IDEOLOGI POLITIK ORGANISASI PERJUANGAN MELAYU
MUSLIM
D I P ATAN I TH AILAN D S ELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh :
Fadinla Da-oh
NIM : 103045228190
KON S EN TRAS I S IYAS AH S YAR’IYYAH
P ROGRAM S TU D I J IN AYAH S IYAS AH
FAKU LTAS S YARIAH D AN H U KU M
U IN S YARIF H ID AYATU LLAH
IDEOLOGI POLITIK ORGANISASI PERJUANGAN MELAYU
MUSLIM DI PATANI THAILAND SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh :
Fadinla Da-oh NIM : 103045228190
Di Bawah Bimbingan Pembimbing
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
PENGESAHAN PANITIA UJUAN
Skripsi berjudul IDEOLOGI POLITIK ORGANISASI PERJUANGAN MELAYU MUSLIM DI PATANI THAILAND SELATAN telah diujukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada………..2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah (Siyasah Syar’iyyah).
Jakarta,………..2008 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : (………..)
2. Sekretaris : (………..)
3. Pembimbing: Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM(………...) NIP. 150 210 422
4. Penguji I : (………..)
ﻢﻴﺣﺮﻟا
ﻦﻤﺣﺮﻟا
ﷲا
ﻢﺴﺑ
KATA PENGANTARAlhamdulillah. Segala puji dan syukur ke hadirat Allah yang melimpahkan
Rahmat dan hidayat–Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Salawat
serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad s.a.w. yang menjadi suri
tauladan bagi umat manusia seluruh alam.
Penulis menyadari bahwa dengan kemampuan yang dimiliki tidak akan selesai
tanpa ada bimbingan dan dukungan yang penuh keikhlasan dari berbagai pihak,
karena masih banyak kekurangan, karenanya penulis mengharapkan kritikan dan
saran dari berbagai pihak.
Tentunya, dalam penyelesaian skripsi ini penulis tidak dapat menghindari
bantuan dari berbagai pihak, baik secara moral dan material. Kepada mereka semua,
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam khususnya kepada kedua
orang tua, Ayahanda H. M. Safi Da-oh dan Ibunda Semah Da-oh. Atas kesabaran
dalam mendidik, membimbing serta memberi dukungan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan studi ini. Selain beliau berdua, penulis juga ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM selaku
meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukkannya memberi petunjuk dan
masukkan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Asmawi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs, H. Abdul Wahab A. Muhaimin, Lc. MA, selaku dosen penasehat
akademik Jurusan Jinayah Siyasah dan seluruh dosen dan karyawan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Kedutaan Besar Thailand di Jakarta-Indonesia beserta staf-stafnya, atas
dukungannya selama studi di Indonesia.
6. Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberi sponsor dan atas
penyelenggeraan studi banding bagi mahasiswa asing yang berkuliah di
Indonesia. Khususnya kepada Biro Hukum dan Humas, bidang hubungan
Luar negeri.
7. Pimpinan Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya atas pemberian fasilitas
bagi penelurusan bahan kepustakaan.
8. Kepada adikku yang disayangi, A’ang (Ilham) yang selalu memberi motivasi
dan support selama penulis berada di Indonesia.
9. Teman-teman kelas Jinayah Siyasah angkatan 2003, semoga kebersamaan kita
setanah air dengan penulis, rekan-rekan asal dari Malaysia, dan Filipina, yang
tidak dapat disebutkan di sini satu persatu karena keterbatasan tempat. Kepada
mereka penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala-galanya selama
studi di Indonesia.
Kepada Allah SWT. penulis berharap, semoga segala amal baik dari
berbagai pihak mendapat balasan dari-Nya. Amien ya rabbal a’lamin.
Wabillahi fi sabililhaq
Wassalam.
Jakarta, 02 Maret 2008
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10
D. Metode Penelitian ... 11
E. Kajian Pustaka... 13
F. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II ISLAM MASUK DAN BERKEMBANG DI PATANI... 16
A. Letak Geografis... 16
B. Masyarakat Patani pra Islam ... 17
C. Kedatangan Islam di Patani... 21
D. Kerajaan Islam Patani di Masa Kejayaan dan Kemunduran... 25
BAB III GERAKAN PERJUANGAN MELAYU MUSLIM DI PATANI .. 32
A. Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP-BIPP)... 33
B. Barisan Revolusi Nasional (BRN) ... 38
C. Patani United Liberation Organization (PULO) ... 42
BAB IV PENYEBAB UTAMA TUNTUTAN MERDEKA MASYARAKAT MELAYU MUSLIM DAN UPAYA
PENYELESAIANNYA... 51
A. Kebijakan Politik Pemerintah dan respon masyarakat... 51
1. Politik Integrasi ... 51
2. Politik Asimilasi... 52
B. Langkah dan Upaya Penyelesaiannya... 58
BAB V PENUTUP ... 68
A...Kesim pulan... 68
B... Saran-saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN:
1. Peta Muangthai bagian Selatan
2. Batu nisan maqam Raja Patani pertama
3. Batu nisan maqam Raja Samudera Pasai
4. Komiti Perundingan Rakyat Melayu Patani (KPRMP)
5. Sidang Pejuang Patani 31 Agustus 1989 M.
6. Perlembagaan Negara Melayu Islam Patani
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara historis, para sejarahwan sependapat bahwa Patani 1 merupakan salah
satu negara Melayu di Nusantara dan pernah menjadi salah satu pusat peradaban
Islam terbesar di Asia Tenggara. Kemajuan dan perkembangannya terdapat pada
masa munculnya Kerajaan Melayu Patani Darussalam, sehingga bahasa Melayu
Patani telah menjadi salah satu bahasa yang digunakan di kalangan
pedagang-pedagang dalam menyebarkan agama Islam di kepulauan Melayu Nusantara. Pada
abad ke-18 dan ke-19 M bahasa Melayu merupakan bahasa yang digunakan oleh para
ulama Patani yang berada di Timur Tengah dalam penulisan buku-buku agama atau
kitab kuning.2 Dengan kata lain, Arab Melayu selain menjadi bahasa sehari-hari
(Lingua Franca), juga sebagai bahasa ilmiah.
Sebagian dari ulama Patani yang belajar di Timur Tengah setelah
menyelesaikan studi dan kembali ke tanah air membuka lembaga pendidikan Islam
yang dikenal dengan “Pondok”, dengan mengikuti pola pendidikan di Timur Tengah.
Salah seorang ulama Patani yang terkenal adalah : Dawud bin Abdullah bin Idris
Al-Fatani, yang pengajarannya terus dikembangkan pula oleh Ahmad bin Muhammad
1
Selanjutnya, penulisan akan menggunakan istilah ‘Patani’ (ditulis dengan satu ‘t’) yang mencerminkan suatu wilayah yang perbatasannya lebih luas dari pantai laut Cina Selatan. Sedangkan ‘Pattani’ (dengan dua ‘tt’) merupakan salah satu propinsi di Thailand Selatan sekarang.
2
Zayn Al-Fatani.3 Lambat laun lembaga ini berkembang tidak hanya di Patani, tetapi
sampai ke Semenanjung Tanah Melayu dan Nusantara pada umumnya. Namun,
kejayaan yang pernah dicapai oleh Patani berakhir seiring dengan ditaklukkannya
negara ini oleh kerajaan Siam (Thailand), dan dimasukannya wilayah tersebut ke
dalam kekuasaannya. Dalam “Sejarah Kerajaan Melayu Patani”, Ibrahim Syukri
mengatakan bahwa:
Pada tahun 1902 M, kedudukan negara Patani secara berangsur telah tercantum menjadi bagian dari jajahan negara—Thai. Kerakyatan orang Melayu Patani pun telah berubah menjadi kewarganegara Siam-Thai. Pegawai pemerintah Siam dari Bangkok mulai masuk dan memegang jabatan di Patani.4
Pencaplokan wilayah Patani oleh dinasti Thailand ke dalam kekuasaannya
secara formal pada tahun 1909 M, yaitu setelah diperlakukan perjanjian yang dikenal
dengan “Anglo-Siamese Treaty”, mengenai wilayah Semenanjung Melayu yang
berada di bawah kekuasaan Siam. Dalam perjanjian tersebut ditentukan bahwa bangsa
Inggris mendapatkan wilayah Kelantan, Kedah, Terangganu, dan Perlis (sekarang
menjadi negara bagian dari Malaysia). Sedangkan Patani, (yang terdiri atas propinsi
Pattani, Narathiwat, Yala, Setul dan sebagian dari propinsi Songkhla sekarang)
diberikan kepada Siam. 5
Pemerintah kolonial Inggris melepaskan klaimnya atas wilayah Siam yang
sebelumnya pernah diajukannya, dan mengakui kedaulatan Siam atas wilayah
3
Ibid, h. 35 4
Ibrahim Syukri, Sejarah Kerajaan Melayu Patani, (Malaysia: UKM, 1958), h. 101 5
Patani. Perjanjian ini memberikan jaminan penuh bagi pemerintah Thailand untuk
menguasai sepenuhnya Patani dan memberikan akses baginya untuk mengambil
beberapa langkah kebijakan yang memperlemah kedudukan Muslim Patani,
sekaligus mengkonsolidasikan kekuasaan terhadap Patani. Semua kebijakan yang
dilancarkan dapat disebut sebagai mono-ethnic character of the state atau etnik
tunggal yang menjadi ciri khas dari negeri Thailand.
