• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KINERJA PEGAWAI KANTOR LPMP LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISA KINERJA PEGAWAI KANTOR LPMP LAMPUNG"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

iv ABSTRACT

THE ANALYSIS OF EMPLOYEE’S PERFORMANCE IN LPMP OFFICE OF LAMPUNG

By:

IWAN HARI PURNAMA

The employees’ performances of LPMP Office in Lampung have been being concerns of internal and external users of LPMP Lampung services. The problems in this reserach were (1) how did the correlations between factors that influenced performances and performances of LPMP Lampung employees; and (2) what was the most dominant factor that influenced erformances of LPMP Lampung employees. The objective of this research was to analyze the employees’ performances in LPMP Office in Lampung in 2015.

(2)

iv

Univariate analysis results showed that 94 employees (89.52%) had moderate performances, 9 employees (8.57%) had low performances, and 2 employees (1.9%) had high performances. Bivariate analysis showed strong and significant correlations of personal factor (p-value 0,000), leadership factor (p-value 0,000), team factor (p-value 0,001), system factor (p-value 0,000) and contextual/situational factor (p-value 0,000) to employees’ performances of LPMP office in Lampung in 2015. The most dominant factor influencing employees’ performances was personal factor and this was indicated by strong and high employee’s skill/knowledge, motivation, and commitment. The least dominant factor was system factor which was indicated by reward and compensation system. All independent variables altogether influenced 72.7% employees’ performances in LPMP office in Lampung, while the rest of 27.3% of influences were caused by variables which were not analyzed in this research. Multivariate analysis results showed that all independent variables influenced significantly dependent variable (employee’s performance) with p-value < 0.05. This indicated that all independent variables were accepted in multivariate model, and the influence to employee’s performance was 72.7%, while the rest 27.3% of unknown factors not analyzed in this research influenced employee’s performance.

(3)

iv ABSTRAK

ANALISA KINERJA PEGAWAI KANTOR LPMP LAMPUNG

Oleh:

IWAN HARI PURNAMA

Kinerja pegawai LPMP Lampung kerap menjadi sorotan baik oleh kalangan internal kantor LPMP Lampung maupun para pengguna jasa di luar LPMP Lampung. Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dengan kinerja pegawai LPMP Lampung; dan (2) faktor apa yang paling dominan dalam mempengaruhi kinerja pegawai LPMP Lampung? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pegawai LPMP Lampung tahun 2015.

(4)

iv

Hasil analisa univariat terhadap variabel kinerja menunjukkan bahwa 94 pegawai (89,52%) LPMP Lampung masuk kategori sedang. Sisanya 9 pegawai (8,57%) masuk kategori kinerja rendah, dan 2 pegawai (1,9%) masuk kategori kinerja tinggi. Hasil analisa bivariat menunjukkan hubungan yang kuat dan signifikan antara personal factor (p-value 0,000), leadership factor (p-value 0,000), team factor (p-value 0,001), system faktor (p-value 0,000) dan contextual/situational factor (p-value 0,000) dengan kinerja pegawai LPMP Lampung 2015. Variabel

paling dominan dalam mempengaruhi kinerja adalah personal factor yang ditunjukkan oleh pengetahuan/ketrampilan, motivasi, dan komitmen pegawai yang tinggi, sedang variabel yang paling tidak dominan adalah system factor yang ditunjukkan oleh sistem penghargaan dan kompensasi. Hasil analisa multivariat menunjukkan bahwa setiap variabel bebas memiliki kekuatan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (kinerja) dengan p-value < 0,05, yang artinya semua variabel tersebut secara bersama-sama masuk dalam model multivariat, dan besar pengaruh semua variabel tersebut secara bersama-sama terhadap kinerja adalah sebesar 72.7%, sedangkan sisanya 27,3% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diketahui dan tidak dianalisa dalam penelitian ini.

