• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagaimana rayap dapat digunakan sebagai bioindikator?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagaimana rayap dapat digunakan sebagai bioindikator?"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

S s\ <=\

N

-^N S^N N

*"N SSsN

$x*s ss S ssSs NS

S*=\*NNS*\SN-SSSS$x*ssxSsS**N^^Ns-=ss\s=\S

KNYKKXffiKS{"\WX

\-\Svsss\s\ =-NS Nss^=*-sss

-^N Ssss*s^sSss NS-^NS

Djoko E[qo Hadi Susilo, Nlohamnrad Hertos dan Fahruddin Arflanto

Suaibatul Aslamiah dan Haryadi

Teguh Pribadi

Ady Ferdian Noor dan Fazakkir Noor

Asep Solikin Dedi Setiawan

Dedy Norsandi

Eian Lufia Rahmawati

Endang Sni Suyati

Hend ri

Rita Rahmaniati dan Supramono Su n iati Su pard i

Rabiatui Adawiyah

L*W*&&E

PEilHLITIAH DAH

PEHGASOIITH

KEPADA MASYARAKAT

U T{

ryENSffAS

TI|UHAMUADIYAH PAI*ANGKARAYA

Jl.

RTA

Milono

Km.l,5

Palangka Raya

',:

\\N

\-IImu-ilmu Fertanian

Studi Potensi Penyemaian dan Pembibitan Tanaman Mengkudr:

pada Beberapa Komposisi Media Tanam

llmu-ilmu Kehutanan

ldentifikasi Kandungan Kimia Golongan Senyawa Daun Pohon Kapuk (Ceiba pentandra L,) Sebagai Obat Tradisional

Bagaimana Rayap Dapat Digunakan Sebagai Bioindikatc'r?

llmu-iimu Fendidikan

Kompetensi Meng ajar Calon Guru SD (Studi Kasus hlahasiswa

Program

Stud

i

PGSD

FKIP

U niversitas Muhammadiyah

Palangkaraya)

Konsep Pendidikan Anak dalam Penspektif Ajaran Agan"la lslam

Pembelajaran Matematika yang Mengacu ltttuttiple lnteligences pada Materi Statistik di Kelas Xl IPS SIVA Negr- - fiatu

Sikap N/ahasiswa Universitas PGF,

r

? ?Ka Raya Terhadap Pelestarian Lingkungan

Senyapan pada ujaran lwan Fals "Akhirnya lwan Fals Bicara"

Upaya [Vleningkatkan Hasil Belajar Ekonomi Melalui Nletode Tutor Sebaya Kelas Xl Madrasah Aliyah di Palangka Raya

Sfudents' Ability to Use Descriptive Adjective in Senfence

Kajian Sosio-Biologi tMinuman Baram lVlasyarakat Dayak Wilayah Katingan Kalimantan Tengah

Hubungan Gaya Kepemirnpinan Kepala Sekolah dengan Efektivitas Sekolah Menengah Atas Negeri Se- Kota Palangka Raya

Pelaksanaan Evaluasi Formatif Mata Pelajaran Ekonomi Pada Kelas

Xl di N/adrasah AIiyah Al-Badar Kasongan

IImu-ilmu Kesehatan

ldentifikasi Boraks dan Formalin pada Bakso Daging di Lingkungan Universitas N4uhammadiyah Palangka raya

(2)

Volume

14

Nomor

{

Desember

2014

ISSN

1412-1395

(versi cetak)

ISSN

2355-3529

(versi elektronik)

ATVTERIORJUR]UAI,

Penerbit

:

Lei'nbaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)

Universitas Mu hammadiyah Palangkaraya

Pelindung:

Rektor U n iversitas M u ham madiyah Pala ng karaya

Penanggung Jawab

:

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)

Universitas M uhammadiyah Palang karaya

Pimpinan

Umum:

Drs. H. Supardi, M.Pd

Dewan

Redaksi dan Penyunting Pelaksana

:

Djoko Eko H.S., S.P., M.P. (Ketua)

Fahruddin Arfianto, S.Pi (Sekretaris)

Bambang lrawan, S.E. (Anggota)

lse Afitah, S.Hut, M.P. (Anggota)

Penyunting

Ahli

:

Pelaksana Tata Usaha

dan

Sirkulasi

:

Staf Tata Usaha LP2M UM Palangkaraya

Alamat Redaksi

:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M)

Universitas Muhammadiyah Palangkaraya J!. RTA. Milono

Km.I,5

Palangka Raya 73111

Telp./Fax. (0536) 3237690 ; e-mail : lp3m_um. palang karaya@yahoo.co.id

Terbit setahun dua kali (pada bulan Juni dan Desember), berisi artikel hasil penelitian dan kajian

yang bersifat analisis-kritis di bidang pertanian, kehutanan, ekonomi pertanian, perikanan,

keteknikan, sosial dan politik, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan ilmu agama lslam, Penyunting menerima kiriman naskah yang belum pemah dipublikasikan dalam media publikasi lain. Persyaratan dan format naskah tercantum pada halaman sampul bagian belakang. Naskah yang masuk

akan dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah dan tata cara penulisan lainnya.