Permasalahan yang sedang dihadapi oleh hampir semua negara sedang
berkembang khususnya di Patani, pada umumnya merupakan persoalan integrasi
nasional. Di antara lain, disebabkan oleh kemajemukan kelompok masyarakat dalam
suatu negara. Hal tersebut merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri
lagi. Kemajemukan berarti adanya keanekaragaman unsur dalam susunan masyarakat
yang berupa bentuk suku bangsa, agama dan golongan-golongan sosial lainnya. Salah
satu ciri yang menonjol adalah kecenderungan kuat memegang jati diri atau identitas
kelompok masyarakat tertentu, memberi isyarat pekanya hubungan antar kelompok
atau golongan dalam masyarakat yang kemudian memperkuat batas sosial dan
perbedaan antar kelompok masing-masing.6
Keanekaragaman tadi juga terdapat dalam pemahaman terhadap ajaran agama
di dalam masyarakat yang disebabkan perbedaan dalam memahami dan menafsirkan
sumber tersebut sehingga dapat melahirkan pemahaman keagamaan yang dapat
menimbulkan konflik agama. Di dalam konflik agama, terkadang perbedaan agama
6
dijadikan acuan dalam menghadapi lingkungan kelompok lainnya, seperti yang
dikemukakan oleh Cliffort Geertz bahwa:
“Faktor penting yang mempengaruhi timbulnya instabilitas adalah karena adanya ikatan primordial yang antara lain disebabkan oleh faktor agama, hubungan daerah, bahasa, dan kebiasaan adat-istiadat.” 7
Dari kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat Patani mempunyai
rasa kesamaan atau kedekatan karena rasa solidaritas sebagai suatu kelompok.
Dengan demikian, kelompok tersebut menolak kekuasaan kelompok lainnya, pada
gilirannya adalah terjadi permusuhan.
Kelompok golongan biasanya menempati teritorial tertentu. Keberadaan
kelompok teritorial terdapat pada setiap negara, dan sering kali terjadi disebabkan
adanya yang berkuasa. Karena, mereka mendapat perlakuan-perlakuan yang kurang
adil dan tekanan dalam setiap aspek kehidupan sehingga menimbulkan usaha untuk
memisahkan diri. Mengutip dari Cliffort Geertz menjelaskan bahwa:
“Ketidakpuasan politik, ekonomi maupun kelas menjurus kepada revolusi. Tetapi ketidakpuasan yang didasarkan pada agama, bahasa, ras, atau kultur sejarah menjurus kepada pemisahan bangsa dari suatu negara atau penuntutan kembali kedaulatannya.” 8
Jika persoalan primodial seperti yang telah disebutkan tadi menjadi
permasalahan bagi setiap negara, maka bagi masyarakat Muslim Patani memenuhi
semua unsurnya, yaitu perbedaan dalam agama, hubungan daerah, bahasa, kebiasaan
7
Juwono (ed), “Ikatan-ikatan Primordial dan politik Kebangsaan di Negara-negara Baru” dalam Pembangunan Politik dan Perubahan Politik, (Jakarta: Gramedia, 1985) h. 16
8
adat-istiadat, dan ditambah dengan terkonsentrasinya hidup mereka pada territorial
tertentu.
Persoalan yang mereka hadapi merupakan suatu dilema yang cukup besar.
Bagaimana seharusnya mereka lakukan? Berpartisipasi dalam proses politik sebuah
negara yang didasarkan atas kelompok kosmologi Budha. Birokrasi yang mewakili
negara didominasi oleh Thai-budhis di mana dalam berbagai upacara dan ritual
kenegaraan seluruhnya adalah Budhis.9
Salah satu usaha suatu kelompok untuk memisahkan diri dari pemerintah
untuk mendapatkan haknya, tidak diberikan begitu saja oleh negara yang
menguasainya. Hal ini erat kaitannya dengan proses pembangunan politik di negara
tersebut. Tindakan negara adalah mendominasi ke dalam kelompok tersebut agar
tidak memisahkan diri. Pertentangan antar kelompok sosial tidak dapat dihindari lagi.
Akibatnya, perbedaan tersebut makin menajam takala aspek politik dan ekonomi
dalam struktur masyarakat mengisyaratkan perbedaan paham kelompok yang ada
sehingga menyebabkan konflik-konflik di antara sesama warga masyarakat tersebut.
Pertentangan ini pada hakikatnya terpusat pada persaingan kelompok dalam
kekuasaan yang terbentuk dari kelompok-kelompok yang saling bertentangan.10
Selanjutnya pertentangan akan menjurus kepada konflik fisik, yaitu perjuangan
bersenjata digunakan oleh kelompok tertentu sebagai cara untuk memaksa pihak
penguasa agar memenuhi tuntutan mereka, walaupun cara itu hanya bersifat
9
Pitsuwan, Islam di Muang Thai, h. 7 10
sementara atau selamanya sebelum tuntutan itu tercapai. Perlawanan bersenjata
secara psikologis bertujuan meruntuhkan moral atau semangat penguasa agar lebih
memperhatikan keberadaan mereka atau identitas kelompok tersebut.
Konflik yang terjadi di Thailand Selatan, persoalan yang dihadapi adalah
legitimasi pemerintahan, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dapat diterima oleh
semua warganegara, tanpa terkecuali bangsa dan agama.11 Meskipun negara Thailand
bukan negara baru dalam artian eks-kolonial, dan merupakan satu-satunya negara
yang tidak pernah dijajah oleh bangsa Barat. Tetapi dalam banyak hal terutama dalam
konteks integrasi nasional, upaya revitalisasi nasionalisme Thai yang dibangkitkan
oleh Phibul Songkram (PM Thailand) dalam rangka merangkul pemuka agama yang
mengidentikkan Raja, negara, dan Agama—Raja sebagai pelindung agama yang
mendapat hak melalui negara untuk melindungi dan memurnikan agama. Dalam
kesatuan nasional, Phibul Songkram menyamakan patriotisme dengan Budhisme
tanpa mempertimbangkan perasaan kelompok etnik lain, terutama Melayu. Mengutip
dari Surin Pitsuwan mengatakan bahwa konflik di Selatan Thailand terjadi karena
mereka mempunyai akar budaya yang sangat berbeda. Perbedaan persepsi mengenai
peran pimpinan agama dalam negara dan wewenang negara dalam urusan hirarki
11
keagamaan masyarakat. Hal ini menyebabkan semakin tajamnya konflik politik di
daerah Patani Raya.12
Ketika terjadi konflik pada tahun 2003 M dan pemerintah memperlakukan
darurat militer, Isma’il Lutfi, seorang ilmuan Muslim Patani mengatakan bahwa:
Konflik tidak akan berkepanjangan jika pemerintah dalam penyelesaiannya mengambil langkah yang tepat berdasarkan kebersamaan, keadilan dan tidak menggunakan kekerasan. Sekiranya pemerintah lebih utamakan cara golongan yang tidak suka dengan Islam dan mengabaikan ide-ide masyarakat setempat yang menjadi korban adalah masyarakat, mereka lebih mengetahui persoalannya. Pada zaman globalisasi ini media massa telah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Mereka mendesak agar dunia percaya bahwa perbedaan kebudayaan dan agama menjadi faktor utama terjadi konflik. Pernyataan ini sangat bertentangan dengan Islam yang mengajarkan bahwa perbedaan antara manusia merupakan jembatan untuk saling mengenal dan menjalin hubungan baik antara satu dengan yang lainnya. Medialah yang menuduh tuan guru dan aktifis-aktifis Patani sebagai teroris untuk menyulut konflik antara pemerintah dan masyarakat muslim Thai.13
Selain perbedaan di atas, ditambah dengan perlakuan keras dari aparat
pemerintah dalam mengurus masyarakat Melayu Patani, terutama dalam menjalani
kebijakan integrasi dan asimilasi secara paksa, akibatnya masyarakat bangun
melawan penguasa merupakan suatu keharusan. Karena politik asimilasi sama saja
artinya dengan pembasmian etnik mereka. Kesadaran itu makin lama semakin
menguat sehingga lahir berbagai tuntutan yang dimulai dari tuntutan hak otonomi
sampai kepada tuntutan kemerdekaan. Tuntutan mereka merupakan konsekuensi
logis dari rangkaian tuntutan yang tidak pernah dipenuhi, mulai dari tragedi
12
Pitsuwan, Islam di Muang Thai, h. 9 13
kematian H. Sulong.14 Sebenarnya kegagalan tuntutan ‘tujuh perkara’ disebabkan
oleh terjadinya perbedaan pendapat di kalangan pimpinan politik di Bangkok.15
Tragedi yang disebutkan di atas merupakan permulaan sejarah bagi gerakan
perjuang Muslim Melayu Patani yang terus memperjuangkan hak mereka sampai
sekarang sejalan dengan semakin berkembangnya persoalan mereka yang tidak
dapat diselesaikan dengan baik oleh pemerintah pusat. Meskipun sebelumnya
masyarakat Muslim Patani tidak pernah setuju terhadap kekuasaan Thai, tetapi
perlawanan yang mereka lakukan sebatas pada perlawanan yang pasif dan bersifat
sporadis tanpa suatu arah yang jelas, kemudian pola tuntutan itu berkembang lebih
jauh menjadi suatu perlawanan yang berorientasi ideologis serta mengarah kepada
kekerasan politik dalam bentuk organisasi perjuangan bawah tanah.
