KAJIAN VISUALISASI MOTIF BATIK PRIANGAN BERDASARKAN ESTETIKA SUNDA PADA KELOM GEULIS SAGITRIA TASIKMALAYA
DK 38315/Skripsi Semester II 2014-2015
Oleh : Widayati 51911255
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdullilahirobil’alamin
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, bawasanya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Visual Motif Batik
Priangan Berdasarkan Estetika Sunda Pada Kelom Geulis Sagitria Tasikmalaya” yang dijadikan sebagai bukti bahwa peneliti telah menghasilkan sebuah karya tulis yang merupakan bagian dari tugas akhirnya. Selain dari itu adapun tujuan dari penyusunan dan pengajuan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pada program studi Desain Komunikasi Visual di fakultas Desain di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung.
Dengan demikian peneliti menyadari dengan sepenuhnya bahwa tanpa ada dorongan maupun bantuan dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa juga peneliti ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya atas doa, dukungan, dan motivasi dari orangtua yang terus mempertahankan masa depan peneliti agar tetap terus melanjutkan kuliah hingga menyelesaikan jenjang sarjana.
Peneliti juga menyadari banyaknya berbagai pihak yang turut membantu, dengan dorongan serta kebersamaan selama penyususnan hingga terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu peneliti juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kepada:
iv Indonesia yang telah memberika dukungan serta motivasi dan ilmu selama masa perkuliahan. Yth. Kankan Kasmana, M.Ds selaku dosen dan pembimbing penulis dalm penyusunan skripsi ini yang telah banyak membantu dalam memberikan bimbingan serta pengarahan yang baik dan bermanfaat. Yth. Seluruh staf dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu serta pengetahuan dan pengalaman yang baik bagi peneliti. Yth. Seluruh staf sekretaris Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Indonesia yang telah banyak membantu dalam pengurusan data-data peneliti. Yth. Jamaludin Wiartakusumah, Bapak Yan Yan Sunarya, dan Bapak Mamat Sasmita selaku informan yang berperan penting dalam penyusunan skripsi ini. Yth. H. Ana Nuryana selaku pemilik Sagitria Collection yang telah bersedia memberikan kesempatan peneliti untuk mengkaji motif kelom geulis dipeusahaannya, dan banyak memberi arahan-arahan baik.
Akhir kata dengan ini penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Penulis hanya dapat berdoa semoga budi baik dari semua pihak mendapatkan imbalan yang berlipat dari Allah SWT. Serta skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bandung, 10 Agustus 2015 Penyusun
v
Abstrak
KAJIAN VISUALISASI MOTIF BATIK PRIANGAN BERDASARKAN ESTETIKA SUNDA PADA KELOM GEULIS SAGITRIA TASIKMALAYA
Oleh : Widayati 51911255
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Kelom geulis merupakan benda atau artefak budaya Sunda yang masih dipertahankan hingga saat ini. Motif-motif yang terdapat pada kelom geulis sudah menjadi suatu fenomena baru dengan penggunaan motif yang menggambarkan tokoh-tokoh terkenal. Salah satu produsen kelom geulis yaitu Sagitria Collection
tetap mempertahankan motif batik sebagai ciri khasnya. Berbagai macam motif batik dapat dipesan sesuai dengan daerahnya, batik diaplikasin diatas kayu khusunya pada kelom geulis bukan lagi membatik diatas kain.
Batik Priangan adalah motif yang menjadi objek kajian pada penelitian mengenai fenomena keberagaman motif pada kelom geulis. Batik yang sudah membudaya di masyarakat Sunda kini kurang diminati dikarenakan masuknya budaya barat yang mulai menggeser dan mengikis nilai-nilai pada kebudayaan lokal.
Motif batik Priangan dipilih karena masih jarang dilakukan kajiannya dan keberadaannya bersamaan dengan kelom geulis yang berasal dari daerah tatar Sunda, berdasarkan acuan pada teori estetika Sunda Jamaludin Wiartakususmah, dengan istilah“siga” “sarupaning” dan “waas”.
vi
Abstract
VISUALIZATION STUDIES BASED AESTHETIC MOTIFS PRIANGAN
SUNDANESE ON KELOM GEULIS SAGITRIA TASIKMALAYA
By :
Widayati
51911255
Visual Communications Design Studies Program
Kelom geulis is cultural artifact from Sundanese culture that still maintained until now. Kelom geulis motifs has become a new phenomenon wich the usage depicted famous figures. One of Kelom Geulis manufacturer, that is Sagitria Collection still retaining batik motif as it’s trademark. Various kinds of batik can be ordered according to the regions.In kelom geulis, batik applied on wood instead on cloth.
Priangan Batik motifs in this object study of research on the phenomenon of motifs diversity of kelom geulis. Batik is already entrenched in the Sundanese
people, now appear to be less attractive due to the globalization of Western culture began to shift and erode the values of the local culture.
Priangan batik motifs were chosen because the lack of study and it’s existence appeared simultaneously with kelom geulis from another region. Based on Sundanese aestethics theory from Jamaludin Wiartakususmah, with the term "siga", "sarupaning" and "waas".
Keywords: Priangan motifs, Culture, Aesthetic Theory of Sundanese by
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
KOSAKATA/GLOSARY ... xii
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1
I.2 Identifikasi Masalah ... 4
I.3 Rumusan Masalah ... 5
I.4 Batasan Masalah ... 5
I.5 Metode Penelitian ... 5
I.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 6
I.5.2 Metode Analisis Data ... 7
I.5.2 Skema Tahapan Penelitian ... 8
I.6 Tujuan Penelitian ... 9
I.7 Manfaat Penelitian ... 9
I.8 Sistematika Penulisan ... 9
BAB II KEBUDAYAAN, MOTIF BATIK, DAN ESTETIKA SUNDA DALAM KAJIAN LITERATUR II.1 Kebudayaan ... 11
II.2 Kebudayaan Sunda ... 12
II.3 Kelom Geulis ... 17
viii
II.5 Teori Estetika ... 19
II.5.1 Estetika Sunda ... 20
BAB III KAJIAN MOTIF BATIK PADA KELOM GEULIS SAGITRIA III.1 Sejarah Sagitria Collection ... 23
III.2 Overview ... 25
III.2.1 Data Statistik Perusahaan ... 25
III.2.2 Kategori Produk ... 25
III.3 Proses Pengerjaan ... 26
III.3.1 Proses Pembuatan Awal ... 27
III.3.2 Proses Pengerjaan Motif ... 28
III.4 Portofolio ... 28
BAB IV ANALISIS VISUAL DAN ESTETIKA SUNDA IV.1 Kajian Estetika Jamaludin Wiartakusumah ... 31
IV.2 Motif Batik Kawung Tasikmalaya ... 32
IV.2.1 Analisis Motif Batik Kawung Sagitria ... 33
IV.3 Motif Batik Rereng Taleus Ciamis ... 35
IV.3.1 Analisis Motif Batik Rereng Taleus Sagitria ... 36
IV.4 Motif Batik Domba Garut ... 38
IV.4.1 Analisis Motif Batik Domba Sagitria ... 39
IV.5 Ikhtisar Kajian Motif Batik Priangan ... 41
BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan ... 44
V.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kebudayaan adalah suatu nilai yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat dan sudah menjadi hal yang turun temurun. Dalam kehidupan masyarakat suatu kebudayaan akan selalu dipertahankan agar menjadi tradisi sehingga menghasilkan benda atau karya peninggalan dari budaya itu sendiri. Hasil dari kebudayaan ini yang nantinya dijadikan warisan turun temurun, dimana setiap hasil pembelajarannya akan menjadi nilai identitas dari lingkungannya.
Menurut Koentjaraningrat (1985, h.180) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Begitulah mengapa kebudayaan sangat berpengaruh terhadap sebuah karya yang memiliki konsep (nilai). Penerapan budaya dalam karya mampu menjadi suatu wujud yang memiliki nilai estetik sebagai ciri khas bagi daerahnya.
Provinsi Jawa Barat adalah salah satu daerah yang terkenal kental dengan adat istiadat dan tradisinya. Kebudayaan Jawa Barat dikenal juga dengan kebudayaan Sunda. Ada beberapa wujud kebudayaan Sunda selain dari bahasa daerah, adat istiadat, dan kesenian, hadir pula kedalam kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan tersebut dapat berupa pakaian, makanan sehari-hari, hingga arsitektur atau bangunan dari rumah adat Sunda. Namun yang termasuk ke dalam kebutuhan sandang tidak hanya berupa pakaian adat melainkan ada artefak atau karya-karya kerajinan khas Sunda yangmerupakan termasuk kedalamnya. Artefak dan kerajianan dari kebudayaan Sunda ini terdapat dibeberapa daerah sesuai dengan apa yang diproduksinya.
