• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN

SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

TESIS

Oleh

EDISA PUTRA GINTING 127032042/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF PERSONAL, SOCIAL AND SITUATIONAL FACTORS ON THE PARTICIPATION IN VASECTOMY

IN SIDIKALANG SUBDISTRICT DAIRI DISTRICT

THESIS

By

EDISA PUTRA GINTING 127032042/IKM

MAGISTER OF COMMUNITY HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

(3)

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN

SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EDISA PUTRA GINTING 127032042/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP

KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI

KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

Nama Mahasiswa : Edisa Putra Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 127032042

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D)

Anggota

(Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes)

Dekan

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Mei 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR PERSONAL, SOSIAL DAN SITUASIONAL TERHADAP KEIKUTSERTAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN

SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2014

(7)

ABSTRAK

Vasektomi merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil pada saluran sperma agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Berdasarkan data akseptor keluarga berencana di Kabupaten Dairi diketahui bahwa jumlah akseptor terbanyak berada di Kecamatan Sidikalang dengan jumlah akseptor sebanyak 28 orang. Namun jumlah tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di Kecamatan Sidikalang dan target nasional pada tahun 2015 yaitu 10% dari jumlah pria pasangan usia subur menjadi akseptor keluarga berencana.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan case control yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabuapaten Dairi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria pasangan usia subur yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dengan populasi kasus adalah suami yang telah melakukan vasektomi sebanyak 28 orang dan populasi kontrol adalah suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan belum melakukan vasektomi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah pengetahuan (p = 0,001), sikap (p = 0,001), peranan keluarga (p = 0,001), budaya (p = 0,001) dan sumber informasi (p = 0,001). Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah peranan keluarga dengan Odd Ratio 58,433.

Disarankan bagi keluarga pria pasangan usia subur agar memotivasi pria pasangan usia subur untuk berpatispasi aktif dalam vasektomi. Bagi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Pihak Puskesmas, Kantor Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Kabupaten Dairi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara agar lebih memahami kebudayaan masyarakat sehingga mampu menciptakan kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi pria pasangan usia subur dalam vasektomi.

(8)

ABSTRACT

Vasectomy is one of the contraceptives done by performing minor surgery on the sperm channel sperm that the semen released during ejaculation does not contain sperm. Based on the data of the acceptors of Family Planning in Dairi District, it was found out that most of the acceptors (28 persons) were in Sidikalang Subdistrict. Yet, the number is still less compared to the number of the couples in productive age in Sidikalang Subdistrict and the national target (10% of the number of men in productive age who became the acceptors of Family Planning) in 2015.

The purpose of this analytical quantitative study with case-control design conducted from December 2013 to May 2014 was to find out the influence of personal, social and situational factors on the participation in vasectomy in Sidikalang Subdistrict, Dairi District. The population of this study was all of the men in productive age living in Sidikalang Subdistrict, Dairi District comprising 28 husbands who have had a vasectomy for the case group and the husbands who have not had a vasectomy were included in the control group. The data for this study were obtained through interviews with the respondents. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of conmfidence 95%.

The study found that the variables related to the participation in vasectomy in

Sidikalang Subdistrict, Dairi District were knowledge (p = 0,001), attitude (p = 0,001), role of family (p = 0,001), culture (p = 0,001) and source of information

(p = 0,001). The most influencing variable was role of family with the Odd Ratio (OR) of 58.433.

The family of the husband in productive age should motivate the husbands to actively participate in vasectomy. The Field Workers of Family Planning, the Management of Community Health Center, the Management of Dairi District Child and Women Empowerment and Family Planning Office, Sumatera Utara Provincial National Family Planning Coordinating Board are suggested to more understand the culture of local community the workers and staff of the institutions are able to create the acitivities that can improve the participation of the husbands in productive age in vasectomy.

(9)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Faktor Personal, Sosial dan Situasional terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi”

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(10)

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Eddy Syahrial, M.S sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Kepala kantor PPAKB Kabupaten Dairi dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi di jenjang S2.

8. Camat Sidikalang Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 9. Camat Sitinjo Kabupaten Dairi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan uji kuesioner penelitian di wilayah Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi.

10. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(11)

12. Teristimewa buat istri tercinta Deysi Ria Br Barus, A.Md dan anak tersayang Tristan Anugerah Pahaganta Ginting yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

13. Buat pengurus kelas, Adik kami Arif Kristian Lawolo, Kak Free Agustina Sinaga, Eka Saudur Sihombing dan rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku tahun 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU. Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Mei 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Edisa Putra Ginting lahir pada tanggal 25 Maret 1980 di Medan, anak ke 4 dari pasangan ayahanda Sarimin Ginting dan ibunda Pilem Br Barus.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 0405 selesai tahun 1992, Sekolah Menengah Pertama RK Xaverius selesai tahun 1995, Sekolah Menengah Analisis Kesehatan Depkes RI Medan selesai tahun 1998, DIII Analis Kesehatan Yayasan RSU Dr. Rusdi Medan selesai tahun 2003, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan selesai tahun 2005.

Penulis bekerja sebagai pimpinan laboratorium klinik Anugerah Group dari tahun 2007 sampai sekarang, sebagai Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Siidakalang Kabupaten Dairi dari tahun 2010 sampai sekarang.