-T'!'

H.M. Yusuf, S.Sos, M.A.P.

Dr. Sonedi, S.Pd, M.Pd

Dr.

lr.

Mofit Saptono, M.P.

lr. H. Setiarno, M.P.

Drs. H. Noormuslim, M.Ag

lr. Anwar Muda, M.T.

dr. H. Fery lriawan, M.PH

(llmu-ilmu Sosial dan Politik)

(llmu-ilmu Pendidikan)

(llmu-ilmu Pertanian)

(l lrnu-ilmu Pertanian)

(llmu-ilmu Agama lslam)

(llmu-ilm u Keteknikan)

(llmu-ilmu Kesehatan)

.li, #..

fii

f

(3)

A.nterior Jurnal, Volume 14 Nomor 1, De..sember 2014, Hal 20

-28

BAGAIMANA RAYAP DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI BIOINDIKATOR

TEGUH PRIBADI

Dosen Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas PGRI Palangkaraya e-mail : tgpribadi@gmall.com

ABSTRACT

Eoosysfem aftentions not onty affect habitat anditions but also have impact

on

bigtic

omponents-The preseice

of

organisms provides ,esponse

of

habitat afteration

an

be used as indication organism.

tndication organismi

or

bioindicator are key amponent in ecosysfem management. This paper aims to evaluate anc! review the rote

of

termrtes

as

bioindicator. Bioindiator defined

as

organisms

or

group

of

organism reftect

aN

inform fhe eoosysfem circumstane; envianmental, eological and biodiversfy sfafus

ai

wel

as. Main

criteia

of

bioindicator

are as

foltow: taxonomical

aN

biological characters

of

fhese organisms well-knew, asmopolitan organisms, they have

a

urell-response

to

habitat afteration, and their

reiponses

arc

closed

anetated to att

anmunities

or

propedies

of

stress factors. Termites showed

responses to environmental change, especialty in habitat alteration. Termites responded to habitat alteration On termites omposition change and termites nchness decrease. Fwthermore, termite's ncfiness strong

arrelatd

with other taxon

ii

their

ammunity.

Biological

aN

taxonomical termites

are

well-known- ln

addition, standard

suyey

of

termites

has

been devetoped

to

explore termite's 4chness

in

trop:1cs

ecosysfems.

Ihese

imptication, fermrfes can

be

apptid as

ooe

of

indiation organisms

or

biaindicator, notabty their rctation in

eolqical

indicator and bidiversity indicator.

Keywords

:

bioindicator, indicator value, eosystemen management, habitat alteration, termites.

ABSTRAK

Perubahan ekosistem

tidak

hanya mempengaruhi kondisi habitat tetapi

juga

berdampak pada komponen-komponen biotik. Keberadaan organisme yang mamPu memberikan tanggapan sehingga dapat

OpdiXan sebagai organisme indii<atif. Organisme indikatif

atau

bioindikator merupakan

salah

satu

komponen pentlng OaEm pengelolaan ekosiitem. Makalah ini bertujuan

ultuf

mgngevaluasi dan mengkaji

peranan rayap se6agaiOioindilator berdasarkan kajian literatur yarg ada. Bioindikator didefinisikan sebagai

organisme

Ltiu

renmpok organisme yang mampu memberikan gambaran dan informasi terhadap kondisi eliosistem baik

berupi

informasi kondisi lingkungan, ekologis dan keanakeragaman hayati. Persyaratan

organisme bioindikator antara lain, informasi baik biologis dan taksonomis tersedia, bersifat kosmopolitan, m6mberikan tanggapan yang baik terhadap perubahan habitat, dan berkorelasi kuat dengan keseluruhan komunitas di habitat tersebut. Rayap memberikan tanggapan tefiadap perubahan lingkungan, khususnya yang terkait dengan perubahan niUitat. Rayap memberikan tanggapan terhadap perubahan habitat melalui

peruOanan komposisi

jenis

dan

penurunan kekayaan

jenis

rayap. Selain

itu,

kekayaan

ienis

rayap

berkorelasi kuat dengan kekayaan jenis beberapa takson yang lain. Biologi dan taksonomi rayap sudah tersedia dengan baik. Di samping itu, sigi baku keanekaragaman rayap sudah dikembang. Oleh karena.itu, rayap dapat-diterapkan

sebagii

salah satu organisme indikatif atau bioindikator terutama yang terkait dengan bioindikator ekologis dan bioindikator keanekaragaman jenis.

Kata kunci: bioindikator, nilaiindikator, pengelolaan ekosistem, prubahan habitat, nyap.

