SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEWARNAAN PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) DAN KULTUR UNTUK MENDIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Persyaratan Untuk Memperoleh Keahlian dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
OLEH : FAHMI RIZAL
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan tesis ini
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Dalam menjalani pendidikan spesialis ini, berbagai pihak telah turut berperan serta
sehingga terlaksananya seluruh rangkaian pendidikan ini. Dengan berakhirnya masa
pendidikan saya ini, pada kesempatan yang berbahagia ini, dengan segala kerendahan hati
saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang
Terhormat :
dr. Lukmanul Hakim Nasution, SpKK , selaku pembimbing utama penulis, yang
dengan penuh kesabaran membimbing, memberikan nasehat, masukan, dan koreksi kepada
penulis selama proses penyusunan tesis ini.
Prof.Dr. Mansur A Nasutiom,SpKK (K), selaku pembimbing kedua penulis, dan juga
sebagai guru besar yang telah membimbing dan memberikan masukan-masukan yang sangat
bermanfaat selama penyusunan tesis ini.
Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), sebagai Ketua Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, juga sebagai
guru besar, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan
spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dan juga telah banyak memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan.
dr. Chairiyah Tanjung, SpKK (K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang juga
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K),
DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi
pada Universitas yang Bapak pimpin.
Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A.
Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Prof. dr. Diana Nasution, SpKK (K) dan (Alm) dr.Emil R.Darwis, semasa beliau
sebagai Kepala Bagian dan Kepala Program Studi yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
dr. Isma Aprita Lubis, SpKK, dr. Richard Hutapea, SpKK (K) dan dr. Sri Wahyuni
Purnama, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi
untuk penyempurnaan tesis ini.
Para Guru Besar, Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK (K), serta seluruh staf
pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik
Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, dan RS PTPN II Medan yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.
Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan,
dan Direktur RS PTPN II Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.
Drs. Abdul Jalil Amra, M.Kes, selaku staf pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU selaku staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FK USU, yang telah
banyak membantu saya dalam metodologi penelitian dan pengolahan statistik penelitian saya
ini.
Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik
di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, dan RS PTPN II Medan, atas
Ayahanda H. Ramlan Comel, SH dan Ibunda Hj. Asminawaty Asraf, yang dengan
penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk
mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya. Tiada ungkapan yang mampu melukiskan
betapa bersyukurnya saya mempunyai kedua orangtua seperti kalian. Semoga Allah SWT
membalas segalanya.
Abang saya Irfan Ardiansyah, SH, MHum, dan Adik saya, Muhammad Bobby Aslan,
SH, Kakak Ipar saya, Yosi Andini, SH, serta ponakan tercinta Aisyah Fahdiani, terima kasih
atas doa, dukungan dan pengertian yang telah kalian berikan kepada saya selama ini.
dr. Imanda Jasmine Siregar, dr. Khairina Nasution, dr. Riana Miranda Sinaga, terima
kasih untuk kerjasama, waktu dan canda tawa yang tidak pernah terlupakan.
dr. Sharma Hernita, dr. Khairur Rahmah, dr. Rr. Sri Sundari, dr. Sauri Putra, dr. Joice
Sonya Panjaitan, SpKK, dr. Poppy Syafnita, SpKK, dr. Farida Israwaty Lubis, dr. Rudyn R.
Panjaitan yang telah menjadi teman berbagi suka dan duka selama menjalani masa
pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa
pendidikan dan penyelesaian tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
Kepada seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi FK. USU dan Laboratorium Patologi
Anatomi RSUP. H.Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan
kemudahan kepada saya untuk melaksanakan penelitian.
Semoga karya tulis yang sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati, perkenankanlah saya untuk
menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau
kekhilafan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani
Dan akhir kata, saya panjatkan doa kepada Allah SWT semoga kita semua tetap
dalam lindungan-Nya. Amin ya Rabbal Alamin.
Medan, 28 Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I : PENDAHULUAN...1
1.1. Latar belakang...1
1.2. Rumusan masalah...5
1.3. Hipotesis...6
1.4. Tujuan penelitian...6
1.5. Manfaat penelitian...6
1.6. Kerangka teori...7
1.7. Kerangka konsep...8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...9
2.1. Onikomikosis...9
2.1.1. Pendahuluan...9
2.1.2. Epidemiologi...9
2.1.3. Anatomi Kuku...10
2.1.4. Fisiologi Kuku...11
2.1.5. Etiologi dan Faktor predisposisi...11
2.1.6. Gambaran klinis...12
2.1.7. Diagnosis...13
2.1.8. Pemeriksaan penunjang...14
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN...17
3.1. Desain penelitian...17
3.2. Waktu dan tempat penelitian...17
3.3. Populasi penelitian...17
3.3.1. Populasi...17
3.3.3. Sampel...18
3.4. Besar sampel...18
3.5. Cara pengambilan sampel penelitian...19
3.6. Identifikasi variabel...19
3.7. Kriteria inklusi dan eksklusi...19
3.8. Alat, bahan dan cara kerja...20
3.8.1. Alat...20
3.8.2. Bahan...20
3.8.3. Cara kerja...21
3.9. Definisi operasional...23
3.10. Analisa data...25
3.11. Kerangka operasional...26
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik subjek dan penelitian...27
4.2. Hasil kultur pasien onikomikosis...29
4.3. Analisis sensitifitas /spesifisitas pemeriksaan kultur dan PAS...31
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...34
5.2. Saran...34
DAFTAR PUSTAKA...35
LAMPIRAN Lampiran 1. Naskah penjelasan kepada pasien / orang tua pasien...39
Lampiran 2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent)...41
Lampiran 3. Status penelitian...42
SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEWARNAAN PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) DAN KULTUR UNTUK MENDIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS
Fahmi Rizal, Mansur A Nasution, Lukmanul Hakim Nasution Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Latar belakang : Onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku. Onikomikosis dapat disebabkan oleh jamur dermatofita, non dermatofita ataupun Kandida. Pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff) dan kultur.
Tujuan : Untuk mengetahui pemeriksaan mana paling baik diantara pewarnaan PAS dan kultur untuk mendiagnosis onikomikosis.
Subyek dan metode : Sebuah penelitian potong lintang yang dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai Desember 2010, melibatkan 33 sampel kuku yang dengan gambran klinis onikomikosis. Terhadap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan KOH 20%, pewarnaan PAS dan pemeriksaan kultur.
Hasil : Pewarnaan PAS mempunyai nilai sensitivitas yang cukup tinggi yaitu 96,8% dan spesifisitas sebesar 50%. Pemeriksaan kultur mempunyai nilai sensitivitas sebesar 80,6 % dan spesifisitas 50%.
Kesimpulan : Pewarnaan PAS lebih baik dibandingkan kultur untuk mendiagnosis onikomikosis.
Kata kunci : Pewarnaan PAS, kultur, onikomikosis, sensitivitas, spesifisitas
SENSITIVITY AND SPESIFICITY PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) STAINING AND CULTURE IN DIAGNOSING ONYCHOMYCOSIS
Fahmi Rizal, Mansur A Nasution, Lukmanul Hakim Nasution Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRACT
Background : Onychomycosis is a term which refers to a group of fungal infection of the nail. Onychomycosis can be caused by dermatophytes, non dermatophytes or Candida sp. Laboratory tests to diagnose onychomycosis are microscopic examination using KOH 20%, histopatological examination with PAS (Periodic acid schiff) staining, and fungal culture.
Tujuan : To determine the best laboratory test between PAS staining and culture in diagnosing onychomycosis.
Methods : A cross sectional study was held between October 2010 to December 2010, 33 nail sample with clinical features of onychomycosis were included. Examination using KOH 20 %, PAS staining and culture were done to the samples.
Result : PAS staining had 96,8% sensitivity and 50 % spesificity. Fungal culture had 80,6% sensitivity and 50% spesificity.
Conclusion : PAS staining is better than fungal culture in diagnosing onychomycosis.
Keywords : PAS staining, culture, onychomycosis, sensitivity, spesificity
SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEWARNAAN PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) DAN KULTUR UNTUK MENDIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS
Fahmi Rizal, Mansur A Nasution, Lukmanul Hakim Nasution Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Latar belakang : Onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku. Onikomikosis dapat disebabkan oleh jamur dermatofita, non dermatofita ataupun Kandida. Pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff) dan kultur.