2 produksinya tersebar dibeberapa desa setempat. Sentra kerajinan tangan ini menjual berbagai macam karya dengan berbagai macam wujud bentuk, dan ukiran yang unik dibuat secara tradisional. Beberapa kerajinan tangan khas Rajapolah yaitu Anyaman, Kelom Geulis, Payung Geulis, Batik Tasik, Bordir Tasik, Tikar Gelar, dan sebagainya.
Diantara kerajinan tangan yang ada, salah satu produk yang menarik perhatian dan dikhususkan hanya bagi kaum wanita adalah kelom geulis. Kelom geulis
adalah salah satu dari sekian banyak objek yang menunjukkan perkembangan dari artefak kebudayaan Sunda yang memiliki wujud, dengan nilai estetis dan telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari di masyarakat Sunda.
Kelom geulis merupakan sandal tradisional yang terbuat dari bahan dasar kayu pilihan, nama kelom diambil dari bahasa Belanda yakni “Kelompen” yang artinya sandal kayu yang cantik. Pada dasarnya kelom geulis adalah sandal bakiak yang semakin berkembang dengan mengikuti era modern namun tetap mempertahankan ketradisionalannya.
Kelom geulis dibuat secara tradisional, material yang digunakan kayu-kayu pilihan yang berserat lembut seperti kayu Mahoni dan kayu Albasia, dan pembuatannya hanya mengunakan pahatan tangan. Agar lebih menarik kelom geulis, diberi hiasan berupa ukiran-ukiran atau yang secara langsung digambar manual diatas kayu yang sudah dipola dan dibentuk menjadi sandal. Penerapan pahatan pada kelom geulis dibuat dengan garis-garis tegas terlebih dahulu pada desain yang sudah digambar sebelumnya barulah kemudian diberi pewarnaan.
3 Beragamnya motif pada kelom geulis adalah salah satu fenomena yang menjadi bagian dari perkembangan dan perwajahan desain pada suatu karya tradisional yang sudah mendunia. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi masyarakat yang cukup tinggi terhadap motif-motif kelom geulis. Selain dari itu juga dapat memunculkan asumsi bahwa ragam hias atau motif menjadi salah satu fenomena yang mempengaruhi nilai estetis bagi penggunanya.
Dari semua keragaman jenis motif yang ada, salah satu yang khas adalah motif batik. Menurut Sewan Susanto (1980, h.212) motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Sedangkan batik itu sendiri adalah bahan tekstil hasil dari pewarnaan menurut corak dan ciri khas motifnya. Salah satu produsen yang bergerak dibidang kerajinankelom geulis batik adalah Sagitria Collection, sebuah Usaha Kecil Menengah (UKM) di Tasikmalaya yang dirintis oleh Bapak H.Ana Nuryana. Sagitria dikenal sebagai perusahaan kelom geulis
nomor satu di Indoenesia yang menerapkan batik pada media kayu khususnya
kelom geulis. Pada umumnya kain adalah media yang digunakan untuk membatik, namun dengan inovasi dan kreativitas Bapak H.Ana Nuryana perpaduan antara
kelom geulis dan batik menjadi suatu hal yang baru dan menarik.
Produk yang dihasilkan bukan hanya kelom batik, terdapat kelom ukir, kelom
airbrush ataupun perpaduan antara ukir dan airbrush dapat diproduksi dengan kualitas dan detail pekerjaan yang tinggi. Dari hasil inovasi itulah Bapak H.Ana Nuryana kemudian menjadi produsen kelom geulis batik yang banyak diminati hingga mendapat berbagai penghargaan karena mengangkat dan mempertahankan nilai dan budaya pada kelom geulis sebagai salah satu ikon kota Tasikmalaya.
4 budaya tersebut dan sudah banyak digunakan oleh pengrajin kelom lainnya terkecuali Bapak H.Ana Nuryana yang tetap bertahan dengan kelom batiknya.
Atas dasar uraian diatas dan berdasarkan deskripsi dari latar belakang tersebut, fenomena keberagaman motif pada kelom geulis ini sangat menarik untuk menjadi bagian dari sebuah penelitian. Kajian mengenai kelom geulis banyak dibahas seperti halnya kajian mengenai motif bunga mawar pada kelom geulis Shenny Tasikmalaya, oleh Iqbal Yulanda. Sementara itu untuk kajian khusus mengenai visualisasi desain pada motif batik Priangan masih jarang dilakukan.
Maka dalam penelitian ini dilakukanlah kajian khusus mengenai motif batik kelom geulis dengan judul “Kajian Visualisasi Motif Batik Priangan Pada Kelom Geulis Sagtria Tasikmalaya.”
I.2 Identifikasi Masalah :
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat didentifikasikan beberapa masalah yaitu :
• Kelom geulis sebagai sandal etnik mulai dipadu-padankan dengan teknik, bentuk, dan motif yang modern sehingga unsur-unsur tradisionalnya mulai terkikis.
• Keberagaman motif pada kelom geulis menjadi fenomena yang menunjukan adanya suatu wujud terhadap nilai sejarah dan tradisi budaya yang sangat kuat namun pembahasannya masih jarang diteliti.
• Setelah melakukan observasi pada beberapa sentra produksi kelom geulis di Tasikmalaya, Sagitria Collection adalah satu-satunya produsen kelom geulis
yang tetap mempertahankan motif batik sebagai bagian dari desainnya. • Masuknya pengaruh budaya barat yang menerapkan motif-motif dengan
5
I.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan dan diidentifikasi masalahnya dapat dikemukakan suatu perumusan masalah sebagai berikut :
• Bagaimana wujud dari nilai estetika Sunda dalam kehidupan masyarakat Sunda pada motif batik kelom geulis Sagitria?
I.4 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya suatu masalah dalam penelitian ini, maka dibuatlah pembatasan masalah penelitian yaitu :
• Objek penelitian dibatasi pada visualisasi motif batik Priangan di kelom geulis Sagitria.
• Objek kajian dibatasi pada kelom batik Kawung Tasikmalaya, kelom batik
Rereng Taleus Ciamis, dan kelom batik Domba Garut karena, beberapa motif batik Priangan pada kelom geulis Sagitria masih baru dan belum ada acuan sebagai motif batik yang disahkan.
• Sebagai studi kasus dibatasi di Kelom Geulis Sagitria Tasikmalaya karena sebagai satu-satunya produsen kelom geulis yang masih tetap mempertahankan desain motif batik sebagai elemen estetisnya.
I.5 Metode Penelitian
Penelitian kualitatif adalah pendekatan yang sifatnya hanya menggambarkan dan menjabarkan temuan di lapangan, berupa data-data, gambar, ekspresi, hingga gerak tubuh. Seperti halnya yang dikatakan oleh Sugiono (2012, h.6) bahwa kualitatif adalah pencarian data yang berbentuk kata, kalimat gerak tubuh, ekspresi wajah, bagan, gambar dan foto. Dengan kata lain kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk membedah fenomena-fenomena yang sedang diamati di lapangan.
6 yang berkenaan dengan konsep dan prinsip yang terjadi di lapangan kemudian akan dijadikan sebagai acuan data.
Penggunaan pendekatan kualitatif juga dikarenakan data yang dikumpulkan akan lebih banyak berupa kata-kata atau gambar-gambar daripada angka, selain itu data yang dikumpulkan oleh peneliti harus dimaknai dan dibuktikan sebelum memulai penelitian dan penyusunan lebih lanjut.
I.5.1 Metode Pengumpulan Data Data Primer
• Wawancara
Teknik pencarian data yang dilakukan secara langsung anatara pewawancara (penulis) dengan pemilik toko kelom geulis sagitria mengenai permasalahan-permasalahan yang akan dikaji dengan cara pewawancara melontarkan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang kemudian dijawab oleh pemilik toko.
• Observasi
Teknik pencarian data yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung ke lokasi produsen kelom geulis Sagitria di jalan Dadaha No.26 Tasikmalaya, 6 April 2015. Yang diharapkan dapat memahami dan mengetahui dengan jelas mengenai informasi-informasi yang berupa data gambar atau dokumentasi foto, rekaman video, kuisioner, dan rekaman suara.
