dan klas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Berbagai faktor berpengaruh terhadap pengembangan komoditas
lidah buaya.. . ... . .
.
. . . ... . ..
. . ..
. . . .. 17DAPTAR LAMPIRAN
Nomor llalaman
1. Data curah hujan rata-rata selama 10 tahun di Kota
Pontianak
...
952. Komoditas utama sub sektor pertanian dan komoditas
tanaman karbohidrat disetiap wilayah kecamatan di kota
Pontianak tahui 2001
...
967
J . Stsuktur biaya investasi dan operasional usahatani lidah
buaya seIama 7 tahun luas 1 Ha, Pontianak tahun 2001
...
97CasMow finansial usahatani lidah buaya luas 1 Ha, ... Pontianak tahun 200 1..
Data pendugaan fungsi produksi lidah buaya, Pontianak
...
tahun 2001..
Data pendapatan rumahtangga petani lidah buaya, Pontianak
...
tahun 2001.
Program komputer SAS Release 6.12 pendugaan parameter
fungsi produksi lida!! buaya ... Output komputer pendugaan parameter fungsi produksi lidah buaya ...
Program komputer SAS Release 6.12 pendugaan parameter
fungsi produksi Iidah buaya untuk analisis ekonomi skala
...
usaha
Output komputer pendugaan parameter fungsi produksi
...
lidah buaya untuk analisis ekonomi skala usaha
Program komputer SAS Release 6.12 pendugaan parameter
fungsi produksi lidah buaya pada kondisi per hektar yang
...
12 . Output komputer pendugaan parameter fungsi produksi lidah buaya pada kondisi per hektar yang digunakan dalam
untuk analisis ekonomi skala usaha ... 108
13 . Program komputer SAS Release 6.12 untuk pengujian
multikolinier pada analisis fungsi produksi
...
10914 . Hasil output komputer untuk pengujian multikolinier pada
analisis fungsi produksi ... 110
I. PENDANULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kedua teskaya di dunia dalarn ha1
keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30 000 jenis (spesies) telah
diidentifikasi dan 950 spesies diketahui memiliki fungsi biofarmaka. yaitu
turnbullan, hewan. rnaupun mikroba yang ruemiliki poterlsi sebagai obat.
makarlan kesehatan, ~iutsaceuticals, baik urituk manusia, hewan maupun
tanaman. Dengan kekayaan tersebut Indonesia be~peluang besas untuk
menjadi salali satu negara dalam i~idushi obat tsadisional dari kosnletika alami
besbalian baku tumbuh-tumbul~an yang peluang pasanya cukup besar
Potensi pasar dalam negeri tanaman obat untuk bahan bahan baku
industri baik obat tsadisional maupun 1iiode111 sarlgat besar. Hasil survey
Departernen Kesehatan menunjukkan bahwa dibutuhkan sedikitnya 8 000 ton
hahan baku tanaman obat tiap taliunnya ole11 pel-usahaan obat tradisional
(Direktorat Jenderal Produksi Ho~tikultura dan Aieka Tananian, 2000).
Lidah buaya (Aloe \via) merupakan salali satu tarlaman obat yang
rnengandung banyak kliasiat. Tanaman ini telah dibudidayakan di pekarangan
dan lahan terbatas sebagai bahan baku obat tradisional. Namun akhir-akhir ini,
tanaman lidah buaya sudali diusahakan dalam skala lebih besar untuk
Pembudidayaan tanaman lidah buaya di Provinsi Kalimantan Barat,
kliususnya Pontianak telah berkernba~ig pesat. Sampai akhir tahun 2000,
luasiiya rnencapai 64 helttar dan Pemeriiitah Daerah alcan mel.ericanakari
pengembangan budidaya tanaman lidah buaya seluas 19 950 Ha (Dipe~ta Tic I
Kalbar, 2001).
Potensi pengembangan lidah buaya di Po~itianak sebagai komoditi
yang diperdagangkan cukup besar. Hal ini tercelmin dari pe~mintaan pasar
dari produk lidah buaya setiap bulaliiiya mencapai 10 ton sebagai balian baku
ininurnan lidah buaya, baik pennintaan lokal maupun luar negeri antal-a lain
negara Brunei, Malaysia dan Hongkong. PT Niramas Utama telah membina
kemitraan dengan 30 orang petani plasma di Pontianak untulc memenuhi
kebutulian sendiri. Sedangkan PT Serumpun Padu Hati Abadi (Sepadi),
sebuah perusallaan minuman di Kelang, Kuala Lumpur kesulitan memperoleh
balia~i baku lidah buaya untuk jus lidah buaya, nata de aloe dan agar-agar lidah
buaya (Rahardjo, 1999).
Adanya manfaat yang luas, peluang pasar yang terbuka dan men~eriulii
I~ebutulian akan produk-produk lidah buaya baik dalam bentuk segar maupun
olallan kering, maka Ditjen Hortikultura dan Aneka Tanaman membuat strategi
. pengembangan bagi ltomoditas unggulan dan beberapa wilayah andalan bagi
komoditi ini. Wilayah andalan untuk pengembangan komoditas lidah buaya
adalah Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
\'oSjakata, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalirnatan
Dari uraian diatas menutijukkan Kaliinantan Barat merupakan salah satu
wilayali potensial untuk pengembangan koinoditas lidali buaya. Pengembangan
lidali buaya dalam skala yang lebili luas tnemerlukan perhatian khusus, kareria
akan berpengaruli pada peningkataii produksi dan niutu hasil dalam memenulii
hebutullan nasional dan eksport.
1.2. Perurnusan Nlasalah
Pengembangan tanaman obat khususnya lidah buaya kini sudah
selayakriya me~idapat perliatian yang lebih besar, bukai~ saja disebabkan ole11
potensi pengembangan yang tesbuka luas tetapi juga memenuhi pemiintaan
pasar baik untuk kebutuhan dosmetik maupun internasional. Kebutuhan
per~iiintaan lidali buaya sarnpai saat ini .belum dapat te~penulii karelia
terbatasnya suplai lidah buaya kepasaran.
