DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertandatangan di bawahini :
Nama : Isvihana Siti Badriah Rahmat
Tempattanggallahir :Sumedang, 5 November 1989
Bangsa : Indonesia
Status : BelumNikah
Agama : Islam
Alamat : Bbk. Situ No. 196 Rt. 02/08 DesaCihanjuang
Kec.Cimanggung, Kab. Sumedang
No.Hp : 08562201406
E-mail : isvihanarahmat@yahoo.co.id
RIWAYAT PENDIDIKAN
Universitas Komputer Indonesia 2009-2014
SMA BinaMudaCicalengka 2005-2008 SMP Negeri 1 Cimanggung 2002-2005
SDNegeri Bunter 1 Cimanggung 1996-2002
Demikiandaftarriwayathidupinisayabuatdengansebenarnya.
Saya yang bersangkutan
PENGARUH PENGENDALIAN INTERN
DAN AUDIT KINERJA TERHADAP
AKUNTABILITAS PUBLIK
(Studi Kasus pada Pemerintah Kota Bandung) The influence Of Internal Control
and Audit Performance to Public Accountability
SKRIPSI
Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
ISVIHANA SITI BADRIAH RAHMAT 21109118
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkah,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas
Publik”.
Adapun tujuan pelaksanaan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan studi jenjang strata satu (S1) di Program Studi Akuntansi
Universitas Komputer Indonesia.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, maka
penulis membutuhkan peran serta dari pihak lain dalam proses penyelesaian laporan
skripsi ini. Oleh karena itu ijinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir Eddy Suryanto Sugoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec. Lic selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Komputer Indonesia.
3. Dr. Surtikanti, SE.,M.Si.,Ak selaku Ketua Program Studi Akuntansi
4. Wati Aris Astuti, SE.,M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi dan
iv
5. Sri Dewi Anggadini, SE.,M.Si, selaku dosen pembimbing. Terimakasih ibu
telah banyak membantu dalam untuk menyelesaikan skripsi ini dan sabar
membimbingin saya.
6. Dr. Ony Widilestariningtyas SE., M.Si, selaku dosen seminar akuntansi yang
telah banyak membantu dalam pemilihan judul.
7. Pihak Inspektorat Kota Bandung yang mau menerima penelitian saya dengan
baik.
8. Terima kasih kepada orang tua yang dengan tulus selalu mendo’akan,
memberi dorongan moril dan materil, masukan, perhatian, dukungan
sepunuhnya, dan kasih sayang tidak ternilai dan tanpa batas yang telah kalian
berikan.
9. Ke-4 kakak saya Atep Abdu Rofiq beserta istri, Anne Rahmat beserta suami,
Reni Rahmat beserta suami, dan Ogi.
10. Keempat ponakan tercinta Rafie, Nadya, Riffat, dan Rayesa si imut baru lahir
yang memberikan kehangatan dalam setiap berkumpul bersama.
11. Teruntuk Annas yang selalu memberikan semangat, dorongan, dan doa
menyelesaikan laporan ini.
12. Teman tercinta Janet, Gita, Ivie, Dianne, Hani makasih kalian menjadi yang
terbaik.
13. Teman-teman seperjuangan Ak 3 angkatan 2009 yang memberikan
v
Selanjutnya penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan
laporan ini terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya.
Bandung, Januari 2014
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHA LEMBAR KEASLIAN
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9
1.2.1 Identifikasi Masalah ... 9
1.2.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10
1.3.1 Maksud Penelitian ... 10
1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
vii
1.4.2 Kegunaan Dasar (Basic Research)... 11
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 14
2.1.1 Pengendalian Intern... 14
2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Intern ... 14
2.1.1.2 Tujuan Pengendalian Intern ... 15
2.1.1.3 Jenis Pengendalian Intern ... 16
2.1.1.4 Komponen Pengendalian Intern ... 18
2.1.1.5 Keterbatasan Pengendalian Intern ... 19
2.1.2 Audit Kinerja ... 20
2.1.2.1 Pengertian Audit Kinerja ... 20
2.1.2.2 Karakteristik Audit Kinerja ... 22
2.1.2.3 Manfaat Audit Kinerja ... 23
2.1.2.4 Standar Umum Audit Kinerja ... 23
2.1.2.5 Tahapan-tahapan Audit Kinerja ... 26
2.1.2.6 Indikator Audit Kinerja ... 28
2.1.3 Akuntabilitas Publik ... 29
2.1.3.1 Pengertian Akuntabilitas Publik ... 29
2.1.3.2 Macam-macam Akuntabilitas Publik ... 30
2.1.3.3 Indikator Akuntabilitas Publik ... 30
viii
2.1.3.5 Tahapan Akuntabilitas Publik ... 32
2.2 Penelitian Terdahulu ... 33
2.3 Kerangka Pemikiran ... 35
2.3.1 Hubungan Pengendalian Intern dengan Akuntabilitas Publik 37 2.3.2 Hubungan Audit Kinerja dengan Akuntabilitas Publik ... 38
2.4 .. Hipotesis ... 39
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 40
3.2 Metode Penelitian ... 40
3.2.1 Desaian Penelitian ... 42
3.3 Operasionalisasi Variabel ... 47
3.4 Sumber Data ... 50
3.5 Alat Ukur Penelitian ... 51
3.5.1 Uji Validita ... 51
3.5.2 Uji Realibilitas ... 53
3.6 Metode Penarikan Sampel ... 55
3.7 Metode Pengumpulan Data ... 56
3.8 Metode Analisis dan Rancangan Hipotesis ... 57
3.8.1 Analisis Deskriptif (Kualitatif) ... 57
3.8.2 Analisis Kuantitatif ... 58
3.8.3 Analisis Korelasi Pearson Product Moment ... 58
ix
3.8.5 Analisis Regresi Linier Berganda ... 59
3.8.6 Analisis Korelasi Parsial ... 62
3.8.7 Pengujian Hipotesis ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 68
4.1.1 Gambaran Umum Pemerintah Kota Bandung ... 68
4.1.1.1 Sejarah Pemerintah Kota Bandung ... 68
1. VISI ... 71
2. MISI ... 72
4.1.1.2 Struktur Organisasi ... 73
4.1.1.3 Uraian Dinas-Dinas Kota Bandung ... 73
4.1.1.4 Karakteristik Responden ... 74
A. Profil Responden Berdasarkan Usia ... 75
B. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75
C. Profil Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 76 4.1.2 Pengujian Alat Analisis ... 77
4.1.2.1 Hasil Pengujian Validitas ... 77
4.1.2.2 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 79
4.1.3 Analisis Deskriptif ... 80
4.1.3.1 Analisis Deskriftif Pengendalian Intern ... 81
4.1.3.2 Analisis Audit Kinerja ... 87
x
4.1.4 Analisis Verifikatif ... 102
1) Hasil Pengujian Asumsi Normalitas ... 103
2) Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas ... 105
3) Pengujian Asumsi Multikolinieritas ... 106
4) Estimasi Persamaan Regresi ... 107
4.1.4.1 Pengaruh Pengendalian intern Terhadap Akuntabilitas publik ... 109
4.1.4.2 Pengaruh Audit kinerja Terhadap Akuntabilitas publik 111 4.1.4.3 Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit kinerja Terhadap Akuntabilitas publik ... 114
4.2 Pembahasan Penelitian ... 117
4.2.1 Pengaruh Pengendalian Intern terhadap Akuntabilitas Publik 117
4.2.2 Pengaruh Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik 119
4.2.3 Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik ... 120
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 122
5.2 Saran ... 123
5.2.1 Saran Operasioanal ... 123
5.2.2 Saran Akademis ... 124
125
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Theresia Damayanti, 2007, Pengelolaan Keuangan Daerah, Seri
Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, UPP STIM YKPN,
Yogyakarta.
