HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG
MEDAN 2015
SKRIPSI
OLEH
AGNESTRY PUTRI SIHOMBING NIM : 111000113
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG
MEDAN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH
AGNESTRY PUTRI SIHOMBING NIM : 111000113
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI
PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG MEDAN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah
benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan kesehatan pada jaringan otot dan struktur tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi Cross Sectional. Sampel penelitian 31 orang penjahit yang diperoleh dengan menggunakan teknik Total Sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kerja penilaian RULA (Rappid Upper Limb Assessment) dan Nordic Body Map (NBM). Analisis yang digunakan adalah uji Exact Fisher.
Berdasarkan penilaian sikap kerja dengan metode RULA, postur tidak normal ditemukan pada tubuh bagian leher yaitu ≥ 200 (100%) dan punggung yaitu ≥
200 (64.5%) dengan level tinggi 67.7% dan level sangat tinggi 32.3%. Seluruh penjahit (100%) mengalami MSDs yaitu keluhan di leher, punggung, bahu kanan, dan betis kanan dengan level sedang 71.0% dan level tinggi 29.0%.
Hasil analisis bivariat, diketahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders dengan P value = 0.015 , yang berarti ada hubungan bermakna antara sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.
Disarankan supaya penjahit wajib melakukan stretching ketika bekerja dan melakukan senam punggung sebelum tidur pada malam hari.
ABSTRACT
Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a medical disorder of muscle tissue and bone structure. This research was aimed to find out the correlation of working posture with Musculoskeletal Disorders (MSDs) the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.
This research is an observational analytical with Cross Sectional design. The sample of 31 research tailors obtained by used was Total Sampling technique. The data collection was done using by RULA Assessment Worksheet and Nordic Body Map (NBM). The data analysis used Exact Fisher test.
Based on the working posture with RULA assessment method , the unnatural posture was
found in the body of the neck is ≥ 200
by 100% of tailors and the trunk is ≥ 200 by 64.5% of tailors with at a high level 67.7% and a very high level 32.3% . The tailors (100%) are MSDs with complaints in the neck, trunk, right shoulder and right calf with a medium level of 71.0% and a high level of 29.0% .
Results of bivariate analysis , known correlation the working posture with Musculoskeletal Disorders with P value= 0.015, which means there is a significant correlation between working posture with Musculoskeletal Disorders the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.
Suggested that tailors shall perform stretching while working and doing back exercises before going to bed at night .
Keywords: Working Posture, MSDs, RULA, Tailor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan berkatNya yang melimpah maka saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS
PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG MEDAN 2015”.
Penyelesaian penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya.
1. Terimakasih kepada Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D sebagai Pj Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara.
4. Terimakasih kepada Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Terimakasih kepada Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.
7. Terimakasih kepada Ibu Eka Lestari Mahyuni SKM, M.Kes selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.
8. Terimakasih kepada Bapak Sofiyan Andi selaku kepala lingkungan X Menteng VII Kompleks PIK Menteng sebagai tempat dilakukan penelitian, yang telah membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.
9. Terimakasih kepada pemilik konveksi yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian.
10.Terimakasih kepada seluruh pekerja sebagai penjahit di PIK Menteng yang telah bersedia menjadi responden, serta bersedia memberikan waktu dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.Terimakasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2011 FKM USU dan terkhusus seluruh teman-teman dari departemen K3 angkatan 2011. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses dan tetap menjadi alumni SKM yang berintegritas.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kedua orang tua saya Bapak D. Sihombing dan Ibu R. Hutagalung, kepada saudara-saudara kandung saya dan juga kepada Tommy Sitompul, AmF atas bantuan, dukungan dan doa kalian semua dalam proses pengerjaan skirpsi saya selama ini. Semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai setiap perjalanan hidup kita semua, amin.
Medan, Juli 2015 Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
RIWAYAT HIDUP ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Rumusan Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 5
Hipotesis ... 5
Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Ergonomi... 7
2.1.1 Defenisi... 7
2.1.2 Sikap Tubuh dalam Bekerja ... 7
2.1.3 Metode Penilaian Ergonomi ... 16
2.2 Gangguan Kesehatan Akibat Sikap Kerja Duduk ... 27
2.2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 28
2.2.2 Gangguan Kesehatan Musculoskeletal ... 30
2.3 Kerangka Konsep ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
Jenis Penelitian... 32
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
Populasi dan Sampel ... 32
Metode Pengumpulan Data ... 33
Variabel dan defenisi Operasional ... 33
Pengolahan Data ... 34
Metode Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37
4.1.1 Proses Produksi Penjahitan Pakaian ... 38
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 40
4.2.1 Analisis Univariat ... 40
4.2.2 Analisis Bivariat ... 50
BAB V PEMBAHASAN ... 52
5.1 Sikap Kerja... 52
5.3 Hubungan Sikap Kerja dengan Musculoskeletal Disorders ... 59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
Kesimpulan ... 63
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tabel A dalam RULA Worksheet ... ... 22
Tabel 2.2 Tabel B dalam RULA Worksheet ... ... 23
Tabel 2.3 Tabel Grand Score dalam RULA ... ... 24
Tabel 2.4 Tabel Action Level GrandScore RULA ... ... 25
Tabel 2.5 Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor Individu ... ... 27
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 40
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 41
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 41
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Sudut Postur Tubuh Pekerja dengan Alat Ukur Goniometer ... ... 42
Tabel 4.5 Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015 ... ... 44
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng 2015 ... ... 47
Tabel 4.7 Penilaian Musculoskeletal Disorders pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 48
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Musculoskeletal Disorders Berdasarkan Skor pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sikap Posisi Duduk ... ... .9
Gambar 2.2 Kelompok A pada RULA ... ... 19
Gambar 2.3 Kelompok B pada RULA ... ... 21
Gambar 2.4 Grand Score RULA ... ... 24
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Lampiran 2 RULA Worksheet
Lampiran 3 Gambar Goniometer
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 6 Dokumentasi
Lampiran 7 Hasil Perhitungan RULA
Lampiran 8 Master Data
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Agnestry Putri Sihombing
Tempat Lahir : Ambarita
Tanggal Lahir : 15 Juni 1993
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Darwis Sihombing
Suku Bangsa Ayah : Batak
Nama Ibu : Risma Hutagalung
Suku Bangsa Ibu : Batak
Pendidikan Formal
SD/ Tamatan tahun : SD N 1 No.173234 Pahae Jae/2005
SLTP/ Tamatan tahun : SMP N 1 Pahae Jae/2008
SLTA/Tamatan tahun : SMA N 5 Medan/2011
ABSTRAK
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan kesehatan pada jaringan otot dan struktur tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi Cross Sectional. Sampel penelitian 31 orang penjahit yang diperoleh dengan menggunakan teknik Total Sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kerja penilaian RULA (Rappid Upper Limb Assessment) dan Nordic Body Map (NBM). Analisis yang digunakan adalah uji Exact Fisher.
