• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sikap Kerja Dengan Musculoskeletal Disorders Pada Penjahit Di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sikap Kerja Dengan Musculoskeletal Disorders Pada Penjahit Di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG

MEDAN 2015

SKRIPSI

OLEH

AGNESTRY PUTRI SIHOMBING NIM : 111000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG

MEDAN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

AGNESTRY PUTRI SIHOMBING NIM : 111000113

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENJAHIT DI

PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG MEDAN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah

benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2015 Yang membuat pernyataan

(4)
(5)

ABSTRAK

Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan kesehatan pada jaringan otot dan struktur tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi Cross Sectional. Sampel penelitian 31 orang penjahit yang diperoleh dengan menggunakan teknik Total Sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kerja penilaian RULA (Rappid Upper Limb Assessment) dan Nordic Body Map (NBM). Analisis yang digunakan adalah uji Exact Fisher.

Berdasarkan penilaian sikap kerja dengan metode RULA, postur tidak normal ditemukan pada tubuh bagian leher yaitu ≥ 200 (100%) dan punggung yaitu ≥

200 (64.5%) dengan level tinggi 67.7% dan level sangat tinggi 32.3%. Seluruh penjahit (100%) mengalami MSDs yaitu keluhan di leher, punggung, bahu kanan, dan betis kanan dengan level sedang 71.0% dan level tinggi 29.0%.

Hasil analisis bivariat, diketahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders dengan P value = 0.015 , yang berarti ada hubungan bermakna antara sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.

Disarankan supaya penjahit wajib melakukan stretching ketika bekerja dan melakukan senam punggung sebelum tidur pada malam hari.

(6)

ABSTRACT

Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a medical disorder of muscle tissue and bone structure. This research was aimed to find out the correlation of working posture with Musculoskeletal Disorders (MSDs) the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.

This research is an observational analytical with Cross Sectional design. The sample of 31 research tailors obtained by used was Total Sampling technique. The data collection was done using by RULA Assessment Worksheet and Nordic Body Map (NBM). The data analysis used Exact Fisher test.

Based on the working posture with RULA assessment method , the unnatural posture was

found in the body of the neck is ≥ 200

by 100% of tailors and the trunk is ≥ 200 by 64.5% of tailors with at a high level 67.7% and a very high level 32.3% . The tailors (100%) are MSDs with complaints in the neck, trunk, right shoulder and right calf with a medium level of 71.0% and a high level of 29.0% .

Results of bivariate analysis , known correlation the working posture with Musculoskeletal Disorders with P value= 0.015, which means there is a significant correlation between working posture with Musculoskeletal Disorders the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.

Suggested that tailors shall perform stretching while working and doing back exercises before going to bed at night .

Keywords: Working Posture, MSDs, RULA, Tailor.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan berkatNya yang melimpah maka saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS

PADA PENJAHIT DI PUSAT INDUSTRI KECIL MENTENG MEDAN 2015”.

Penyelesaian penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya.

1. Terimakasih kepada Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D sebagai Pj Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Terimakasih kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes sebagai ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara.

4. Terimakasih kepada Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Terimakasih kepada Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.

7. Terimakasih kepada Ibu Eka Lestari Mahyuni SKM, M.Kes selaku dosen penguji 2 yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama proses ujian skripsi hingga skripsi ini selesai dengan baik.

8. Terimakasih kepada Bapak Sofiyan Andi selaku kepala lingkungan X Menteng VII Kompleks PIK Menteng sebagai tempat dilakukan penelitian, yang telah membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

9. Terimakasih kepada pemilik konveksi yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian.

10.Terimakasih kepada seluruh pekerja sebagai penjahit di PIK Menteng yang telah bersedia menjadi responden, serta bersedia memberikan waktu dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Terimakasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2011 FKM USU dan terkhusus seluruh teman-teman dari departemen K3 angkatan 2011. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses dan tetap menjadi alumni SKM yang berintegritas.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kedua orang tua saya Bapak D. Sihombing dan Ibu R. Hutagalung, kepada saudara-saudara kandung saya dan juga kepada Tommy Sitompul, AmF atas bantuan, dukungan dan doa kalian semua dalam proses pengerjaan skirpsi saya selama ini. Semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai setiap perjalanan hidup kita semua, amin.

(8)

Medan, Juli 2015 Penyusun

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RIWAYAT HIDUP ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Hipotesis ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Ergonomi... 7

2.1.1 Defenisi... 7

2.1.2 Sikap Tubuh dalam Bekerja ... 7

2.1.3 Metode Penilaian Ergonomi ... 16

2.2 Gangguan Kesehatan Akibat Sikap Kerja Duduk ... 27

2.2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDs) ... 28

2.2.2 Gangguan Kesehatan Musculoskeletal ... 30

2.3 Kerangka Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

Jenis Penelitian... 32

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

Populasi dan Sampel ... 32

Metode Pengumpulan Data ... 33

Variabel dan defenisi Operasional ... 33

Pengolahan Data ... 34

Metode Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1 Proses Produksi Penjahitan Pakaian ... 38

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 40

4.2.1 Analisis Univariat ... 40

4.2.2 Analisis Bivariat ... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 52

5.1 Sikap Kerja... 52

(10)

5.3 Hubungan Sikap Kerja dengan Musculoskeletal Disorders ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

Kesimpulan ... 63

Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel A dalam RULA Worksheet ... ... 22

Tabel 2.2 Tabel B dalam RULA Worksheet ... ... 23

Tabel 2.3 Tabel Grand Score dalam RULA ... ... 24

Tabel 2.4 Tabel Action Level GrandScore RULA ... ... 25

Tabel 2.5 Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor Individu ... ... 27

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 40

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 41

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 41

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Sudut Postur Tubuh Pekerja dengan Alat Ukur Goniometer ... ... 42

Tabel 4.5 Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015 ... ... 44

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng 2015 ... ... 47

Tabel 4.7 Penilaian Musculoskeletal Disorders pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 48

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Musculoskeletal Disorders Berdasarkan Skor pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015 ... ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sikap Posisi Duduk ... ... .9

Gambar 2.2 Kelompok A pada RULA ... ... 19

Gambar 2.3 Kelompok B pada RULA ... ... 21

Gambar 2.4 Grand Score RULA ... ... 24

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... ... 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Nordic Body Map (NBM)