Tujuan : Untuk mengetahui pemeriksaan mana paling baik diantara pewarnaan PAS dan kultur untuk mendiagnosis onikomikosis.
Subyek dan metode : Sebuah penelitian potong lintang yang dilakukan pada bulan Oktober 2010 sampai Desember 2010, melibatkan 33 sampel kuku yang dengan gambran klinis onikomikosis. Terhadap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan KOH 20%, pewarnaan PAS dan pemeriksaan kultur.
Hasil : Pewarnaan PAS mempunyai nilai sensitivitas yang cukup tinggi yaitu 96,8% dan spesifisitas sebesar 50%. Pemeriksaan kultur mempunyai nilai sensitivitas sebesar 80,6 % dan spesifisitas 50%.
Kesimpulan : Pewarnaan PAS lebih baik dibandingkan kultur untuk mendiagnosis onikomikosis.
Kata kunci : Pewarnaan PAS, kultur, onikomikosis, sensitivitas, spesifisitas
SENSITIVITY AND SPESIFICITY PERIODIC ACID SCHIFF (PAS) STAINING AND CULTURE IN DIAGNOSING ONYCHOMYCOSIS
Fahmi Rizal, Mansur A Nasution, Lukmanul Hakim Nasution Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRACT
Background : Onychomycosis is a term which refers to a group of fungal infection of the nail. Onychomycosis can be caused by dermatophytes, non dermatophytes or Candida sp. Laboratory tests to diagnose onychomycosis are microscopic examination using KOH 20%, histopatological examination with PAS (Periodic acid schiff) staining, and fungal culture.
Tujuan : To determine the best laboratory test between PAS staining and culture in diagnosing onychomycosis.
Methods : A cross sectional study was held between October 2010 to December 2010, 33 nail sample with clinical features of onychomycosis were included. Examination using KOH 20 %, PAS staining and culture were done to the samples.
Result : PAS staining had 96,8% sensitivity and 50 % spesificity. Fungal culture had 80,6% sensitivity and 50% spesificity.
Conclusion : PAS staining is better than fungal culture in diagnosing onychomycosis.
Keywords : PAS staining, culture, onychomycosis, sensitivity, spesificity
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Istilah onikomikosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada semua
kelompok infeksi jamur yang mengenai kuku, baik itu merupakan infeksi primer
ataupun infeksi sekunder yang mengenai kuku yang sudah terinfeksi ataupun
mengalami trauma sebelumnya.1-4
Onikomikosis dapat disebabkan oleh jamur dermatofita 90 %, jamur non
dermatofita 4% ataupun Candida sp 6%.5 Di Indonesia onikomikosis pada umumnya disebabkan oleh golongan jamur kandida terutama Candida albicans. Hal ini terlihat dari hasil penelitan pada tahun 1994 pada pusat-pusat pendidikan di Medan, Jakarta,
Surabaya dan Bandung.6 Istilah tinea ungium hanya dipergunakan pada onikomikosis
yang disebabkan oleh jamur dermatofita.7-9 Jamur dermatofita yang paling sering
menyebabkan onikomikosis adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes varian interdigitale/ varian mentagrophytes, Epidermophyton floccosum, Trichophyton violaceum, Microsporum gypseum, Trichophyton tonsurans, Trichophyton soudanacea dan Trichophyton verrucosum, sedang jamur non dermatofita adalah Cladiosporium, Alternaria, Aspergillus, Fusarium dan Epiccocum.10,11
Onikomikosis merupakan kasus infeksi jamur yang sering dijumpai, dimana
prevalensinya diperkirakan berkisar antara 2-8% pada laki-laki dan 2-6% pada
perempuan di Inggris. Roberts (1999) dalam studi epidemiologinya di Inggris yang
melibatkan 9332 populasi onikomikosis pada orang dewasa menyatakan bahwa
di Kanada pada tahun 2000 melaporkan bahwa prevalensi onikomikosis berkisar
6,5%.12 Sedangkan prevalensi pasien onikomikosis pada tahun 2009 berkisar 0,9 %
dari total 3450 pasien yang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit H.
Adam Malik Medan.(Data tidak dipublikasikan)
Pada survei Medicare di United Kingdom (UK) menunjukkan dari total
662.000 pasien, didapati sebanyak 1,3 juta kali kunjungan ke dokter dalam 1 tahun
akibat onikomikosis, yang menghabiskan biaya pengobatan sebesar 43 juta dollar
Amerika setiap tahunnya.13 Ketika kuku mengalami onikomikosis, maka fungsi
rangsangan taktil akan hilang atau terganggu dan pasien juga akan mengalami
perasaan nyeri atau tidak nyaman. Distrofi kuku jari kaki akan mengganggu aktivitas
sehari-hari seperti berjalan, berdiri, olahraga dan kenyamanan dalam memakai sepatu,
sementara distrofi kuku jari tangan akan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti
mengetik, menulis, bermain musik dan kegiatan sosial lainnya. Onikomikosis juga
dapat menimbulkan efek psikososial yang negatif terhadap pasien akibat rasa malu,
rendah diri dan dapat berujung pada penurunan kualitas hidup pasien secara
umum.14,15
Mengingat prevalensi onikomikosis di dunia yang cukup besar dan efek yang
dapat ditimbulkan secara psikososioekonomi maka pengobatan terhadap onikomikosis
memerlukan pendekatan yang serius. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui pemakaian beberapa obat oral dan satu macam obat topikal untuk
pengobatan onikomikosis. Adapun obat oral sistemik yang telah mendapatkan
persetujuan FDA adalah terbinafin, itrakonazol dan griseofulvin. Sementara
satu-satunya obat topikal yang mendapat persetujuan FDA adalah ciclopirox.16
Meskipun obat-obatan tersebut mempunyai efikasi yang cukup baik, namun
pengobatan onikomikosis membutuhkan waktu yang lama sehingga sangat potensial
menimbulkan efek samping akibat interaksi obat dan juga akan membutuhkan biaya
pengobatan yang besar. Di Amerika Serikat, perusahaan asuransi kesehatan hanya
bersedia menanggung klaim biaya pengobatan onikomikosis bila diagnosis
onikomikosis ditegakkan oleh dokter dengan berdasarkan data klinis dan didukung
oleh pemeriksaan penunjang.16
Pemeriksaan klinis untuk onikomikosis tidak dapat dijadikan pegangan untuk
diagnosis mengingat banyak penyakit kuku lain yang tampilan klinisnya mirip dengan
onikomikosis. Beberapa kelainan yang dapat menyerupai onikomikosis antara lain
seperti trauma, onychogryphosis, liken planus, psoriasis, infeksi bakteri di kuku, twenty nail dystrophy, leuconychia dan yellow nail syndrome.17
Selain sulit untuk menjadi pegangan diagnosis, pemeriksaan klinis tidak dapat
dijadikan sebagai standar untuk evaluasi pengobatan. Beberapa standar telah
diperkenalkan dan dipergunakan untuk mendefinisikan kesembuhan pada kasus
onikomikosis yaitu clinical cure, micological cure dan complete cure. Namun yang paling baik dijadikan sebagai standar kesembuhan dari onikomikosis adalah complete cure, yang mutlak membutuhkan suatu standar pemeriksaan klinis dan penunjang diagnosis di awal pengobatan dan di akhir masa pengobatan.18,19
Karena alasan tersebut diatas, maka pemeriksaan penunjang sangat diperlukan
untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan anti jamur.
