• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Siswi Mts Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Siswi Mts Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2014"

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA PADA SISWI MTS CIWANDAN

CILEGON-BANTEN TAHUN 2015

SKRIPSI

Disusun oleh Eka Pratiwi 109101000050

(2)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Agustus 2015

Eka pratiwi, NIM : 109101000050

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Siswi Mts Ciwandan Kota Cilegon Tahun 2014

Xviii + 192 halaman, 32 tabel, 2 bagan, 2 lampiran

ABSTRAK

(3)

(p=0,011)} dan frekuensi makan {frekuensi makan dalam sehari (p=0,000), frekuensi makan sumber heme (p=0,000), frekuensi makan sumber non heme (p=0,000), frekuensi makan penghambat absorbs zat besi (p=0,000), frekuensi makan peningkat absorbsi zat besi (p=0,000). Tidak terdapat hubungan pola konsumsi Tablet Besi (p=0,339).

(4)

STATE ISLAMIC UNIBERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Thesis, Agustus 2015

Eka Pratiwi, NIM: 109101000050

Factors Associated with Anemia Female Student in MTs Ciwandan Cilegon Town 2014

Xviii + 192 pages, 32 tables, 2 drawings, 2 attachment

ABSTRACT

(5)

(p=0,000), Fe intake (p=0,011)} dan frequency of eating {frequency of eating within a day (p=0,000), frequency of eating heme sources (p=0,000), frequency of eating non heme sources (p=0,000), frequency of eating resistor absorption iron(p=0,000), frequency of eating enhancer absorption iron (p=0,000). There is no relationship of iron tablet consumtion pattern (p=0,339).

(6)
(7)
(8)

BIODATA PENULIS

Nama : EKA PRATIWI

Tempat/Tanggal Lahir : Cilegon/27 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Telp/HP : 085945497998

Alamat : jl.ir. Sutami ling. Cimerak Kota Cilegon Provinsi Banten

Email :Akhwat_nies@yahoo.com

Pendidikan

Tahun 1997-2002 : SDN 1 CILEGON Tahun 2002-2005 : SMPN 2 Cilegon

Tahun 2005-2008 : SMAN 2 Krakatau Steel Cilegon Tahun 2008-2015 : Mahasiswi Kesehatan Masyarakat

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Alloh SWT, berkat hidayah, rahmat dan inayah-Nya yang tak terhingga yang telah melimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang dilaksanakan di Kota Cilegon.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyrakat Peminatan Gizi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga Kepada pihak-pihak terkait yang telah banyak membimbing dan banyak membantu terselesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS dan Bapak DR. Drs. M. Farid Hamzens, M.Si, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan dan saran yang sangat bermanfaat.

2. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, Ibu Febrianti, SP, M.Si dan Ibu Febriana, SKM, M.Si, selaku penguji yang telah meluangkan waktunya dan telah memberikan saran, masukan dan kritik dalam ujian skripsi ini.

(10)

5. Keluargaku tercinta, Orangtuaku, Saudara-saudaraku, Anak-anaku tersayang Hisyam dan Ibrahim, serta suamiku tercinta Yudan Suhara yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan baik tenaga, moril dan material serta doa yang tiada hentinya selama ini.

6. Teman-teman satu angkatan Gizi angkatan 2009 dan teman satu pembimbing akademik yang telah saling mendukung, memotivasi dan member semangat. 7. Seluruh responden dalam penelitian ini yang berperan sebagai sumber analisis

dalam penyusunan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan laporan ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi peminatan Gizi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Ciputat, Januari 2016

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK .. i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI . viii

DAFTAR TABEL .... .. xviii

DAFTAR BAGAN xxii

BAB I PENDAHULUAN . 1

1.1 Latar Belakang .. 1

1.2 Rumusan Masalah . 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 9

1.4 Tujuan Penelitian .. 10

1.5 Manfaat Penelitian 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja . 13

2.1.1 Pengertian Remaja 13

(12)

2.2.4 Penyebab Anemia . 20

2.2.5 Jenis-jenis Anemia 21

2.2.6 Etiologi Anemia 24

2.2.7 Patofisiologi Anemia . 25

2.3 Anemia Gizi Besi (AGB) . 27

2.3.1 Pengertian Anemia Gizi Besi 27

2.3.2 Standar Penentu Anemia Gizi Besi .. 27

2.4 Hemoglobin (Hb) 28

2.4.1 Pengertian Hemoglobin .. 28

2.4.2 Fungsi Hemoglobin 22

2.4.3 Batas Nilai Kadar Hemoglobin ... 29

2.4.4 Cara Pengukuran Kadar Hemoglobin .. 30

2.5 Zat Besi .. 33

2.5.1 Pengertian Zat Besi . 33

2.5.2 Zat Besi dalam Tubuh . 34

2.5.3 Fungsi Zat Besi .. 35

2.5.4 Metabolisme Zat Besi .. 35

2.5.5 Kebutuhan Zat Besi . 36

2.6 Fasilitator Absorpsi Zat Besi 40

(13)

2.8 Metode Penilaian Konsumsi Gizi 41 2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Pada Remaja Putri 42

2.7.1 Sosial Ekonomi ... 43

2.7.1.1 Pengetahuan .. 43

2.7.1.2 Pendidikan 44

2.7.1.3 Pekerjaan .. 46

2.7.1.4 Pendapatan 46

2.7.1.5 Uang Jajan . 48

2.7.2 Status Gizi . 49

2.7.3 Kehilangan Darah .. .. 50

2.7.3.1 Pola Menstruasi .. . 50

2.7.3.2 Penyakit Infeksi 52

2.7.4 Kebiasaan Makanan .. 53

2.7.4.1 Kebiasaan Makan pada Remaja 54

2.7.4.2 Asupan Gizi .. 55

a) Zat Gizi . 55

b) Vitamin C 59

(14)

2.7.4.3.1 Frekuensi Makan Sehari . 63 2.7.4.3.2 Frekuensi Makan Sumber Heme 64 2.7.4.3.3 Frekuensi Makan Sumber non Heme . 65 2.7.4.3.4 Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe 66 2.7.4.3.5 Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe 66

2.8 Kerangka Teori . 69

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL . 70

3.1 Kerangka Konsep 70

3.2 Definisi Operasional .. 71

3.3 Hipotesis Penelitian 78

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 79

4.1 Rancangan Penelitian 80

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian . 80

4.3 Populasi dan Sampel . 80

4.3.1 Populasi . 80

4.3.2 Sampel 80

4.4 Pengumpulan Data 82

4.5 Pengolahan dan Analisis Data .. 82

4.5.1 Instrumen Penelitian .. 82

(15)

4.5.2.1 Analisis Univariat .. 84

4.5.2.2 Analisis Bivariat . 84

BAB V HASIL . 86

5.1 Profil Madrasah Tsanawiyah Ciwandan . 86

5.1.1 Motto, Visi dan Misi Madrasah Tsanawiyah Ciwandan . 68

5.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data . 88

5.3 Karakteristik Responden 89

5.4 Analisis Univariat . 89

5.4.1 Anemia pada Siswi MTs Ciwandan 90

5.4.2 Sosial Ekonomi . 90

5.4.2.1 Pengetahuan 90

5.4.2.2 Uang Jajan .. 91

5.4.2.3 Pendapatan Orangtua .. 92

5.4.2.4 Pendidikan Orangtua .. 92

5.4.3 Pola Menstruasi . 93

5.4.5 Kebiasaan Makan 94

5.4.5.1 Asupan Zat Gizi .. 94

(16)