Masalali ketesbatasan sumberdaya terutama modal kerja, produktivitas,
da~i peluang pertgembangan inerupakan rnasalah umum bagi usaliala~ii.
ICeterbatasari modal ke j a pada usahatani ini perlu mendapat perliatiari dari
pe~neiintal~. Modal kerja merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat
perliatian dala~n usaliatani lidah buaya. Sedangkan produktivitas usaliatani .
~iiesupakan faktor. penting bagi kineja suatu usahatani. Penampilan usaliatani
diukur- dasi suatu pmduktivitas. Persoalan produktivitas usahatani yang rendah
berkaitan dengan persoalan efisiensi penggunaan input. Oleli karena itu,
kombi~iasi penggunaan input agar dicapai produksi optimum dengan hal-apan
tel.capai keuntungan maksimurn yang dapat menguntu~igkan petani?
Usahatani lidah buaya inerupakan salah sat11 sumber pentlapata~i
ru~nahtangga petani di Kota Pontianak. Masa produksi dari usahatani ini
relatif lama (10-12 bulan) untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan
petani. Disamping itu petani juga ~ i i e m p d n ~ a i kegiatan usahatani non lidah
buaya sebagai sumber pendapata~i rumah tangga. Dan uraian tersebut yang
menjadi peltanyaan adalah berapa besar peranan usahatani lidah buaya bagi
pendapatan rumahtangga? Usahatani non lidah buaya apa yang 1ne11.jadi
sumber alteniatif pendapatan rurnalita~igga? Dari uraian tersebut diatas. ~ n a k a
petani maupun pihak penentu kebijaksanaan inenghadapi permasalahan antara
lain: Apakah usahatani iidah buaya di lokasi penelitian layak diusahakan?
Apakah kombinasi faktor-faktor produksi di tingkat usahatani pada saat ~ I I I
sudah efisien secara ekonomis? Bagaimana faktor-faktor produksi tersebut
dikombinasikan, sehingga dicapai keuutungan maksimum? Bagairnana skala
usahataninya. apakah berada con.slant i.et7ir.n lo .scale, 1nc,@u.si\7~y atau
c/ccrecrv~n~ rc.n/~-n to ,scn/e? Besapa besas peranan usahatani lidall buaya pada
pe~idapatan rurnahtal~gga petani?
1.3. Tujuan Penelitian
Beberapa permasalahan penelitian yang diiumuskan di atas rne11-jadi
~nengkaji aspek eko~lonii dari sistem usahatani dan pengembangan lidah buaya
di Kota Pontianak. Secara spesifik tujuan studi ini adalah n~enganalisis :
1. Menganalisis kelayakan usahataiii lidah buaya di lokasi penelitian.
2. Me~iganalisis peranan faktor-faktor produksi, efisiensi alokatif penggunaan
sarana p~.oduksi usahatani dan skala usahatani lidah buaya.
3. Mengetahui peranan usatatani lidah buaya daiain ekonomi rumahtangy
petani sesta faktos-faktor yang ineiupengaruhinya.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini adalah petani lidah buaya yang mengusahakan
tailainan lidah buaya sebagai sun~ber pendapatan iumahtangga pada lalian
ga~nbut di wilayah Kota Pontianak. Lingkup yang diteliti hanya kontribusi
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Agronomi Tanaman Lidah Buaya
Lidah buaya (Aloe ]>era) berasal dari Kepulauan Canary disebelah barat
Afrika. Lidali buaya telah dipergunakan untuk banyak keperluan selarna
berabad-abad. Orang Yunani pada awal 333 SM mengidentifikasi aloe Vera
sebagai pollon pengobatan, sedangkan orang Cina menganggapnya auci.
l'analnan lidah buaya rnempunyai banyak jenisnya, yaitu sekitar 330 jenis dari
yang beracun salnpai yang memiliki kaidungan yang lengkap seperti dari jeriis
Aloe Barbadensis Miller.
Menurut Padua, et al. (1999), pusat pengembangan lidah buaya
terdapat di negara Afrika Selatan (Transvaal) antara lain : daerah Eritrea,
Etliopia dan N o ~ t h t e ~ ~ l Somalia. Spesies tanaman lidah buaya yang
dibudidayakan lebih dari 100 spesies termasuk yang hibrida dan cultivar.
Semua jenis lidah buaya dapat di-budidayakan pada kebun dan tanaman pot.
Tanaman lidah buaya digunakan sebagai tananian industri di Barbados pada
pel1nulaa11 abad 16. Negara-negara yang membudidayakan lidah buaya secara
komersial antara lain : Amerika Serikat, Meksiko, Calibea, Israel, Australia,
Thailand, dan Indonesia. Perkebunan lidah buaya berkernbang di Albertinia
(Afrika SelatanSedangkan budidaya lidah di Amerika Serikat sudali nie~ijadi
in-dustri besar dengan menggunakan laha11 lebih dari 20 000 hektar dan
Tanaman lidah buaya rnasuk ke Indonesia sekitar abad ke 17. Saat ini
litlah buaya telah terdapat di seluruh pelosok Indonesia dan umumnya
ditanam terbatas sebagai tanaman liias di dalam pot dan halaman runtali.
Disa~nping sebagai baitan obat-obatan dan kosmetik, karena bahan lendislgel
yang terdapat dalam daumya merigartdung barbaloin d a i isobarbaloin (Waliid,
2000).
