Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Agus Moh Robbieth Abrory
Umur : 24 Tahun
Tempat Tanggal Lahir : Ponorogo, 30 November 1991 Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jln. Raden Tosono, Tosanan, Kauman, Kab. Ponorogo, Prov. Jawa Timur
No. Telepon / HP : 082218127497
E-mail : abroryrobbieth@gmail.com
Menerangkan dengan sebenarnya:
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tamatan : SD Negeri Tosanan, Kab. Ponorogo 1998-2004, Berijasah
2. Tamatan : SMP Negeri 1 Badegan, Kab. Ponorogo , 2004-2007, Berijasah
3. Tamatan : SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT RSBI Kab. Jombang, 2007-2010, Berijasah
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya:
Saya yang bersangkutan,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ponorogo adalah salah satu kawasan yang berada di wilayah
administratif provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini terletak di koordinat 111° 17’ - 111° 52’ BT dan 7° 49’ - 8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut dan memiliki
luas wilayah 1.371,78 km². Wilayah yang berada di selatan kota
Madiun ini adalah salah satu wilayah bersejarah yang ada di
Indonesia. Kota Ponorogo juga dikenal dengan julukan Kota Reog,
karena yang terkenal dari daerah ini adalah kesenian Reog Ponorogo.
Reog adalah salah satu tari yang sangat terkenal di Indonesia maupun
di mancanegara. Tarian ini berupa dadap merak (barongan) dengan
berat ± 60 kg yang dimainkan dengan cara digigit oleh seorang
pemain. Tarian ini biasanya dimainkan oleh 30 orang yang dibagi atas
beberapa kelompok.
Sejarah dan asal usul terjadinya Reog dalam cerita masyarakat
Ponorogo terdapat dua versi yaitu;
Pertama, pada masa kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh prabu
Brawijaya V, Ki Ageng Kutu atau dikenal juga sebagai Ki Demang
Suryo Ngalam, penguasa kerajaan Wengker yang berada di lereng
gunung Wilis menyindir sang prabu karena terlalu lemah dan tunduk
kepada istrinya yang merupakan putri keturunan Champa, sekarang
daerah semenanjung Malaya. Ki Demang berpendapat bahwa raja
tidak punya wibawa dan tidak bisa menjadi panutan bagi rakyatnya
karena terlalu tunduk terhadap kekuasaan istri. Sindiran Ki Demang
Suryo Ngalam ini kemudian dijadikan sebuah karya berupa kepala
macan yang diatasnya terdapat burung merak.
Kedua adalah berupa cerita legenda yang mengisahkan tentang
usaha Prabu Klono Sewandono, penguasa kerajaan Bantar Angin,
putri kerajaan Kediri, yaitu Dewi Songgo Langit. Usaha prabu Klono
Sewandono ini dibantu oleh patihnya yang sakti namun jenaka yaitu
patih Bujang Ganong.
Banyaknya orang yang melamar Dewi Songgo Langit menjadi
pendamping hidup, membuat putri kerajaan Kediri ini memberikan
syarat kepada orang yang melamarnya. Ada empat syarat yang
diajukan oeh Dewi Songgo Langit. Pertama adalah calon suami harus
mampu membuat terowongan yang menembus gunung Wilis sehingga
Kediri dan Ponorogo dapat terhubung langsung. Kedua adalah harus
menyediakan 144 kuda kembar yang ditunggangi oleh pemuda dan
pemudi yang rupawan. Ketiga adalah membawa binatang yang
berkepala dua dan yang terakhir adalah membuat tontonan yang
belum pernah ada di muka bumi ini.
Beratnya syarat yang diajukan oleh sang putri membuat pelamar
hanya tersisa dua yaitu Prabu Klono Sewandono dan raja Singo
Barong, penguasa gunung Lawu. Wujud raja Singo Barong seperti
singa dan selalu membawa merak diatas kepalanya membuatnya
terlihat garang. Namun ia melakukan cara yang licik untuk memenuhi
syarat tersebut. Ia selalu memata- matai prabu Klono Sewandono.
Mengetahui hal tersebut, prabu Klono sangat marah dan akhirnya
mengumpulkan prajuritnya untuk berperang melawan raja Singo
Barong. Peperangan sengit pun tidak terelakkan. Prabu Klono
Sewandono dengan senjatanya berupa pecut Samandiman akhirnya
dapat mengalahkan raja Singo Barong. Penguasa gunung Lawu ini
akhirnya tunduk setelah prabu Klono Sewandono menjadikan burung
merak yang selalu bertengger diatas kepala Singo Barong tidak dapat
lepas. Wujud ini akhirnya dijadikan sebagai pelengkap syarat Dewi
Songgo Langit yaitu mencari hewan berkepala dua serta tontonan
yang belum pernah ada di dunia.
Namun, perkembangan teknologi dan komunikasi pada saat ini
membawa banyak perubahan terhadap masyarakat Indonesia dalam
reog itu sendiri. Perkembangan ini malah membuat masyarakat
enggan untuk mempelajari kesenian dan budaya yang ada di
Indonesia, salah satunya Reog Ponorogo karena dianggap sudah
ketinggalan zaman. Hal inilah yang membuat negara lain dengan
mudah mengklaim warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia
ini menjadi miliknya. Namun seiring perkembangan waktu dan mulai
adanya kesadaran masyarakat terhadap penjagaan warisan budaya
nenek moyang Indonesia ini, Reog Ponorogo yang dahulunya hanya
dipelajari oleh segelintir orang, sekarang mulai dipelajari oleh semua
kalangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, antusias orang
yang ingin mempelajari seni tari Reog Ponorogo tidak sebanding
dengan fasilitas yang ada.
Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk merancang sebuah
bangunan yang dapat menjadikan kesenian Reog Ponorogo dengan
1.2 Maksud
1. Menambah wawasan dan apresiasi masyarakat terhadap seni
Reog Ponorogo.
2. Mengorganisir kegiatan pelatihan Reog yang berada di Kabupaten
Ponorogo
3. Mencetak kader muda yang memiliki wawasan tentang Reog
Ponorogo.
1.3 Tujuan
1. Penyebaran informasi dan promosi mengenai berbagai hal yang
menyangkut Reog.
2. Menciptakan sarana pendidikan dan latihan bagi pemuda-dan
pemudi pilihan untuk mempelajari Tari Reog Ponorogo Secara
Intensif.
3. Menyediakan wadah penyelenggaraan kegiatan Reog Ponorogo
bagi seniman Reog yang ada di kabupaten Ponorogo.
4. Menyediakan fasilitas hiburan indoor dan fasilitas pendidikan seni
tari bagi masyarakat.
1.4 Kerangka Berpikir
Gambaran tentang kerangka berpikir alur dari rancangan yang
dikerjakan sebagai berikut
PROYEK
PADEPOKAN SENI REOG PONOROGO
STUDI BANDING & LITERATUR
ANALISA MASALAH
SKEMATIK PERANCANGAN KONSEP
HASIL PERANCANGAN TEMA
POTENSI
FUNGSI BANGUNAN
PENDIDIKAN & PARIWISATA
1.5 Lingkup Pembahasan
Mengingat luasnya lingkup masalah yang berkaitan dengan seni
budaya termasuk seni Reog Ponorogo, maka penulis membatasi
masalah tersebut dalam beberapa aspek lingkup pembahasan.
Pembahasan tersebut antara lain;
Lingkup Padepokan Seni Reog Ponorogo secara keseluruhan yang berkaitan dengan ruang serta fungsi secara arsitektural dan
hubungannya dengan fungsi wilayah serta lingkungan sekitar area
perancangan.
Lingkup kesenian dalam Padepokan Seni Reog Ponorogo berupa area serta wadah pertunjukkan Reog Ponorogo beserta
penunjangnya.
Lingkup Pendidikan dalam Padepokan Reog berupa tempat berlatih berupa kelas dan juga wawasan mengenai Reog itu sendiri, baik
berupa galeri ataupun perpustakaan.
1.6 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika yang dilakukan dalam penulisan laporan ini adalah
sebagai berikut;
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan, kerangka berfikir, lingkup dan pembahasan, serta kerangka
berfikir data dan sistematika penulisan Laporan.
BAB II Deskripsi Proyek
Bab ini berisi uraian tentang uraian tentang lokasi proyek,
peraturan-peraturan kawasan proyek serta literatur dan studi
BAB III Elaborasi Tema
Bab ini berisi deskripsi elaborasi tema pengertian tema yang
berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan serta deskripsi
analisa kawasan proyek serta daerah yang akan di bangun.