(13)

DAFTAR ISI

2.1.3. Proses Keputusan Inovasi ... 14

2.1.4. Paradigma Proses Keputusan Inovasi ... 15

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi ... 18

2.2.1. Faktor Personal yang Memengaruhi Adopsi Inovasi .... 18

2.2.2. Faktor Sosial yang Memengaruhi Adopsi Inovasi ... 19

2.2.3. Faktor Situasional yang Memengaruhi Adopsi Inovasi. 20 2.3. Keluarga Berencana ... 21

2.4. Kontrasepsi ... 24

2.4.1. Definisi Kontrasepsi ... 24

2.4.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal ... 25

2.4.3. Manfaat Alat kontrasepsi ... 26

2.5. Vasektomi ... 28

2.5.1. Definisi Vasektomi ... 28

2.5.2. Syarat untuk Menjadi Akseptor Vasektomi ... 29

2.5.3. Metode Vasektomi ... 30

2.5.4. Kelebihan dan Keterbatasan Vasektomi ... 34

2.5.5. Indikasi dan Kontra Indikasi Vasektomi ... 35

(14)

2.5.7. Perawatan Pasca Bedah Vasektomi ... 36

2.5.8. Reanastomosis dan Rekanalisasi ... 37

2.5.9. Efek Psikologis dari Vasektomi ... 38

2.6. Landasan Teori ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel ... 49

3.5.2. Definisi Operasional ... 49

3.6. Metode Pengukuran ... 50

3.7. Metode Analisis Data ... 52

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.2. Analisis Univariat ... 54

4.2.1. Karakteristik Responden ... 54

4.2.2. Pengetahuan Responden ... 55

4.2.3. Sikap Responden ... 57

4.2.4. Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga ... 62

4.2.5. Persepsi Responden Tentang Budaya ... 64

4.2.6. Sumber Informasi yang Diterima Responden ... 66

4.3. Analisis Bivariat ... 67

4.3.1. Hubungan Pendidikan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi . 67 4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi . 68 4.3.3. Hubungan Sikap dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 69

(15)

4.3.5. Hubungan Persepsi Responden Tentang Budaya dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi ... 72

4.3.6. Hubungan Sumber Informasi dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. 73 4.4. Analisis Multivariat ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 79

5.1. Pengaruh Faktor Personal dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 80

5.1.1. Pengaruh Pendidikan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi 80

5.1.2. Pengaruh Pengetahuan dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi . 82 5.1.3. Pengaruh Sikap dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 85

5.2. Pengaruh Faktor Sosial dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 88

5.2.1. Pengaruh Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 89

5.2.2. Pengaruh Persepsi Responden Tentang Peranan Keluarga dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 90

5.3. Pengaruh Faktor Situasional dengan Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 93

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

6.1. Kesimpulan ... 96

6.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Pengetahuan ... 46 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliablitas pada Variabel Sikap ... 46 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Peranan Keluarga .. 47 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Budaya ... 48 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Sumber Informasi .. 48 3.6. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 50 4.1. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) berdasarkan Desa/Kelurahan ... 54 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, jumlah anak dan

Pendidikan ... 55 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 56 4.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 58 4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 59 4.6. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 63 4.7. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga

terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 63 4.8. Distribusi Kategori Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga

(18)

4.9. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden tentang Budaya terhadap

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 65 4.10. Distribusi Kategori Persepsi Responden Persepsi Responden tentang

Budaya terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang

Kabupaten Dairi ... 66 4.11. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden terhadap

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 67 4.12. Distribusi Kategori Sumber Informasi yang Diterima Responden

tentang Budaya terhadap Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan

Sidikalang Kabupaten Dairi ... 68 4.13. Tabulasi Silang Pendidikan Responden dengan Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 69 4.14. Tabulasi Silang Pengetahuan Responden dengan Keikutsertaan

Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 69 4.15. Tabulasi Silang Sikap Responden dengan Keikutsertaan Vasektomi di

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 70 4.16. Tabulasi Silang Persepsi Responden tentang Peranan Keluarga dengan

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 71 4.17. Tabulasi Silang Persepsi Responden tentang Budaya dengan

Keikutsertaan Vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi .. 73 4.18. Tabulasi Silang Sumber Informasi dengan Keikutsertaan Vasektomi di

Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi ... 74 4.19. Hasil Seleksi Bivariat antara Variabel Pendidikan, Pengetahuan,

Sikap, Peranan Keluarga, Budaya, dan Sumber Informasi Terhadap

Keikutsertaan Vasektomi ... 76 4.20. Hasil Analisis Multivariat Tahap Pertama antara Variabel

Pengetahuan, Sikap, Peranan Keluarga, Budaya, dan Sumber

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 101

2. Kuesioner Penelitian ... 102

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

4. Output Data Penelitian ... 111

(20)

ABSTRAK

Vasektomi merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil pada saluran sperma agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Berdasarkan data akseptor keluarga berencana di Kabupaten Dairi diketahui bahwa jumlah akseptor terbanyak berada di Kecamatan Sidikalang dengan jumlah akseptor sebanyak 28 orang. Namun jumlah tersebut masih jauh jika dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di Kecamatan Sidikalang dan target nasional pada tahun 2015 yaitu 10% dari jumlah pria pasangan usia subur menjadi akseptor keluarga berencana.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan case control yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabuapaten Dairi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria pasangan usia subur yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dengan populasi kasus adalah suami yang telah melakukan vasektomi sebanyak 28 orang dan populasi kontrol adalah suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan belum melakukan vasektomi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014. Data diperoleh melalui wawancara dengan responden dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi adalah pengetahuan (p = 0,001), sikap (p = 0,001), peranan keluarga (p = 0,001), budaya (p = 0,001) dan sumber informasi (p = 0,001). Variabel yang memberikan pengaruh paling besar adalah peranan keluarga dengan Odd Ratio 58,433.

Disarankan bagi keluarga pria pasangan usia subur agar memotivasi pria pasangan usia subur untuk berpatispasi aktif dalam vasektomi. Bagi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Pihak Puskesmas, Kantor Pemberdayaan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (PPAKB) Kabupaten Dairi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara agar lebih memahami kebudayaan masyarakat sehingga mampu menciptakan kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi pria pasangan usia subur dalam vasektomi.

(21)

ABSTRACT

Vasectomy is one of the contraceptives done by performing minor surgery on the sperm channel sperm that the semen released during ejaculation does not contain sperm. Based on the data of the acceptors of Family Planning in Dairi District, it was found out that most of the acceptors (28 persons) were in Sidikalang Subdistrict. Yet, the number is still less compared to the number of the couples in productive age in Sidikalang Subdistrict and the national target (10% of the number of men in productive age who became the acceptors of Family Planning) in 2015.

The purpose of this analytical quantitative study with case-control design conducted from December 2013 to May 2014 was to find out the influence of personal, social and situational factors on the participation in vasectomy in Sidikalang Subdistrict, Dairi District. The population of this study was all of the men in productive age living in Sidikalang Subdistrict, Dairi District comprising 28 husbands who have had a vasectomy for the case group and the husbands who have not had a vasectomy were included in the control group. The data for this study were obtained through interviews with the respondents. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of conmfidence 95%.