Lidah buaya dapat tumbuh pada kisaran kondisi iklim yang luas, dengan
sistem perakaran yang dangkal talian terltadap kondisi kekeringan. Lidah
buaya mernerlultan ketinggian ternpat yang sesuai. Untuk mendapatkart liasil
yang baik, idah buaya ditanani pada ketinggian kurang dari 1 000 in dari
per~nukaan laut. dengan suhu udara 27-31°C dan curah hujan per bulannya
berkisar 50-300 mrii (Padua, el a/. 1999 ). Sedangkan jenis tanah yang cocok
u n h ~ k lidah buaya adalah podsolik, latosol, andosol dan regosol asal me~niliki
drainase yang baik (Wahid, 2000)
Budidaya tanaman lidah buaya di Pontianak pada awalnya dilakukan
dengan cara turnpang sari dengan pepaya Hawaii. Namun pada akhir-althir ini
lidali buaya dibudidayakan secara monokultur. Tanaman ini tumbuh baik pada
dataran rendah dengan penyinaran ntataliari penuh dan panas. Secara
agroklimat kota Pontianak mer~tenuhi - persyaratan sebagai daeralt
pengembangan lidah buaya. Sebagai kota yang dilewati garis khatulistiwa,
rnaka penyinaran matahari berlangsung sepanjang hasi
.
Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, maka budidaya lidali buaya
sebagai tempat turnbuli yakni dengall cara pe~lgolaha~i lahan. Cara pengolalian
tanah gambut diawali dengan penebasan ru~nput, kemudian setelah rumput
kering dibawa ke suatu tempat kliusus (pondok pembakaraii) urituk dibakar dan
diambil abunya. Sisa-sisa tunggul dan akar-akar dibersihkan lagi keternpat
periibakaran, setelall itu tanah dicangkul tipis (kurang lebih satu mata cangkul
dalarnnya) dan diratakan. Pembuatan saluran drainase, kemudian bedengan-
l~edengatl separi.jarlg lebili kurang 5.5 in. dan lebar 1-2 meter selta titiggi 30-40
cm (Ramly, e/ u / . 2001)
Tanaman lidali buaya dapat diperbanyak secara vegetatif, dengan cam
tunas akar atau aiiakan larigsung dipisalikan dari pohon ir~duk untuk ditanam.
Anakan yang berukuran sebesar ibu jari kira-kira 10-20 cm, dipisalikan dari induk d a ~ i dideder dalam polybag sela~na 4 minggu, selanjutnya ditana~n di bedengan. Bedengan dapat tunggal atau berbaris, selanjutnya anakan ditarrarn
pada lubang tanam yalig sebelum~iya diberi pupuk kandang atau kompos 3 kg
per batang. Jarak ta~ialnan yang digunakan 50 x 75 cm atau 50x100 cm. Pe-
~iiupukan tanaman lidah buaya beragarn alitara petani sahl dengan petani yang
lainnya. Pertama, untuk pupuk buata~i diberi NPK (15- 15- 15) 2 sendok rnaltan tiap batang. Kedua, dengaii abu sebanyak 1.5
-
2 kglm2 yang ditabur secara ~uerata, pupuk organik dengan air limbah pelnbusukan kepala udanglikan asin,setiap 1-3 minggu sekali. Pupuk kepala udang diberikan 25-30 gram per
pohon, pupuk urea 5-10 gram per pohon atau dilarxtkan dalam air baru
disil.a~tikan. Setelah tanarnan berumur 2-3 minggu berikutnya disia~igi, ditabur
ini dilakukan terus menerus setiap kali mernbersihkan tanarnan hingga
akhirnya terbentuk galangan serta saluran pembuang air antara baris tanaman.
Pekerjaan irii lebih mural1 jika dibandingkan sekaligus membuat galangan dan
drainase.
Penyakit yang menyerang lidah bnaya boleh dikatakan tidak terlalu
serius. Di India, Allernaria allernala dan I?rsarizmi solani menyebabkan
penyakit spot daun, sedangkan di Aruba, penyakit akar disebabkan oleh
lir~vinia chrysanthen~i. Di Indonesia (khususnya Pontianak), laporan tentang
penyakit tanaman lidall buaya secara serius belum ada. Pembesantasan hama
penyakit lidah buaya hampir tidak pernah dilakukan, tetapi untuk mencegah
haina dan penyakit dilakukan penyemprotan pestisida satu bulan sekali.
Sedangkan peitumbuhan tanaman dipacu dengan pemberian pupuk daurl.
Pengembangan lidah buaya cukup cepat, dalam waktu 6 bulan populasi
rneningkat 5 -10 kali lipat. Bila Iahan tanam telah tei-tanami semua, hasil pemisahan anakan bisa dijual sebagai bibit.
Masa produksi lidah buaya temasuk lama. Tailaman tahunan ini terus
inenghasilkan pelepah sampai umur 7-8 tahun. Panen dapat dilakukan ketika
tarlaman berumur antara 8 - 10 bularl. Saat itu bebelapa pelepah dalam satu
rumpun bisa mencapai -bobot 0.8 kg - 1 kg. Setelalt rnencapai masa produksi, setiap 2 minggu petani dapat mernanen pelepah lidah buaya. Produktivitas lidah buaya di lahan gambut berkisar 20-30 ton/hektar/tahun (Yudo, 2000).
Penelitian dari aspek teknologi baik, bibit, penanaman, pemupukan,
banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini kasena aspek ekonomi komoditi ini
belum banyak diketaliui oleh petani.
2.2. Aspek Sosial Ekonomi Tanaman Lidah Buaya
Tanantan lidah buaya merupakan tariaman obat mempunyai khasiat
se-jak jaman dahulu, karena manfaat tersebut sehingga digunakan sebagai obat
tradisional berupa jamu-jamuan dan bahan kosmetika. Dengan
beskembangnya teknologi, inaka dari tanaman obat tersebut dapat dijadikan
bahan baku industri farmasi nabati. Prospek tanaman obat cukup baik, ketika
konsumen membutuhkan produk-produk akrab lingkungan yang dikenal
dengall konsumen hijau (back to natzrre), maka penggunaan tanaman obat
tradisional yang mengandung multikhasiat dan tidak menimbulkan efek
samping yang berbahaya pada tubuh manusia yang mengkonsur~isiriya akan
semakin meningkat. Secara garis besar khasiat tanaman lidah buaya dibedakan
berdasaskan tujuan mempergunakan bahan baku tanaman lidah buaya yakni :
2.2.1. Ballan balcu minuman.
Tanaman lidah buaya dapat dimanfaatkan sebagai minuman segar.