BAB IV Analisa dan Identifikasi Masalah
Bab ini berisi analisis kondisi lingkungan yang berkaitan dengan
masalah dan potensi yang ada. Hal ini akan menjadi acuan untuk
menerapkan konsep bangunan yang akan dirancang.
BAB V Konsep Perancangan
Bab ini berisi konsep perancangan yang diambil berdasarkan
kolaborasi analisa masalah dan potensi lingkungan serta tema
perancangan. Konsep ini meliputi konsep arsitektural, konsep
lansekap, konsep struktur, konsep utilitas dan konsep arsitektur
berkelanjutan.
BAB VI Hasil Perancangan
Bab ini memuat dan menjelaskan hasil perancangan meliputi
site plan, blok plan, bentukan massa bangunan, perspektif interior
BAB II
DESKRIPSI PROYEK
2.1 Deskripsi Umum
2.1.1 Lokasi Proyek
Proyek : Padepokan Seni Reog Ponorogo
Tema : Culture and Nature in Harmony
Sifat Proyek : Fiktif
Fungsi : Pendidikan dan Pariwisata
Lokasi : Jl. Soekarno-Hatta, Kec. Babadan
Kab. Ponorogo, Provinsi Jawa Timur
KDB : 30 %
KLB : 1
Pemilik : Pemerintah Kota Ponorogo
Sumber Dana : APBD dan APBN
Gambar 2.1 Site
Gambar 2.1 menjelaskan tentang lokasi proyek yang berada di jalan
Soekarno-Hatta yang menjadi jalur utama menuju kabupaten
Ponorogo dari jalur lintas provinsi yang melewati Madiun.
2.1.2 Peraturan Kawasan berdasarkan RTRW Kab. Ponorogo
Pasal 58 RTRW Kab. Ponorogo
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan
sebagaimana dimaksud meliputi :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman;
h. kawasan peruntukan cadangan lahan;
i. kawasan hutan rakyat; dan
Gambar 2.2 Kawasan Strategis Kab. Ponorogo
j. kawasan peruntukan lainnya
Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan
peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f meliputi :
a. kegiatan yang diizinkan adalah kunjungan atau
pelancongan, olahraga dan rekreasi, pertunjukan dan
hiburan, komersial, menginap/bermalam,
pengamatan, pemantauan, pengawasan dan
pengelolaan kawasan.
b. untuk kegiatan ekoturisme pengembangan yang
dilakukan tidak bertentangan dengan fungsi kawasan
terutama pada kawasan lindung;
c. pemanfaatan permukiman, perdagangan dan jasa
serta fasilitas umum maksimum 20% (dua puluh
persen) dari luas lahan yang ada dengan KDB yang
diizinkan 30% (tiga puluh persen), KLB 30% (tiga
puluh persen) dan KDH 70% (tujuh puluh persen).
Pasal 39 RTRW Kab. Ponorogo
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 huruf f meliputi:
a. Kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
b. Kawasan peruntukan pariwisata budaya.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Kawasan Telaga Ngebel di Kecamatan Ngebel;
b. Kawasan Sendang Tirtowaluyo Jatiningsih di
Kecamatan Sooko.
c. Kawasan Air Terjun Toyamarto dan Air Terjun Pelatuk
di Kecamatan Ngebel;
d. Kawasan Hutan pada di Kecamatan Pudak;
f. Agrowisata di Kecamatan Ngebel dan Kecamatan
Ponorogo.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kawasan Larungan dan Kirab Pusaka di Kecamatan
Ponorogo;
b. Kawasan Pagelaran Wayang Khusus di Kecamatan
Ponorogo;
c. Kawasan Reog di Kecamatan Ponorogo;
d. Kawasan Masjid Tegal Sari di Kecamatan Jetis;
e. Kawasan Makam Batoro Kathong di Kecamatan
Jenangan;
f. Kawasan Situs purbakala Sukosewu di Kecamatan
Sukorejo;
g. Kawasan Makam Raden Jayengrono di Kecamata Pulung.
h. Kawasan Astana Srandil di Kecamatan Badegan.
Pasal 54 RTRW Kab. Ponorogo
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 53 huruf a
meliputi:
a. Sistem Perkotaan
b. Sistem Perdesaan
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pada sistem perkotaan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Kawasan perkotaan diperuntukan bagi kegiatan
intensitas tinggi dengan mengutamakan fungsi
perdagangan dan jasa, industri, permukiman, dan
fasilitas umum sesuai dengan karakter perkotaan di
b. Intensitas kegiatan tinggi dengan KDB, KLB dan KDH
sesuai dengan peruntukan masing-masing dengan
menyediakan RTH minimum 20% sebagai RTH publik dan
10% RTH privat.
c. pengendalian fungsi kawasan sesuai dengan peraturan
zonasi dan perkembangan yang ada pada setiap kawasan
perkotaan.
2.1.3 Kajian Teori Padepokan Seni Reog Ponorogo
2.1.3.1 Definisi Padepokan Seni
Definisi padepokan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah tempat persemadian (pengasingan diri) raja-raja di
Jawa pada masa yg lalu. Padepokan adalah tempat di mana
pemuda-pemuda “ndepok” (berguru) untuk menimba ilmu dan
berlatih keterampilan pada seorang guru yang dipercaya memiliki
ilmu dan keterampilan yang tinggi tentang sesuatu hal. “ndepok”
adalah kata kerja bahasa Jawa yang mempunyai arti tinggal di
rumah atau di tempat yang disediakan oleh sang guru dalam
jangka waktu tertentu untuk tujuan belajar pada sang guru
tersebut. Pengertian lain dari padepokan ini adalah merupakan
Tempat Kreatif Seni (sanggar seni tari, seni Lukis, Seni Beladiri,
dll ) yang ada hubungannya dengan Budaya Bangsa. Sedangkan
seni menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kemahiran
menciptakan karya yang berkualitas baik dilihat dari segi
keindahan, kehalusan, dan sebagainya; kemampuan akal dalam
menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. Dilihat dari segi
pengertian secara harfiah padepokan seni dapat diartikan sebagai
sebuah wadah pelatihan untuk menciptakan suatu karya yang
berkualitas baik dilihat dari segi keindahan, kehalusan serta
wadah bagi seseorang untuk menciptakan sesuatu yang bernilai
Padepokan seni menurut definisi lain merupakan
suatu wadah yang mampu menghasilkan sumber daya
manusia yang kreatif, inovatif dan profesional di bidang seni.
Dapat juga diartikan sebagai tempat mengajarkan berbagai
macam bentuk kesenian. Aktivitas yang terdapat di
dalamnya melatih, berlatih, dan mengembangkan salah satu
atau beberapa kesenian.
Padepokan seni secara umum merupakan tempat
dimana seorang seniman dapat terus berkarya dan
mengembangkan karyanya serta mampu berbagi atau
bertukar ilmu seni, yang di dalamnya terdapat interaksi yang
baik dan saling menguntungkan berhubungan dengan
kesenian.
Dengan demikian, padepokan seni Reog Ponorogo
adalah tempat untuk mengajarkan, mengembangkan dan
melestarikan seni Reog Ponorogo melalui metode
2.1.3.2 Arsitektur Tradisional Jawa
Arsitektur tradisional ialah suatu bangunan yang bentuk,
struktur, fungsi, ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan
secara turun temurun serta dapat dipakai untuk melakukan
aktivitas kehidupan dengan sebaik- baiknya. Kebudayaan dilihat
dari segi bahasa, berasal dari kata budaya yang berarti suatu
cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Arsitektur Jawa adalah arsitektur yang lahir, tumbuh dan
berkembang, didukung dan digunakan oleh masyarakat Jawa.
Arsitektur Jawa itu lahir dan hidup karena ada masyarakat Jawa,
bahkan banyak bangunan-bangunan Jawa yang adi luhung tidak
ada yang mengetahui siapa arsiteknya. Dengan demikian
Arsitektur Jawa lebih dikenal sebagai arsitektur tanpa arsitek.
Umumnya bangunan atau rumah Jawa selalu berbentuk
simetris atau setangkup, dan kalaupun tidak simetris tapi tetap
memakai kaidah keseimbangan. Kita dapat melihat bentuk dasar
bangunan Jawa yaitu Tajug, Joglo, Limasan, dan Kampung,
yang selalu memperlihatkan citra setangkup atau seimbang.