The study found that the variables related to the participation in vasectomy in

Sidikalang Subdistrict, Dairi District were knowledge (p = 0,001), attitude (p = 0,001), role of family (p = 0,001), culture (p = 0,001) and source of information

(p = 0,001). The most influencing variable was role of family with the Odd Ratio (OR) of 58.433.

The family of the husband in productive age should motivate the husbands to actively participate in vasectomy. The Field Workers of Family Planning, the Management of Community Health Center, the Management of Dairi District Child and Women Empowerment and Family Planning Office, Sumatera Utara Provincial National Family Planning Coordinating Board are suggested to more understand the culture of local community the workers and staff of the institutions are able to create the acitivities that can improve the participation of the husbands in productive age in vasectomy.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah yang dihadapi beberapa negara berkembang dewasa ini adalah mengurangi jumlah kemiskinan dengan menggunakan berbagai cara baik melalui peningkatkan infrastruktur ekonomi seperti membangun jalan, jembatan, pasar, serta sarana lain, maupun membangun derajat dan partisipasi masyarakat melalui peningkatan pendidikan maupun kesehatan. Namun demikian kendala utama yang dihadapi hampir semuanya sama, yang umumnya bersumber pada permasalahan kependudukan. Mulai dari masih tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak reproduksi, serta masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk (BKKBN, 2010).

(23)

Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas maupun persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi kependudukan yang ada pada saat ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang telah dan perlu terus dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan seluruh lapisan masyarakat adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan kualitasnya melalui Program Keluarga Berencana (BKKBN, 2001).

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) didirikan pada tahun 1970 melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 8 tahun 1970 sebagai sebuah lembaga non departemen yang mempunyai tanggung jawab pada bidang pengendalian penduduk di Indonesia. Atas dasar itulah proyek besar di bidang pengendalian laju pertumbuhan penduduk berskala nasional yang sampai saat ini masih berjalan, yang disebut Program Keluarga Berencana Nasional. Lembaga resmi pelaksana teknis programnya bernama BKKBN yang pelaksana kegiatannya terstruktur secara hirarki mulai dari tingkat pusat hingga tingkat kecamatan dan desa. Program dan kelembagaannya selanjutnya disempurnakan melalui Kepres Nomor 33 tahun 1972, Kepres Nomor 38 tahun 1978, serta Kepres Nomor 109 tahun 1993 tentang Pembentukan Kementerian Kependudukan dan BKKBN (BKKBN, 2001).

(24)

(1980-1990) laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan lagi menjadi 1,98 % dan pada dekade berikutnya (2000-2010) tingkat pertumbuhannya menjadi 1,49 %. Kendati pertumbuhan penduduk kecenderungannya semakin turun, hal yang perlu diketahui adalah bahwa berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa sehingga dapat diperkirakan angka pertumbuhan penduduk secara absolut kurang lebih 3 juta jiwa per tahun dan menempatkan Indonesia di posisi keempat setelah RRC, India dan AS (BPS, 2011).

Hal yang menarik dari perjalanan panjang Program Keluarga Berencana di Indonesia yang sudah menginjak tahun ke-35 dan kini menjadi persoalan baru ketika telah diratifikasinya ICPD yang antara lain berisi tuntutan keadilan dan kesetaraan gender, ternyata tingkat kesertaan ber-KB secara umum didominasi oleh perempuan, sedangkan pada pria tingkat kepesertaannya masih sangat rendah (kurang dari 6%) dari jumlah total Peserta KB Aktif (PA) yang ada atau kalau dibandingkan secara proporsional persentase kepesertaan pria dan wanita sangat tidak proporsional. Sumbangan terbesar yang mempunyai dampak sangat signifikan terhadap laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah pengguna alat kontrasepsi jangka panjang, salah satunya adalah vasektomi (BKKBN, 2006).

(25)

Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang bertugas merumuskan kebijakan operasional Peningkatan Partisipasi pria, diputuskan perlunya intervensi khusus melalui program peningkatan partisipasi pria yang tujuan akhirnya ”Terwujudnya keluarga berkualitas melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan, promosi KB dan kesehatan reproduksi yang berwawasan gender pada tahun 2015”. Salah satu sasaran programnya adalah meningkatkan pria/suami sebagai peserta KB, motivator dan kader, serta mendukung istri dalam KB dan kesehatan reproduksi, yang tolok ukurnya (1) Meningkatnya peserta KB Kondom dan vasektomi 10 %, dan (2) Meningkatnya motivator/kader pria 10 % (BKKBN, 2006).

(26)

rendah yaitu kondom 13,51% dan vasektomi 1,05% sebagai alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil pencapaian peserta KB baru dan aktif di Sumatera Utara diketahui bahwa sampai bulan Desember 2013 dari 33 kabupaten/kota 9 kabupaten/kota yang tingkat pencapaian peserta KB metode vasektomi melebihi pencapaian provinsi (1,05%) sementara 24 kabupaten/kota lainnya tingkat pencapaiannya di bawah pencapaian provinsi (BKKBN, 2013).

Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki luas 1.927,80 km2 dengan jumlah penduduk 273.394 jiwa dengan LPP 0,9 (keadaan tahun 2012) dan tersebar di 15 kecamatan (BPS, 2013) dengan jumlah akseptor KB metode vasektomi sampai Desember 2013 sebanyak 52 akseptor (0,82% dari jumlah PUS). Kecamatan Sidikalang merupakan ibu kota Kabupaten Dairi dengan kepadatan penduduk 569 jiwa/km2

(27)

pembagian leaflet serta pemberian informasi yang dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), namun hal tersebut tidak membuahkan hasil yang memuaskan.