Minuman segar berasal dari gel lidah buaya sebagai nata de aloe. Cara pem-
buatan minuman lidah buaya disajikan pada Lampiran 14. Salah satu industri
minuman nata de aloe domestik (INACO), membutuhkan bahan baku lidah
buaya segar sebesar 100 ton per bulan, sementara suplai terpenuhi sebanyak I0
impor Jepang untuk aloe segar sebanyak 20 kontainer (300 ton)/bulan,
dipenulii ole11 negara Tliailartd dan Brazil (Dirjen Aneka Tanaman, 2000).
2.2.2. Bahan baku industri kosmetika
Sebagai ballan dasar kosmetika. lidah buaya memiliki kandungan Zn_ K,
Fe Vitamin A, asam folat darl kholin. Kegunaan berbagai bahan dasar tersebut
disajikan pada Tabel 1 dibawah irli (Wahid, 2000).
Tabel 1 . Kandungan bahan dasar lendirlgel tanaman lidall buaya yang belperan sebagai itos~iietika
Nutsisi Kegunaan
-
I<holin
-.
/
Be~yeran dalarn kesehatan kulit dan rambut Su~ubct. : M1;lllid (2000)Salah satu mineral te~penting untuk kesehatan kulit dan kuku
Penting untuk pemeliharaan muka dan otot tubuh agar tetap kencang
Sebagai pembawah oksigen ke seluruh tubuh agar tetap
Vitamin A
Asam Folat
Manfaat dari tanaman lidah buaya sebagai kosmetika antara laill kencang
Penting untuk oksigen jaringan, tanpa oksigenasi, rambut menjadi kering darl rusak, kuku menjadi rapuh
Berveran dalam kesehatan kulit rambut
sebagai; hair tonic yang menguatkru~ dan menumbuhkan rambut,
menghaluskan kulit, membersih badan. Sedangkan dosis bahan lidah buaya
yang dianjurkan dalam produk kosmetika yang diperdagangkan seperti lotion
cream, sustain lotion dan oil, pembersih, pengering masker, lipstik, anti
[image:162.608.82.521.268.828.2]sepe~ti pada Tabel 2 sebagai berikut
Tabel 2. Dosis lidah buaya yang dianjurkan dalam kosmetika
Gel lidah buaya memiliki kandungan vitamin B1, B2, B3, B12, C, E,
Jenis Produk Lotion cream
Sustain lotion
Sustain oil
Pembersih dan pengering Lisptik
Anti perspirant Mediated cream
Salves. ointments shanipo I-lail- conditioner
Choline, Inositol, dan Folic acid. Kandungan mineral dalam lidah buaya yaitu
C a l . ~ i ~ ~ n ~ , P o l a s i ~ ~ n i , Sodiiin~. Chron~izmi. Sedangkan enzim yang terkandung Sumbcr: Diticn Horlikullura d a ~ i Anckl Einzirnall. 2000
Gel (%)
5-20 5-20 5-50 - - 5-20 20-90 1-5 5-20
dalaln lidah buaya adalah Aniylase. (?a/alase, Celh~lose, Carbonypepidase,
~'c~rho.~~~Iielola.se Hlzrd\)kina.se. Selai~l itu lidali buaya juga mengandung Asarn
Bubuk (%)
0.025-0.1 0.025-0.1 - 0.025-0.1 5
-
0.025-0.1 0.05-0.1-
0.025-0.1A~nino. yaitu Ayinine, Asparagiti. A.sparaiic Acid, Analine, Serine. Valine,
Esktrak quinion (%)
5-10 5-10 5-10 - 2-5 2-5 20-30
s/d 0. I
s/d 0. I
1 1 1 ~ a h Threonine, Gycyne, I,ycine,yrozine, Proline, Histidine. Le~rcine,
lsolii~cine (Ditjen Holtikultura dan Aneka Tanaman, 2000).
2.2.3. Bahan baku industri obat
Su-papto (2001) ~nengemukakan bahwa aloe Vera merupakan salah satu
[image:163.611.91.493.151.364.2]pelayanan kesehatan fo~mal. Lidah buaya digu~lakan sebagai per~gobatarl
kanker dan anti-HIVIAIDS yang diteka~ikan sebagai imunoterapi dan
ditunjang khasiatnya sebagai anti-inflarnasi darl sebagai irnunomodulator dan
antiflammasi.
2.2.4. Industl-i Tepung Lidah Buaya (Aloe powder)
Menurut Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT baliwa pengolahan lidah
buaya menjadi tepurlg lidah buaya (aloe po~~.delo.) merupakan upaya teknologi
untuk mendapatkan nilai tamball (added ~~alzle), sehirlgga lidah buaya tidak
lianya dijual dalam bentuk pelepah segar yang harganye relatif rnurah.
Penggunaa~i tepung lidah dalam industri selain lebih praktis juga lebih stab11
dan tidak mudah rusak. Tepung lidah buaya digunakan pada indushi faniiasi,
kos~netika, minuma11 kesehatau dan calnpurari pakan te~nak dan ikan (aloe
po\vder grade rendali)
Selama ini balian baku lidah buaya untuk indusni dalam bentuk bt~buk
~nasih diirnpor dari A~nerika derlga~~ liarga yang relatif ~nallal (US$ 1701Kg).
Sedangkan harga tepung lidah buaya dipasaran Inte~-tiasiorial cenderung
rueningkat setiap tahu~inya. Taliun 1994 harganya ~nencapai US$ 300/I<g dan
~neningkat ~nerijadi US$ 45OlKg. Jadi peluang pasar untuk industri tepung
lidah buaya (aloe p0111der) saat i11i niasili terbuka.
Adapun satu kelemahan pada indusbi tepung lidah buaya adalah rasio
balian balm dan powder yang dihasilkan cukup besar, yaitu
*
150:1, makadalarn jumlah yang besar. Untuk perlu perencanaan yang mantap untuk pengembangan industri tepung lidah buaya ~nenyangkut luas areal, panen dan sebagainya, sehingga tidak tidak terjadi over produksi bahan baku yang menyebabkan jatuhnya harga pelepah lidah buaya.