Bentuk Tajug dan Joglo seolah-olah memiliki titik sentrum atau
titik pusat dan memiliki arah memusat ke atas atau vertikal.
Dengan demikian kedua bentuk bangunan ini biasanya
digunakan untuk mewadahi aktifitas-aktifitas yang bersifat suci
dan sakral atau yang memerlukan kewibawaan atau bersifat
monumental.
Sedangkan untuk bangunan yang berbentuk Limasan dan
Kampung tidak memiliki titik sentrum dan bahkan lebih menonjol
memiliki arah menyamping atau horizontal. Kedua bentuk
bangunan ini umumnya justru digunakan untuk mewadahi
Bentuk bangunan atau rumah Jawa itu hanya ada 5 (lima)
jenis yang mudah dihafal dan dikenali, yaitu:
1) Joglo;
Arsitektur tradisional Jawa juga memiliki ciri ayom. Ayom dapat
diartikan sebagai teduh dan terlindung. Dalam hal ini arsitektur
Jawa dimaksudkan sebagai:
1) Teduh dan rindang: bagaikan pohon beringin yang kokoh
berdiri di alam tropis yang lembab ini. Kehadirannya dapat
memberikan keteduhan dan kesegaran udara yang sehat namun
tidak membuat masukm angin
2) Terlindung/ terhindar dari kekuatan metafisika: yang
merugikan Arsitektur Jawa diciptakan untuk keserasian antara alam
jagad raya (macro cosmos) dengan alam manusia (micro cosmos).
Kekuatan-kekuatan yang jahat diusahakan untuk
ditolak/disingkirkan atau dikendalikan sesuai dengan kodrat dan
kemampuan manusia. Dengan demikian arsitektur Jawa itu
tanggap terhadap kekuatan alam metafisika.
Lingkungan masyarakat Jawa yang bermata pencaharian
bidang agraris itu selalu melihat rumput itu sebagai musuh bagi
tanaman budi dayanya, sehingga manfaat rumput hanya digunakan
untuk bahan pangan bagi hewan-hewan ternak atau bahan penutup
atap. Dengan demikian halaman rumah Jawa diuopayaka untuk
terhindar dari tumbuhnya rumput ilalang. Tanah pekarangan
biasanya dilapisi dengan pasir urug agar tidak mudah becek dan
cepat menghisap air sehingga menjadi cukup keras dan kering.
seperti pohon sawo kecik. Jadi selain memberikan keteduhan,
pepohonan itu juga memberikan manfaat lain dan nilai tambah
seperti buahnya yang bisa dimakan dan/atau dijual, tampilan
pekarangan menjadi elok, beraroma harum, dan lainnya.
Alam lingkungan Jawa yang tropis diselesaikan dengan
pemberian atap sebagai mahkota dan banyaknya ruang-ruang
terbuka seperti Pendapa, Pringgitan, Kuncung dan Regol sehingga
menimbulkan kesan serasi dan menyatu dengan lingkungannya.
Penampilan bangunan juga menganut unsur keselarasan dan
keserasian. Masyarakat pada umumnya tidak akan berani membuat
dan mendiami bangunan yang berbentuk Joglo Pengrawit, Limasan
Trajumas, dan Tajug karena takut kuwalat meskipun pemilik
bangunan merasa cukup kaya, namun tidak akan bisa menyamai
kekayaan raja, maka ia akan cukup puas dengan membangun
rumah yang berbentuk Kampung, Limasan biasa dan palig tinggi
Joglo Lambang Sari. Hal ini menandakan adanya keselarasan
antara tampilan bangunan dengan srtatus pemiliknya. Bangunan
untuk raja tidak akan didirikan oleh, dan untuk rakyat kebanyakan,
2.1.4 Kebutuhan Ruang
FASILITAS NAMA RUANG FASILITAS NAMA RUANG
FASILITAS NAMA RUANG
PENGELOLA
• Lobby
• R. Direktur
• R. Wakil Direktur
• R. Ketua Yayasan
• R. Staf Yayasan
• R. Staf Administrasi
• R. Staf Keuangan
• R. Arsip
• Bagian Rumah Tangga
• Toilet
• Gudang
2.1 Studi Banding Proyek Sejenis
2.1.1 Padepokan Reog Ponorogo
Padepokan Reog Ponorogo terletak di jalan Pramuka, Kota
Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Padepokan Reog Ponorogo
adalah tempat yang digunakan untuk melakukan pagelaran berbagai
kegiatan tari di daerah Ponorogo. Padepokan ini adalah teater
pertunjukkan indoor yang juga menjadi tempat latihan utama tari dari
berbagai kelompok tari yang ada disekitar kota Ponorogo. Area
padepokan ini hanya terdiri atas satu bangunan utama serta dua
bangunan pendukung yang terlekat dibelakang.
Bangunan utama adalah teater pertunjukkan yang memiliki
luas ±120 m² serta dikelilingi panggung penonton yang dapat
menampung ±500 orang penonton. Bangunan pendukung lainnya
adalah bangunan yang digunakan untuk rapat dan juga gudang
tempat untuk menyimpan berbagai kelengkapan tari Reog. Gambar 2.3 Panggung Utama Padepokan
Reog Ponorogo
Arsitektur Padepokan Reog Ponorogo ini memadukan unsur
tradisional dan juga unsur modern. Perpaduan ini terletak pada
bentuk bangunan dan juga material yang digunakan. Panggung
utama yang dipergunakan sebagai tempat untuk pertunjukkan ditutup
dengan atap dom dengan struktur bentang lebar.
Gambar diatas menunjukkan Tribun penonton dari Padepokan
Reog Ponorogo. Terdapat banyak kolom pada bangunan tribun ini,
sehingga pandangan penonton kearah panggung terganggu.
Padepokan Reog Ponorogo ini, walaupun bernama
padepokan namun didalamnya tidak terdapat tempat untuk berguru,
sebagaimana padepokan pada umumnya yang terdapat asrama
maupun fasilitas pendidikan yang lainnya. Padepokan Reog
Ponorogo ini hanyalah tempat pertunjukkan dan juga tempat latihan
seni tari. Oleh karena itu, setiap harinya padepokan ini sepi dan
hanya digunakan jika ada yang ingin berlatih tari ditempat ini. Gambar 2.4 Tribun Penonton Padepokan Reog
Ponorogo
2.1.2 Padepokan Pencak Silat Nasional
Padepokan Pencak Silat Indonesia sebagai suatu
kompleks terdiri dari sembilan bangunan, dengan luas total
8.781,21 m2 dan luas selasarnya : 5.037.94 m2.
Masing-masing bangunan mempunyai nama tersendiri, yakni :
Pendopo Agung, Pondok Gedeh, Pondok Serbaguna,
Pondok Pengobatan, Pondok Pustaka, Pondok Penginapan,
Pondok Meditasi, Pondok Pengelola Pencak Silat dan
Mushola.
1. Pendopo Agung.
Luas pendopo ini : 359,98 m2 dengan selasarnya
seluas 107,25 m2. Pendopo ini berfungsi sebagai
tempat untuk menerima tamu-tamu VIP PnPSI.
2. Pondok PERSILAT.
Pondok ini terdiri dari 2 lantai. Luas lantai bawah
302,56 m2, luas lantai atas 1.244,56 m2 dan luas Gambar 2.5 Pendopo Padepokan Pencak Silat TMII
selasarnya 237,38 m2. Keseluruhan bangunan pondok
dilengkapi dengan WC dan urinoir.
3. Pondok IPSI.
Pondok ini terdiri dari 2 lantai dengan luas total : 520
m2. Lantai atas digunakan untuk kantor Ketua Umum
dan Ketua Harian PB IPSI serta ruang rapat yang
berkapasitas 30 orang. Lantai bawah digunakan untuk
kantor Sekum dan Sekretariat PB IPSI serta kantor
Pengda IPSI DKI Jakarta. Seluruh ruangan di pondok ini
ber-AC serta dilengkapi dengan WC dan urinoir.
4. Pondok Pustaka.
Pondok ini mempunyai 3 lantai. Lantai dasar luasnya
847,02 m2 dan luas selasarnya 35,41 m2, luas lantai
I-nya 766,26 m2 dan luas lantai II-I-nya 470,46 m2. Lantai
dasar untuk ruang kantor pengelola, termasuk Kepala
Pondok Pustaka, ruang pertemuan berkapasitas 30
orang dan perpustakaan berkapasitas 18.000 buku.