Anastasia Rasia Rahma. 2012. Pengaruh Internal Control dan Internal Auditor
terhadap Akuntabilitas di Universitas Brawijaya.
Andi Supangat. 2007. Statistik dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Deddy Supardi dan Sherly Wiarty. 2010. Peran Audit Kinerja dalam Menunjang
Akuntabilitas Publik Pemerintah Kota Bandung. Jurnal Riset Akuntansi-Vol
1/No.2/ April 2010.
Gusnardi. 2008. Analisis Faktor Audit Internal dan Pengaruhnya terhadap
Pelaksanaan Good Governance. Jurnal Ekuitas, 12(3): 353-372.
Husein Umar. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
I Gusti Agung Rai. 2008. Audit Kinerja Pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
I Made Wirartha. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi Offset. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2012.
Indra Bastian. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Salemba Empat.
Indra Bastian. 2007. Akuntansi Yayasan dan Lembaga Publik. Jakarta: Erlangga.
Ismet Susila. 2008. Audit Sektor Publik. INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008 ISSN 1693-9034.
Mardiasmo. 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui
Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance. Yogyakarta:
126
Mashuri, Ilham. 2008. Penentuan Tajuk dan Klasifikasi. http://perpusstainkdr.multiply.com/journal/item/4/Penentuan_Tajuk_dan_Klas ifikasi. 09/04/2011.
Muindro Renyowijoyo. 2008. Akuntansi Sektor Publik: Organisasi Non Laba. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Penyempurnaan Sistem Manajemen Akuntabilitas Kinerja Kementerian
PPN/Bappenas.
Rahmansyah Ritonga. 2013. Optimalisasi Audit Kinerja Instansi Pemerintah.
Robert Tampubolon. 2006. Risk and Systems-Based: Internal Auditing. Jakarta: Gramedia.
Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati. 2009 . Auditing Konsep dasar dan Pedoman
Pemeriksaan Akuntan Publik : Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Sugiyono.2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. ALFABETA
Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor AkuntanPublik.
Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
Umi Narimawati. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan
Aplikasi. Bandung : Agung Media.
Umi Narimawati. 2010. Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta : Genesis
Software:
SPSS 20
Web:
http://bemkm.ugm.ac.id
http://economy.okezone.com
127
http://setjen.deptan.go.id
http://sumut.kemenag.go.id
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengendalian Intern
2.1.1.1 Pengertian Pengendalia Intern
Pengendalian intern diartikan secara berbeda oleh orang-orang yang berbeda.
Pengertian yang berbeda ini seringkali menimbulkan kebingungan diantara para
pelaku bisnis, pembuat hukum, pelaksanaan hukum dan pihak lainnya.
Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO) dalam Robert Tampubolon (2006:32) mendefinisikan pengendalian intern secara luas
“… is as a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, designed to provider reasonable assurance regarding the achiecement of objectives in the following categories:
Effectiveness and efficiency of operations
Realibility of financial reporting, and
Compliance with applicable laws and regulation.”
Ada juga pengertian pengendalian intern yang dikemukakan oleh para ahli,
berikut pengertian tersebut:
a. Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:221):
“Pengendalian intern adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan komisari, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan-tujuan berikut ini:
a. Keandalan pelaporan keuangan
15
b. IAI yang dikutip Sukrisno Agoes (2004:79)
”Pengendalian intern suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinana memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini :
Keandalan pelaporan keuangan Efektivitas dan efesiensi operasi
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”
Maka dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pengendalian intern
adalah suatu proses yang dilakukan oleh direksi suatu entitas yang bertujuan untuk
mendapatkan keandalan suatu laporan keuangan, efektivitas dan efisien dalam
operasi organisasi, serta kepatuhan terhadap kepatuhan yang berlaku.
2.1.1.2 Tujuan Pengendalian Intern
Ada beberapa tujuan menurut Robert Tampubolon (2006:33) yang dapat
dikategorikan ke dalam proses pengendalian intern, berikut penjelasannya:
a. Operation/performance objectives, yaitu adanya aktivitas yang efesien dan efektif
dalam hubungannya dengan misi dasar dan kegiatan usaha organisasi, termasuk
standar kinerja dan pengamanan sumber daya. Secara lebih rinci tujuan ini
berhubungan dengan :
Efektivitas dan efesiensi dari kinerja sebuah perusahaan dalam menggunakan
asset dan sumber daya lainnya,
Melindungi perusahaan dari kerugian,
Memastikan bahwa semua pegawai telah bekerja memenuhi sasaran dan
tujuan dengan efesien dan disertai integritas yang tinggi, tanpa biaya yang
16
Berbagai pihak (pegawai, vendor maupun pelanggan) menempatkan
kepentingan mereka diblakang dan mendahulukan kepentingan perusahaan.
b. Information/financial reporting objective, yaitu adanya informasi mengenai
keuangan dan informasi untuk manajemen yang bebas dan dapat dipercaya,
lengkap dan tepat waktu, termasuk penyiapan laporan keuangan yang handal serta
mencegah penggelapan informasi kepada publik. Secara lebih rinci tujuan ini
berhubungan dengan:
Penyediaan laporan yang tpat waktu, bebas dan dapat dipercaya (reliable),
dan sesuai dengan kebutuhan pengambilan keputusan.
Laporan tahunan, laporan keuangan lainnya, dan penjelasan keuangan
mauoun laporan kepada pemilik saham, pengawasan dan regulator, dan pihak
luar lainnya, yang kesemuanya harus bebas dan dapat dipercaya serta tepat
waktu.
Compliance objective, yaitu adanya kepatuhan kepada hukum dan peraturan
yang berlaku. Tujuan ini untuk memastikan bahwa kegiatan usaha perusahaan
patuh pada hukum, peraturan, rekomendasi dan regulator, kebijakan dan
prosedur intern perusahaan. Tujuan ini juga melindungi hak dan reputasi
perusahaan.
2.1.1.3 Jenis Pengendalian Intern
Berikut ini merupakan jenis-jenis pengendalian intern menurut Indra Bastian
17
1. Organisasi penyerahan wewenang dan tanggung jawab, termasuk jalur pelaporan
untuk semua aspek operasi dan pengendaliannya, harus disebutkan secara rinci.