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian guna
mendeskripsi substansi ideologis dari setiap kelompok perlawanan yang terorganisir.
Kemudian akan membandingkan beberapa ideologi perjuangan politik yang telah
digariskan oleh setiap organisasi serta masalah-masalah yang muncul di sekitar
ideologi bila ditinjau dari perspektif internal maupun eksternal antar organisasi, yaitu
14
Seorang ulama dan pejuang menuntut keadilan bagi masarakat Muslim Patani. Ia dibunuh dan dibuang ke laut Senggora (Semila Beach) berdekatan dengan pulau Tikus pada malam sabtu, 13 Agustus 1954 M. Tuntutan yang ia ajukan kepada pemerintah adalah: (1) wilayah Patani seharusnya dipimpin seorang putra daerah; (2) 80 % pegawai Patani hendaknya Muslim; (3) Bahasa Melayu dan bahasa Thai dijadikan bahasa resmi; (4) Bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di sekolah dasar; (5) Bagi kaum muslim hendaknya diterapkan hukum islam, bukan hukum sipil; (6) Pendapatan asli daerah sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan wilayah Patani sendiri; (7) Hendaknya dibentuk suatu lembaga muslim.
15
respon dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Thailand. Penelitian ini, penulis
memberi judul “IDEOLOGI POLITIK ORGANISASI PERJUANGAN MELAYU
MUSLIM PATANI DI THAILAND SELATAN”
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Pada awalnya Patani merupakan sebuah negara yang berdaulat dan merdeka.
Namun, ketika Patani menjadi bagian dari negara Thailand, menyebabkan pemerintah
melancarkan beberapa program pembangunan antara lain melakukan perombakan
administrasi serta mengganti para penguasa dengan pegawai Thai-Budhis, dan
melancarkan politik integrasi. Kebijakan tersebut tentunya sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat muslim Patani baik dalam konteks politik, sosial, ekonomi,
dan kebudayaan, termasuk kondisi intelektual karena situasi tidak kondusif. Beberapa
langkah yang dilakukan oleh pemerintah mendapat protes dari penduduk
Melayu-muslim yang menempati propinsi tersebut. Protes yang dilakukan adalah sebagai
upaya untuk mempertahankan budaya serta meraih kemerdekaan dan membentuk
negara berdasarkan prinsip Islam.
2. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang disebutkan di atas memberi gambaran
bahwa masyarakat Melayu Muslim Patani masih tetap memperjuangkan hak mereka
dengan berbagai cara selama tujuan mereka belum tercapai. Supaya pembahasan ini
organisasi perjuangan dari sekian banyak organisasi (84 lebih) dengan target dan
tujuan yang berbeda-beda.16 Yaitu; Barisan Revolusi Nasional (BRN), Barisan
Nasional Pembebasan Patani (BNPP) atau disebut juga dengan Barisan Islam
Pembebasan Patani (BIPP), Patani United Liberetion Organization (PULO), Barisan
Bersatu Kemerdekaan Patani (BERSATU). Berawal dari tahun setelah Patani
diintegrasikan ke dalam negara Thailand sampai dengan sekarang (1909-2006 M).
Penelitian ini juga di batasi lebih pada idelogi perjuangan kemerdekaan.
3. Perumusan Masalah
Sikap politik serta perlawanan yang dilakukan oleh beberapa organisasi
tersebut, tentunya tidak terlepas dari keberhasilan dan kegagalan. Namun, yang
sangat menarik adalah pada setiap pergerakan itu terdapat berbagai pemikiran politik
yang dalam hal ini dapat digolongkan sebagai ideologi.17 Yang dimaksudkan dengan
ideologi adalah cita-cita politik yang tertuang dalam garis dan haluan perjuangan dari
setiap pergerakan.
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Siapa itu Melayu Muslim Patani?
2. Apa saja prinsip politik Melayu Muslim di Thailand Selatan?
16
Riza, Probelematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara, h. 131 17
3. Apa penyebab tuntutan kemerdekaan dan solusi apa yang bisa diberikan?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penulis melakukan
penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui ideologi politik dan perjuangan kemerdekaan.
b. Mengetahui respon pemerintah Thailand terhadap perjuangan politik yang
dilakukan oleh organisasi perjuangan kemerdekaan.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi pembaca, para
pejuang Islam di Patani pada khususnya dan masyarakat Melayu-muslim pada
umumnya. Selain itu, penulis mengharapkan penelitian ini juga dapat
memberi motivasi bagi generasi baru, para tokoh ulama Patani untuk
mempertahankan identitas Islam seiring dengan perubahan, perkembangan
dan kebijakan politik demokrasi Thailand sekarang.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan
data melalui studi kepustakaan (library research) dalam rangka mengumpulkan
bahan dan informasi yang representatif, baik berupa buku, artikel dan lain sebagainya
yang diterbitkan oleh organisasi tersebut maupun organisasi lain, serta referensi lain
Dalam pembahasan ini penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif
dan menganalisis data yang didapatkan dengan menggunakan analisa induktif,
deduktif dan komparatif. Metode komparatif merupakan sejenis metode deskripsi
yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan
menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu fenomena.18
Selain menggunakan data-data kepustakaan penulis juga melakukan penelitian
di lapangan dengan teknik pengumpulan sebagai berikut:
1 Wawancara (Interview)
Yaitu suatu teknik dalam memperoleh informasi dengan cara tatap muka
atau bertanya langsung dengan anggota organisasi atau tokoh masyarakat lainnya
yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Observasi
Mengadakan pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap
obyek penelitian. Pada tahap ini, penulis mengadakan pengamatan terhadap
kondisi masyarakat Islam Patani, baik tindakan pemerintah dan lain
sebagainya.
3. Studi Dokumentasi
Yaitu pengambilan data melalui dokumen-dokumen. Studi dokumentasi
bukan berarti hanya studi historis, melainkan studi dokumen berupa data
tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang
18
fenomena yang masih aktual. Studi dokumentasi berproses dan berawal dari
menghimpun dokumen, memilih-milih dokumen sesuai dengan tujuan
penelitian, menerangkan, mencatat serta menafsirkannya, dan
menghubung-hubungkannya dengan fenomena lain. 19
Jadi, secara garis besar terdapat dua sumber yang digunakan dalam penelitian
ini, yaitu; Pertama, sumber primer yang merupakan data yang paling akurat dan yang
paling penting dalam penelitian ini, yaitu AD/ART (Angaran Dasar/Angaran Rumah
Tangga) organisasi tersebut. Kedua, sumber sekunder merupakan sumber pendukung
dari sumber primer yang diperoleh dari karya-karya organisasi tersebut maupun dari
luar. Adapun pendekatan yang sesuai dengan pembahasan ini adalah pendekatan Ilmu
Sosial, dan Ilmu Politik. Selain itu penulis memerlukan pendekatan lain, yaitu
pendekatan historis.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan ini, sejauh penulis ketahui
belum ada yang meneliti organisasi perjuangan Melayu Muslim Patani secara khusus,
kebanyakan peneliti melakukan penelitian di antara lain;
Desertasi, Surin Pitsuwan dengan judul: Islam di Muang Thai, Nasionalisme
Melayu Masyarakat Patani, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indenesia oleh
Hasan Basari dan diterbitkan di Jakarta oleh LP3ES tahun 1989 M.
19
Setelah penulis menelaah buku tersebut sekadar mendeskripsikan berbagai
pemberontakan dan perlawanan masyarakat Patani terhadap pemerintah pusat.
Selama dasawarsa yang lalu sudah terjadi serangkaian talaah mengenai peristiwa
politik yang terjadi setelah Raja Rama V melakukan pembaharuan pemerintahan dan
melancar kebijakan integrasi nasional. Telaah itu semuanya bersifat historis semata.
Sedikit saja di antaranya, jika ada, yang berusaha secara khusus dan mendalam.
Karya-karya lain yang membahas organisasi perjuangan bangsa Patani adalah:
1. Mohd. Zamberi A. Malik, Umat Islam Patani: Sejarah dan Poiltik, Shah
Alam, Malaysia, Hizbi, 1993. fokus pembahasan dalam buku tersebut adala
mengenai sejarah negara Patani, dan sejarah munculnya gerakan kemerdekaan
di Patani.
2. Nik Anuar, Nik Mahmud, Sejarah Perjuangan Melayu Patani, Bangi:
University Kebangsaan Malaysia, 1999. Buku ini lebih memfokuskan
pemahasannya mengenai awal munculnya perjuangan masyarakat di Patani,
perjuangan ulama di Patani, serta beberapa peristiwa penting dalam gerakan
ulama di Patani, seperti tragedi penculikan H. sulung, pemberontakan di
dusung-nya, dan lain sebagainya.