Fasilitas perpustakaan meliputi ruang baca, ruang
referensi dan ruang audio-visual. Lantai I dan II untuk
musium yang menyajikan berbagai bukti materiial dan
ilustrasi yang menyangkut Pencak Silat. Pondok ini
5. Pondok Penginapan.
Pondok ini mempunyai 4 lantai. Luas lantai
dasarnya 898,40 m2 dengan selasarnya seluas 627,25
m2, luas lantai I-nya 688,45 m2 dengan selasarnya
seluas 454,58 m2, luas lantai II-nya 705,25 m2 dengan
selasarnya seluas 461,06 m2 dan luas lantai III-nya
705,25 dengan selasarnya seluas 499,94 m2. Pondok ini
mempunyai 96 kamar standar untuk 5 orang dan 40
kamar VIP untuk 1 dan 2 orang. Masing-masing kamar
mempunyai fasilitas AC, televisi, kamar mandi dan WC.
2.1.3 Padepokan Seni Mayang Sunda
Gambar 2.6 Padepokan Seni Mayang Sunda
Padepokan Seni Mayang Sunda yang terletak di jalan Peta,
Kota Bandung merupakan salah satu tempat pertunjukkan yang
sering dikunjungi oleh warga. Tempat ini difungsikan secara gratis
menjadi tempat diskusi, aneka seni permalam Minggu dan
event-event yang lainnya. Dengan bobot 70% seni tradisi, dan 30% seni
kontemporer. Padepokan yang terletak di Jalan Peta No. 209
Bandung ini diharapkan dapat memfasilitasi komunitas masyarakat
dalam rangka pemberdayaan seni budaya. UPT Padepokan Seni
Mayang Sunda biasanya menyambut wisatawan dengan suguhan
even-even seni tradisional dan kontemporer.
Persiapan seni pertunjukan di Padepokan Seni Mayang Sunda
terus dilaksanakan secara intensif. Sebanyak 25 kali gelar
pertunjukkan, respon publik sangat antusias. Prioritas di Padepokan
Seni Mayang Sunda adalah pada pertunjukkan seni tradisional untuk
menarik minat wisatawan. Padepokan seni ini tidak hanya menjadi
tempat pagelaran seni belaka, tetapi lebih jauh menjadi wadah yang
akhirnya menghasilkan pemikiran-pemikiran soal perkembangan
kasundaan. Salah satu cara untuk menjadikan Padepokan Seni
Mayang Sunda sebagai pusat kebudayaan, adalah pertunjukan seni
pada setiap hari Sabtu dan Minggu. Kreasi seni yang akan digelar di
Padepokan Seni Mayang Sunda tersebut, tidak hanya seni
tradisional saja, tapi juga menampilkan kreasi seni kontemporer dan
BAB III
ELABORASI TEMA
3.1 Pengertian Tema
Tema yang diangkat pada proyek yang sedang dikerjakan adalah “Culture and Nature in Harmony”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia harmoni adalah paduan keselarasan, perpaduan
antara keyakinan dan tingkah laku, menghormati, menyayangi apa
yang ada, merangkum, mensinerjikan dan menyelaraskan segala
macam perbedaan di lingkungan.
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang
agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya,
karsa dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang
hanya ada pada manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya
adalah hasil dari aktualisasi diri manusia terhadap suatu lingkungan
kehidupannya, maka kebudayaan mempunyai banyak ragam sesuai
dengan aktualisasi diri masing-masing dalam sebuah daerah.
Nature atau alam dalam arti luas setara dengan dunia fisik atau
dunia materi, hal ini berkisar dalam skala subamotik sampai kosmik.
Pengertian lain alam adalah lingkungan yang tidak ada didalamnya
kegiatan seorang manusiapun. Selain itu arti dari alam adalah
permukaaan bumi yang sepi dari aktifitas manusia sehingga dapat
melindungi hewan ataupun makhluk yang lain didalamnya.
Dengan demikian arti dari Culture and Nature IN Harmony
adalah keselarasan antara tingkah laku dengan alam sekitarnya yang
3.2 Interpretasi Tema
Tema Culture and Nature in Harmony diambil berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang akan dijelaskan pada bagan
berikut;
Gambar diatas menjelaskan tentang bagaimana tema ini diambil.
Padepokan Seni Reog yang akan dibangun harus menjelaskan secara
detail bagaimana dan dimana seni Reog itu lahir. Selain itu, bangunan
yang akan dibangun harus mempresentasikan daerah. Dengan
demikian, Padepokan seni Reog yang merupakan tempat untuk
belajar dan pariwisata harus memakai arsitektur tradisional Jawa,
utamanya adalah Jawa Timur. Hal ini dikarenakan banyak dari
wisatawan yang senang terhadap nilai-nilai asli dari suatu daerah. Padepokan Seni Reog
Arsitektur yang akan dirancang tidak hanya berdasarkan
pertimbangan budaya, namun bangunan ini dibangun sekaligus
sebagai solusi terhadap masalah yang berkaitan dengan keadaan
seni Reog Ponorogo itu sendiri. Seni Reog Ponorogo, yang selama ini
dikenal karena keangkeran dan kesakralan yang meliputinya semakin
terkikis oleh zaman.
Penerjemahan dari tema perancangan ke konsep- konsep
perancangan didasarkan pada hal-hal yang berkaitan antara lain
dengan arsitektur tradisional Jawa, baik secara filosofis maupun
secara sosok bangunan. Selain itu juga penerjemahan tema ke
konsep arsitektur berdasarkan konsep arsitektur berkelanjutan
(Sustainability) yang mempertimbangkan kelestarian alam sekitar,
sehingga timbal balik antara manusia dengan alam, manusia dengan
arsitektur, maupun arsitektur dengan alam tetap seimbang.
Dengan demikian, maka dapat diartikan bahwa tema Culture and
Nature in Harmony adalah keselarasan antara alam, bangunan dan
juga manusia sebagai pelaku budaya. Lebih jauh lagi, pemakaian
tema ini dimaksudkan untuk menciptakan ketenangan untuk olah laku,
olah rasa maupun olah jiwa utamanya bagi pelaku seni Reog
3.3 Studi Banding Tema Sejenis
3.3.1 Saung Angklung Udjo
Saung Angklung Udjo (SAU) adalah suatu tempat yang
merupakan tempat pertunjukan, pusat kerajinan tangan dari bambu,
dan workshop instrumen musik dari bambu. Tujuan utama SAU
sebagai laboratorium kependidikan dan pusat belajar untuk
memelihara kebudayaan Sunda dan khususnya angklung.
Gambar diatas menjelaskan tentang tata letak massa
bangunan dari Saung Angklung Udjo. Massa bangunan di SAU
dibangun secara periodik tanpa perencanaan yang matang.
Meskipun begitu, bangunan yang ada disana seluruhnya merangkul
alam sehingga antara bangunan dengan alam sekitar terlihat dan
terasa menyatu.
Gambar 3.2 Siteplan SAU
Fasilitas Saung Angklung Udjo (SAU) antara lain sebagai
berikut;
1. Bale Karesmen, Tempat yang dipakai untuk pentas seni
2. Buruan Sari Asih, Tempat untuk menikmati suasana khas Sunda.
3. Pusat Produksi Angklung
4. Sentra Penyuluhan Kehutanan
5. Saung dan Dapur Udjo
6. Ruang Latihan
7. Guest House
8. Panggung Taman Belakang
9. Souvenir Shop
3.3.2 Padepokan Seni Bagong Kussudiarja
Padepokan Seni Bagong Kussudiarja terletak didusun
Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Padepokan ini
didirikan oleh seniman Bagong Kussudiarja pada tanggal 2 oktober
1978 sebagai lembaga pendidikan kesenian non formal yang
meliputi tari, karawitan, teater, ketoprak.
Padepokan Seni Bagong Kussudiarja ini merupakan sebuah
"rumah" serta "ladang" berkesenian bagi banyak seniman serta
pemerhati bidang seni. Di tempat inilah, baik masyarakat
Yogyakarta maupun masyarakat dari luar, dapat mengapresiasi
berbagai karya seni pertunjukan lewat program-progam yang
dihadirkan oleh padepokan ini. Pada mulanya, padepokan yang
berdiri di atas tanah seluas 5.000 m² ini berawal dari tempat latihan
menari saja dan ia dirikan pada tahun 1958. Semenjak itu, begitu
banyak penari hebat yang telah dilahirkan. Kemudian dalam proses
berkesenian yang ia jalani serta keterlibatannya secara
terus-menerus dalam dunia itu, membuat Bagong ingin meciptakan
Gambar diatas menunjukkan salah satu bangunan di padepokan
seni Bagong Kussudiarja.