2. Pemisahan tugas salah satu fungsi utama pengendalian intern adalah pemisahan
tugan dan tanggung jawab. Apabila kedua hal tersebut digabungkan, maka
pencatatan dan pemprosesan transaksi yang transparan serta akuntabel akan
dihasilkan. Artinya, pemisahan tugas dapat mengurangi resiko terjadinya
menipulsi maupun kesalahan yang disengaja.
3. Fisik pengendalian ini berhubungan dengan pengawasan asset. Jika prosedur dan
keamanan yang memadai harus dirancang untuk memberikan keyakinana bahwa
akses baik, akses langsung, maupun tidak langsung terhadap asset terbatas pada
personel yang berwenang.
4. Persetujuan dan otorisasi seluruh transaksi harus diotorisasi dan disetujui oleh
orang yang berwenang.
5. Akuntansi pengecekan atas keakuratan pencatatan, perhitungan jumalah total,
rekonsiliasi, pemakaian nomor rekening, jurnal, akuntasi untuk dokumen.
6. Personel harus ada prosedur yang menjamin bahwa personel mempunyai
kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
7. Supervise setiap sistem pengendalian intern harus mencakup supervise atau
pengawasan langsung oleh pengelola yang bertanggung jawab atas transaksi dan
18
8. Pengelolaan ini merupakan pengendalian yang dilakukan oleh pengelola di luar
tugas rutinnya, termasuk pengendalian secara keseluruhan, fungsi pengendalian
internal, dan prosedur review khusus.
2.1.1.4 Komponen Pengendalian Intern
Adapun komponen pengendalian inetrn yang dijelaskan oleh I Gusti Rai
(2008:86) adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian(control environment) adalah kondisi lingkungan organisasi yang menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran
akan pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua
komponen pengendalian internal, meliputi integritas dan nilai etika, komitmen
terhadap kompetensi, partisipasi dewan komisaris atau komite audit, filosofi dan
gaya operasi manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggung
jawab, serta kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
b. Penaksiran risiko (risk assessment) adalah proses yang meliputi identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko yang dihadapi oleh manajemen, yang dapat
menghambat pencapaian tujuan organisasi. Dalam penentuan area kunci dengan
menggunakan pendekatan faktor pemilihan, penaksiran risiko termasuk ke dalam
aktivitas identifikasi risiko manajemen.
c. Aktivitas pengendalian (control activities) adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas
pengendalian dapat meliputi review kinerja, pengelolahan informasi,
19
d. Informasi dan komunikasi (informasi and communication) adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi yang memungkinkan
setiap orang dapat melaksanakan tanggung jawab mereka. Sistem informasi
menghasilkan laporan atas hal-hal yang terkait dengan operasional, keuangan,
kepatuhan terhadap peraturan.
e. Pemantauan (monitoring) adalah kondisi dimana seluruh sistem pengendalian organisasi harus dimonitor untuk menilai mutu dari sistem pengendalian tersebut.
Kelemahan dalam sistem pengendalian harus dilaporkan kepada manajemen
tingkat atas. Selain itu, harus dilakukan evaluasi yang independen atas sistem
pengendalian internal. Frekuensi dan lingkup evaluasi bergantung pada
penaksiran risiko serta efektivitas prosedur pengawasan.
2.1.1.5 Keterbatasan Pengendalian Intern
Dalam semua hal, tidak ada sistem pengendalian intern yang dapat menjamin
administrasi yang efesien, kelengkapan, dan kekurangan pencatatan. Setiap sistem
pengendalian memiliki keterbatasan seperti yang disebutkan oleh Indra Bastian
(2007:179):
1. Pengendalian intern yang bergantung pada pemisahan tugas dapat dihindari
dengan kolusi.
2. Otoritas dapat diabaikan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu
oleh pengelola.
3. Personel keliru dalam memahami perintah karena kelalaian, tidak perhatian,
20
2.1.2 Audit Kinerja
2.1.2.1 Pengertian Audit Kinerja
Secara etimologi, istilah audit kinerja terdiri atas dua kata, yaitu “audit” dan
“kinerja”. Audit menurut Arens adalah kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap
bukti-bukti yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang ditemukan dan
kriteria yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Stephen P.Robbin dalam I Gusti Rai (2008:40) kinerja
merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan
dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Dilain pihak Ahuya menjelaska:
“kinerja adalah cara perseorangan atau kelompok dari suatu organisasi menyelesaikan
suatu pekerjaan atau tugas.”
Definisi yang cukup komprehensif tentang audit kinerja berdasarkan oleh
Malan, Fountain, Arrowsmith, dan Lockridge dalam I Gusti Rai (2008:41) adalah
sebagai berikut:
21
Selanjutnya pengertian audit kinerja yang dikemukakan oleh Indra Bastian
(2007), adalah:
“Pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai jenis bukti agar
dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau
program/kegiatan organisasi yang diaudit”.
Damayanti dan Abdul Halim (2007) juga mengungkapkan pengertian dari
audit kinerja;
“Audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efesiensi operasi, efektivitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan, dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut”.
Selain para ahli di atas Undang-Undang juga menyebutkan pengertian dari
audit kinerja yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 4 ayat 3 adalah:
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keungan negara terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efesiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
Dari berbagai pengertian di atas istilahnya berbeda-beda namun dari istilah
yeng berdeda dapat dikatakan bahwa audit kinerja adalah suatu proses yang sistematis
untuk menilai kinerja entitas/suatu program/ organisasi yang meliputi ekonomi,
22
2.1.2.2 Karakteristik Audit Kinerja
Menurut I Gusti Agung (2008:44) karakteristik audit kinerja adalah sesuatu
yang hanya dimiliki oleh audit kinerja, yang membedakan audit kinerja dengan jenis
audit kinerja lainnya. Berikut ini adalah beberapa karakteristik dari audit kinerja,
yaitu:
1. Audit kineja berusaha mencari jawaban atas dua pertanyaan dasar
a. Apakah sesuatu yang benar telah dilakukan (doing the things) ?
b. Apa sesuatu telah diakukan dengan cara yang benar (doing the things right)?
2. Proses audit kinerja dapat dihentikan apabila pengujian terinci dinilai tidak akan
memberikan nilai tambahan yang signifikan bagi perbaikan manajemen atau
kondisi internal lembaga audit dinilai tidak mampu untuk melaksanakan
pengujian terinci.
3. Soemarjo Tjitrosindojo memberikan karakteristik audit kinerja sebagai berikut:
a. Pemeriksaan operasioanal,
b. Pemeriksaan haruslah wajar (fair), objektif, dan realistis,
c. Pemeriksa ( atau setidaknya tim pemeriksa secara kolektif) harus memepunyi
pengetahuan keterampilan dari berbagai macam bidang, seperti ekonomi,
hukum, moneter, statistic, computer, keisinyuran, dan sebagainya.
d. Agar pemeriksaan dapt berhasil dengan baik, pemeriksa harus dapat berpikir
dengan menggunakan sudut pandang pejabat pempinan organisasi yang
diperiksanya, dan sudah barang tertentu, ian harus mendpat dukungan dari
23
e. Pemeriksaan operasional harus dapat berfungsi sebagai suatu “early warning
system”(sistem peringatan dini) agar pimpinan secara tepat pada waktunya.