(4)

Teguh Pribadi, Bagaimana Rayap Dapat Digunakan sebagai Bioindikator

PENDAHULUAN

Aktivitas manusia

dalam

rangka

penyejahteraan

diri

(human

welfare) semakin

ineningkat. Kegiatan yang terkait dengan agenda

manusia

ini,

menimbulkan

interaksi

antara

manusia

dengan

lingkungannnya.

Manusia

mengeksplorasi

dan

mengeksploitasi sumber

daya alam. Mereka mengubah, merusak bahkan

menghilangkan ekosistem-ekosistem alamiah.

Kawasan-kawasan

berhutan

dirubah

menjadi

lahan pertanian, perkebunan

atau

permukiman,

sementara kawasan

berair

dan

udara terbuka

dijadikan muara berbagai bentuk zat tercemar.

Manusia rnenciptakan teknologi

dan

membuat

peralatan

baru untuk

mendukung keberadaan

ekosistem-ekosistem

ini.

Bumi telah mengalami perubahan yang dramatis (Merkert

et

at. 2003).

Perubahan

ini telah

melampaui

batas

kemampauan alamiah bumi untuk menyediakan

sumber

daya

bagi

rnanusia (pankhurst

et

at.

1997)

dan

untuk

memulihkan

diri.

Ekosistern,

komunitas

dan

populasi termasuk manusia di

dalamnya menanggung

dampak

negatif

dari

kerusakan lingkungan (Becker 2003).

sistem

ekologis

bumi

mengalami

kerusakan

seperti

terjadinya

erosi

tanah,

pengeringan sungai, kekacauan sistem neraca

air,

penyusutan hutan, instabilitas sistem cuaca

dan punahnya beberapa spesies (pankhurst et at.

1 997). Bentuk kerusakan ekosistem ditandainya

dengan: (1) intensitas

serangan

hama penyakit

dan parasit yang makin tinggi;

(z)

berkurangnya

kehadiran simbion pada sistem perakaran dan meningkatnya dominasi

simbion

yang

kurang

bermanfaat

bagi

tanaman;

(3)

penurunan

keanekaragaman

spesies

atau

perubahan

komposisi

jenis;

(4)

penurunan produksi primer

bersih

dan

produksi ekosistem

bersih;

(s) pelimpahan transfer produksi tahunan

ke

dalam

sistem dekomposisi;

(6)

laju

respirasi tananran

atau komunitas yang makin tinggi; (T) defisiensi

hara

esensial

untuk

pertumbuhan

karena

ekosistemnya

tidak

mamplj

memanfaatkafl,

menjaga dan mengernbalikan unsur hara tersebut

serta munculnya gejala 'bdrilenecfl suatu unsur

hara dalam jangka panjang (vogt

et

at.1996). Kondisi tertekan merupakan unsur vital bagi

tiap

tingkatan organisme biologis. Kemampuan

bereaksi terhadap tekanan merupakan karakter

penting

bagi

sistern kehidupan untuk bertahan

hidup.

Tidak

ada

perkembangan spesies dan

ekosistem tanpa adanya tekanan alami. Namun,

jangka waktu evolusi yang teriadi

hrada

dalam

sclang variasi tekanan yang secara umum relatif

konstan

dan

memberikan kesempatan spesies

tersebut

untuk

mengatur

utang

terhadap

perubahan kondisi lingkungan (Merkert

et

at.

2003).

Perubahan

ekosistem

akan

memicu

perubahan biologis dan ekorogis organisme yang

terdapat

di

dalamnya

dari

tingkat

sel

sampai

komunitas (Vogt et at. 1996; Genet et at.2001 ).

suatu organisme akan berkembang secara

optimal

pada

kondisi

lingkungan

yang

ideal.

Komponen ekosistem

yang tidak

norrnal

berdampak

pada

perubahan mekanisme kerja

pada suatu

organisme. Beberapa organisme

mampu memberikan tanggapan (weissman et at.

2006),

pertanda

(Elliot

1gg7), peringatan dini

(Jones & Eggleton 2000), atau representasi (Hilty

&

Merylender 2000; vanclay zoCF) serta refleksi

(vogt

et

al.

1997; Didden 2003; vanclay 2oa4),

informasi (McGeoch l gg8) terhadap perubahan

kondisi

lingkungan.

Kemampuan organisme

tersebut dalam memberikan kemampuan tersebut

(5)

Antericr Jurna{ Voiume 14 Nomor 1, Desember 2014, Hal 20

-28

merupakan salah satu komponen penting dalanr

pengeloiaan ekosistem. Oi'ganisme tanggapan ini

umurnnya

dikenal sebagai

bioindikator.

Organisme indikatif

atau

bioinciikator memiliki

hubungan yang erat antara organisme tersebut dengan perubahan komponen abiotik dan biotik pada suatu ekosistem (McGeoch et al.2OO2).