• Studi Pustaka
7
Data Sekunder
Pada data sekunder ini penelitian menggunakan sumber referensi yang mengacu terhadap pembahasan permasalahan mengenai kelom geulis tersebut, seperti buku, media sosial, koran, majalah, atau hasil dari penelitian orang lain dan lain-lain, yang bertujuan untuk menyusun dasar teori yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut.
I.5.2 Metode Analisis Data
8
[image:17.595.159.479.146.712.2]I.5.3 Skema Tahapan Penelitian
Tabel I.1 Skema Tahapan Penelitian
Sumber: Dokumen Pribadi (2015)
KELOM GEULIS SAGITRIA
METODE KUALITATIF
KAJIAN KONSEP ESTETIKA SUNDA (Jamaludin Wiartakusumah)
Kosmologi Sunda
Istilah Sunda
Analisis Motif Batik Priangan Pada Kelom Geulis.
Data Primer Data Sekunder
(Siga, Sarupaning, Waas)
Tahap Analisis Tahap Deskriptif
9
I.6 Tujuan Penelitian
Atas dasar uraian dan perumusan masalah dapat disimpulkan tujuan analisis yaitu: • Untuk mengetahui nilai estetika desain motif batik pada kelom geulis
Sagitria sebagai suatu unsur kebudayaan.
• Membuat analisis mengenai keterkaitan antara nilai mitologi dalam estetika Sunda dengan desain motif batik Priangan pada kelom geulis.
.
I.7 Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan hasil analsis mampu memberi manfaat yaitu:
• Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat mendeskripsikan identitas dari budaya masyarakat Sunda yang divisualkan berupa motif batik pada kelom geulis Sagitria.
• Menambah referensi kajian mengenai nilai estetika dan kebudayaan dibidang ilmu komunikasi visual agar dapat meningkatkan apresiasi terhadap kelom geulis batik.
I.8 Sistematika Penulisan
Susunan penelitian ini dibuat sesuai struktur yang hendak dicapai dalam penenlitiannya yang terdiri dari lima bab yaitu :
• BAB I. PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.
• BAB II. KEBUDAYAAN, MOTIF BATIK, DAN ESTETIKA SUNDA DALAM KAJIAN LITERATUR
Meliputi teori-teori yang bersangkutan dengan judul penelitian, membahas mengenai budaya, estetika dan motif batik.
• BAB III. KAJIAN MOTIF BATIK PADA KELOM GEULIS SAGITRIA TASIKMALAYA
10 • BAB IV. ANALISIS VISUAL DAN ESTETIKA SUNDA
Meliputi pembahasan masalah (analisis) mengenai visualisasi motif batik dan nilai estetika pada kelom geulis berdasarkan teori estetika Jamaludin Wiartakusumah.
• BAB V. KESIMPULAN
Meliputi tentang kesimpulan penelitian dan hasil jawaban dari pertanyaan pada rumasan masalah, yakni pemaparan dari visualisasi motif batik pada
11
BAB II
KEBUDAYAAN, MOTIF BATIK, DAN ESTETIKA DALAM KAJIAN LITERATUR
II.1 Kebudayaan
Kata kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang telah melekat dalam suatu masyarakat, dalam kebudayaan selalu berkaitan dengan akal yang nantinya menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang diyakini sebagai wujud dari tindakan manusia. Seperti yang dikatakan oleh E.B Taylor (1873, h.30) “kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarkat.”
Sedang dalam arti yang luas kebudayaan adalah keseluruhan dari sistem pendapat, dimana suatu tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan akan dijadikan sebagai pembelajaran bagi milik dirinya sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Di dalam kebudayaan itu sendiri terdapat unsur-unsur kebudayaan yang membedakan pola pikir atau pandangan hidup masyarakatnya.
C. Kluchkhohn (1953) menyatakan bahwa setiap kebudayaan memiliki tujuh unsur kebudayaan yang universal, yaitu :
1. Sistem religi dan upacara keagamaan yang merupakan produk manusia sebagai homo religious.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari manusia sebagai
homo socius.
3. Sistem pengetahuan merupakan produk manusia sebagi homo sapiens.
4. Sistem mata pencaharian hidup yang merupakan produk dari manusia sebagai
12 5. Sistem teknologi dan perlengkapan hidup manusia merupakan produk
manusia sebagai homo faber.
6. Bahasa merupakan produk manusia sebagai homo languens.
7. Kesenian merupakan hasil dari manusia dalam keberadaannya sebagai homo esteticus.
Dari tujuh unsur kebudayan diatas dan berdasarkan dari pengertian mengenai kebudayaan, hal ini termasuk kedalam suatu wujud dari setiap hal yang berhubungan atau berkaitan langsung dengan nilai-nilai dan segala tindak manusia, serta apa yang dihasilkan akan menjadikannya sebagai benih yang ditanam oleh masyarakatnya untuk diwariskan dan dinikmati di masa depan. Seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat (1979, h.186-188) di dalam tujuh unsur kebudayaan terdapat 3 wujud, yaitu :
1. Wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Wujud ini dimaksudkan sebagai hal yang abstrak terdapat dalam pemikiran masyarkat sehingga tidak dapat dilihat langsung oleh penglihatan.
2. Wujud kebudayaan sebagai aktifitas, atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan yang kedua ini disebut sebagai sistem sosial antara manusia, dimana segala aktifitas manusia yang berbentuk tindakan dan interaksi dilakukan setiap waktu dengan membentuk suatu pola berdasarkan pada adat yang berlaku.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan ini merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia di dalam masyarakatnya.
II.2 Kebudayaan Sunda
13 Makna kata Suddha ini diambil dari cahaya putih yang tampak dari kejauhan, cahaya putih yang tampak ini berasal dari abu letusan yang menutupi gunung tersebut Sehingga nama gunung tersebut dijadikan sebagai nama dari wilayah tempat itu berada. Sedang dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan bahasa Bali juga terdapat kata Sunda yang berarti bersih, suci, murni, tak tercela atau bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan waspada.
Dalam istilah lain Sunda adalah nama dari sebuah kerajaan seperti, halnya tercatat dalam prasasti Sanghiang Tapak yang dikeluarkan oleh Sri Jayabhupati, dalam prasastinya berulang kali Sri Jayabhupati menyebut dirinya sebagai raja dari kerajaan Sunda. Dari sinilah eksistensi kerajaan Sunda mulai dikenal sebagai kerajaan yang menempati wiliyah yang disebut Sunda. (Ekadjati, 2009, h.3).
Istilah Sunda juga digunakan dalam makna konotasi manusia atau sekelompok manusia dengan sebutan Urang Sunda (orang Sunda). Orang sunda adalah sekelompok orang yang dibesarkan dalam sebuah lingkungan sosial dan budaya Sunda, dimana dalam kehidupannya selalu menghayati dan mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan Sunda (Rosidi 1984: 13).
14 • Sistem Kepercayaan
Adalah suatu hal yang dianut atau dipercayai oleh masyarakatnya sebagai iman kepada Tuhannya. Kata kepercayaan menurut istilah (terminologi) di Indonesia ialah keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa di luar agama atau tidak termasuk kedalam agama (Rasyidi: 1980). Hampir semua orang Sunda beragama Islam hanya saja ada beberapa bagian kecil yang merupakan tidak bergama Islam seperti orang-orang suku baduy yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, dan beberapa penganut agama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Pada kebudayaan Sunda kepercayaan dipertahankan dengan upacara-upacara adat, pada dasarnya seluruh kehidupan orang sunda didasarkan pada pemeliharaan keseimbangan alam semesta, dengan selalu menjaga keseimbangan sosial untuk saling memberi (gotong-royong).
• Mata Pencaharian
Merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh taraf hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan yang lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemapuan penduduk dan keadaan demografinya (Daldjoeni, 1987: 89). Pada umumnya orang-orang suku Sunda sangat bergantung hidup pada bercocok tanam, mereka tidak menyukai untuk pergi merantau atau meninggalkan daerahnya dan berpisah dari bagian keluarganya, sehingga kebutuhan orang Sunda yang diutamakan adalah bercocok tanam yang diharapkan menjadi suatu hal yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
• Bahasa
15
tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala desa. Ayama nu pandeuri pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dinabuana.”
(Inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Prabu Raja Wastu yang bertakhta di kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
• Kesenian
Kesenian adalah bagian dari budaya yang memiliki fungsi untuk meneruskan suatu adat dan nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri seni sendiri sering disebutkan sebagai media ekspresi yang mengandung nilai keindahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) seni memiliki tiga arti yaitu; Pertama. Keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya). Kedua. Karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa seperti tari, lukisan, ukiran, dan sebagainya. Ketiga. Kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa).Kesenian dalam budaya Sunda dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik kesenian dan tari-tarian yang sudah membudaya seperti halnya Tari Jaipong, Wayang Golek, dan Angklung.
• Artefak
16 Sunda adalah salah satu bagian dari peninggalan-peninggalan sejarah dan adat Sunda berupa :
Sandang (Berupa Pakaian Adat, Kerajinan, dan Perkakas Sunda)
• Pakaian adat khas Sunda Pangsi, pakaian yang dikhususkan bagi pria dengan perpaduan Iket atau penutup kepala dari kain batik. Sedangkan pakaian adat bagi wanita adalah Kebaya, Kain Jarik, dan Selendang . • Senjata khas Sunda adalah Kujang, selain sebagai senjata Kujang juga
dijadikan sebagai ikon atau simbol dari etika dan estetika Sunda.
• Perabot atau perkakas dapur seperti nyiru (tampah), boboko (tempat menyimpan nasi), hawu (tungku api), pipiti (wadah berbentuk kotak yang terbuat dari anyaman) dan sebagainya.
• Kerajinan tangan khas Sunda seperti anyaman, batik, payung geulis, kelom geulis, dan sebagainya.
Pangan (Makanan Sehari-hari Masyrakat Sunda)
• Menurut Prof.Unus Suriawiria dalam wanwancara Kompas, menyebutkan bahwa orang Sunda paling suka makan lalapan (daun muda), ada juga kejo (sangu) yang berarti nasi, dengeun sangu atau lauk pauk, dan cangkorang bongkang atau sama halnya dengan kudapan, makanan ringan yang dimakan di luar waktu makan.
Papan (Berupa Arsitektur Pada Bangunan Tradisional Sunda)
Wiartakusumah (2011) menjelaskan empat bentuk arsitektur pada bangunan Sunda yaitu:
• Saung Rangon, atap yang berbentuk pelana.
• Julang Ngapak, berbentuk seperti burung Julang yang sedang membentangkan sayap.
17
II.3 Kelom Geulis
Tasikmalya merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang dikenal sebagai kota kerajinan. Sebagai daerah kabupaten sebagian besar masyarakat Tasikmalaya hidup dari sektor pertanian dan industri kerajinan, masyarakat kota Tasikmalaya banyak memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam diantaranya, tikar, anyaman bambu dan rotan, bordir, kelom geulis, dan payung geulis. Kelom geulis Tasikmalaya adalah salah satu artefak budaya Sunda pada kebutuhan sandang yang fungsionalnya adalah sebagai alas kaki atau sandal.
Produksi kelom geulis juga merupakan industri rumahan yang mayoritasnya dijadikan sebagai mata pencaharian masyarakat selain dari bertani. Beberapa kecamatan di Tasikmalaya menjadi sentra industri kelom geulis diantaranya Kecamatan Cihideung, Kecamatan Kawalu, Kecamatan Mangkubumi, dan Kecamatan Tamansari. Pesatnya perkembangan kelom geulis di Tasikmalaya mampu dikenal hingga ke luar negeri karena keberadaaannya yang merupakan barang konsumtif. Dalam perkembangannya kelom geulis mengarah terhadap mode yang ditunjang oleh gaya hidup. Oleh karena itu pengrajin kelom geulis
selalu dituntut untuk menyeimbangkan keinginan konsumen dengan mengeksplorasi desain demi melengkapi busana yang dipakainya sehingga mampu menjadi daya tarik bagi pemakaiannya.
Kelom geulis perkembangan dari sandal bakiak atau sandal yang telapaknya dibuat dari kayu yang ringan dengan pengikat kaki yang terbuat dari karet ban dan dipaku pada kedua sisinya. Kelom di ambil dari bahasa Belanda yaitu ‘Kelompen’ yang artinya sandal kayu. Sedangkan istilah kelom geulis sendiri berasal dari bahasa sunda yang berarti sandal kayu cantik.
18 sebagai sandal kayu cantik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kelom geulis
adalah sandal yang dikhususkan bagi wanita.
Kelom geulis dibuat secara tradisional, bahan dasarnya terbuat dari hasil alam yang melimpah di Tasikmalaya yaitu kayu Mahoni dan kayu Albasia. Bentuk sandal pada kelom geulis sekarang sudah beragam disesuaikan dengan perkembangan sandal-sandal yang digunakan oleh wanita. Begitu juga dengan motif-motif yang diterapkan sebagai elemen estetis pada sandal sudah mulai merambah ke dalam pengaruh budaya barat. Pada mulanya kelom geulis hanya menggunakan motif flora dari jenis-jenis bunga. Motif bunga pada kelom geulisini memiliki ciri khas tersendiri, karena penggunaan motifnya sudah dibuat secara tradisi dan menjadi turun temurun sehingga menjadikannya kerajinan tradisional yang khas. Motif bunga pada kelom geulis sangat beragam diantaranya, mawar, melati, cengkeh, kemboja, dan anggrek.
Namun semakin berkembangnya waktu, semakin berkembang juga perwajahan desain motif pada kelom geulis, selain dari bentuk yang semakin modern dan mengikuti jaman, motif-motif pada kelom geulis juga semakin banyak dan beragam. Bukan lagi berbagai macam jenis motif bunga atau flora, motif fauna, fiksi, juga batik mulai dapat dipesan, dengan pemesanan motif-motif custom
(sesuai keinginan konsumen).
II.4 Motif Batik
19 membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan, sedang warna itu sendiri dicelup dengan memakai zat warna biasa (Endik, 1986, h.10).
Sedangkan pengertian dari motif adalah perpaduan antara seluruh gambar atau hiasan berupa ornamen atau ragam hias yang menghiasi kain batik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) menjelaskan bahwa : Motif, adalah pola, corak, bermotif mempunyai pola;bercorak: gaun yang dipakainya motif kembang-kembang besar. Motif merupakan unsur pokok sebuah ornamen yaitu berupa gambar, atau lukisan, yang menghiasi kain batik selain itu ornamen juga disebut dengan ragam hias.
Dan di dalam Modul Ornamen (2010, h.4), “motif adalah jenis/macam bentuk yang dipakai sebagai titik tolak atau gagasan dalam proses penciptaan ornamen, didukung oleh imajinasi, emosi, intuisi, logika, intelektual, keterampilan (kreatif)”. Pada ornamen atau ragam hias pola merupakan sebuah bentuk pengulagan dari motif. Pengertian pola sebagai susunan dari perulangan motif di dukung oleh pernyataan Read (1959) yang menyatakan bahwa pola merupakan penyebaran garis dan warna dalam ulangan tertentu. Dari pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa motif batik adalah kerangka dari sekumpulan bentuk pola-pola menjadi sebuah gambar yang menhiasi sehelai kain.
II.5 Teori Estetika
Estetika adalah sebuah ilmu yang mempelajari semua hal mengenai keindahan. Segala sesuatu dalam hidup dapat dikatakan sebagai keindahan baik dalam karya seni maupun dalam kehidupan sehari-hari. Istilah Estetika ini berasal dari bahasa Yunani, aestheta yang berarti merasa.
20 diungkapkan dalam Kattsoff, Element of Philosophy 1953 estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seni.
Sedangkan yang dimaksud dari karya-karya seni adalah sebagai objek estetis yaitu benda-benda sebagai hasil dari suatu produk desain yang dihasilkan dari suatu budaya menjadi sistem dari nilai-nilai yang terkandung pada suatu masyarakat tertentu sehingga estetikanya harus berdasarkan konsep budaya masyarakat tersebut.
Nilai yang tertanam dalam estetika ini tidak dapat diraba atau disentuh secara langsung. Estetika lebih diartikan kedalam perasaan bagaimana suatu objek dapat dinikmati dengan banyak rasa yang berkualitas dalam pengalaman-pengalaman manusia. Ada tiga kualitas nilai yaitu: a) kualitas primer, kualitas dasar, yang tanpa kehadirannya objek tidak dapat menjadi ada, b) kualitas sekunder, kualitas yang dapat ditangkap oleh indera, kualitas yang harus menghadirkan subjek, untuk memahaminya, seperti: warna, rasa, dan bau, dan c) kualitas tersier yaitu nilai itu sendiri, Fondosi (2001, h.8, 20).