Lampiran 2 RULA Worksheet

Lampiran 3 Gambar Goniometer

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 6 Dokumentasi

Lampiran 7 Hasil Perhitungan RULA

Lampiran 8 Master Data

(14)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Agnestry Putri Sihombing

Tempat Lahir : Ambarita

Tanggal Lahir : 15 Juni 1993

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Darwis Sihombing

Suku Bangsa Ayah : Batak

Nama Ibu : Risma Hutagalung

Suku Bangsa Ibu : Batak

Pendidikan Formal

SD/ Tamatan tahun : SD N 1 No.173234 Pahae Jae/2005

SLTP/ Tamatan tahun : SMP N 1 Pahae Jae/2008

SLTA/Tamatan tahun : SMA N 5 Medan/2011

(15)

ABSTRAK

Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah gangguan kesehatan pada jaringan otot dan struktur tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi Cross Sectional. Sampel penelitian 31 orang penjahit yang diperoleh dengan menggunakan teknik Total Sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar kerja penilaian RULA (Rappid Upper Limb Assessment) dan Nordic Body Map (NBM). Analisis yang digunakan adalah uji Exact Fisher.

Berdasarkan penilaian sikap kerja dengan metode RULA, postur tidak normal ditemukan pada tubuh bagian leher yaitu ≥ 200 (100%) dan punggung yaitu ≥

200 (64.5%) dengan level tinggi 67.7% dan level sangat tinggi 32.3%. Seluruh penjahit (100%) mengalami MSDs yaitu keluhan di leher, punggung, bahu kanan, dan betis kanan dengan level sedang 71.0% dan level tinggi 29.0%.

Hasil analisis bivariat, diketahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders dengan P value = 0.015 , yang berarti ada hubungan bermakna antara sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015.

Disarankan supaya penjahit wajib melakukan stretching ketika bekerja dan melakukan senam punggung sebelum tidur pada malam hari.

(16)

ABSTRACT

Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a medical disorder of muscle tissue and bone structure. This research was aimed to find out the correlation of working posture with Musculoskeletal Disorders (MSDs) the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.

This research is an observational analytical with Cross Sectional design. The sample of 31 research tailors obtained by used was Total Sampling technique. The data collection was done using by RULA Assessment Worksheet and Nordic Body Map (NBM). The data analysis used Exact Fisher test.

Based on the working posture with RULA assessment method , the unnatural posture was

found in the body of the neck is ≥ 200

by 100% of tailors and the trunk is ≥ 200 by 64.5% of tailors with at a high level 67.7% and a very high level 32.3% . The tailors (100%) are MSDs with complaints in the neck, trunk, right shoulder and right calf with a medium level of 71.0% and a high level of 29.0% .

Results of bivariate analysis , known correlation the working posture with Musculoskeletal Disorders with P value= 0.015, which means there is a significant correlation between working posture with Musculoskeletal Disorders the tailors at Pusat Industri Kecil Menteng Medan in 2015.

Suggested that tailors shall perform stretching while working and doing back exercises before going to bed at night .

Keywords: Working Posture, MSDs, RULA, Tailor.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya mendukung perkembangan perekonomian kota Medan, pemerintah

menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu. Kebijakan

pengembangan sektor industri juga mencakup kebijakan pengembangan sub-sektor Usaha

Kecil Menengah (UKM). Salah satu strategi yang ditempuh adalah membangun lokasi khusus

industri kecil menengah yang diberi nama Pusat Industri Kecil (PIK) di Kelurahan Medan

Tenggara Kecamatan Medan Denai (Profil Kabupaten/Kota, Kota Medan Sumatera Utara,

2004).

Tersedianya kawasan perindustrian ini maka dituntut kemampuan sumber daya

manusia yang berkualitas dan memiliki kondisi kesehatan yang prima untuk meningkatkan

produktivitas kerja guna memperoleh keluaran yang maksimal, sehingga mampu bersaing

dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

(2003) bahwa umumnya usaha sektor informal belum memperhatikan dengan serius masalah

yang berkenaan dengan ergonomi, mulai dari posisi kerja, peralatan kerja dan penyesuaian

antara peralatan kerja dengan kondisi tenaga kerja yang menggunakan peralatan. Dengan

kurangnya perhatian akan penyesuaian tempat kerja, posisi, serta peralatan terhadap tenaga

kerja, tentunya akan menimbulkan beberapa permasalahan berupa penyakit akibat kerja.

Menurut Tarwaka (2004), Penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh karena kurang

atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip ergonomi adalah keluhan pada bagian

musculoskeletal.Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit apabila

otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat

(18)

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan keluhan yang mempunyai gejala yang

menyerang otot, syaraf, tendon, ligamen, tulang sendi, tulang rawan dan syaraf tulang

belakang. Gejala penyakit tersebut bukanlah hasil dari pekerjaan yang instant atau bukanlah

peristiwa akut seperti terjatuh, terpeleset, tergelincir, atau tertimpa, tetapi diakibatkan oleh

pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus dan bersifat kronis yang dipengaruhi oleh

faktor risiko seperti beban, postur, frekuensi, dan durasi (Bridger, 2003).

Hasil Studi Departemen Kesehatan dalam profil masalah kesehatan di Indonesia tahun

2005 menunjukkan bahwa sekitar 40.5% penyakit yang diderita pekerja berhubungan dengan

pekerjaannya. Gangguan kesehatan tersebut dijelaskan dalam penelitian oleh Sumiati (2007)

terhadap 9482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia ditemukan yang paling banyak

adalah gangguan Musculoskeletal Disorders (16%), selanjutnya penyakit kardiovaskuler

(8%), gangguan pernafasan (3%), dan gangguan THT (1.5%).

Penelitian yang dilakukan oleh Mutia Osni (2012) yaitu MSDs pada penjahit

diketahui bahwa bagian tubuh yang paling banyak mengalami keluhan sakit ada pada bagian

leher bagian atas, leher bagian bawah, punggung, pinggang dan betis kanan. Penelitian oleh

Nurhikmah (2011) ditemukan hasil uji statistik Pvalue = 0.013 yang berarti ada hubungan

bermakna antara tingkat risiko pekerjaan dengan MSDs.

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di konveksi Pusat Industri

Kecil (PIK) Menteng VII Lingkungan X Kecamatan Medan Denai, diketahui terdapat

sebanyak 10 konveksi yang masih aktif beroperasi dengan jumlah seluruh pekerja sebagai

penjahit pakaian sebanyak 31 orang. Pekerjaan dimulai dari pukul 08.30-17.30 WIB dengan

istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 12.00-13.00 WIB (dikondisikan).