Saat ini dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan
histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff), pemeriksaan mikroskopik imunoflouresens dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR
tersedia dalam praktik klinis sehari-hari adalah pemeriksaan KOH 20%, metode
pewarnaan PAS dan kultur. Metode lainnya biasa dipakai hanya dalam kepentingan
riset klinis ilmu pengetahuan.18,20
Secara umum, dua metode yang paling penting dalam menegakkan diagnosis
infeksi jamur adalah metode pemeriksaan KOH 20% dan kultur jamur. Namun kedua
metode ini, mempunyai nilai sensitivitas pemeriksaan yang tidak konsisten dan
khusus untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu hampir
sekitar 4 minggu untuk dapat mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis.21 Yang
dkk (2006) dalam penelitiannya melaporkan sensitivitas pemeriksaan KOH 20%
dalam diagnosis onikomikosis bervariasi dari 44 % - 97%.22,24 Sementara Reisberger
dkk (2002) menyebutkan nilai sensitivitas metode kultur untuk diagnosis
onikomikosis berkisar 25% - 80%.23
Nilai sensitivitas dari kedua metode ini mempunyai rentang variasi nilai yang
cukup lebar sehingga nilai hasil pemeriksaan tidak dapat diandalkan sepenuhnya.
Akurasi hasil pemeriksaan KOH 20% sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu
tempat pengambilan spesimen, faktor matriks kuku, gelembung udara maupun bintik
lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang bisa menimbulkan kesalahan
interpretasi pada saat pemeriksaan.23
Metode kultur sendiri menunjukkan sensitivitas yang bervariasi dikarenakan
oleh beberapa faktor yaitu metode dan tempat pengambilan sampel yang
berbeda-beda, faktor pengaturan jenis medium kultur dan temperatur kultur, dan adanya
kemungkinan kontaminasi oleh bakteri atau mold yang menghambat pertumbuhan jamur.24
Metode pemeriksaan dengan pewarnaan PAS merupakan metode yang
Weinberg dkk (2003) melaporkan angka sensitivitas untuk pemeriksaan PAS sebesar
92%.25Karena nilai sensitivitasnya yang cukup tinggi, maka metode ini dapat
dijadikan suatu alternatif sebagai pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
onikomikosis. Meskipun demikian, metode PAS ini juga mempunyai beberapa
potensi kelemahan yaitu prosedur pemeriksaan yang lebih bersifat invasif,
membutuhkan klinisi pemeriksa yang terlatih untuk memeriksa jaringan
histopatologis, serta biaya pemeriksaan yang relatif lebih mahal dibandingkan
pemeriksaan KOH 20% dan kultur.23,26
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketiga metode ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui metode mana yang sebenarnya paling baik untuk
mendiagnosis onikomikosis. Informasi ini akan sangat membantu bagi para klinisi
dalam hal menentukan jenis pemeriksaan penunjang onikomikosis yang tepat dan
efisien.
Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk melakukan suatu penelitian yang
membandingkan uji diagnostik pemeriksaan PAS dan kultur untuk diagnosis
onikomikosis. Hingga saat ini belum ada penelitian sejenis yang membandingkan
pemeriksaan PAS dan kultur untuk diagnosis onikomikosis di Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
Metode pemeriksaan manakah diantara pewarnaan PAS dan kultur yang lebih baik
1.3 Hipotesis
Pemeriksaan dengan pewarnaan PAS lebih baik dibandingkan dengan kultur dalam
mendiagnosis onikomikosis.
1.4 Tujuan penelitian 1.4.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pemeriksaan mana paling baik diantara pewarnaan PAS
dan kultur untuk mendiagnosis onikomikosis selain pemeriksaan KOH 20%.
1.4.2 Tujuan khusus
A. Untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, Positive Predictive Value (PPV), Negative Predictive Value (NPV) pewarnaan PAS untuk diagnosis onikomikosis.
B. Untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, Positive Predictive Value (PPV), Negative Predictive Value (NPV) pemeriksaan kultur untuk diagnosis onikomikosis.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1. Nilai sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan penunjang dengan pewarnaan
PAS dan kultur dapat menjadi acuan sebagai pertimbangan pilihan untuk
menegakkan diagnosis onikomikosis.
1.5.2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar selanjutnya terutama
dalam hal menentukan pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik
1.6 Kerangka teori
[image:18.595.144.458.174.614.2]
Gambaran klinis :
1. Onikomikosis subungual distal dan lateral 2. Onikomikosis superfisial putih
3. Onikomikosis subungual proksimal 4. Onikomikosis Total Distrofik
Dermatofita Non dermatofita
Pemeriksaan penunjang :
a. KOH 20 % b. PAS c. Kultur
Diagnosis
1.7 Kerangka konsep
Onikomikosis subungual distal
dan lateral
Onikomikosis superfisial putih
Diduga onikomikosis
Onikomikosis subungual
proksimal
Onikomikosis distrofik total
KOH 20 %
PAS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Onikomikosis
2.1.1 Pendahuluan
Onikomikosis adalah infeksi kuku yang disebabkan jamur golongan
dermatofita, non dermatofita atau yeast, 80-90% onikomikosis disebabkan oleh dermatofita.1-3
Penyakit ini jarang memberikan keluhan pada penderita, sehingga penderita
baru datang berobat apabila kukunya telah rusak dan mengganggu secara kosmetik.
Diagnosis kelainan kuku dermatofita dan non dermatofita kadang sukar dibedakan
dengan kelainan kuku yang disebabkan hal lain.1,14
2.1.2 Epidemiologi
Onikomikosis terdapat diseluruh dunia, angka kejadiannnya terus meningkat
yang merupakan 50 % dari seluruh penyakit kuku, dan 30% dari seluruh kasus jamur
superfisial.1
Prevalensi onikomikosis di Inggris 2,8 % pada laki-laki dan 2,6 % perempuan,
sedangkan di Amerika Serikat berkisar 2,2 – 2,5 %, sejumlah 43 % diantaranya tidak
melakukan pengobatan. Sebuah penelitian lain di Amerika Serikat mengungkapkan
bahwa total jumlah kunjungan 662.000 pasien penderita onikomikosis ke dokter
sebanyak 1,3 juta kali. Kejadian onikomikosis juga meningkat pada anak,
diperkirakan sekitar 20 % dari mikosis superfisial yang didiagnosis pada anak.9,13
Di Indonesia angka pasti kejadian penyakit ini belum pernah dilaporkan. Hasil
penelitian penderita onikomikosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
orang, diantaranya didapatkan penderita onikomikosis 67 orang (0,53%) dari jumlah
tersebut didapat penderita laki-laki 29 orang (43,28%) dan penderita perempuan
sebanyak 38 orang (56,72%).28
Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam
medis selama periode Januari hingga Desember 2006 dari total 4418 pasien yang
berobat penderita onikomikosis sebanyak 33 orang dan periode Januari hingga
Desember 2009, dari total 3450 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin, 32 diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis
onikomikosis.(Data tidak dipublikasikan)
2.1.3 Anatomi kuku
Kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate), lipatan kuku lateral dan proksimal, hiponikium, bantalan kuku (nail bed) dan matriks. Matriks dan bantalan kuku membantu pembentukan lempeng kuku. Bagian ventral lempeng kuku dibentuk
oleh bantalan kuku, sedang sisanya berasal dari matriks. Lempeng kuku berwarna
translucent, melalui lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar, melekat kuat pada bantalan kuku dimana perlekatan ini kurang kuat kearah proksimal, terpisah
dari sudut postolateral. Seperempat bagian kuku ditutupi oleh lunula putih.27
Pada pemotongan longitudinal, lipatan kuku bagian proksimal terlihat berupa
lanjutan dari kulit sekitar dorsum dan phalangs terminal. Epidermis pada lipatan ini
berlanjut disekitar dasar kuku. Lipatan kuku bagian proksimal dan memiliki dua
permukaan epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral. Pada persambungan keduanya
dijumpai kutikula yang berproyeksi kearah distal diatas permukaan kuku. Matriks
kuku dapat dibagi atas bagian dorsal yaitu bagian intermediate yang menutupi
Pada daerah pemisahan antara lempeng kuku dan bantalan kuku, dapat dijumpai epitel
sohlenhorn. Pada keadaan normal struktur ini hanya berupa sisa.27
2.1.4 Fisiologi Kuku
Matriks merupakan pusat pertumbuhan kuku. Kuku tangan tumbuh lebih cepat
dari kuku kaki, yakni sepanjang 2-3 mm perbulan, sedangkan kuku kaki 1 mm
perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk mengganti satu kuku
tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk satu kuku kaki. Kecepatan pertumbuhan kuku
menurun pada penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut.27
2.1.5 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Onikomikosis dapat disebabkan oleh kelompok jamur dermatofita, non
dermatofita atau yeast. Dari kelompok dermatofita penyebab yang tersering adalah Trichophyton rubrum sebanyak 70 % dan Trichophyton mentagrophytes sebanyak 20 %. Selain itu Trichophyton tonsurans, Epidermophyton fluccosum, Trichophyton violaceum, Trichophyton verrucosum, Microsporum gypseum dan Trichophyton soudanacea dapat menyebabkan pada onikomikosis namun golongan jamur tersebut jarang ditemukan.17,19