2.2.5. Bahan baku industri makanan.
Eentuk produk olahan yang dapat dihasilkan dari pelepah lidah buaya
banyak sekali. Adapun bentuk olahan dari bahan baku lidah buaya antara lain :
(I) selai lidah buaya, (2) teh lidah buaya, (3) dodo1 lidah buaya, (4) sendang lidah buaya, ( 5 ) sop lidah buaya, ( 6 ) cake multi gizi, juice, dan (8) pasta (BPPT, 2001).
2.2.6. Bahan baku untuk industri pakan ternak dan pupuk organik.
Pengolahall pelepah lidah buaya untuk industri minuman maupun makanan dalam skala besar menghasilkan limbah berupa kulitlampas lidah huaya dalam jumlah besar. Kulit lidah buaya mengandung bahan organik
antara lain : selulose, pectin ini dapat menimbulkan masalah pencemaran yang
Pemanfaatan produk ini diharapkan dapat membantu pengembangan sektor peternakan dan pertanian. Kegiatan ini sangat penting dalarn upaya mendukung terciptanya suatu sistem pertanian terpadu tanpa limbah (Integrated Fanning System Zero Waste).
2.2.7. Iceragaan Komoditas
id ah
BuayaPengembangan komoditas lidah buaya dihadapkan pada kendala tidak ada kontinuitas data mengenai volume perdagangan, harga dan nilai ekspor.
Analisis peluang yang dapat dilakukan hanya secara kualitatif. Secara
normatif pengembangan suatu komoditas paling tidak ditentukan oleh 5 faktor
berikut : (1) pasar, (2) prospek komoditas bersangkutan, (3) tingkat
keuntungan yang diharapkan, (4) ketersediaan lahan yang sesuai, dan (5) dukungan teknologi (IPTEK).
Pasar produk lidah buaya dalam perdagangan dalam negeri terbuka
lebar. PT Niramas Utama telah memasarkan nata de aloe setiap bulannya 600
karton (144 000 kemasan), dari target pemasaran 15 000 kemasan yang setara dengan kebutuhan 100 ton lidah buaya. Hal ini berkaitan keterbatasan pasokan dari petani di Pontianak sekitar 10 tonlbulan. Sedangkan prospek lidah buaya dalam perdagangan internasional cukup besar. Jepang mengimpor 300 tonlbulan lidah buaya segar berasal dari Brazil dan Thailand. Harga gel lidah buaya cendeiung meningkat setiap tahunnya. Harga gel kering beku pada
tahun 1994 mencapai US $ 300/kg, dan meningkat menjadi $ 450/kg pada
Tingkat keuntungan usahatani lidah buaya cukup menggiurkan. Bila satu pelepah d a m -beratnya mencapai 1-1.5 kg dengan tingkat produksi rata- rata 20-30 tonha dan harga jual Rp SOO/kg berarti dalam dua kali panen (umur
tanaman 2 tahun) akan diperoleh pendapatan (outflow) sebesar Rp 96- 168 juta
atau rata-rata Rp 66 jutahaltahun. Biaya investasi dan pelaksanaan (inflow) selama satu tahun termasuk bibit, pupuk dan pemeliharaan memerlukan Rp 20
-
Rp 30 juta atau rata-rata 25 jutaha, berarti akan diperoleh keuntungansebesar Rp 41 juta/ha/tahun (Wahid, 2000).
Dukungan IPTEK untuk setiap bidang usahatani nampaknya merupakan
suatu keharusan dalam era globalisasi. Pengembangan usahatani lidah buaya b a ~ u pada tingkat awal, dan beludtidak menghadapi kendala produksi yang
beralti. Namun demikian dimasa mendatang bila dilakukan per-
luasan/pengembangannya, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul kendala produksi seperti serangan hama dan penyakit, gulma, gangguan iklim
dan sebagainya. Dengan dukungan iptek yang kuat (1) berbagai peluang
periggunaan barn (pasar) mungkin dapat dibuka, (2) efisensi usahatani dapat ditingkatkan, dan (3) teknologi pra dan pasca panen dapat dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan peluang pengembangannya (Gamnbar 1).
2.2.8. Perdagangan Kornoditi Lidah Buaya
Produk stlbstitl~si
Faktor sosial
hudaya,dll
Peluang
D u k u i l g ~ nTcknologi
Prapancn
D
Profability
I<euiiggulan komparatif I<eunggiilat~ koii7petitif
adalah Provinsi Jawa Barat dan Lampung. Pesmintaan komoditi lidah buaya selama ini yang cukup besar digunakan sebagai bahan baku minuman nata de aloe dalam kemasan plastik. Industsi besar yang mengusahakan yakni PT Inaco- Jakarta dan PT Keong Nusantara Abadi -Lampung.
Kegiatan perdagangan komoditi lidah buaya tidak diatur (bebas), sehingga tidak ada pembatasan volume maupun negasa tujuan. Pada dunia
perdagangan, lidah buaya bclum merupakan komoditi yang umum di-
perdagangkan. Hal ini kasena sistem perdagangan bersifat testutup (black market) antara produsen dan konsumen sehingga akan menyulitkan pihak investor untuk mendapatkan informasi yang menyangkut tanaman lidah buaya.
Sejak tahun 2000 Provinsi Kalimantan Barat, sudah mulai mengekspor produk lidah buaya dalam bentuk minuman nata de aloe ke negasa tujuan Hongkong. Walaupun volumenya belum begitu besar, namun kepastian pemasasan dapat terjamin. Adapun data ekspor produk lidah buaya provinsi Kalimantan Barat Tahun 2000 disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan volume dan nilai ekspor lidah buaya Kalimantan Barat, 2000-2001
Tahun 2000 (Januari-Des) 2001 (Januai- April) Volume (ton) 97 050 114 485 Hasga (kg/US$) 0.078 0,75
-
Nilai (US$)7 631.25
Dari data tersebut terlihat ada kecende~ungan bahwa baik volume maupun nilai ekspor t e ~ u s meningkat. Melihat dari fenomena ini sebenalnya prospek komoditi lidah buaya pada tal~un-tahun yang akan datang akan lebih baik lagi.