II.5.1 Estetika Sunda
Kajian mengenai estetika ini mengacu pada analisis kebudayaan sunda dengan sumber kosmologi Sunda dan sastra Sunda. Berdasarkan sumber dan definisinya kosmologi adalah pemahaman dasar tentang dunia dalam konteks alam semesta, kosmologi mencari struktur-struktur dan hukum-hukum yang paling umum dan mendalam dalam mempelajari manusia dengan kosmos sebagai objeknya (Bakker, 1995).
Tatar Sunda dikenal dengan nama “Priangan” atau Parahyangan dapat dimaknai sebagai “warga kahyangan” atau “tempat para dewa”. Keindahan panorama di tanah Sunda menggambarkan julukan yang disebut sebagai kota priangan,
21 rendahnya gradasi dedaunan dan pepohonan yang membentuk hutan dan pegunungan yang mengalirkan air pada aliran sungai-sungai hingga ke lembah, dengan matahari yang terus menyinari melengkapi nilai keindahan pada tempat para dewa ini. (Rubrik Anjungan Kompas Jawa Barat. Sabtu, 28 Febuari 2009).
Selain dari kosmologi estetika Sunda juga mengacu terhadap lingustik atau bahasa yang biasa disebut dengan sastra. Sastra Sunda adalah karya sastra yang menggunakan bahasa Sunda sebagai medianya dan merupakan bagian dari kebudayaan Sunda karena digunakan sebagai bahasa untuk berkomunikasi di lingkungan Sunda.Jalmaludin Wiartakusumah, menggunakan istilah estetika Sunda berdasarkan pernyataan dari Setiawan Sabana sebagai seniman senior dalam latar budaya Sunda yang secara intuitif menumukan dan mengemukakan bebrapa istilah yang menurutnya dapat dijadikan sebagai kata kunci dari estetika Sunda. Istilah tersebut adalah : siga, sarupaning, dan waas.
• Siga (Seperti atau Menyerupai)
Istilah siga mengandung arti ‘seperti’ atau ‘menyerupai’ objek yang ditiru dan dipakai sebagai sebuah rekaan manusia terhadap bentuk fisik dan alamnya. Siga memiliki makna asosiatif yaitu proses yang mengarah terhadap bentuk saling ketergantugan dan menghasilkan suatu kesatuan bentuk lainnya. Menurut Rosidi (2008) masyarakat Sunda memiliki konsep keindahan yang dipahami memiliki hubungan timbal-balik antara alam dan rekaan. Pemaknaan siga mengandung arti proksimitas atau kedekatan dalam kemiripan rupa namun tidak dimaknai dengan kedekatan yang sangat percis dengan objek alam yang akan ditiru.
• Sarupaning (Sama Halnya/Penciptaan Kreatifitas)
Pada masyarakat Sunda istilah sarupaning mengandung arti ke dalam konteks keindahan pemandangan yaitu “sarupaning anu katingalna endah”
22 berbagai objek baik alam maupun rekaan karya seni atau desain.Sarupaning
juga menyiratkan kreativitasdan keberagaman dalam teknik dan proses sehingga menghasilkansuatu pencipataan baru dari hal-hal yang berhubungan dengan alam.
• Waas (Rasa Kebatinan)
Wiartakusumah (2011), pengalaman seseorang merasa waas diaplikasikan terhadap pengalaman estetiknya, pengalaman ini tidak hanya diapresiasikan terhadap karya seni melainkan juga dengan peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-hari yang berkualitas. Bagi masyarakat Sunda waas adalah pengalaman yang sublim, setiap pengalaman keindahan dihubungkan dengan desain atau seni pakai. Pengalaman ini lah yang nantinya menjadi suatu hal yang bernilai memiliki makna tersendiri dan berkesan. Pemaknaan
23
BAB III
KAJIAN MOTIF BATIK PADA KELOM GEULIS SAGITRIA TASIKMALAYA
III.1 Sejarah Sagitria Collection
Sagitria Collection merupakan sebuah perusahaan kecil atau UKM (Usaha Kecil Menengah) di Tasikmalaya yang bergerak dibidang kerajinan alas kaki yang terbuat dari kayu atau lebih dikenal dengan sebutan kelom geulis. Nama Sagitria sendiri diambil dari nama putri ketiga bapak Ana Nuryana. Pada tahun 2000 perusahaan Sagitria Collection ini mulai didirikan, dimana pemiliknya Ana Nuryana merupakan seorang mantan pegawai PT. Dirgantara Indonesia yang bertugas di Tasikmalaya sebagai penggambar teknik. Saat itulah Ana memulai perintisan usahanya, dengan niat hanya mencoba-coba mengeluarkan modal di awal Rp.400.000,-, namun kemudian tidak lama setelah itu Ana terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) masal di tahun 2003 hingga Ana mulai serius dalam menggeluti usahanya ini.
Saat itu Ana mendatangi tempat pemotongan kayu, kemudian berinisiatif untuk menggambar pola-pola pada potongan kayu tersebut menjadi sebuah sandal, tempat pemotongan kayu yang Ana datangi tidak tahu akan menggunakan motif apa pada potongan-potongan kayunya akan tetapi, dengan kreativitasnya Ana melukis diatas kayu-kayu tersebut. Pada mulanya Ana hanya menggambar motif-motif bunga pada kayunya, kemudian mendapat permintaan kayu dari konsumennya untuk dibatik. Permulaan Ana hanya mencobanya dan sama sekali belum mengetahui tentang batik, kemudian membatiknya dengan jasa orang lain dikarenakan tidak puas dengan hasilnya dan tidak layak jual, Ana mendatangi tempat-tempat pembatikan dan beberapa kali ditolak karena membatik diatas kayu dikatakan sebagai hal yang rumit.
24 dan membeli berbagai obat untuk pencampuran dan pewarnaan pada batik. Setetlah tiga tahun akhirnya Ana menemukan bahwa batik tidak dapat diberi pewarnaan langsung harus melalui pencampuran. Ana beserta istrinya terus mencoba dan belajar bagaimana menghasilkan batik yang baik, hingga akhirnya mereka bisa membatik karena terbiasa. Dari hasil kerja keras itu akhirnya Ana mengkhususkan kelom geulis buatannya pada motif batik dan dipadu padankan dengan ikon kota.
Dengan mempunyai ciri khas dan desain yang original Sagitria Collection dengan perlahan mampu menjadi perusahaan yang cukup berkembang dan dapat mempertahankan eksistensinya sampai sekarang. Dengan inovasi kelom batik, Sagitria Collection menjadi yang pertama di Indonesia yang memakai kayu khususnya kelom geulis sebagai pengganti media kain yang umum digunakan untuk membuat batik tulis. Produk yang dibuat tidak hanya kelom batik, kelom ukir, kelom airbrush ataupun perpaduan antara ukir dan airbrush dapat diproduksi dengan kualitas dan detail pekerjaan yang tinggi.
Saat ini Sagitria Collection merupakan salah satu perusahaan yang cukup dikenal dalam bidanganya yaitu kelom geulis di Tasikmalaya. Jaringan pemasaran pun ikut berkembang tidak hanya pasar lokal di Tasikmalaya, kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Bali telah menjadi kota dengan tingkat pemasaran yang tinggi. Untuk pasar Internasional, Sagitria Collection mempunyai pasar ekspor yang tetap seperti Jepang, Singapura, dan Swedia.
VISI
“Menjadikan Kelom Geulis sebagai Budaya Nasional dan Go Internasional.
MISI
“Membuat sebuah karya seni yang original melalui kelom geulis” “Membuat sebuah produk yang memiliki kualitas tinggi”
25 “Membuat sebuah produk yang memiliki nilai seni dan budaya”
III.2 Overview
Merupakan gambaran mengenai Sagitria Collection seperti produk yang dibuat dan data statistik perusahaan.
[image:34.595.154.471.285.374.2]III.2.1 Data Statisik Perusahaan
Tabel III.1 Data Statistik Perusahaan
Jumlah Karyawan 35 orang Kapasitas produksi perbulan 3,000 pasang Omset pertahun (Rp) 2,000,000,000
Jumlah Vendor 5
Sumber: Sagitria Collection (2015)
III.2.2 Kategori Produk
Tabel III.2 Kategori Produk
Kelom Batik Kelom yang menjadi ciri khas Sagitria. Dengan tingkat kesulitan pengerjaan yang tinggi karena proses penulisan batik ditulis dengan tangan dan menggunakan lilin dan
[image:34.595.107.531.490.646.2]26
Kelom Airbrush Pengerjaan untuk kelom
airbrush hampir sama dengan kelom batik. Menggunakan cat yang disemprotkan untuk menggambar motif pada kelom geulis.