Hasil wawancara ditemukan bahwa gangguan kesehatan yang dialami pekerja khusus tahap

menjahit potongan kain di konveksi ini berupa keluhan nyeri pada leher, punggung,

(19)

dengan otot dan rangka atau yang dikenal dengan sebutan Musculoskeletal Disorders

(MSDs).

Tahap menjahit potongan kain merupakan pekerjaan yang berpotensi mempercepat

timbulnya kelelahan dan nyeri pada otot-otot yang terlibat. Jika berlangsung setiap hari dan

dalam waktu yang tertentu bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi,

tendon, ligamen dan jaringan- jaringan lainnya. Namun bagi pekerja, keluhan-keluhan

tersebut dianggap bukan suatu masalah serius karena mereka masih tetap dapat melakukan

pekerjaannya. Padahal dalam Pulat & Alexander (1991), Musculoskeletal Disorders (MSDs)

merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan turunnya hasil produksi, hilangnya jam

kerja, tingginya biaya pengobatan dan material, meningkatnya absensi, rendahnya kualitas

kerja, injuri dan ketegangan otot, meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja

dan error, meningkatnya biaya pergantian tenaga kerja, dan berkurangnya cadangan yang

berhubungan dengan kondisi darurat.

Salah satu tahapan dalam proses produksi pakaian yang menjadi fokus peneliti adalah

tahap menjahit potongan kain menggunakan mesin jahit listrik (Speed). Tahap ini dikerjakan

dengan cara duduk di bangku kerja tanpa diselingi dengan berdiri dan mengoperasikan mesin

dengan menginjak pedal mesin jahit listrik (Speed) menggunakan kaki kanan. Kemudian

pekerja mengatur posisi kain sesuai pola jahitan ke mesin jahit listrik (Speed) dengan gerakan

mendorong kain ke arah depan menggunakan tangan. Tahap penjahitan ini cukup monoton

sehingga pekerja melakukan pekerjaannya dengan posisi postur tubuh yang mereka rasa

nyaman tanpa mengacu pada sikap kerja yang baik dan benar, contoh pekerja cenderung

menekuk leher, menundukkan kepala, membungkukkan badan condong kearah depan dan

kaki kiri bertumpu di sembarang tempat.

Mesin jahit listrik (Speed) berfungsi untuk menjahit pakaian dengan berkecepatan

(20)

Cara kerja mesin jahit listrik (Speed) yaitu dengan menggunakan aliran listrik kemudian

mesin dioperasikan dengan menginjak pedal mesin dan secara otomatis akan berkerja dengan

kecepatan tinggi.

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan penyakit akibat kerja yang paling

banyak terjadi pada proses penjahitan pakaian. Besarnya kasus dan dampak yang ditimbulkan

oleh gangguan kesehatan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pekerja di sektor ini perlu

dikendalikan, dimana kepedulian akan keselamatan dan kesehatan kerja masih banyak yang

diabaikan baik oleh pemilik usaha maupun pekerjanya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut yang menjadi permasalahan yaitu adakah hubungan sikap

kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng,

Medan 2015 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di

Pusat Industri Kecil Menteng, Medan 2015.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan sikap kerja dengan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Pengelola Usaha

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman

mengenai bahaya di tempat kerja khususnya faktor yang berhubungan dengan terjadinya

MSDs, sehingga baik para pengelola usaha maupun pekerja itu sendiri secara mandiri dapat

melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit

akibat kerja.

1.5.2 Manfaat Bagi Akademis

Dapat dijadikan referensi mengenai Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada

penjahit pakaian, untuk mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk

mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional lingkungan kerja, serta

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

2.1.1 Defenisi

Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam

lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,

manajemen, dan desain/perancangan (Nurmianto, 2008). Sedangkan pada International

Ergonomics Association menyatakan bahwa ergonomi disebut juga sebagai “Human

Factors”.

Fungsi spesial ergonomi adalah untuk mendesain atau meningkatkan tempat kerja,

stasiun-kerja, perkakas, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada

batas melelahkan, kegelisahan, dan luka-luka atau kerugian juga secara efisien menuju

keberhasilan tujuan dari pribadi dan perusahaan. Tujuannya adalah kepada peningkatan

nafkah dari pekerjaan di dalam kemampuan teori dan fisik dari karyawan.

2.1.2 Sikap Tubuh Dalam Bekerja

Posisi tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan.

Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sikap

tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak

peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam

melakukan pekerjaan :

a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara

(23)

b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak

memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.

c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak membebani, melainkan

dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak

menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan

yang dapat mengganggu aktivitas.

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari :

1) Sikap kerja duduk

Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari

mekanika sistem penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya.

Menurut Tichauler (1978) yang dikutip (Panero dan Zelnik) sumbu penyangga dari batang

tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal,

melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial tuberosities) di atas permukaan tempat

duduk.

Posisi duduk pada otot rangka (musculoskeletal) dan tulang belakang (vertebral)

terutama pada pinggang (sacrum, lumbar dan thoracic) harus dapat ditahan oleh sandaran

kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat lelah (fatigue). Selain itu,

ketika duduk kaki harus berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk dapat bergerak dengan

relaksasi. Menurut Richard Ablett (2001) saat ini terdapat 80% orang hidup setelah dewasa

mengalami nyeri pada tubuh bagian belakang (back pain) karena berbagai sebab, dan karena

back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja.

Suatu perancangan tempat duduk harus diupayakan sedemikian rupa sehingga berat

badan yang disanggah oleh tulang duduk tersebar pada daerah yang cukup luas. Alas yang

(24)

diupayakan agar subjek yang sedang duduk di atas tempat duduk tersebut dapat

mengubah-ubah posisi atau postur tubuhnya untuk mengurangi rasa ketidaknyamanannya.

Sumber : Pheasant, S, 1991. Ergonomics, Work And Health

Gambar 2.1 Sikap Posisi Duduk

2) Sikap kerja berdiri setengah duduk

Berdasarkan hasil penelitian Gempur (2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah

terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah duduk

tanpa sandaran duduk dan setengah duduk pakai sandaran menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.