Penyebab rendahnya partisipasi pria dalam KB metode vasektomi dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor. Dari faktor personal yang meliputi umur, jumlah anak, pendidikan, pengetahuan dan sikap. Umur merupakan faktor penentu seseorang dalam menggunakan kontrasepsi, semakin tua umur seseorang maka semakin rendah tujuan untuk memiliki anak, sehingga seseorang cenderung untuk menggunakan kontrasepsi yang sifatnya permanen, dalam hal ini vasektomi. Demikian juga dengan jumlah anak menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menjadi akseptor vasektomi (BKKBN, 2006).

Selain faktor umur dan jumlah anak, faktor personal lain yang juga berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi adalah pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukaan Penelitian Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) di wilayah Puskesmas Tembilan Kota Pekanbaru tahun 2008 diketahui bahwa pendidikan berhubungan dengan keikutsertaan pria dalam KB, semakin tinggi tingkat pendidikan suami, maka semakin mudah untuk menerima gagasan program KB. Selain itu pengetahuan dan pria yang baik tentang vasektomi akan membentuk tindakan yang positif terhadap keikutsertaan KB (BKKBN, 2010).

(28)

dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (Puslitbang KB dan KR) pada tahun 2009 di Yogyakarta dan Jakarta menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam penggunaan kontrasepsi juga disebabkan oleh keluarga, dimana sebagian besar ibu/istri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya menjadi akseptor vasektomi. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2000 diketahui bahwa penyebab rendahnya pria ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga, antara lain istri tidak mendukung (66,26%). Selain dukungan keluarga, budaya juga memengaruhi pria untuk menjadi akseptor KB. Adanya anggapan bahwa KB hanya diperuntukkan untuk wanita karena pria tidak pernah hamil dan tersebut merupakan hal yang tidak penting untuk dilakukan (BKKBN, 2006).

Rumor dan fakta lain tentang vasektomi sama dengan kebiri, dapat membuat pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, tindakan operasi yang menyeramkan, pria/suami dapat dengan mudah untuk selingkuh, dan beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan vasektomi. Hal tersebut memengaruhi rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan vasektomi (Everett, 2008).

(29)

(Budisantoso, 2008). Anggraeni (2007) juga menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi keikutsertaan pria dalam ber-KB adalah akses pengetahuan yang masih rendah tentang keluarga berencana, sosial ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan metode KB bagi pria yang masih terbatas, dan faktor pemahaman terhadap masalah kesetaraan gender dalam pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga. Hal ini didukung dengan penelitian Wahyuni (2013) bahwa pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga memengaruhi partisipasi pria.

Selain faktor personal dan faktor sosial, faktor situasional yang meliputi sumber informasi merupakan faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam ber-KB. Hasil studi identifikasi partisipasi pria dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang dilakukan oleh Direktorat Partisipasi Pria (DITPRI) dengan Puslitbang KB dan KR Tahun 2001 diketahui rendahnya partisipasi pria dalam vasektomi disebabkan karena kurangnya informasi kepada pria (BKKBN, 2001). Hal ini didukung dengan penelitian Ekarini (2008) yang menyimpulkan bahwa kualitas layanan KB dan akses layanan KB berpengaruh dengan partisipasi pria dalam vasektomi.

(30)

1.2. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah jumlah akseptor vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi tertinggi di Kabupaten Dairi. Namun jika dibandingkan dengan jumlah PUS, jumlah akseptor tersebut masih rendah sehingga peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

(31)

2. Sebagai masukan kepada Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam merencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria dalam vasektomi.

3. Sebagai masukan kepada keluarga khususnya istri untuk mendukung suami yang belum melakukan vasektomi agar mau berpatisipasi dalam vasektomi.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Difusi Inovasi 2.1.1. Definisi Inovasi

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Salah satu bekal yang berguna bagi usaha-usaha untuk memasyarakatkan ide-ide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide-ide-ide tersebut tersebar kedalam sistem sosial dan memengaruhinya. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial, yang merupakan inti dari perubahan masyarakat. Upaya memperkenalkan ide baru KB pria metode vasektomi kepada masyarakat akan menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga ataupun masyarakat secara keseluruhan.

2.1.2. Difusi dan Perubahan Sosial

(33)

sedangkan pengkajian komunikasi adalah telaah tentang semua bentuk pesan. Dalam kasus difusi karena pesan yang akan disampaikan “baru” maka ada resiko bagi penerima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan tingkah laku dalam penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan biasa.

Dalam difusi biasanya memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku (overt behavior) yaitu menerima atau menolak ide-ide baru, tidak hanya sekedar perubahan pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap sebagai langkah perantara dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang yang akhirnya membawa perubahan pada tingkah laku.

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

1. Inovasi

Yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi

(34)

kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

3. Jangka waktu

Yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam: (a) proses pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang yang relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial

(35)

kedalam sistem. Agen perubahan adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi kedalam suatu sistem sosial. mereka adalah tenaga professional (petugas) yang mewakili lembaga instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan cara menyebar ide baru. Seorang agen perubahan adalah yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial dalam rangka melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga mereka bekerja.

2.1.3. Proses Keputusan Inovasi

Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, dia mulai menggunakan ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahuinya adanya inovasi, sampai mengambil keputusan menerima atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Dalam proses keputusan inovasi seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap untuk mengurangi ketidak yakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut (Notoatmodjo, 2007)

(36)

suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya (Notoatmodjo, 2010).

2.1.4. Paradigma Proses Keputusan Inovasi

Proses keputusan inovasi terdiri atas 5 tahap, yaitu: 1. Knowledge (Pengetahuan)

Pada tahapan ini individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Apa?, bagaimana?, dan mengapa? Merupakan pertanyaan yang sangat penting pada tahap ini. Pada tahap ini individu akan manatapkan “Apa inovasi itu? Bagaimana dan mengapa ia bekerja? Dari pertanyaan tersebut akan membentuk tiga jenis pengetahuan, yaitu :

a. Awareness knowledge (Pengetahuan kesadaran), yaitu pengetahuan akan keberadaan suatu inovasi. Pengetahuan jenis akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada ini inovasi diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka masyarakat tidak merasa memerlukan inovasi tadi. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui keberadaan suatu inovasi.