Kelom Ukir Kelom ukir merupakan salah satu kelom dengan motif yang unik dan cukup sulit. Karena menggunakan pisau khusus dan keterampilan dalam proses pengerjaan sebuah ukiran.
Kelom Ukir dan
Airbrush
Merupakan kombinasi dari
kelom airbrush dan ukir. Sehingga detail gambar akan lebih terlihat menarik dan memiliki nilai seni.
Sumber: Sagitria Collection (2015)
III.3 Proses Pengerjaan
27
[image:36.595.108.533.161.626.2]III.3.1 Proses Pembuatan Awal/Mentahan Dari Kayu Menjadi Kelom
Tabel III.3 Proses Pembuatan Awal
Proses Pembelahan Balokan kayu kecil dipotong mengikuti pola dasar kelom untuk membuat dasar kelom.
Proses Penyerrutan Setelah bentuk dasar kelom selesai. Kemudian diserut untuk mendapatkan bentuk kelom yang akan dibuat. Dalam proses ini pekerja dituntut untuk teliti supaya kelom yang dibuat harus sama ditiap pasangnya
Proses Ampelas Merupakan tahapan akhir dari proses peembentukan kayu menjadi kelom geulis. Dimana kayu yang sudah diserut akan dihaluskan.
28
[image:37.595.173.453.120.427.2]III.3.2 Proses Pengerjaam Motif
Tabel III.4 Proses Pengerjaan Motif
Proses pembatikan
Proses ukir
Sumber: Sagitria Collection (2015)
III.4 Portofolio
29 Tabel III.5 Portofolio
Kelom Motif Batik
Purwakarta
Dibuat dominan dengan warana hitam-putih sebagai ciri khas Purwakarta dengan motif ukiran kujang
Kelom Motif Payung Tasikmalaya
Payung merupakan simbol dari Kota Tasikmalaya. Sehingga desain kelom dengan motif ukiran payung dan anyam menjadi kelom yang mempunyai ciri khas Kota Tasikmalaya Kelom Motif
Kujang
Memiliki bentuk kujang pada heels
atau hak-nya yang merupakan senjata tradisional Jawa Barat
30 Kelom Motif
Cimahi
Memiliki desain dan ciri khas dari
Cimahi dengan motif bambu.
Kelom Motif Kawung Tasikmalaya
Motif ini memiliki ciri khas dari batik Kawung
Tasikmalaya.
Kelom Motif
Rereng Taleus
Ciamis
Motif rereng talaeus Ciamis dibuat dengan khas penerapan motif daun talas diatas motif rereng.
Kelom Motif Domba Garut
Motif domba dibuat sebagai ikon dari kota Garut, diambil dari motif batik domba pangirutan.
31
BAB IV
ANALISIS VISUAL DAN ESTETIKA SUNDA PADA MOTIF BATIK
PRIANGANKELOM GEULIS SAGITRIA TASIKMALAYA
IV.1 Kajian Estetika Jamaludin Wiartakusumah
Untuk mengkaji visual pada motif batik Sagitria ini menggunakan analisis data yang mengacu terhadap estetika Sunda teori Jamaludin Wiartakusumah. Metode deskriptif pada pengkajian ini menjadi aspek utama dari bentuk fisik suatu objek, sehingga berkaitan langsung dengan apresiasi terhadap unsur bentuk, irama, kompleksitas, material, tekstur, ruang dan kombinasinya.
Pada kajian ini juga peneliti membatasi motif batik yang akan dianalisis, dari enam puluh empat motif yang ada di kelom geulis Sagitria hanya motif batik
Priangan Tasikmalaya, Ciamis dan Garut saja yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan analisis. Ada tiga motif batik Priangan di kelom geulis Sagitria yaitu: motif Batik Kawung Tasikmalaya, Batik Rereng Taleus Ciamis, dan Batik Domba Garut.
Batasan pada ke-tiga motif batik ini dikarenakan Priangan identik dengan identitas berbagai batik yang ada di wilayah Sunda yang juga berhubungan langsung dengan teori analisis yang digunakan terhadap nilai-nilai estetika Sunda dan beberapa hal lainnya seperti dari segi kosmologi Sunda. Sedangkan motif
Priangan lainnya seperti Motif Purwakarta dan Cimahi belum dapat dikatakan sebagai motif batik.
32
IV.2 Motif Batik Kawung Tasikmalaya
Batik Tasikmalaya adalah batik yang memiliki ciri khas dengan karakter yang cukup kuat dari warna dan motifnya. Dilihat dari segi motifnya batik Tasikmalaya memiliki ragam hias yang terkenal pada bentuk-bentuk flora dan fauna. Hal ini juga mecerminkan bahwa kondisi lingkungan yang ada di tanah Sunda mengacu terhadap hasil alamnya. Ragam hias yang banyak digunakan antara lain anggrek dan burung, merak ngibing (merak menari), kulit kayu, motif rereng, buah kopi, buah manggu, buah kawung, dan lainnya.
Batik kawung Tasikmalaya salah satu motif batik yang diambil dari buah kawung atau yang dikenal dengan buah aren (enau). Motif ini memiliki bentuk dasar berupa lingkaran elips pada bagian buahnya dengan penampang lintang atau irisan-irisan tegas dari keempat bijinya.
Motif batik kawung termasuk kedalam golongan motif geometris, sehingga ciri khas dari motifnya mudah untuk disusun, dipadu-padankan dengan motif lain, atau dibuat dengan pola utuh mengikuti irama dan komposisi bentuknya. Dari bentuk fisiknya motif batik kawung tersusun dari bentuk lonjong atau elips, susunannya memanjang diagonal ke kiri atau ke kanan dan disusun berulang-ulang secara selang-seling dan diagonal.
Motif Batik Kawung Sagitria
Batik Kawung
Gambar VI.1 Motif Batik Kawung Sagitria
Sumber: Sagitria
Collection
Gambar VI.2 Kelom Batik Kawung Sagitria
Sumber: Sagitria
Collection
Gambar IV.3 Batik Kawung
Sumber:http://kriyalea.com
Gam
Sumber:http:
G
Sumber
Siga Batik Kawung
Sarupaning Buah Kawung
Motif Batik Kawung Sagitria
•
Memiliki empat lingkaran / elips yang hampir bersentuhan.
•
Garis-garis yang tegas runcing dan ramping
•
Ada satu titik kosong di antara ke-empat elips.
•
•
Batok (tempurung) Buah kawung
•
Buah kawung tersalut batok (tempurung) tipis yang keras
membentuk lingkaran dengan penampang-penampang
lintang disetiap sisinya sehingga membentuk elips pada
•
Menurut hasil
disebutkan bahwa,
16 disebutkan salah
Motif Batik Kawung
•
Bentuk lingkaran yang saling berpotongan.
•
Berjajar ke kiri dan kanan, atas dan bawah serta diagonal.
•
Berpola bulatan seperti buah kawung.
•
Terdapat dua tanda silang yang meengisi lingkaran elipsnya.
Pada motif batik kawung Sagitria terdapat beberapa perbedaan
yang dihasilkan dari proses-proses penyederhaan:
Proses Stilasi
•
Merubah bentuk lingkaran pada jarak pembagi setiap kotaknya
sehingga terlihat lebih besar dan lebar.
•
Pada motif batik kawung setiap elips memiliki ujung dengan
garis lurus yang meruncing, motif batik kawung sagitria
menyederhanakan bentuk elips yang dibuat lebih runcing dan
ramping.
•
Merubah bentuk silang yang terdapat pada bagian buah, atau
yang terdapat di dalam elips pada motif asli batik kawung,
dengan menggunakan dua buah lingkaran kecil atau titik.
Proses
Cropping
(Pemotongan)
•
Memotong bagian-bagian pada motif batik kawung disesuaikan
pada bentuk sandalnya, sehingga detail motif lebih menonjol.
Buah Kawung :
•
Ketika
batok
buah kawung dibelah terdapat empat kelopak
lingkaran buah berujung ramping tempat menyimpan isi
buah nya.