5.4.5.1.4 Asupan Fe 96

5.4.5.2 Frekuensi Makan .. 97

5.4.5.2.1 Frekuensi Makan Sehari-hari 97

5.4.5.2.2 Frekuensi Makan Sumber Heme .. 97

5.4.5.2.3 Frekuensi Makan Sumber non Heme .. 98 5.4.5.2.4 Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe 99 5.4.5.2.5 Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe ... 100

5.5 Analisis Bivariat 100

5.5.1 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Anemia pada Siswi Mts Ciwandan 101 5.5.1.1 Hubungan antara Pengetahuan Siswi dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan ... 101 5.5.1.2 Hubungan antara Uang Jajan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan 102

5.5.1.3 Hubungan antara Pendapatan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan 103

5.5.1.4 Hubungan antara Pendidikan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan 104

5.5.2 Hubungan antara Pola Menstruasi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan 105

(17)

MTs Ciwandan . 106 5.5.3.1 Hubungan antara Asupan Zat Gizi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan .. . 106

5.5.3.1.1 Hubungan antara Asupan Energi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan .. 106

5.5.3.1.2 Hubungan antara Asupan Protein dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan . 107

5.5.4.1.3 Hubungan antara Asupan Vitamin C dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan . 108

5.5.4.1.4 Hubungan antara Asupan Fe dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan . 109

5.5.3.2 Hubungan antara Frekuensi Makan dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan .. 110

5.5.3.2.1 Hubungan antara Frekuensi Makan dalam Sehari dengan Anemia

pada Siswi MTs Ciwandan .. . 110

5.5.3.2.2 Hubungan antara Frekuensi Makan Sumber Heme dengan Anemia

pada Siswi MTs Ciwandan ... 111

(18)

dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan .. 114 5.5.3.2.5 Hubungan antara Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe

dengan Anemia pada Siswi MTs Ciwandan 115

BAB VI PEMBAHASAN .. 116

6.1 Keterbatasan Penelitian 116

6.2 Status Anemia Gizi Besi Siswi MTs Ciwandan 117 6.3 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Anemia Pada Siswi

Mts Ciwandan .. . 123

6.3.1 Hubungan Pengetahuan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan ... . 126

6.3.2 Hubungan Uang Jajan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan .. 132

6.3.3 Hubungan Pendapatan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan . 136

6.3.4 Hubungan Pendidikan Siswi dengan Anemia pada Siswi

MTs Ciwandan 141

6.4 Hubungan Pola Menstruasi dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan .. 145

6.6 Hubungan Kebiasaan Makan dengan Anemia Pada Siswi

(19)

6.6.1 Hubungan Asupan Zat Gizi dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan 149

6.6.1.1 Hubungan Asupan Energi dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan ... 150

6.6.1.2 Hubungan Asupan Protein dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan ... 154

6.6.1.3 Hubungan Asupan Vitamin C dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan .. 158

6.6.1.4 Hubungan Asupan Fe dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan 162

6.6.2 Hubungan Frekuensi Makan dengan Anemia Pada Siswi

MTs Ciwandan . .. 166

6.6.2.1 Hubungan Frekuensi Makan dalam Sehari-hari dengan Anemia

Pada Siswi MTs Ciwandan . 166

6.6.2.2 Hubungan Frekuensi Makan Sumber Heme dengan Anemia

Pada Siswi MTs Ciwandan .. 170

6.6.2.3 Hubungan Frekuensi Makan Sumber non Heme dengan Anemia

(20)

6.6.2.5 Hubungan Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe dengan Anemia

Pada Siswi MTs Ciwandan 180

BAB VII PENUTUP .. . 185

7.1 Kesimpulan .. . 185

7.2 Saran .. 187

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Standar Penentu Anemia Gizi Besi 28

2.2 Kadar Hemoglobin Normal . 30

2.3 Kebutuhan Zat Besi .. 37

2.4 Angka Kecukupan Zat Besi yang dianjurkan (perhari) 38

2.5 Kandungan Zat Besi dalam Bahan Makanan 56

3.1 Definisi Operasional 71

5.1 Distribusi Frekuensi Anemia Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 90

5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 90

5.3 Distribusi Frekuensi Uang Saku Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 91

5.4 Distribusi Frekuensi Pendapatan Orangtua Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 .. 92

(22)

5.7 Distribusi Frekuensi Asupan Energi Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 94

5.8 Distribusi Frekuensi Asupan Protein Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 95

5.9 Distribusi Frekuensi Asupan Vitamin C Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 .. 95

5.10 Distribusi Frekuensi Asupan Fe Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 96

5.11 Distribusi Frekuensi Makan dalam Sehari-hari Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 .. 97

5.12 Distribusi Frekuensi Makan Sumber Heme Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 97

5.13 Distribusi Frekuensi Makan Sumber non Heme Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 98

5.14 Distribusi Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 99

5.15 Distribusi Frekuensi Makan Penghambat Absorpsi Fe Siswi MTs Ciwandan

Cilegon-BantenTahun 2014 .. 100

5.16 Hubungan antara Pengetahuan Siswi dengan Anemia pada Sisiwi MTs

Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 101

5.17 Hubungan antara Uang Saku Siswi dengan Anemia pada Sisiwi MTs

Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 102

(23)

5.19 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 . 104 5.20 Hubungan antara Pola Menstruasi dengan Anemia pada Sisiwi MTs

Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 105

5.21 Hubungan antara Asupan Energi dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan

Cilegon-Banten Tahun 2014 106

5.22 Hubungan antara Asupan Protein dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan

Cilegon-Banten Tahun 2014 . 107

5.23 Hubungan antara Asupan Vitamin C dengan Anemia pada Sisiwi MTs

Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 . 108

5.24 Hubungan antara Asupan Fe dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan

Cilegon-Banten Tahun 2014 . 109

5.25 Hubungan antara Frekuensi Makan dalam Sehari dengan Anemia pada Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 . 110 5.26 Hubungan antara Frekuensi Makan Sumber Heme dengan Anemia pada

Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 .. 111 5.27 Hubungan antara Frekuensi Makan Sumber non Heme dengan Anemia pada

Sisiwi MTs Ciwandan Cilegon-Banten Tahun 2014 . 112 5.28 Hubungan antara Frekuensi Makan Peningkat Absorpsi Fe dengan Anemia

(24)

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori . 69

(25)

BAB I

PENDAHULUAN

`

1.1 Latar Belakang

Anemia adalah keadaan di mana terjadi penurunan jumlah massa eritrosit (red

cell mass) yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan

hitung eritrosit (red cell count).Sintesis hemoglobin memerlukan ketersediaan

besi dan protein yang cukup dalam tubuh. Protein berperan dalam pengangkutan

besi ke sumsum tulang untuk membentuk molekul hemoglobin yang baru

(Gallagher, 2008)

Anemia yang terjadi pada remaja putri merupakan risiko terjadinya gangguan

fungsi fisik dan mental, serta dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada

saat kehamilan nantinya (Sediaoetama, 1992).Menurut Yip (1998) status zat besi

harus diperbaiki pada saat sebelum hamil yaitu sejak remaja sehingga keadaan

anemia pada saat kehamilan dapat dikurangi.

Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi

(26)

kanak-Remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak

yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap

makanan.Selain itu adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu

faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia defisiensi besi (Sediaoetama,

2003).Remaja putri juga memerlukan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi

untuk pertumbuhannya. Kecukupan gizi sangat diperlukan remaja sampai usia

lanjut.

Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita

anemia.Oleh karena itu, sasaran program penanggulangan anemia gizi telah

dikembangkan yaitu mencapai remaja putri SMP, SMA, dan sederajat, serta

wanita di luar sekolah sebagai upaya strategis dalam upaya memutus simpul

siklus masalah gizi.Walaupun begitu, prevalensi anemia di kalangan remaja putri

masih tergolong dalam kategori tinggi.Hal ini mengindikasikan anemia masih

menjadi masalah kesehatan di Indonesia (Poltekes Depkes, 2010).

Remaja putri memiliki risiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia

dibandingkan dengan remaja putra.Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami

menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan sehingga

membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak.Selain itu, ketidakseimbangan

asupan zat gizi juga menjadi penyebab anemia pada remaja.Remaja putri biasanya

sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi

makanan dan banyak pantangan terhadap makanan (National Anemia Action

(27)

dibongkar.Keadaan seperti ini dapat mempercepat terjadinya anemia (Agus,

2004).

Menurut WHO, Prevalensi anemia dikatakan sebagai masalah kesehatan

masyarakat dikatgorikan sebagai berikut: bukan masalah kesehatan masyarakat

jika <5%, masalah kesehan masyarakat tingkat ringan jika 5-19,9%, masalah

kesehatan tingkat sedang jika 20-39,9%, dan merupakan masalah kesehatan

tingkat berat jika 40% (Depkes, 2003). Anemia merupakan masalah kesehatan

masyarakat di seluruh dunia.

Lebih dari setengah penduduk dunia usia pra sekolah dan wanita hamil berada

di Negara-negara yang mengalami anemia sebagai masalah kesehatan masyarakat

tingkat berat dengan presentase sebesar 56,3% dan 57,5%. Sedang presentase

wanita tidak hamil yang mengalami anemia sebesar 29,6% (McLean, 2007).

Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama Negara berkembang

(developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Secara

keseluruhan, anemia terjadi pada 45% wanita di Negara berkembang dan 13% di

Negara maju (Fatmah dalam FKM UI, 2009).

Kasus anemia di Indonesia terdapat 19,7% perempuan, 13,1% laki-laki dan

9,8% anak yang mengalami anemia. Sebanyak 60,2% dari anemia tersebut adalah

(28)

Prevalensi anemia di kota Cilegon pada remaja putri di wilayah puskesmas

sekota Cilegon berdasarkan pada program kesehatan remaja tahun 2012 yang

telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Cilegon pada remaja putri usia 11-13

tahun menderita anemia sebesar 73,83% (231 orang) dan dari 440 remaja putri

usia 14-17 tahun menderita anemia sebesar 76,69%(337 orang) (Dinkes kota

Cilegon, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan MTs Negeri Ciwandan pada

bulan Mei tahun 2014 dengan melakukan pengukuran kadar Hb menggunakan

alat Hb meter Easytouch, telah diketahui prevalensi anemia pada remaja putri

kelas 8 adalah sebesar 13% (4 siswi dari 30 siswi). Prevalensi anemia tersebut

termasuk kedalam masalah kesehatan tingkat ringan.

Anemia defisiensi besi lebih cenderung berlangsung di negara berkembang,

dibandingkan dengan negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau

kira-kira 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara

berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju

hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta

orang (Arisman, 2010).

Di Indonesia terdapat empat masalah gizi remaja yang utama yaitu Kurang

Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan

Yodium (GAKI), dan Kurang Vitamin A (KVA). Anemia gizi merupakan

masalah gizi yang paling utama di Indonesia, yang disebabkan karena kekurangan

(29)

dalam pembentukan hemoglobin yaitu besi, protein, Vitamin C, Piridoksin,

Vitamin E (Almatsier, 2002).

Menurut USAID (2003) diketahui bahwa terjadinya anemia disebabkan oleh

beberapa faktor.Penyebab utama dapat dikategorikan dengan kategori rendah,

kekurangan, atau produksi sel darah merah yang abnormal; pemecahan sel darah

merah yang berlebihan; dan hilangnya sel darah merah secara

berlebihan.Penyebab yang berkaitan dengan kurang gizi, dihubungkan pada

asupan makanan, kualitas makanan, sanitasi dan perilaku kesehatan; kondisi

lingkungan sekitar; akses kepada pelayanan kesehatan; dan kemiskinan.Penyebab

yang penting juga disesuaikan dengan daerah.

Remaja yang lebih sering mengalami anemia adalah remaja putri, hal ini di

sebabkan remaja putri dalam usia reproduksi setiap harinya memerlukan zat gizi

tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan remaja putra karena remaja putri

mengalami menstruasi setiap bulannya (Arisman, 2004). Selain itu, telah

diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting dalam

menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakankonsekuensi dari

peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat

besi.Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat

(30)

darah tersebut mengakibatkan defisiensi besi (Arumsari, 2008). Hal ini diperparah

dengan pola konsumsi remaja putri yang terkadang melakukan diet pengurusan

badan sehingga semakin sedikit zat besi yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.

Latar Belakang dan tradisi kebiasaan makan berhubungan dengan lingkungan

hidup, tingkat kehidupan serta pendidikan seseorang. Tidak sedikit remaja putri

yang melakukan suatu upaya menghilangkan kebiasaan makan pagi atau siangnya

untuk mengurangi berat badannya, sedangkan makan yang bernilai gizi seperti

telur, susu dan sayuran sedapat mungkin tidak dimakan. Akibatnya mereka

mengalami kekurangan beberapa zat gizi makanan terutama zat kapur dan besi.

(Suhardjo, 1989).

Kejadian anemia tidak terlepas dari masalah kesehatan lainnya, bahkan

dampaknya dinilai sebagai masalah yang sangat serius terhadap kesehatan

masyarakat. Masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kejadian

anemia pada anak-anak dapat berdampak pada menurunnya kemampuan dan

konsentrasi belajar, menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan

kecerdasaan otak, meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya

tahan tubuh menurun. Dampak anemia pada wanita dapat menurunkan daya tahan

tubuh sehingga mudah sakit dan menurunkan produktivitas kerja. Kadar

hemoglobin dengan produktivitas kerja menunjukkan adanya korelasi yang

positif, hal ini berarti semakin rendah kadar Hb, maka produktivitas kerja subjek

semakin menurun (Widyastuti, 2008)

Dampak yang ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks. Menurut

(31)

kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ, menurunnya kemampuan

kognitif, menurunnya kemampuan mental anak, menurunnya produktivitas kerja

pada orang dewasa, yang akhirnya berdampak pada keadaan ekonomi, dan pada

wanita hamil akan menyebabkan buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah,

bayi lahir premature, serta dampak negatif lainnya seperti komplikasi kehamilan

dan kelahiran. Akibat lainnya dari anemia gizi besi adalah gangguan

pertumbuhan, gangguan imunitas serta rentan terhadap pengaruh racun dari

logam-logam berat.

Dari data tersebut menggambarkan bahwa masalah anemia khususnya pada

remaja putri masih cukup tinggi.Anemia juga sampai saat ini masih merupakan

salah satu faktor yang melatarbelakangi tingginya angka kematian ibu di

Indonesia, maka upaya pencegahannya adalah mengetahui sejak dini apakah

seseorang menderita anemia dan segera mengupayakan langkah-langkah

penanggulangan anemia.

Tingginya prevalensi dan beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadi

anemia pada remaja putri melatarbelakangi penulis untuk mengetahui gambaran

prevalensi dan hubungan sosial-ekonimi,pola menstruasi serta kebiasaan makan

(32)

(frekuensi haid dan lama haid) dan kebiasaan makan (asupan zat gizi, frekuensi

makan, kebiasaan minum teh).Remaja putri yang menderita anemia, akan mudah

mengalami infeksi, kebugaran/kesegaran tubuh berkurang dan semangat belajar

serta prestasi menurun, sehingga ketika akan menjadi calon seorang ibu, mereka

berada dalam keadaan resiko tinggi. Pertumbuhan yang pesat pada remaja

memiliki zat besi dalam jumlah yang tidak mencukupi, akan mengalami kondisi

sakit yang berulang dengan frekuensi sering.