Makalah ini bertujuan untuk mengevaluasi

dan mengkaji peranan rayap sebagai bioindikator berdasarkan kajian literatur yang ada.

DASAR DAN KONSEP BIOINDIKATOR Bioindikator adalah organisme (atau bagian

dari

suatu organisme ataupun suatu komunitas

organisme)

yang

memiliki

irrformasi tentang

kualitas suatu kondisi lingkungan atau sebagian

dari komponen lingkungan (Mhatre

&

Pankhurst

1997;

Kettrup

2003) yang

digunakan untuk

menjelaskan

pengaruh-pengaruh perubahan

lingkungan pada skala ruang dan waktu (Markert et al. 2m3) ataupun kondisi lingkungan sehingga

sering diacu sebagai indikasi tekanan lingkungan

yang bersifat antropogenik (Franzle 2003)

Sedangkan, McGeoch (1ee8)

mendefinisikan bioindikator sebagai spesies atau

kelompok

spesies

yang

secara

cepat

dapat

menggambarkan kondisi lingkungan baik abiotik

maupun

biotik;

atau

menggambarkan dampak

perubahan lingkungan

dari

sebuah

habitat,

komunitas atau ekosistem; atau mengindikasikan

keragaman

dari

kelompok

takson,

atau

keragaman secara keseluruhan

di

dalam suatu

habitat.

Bioindikator

adalah

organisme yang

menunjukan sensitivitas atau toleransi terhadap

kondisi

lingkungan

sehingga

memungkinkan

untuk

digunakan sebagai

alat

penilai

kondisi

lingkungan.

Spesies indikator adalah

spesies

yang

memiliki tanggapan tei'hadap

satu

atau

beberapa pengaruh faktor lingkungan yang sernpit

(McGeoch 1998).

Bioindikasi menurut McGeoch (1998) dalam

penerapannya dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori yaitu.

1.

lndikator

lingkungan

(environmental indicafors)

adalah

spesies

atau

kelompok

spesies yang

tanggap

tertndap

kondisi

lingkungan

yang

rusak

atau

perubahan

kondisi

lingkungan. Organisme

ini

dapat

digunakan untuk menduga dan memonitoring

perubahan

kondisi

lingkungan

fisika

dan

kimia.

lndikator

lingkungan

dibagi

lagi

menjadi 5 yaitu sentine/s, detektor, eksploiter,

akumulator dan broassay organisms.

lndikatc r ekologis (ecological indicafors) yaitu

karakteristik takson atau

flbmpok

yang peka

dalam mengidentifikasikan faktor-faktor yang

terdapat

dalam

ekosistem. Organisme ini

mampu

menggambarkan

pengaruh

dari

tekanan-tekanan

ini

terhadap

biota

dan

tanggapannya diwakili

oleh

sedikit takson

yang ada pada habitat tersebut. Organisme

ini iuga dapat memonitor pengaruh stressor

terhadap

perubahan

kondisi

biota

dalam

jangka panjang.

3.

lndikator

keanekaragaman

hayati

(biodiversity

indicafors)

adalah

kelompk

takson

atau

kelompok fungsional dimana

keragamannya

dapat

ryenggambarkan

beberapa ukuran tentang keragaman (kayaan

jenis, kekayaan sifat dan endemisitas) takson

di

atasnya

dalam sebuah habitat

atau

kelompok habitat sehingga fungsinya dapat

digunakan untuk mengidentifikasi keragaman

hayati

ataupun

memantau

perubahan

2.

(6)

Teguh Pribadi, Bagaimana Rayap Dapat Digunakan sebagai

Bioi;rdikator

keragaman

hayati.

sehingga

indicator

keanekragaman

hayati dapat

digunakan

untuk

peniraian

habiatat dalam

biologi

konservasi.

lndikator

biodiversitas dapat

dibedakan menjadi

tiga

kelompok

yaitu

kelompok referensi, kelompok

kunci

dan

kelompok focat.

Kriteria

umum untuk

menetapkan suatu

organisme digunakan sebagai bioindikator adalah

(1) takson yang lebih tinggi dan/atau dipitih takson

yang

telah

diketahui

secara

rinci

dan

taksonominya

jelas serta

mudah

untuk

diidentifikasi

;

(2)

sifat-sifat

biologi

organisme

tersebut

diketahui

dengan

baik

dan

nremiliki

tanggapan

yang baik

terhadap

faktor-faktor

tekanan atau perubahan habitat;

(3)

organisme

tersebut tersedia secara melimpah, mudah disigi

dan

dimanipulasi (dilakukan perlakuan tertentu)

tertentu;

(4)

organisme tersebut tersebar dalam

ruang dan waktu atau bersifat kosmopolitan; dan

(5)

berkorelasi

kuat

dengan

keseluruhan

komunitas dan/atau dengan faktor-faktor tekanan

lingkungan (Hodkinson & Jackson 2005).