2.2.9. Prospek Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Indonesia masih mempunyai peluang untuk pengembangan komoditi lidah buaya, baik dalam usaha produksi, industri olahan dan pemasaran.
Optimisine ini didasarkan pada keuntungan-keuntungan komparatif dan
berbagai unsur penunjang yang dimiliki Indonesia apabila ingin
mengembangkan lagi komoditi lidah buaya, yaitu : (I) unsur sumberdaya alam
yang mendukung, seperti lahan gambut yang masih luas di luar Pulau Jawa dan
kecocokan iklim. Data potensi lahan gambut untuk provinsi Kalimantan
Barat saja 19 935 krn2 atau sekitar 13.58% dari total Iuas Iahan di Kalimantan Barat, (2) unscr sumberdaya manusia yang memadai, seperti jumlah tenaga kerja yang besar dan ketrampilan petani yang cukup baik, dan (3) kemajuan
2.2.10. Stategi Pengembangan Komoditi Lidah Buaya
Beberapa kebijakan yang perlu-dilaksanakan berkaitan dengan stategi pengembangan komoditi lidah buaya, antara lain : (1) peningkatan promosi ekspor yaitu dengan mempelajari kondisi negara yang dituju maupun kondisi negara pesaing dan peningkatan ekspor, (2) kebijakan pengembangan teknologi, (3) pembangunan infrastruktur, (4) peningkatan efisiensi pemasaran;
(5) upaya diversifikasi pasar di luar negeri, (6) mengembangkan industri yang
broad based technology serta resolirces-based, (7) meningkatkan aktivitas resiko harga (price-risk-nlanagen~ent activities), (8) menghasilkan produk
olahan yang mampu memberikan nilai tambah (added 17altie) yang tinggi, dan
(9) menciptakan sistem pemasaran yang persaingan sempurna (Pambudy dan
Ksiswanhiyono, 2001).
Konsumsi komoditi lidah buaya dalam negeri masih cukup tinggi dan
diperkirakan akan terns meningkat, namun masih belum dapat teipenuhi
dengan tingkat produksi yang telah dicapai selama ini. Artinya, peningkatan produksi dan pemenuhan permintaan dalam negeri masih merupakan suatu peluang yang sangat besar walaupun kebutuhan ekspor juga perlu diperhatikan.
Produk lidah buaya dikategorikan prodnk rnakanan tambahan Vood
yang mulai kernbali ke pola hidup ke alam (back to nature). Peningkatan dari
perbaikan sistern budidaya dari kornoditi lidali buaya diharapkan da@t
rrreriingkatkan mutu komoditi lidah buaya sehingga sesuai dengan permirltaan
I;olisumeil saat i i i i .
2.3. I-llasil Penelitian Terdahulu
Hutabarat (1988) rneneliti elastisitas produksi terhadap input pada
~isallatani padi di Sulawesi Selatan. Peubah yarig dimasukkan ke dalam model
adalah bibit, pupuk urea, TSP, nilai obat-obatan dan tenaga kerja. Analisis
elasitisitas produksi rnenggunakan fungsi produksi inodel translog.
Hasil penelitian tersebut rnenu~ijukkan baliwa elastisitas produksi
terhadap pupuk urea bernilai negatif, sedangkan elastisitas produltsi terhadap
l ~ ~ l ) u I i TSP bertiilai positif pada lalian sawah isigasi dan negatif pada lalian
sa\vah bukan irigasi. Input obat-obatan dan tenaga kerja mempunyai elastisitas
produksi positif. Skala perieiimaarl (rerz~rn lo scale) penggunaan input positif
pada sawah beri~igasi dan negatif pada sawah bukan irigasi.
Hartoyo (1982) meneliti perbedaan tingkat produksi antara padi periode
taliun 1968-1 97 1 dengan periode 1977-1 98 1 dan mengetahui faktor-faktor
yarig menyebabkair perbedaan tingkat produksi antara kedua
Analisis ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas.
Dan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa penggunaan padi IR periode 1968-1971 telah mengakibatkan pergeseran fungsi produksi padi. Padi
IR dapat memberikan produksi per unit input yang lebih tinggi 33% daripada
padi non IR. Pergeseran fungsi produksi juga pada fungsi produksi IR periode tahun 1968-1971 ke fungsi produksi IR tahun 1977-1981. Produksi padi IR periode 1977-1981 per unit inputnya lebih tinggi 29% daripada padi IR periode tahun 1968-1971.
Penelitian akllir-akhir ini menyangkut aspek produksi banyak menggunakan pendekatan tidak langsung yaitu menggunakan analisis fungsi keuntungan. Beberapa hasil penelitian kajian produksi yang menggunakan
fungsi keuntungan Cobb-Douglas dalam analisisnya dirangkum pada bagian
,
berikut ini :
Nurung (1997) meneliti efisiensi alokatif dari penggunaan faktor produksi tidak tetap usahatani kopi di Bengkulu. Peubah tidak tetap yang dimasukkan dalam model adalah upah tenaga kerja pemeliharaan, upah tenaga kerja panen dan harga pupuk. Sedangkan peubah tetap terdil-i atas jumlah
pohon kopi berproduksi, luas kebun kopi, umur rata-rata pohon kopi,
pengalaman petani berusahatani dan tingkat pendidikan petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pupuk, jumlah pohon kopi
be~produksi, luas areal kebun kopi dan pengalaman petani berpengaluh positif
oleh luas kebun kopi. Faktor produksi upah tenaga kerja pemeliharaan, upah teuaga kerja panen dan umur tanaman kopi be~pengaruh negatif terhadap keuntungan.
Usahatani kopi rakyat lebih menguntungkan jika diusahakan di 1aha11 lauas daripada di lahan sempit dan di lahan datar daripada di lahan miring.