3. Ahmad Omar Chapakia, Politik Thai dan Masyarakat Islam di Selatan
Thailand, Pustakan Darussalam, Alor Setar, Kedah Darul Aman, 2000. Buku
bawah kekuasaan raja Rama I, atau di zaman monarki absolut sampai pada
periode raja Rama IX, atau disebut juga zaman konstitusional.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam lima bab dengan sistematika
pembahasan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan yang meliputi: Latar belakang masalah, Identifikasi,
Pembatasan, dan perumusan masalah, Tujuan dan kegunaan penelitian,
Metode penelitian, Kajian pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : Sejarah singkat kehidupan dan perkembangan Islam di Patani yang
meliputi: Letak geografi, Masyarakat Patani pra Islam, Kedatangan Islam di
Patani, dan Kerajaan Islam Patani di masa kejayaan dan kemunduran.
BAB III : Gerakan Perjuangan Melayu Muslim di Patani yang meliputi: Barisan
Nasional Pembebasan Patani, Barisan Revolusi Nasional, Patani United
Liberation Organization, dan Barisan Bersatu Kemerdekaan Patani.
BAB IV : Penyebab Utama Tuntutan Merdeka Masyarakat Melayu Muslim dan
Upaya Penyelesaiannya yang meliputi: Kebijakan Politik Pemerintah
Thailand dan Respon Masyarakat; Langkah dan Upaya Penyelesaiannya,
Tuntutan Otonomi dan Respon Pemerintah.
BAB V : Penutup yang meliputi: Kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
ISLAM MASUK DAN BERKEMBANG DI PATANI A. Letak Geografis
Wilayah Patani terletak di antara 6 sudut derajat 10 lintang ke Utara khatulistiwa,
di antara 6 dan 7 derajat bujur 101 sampai 102 darat Lintang Timur.20 Luas wilayah
16.700 kilometer persegi yang mencakupi empat propinsi yaitu : Yala, Narathiwat,
Pattani, dan Setul.21 Patani di sebelah Timur berbatasan dengan Laut China Selatan; di
sebelah Barat berbatasan dengan Laut Andaman; di sebelah Selatan berbatasan dengan
Malaysia; dan di sebelah Utara berbatasan dengan negeri Siam (Thailand).
Penduduk Patani terdiri dari tiga kelompok etnis yaitu; Budhis, Cina dan
Melayu. Di antara mereka yang mayoritas adalah etnis Melayu beragama Islam yang
terkenal dengan sebutan “Thai Muslim” berjumlah sekitar 80% dari jumlah penduduk
Patani sekitar 5 juta jiwa. Bahasa dan budaya mereka adalah Melayu, 4% dari jumlah
penduduk Thailand secara keseluruhan kurang lebih 80 juta jiwa. Dengan persentase
yang kecil ini, sehingga mereka dikenal sebagai kelompok minoritas di negara
Thailand bagian selatan. 22
20
Ismail Che’ Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Melayu, (Kota Baru: Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan, 1988), h. 358-362
21
PRC, Patani Pasti Dibebaskan, (Kuala Lumpur: t.th), h. 1 22
Secara geografis Patani terletak pada rangkaian pergunungan yang terbentang
dari perbatasan Siam hingga ke perbatasan Malaysia yang terdiri dari dua kuala.23
Patani memiliki beberapa sungai besar sehingga daerah tersebut sangat subur
memiliki ragam jenis tumbuhan serta banyak dihuni oleh berbagai jenis binatang.
Mandel Slohe, seorang pengembara Jerman seperti dikutip oleh Ibrahim Syukri,
menggambarkan daerah tersebut sebagai berikut:
Patani adalah sebuah negera yang sangat makmur, penduduk Patani dapat menikmati bermacam jenis buah-buahan sepanjang tahun. Ayam di Patani mengeluarkan telur dua kali sehari, padinya sangat banyak. Ada berbagai jenis daging, seperti daging lembu, kambing, angsa, itik, ayam kembiri, merak, daging rusa kering, pelanduk dan burung.24
Wilayah Patani memiliki dua musim yaitu musim panas, mulai dari bulan
Maret sampai September, dan musim hujan mulai dari bulan Oktober sampai bulan
Februari. Rata-rata temperatur adalah 25,2-25,9 derajat celsius.25 Baik dari segi
geografis maupun geologis, Patani kaya dengan sumber alam berupa
cadangan-cadangan mineral seperti timah, emas dan gas alam, perairan yang banyak ikan di
semenanjung pantai laut China Selatan Timur dan sepanjang pantai laut Andaman di
sebelah Barat, serta banyak daratan rendah di pesisir dan lembah-lembah.26
23
Dalam bahasa Indonesia ‘kuala’ dipahami sebagai pelabuhan. Sekarang lebih dikenal dengan kuala “RU” atau “Tok Aguk”. Di sana, terletak pelabuhan utama yang banyak disinggah oleh kapal yang datang ke Patani pada saat itu. Sedang ‘Kuala Bekah’ adalah kuala sungai Patani sekarang.
24
Ibrahim Syukri, Sejarah Kerajaan Melayu Patani, (Kelantan: Majlis Agama Islam Kelantan, 1985), h. 50
25
SOBT, Phaen Pattana Ha Chandwad Chaidaen Paktai, (Yala: 1996), h. 75 26
B. Masyarakat Patani Pra Islam
Patani merupakan salah satu negara di Semenanjung Melayu, namun tidak
berarti bangsa Melayu itu menjadi satu-satunya bangsa yang menempati di daerah
tersebut. Karena sebelumnya daerah itu telah didiami oleh beberapa bangsa lain
seperti; bangsa liar (sakai), Hindu yang datang dari India, Siam asli dan bangsa
Melayu. Sejak beberapa ratus tahun sebelum kelahiran Nabi Isa as. tanah Melayu
belum didiami oleh bangsa yang berperadaban. Buminya penuh dengan hutan dan
rimba serta banyak dihuni oleh binatang. Kedatangan orang Hindu ke Patani
bertujuan untuk meluaskan mata pencarian mereka di luar dari India, khususnya di
sebelah Timur Asia, karena kemasyhuran serta kemakmuran daerah tersebut
membuat mereka tertarik. Kedatangan mereka melalui dua jalur yaitu: melalui darat
dan laut. Jalur darat mulai dari India melewati Birma, kemudian meneruskan
perjalanan menuju Siam serta Annam. Sementara di jalur laut, mereka menggunakan
perahu menyeberangi laut India, kemudian masuk ke tanah Melayu serta menuju
kepulauan di bagian selatan, seperti: Sumatera, Jawa, Bali, Brunai dan lain
sebagainya.27
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat di daerah tersebut menganut agama
Hindu-Budha dan animisme. Ketiga konsep kepercayaan ini tidak berhasil
memainkan peranan dalam mengaturkan penganutnya, meskipun agama Hindu dan
Budha telah bercampur aduk antara satu dengan yang lainnya dalam ritual
27
keagamaannya. Tetapi senantiasa menjadi kontroversi bagi penganutnya
masing-masing, sehingga tidak melahirkan sifat kasih sayang dan kerja sama yang baik.
Sebagai contoh, seperti terjadinya perselisihan antara Majapahit dan Sriwijaya,
walaupun keduanya menganut kepercayaan yang sama.28 Munculnya konsep ini
disebabkan doktrin Hindu-Budha tentang penitisan (incarnation) dimana raja-raja
merupakan golongan yang terpilih. Konsep “Dewa raja” dianggap sebagai keturunan
atau titisan Dewa Wisnu. Oleh karena itu, raja dianggap sebagai wakil Tuhan di muka
bumi, dan rakyat tidak terlepas dari pengawasannya.29
Apabila dirujukan kepada sejarah kerajaan Melayu lama pengaruh India
Langlasuka. Seny Madakakul, seorang ilmuan Islam Patani berpendapat bahwa
Langkasuka terletak di Patani sekarang. Pendapat ini didukung oleh beberapa
sejarawan lainnya seperti: Zainal Abidin Wahid, Mubin Shepard, Prof. Hall dan Prof
Paul Wheatly. Mereka menegaskan bahwa bangsa pertama yang menempati di tanah
Melayu berasal dari suku Jawanes-Malay, yang kemudian melahirkan keturunan
Melayu Patani di Selatan Thai sekarang.30
Pada tahun 450 M. seorang pengembara China menemukan penganut
Brahmana dari India yang tinggal di dalam istana. Hal ini membuktikan bahwa agama
Hindu telah dianut oleh penduduk Patani lebih dahulu dari tahun tersebut. Mengutip
28
H. Abdullah Islah, Islam di Nusantara;khususnya di tanah Melayu, (Malaysia: al-Rahmaniah, Badan Dakwah dan kebajikan, 1989,) h. 87
29
Ibid, h. 14-16 30
dari Hall, ia mengatakan bahwa pada tahun 515 M Raja Langkasuka dikenal dengan
nama Bhaga Datta, yakni sebuah nama dalam bahasa sansakerta yang berarti
“pembawa kekuasaan”. Nama ini menggambarkan pengaruh Hindu di Langkasuka.31
Peralihan kerajaan Patani Hindu-Budha menjadi kerajaan Islam tentunya tidak
terlepas dari proses islamisasi ke dalam lingkungan istana. Pada saat Patani diperintah
oleh Raja Sri Wangsa, pendapat lain mengatakan Raja bernama Paya Tu Intira.