3) Sikap kerja posisi berdiri

Bekerja dengan posisi berdiri terus-menerus sangat mungkin akan terjadi

penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, hal ini akan bertambah bila berbagai

bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Seperti dokter gigi, penjaga tiket, tukang cukur

pasti memerlukan sepatu ketika bekerja, apabila sepatu tidak pas maka sangat mungkin akan

sobek pada jari kaki, mata kaki, dan bagian sekitar telapak kaki. Desain alas kaki untuk kerja

(25)

kaki terjadi penahanan yang kuat pada tali sendi (ligaments) pergelangan kaki dan hal itu

terjadi pada jangka waktu yang lama, maka otot rangka akan mudah mengalami kelelahan.

2.1.2.1 Sikap kerja alamiah/ postur normal (Humantech, 1995)

Sikap kerja alamiah/postur normal yaitu sikap / postur dalam proses kerja yang sesuai

dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting

tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan

tidak menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorders dan sistem tubuh yang lain.

a) Pada tangan dan pergelangan tangan

Sikap/postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada dalam

keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun mengalami fleksi/ekstensi.

b) Pada leher

Sikap/posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping kiri atau kanan. Posisi

miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang

cervical .

c) Pada bahu

Sikap/posisi normal pada bahu adalah tidak dalam keadaan mengangkat dan siku berada

dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan lurus dan proporsional.

d) Pada punggung

Sikap/postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kifosis dan untuk bagian

lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan. Postur tubuh membungkuk

(26)

2.1.2.2 Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal (Humantech, 1995)

Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal adalah deviasi/pergeseran dari gerakan tubuh

atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas dari postur atau

posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama. Gerakan dan postur

janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk terjadinya gangguan, penyakit dan cidera pada

sistem musculoskeletal.

a) Pada tangan /pergelangan tangan

1) Jari menjepit

Adalah posisi jari ketika menjepit objek dengan beban > 0,9 kg.

2) Jari menggenggam

Adalah posisi jari ketika menggenggan objek dengan beban > 4,5 kg.

3) Jari menekan

Adalah penggunaan tekanan satu jari atau lebih terhadap permukaan suatu objek. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.

4) Deviasi radial

Adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.

5) Deviasi ulnar

Adalah postur tangan yang miring ke arah jari kelingking. Postur janggal ini diperhatikan

(27)

6) Fleksi pergelangan tangan ≥ 45°

Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah telapak tangan, diukur dari sudut

yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesaar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30

kali per menit.

7) Ekstensi pergelangan tangan ≥ 45°

Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah punggung tangan, diukur dari sudut

yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30

kali per menit.

b) Pada siku

1) Rotasi lengan

2) Ekstensi penuh

Adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan sumbu lengan bawah ≥

135°. Durasi untuk posisi janggal pada siku belum ada standarnya. Frekuensi posisi janggal tersebut dilakukan secara berulang ≥ 2 kali per menit.

c) Pada bahu

Bahu merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang otot. Karena itu

postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan juga dapat mempengaruhi keadaan bahu

dikarenakan bahu merupakan tempat penopang otot-otot tangan. Bentuk postur janggal pada

bahu ditandai dengan gerakan bahu yang mendekati ujung telinga bawah, baik yang kiri

(28)

d) Pada leher

1) Menunduk

Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu

ruas tulang leher ≥ 20°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan

dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.

2) Miring

Setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya

sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal

ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2

kali per menit.

3) Menengadah

Setiap postur dari leher yang mendongak ke atas, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk

oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.

4) Rotasi

Setiap gerakan dari leher yang memutar baik ke kanan maupun ke kiri tanpa melihat besarnya

derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan

dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.

e) Pada punggung

1) Membungkuk

(29)

2) Miring

Adalah penyimpangan tubuh dari garis vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥

2 kali per menit.

3) Rotasi Badan

Setiap gerakan dari badan yang memutar, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.

2.1.3 Metode Penilaian Ergonomi

A. Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)

Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF) adalah alat

penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk

mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu pekerjaan. BRIEF digunakan untuk

menentukan sembilan bagian tubuh yang dapat beresiko terhadap terjadinya CTD

(Cummulative Trauma Disorders) atau risiko gangguan kesehatan pada sistem rangka.

Penilaian pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dari

ketiga penetapan data ( sederhana, mudah dipahami, dan dapat dipercaya) dan juga yang

paling memberikan beban paling berat. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi : tangan kiri,

dan pergelangannya, siku kiri, bahu kiri, leher, punggung, tangan kanan dan

pergelangnya, siku kanan, bahu kanan dan kaki (Humantech, 1989, 1995)

Survei ini mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan postur,

tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengobservasi ke-sembilan bagian tubuh tersebut.

Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi, sedang, atau rendahnya risiko

(30)

B. Rapid Entire Body Assessment (REBA)

REBA (Highnett and McAtamney, 2000) dikembangkan untuk mengkaji postur

bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industri pelayanan

lainnya. Data yang dikumpulkan termasuk postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe dari

pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA diberikan untuk

memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian mana yang harus

dilakukan tindakan penanggulangan. Metode REBA digunakan untuk menilai postur

pekerjaan berisiko yang berhubungan dengan Musculoskletal Disorders / Work Related

Musculoskeletal Disorders (WRMSDs).

Kelebihan REBA antara lain :

a) Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu

pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.

b) Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot

dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja,

pekerjaan statis atau berulang-ulang).

c) Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil.

d) Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan

prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan.

e) Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari

analisa yang telah dilakukan.

Sedangkan kekurangan atau kelemahan metode REBA adalah:

a) Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

b) Tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang

(31)

c) Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi,

temperatur dan jarak pandang.

C. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Rapid Upper Limb Assesment (RULA) merupakan sebuah cara penilaian beban

musculoskeletal secara mudah untuk berbagai pekerjaan yang memiliki resiko pada leher dan

bagian atas lengan yang dirancang oleh McAtamney & Corlett pada tahun 1993. RULA lebih

umum digunakan untuk menilai postur, tenaga, dan pergerakan dari sebuah pekerjaan yang

cenderung statis (Neville et.al, 2005). Penilaian postur dengan RULA akan menghasilkan

sebuah skor yang memiliki rentang angka dari 1 hingga 7 yang menggambarkan resiko postur

tersebut terhadap sistem musculoskeletal pekerja. Skor itu kemudian dikelompokkan kembali

dalam 4 level yang menjelaskan rentang waktu yang diharapkan untuk mengendalikan resiko

postur tersebut. Terdapat empat aplikasi utama dari metode RULA yaitu :

1) Mengukur resiko musculoskeletal, biasanya sebagai bagian dalam sebuah investigasi

ergonomi.