Bioindikasi dapat meliputi beberapa variasi

skala

dari

aspek

makromorekur,

ser,

organ,

organisme,

populasi,

sampai

biwnosis

(ekosistem). Sehingga bentuk bioindikasi meliputi:

(1) r*sksi

biokima

dan

fisiorogis;

(z)

penyimpangan

bentuk

anatomis,

morfologis,

irama

biologis,

dan

tingkah

laku dari

kondisi

normalnya, (3) perubahan floristik, faunistik, dan

populasi secara berurutan,

(4)

perubahan

ekosistem

ataupun

kombinasi ekosistem, (s)

perubahan bentuk dan fungsi ekosistem, dan (6)

perubahan

dari

sifat

bentang

alam

(Mhatre

&

Pankhurst 1gg7).

rnenjadi

tiga

kerornpok

yaitu:

(1)

lndikator

(kehadiran

dan

ketidakhadiranya menyimpulkan

tentang permasalahan lingkungan, namun secara

kuantitatif

jarang

ditemukan).

(2)

spesies

uji

(tanggapannya

nrengindikasikan tentang

permasalahan yang luas, spesies

uji

umumnya rnemiliki standardisasi yang tinggi),

(3)

monitor (menyediakan

bukti akan

adanya

perubahan, kesimpulan kuantitatif biasanya memungkinan jika dilakukan kalibrasi). Monitor terdiri

dari

monitor

aktif

(organisme monitor yang tersedia dengan

cepat

di

alam)

dan

monitor

pasif

(organisme

monitor yang diintroduksi). Monitor pasif terdiri

dari

reaktor (tanggapannya ditunjukan dengan

perubahan fungsi

atau

reaksi)

dan

akumurator

yang

tanggapannya

d,amati

berdasarkan

akumulasi

polutan

yang

tersinpan

di

dalam

organism tersebut (Homby & Bateman 1gg7).

Pengembangan sistem bioindikator dapat dilihat sebagai hubungan timbal balik antara faktor

lingkungan

dengan

komponen-komponen

biologis. Karakteristik biologis diantaranya adalah

komposisi

jenis, gejala

kerusakan

suatu

organisme, tubuh yang terkontaminasi polutan,

induksi

dan

penghambatan

enzlm

(straalen

1997). Franzle (2003)

menjelaskan bahwa

tanggapan suatu organisme terhadap pengaruh

lingkungan dapat diamati dari tingkat rnolekular

(Gambar

1).

Efektivitas

suatu

bioindikator

tergantung

pada

kekuataT hubungan antara

faktor-faktor lingkungan dan ciri-ciri biologis suatu orgaHisme. Faktor lingkungan mempengaruhi

ciri-ciri biologis melalui beberapa hubungan kausatif.

Ketika ciri-ciri biofogis dijadikan sebagai indikator,

maka

parameter

biologis adalah

pemicunya

(Straalen 1992).

(7)

Anterior Jurnal, Volurne 14 l'lclnor 1, Desember 2014, Hal 20

-28

rffaktu

(S)

100

Ruang

(*'i

I0-e

I

tiba+iba

-be,krapa hari

Jam

-minggu

hari

-bulan

tahun

-dekade

deformasi

I

Kernofoto dan geotaksis,

Orientasi, motilitas

aktivitas erl.gjimatis dan

metabolisrne, induksi MFO,

sistesis asam amino dan

Reaksi

morfologis

perubahan jaring&r, pernbentukan turnor, Depleksi Or, proses osrnotik

Dan

ionih

pengambilan Makanan, pencenuan", Ekskresi, fotosintesis

nitrifikasi

I

Y

Perubahan struktur dan dinamika pada kornunitas dan

ekosistern

l0e

t0lo

'-.:

[image:7.595.63.527.90.722.2]

.-t_-103 104

Gambar 1. Tingkat tanggapan sistem biotik terhadap tekanan terkait dengan ukuran dan kompleksitas

sistem tersebut (Franzle 2003).

Reaksi biokimia

@logis

dan endokrin

Embriogenesis, rep uksi, kecepatan pertum

(8)

Teguh Pribadi, Bagaimana Rayap Dapat Digunakan sebagaiBioindikator

RAYAP SEBAGAI ORGANISME BIONDIKATOR

Rayap merupakan rnesofauna tanah utama

di

kawasan tropis (Lee

&

wood

1911, Bignel &

Egglenton 2000). Rayap merupakan salah satu

ecosysfem engineers

yang

berperan sebagai

penghubung

siklus

biogeokimia

dan

rnenghubungkan interaksi antara konsumen dan

produsen.

Rayap memiliki

kemampuan untuk

mengolah tanah, mencampur bahan organik dan

mineral

serta

mengkonservasinya

agar

tetap

tersedia sekaligus memperbaiki struktur tanah

(Lee

& wood

1971; Bignefi

&

Eggteton 2000).