Prevalensi anemia di kota Cilegon pada remaja putri di wilayah puskesmas

sekota Cilegon berdasarkan pada program kesehatan remaja tahun 2012 yang

telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Cilegon pada remaja putri usia 11-13

tahun menderita anemia sebesar 73,83% (231 orang) dan dari 440 remaja putri

usia 14-17 tahun menderita anemia sebesar 76,69% (337 orang).Berdasarkan

Studi pendahuluan yang dilakukan MTs Negeri Ciwandan pada bulan Mei tahun

2014 dengan melakukan pengukuran kadar Hb menggunakan alat Hb meter

Easytouch, telah diketahui prevalensi anemia pada remaja putri kelas 8 adalah

sebesar 13% (4 siswi dari 30 siswi). Prevalensi anemia tersebut termasuk kedalam

masalah kesehatan tingkat ringan.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran prevalensi dan

hubungan sosial ekonomi, pola menstruasi dan kebiasaan makan dengan kejadian

(33)

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian anemia pada siswidi MTs Ciwandan tahun

2015?

2. Bagaimana gambaran sosial ekonomi (pengetahuan, uang jajan, pendapatan

ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu) pada siswi di MTs Ciwandan tahun 2015?

3. Bagaimana gambaran pola menstruasi pada siswi di MTs Ciwandan tahun

2015?

4. Bagaimana gambaran Kebiasaan Makan (asupan gizi dan fekuensi

makan)siswidi MTsCiwandan tahun 2015?

5. Bagaimana hubungan antara sosial ekonomi (pengetahuan, pendapatan

ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu) dengan kejadian anemia pada siswidi MTs

Ciwandan Tahun 2015?

6. Bagaimana hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada siswi di

MTs Ciwandan tahun 2015?

7. Bagaimana hubungan Kebiasaan Makan (asupan zat gizi dan frekuensi

(34)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dengan anemia pada siswi

diMTs Ciwandan tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran sosial ekonomi (pengetahuan, uang jajan,

pendapatan ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu) kejadian anemia pada siswidi

MTs Ciwandan tahun 2015.

b. Untuk mengetahui gambaran pola menstruasi padasiswidi MTs

Ciwandan tahun 2015.

c. Untuk mengetahui gambaran Kebiasaan makan (asupan makan dan

frekuensi makan) pada siswi di MTs Ciwandan tahun 2015.

d. Untuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi (pengetahuan,

pendapatan ayah/ibu, pendidikan ayah/ibu) dengan anemia pada siswidi

MTs Ciwandan Tahun 2015.

e. Untuk mengetahui hubungan antara pola menstruasi dengan anemia

pada siswi di MTs Ciwandan Tahun 2015.

f. Untuk mengetahui hubungan Kebiasaan Makan (asupan zat gizi dan

frekuensi makan)dengan anemia pada siswidi MTs Ciwandan Tahun

(35)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi MTs Ciwandan

Untuk dijadikan bahan informasi tentang pentingnya mengkonsumsi

asupan zat gzi untuk memenuhi zat besi dalam tubuh serta efek kejadian

anemia terhadap prestasi belajar di sekolah sebagai bahan untuk

mengembangkan kegiatan kesehatan sekolah dan perbaikan kesehatan.

2. Bagi Puskesmas Citangkil

Untuk dijadikan bahan informasi dan dasar untuk mengembangkan

kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan di

sekolah-sekolah khususnya Madrasah Tsanawiyah Ciwandan.

3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman penulis tentang manfaat asupan zat gizi yang dapat mencegah

dari defisiensi zat besi serta sebagai sarana pembelajaran melakukan

penelitian ilmiah sekaligus mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat di

bangku perkuliahan dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti

selanjutnya.

(36)

dan Kebiasaan Makan (asupan zat gizi dan frekuensi makan) dengan variable

dependen anemia pada remaja putri.

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer

berupa umur, kadar Hb, sosial ekonomi (pengetahuan, pendapatan ayah/ibu,

pendidikan ayah/ibu), pola menstruasi, dan Kebiasaan Makan (asupan zat gizi

dan frekuensi makan) dan data sekunder berupa jumlah siswi putrid di MTs

Ciwandan dan Profil MTS Ciwandan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada siswi di MTs

(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Menurut Kartono (1990) masa remaja adalah masa penghubung atau

masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.Istilah

remaja atau adolescence berasal dari bahasa latinadolescere yang berarti

tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa .Istilahadolescence(dalam bahasa

Inggris) yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang cukup luas

mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999).

Batasan usia remaja diungkapkan oleh beberapa ahli, diantaranya oleh

Monks, dkk (1999) yang membagi fase-fase masa remaja menjadi tiga

tahap, yaitu :

1) Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada rentang usia ini remaja mengalami pertumbuhan jasmani

yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat

intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada

saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi, namun belum

(38)

kemantapan pada diri sendiri yang lebih berbobot. Pada masa ini

remaja mulai menemukan diri sendiri atau jati dirinya (Kartono,

1990).

3) Masa remaja akhir (18-21 tahun)

Pada rentang usia ini, remaja sudah merasa mantap dan stabil.

Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola

hidup yang digariskan sendiri, dengan itikad baik dan

keberanian.Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu

berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditentukannya

(Kartono, 1990).

Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat (groe spurt) dan merupakan

waktu pertumbuhan yang intens setelah masa bayi serta satu-satunya

periode dalam hidup individu terjadi peningkatan velositas pertumbuhan.

Selama masa remaja, seseorang dapat mencapai 15% dari tinggi badan dan

50% dari berat badan saat dewasa. Pertumbuhan yang cepat ini sejalan

dengan peningkatan zat gizi, yang secara signifikan dipengaruhi oleh infeksi

dan pengeluaran energi. Masa tulang meningkat sebesar 45% dan

remodelingtulang terjadi: jaringan lunak, organ-organ dan bahkan massa sel

darah merah meningkat dalam hal ukuran, akibatnya kebutuhan zat gizi

mencapai titik tertinggi saat remaja. Adanya kekurangan zat gizi makro dan

mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan

(39)

adanya pertimbangan variasi dalam tingkat dan jumlah pertumbuhan

(DiMeglio, 2000)

2.2 Anemia

2.2.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah tingkat kekurangan zat besi yang paling berat dan

terjadi bila konsumsi hemogobin jauh dibawah ambang batas yang

ditentukan. Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dalam

darahnya kurang dari 12gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah

kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin dibawah 11gr% pada trimester I dan

trimester II (Muryanti, 2006)

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari

nilai normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin.

Gejala yaitu lemah, lesu, letih, mudah mengantuk, napas pendek, nafsu

makan berkurang, bibir tampak pucat, susah buang air besar, denyut jantung

meningkat dan kadang-kadang pusing.Pengertian lain anemia adalah

pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume sel

(40)

c) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan

telapak tangan menjadi pucat.

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi

menjadi tiga golongan besar yaitu sebagai berikut:

1) Gejala Umum anemia

Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau

Anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia

adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar

hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik

tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan

mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.

Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang

terkena adalah:

a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi,

takikardi, sesak napas saat beraktivitas, angina pektoris,

dan gagal jantung.

b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging,

mataberkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu,

serta perasaan dingin pada ekstremitas.

c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.

d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit

menurun, serta rambut tipis dan halus.

