• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Permainan Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau (Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fungsi Permainan Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau (Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI PERMAINAN BERBURU BABI PADA

MASYARAKAT MINANGKABAU

(Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

SKRIPSI

OLEH

RAHMI SUCI RAMAYANTI

030905054

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh

Nama : Rahmi Suci Rama Yanti

Nim : 030905054

Departemen : Antropologi

Judul : Fungsi Permainan Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau (Studi Deskriptif di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam)

Pembimbing Ketua Departemen

Prof. Dr. Chalida Fachrudin Drs. Zulkifli, MA

NIP: 130.142.218 NIP: 131.882.278

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

(3)

KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu saya panjatkan Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah S.W.T karena atas karunia dan keridhaan-Nyalah Skripsi yang berjudul “Fungsi Berburu Babi Pada Masyarakat Minangkabau” (Studi Deskriptif Di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam) ini dapat selesai. Salawat beriring salam kita sampaikan ke pada junjungan besar Muhammmad S.A.W beserta keluarga dan juga para sahabat-sahabatnya, semoga kelak kita mendapatkan safaatnya. Tulisan ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, maka untuk penyempurnaannya saya mengharapkan kritik-kritik yang bersifat konstruktif dari para pembaca guna lebih menyempurnakan skripsi ini. Semoga Allah meredhai isi skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, saya telah melibatkan

berbagai pihak. Untuk itu saya ingin menghanturkan rasa terima kasih yang

setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik yang telah memberikan andil selama mengikuti perkuliahaan dan

berbagai kebijaksanaan untuk mempermudah penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Zulkifli Lubis, MA, selaku ketua Departeman Antropologi pada

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

3. Ibu Dra. Tjut Syahriani. M.soc, M.sc, selaku dosen wali dan merangkap

sebagai penguji yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan selama

(4)

4. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku dosen pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan

petunjuk kepada penulis.

5. Para dosen Antropologi yang telah membekali, mengarahkan dan

membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di Departemen Antropologi

sehingga selesai skripsi ini.

6. Seluruh staff pegawai Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara Medan.

7. Bapak Dt. Nan Putiah, selaku Wali Nagari di Kanagrian Kamang Mudiak

yang memberikan kemudahan dalam penelitian ini.

8. Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para peserta berburu babi

di Kanagarian Kamang Mudiak yaitu ( pak etek tek ta, Uda andi, Uda zon dan

Uda labai). Dan khususnya buat Papa penulis sendiri yang telah menjadi nara

sumber dalam penelitian ini. ( Pa Makasih banyak ya atas saran- saran dan

masukannya).

9. Spesial penghargaan, terima kasih dan rasa cinta yang sebesar-besarnya

penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis yaitu Papa Amril dan

Mama Asmawati serta kakak satu-satunya kakak Yesi yang penulis sayangi,

yang telah memberikan doa restu serta dorongan semangat untuk dapat

(5)

10.Dan terima kasih kepada keluarga besar “Koto” yang ada di Jorong Bansa,

Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam,

yang telah memberikan do’a restu dan semangat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

11.Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seseorang yang disayangi

yaitu Bang Ibnu Samsar yang telah membantu memberikan dorongan dan

semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Buat Sobat-sobat saya di Departemen Antropologi khususnya Angkatan 03

( Nana, Ana, Yuli, khairiah, oon, novi, nanik, nanda and maria ) yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu orangnya. Makasih ya atas saran-sarannya

dan yang telah banyak memberikan semangat dan do’a dari awal hingga

selesai tulisan skripsi ini.

13.Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada anak kost 7-A Lorse(

Lorong Sembilan) yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita

semua dan diberikan-Nya kesehatan dunia dan akhirat.

Wassalam

Medan, September2007

Rahmi Suci RamaYanti

(6)

DAFTAR ISI

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Kamang Mudiak... 23

(7)

2.6.2. Sarana ibadah... 40

2.6.3. Sarana olahraga……… 41

2.7. Sistem kekerabatan……… 41

BAB III : BURU BABI DI KANAGARIAN KAMANG MUDIAK 3.1. Gambaran umum buru babi di Kanagarian Kamang Mudiak... 43

3.2. Beberapa jenis buru babi... 43

3.3.2.b. Nama anjing berdasarkan daerah asal anjing…… 49

3.3.2.c. Nama anjing berdasarkan kemampuan anjing diarena perburuan………. 49

3.3.3. Warna bulu yang disukai………... 50

3.3.4. Ras anjing pemburu yang disukai………. 51

3.4. Peralatan dan perlengkapan perburuan………. 52

3.4.1. Kala………. 53

(8)

3.6. Peserta / pelaku... 57

3.6.1. Jumlah peserta... 57

3.6.2. Usianya... 57

BAB IV : FUNGSI PERMAINAN BERBURU BABI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT 4.1. Fungsi manifes berburu babi... 67

(9)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.4.1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin……… 30

2.4.2. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan……… 31

2.4.3. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur……… 33

2.4.4. Jumlah penduduk berdasarkan agama……… 34

2.4.5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian……….. 36

2.6.1. Sarana pendidikan……… 39

2.6.2. Sarana ibadah……… 40

(10)

ABSTRAK

Studi ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Dengan tujuan untuk mempelajari, manggambarkan dan menganalisa fungsi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak. Berburu babi merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang ada di daerah pedesaan Sumatera Barat yang masih bertahan hingga saat sekarang ini. Permainan ini diminati oleh berbagai lapisan masyarakat dan dari berbagai latar belakang sosial.

Bagi “orang luar” yang tidak pernah mengikuti permainan berburu babi ini menganggap permainan ini hanyalah semata-mata berburu babi dengan menggunakan anjing yang tujuannya membantu para petani dari serangan babi hutan. Setelah ditelusuri, permainan ini tidak hanya bertujuan untuk menolong para petani dari serangan hama babi hutan saja, tetapi banyak terkandung fungsi yang lain dalam permainan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Di Kanagarian Kamang Mudiak ini terdapat tiga jenis buru babi, berburu besar-besaran (buru alek), berburu biasa (buru biaso), dan berburu rabu (buru rabu). Untuk melihat fungsi yang ada didalam permainan berburu babi digunakan teori Merton, yaitu tentang fungsi manifes dan fungsi laten.

(11)

ABSTRAK

Studi ini adalah penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Dengan tujuan untuk mempelajari, manggambarkan dan menganalisa fungsi berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak. Berburu babi merupakan salah satu bentuk permainan rakyat yang ada di daerah pedesaan Sumatera Barat yang masih bertahan hingga saat sekarang ini. Permainan ini diminati oleh berbagai lapisan masyarakat dan dari berbagai latar belakang sosial.

Bagi “orang luar” yang tidak pernah mengikuti permainan berburu babi ini menganggap permainan ini hanyalah semata-mata berburu babi dengan menggunakan anjing yang tujuannya membantu para petani dari serangan babi hutan. Setelah ditelusuri, permainan ini tidak hanya bertujuan untuk menolong para petani dari serangan hama babi hutan saja, tetapi banyak terkandung fungsi yang lain dalam permainan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Di Kanagarian Kamang Mudiak ini terdapat tiga jenis buru babi, berburu besar-besaran (buru alek), berburu biasa (buru biaso), dan berburu rabu (buru rabu). Untuk melihat fungsi yang ada didalam permainan berburu babi digunakan teori Merton, yaitu tentang fungsi manifes dan fungsi laten.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berburu merupakan salah satu kegiatan masyarakat yang telah

berlangsung sejak zaman dahulu dan sampai saat sekarang ini masih tetap

bertahan. Pada masa dahulu berburu merupakan mata pencaharian hidup yang

khusus, yang biasanya mengumpulkan tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran yang

bisa di makan. Berburu juga dilakukan sebagai suatu cara tambahan untuk

mencari pangan. Demikian dalam ilmu Antropologi ketiga sistem mata

pencaharian itu sering juga di sebut dengan satu sebutan "Ekonomi Pengumpulan

Pangan", atau Food Gathering Economics. (Koentjaraningrat, 1 9 8 5 : 1 1 - 1 6 ).

Berburu babi sebenarnya hampir terdapat pada semua masyarakat yang

tinggal di pedesaan yang berbatasan langsung dengan daerah areal hutan. Seperti

misalnya Suku "Bena" di pulau Flores. Kegiatan berburu babi yang mereka

lakukan disebut dengan "Gabo" (TV 7, jejak petualangan, Sabtu, 21 Februari,

12.00 WIB). Masyarakat suku Kubu yang masih hidup di Bukit Dua Belas

propinsi Jambi juga melakukan hal yang sama, mereka memburu babi dengan

cara menjerat atau memanah. Namun tujuan dan fungsi berburu babi bagi

masyarakat ini adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Berbeda dengan berburu babi yang dilakukan masyarakat di

Minangkabau tujuan dan fungsinya adalah untuk membantu para petani memberantas

(13)

mereka. Disamping itu berburu babi bagi sebagian kalangan adalah untuk

menyalurkan hobi atau kesenangan saja. Hasil-hasil buruan yang didapat dalam

setiap perburuan bukanlah untuk dikonsumsi, akan tetapi hanya diberikan kepada

binatang pemburu mereka yaitu anjing.