Penyebab tersering dari kelompok yeast adalah Candida albicans yaitu sebanyak 6 % dijumpai pada onikomikosis, sedangkan dari kelompok non dermatofita
penyebab yang tersering dijumpai adalah Claudiosporium, Alternaria, Aspergillus, Fusarium dan Epiccocum.17,19
Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan sumber penularan, iklim
yang panas dan lembab, kebiasaan memakai sepatu tertutup dan sempit, kurangnya
merupakan faktor penyebab terjadinya kelainan kuku akibat jamur.7,9 Kelainan kuku
dapat berawal sebagai tinea pedis atau langsung pada kuku. Pada penyebab Candida
dapat endogen dari traktus digestivus sebagai flora komensal selain sumber penularan
dari kandidosis pada organ lain.13,14
Tingginya prevalensi onikomikosis pada usia tua disebabkan oleh insufisiensi
sirkulasi perifer, diabetes, antibiotik jangka panjang, penurunan imunitas serta
berkurangnya kemampuan untuk menjaga kebersihan diri.5 Sedangkan rendahnya
prevalensi pada anak-anak dihubungkan dengan kurangnya paparan jamur,
pertumbuhan kuku yang lebih cepat, permukaan kuku yang lebih kecil.14,15
2.1.6. Gambaran klinis
Gambaran klinis onikomikosis :
1. Onikomikosis Subungual Distal Lateral
Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Infeksi dari
distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi gambaran Onikomikosis Distal
dan Lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau putih. Terjadi
hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya lempeng kuku
dari nail bed) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang menjadi “mycotic reservoir” bagi infeksi sekunder oleh bakteri. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans dan E. Fluccosum.17,19
2. Onikomikosis Superfisial Putih
Gambaran klinis kedua yang paling banyak ditemukan sesudah onikomikosis
subungual distal lateral. Nama lainnya adalah Leukonikia Mikotika, mencakup sekitar
10 % dari seluruh kasus onikomikosis. Invasi jamur terjadi pada permukaan
pada permukaan kuku, tumbuh secara radial, berkonfluensi, dapat menutupi seluruh
permukaan kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju nail bed (bantalan kuku) dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes.17
3. Onikomikosis Subungual Proksimal
Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien
imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer, dan paling jarang ditemukan
pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada lipat kuku
proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya menginvasi
lempeng kuku dari arah bawah. Gambaran klinis berupa hiperkeratosis subungual,
onikolisis proksimal, leukonikia, dan akhirnya dapat mengakibatkan destruksi
lempeng kuku proksimal. Penyebab tersering adalah T. Rubrum. 17 4. Onikomikosis Distrofik Total
Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat.
Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi
seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Fragmen-fragmen
lempeng kuku masih tinggal akan merusak dan terlihat sebagai tungkul kayu pada
lipatan kuku bagian proksimal. Keluhan subjektif dirasakan sebagai nyeri ringan dan
yang lebih berat dapat terjadi infeksi sekunder.17
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium penunjang. Keluhan berupa gejala pada onikomikosis selalu hampir
tidak ada atau tidak dirasakan pasien kecuali kalau semua kukunya sudah terkena.
Secara umum penderita onikomikosis terutama yang disebabkan jamur dermatofita
suram tidak berkilat lagi, rapuh disertai hiperkeratosis subungual tanpa adanya
keluhan gatal ataupun sakit.17,20
2.1.8. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan mikroskopi langsung, kultur jamur dan histopatologi.
Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan
pemeriksaan. Sebelum bahan diambil, kuku terlebih dahulu dibersihkan dengan
alkohol, untuk membunuh bakteri. Selanjutnya bahan dipotong menjadi
fragmen-fragmen kecil dan dibagi untuk pemeriksaan mikroskopis langsung, kultur dan
histopatologi.26,30
a. Mikroskopi langsung
Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan Kalium hidroksida (KOH) adalah
murah dan mudah dilaksanakan, namun memiliki keterbatasan. Pemeriksaan ini hanya
berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat menentukan
spesies penyebabnya.26,24
Sebelum diperiksa dibawah mikroskop, spesimen dilunakkan dan dijernihkan
dalam larutan KOH 20-30% . Dimetil sulfoksida (DMSO) 40 % juga dapat dipakai
untuk melunakkan kuku. Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian
spesimen diletakkan diatasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup,
dilewatkan diatas api Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin
sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati dibawah
mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora. Gambaran
identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau arthospora jamur. Terdapatnya
sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa arthospora
memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen
disertai ragi didalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida sp. Terdapatnya filamen-filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran,
bentuk dan arah di dalam nail bed yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur patogen.25,26
b. Kultur
Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan
mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat
identifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah
mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada
bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana
kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikut
sertakan bahan kulit atau potongan kuku untuk pembiakan jamur pada medium.
Spesimen yang dikumpulkan dicawan petri diambil dengan sengkelit yang telah
disterilkan diatas api Bunsen. Kemudian bahan kuku ditanam pada dua media, media I
: terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti jamur
(Mycobitotic/mycocel), media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti jamur PDA (Potato Dextrose Agar)/SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar). Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°- 28°C selama 4-6
minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non
dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan
c.Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi langsung dan kultur meragukan. Bila ditemukan hifa diagnosis banding dapat
disingkirkan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur
tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu kedalaman
penetrasi jamur dapat dilihat.29
Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku
yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan pemeriksaan
histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam
larutan formalin 10 % semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik. Kemudian blok
parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10 μ dengan menggunakan mikrotom dan
dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional).
3.2 Waktu dan tempat penelitian
3.2.1 Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai dengan Desember 2010
bertempat di Poliklinik Sub bagian Mikologi Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.
3.2.2 Pengambilan sampel materi kuku dilakukan di Poliklinik Sub bagian Mikologi
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik
Medan untuk selanjutnya diperiksa ke laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk pemeriksaan KOH 20% dan
kultur jamur dan laboratorium Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik
Medan untuk pewarnaan PAS.
3.3 Populasi penelitian
3.3.1 Populasi
Pasien yang diduga menderita onikomikosis.
3.3.2 Populasi terjangkau
Pasien yang diduga menderita onikomikosis yang berobat ke Poliklinik Sub
bagian Mikologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin mulai bulan
3.3.3 Sampel
Pasien yang diduga menderita onikomikosis yang berobat ke Poliklinik Sub
bagian Mikologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H.
Adam Malik Medan sejak bulan Oktober 2010 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
3.4 Besar sampel
Rumus :32
n = (z α Po Qo + zβ Pa Qa)2 (Pa-Po)2
zα = 1,96 →α = 0,05 → (95%)
zβ = 0,842 →β = 0,20 → (80%)
Po = Prevalensi penderita Onikomikosis (sebelumnya)
Qo = 1 – Po
Pa = Prevalensi penderita Onikomikosis (sekarang)
Qa = 1 – Pa
Pa – Po
Total pasien tahun 2006
Po = 80 % = 0,80
Qo = 1 – Po = 1- 0,80 = 0,20
Total pasien tahun 2009
Pa = 92 % = 0,92
n = (1,96 0,80. 0,20 + 0,842 0,92 . 0,08)2
(0,12 )2
= (1,96 0,16 + 0,842 0,0736)2
0,03
= (1,96 . 0,4 + 0,842 . 0,27)2
0,03
= (0,784 + 0,19)2 = (0,97)2 = 0,94 = 31,333333 = 32 sampel kuku
0,03 0,03 0,03
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan minimal dalam penelitian ini sebanyak 32
sampel kuku.