(5)

ANALISA KINERJA PEGAWAI KANTOR LPMP LAMPUNG

Oleh

IWAN HARI PURNAMA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG

(6)
(7)
(8)

xv

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

(9)

xv

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum LPMP Lampung... B. Distribusi Variabel Kinerja dan Variabel Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pegawai ... C. Hubungan Antara Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Terhadap Kinerja Pegawai LPMP Lampung... D. Analisa Multivariat... E. Pembahasan... V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Ringkasan Penelitian ... B. Simpulan Penelitian ... C. Saran ...

57 60 69 76 82

(10)
(11)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data Pegawai LPMP Lampung ... 2. Populasi Penelitian ... 3. Operasionalisasi Variabel-variabel Penelitian ... 4. Kriteria Analisis Deskripsi Kinerja Pegawai LPMP Lampung ... 5. Distribusi Kinerja Pegawai LPMP Lampung ... 6. Distribusi Nilai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 7. Distribusi Nilai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Berdasarkan Pertanyaan pada Masing-masing Sub Variabel ... 8. Hasil Analisa Korelasi dan Regresi Linier Sederhana ... 9. Seleksi Bivariat ... 10. Pemodelan Multivariat ... 11. Model Multivariat Penelitian ... 12. Koefisien Beta Standard ... 13. Distribusi Beta dan P-value dari 5 variabel ...

(12)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan hubungan variabel bebas dengan variabel terikat... 2. Pengaruh Personal Factor Terhadap Kinerja Pegawai LPMP

Lampung ... 3. Pengaruh Leadership Factor Terhadap Kinerja Pegawai LPMP

Lampung ... 4. Pengaruh Team Factor Terhadap Kinerja Pegawai LPMP Lampung .... 5. Pengaruh system factor terhadap kinerja pegawai LPMP Lampung ... 6. Pengaruh Contextual/Situational Factor Terhadap Kinerja Pegawai

(13)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Terbanggi Besar, Lampung Tengah, pada tanggal 2 Juli 1978, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak H. Supomo dengan Ibu Suminem (Alm).

Pendidikan formal penulis adalah SD Negeri 2 Gedong Pakuon, Teluk Betung Selatan, Bandarlampung, diselesaikan tahun 1989. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Gulak Galik, Teluk Betung Utara, Bandarlampung, penulis selesaikan tahun 1992. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Tanjung Karang, penulis selesaikan tahun 1995. Penulis menempuh pendidikan S-1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Cenderawasih, Papua, pada tahun 1995, dan menyelesaikan pendidikan di tahun 2000. Selanjutnya, pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

(14)

xi

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Analisa Kinerja Pegawai Kantor LPMP Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Pemerintahan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Suripto, S.Sos., M.AB., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

3. Bapak Drs. Denden Kurnia D., M.Si., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

4. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Program Magister Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Lampung, sekaligus Penguji Utama dalam ujian tesis. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran di seminar proposal, serta seminar hasil penelitian terdahulu;

(15)

xi

6. Seluruh dosen Magister Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Lampung. Terima kasih untuk semua ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan; 7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FISIP Universitas Lampung ;

8. Pengelola gedung Magister Ilmu Pemerintahan, atas persiapan segala keperluan kuliah dan seminar;

9. Ibu Dra. Hj. Djuariati Azhari, M.Pd., selaku Kepala LPMP Lampung beserta jajarannya atas kesempatan kepada penulis menempuh pendidikan S-2;

10. Untuk kedua orang tuaku, atas semua doa untuk anak-anaknya termasuk penulis;

11. Istri tercinta, Dian Novita Sari, yang dengan penuh semangat mendoakan, memberikan dukungan, dan pengorbanan untuk penulis.

12. Anak-anak yang kusayangi, M.Wikan Naufal dan Carissa Azkadina Velda, yang selalu memberi semangat dan senantiasa memberi inspirasi kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat, dan seluruh pegawai LPMP Lampung, atas dukungan dan kesediaan waktunya sebagai responden.