•
Setiap sisi pada lingkaran buah memiliki jarak atau batas
sebagai pemisah.
•
Dan tepat ditengahnya ada satu titik sebagai acuan
ke-empat kelopak buah.
Kebutuhan Sanda
•
Daun aren dapa
ijuk dan sapu li
•
Sebagai pembung
tradisional.
•
Pelepahnya dapa
•
Kayunya dapat di
•
Dan akarnya dij
cambuk.
Kebutuhan Panga
•
Buahnya (kolan
makanan atau m
•
Nira disadap da
(gula merah)
.
•
Kayunya dapat di
Kebutuhan Papan
•
Daunnya dijadi
ijuk yang dapat
•
Batang dari pohonn
bahan dasar bang
Dalam jurnal
Toe
mengungkapkan
“
bezielde wezens zij
35
IV.3 Motif Batik Rereng Taleus Ciamis
Motif batik Ciamis atau yang disebut dengan batik Ciamisan memiliki karakter yang sederhana karena terkenal dengan coraknya yang tidak terlalu rumit. Ragam hiasnya banyak diambil dari hal-hal yang naturalis, yang timbul dari gambaran alam seperti flora dan fauna. Motif batik Ciamisan ini merupakan motif yang dipengaruhi oleh batik pesisiran.
Salah satu motif batik Ciamisan adalah motif batik rereng taleus. Motif rereng
identik dengan bentuk garis-garis miring sejajar, motif ini diadaptasi dari motif parang dan lereng yang menggambarakan senjata jenis parang atau keris karena adanya bentuk yang berkelok-kelok diantara pilin, namun perbedaannya motif
rereng di Sunda tidak termasuk kedalam motif larangan seperti parang.
Batik rereng taleus pada kelom geulis Sagtria “siga batik rereng taleus” atau seperti batik rereng pada aslinya. Bentuknya disederhanakan dengan tidak menghilangkan identitas dari motif batik rereng pada umumnya, sedang dengan adanya motif daun taleus atau talas menegaskan bahwa talas adalah salah satu tanaman yang berada di daerah Sunda.
“Sarupaning keris jeung daun taleus” atau sama halnya dengan keris dan daun talas itu juga terdapat pada pola motif rereng yang dihubung-hubungkan dengan meander dan pilinnya serta gaya pada pohon talas, yang dimaksudkan pada bentuk visual dari pergayaan daun talas dikembangkan dan dipolakan dari motif meander yang semulanya datar kemudian dimiringkan sehingga menjadi rangkaian motif
rereng.
Motif Batik
Rereng Taleus
Sagitria
Batik
Rereng Taleus
Ke
Gambar IV.6 Motif Batik
Rereng Taleus
Sagitria
Sumber: Sagitria
Collection
Gambar IV.7 Kelom Batik
Rereng Taleus
Sagitria
Sumber: Sagitria
Collection
Gambar IV.8 Batik
Rereng Taleus
Sumber:http://kriyalea.com
Su
G
Sumber:http://t
Siga Batik Rereng Taleus
Sarupaning Keris jeung daun Taleus
Waas ku Sak
Motif Batik
Rereng Taleus
Sagitria
•
Memiliki garis-garis miring yang sejajar.
•
Meander ganda yang berderet dan saling berhadapan.
•
•
•
Bentuk Keris
•
Bagian pangkal yang melebar.
•
Bilah dan pilinnya berkelok-kelok.
•
•
Keris adalah sal
berunjung runcing da
kebudayaan Sunda
•
•
•
Motif Batik
Rereng Taleus
•
Motif rerengnya membentuk pilin ganda.
•
Berderet sejajar dengan satu arah kemiringan.
•
Terdapat motif pohon talas dengan kupu-kupu.
•
Ditepi garis kainnya terdapat motif daun talas yang terlihat
seperti mengakar dan menjalar mengelilingi kain.
Motif batik
rereng taleus
Sagitria berbeda dengan motif
rereng
taleus
Ciamis aslinya. Bentuk pada motifnya dibuat lebih
sederhana, dengan ukuran meander dan pilin yang lebih besar
pada batik parang barong diambil sebagai dasar motif
rerengnya,
sedangkan daun talassendiri diambil dari penyederhanaan pohon
talas yang terdapat pada batik
rereng taleus.
Proses Stilasi
•
Merubah bentuk pilin pada motif batik
rereng taleus
menjadi
bentuk meander.
•
Kepala pada bentuk S motif
rereng taleus
yang spiral dijadikan
sebuah lingkaran atau titik besar.
Proses
Cropping
(pemotongan)
•
Memotong bentuk meander pada motif barong menjadi bentuk
segitiga siku-siku.
Memotong bagian motif pohon talas pada motif batik rereng
taleus dengan menerapkan daun talas dengan batang-batang
tipisnya.
Bentuk Dasar Keris Pada Motif Rereng Sagitria
•
Meander atau membentuk segitiga siku-siku, memiliki
tiga sudut dengan bidang miring pada sisinya.
•
Sebagian dari bentuk lingkaran sebagai bentuk dasar pada
pegangan kayu keris.
•
Penyederhanaan bentuk dasarnya
“siga bentuk keris”
hanya saja pada bagian meander pegangan keris dibuat
dengan lingkaran penuh.
Tangkai dan Daun Talas
•
Daunnya lebar berbentuk bundar telur, dengan ujung
meruncing perisai.
•
Memiliki garis-garis pada tulang daun yang tegas.
•
Dalam satu pohon talas daunnya terdapat 2-5 helai.
•
Tangkai dan daun sama-sama berwarna hijau.
•
Pangkalnya berbentuk pelepah.
•
Tangkai yang seolah-olah selalu merunduk kebawah atau
miring.
Inilah mengapa keri
kekuatan gaib sepe
•
Sebagai salah sa
•
Menjadi jimat ba
perilaku psikolog
•
Dapat menjadi m
makhluk gaib pe
•
Menjadi benda pus
karena berkaita
•
Disimpan di tem
bahasa Sunda
goah
dikhusukan seba
sakral, dan sesa
Taleus (Talas)
Taleus
adalah s
dilingkungan alam
pohon talas ini bany
dalam memenuhi ke
•
Umbinya dapat
•
Pucuk dan tang
sebagai sayuran m
lompong, sejeni
•
Daunnya dijadi
38
IV.4 Motif Batik Domba Garut
Motif batik Garut atau yang disebut dengan Batik Garutan adalah batik yang berasal dari daerah Garut Jawa Barat. Ragam hias pada batik garut ini bersifat naturalistis atau mengacu terhadap hal-hal yang natural seperti motif flora dan fauna yang diambil dari keadaan alam disekitarnya. Batik garutan dibuat untuk memenuhi kebutuhan sandang sehari-hari atau yang disebut dengan kain sinjang,
(kain panjang), sehingga tidak termasuk kedalam motif-motif larangan yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan tertentu. Warna yang khas pada batik garut ini menjadi kekhasan tersendiri yaituwarna gumading (kuning gading).
Batik domba adalah salah satu motif batik garutan yang diambil dari motif fauna yaitu domba. Di Garut domba adalah salah satu hewan kebanggaan yang menjadikan Garut terkenal akan kesenianny aatau yang dikenal dengan, seni ketangkasan domba Garut. Kesenian domba garut ini lebih cenderung kearah kesenangan sehingga menjadi suatu kegemaran tersendiri bagi pemiliknya yang dapat dikategorikan kedalam hewan kesayangan serta kebanggaan sebagai, domba tangkas (laga).
Motif Batik Domba Sagitria
Batik Domba
Gambar IV.11
Motif Batik Domba Sagitria
Sumber: Sagitria
Collection
Gambar IV.12 Kelom Batik Domba Sagitria
Sumber: Sagitria
Collection
Gambar IV.13 Batik Domba
Sumber: http://enjoybatik.com
G
Sumber:
Gam
Sumbe
Siga Batik Domba
Sarupaning Domba Garut
Waas
Motif Batik Domba Sagitria
•
Adanya motif kepala domba pada bagian belakang sandal.
•
Menggambarkan tanduk domba yang besar dan teabal khas
dengan belang-belang.
•
Bentuk kepala lebar dengan mata tajam.