2) Membandingkan beban musculoskeletal dari desain workstation saat ini dan setelah

perbaikan.

3) Mengevaluasi hasil keluaran (output) seperti produktivitas atau kecocokan peralatan

yang digunakan oleh pekerja

4) Mengajarkan pekerja mengenai resiko musculoskeletal yang diakibatkan oleh postur

kerja tertentu.

Postur tubuh yang dinilai oleh RULA dibagi menjadi 2 kelompok yaitu grup A dan

grup B. Postur yang dinilai pada grup A adalah lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan

(32)

yang diperoleh dari kedua grup kemudian dapat ditambahkan dengan skor tambahan dari

faktor lainnya yaitu penggunaan otot dan gaya / beban yang ditangani.

RULA dapat digunakan untuk menilai secara teliti pekerjaan atau postur untuk satu

orang pekerja maupun kelompok (Herbert et al, 1996). Itu mungkin dibutuhkan untuk

menilai sebuah angka perbedaan postur selama putaran dalam bekerja untuk

menetapkan sebuah profil dari beban otot.

Sistem penilaian untuk faktor pekerjaan yang dianalisis dengan Metode RULA dapat dilihat

pada tahap-tahap berikut:

Tahap I Mengelompokkan bagian tubuh yang akan dianalisis

Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah

pergelangan tangan. Kisaran dapat diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang

dilakukan oleh Tichauer,Caffin, Herbert Et Al, Hagbeg, Schuld dan Harms-Ringdahl dan

Shuldt. Skor-skor tersebut adalah:

(33)

A1. Lengan atas :

Skor 1 untuk 0 - 20° extension hingga 20° flexion

Skor 2 untuk extension lebih dari 200 atau 200-450flexion

Skor 3 untuk 450-900flexion

Skor 4 untuk 90° flexion atau lebih

+1 jika pundak atau bahu ditinggikan

+1 jika lengan atas abdusted

+1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang.

A2. Lengan bawah

Skor 1 untuk 60° - 100° flexion.

Skor 2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion.

+1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi.

A.3 Pergelangan tangan

Skor 1 untuk berada pada posisi netral.

Skor 2 untuk 0-150 flexion maupun extension

Skor 3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension.

+1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupunulnar.

A.4 Pergelangan tangan memutar

+1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran.

(34)

Kelompok B, rentang postur untuk leher, punggung, dan kaki didasarkan pada studi yang

dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom Et Al. Skor dan kisaran tersebut adalah

Gambar 2.3 Kelompok B pada RULA

B1. Leher

Skor 1 untuk 0 - 10° flexion.

Skor 2 untuk 10 - 20° flexion.

Skor 3 untuk 20° atau lebih flexion.

Skor 4 jika dalam posisi extention.

B2. Punggung :

Skor 1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90° atau lebih.

Skor 2 untuk 0 - 20° flexion.

Skor 3 untuk 20° - 60° flexion.

Skor 4 untuk 60° atau lebih flexion.

Jika punggung diputar atau dibengkokkan:

+1 jika tubuh diputar.

(35)

B3. Kaki

+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.

+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk

berubah posisi.

+2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata

Tahap II Pengelompokan skor postur tubuh

Tabel 2.1 Tabel A dalam RULA Worksheet

Tabel 2.2 Tabel B dalam RULA Worksheet

Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang

digunakan. Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Durry

(36)

+1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau frekuensi penggunaan postur

tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.

Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan

Stevenson dan Baaida dalam Stanton (2005), yaitu sebagai berikut:

0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 kg.

1 jika beban sesekali 2-10 kg.

2 jika beban 2-10 kg bersifat statis atau berulang.

2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg.

3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang.

4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.

Tahap III Mengisi Grand Score

Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Stanton et al, 2005)

Gambar 2.4 Grand Score RULA

B

A

- Lengan atas - Lengan bawah - Pergelangan

tangan - Pergelangan

tangan memutar

Postur skor A

Otot

Tenaga

(Beban) Skor C

B

- Leher - Punggung - Kaki

Otot

Postur skor B Skor D

Tenaga (Beban)

Grand Score

+ +

= +

+

(37)

Grand Score adalah perpotongan Skor C (Skor A+ otot + tenaga) dengan Skor D (Skor B +

otot + tenaga), seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Tabel Grand Score dalam RULA

Setelah diperoleh grand score , yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level risiko

musculoskeletal dan level tindakan (action level) sebagai berikut:

Tabel 2.4 Tabel Action Level Grand Score RULA

Sumber : Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (Stanton et al, 2005)

D. Nordic Body Map (NBM)

Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif artinya

keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja

pada saat dilakukannya penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer

(38)

ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem muskuloskeletal dan

mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, 2011).

Dalam mengaplikasikan metode Nordic Body Map menggunakan lembar kerja berupa

peta tubuh (body map) merupakan cara yang sangat sederhana, mudah dipahami, murah dan

memerlukan waktu yang sangat singkat ± 5 menit per individu. Observer dapat langsung

mewawancarai atau menanyakan kepada responden otot – otot skeletal bagian mana saja yang

mengalami gangguan/nyeri atau sakit dengan menunjuk langsung pada setiap otot skeletal sesuai

yang tercantum dalam lembar kerja kuesioner Nordic Body Map. Kuesioner Nordic Body Map

meliputi 28 bagian otot – otot skeletal pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota

tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini akan dapat

diketahui bagian – bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan dari

tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan keluhan tingkat tinggi (keluhan sangat

sakit) (Tarwaka, 2010; Palilingan dkk, 2012b).

Pengukuran gangguan otot skeletal dengan kuesioner Nordic Body Map digunakan untuk

menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam kelompok kerja yang cukup

banyak atau kelompok sampel yang mereprensentasikanpopulasi secara keseluruhan.

Penilaian dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map dapat dilakukan dengan berbagai

cara; misalnya dengan menggunakan 2 jawaban sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau rasa

sakit pada otot skeletal) dan Tidak (tidak ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal

). Tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penelitian dengan skoring ( misalnya; 4 skala

Likert). Apabila menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai

definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden (Tarwaka, 2010).