(16)

xi

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi harapan, semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandarlampung, Juli 2015 Penulis

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang disingkat LPMP adalah organisasi pemerintah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat di daerah dalam lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) dengan tugas pokok: “melaksanakan Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah di daerah untuk mencapai standar mutu pendidikan Nasional”.

LPMP Lampung mempunyai tujuan dan sasaran yang secara garis besar dinyatakan dalam pernyataan visi dan misinya. Pernyataan visi dan misi LPMP Lampung untuk tahun 2011 hingga 2014 adalah sebagai berikut:

a. Visi:

(18)

2

b. Misi:

- Meningkatkan Ketersediaan Layanan Penjaminan Mutu Pendidikan. - Memperluas Keterjangkauan Layanan Penjaminan Mutu Pendidikan. - Meningkatkan Kualitas/Mutu dan Relevansi Penjaminan Mutu Pendidikan. - Meningkatkan Kesetaraan dalam memperoleh Layanan Penjaminan Mutu

Pendidikan.

- Meningkatkan Kepastian/Keterjaminan memperoleh Layanan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Visi dan misi tersebut kemudian diterjemahkan kedalam tujuan dan sasaran organisasi, dan kemudian dibuatlah program-program kegiatan untuk mewujudkannya, yang didelegasikan ke struktur organisasi LPMP Lampung.

(19)

Berdasarkan uraian di atas, bisa dikatakan bahwa organisasi LPMP adalah organisasi pemerintah yang memberikan pelayanan publik atau pelayanan umum, yang sesuai dengan pernyataan Amin Ibrahim (2008: 15) bahwa “pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan kepada umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalamnya termasuk tatalaksananya, tatakerjanya, prosedur kerjanya, sistem kerjanya, wewenangnya, biayanya, pemberi pelayanan, dan penerima pelayanan tersebut (disarikan dari Keputusan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara Nomor: 81/1993 tgl. 25 November 1993, dalam Pedoman Pelayanan Umum, Pascasarjana Unpad, 2005)”.

(20)

4

Kinerja LPMP Lampung

Dalam menghasilkan layanan kepada publik, LPMP Lampung sebagai organisasi publik membagi dan mendelegasikan tanggung jawab serta operasi organisasi dalam unit-unit kerja dengan jumlah karyawan sebagai berikut, yang di kepalai oleh Kepala Kantor LPMP Lampung.

Tabel 1. Data Pegawai LPMP Lampung

NO UNIT KERJA PEGAWAI

1 Sub bag Umum 49

2 Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi 14

3 Seksi Sistem Informasi 13

4 Seksi Fasilitasi Penjaminan Mutu Pendidikan 29

Jumlah 105

Keberhasilan organisasi LPMP Lampung dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi dipengaruhi oleh kinerja sumber daya manusianya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, seperti kepemimpinan, sarana dan pasarana penunjang pekerjaan, lingkungan kerja, motivasi pegawai dalam bekerja, nilai dan budaya kerja yang dibangun dalam organisasi dan lain-lain.

(21)

saling diinformasikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan Sub Bagian Umum LPMP Lampung, (4) motivasi karyawan yang menurun karena kurangnya penghargaan dan dukungan organisasi, sehingga secara langsung atau tidak langsung menjadikan turunnya kinerja LPMP Lampung dalam lingkup internal kantor LPMP Lampung ataupun oleh pengguna jasa eksternal di luar lingkup kantor LPMP Lampung.

Hingga saat penelitan ini dilakukan, belum pernah ada penelitian tentang kinerja, baik itu berupa pengukuran kinerja, atau penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, di lingkup kantor LPMP Lampung.

Penulis kemudian melakukan pra survey awal untuk mengukur kinerja 20 pegawai melalui kuesioner di lingkup kantor LPMP lampung dengan menggunakan indikator kinerja dari teori Bernardin (dalam Sudarmanto, 2009: 12-13) tentang enam kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu;

a. Quality (kualitas) terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan.

b. Quantity (kuantitas) terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan.

c. Timeliness (ketepatan waktu) terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk.