Berburu babi sebagai salah satu bentuk permainan rakyat Sumatera Barat,

merupakan salah satu bentuk kebudayaan kolektif masyarakat Minangkabau

yang masih hidup dan berkembang hingga saat ini. Dan merupakan salah satu

bentuk folklor masyarakat Minangkabau. Dalam hal ini Danandjaja (1984:2)

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan folklor adalah sebagian budaya

kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun, secara tradisional

dalam versi maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu

mengingat (Mnemonic folklor). Lebih jauh dikatakan bahwa sebagai bagian dari

budaya, foklor itu dapat berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional (peribahasa

dan lain-lain), teka teki, cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng

(lelucon dan anekdot), nyanyian rakyat, permainan rakyat, kepercayaan

(keyakinan rakyat), seni rupa dan seni lukis rakyat, musik rakyat, gerak isyarat

(Gesture) dan sebagainya.

Bagi masyarakat Minangkabau berburu merupakan salah satu bentuk

permainan rakyat yang telah membudaya, karena merupakan salah satu bentuk

kegiatan yang telah dilakukan secara turun temurun dari generasi kegenerasi

sampai saat sekarang ini. Permainan ini kebanyakan dilakukan oleh penduduk

yang bertempat tinggal di daerah pedesaan yang hidup dekat dengan kawasan

(14)

Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek, Kabupaten Agam.

Berburu diminati oleh kaum laki-laki baik generasi yang masih muda maupun

yang sudah tua. Sasaran atau objek yang akan di buru adalah binatang-binatang

yang hidup di hutan atau di rimba belantara yang meresahkan atau yang

merugikan masyarakat terutama masyarakat yang hidup di sektor pertanian.

Permainan rakyat adalah suatu hasil budaya masyarakat, yang berasal dari

zaman yang sangat tua, yang telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan

masyarakat pendukungnya tua, muda, laki-laki dan perempuan, kaya miskin, rakyat

biasa maupun bangsawan (Yunus, 1982:4).

Berburu babi bagi masyarakat Minangkabau sudah dilakukan oleh nenek

moyang orang Minangkabau, namun tidak ada literatur yang mencatat kapan

persis kegiatan ini dimulai. Sekarang kegiatan ini sudah menjadi bagian tradisi

masyarakatnya yang secara turun temurun telah menjadi suatu bentuk

permainan rakyat. Hal ini terungkap dalam suatu pepatah masyarakat

Minangkabau di Sumatera Barat dengan menyatakan bahwa "Berburu babi suntiang

niniak mamak pamenan dek nan mudo dalam nagari" (berburu babi merupakan

kebanggaan dari ninik mamak, permainan bagi kaum muda). Makna yang dapat

diambil dari pepatah tersebut dapat diartikan sebagai kebanggaan bagi ninik mamak

(tertua adat) karena kata "Suntiang" dalam bahasa Minangkabau sama maknanya

dengan kata mahkota dalam bahasa Indonesia yang berarti dan bermakna suatu

kebanggaan. Sementara kata "Pamenan de nan mudo" berarti permainan bagi kaum

muda, dalam Nagari menunjukkan tempat permainan berburu itu dilakukan.

(15)

atau lebih tepatnya kepada kampung halaman yaitu Ranah Minang ( wilayah asal

orang Minangkabau ).

Berburu babi tersusun dari dua buah rangkaian kata yaitu kata "berburu" dan

kata "babi". Pengertian berburu yang ditemui dalam kamus umum Bahasa Indonesia

yang berasal dari kata "buru" yang kemudian mendapat awalan ”be r” yang berarti

mengejar atau mencari. Mengejar atau mencari itu dilakukan oleh manusia

yang memakai alat dan sarana-sarana tertentu. Babi adalah sejenis binatang

liar yang mempunyai kaki empat. Babi itu banyak pula macamnya, seperti babi

hutan biasa, babi janggut, babi rusa dan babi peliharaan.

Dari sekian banyak babi, yang diburu oleh masyarakat adalah babi hutan

biasa. Didalam buku Mamalia Darat Indonesia, babi hutan biasa ini termasuk

binatang yang berkuku genap atau disebut dengan istilah Artiodactyla. Babi hutan

biasa dalam bahasa Latin disebut Sus

Indonesia. Diluar tanah air kita babi hutan biasa ini terdapat di Eropa, Afrika

bagian Utara dan seluruh Asia. Babi hutan biasa sebenarnya adalah masih

sejenis dengan segala macam babi peliharaan yang diternakkan diberbagai

tempat. Binatang ini sangat pandai menyesuaikan diri dan makan segala macam

makanan, cepat sekali berkembang biak, meskipun sering diburu oleh manusia

ataupun dijadikan mangsa oleh binatang buas dirimba (Carter, 1978:55).

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa babi adalah salah satu jenis

binatang liar yang cukup ganas dan sering mengganggu ketentraman

masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang sering terganggu mata

(16)

masyarakat seperti padi dan umbi-umbian. Dengan demikian binatang tersebut

perlu dikurangi populasinya guna menjaga keamanan dan ketentraman

masyarakat serta mengurangi perusakan-perusakan terhadap tanaman-tanaman,

untuk itulah diambil kesepakatan untuk mengadakan perburuan terhadap binatang

yang merugikan ini.

Pada awalnya berburu babi dilakukan dengan cara tradisional yaitu

dengan menggunakan jerat dan tombak. Namun cara yang demikian nampaknya

tidak mendatangkan hasil yang memuaskan, karena banyak menyita waktu dan

tenaga untuk mencari habitat babi tersebut. Untuk memudahkan menemukan tempat

dimana babi tersebut berada, dipakailah tenaga anjing. Seperti kita ketahui anjing

merupakan salah satu binatang yang mempunyai daya penciuman dan

pendengaran yang tajam sekali bila dibandingkan dengan binatang-binatang yang

sejenisnya. Berburu babi merupakan permainan anak-anak nagari yang

mempunyai kode etik yang cukup kuat dalam arti mempunyai nilai-nilai luhur

budaya Minangkabau di Sumatera Barat dengan segala aturan yang

melingkupinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi

merupakan bagian dari adat budaya masyarakat Minangkabau. Hal ini seperti

dikemukakan (NAVIS, 1978/1980:103), sebagai berikut adanya upacara adat,

misalnya berupa tari-tarian (tarian pasambahan) untuk menghormati para

peserta buru babi yang datang dari daerah tetangga yang harus dilakukan dalam

setiap pelaksanaannya sebelum dilaksanakan perburuan. Sementara itu Peursen

(1989:92) mengatakan, berbagai tahapan dalam perkembanggan kebudayaan

(17)

daya-daya kekuatan disekitarnya. Dalam semua sikap itu tampaklah sebagai aspek

pertama dalam strategi serupa itu bagaimana manusia ingin memperlihatkan

daya-daya kekuatan sekitarnya atau menjadikan semuanya itu sesuatu yang

dapat dialami. Dalam alam pikiran mistis, daya-daya kekuatan gaib itu dijadikan

sesuatu yang dapat diraba-raba karena manusia dapat mengambil bagian dalam

kekuatan tersebut (partisipasi), misalnya tari-tarian dan sebagainya.

Sementara ini Johan Huizinga (t erj. ) (1990:5), menyatakan bahwa kita mau

tidak mau juga mengakui adanya sesuatu yang rohani. Sebab apapun hakikatnya

permainan bukan materi. Dari segi pandangan dunia yang ditentukan oleh

kekuatan-kekuatan, semata-mata secara deterministis, suatu yang tidak

diperlukan. Dengan masuknya roh yang meniadakan prinsip deterministis,

kehadiran permainan menjadi mungkin dapat dipikirkan, dapat dipahami.

Dengan demikian jelas bahwa dalam permainan buru babi tersebut dalam

pelaksanaannya terdapat upacara adat yang harus dilakukan terlebih dahulu.

Fenomena ini yang memberikan sinyal bahwa ada keterkaitan bentuk permainan

berburu babi dengan adat dan budaya masyarakat pendukungnya serta penggunaan

kekuatan mistis dalam upacara perburuan untuk menentukan posisi babi yang akan

diburu melalui pawang-pawang yang memimpin upacara perburuan sebelum

dilakukan.