3.5 Cara pengambilan sampel penelitian
Cara pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan metode consecutive sampling. 3.7 Identifikasi variabel
Variabel bebas : pewarnaan PAS dan kultur jamur.
Variabel terikat : onikomikosis.
Variabel kendali : teknik pemeriksaan KOH 20%, pewarnaan PAS dan kultur
jamur.
3.7 Kriteria inklusi dan eksklusi
3.7.1 Kriteria inklusi
A. Pasien yang diduga menderita onikomikosis dengan tipe onikomikosis
subungual distal lateral, onikomikosis superfisial putih, onikomikosis
B. Usia pasien diatas 16 tahun.
C. Tidak mendapatkan pengobatan anti jamur topikal (amorolfine nail lacquer) ataupun anti jamur sistemik (ketokonazol, itrakonazol, flukonazol dan terbinafin) dalam waktu 6 bulan sebelum datang berobat.
D. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani inform consent.
3.7.2 Kriteria eksklusi
A. Pasien yang diduga onikomikosis dengan liken planus kuku.
B. Pasien yang diduga onikomikosis dengan psoriasis kuku.
3.8 Alat, bahan dan cara kerja 3.8.1 Alat
A. Amplop penyimpan materi kuku.
B. Gunting pemotong kuku.
C. Skalpel no. 15.
D. Cawan petri
E. Tabung reaksi
F. Objek glass
G. Ose
H. Deck objek.
I. Mikroskop cahaya.
J. Bunsen pemanas.
K. Punch probe 3-4 mm
3.8.2 Bahan
A. Alkohol 70 % dan alkohol 96 %.
B. Formalin 10 %.
C. Larutan KOH 20 %.
D. Entellan.
E. Parafin.
F. Potato Dextrose Agar (PDA)/Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA). G. Larutan asam periodat 0,5 %- 1 %.
H. Larutan Schiff.
I. Larutan Hematoksilin Mayer.
J. Larutan xylol I dan xylol II.
K. Mycobiotic 3.8.2 Cara kerja
A. Pasien yang diduga onikomikosis oleh peneliti ditetapkan sebagai sampel.
B. Pengambilan sampel kuku yang dilakukan oleh peneliti, sampel kuku
diambil dari bagian kuku yang terinfeksi dengan menggunakan gunting
kuku atau skalpel no.15, yang terlebih dahulu telah dibersihkan dengan
alkohol 70 %. Potongan kuku yang diambil dibagi dalam 3 bagian, 2
bagian untuk dilakukan pemeriksaan KOH 20% dan kultur jamur ke
laboratorium mikrobiologi yang dimasukkan kedalam amplom, 1 bagian
lagi untuk pewarnaan PAS yang direndam dalam larutan formalin 10 %.
C. Untuk Onikomikosis Sub Ungual Proksimal sampel kuku diambil dengan
D. Untuk pemeriksaan KOH 20%, potongan kuku direndam dengan larutan
KOH 20% yang telah disaring selama 24 jam, lalu spesimen kuku
diletakkan di atas objek glass. Kemudian akan ditambah larutan KOH 20%
dan dilakukan sedikit pemanasan lalu ditutup dengan deck glass dan
dilakukan pengamatan di bawah mikroskop cahaya dengan cahaya yang
redup. Dengan pembesaran 10 x 10 kemudian 10 x 45 dapat dilihat hifa
bersepta, bercabang dan kadang-kadang terlepas; atau pseudohifa atau sel
ragi yang berkilat.
E. Untuk pemeriksaan kultur jamur, potongan kuku dimasukkan dalam 2
media, media yang dapat menapis jamur dermatofita
(mycobiotic/mycocel), dan media yang dapat menumbuhkan jamur non dermatofita (PDA/SDA). Bahan potongan kuku akan diinokulasikan pada
media dalam keadaan steril. Media dieramkan pada temperatur suhu kamar
yaitu sekitar 250C-320C selama 4-6 minggu. Pengamatan pada minggu I
dilakukan tiap hari, minggu II pengamatan dilakukan kelang 1 hari,
minggu III pengamatan 2 kali dalam seminggu. Bila koloni yang tumbuh
dimedia yang mengandung antibiotik media dipindahkan ke media yang
tanpa antibiotik.
F. Pada pemeriksaan Pewarnaan PAS, potongan kuku dalam formalin 10%
diambil lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker berisi alkohol 70% lalu
disimpan di simpan dalam inkubator bersuhu 600C selama 45 menit,
proses ini disebut dehidrasi. Kemudian dilakukan proses penjernihan
dengan memindahkan potongan kuku ke dalam gelas beaker berisi larutan
benzol lalu disimpan dalam inkubator dengan suhu 600C selama 3 jam.
dalam spesimen kuku. Lalu dipindahkan ke dalam gelas beaker berisi lilin
parafin dan diinkubasi selama 3 jam dalam inkubator bersuhu 600C.
Spesimen kuku dimasukkan ke dalam cetakan berisi lilin parafin panas,
lalu didinginkan hingga membeku dan membentuk blok parafin. Proses ini
disebut embedding. Blok parafin dipotong hingga ketebalan 4-6 μ dengan menggunakan mikrotom. Potongan tipis spesimen ditempelkan pada kaca
objek, lalu dilakukan proses deparafinisasi. Proses tersebut dilakukan
dengan cara spesimen dimasukkan ke dalam larutan xylol I kemudian
larutan xylol II. Setelah itu spesimen dicelupkan ke dalam alkohol 100%
diikuti dengan alkohol 95% dan alkohol 70%. Setiap proses membutuhkan
waktu sekitar 2-5 menit. Kemudian spesimen dimasukkan ke dalam larutan
asam periodat 0,5-1% selama 5-10 menit, lalu dibilas dengan aquades
sebanyak 2 kali. Kemudian spesimen dimasukkan lagi ke dalam larutan
Schiff selama 10 menit di lemari pendingin, lalu dibilas dengan air
mengalir selama 5 menit. Spesimen diwarnai dengan larutan Hematoxylin
Mayer selama 45 detik lalu dibilas dengan aquades selama 3-6 menit.
Selanjutnya spesimen akan dimasukkan ke dalam alkohol 100% kemudian
dilanjutkan dengan larutan xylol I dan xylol II. Diakhiri dengan spesimen
pada objek glass ditutup dengan deck objek yang diberi entelan. Hasil dari
pemulasan pewarnaan PAS apabila ditemukan hifa berwarna merah.
F. Pembacaan hasil dari pemeriksaan KOH 20%, pewarnaan PAS dan Kultur
jamur dibaca oleh peneliti didampingi oleh dokter spesialis Patologi
3.9 Definisi operasional
3.9.1 Pasien diduga onikomikosis adalah pasien yang disangkakan mengalami
onikomikosis melalui pemeriksaan klinis dengan gambaran berupa
onikomikosis subungual distal dan lateral, onikomikosis superfisial white,
onikomikosis superfisial proksimal dan onikomikosis total distrofik.
3.9.2 Usia adalah usia subjek penelitian saat dilakukan pemeriksaan dan
pengambilan sampel jaringan kuku yang dihitung dari tanggal lahir, dimana
bila lebih dari 6 bulan maka dibulatkan ke atas dan bila kurang dari 6 bulan
maka dibulatkan ke bawah.
3.9.3 Pemeriksaan KOH 20% adalah suatu metode pemeriksaan terhadap jamur
dengan menambahkan larutan KOH 20% terhadap lempengan kuku yang
mengalami onikomikosis, dengan tujuan untuk menghancurkan keratin kuku
sehingga bagian dari jamur berupa hifa (arthospora), spora (budding yeast cell) dapat diidentifikasi di bawah mikroskop.
3.9.4 Pewarnaan PAS adalah suatu metode diagnostik terhadap infeksi onikomikosis
dengan memeriksa jaringan kuku yang telah diproses secara histokimia dan
diberi pewarnaan PAS untuk dapat mengidentifikasi hifa atau spora pada
pemeriksaan mikroskop.
3.9.5 Pemeriksaan kultur adalah suatu metode diagnostik terhadap infeksi
onikomikosis dengan cara mengkultur materi/kerokan kuku yang mengalami
infeksi dengan memakai media kultur Sabaround Dextrose Agar (SDA)/ Potato Dextrose Agar (PDA) sehingga dengan metode ini dapat diidentifikasi jenis spesies jamur.