2.1.2.3 Manfaat Audit Kinerja
Manfaat utama audit kinerja menurut Mahmudi (2007:189) adalah adalah
untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas publik. Berikut adalah yang termasuk
manfaat audit kineja:
1. Meningkatkan pendapatan. Hal ini karena kebocoran, penggelapan, dan
ketidak optimalan dalam sisi pendapatan bisa diketahui dan diperbaiki.
2. Mengurangi biaya atau belanja. Melalui audit kinerja, sumber penyebab
kebocoran dan pemborosan organisasi bisa diidentifikasi sehingga melalui
efesiensi organisasi dapat melakukan penghematan daya.
3. Memperbaiki efesiensi dan produktifitas. Hal ini juga berarti memperbaiki
proses.
4. Memperbaiki proses kualitas pelayanan yang diberikan.
5. Meningkatkan kesadaran manajemen sektor publik terhadap perlunya
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik.
2.1.2.4 Standar Umum Audit Kinerja
Standar umum audit kinerja menurut Indra Bastian (2007:200) ada 3 yaitu:
a. Standar Umum
1. Staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secra kolektif memiliki
24
2. Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi atau
lembaga audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan publik, harus
independen (secara organisasi maupun pribadi), bebas dari gangguan
independensi (bersifat pribadi dan luar pribadinya), yang dapat mempengaruhi
indenpendensinya, serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan
yang independen.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
4. Setiap organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan
standar audit harus memiliki sisitem pengendalian internal yang memadai,
sistem pengendalian mutu terseut harus di review oleh pihak lain yang
kompeten. Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa audit telah
dilakukan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU).
b. Standar Pekerja Lapangan Audit Kinerja
1. Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
2. Staf harus diawali (disupervisi) dengan baik.
3. Apabila huku, peraturan perundang-undangan, dan persyaratan kepatuhan
lainnya merupakan hal merancang audit untuk memberikan keyakinan yang
memadai mengenai kepatuhan tersebut. Dalam sistem audit kinerja, auditor
harus waspada terhadap situasi atau transaksi yang mengindikasikan adanya
25
4. Auditor harus benar-benar memahami pengendalian manajemen yang relevan
dengan audit. Jika pengendalian manajemen signifikan terhadap tujuan audit,
maka auditor harus memperoleh bukti yang cukup untuk mendukung
pertimbangannya mengenai pengendalian tersebut.
c. Standar Pelaporan Audit Kinerja
1. Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis agar dapat
mengomunikasikan hasil setiap audit.
2. Auditor harus dengan semestinya menerbitkan laporan kepada manajemen
dan pihak lain yang berkepentingan.
3. Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup tujua, lingkup, metodologi, hasil
audit, temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
4. Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta jelas dan ringkas
sepanjang hal ini dimungkinkan.
5. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan oleh lembaga audit kepada:
Pejabat yang berwenang dalam yayasan yang diaudit;
Pejabat berwenang dalam yayasan yang meminta atau mengatur audit,
termasuk yayasan luar yang memberikan dana, kecuali peraturan
perundang-undangan melarangnya;
Pejabat lain yang bertanggung jawab atas pengawasan secara hukum atau
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut berdasarkan
26
Pihak lain yang diberi wewenang oleh entitas yang diaudit untuk
menerima laporan tersebut.
2.1.2.5 Tahapan-tahapan Audit Kinerja
Menurut Boyton dalam Gusnardi (2008) pelaksanaan audit kinerja/ audit
operasional dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap Select Audite, merupakan suatu proses penyaringan yang menghasilkan
suatu peringat dari auditeeyang potensial. Dalam memilih auditte dimulai dengan
studi atau survey pendahuluan dari audittepotensial dalam suatu entitas untuk
mngidentifikasi aktivitas-aktivitas yang mempunyai potensial paling tinggi dalam
arti memperbaiki efektifitas, efesiensi dan ekonomi.
2. Tahap Plan Audit, perencanaan audit hati-hati merupakan hal yang sangat penting
agar tujuan audit operasional untuk menilai tingkat efesien dan efektivitas dapat
tercapai. Berdasarkan perencanaan audit maka disusun program yang berisi
tentang prosedur yang didesain untuk mencapai tujuan audit. Perencanaan
menggambarkan aspek penting dari suatu pemeriksaan dan diharapkan sesuai
dengan standar pekerjaan lapangan. Untuk tiap jenis pekerjaan, penetapan
koordinasi antara manajemen dan staf internal audit perlu dituangkan dalam
dokumen planning memo. Dokumen ini menjamin bahwa tujuan dan skedul
pemeriksaan dapat dikomunikasikan dan dipahami oleh mereka yang terlibat
dalam pemeriksaan. Dengan demikian auditor/manajemen bisa
27
3. Tahap Perform Audit, dengan cara yang sama seperti untuk audit keuangan,
auditor audit kinerja harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kompeten agar
dapat menjadi dasar yang layak guna menarik suatu simpulan mengenai objek
yang sedang diuji.
4. Tahap Report Finding, laporan audit kinerja disampaikan kepada manajemen,
dengan salinan kepada yang diaudit dan tidak secara khusus diperuntukan kepada
pihak ketiga sehingga laporan audit kinerja kata-katanya tidak dibakukan.
Keragaman audit kinerja memerlukan penyusunan laporan secara khusus untuk
menyajikan ruang lingkup audit, temuan dan rekomendasi.
5. Tahap Perform Follow-up, tahap ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi
atau temuan yang diusulkan kepeda manajemen. Tujuan tahap ini untuk
mengetahui apakah perubahan yang direkomendasi telah dilakukan dan bila tidak
ada penyebabnya.
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh
informasi umum organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang
lingkungan organisasi yang diauit, struktur organisasi, misi organisasi, proses kerja
serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-masing
organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan analisis yang lebih
mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kelemahan dan kekuatan sistem
oengendalian dan pemahaman mengenai keleluasaan (scope), validitas dan realibilitas
28
menetapkan criteria audit dan mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat.
Berpedoman kepada rencana yang telah dibuat, auditor kemudian melakukan
pengauditan, pengembalikan hasil-hasil temuan audit, dan membandingkan antara
kinerja yang dicapai dengan criteria yang tela ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan
kemudian dilaporkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai denga
rekondasi yang diusulkan oleh auditor. Rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan
oleh auditor pada akhirnya akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.
2.1.2.6 Indikator Audit Kinerja
Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007) menyatakan bahwa audit kinerja
merupakan suatu proses yang sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif agar dapat:
1. Melakukan penilaian secara independen, tidak tergantung pada sesuatu
lain/tidak bias dalam bersikap. Auditor yang independen akan memungkinkan
yang bersangkutan bersikap onjektif.
2. Ekonomi, berkaitan dengan perolehan sumber daya yang akan digunakan
dalam proses dengan biaya, waktu, tempat, kualitas, dan kualitas yang benar.