Para pengunjung padepokan seni milik Bagong dapat
menyaksikan berbagai kesenian di ruang pertunjukan utama.
Ruang pertunjukan utamanya menyerupai pendapa membuat
pengunjung merasa tidak lepas dari dunia nyata dalam proses
apresiasi. Sejumlah karya seni pertunjukan dari dalam maupun luar
negeri pernah menorehkan aksinya di panggung tersebut. Sesuai
dengan konsepnya, semua pertunjukan itu terbuka bagi siapa saja
yang ingin menikmatin ya. Salah satu program yang diadakan
secara rutin oleh padepokan ini antara lain adalah Jagongan
Wagen yaitu program pergelaran dan apresiasi karya seni
pertunjukan yang diselenggarakan secara terbuka dan rutin pada Gambar 3.3 Pdepokan Seni Bagong Kussudiarja bagian belakang
tiap bulan di rumah budaya Yayasan Bagong Kussudiarja.
Pagelaran seni pertunjukan adalah ruang sinergi yang
mempertemukan semangat kebersamaan dan energi kreatif,
mampu merangsang inspirasi dan imajinasi yang membangkitkan
gairah hidup.
Melalui program ini, dapat diambil kesimpulan bahwa ruang
pementasan seni pertunjukan adalahmedia dan sarana untuk saling
berbagi pengetahuan, energi kreatif, dan kreativitas yang
senantiasa harus dijaga serta ditumbuhkan. Sajian karya seni
pertunjukan dan obrolan seputar seni dan karya itu sendiri
merupakan hal yang paling ditunggu karena keakraban yang
terbangun penuh dengan kehangatan. Kegiatan kreatif ini
memanfaatkan seni pertunjukan sebagai sumber pembelajaran dan
aktivitas berbasis seni yang mengangkat dan menyertakan
BAB IV
ANALISIS
4.1 Analisa Site
Posisi site terletak pada area hook. Apabila dilihat dari seluruh
kawasan, area ini adalah area gerbang masuk utama menuju kota
Ponorogo dari jalur provinsi yang melewati kota Madiun. Hal ini
dikarenakan jalan yang dilalui kendaraan pada umumnya melewati
jalan ini, yaitu jalan Arif Rahman Hakim dan bersambung dengan jalan
Soekarno Hatta.
Gambar diatas menunjukkan lokasi site yang berada pada daerah
perempatan jalan utama kota Ponorogo. Lokasi tersebut berada pada
area yang dikelilingi oleh jalan Arif Rahman Hakim dan Jalan
Soekarno-Hatta yang notabene merupakan jalur penghubung
Ponorogo dengan wilayah lainnya, serta jalan Mayjen Sutoyo yang
Gambar 4.1 Lokasi Site
merupakan jalur penghubung jalan utama dengan daerah Ponorogo
bagian timur dan jalan Letjen S.Parman yang menghubungkan jalur
utama dengan wilayah barat Ponorogo serta wilayah Kabupaten
Wonogiri.
4.1.1 Analisa Rona Lingkungan
4.1.1.1 Posisi Jalan Raya - Arah Akses
Jl. Letjen S. Parman, merupakan jalan dua arah yang
langsung terhubung ke jalan utama menuju alun-alun kota.
Alun-alun kota ini merupakan area pusat pemerintahan kabupaten kota
Ponorogo. Jalan ini memiliki lebar ± 8 m yang dilalui oleh berbagai
kendaraan untuk menuju kota.
Gambar 4.2 menunjukkan salah satu sudut jalan Letjen S.Parman.
Disini terdapat lampu lalu lintas yang membuat laju kendaraan
berhenti tepat sebelum site. Terlihat pada depan tempat
pemberhentian lampu merah terdapat area bundaran perempatan yang dibangun patung raden Batoro Katong yang “menyambut” kedatangan masyarakat dari luar kota yang akan masuk
kedalam kota.
Gambar 4.2 Jalan Letjen S.Parman
Potensi
- Jalan ramai dikarenakan jalur singkat yang menghubungkan
Wonogiri dan Madiun.
- Terdapat lampu lalu lintas yang menghentikan laju kendaraan
tepat menghadap ke tapak.
Solusi
- Penempatan sign pada area yang menghadap ke jalan ini. Sign ini
merupakan tanda yang me- neruskan fungsi patung yang
terletak di area bundaran perempatan jalan.
Jl. Soekarno-Hatta, merupakan jalan primer kab. Ponorogo.
Jalan ini memiliki lebar ±15 m dan bersambung dengan jalan Arif
Rahman Hakim. Jalan ini juga memiliki tingkat keramaian yang
tinggi.
Gambar diatas menunjukkan salah satu sudut jalan Soekarno-
Hatta. Jalan menghubungkan wilayah luar kota Ponorogo dari
arah Madiun dengan pasar legi Songgolangit dan juga Stadion
Batoro Katong, yang merupakan tempat penting yang ada pada
wilayah Kabupaten Ponorogo.
Gambar 4.3 Jalan Soekarno Hatta
Potensi
- Jalur ramai. Rata-rata kendaraan yang berasal dari luar
Ponorogo yang me- lalui jalur provinsi, menuju pusat kota melalui
jalan ini.
Masalah
- Kendaraan biasanya melaju kencang.
- Polusi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan yang berlalu
lalang disini.
Solusi
- Penempatan sign pada area pojok site yang dapat
memberikan daya tarik kearah Padepokan Seni. Selanjutnya
sign ini diteruskan dengan penempatan pohon yang
mengarahkan pandangan kearah Padepokan yang akan dibangun.
Jl. Arif Rahman Hakim, Jalan utama yang menghubungkan
Kabupaten Ponorogo dengan jalan provinsi yang melewati
kota Madiun.
Gambar diatas menunjukkan jalan utama Arif Rahman Hakim.
Jalan ini merupakan jalur dua arah dengan lebar ±15 m. Jalur ini
merupakan jalan dua arah yang langsung terhubung ke jalan utama
Gambar 4.4 Jalan Arif Rahman Hakim
menuju alun-alun kota. Alun-alun kota ini merupakan area pusat
pemerintahan kabupaten kota Ponorogo.
Potensi
- Jalur utama yang dilalui untuk menuju kota
- Terdapat lampu lalu lintas yang membuat laju kendaraan berhenti
tepat sebelum site.
- Area bundaran perempatan terdapat patung raden Batoro Katong yang “menyambut” kedatangan masyarakat dari luar kota yang akan masuk kedalam kota.
Solusi
- Penempatan sign pada area yang menghadap ke jalan ini. Sign ini
merupakan tanda yang meneruskan fungsi patung yang terletak di
area bundaran perempatan jalan.
Mayjen Sutoyo ini. Jalur ini merupakan jalur yang menghubungkan
wilayah lain dengan makam R. Batoro Katong, pendiri kota
Gambar 4.5 Jalan Mayjen Sutoyo
Ponorogo yang sekarang dijadikan sebagai wisata relijius bagi
warga.
Potensi
- Masih banyak terdapat tumbuhan yang bertajuk besar
sehingga terlihat rindang.
- Terdapat lampu lalu lintas yang menghentikan laju kendaraan
tepat disamping tapak
Solusi
- Area ini dapat dijadikan sebagai jalur untuk keluar dari site.
4.1.1.2 Zoning Area Sekitar
Ponorogo yang merupakan salah satu kota kabupaten yang
masih berkembang, tentunya masih terdapat banyak area yang
masih berupa sawah, begitu pula halnya peruntukkan fungsi lahan
disekitar area site, yang mana masih didominasi oleh sawah.
Walaupun disekitar site juga terdapat banyak perumahan.
Gambar 4.6 Tataguna lahan sekitar site
Gambar 4.6 menunjukkan zoning area sekita site. Bangunan sekitar
tapak terdiri atas pemukiman, fasilitas sosial, area komersil serta
masih banyak sawah disekitarnya.
Gambar diatas menunjukkan bangunan pendidikan yang ada
disekitar site. Bangunan sekitar tapak terdapat dua sekolah dan
satu sekolah tinggi kesehatan. Selain sekolah tersebut sekitar tapak
banyak terdapat rumah yang dijadikan toko dan warung makan.