Berdasarkan penilaian sikap kerja dengan metode RULA, postur tidak normal ditemukan pada tubuh bagian leher yaitu ≥ 200 (100%) dan punggung yaitu ≥
200 (64.5%) dengan level tinggi 67.7% dan level sangat tinggi 32.3%. Seluruh penjahit (100%) mengalami MSDs yaitu keluhan di leher, punggung, bahu kanan, dan betis kanan dengan level sedang 71.0% dan level tinggi 29.0%.
Hasil analisis bivariat, diketahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders dengan P value = 0.015 , yang berarti ada hubungan bermakna antara sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.
Disarankan supaya penjahit wajib melakukan stretching ketika bekerja dan melakukan senam punggung sebelum tidur pada malam hari.
ABSTRACT
Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a medical disorder of muscle tissue and bone structure. This research was aimed to find out the correlation of working posture with Musculoskeletal Disorders (MSDs) the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.
This research is an observational analytical with Cross Sectional design. The sample of 31 research tailors obtained by used was Total Sampling technique. The data collection was done using by RULA Assessment Worksheet and Nordic Body Map (NBM). The data analysis used Exact Fisher test.
Based on the working posture with RULA assessment method , the unnatural posture was
found in the body of the neck is ≥ 200
by 100% of tailors and the trunk is ≥ 200 by 64.5% of tailors with at a high level 67.7% and a very high level 32.3% . The tailors (100%) are MSDs with complaints in the neck, trunk, right shoulder and right calf with a medium level of 71.0% and a high level of 29.0% .
Results of bivariate analysis , known correlation the working posture with Musculoskeletal Disorders with P value= 0.015, which means there is a significant correlation between working posture with Musculoskeletal Disorders the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.
Suggested that tailors shall perform stretching while working and doing back exercises before going to bed at night .
Keywords: Working Posture, MSDs, RULA, Tailor.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam upaya mendukung perkembangan perekonomian kota Medan, pemerintah
menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu. Kebijakan
pengembangan sektor industri juga mencakup kebijakan pengembangan sub-sektor Usaha
Kecil Menengah (UKM). Salah satu strategi yang ditempuh adalah membangun lokasi khusus
industri kecil menengah yang diberi nama Pusat Industri Kecil (PIK) di Kelurahan Medan
Tenggara Kecamatan Medan Denai (Profil Kabupaten/Kota, Kota Medan Sumatera Utara,
2004).
Tersedianya kawasan perindustrian ini maka dituntut kemampuan sumber daya
manusia yang berkualitas dan memiliki kondisi kesehatan yang prima untuk meningkatkan
produktivitas kerja guna memperoleh keluaran yang maksimal, sehingga mampu bersaing
dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo
(2003) bahwa umumnya usaha sektor informal belum memperhatikan dengan serius masalah
yang berkenaan dengan ergonomi, mulai dari posisi kerja, peralatan kerja dan penyesuaian
antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang menggunakan peralatan. Dengan
kurangnya perhatian akan penyesuaian tempat kerja, posisi, serta peralatan terhadap tenaga
kerja, tentunya akan menimbulkan beberapa permasalahan berupa penyakit akibat kerja.
Menurut Tarwaka (2004), Penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh karena kurang
atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip ergonomi adalah keluhan pada bagian
musculoskeletal.Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit apabila
otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan keluhan yang mempunyai gejala yang
menyerang otot, syaraf, tendon, ligamen, tulang sendi, tulang rawan dan syaraf tulang
belakang. Gejala penyakit tersebut bukanlah hasil dari pekerjaan yang instant atau bukanlah
peristiwa akut seperti terjatuh, terpeleset, tergelincir, atau tertimpa, tetapi diakibatkan oleh
pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus dan bersifat kronis yang dipengaruhi oleh
faktor risiko seperti beban, postur, frekuensi, dan durasi (Bridger, 2003).
Hasil Studi Departemen Kesehatan dalam profil masalah kesehatan di Indonesia tahun
2005 menunjukkan bahwa sekitar 40.5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan
pekerjaannya. Gangguan kesehatan tersebut dijelaskan dalam penelitian oleh Sumiati (2007)
terhadap 9482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia ditemukan yang paling banyak
adalah gangguan Musculoskeletal Disorders (16%), selanjutnya penyakit kardiovaskuler
(8%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan THT (1.5%).