(22)

6

mendapatkan atau memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan sumber-sumber organisasi.

e. Need for supervision (kebutuhan akan pengawasan) terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan pekerjaan atau fungsifungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan. f. Interpersonal impact (dampak antar pribadi) terkait dengan kemampuan

individu dalam meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama di antara sesama pekerja dan anak buah.

Kategori yang digunakan dalam pengukuran kinerja adalah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah.

Hasil pra survei kinerja pegawai LPMP Lampung adalah sebagai berikut: 0 respondent (0%) masuk kategori sangat rendah, 5 respondent (25%) masuk kategori rendah, 12 responden (60%) masuk kategori sedang, 3 responden (15%) masuk kategori tinggi, dan 0 responden (0%) masuk kategori sangat tinggi..

(23)

dilakukan manajer dan team leader; (3) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja; (4) System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi; dan (5) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan

perubahan lingkungan internal dan eksternal.

(24)

8

et al., 2013; Omtinah, 2013; Septian Putra Pratama, 2013; Eny Nurmiyati, 2011) dan lingkungan kerja (Fariz Ramanda Putra, 2013; Diana Khairani Sofyan, 2013) yang masing-masing merupakan variabel system factors dan contextual/sitautional factors dalam teori Armstrong dan Baron telah dibuktikan

berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisa Kinerja Pegawai Kantor LPMP Lampung.

B. Rumusan Masalah

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Personal Factors (faktor pribadi), Leadership Factor (faktor kepemimpinan), Team Factors (faktor tim), System Factors (faktor sistem), Contextual/situational Factors (faktor kontes/situasi) dengan kinerja pegawai LPMP Lampung?

2. Faktor apa yang paling dominan dalam mempengaruhi kinerja pegawai LPMP Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini dibatasi oleh rumusan masalah penelitian. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk:

(25)

Factors (faktor sistem), Contextual/situational Factors (faktor kontes/situasi) dengan kinerja pegawai LPMP Lampung.

2. Mengetahui faktor apa yang paling dominan yang mempengaruhi kinerja pegawai LPMP Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki berbagai manfaat sebagai berikut:

1. Secara praktis bermanfaat sebagai masukan bagi LPMP Lampung, terutama bagi para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan kinerja LPMP Lampung.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

Pengertian kata “kinerja” secara umum dirangkum oleh Rivai dan Basri (2005: 14-16) dari berbagai sumber dan dijabarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:

1. Kinerja adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch, Keeps: 1992);

2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin: 1987);

3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy, Premeaux: 1993);

4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey, Blanchard: 1993);

5. Kinerja merujuk pada pencapaian tujuan pegawai atas tugas yang diberikan kepadanya (Casio.1992);

(27)

7. Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan kinerja sebagai kata benda di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan pengertian kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang oleh suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika. (Rival, Basri, 2005: 15-16)

Senada dengan Rival dan Basri (2005: 15-16), Prawirosentono (dalam Lijan Poltak Sinambela, 2012: 5) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Lijan Poltak Sinambela (2012: 5-6) selanjutnya menjelaskan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau lembaga dalam melaksanakan pekerjaannya. Lijan Poltak Sinambela juga mengajukan empat elemen yang terkandung dalam kinerja:

(28)

12

2. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk bertindak sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan balk. Meskipun demikian orang atau lembaga tersebut tetap harus dalam kendali, yakni mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemberi hak dan wewenang, sehingga dia tidak akan menyalahgunakan hak dan wewenangnya tersebut.

3. Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas-tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan

4. Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai dengan moral dan etika yang berlaku umum.

(29)

di perusahaan atau lembaga pemerintah, maka bisa dikaitkan dengan istilah “kinerja pegawai”.