Rayap merupakan dekomposer

utama

daerah

tropik

yang

berperan

dalam

dehumifikasi dan

mineralisasi bahan organik karena kemampLmn

mereka

untuk

mengkonsumsi serurosa yang

terkandung

di

dalamnya

(Bigneil

&

Eggleton

2000).

Rayap

membantu penyediaan sumber

daya bagi organisme lain baik secara langsung

maupun

tidak

langsung (Jones

ef

ar.

lggz

di

dalam Lavelle

&

spain

2oo1

).

walaupun, berukuran badan kecil rayap juga berperan dalam

biodiversity (keanekaragaman

hayati)

karena

kemiripan

antar

jenis dalam satu suku sangat

tinggi.

Rayap merupakan salah

satu

organisme

bioindikator yang potensial dikembangkan pada

era

bioindikator. Rayap, semut

dan

kupu{<upu

heliconida merupakan

tiga

kelompok serangga indikator terbaik berdasarkan perananya di dalam

ekosistem, tingkat tanggapan terhadap gangguan

pada

ekosistem

dan

tingkat

asosiasi dengan

organisme

yang

lain

(Brown

1gg1

di

datam

speight

et

at. 1999). Rayap menunjukan korelasi

yang positif

terhadap keanekaragaman takson

yang lain pada habitat yang sama (vancray 2004).

Selain

itu,

rayap

juga

menunjukan sensitivitas

yang tinggi tetrradap pengaruh kondisi lingkungan

baik

biotik

maupun abiotik

yang

rnemapamya

serta

proses-proses

yang

terjadi

di

daram

ekosistern (Jones & Eggleton 2000).

Pembukaan

kawasan berhutan

pada

umumnya mengakibatkan penurunan kelimpahan

rayap, biomassa dan kekayaan jenis rayap secara

cepat. (Eggleton

&

Bignel 1995; Eggteton

et

at.

1995; 1996). Kekayaan

jenis

rayap pada suatu

ekosistem berkorelasi

negatif dengan

tingkat

gangguan pada ekosistem tersebut (Eggleton et

al.

1995; 2w21. Penelitian Jones

et

at. (2003);

Gillison

et al.

(2003) ditemukan sekitar

u

jenis pada hutan primer dan menurun sampai hanya

ada 1 spesies di kebun tipe monokultur. Beberapa penelitian juga rnenunjukan fenomena yang sama

dimana kekayaan jenis rayap pada kawasan yang

relatif masih belum terganggu memiliki kekayaan

jenis yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kawasan lain yang sudah terganggu (Eggleton ef

al.

1995; 1996; 1999; Jones & .Prasetyo ZOO2;

Jones et a|.2003; Gillison ef a/. 2003).

Tipe

fungsional

fienis

bahan

makanan)

rayap

juga

mengalami perubahan komposisi

ketika suatu kawasan berubah menjadi ekosistem

yang lebih sederhana (Bignell & Eggteton. 2000).

Hutan

yang telah

mengalami

pembukaan

dominasi

rayap

pemakan material

tanah (kandungan

bahan

organik rendah) digantikan oleh keberadaan rayap pemakan kayu (Bignel &

Eggleton

2000; Jones

et

at.

2003).

Rayap

pemakan kayu cenderung meningkat jumlahnya

sedangkan komposisi

jenis

rayap

pemakan

material tanah menurun dengan drastis (Eggleton

et al.

2OO2). Kelimpahan

relatif

dari

rayap pemakan kayu juga menunjukan kelimpahan yang
(9)

Anterior Jurnal, Volume 14 Ncmor 1, Desember 2C14, Ha! 2A

-

28

lebih tinggi dibandingkan rayap pemakan material

tanah (Jones & Prasetyo 2AO2; Jones et

a\.2003)-$ecara umurn keanekaragaman rayap menurun

dan muncul dominasi oleh suatu jenis

rayap-Fenomena ini secara umum terkait dengan karakteristik fisiologis dan morfologis dari

rayap-Rayap merupakan organisme yang sangat rentan

terhadap perubahan lingkungan.

Relatif

kecil,

lemah

dan

peka

terhadap cahaYa

dan

kelembaban. Aktivitas rayap sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tanah, tipe vegetasi,

faktor

iklim

dan

ketersedian

air.

Sistem

pertahanan

rayap

merupakan

organisme komunal, sehingga rayap sangat tergantung satu

sama

lain.

Menurut Bignell

&

Eggleton (2000)

pengurangan keanekaragaman rayap disebabkan

oleh

perubahan

kondisi

lingkungan

seperti

perubahan

habitat

mikro akibat

penurunan

penutupan tajuk dan terjadinya peningkatan bulk

density.