Setelah dinobatkan, namanya Phaya Tu Nakpa dan setelah memeluk agama Islam
diganti menjadi Sultan Isma’il Syah Zillullah (1500-1530 M).32
Pada akhirnya Islam menjadi sebuah agama bagi masyarakat Melayu Patani
melalui proses islamisasi yang sangat penting. Namun, dalam kehidupan beragama
masih ada unsur animisme dan kebudayaan Melayu lama masih melekat dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh seperti menyembah pohon,
menyembah arwah nenek moyang dan lain sebagainya. Proses islamisasi pada saat itu
berjalan dengan damai dan evolutif 33 dimana ajaran Islam secara perlahan-lahan
masuk, menyerap dan menyatu ke dalam kebudayaan Melayu sehingga terbentuk
suatu kebudayaan Melayu yang Islam. Misalnya, kata sembahyang dan memohon34
31
Ibid, h. 7 32
Anand Wattananikorn, Prawat Muang Langkasuka Muang Patani:, Sejarah negeri Langkasuka dan Patani (Bangkok: Mitsin, 1988), h. 64
33
A. Teew & D.K Wyatt, Hikayat Patani: The Story of Patani, (Martinus: The Hasgue, 1970), h. 72-74
34
bergeser arti asalnya dan sama dengan kata sholat lima kali sehari semalam menurut
ajaran Islam. Sedangkan kata memohon sama artinya dengan kata berdo’a. Masih
banyak istilah lain yang berasal dari kebudayaan animisme yang kemudian dirubah
arti dan maknanya setelah islamisasi itu.
Proses pengislaman juga terjadi terhadap lembaga-lembaga sosial lainnya
seperti perguruan-perguruan silat-warisan tradisi agama Budha. Sebagai contoh,
model perguruan yang berasal dari tradisi agama Budha dirubah menjadi pondok
yang kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan dan pengajaran di kawasan
Asia Tenggara, khususnya di Patani.35
C. Kedatangan Islam di Patani
Para sejarahwan berbeda pendapat mengenai masuknya Islam di Patani.
Namun masing-masing pendapat didukung oleh fakta sejarah dan argumentasi
yang kuat. Di antara pendapat tersebut ada yang mengatakan bahwa Islam masuk
ke Patani pada abad ke 7 M, abad ke 10 M dan abad ke 15 M. Pada tahun 1613
M. Seorang ahli sains, pengembara bangsa Spanyol yang bernama Emanual
merefleksikan cara-cara dalam kepercayaan animisme dimana di dalam benda atau pohon-pohon dipercayai dan dianggap keramat.
35
Gadinho de Ereda mencatat bahwa Aqidah Muhammad telah diterima oleh
masyarakat Patani dan Pam (Pahang) lebih dahulu dari Malaka”.36
Perbedaan pendapat terjadi, karena perbedaan interpretasi terhadap fakta
sejarah, ditambah dengan adanya perbedaan pada pengertian masuk atau
datangnya agama Islam ke suatu daerah sebagai berikut:
1. Yang dimaksud dengan masuk atau datangnya agama Islam di suatu
daerah ialah kedatangan orang Muslim pertama kali ke daerah tersebut.
2. Yang dimaksud dengan masuk atau datangnya agama Islam di suatu
daerah ialah mulainya agama Islam dianuti oleh masyarakat di daerah
yang bersangkutan.
3. Yang dimaksud dengan masuk atau datangnya agama Islam di suatu
daerah ialah melembaganya agama Islam di daerah tersebut, yakni
berdirinya pemerintahan Islam.37
Dalam konteks masuknya Islam ke Patani, berdasarkan pendapat yang populer
serta diterima secara umum oleh ahli sejarah bahwa agama Islam masuk ke Patani
melalui jalur perdagangan.38 Karena perdagangan melalui Samudra Hindia dan laut
China Selatan mulai sejak abad ke-7 M dan berkembang sampai abad ke-8 M. Para
pedagang yang melintasi jalur ini terdiri dari pedagang Arab, India, Iran (Persia) dan
36
A. Bangnara, Patani Dahulu dan Sekarang, Penyelidikan Angkatan al-Fathoni (Bangkok: 1977), h. 1
37
Dirjen Bimbaga Islam, Departemen Agama RI., Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1983), h. 70
38
China. Seorang ahli sejarah, Kreamer menegaskan bahwa tidak ada kapal bangsa
asing lainnya selain milik orang Islam yang berlayar dan melintasi laut pada abad
tersebut.39
Karena pelabuhan Kerajaan Langkasuka berperan penting dalam perdagangan
itu. Dalam catatan sejarah China yang ditulis pada zaman dinasti Liang (tahun
502-566 M) dijelaskan bahwa Kerajaan Langkasuka didirikan pada akhir abad pertama
Masehi, terletak di laut Selatan yang memiliki daerah yang sangat luas. Pada abad
ke-3 M, Langkasuka menjadi pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh para pedagang
asing. Pada abad ke-6 M Kerajaan Langkasuka mengirim utusan untuk melakukan
hubungan diplomatik dan perdagangan dengan negeri China.40 Pada awal abad ke-15
M Kerajaan Langkasuka tidak disebutkan lagi dalam catatan sejarah bangsa asing,
kemudian muncul Kerajaan Patani yang diduga letak pelabuhannya di lokasi yang
sama dengan pelabuhan Langkasuka.41
Berikut penulis akan menjelaskan beberapa pendapat yang berkaitan dengan
masuknya agama Islam di Patani:
39
Team Penyusun Textbook SKI Bimbaga Islam Departemen Agama RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (IAIN Alaudin Ujung Pandang: 1983-1984), h. 70
40
Ahmad Omar Capakia, Politik Thai dan Masyarakat Islam di Selatan Thailand, (Malaysia: Pustaka Darussalam, SDN. BHD 2000), h. 4-5
41
a. Islam masuk ke Patani melalui Campa (Vietnam), pendapat didasarkan pada batu nisan tahun 839 M.42 Argumentasi ini masih diperdebatkan karena kedua daerah ini menganut mazhab yang berbeda. Umat Islam Campa menganut mazhab Hanafi sedangkan umat Islam di Patani bermazhab Syafi’i.
b. Islam masuk ke Patani melalui para pedagang Arab yang datang untuk berdagang di Tanah Melayu. Mereka datang dari dan pergi ke India dan Kanton, negeri China sejak awal tahun hijriah. Pendapat ini sangat mungkin karena didasarkan pada fakta bahwa adanya hubungan perdagangan Arab dengan dunia Timur. Hal ini sangat masuk akal apabila terjadi transaksi perdagangan karena pelabuhan Patani terletak di jalur perdagangan ke negeri China.
c. Islam masuk ke Patani ada hubungannya dengan Kerajaan Samudra Pasai. Pendapat ini berdasarkan persamaan antara kedua Kerajaan itu karena masing-masing penduduk menganut mazhab yang sama. Hal ini diperkuatkan oleh bukti-bukti arkeologis (lihat lampiran).
Beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa agama Islam yang
masuk ke Patani tidak berasal dari satu tempat. Berdasarkan uraian tadi apabila
dikaitkan dengan tradisi masyarakat Islam Patani dapat diambil kesimpulan bahwa,
agama Islam yang masuk ke Patani berasal dari Kerajaan Pasai karena mazhab dan
tradisi keislaman masyarakat Patani hampir sama dengan penduduk Pasai. 43
Agama Islam yang berkembang di Patani mempunyai hubungan dengan para
tokoh penyebaran Islam pada masa pemerintahan Kerajaan Islam Pasai yang terkenal
sebagai pusat pertemuan Islam (abad ke-13 M). Bukti yang dapat diketengahkan adalah
terdapatnya kesamaan bentuk batu nisan Raja Islam Patani yang pertama dengan Raja
Pasai pertama yang beragama Islam sebagai bukti terawal Islam di Nusantara. Prof. Dr.
42
A. Hasymy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Bandung: al Ma’rif, 1993), cet, ke-3 h. 332; terdapat batu nisan pada tahun 1039 M, terletak di daerah Phang Rang, juga merupakan pelabuhan Campa terpenting pada masa silam.
43
Wan Husein Azmi mengutip dari tulisan H. M. Zainuddin dalam bukunya yang
berjudul “Tarich Atjeh dan Nusantara” mengatakan bahwa dalam penyebaran agama
Islam di Nusantara, ada sekumpulan pendakwah yang dipimpin oleh Abdullah
al-Malik al-Mubin yang berpusat di Aceh. Para pendakwah ini telah dibagi untuk
berdakwah di masing-masing daerah, di antara lain seperti: Syekh Sayid Muhammad
Said untuk daerah Campa, Syekh Sayid Ahmad Attawawi untuk daerah Kedah
(Semenanjung Tanah Melayu) dan Syekh Sayid Muhammad Daud untuk daerah
Patani di Utara Semenanjung Tanah Melayu.44
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa masuknya agama Islam di Patani pada
tahap awal melalui pelabuhan yang sering dikunjungi oleh para pedagang Islam, di
antara mereka terdiri dari para ulama yang menyebarkan Islam baik di Patani maupun
lainnya. Penyebaran Islam di Patani tidak lepas dari peran ulama yang berimigrasi
akibat tekanan politik dan peperangan di seluruh Semenanjung, maupun lainnya.