Sebagai bagian dari adat dan kebudayaan Minangkabau. Memang telah

banyak literatur menulis tentang permainan tradisional masyarakat Minangkabau,

Tetapi masih banyak juga yang belum tersampaikan atau belum tercatat. Tidak

(18)

tengah-tengah masyarakat Minangkabau, sebagai contoh permainan

layang-layang dan adu kerbau. Dari bentuk dan fungsi permainan berburu babi yang

dimainkan oleh masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, terlihat sebuah

bentuk identitas budaya masyarakat yang terbentuk dari aktifitas permainan

tersebut, dimana dalam permainan ini melibatkan lembaga-lembaga adat dan

merupakan kebanggaan bagi ninik mamak di Minangkabau. Identitas inilah

yang membedakan bentuk permainan ini dengan permainan serupa yang

dilakukan masyarakat etnis lainnya. Tetapi rasanya masih ada yang tertinggal

atau belum tersampaikan, salah satu yang belum tersampaikan ini adalah tradisi

berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek,

Kabupaten Agam, yang letaknya beberapa puluh kilometer sebelah Selatan kota

Bukittinggi.

Apabila dibandingkan dengan daerah lain di Minangkabau, pelaksanaan

permainan berburu babi di Kanagarian Kamang Mudiak cukup unik dan

mempunyai pola tersendiri didalam pelaksanaannya. Kegiatan berburu yang

dilaksanakan dua kali seminggu sangat digemari oleh masyarakat pecandu

permainan ini. Penggemar permainan ini begitu banyak, yang berasal dari

berbagai lapisan sosial ekonomi yang ada di masyarakat baik pedagang,

pegawai, pensiunan, petani, bahkan para pelajar juga terlibat dalam permainan

ini. Untuk ikut serta dalam kegiatan berburu babi setiap minggu tentu

memerlukan biaya yang cukup besar, terutama untuk ukuran petani pedesaan.

Kadang-kadang arena perburuan jauh dari lokasi tempat tinggal dan untuk menuju

(19)

biaya untuk perawatan anjing setiap hari cukup besar, baik itu untuk membeli

susu, telur dan obat-obatannya.

Cara hidup seperti ini perlu dipertanyakan dalam keadaan zaman seperti

sekarang ini. Kegiatan berburu babi sepertinya kegiatan yang membuang uang

saja, yang sebenarnya bisa ditukar dengan permainan lain yang tidak

memerlukan biaya. Bahkan tidak jarang banyak pameo terlontar ditengah

masyarakat tentang para perburu tersebut. Salah satu pameo yang sering

terdengar ditengah masyarakat adalah "Orang berburu tersebut lebih sayang

kepada anjing dari pada anaknya, anjing di mandikan pagi hari dan diberi

minum susu sedangkan anaknya tidak". Akan tetapi pameo tersebut tidak ada

artinya bagi masyarakat pecandu buru babi bahkan peminatnya semakin bertambah

banyak pula.

Berarti permainan berburu babi tersebut mempunyai fungsi didalam

kehidupan masyarakat setempat. Dalam hal ini fungsi diartikan sebagai

kegunaan suatu hal (Suyono, 1985:127).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah proses permainan buru babi itu berlangsung?

(20)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan permainan berburu

babi, dan proses permainan tersebut berlangsung. Selain itu akan di deskripsikan

pula fungsi berburu babi sebagai salah satu Permainan Rakyat di Sumatera Barat,

sehingga permainan buru babi sebagai bentuk Permainan Rakyat yang tetap

terpelihara sebagai suatu warisan budaya.

Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah khasanah Referensi di bidang

ilmu sosial umumnya dan di bidang ilmu Antropologi pada khususnya. Dan

diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dipakai sebagai bahan acuan bagi

mereka yang ingin mempelajari dunia folklor secara lebih mendalam. Dan dapat

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial dan

ilmu politik Departemen Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

1.4. Tinjauan Pustaka

Pada saat sekarang ini permainan berburu babi cukup dikenal oleh

masyarakat Minangkabau pada umumnya. Baik dalam kalangan bawah sampai

pada kalangan atas. Bahkan pada saat sekarang ini tidak hanya orang-orang yang

berada di desa saja yang gemar melakukan permainan buru babi ini, tetapi

orang-orang yang bertempat tinggal di kotapun terlihat aktif melakukan kegiatan tersebut

bahkan dikota besarpun seperti di ibu kota propinsi telah ada persatuan-persatuan

buru babi yang langsung berada dibawah pembinaan Kapolda. Dapat dikatakan

(21)

berkembang dan diminati oleh banyak orang.

Dunia bermain dengan segala bentuk permainnya merupakan fenomena

budaya yang timbul ditengah-tengah masyarakat pendukungnya dan ini

merupakan bagian dari bentuk foklor. Hal ini seperti dikatakan Brunvard dalam

Danadjaja (1984:34) yang mengatakan foklor adalah bagian dari kebudayaan

yang bersifat tradisional, tidak resmi (unofficial) dan noninstusional. Selanjutnya

oleh foklor adalah suatu ciptaan (creations) dari suatu kelompok atau seorang

individu yang berorientasi pada kelompok dan berdasarkan pada tradisi suatu

komunitas sebagai suatu ungkapan jati diri dari kebudayaan masyarakatnya,

batasan-batasan dan nilai yang di wariskan secara lisan, mencontoh (immitation)

atau dengan cara lain bentuk-bentuknya mencakup antara lain: bahasa,

kesusasteraan, tari, permainan-pcrmainan, mitologi, ritual, adat-istiadat, seni

karya, arsitektur dan kesenian lainnya.

Berkembangnya permainan berburu babi ini disebabkan oleh fungsi yang

terkandung didalam permainan tersebut. Menurut Ritzer, fungsi adalah akibat

yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem

(Ritzer, 1985:28). Dalam hal ini masyarakat dianggap suatu sistem, dimana

pendapat ini adalah asumsi dasar dari kaum fungsionalis. Selanjutnya dikatakan

bahwa, masyarakat dianggap sebagai suatu sistem yang terdiri dari

bahagian-bahagian yang tergantung satu sama lain artinya bahwa bagian-bagian tersebut

saling terkait yang membentuk suatu struktur dan berfungsi satu sama lainnya.

Dalam hal ini suatu sistem haruslah selalu dalam keadaan equalibrium. Sistem

(22)

mestinya, maka sistem tersebut menunjuk kearah ketidakseimbangan, maksudnya

adalah apabila satu elemen dalam suatu sistem tidak berfungsi maka akan terjadi

gangguan ataupun ketidakseimbangan ( Poloma, 1987:25-26).

Menurut James DanandJaja (1984:181) permainan rakyat berfungsi sebagai

sarana rekreasi, hiburan, olahraga dan mengembangkan daya berfikir, terutama

bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari

keramaian. Begitu juga dengan permainan berburu babi, juga merupakan permainan

rakyat, dapat dilihat pada permainan berburu babi banyak fungsi yang

terkandung di dalamnya seperti sebagai sarana rekreasi, olahraga membasmi

hama tanaman sehingga permainan ini dapat di katakan sebagai permainan

rakyat, karena diminati oleh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang

bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan. Di samping itu permainan rakyat

berburu babi ini merupakan warisan budaya dari nenek moyang orang

Minangkabau dan telah ada sejak dahulu dan bertahan sampai saat ini. Selain

itu tata cara pelaksanaan permainan, aturan-aturan yang mengatur, serta peralatan

yang digunakan tidak banyak mengalami perubahan sampai saat sekarang ini.

Dari kenyataan diatas dapat dikatakan bahwa permainan berburu babi merupakan

salah satu aktifitas dari kebudayaan Minangkabau.

Adanya kegiatan berburu babi yang terus berlangsung di daerah-daerah

pedesaan serta di lokasi penelitian sendiri, selain dirasakan manfaatnya yang

besar oleh para petani, juga haruslah dipandang sebagai suatu tradisi adat

kebiasaan yang melembaga pada kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.

(23)

pranata-pranata sosial tertentu yang menyangkut kegiatan masyarakat. Pranata

sosial merupakan suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada

aktifitas-aktifitas untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus

masyarakat. Dalam pranata sosial ini diatur pula aktifitas-aktifitas tertentu, di mana

aktifitas itu diatur pula oleh peranan dan status individu yang terlibat. Interaksi

yang ada didalam aktifitas tersebut berpola pada satu hak dan kewajiban tertentu

yang di katakan sebagai stuktur sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jaringan

hubungan sosial diantara anggota-anggota masyarakat (Brown dalam

Koentjaraningrat, 1985:173).