Ekonomi berarti meminimalkan biaya perolehan input untuk digunakan dalam
proses, dengan tetap menjaga kualitas sejalan dengan prinsip dan praktik
administrasi yang sehat dan kebijakan manajemen.
3. Efesiensi, merupakan hubungan yang optimal antara input dan output. Suatu
29
dengan jumlah input tertentu atau mampu menghasilkan output tertentu
dengan memanfaatkan input minimal.
4. Efektivitas, pada dasarnya adalah pencapaian tujuan. Efektivitas berkaitan
dengan hubungan antara output dengan tujuan atau sasaran yang akan dicapai
(outcome). Efektif berarti output yang dihasilkan telah memenuhi tujuan yang
telah ditetapkan.
5. Kepatuhan kepada kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku
6. Menentukan antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang ditetapkan
sebelumnya.
7. Mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan.
2.1.3 Akuntabilitas Publik
2.1.3.1 Pengertian Akuntabilitas Publik
Miriam Budiardjo dalam Loina Lalolo Krina (2003) akuntabilitas diartikan
sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada
mereka yang memberikan mandat itu.
Menurut Mardiasmo (2006) Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban menyajikan,
melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak member amanah (principal) yang memiliki hak dan
30
2.1.3.2 Macam-Macam Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas publik terdiri dari atas dua macam yang diungkapkan Muindro
(2008:20), yaitu :
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability), adalah pertanggujawban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian
pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat ke MPR.
2. Akuntabilitas horizontal (Horizontal accountability), adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas.
2.1.3.3 Indikator Akuntabilitas
Menurut Ellwood dalam Muindro (2008:22) akuntabilitas publik yang
dilakukan organisasi sektor publik terdiri atas empat dimensi, yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (Accountability for probity and legality).
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyakahgunaan jabatan
(abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang ditetapkan.
2. Akuntabilitas Proses (Process accountability). Akuntabilitas proses terkait dengan
apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik
dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen,
dan prosedur administrasi. Dimanifestasikan melalui pemberian pelayanan public
31
dilakukan terhadap akuntabilitas proses, untuk dapat menghindari kolusi, korupsi,
dan nepotisme.
3. Akuntabilitas Program (Accountability Program). Untuk mempertimbangkan
apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan apakah ada alternatif program
lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan (Policy accountability). Terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.3.4Dimensi Akuntabilitas
Menurut Ellwood dalam Muindro (2008:22) akuntabilitas publik yang
dilakukan organisasi sektor publik terdiri atas empat dimensi, yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (Accountability for probity and legality).
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyakahgunaan jabatan
(abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang ditetapkan.
2. Akuntabilitas Proses (Process accountability). Akuntabilitas proses terkait dengan
apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik
dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen,
dan prosedur administrasi. Dimanifestasikan melalui pemberian pelayanan public
yang cepat, responsive, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan dapat
dilakukan terhadap akuntabilitas proses, untuk dapat menghindari kolusi, korupsi,
32
3. Akuntabilitas Program (Accountability Program). Untuk mempertimbangkan
apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai, dan apakah ada alternatif program
lain yang memberikan hasil maksimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan (Policy accountability). Terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
2.1.3.5 Tahap Akuntabilitas Publik
Tahapan akuntabilitas menurut Mulgan dalam Theresia Damayanti (2007)
yaitu mempunyai empat tahapan, berikut tahapan tersebut:
1. Pelaporan. Pelaporan merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh steward atau
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan atau melaporkan hasil kinerjanya
dalam mengelola sumber daya atau dana publik.
2. Pencarian informasi atau investigasi. Pencarian informasi atau investigasi
merupakan kewenangan dari owner (pemilik sumber daya /dana) atau masyarakat
untuk mengetahui bagaimana kinerja steward dalam mengelola sumber daya
publik.
3. Penilaian atau verifikasi. Penilaian atau verifikasi merupakan kewenangan dari
owner (pemilik sumber daya/dana) atau masyarakat untuk menilai kinerja steward
dalam mengelola sumber daya publik.
4. Pengendalian dan pengarahan. Pengendalian dan pengarahan merupakan
kewenangan dari owner (pemilik sumber daya/dana) atau masayrakat untuk
33
Judul Hasil Penelitian Perbedaan Persamaan
1 Deddy
Audit kinerja mempunyai peran yang signifikan dan positif dalam menunjang akuntabilitas publik.
2 CUI-ITB Keterkaitan akuntabilitas dan transparansi dalam
pencapaian good governance
Pengawasan dapat tercipta jika transparansi terwujud sehingga semua stakeholder mempunyai informasi yang cukup akurat tentang ke-bijakan publik dan proses pembentukannya dengan harapan kebijakan publik yang muncul bias mem-berikan hasil yang optimal bagi seluruh stakeholder. Keberadaan transparansi dan akuntabilitas ber-kontribusi terhadap efe-siensi, efektivitas, dan kemerataanmanajemen
Hasil pengujian terhadap hipotesis 2 menunjukan bahwa pengendalian intern berpengaruh terhadap
kinerja, dengan
34 terhadap penerapan good govermance akuntabilitas publik maka
akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat
terhadap sistem
pemerintahan yang ada dan dapat dilakukan suatu kontrol jika terjadi penyimpangan internal memiliki tingkat keeratan sebesar 0,933 terhadap efektivitas dan
efesiensi kegiatan
operasional pada siklus
persediaan dan
pergudangan, hal ini menandakan bahwa sistem pengendalian internal memiliki tingkat keeratan yang tinggi terhadap efektivitas dan efesiensi kegiatan operasional pada siklus persediaan dan pergudangan
Nilai koefisien determinasi adalah 17,4% . hal ini
menunjukan bahwa
35
akuntabilitas di lingkup fakultas diUniversitas Brawijaya. Hal iniberarti bahwa untuk menciptakan akuntabilitas di Universitas Brawijaya akan lebih efektif danakan lebih baik melalui sebuahproses yang menuju tata kelolauniversitas yang baik, untuk itudibutuhkan
internal control diaudit dan manajemen dalamdari segi ekonomi , efisiensi dan efektivitas dan memberikan rekomendasi tentang bagaimana untuk meningkatkan kinerja dari entitas kata .
2.3 Kerangka Pemikiran
Akuntabilitas sektor publik akan terus berkembang seiring dengan
meningkatnya tuntutan dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh
lembaga-lembaga sektor publik. Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya good
governance, yaitu pemeriksaan (audit), pengendalian, dan pengawasan.
Audit yang dilakukan pada sektor pemerintah tidak hanya terbatas pada ausit
atas laporan keuangan dan audit dengan tujuan tertentu, namun perlu diperluas
36
pada sektor publik merupakan perluasan dari audit keuangan dala hal tujuan dan
prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tingkat-tingkat dan
kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untun memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif agar dapat melakukan penilaian secara independen
atas ekonomi dan efesiensi operasi, efektivitas dalam pencapaian hasil yang
diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku,
menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak
pengguna laporan tersebut.