D. Kerajaan Islam Patani di Masa Kejayaan dan Kemunduran
Patani menjadi sebuah negara Melayu Islam yang terkenal terjadi setelah Raja
Paya Tu Antera menganut agama Islam kemudian digantikan namanya dengan Sultan
Ismail Syah. Pada saat itu muncul Kerajaan Patani yang dikenal dengan “Patani Dar
44
al-Salam”. Di katakan bahwa kesultanan Patani merupakan salah satu negara di
Nusantara yang berhasil melaksanakan hukum hudud.45
Ketika Sultan Ismail Syah bertahta, Sultan menjalin hubungan persahabatan
dengan negeri Malaka dengan mengirim utusan kepada Sultan Malaka yang bernama
Sultan Mahmud Syah. Utusan dari Patani disambut dengan baik dan penuh
kehormatan. Pada saat utusan tersebut kembali ke Patani, Sultan Mahmud Syah
mengirim banyak hadiah kepada Sultan Patani. Beberapa tahun kemudian Sultan
Mahmud Syah mengirim utusan ke Ayuthaya (Siam) untuk menjalin hubungan
diplomatik antara kedua negara. Maka sejak itu Kerajaan Islam Patani mulai dikenal
oleh dunia luar dan menjadi jalur perdagangan yang maju terutama bagi para pedagang
yang datang dari Siam (Thailand), China, Jepang, Jawa, India dan Arab. Hanya bangsa
Eropa pada waktu itu belum tiba di Patani.46
Sultan Isma’il Syah mempunyai tiga orang anak, yaitu pangeran Muzaffar,
puteri Aisyah, dan pangeran Manshur. Setelah Sultan Isma’il wafat, atas persetujuan
kaum kerabat dan pembesar kerajaan untuk melantik pangeran Muzaffar menjadi
sultan dengan gelar Sultan Muzaffar Syah (1530-1564 M). Sedangkan Mansur
dilantik menjadi Raja muda, dan Puteri Aisyah telah dipersunting oleh Raja
Jalaluddin yang memerintah negeri Sai (Kabupaten Saiburi sekarang).
45
Reid Anthoni, The Making of an Islamic Political Discourse in Southeast Asia, (Clayton: Monash Papers on Souteast Asia, 1993), h. 107
46
Sultan Muzaffar Syah dikenal sebagai Raja yang adil dan murah hati sehingga
pada masa pemerintahannya negeri Patani bertambah makmur dan perdagangan pun
semakin maju. Untuk mengembangkan ajaran Islam Sultan Muzaffar Syah
membangun tempat ibadah dan melantik Syeikh Safiyuddin, berasal dari Pasai
menjadi guru—mengajarkan hukum Islam di dalam istana dengan memberi gelar
“Datuk Sri Raja Faqih”.47
Dalam bidang diplomatik, Sultan Muzaffar Syah mempererat hubungan
diplomatiknya dengan Ayuthya (negeri Siam) dengan berkunjung ke negeri tersebut.
Pada waktu itu Ayuthya diperintah oleh Pra’cau (Somdej Pra’maha Cakrapap,
1548-1569 M). Sultan kembali dari negeri Siam dengan perasaan tidak puas, karena tidak
mendapat sambutan yang baik, sehingga sultan segera mempersiapkan pasukannya
guna membalas kecongkakan Raja Siam. Pada saat itu Siam sedang berperang
melawan Burma. Kemudian Sultan Muzaffar Syah berangkat ke negeri Siam, pada
saat itu Siam hampir jatuh ke tangan Sultan Muzaffar Syah, sehingga Raja Muda
disuruh pulang untuk mengurus kerajaan. Namun ternyata Raja Siam menghimpun
kembali pasukan dan menyerang Sultan Muzaffar Syah dan pasukannya sehingga
dapat kemenangan, akibatnya Sultan Muzaffar Syah gugur dalam peperangan itu.
Sementara permaisuri Sultan Muzaffar Syah sedang hamil. Jadi, untuk mengenang
peristiwa tersebut, maka ketika lahir diberi nama puteranya Patik Siam.48
47
A. Teew & D.K Wyatt, Hikayat Patani, h. 78 48
Pada abad ke-16 dan ke-17 M Patani mencapai puncak kegemilangannya, yakni
pada masa pemerintahan para Ratu (1584-1688 M). Patani pernah menjadi pusat kegiatan
perdagangan terpenting dan pusat pertumbuhan Kebudayaan Melayu yang unggul di
Semenanjung Melayu. Hal ini disebabkan kesetabilan politik dan ekonomi sehingga
Patani menjadi salah satu negara yang sangat berpengaruh dan disegani oleh negara
tetangga lainnya, termasuk Siam. Pengaruh politik tersebar luas ke Selatan dan dapat
menguasai beberapa negara di pantai Timur seperti Kelantan, Terangganu, Pahang
bahkan Johor-Riau.49
Pada masa pemerintahan para Ratu, kebudayaan dan peradaban Patani
mengalami perkembangan sangat pesat; antara lain adalah bidang kesenian,
arsitektur, persenjataan, percetakan mata uang, kesusastraan dan lain sebagainya.
Dalam penulisan ini, penulis akan menyebut aspek-aspek peradaban yang berkaitan
erat dengan kebudayaan Islam.
Kebanyakan penduduk Melayu Patani sejak dahulu sampai sekarang lebih
suka merantau ke negeri orang dengan berbagai alasan dan tujuan. Di antara lain,
ingin mengadu nasib di negeri orang, mencari ilmu pengetahuan, mengajar, dan
berdagang. Pada masa pemerintahan Ratu Ungu (1624-1635 M) banyak para ulama
dari Patani pergi menyebar agama Islam ke Johor (Malaysia) sampai ke Riau, bahkan
di Ujungpandang dan Kalimantan Selatan.50
49
Mohd. Zamberi, Patani dalam Tamadun Melayu, h. 2-3 50
Penggunaan huruf Jawi (juga disebut Arab-melayu) mulai tersebar luas dari
sini. Istana tidak hanya menjadi tempat dalam melakukan kegiatan politik saja,
bahkan sebagai tempat tumpuan kaum intelektual dan pusat pengkajian Islam. Para
raja selain mengurusi masalah kenegaraan mereka juga mengurusi masalah-masalah
kebudayaan dan peradaban Islam. Kegiatan ilmiah mendapat dorongan dan bantuan
sepenuhnya dari Istana. Dengan demikian muncul para pemikir dan penyebar agama
Islam seperti Syeikh Syafiuddin al-Abbas, Syeikh Muhammad Said Barsisa, Syeikh
Gombak Abdul Mubin yang pada masa itu sedang menjalankan kegiatan keislaman di
sana. Sehingga pada saat itu Patani dianggap sebagai salah satu pusat kegiatan Islam
terbesar di Semenanjung Tanah Melayu dan Nusantara.51
Akibat dari perkembangan dalam perdagangan yang sangat pesat dengan para
pedagang Arab itu, sehingga menuntut pemerintah Patani untuk mencetak uang
logam sendiri. Karena kebutuhan telah mendesak dan besarnya arus penukaran mata
uang asing di Patani. Penemuan mas dinar pada tahun 1420 M dengan ukiran nama
Muhammad membuktikan besarnya peranan para saudagar Arab dalam urusan
perdagangan. Patani merupakan sumber utama pengalian emas. Oleh sebab itu, logam
tersebut menjadi patokan nilai pertukaran mata uang asing. Emas Patani pada saat itu
setaraf dengan emas Spanyol, serta berlaku pada masa pemerintahan para Ratu.52
Inovasi yang tidak kalah pentingnya adalah pembuatan senjata sebagai alat
pertahanan negara pada saat itu. Tiga pucuk mariam yang terbuat dari kuningan dan
51
Ibid, h. 94 52
masing-masing diberi nama; mariam Sri Negara, Sri Patani,53 dan mahalela yang
diletakkan di atas pedati sebagai senjata utama dalam peperangan saat itu.
Namun, kejayaan dan kegemilangan yang dimiliki oleh Patani hilang ketika
Patani mengalami kekalahan dalam peperangan dengan Siam. Kerajaan Siam
(Thailand) beberapa kali melakukan penyerangan terhadap Patani, misalnya pada tahun
1603 M, yaitu pada masa pemerintahan Ratu Hijau dan pada masa pemerintahan Ratu
Ungu (1634 M), pasukan Siam dapat dikalahkan oleh Patani. Selanjutnya pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad, Siam berada di bawah kekuasaan Raja Pra’
Puthayordfa Chulalok (Rama I: 1782-1809). Dia mengirim pasukan yang dipimpin oleh
Pra’ya Kalahom dan Pra’ya Chasaenyakorn (1786 M) guna menyerang Patani. Dalam
penyerangan ini Patani tidak mampu bertahan dari serangan Siam, menyebabkan Sultan
Muhammad meninggal, harta benda dirampas dan istana dibakar.54
Ketika Patani jatuh ke tangan Siam menyebabkan pemerintah menunjuk para
pemimpin yang berpengaruh di dalam masyarakat menjadi Raja atau pemimpin. Pada
masa pemerintahan Raja Chulalongkorn (Rama V: 1868-1910), dia bertekad untuk
mengintegrasikan daerah Patani ke dalam sistem administrasi Thai. Raja mengambil
langkah dalam memperluas birokrasi pusat dan semua tingkat kekuasaan dialihkan
kepada para pejabat yang diangkat oleh Bangkok.55
53
Mariam Sri Patani, diabadikan oleh pemerintah Thai, terletak di depan gedung Departemen Pertahanan di Bangkok.