B. Kinerja Pegawai

Dalam kaitannya dengan produk atau hasil suatu organisasi, sebagai hasil kerja dari bagian-bagian atau anggota-anggota organisasi, maka hal tersebut terkait reat dengan kinerja anggota organisasi dalam menjalankan tugansya. Berikut ini adalah beberapa teori tentang kinerja anggota organisasi yang dalam hal ini adalah pegawai badan/organisasi pemerintah (LPMP Lampung).

Lijan Poltak Sinambela, dkk (2011: 136) mengemukakan bahwa “kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan”.

Mangkunegara (2004:67), yang menyatakan bahwa “kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan”.

(30)

14

kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan”.

Dari ketiga pendapat tersebut, dapatlah dirangkum bahwa kinerja pegawai adalah kemampuan pegawai dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya untuk mencapai hasil yang diharapkan.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan organisasi dapat berupa perbaikan pelayanan pelanggan, pemenuhan permintaan pasar, peningkatan kualitas produk atau jasa, meningkatnya daya saing, dan meningkatnya kinerja organisasi. Setiap organisasi, tim, atau individu dapat menentukan tujuannya sendiri. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau prestasi kerja organisasi, dan juga menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan organisasi. Aktivitas organisasi dapat berupa pengelolaan sumber daya organisasi, termasuk sumber daya manusianya, maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

(31)

enam faktor; yaitu (1) Harapan mengenai imbalan, (2) dorongan, (3) kemampuan, kebutuhan dan sifat, (4) Persepsi terhadap tugas, (5) imbalan internal dan eksternal, dan (6) Persepsi tentang tingkat imbalan dan kepuasan kerja.

Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 98-99) menggambarkan hubungan antara kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam bentuk Model Satelit.

Menurut Model Satelit, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia, dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan.

Faktor pengetahuan meliputi masalah-masalah teknis, administratif, proses kemanusiaan dan sistem. Sumber daya non-manusia meliputi peralatan, pabrik, lingkungan kerja, teknologi, kapital, dan dana yang dapat dipergunakan. Posisi strategis meliputi masalah bisnis atau pasar, kebijakan sosial, sumber daya

(32)

16

manusia dan perubahan lingkungan. Proses kemanusiaan terdiri dari masalah nilai, sikap, norma, dan interaksi. Sementara itu, struktur mencakup masalah organisasi, sistem manajemen, sistem informasi, dan fleksibilitas.

Hersey, Blanchard, dan Johnson kemudian merumuskan adanya tujuh faktor mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan singkatan ACHIEVE.

• A - Ability (pengetahuan dan keterampilan) • C - Clarity (pemahaman dan persepsi peran) • H - Help (dukungan organisasi)

• I - Incentive (motivasi dan kerelaan)

• E - Evaluation (pembinaan dan umpan balik kinerja) • V - Validity (praktik personel yang valid dan syah) • E -Environment (kesesuaian dengan lingkungan)

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan pekerjanya; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coaching, mentoring, dan counselling.

(33)

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Pendapat Armstrong dan Baron tentang lima faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut diperkuat dan diperjelas oleh pendapat beberapa ahli dalam teori kinerja dan sumber daya manusia. Uraiannya adalah sebagai berikut.

1. Personal factors (faktor pribadi)

Faktor-faktor pribadi ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi, motivasi dan komitmen.

(34)

18

kompetensi. Wibowo (2013: 324) menyatakan bahwa kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu seagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan di bidang tersebut. Secara spesifik, Spencer dan Spencer (dalam Wibowo, 2013: 326) mendefinisikan pengetahuan sebagai “informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik”, dan keterampilan sebagai “kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu”.

Terdapat banyak definisi dan teori tentang motivasi. Berikut ini adalah beberapa diantaranya.

Wibowo (2013: 378 -379) mengutip beberapa pendapat para ahli tentang motivasi sebagai berikut:

1. Robert Heller (1998: 6) menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk bertindak.

2. Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003: 190) berpendapat bahwa motivasi merupakan proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan menjaga perilaku manusia menuju pencapaian tujuan.