(37)

memandang pengetahuan jenis ini penting dalam proses keputusan inovasi. Untuk lebih meningkatkan peluang pemakaian sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan cukup tentang penggunaan inovasi ini. c. Principles-knowledge (Prinsip dasar), yaitu pengetahuan tentang

prinsip-prinsip keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Contoh dalam hal ini adalah tentang cara kerja dari KB pria metode vasektomi, bagaimana fungsi dari penggunaan KB pria metode vasektomi dalam mencegah proses kehamilan.

2. Persuation (Bujukan)

(38)

3. Decision (Keputusan)

Pada tahap ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, maka inovasi akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika individu mencoba inovasi dan

berpikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun akhirnya dia menolak. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berpikir untuk mengadopsi inovasi.

4. Implementation (Penerapan)

Pada tahap ini, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidak pastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidak pastian dari hasil-hasil inovasi masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Klein dalam hal ini masyarakat, akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidak pastian dari akibatnya. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi adalah suatu organisasi, karena dalam hal ini jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbada-beda.

5. Confirmation (Penegasan/Pengesahan)

(39)

dapat menjadi terbalik apabila si pengguna menyatakan ketidak setujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang akan menguatkan keputusannya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan keputusan jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.

2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Adopsi Inovasi

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, seperti: (1) faktor personal, (2) faktor sosial, dan (3) faktor situasional.

2.2.1 Faktor Personal yang Memengaruhi Adopsi Inovasi 1. Umur

Adopsi inovasi yang tertinggi terdapat pada sekelompok orang yang berusia relatif tua. Walaupun terdapat beberapa bukti bahwa orang-orang yang berusia relatif tua kurang dapat menerima perubahan, tetapi bukan berarti mereka tidak mau menerima perubahan untuk orang lain.

2. Pendidikan

(40)

3. Karakteristik Psikologi

Seseorang yang fleksibel secara mental, mampu memandang elemen-elemen yang nyata dalam situasi yang baru apabila melakukan penyesuaian diri terhadap situasi tersebut. Dengan perkataan lain, kemampuan mengakses informasi dengan cepat dapat menciptakan suatu keadaan rasional, karena hal tersebut akan mempengaruhi seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi.

2.2.2. Faktor Sosial yang Memengaruhi Adopsi Inovasi terdiri dari: 1. Keluarga

Keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menerima suatu inovasi. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga.

2. Tetangga dan Lingkungan Sosial

(41)

3. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah sekelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain atau kelompok lain dalam pembentukan pikiran, penilaian, dan keputusan dalam bertindak. Oleh sebab itu kelompok referensi berperan dalam menyadarkan masyarakat yang relatif lambat dalam mengadopsi sesuatu.

4. Budaya

Suatu unsur budaya seperti tata nilai dan sikap sangat berpengaruh dalam proses adopsi inovasi. Tata nilai berhubungan dengan tingkat kepentingan seseorang sehingga menjadi penting dalam memengaruhi perilaku individu sedangkan sikap merupakan suatu proses dalam bertindak yang berdasarkan pada tata nilai yang ada.

2.2.3 Faktor Situasional yang Memengaruhi Adopsi Inovasi adalah: 1. Status Sosial

Kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat berhubungan positif dengan proses adopsi inovasi. Seseorang yang mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dalam masyarakat cenderung lebih mudah menerima berbagai perubahan yang ditawarkan disebabkan ia lebih mudah untuk mendapatkan berbagai informasi tentang perkembangan baru yang sedang dan akan terjadi.

2. Sumber Informasi

(42)

informasi yang apa adanya akan berkorelasi negatif dengan proses adopsi inovasi.

2.3. Keluarga Berencana (KB)

Di Indonesia KB modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publisitas, dengan obat yang ada tentang KB. Pada tanggal 23 Desember 1957, mereka mendirikan wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan KB dan sampai sekarang masih aktif membantu program KB nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (BKKBN, 2004).

(43)

meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).

Sejak Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dan nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam program aksi tentang hak reproduksi dan kesehatan reproduksi paragraf 7.2. yang menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).

(44)

dan juga lebih bertanggung jawab dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam BKKBN (2010) dikatakan bahwa amanat internasional ini telah diimplementasikan dalam bentuk Rencana Jangka Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahan periode 2010-2014 yang dibebankan kepada BKKBN, yaitu: 1. Laju pertumbuhan penduduk 1,0% pertahun

2. Total Fertility Rate (TFR) 2,1 3. Peserta aktif KB pria 4, 5% 4. Unmed Need 5%

5. Usia kawin pertama perempuan 21 tahun

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa :

1. Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagai tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagai beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi.

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksinya akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.

(45)

istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya seperti saat melahirkan.

2.4. Kontrasepsi

2.4.1. Definisi Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

(46)

cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif) (Pinem, 2009).

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2.4.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal

Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individu bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan

(47)

setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan

persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010).

2.4.3. Manfaat Alat Kontrasepsi

(48)

Adapun tujuan dari gerakan KB Nasional menurut Meilani (2010) adalah : a. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikut sertakan seluruh lapisan

masyarakat dan potensi yang ada.

b. Meningkatkan jumlah peserta KB dan tercapainya pemerataan serta kualitas peserta KB yang menggunakan alat. Kontrasepsi efektif dan mantap dengan pelayanan bermutu.

c. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak-anak dibawah usia lima tahun serta memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan.

d. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penerimaan, penghayatan dan pengamalan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.

e. Meningkatkan peranan dan tanggung jawab wanita, pria dan generasi muda dalam pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan masalah kependudukan.

f. Mencapai kemantapan, kesadaran, tanggung jawab dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam pelaksanaan gerakan KB sehingga lebih mampu meningkatkan kemandiriannya di wilayah masing-masing.

(49)

h. Memeratakan penggarapan gerakan KB ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat perkotaan, pedesaan, kumuh, miskin dan daerah pantai.

i. Meningkatkan jumlah dan mutu tenaga dan atau pengelola gerakan KB yang mampu memberikan pelayanan KB yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air dengan kualitas yang tinggi dan kenyamanan yang memenuhi harapan.