Penelitian yang dilakukan oleh Mutia Osni (2012) yaitu MSDs pada penjahit
diketahui bahwa bagian tubuh yang paling banyak mengalami keluhan sakit ada pada bagian
leher bagian atas, leher bagian bawah, punggung, pinggang dan betis kanan. Penelitian oleh
Nurhikmah (2011) ditemukan hasil uji statistik Pvalue = 0.013 yang berarti ada hubungan
bermakna antara tingkat risiko pekerjaan dengan MSDs.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di konveksi Pusat Industri
Kecil (PIK) Menteng VII Lingkungan X Kecamatan Medan Denai, diketahui terdapat
sebanyak 10 konveksi yang masih aktif beroperasi dengan jumlah seluruh pekerja sebagai
penjahit pakaian sebanyak 31 orang. Pekerjaan dimulai dari pukul 08.30-17.30 WIB dengan
istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 12.00-13.00 WIB (dikondisikan).
Hasil wawancara ditemukan bahwa gangguan kesehatan yang dialami pekerja khusus tahap
menjahit potongan kain di konveksi ini berupa keluhan nyeri pada leher, punggung,
dengan otot dan rangka atau yang dikenal dengan sebutan Musculoskeletal Disorders
(MSDs).
Tahap menjahit potongan kain merupakan pekerjaan yang berpotensi mempercepat
timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika berlangsung setiap hari dan
dalam waktu yang tertentu bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi,
tendon, ligamen dan jaringan- jaringan lainnya. Namun bagi pekerja, keluhan-keluhan
tersebut dianggap bukan suatu masalah serius karena mereka masih tetap dapat melakukan
pekerjaannya. Padahal dalam Pulat & Alexander (1991), Musculoskeletal Disorders (MSDs)
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan turunnya hasil produksi, hilangnya jam
kerja, tingginya biaya pengobatan dan material, meningkatnya absensi, rendahnya kualitas
kerja, injuri dan ketegangan otot, meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
dan error, meningkatnya biaya pergantian tenaga kerja, dan berkurangnya cadangan yang
berhubungan dengan kondisi darurat.
Salah satu tahapan dalam proses produksi pakaian yang menjadi fokus peneliti adalah
tahap menjahit potongan kain menggunakan mesin jahit listrik (Speed). Tahap ini dikerjakan
dengan cara duduk di bangku kerja tanpa diselingi dengan berdiri dan mengoperasikan mesin
dengan menginjak pedal mesin jahit listrik (Speed) menggunakan kaki kanan. Kemudian
pekerja mengatur posisi kain sesuai pola jahitan ke mesin jahit listrik (Speed) dengan gerakan
mendorong kain ke arah depan menggunakan tangan. Tahap penjahitan ini cukup monoton
sehingga pekerja melakukan pekerjaannya dengan posisi postur tubuh yang mereka rasa
nyaman tanpa mengacu pada sikap kerja yang baik dan benar, contoh pekerja cenderung
menekuk leher, menundukkan kepala, membungkukkan badan condong kearah depan dan
kaki kiri bertumpu di sembarang tempat.
Mesin jahit listrik (Speed) berfungsi untuk menjahit pakaian dengan berkecepatan
Cara kerja mesin jahit listrik (Speed) yaitu dengan menggunakan aliran listrik kemudian
mesin dioperasikan dengan menginjak pedal mesin dan secara otomatis akan berkerja dengan
kecepatan tinggi.
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan penyakit akibat kerja yang paling
banyak terjadi pada proses penjahitan pakaian. Besarnya kasus dan dampak yang ditimbulkan
oleh gangguan kesehatan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di sektor ini perlu
dikendalikan, dimana kepedulian akan keselamatan dan kesehatan kerja masih banyak yang
diabaikan baik oleh pemilik usaha maupun pekerjanya sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu adakah hubungan sikap
kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng,
Medan 2015 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di
Pusat Industri Kecil Menteng, Medan 2015.
1.4 Hipotesis
Ada hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Pengelola Usaha
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman
mengenai bahaya di tempat kerja khususnya faktor yang berhubungan dengan terjadinya
MSDs, sehingga baik para pengelola usaha maupun pekerja itu sendiri secara mandiri dapat
melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit
akibat kerja.
1.5.2 Manfaat Bagi Akademis
Dapat dijadikan referensi mengenai Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
penjahit pakaian, untuk mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk
mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional lingkungan kerja, serta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
2.1.1 Defenisi
Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen, dan desain/perancangan (Nurmianto, 2008). Sedangkan pada International
Ergonomics Association menyatakan bahwa ergonomi disebut juga sebagai “Human
Factors”.
Fungsi spesial ergonomi adalah untuk mendesain atau meningkatkan tempat kerja,
stasiun-kerja, perkakas, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada
batas melelahkan, kegelisahan, dan luka-luka atau kerugian juga secara efisien menuju
keberhasilan tujuan dari pribadi dan perusahaan. Tujuannya adalah kepada peningkatan
nafkah dari pekerjaan di dalam kemampuan teori dan fisik dari karyawan.
2.1.2 Sikap Tubuh Dalam Bekerja
Posisi tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan.
Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sikap
tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak
peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam
melakukan pekerjaan :
a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara
b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak
memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.
c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani, melainkan
dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak
menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan
yang dapat mengganggu aktivitas.
Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :
1) Sikap kerja duduk
Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari
mekanika sistem penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya.
Menurut Tichauler (1978) yang dikutip (Panero dan Zelnik) sumbu penyangga dari batang
tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal,
melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberosities) di atas permukaan tempat
duduk.
Posisi duduk pada otot rangka (musculoskeletal) dan tulang belakang (vertebral)
terutama pada pinggang (sacrum, lumbar dan thoracic) harus dapat ditahan oleh sandaran
kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat lelah (fatigue). Selain itu,
ketika duduk kaki harus berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk dapat bergerak dengan
relaksasi. Menurut Richard Ablett (2001) saat ini terdapat 80% orang hidup setelah dewasa
mengalami nyeri pada tubuh bagian belakang (back pain) karena berbagai sebab, dan karena
back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja.