54
A. Bangnara, Patani Dahulu dan Sekarang, h. 57-61 55
Beberapa reformasi dilakukan terhadap negara antara lain adalah menerima
tuntutan dari kaum elit politik Thai untuk mengubah sistem pemerintahan monarki
mutlak menjadi konstitusional, menerapkan sistem pendidikan modern ke seluruh
lapisan masyarakat, termasuk di Patani. Pada tahun 1906 M yaitu empat tahun setelah
sistem pelantikan Raja Melayu Patani dan kekuasaannya dihapus. Patani digabung
menjadi sebuah ‘monthon’__satuan daerah administratif__baru, diberikan nama ‘Monthon
Patani’.
Setelah Patani digabung ke dalam sebuah satuan daerah administratif,
masyarakatnya tidak memiliki otoritas serta kekuasaan. Kehilangan pemerintahan
sendiri mempunyai makna yang khusus bagi masyarakat Melayu-muslim karena
sebelumnya mereka hidup berdasarkan Syariah. Bagi mereka, masyarakat dan
struktur kekuasaannya terjalin erat antara satu dengan lainnya dalam rangka
menjamin semua urusan kemasyarakatan dan ide-ide keagamaan. Santilana, seorang
sarjana hukum, sebagaimana yang dikutip oleh Surin Pitsuwan mengatakan:
Ta’at kepada syariah merupakan suatu kewajiban sosial dan perintah agama; barang siapa melanggar syariah tidak hanya melanggar tata tartib hukum tetapi juga berbuat dosa, karena tidak ada hak di mana Allah tidak mempunyai bagian-Nya.56
Dari kutipan di atas, dengan kata lain hilang pemerintahan sendiri dan
digantikannya hukum agama oleh hukum perdata, berarti suatu kewajiban agama
tidak dapat dipenuhi. Oleh karenanya, merupakan suatu keharusan bagi masyarakat
56
Melayu Muslim Patani, bahkan bagi setiap komunitas Muslim lainnya dalam rangka
BAB III
GERAKAN PERJUANGAN MELAYU MUSLIM DI PATANI
Ketika Negara Thailand dikuasai oleh golongan tentara sepenuhnya pada
tahun 1957 M. Pada akhir tahun itu diadakan pemilihan umum, namun Dewan
Parlemen dapat berperan hanya satu tahun, dengan alasan politik negara dalam
keadaan tidak setabil. Ketika terjadi Kudeta (Desember 1958) yang dilancarkan oleh
tentara mengakibatkan perlembagaan negara, parlemen dan partai-partai politik di
bubarkan. Dengan dibubarkan institusi pemerintahan demokrasi menyebabkan negara
berada di bawah kekuasaan tentara. Lebih satu dekade yaitu antara tahun 1958-1969
M parlemen ditutup dan tidak berperanan.
Kondisi demikian memberi kesan yang menakutkan bagi Melayu Muslim
Patani. Karena pemerintahan yang dipimpin oleh Sarit Thanarat melancarkan politik
asimilasi paksaan terhadap masyarakat Islam di Selatan, kemudian diteruskan pula
oleh pemerintah Thanom Kitikachon. Sementara situasi masyarakat Melayu Patani
pada waktu itu tidak berdaya—tidak memiliki kesempatan untuk membantah dan
mempertahankan tekanan politik tersebut. Para pemimpin politik tidak dapat berperan
kematian H. Sulong57. Akibatnya, masyarakat Islam bergerak secara bersembunyi,
berawal dari tahun 1960-an.
Sehingga pemimpin masyarakat Muslim Patani yang terdiri dari kalangan ahli
politik, kaum bagsawan dan para ulama sepakat untuk bergerak dan membentuk
organisasi perjuangan yang bertujuan menentang pemerintah Thailand dan menuntut
kemerdekaan. Organisasi yang dibentuk di antara lain adalah: Barisan Revolusi
Nasional Melayu Patani (BRN), Patani United Leberation Organization (PULO),
Barisan Nsional Pembebasan Patani (BNPP), Partai Revolusi Nasional, Gerakan
Islam Patani (GIP) dan beberapa pergerakan lainnya seperti Sabilillah dan Black
Desember 1902, dan organisasi pembebasan yang baru didirikan pada tahun 1980-an
termasuk Gerakan Mujahidin Patani (GMP).58 Meskipun masing-masing organisasi
ini mempunyai landasan ideologis, taktik dan keanggotaan yang berbeda, tetapi yang
jelas semua organisasi menganggap kerajaan Thailand sebagai penjajah serta
memahami perjuangan mereka sebagai jihad untuk mengembalikan Patani sebagai
sebuah negara yang merdeka, berdaulat dan kepunyaan Melayu Muslim.
A. Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP-BIPP)
57
Muhammad Kamal K. Zaman, Fatani (Malaysia: Kota Baru, 1996), 13 Ogos, h. 32 58
Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP) yang didirikan pada tahun 1957
M merupakan organisasi tertua di antara organisasi-organisasi separatis lainnya.59
BNPP, didirikan oleh Tengku Mahmud Mahyiddin, anak bungsu Tengku Abdul
Qadir yang meninggal pada tahun 1933 M. Perjuangan suci H. Sulong dan Tengku
Mahmud Mahyiddin dalam gagasan penyatuan Patani dengan persekutuan tanah
Melayu telah mengalami kegagalan. Tetapi mereka harus dibanggakan karena
berhasil membawa permasalahannya ke-Persyarikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Akibat
kehilangan kedua tokoh pemimpin Patani yang terkenal tersebut, maka Tengku Abdul
Jalal meneruskan perjuangan dengan mendirikan Barisan Nasional Pembebasan
Patani dengan singkatan BNPP atau Front Leberation of Patani pada 9 Oktober 1970
M.60
Pendirian organisasi tersebut merupakan hasil dari kesepakatan dari tiga
organisasi perjuangan pembebasan terbesar, yaitu Gabungan Melayu Patani Raya
(GAMPAR),61 Barisan Revolusi Nasional (BRN) dan Patani United Leberation
Organization (PULO). Organisasi yang ulung ini banyak melancarkan perjuangannya
di bawah komandan militer, Idris (alias Pok Yeh atau Dureh Madiyoh) yang lebih
dikenal dengan sebutan Pak Yeh saja. Namanya sangat ditakuti oleh pihak tentara dan
59
Surin Pitsuwan, Islam and Malay Natuinalism: a Case Study of the Malay Muslims of Southern Thailand, (Bangkok: Tammasat University, 1985), h. 174
60
Mohd. Zamberi A. Malik, Umat Islam Patani: Sejarah dan Politik, (Malaysia: Shah Alam, HIZBI, 1993), h. 318
61
polisi Thai, sebab berhasil setiap melakukan pertempuran dan merencanakan strategi
serangan terbuka dengan pemerintah Thailand.
Faktor lain yang mendukung perkembangan BNPP adalah kebersamaan bapak
Idris—pemimpin gerilya yang populer itu dalam perang terbuka pada saat itu.
Dengan keberadaan kedua tokoh tersebut, ditambah dengan strategi dan langkah
pendekatan ke arah internasional Melayu dan agama, sehingga BNPP mendapatkan
dukungan secara meluas dari masyarakat umum, baik dari kalangan guru agama,
intelektual lainnya yang berada di Mekkah dan Malaysia.62
Barisan Nasional Pembebasan Patani mempunyai 5 landasan ideologi revolusi
penting yang dianggap dapat mewakili cita-cita Melayu Muslim Patani yaitu:
1. Angkatan tentara gerilya adalah angkatan tentara naional, sebagai angkatan tentara rakyat Patani yang berjuang untuk kemerdekaan dan tidak melakukan perkara-perkara yang tidak adil atau menghina kaum wanita dan anak-anak. 2. Tidak melakukan perampokan harta benda, membuat kebinasaan atau
mengganggu mata pencarian rakyat yang sah mengikut undang-undang dan menurut prinsip ajaran Islam;
3. Menghormati adat-istiadat atau cara hidup rakyat serta memberikan kerjasama terhadap mereka;
4. Berjuang dengan gagah dan berani di samping menghormati tunas-tunas perjuangan dengan tenaga dan daya sendiri, dan segala peralatan senjata yang dirampas akan dirahasiakan tempat simpanannya
5. Segala keputusan masyarakat hendaklah mengikuti suara terbanyak dan ini akan dianggap penting, hendaklah diadakan latihan-latihan dan memberikan pengetahuan mengenai peperangan, muslihat perang geriliawan dan ajaran-ajaran doktrin pemberontakan.63
Tujuan Perjuangan BNPP adalah:
62
Ahmad Omar Chapakia, Politik Thai dan Reaksi Masyarakat di Selatan Thai 1932-1994
(Kuala Lumpur: Universitas Malaya, 1997), h. 152-153 63
1. Menuntut kemerdekaan hak bangsa Melayu Patani yaitu Tanah Air, Agama Islam, Bahasa, kebudayaan dan Kedaulatan pemerintahan Melayu Patani 2. Mewujudkan sebuah negara Islam Patani dan mewujudkan sebuah masyarakat
yang menjalankan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari serta menuntut keridhoan dari Allah SWT.