Audit kinerja bermanfaat untuk membantu pimpinana dalam melaksanakan
tugas dan tangung jawab (akuntabilitas), serta memberikan informasi yang bermutu,
tepat waktu untuk pengambilan keputusan, dalam rangka pencapaian tujuan efesiensi
dan efektif operasi. Penekanan audit kinerja meliputi audit ekonomi, efesiensi, dan
efektivitas.
Konsep ekonomi, efesiensi, dan efektivitas juga diterapkan dalam
pengendalian intern. Pengendalian intern berdasarkan PP No.60 Tahun 2008 adalah
proses yang ingral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efesiensi, keandalan
laporan keuangan, pengamanan asset Negara, dan ketaatan terhadap peratutan
37
Berkaitan dengan akuntabilitas, kegiatan pengendalian mewajibkan adanya
pertanggungjawaban terhadap pengelolaan sumber daya dan pencatatannya yang
diakukan secara berkala. Dalam proses pencairan dana dokumen bukti (faktur,
kwitansi, dan lain-lain) harus valid dan reliabel, dengan demikian celah untuk
terjaadinya kebocoran dalam pengguanaan dana menjadi kecil.
2.3.1 Hubungan Pengendalian Intern dengan Akuntabilitas Publik
Halim (2004) menyatakan bahwa untuk mendukung akuntabilitas dibutuhkan
adanya sistem pengendalian intern dan ekstern yang baik serta dapat
dipertanggungjawabkan. Yang didukung oleh jurnal Anastasia (2012) menunjukan
bahwa terdapat hubungan internal control (pengendalian intern) terhadap
akuntabilitas di lingkup fakultas di Universitas Brawijaya.
Pengendalian intern merupakan sebuah cara untuk memperkokoh sebuah
sistem dalam rangka terciptanya akuntabilitas di sebuah organisasi. Pengendalian
intern diharuskan memberikan keyakinan bahwa tujuan dari sebuah organisasi dapat
tercapai. Kelima komponen tersebut adalah lingkungan pengendalian, penilaian
resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta monitoring. Dalam
pencapaian akuntabilitas dari sebuah organisasi dapat ditentukan dari sejauh mana
pengendalian intern dapat memberikan keyakinan atas sebuah pelaksanaan.
Hal ini memberikan keyakinan bahwa untuk menciptakan akuntabilitas harus
pula didukung dengan adanya pengendalian intern. Pentingnya pengendalian internal
38
2.3.2 Hubungan Audit Kinerja dengan Akuntabilitas Publik
Menurut I Gusti Rai (2008:31) audit kinerja adalah audit yang dilakukan
secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja
entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efesiensi, dan efektivitas dengan tujuan
memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dalam meningkatkan akuntabilitas
publik.
Didukung oleh jurnal dari Deddy Supardi dan Sherly Winiarti (2010)
menyatakan dalam jurnalnya bahwa audit kinerja dan akuntabilitas publik memiliki
nilai korelasi yang sedang dan searah, jika audit kinerja terhadap akuntabilitas publik
sebesar 17% dan sisanya yaitu dipengaruhi oleh faktor lain di luar audit kinerja,
misalnya pelayanan publik, kualitas informasi keuangan, manajerial, dan pengawasan
fungsional yang akan menunjang akuntabilitas publik. Dimana Ho ada pada daerah
penolakan berarti H1 diterima atau audit kinerja mempunyai peran yang signifikan
dan positif dalam menunjang akuntabilitas publik.
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa audit kinerja bertujuan agar
akuntabilitas publik dapat dilaksanakan secara transparan dan bertanggungjawab.
(Halim, 2004)
(I Gusti Rai, 2008:31)
Gambar 2.1 Skema Paradigma Pengendalian
Intern
39
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian Bisnis”
hipotesis adalah:
“Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap yang diberikan,
baru di dasarkan pada teori yang relevan bukan di dasarkan pada faktor-faktor
empiris yang diperoleh dari pengumpulan data”
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis berasumsi bahwa:
H1 : Terdapat pengaruh antara pengendalian intern dengan akuntabilitas publik
H2 : Terdapat pengaruh antara audit kinerja dengan akuntabilitas publik.
H3 : Terdapat pengaruh antara pengendalian inetrn dan audit kinerja terhadap
122 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh
pengendalian intern dan audit kinerja terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah
Kota Bandung dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Pengendalian intern pada pemerintah Kota Bandung secara umum berada dalam
kategori cukup. Kegiatan pengendalian serta informasi dan komunikasi pada
pemerintah Kota Bandung sudah baik. Namun lingkungan pengendalian,
penaksiran risiko dan pemantuan pada pemerintah Kota Bandung masih termasuk
dalam kategori cukup. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pengendalian intern
berpengaruh terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung.
Pengendalian intern secara parsial memberikan pengaruh lemah sebesar 26,8%
terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung.
2. Audit kinerja pada pemerintah Kota Bandung secara umum termasuk baik.
Pengendalian secara independen, ekonomis, kesesuian antara kinerja yang dicapai
dengan kriteria yang telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasilnya kepada
pihak-pihak pengguna laporan termasuk dalam kategori baik. Akan tetapi
efektivitas dan efisien dan kepatuhan kepada kebijakan/peraturan masih termasuk
dalam kategori cukup. Hasil pengujian menunjukkan bahwa audit kinerja
123
kinerja memberikan pengaruh sebesar 39,7% terhadap akuntabilitas publik pada
pemerintah Kota Bandung.
3. Pengendalian intern dan audit kinerja secara bersama-sama memberikan pengaruh
sebesar 54,1% terhadap akuntabilitas publik pada pemerintah Kota Bandung.
Diantara kedua variabel independen, audit kinerja memberikan pengaruh yang
lebih besar terhadap akuntabilitas publik dibanding pengendalian intern.
5.2 Saran
Berdasarkan tinjauan yang penulis lakukan selama melakukan Penelitian pada
Pemerintah Kota Bandung, penulis dapat memberikan beberapa saran yang
diharapkan bisa bermanfaat bagi instansi terkait, sebagai berikut :
5.2.1 Saran Operasional
1. Agar pengenalian intern baik maka pelaksanaan pemantauan lebih sering dan
Inspektorat perlu memberikan perhatian yang lebih dalam membuat laporan
audit, karena laporan audit tersebut harus memberikan nilai tambah bagi
pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu lembaga legislatif, pemerintah,
publik, maupun akedemisi.
2. Agar audit kinerja di Pemerintah Kota Bandung baik, maka pemerintah harus
meningkatkan kinerja, dan berkaitan dengan ketidakefektivan dan
ketidakeefisienan pemerintah harus meninjau ulang laporan tersebut karena
masih lemahnya hal tersebut. Selain itu Pemerintah harus membuat aturan yang
lebih ketat dari sebelumnya yang bisa membuat para pelanggar aturan jera akan
124
3. Agar saluran akuntabilitas dapat tersistem dengan baik, seperti auditor dan
parlemen selain itu kepada pemegang otoritas yang lebih tinggi. Melalui variasi
saluran akuntabilitas tersebut setiap masyarakat dapat menaggapi, mengkritisi,
dan menyampaikan aspirasinya untuk dapat diteruskan kepada pejabat publik
yang bersangkutan. Masukan dan keluhan dari masyarakat dapat menjadi
rekomendasi untuk pejabat baru dalam memperbaiki kinerja peride berikutnya .