Suatu perancangan tempat duduk harus diupayakan sedemikian rupa sehingga berat
badan yang disanggah oleh tulang duduk tersebar pada daerah yang cukup luas. Alas yang
diupayakan agar subjek yang sedang duduk di atas tempat duduk tersebut dapat
mengubah-ubah posisi atau postur tubuhnya untuk mengurangi rasa ketidaknyamanannya.
Sumber : Pheasant, S, 1991. Ergonomics, Work And Health
Gambar 2.1 Sikap Posisi Duduk
2) Sikap kerja berdiri setengah duduk
Berdasarkan hasil penelitian Gempur (2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah
terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk
tanpa sandaran duduk dan setengah duduk pakai sandaran menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.
3) Sikap kerja posisi berdiri
Bekerja dengan posisi berdiri terus-menerus sangat mungkin akan terjadi
penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai
bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur
pasti memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu tidak pas maka sangat mungkin akan
sobek pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Desain alas kaki untuk kerja
kaki terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki dan hal itu
terjadi pada jangka waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan.
2.1.2.1 Sikap kerja alamiah/ postur normal (Humantech, 1995)
Sikap kerja alamiah/postur normal yaitu sikap / postur dalam proses kerja yang sesuai
dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting
tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan
tidak menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorders dan sistem tubuh yang lain.
a) Pada tangan dan pergelangan tangan
Sikap/postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada dalam
keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun mengalami fleksi/ekstensi.
b) Pada leher
Sikap/posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping kiri atau kanan. Posisi
miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang
cervical .
c) Pada bahu
Sikap/posisi normal pada bahu adalah tidak dalam keadaan mengangkat dan siku berada
dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan lurus dan proporsional.
d) Pada punggung
Sikap/postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kifosis dan untuk bagian
lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan. Postur tubuh membungkuk
2.1.2.2 Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal (Humantech, 1995)
Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal adalah deviasi/pergeseran dari gerakan tubuh
atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas dari postur atau
posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama. Gerakan dan postur
janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk terjadinya gangguan, penyakit dan cidera pada
sistem musculoskeletal.
a) Pada tangan /pergelangan tangan
1) Jari menjepit
Adalah posisi jari ketika menjepit objek dengan beban > 0,9 kg.
2) Jari menggenggam
Adalah posisi jari ketika menggenggan objek dengan beban > 4,5 kg.
3) Jari menekan
Adalah penggunaan tekanan satu jari atau lebih terhadap permukaan suatu objek. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
4) Deviasi radial
Adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.
5) Deviasi ulnar
Adalah postur tangan yang miring ke arah jari kelingking. Postur janggal ini diperhatikan
6) Fleksi pergelangan tangan ≥ 45°
Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah telapak tangan, diukur dari sudut
yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesaar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30
kali per menit.
7) Ekstensi pergelangan tangan ≥ 45°
Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah punggung tangan, diukur dari sudut
yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30
kali per menit.
b) Pada siku
1) Rotasi lengan
2) Ekstensi penuh
Adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan sumbu lengan bawah ≥
135°. Durasi untuk posisi janggal pada siku belum ada standarnya. Frekuensi posisi janggal tersebut dilakukan secara berulang ≥ 2 kali per menit.
c) Pada bahu
Bahu merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang otot. Karena itu
postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan juga dapat mempengaruhi keadaan bahu
dikarenakan bahu merupakan tempat penopang otot-otot tangan. Bentuk postur janggal pada
bahu ditandai dengan gerakan bahu yang mendekati ujung telinga bawah, baik yang kiri
d) Pada leher
1) Menunduk
Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu
ruas tulang leher ≥ 20°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
2) Miring
Setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya
sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal
ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2
kali per menit.
3) Menengadah
Setiap postur dari leher yang mendongak ke atas, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk
oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
4) Rotasi
Setiap gerakan dari leher yang memutar baik ke kanan maupun ke kiri tanpa melihat besarnya
derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan
dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.
e) Pada punggung
1) Membungkuk
2) Miring
Adalah penyimpangan tubuh dari garis vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥
2 kali per menit.
3) Rotasi Badan
Setiap gerakan dari badan yang memutar, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.
2.1.3 Metode Penilaian Ergonomi
A. Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)
Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF) adalah alat
penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk
mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu pekerjaan. BRIEF digunakan untuk
menentukan sembilan bagian tubuh yang dapat beresiko terhadap terjadinya CTD
(Cummulative Trauma Disorders) atau risiko gangguan kesehatan pada sistem rangka.
Penilaian pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dari
ketiga penetapan data ( sederhana, mudah dipahami, dan dapat dipercaya) dan juga yang
paling memberikan beban paling berat. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi : tangan kiri,
dan pergelangannya, siku kiri, bahu kiri, leher, punggung, tangan kanan dan
pergelangnya, siku kanan, bahu kanan dan kaki (Humantech, 1989, 1995)
Survei ini mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan postur,
tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengobservasi ke-sembilan bagian tubuh tersebut.
Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi, sedang, atau rendahnya risiko
B. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
REBA (Highnett and McAtamney, 2000) dikembangkan untuk mengkaji postur
bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industri pelayanan
lainnya. Data yang dikumpulkan termasuk postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe dari
pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA diberikan untuk
memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian mana yang harus
dilakukan tindakan penanggulangan. Metode REBA digunakan untuk menilai postur
pekerjaan berisiko yang berhubungan dengan Musculoskletal Disorders / Work Related
Musculoskeletal Disorders (WRMSDs).
Kelebihan REBA antara lain :
a) Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu
pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.
b) Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot
dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja,
pekerjaan statis atau berulang-ulang).
c) Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil.
d) Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan
prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan.
e) Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari
analisa yang telah dilakukan.
Sedangkan kekurangan atau kelemahan metode REBA adalah:
a) Hanya menilai aspek postur dari pekerja.
b) Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang
c) Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi,
temperatur dan jarak pandang.
C. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Rapid Upper Limb Assesment (RULA) merupakan sebuah cara penilaian beban
musculoskeletal secara mudah untuk berbagai pekerjaan yang memiliki resiko pada leher dan
bagian atas lengan yang dirancang oleh McAtamney & Corlett pada tahun 1993. RULA lebih
umum digunakan untuk menilai postur, tenaga, dan pergerakan dari sebuah pekerjaan yang
cenderung statis (Neville et.al, 2005). Penilaian postur dengan RULA akan menghasilkan
sebuah skor yang memiliki rentang angka dari 1 hingga 7 yang menggambarkan resiko postur
tersebut terhadap sistem musculoskeletal pekerja. Skor itu kemudian dikelompokkan kembali
dalam 4 level yang menjelaskan rentang waktu yang diharapkan untuk mengendalikan resiko
postur tersebut. Terdapat empat aplikasi utama dari metode RULA yaitu :
1) Mengukur resiko musculoskeletal, biasanya sebagai bagian dalam sebuah investigasi
ergonomi.
2) Membandingkan beban musculoskeletal dari desain workstation saat ini dan setelah
perbaikan.
3) Mengevaluasi hasil keluaran (output) seperti produktivitas atau kecocokan peralatan
yang digunakan oleh pekerja
4) Mengajarkan pekerja mengenai resiko musculoskeletal yang diakibatkan oleh postur
kerja tertentu.
Postur tubuh yang dinilai oleh RULA dibagi menjadi 2 kelompok yaitu grup A dan
grup B. Postur yang dinilai pada grup A adalah lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan
yang diperoleh dari kedua grup kemudian dapat ditambahkan dengan skor tambahan dari
faktor lainnya yaitu penggunaan otot dan gaya / beban yang ditangani.
RULA dapat digunakan untuk menilai secara teliti pekerjaan atau postur untuk satu
orang pekerja maupun kelompok (Herbert et al, 1996). Itu mungkin dibutuhkan untuk
menilai sebuah angka perbedaan postur selama putaran dalam bekerja untuk
menetapkan sebuah profil dari beban otot.
Sistem penilaian untuk faktor pekerjaan yang dianalisis dengan Metode RULA dapat dilihat
pada tahap-tahap berikut:
Tahap I Mengelompokkan bagian tubuh yang akan dianalisis
Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah
pergelangan tangan. Kisaran dapat diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang
dilakukan oleh Tichauer,Caffin, Herbert Et Al, Hagbeg, Schuld dan Harms-Ringdahl dan
Shuldt. Skor-skor tersebut adalah:
A1. Lengan atas :
Skor 1 untuk 0 - 20° extension hingga 20° flexion
Skor 2 untuk extension lebih dari 200 atau 200-450flexion
Skor 3 untuk 450-900flexion
Skor 4 untuk 90° flexion atau lebih
+1 jika pundak atau bahu ditinggikan
+1 jika lengan atas abdusted
+1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang.
A2. Lengan bawah
Skor 1 untuk 60° - 100° flexion.
Skor 2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion.
+1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi.
A.3 Pergelangan tangan
Skor 1 untuk berada pada posisi netral.
Skor 2 untuk 0-150 flexion maupun extension
Skor 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension.
+1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupunulnar.
A.4 Pergelangan tangan memutar
+1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran.
Kelompok B, rentang postur untuk leher, punggung, dan kaki didasarkan pada studi yang
dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom Et Al. Skor dan kisaran tersebut adalah
Gambar 2.3 Kelompok B pada RULA
B1. Leher
Skor 1 untuk 0 - 10° flexion.
Skor 2 untuk 10 - 20° flexion.
Skor 3 untuk 20° atau lebih flexion.
Skor 4 jika dalam posisi extention.
B2. Punggung :
Skor 1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90° atau lebih.
Skor 2 untuk 0 - 20° flexion.
Skor 3 untuk 20° - 60° flexion.
Skor 4 untuk 60° atau lebih flexion.
Jika punggung diputar atau dibengkokkan:
+1 jika tubuh diputar.
B3. Kaki
+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk
berubah posisi.
+2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata
Tahap II Pengelompokan skor postur tubuh
Tabel 2.1 Tabel A dalam RULA Worksheet
Tabel 2.2 Tabel B dalam RULA Worksheet
Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang
digunakan. Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Durry
+1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau frekuensi penggunaan postur
tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan
Stevenson dan Baaida dalam Stanton (2005), yaitu sebagai berikut:
0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 kg.
1 jika beban sesekali 2-10 kg.
2 jika beban 2-10 kg bersifat statis atau berulang.
2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg.
3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang.
4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.
Tahap III Mengisi Grand Score
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Stanton et al, 2005)
Gambar 2.4 Grand Score RULA
B
A
- Lengan atas - Lengan bawah - Pergelangan
tangan - Pergelangan
tangan memutar
Postur skor A
Otot
Tenaga
(Beban) Skor C
B
- Leher - Punggung - Kaki
Otot
Postur skor B Skor D
Tenaga (Beban)
Grand Score
+ +
= +
+
Grand Score adalah perpotongan Skor C (Skor A+ otot + tenaga) dengan Skor D (Skor B +
otot + tenaga), seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Tabel Grand Score dalam RULA
Setelah diperoleh grand score , yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level risiko
musculoskeletal dan level tindakan (action level) sebagai berikut:
Tabel 2.4 Tabel Action Level Grand Score RULA
Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Stanton et al, 2005)
D. Nordic Body Map (NBM)
Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif artinya
keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja
pada saat dilakukannya penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer
ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan
mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2011).