2.5. Vasektomi

2.5.1. Definisi Vasektomi

Menurut BKKBN (2008), Vasektomi (Medis Operasi Pria/MOP) adalah pemotongan/pembuangan saluran sperma kiri dan kanan saja, agar cairan mani yang dikeluarkan pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma atau vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi dengan melakukan tindakan operasi kecil yang memerlukan waktu operasi yang singkat yaitu 10 sampai 15 menit dan tidak memerlukan anastesi (bius) umum, cukup dengan bius lokal, sehingga relatif lebih aman. Pada vasektomi buah zakar testis tidak dibuang, jadi tidak memproduksi hormone testosterone. Vasektomi tidak akan menyebabkan laki-laki menjadi

impoten, sebab saraf-saraf dan pembuluh darah yang berperan dalam proses terjadinya ereksi berada di batang penis. Sedangkan tindakan vasektomi hanya dilakukan disekitar buah zakar (testis), jauh dari persarafan untuk ereksi.

(50)

terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan ovum dengan sperma) tidak terjadi (Pinem, 2009). Vasektomi adalah pemotongan atau penyumbatan kedua saluran tersebut untuk mencegah jalannya sperma. Vas deferens dipotong tepat di atas testis. Vasektomi tidak mengganggu produksi cairan seminalis sehingga tidak akan bisa membedakan perbedaan jumlah cairan yang diproduksi saat ejakulasi cairan itu sendiri tidak mengandung sperma. Operasi dilakukan di bawah anestesi lokal dan dilakukan selama kurang dari setengah jam. Sayatan kecil dibuat pada kulit ditengah-tengah atau pada masing-masing sisi skrotum dan vas deferens yang berada tepat di bawah kulit kemudian dipotong atau disumbat. Kulit dapat ditutup dengan jahitan atau dibiarkan menutup sendiri (Glasier, 2006).

2.5.2. Syarat untuk Menjadi Akseptor Vasektomi

Adapun persyaratan untuk menjadi akseptor vasektomi adalah : a. Harus secara sukarela

Artinya klien memutuskan pilihan atas keinginannya sendiri dengan mengisi dan menandatangani informed concent.

b. Mendapat persetujuan istri dalam melakukan vasektomi. c. Jumlah anak yang cukup

(51)

d. Mengetahui akibat-akibat vasektomi

Calon akseptor vasektomi harus mengetahui akibat setelah melakukan vasektomi yaitu setelah melakukan vasektomi maka akseptor tidak bisa lagi memiliki keturunan.

e. Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun (Suratun, 2008).

2.5.3. Metode Vasektomi a) Prosedur Kontap Pria

Prosedur kontap pria meliputi beberapa langkah tindakan : 1. Identifikasi dan isolasi vas deferens

a. Kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid-scrotum, tidak berpulsasi (berbeda dengan pembuluh darah)

b. Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan : 1. kulit scrotum tebal, 2. vas deferens yang sangat tipis spermatic cord yang tebal, 3. testis yang tidak turun, 4. otot cremaster berkontraksi dan menarik testis keatas.

c. Kedua vas deferens harus diidentifikasi sebelum meneruskan prosedur kontap.

d. Dilakukan immobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan jari telunjuk atau dengan memakai klem (doek-klem atau klem lainnya)

(52)

2. Insisi skrotum

a. vas deferens yang telah diimmobilisasi di depan skrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit skrotum

b. Insisi horizontal atau vertical, dapat dilakukan secara : 1. tunggal digaris tengah (scrotal raphe), 2. dua insisi, satu insisi di atas masing-masing vas deferens

3. Memisahkan lapisan-lapisan superfisial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat di isolasi.

4. Okulasi vas deferens

a. Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididimis

b. Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat ditutup dengan :

(53)

atas satu ujung sehingga terdapat suatu barier dari jaringan fascia; atau vas deferens ditanamkan ke dalam jaringan fascia;

2. Electro-koagulasi/thermo-koagulasi;

3. Clips : masih dalam fase experimental, keuntungan clips : lebih cepat dibandingkan ligasi, lebih mudah memperhitungkan tekanan yang diperlukan untuk aplikasi clips dibandingkan dengan ligasi, tantalum, bahan clips, tidak diserap dan biologis iner, potensi reversibilitas besar, umumnya dipasang dua sampai tiga clips pada masing-masing vas deferens.

5. Penutupan luka insisi

a. Dilakukan dengan catgut, yang kelak akan diserap

b. Pada insisi 1cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja.

(54)

b) Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)

Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa takut calon akseptor kontap-pria akan tindakan operasi (yang umumnya dihubungkan dengan pemakaian pisau operasi), dan juga untuk lebih menggalakkan penerimaan/pelaksanaan kontap-pria, di Indonesia sekarang telah diperkenalkan dan telah dilaksanakan metode vasektomi tanpa pisau (VTP).

1. Persiapan pre-operatif

a. Cukur rambut pubis, untuk lebih menjamin sterilitas b. Tidak perlu puasa sebelumnya

2. Mencari, mengenal dan fiksasi vas deferens kemudian dijepit dengan klem khusus yang ujungnya berbentuk tang catut, lalu disuntikan anastesi local 3. Dilakukan penusukan pada garis tengah skrotum dengan alat berujung

bengkok dan tajam untuk membuat luka kecil, yang kemudian dilebarkan sekitar 0,5 cm. Akan terlihat vas deferens yang liat dan keras seperti kawat baja. Selaput pembungkus vas deferens dibuka secara hati-hati. Setelah pembungkus vas deferens disisihkan ke tepi, akan tampak jelas saluran sperma (vas deferens) yang berwarna putih mengkilap bagai mutiara.

4. Selanjutnya dilakukan oklusi vas deferens dengan ligasi + re-seksi suatu segmen vas deferens

(55)

Gambar 2.2. Metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)

2.5.4. Kelebihan dan Keterbatasan Vasektomi Kelebihan vasektomi adalah :

1. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon,

2. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup.

3. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri 4. Lebih aman (keluhan lebih sedikit),

5. Lebih Praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), 6. Lebih Efektif (Tingkat kegagalannya sangat kecil),

(56)

9. Pasien tidak perlu dirawat di Rumah Sakit, 10.Tidak ada resiko kesehatan,

11.Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan sifatnya permanen.