PENERAPAN RAYAP

SEBAGAI BIOINDIKATOR DI LAPANGAN

Metode sigi raYap untuk daerah tropis telah ditetapkan sebagai kesepakatan

para

ilmuwan-Metod

e

transecf surveys yang dikembangkan oleh

Eggleton

dan

Jones (2000) dapat

digunakan

untuk mengamati karakter ekologis rayap sebagai

protokol

baku

pengamatan

keanekaragaman

rayap.

Metode

ini

relatif cepat untuk

menilai

kekayaan jenis rayap pada suatu kawasoil, pola spasial dan temporal dari struktur komposisi rayap

di hutan tropis sekaligus mendukung pengamatan rayap sebagai bioindikator. Data yang diperoleh

dari metode ini adalah komposisi taksonomi dan

kelompok fungsional rayap (Eggleton

et

al. 2OO2;

Jones et a\.2006).

Penggunaan indeks heterogenitas sering

digunakan

untuk

menafsir

nilai

indikasi suatu

organisme

terhadap konoisi trabitat.

lndeks

kemerataan (evenness)

juga

dapat

digunakan

sebagai parameter nilai indikasi suatu organisme

bioindikator. Perbedaan

dai-i

masing-masing

indeks antar irabitat merupakan pembanding yang memadai untuk menilainya. Analisis pembanding

bisa

digunakan

anova

ataupun korelasi

dan

regresi.

Pemanfaatan

analisis

multivariat juga

dapat

digunakan

untuk

menjelaskan pengaruh

dari

komponen lingkungan

terhadap

keanekeragaman ataupun kesamaan dari masing-masing spesies antar habitat.

Nilai

indikator suatu

jenis yang

cukup

akurat untuk menguji

nilai

indikasi suatu jenis

terhadap ekosisten adalah nilai indikator (lndicator

vatuel

yang

dikembangkan

oleh

Dufrene &

Legendre (1997). Nilai indikator suatu jenis dinilai

berdasarkan fidelitas dan spesifitasnya (Dufrene

&

Legendre

1997;

McGeoch

et al.

2oo2).

Fidelitas

(fidetity)

adalah frekuensi

kehadiran

suatu jenis

di

sepanjang habitat atau ekosistem

yang

umumnya berasosiasi

dengan

kelimpahannya

(McGeoch

et al.

2oo2),

sedangkan spesifisitas (specficity)

adalah

kekhususannya

pada suatu

habitat

atau

ekosistem

atau pola

distribusi

suatu

jenis

terhadap suatu habitat (Duelli & Obrist 2003).

Nilai

indikator

yang

lain

yang

dapat

digunakan adalah Twinspan yang dikembangkan

oleh Hill

(1979). Metode

lain

adalah dengan .,,.trnenggunakan tndex

of

Biological lntegrity (lBl)

yang dikembangkan oleh Karr pada tahun 1981 ) Namun "

lBl

sering

digunakan

pada

ekosistem
(10)

Teguh Pribadi, Bagaimana Rayap Dapat Digunakan Sebagai Bioindiketor

DAFTAR PUSTAKA

Becker PH. 2003. Biomcnitoring

with

birds. Di

dalam:

Merkert

BA,

Breure

AM,

Zechmeister

HG.

2003.

Bioindicator and

Biomonitoing Principles,

Concepfs and

Applicafions. Amsterdam: Elsevier Science. Hal: 6t7

-

736.

Bignell

DE,

Eggleton

P.

200C.

T

ermites

in

ecosystems. Di dalam: Abe

T,

Bignel! DE,

Higashi

M.

Termites Evolution, Sociality,

Symbioseg

Ecology Dcrdecht

Kluwer

Academic. Hal: 363

-

387.

Didden W. 2003. Oligoclraeta. Di daiam: Merkert

BA,

Breure

AM,

Zechmeister

HG.

2003.

fuindicator and

Biomonitoring Principleg

Conepfs

and

Applicafions. Amsterdam:

Elsevier Scien@. Hal: 555

-

576.

Eggleton P,

et

al. 2AO2. Termite diversity a cross

an

anthropogenic disturbance gradient in

humid forest

zone

of

West Africa. Agric Ems Environ 90: 189-202.

Elliot

ET.

1997.

Rationale

for

developing

bioindicator

of

soil

health.

Di

dalam:

Pankhurst CE, Doube BM, Gupta \ruSR,

editor.

Biolryical lndicator

of So/

health.

New York. CABI.

Genet

JA,

Genet KS, Burton

TM,

Murphy PG,

Lugo

AE.

2001

.

Response

of

termite @mmunity and wood decomposition rates

to

habitat tragmentation

in

subtropical dry forest. Trop Ecol 42 (1 ): 35

-

49.

Gillison

AN,

Jones

DT,

Susilo

FX,

Bignell DE.

2003. Vegetation indicates diversity

of

soil

macroinvertebrates:

a

case study

with

termites

along

a

land-use intensification

gradient

in

lowland Sumatra. Organisms

Elivers Evol 3: 111

-

126.

Hilty

J,

Merenlender

A.