Dalam mengaplikasikan metode Nordic Body Map menggunakan lembar kerja berupa
peta tubuh (body map) merupakan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan
memerlukan waktu yang sangat singkat ± 5 menit per individu. Observer dapat langsung
mewawancarai atau menanyakan kepada responden otot – otot skeletal bagian mana saja yang
mengalami gangguan/nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai
yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map. Kuesioner Nordic Body Map
meliputi 28 bagian otot – otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota
tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini akan dapat
diketahui bagian – bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari
tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat
sakit) (Tarwaka, 2010; Palilingan dkk, 2012b).
Pengukuran gangguan otot skeletal dengan kuesioner Nordic Body Map digunakan untuk
menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup
banyak atau kelompok sampel yang mereprensentasikanpopulasi secara keseluruhan.
Penilaian dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map dapat dilakukan dengan berbagai
cara; misalnya dengan menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau rasa
sakit pada otot skeletal) dan Tidak (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal
). Tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skoring ( misalnya; 4 skala
Likert). Apabila menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai
definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden (Tarwaka, 2010).
Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka langkah
berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot
skeletal) yang diobservasi. Pada desain 4 skala Likert akan diperoleh skor individu terendah
melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan maupun sikap kerja, jika diperoleh hasil tingkat
keparahan pada otot skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya
sangat bergantung dari resiko otot skeletal mana yang mengalami adanya gangguan. Hal ini dapat
dilakukan dengan melihat presentase jumlah skor pada setiap bagian otot skeletal dan kategori
tingkat resiko. Tabel di bawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat digunakan untuk
menentukan klasifikasi tingkat resiko otot skeletal.
Klasifikasi subjektivitas tingkat resiko otot skeletal berdasarkan total skor individu
yaitu :
Tabel 2.5 Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor Individu Total Skor
Individu
Tingkat Resiko MSDs
28-49 Rendah
50-70 Sedang
71-91 Tinggi
92-112 Sangat Tinggi
Sumber : Tarwaka (2010)
2.2 Gangguan Kesehatan Akibat Sikap Kerja Duduk
Bekerja sebagai Tukang jahit, tukang sepatu, tukang sandal, tukang kasir, murid
sekolah dan penjaga tol tidak terlepas dari bekerja dengan posisi duduk yang ternyata bisa
menimbulkan masalah kesehatan apabila dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan posisi
statis. Hal ini dapat menimbulkan gangguan pada leher, bahu, punggung dan lengan karena
pada sikap kerja statis terjadi kontraksi otot yang kuat dan lama tanpa kecukupan kesempatan
pemulihan, dan aliran darah ke otot terhambat. Akibatnya timbul rasa lelah dan nyeri pada
otot. Oleh karena itu, perlu menerapkan duduk dinamis yaitu sesering mungkin mengubah
posisi pada saat duduk.
Duduk lama dengan posisi yang salah juga akan menyebabkan nyeri pinggang bawah
karena otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Dan
yang mengakibatkan hernia nucleus pulpolus. Duduk dengan mencondongkan kepala ke
depan dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat
menyebabkan nyeri bahu dan leher, dan duduk tanpa sokongan lengan bawah dapat
menyebabkan rasa nyeri pada bahu dan pinggang.
2.2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDS)
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala atau gangguan
yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang,
dan pembuluh darah. Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada awalnya menyebabkan rasa
sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa
terbakar (OSHA, 2000).
Humatech (1995) menyatakan bahwa gangguan pada sistem musculoskeletal
tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi merupakan kumpulan-kumpulan benturan
kecil dan besar yang terakumulasi secara terus menerus dalam waktu relatif lama, dapat
dalam hitungan beberapa hari, bulan dan tahun, tergantung pada berat ringannya trauma
setiap kali dan setiap saat, sehingga dapat menimbulkan suatu cidera yang cukup besar yang
diekspresikan dengan rasa sakit, kesemutan, pegal-pegal, nyeri tekan, pembengkakan
dan gerakan yang terhambat atau gerakan minim atau kelemahan pada anggota tubuh yang
terkena trauma. Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan istilah yang memperlihatkan
adanya gangguan pada sistem musculoskeletal, dan bukan merupakan suatu diagnosis.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan
inilah yang disebut dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Grandjean,1993;
Lemastars, 1996 dalam Tarwaka, et.al. 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima
beban statis, namun demikian keluhan resebut akan segera hilang apabila pembebanan
dihentikan.
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan resebut akan segera hilang apabila
pembebanan dihentikan.
2. Keluhan Menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya
berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi
20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi
oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
2.2.2 Gangguan Kesehatan Muculoskeletal
A. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada
tangannya. CTS merupakan gangguan tekanan/ pemampatan pada syaraf yang
mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan
kemampuan sensorik dan motorik.
B. Low Back Pain (LBP)
Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami
peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus mengalami tekanan yang kuat dan
membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada
akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation.
C. Penyakit musculoskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada
cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan
mengakibatkan cairan tersebut tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa
disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang
yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis).
2.3 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan maka penulis menyusun variabel untuk
diteliti lebih lanjut yaitu sikap kerja sebagai variabel independen dan Musculoskeletal
Disorders sebagai variabel dependen. Penyusunan kerangka konsep penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Sikap Kerja - Rendah - Sedang - Tinggi
- Sangat Tinggi
Musculoskeletal Disorders
- Rendah - Sedang - Tinggi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi
Cross Sectional, karena pada pelaksanaan penelitian ini bahwa variabel dependen dan
variabel independennya akan diteliti dalam waktu yang sama.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi Pusat Industri Kecil (PIK) Menteng VII Lingkungan
X, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung selama pelaksanaan proposal sampai pada penelitian untuk
skripsi selama bulan Maret sampai Juli 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Pusat Industri Kecil Menteng Medan memiliki 10 unit konveksi produksi pakaian
yang aktif beroperasi dengan jumlah pekerja khusus pengerja tahap menjahit potongan kain
adalah sebanyak 31 orang.