Selanjutnya setelah selesai melakukan wawancara dan pengisian kuesioner maka langkah

berikutnya adalah menghitung total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot

skeletal) yang diobservasi. Pada desain 4 skala Likert akan diperoleh skor individu terendah

(39)

melakukan upaya perbaikan pada pekerjaan maupun sikap kerja, jika diperoleh hasil tingkat

keparahan pada otot skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya

sangat bergantung dari resiko otot skeletal mana yang mengalami adanya gangguan. Hal ini dapat

dilakukan dengan melihat presentase jumlah skor pada setiap bagian otot skeletal dan kategori

tingkat resiko. Tabel di bawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat digunakan untuk

menentukan klasifikasi tingkat resiko otot skeletal.

Klasifikasi subjektivitas tingkat resiko otot skeletal berdasarkan total skor individu

yaitu :

Tabel 2.5 Klasifikasi Tingkat Risiko MSDs Berdasarkan Total Skor Individu Total Skor

Individu

Tingkat Resiko MSDs

28-49 Rendah

50-70 Sedang

71-91 Tinggi

92-112 Sangat Tinggi

Sumber : Tarwaka (2010)

2.2 Gangguan Kesehatan Akibat Sikap Kerja Duduk

Bekerja sebagai Tukang jahit, tukang sepatu, tukang sandal, tukang kasir, murid

sekolah dan penjaga tol tidak terlepas dari bekerja dengan posisi duduk yang ternyata bisa

menimbulkan masalah kesehatan apabila dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan posisi

statis. Hal ini dapat menimbulkan gangguan pada leher, bahu, punggung dan lengan karena

pada sikap kerja statis terjadi kontraksi otot yang kuat dan lama tanpa kecukupan kesempatan

pemulihan, dan aliran darah ke otot terhambat. Akibatnya timbul rasa lelah dan nyeri pada

otot. Oleh karena itu, perlu menerapkan duduk dinamis yaitu sesering mungkin mengubah

posisi pada saat duduk.

Duduk lama dengan posisi yang salah juga akan menyebabkan nyeri pinggang bawah

karena otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Dan

(40)

yang mengakibatkan hernia nucleus pulpolus. Duduk dengan mencondongkan kepala ke

depan dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat

menyebabkan nyeri bahu dan leher, dan duduk tanpa sokongan lengan bawah dapat

menyebabkan rasa nyeri pada bahu dan pinggang.

2.2.1 Musculoskeletal Disorders (MSDS)

Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan sekumpulan gejala atau gangguan

yang berkaitan dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang,

dan pembuluh darah. Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada awalnya menyebabkan rasa

sakit, nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa

terbakar (OSHA, 2000).

Humatech (1995) menyatakan bahwa gangguan pada sistem musculoskeletal

tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi merupakan kumpulan-kumpulan benturan

kecil dan besar yang terakumulasi secara terus menerus dalam waktu relatif lama, dapat

dalam hitungan beberapa hari, bulan dan tahun, tergantung pada berat ringannya trauma

setiap kali dan setiap saat, sehingga dapat menimbulkan suatu cidera yang cukup besar yang

diekspresikan dengan rasa sakit, kesemutan, pegal-pegal, nyeri tekan, pembengkakan

dan gerakan yang terhambat atau gerakan minim atau kelemahan pada anggota tubuh yang

terkena trauma. Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan istilah yang memperlihatkan

adanya gangguan pada sistem musculoskeletal, dan bukan merupakan suatu diagnosis.

Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan

dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan

inilah yang disebut dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Grandjean,1993;

Lemastars, 1996 dalam Tarwaka, et.al. 2004). Secara garis besar keluhan otot dapat

(41)

Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima

beban statis, namun demikian keluhan resebut akan segera hilang apabila pembebanan

dihentikan.

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot

menerima beban statis, namun demikian keluhan resebut akan segera hilang apabila

pembebanan dihentikan.

2. Keluhan Menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun

pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya

berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi

20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi

oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme

karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang

menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

2.2.2 Gangguan Kesehatan Muculoskeletal

A. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

CTS dapat menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada

tangannya. CTS merupakan gangguan tekanan/ pemampatan pada syaraf yang

mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan

kemampuan sensorik dan motorik.

B. Low Back Pain (LBP)

Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami

peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus mengalami tekanan yang kuat dan

(42)

membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada

akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation.

C. Penyakit musculoskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada

cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus menerus akan

mengakibatkan cairan tersebut tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa

disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang

yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis).

2.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan maka penulis menyusun variabel untuk

diteliti lebih lanjut yaitu sikap kerja sebagai variabel independen dan Musculoskeletal

Disorders sebagai variabel dependen. Penyusunan kerangka konsep penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Sikap Kerja - Rendah - Sedang - Tinggi

- Sangat Tinggi

Musculoskeletal Disorders

- Rendah - Sedang - Tinggi

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain studi

Cross Sectional, karena pada pelaksanaan penelitian ini bahwa variabel dependen dan

variabel independennya akan diteliti dalam waktu yang sama.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi Pusat Industri Kecil (PIK) Menteng VII Lingkungan

X, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung selama pelaksanaan proposal sampai pada penelitian untuk

skripsi selama bulan Maret sampai Juli 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Pusat Industri Kecil Menteng Medan memiliki 10 unit konveksi produksi pakaian

yang aktif beroperasi dengan jumlah pekerja khusus pengerja tahap menjahit potongan kain

adalah sebanyak 31 orang.

3.3.2 Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini diambil dengan metode total sampling, yaitu

(44)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Metode pengumpulan

data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan menggunakan

lembar observasi. Data pekerja (umur, jenis kelamin dan masa kerja) dan data

Musculoskeletal Disorders (MSDs) diperoleh melalui kuesioner Nordic Body Map (NBM)

sedangkan untuk sikap kerja diperoleh dengan menggunakan lembar observasi RULA (Rapid

Upper Limb Assessment).

3.5 Variabel dan defenisi Operasional

3.5.1 Postur kerja adalah nilai akhir dari hasil pengukuran dengan menggunakan metode

RULA. Alat yang digunakan adalah goniometer, kamera, dan RULA Worksheet.

Goniometer adalah alat fisioterapi untuk mengukur Luas Gerak Sendi (LGS), khususnya

sudut yang dihasilkan dari sendi dengan tulang tubuh manusia (gambar pada lampiran 3).