Gambar diatas menunjukkan salah satu sudut kondisi sekitar sita.
Terdapat beberapa bangunan yang berfungsi sebagai toko dan
warung makan. Biasanya bangunan- bangunan ini di jadikan
tempat istirahat sementara bagi pelancong, ataupun pengendara
kendaraan berat seperti truk dll serta warga yang ada disekitar.
Gambar 4.7 Bangunan Pendidikan
Sumber: Data Pribadi
Gambar 4.8 Bangunan Komersil
Potensi
- Banyak pelajar dan mahasiswa
- Banyaknya tempat untuk makan ataupun istirahat sejenak.
Masalah
Belum ada wadah yang dapat mempertemukan ketiga elemen
yang ada dimasyarakat ini.
Solusi
Wadah festival Reog Bulan Purnama bisa dijadikan solusi
kegiatan yang mempertemukan ketiganya. Oleh karena itu
festival ini diletakkan diarea paling luar yang dapat diakses
oleh pedagang, masyarakat dan juga pelajar disana.
Gambar diatas menunjukkan kegiatan Cullinary nightyang sering
diadakan di kota Bandung. Acara-acara seperti ini merupakan salah satu
solusi cerdas terhadap pemecahan pada masalah yang ada.
Gambar 4.9 Cullinary Night di Bandung
4.1.1.3 Orientasi Fasade Bangunan Sekitar
Bangunan yang ada disekitar site, sebagian besar
merupakan rumah atau bangunan tempat tinggal. Oleh karena itu
arah hadap dari bangunan- bangunan ini adalah menyesuaikan
dengan arah jalan yang ada didepannya.
Gambar diatas menunjukkan site beserta tatanan massa serta
orieantasi bangunan yang mengikuti arah jalan yang ada.
Teradapat beberapa potensi serta masalah yang berkaitan dengan
hal ini.
Gambar 4.10 Sirkulasi sekitar site
Sumber: wikimapia.org
Gambar 4.11 Orientasi bangunan sekitar site
Gambar 4.11 menunjukkan orientasi bangunan yang ada
disekiat site. Orientasi massa bangunan sekitar tapak
menghadap umumnya menghadap kearah jalan, baik itu jalan
primer maupun jalan sekunder.
Gambar diatas menunjukkan bangunan yang ada di jalan Arif
Rahman Hakim dan jalan Mayjen Sutoyo. Orientasi bangunan-
bangunan diatas adalah menghadap ke jalur primer kota. hal ini
dikarenakan tidak adanya view khusus ditempat itu
Potensi dari tatanan massa bangunan sekitar terhadap site
adalah dapat dijadikan sebagai penanda adanya padepokan karena
fasade bangunan yang monoton menghadap ke jalan. Oleh
karena itu salah satu solusi untuk potensi yang dapat ditangkap ini
adalah fasade bangunan padepokan tidak mengikuti jalan raya
yang ada didepan tapak. namun fasade bangunan diarahkan ke
arah dimana fasade bangunan padepokan ini dapat dilihat
langsung dari setiap jalan yang ada.. Selain itu perlu pemunduran
massa untuk memberikan ruang cukup bagi penglihatan orang
yang ada di sekitar tapak.
Gambar 4.12 Orientasi bangunan sekitar site
4.1.2 IKLIM
4.1.2.1 Orientasi Matahari
Sebagaimana umumnya wilayah tropis dibelahan dunia.
Wilayah Ponorogo juga mengalami panas dan hujan secara terus
menerus. Arah datang dan terbenamnya matahari juga
berpengaruh terhadap hal tersebut. Site yang terletak diarea hook
dijalan Soekarno- Hatta ini berbentuk trapesium, dimana sebagian
besar sisinya menghadap kearah barat laut.
Gambar diatas menunjukkan arah hadap dari site. Sebagian
besar tapak menghadap arah barat dan barat laut. Urutan panas
wilayah selatan khatulistiwa sesuai dengan arah mata angin
adalah Barat, Timur, Utara dan Selatan.
Terdapat beberapa potensi dari bentuk dan arah hadap site
serta orientasi matahari terhadapnya, diantara potensi tersebut
adalah
Gambar 4.13 Orientasi matahari terhadap site
- Panas matahari timur banyak mengandung sinar ultraviolet
sedangkan panas matahari barat banyak terdapat sinar infra merah
yang kurang baik untuk kesehatan serta keawetan bahan
bangunan.
- Pencahayaan alami bangunan yang bagus untuk membunuh
bakteri serta bagus untuk kesehatan.
Apabila dilihat dari potensi yang ada maka terdapat
beberapa solusi yang dapat dijadikan acuan untuk mendesain,
diantaranya adalah
- Pemakaian kisi-kisi pada sisi barat dan timur untuk memecah
cahaya matahari.
- Penempatan selasar pada sisi barat.
- Penanaman tanaman lee kwan yu sebagai fasad area barat
Gambar 4.14 diatas menunjukkan beberapa solusi desain yang
nantinya dapat diterapkan terhadap rancangan padepokan seni ini.
Gambar 4.14 Solusi desain
4.1.2.2 Temperatur dan Kelembaban
Keberadaan site yang terletak di wilayah tropis tidak akan
lepas dari perubahan temperatur dan kelembaban udara sekitar.
Ponorogo yang terdapat didaerah Jawa Timur, memiliki tingkat
temperatur yang relatif lebih tinggi dibandingkan wilayah Jawa
Tengah maupun Jawa Barat. Hal ini tentunya akan berimbas pada
solusi desain yang akan diterapkan nantinya.
Gambar diatas menunjukkan data tentang suhu dan juga
kelembaban di daerah Ponorogo. Temperatur udara di daerah
Ponorogo berkisar antara 23,9 sampai dengan 32 derajat Celcius.
Oleh karena itu wajar apabila didaerah ini memiliki temperatur suhu
yang relatif tinggi. Berdasarkan data diatas terdapat beberapa
potensi yang dapat dikembangkan untuk solusi desain atara lain
adalah pengudaraan alami bangunan serta penurunan panas
lingkungan dengan kolam air. Selain itu potensi lain yang dapat
dikembangkan adalah pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan
sehari- hari.
Gambar 4.15 Data Temperatur dan Kelembaban
Solusi yang didapat dari pengembangan potensi tersebut
antara lain
- Penempatan kolam pada sekitar bangunan yang dapat di
uapkan oleh udara yang mengalir ke arah bangunan. hal ini
untuk mengurangi panas yang ada di tapak 32 C 23,9 C
Kelembaban pada tapak rata-rata adalah 80 % dan rata-rata
hujan adalah 15 hari.
- Desain waterscape pada area tapak.
- Harvesting rainwater untuk pembangunan berkelanjutan.
- Desain Rain garden.
Gambar 4.16 diatas menunjukkan salah satu solusi desain berupa
kolam yang dapat menampung air hujan berfungsi sebagai
pendingin area sekitar yang memiliki temperatur yang relatif tinggi.
Gambar 4.16 Waterscape sebagai salah satu solusi
4.1.2.3 Arah Angin
Arah angin di tapak sama dengan arah angin secara
makro, yaitu dari arah tenggara ke barat laut yang
menandakan musim kemarau. Arah barat laut- tenggara yang
menandakan musim penghujan.
Gambar diatas menunjukkan arah angin yang berhembus di area
tapak. Arah angin yang berhembus sebagaimana diatas
mempunyai beberapa potensi yang nantinya dapat dimanfaatkan
antaralain dapat digunakan untuk pengudaraan alami bangunan
dengan menerapkan sistem ventilasi silang. Potensi yang lainnya
adalah apabila arah angin ini dikombinasikan dengan kolam yang
nantinya akan dibuat maka dapat mempercepat turunya suhu pada
lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, solusi yang bisa diterapkan dengan cara
memanfaatkan hal ini adalah penempatan kolam pada sekitar
bangunan yang dapat di uapkan oleh udara untuk dialirkan ke arah
bangunan. Hal ini tentunya dapat mengurangi panas yang ada di
tapak.
Gambar 4.17 Arah angin pada tapak
4.1.3 SENSORY
4.1.3.1 View ke Arah Tapak
Bangunan Padepokan Seni Reog Ponorogo yang dirancang
guna dikunjungi oleh banyak orang, maka bangunan harus eye
catch jika dilihat dari berbagai arah terutama dari pemberhentian
lampu merah dari setiap jalan yang ada.