•
•
•
•
Domba menggambarkan istilah
adeg-adeg
atau yang
disebut dengan kesesuaian postur tubuh mulai dari badan
sampai kaki,ini merupakan bentuk umum dari performa fisik
yang dinilai dari
postur (kekokohan badan, leher dan kepala),
jingjingan
(bentuk, ukuran, dan letak tanduk),
ules
(bentuk
•
•
Domba Garut a
salah satu hewan p
sebagai domba tang
(2015), domba Garut
yaitu:
•
•
Penyederhanaan motif batik domba kedalam motif batik
domba Sagitria dapata dilihat dari bentuk kepala domba yang
hanya dijadikan sebagai motifnya. Berbeda dengan motif batik
domba yang menggabarkan keseluruhan bentuk domba dengan
ornamen-ornamen lainnya yang menggambarkan habitat asli
domba tersebut.
Proses Stilasi
•
Merubah sudut pandang kepala domba menjadi tampak depan.
•
Menghilangkan detail pada gambar hidung dan mulut.
•
Merubah dan menyesuaikan warnanya sesuai karakteristik
domba garut pada umunya.
Proses
Cropping
(pemotongan)
Memotong pada bagian keseluruhan motif domba dengan hanya
menggunakan bagian kepala domba.
•
Ngadaun hiris
(memiliki telinga pendek seperti daun hiris).
•
Panon jalak
(seperti mata burung jalak).
•
Tanduk belang-belang yang menandakan sebagai domba
jantan.
nyaeta kaweruh par
henteuna domba
(a
atau tidaknya dom
bangga karena mem
Ules Beungeut
(Ru
•
Kasep
(tampan)
•
Ngamenak
(ning
•
Ngaules
(memi
Panon
(Mata)
•
Kupa
(seperti bua
Ceuli
(Telinga)
•
Rumpung
(patah/
•
Rumpung sapot
•
Ngadaun hiris
(s
•
Ngadaun nangk
Tanduk / Rengren
•
Ngabendo
(tanduk m
mengarah ke de
•
Golong tambang
menggulung).
•
Setengah gayor
•
Gayor
(posisi ta
•
Leang-leang
(se
•
41
IV.5 Ikhtisar Kajian Motif Batik Priangan
Dengan menggunakan analisis formal kualitatif, yang menjabarkan dan mendeskripsikan temuan-temuan di lapangan bedasarkan bentuk-bentuk kosmologi lingkungan alam sekitar masyarakat Sunda, kajian motif batik
Priangan pada kelom geulis Sagitria, didasarkan pada teori estetika Sunda Jamaludin Wiartakusumah. Dengan menggunakan tiga istilah dalam bahasa Sunda sebagai acuan dasar dari analisis deskriptif yaitu:
• Siga, ‘seperti’ atau ‘menyerupai’ bentuk aslinya namun tetap ada perbedaan karena pemakaian kata siga mengarah terhadap sebuah rekaan manusia terhadap bentuk fisik yang menyerupai aslinya. Dalam analisis ini visual dari bentuk batik pada aslinya dideskripsikan dengan bentuk batik pada sagitria yang telah mengalami proses penyederhaan.
• Sarupaning ‘sama halnya’ “sarupaning anu katingalna endah” (segala sesuatu yang terlihat indah). Dalam masyarakat sunda estetika mengacu terhadap konteks keindahan alamnya. Ditatar Sunda hasil kekayaan alam banyak tersirat pada kebuyaannya sehingga dalam hal ini kosmlogi Sunda menjadi salah satu bentuk yang menciptakan nilai-nilai keindahan dengan kreatifitas baru. Analisis ini mendeskripsikan bagaimana kesamaan bentuk pada motif batik dengan kosmologinya.
• Waas, penggambaran terhadap pengalaman nilai estetiknya, bagaimana sebuah keindahan yang dilihat mampu memberikan pesan dan kesan terhadap rasa kebatinannya. Pengalaman ini yang nantinya menjadi suatu hal yang memiliki nilai makna, karena analisis keindahan pada waas mampu membawa seseorang untuk kembali kedalam sebuah kenangan yang melampaui ruang, jarak, dan waktu yang lain.
42 • Batik Kawung Tasikmalaya
“Siga” (seperti) batik kawung tasikmalaya, bentuk motif batik kawung Sagitria juga seperti pola pada buah kawung terdapat empat lingkaran saling berpotongan, dengan bentuk yang sejajar dan diagonal. “Sarupaning”(sama hal nya dengan buah kawung) batok (tempurung) buah kawung menggambarkan empat lingkaran dengan penampang-penampang lintang disetiap sisinya sehingga membentuk elips pada setiap isi buahnya, ketika batok buah kawung dibelah, terdapat empat bentuk lingkaran yang saling berhadapan tempat menyimpan isi buahnya (kolang-kaling), terdapat garis-garis pembatas jarak dengan satu buah lingkaran kecil ditengah sebagai pemisah setiap lingkarannya. Pohon kawung banyak menghasilkan manfaat bagi kehidupan masyarakat Sunda karena menghasilkan kebutuhan sandang, pangan dan papan. “Waas ka panyadap”, tukang sadap air nira menggambarkan pohon kawung adalah sosok perempuan berbagai ritual dilakukan sebelum mengambil hasil dari pohon kawung tersebut. Maka dari itu mengapa motif batik kawung di masyarakat Sunda sebagai penghargaan bagi sosok perempuan.
• Motif Batik Rereng Taleus Ciamis
Meander ganda yang berderet dan saling berhadapan dengan motif daun talas pada motif batik rereng taleus Sagitria “siga” batik rereng taleus ciamis, karena sama halnya dengan bentuk keris dan talas “sarupaning bentuk keris jeung taleus” dibuat penyederhaan bentuk pada motif batik rereng taleus Sagitria terlihat bentuk-bentuk dasar keris, dengan pemotogan pada motif daun taleus yang hanya menggambarkan daun dan batang-batang halus pada pohon talas. Keris sendiri adalah senjata jenis belati yang biasa dipakai dalam peperangan namun kini keris sudah dialih fungsikan sebagai benda pusaka yang di sakralkan “waas ku sakralna keris” bentuk dasar keris terdiri dari:
43 • Motif Batik Domba Garut
“Siga batik domba”, motif batik domba Sagitria menggunakan motif dengan menyederhanakan pada bagian kepala domba garut. Domba Garut berbeda dengan domba pada umumnya, karakteristik domba garut disebut dengan istilah adeg-adeg, dinilai dari fostur (kekokohan badan, leher dan kepala),
jingjingan (bentuk, ukuran, dan letak tanduk), ules (bentuk diraut muka).“Sarupaning domba garut” bentuk kepala domba garut disebut dengan profil, pada motif domba Sagitria profil domba “ngabangus kuda” atau mirip dengan kuda. Domba Garut merupakan termasuk kedalam cocooan (mainan, termasuk binatang peliharaan) sifatnya individu. Dan kaulinan (permaianan yang sifatnya melibatkan banyak orang). Domba Garut termasuk hewan peliharaan yang membawa keberuntungan dan kebanggan bagi pemiliknya,
“matak waas ku catur bangga na domba Garut” karena setiap domba memiliki watak dan acuan untuk mengetahui tanda-tanda bagus atau tidaknya.
Dari hasil analisis diatas menjelaskan bagian-bagian dari nilai-nilai deskriptif yang menjadi alasan mengapa kajian ini dilakukan. Motif pada batik Priangan
44
BAB V
KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis mengenai motif batik Priangan pada sandal kelom geulis, dapat disimpulkan bahwa:
• Setiap nilai estetika yang terdapat pada motif batik priangan mengandung makna-makna atau nilai filosofi tersendiri.
• Selain itu sebagai benda pakai yang memiliki fungsi, kelom geulis juga menjadi media yang dapat mengangkat motif batik serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya, dengan menerapkan sebagai elemen estetik pada bagian-bagian sandal.
• Wujud dari nilai estetika Sunda mampu mengangkat motif batik tanpa harus meninggalkan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
• Sebagai landasan bahwa ragam hias atau motif menjadi salah satu fenomena yang dipengaruhi oleh suatu nilai sejarah dan menjadi pertimbangan estetis bagi penggunanya.
45
V.2 Saran
Dari hasil uraian analisis dan hasil kesimpulan terdapat saran-saran yaitu:
• Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai perkembangan desain tradisional.
• Penerapan nilai-nilai estetika dan filososi dalam kebudayaan Sunda dapat selalu dijadikan sebagai salah satu unsur budaya lokal.
46
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ekadjati, Edi, S. (2009). Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Ekadjati, Edi, S. (1984). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Jakarta Girimukti Pustaka.
Pradito, Didit., Jus