5.2.2 Saran Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu
Disarankan bagi peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian yang sama,
dengan metode yang sama tetapi unit analisis dan sample yang berbeda agar
diperoleh kesimpulan yang mendukung teori dan konsep diterima secara umum.
2. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan agar para peneliti lain dapat lebih memberikan bukti empiris dari
konsep yang telah dikaji bahwa akuntabilitas publik dipengaruhi oleh
PENGARUH PENGENDALIAN INTERN DAN AUDIT KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS PUBLIK
PADA PEMERINTAH KOTA BANDUNG
Isvihana Siti Badriah Rahmat
Universitas Komputer Indonesia
Abstrack
From the results of the audit some areas in 2012 has not been an unqualified predicate ( WTP ) . This was due to the weakness of control caused by mistakes made repeated and the findings of the audit databases must address satisfying CPC still many irregularities that resulted in the lack of public accountability . The purpose of this study is to determine how much influence the internal control and audit performance against public accountability in the city of Bandung .
The population in this study were 43 employees inspectorate Bandung as Operation Supervisor Local Government Affairs (P2UPD) . Sampling method used when making that respondents to the questionnaire is low, then 30 % of the total respondents can be used as the basis of the total sample perhitungan.Analisis used is descriptive analysis and verification with quantitative approaches . The analysis model used is multiple regression analysis .
The results of hypothesis testing in this study show that (1) internal control weak influence on public accountability, (2) performance audit effect on public accountability, (3) internal control and audit performance affect public accountability .
Keywords : Internal Control , Audit Performance, Public Accountability .
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi,
desentralisasi itu sendiri sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu desentralisasi pembentukan
daerah otonom dan penyerahan wewenang tertentu kepadanya oleh pemerintah pusat; desentralisasi
pemerintah pusat. Dalam penyelenggaraan pemerintahandengan memberikan kesempatan dan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah (Ateng Syaifudin, 2006:17).
Local government (pemerintah daerah/lokal) dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan publik, harus pula diiringi dengan prinsip good governance. Good
governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan dalam menyediakan barang dan jasa publik (public good and services). Prinsip-prinsip good governance antara lain adalah prinsip efektifitas (effectiveness), keadilan (equity), partisipasi (participation), akuntabilitas (accountability), dan
transparansi (transparency)(Basri, 2007:46).
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah
menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah (Stanbury
dalam Mardiasmo, 2003). Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik (Stanbury dalam Mardiasmo, 2003).
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas
aktivitas dan kinerja fianancial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi,
1999). Pemerintah, baik pusat maupun daerah harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam
rangka pemenuhan hak-hak baik publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk
didengar aspirasinya(Stanbury dalam Mardiasmo, 2003).
Pada perubahan orde baru ke era reformasi menurut pelaksanaan akuntablitas publik dalam
melaksanakan setiap aktivitas kemasyarakatan dan pemerintahan. Asumsi UU No 17/2003 membawa
akuntabilitas hasil sebagai notasi yang dipertanggungjawabkan. Indikator hasil seperti ekonomi,
efesiensi, dan efektivitas harus dapat direfleksikan dalam laporan pertanggungjawaban pemerintahan,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Indra Bastian, 2006:74).
Persoalan korupsi telah diperbincangkan sejak satu dekade silam. Pasca reformasi 1998, korupsi
telah menjadi extraordinary crime, kejahatan yang pemberantasannya memerlukan pendekatan yang
menyeluruh(Abdullah Dahlan, 2012). Artinya, instrumen pemberantasan korupsi tidak hanya meliputi soal
hukuman atau efek jera bagi pelaku korupsi, melainkan juga pencegahan terhadap potensi tindak pidana
korupsi dan bentuk-bentuk korupsi di berbagai sektor, termasuk korupsi sektor publik. Abdullah Dahlan
mengatakan korupsi disebabkan oleh minimnya akuntabilitas publik, ketika di saat bersamaan terjadinya
monopoli sumber daya publik dan diskresi pada penggunaan kekuasaan.Yuna juga mengatakan bahwa
minimnya akuntabilitas publik di Indonesia dapat dilihat dari sengkarut proses anggaran di berbagai
kementrian. Dari semua kementrian hampir semua diisi oleh permainan dari calo anggaran berasal dari
partai politik (Abdullah Dahlan, 2012).
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriyawan menyatakan dalam kerangka pengelolan Pemerintahan
yang bersih, akuntabel dan transparan maka perlunya kegiatan konsultatif, asistensi, fasilitatif, pelatihan,
sinergi antara lembaga pengawasan pembangunan dan keuangan, Insya Allah akuntablitas pengelolaan
Keuangan Daerah serta tata kelola pemerintahan di Jawa barat dapat semakin berkualitas, yang salah
satunya tercapainya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK (Ahmad Heryawan, 2011). Lebih
lanjut lagi Heryawan menyatakan pelanggaran pemerintah berdasarkan konsepsi otonomi daerah
dewasa ini bergerak semakin cepat dan kompleks. Sehingga mengalami rekonstruksi mendasar dalam
hal tata kelola pemerintahan, khususnya terkait pertanggungjawaban keungan. Namun demikian,
Heryawan menyadari bahwa untuk menghadirkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang
berkualitas tersebut tidaklah mudah. Hal ini ditandai dengan masih terdapatnya permaslahan dan
hambatan, yang tentunya harus diperbaiki bersama. Beberapa diantaranya sebagai berikut; dari
sebanyak 27 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2009 se-wilayah Propinsi Jawa barat
yang diaudit BPK, tidak ada satupun yang memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Hal
itu akibat penyajian data pada beberapa pos di neraca yang tidak sesuai, sehingga laporan keuangan
tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya oleh BPK (Heryawan, 2011). Selain itu terdapat Sisa Lebih
Pengguana Anggaran (SILPA) di akhir tahun 2009 pada setiap pemerintah daerah se-Provinsi Jawa
Barat menunjukan angka cukup besar, yaitu mencapai Rp. 5,946 triliun. Meski demikian, terdapatnya
SILPA juga merupakan bentuk efisiensi belanja sebagaimana yang diterapkan Pemerintah Provinsi Jawa
Barat. Sementara masih tingginya indikasi penyimpangan pengelolaan keuangan yang berpotensi
merugikan keuangan Negara/Daerah. Hal ini terlihat dari 477 Laporan Hasil Audit Investigasi BPKP Jawa
Barat sejak tahun 1998 hingga maret 201, dimana kerugian negara/daerah mencapai Rp. 849,5 miliar
dan US $ 26,557 (Heryawan, 2011).