Gambar diatas menunjukkan view ke arah tapak dari arah
jalan Arif Rahman Hakim yang merupakan jalan utama
penghubung Ponorogo dengan jalan provinsi yang terletak di
Madiun. Apabila dilihat dari sudut ini maka area site terlihat sangat
jelas. Selain itu, patung yang berada ditengah perempatan juga
mendukung terhadap terarahnya pandangan seseorang kearah
site.
Gambar 4.18 View kearah site
Gambar diatas menunjukkan view ke arah tapak dari arah
jalan Mayjen S. Parman yang merupakan jalan pintas menuju
ke alun-alun dan jalan utama Ponorogo- Wonogiri.
Potensi
- Site yang terletak di lahan hook sangat mudah terlihat dari arah
jalan menuju dan ke arah kota Ponorogo.
- Adanya patung yang menjadi penanda di perempatan
- Terdapat lampu lalu lintas yang dapat menyebabkan
kendaraan berhenti terlebih dahulu, sehingga dapat melihat ke
arah tapak.
Solusi
Pembuatan sign pada tapak untuk meneruskan pandangan dari
patung yang berada di tengah perempatan.
Gambar 4.18 View kearah site
4.1.3.2 Bising
Bising merupakan yang paling dihindari dari bangunan ini,
dikarenakan bangunan yang akan dirancang adalah tempat untuk
pertunjukkan dan pelatihan sehingga butuh tingkat kesunyian
yang tinggi.
Gambar diatas menunjukkan sumber bising. Bising banyak
berasal dari jalan Soekarno-Hatta yang merupakan jalan primer
kabupaten Ponorogo. Selain itu bising berasal perempatan yang
terdapat lampu lalu lintas.
Masalah yang timbul dari lokasi site ini adalah bising dari luar
tapak dapat menyebabkan terganggunya suara gamelan yang
berasal dari pertunjukkan Reog yang akan dimainkan. Oleh
karena itu solusi yang dapat ditetapkan adalah dengan cara
penanaman pohon penahan bising sepanjang jalan utama untuk
memecah bunyi.
Gambar 4.19 Sumber Bising
4.1.3.3 Polusi
Lokasi site yang berada pada jalur primer kabupaten
Ponorogo mempunyai beberapa masalah utamanya adalah dari
panasnya suhu dan juga polusi yang ditimbulkan kendaraan.
Gambar diatas menunjukkan sumber polusi banyak berasal dari
kendaraan yang berlalu lalang di jalan Soekarno-Hatta, jalan Arif
Rahman Hakim dan jalan S.Parman.
Solusi dari masalah yang didapat yaitu dengan cara
penanaman pohon peneduh dan memperbanyak tumbuhan hijau
yang banyak menyerap Co2 dan memperbanyak O2 seperti
bambu, mahoni dll. Dengan demikian semakin banyak tanaman
yang ditanam maka kesegaran udara semakin bagus. Hasulnya
adalah mendukung kegiatan yang ada dialamnya.
Gambar 4.20 Sumber Polusi
4.1.4 KONDISI FISIK ALAMI
4.1.4.1 Topografi
Site merupakan daerah dataran rendah yang berada di
Kabupaten Ponorogo. sementara yang merupakan daerah
dataran tinggi terletak di tiga kecamatan yaitu Ngrayun, Sooko,
Pulung dan Ngebel.
Drainase yang ada di site terdiri atas dua jenis, pertama adalah
tertutup, ini yang berada disekitar jalan utama dan perumahan
sekitar. Tipe yang kedua adalah terbuka yang berada di
perbatasan dengan sawah. Material yang digunakan adalah
dinding turap, hal ini berfungsi untuk melancarkan aliran air yang
berasal dari hujan
Potensi
- Tanah datar pada site relatif mudah untuk didesain karena
tidak perlu memikirkan kontur.
Masalah
- Pembentukan hardscape dan waterscape memerlukan tenaga
yang lebih.
- Tanah cenderung kering akibat panas lingkungan sekitar.
Solusi
- Peninggian pondasi dari muka tanah untuk menghindari kelem
baban tanah dan kemungkinan meluapnya air kedalam area
4.1.4.2 Vegetasi
Vegetasi disekitar tapak banyak didominasi pohon yang
memiliki tajuk besar, seperti pohon trembesi. Pohon ini memiliki
tajuk ± 5 m. Selain tanaman peneduh, vegetasi lain yang ada di
sekitar tapak adalah tanaman pengarah. Selain itu juga daerah
sekitar site masih terdapat banyak sawah
Potensi
- Banyaknya pohon disekitar site meringankankan dalam
pembentukkan suasana alam yang akan diterapkan ditapak.
Masalah
- Walaupun banyak pohon, suhu pada siang hari masih terasa
gerah. Hal ini lebih disebabkan banyaknya polusi udara dari
kendaraan yang berlalu lalang disana.
Solusi
- Pembentukkan suasana alam pada site dengan memindahkan
pohon yang ada didalam site dan menambahkan tanaman yang
banyak menghasilkan O2 sesuai dengan tema.
- Banyaknya sawah pada area sekitar site yang pastinya dapat
menimbulkan masalah ketika musim panen tiba, seperti bau
dan gatal yang dapat terbawa oleh angin.
- Penanaman tanaman yang berfungsi sebagai pohon
KONSEP PERANCANGAN
5.1 Konsep Arsitektural
5.1.1 Konsep Dasar
Konsep dasar perancangan dari Padepokan Seni Reog
Ponorogo ini adalah konsep yang berdasar pada bentuk bangunan
tradisional jawa yang banyak mengandung nilai filosofis yang
diambil dari kepercayaan lama masyarakat Jawa pada masa
dahulu. Arsitektur Tradisional Jawa yang dimaksud disini adalah
bentuk arsitektur yang berasal dari zaman kerajaan Majapahit
hingga bentuk arsitektur zaman kerajaan Mataram yang telah
mengalami penyederhanaan dan telah masuk nilai-nilai Islam
kedalamnya.
Bentuk bangunan adalah persegi dan persegi panjang yang
dihadapkan kearah utara-selatan. Hal ini berkaitan dengan
intensitas cahaya matahari yang akan diterima oleh bangunan.
Bentuk bangunan persegi secara filosofis mempunyai bidang yang
menghadap ke empat penjuru, hal ini merupakan konsep dari
arsitektur Jawa yang menghormati penguasa segala penjuru dan
mempunyai satu titik tengah. Istilah dari hal tersebut adalah kiblat
papat lima pancer (Kiblat empat dan satu pusat). Bentuk ini
berdasarkan kepercayaan Hindu yaitu Nawa Dewata yang
kemudian mengalami pernyederhanaan sebagaimana yang telah
dijelaskan diatas. Bentuk atap dari bangunan adalah bentuk
filosofis dari gunung (meru) yang merupakan tempat yang diyakini
sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Oleh karena itu atap
bahwa Reog itu berasal dan ada sejak zaman kerajaan Majapahit
yang merupakan kerajaan Hindu terbesar di Nusantara. Material bata
ekspos ini diambil berdasarkan banyaknya peninggalan kerajaan
Majapahit yang dibangun dengan memakai bata merah ekspos.
Gambar diatas menunjukkan model bentuk atap dari arsitektur
tradisional Jawa yang berasal dari filosofi bentuk meru yang
merupakan tempat bersemayam dewa.
Gambar 5.1 Pendopo Kab. Ponorogo
Sumber: Data Pribadi
Gambar 5.2 Ilustrasi Majapahit
bata ekspos terekspresikan dari material bangunan yang dipakai.
5.1.2 Konsep Pemintakatan
Penempatan massa bangunan mengikuti tingkat
kepentingan yang dibentuk. Area site dibagi atas tiga zona utama
yaitu zona profan (publik), zona semiprofan (semi publik) dan sakral
(privat), serta satu area servis sebagai area pendukung.
Pembagian area menjadi tiga zona ini diambil berdasarkan nilai
yang terdapat pada candi Hindu, yaitu Bhrulokha, Bwarlokha dan
Swarlokha.
Bhurlokha adalah area yang digambarkan sebagai alam
yang masih berhubung dengan keduniaan. Alam ini merupakan
alam paling bawah jika diurutkan dari bentuk candi. Bwarlokha
adalah alam tengah dimana manusia sudah mulai mengalami
pencerahan atas dirinya. Swarlokha adalah alam atas yang mana
penunggunya adalah para dewa dan orang yang telah mengalami
pencerahan. Penggunaan ketiga zona ini hanya sebagai wajah
saja, dikarenakan proyek yang dirancang bukanlah proyek tempat
peribadatan Hindu.