(41)

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia

adalah sebagai berikut:

a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah,

stomatitis angularis.

b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan

tanda-tanda infeksi.

3) Gejala Akibat Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia.Gejala

ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia

tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh

infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti

pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti

jerami.

2.2.3 Dampak Anemia

Dampak yang ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks.

(42)

persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak

negatif lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. Akibat lainnya

dari anemia gizi besi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan imunitas

serta rentan terhadap pengaruh racun dari logam-logam berat.

Besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh.Respon

kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya pembentukan

sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya sintesis

DNA.Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan oleh gangguan enzim

reduktase ribonukleotide yang membutuhkan besi untuk dapat

berfungsi.Disamping itu, sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak

dapat bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi. Enzim

lain yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh yaitu mieloperoksidase

juga akan terganggu fungsinya akibat defisiensi besi (Almatsier, 2001).

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa anemia gizi besi erat

kaitannya dengan penurunan kemampuan motorik (dampak fisik).Dilihat

dari dampak fisik, anemia gizi besi dapat menyebabkan rasa cepat lelah.

Rasa cepat lelah terjadi karena pada penderita anemia gizi besi pengolahan

(metabolisme) energi oleh otot tidak berjalan sempurna karena otot

kekurangan oksigen, dimana oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel otot ini

diangkut oleh zat besi dalam darah (hemoglobin). Untuk menyesuaikan

dengan berkurangnya jatah oksigen, maka otot membatasi produksi energi.

Akibatnya, mereka yang menderita anemia gizi besi akan cepat lelah bila

(43)

Cepatnya rasa lelah yang dialami oleh para pekerja yang menderita

anemia gizi besi akan menurunkan produktivitas kerja. Menurunnya

produktivitas kerja, selain disebabkan oleh menurunnya hemoglobin darah,

juga disebabkan oleh berkurangnya enzim-enzim mengandung besi, dimana

besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi

tersebut (Almatsier,2001)

Selain menurunkan produktivitas kerja yang umumnya terjadi pada

penderita usia dewasa, anemia gizi besi juga mengakibatkan dampak negatif

terhadap anak usia sekolah. Anak usia sekolah yang menderita anemia gizi

besi akan mengalami penurunan kemampuan kognitif, penurunan

kemampuan belajar, dan pada akhirnya akan menurunkan prestasi belajar.

Menurut Lozzoff dan Youdim (1988) dalam Almatsier (2001), menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara defisiensi besi dengan fungsi

otak.Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama

terhadap fungsi sistem neurotransmitter (penghantar syaraf).Akibatnya,

kepekaan reseptor syaraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan

hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan

belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid

(44)

2.2.4 Penyebab Anemia

Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992),

anemia gizi besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab

langsung dan faktor penyebab tidak langsung.Faktor penyebab langsung

meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah,

kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan

jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh

akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini

dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat

pada setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan.Di

dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan

bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah,

dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot.

Ketidakcukupan jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola

konsumsi makan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai

sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan

hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang dikonsumsi

terutama oleh masyarakat pedesaan (DepKes.RI, 1998 dalam Hulu, 2004).

Menurut Almatsier (2001), pada umumnya, besi di dalam daging, ayam, dan

ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi, besi di dalam serealia

dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang sedang, dan

(45)

mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan

biologik yang rendah.

Faktor lain yang merupakan penyebab anemia gizi besi adalah faktor

penyebab tidak langsung, yang meliputi praktek pemberian makanan yang

kurang baik, komposisi makanan kurang beragam, pertumbuhan fisik,

kehamilan dan menyusui, pendarahan kronis, parasit, infeksi, pelayanan

kesehatan yang rendah, terdapatnya zat penghambat absorbsi,serta keadaan

sosial ekonomi masyarakat rendah (Komite Nasional PBB Bidang Pangan

dan Pertanian,1992). Keadaan sosial ekonomi meliputi tingkat pendidikan,

tingkat pengetahuan, besar keluarga, pekerjaan, pendapatan, dan lain-lain.

2.2.5 Jenis-jenis Anemia

Menurut Herawati (2009), Pembagian jenis-jenis anemia berdasarkan

faktor penyebabnya adalah sebagai berikut:

1) Anemia karena defisiensi besi

Anemia defisiensi besi ialah anemia yang disebabkan oleh cadangan

besi tubuh berkurang.Keadaan ini ditandai dengan saturasi transferin

menurun, dan kadar feritin atau hemosiderin sumsum tulang berkurang

(46)

(RDW), (5) penurunan Mean Corpuscular Volume(MCV), dan terakhir (6)

penurunan hemoglobin (Walmsley, 1999).

Diatasi dengan pemberian suplemen dan mengkonsumsi makanan yang

kaya zat besi, contohnya: daging sapi atau kambing, buncis, sereal yang

diperkaya besi dan kacang-kacangan.

2) Anemia karena defisiensi vitamin B12 dan Asam Folat

Kekurangan kedua vitamin ini menyebabkan sumsum tulang

memproduksi sel darah merah yang berukuran sangat besar.Bagaimanapun

ukuran sel bukan tolak ukur pada kemampuannya dalam membawa lebih

banyak oksigen.Anemia jenis ini dapat diatasi dengan pemberian injeksi

vitamin B12. Sedangkan kekurangan folat bias diatasi dengan pemberian

suplemen folat. Sumber makanan yang mengandung vitamin B12 dan folat

adalah daging dan produk olahan susu.

3) Anemia karena penyakit kronik

Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan

sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis, peradangan trauma atau

penyakit neoplastik yang telah berlangsung 1 2 bulan dan tidak disertai

penyakit hati, ginjal dan endokrin.Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan

metabolism besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di

makrofag. Secara garis besar patogenesis anemia penyakit kronis

dititikberatkan pada 3 abnormalitas utama: (1) ketahanan hidup eritrosit

(47)

sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau menurun,

gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi (Lee, 1993).Tidak

ada pengobatan spesifik untuk anemia jenis ini. Dokter akan berusaha

mengatasi penyakit yang mendasarinya. Jika kondisinya sangat parah

diperlukan transfuse darah

4) Anemia Aplastik

Organ penting dalam pembentukan sel darah merah adalah sumsum

tulang.Fungsinya memproduksi semua jenis sel darah, mulai sel darah

merah, sel darah putih dan trombosit (keeping darah).Seandainya organ

tersebut gagal dalam menjalankan fungsinya, maka mengakibatkan anemia

aplastik.Angka kematian disebabkan anemia aplastik sangat tinggi.Biasanya

kematian disebabkan infeksi dan pendarahan. Pada tipe berat ini penderita

bias sembuh jika dilakukan transplantasi sumsum tulang dan harus

menggunakan obat-obatan penekan sistem kekebalan (immunosupressan)

seumur hidup. Pada jenis yang tidak parah, kombinasi immunosupressan

(steroid) dan siklosporin. Pada anemia aplastik, transfusi darah memang

membantu, namun sifatnya simptomatik artinya hanya mengatasi gejala

saja, akan tetapi anemia tetap berulang.