3.9.6 Psoriasis kuku adalah penyakit psoriasis yang melibatkan kuku berupa pitting
3.9.7 Liken planus kuku adalah penyakit liken planus yang melibatkan kedua kuku
tangan dan kaki dengan gambaran onikolisis, diskolorisasi kuning dan adanya
hiperkeratosis subungual disertai dengan kelainan pada kulit dan mukosa yang
mempunyai gambaran khas yaitu lesi Wickham striae.
3.10 Analisis data
Data kategorikal disajikan dalam bentuk tabel frekuensi (%). Analisis statistik
diolah dengan memakai sistem komputer.
Perbandingan efektifitas hasil pemeriksaan dengan pewarnaan PAS dan kultur
3.11 Kerangka operasional
Kultur jamur Pemeriksaan KOH 20%
Pewarnaan PAS
Sensitivitas, spesifisitas, Sensitivitas, spesifisitas,
Uji analisis statistik Pasien yang diduga
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Karakteristik subjek penelitian
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Variabel n %
Jenis kelamin : Perempuan Laki-laki
Usia rata-rata : >42 tahun
[image:38.595.97.456.247.468.2]< 42 tahun
Gambaran klinis :
Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL) Onikomikosis distrofik total (ODT)
Lokasi : Jari tangan Jari kaki 24 9 17 16 24 9 12 21 72,7 27,3 51,5 48,5 72,7 27,3 36,4 63,6
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober sampai dengan bulan
Desember 2010, dikumpulkan sejumlah 33 pasien onikomikosis. Sebanyak 24 pasien
(72,7%) berjenis kelamin perempuan dan sebanyak 9 orang (27,3%) berjenis kelamin
laki-laki. Penelitian mengenai prevalensi onikomikosis di Inggris pada tahun 2006,
menunjukkan bahwa prevalensi onikomikosis lebih tinggi pada laki-laki yaitu 2,8%
dibandingkan dengan perempuan sebanyak 2,6%. Namun sebaliknya, hasil penelitian di
Kanada menunjukkan bahwa onikomikosis lebih banyak dijumpai pada wanita yaitu
Median usia subjek penelitian adalah 42 tahun, dimana jumlah pasien yang
berusia diawas 42 tahun sebanyak 17 orang (51,5%) dan yang berumur kurang dari 42
tahun sebanyak 16 orang (48,5%). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
prevalensi onikomikosis meningkat bertambah seiring dengan pertambahan usia. Gupta
dkk melaporkan bahwa prevalensi onikomikosis pada pasien di bawah 40 tahun sebesar
9,3% dan diatas 40 tahun sebesar 18,2%. Sementara, Roberts, melaporkan bahwa
prevalensi onikomikosis 2,4% pada kelompok usia 35-50 tahun dan meningkat menjadi
4,7% pada individu yang berusia diatas 35 tahun. 3,10
Dalam literatur disebutkan bahwa frekuensi onikomikosis akan meningkat sesuai
dengan usia. Dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat, disebutkan bahwa hal ini
terjadi disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama mungkin karena semakin tua
seseorang maka akan semakin tinggi aktifitas jari tangan dan kaki yang berhubungan
dengan pekerjaan, juga akibat aktifitas olahraga yang mempergunakan kaki dan
peningkatan prevalensi dari penyakit-penyakit penyerta yang mempermudah terjadinya
onikomikosis seperti diabetes melitus, HIV, gangguan fungsi imunitas yang buruk
misalnya pada pasien-pasien dalam terapi immunosupresif dan kemoterapi. Yang
terakhir onikomikosis akan meningkat sesuai usia akibat dari ketidakmampuan dalam
merawat jari tangan dan kaki. 2,33
Dalam penelitian kami tercatat bahwa lokasi onikomikosis paling sering adalah di
jari kaki yaitu pada 21 pasien (63,6%) dibandingkan dengan di jari tangan yaitu hanya
pada 12 pasien (36,4%). Sebuah survei di Kanada yang melibatkan 15.000 pasien
onikomikosis juga menunjukkan bahwa onikomikosis lebih banyak mengenai jari kaki
dibandingkan jari tangan yaitu dengan ratio perbandingan 19:1. Beberapa penelitian
serupa menyebutkan ratio yang bervariasi mulai dari 4:1 s/d 18:1, dengan resiko jari kaki
disebabkan oleh karena kemungkinan jari kaki mengalami trauma yang lebih sering, atau
kelembaban yang lebih tinggi akibat pemakaian sepatu, dan kecepatan pertumbuhan
kuku kaki yang lebih lambat 3 kali dibandingkan jari tangan. 2,11,33
Tampilan klinis paling sering dijumpai dalam penelitian ini adalah tipe OSDL
yaitu dijumpai pada 24 pasien (72,7%) dan tipe ODT sebanyak 9 pasien (27,3%). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Chi dkk (2005) di Taiwan yang
mendapatkan bahwa tampilan klinis yang sering dijumpai pada penelitian mereka adalah
OSDL sebanyak 45% diikuti oleh tipe ODT sebanyak 11,2%. Demikian juga penelitian
oleh Effendy dkk (2005) di Jerman, menyebutkan bahwa tampilan klinis utama dari
onikomikosis adalah OSDL sebanyak 71,8% diikuti oleh tipe ODT sebanyak 10,1%. 12,34
[image:40.595.93.392.482.716.2]4.2. Hasil Kultur Pasien Onikomikosis
Tabel 2. Hasil kultur pasien onikomikosis
Kasus
Jenis jamur n %
Dermatofita T. mentagrophytes T. violaceum T. tonsurans T. ferrungineum M. gypseum Non dermatofita Phaecylomyces Aspergillus fumigatus Fusarium Claudiosporium Yeast Candida albicans Kultur Tidak tumbuh
Pada tabel 2, dilaporkan hasil dari pemeriksaan kultur terhadap subjek penelitian.
Dijumpai bahwa penyebab terbanyak onikomikosis pada penelitian kami adalah
dermatofita yaitu pada 11 pasien (42,5%), diikuti oleh non dermatofita pada 10 pasien
(38,5%) dan yeast pada 5 pasien (19,2%). Jamur dermatofita sebagai penyebab terbanyak adalah T.mentagrophytes, T.violaceus dan T.tonsurans dengan frekuensi masing-masing
sebesar 3 kasus (11,5%). Sementara yang disebabkan oleh jamur non dermatofita
penyebab terbanyak adalah Aspergilus fumigatus sebanyak 6 kasus (23,1%), dan untuk
yeast penyebabnya yang teridentifikasi adalah Candida albicans sebanyak 5 kasus (19,2%). Kultur yang tidak tumbuh sebanyak 7 kasus (21,2%).
Hasil kultur terhadap pasien onikomikosis seringkali menunjukkan hasil yang
bervariasi pada berbagai lokasi geografis, meskipun didapati adanya suatu pola yang
sama bahwa penyebab onikomikosis tersering adalah jamur dermatofita. Das dkk (2005)
dalam laporan hasil penelitiannya di India menyebutkan bahwa etiologi onikomikosis
tersering secara berturut-turut adalah dermatofita (50%), yeast (27,2%) dan non dermatofita (22,7%). Pada golongan dermatofita penyebab tersering adalah T. rubrum
yaitu pada 29,5% kasus, untuk non dermatofita penyebab tersering adalah Aspergillus
niger 18,18%, dan untuk yeast adalah Candida albicans 22,72%. 9
Sebuah penelitian berskala besar di Amerika Utara dengan jumlah sampel sebesar
1832 pasien onikomikosis dilaporkan hasil kultur penyebab onikomikosis tersering
secara berturut-turut adalah jamur dermatofita 62%, yeast 20,5% dan non dermatofita
17,5%. Hasil kultur patogen penyebab juga berbeda dengan hasil penelitian ini yaitu
Ketut (2009) melaporkan untuk dermatofita yang tersering adalah T. rubrum (72,6%),
untuk non dermatofita adalah Acremonium (34,3%), dan untuk yeast adalah Candida
bahwa perlu dilakukan penelitian patogen penyebab onikomikosis secara reguler untuk
menentukan perubahan agen penyebab pada suatu daerah. 28
[image:42.595.92.493.253.333.2]4.3. Analisis sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan kultur dan PAS
Tabel 3. Analisis sensitivitas dan spesifisitas dari pemeriksaan kultur dan PAS
Variabel Sensitivitas Spesifisitas PPV NPV
Kultur
PAS
80,6 %
96,8 %
50 %
50 %
96,2 %
96,8 %
14,3 %
50 %
Dalam tabel 3 disajikan analisis statistik mengenai sensitivitas dan spesifisitas
dari uji diagnostik kultur dan PAS untuk mendiagnosis onikomikosis. Untuk uji
diagnostik kultur didapati nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 80,6% dan 50%.