Soekidjo Notoatmodjo (2009: 114) mengutip pendapat para ahli tentang motivasi sebagai berikut:

1. Menurut Terry G (1986), motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan. 2. Stoner (1992) mendefinisikan motivasi sebagai suatu hal yang

(35)

3. Dalam konteks organisasi, Flippo (1984) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu arahan pegawai dalam suatu organisasi agar mau bekerja sama dalam mencapai keberhasilan organisasi.

4. Knootz (1972) merumuskan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau tujuan.

5. 5. Hasibuan (1995) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang.

Riduan (2013: 34) mengutip pendapat Sedarmayanti (2000: 104) yang menyatakan bahwa “Motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif kerja kepada para bawahan sedemikan rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.”

Selanjutanya Riduan (2013: 34-35) juga mengutip pendapat Hasibuan (2000: 163) yang menyatakan bahwa teori motivasi mempunyai sub variabel yaitu: Motif, Harapan dan Insentif, dengan pengertian sebagai berikut:

a) Motif (motive) adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.

b) Harapan (Expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan.

(36)

20

prestasi standar. Dengan demikian semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

Dari berbagai pendapat yang hampir serupa, motivasi bisa disimpulkan sebagai suatu daya penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

Stoner, sebagaimana dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2009: 125), menguatkan juga pendapat Armstrong dan Baron tentang personal factors (faktor-faktor pribadi) yang mempengaruhi kinerja, dengan menyatakan bahwa “kinerja seorang karyawan atau tenaga kerja dipengaruhi oleh motivasi, kemampuan, dan faktor persepsi”.

(37)

organisasi. Meyer dan Alen (dalam Sudarmanto 2009: 102) menyatakan bahwa komitmen terhadap organisasi ada tiga macam, yaitu:

1. Komitmen afektif, yang merupakan komitmen yang emnimbulkan perasaan memiliki dan terlibat dalam organisasi.

2. Komitmen continuance (keberlanjutan), yang merupakan komitmen atdas biaya atau resiko yang harus ditanggung apabila seseorang keluar dari organisasi.

3. Komitmen normatif, yakni komitmen yang menimbulkan keinginan/perasaan karyawan untuk tetap tinggal di organisasi.

Dari berbagai definisi tersebut, bisa disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan kompetensi individu dalam mengikatkan dirinya terhadap nilai dan tujuan organisasi. Dengan demikian, keterikatan individu terhadap nilai dan tujuan organisasi akan mendorong individu, dengan kata lain memotivasi, individu untuk selalu menyelaraskan diri dengan tujuan dan kepentingan organisasi.

2. Leadership factors (faktor kepemimpinan)

(38)

22

Keberhasilan maupun kegagalan dari suatu organisasi, apakah perusahaan, lembaga pemerintah, rumah sakit, ataupun organisasi sosial lainnya, akan selalu dikaitkan dengan pemimpin dari organisasi dimaksud. Kepemimpinan juga berhubungan dengan kinerja pegawai. Dengan kata lain, kepemimpinan merupakan unsur kunci dalam menentukan efektivitas maupun tingkat produktivitas suatu organisasi. Banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan para ahli, beberapa diantarnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Ordway Tead (dalam Kartini Kartono, 1994:49) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. George R. Terry (dalam Kartini Kartono, 1994:49) Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.

3. K. Hemphill (dalam M. Thoha, 1996:227) Kepemimpinan adalah suatu inisiatif untuk bertidak yang menghasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu persoalan bersama. 4. Prof. Kimball Young (dalam Kartini Kartono, 1994:50), Kepemimpinan

(39)

5. Sudarmanto (2009: 133) menyatakan bahwa “esensi pokok kepemimpinan adalah cara untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan organisasi”.