(48)

sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya kemudian berusaha

untuk merusaknya.Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah

sebelum waktunya (hemolisis) sumsum tulang berusaha menggantinya

dengan mempercepat pembentukan sel darah yang baru, sampai 10 kali

kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi

pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik. Ada juga

obat-obatan yang merangsang terjadinya anemia ini, seperti obat

tuberculosisyaitu rifampisin (antibiotic golongan koinolin) yang

mempunyai antibody menmpel di sel darah merah meluruh (lisis)

6) Anemia bulan sabit (sicle cell anemia)

Anemia tipe ini merupakan anemia yang diturunkan

(herediter).Permasalahannya terdapat pada sel darah merah.Pada kondisi

normal bentuk sel darah merah fleksibel dan bulat, sedangkan pada

penderita sicle cell anemia sel darah terbentuk sickle (sabit). Bentuk yang

ireguler ini akan mati premature, mengakibatkan kondisi kekurangan sel

darah merah yang kronik. Kasus ini terutama terjadi pada ras Afrika dan

Arab.

2.2.6 Etiologi Anemia

1) Tahap pertama, meliputi berkurangnya simpanan zat besi yang ditandai

berdasarkan penurunan kadar feritin serum. Meskipun tidak disertai

konsekuensi fisiologis yang buruk, namun keadaan ini menggambarkan

(49)

untuk jangka waktu lama. Sehingga dapat terjadi defisiensi besi yang

berat.

2) Tahap kedua, ditandai oleh perubahan biokimia yang mencerminkan

kurangnya zat besi bagi produksi hemoglobin yang normal. Pada keadaan

ini terjadi penurunan kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin

eritrosit, dan peningkatan jumlah reseptor transferin serum.

3) Tahap ketiga, defisiensi zat besi berupa anemia. Pada anemia karena

defisiensi yang berat, kadar hemoglobinnya kurang dari 7 g/dl

(vijayaraghavan, 2004).

2.2.7 Patofisiologi Anemia

Berdasarkan patogenesisnya, anemia digolongkan dalam 3 kelompok

(Wintrobe at all, 1999) yaitu:

1) Anemia karena kehilangan darah

Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu

banyaknya sesl-sel darah merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat

dari kecelakaan dimana perdarahan mendadak dan banyak jumlahnya,

yang disebut perdarahan ekternal.Perdarahan dapat pula disebabkan

(50)

2) Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah

Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi karena

bibit penyakit atau parasit yang masuk kedalam tubuh, seperti malaria

atau cacing tambang, hal ini dapat menyebabkan anemia hemolitik.Bila

sel-sel darah merah rusak dalam tubuh, zat besi yang ada di dalam tidak

hilang tetapi dapat digunakan kembali untuk membentuk sel-sel darah

merah yang baru dan pemberian zat besi pada anemia jenis ini kurang

bermaanfaat.Sedangkan asam folat dirusak dan tidak dapat digunakan

lagi oleh karena itu pemberian asam folat sangat diperlukan untuk

pengobatan anemia hemolitik ini.

3) Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah

Sumsum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah

yang baru sama cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang

hilang, sehingga jumlah sel darah merah yang dipertahankan selalu

cukup banyak di dalam darah, dan untuk mempertahakannya diperlukan

cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zar gizi dalam jumlah yang

cukup akan terjadi gangguan pembentukan sel darah merah baru.

Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah, dapat

timbul karena, kurangnya zat gizi penting seperti zat besi, asam folat,

asam pantotenat, vitamin B12, protein kobalt, dan tiamin, yang

kekurangannya biasa disebut anemia gizi. Selain itu juga kekurangan

eritrosit, infiltrasi sum-sum tulang, kelainan endokrin dan penyakit

(51)

2.3 Anemia Gizi Besi

2.3.1 Pengertian Anemia Gizi Besi

Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted

iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin

berkurang (Bakta, 2006). Anemia gizi besi merupakan tahap defisiensi besi

yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi

besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin

atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).

2.3.2 Standar Penentu Anemia Gizi Besi

Untuk mendeteksi keadaan anemia seseorang, parameter yang biasa dan

telah digunakan secara luas adalah hemoglobin (Hb), karena pada umumnya

tujuan dari berbagai penelitian adalah menetapkan prevalensi anemia dan bukan

prevalensi kurang besi.Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada

sel darah merah.Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml

darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah.

Kandungan hemoglobin yang rendah mengindikasikan anemia (Supariasa, dkk.,

(52)
[image:52.612.114.535.93.515.2]

Tabel 2.1

Standar Penentu Anemia Gizi Besi

Kelompok Umur Hb dalam darah (g/dl)

6bulan- 5tahun

6-18 tahun

Wanita dewasa

Wanita hamil

Laki-laki dewasa

<11

<12

<12

<11

<13

Sumber: Sukirman (1999/2000) dalam (Yayuk Farida dkk,2004: 22)

2.4 Hemoglobin

2.4.1 Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas

(daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk

oxihemoglobin di dalam sel darah merah.Dengan melalui fungsi ini maka

oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Pearce, 2009).

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang

dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka

protoperphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah

karena Fe ini.Eryt Hb berikatan dengan karbondioksida menjadi karboxy

hemoglobindan warnanya merah tua.Darah arteri mengandung oksigen dan

darah vena mengandung karbondioksida (Depkes RI dalam Widayanti,

(53)

Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk

bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian

heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida.Heme adalah suatu

derivat porfirin yang mengandung besi.Polipeptida itu secara kolektif

disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Shinta, 2005).

2.4.2 Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh

sel tubuh, sedangkan mioglobin mengangkut dan menyimpan oksigen untuk

sel-sel otot.Besi yang ada di dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi

yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi

yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari

saluran pencernaan (Soekirman, 2000).

Hemoglobin merupakan komponen yang amat penting dalam

mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh.Fungsi utamanya adalah

dalam mengatur pertukaran O2 dan CO2 dalam jaringan tubuh yaitu

mengambil O2 dari paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh untuk

digunakan sebagai bahan bakar serta membawa CO2 dari jaringan tubuh

hasil metabolisme ke paru untuk dibuang.Hemoglobin juga turut berfungsi

(54)

2.4.3 Batas Nilai Kadar Hemoglobin (Hb)

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam

darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan

jenis kelamin (Depkes RI, 1996). Anemia menurut World Health

Organization (WHO) yang dikutip Stuart Gillespie (1996) diartikan sebagai

suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) lebih rendah dari keadaan

normal untuk kelompok yang bersangkutan. WHO telah menggolongkan

penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti di

[image:54.612.136.526.200.556.2]

bawah ini:

Tabel 2.2

Kadar Hemoglobin Normal

Usia Hemaglobin (g/dl)

Anak 6 bulan-5 tahun

Anak 5 tahun-18 tahun

Wanita dewasa

11

12

12-14

Sumber: Arisman, 2004

2.4.4 Cara Pengukuran Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam

(55)

fotoelektrik dan kalorimetrik visual dan yang banyak digunakan di lapangan

penelitian ialah hemoglobinometer digital (WHO, 2001 dalam Raptauli

2012).

Metode pengukuran kadar hemoglobin yang paling sering digunakan

di laboratorium dan paling sederhana adalah metode Sahli. Cara yang cukup

teliti dan dianjurkan oleh International Committee for Standardization in

Hematology (ICSH) adalah cara sian-methemoglobin. Pada metode ini,

hemoglobin dioksidasi olehkalium ferrosianidamenjadi methemoglobinyang

kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk

sian-methemoglobin yang berwarna merah.Intensitas warna dibaca dengan

fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan

alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Penentuan Hb dengan cara ini

memerlukan spektrofotometer yang harga dan biaya pemeliharannya mahal,

maka cara ini belum dapat dipakai secaraluas di Indonesia. Mengingat

bahwa membawa spektrofotometer dapat menyebabkan kerusakan pada

alatnya. Metode ini baik untuk dipakai dalam pemeriksaan kadar Hb di

laboratorium, namun akan mengalami kesulitan jika digunakan untuk survei

lapangan (Supariasa, dkk., 2002).