3.3.2 Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total sampling, yaitu
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Metode pengumpulan
data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan menggunakan
lembar observasi. Data pekerja (umur, jenis kelamin dan masa kerja) dan data
Musculoskeletal Disorders (MSDs) diperoleh melalui kuesioner Nordic Body Map (NBM)
sedangkan untuk sikap kerja diperoleh dengan menggunakan lembar observasi RULA (Rapid
Upper Limb Assessment).
3.5 Variabel dan defenisi Operasional
3.5.1 Postur kerja adalah nilai akhir dari hasil pengukuran dengan menggunakan metode
RULA. Alat yang digunakan adalah goniometer, kamera, dan RULA Worksheet.
Goniometer adalah alat fisioterapi untuk mengukur Luas Gerak Sendi (LGS), khususnya
sudut yang dihasilkan dari sendi dengan tulang tubuh manusia (gambar pada lampiran 3).
Kamera untuk melakukan dokumentasi. RULA Worksheet adalah lembar kerja untuk menilai
skor sikap kerja dengan metode RULA (gambar pada lampiran 2)
Hasil ukur dengan metode RULA dapat dikategorikan menjadi :
1. Risiko rendah (skor 1-2)
2. Risiko Sedang (skor 3-4)
3. Risiko Tinggi (skor 5-6)
4. Risiko Sangat Tinggi (skor 7)
(Stanton, 2005)
3.5.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah suatu cidera yang diekspresikan dengan
rasa sakit, kesemutan, pegal-pegal, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang
terhambat atau gerakan minim atau kelemahan pada anggota tubuh yang terkena trauma
Untuk penilaian Musculoskeletal Disorders, peneliti menyebarkan kuesioner Nordic
Body Map (gambar pada lampiran 1). Adapun pengkategorian hasil ukur adalah sebagai
berikut:
1. Rendah (skor 28-49)
2. Sedang (skor 50-70)
3. Tinggi (skor 71-91)
4. Sangat Tinggi (skor 92-112)
(Tarwaka, 2010)
3.6 Pengolahan Data
Untuk data kuesioner dilakukan pengolahan untuk menghasilkan informasi yang
benar dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk
memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut. Dimana coding dilakukan pada
kuesioner baik variabel dependen dan variabel independen.
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan
pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner.
3. Memasukkan data (data entry)
Memasukkan data dalam program software computer berdasarkan klasifikasi.
4. Membersihkan data (data cleaning)
Pencetakan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak
ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
Penentuan jumlah skor dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal.. Kemudian
dipersentasikan dengan cara jumlah total jawaban dikalikan 100%.
3.7 Metode Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari
variabel yang diteliti dari tabel distribusi.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu
sikap kerja dengan variabel dependen keluhan Musculoskeletal Disorders.
Teknik analisis yang digunakan adalah uji Exact Fisher. Seperti diketahui bahwa uji Exact
Fisher digunakan sebagai uji alternatif Chi Square untuk tabel silang (kontingensi) 2 x 2
dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat sel yang nilai harapan (E)
kurang dari 5 (Hartono, 2004). Metode ini bertujuan untuk mendapatkan probabilitas
kejadiannya yaitu jika P value > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) terletak di Jl. Rahmat Blok A No.29 Kelurahan
Medan Tenggara VII Lingkungan X Kecamatan Medan Denai Kota Medan, Sumatera Utara
20228. PIK didirikan oleh Pemerintah Kota Medan pada tahun 1996 dengan luas 42.810 m2.
Secara geografis PIK mempunyai batas wilayah yaitu :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Gg. Satria
- Sebelah Selatan berbatasan dengan HKBP Menteng
- Sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Tol Belmera
- Sebelah Barat berbatasan dengan Mesjid Amal Muslim
Penduduk yang tinggal menetap di kawasan PIK ini berjumlah sekitar 100 KK atau
sekitar 300 jiwa. Kawasan PIK terdapat 99 ruko yang dijadikan sebagai tempat proses
produksi industri kecil dan tempat pemukiman. Sekitar 45 ruko diantaranya dipakai sebagai
tempat industri dan sampai saat ini sisa 10 ruko yang aktif melakukan proses produksi
sebagai industri kecil konveksi penghasil pakaian dan sekitar 5 ruko aktif melakukan
produksi tas, sepatu, dan gorden. Industri kecil konveksi produksi pakaian ini memiliki
Gambar 4.1 Denah Batas Wilayah PIK
4.1.1 Proses Produksi Penjahitan Pakaian
Proses produksi penjahitan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan proses produksi
penjahitan adalah sebagai berikut:
Tahap pertama : pembuatan pola
Sebelum menjahit pakaian, penjahit perlu memiliki gambaran tentang pakaian seperti
apakah yang akan dibuatnya dan perlu mengetahui berapa ukuran yang akan dibuat untuk
pakaian tersebut. Segala gambaran dan data-data tersebut, biasanya perlu dituangkan terlebih
dahulu dalam sebuah gambar yang disebut sebagai pola pakaian atau pola baju. Jadi, yang
dimaksud dengan pola pakaian adalah bagian-bagian pakaian yang digambar di atas selembar
karton ataupun kertas untuk kemudian dijiplak di atas kain yang akan digunakan sebagai
bahan yang akan dijahit menjadi pakaian. UTARA
Jl. Rahmat
Gg. Satria
HKBP MenTeng
Jl. MenTeng VII
Gg. Kurnia Mesjid
Amal Muslim
PIK
Jl. Tol Belmera
Pembuatan Pola
Pemotongan bahan kain
Tahap kedua : pemotongan bahan kain
Setelah proses pembuatan pola selesai, sebagaimana diuraikan pada bagian atas, pola
yang sudah dijiplak di atas tersebut akan dipotong. Pemotongan bahan kain harus dilakukan
secara hati-hati dan mengikuti gambar pola yang sudah dijiplakkan pada kain tersebut.