Usahatani kopi rakyat berada pada kondisi decreasing refrtrn fo scale. Jumlah
penggunaan faktor produksi tenaga kerja pemeliharaan dan tenaga ke rja panen sudah tidak efisien, karena rata-rata biaya per hari kerja yang dikeluarkan
petani relatif mahal. Penggunaan pupuk belum efisien kareua jumlah
penggunaan pupuk masih rendah, yaitu 110 Kgha.
Mukani (1986) meneliti efisensi ekonomi, teknik dan harga relatif usallatani tembakau pipa menurut luas lahan dan status penguasaan tanah di Lumajang, Jawa Timur. Input tidak tetap adalah harga pupuk, harga pupuk kandang, upah tenaga kerja pria dan upah tenaga teinak. Input tetapnya adalah modal, luas tanali, pendidikan petani dan umur petani.
Hasilnya menunjukkan bahwa kedua golongan petani belum mencapai keuntungan maksimum jangka pendek, atau alokasi penggunaan input belum optimal. Petani yang berlahan luas lebih efisien (efisiensi ekonomi dan teknik)
111. KERANGKA TEORITIS
3.1. Produksi Tanarnan Lidah Buaya
Petani lidall buaya dalam mengelola usahataninya bertujuan
memperoleh keuntungan. Namun untuk mencapai tujuan, petani menghadapi
beberapa kendala. Tujuan yang hendak dicapai dan kendala yang dihadapi merupakan faktor penentu bagi petani untuk mengambil keputusa~l dalam usaliataninya. Petani sebagai manajer akan mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Keuntungan maksimum akan tercapai apabila semua faktor produksi telah dialokasikan secara optimal dan efisien, dimana pada saat itu nilai produktivitas marjinal dari faktor produksi sama dengan korbanan marjinal atau harga input yang bersangkutan.
Usahatani lidah buaya termasuk usahatani yang memerlukan waktu relatif lama, dari mulai tanam sampai panen memerlukan waktu 8 - 10 bulan.
Selanjutnya setiap 2 minggu atau 1 bulan petani bisa panen tergantung dari
permintaan. Umur tanaman lidah buaya bisa mencapai 7-8 tahun, namun umur
produktif lidah buaya sekitar 4 - 5 tahun. Pada umur ini, tanaman mulai - mengecil dan produktivitas rendah. Umur tanaman lidah buaya merupakan
salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produktivitas tanaman (Gambar
.18
-
16
-
14
-
AVERAGE
PROFIT
Gatnbar 2. Total, margi~lal, dan keuntungan rata-rata produksi lidah buaya Keterangan : Rp = Rupiah keuntungan (juta)
t = Umur tanaman (taliun)
Pola produksi tanaman lidah buaya mengikuti suatu kurva produksi teltentu,
dimana pada saat awal panen produksinya rendah kemudian semakin
meningkat sampai mencapai produksi maksimum dan mulai meilurun
sejalan dengan umur tanaman lidah buaya yang semakin tua. D a ~ i Gambar 2
terlihat bahwa kurva keuntungan rata-rata (ai,erage profif) maksimum pada saat bespotongan dengan kurva keuntungan marjinal (niarginal profit). Pada kondisi ini tercapai umur ekonomis tanaman lidah buaya pada tahun ke t. Adanya dimensi waktu maka discozrnt factor tersebut harus dimasukkan pada perhitungan net present value.
3.2. Berbagai Kriteria Penilaian Investasi
Dasar penilaian investasi ialah membandingkan sejumlah uang yang dikorbankan sebagai biaya investasi pada saat ini dengan sejumlah uang yang
d~terima sebagai manfaat investasi tersebut diwaktu yang akan datang. Karena
yang diperlukan adalall 'nilai uang' maka perbandingan itu hanya dapat dilakukan pada waktu yang bersamaan atau untuk tahun yang sama. Untuk
t u j u a tersebut para analis proyek-proyek investasi menggunakan faktor potongan (drscomtmng factor) dan faktor pengganda (conzpozmdlng factor). Dasar pernotongan atau penggandaan ini ialah adanya kenyataan bahwa 'nilai
dua atau sepuluh tahun yang lalu, atau satu rupiah pada sepuluh tahun yang akan datang'.
Selain cara discoltnfing factor dan conpounding facror tersebut diatas, dapat dilakukan beberapa presuder antara lain sepelti 'payback period atau C/O (cupital ratio), B/C (Benefit/Cost), NPV (Net Present Yu111e) dan IRR (Internal Rate of Relurn). Beberapa kriteria yang sering digunakan dalam penilaian kelayakan investasi antara lain :
3.2.1. Uenefit/Cost
Perbandingan manfaat dan biaya dihitung pada waktu yang sama. Apabila besarnya nilai manfaat diperhitungkan pada waktu sekarang, maka
besarnya nilai biaya yang dipakai juga pada waktu sekarang. Rumus
perhitungan untuk mencari B/C ratio adalah :
a
=B , I C ,
... (3.11dimana :
a
= perbandingan (nisbah) manfaat dan biaya pada tahun ke-no1B, = henejt pada tahun ke-no1 C, = cost pada tahun ke-no1
Rumus dasar persamaan (3.1) tersebut dapat diturunkan menjadi mmus
dimana :
B = Manfaat
C = Biaya
B, = manfaat pada waktu ke-n
C, = biaya pada waktu ke-n
i = tingkat bunga
n = waktu ke-n
t = waktu
3.2.2. Net Present Value dan Internal Rate of Return
NPV (Net Present Value) dan IRR (Internal Rate of Return) berkaitan
satu sama lain. Kedua kriteria ini dipakai dalam kriteria kelayakau investasi
disamping luiteria B/C ratio. Dalam pelaksanaannya sering dilakukan analisis secara serempak agar hasil perhitungan atau evaluasi, baik yang dihitung berdasarkan BIC, NPV maupun IRR.