(56)

karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Kadar hemoglobin

ditentukan dari perbandingan absorbansinya dengan absorbansi standard

sianmethemoglobin. Kelebihan dari metode ini adalah cara ini sangat bagus

untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penerapan kadar

hemoglobin dengan teliti karena standar sianmethemoglobinyang

ditanggung kadarnya bersifat stabil. Kesalahan cara ini dapat mencapai

kira-kira 2%. Kelemahan dari cara ini adalah kekeruhan dalam suatu sampel

darah dapat mengganggu pembacaan dalam fotokalorimeter dan

menghasilkan absorbansi dan kadar hemoglobin yang lebih tinggi dari

sebenarnya contohnya pada keadaan leukositosis dan lipemia (Wijayanti,

2005).

Cara pengukuran hemoglobin yang berikutnya adalah cara

kalorimetrik visual atau sahli. Pada cara ini hemoglobin diubah menjadi

asam hematin dengan menggunakan larutan HCl, kemudian warna yang

terjadi dibandingkan secara visual dengan standar dalam alat itu. Di

Indonesia cara sahli masih banyak digunakan di laboratorium-laboratorium

kecil yang tidak mempunyai fotokalorimeter. Tetapi, cara ini tidak begitu

dianjurkan karena bukanlah cara yang teliti dan hanya berlandaskan

pengukuran secara visual dan kesalahan cara ini adalah kira-kira 10%

(Wijayanti, 2005).

Hemoglobinometer digital merupakan metode kuantitatif yang

terpercaya dalam mengukur konsentrasi hemoglobin di lapangan penelitian

(57)

strip yang digunakan. Bahan kimia yang terdapat pada strip adalah

ferrosianida. Reaksi tindak balas akan menghasilkan arus elektrik dan

jumlah elektrik yang dihasilkan adalah bertindak balas langsung dengan

konsentrasi haemoglobin. Hemoglobinometer digital merupakan alat yang

mudah di bawa dan sesuai untuk penelitian di lapangan karena teknik untuk

pengambilan sampel darah yang mudah dan pengukuran kadar hemoglobin

tidak memerlukan penambahan reagen. Alat ini juga memiliki akurasi dan

presisi yang tinggi berbanding metode laboratorium yang standar.Alat ini

juga stabil dan tahan lasak walaupun digunakan dalam jangka masa yang

lama (Hamill, 2010)

2.5 Zat Besi

2.5.1 Pengertian Zat Besi

Zat besi merupakan microelemen yang esensial bagi tubuh.Zat ini

terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah), yaitu dalam

sintesa hemoglobin (Hb) (Achmad Djaeni, 2000).

Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, ketika tubuh

kekurangan zat besi (Fe), produksi hemoglobin akan menurun. Penurunan

(58)

sedangkan kebutuhannya lebih tinggi antara 1-2 mg zat besi secara normal

(Muryanti, 2006).

2.5.2 Zat besi dalam tubuh

Salah satu mikronutrien essensial bagi manusia adalah Fe atau zat besi

yang merupakan mineral mikro paling banyak di dalam tubuh yaitu sebanyak

3-5 gram di dalam tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan, namun

banyak penduduk di dunia termasuk Indonesia yang mengalami; kekurangan

besi (Almatsier,2002).

Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 gr

tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi di dalam

tubuh terdapat dalam haemoglobin sebanyak 1,5-3,0 gr dan sisa lainnya

terdapat di dalam plasma dan jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan

protein yang disebut transferin yaitu sebanyak 3-4 gr. Sedangkan dalam

jaringan berada dalam suatu status esensial dan bukan esensial. Disebut

esensial karena tidak dapat dipakai untuk pembentukan Hb maupun keperluan

lainnya (Soeparman, 1990).

Sedangkan menurut Guyton dan Hall (1997) Jumlah total besi dalam

tubuh rata-rata 4-5 gram, lebih kurang 65 persennya dijumpai dalam bentuk

hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk mioglobin, 1 persen dalam

bentuk macam-macam senyawa heme yang meningkatkan oksidasi

(59)

darah dan 15-30 persen terutama disimpan dalam sistem retikuloendotelial

dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin.

2.5.3 Fungsi zat besi

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini

terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam

sintesa hemoglobin (Hb) (Moehji, 1995).

Seorang ibu yang dalam masa kehamilannya telah menderita kekurangan zat

besi tidak dapat memberi cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang

cukup untuk beberapa bulan pertama. Meskipun bayi itu mendapat air susu dari

ibunya, tetapi susu bukanlah bahan makanan yang banyak mengandung zat besi

karena itu diperlukan zat besi untuk mencegah anak menderita anemia (Arifin,

2000).

2.5.4 Metabolisme zat besi

Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen.Hanya Fe++

ini yang diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh

maka tubuh memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk

(60)

dalam mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke

dalam darah bila ia berikatan dengan -globulin yang ada dalam plasma.

Gabungan Fe dengan -globulin disebut ferritin.

Apabila semua -globulin dalam plasma sudah terikat Fe (menjadi

feritin) maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke

dalam plasma dan turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas

dan diganti dengan sel baru.Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferrin

dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritoblas dalam sumsum

tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin.

Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sumsum

tulang sebagai ferritin.Besi yang terikat pada -globulin selain berasal dari

mukosa usus juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk

ke dalam jaringan limpa untuk kemudian terikat pada -globulin (menjadi

transferin) dan kemudian ikut aliran darah ke sum-sum tulang untuk

digunakan eritoblas membentuk hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai

pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh karena itu apabila

terjadi kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemi sehingga aktivitas

tubuh terutama daya berpikir akan menurun (Kuntarti, 2009).

2.5.5 Kebutuhan zat besi

Kebutuhan zat besi yang diserap berbeda-beda antara individu, umur, jenis

kelamin dan kondisi fisiologis.secara umum,kebutuhan zat besi yang diserap

(61)
[image:61.612.140.506.105.683.2]

Tabel 2.3 Kebutuhan Zat Besi

Umur / Jenis Kelamin Mg 0-6 bulan

7-11 bulan

1-3 tahun

4-6 tahun

7-9 tahun

Laki-laki

10-12 tahun

13-15

16-18

19->80

Wanita

10-12 tahun

13-15

16-18

19-29

-7

8

9

10

13

19

15

13

20

26

26

(62)

Kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak daripada orang

dewasa apabila dihitung bedasarkan kg berat badan. Bayi yang berumur dibawah

1 tahun dan anak yang berumur 6-16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama

banyaknya dengan laki-laki dewasa. Anak-anak sejak bayi sampai remaja

memerlukan zat besi untuk pertumbuhan dan meningkatkan massa sela darah

serta mengganti sel darah yang hilang (Soemantri, 2005).

Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang

hilang melalui tinja, air kencing dan kulit.Jumlah zat besi yang hilang sangat

bervariasi untuk setiap orang. Pada orang yang mempunyai simpanan zat besi

tinggi,maka zat besi yang dikelurkan dari tubuh juga tinggi, sebaliknya

orang-orang yang anemia jumlah zat besi yang dikeluarkan tubuh adalah rendah. Pada

bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan maka kebutuhan zat

besi diperlukan untuk pertumbuhan jaringan tubuh (DeMaeyer, 1995). Kecukupan

zat besi rata-rata yang dianjurkan per orang per hari ditunjukkan pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Zat Besi yang dianjurkan (perhari)

(63)
(64)

2.6 Fasilitator Absorbsi Zat Besi

Fasilitator absorpsi zat besi yang paling terkenal adalah asam askorbat

(vitamin C) yang dapat meningkatkan absorpsi zat besi non heme secara

signifikan. Jadi, buah kiwi, jambu biji, dan jeruk merupakan produk pangan

nabati yang meningkatkan absorpsi besi. Faktor-faktor yang ada di dalam daging

juga memudahkan absorpsi besinon heme(vijayaraghavan, 2004).