3. Berusaha menyatukan perjuangan kemerdekaan Patani supaya berada di bawah satu puncak pimpinan partai
4. Mengorganisasikan kekuatan rakyat ke arah perjuangan kemerdekaan yang lebih terorganisir
5. Menjadikan suara rakyat Patani keperingkat antarabangsa
6. Menegakan konsep hidup bersama antara negara dan menjunjung tinggi piagam bangsa-bangsa bersatu.64
Sebagai organisasi perjuangan kemerdekaan, BNPP mempunyai pasukan
ketentaraan yang tersusun rapi. Pada pertengahan tahun 1970-an, banyak pelajar dan
pemuda yang dikirim ke luar negeri untuk melakukan latihan ketentaraan. Dengan
kembalinya para kader tersebut membuat BNPP memiliki banyak anggota Angkatan
Bersenjata yang terlatih. Namun, banyak dari kalangan mereka harus tinggal di
negara tetangga dengan alasan politik. Sementara dalam bidang hubungan diplomatik,
BNPP menjadi organisasi perjuangan yang sangat dikenal oleh dunia luar. Hal
tersebut merupakan hasil dari para pemimpinnya terdahulu yang mempelopori
golongan elit yang tinggal di kedua negara tersebut, menyebabkan BNPP bergerak
lebih lancar di luar negeri. Di antara lain berhasil mengemukakan permasalahan
Patani ke perhimpunan pemimpin Islam di tingkat internasional, seperti Perhimpunan
Menteri luar negeri Islam di Istambul pada tahun 1976 M.65
64
Perlembagaan, Barisan Nasional Pembebasan Patani, 1978 65
Sebenarnya, gerakan pembebasan telah menular ke dalam masyarakat Melayu
Muslim Patani secara diam-diam. Namun, semakin meluas pada awal tahun
1960-1963 M. Ada issu yang mengatakan bahwa pemberontakan akan meletus di tiga
wilayah Melayu Muslim, dan demonstrasi besar-besaran menentang kekejaman akan
diadakan seiring dengan semakin meningkatnya tindak kekerasan dari aparat terhadap
masyarakat. Pemerintah langsung bertindak dengan mengirimkan aparat dan beberapa
bataliyon tentara angkatan laut dengan 2 buah kapal perang mengawasi di pantai
Narathiwat. Maka pada kenyataanya tidak ada peristiwa yang tidak diinginkan itu.
Sementara penindasan dan penangkapan terus berlangsung.66
Mengingat masyarakat Melayu Muslim terus dianiayai oleh aparat
pemerintah. Maka gerakan pembebasan didirikan dengan melakukan penentangan ke
seluruh negeri Melayu. Ketegangan terjadi mulai bulan September-Desember 1969
M. Pemberontakan bersenjata direstui oleh seorang guru agama setempat.67 Karena
masyarakat tidak suka dipermainkan oleh penguasa. Buktinya berbagai
pemberontakan terjadi di sana-sini. Mereka tidak suka dipanggil sebagai “
Thai-Muslim” karena istilah ini mencerminkan keberadaan mereka di bawah kekuasaan
Thai. Semenjak negara Thailand menguasai Patani sampai tahun 1970 M, sering
sekali masyarakat bangkit melakukan pemberontakan bersenjata secara
66
Ibid, h. 321 67
besaran. Akibatnya, pemerintah melakukan operasi penumpasan, namun tentara dan
polisi sering mendapat kegagalan.68
Kematian pemimpin BNPP, Tengku Abdul Jalal Ibn Al-Marhum Tengku
Abdul Mutallib, Raja Teluban (nama suatu kabupaten) yang terakhir di pasir putih,
Kelantan pada 1977 M seiring dengan kekalahan Partai Islam Se-Malaysia (PAS)
pada tahun yang sama membuat organisasi ini merosot.69 Kehilangan pemimpin ini,
kemudian diserahkan kepada 15 orang anggota kepengurusan pusat sehingga
melantik Badri Hamdan seorang mahasiswa Universitas Timur Tengah sebagai ketua
dan Syamsuddin Abdul Saleh sebagai wakil ketua, ia adalah mahasiswa lulusan
Mesir, dan merupakan adik mantan wakil parlemen propinsi Narathiwat, dari Partai
Demokrat. Sesuai dengan perkembangan pada saat itu, akhirnya muncul kesepakatan
untuk mengantikan Barisan Nasional Pembebasan Patani menjadi Barisan Islam
Pembebasan Patani (BIPP).
B. Barisan Revolusi Nasional (BRN)
Pada 13 Maret 1960 M didirikan sebuah organisasi perjuangan yang diberi
nama Barisan Revolusi Nasional oleh pemimpin masyarakat Islam yang terdiri dari
kalangan ahli politik, para ulama dan golongan bangsawan. Pendiri organisasi ini
adalah Mohammad A, Ustadz Abd. Karim Hassan. Tuan guru H. Yusuf Chapakia dan
68
W.K Che Man, The Malay-Muslim of Southenrn Thailand, Jurnal, Institute of Muslim Minority Affairs,1998, h. 23
69
Tengku Abd. Jalal bin Tengku Abd. Mutallib (Adun Na’ Saiburi). Organisasi ini lebih
dikenal dengan singkatan BRN atau disingkat dengan kumpulan atau “Puak B”
merupakan organisasi pertama yang mengambil pendekatan menuntut kemerdekaan
penuh. Motif pembentukan BRN adalah berbeda dengan GAMPAR, yang didirikan
pada tahun 1948 M yang mengambil pendekatan berlandasan perjuangan menuntut
otonomi. Sementara BRN adalah organisasi politik yang berjuang menuntut
kemerdekaan dengan cara revolusi bersenjata. Lebih jauh lagi, BRN didirikan sebagai
organisasi yang berideologi nasionalis dan mendukung revolusi menentang
kapitalisme dan kolonialisme.70
Ideologi perjuangan BRN adalah berlandasan pada kebangsaan Melayu dan
sosialis Islam. Ideologi dirumuskan dengan NASOSI yaitu Nasional, Sosialis dan
Islam. Pengambilan NASOSI sebagai ideologi dipengaruhi oleh para pejuang
nasionalis pada saat itu, khususnya para tokoh Melayu yang memperjuang
kebangsaan Melayu yang berlandasan Islam seperti Dr. Burhanuddi EI-Hilmi.
Langkah perjuangan digaris pada awalnya dapat dibagi menjadi dua tahapan berikut:
1. Menuntut kemerdekaan penuh bagi 4 wilayah di Selatan Thailand, termasuk daerah di bagian barat wilayah Songkhla dalam rangka membangun kembali kemerdekaan negeri Patani
2. Menggabung negeri Patani yang merdeka di bawah satu kepemimpinan Melayu Raya.71
70
Mohd. Zamberi, Umat Islam Patani, h. 323 71
Kedua langkah perjuangan di atas, mengambarkan bahwa organisasi ini
mempunyai hubungan dengan luar negeri, khususnya dengan kepemimpinan Sukarno
di Indonesia yang memperjuangakan konsep Melayu Raya. Dalam perjuangan
menegakkan konsep tersebut, BRN sebagai organisasi pergerakan di Selatan Thai
yang geografi perjuangannya mencakup seluruh wilayah Selatan sebanyak 14 wilayah
yang terletak antara Sungai Kolok dan Segenting Kera. Berdasarkan konsep dan
strategi bersama ini, menbuat BRN mempunyai hubungan dengan pergerakan radikal
atau pergerakan kiri di Tanah Melayu dan dengan negara-negara blok sosialis.72
Organisasi BRN dikatakan berjuang berasaskan ideologi Nasionalisme, dan
Islamisme-Sosiolisme yang konsepnya sama dengan Parti Rakyat Malaysia disingkat
dengan PRM, (dulunya Partai Sosialis Rakyat Malaya atau RSRM). Tujuannya
menuntut kemerdekaan yang meliputi propinsi Pattani, Yala, Narathiwat, Setul dan
sebagian dari Songkhla, yang didiami penduduk keturunan Melayu-Muslim
merupakan bekas empayar Islam Patani. Markas BRN bertempat di daerah Bendang
Setar, Propinsi Yala, daerah Sebayoi, propinsi Songkhla dan di daerah pedalaman
propinsi Narathiwat.73
BRN merupakan sebuah organisasi yang mempunyai susunan kepengurusan
yang cukup rapi. Peralatan senjata dan tempat latihan ketentaraannya terletak
berdekatan dengan kawasan yang menjadi tempat persembunyian partai komunis dari
72
Undang-undang Dasar Barisan Revolusi Nasional Melayu Patani, 1984, pasal 10 73