Dalam memenuhi akuntabilitas publik, pemerintah melaporkan kinerja secara detail. Berbagai
fakta lapangan yang penting harus dipilah sebelum laporan disusun, karena banyak hal yang penting
sering mengaburkan fokus pelaporan. Jadi, penilaian informasi yang relevan perlu dilakukan. Kriteria
kualitas informasi pelaporan yang dipercaya dan hanya menyajikan hal-hal yang penting dapat dipilah
menjadi tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Mengetahui apa yang dianggap penting oleh user; 2)
Memulai informasi tentang tjuan utama pelaporan kinerja dan komitmen-komitmennya pada pencapaian
hasil; 3) Memuat informasi yang dinilai peling penting oleh organisasi sektor publik dari aspek kinerja
(Bastian, 2006:303).
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik dalam hal ini
pemerintah untuk mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value for
money dalam menjalankan aktivitasnya serta untuk menjamin diperlukannya pertanggungjawaban publik oleh organisasi sektorpublik, maka diperlukan audit terhadap organisasi sektor tersebut. Audit yang
dilakukan tidak hanya terbatas pada audit keuangan dan kepatuhan, namun perlu diperluas dengan
melakukan audit terhadap kinerja organisasi sektor tersebut (Ismet Susila: 2008).
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor
swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional dan hukum,
yang lebih luas di banding swasta. Ada tiga macam jenis audit yaitu audit keuangan, audit kepatuhan,
dan audit kinerja (Rahmansyah Ritonga, 2013).
Audit kinerja memfokuskan pemerikasaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian
ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit. Kinerja suatu organisasi dinilai
baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Secara teknis kinerja
yang baik bagi sustu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyedia jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efesiensi dan efektif. Konsep ekonomi, efesiensi,
efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan/dimaknai secara terpisah atau
sendiri-sendiri. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional
organisasi dapat diminimalkan, konsep efesiensi memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai
dengan sumber daya yang tersedia, konsep efektivitas berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan
oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dengan tepat (Ismet Susila: 2008).
Banyak sekali fenomena yang terjadi di dalam pemerintahan kita, yaitu BPK RI menemukan
modus perjalanan yang fiktif dan perjalanan dinas ganda pada audit laporan keuangan Negara semester
1 tahun 2012. Penyelewengan perjalanan dinas marak terjadi. Ketua BPK, Hadi Poernomo menjelaskan
terjadinya penyelewengan perjalanan dinas di pemerintah pusat dan daerah sebanyak 259 kasus dengan
kerudian Negara senilai Rp.77 miliar. Hadi juga menjelaskan pada semester 1 tahun 2012 BPK
melakukan pemeriksaan kinerja atas 14 objek pemeriksaan dengan temuan 80 kasus ketidak hematan,
ketidakefesiensian, dan ketidakefektifan senilai Rp.125,43 miliar (Hadi Poernomo, 2012). Pemeriksaan
kinerja juga mengungkapkan adanya 27 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
senilai Rp 86.472,67, yang terdiri atas 5 kasus indikasi kerugian Negara/daerah/perusahaan senilai Rp
29.390,24, 2 kasus kekurangan penerimaan senilai Rp 20.671,94 juta dan 16 kasus penyimpangan
administrasi.Atas temuan-temuan tersebut telah ditindak lanjuti dengan penyetoran kas Negara/daerah
snilai Rp 37.402,06 juta untuk indikasi kerugian Negara/daerah dn senilai Rp 13.585,13 juta untuk potensi
kerugian Negara/daerah (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1, 2012).
Salah satu cara paling efektif untuk mencegah timbulnya fraud adalah meningkatkan sistem
pengendalian intern (internal control system). Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
bahwa asas akuntabilitas sebagai salah satu dari asas-asas umum penyelnggaraan negara adalah asas
menentukan, bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan yang dilakukan penyelenggara negara
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulaytan
tertinggi Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang dilakukan. Berkaitan dengan hal
tersebut telah diterbitkan INPRES Nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
yang intinya mewajibkan setiap pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintah negara mulai dari
pejabat eselon II keatas untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta
kewenangan pengelolaan sumber daya dan kebijakansanaan yang dipercayakan kepada aparatur
Penyelenggaraan kegiatan pada suastu instansi pemerintah mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban harus dilaksanakan secara tertib,
terkendali, serta efesien dan efektif. Untuk mewujudkannya dibutuhkan suatu sistem yang dapat
dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinana memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat mencapai tujuan. Sistem inilah yang dikenal
sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern dijelaskan bahwa SPIP adalah sistem pengendalian intern
yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Berkaitan dengan hal ini, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh (http://setjen.deptan.go.id).
Tak henti-hentinya sistem pengendalian intern (SPI) lembaga pemerintah mendapatkan serotan
tajam dari berbagai pihak. Media ini pernah ada pula menurunkan tulisan menyoal SPI tersebut. Pada
umumnya, sorotan terhadap SPI menyangkut kelemahan SPI itu sendiri. Ironis, sebab kelemahan,
bahkan kekeliruan itu dilakukan berulang-ulang yang kemudian mempengaruhi kualitas laporan
keuangan kementrian/lembaga (K/L). Sorotan terhaap SPI merujuk pada hasil pemerikasaan BPK atas
34 laporam keuangan kementrian /lembaga tahun 2011 yang disampaikan BPK dalam Juni lalu. Dalam
laporannya, BPK antara lain mengungkapkan temuan mengenai kelemahan SPI dan ketidak patuhan
terhadap peraturan perundangan. Permasalahan yang terkait dengan kelemahan SPI yang ditemukan
BPK tersebut terutama terletak pada realitas ketidaktertiban dalam pengelolaan asset tetap, yang
meliputi antara lain, asset tetap belum diinventarisasi dan dinilai, asset tetap tidak diketahui
keberadaannya, asset tetap belum didukung dokumen kepemilikan, dan asset tetap dikuasai/digunakan
oleh pihak lain yang tidak sesuai ketentuan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)
(http://www.businessnews.co.id).
Kota Bandung mendapatkan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) 2012 yang diberikan BPK RI. Ada empat catatan yang diberikan, yaitu persoalan
aset, kelemahan pengendalian sistem internal penatausahaan piutang dan pertanggungjawaban,
pengendalian internal sewa tanah dan bangunan, serta hibah bansos. Tomtom Dabbul Qomar selaku
Pelaksana Badan Anggaran DPRD Kota bandung menyatakan setiap tahun persoalan aset, mulai dari
identifikasi aset, pendataan, investigasi, hingga sertifikasi aset. Persoalan mengenai aset ini memang
masih terus carut marut, dan ini sangat dirasakan karena langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Tomtom juga mengatakan, gugatan dari masyarakat juga banyak dilayangkan kepada Pemkot bandung
mengenai persoalan aset. Banyak persoalan mengenai aset hilang, atau aset yang disewakan tapi nilai
PAD yang masuk ke kas daerah tidak sebanding dengan objek yang disewakan. Permasalahan seperti
itu harus dipecahkan secara serius, segera lakukan penelusuran dan investigasi agar bisa selesai
(Tomtom Dabbul Qomar, 2012).