Dalam struktur sosial itulah tindakan-tindakan manusia diwujudkan

berdasarkan pola hak dan kewajiban menurut status dan peran yang dimainkan dalam

suatu interaksi sosial. Pengertian dan kewajiban para pelaku dikaitkan dengan

masing-masing status dan peranan para pelaku. Status dan peranan bersumber

pada sistem penggolongan yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang

bersangkutan, dan yang berlaku menurut masing-masing pranata dan situasi

situasi sosial di mana interaksi sosial itu terwujud (Suparlan, dalam Widjaja,

1986:90). Status di konsepsikan sebagai posisi yang di tempati, sedangkan

peranan adalah tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan atau

posisi tertentu dalam suatu stuktur sosial. Sedangkan interaksi sosial merupakan

hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut antara orang perorangan, antara

kelompok dengan kelompok maupun antara orang perorangan dengan kelompok

(24)

Koentjaraningrat membagi pranata kebudayaan ke dalam delapan

penggolongan yaitu: l. Pranata kekerabatan 2. Pranata ekonomi 3. Pranata

pendidikan 4. Pranata ilmu pengetahuan 5. Pranata seni dan rekreasi 6. Pranata

Agama 7. Pranata Politik 8. Pranata pemenuhan Kebutuhan fisik manusia

(Koentjaraningrat, 1986:166-167).

Sesuai dengan pengelompokan pranata tersebut, maka permainan berburu

babi yang berkembang dewasa ini dapat di masukan ke dalam Pranata Ekonomi dan

Pranata Rekreasi. Permainan berburu babi yang berkembang pada saat sekarang

ini di samping berorientasi kepada penyelamatan sumber-sumber ekonomi

masyarakat, terutama masyarakat yang bermata pencaharian sebagai sarana

Rekreasi dan Hiburan yang menarik bagi sebagian masyarakat yang hidup bukan

dari sektor Pertanian.

Dalam masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ada sejenis pranata yang

mengatur suatu aktivitas tertentu. Pranata sosial berburu babi ini ada suatu

aturan-aturan tertentu yang harus dipahami oleh anggotanya dalam berinteraksi, misalnya

seperti aturan yang mengatur pengolongan para pelaku menurut status dan

peranannya dan yang membatasi bermacam tindakan-tindakan yang boleh dan

yang tidak boleh serta yang seharusnya diwujudkan oleh para pelaku (Suparlan,

dalam Widjaja, 1986:90). Maksudnya di Kanagarian Kamang Mudiak ini telah

ada peraturan yang mengatur tentang kedudukan para peserta buru babi

berdasarkan kemampuannya, misalnya ada yang berperan sebagai "Tuo Buru",

pengurus dan sebagai anggota para peserta yang telah dipilih tersebut akan

(25)

setujui secara bersama-sama. Keterkaitan antara elemen-elemen sebagai pranata

sosial terhadap pranata sosial yang lainnya akan membentuk suatu stuktur

dalam sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Dari keterkaitan itu akan

tergambar dua fungsi yang dapat di katakan berbeda yaitu fungsi yang terlihat

secara langsung dan fungsi tersembunyi. Dalam permainan berburu babi, fungsi

yang terlihat langsung adalah fungsi membasmi hama tanaman, dalam hal ini

berburu babi. Sedangkan fungsi yang tidak terlihat atau tersembunyi didalam

permainan berburu babi adalah fungsi prestise, pamer kekayaan, dan sebagainya.

Merton membagi dua jenis fungsi yang selalu terdapat dalam setiap sistem.

Yaitu fungsi manifes dan fungsi laten. Lebih jauh Merton menyatakan, fungsi

manifes adalah konsekuensi objektif yang membantu penyesuaian atau adaptasi

dari sistem dan disadari oleh para partisipan dalam sistem tersebut, fungsi laten

adalah fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak disadari (Merton, dalam

Poloma, 1987:39). Semua bentuk aktifitas dari kebudayaan dapat dianalisa dari

perspektif fungsi manifes dan fungsi laten ini. Demikian juga dengan permainan

berburu babi yang terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak bisa di analisa

fungsi manifes dan fungsi latennya. Fungsi manifes adalah fungsi yang

berhubungan erat dengan tujuan-tujuan dari kegiatan. Dalam hal ini adalah

fungsi yang berkaitan erat dengan tujuan-tujuan yang memang diharapkan

dapat terpenuhi dalam hubungannya dengan kegiatan berburu babi. Hal ini

disebabkan karena keberadaan fungsi permainan ini di tengah-tengah

masyarakat memiliki saling keterikatan yang tinggi karena itu terus bertahan

(26)

Manfaat yang dirasakan dari fungsi-fungsi berburu babi ini sangat

luas dan beragam di kalangan masyarakat. Fungsi berburu tidak hanya

dinikmati oleh para peserta berburu babi saja, tetapi juga oleh masyarakat

Kanagarian Kamang Mudiak dimana kegiatan berburu ini dilakukan.

Misalnya para warga yang hidup dari bertani di desa, mereka sangat

tertolong dari serangan hama babi hutan. Beberapa fungsi manifes dari

permainan rakyat berburu babi ini adalah:

- Gotong royong memberantas hama babi hutan.

- Olahraga dan kesehatan

- Rekreasi dan periwisata dan

- Fungsi Sosial.

Sedangkan fungsi laten adalah fungsi yang sebenarnya tidak

diharapkan kehadirannya dari suatu gejala yang terjadi dalam permainan

rakyat berburu babi. Berikut ini akan dipaparkan beberapa fungsi laten dari

permainan rakyat berburu babi yang tumbuh dan berkembang di

tengah-tengah masyarakat Minangkabau saat ini: fungsi prestise, pamer kekayaan,

pasar terselubung dan disinyalir terdapat pasar taruhan dalam permainan

rakyat ini.

Dalam mengkaji masalah fungsi, antara fungsi manifes dan fungsi laten

tidak dapat dipisahkan. Sebagaimana yang ditekankan oleh Merton, studi fungsi

manifes saja yang mengabaikan fungsi laten adalah menyesatkan, lebih dari itu

juga harus waspada untuk tidak melupakan fungsi laten ketika sedang terbius

(27)

bisa tidak secara total bersifat integratif dan disintegratif, maka penilaian

fungsionalitasnya harus dilihat dalam keseimbangan

konsekunsinya-konsekuensinya (Poloma, 1987:39- 42).

Sehubungan dengan hal di atas, untuk melihat dan mengkaji fungsi dalam

studi ini dipakai pendekatan kebudayaan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh

Moleong, bahwa pendekatan kebudayaan adalah pendekatan yang berusaha

menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan (Moleong,1990:13).

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan keseluruhan sistam gagasan,

tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik manusia dengan poses belajar ( Koentjaraningrat, 1986:180 ).

Manusia dalam menghadapi lingkungannya, yang terwujud berupa

tingkah lakunya, ditentukan oleh sejumlah aturan-aturan dan petunjuk-petunjuk

yang ada dalam kebudayaan masyarakat di mana ia tinggal. Jadi ia bertingkah

laku menurut kebudayaannya, karena kebudayaan tersebut mereka yakini

kebenarannya, yang didapat dengan cara belajar dari masyarakat yang

bersangkutan. Dalam hal ini kebudayaan dilihat sebagai tiga wujud. Pertama

adalah wujud ideal dari kebudayaan yang sifatnya abstrak yaitu komplek ide-ide,

yaitu gagasan, nilai, peraturan, norma dan sebagainya yang memberi jiwa pada

masyarakat tersebut, yang disebut dengan sistem budaya atau disebut juga adat

istiadat. Wujud yang kedua adalah wujud yang kongkrit, yaitu komplek aktifitas

dan tindakan yang terpola, yang disebut juga dengan sistem sosial. Sebagai wujud

yang ketiga adalah benda-benda hasil karya manusia yang disebut juga dengan

(28)

Adat istiadat yang berisikan norma-norma yang mengatur permainan

berburu babi pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak merupakan suatu

komplek ide, yang diatur oleh nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam

masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak ini. Sedangkan aktifitas permainan rakyat

berburu babi tersebut mereka pelajari dan mereka yakini kebenarannya yang

merupakan suatu kompleks aktifitas yang dilakukan secara berulang-ulang dan

menurut pola yang sudah ada. Terakhir benda-benda dan alat-alat yang dipakai

selama kegiatan berburu berlangsung, merupakan bentuk dari kebudayaan fisik

masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak. Aktifitas (norma, personil, alat) buru

babi ini dinamakan pranata buru babi.

Selain itu Talcot Parson menyatakan bahwa dalam menganalisa

kebudayaan dalam keseluruhan perlu dibedakan secara tajam antara adanya keempat

komponen, yaitu 1. sistem budaya 2. sistem sosial 3. sistem kepribadian dan 4.

sistem organisma (Parson, dalam Koentjaraningrat, 1981:221- 222).