NPV adalah analisis yang memperhitungkan selisih antara penerimaal~
tertentu. NPV merupakan perkalian antara arus kas (tambahan manfaat) dan
faktor diskonto. Arus kas (cashflo~tj) dihitung dengan rnengurangkan manfaat
kotor (gross margin), yaitu total nilai produksi dengan total biaya kotor. Secasa matematis NPV dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
I'RR adalah rata-rata keuntungan intern tallunan bagi perusaI~aan/per-
kebunan yang melakukan investasi, biasa dinyatakan dalaxn persen (%). Angka
IRR menunjukkan nilai nisbi antara keuntungan terhadap biaya investasi.
IRR mempunyai arti discount factor yang menyebabkari NPV sama dengan nol, atau discount factor yang membuat jurnlah nilai kini pengeluaran sama dengan jumlah kini pendapatan.
Untuk mencari besaran IRK maka Gittinger (1972) memakai cara
"interpolasi" didasaskan pada perhitungan faktor diskonto terkecil dan terbesar dengan rumus sebagai berikut :
dimana :
IRR = internal rate of retrun
1.tr = bunga modal terendah
AKi,, = arus kas pada bunga modal terkecil
AK;,, = arus kas pada bunga modal tertinggi dan terendall (angka mutlak)
3.3. Konsep Fungsi Produksi dan Efisiensi Produksi
3.3.1. Konsep Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan suatu bentuk hubungan kumulatif antara faktor-faktor produksi dan produksi yang diperoleh. Pada proses produksi usal~atani lidah buaya, faktor-faktor produksi, seperti : luas garapan, pupuk, tenaga kerja dan manajemen, mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Keputusan penggunaan sumberdaya atau input baik kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam proses produksi, ditentukan oleh petani selaku manajer usahatani. Hubungan fiisik antara input dan output disebut fungsi produksi. Secara matematis,fungsi produksi ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = f(A7,,X2,X
,....
xi
,....X,)
... (3.5)dilnana :
Y = jumlah produksi yang dihasilkan
XI = jumlali faktor produksi yang digunakan, i=1,2,..,n -
penggunaan faktor produksi dalam proses produksi dibedakan dalam dua jenis. Peltama, faktor produksi dapat dikuasai petani, sepe~ti : luas laltan, jurnlah pupuk, tenaga kerja, dan lain-lain. Kedua, faktor produksi yang tidak dapat dikuasai petani, seperti : iklim, hama dan penyakit dan bencana alam.
3.3.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
Efisiensi di sektor peitanian berkaitan dengan jumlah sumberdaya yang tersedia dan usaha-usaha mengelola sumberdaya yang tersedia secara optimal. Pengeltian "efisiensi" hakekatnya sangat relatif. Suatu produksi dikatakan lebih efisien dari produksi lain apabila menghasilkan output lebih tinggi nilainya untuk tingkat input yang sama atau dapat mengurangi penggunann sejumlah input untuk memperoleh sejumlah input untuk memperoleh sejumlah output yang sama. Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi ekonmis.
Efisiensi didefinisikan sebagai hasil produksi maksimum yang dicapai untuk suatu kombinasi input yang diberikan. Suatu usahatani dikatakan efisien secara teknis, jika usahatani tersebut menghasilkan jumlah produksi lebih banyak daripada usahatani menggunakan sejumlah faktor produksi yang sama, atau suatu usaliatani menghasilkan sejumlah produk tertentu dengan menggunakan faktor produksi lebih sedikit daripada usahatani lain
(Soekartawi, 1990). Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa penggunaan
faktor produksi disebut efisien apabial proses produksi berada pada daerah rasional (daerah II), yaitu ketika nilai elastisitas produksi antara 1101 dan satu.
condition) terpenuhi.
Dengan menggunakan fungsi produksi pada persamaan (3.5), maka
fungsi keuntungan dapat dinyatakan sebagai berikut :
~ = Y . P ~ - C X ~ P X , ... (3.6)
dimana :
n = keuntungan usahatani
Y = output Py = harga output
Xi = input (i= 1,2,3, . . . n)
PxI = harga inprtt (i=1,2,3,. . .n)
Keuntungan maksimum tercapai apabila turunan pertama d a ~ i fungsi
keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.
P,PMxi=Pxi
di~nana :
P,PMx; = nilai produk marjinal Xi
Pxi = harga input Xi
Jika harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor
Pada penggunaan lebih dari satu faktor produksi, ~nisalnya n faktor
produksi, maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila :
NPMx, - NPMx, NPMx3 -
- - - - - ... --I NPMx I
_
...Px, Px, px3 Pxn
Berdasarkan rumus syarat kecukupan, suatu faktor produksi dikatakan telah dialokasikan secara optimal apabila NPM yang dihasilkan sama dengan Px;. Hal ini berarti tamballan biaya yang dikeluarkan untuk fakor produksi sama dengan tambahan penenmaan yang diperoteh.
Berdasarkan persamaan (3.7) diketahui keuntungan maksimum suatu
proses produksi tercapai apabila petani menggunakan sejumlah faktor produksi sedemikian rupa sehingga rasio NPM dengan Px; untuk seluxuh penggunaan faktor produksi sama dengan satu. Jika rasio NPMxi dengan Pxi kurang dari satu menunjukkan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal. Setiap tambahan penggunaan faktor produksi akan menghasilkan NPM yang lebih kecil dari tambahan biaya yang hams dikeluarkan untuk faktor produksi
tersebut. Pada kondisi ini produsen rasional sebaiknya mengurangi
3.4. IConsep Pendapatan Rumahtangga
Tingkat pendapatan rumahtangga dipengaruhi oleh kesempatan kerja yang ada, tetapi juga dipengaruhi oleh produktiivitas tenaga kerja itu sendiri. Sekalipun jumlah jam kerja per pekerja sangat tinggi, tanpa disertai produktivitas yang tinggi, akan menghasilkan pendapatan yang rendah (Ishikawa, 1978 dalani Nusmanaf, 1985).
Penguasaan atas faktor-faktor produksi menentukan tingkat
produktivitas tenaga kerja. Faktor produksi modal dan atau ketrampilan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Nusma