Dalam berbagai penelitian sebelumnya disebutkan bahwa sensitivitas dari kultur untuk
diagnostik onikomikosis berkisar 25%-80%. Chi dkk (2005) melaporkan dalam
penelitian di Taiwan bahwa pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas 67% dan
sedangkan Karim Zadegan (2007) di India melaporkan sensitivitas pemeriksaan kultur
sebesar 55,2%. 33,34
Perbedaan hasil ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan hasil berbeda dimungkin adanya perbedaan dalam proses
pengumpulan sampel, perbedaan media kultur, perbedaan temperatur yang optimal,
jumlah sampel kultur yang tidak adekuat dan pemilihan lokasi yang bervariasi serta
salah satu pemeriksaan penunjang baik kultur, KOH ataupun pewarnaan PAS yang
positif. Sedangkan dalam penelitian ini, kami memakai gold standard diagnosis adalah dijumpainya klinis onikomikosis serta hasil pemeriksaan KOH yang positif. 33
Pewarnaan PAS mempunyai nilai sensitivitas yang cukup tinggi yaitu 96,8% dan
spesifisitas sebesar 50%. Hasil yang hampir serupa didapati oleh Weinberg dkk (2003)
dalam penelitian di Jerman melaporkan sensitivitas pewarnaan PAS untuk diagnostik
onikomikosis sebesar 92%. Sementara Chi dkk (2005) mendapatkan hasil sensitivitas
81% dan spesifisitas 40%. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
metodologi dan perbedaan dalam proses pengambilan sampel dan proses
pemeriksaannya. 25,34
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pewarnaan PAS mempunyai nilai sensitivitas
yang lebih baik dibandingkan daripada pemeriksaan kultur. Selama ini pemeriksaan
KOH masih merupakan uji diagnostik yang dianggap sebagai uji standar untuk diagnosis
onikomikosis. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan KOH
memperlihatkan hasil yang inkonsisten. Penelitian Yang dkk, Taiwan (2007)
menyimpulkan bahwa pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan yang murah, cepat
namun hasilnya tidak konsisten dengan sensitivitas KOH bervariasi mulai dari
53%-87%. Pemeriksaan kultur sendiri merupakan satu-satunya jenis pemeriksaan yang dapat
mengidentifikasi patogen penyebab onikomikosis. Akan tetapi beberapa studi
menunjukkan sensitivitasnya bervariasi antara 60-80% dan hasilnya relatif lama.
Pewarnaan PAS disebutkan oleh Weinberg (2005) merupakan pemeriksaan diagnostik
onikomikosis yang mempunyai sensitivitas yang cukup tinggi sekitar 92%, hampir
serupa dengan hasil penelitian kami yaitu 96,8%. dan hasilnya dapat diperoleh dalam
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1.1 Kesimpulan
Penelitian sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan PAS dan kultur dari sediaan kuku
untuk mendiagnosis onikomikosis dengan hasil :
1. Pewarnaan PAS lebih baik dibandingkan kultur untuk mendiagnosis
onikomikosis.
2. Pewarnaan PAS mempunyai nilai sensitivitas sebesar 96,8%, spesifisitas 50 %,
PPV 96,8 % dan NPV 50 %.
3. Pemeriksaan kultur mempunyai nilai sensitivitas sebesar 80,6%, spesifisitas 50 %,
PPV 96,2% dan NPV 15,3 %.
5.2 Saran
Pewarnaan PAS sebaiknya dipilih untuk digunakan dalam menegakkan diagnosis
onikomikosis karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Denning Dw, Evans EG, Richardson MD, et al. Fungal nail disease : a guide to good
practice (report of a Working Group of the British Society for Medical Mycology). BMJ
1995;311:1277-81.
2. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, et al. Onychomycosis. Dalam : Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, volume 1,
7th edition, Mc.Graw Hill Company, New York, 2008.p.1817-21.
3. Aditya Gupta, Copper EA. Onychomycosis. Dalam :Infective skin diseases and
exanthems.p.362-374.
4. Elewski BE, Cleveland MD. Diagnostic techniques for confirming onychomycosis. J Am
Acad Dermatol 1996;35:S6-S9.
5. Pappas PG, Bergamo B. Superficial and mucosal fungal infections. Dalam : Diagnosis of
Fungal Infections 2007:153-167.
6. Nasution AM, Mikologi dan Mikologi Kedokteran Beberapa Pandangan Dermatologis,
Medan, 2005;1-18.
7. Weitzman I, Summerbell RC. The dermatophytes. Clinical Microbiology Reviews
1995;8:240-59.
8. Khosravi AR, Shokri H, Mansouri P, Katiraee F, Ziglari T. Candida spescies isolated
from nails and their in vitro susceptibility to antifungal drugs in the departement of
9. Ellis DH, Watson AB, Marley JE, Williams TG. Non-dermatphytes in onychomycosis of
the toenails. Br J Dermatol 1997;136:490-3.
10.Das NK, Ghosh P, Das S, et al. A study on the etiological agent and clinico-mycological
correlation of fingernail onychomycosis in Eastern India. Indian J Dermatol
2008;53(2):75-9.
11.Roberts DT. Prevalence of dermatophyte onychomycosis in the United Kingdom : results
of an omnibus survey. Br J Dermatol 2006;126:23-7.
12.Gupta AK, Jain HC, Lybde CW, et al. Prevalence and epidemiology of onychomycosis in
patients visiting physicians’ offices : a multicenter Canadian survey of 15.000 patients. J
Am Acad Dermatol 2000;43:244-8.
13.Effendy I, Lecha M, Feuilhade M, et al. Epidemiology and clinical classification of
onychomycosis. JEADV 2005;19:S8-S12.
14.Drake LA, Scher RK, Smith EB, et al. Effect of onychomycosis on quality of life. J Am
Acad Dermatol 1998;38:702-4.
15.Lubeck DP, Patrick DL, Mc Nulty P, et al. Quality of life of perseons with
onychomycosis. Quality of Life Research 1993;2:341-8.
16.Nunley KS, Cornelius L. Current management of onychomycosis. J Hand Surg
2008;33A:1211-14.
17.Ellis DH. Diagnosis of onychomycosis made simple. J Am Acad Dermatol 1999;40:S3-8.
18.Lilly KK, Koshnick RL, Grill JP, et al. Cost-effectiveness of diagnostic test for toenail
onychomycosis : a repeated-measure, single-blinded, cross-sectional evaluation of 7
19.Scher RK, Tavakkol A, Sigurgeirsson B, et al. Onychomycosis : diagnosis and definition
of cure. J Am Acad Dermatol 2007;56:939-44.
20.Elewski BE. Clinical pearl : diagnosis of onychyomycosis. J Am Acad Dermatol
1995;32:500-1.
21.Richert B, Lateur N, Theunis A, Andre J. New tools in nail disorders. Semin Cutan Med
Surg 2009;28:44-8.
22.Yang JH, Hsiao YP, Lin HS, et al. A comparative study of KOH test, PAS staining and
fungal culture in diagnosis of onychomycosis in Taiwan. Journal of Dermatological
Science 2007;45:138-40.
23.Reisberger EM, Abels C, Landthales M, Szeimies RM. Histopathological diagnosis of
onychomycosis by periodic acid-schiff-stained nail clippings. Br J Dermatol
2003;148:749-54.
24.Nye MB, Berar MA, Body BA, et al. Diagnostic mycology : controversies and
consensus-what should laboratories do? Part I. CMN 2006;28:121-7.