Sistem budaya atau Cultural System merupakan komponen yang abstrak dari

kebudayaan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, konsep-konsep, tema-

tema berfikir dan keyakinan-keyakinan. Dengan demikian sistem budaya adalah

bagian dari kebudayaan yang disebut dengan adat istiadat. Diantara adat istiadat

ada sistam nilai budayanya, sistem normanya, yang secara lebih khusus lagi dapat

diperinci ke dalam berbagai macam norma menurut pranata-pranata yang ada

dalam masyarakat yang bersangkutan. Fungsi dari sistem budaya menata dan

menetapkan tindakan-tindakan secara tingkah laku manusia. Sistem sosial atau Social

(29)

laku berinteraksi antar individu dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Sistem

kepribadian, a t a u Personality system, mengenai soal isi jiwa dan watak individu

yang berinteraksi sebagai warga masyarakat. Dengan demikian sistem

kepribadian manusia berfungsi sebagai sumber motivasi dari tindakan sosialnya.

Sistem organik atau organic system, melengkapi seluruh kerangka dengan

mengikutsertakan ke dalam proses biologik serta biokimia dalam organisma

manusia, apabila difikirkan lebih mendalam, juga ikut menentukan kepribadian

individu, pola-pola tindakan manusia dan bahkan juga gagasan-gagasan yang

dicetuskan.

Semua norma dan nilai, sebagai sistem budaya atau adat istiadat, dan

segala aktifitas, maupun benda-benda yang dipakai saat permainan berlangsung

akan dideskripsikan dan dianalisa, untuk mengetahui fungsi berburu babi pada

masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak tersebut.

1.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kanagarian Kamang Mudiak Kecamatan

Kamang Magek, Kabupaten Agam. Adapun alasan pemilihan lokasi ini

dikarenakan merupakan daerah-daerah pedesaan yang terletak atau langsung

berbatasan dengan hutan. Kondisi letak ini secara langsung memang beresiko

tinggi terhadap serangan babi hutan setiap saat, disamping itu posisi geografis

kabupaten Agam yang wilayahnya terletak didaerah kawasan pegunungan Bukit

Barisan. Memberikan peluang berkembangnya populasi babi hutan dengan cepat,

(30)

hutan yang tinggi. Untuk itu di Kanagarian ini sering dilaksanakan buru

besar-besaran.

1 . 6 . Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif yang bersifat deskriptif. Dalam penelitian ini peneliti memberi

gambaran secara terperinci apakah fungsi permainan rakyat terhadap masyarakat

Sumatera Barat. Sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat (1983:29)

penelitian bersifat deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat

sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk

menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala, dengan adanya hubungan

tertentu antara gejala yang satu dengan gejala yang lainnya dalam suatu

masyarakat. Metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif dipergunakan untuk

mendapatkan gambaran yang mendalam tentang tatacara, adat istiadat dan nilai,

sikap serta persepsi masyarakat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan buru

babi.

Teknik penelitian yang digunakan dalam pencarian data dilapangan antara

lain:

1.6.1.Teknik Observasi

Pengamatan dilakukan dengan cara observasi partisipasi terbatas, yaitu

dengan cara mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh para peserta buru

(31)

kesempatan kepada peneliti untuk mengamati secara langsung aktifitas yang

terjadi baik di arena perburuan maupun sebelum atau sesudah perburuan selesai.

Menurut Spradley, setiap situasi sosial dapat di identifikasi dengan tiga

elemen penting yaitu: tempat, pelaku, dan aktifitas. Untuk melakukan observasi,

peneliti melihat pelaku-pelaku antara satu dengan yang lainnya dan menjadi bagian

dari mereka, serta mengamati aktifitas mereka. Memfokuskan diri pada satu

situasi sosial menjadi sangat penting untuk memulai penelitian etnograf, hal ini

menolong untuk berpikir tentang situasi-situasi sosial yang lain. Tempat, setiap

setting fisik akan menjadi dasar untuk situasi-situasi sosial sepanjang hal

tersebut di gunakan oleh masyarakat dalam beraktifitas. Pelaku setiap situasi

sosial mencakup masyarakat yang bertindak sebagai aktor. Ketika kita pertama

kali masuk ke dalam situasi sosial, kadang sulit untuk mengetahui bentuk-bentuk

pelaku pada saat itu, semuanya terlihat sebagai orang-orang atau masyarakat.

Lama-lama mulai terlihat pada pakaian, tingkah laku, simbol-simbol sebagai

identitas dan variasi lain dalam situasi sosial itu. Aktivitas, pertama-tama para

etnograf melihat ratusan tindakan, dengan memulai mengenali pola-pola

tindakan perindividu, akan kelihatan pola-pola aktivitas yang ada, seperti

berburu. Cara yang terbaik untuk memulai itu adalah dengan observasi

(mengamati) aktifitas dan merekam aktifitas tersebut dalam situasi sosial sebagai

rangkaian kerja, sehingga struktur dan kejadian akan nampak jelas (Spradley,

(32)

1.6.2. Teknik Wawancara

Wawancara yang dipergunakan adalah wawancara mendalam (depth

interview) tanpa berstruktur tetapi berfokus dan wawancara bebas. Sebagai

pelengkap dalam wawancara ini selain menggunakan alat perekam juga

dipergunakan daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman wawancara

untuk menghindarkan kehabisan pertanyaan dan menjaga data yang dikumpulkan

tidak mengambang atau lari dari tujuan pokok. Kemudian wawancara bebas dapat

dipergunakan dimana saja, dirumah, di arena perburuan, dan lain-lain. Dari

wawancara bebas diperoleh data yang memperkuat data yang diperoleh sebelumnya.

Studi kepustakan juga tidak kalah pentingnya, dalam kajian perpustakaan

yang di lakukan sebelum, selama dan sesudah penelitian. Berupa buku-buku,

hasil penelitian maupun artikel yang mempunyai relevansi dengan permasalahan

penelitian, yang datanya bersifat sekunder. Data-data sekunder yang ada kurang

memadai, sehingga lebih banyak tergantung kepada data primer. Dalam

pengumpulan data juga dipergunakan kamera photo.

1.6.3. Penentuan informan

Informan untuk menjawab permasalahan penelitian ini seperti yang telah

dijelaskan diatas adalah masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang

mengikuti permainan buru babi. Spradley mengatakan satu dari lima syarat

memilih informan yang baik adalah informan itu mengetahui budayanya dengan

baik. Secara umum seorang informan paling tidak harus mempunyai keterlibatan

(33)

Informan kunci dalam penelitian ini adalah masyarakat Kanagarian

Kamang Mudiak yang mengikuti permainan berburu babi, yaitu orang-orang yang

terlibat dalam permainan buru babi. Secara lebih rinci yang dijadikan informan

kunci adalah orang yang menjadi anggota persatuan buru babi di Kanagarian

Kamang Mudiak. Dan diharapkan dari informan didapat konsep tentang fungsi

atau guna permainan buru babi dalam kehidupan masyarakat setempat dan proses

permainan buru babi itu berlangsung.

Informan biasa adalah orang-orang tua masyarakat Kanagarian Kamang

Mudiak yang pernah menjadi peserta berburu babi dan diharapkan dari informan

biasa ini didapat konsep tentang apakah peran serta masyarakat, organisasi dan

lembaga adat dalam pelaksanaan kegiatan perburuan. Dan juga yang dijadikan

informan biasa adalah Orang-orang yang datang bertandang untuk ikut serta

dalam kegiatan berburu babi di daerah yang mengadakan acara perburuan.

Orang-orang ini adalah para pecandu permainan berburu babi yang datang dari daerah

lain, baik yang berasal dari kota maupun desa-desa tetangga.

1.7. Analisa Data

Pada tahap analisis ini, penulis akan memeriksa ulang data untuk

melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis

secara kualitatif data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara

akan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu. Kemudian dilakukan

penganalisaan hubungan dari setiap bagian yang telah disusun untuk memudahkan

(34)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Kamang Mudiak

Kamang adalah salah satu Nagari yang terletak di Kecamatan Kamang Magek

Kabupaten Agam. Propinsi Sumatera Barat. Kamang dalam bahasa Minang, sama

maksudnya dengan Kemang dalam bahasa Indonesia. Istilah Kamang atau Kemang

ini dijumpai di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, di Kecamatan

Tanjung Gadang Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, di Kotamadya Bengkulu, dan di

Jakarta Selatan DKI Jaya.

Arti Kamang atau Kemang didapatkan keterangan yang bersamaan yaitu nama

dari jenis pohon. Hal ini cocok dengan informasi yang terdapat dalam Kamus Besar

Indonesia yakni” pohon yang kulit batangnya berwarna abu-abu serta pecah-pecah,

tingginya antara 20-30 meter, buahnya besar berbentuk buah apokat yang tidak

simetris dengan warna kecoklatan-kecoklatan, daging buah berwarna kuning kotor,

mengandung banyak cairan dan rasanya asam manis, dalam bahasa latin pohon ini

disebut ” Mangifera Cereria ”.