Seorang yang sudah ahli dalam pembuatan pola dan pemotongan bahan kain, akan berusaha
mencari posisi yang paling efisien dalam menempatkan gambar pola tersebut di atas
potongan kain agar ketika kain dipotong tidak banyak bagian kain yang tidak terpakai lagi
atau harus dibuang. Atau, ada pola penjahit konveksi yang membiarkan ada bagian-bagian
kain yang berada di luar pola untuk tujuan pembuatan bahan pendukung pakaian seperti
kantong, kerah dan lain-lain.
Tahap ketiga : menjahit potongan kain
Setelah melewati tahap kedua diatas, maka kini penjahit mendapatkan
potongan-potongan pola pakaian dalam bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Tugas seorang penjahit
adalah menyatukan potongan-potongan kain tersebut sehingga menjadi bentuk pakaian yang
siap digunakan. Tahap menjahit potongan kain ini merupakan fokus penelitian untuk
kemudian dinilai sikap kerjanya.
Jenis jahitan yang diproduksi di konveksi Pusat Industri Kecil Ini adalah:
- seragam siswa, TK hingga SMA/SMK (seragam sekolah)
- seragam guru sekolah
- seragam paduan suara
- seragam office boy
- seragam batik
- seragam kaos olah raga (sepak bola, futsal)
- Jenis bahan rumah tangga seperti : taplak meja, keset, gorden (tirai), alas tidur (seprei) dan
lap dapur (serbet)
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Analisis Univariat
1. Gambaran Data Umum Responden
a. Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Penjahit di
Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015
Jenis Kelamin N %
Laki-laki
Perempuan
TOTAL
9
22
31
29
71
100
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng mayoritas
perempuan sebanyak 22 orang (71%) dan laki-laki hanya 9 orang (29%).
b. Umur
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur pada Penjahit di
Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015
Umur (Tahun) N %
≤ 49
> 49
TOTAL
16
15
31
51,6
48,4
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng dengan umur ≤ 49 sebanyak 16 orang (51,6 %) dan umur > 49 sebanyak 15 orang (48,4%).
c. Masa Kerja
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Penjahit di
Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015
Masa Kerja (Tahun)
N %
≤ 6
> 6
TOTAL
16
15
31
51,6
48,4
100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng dengan masa kerja ≤ 6 tahun sebanyak 16 orang (51,6%) dan masa kerja > 6 tahun sebanyak 15 orang (48,4%).
2. Gambaran Sikap Kerja pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan
2015
Sikap kerja pada tahap menjahit potongan kain adalah sikap kerja duduk, pekerjaan
menjahit membutuhkan durasi waktu minimal 2 jam hingga 4 jam. Pengukuran sudut yang
dibentuk oleh postur tubuh ketika bekerja diukur dengan menggunakan alat fisioterapi
Goniometer. Alat Goniometer akan menunjukkan derajat setiap postur tubuh yang disajikan
dalam RULA Wooksheet untuk diberikan skor. Pemilihan postur tubuh yang akan diukur
dengan alat Goniometer adalah postur yang memiliki frekuensi berulang lebih dari 4 kali
28
Tabel 4.5 Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015
Berdasarkan nilai RULA untuk setiap postur pada sikap kerja duduk ditemukan
bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan khusus pengerjaan tahap menjahit
potongan kain adalah 100% termasuk kategori sikap kerja tidak alamiah. Penilaian tersebut
diatas menunjukkan bahwa sudut yang dibentuk oleh postur lengan atas (Upper Arm) dan
lengan bawah (Lower Arm) adalah postur normal yaitu < 1350, namun pada saat bekerja
semua pekerja meninggikan bahu dan lengan bawah melintasi garis tengah badan. Sudut yang
dibentuk oleh pergelangan tangan (Wrist) merupakan postur normal yaitu < 450, namun
ketika bekerja semua pekerja melakukan perputaran pada pergelangan tangan ½ putaran yaitu
ketika memutar tuas lingkaran pada mesin. Sudut yang dibentuk oleh leher (Neck) pada
seluruh pekerja berada pada postur tidak normal yaitu ≥ 200
(100%). Sudut yang dibentuk
oleh punggung (Trunk) yaitu postur normal (< 200) ada 11 orang (35,5%), dan postur tidak
normal (≥ 200
) ada 20 orang (64,5%), semua pekerja sering memiringkan badan ke kiri dan
atau ke kanan. Untuk postur pada kaki cukup dilihat tertopang atau tidak pada saat bekerja
dan pada penjahit ditemukan bahwa semua pekerja menopangkan kakinya.
Setelah dilakukan penilaian menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment
(RULA) pada sikap kerja duduk terhadap penjahit, maka dilakukan scoring. Dari hasil
penilaian RULA didapatkan skor sikap kerja yaitu tinggi (skor 5-6) dan sangat tinggi (skor 7)
. Gambaran sikap kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja pada Penjahit di Pusat
Industri Kecil Menteng 2015
Sikap Kerja (RULA)
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Total
1-2
3-4
5-6
7
0
0
21
10
31
0
0
67,7
32,3
100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sikap kerja penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng
berdasakan hasil penilaian menggunakan metode RULA yaitu pada level tinggi dengan skor
5-6 sebanyak 21 orang (67,7%) dan level sangat tinggi dengan skor 7 sebanyak 10 orang
(32,3%).
3. Gambaran Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Penjahit di Pusat Industri
Kecil Menteng Medan 2015
Setelah diperoleh hasil dari pengisian kuesioner Nordic Body Map, maka berikut ini
disajikan distribusi frekuensi keluhan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat
Industri Kecil Menteng Tahun 2015.
Tabel 4.7 Tingkat Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Penjahit di Pusat
Industri Kecil Menteng Tahun 2015
No Bagian Tubuh Tingkat Keluhan
1 2 3 4
N % N % N % N %