6. Armstrong (dalam Sudarmanto, 2009: 133) menyatakan bahwa “kepemimpinan adalah proses memberi inspirasi kepada semua karyawan agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan. Kepemipinan adalah cara mengajak karyawan agar bertindak benar, mencapai komitmen, dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan.”

Berdasarkan pengertian tersebut, maka bisa dipahami bahwa dalam organisasi dan kepemimpinan anggota organisasi haruslah ada unsur kepemimpinan. Hadari Nawawi (1995:15) lebih jauh menjabarkan unsur-unsur kepemimpinan sebagai berikut:

1. Adanya seseorang yang berfungsi memimpin, yang disebut pemimpin. 2. Adanya orang lain yang dipimpin.

3. Adanya kegiatan menggerakkan orang lain, yang dilakukan dengan mempengaruhi dan mengarahkan perasaan, pikiran, dan tingkah lakunya. 4. Adanya tujuan yang hendak dicapai, baik yang dirumuskan secara

sistematis maupun bersifat sukarela.

5. Berlangsung berupa proses di dalam kelompok atau organisasi, baik besar maupun kecil, dengan banyak maupun sedikit orang yang dipimpin.

(40)

24

menggerakkan, dan mengarahkan tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai tujuan kelompok dalam situasi tertentu.

Kepemimpinan merupakan seni, karena pendekatan setiap orang dalam memimpin orang bisa berbeda-beda tergantung karakteristik pemimpin. Cara mempengaruhi orang lain agar menjadi efektif adalah berbeda-beda dari satu pemimpin dengan yang lainnya.

Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan oleh Robert House (dalam Robbins, 2006: 448) menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah mendampingi pengikut dalam meraih sasaran mereka dan memberikan pengarahan dan dukungan yang perlu untuk menjamin sasaran mereka selaras dengan sasaran keseluruhan organisasi. Kepemimpinan yang berlaku secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan yang tinggi.

Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan gaya kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan. Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan motivasi sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan, (2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3) mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan.

(41)

satu gaya kepemimpinan, dan mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan, yaitu:

a. Kepemimpinan Direktif

Dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan. Karakteristik pribadi bawahan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang efektif. Jika bawahan merasa mempunyai kemampuan yang tidak baik, kepemimpinan instrumental (direktif) akan lebih sesuai. Sebaliknya apabila bawahan merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya direktif akan dirasakan berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi.

House dan Mitchell (dalam Yukl, 2010: 257) menyatakan bahwa direktif leadership itu memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur waktu dan mengkoordinaasi pekerjaan mereka.

(42)

26

memberikan struktur tugas dengan merencanakan, mengorganisir, mengkoordinasi, mengarahkan, dan mengontrol kerja anak buahnya. Sikap direktif yang demikian diperkirakan akan membuahkan hasil-hasil yang positif.

b. Kepemimpinan Suportif

Kepemimpinan suportif menunjukkan keramahan seorang pemimpin, mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya (House dan Mitchell dalam Yukl, 2010: 258).

Kepemimpinan suportif, menggambarkan situasi dimana pegawai yang memiliki kebutuhan tinggi untuk berkembang mengerjakan tugas-tugas yang mudah, sederhana, dan rutin. Individu seperti ini mengharapkan pekerjaan sebagai sumber pemuasan kebutuhan, tetapi kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Reaksi yang mungkin timbul adalah perasaan kecewa dan frustasi. Bukti-bukti penelitian oleh House&Mitchell (dalam Yukl, 2010: 258) dengan kuat menunjukkan bahwa pegawai yang mengerjakan tugas-tugas yang kurang memuaskan seperti ini cenderung memberikan respon positif terhadap sikap pimpinan yang suportif.

c. Kepemimpinan Partisipatif

(43)

lebih banyak mengkonsultasikan dan mendiskusikan masalahan pada bawahan sebelum membuat keputusan. Perilaku pemimpin yang muncul termasuk menanyakan opini dan saran dari bawahan, mendorong partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan banyak berdiskusi dengan bawahan di tempat kerja. Bawahan yang memiliki lokus kendali internal (mereka yang yakin dapat mengendalikan nasibnya sendiri) akan lebih puas atas kepemimpinan partisipatif (Robbins, 2006: 449).