Nama pohon inilah yang dipakai sebagai mana dari Wilayah, Nagari, Jalan

dan nama Hotel. Pemakaian nama pohon yang tersebut diatas sudah umum di

Wilayah Nusantara kita ini. Misalnya di Sumatera Barat untuk nama Nagari seperti:

Nagari Kajai di Pasaman, Nagari Bayua di Agam, Nagari Surian di Solok, Nagari

Durian Gadang di Sawah Lunto Sijunjung, Nagari Batang Kapeng di Pesisir Selatan

(35)

Dari fakta-fakta lapangan tersebut diatas, jelas bahwa Kamang atau Kemang

adalah nama yang dipakai untuk menjadi nama dari kawasan Wilayah atau Nagari

yang terletak di kaki bukit Batu Bajak sebagai tapal batas di bagian utara dari

Kabupaten Agam dengan Kabupaten 50 kota.

Menurut masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak, tidak diketahui dengan

pasti tentang kapan Wilayah Kamang itu terbentuk dan siapa yang memberikan nama

Kamang itu. Namun demikian, mungkin ada kaitannya dengan Tambo Alam

Minangkabau yang menginformasikan tentang perpindahan nenek moyang orang

Minangkabau dari Pariangan-Padang Panjang menuju Salimpaung, Baso dan Biaro.

Dari sini terus bergerak masa demi masa kearah Barat sampai akhirnya di kawasan

Wilayah yang diberi nama ” Kamang ”.

Masa demi masa Wilayah Kamang sering mengalami perubahan, baik dalam

hal kedudukannya sebagai Wilayah pemerintahan maupun dalam hal jumlah Nagari.

Sebelum terjadinya Perang Paderi, jumlah Nagari dalam Wilayah Kamang ada

belasan banyaknya. Nagari-Nagari tersebut dibentuk berdasarkan ketentuan-ketentuan

adat yaitu: Undang-Undang Nagari dan Undang-Undang Dalam Nagari. Setelah

perang Paderi usai, Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda menatanya menjadi empat

Nagari, yakni: Nagari Pauh dan Nagari Ilalang dibagian Barat, sedangkan dibagian

timurnya adalah Nagari Tangah dan Nagari Hilir.

Pada masa dasawarsa abad kedua, abad duapuluh, Nagari yang empat tata tadi

ditata menjadi dua yaitu: Nagari Surau Koto Samik di bagian Barat dan Nagari Aur

dibagian Timur. Di zaman merdeka pun terjadi lagi perubahan nama Nagari menjadi

(36)

tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Dengan penataan ini, Nagari tidak lagi

berkiprah dalam hal pemerintahan melainkan mengurus soal adat saja. Hal ini diatur

dengan PERDA Dati I Sumatera Barat No.13 tahun 1983 tentang Nagari sebagai

kesatuan masyarakat hukum adat.

2.2. Sejarah Permainan Berburu Babi

Permainan berburu babi yang telah meluas dalam masyarakat Kanagarian

Kamang Mudiak sampai sekarang ini tidak diketahui dengan pasti tentang sejarah

asal usulnya. Permainan yang bersifat rekreasi dan olahraga tersebut sudah ada sejak

dahulunya. Hal ini disebabkan karena tidak ada keterangan dari sumber-sumber

tertulis yang menerangkan tentang asal usul permainan ini. Hal ini disebabkan karena

tidak adanya kebiasaan dari anggota-anggota masyarakat yang mencatat

kejadian-kejadian dalam masyarakat masa lampau, sehingga menimbulkan kesulitan untuk

menelitinya, tentang asal usul perkembangan permainan ini.

Sumber-sumber yang diperoleh dari orang-orang tua yang suka menggeluti

permainan ini, akan tetapi sumber tersebut terbatas sifatnya, orang-orang tua tersebut

hanya menyebutkan bahwa permainan berburu babi itu sudah ada juga pada waktu

dahulu dan masih seperti itu juga sampai sekarang, baik tentang aturan aturan,

pelaksanaan, peristiwa, waktu dan suasana itu tidak banyak mengalami perubahan

sampai saat sekarang ini.

Namun kemungkinan kebiasaan berburu yang berkembang di Kanagarian

Kamang Mudiak merupakan warisan nenek moyang mereka sejak zaman dahulu.

(37)

merupakan kehidupan nomaden, berpindah dari satu tempat ketempat yang lain.

Mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, selalu berpindah-pindah

tergantung pada binatang-binatang buruannya dan tumbuh-tumbuhan disekitarya.

Cara hidup yang seperti ini dinamakan dengan hunter foodgathering. Barulah pada

zaman Neolithiikum kehidupan Hunter Foodghathering berubah menjadi Food

Producing (Soekmono,1973:49).

Kehidupan mengembara telah berakhir, masyarakat pada masa neolithikum

sudah mulai mengenal sistem bercocok tanam dan beternak. Pada masa itu orang

sudah mulai mempunyai tempat tinggal yang permanen. Akan tetapi kebiasaan

berburu yang pernah dilakukan pada masa dahulunya tetap mereka kerjakan sebagai

suatu permainan yang berorientasi kepada hiburan.

Lama kelamaan kebiasaan hidup mereka berburu dahulunya kembali

berkembang, karena cara menetap mengharuskan mereka menanam tanaman untuk

dikonsumsi, dan tanaman yang mereka tanam itu harus dijaga dari serangan

hama-hama pengganggu. Salah satu dari binatang pengganggu lahan pertanian mereka

adalah babi hutan. Adanya binatang yang mengganggu lahan pertanian mereka

tersebut, mendorong mereka terpaksa terus mempertahankan kebudayaan berburu

mereka. Pada saat sekarang ini orientasinya bukan lagi untuk pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari, kebiasaan berburu pada saat ini semata-mata hanyalah untuk

penyelamatan lahan pertanian mereka dari serangan hama babi hutan.

Pada awalnya perburuan mereka lakukan sendiri-sendiri, yang bertujuan untuk

menyelamatkan lahan pertanian masing-masing dari serangan hama babi hutan.

(38)

mulai melakukan perburuan secara berkelompok, walaupun belum terorganisir

dengan baik tetapi sudah memperlihatkan hasil yang cukup memuaskan.

Pada tahun 1975 salah seorang pemuka masyarakat Kanagarian Kamang

Mudiak yang bernama Datuk Nan Beco mulai merasakan kekurangan-kekurangan

dari cara pelaksanaan berburu babi saat itu. Dia melihat bahwa pelaksanaan berburu

secara berkelompok-kelompok berbagai tempat di Kanagarian tersebut. Oleh karena

itu dia menginginkan untuk menyatukan para pemburu-pemburu tersebut kedalam

suatu wadah perkumpulan berburu babi.

Ide Datuk Nan Beco ini berhasil, dia berhasil menyatukan beberapa buah

Jorong di Kanagarian Kamang Mudiak itu kedalam satu wadah organisasi.

Jorong-Jorong itu antara lain yaitu Jorong-Jorong Bansa, Babukik, Pakan Sinayan, Pauh dan Aia

Tabik. Pada saat itu Datuk Nan Beco juga membentuk persatuan buru babi yang

sifatnya Kanagarian sebagai wadah bagi para penggemar permainan ini. Dan pada

masa itu juga dipilih seoarang ”tuo buru”. Jabatan sebagai tuo buru merupakan

jabatan tetap selama tuo buru itu aktif mengikuti perburuan.

Tujuan pembentukan persatuan buru babi yang sifatnya Nagari ini adalah

untuk menyatukan kelompok-kelompok yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak

tersebut kedalam suatu wadah organisasi. Pelaksanaanya bukan lagi terpecah-pecah,

semua menjadi satu.

Sasaran perburuan pada saat itu mereka lakukan secara bergiliran antara satu

desa dengan desa lainnya, begitulah seterusnya. Sekitar tahun 1996 organisasi buru

babi di Kanagarian Kamang Mudiak semakin berkembang dan semakin diminati oleh

(39)

besar-besaran dengan mengundang persatuan buru babi yang ada di Sumatera Barat

ini. Pelaksanaan buru besar-besaran ini menyebabkan Persatuan Buru Babi di

Kanagarian Kamang Mudiak ini dikenal oleh masyarakat pecandu buru babi.

2.3. Lokasi dan Keadaan Alam

Kanagarian Kamang Mudiak terletak di Kecamatan Kamang Magek.

Kanagarian ini berjarak lebih kurang 4 Km dari Kecamatan Kamang Magek dan

dengan ibu kota Kabupaten berjarak 70 Km dan 112 Km dari Ibu kota Propinsi.

Kanagarian ini berada diwilayah Kabupaten Agam dan Kotamadya Bukittinggi,

Padang Sumatera Barat.