2000. Faunal indicator

taxa

selection

for

monitoring ecosystem health

.

Biol Con 92: 185-1 97 .

Hodkinson lD, Jackson JK. 2005. Tenestrial and

aquatic invertebrates

as

bioindicators for

environmental monitoring,

with

particular reference to mountain ecosystems. Environ

llanag 35 (5): 649

-

666.

Hornby

D,

Bateman GL. 1997. Potential use of plant root pathogens as bioindicators of soil

health.

Di

dalam: Pankhurst

CE,

Doube

BM,

Gupta

WSR,

editor.

Biological lndicatar

af

SorT health. New York. CABI.

hlm: 179

-

200.

Jones DT, Eggleton

P.

2000. Sarnpling termite

asse!'nblages

in

tropical forest: testing a

rapid bicdiversity assessment protocol. J

of

Appl Ecol 37:191-203.

Jones DT, Prasetyo AH. 2OA2.

A

survey termites

(lnsecta: Isopteran)

oi

Tabalong District,

South Kalimantan, lndonesia. The Raffles

Bull of Zool 50 (1): 117

-

128.

Jones

DT

et

al.

2003.

Termite assemblage collapse

a

long

a

land-use intensification

gradient

in

lowland

central

Sumatra,

lndonesia. J of Appl Ecol40: 380

-

391 .

Lavatle

P,

Spain

AV.

2001

. So/

Ecotogy

Amsterdam: Klurrer Acadernic Pr.

Lee KE,

Wod

TG.

1971. Termite

and

So/. London

:

Academic Press.

McGeoch MA. 1998. The selection, testing, and

application

of

tenestial

insects

as

bioindicator. Biol Rev 73. 181 -2O1 .

McGeoch MA, Rensburg BJ van, Botes A. 2OO2.

The

verification

and

application

of bioindicators: a case study of dung beetles

in

a

savanna ecosystem.

J

Appl Ecol 39:

661662.

'Merkert BA, Breure AM, Zechmeister HG. 2003.

'

Definition, strategies

and

principles for

bioindicator/biomonitoring

of

the environment. Di dalam: Merkert BA, Breure

AM, Zechrneister HG, editor. Bioindicator and Biomonitoring Principles, Concepts and

Applicafions. Amsterdam: Elsevier Science. hlm: 3

-

39.

Mhatre GN, Pankhurst CE. Bioindicator to detect contamination

of

soils

with

reference to

heavy

metal.

Di

dalam: Pankhurst CE,

Doube BM, Gupta

WSR,

editor. Biological lndicator

of

SorT health. New

York

CABI. hlm: 349

-

369.

l

(11)

Anterior Jurnal Volume 14 Nomor 1 , Desember 2014, l{al 20

-

28

Pankhurst CE, Doube BM, Gupta

WSR-

1997.

Biclogical

lndicator

of Soil

health:

Synthesis. Di dalam: Pankhurst CE, Doube

BM,

Gupta

WSR,

editor-

Biological tndicator

of

So,/ health. New Ycrk: CABI. hlm: 419

-

435.

Straalen NM

van

1997. Community structure of soil arthopods as bioindicator of soil health.

Di dalam: Pankhurst CE, Doube BM, Gupta

WSR,

editor. Biological lndtcator

of

So/

heafth. NewYork: CABI. hlm:

235-264.

Vanclay

JK

2004. Indicator groups and faunal richness. Fbrnis 1: 105-1 13.

Vogt KA,

et al.

1996.

Ecosystem Balancing

Science

with

Management-

New

York:

Springer-Verlag.

Weissman

L,Fraiber

M,

Shine

L,

GaO

J,

Hochman

A

2m6.

Responses of antioxidants

in the liclren Ramalina lacera may serve as a

nearly waming

bioindication

system

for detection of air pollution stress. Fems frtlicrobiol

Ecol 58. 41-53.

Gambar

Gambar 1. Tingkat tanggapan sistem biotik terhadap tekanan terkait dengan ukuran dan kompleksitastersebut (Franzle 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukan bahwa panjang jalur distribusi berhubungan dengan biaya pemasaran dan margin pemasaran.Bila margin pemasarannya besar dan biaya pemasaran yang

Batasan implementasi dari Tugas Akhir ini adalah : Sistem Pendukung Keputusan ini hanya mengelola data nilai karyawan yang akan diolah dengan menggunakan metode AHP

Berdasarkan hasil wawancara dengan Lurah dan jajaran pemerintahan desa bahwa gadai yang terjadi di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

diterima, dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered

Memperhatikan ketentuan-ketentuan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan

Manfaat dengan adanya partisipasi dan kontribusi masyarakat petani dalam kegiatan pendidikan agama dapat dilihat juga antara lain &#34;jika malam hari terutama pada malam sabtu

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti tentang pemahaman perawat tentang penerapanRJPdipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur, pendidikan,

[r]