25.Nia MK, Mohammadi MA, Bouzari N, Firooz A. comparison of direct smear, culture and
histology for the diagnosis of onychomycosis. Australian Journal of Dermatol
2007;48:18-21.
26.Weinberg JM, Koestenblatt EK, Tutrone WD, et al. Comparison of diagnostic methods
in the evaluation of onychomycosis. J Am Acad Dermatol 2003;49:193-7.
27.Tosti A,Piraccini MB.Biology of Nail and Nail Disorders.Dalam : Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI,et al.Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, Volume 1,7th edition,
28.Ketut IS, Ratna ST, Made AS.Onikomikosis di RSUP Sanglah Denpasar.Makalah
lengkap I PIT X PERDOSKI.Banten,2009:21-24.
29.Chang A, Wharton J,Tam S,Kamino H,et al.A modified approach to the histologic
diagnosis of onychomycosis.J Am Acad Dermatol 2007;57:849-853.
30.Chi CC,Wang HS,Chou CM.The causative pathogens of onychomycosis in southern
Taiwan.Blackwell Publishing.Mycoses 2005;48:413-420.
31.Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S,dkk.Perkiraan Besar Sampel.Dalam ; Sastro
S, Ismael S.Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis,edisi ke-2, Jakarta,2002.259-286.
32.Hay Roderick, Epidemiology Of Onychomycosis. Dalam : Baran dkk, Onychomycosis
the current approach to diagnosis and therapy. Edisi 1, Martin Dunitz Publishers, London.
2009. p. 1-11.
33.Chi et al. The causative pathogens of onychomycosis in southern Taiwan.2007. Mycoses
48: 413-420.
34.Ghanounn MA. A large scale North American study of fungal isolates from nails : the
frequency of onychomycosis, fungal distribution and antifungal susceptibility pattern. J
Am Acad Dermatol 2007:43: 641-8.
LAMPIRAN 1.
NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN / ORANGTUA PASIEN
Selamat pagi/siang.
Perkenalkan nama saya dr. Fahmi Rizal. Saat ini saya sedang menjalani Program
Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan program spesialis
yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul “Sensitivitas dan Spesifisitas pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff) dan kultur untuk mendiagnosis Onikomikosis”.
Tujuan penelitian saya adalah Untuk mengetahui pemeriksaan mana paling baik
diantara pemeriksaan KOH 20%, pewarnaan PAS dan kultur untuk mendiagnosis
onikomikosis. Adapun manfaat dari penelitiaan ini adalah untuk menentukan metode
pemeriksaan yang terbaik untuk mendiagnosis onikomikosis dan dapat mengetahui kelebihan
dan kekurangan dari metode pemeriksaan KOH 20 %, pewarnaan PAS dan kultur dalam
mendiagnosis onikomikosis
Untuk melakukan penelitian ini, Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i yang mempunyai
kelainan kuku akan saya lakukan pemeriksaan laboratorium dengan cara melakukan
potongan pada kuku yang terinfeksi dan akan dibagi dalam tiga bagian. Selanjutnya
potongan kuku akan dibawa ke Laboratorium Patologi Anatomi RSU. H. Adam Malik
Medan dan MikrobiologiFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk dilakukan
Adapun pemeriksaan ini akan sedikit menimbulkan rasa sakit dan diharapkan tidak
akan menimbulkan akibat yang membahayakan jiwa. Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i
tidak akan dikutip biaya apapun dalam penelitian ini. Kerahasiaan mengenai penyakit yang
diderita penelitian akan terjamin. Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i yang ikut dalam
penelitian ini adalah sukarela. Bila tidak bersedia, maka Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i
berhak menolak ikut dalam penelitian ini dan tidak akan ada konsekuensi dan perlakuan
yang tidak layak.
Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini,
mohon untuk menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian.
Terima kasih.
dr. Fahmi Rizal
Alamat : Komp. TASBIH II blok. VI No.73 Medan
Telp. : 061- 8210504
LAMPIRAN 2.
PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
………
Umur :
………
Alamat :
………..………….
selaku orang tua dari :
Nama :
...
Umur :
...
Jenis kelamin :
...,
dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dan
mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Demikianlah surat pernyataan persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar
tanpa adanya paksaan dari siapapun.
Medan, 2010
Dokter pemeriksa Yang menyetujui
LAMPIRAN 3.
STATUS PENELITIAN
Tanggal pemeriksaan :
Nomor urut penelitian :
Nomor catatan medik :
IDENTITAS
Nama :
Alamat :
Telp. :
Tempat tanggal lahir (hari, bulan, tahun) :
Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Bangsa/Suku : 1. Batak 2. Jawa 3. Melayu
4. Minangkabau 5. Tionghoa 6. Lainnya
Agama : 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik
4. Hindu 5. Budha
Pendidikan : 1. Belum sekolah
2. SD / sederajat
3. SMP / sederajat
4. SMA / sederajat
5. Perguruan tinggi
Pekerjaan : 1. Pegawai Negeri Sipil / TNI / Polri 2. Pegawai swasta
3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Riwayat perjalanan penyakit :
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat penyakit terdahulu :
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Keadaan umum :
• Kesadaran :
• Gizi :
• Tekanan darah :
• Frekuensi nadi :
• Suhu :
• Frekuensi pernafasan :
Keadaan Spesifik :
• Kepala :
• Leher :
• Toraks :
• Genitalia :
• Ekstremitas :
Status dermatologikus
Gambaran klinis pemeriksaan kuku :
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan KOH 20 % :
2. Pewarnaan PAS :
3. Pemeriksaan kultur :
MASTER TABEL HASIL PEMERIKSAAN KOH 20 %, PEWARNAAN PAS (Periodic Acid Schiff)
DAN KULTUR UNTUK MENDIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS
Keterangan : Jenis Kelamin : 1. Wanita 2. Pria Pendidikan : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. PT
Jari terkena : 1. Ibu jari 2. Telunjuk 3. Tengah 4. Manis 5. Kelingking Pekerjaan : 1. PNS 2. Peg.Swasta 3. Pelajar 4.Wiraswasta 5. IRT Tipe Onikomikosis : 1. OSDL 2. OSP 3. OP 4. ODT
Lokasi : 1. Tangan kanan 2. Tangan kiri 3. Kaki kanan 4. Kaki kiri
KOH 20 % PAS
No Nama Umur JK
Pendidikan Pekerjaan Tipe
Onikomikosis
Jari terkena
HIFA SPORA HIFA SPORA
KULTUR
1 MNS 45 1 4 2 1 1/1 + ‐ ‐ + Tdk tumbuh
2 RMT 36 1 3 5 1 2/1 ‐ + + + T. Mentagrophytes
3 MDN 57 1 2 5 1 1/3 + ‐ + + T. Violaceoum
4 SI 42 1 2 5 1 1/3 + + + + T. Tonsurans
5 MDN 57 1 2 5 1 1/3 + ‐ + + M. Ferrungineum
6 ST 38 1 2 5 1 1/1 + + + ‐ Candida Albicans
7 ST 38 1 2 5 1 1/3 ‐ ‐ ‐ ‐ Cladiosporium
8 NHI 66 1 1 5 1 1/3 + + + + Phaecylomyces
9 KWI 75 1 1 5 1 1/1 ‐ + + + Asp. Furnigatus
10 KMH 54 1 1 5 1 1/4 + + + + Fusarium
11 KMH 54 1 1 5 1 1/4 + ‐ ‐ ‐ M. Gypseum
12 YT 38 1 2 5 1 1/4 ‐ + ‐ + Candida albicans
13 JRH 56 1 1 5 1 1/4 ‐ ‐ + + Tdk tumbuh
14 SYN 40 1 2 5 1 1/4 + ‐ + + T. Violaceum
15 JRH 56 1 1 5 1 1/3 ‐ + + + Tdk tumbuh
16 LSN 39 1 3 5 1 3/1 + ‐ + + Asp. Furnigatus
17 AT 21 2 4 3 1 2/1 + + + + Candida Albicans
18 NR 21 2 4 3 1 2/2 + ‐ + + Asp. Furnigatus
19 NR 21 2 4 3 1 3/1 + + + + T. Mentagrophytes
20 <