Kanagarian Kamang Mudiak ini juga terletak berdekatan dengan

Nagari-Nagari lain yang ada di wilayah ini. Adapun batas-batas Nagari-Nagari ini adalah:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Pasir Laweh

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Koto Tangah

- Sebelah Barat berbatasan dengan Koto Rantang

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kamang Hilir

Secara administratif Kanagarian ini dibagi atas 8 Jorong yaitu Jorong Pauh,

Jorong Durian, Jorong Air Tabit, Jorong Pakan Sinayan, Jorong Bansa, Jorong

Babukik, Jorong Halalang dan Jorong Padang Kunyik. Setiap jorong dikepalai oleh

seorang Kepala Jorong dibawah kepemimpinan Wali Jorong. Letak setiap Jorong ini

cukup berjauhan dimana, jarak antara Jorong lebih kurang 2 Km.

Kanagarian Kamang Mudiak mempunyai daerah seluas 6.264 Ha, yang terdiri

(40)

Kanagarian Kamang Mudiak terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 900

dari permukaan laut. Mempunyai iklim sedang dengan curah hujan 2500 Mm/tahun,

hujan banyak turun pada bulan September sampai dengan Januari, dengan suhu udara

32 oC. Jenis tanah tergolong sangat subur dan berpori. Sehingga sangat cocok untuk

pertanian.

Jenis tanaman yang terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak adalah jenis

tanaman tua yaitu kelapa, cengkeh dan kulit manis, disamping itu juga terdapat

tanaman yang diusahakan sendiri oleh masyarakat yang bergerak dibidang pertanian

seperti padi, jagung, cabe, tomat dan sayur-sayuran. Selain dari tumbuh-tumbuhan

juga terdapat hewan ternak seperti sapi, ayam, kambing, kerbau, itik dan juga terdapat

kolam ikan untuk kebutuhan sehari-hari.

Masyarakat Kamang Mudiak sebagian besar memanfaatkan sumber air bersih

dan air yang berasal dari mata air. Disamping itu juga ada memanfaatkan air yang

berasal dari sumur dan air ledeng dengan memanfaatkan jasa PDAM. Air ledeng ini

hanya baru bisa dimanfaatkan oleh dua Jorong yaitu Jorong Pakan Sinayan dan

Jorong Durian.

Kondisi Jalan di Kanagarian Kamang Mudiak beraspal dan ada juga jalan

yang masih berkerikil atau batu. Jalan beraspal terdapat sepanjang 19,7 Km,

sedangkan jalan batu terdapat sepanjang 16,5 Km dengan 8,5 m. Untuk sampai di

Kanagarian Kamang Mudiak dapat dicapai dengan naik mobil dari pusat kota Bukit

tinggi sebagai Ibu Kota Kabupaten dengan waktu ± 3 jam dengan jarak ± 70 Km.

(41)

ditempuh dalam waktu 30 menit. Sedangkan dari Ibu Kota Propinsi berjarak 112 Km

dengan waktu tempu ± 3 jam.

2.4 Keadaan Penduduk

Menurut data yang diperoleh dari Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak,

Jumlah Penduduk Nagari ini pada tahun 2003 adalah 10. 781 jiwa. Jumlah 10.781

jiwa tersebut terdiri dari 2.586 Kepala Keluarga yang tersebar didelapan Jorong. Dari

jumlah tersebut masyarakat Nagari Kamang Mudiak ini diklasifikasikan dalam

beberapa klasifikasi yaitu menurut jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, dan mata

pencaharian.

2.4.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 2.4.1.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 5.200 48,23 %

2 Perempuan 5.581 51,77 %

Jumlah 10.781 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2.4.1. diatas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk

Kanagarian Kamang Mudiak Tahun 2003 berjumlah sebanyak 10.781 jiwa,yang

terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 5.200 jiwa (48,23 %) dan penduduk

(42)

2.4.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tabel 2.4.2.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No Penddikan Jumlah Persentase Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2.4.2. diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan formal

yang paling banyak di Kantor Wali Nagari, Kanagarian Kamang Mudiak adalah

tamat SLTP sebanyak 3135 (29,07 %). Kemudian diikuti tamat SD sebanyak 2366

(21,95), sementara tamatan SLTA tidak berbanding terlalu jauh dengan tamatan SD,

yaitu sebanyak 983 (9,11%) dari jumlah keseluruhan.

Penduduk yang tidak tamat SD masih cukup banyak, jika kita

membandingkannya dengan kemajuan tingkat pendidikan sekarang pada umumnya,

yaitu sebanyak 1322 (12,27 %). Tetapi, masyarakat yang buta huruf tidak ada lagi.

Sedangkan untuk tamatan Akademi dan Universitas terdapat sebanyak 953 orang.

Menurut keterangan yang diberikan sebagian penduduk, sebenarnya banyak anggota

masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak yang telah menjadi sarjana atau sarjana

muda hanya saja mereka berada diluar daerah Kanagarian Kamang Mudiak

(43)

Tingkat pendidikan di Kanagarian Kamang Mudiak, boleh dibilang cukup

bagus, walaupun belum banyak menamatkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maka

dengan jalan apapun oarang tua akan mengusahakan uang kuliahnya, dan apabila

anaknya tersebut tidak lulus tes untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri umumnya

mereka tidak mau melanjutkan sekolah anaknya karena faktor ekonomi anaknya

(biaya).

Walaupun begitu, ada juga sebagian orang tua yang mampu merasa malu

kalau anaknya tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sehingga mereka tetap

memaksakan anaknya walaupun ke Perguran Tinggi Swasta (PTS). Di Kanagarian

Kamang Mudiak sarana penunjang pendidikan bagi masyarakat sudah ada delapan

bangunan Sekolah Dasar (SD) masing-masing berada di Jorong Bansa, Jorong Pauh,

Jorong Durian, Jorong Air Tabit, Jorong Pakan Sinayan, Jorong Babukit, Jorong

Halalang, dan Jorong Padang Kunyik. Dan juga telah ada bangunan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) serta 2 bangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

(44)

2.4.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tabel 2.4.3.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

No Golongan Umur Jumlah Persentase Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan Tabel 2.4.3. diatas, dapat dilihat bahwa penduduk Kanagarian

Kamang Mudiak yang berusia 0-11 tahun sebanyak 372 orang (3,46 %), umur 1-5

tahun sebanyak 950 (8,81 %), Umur 5-6 Tahun 527 (4,89), Umur 7-12 tahun 1495

(13,87 %), umur 13-15 tahun sebanyak 802 (7,44 %), umur 16-18 tahun sebanyak

409 (3,79), umur 19-25 tahun sebanyak 1155 (10,71 %) umur 26-34 tahun sebanyak

1111 (10,30 %), umur 35-49 sebanyak 1938 (13,33 %), umur 50-54 tahun sebanyak

586 (5,43 %), umur 55-59 tahun sebanyak 448 (4,16 %), umur 60-64 tahun sebanyak

(45)

(5,77 %). Kelompok umur yang paling sedikit adalah 60 tahun keatas yang berjumlah

330 orang yang terdiri dari laki-laki 163 orang dan perempuan sebanyak 167 orang.

3.4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Tabel 3.4.4.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase

1 Islam 10.781 100 %

Jumlah 10.781 100 %

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek

Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 3.4.4 diatas, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk

Kanagarian Kamang Mudiak adalah beragama Islam sebanyak 10.781 (100 %).

Kehidupan masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak juga dilandasi oleh ”Tali Tiga

Sapilin” yang berarti adanya tiga macam peraturan, ketiga macam peraturan yang

dimaksud yaitu: pertama, Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah, kedua,

Agama dan ketiga Adat. Ketiga peraturan itu berhubungan satu sama lainnya

sekaligus berjalan sejajar dan saling mendukung. Sampai sekarang ketentuan tersebut

tetap dipegang teguh oleh masyrakat Kanagarian Kamang Mudiak.

Masyarakat Kanagarian sangat kuat dalam memegang adat istiadat dan tradisi

yang telah digariskan oleh nenek moyang yang merupakan ” adat yang tak lekang

dek paneh dan tak lapuk dek hujan ” (adat yang takkan rusak sepanjang masa). Hal

(46)

dan sebagainya. Begitu juga dalam masalah agama, tidak seorangpun dari anggota

masyarakat Kanagarian ini yang tidak beragama islam.