Kamera untuk melakukan dokumentasi. RULA Worksheet adalah lembar kerja untuk menilai

skor sikap kerja dengan metode RULA (gambar pada lampiran 2)

Hasil ukur dengan metode RULA dapat dikategorikan menjadi :

1. Risiko rendah (skor 1-2)

2. Risiko Sedang (skor 3-4)

3. Risiko Tinggi (skor 5-6)

4. Risiko Sangat Tinggi (skor 7)

(Stanton, 2005)

3.5.2 Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah suatu cidera yang diekspresikan dengan

rasa sakit, kesemutan, pegal-pegal, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang

terhambat atau gerakan minim atau kelemahan pada anggota tubuh yang terkena trauma

(45)

Untuk penilaian Musculoskeletal Disorders, peneliti menyebarkan kuesioner Nordic

Body Map (gambar pada lampiran 1). Adapun pengkategorian hasil ukur adalah sebagai

berikut:

1. Rendah (skor 28-49)

2. Sedang (skor 50-70)

3. Tinggi (skor 71-91)

4. Sangat Tinggi (skor 92-112)

(Tarwaka, 2010)

3.6 Pengolahan Data

Untuk data kuesioner dilakukan pengolahan untuk menghasilkan informasi yang

benar dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:

1. Mengkode data (data coding)

Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan untuk

memudahkan dalam pengelolaan lebih lanjut. Dimana coding dilakukan pada

kuesioner baik variabel dependen dan variabel independen.

2. Menyunting data (data editing)

Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan

pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner.

3. Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data dalam program software computer berdasarkan klasifikasi.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Pencetakan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak

ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

(46)

Penentuan jumlah skor dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal.. Kemudian

dipersentasikan dengan cara jumlah total jawaban dikalikan 100%.

3.7 Metode Analisis Data

3.7.1 Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari

variabel yang diteliti dari tabel distribusi.

3.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu

sikap kerja dengan variabel dependen keluhan Musculoskeletal Disorders.

Teknik analisis yang digunakan adalah uji Exact Fisher. Seperti diketahui bahwa uji Exact

Fisher digunakan sebagai uji alternatif Chi Square untuk tabel silang (kontingensi) 2 x 2

dengan ketentuan sampel kurang atau sama dengan 40 dan terdapat sel yang nilai harapan (E)

kurang dari 5 (Hartono, 2004). Metode ini bertujuan untuk mendapatkan probabilitas

kejadiannya yaitu jika P value > 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel

(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) terletak di Jl. Rahmat Blok A No.29 Kelurahan

Medan Tenggara VII Lingkungan X Kecamatan Medan Denai Kota Medan, Sumatera Utara

20228. PIK didirikan oleh Pemerintah Kota Medan pada tahun 1996 dengan luas 42.810 m2.

Secara geografis PIK mempunyai batas wilayah yaitu :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Gg. Satria

- Sebelah Selatan berbatasan dengan HKBP Menteng

- Sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Tol Belmera

- Sebelah Barat berbatasan dengan Mesjid Amal Muslim

Penduduk yang tinggal menetap di kawasan PIK ini berjumlah sekitar 100 KK atau

sekitar 300 jiwa. Kawasan PIK terdapat 99 ruko yang dijadikan sebagai tempat proses

produksi industri kecil dan tempat pemukiman. Sekitar 45 ruko diantaranya dipakai sebagai

tempat industri dan sampai saat ini sisa 10 ruko yang aktif melakukan proses produksi

sebagai industri kecil konveksi penghasil pakaian dan sekitar 5 ruko aktif melakukan

produksi tas, sepatu, dan gorden. Industri kecil konveksi produksi pakaian ini memiliki

(48)

Gambar 4.1 Denah Batas Wilayah PIK

4.1.1 Proses Produksi Penjahitan Pakaian

Proses produksi penjahitan dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan proses produksi

penjahitan adalah sebagai berikut:

Tahap pertama : pembuatan pola

Sebelum menjahit pakaian, penjahit perlu memiliki gambaran tentang pakaian seperti

apakah yang akan dibuatnya dan perlu mengetahui berapa ukuran yang akan dibuat untuk

pakaian tersebut. Segala gambaran dan data-data tersebut, biasanya perlu dituangkan terlebih

dahulu dalam sebuah gambar yang disebut sebagai pola pakaian atau pola baju. Jadi, yang

dimaksud dengan pola pakaian adalah bagian-bagian pakaian yang digambar di atas selembar

karton ataupun kertas untuk kemudian dijiplak di atas kain yang akan digunakan sebagai

bahan yang akan dijahit menjadi pakaian. UTARA

Jl. Rahmat

Gg. Satria

HKBP MenTeng

Jl. MenTeng VII

Gg. Kurnia Mesjid

Amal Muslim

PIK

Jl. Tol Belmera

Pembuatan Pola

Pemotongan bahan kain

(49)

Tahap kedua : pemotongan bahan kain

Setelah proses pembuatan pola selesai, sebagaimana diuraikan pada bagian atas, pola

yang sudah dijiplak di atas tersebut akan dipotong. Pemotongan bahan kain harus dilakukan

secara hati-hati dan mengikuti gambar pola yang sudah dijiplakkan pada kain tersebut.

Seorang yang sudah ahli dalam pembuatan pola dan pemotongan bahan kain, akan berusaha

mencari posisi yang paling efisien dalam menempatkan gambar pola tersebut di atas

potongan kain agar ketika kain dipotong tidak banyak bagian kain yang tidak terpakai lagi

atau harus dibuang. Atau, ada pola penjahit konveksi yang membiarkan ada bagian-bagian

kain yang berada di luar pola untuk tujuan pembuatan bahan pendukung pakaian seperti

kantong, kerah dan lain-lain.

Tahap ketiga : menjahit potongan kain

Setelah melewati tahap kedua diatas, maka kini penjahit mendapatkan

potongan-potongan pola pakaian dalam bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Tugas seorang penjahit

adalah menyatukan potongan-potongan kain tersebut sehingga menjadi bentuk pakaian yang

siap digunakan. Tahap menjahit potongan kain ini merupakan fokus penelitian untuk

kemudian dinilai sikap kerjanya.