Zona publik atau profan yang merupakan zona terluar dari
site terdiri atas beberapa bangunan yang memiliki fungsi, antara
lain kafe, area parkir dan pusat informasi. Zona kedua dalah zona
semi publik dimana zona ini adalah tempat utama dari pertunjukkan
seni Reog Ponorogo. Zona ini berdiri bangunan pendopo yang
memiliki fungsi sebagai tempat penerima ataupun tempat
Bangunan selanjutnya yang berada di zona ini adalah teater
indoor. Teater ini adalah tempat utama pertunjukkan tari Reog
Ponorogo. Teater indoor ini memiliki daya tampung 300 penonton.
Bangunan lain yang terdapat pada zona ini adalah galeri Reog
Ponorogo dan perpustakaan. Galeri ini berisi tentang sejarah yang
enjelaskan awal lahirnya Reog hingga perkembangannya sampai
sekarang. Bangunan ini memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan
secara visual. Bangunan terakhir yang ada diarea ini adalah
bangunan serbaguna yang dapat digunakan sebgai tempat untuk
workshop, seminar maupun kegiatan lain yang berhubungan
dengan pembelajaran seni Reog Ponorogo.
Zona terakhir dari pembagian site adalah zona privat
(sakral). Zona ini adalah tempat dimana seniman Reog
menggembleng anak didiknya untuk belajar tari. Area ini memiliki
beberapa bangunan yang memiliki fungsi antara lain kelas tari dan
juga tempat rapat pengajar. Kelas yang terdiri dari enam ruang ini
digunakan sebagai tempat mengajar berbagai tari Reog maupun
tari pendukung. Bangunan lain yang terdapat diarea ini adalah
asrama siswa. Asrama siswa terdiri atas dua lantai yang dibagi
menjadi dua zona, yaitu zona laki- laki dan perempuan. Terdapat
delapan kamar pada lantai bawah dari setiap zona dan delapan
kamar pada lantai atas. Hal ini menyesuaikan dengan jumlah
peserta tari Reog yang mencapai 32 orang yang terdiri dari 16 laiki-
laki dan 16 perempuan. Bangunan yang lain adalah guest house
yang memiliki dua massa. Masing- masing bangunan meiliki dua
lantai dan empat kamar tidur. Bangunan ini diperuntukkan bagi
tamu yang menginap maupun dari seniman yang inginakan
Gambar diatas menunjukkan sirkulasi dalam site. Sirkulasi didalam
site berupa sirkulasi linear dimana antara satu bangunan dengan
bangunan yang lainnya dihubungkan oleh jalur lurus yang sama.
Gambar 5.3 Sirkulasi dalam site
disana. Bangunan ini berorientasi terhadap sign yang berada pada
perempatan jalan. Orientasi massa bangunan utama kearah ini juga
mengacu kepada arsitektur tradisional yang masih terdapat unsur
hinduisme, seperti bangunan keraton yang tegak lurus dengan
gung merapi dan pantai selatan dan juga rumah adat bali yang
mempunyai orientasi gunung Agung.
Gambar diatas menunjukkan pembagian area berdasarkan
tingkatan candi yaitu bhurlokha, bwarlokha dan Swarlokha. Gambar 5.3 Pembagian Zona
Sakral
Servis Semi Profan
(profan), semi publik (semi profan) dan privat (sakral) dipisahkan
oleh gerbang yang memiliki bentuk dan makna yang berbeda. Area
pertama yang berbatasan langsung dengan area luar terdapat
gerbang yang berbentuk candi bentar dengan ketinggian mencapai
10 m. Gerbang ini berupa dua candi kembar yang diambil dari
bentuk filosofi gunung yang dibelah.
Gerbang kedua yang memsisahkan antara are profan dan
semi profan berbentuk dua gerbang yang diatasnya ditutup dengan
genteng. Hal ini berdasarkan filosofi Jawa kuno, bahwa bentuk ini
diambil dari gungung yang dilubangi. Dan gerbang terakhir yang
memisahkan antara area semi profan dengan sakral berbentuk
gerbang kecil dan sempit.
Gambar diatas menunjukkan gerbang pemisah antar zona
serta perbandingan ketinggian masing-masing.Ketiga gerbang
tersebut memakai material bata ekspos. Penggunaan material ini
menambah kesan kuatnya identitas padepokan
Gambar 5.5 menunjukkan gerbang padepokan. Penggunaan
gerbang dan material sebagaimana diatas menambah kesan
kesakralan status padepokan
5.1.3 Konsep Lansekap
Secara umum, tanaman yang ada di padepokan seni Reog
Ponorogo ini terbagi atas tiga macam yaitu tanaman peneduh,
tamnaman pengarah dan tanaman penahan bising. Tanamana
peneduh pada area ini berfungsi sebagai pembuat iklim mikro pada
sekitar site. Tanaman peneduh ini dipilih untuk banyak
menghasilkan oksigen sehingga dapat menciptakan ketenangan
bagi orang yang ada didalamnya.
Tanaman kedua adalah tanaman pengarah. Tanaman
pengarah pada padepokan ini terbagi atas dua bentuk, pertama
berupa pohon sedangkan kedua berupa tanaman perdu. Pohon
yang digunakan adalah palem raja yang ditanam sepanjang
sirkulasi didalam site. Keuda adalah tanaman pengarah berupa
perdu. Tanaman ini juga ditanam sepanjang jalur didalam site
dengan membentuk pola lurik dari Reog Ponorogo. Tanaman jenis
Gambar 5.5 Gerbang Padepokan
Tanaman ketiga adalah tanaman dengan fungsi penahan
bising. Lokasi site yang terletak pada perempatan tentunya setiap
harinya akan banyak kendaraan yang berlalu lalang. Oleh karena
itu sepanjang sisi luar dari site ini ditanami tanaman penahan bising
dengan penanaman berjarak, sehingga selain mengurangi
intensitas kebisingan juga tidak mengurangi view fasade bangunan
dari luar site.
5.1.4 Konsep Keberlanjutan
Konsep berkelanjutan yang diterapkan didalam tapak adalah
dengan tetap memberi hak kepada alam. Artinya adalah ketika
hujan maka air dapat tetap meresap kedalam tanah, udara masih
dapat bergerak bebas tanpa ada penghalang yang berarti.
Konsep berkelanjutan yang digunakan disini adalah dengan
cara memanfaatkan air hujan yang dapat dipastikan turun dalam
setahun. Hujan yang turun dimanfaatkan dengan cara ditampung
dalam wadah atau tangki air yang ditanam didalam tanah. Air hujan
ini diambil dari setiap atap bangunan yang telah dirancang
memakai talang air, sehingga memudahkan untuk mengarahkan air
tersebut.
Air yang telah didapat tersebut selanjutnya dapat
dimanfaatkan untuk mengisi kolam yang didesain pada sekitar
bangunan. pemanfaatan air hujan seperti ini ditujukan untuk
mengurangi konsumsi pemakaian air PDAM. Selain itu juga salah
satu pemanfaatan air hujan yaitu dengan cara membuat biopori dan
BAB VI
HASIL PERANCANGAN
6.1 Gambar Situasi
Gambar 6.1 : Blok Plan
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.2 : Potongan Site A-A
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.3 : Potongan Site B-B
Gambar 6.4 : Perspektif Mata Burung
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.5 : Perspektif Mata Burung
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.6 : Perspektif Mata Burung
3.2 Gambar Perancangan
Gambar 6.7 : Tampak Depan
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.8 : Tampak Utara
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.9 : Tampak Selatan
Gambar 6.10 : Perspektif padepokan dari arah Madiun
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.11 : Perspektif padepokan dari arah pusat kota
Gambar 6.12 : Perspektif padepokan dari arah Jl. Mayjen Katamso
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.13. : Perspektif padepokan dari arah Wonogiri
Gambar 6.14 : Perspektif Gerbang entrance semiprofan
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.14 : Perspektif Taman Reog
Gambar 6.15 : Perspektif Taman Reog
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.16 : Perspektif Interior Kafe
Gambar 6.17 : Perspektif Pendopo
Sumber : Data Pribadi
Gambar 6.18 : Perspektif Interior Pendopo