2.7 Penghambat Absorbsi Zat Besi

Penghambat zat besi meliputi kalsium fosfat, bekatul, asam fitat, dan

polifenol. Asam fitat banyak terdapat dalam sereal dan kacang-kacangan

merupakan faktor utama yang bertanggung jawab atas buruknya ketersediaan

hayati zat besi dalam jenis makanan ini. Karena serat pangan sendiri tidak

menghambat absorpsi besi, efek penghambat pada bekatul semata-mata

disebabkan oleh keberadaan asam fitat. Perendaman, fermentasi, dan

perkecambahan biji-bijian yang menjadi produk pangan akan memperbaiki

absorpsi dengan mengaktifkan enzim fitase untuk menguraikan asam fitat.

Polifenol (asam fenolat, flavonoid, dan produk polimerisasi) terdapat

dalam teh, kopi, dan anggur merah. Tanin yang terdapat dalam teh hitam

merupakan jenis penghambat paling paten dari semua inhibitor di atas. Kalsium

yang dikonsumsi dalam produk susu seperti susu atau keju juga dapat

menghambat absorpsi besi. Namun demikian, komponen lainnya, terutama

(65)

mengimbangi efek penghambat pada polifenol dan kalsium (vijayaraghavan,

2004).

2.8 Metode Penilaian Konsumsi Gizi

Menurut Cameron and Van Staveren dalam Herviani (2004) FFQ (Food

Frequency Questionnaire) merupakan metode/cara food frekuensi biasanya

kualitatif mengggambarkan frekuensi konsumsi per hari, minggu atau bulan.

Metode food frekuensi yang telah dimodifikasi dengan memperkirakan atau

astimasi URT dalam gram dan cara memasak dapat dikatakan dengan metode

yang kuantitatif (FFQ semi kuantitatif).

Pada FFQ semi kuantitatif skor zat gizi yang terdapat disetiap subjek

dihitung dengan cara mengalikan frekuensi relatif setiap jenis makanan yang

dikonsumsi yang diperoleh dari data komposisi yang tepat (Van Steveren at al,

19986 dalam Gibson, 2000)

Kelebihan metode food frekuensi antara lain: relatif murah, sederhana,

dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak memerlukan latihan khusus dan

dapat membantu menjelaskan hubungan penyakit dan kebiasaan makan.

Kekurangan metode food frekuensi antara lain: tidak dapat menghitung intake zat

(66)

2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada Remaja Putri Menurut Junadi (1995), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya

anemia, yaitu :

1. Sebab langsung, yaitu karena ketidakcukupan zat besi dan infeksi penyakit.

Kurangnya zat besi dalam tubuh disebabkan karena kurangnya asupan

makanan yang mengandung zat besi, makanan cukup, namun bioavailabilitas

rendah, serta makanan yang dimakan mengandung zat penghambat absorpsi

besi. Infeksi penyakit yang umumnya memperbesar resiko anemia adalah

cacing dan malaria.

2. Sebab tidak langsung, yaitu rendahnya perhatian keluarga terhadap wanita,

aktifitas wanita tinggi, pola distribusi makanan dalam keluarga dimana ibu

dan anak wanita tidak menjadi prioritas.

3. Sebab mendasar yaitu masalah ekonomi, antara lain rendahnya pendidikan,

rendahnya pendapatan, status sosial yang rendah dan lokasi geografis yang

sulit. Menurut Depkes (2003), penyebab anemia pada remaja putri dan wanita

adalah :

a. Pada umumnya konsumsi makanan nabati pada remaja putri dan wanita

tinggi, dibanding makanan hewani sehingga kebutuhan Fe tidak

terpenuhi.

b. Sering melakukan diet (pengurangan makan) karena ingin langsing dan

mempertahankan berat badannya.

c. Remaja putri dan wanita mengalami menstruasi tiap bulan yag

(67)

2.7.1 Sosial Ekonomi 2.7.1.1 Pengetahuan

Notoatmodjo (1997) menyatakan bahwa hubungan konsep pengetahuan,

sikap dan perilaku dalam kaitannya dengan suatu kegiatan tidak dapat

dipisahkan. Adanya pengetahuan baru akan menimbulkan respon batin dalam

bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya, kemudian akan

mempengaruhi niatnya untuk ikut serta dalam suatu kegiatan yang akan

diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan. Menurut Engel et al. (1994) faktor

internal yang menjadi ciri perbedaan individu yaitu pengetahuan dan sikap

yang akan mempengaruhi perilaku.

Notoatmodjo (1997) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan

dari akibat proses penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan tersebut

sebagian besar dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian

pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan

alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.

Pengetahuan gizi adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali

kandungan gizi makanan, sumber serta kegunaan zat gizi tersebut didalam

tubuh. Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk

(68)

Kelompok remaja masih berada pada proses belajar sehingga lebih mudah

menyerap pengetahuan sebagai bekal di masa datang (Saraswati, 1997).

Penelitian Dadin (2006) dalam Yasmin (2012) menguatkan teori diatas,

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan

kejadian pada remaja putri, yang mana remaja putri dengan pengetahuan gizi

rendah memiliki resiko 2,86 kali menderita anemia dibandingkan dengan

remaja putri yang pengetahuan gizinya baik.

2.7.1.2 Pendidikan

Pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau

mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka, bagaimana

menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan

kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bila sakit dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2003). Faktor pendidikan dapat mempengaruhi

status anemia seseorang sehubungan dengan pemilihan makanan yang

dikonsumsi. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi

pengetahuan dan informasi tentang gizi yang lebih baik dibandingkan

seseorang yang berpendidikan lebih rendah (Permaesih, 2005

Gambar

Tabel 2.1Standar Penentu Anemia Gizi Besi
Tabel 2.2Kadar Hemoglobin Normal
Tabel 2.3 Kebutuhan Zat Besi
Tabel 2.5 Kandungan Zat Besi dalam Bahan Makanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

dengan kejadian anemia dapat disimpulkan bahwa ibu hamil yang patuh mengkonsumsi tablet Fe memiliki resiko kejadian anemia lebih rendah dibandingkan ibu hamil yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Negeri 1 Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes adalah

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Anemia Pada Remaja Putri di Wilayah Kerja Depok Tahun 2011 (Analisis Data Sekunder Survai Anemia Remaja Putri Dinas Kesehatan Kota

Hal ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi asupan zat inhibitor dengan kejadian anemia gizi besi pada remaja putri di SMPN 9

i HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN, FE DAN TABLET TAMBAH DARAH DENGAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SLTPN 1 MENUI KABUPATEN MOROWALI SKRIPSI Disusun Sebagai Salah

68 LAMPIRAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI, PROTEIN, Fe DAN TABLET TAMBAH DARAH DENGAN STATUS ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SLTPN 1 MENUI KABUPATEN MOROWALI

2, April 2019 151 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMK ANALISIS KIMIA NUSA BANGSA KOTA BOGOR TAHUN 2018 Prawira

Konsumsi Inhibitor Sebagai Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putri Inhibitor merupakan jenis makanan yang dapat menyebabkan penyerapan Zat besi.. Makanan yang termasuk inhibitor