Jenis jahitan yang diproduksi di konveksi Pusat Industri Kecil Ini adalah:

- seragam siswa, TK hingga SMA/SMK (seragam sekolah)

- seragam guru sekolah

- seragam paduan suara

- seragam office boy

- seragam batik

- seragam kaos olah raga (sepak bola, futsal)

(50)

- Jenis bahan rumah tangga seperti : taplak meja, keset, gorden (tirai), alas tidur (seprei) dan

lap dapur (serbet)

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Univariat

1. Gambaran Data Umum Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Penjahit di

Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015

Jenis Kelamin N %

Laki-laki

Perempuan

TOTAL

9

22

31

29

71

100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng mayoritas

perempuan sebanyak 22 orang (71%) dan laki-laki hanya 9 orang (29%).

b. Umur

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur pada Penjahit di

Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015

Umur (Tahun) N %

≤ 49

> 49

TOTAL

16

15

31

51,6

48,4

(51)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng dengan umur ≤ 49 sebanyak 16 orang (51,6 %) dan umur > 49 sebanyak 15 orang (48,4%).

c. Masa Kerja

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja pada Penjahit di

Pusat Industri Kecil Menteng Tahun 2015

Masa Kerja (Tahun)

N %

≤ 6

> 6

TOTAL

16

15

31

51,6

48,4

100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng dengan masa kerja ≤ 6 tahun sebanyak 16 orang (51,6%) dan masa kerja > 6 tahun sebanyak 15 orang (48,4%).

2. Gambaran Sikap Kerja pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan

2015

Sikap kerja pada tahap menjahit potongan kain adalah sikap kerja duduk, pekerjaan

menjahit membutuhkan durasi waktu minimal 2 jam hingga 4 jam. Pengukuran sudut yang

dibentuk oleh postur tubuh ketika bekerja diukur dengan menggunakan alat fisioterapi

Goniometer. Alat Goniometer akan menunjukkan derajat setiap postur tubuh yang disajikan

dalam RULA Wooksheet untuk diberikan skor. Pemilihan postur tubuh yang akan diukur

dengan alat Goniometer adalah postur yang memiliki frekuensi berulang lebih dari 4 kali

(52)
(53)

28

Tabel 4.5 Penilaian Sikap Kerja Duduk dengan Metode RULA pada Penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan 2015

(54)
(55)

Berdasarkan nilai RULA untuk setiap postur pada sikap kerja duduk ditemukan

bahwa penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng Medan khusus pengerjaan tahap menjahit

potongan kain adalah 100% termasuk kategori sikap kerja tidak alamiah. Penilaian tersebut

diatas menunjukkan bahwa sudut yang dibentuk oleh postur lengan atas (Upper Arm) dan

lengan bawah (Lower Arm) adalah postur normal yaitu < 1350, namun pada saat bekerja

semua pekerja meninggikan bahu dan lengan bawah melintasi garis tengah badan. Sudut yang

dibentuk oleh pergelangan tangan (Wrist) merupakan postur normal yaitu < 450, namun

ketika bekerja semua pekerja melakukan perputaran pada pergelangan tangan ½ putaran yaitu

ketika memutar tuas lingkaran pada mesin. Sudut yang dibentuk oleh leher (Neck) pada

seluruh pekerja berada pada postur tidak normal yaitu ≥ 200

(100%). Sudut yang dibentuk

oleh punggung (Trunk) yaitu postur normal (< 200) ada 11 orang (35,5%), dan postur tidak

normal (≥ 200

) ada 20 orang (64,5%), semua pekerja sering memiringkan badan ke kiri dan

atau ke kanan. Untuk postur pada kaki cukup dilihat tertopang atau tidak pada saat bekerja

dan pada penjahit ditemukan bahwa semua pekerja menopangkan kakinya.

Setelah dilakukan penilaian menggunakan metode Rapid Upper Limb Assesment

(RULA) pada sikap kerja duduk terhadap penjahit, maka dilakukan scoring. Dari hasil

penilaian RULA didapatkan skor sikap kerja yaitu tinggi (skor 5-6) dan sangat tinggi (skor 7)

. Gambaran sikap kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Kerja pada Penjahit di Pusat

Industri Kecil Menteng 2015

Sikap Kerja (RULA)

(56)

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

Total

1-2

3-4

5-6

7

0

0

21

10

31

0

0

67,7

32,3

100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sikap kerja penjahit di Pusat Industri Kecil Menteng

berdasakan hasil penilaian menggunakan metode RULA yaitu pada level tinggi dengan skor

5-6 sebanyak 21 orang (67,7%) dan level sangat tinggi dengan skor 7 sebanyak 10 orang

(32,3%).

3. Gambaran Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Penjahit di Pusat Industri

Kecil Menteng Medan 2015

Setelah diperoleh hasil dari pengisian kuesioner Nordic Body Map, maka berikut ini

disajikan distribusi frekuensi keluhan Musculoskeletal Disorders pada penjahit di Pusat

Industri Kecil Menteng Tahun 2015.

Tabel 4.7 Tingkat Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Penjahit di Pusat

Industri Kecil Menteng Tahun 2015

No Bagian Tubuh Tingkat Keluhan

1 2 3 4

N % N % N % N %

Gambar

Gambar 2.1 Sikap Posisi Duduk
Gambar 2.2 Kelompok A pada RULA
Gambar 2.3 Kelompok B pada RULA
Tabel 2.1 Tabel A dalam RULA Worksheet
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA OPERATOR SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN TAHUN 2016 “

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA OPERATOR SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN TAHUN 2016 “

Hubungan Antara Sikap Kerja dan Pola Kerja Terhadap Keluhan Subyektif Musculoskeletal Pada Karyawan Bagian Sortir Area Finishing di PT Pura Barutama Unit Pm 5/6/9

Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Bukhori (2010), dengan judul hubungan faktor risiko pekerjaan dengan terjadinya keluhan musculoskeletal disorders

Ada hubungan status gizi dengan musculoskeletal disorders dan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, masa kerja, lama kerja, sikap kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho : “Tidak ada hubungan antara sikap kerja duduk, dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja kerajinan sarung tanun samarinda.” Ha :

Hubungan antara postur kerja, masa kerja dan kebiasaan merokok dengan keluhan musculoskeletal disorders msds pada pekerja tenun lurik “kurnia” krapyak wetan, sewon, bantul.. Universitas

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja, postur kerja, dan beban kerja fisik dengan keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs pada pekerja Sentra Industri Genteng