Sepuluh buah Mesjid dan 32 Mushalla di Kangarian ini merupakan tempat

beribadah sekaligus tempat pembinaan mental dan spritual bagi masyarakat yang

seratus persen beragama islam. Pembinaan mental dan spritual ini dilakukan dengan

jalan mengajak atau mengimbau masyarakat agar lebih tekun melaksanakan syariat

islam. Dan sekali seminggu diadakan wirit atau pengajian agama dengan guru

disamping mubaligh yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak, juga secara bergiliran

satu kali dalam sebulan didatangkan guru dari Kantor Urusan Agama Kecamatan dan

(47)

3.4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tabel 3.4.5.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 3.4.5. diatas, dapat dilihat bahwa penduduk di Kanagarian

Kamang Mudiak sebagian besar bermata pencaharian pokok sebagai petani dan

persentasenya diantara mata pencaharian yang lain sangat besar yaitu (84,90 %), dari

seluruh mata pencaharian yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak. Mata

pencaharian ini diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang masyarakat

dahulunya, dan juga ditunjang oleh kondisi lingkungan alam yang luas untuk

pengembangannya.

Dengan luasnya wilayah dan banyaknya masyarakat yang bermata

pencaharian sebagai petani ini, maka Kanagarian ini tidak pernah mengalami

kesulitan dalam hal kebutuhan pokok. Dengan lahan-lahan yang subur dan sumber air

(48)

produksi terus meningkat. Bahkan hasil-hasil pertanian terutama beras diproduksi

keluar daerah seperti Pekan Baru, Jambi.

Selain bermata pencaharian sebagai petani, 1160 jiwa (15,10 %) penduduk

bermata pencaharian beragam seperti tukang, pegawai negeri, pegawai nagari,

perawat, bidan dan pengacara.

Bekerja sebagai Pegawai Negeri merupakan suatu kebanggaan (Prestise)

tersendiri bagi masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak, dan hal ini juga sama

dengan pandangan masyarakat Kanagarian manapun di Kecamatan Kamang Magek.

Dengan bekerja sebagai pegawai negeri, kehidupan akan terjamin walaupun

pendapatannya sederhana. Oleh sebab itu mereka lebih senang apabila anak-anaknya

tidak melanjutkan pekerjaan orang tuanya, sebagai petani.

Tukang juga merupakan pekerjaan yang mulai digemari oleh masyarakat

Kanagarian Kamang Mudiak yakni berupa tukang batu dan tukang kayu (perabot). Di

Kanagarian Kamang Mudiak ini telah terdapat suatu tempat pembuatan meja, kursi,

kusem, dan jendela, yang menampung tenaga kerja lebih dari 20 orang yang

umumnya mereka tamatan SLTA dan SLTP yang tidak melanjutkan sekolahnya.

Awalnya mereka hanya coba-coba dan karena banyak pesanan yang datang, mereka

diperkerjakan sesuai dengan kemampuan mereka, mulai dari mengergaji, cat,

memahat, dan lainnya. Setelah cukup pandai mereka disuruh mengerjakan yang lebih

berbobot dan seterusnya menerima pesanan sendiri dan menggantungkan kehidupan

(49)

Berdagang adalah ciri khas keahlian yang dimiliki oleh masyarakat

Minangkabau, juga tercermin pada masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak. Mereka

berdagang dilingkunggan tempat tinggal mereka yaitu pasar-pasar terdekat di

Kanagarian Kamang Mudiak jauhnya 3 km, dan 2 kali dalam seminggu yaitu hari

Senin dan Jumat. Untuk hari selain hari-hari tersebut mereka tetap berdagang dimana

ada pasar, walaupun jauhnya mencapai 9 km seperti Pakan Kamis.

Disamping mata pencaharian diatas, masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak

juga berusaha dibidang lain seperti Perawat 8 orang (0,10 %), Bidan sebanyak 5

orang (0,06 %), Pengacara sebanyak 4 orang (0,05 %). Dan juga dibidang lain seperti

beternak, mencari ikan di sungai dan buruh tani untuk mencukupi kebutuhan

keluarga.

2.5. Pola Pemukiman

Pola pemukiman adalah wujud atau bentuk pemukiman pada suatu daerah

yang meliputi bentuk-bentuk rumah di pemukiman tersebut. Pola pemukiman

penduduk di Kanagarian Kamang Mudiak adalah tertumpu pada satu areal, dimana

areal itu berdasarkan pada pola pemukiman tanah keluarga atau suku misalnya: suku

Koto memiliki satu areal, maka disana dibangun rumah-rumah penduduk yang

berasal dari suku yang sama atau satu keluarga termasuk didalamnya ada rumah adat

atau rumah gadang. Rumah-rumah di Kanagarian ini sebagian besar adalah rumah

permanen dengan model yang sudah agak modern. Tetapi ada juga rumah permanen

yang meniru rumah kota, sehingga rumah-rumah yang dari kayu sudah sulit ditemui

(50)

Rumah adat di Kanagarian Kamang Mudiak juga sudah sulit ditemui hanya

tinggal 7 buah itupun hanya dipakai apabila ada upacara-upacara adat atau kematian.

Rumah-rumah tersebut tidak terawat lagi, hal ini disebabkan mereka sudah memiliki

rumah masing-masing sehingga rumah gadang itu ditinggalkan saja. Pola pemukiman

masyarakat Kamang Mudiak bersifat Uxorilokal yaitu adat menetap didekat kerabat

istrinya. Hal ini disebabkan oleh sifat matrilineal orang Minagkabau, dimana

keturunan dihitung dari kerabat ibu, sehingga pola tempat tinggal mereka sebagian

besar saling berdekatan dengan sanak saudara mereka yang lainnya.

2.6. Sarana Dan Prasarana 2.6.1. Sarana Pendidikan

Tabel 2. 6. 1.

Sarana Pendidikan

Sarana Pendidikan Jumlah Persentase

1 TK 5 22,72%

2 SD 12 54,55%

3 SLTP 3 13,63%

4 SLTA 2 9,10%

Jumlah 22 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2.6.1 diatas, dapat dilihat bahwa sarana pendidikan yang

ada di Kanagarian Kamang Mudiak dirasa sudah cukup memadai. Sarana pendidikan

(51)

sekolah yang ada di Kanagarian Kamang Mudiak berjumlah 22 buah. Bangunan

Sekolah terdiri dari 5 buah bangunan Taman Kanak-Kanak (TK), 12 buah bangunan

Sekolah Dasar (SD), 3 buah bangunan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),

dan 2 buah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan saat sekarang ini.

Penduduk Kanagarian juga menganggap pendidikan merupakan hal yang sangat

penting. Orang tua tidak menginginkan anaknya menjadi orang yang tidak

berpendidikan nantinya disaat hidup semakin ketat persainganya. Maka pendidikan

dijadikan faktor yang sangat penting dalam kehidupanya.

2. 6. 2. Sarana Ibadah

Tabel 2. 6. 2.

Sarana Ibadah

No Sarana Ibadah Jumlah Persentase

1 Mesjid 10 buah 23,80%

2 Mushalla 32 buah 76,20%

Jumlah 42 buah 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan tabel 2. 6. 2. diatas, dapat dilihat bahwa Sarana Ibadah yang

terdapat di Kanagarian Kamang Mudiak ini merupakan sarana Ibadah untuk agama

Islam. Bangunan sarana Ibadah yang ada berupa Mesjid dan Mushalla. Bangunan

untuk Ibadah yang paling banyak yaitu berupa Mushalla yaitu sebanyak 32 buah

(52)

2.6.3. Sarana Olahraga

Tabel 2.6.3.

Sarana Olahraga

No Sarana Olahraga Jumlah Persentase

1 Lapangan bulu tangkis 4 buah 57,16%

Lapangan voley ball 1 buah 14,28%

Lapangan bola basket 1 buah 14,28%

Stadion 1 buah 14,28%

Jumlah 7 buah 100%

Sumber data: Kantor Wali Nagari Kamang Mudiak, Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam (data diolah kembali oleh penulis).

Berdasarkan Tabel 2.6.3. diatas, dapat dilihat bahwa kegiatan olahraga

masyarakat Kanagarian Kamang Mudiak sangat baik. Terbukti dengan tersediannya

banyak olahraga yang cukup memadai dan tersebar merata disetiap Nagari. Di

Kanagarian ini terdapat 4 buah lapangan bulu tangkis, 1 buah lapangan bola volli, 1

buah lapangan bola basket dan 1 buah stadion. Sarana olahraga ini kebanyakan

terdapat di Jorong Durian dan Jorong Aia Tabik. Sarana olahraga ini tersedia cukup

memadai karena masyarakatnya sering melaksanakan pertandingan olahraga dengan

warga masyarakat dari Nagari lain.

2.7. Sistem kekerabatan

Masyarakat Minangkabau mempunyai ciri khas diantara suku bangsa lain

yaitu sistem kekerabatan menurut garis keturunan ibu yaitu sistem matrilineal.

Adapun ciri-ciri khas tentang ke-matrilinealan antara lain: sistem perkawinannya

Gambar

Tabel 2.4.1.
Tabel 2.4.2.
Tabel 2.4.3.
Tabel 3.4.4.
+4

Referensi

Dokumen terkait