Sedangkan kelemahan vasektomi adalah : 1. Harus ada tindakan pembedahan,

2. Tidak dilakukan pada suami yang masih ingin memiliki anak, 3. Kadang-kadang terasa nyeri, atau terjadi perdarahan setelah operasi,

4. Kadang-kadang timbul infeksi pada kulit skrotum, apabila operasinya tidak sesuai dengan prosedur (Meilani dkk, 2010).

2.5.5. Indikasi dan Kontra Indikasi Vasektomi

Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Arum, 2009). Sedangkan kontra-indikasi adalah :

a. Ketidakmampuan fisik yang serius; b. Masalah urologi;

c. Masalah hubungan;

d. Tidak didukung oleh pasangan (Everett, 2008).

(57)

c. Penderita kelainan pembekuan darah;

d. Penderita penyakit kulit atau jamur di daerah kemaluan; e. Tidak tetap pendiriannya;

f. Infeksi di daerah testis;

g. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar); h. Buah zakar membesar karena tumor;

i. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar); j. Buah zakar tidak turun (kriptokismus);

k. Penyakit kelainan pembuluh darah. 2.5.6. Komplikasi Vasektomi

Komplikasi vasektomi sangat jarang terjadi. Adapun komplikasi yang mungkin timbul yaitu timbul segera memar, hematom, infeksi luka operasi (terjadi pada hampir 5% pria). Selain itu timbul granuloma sperma yaitu gumpalan kecil yang terbentuk di ujung-ujung vas deferens yang dipotong akibat respons peradangan lokal terhadap sperma yang bocor, rasa tidak nyaman dan nyeri intra skrotum kronik (sindrom pasca vasektomi). Tidak ada komplikasi jangka panjang yang bisa ditimbulkan oleh kontasepsi metode vasektomi (Hartanto, 2004).

2.5.7. Perawatan Pasca Bedah Vasektomi

Hal yang perlu diperhatikan setelah operasi adalah :

a. Usahakan bekas luka tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh karena akan mengakibatkan terjadinya infeksi,

(58)

c. Jangan lupa minum obat yang diberikan dokter sesuai dengan aturan, d. Jangan bekerja berat,

e. Menghindari kemungkinan pasangan hamil akibat sisa-sisa sperma yang terdapat dalam cairan sperma, ada baiknya tetap menggunakan alat kontrasepsi kondom sekitar 3 bulan,

f. Memeriksa ulang setelah 1-2 minggu setelah pembedahan (Saifuddin, 2006). 2.5.8. Reanastomosis atau Rekanalisasi (Pemulihan) Vasektomi

(59)

dilakukan. Untuk itu diperlukan tenggang waktu beberapa bulan kemudian (Saifuddin, 2006).

2.5.9. Efek Psikologis dari Vasektomi

Adapun efek psikologis dari vasektomi adalah :

a. Prosedur kontap pria hanya menimbulkan efek lokal yaitu oklusi vas deferens, dan tidak akan menimbulkan perubahan fungsi psiko-seksual yang normal.

b. Problem psikologis terjadi pada < 1-5% dari akseptor kontap-pria, dengan keluhan rasa takut yang timbul setelah kontap-pria yang meliputi :

1. Rasa takut trauma tubuh yakni : berkurangnya kekuatan fisik tubuh; rasa lelah; insomnia; sakit kepala; depresi; berat badan menurun.

2. Rasa takut trauma seks yakni : libido menurun; dispareunia; tetapi sampai sekarang belum ada bukti-bukti ilmiah bahwa kontap pria memengaruhi kemampuan seksual. Bahkan di negara-negara yang sudah maju, dilaporkan pada 44-73% pria yang menjalani kontap didapatkan adanya peningkatan kegairahan seksual, yang dihubungkan dengan hilangnya rasa cemas/takut akan menghamili pasangannya. Dari pihak istri umumnya tidak ditemukan perubahan dalam kenikmatan seksualnya setelah suami menjalani kontap pria, bahkan pada sebagian istri menunjukan bertambahnya gairah seksual karena mereka tidak khawatir lagi akan hamil.

(60)

penelitian bahwa pasangan suami istri yang kehilangan anak, menunjukan kecemasan (anxietasi) yang lebih tinggi setelah tindakan kontap-pria.

4. Rasa takut trauma moral yakni : adanya konflik yang berhubungan dengan agama, kebudayaan atau ketakutan bahwa pria yang telah menjalani kontap pria akan melakukan perbuatan-perbuatan serong/penyelewengan.

5. Rasa takut trauma kelompok/golongan yakni hubungan, kekuasaan atau kedudukan yang menurun di dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut kelompok/golongan keagamaan, sosio-ekonomi, ethnic (Hartanto, 2004).

2.6. Landasan Teori

Keputusan keikutsertaan suami dalam meggunakan kontrasepsi pria, yakni vasektomi menjelaskan tentang keputusan keikutsertaan suami dalam meggunakan kontrasepsi pria, yakni vasektomi. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori keputusan dari Rogers dalam Notoatmodjo (2007) yang menerangkan bahwa upaya perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru terjadi berbagai tahapan pada seseorang tersebut, yaitu :

1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut. 2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau

(61)

3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.

4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.

5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.

Dalam proses pengambilan keputusan inovasi dalam suatu sistem sosial, terdapat tiga hal, yaitu :

1. Keputusan hak memilih inovasi (optional innovation-decision), yang menunjukkan kebebasan perorangan untuk memutuskan adopsi atau menolak terhadap inovaasi, tanpa harus tergantung pada keputusan inovasi anggota sistem sosial yang lain.

2. Keputusan inovasi kolektif, yang merujuk pada keputusan adopsi maupun penolakan inovasi berdasarkan konsensus antar anggota sistem sosial

3. Keputusan inovasi otoriter (authority innovation-decision), keputusan inovasi hanya oleh beberapa orang individu didalam sistem sosial yang memiliki kekuasaan, status maupun kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut.

(62)

Rogers dalam Notoatmodjo (2007), menjelaskan ada beberapa faktor yang memengaruhi proses adopsi inovasi, yaitu :

1. Faktor personal, yaitu : umur, pendidikan, dan karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis mencakup pengetahuan dan sikap.

2. Faktor sosial terdiri dari keluarga, tetangga/lingkungan sosial, kelompok referensi dan budaya.

3. Faktor situasional, yaitu status sosial dan sumber informasi.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka penulis dapat merumuskan kerangka konsep penelitian serta variabel-variabel yang akan diteliti, seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Personal

- Pendidikan - Pengetahuan - Sikap

Faktor Sosial - Peranan Keluarga - Budaya

Faktor Situasional -Sumber Informasi

Kasus

(Akseptor Vasektomi)

Kontrol (Bukan Akseptor

(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat analitik dengan rancangan case control untuk mengetahui pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Pemilihan lokasi kecamatan tersebut dikarenakan :

1. Kecamatan Sidikalang merupakan ibu kota kabupaten Dairi sehingga memudahkan dalam mengakses pelayanan vasektomi.

2. Jumlah Akseptor Vasektomi di Kecamatan Sidikalang tertinggi di Kabupaten Dairi dan berbeda jauh dengan kecamatan lain. Namun jumlah akseptor tersebut masih belum mencapai target yang diharapkan yaitu 10 % untuk KB pria.

3. Belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh faktor personal, sosial dan situasional terhadap keikutsertaan vasektomi di kecamatan tersebut.

(64)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertempat tinggal di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi. Berdasarkan data yang diperoleh dari PPAKB Kabuapten Dairi jumlah PUS di kecamatan Sidikalang sebanyak 6.845 orang.

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah suami yang telah melakukan vasektomi berdasarkan data PPAKB Kabupaten Dairi sebanyak 28 orang. Sedangkan populasi kontrol adalah suami yang bermukim sama dengan populasi kasus dan belum melakukan vasektomi.

3.3.2. Sampel

(65)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : 3.4.1. Data Primer

Data primer penelitian diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan

berpedoman pada kuesioner yang telah disusun dan mengacu pada variabel yang akan

diteliti.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari PPAKB Kabupaten Dairi,,

BKKBN provinsi Sumatera Utara, Puskesmas, data demografi dan geografi wilayah

penelitian dan studi kepustakaan (literatur), dan jurnal kesehatan yang berhubungan

dengan penelitian ini.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Uji validitas dilakukan untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas instrumen penelitian digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor setiap pertanyaan dengan skor total yang merupakan jumlah skor setiap pertanyaan. Validitas masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat pada masing-masing butir pertanyaan dengan ketentuan jika nilai corrected item total correlation > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya. Nilai r tabel dalam

(66)

Uji reliabilitas adalah merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas (tingkat kepercayaan) dari pertanyaan yaitu merujuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Jika alat ukur tersebut dapat dipergunakan secara konsisten maka alat ukur tersebut dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang reliabel. Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah metode Cronbach Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika Cronbach Alpha > 0,60 maka dinyatakan reliabel, dan jika nilai uji Cronbach Alpha yang diperoleh < 0,60 maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2007).

(67)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Pengetahuan Pertanyaan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Pengetahuan 1 0,947 Valid

Pengetahuan 2 0,701 Valid

Pengetahuan 3 0,780 Valid

Pengetahuan 4 0,875 Valid

Pengetahuan 5 0,622 Valid

Pengetahuan 6 0,746 Valid

Pengetahuan 7 0,721 Valid

Pengetahuan 8 0,947 Valid

Pengetahuan 9 0,785 Valid

Pengetahuan 10 0,646 Valid

Pada tabel 3.1 di atas diketahui bahwa dari seluruh pertanyaan variabel pengetahuan sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai corrected item – total lebih besar dari nilai tabel (r tabel = 0,361) dengan nilai cronbach alpha 0,947 lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan semuanya adalah valid dan reliabel.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Sikap Pernyataan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

(68)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

Pernyataan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Sikap 16 0,891 Valid

Sikap 17 0,872 Valid

Sikap 18 0,883 Valid

Sikap 19 0,955 Valid

Sikap 20 0,649 Valid

Pada tabel 3.2 di atas diketahui bahwa dari seluruh pernyataan variabel sikap sebanyak 20 pernyataan mempunyai nilai corrected item – total lebih besar dari nilai tabel (r tabel = 0,361) dengan nilai cronbach alpha 0,986 lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa seluruh pernyataan variabel sikap semuanya adalah valid dan reliabel.

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Peranan Keluarga Pernyataan Nilai Corrected Item – Total Keterangan

Peranan Keluarga 1 0,744 Valid

Peranan Keluarga 2 0,522 Valid

Peranan Keluarga 3 0,710 Valid

Peranan Keluarga 4 0,590 Valid

Peranan Keluarga 5 0,908 Valid

Gambar

gambar berikut :
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Pengetahuan
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Peranan Keluarga
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Variabel Budaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

ANALISIS KEPUASAAN MAHASISWA TERHADAP PELAYANAN UNIVERSITAS GUNADARMA DI

Untuk hasil analisis Koefisien Korelasi (r) = 0,978 yang berarti terdapat hubungan erat antara biaya promosi terhadap hasil penjualan sehingga biaya promosi yang dikeluarkan

murabahah li al-amri bi al-syira , yaitu transaksi jual beli di mana seorang nasabah datang kepada pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan

Orang yang memiliki pekerjaan yang lebih layak guna pemenuhan semua kebutuhan hidupnya juga memiliki kecenderungan untuk memiliki tingkat kesehatan dan perilaku kesehatan

Mesin-mesin yang ada pada PT Indonesia Power Unit Pembangkitan Semarang beroperasi dengan sistem start-stop sehingga dapat mengakibatakan terjadinya penurunan kehandalan

Proses reuse ini pun tidak boleh dilakukan dalam hal minyak jelantah karena menggunakan kembali minyak goreng bekas sama saja membunuh secara perlahan-lahan diri kita sendiri,

Kartu Tanda Penduduk (KTP) pimpinan perusahaan atau pererima kuasa dari pimpinan perusahaan yang namanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahan yang menghadiri