d. Kepemimpinan Orientasi Prestasi

Kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi dalam pencapaian tujuan tersebut (Safaria, 2006: 78). Tingkah laku individu bawahan didorong oleh need of archievement atau kebutuhan berprestasi. Kepemimpinan yang berorientasi

kepada prestasi (achievement) dihipotesakan akan meningkatkan usaha dan kepuasan bila pekerjaan tersebut tidak terstruktur (misalnya kompleks dan tidak diulang-ulang) dengan meningkatkan rasa percaya diri dan harapan akan menyelesaikan sebuah tugas dan tujuan yang menantang (Yulk, 2010: 259).

3. Team factors (faktor tim)

(44)

28

pengelompokan tugas dan fungsi, bagian, seksi, atau bisa juga disebut sebagai kelompok-kelompok kerja. Masing-masing kelompok kerja tersebut mempunyai pimpinan dan beberapa anggota di bawahnya yang bekerja sama untuk melaksanakan tugas, sasaran dan tujuan kelompok kerja tersebut dalam kerangka besar pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian kerjasama dan dukungan antar anggota di dalam kelompok kerja sangat diperlukan.

Sudarmanto(2009: 145) menyatakan bahwa “ dalam organisasi modern, kerjasama antar satuan kerja atau antar orang-peroangan mutlak diperlukan.” Lebih lanjut dijelaskan bahwa “kerjasama lebih merujuk kepada upaya menyelsaikan tugas dalam rangka mencapai tujuan oleh antar orang-perorangan atau antar satuan kerja dimana masing-masing memiliki ketugasan yang dilakukan secara sinergis”.

Kelompok kerja atau tim kerja menurut Kreitner (dalam Sudarmanto, 2009: 147) adalah kelompok kecil dengan keterampilan saling melengkapi yang memegang tanggung jawab secara bersama/timbal balik untuk tujuan, sasaran, dan pendekatan bersama.

(45)

berkontribusi kepada terbangunnya komitmen individu terhadap organisasi dan tujuan organisasi.

4. System factors (faktor sistem)

Faktor sistem ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. Harus dipahami disini bahwa sistem kerja dan fasilitas yang diberikan oleh organisasi adalah dalam rangka pembentukan atau membangun kinerja. Ini berbeda dengan sistem pelaksanaan pekerjaan atau jenis pekerjaan yang dilakukan, karena hal tersebut bersifat normatif, dimana setiap pegawai dalam suatu organisasi dituntut memiliki kompetensi, keterampilan, dan komitmen individu terhadap organisasi dan tujuan organisasi, sebagaimana dijelaskan dalam personal factors (faktor-faktor pribadi) yang mempengaruhi kinerja.

Sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi ini lebih bisa difahami dalam istilah sistem penghargaan atau di sebut juga dengan kompensasi atas prestasi kerja yang dicapai pegawai secara individu ataupun secara tim unit kerja/kelompok kerja, dimana di dalam penghargaan tersebut termasuk pemberian fasilitas dan dukungan organisasi terhadap pegawai.

(46)

30

penghargaan/imbalan yang dibeirkan organisasi kepada anggotanya, baik yang sifatnya materi finansial, materi non-finansial, maupun psikis atau non-materi. Wujud penghargaan bisa berupa; gaji pokok/upah dasar, gaji variabel, insentif/perangsang, uang jasa prestasi (bonus), kesempatan karir/promosi, liburan, pensiunan.”

Wibowo (2013: 348) mendefinisikan kompensasi sebagai “jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya”. Wibowo (2013: 348) juga mengutip pendapat Werther dan Davis yang mendefinisikan kompensasi “sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi”. Pernyataan paling penting dari pendapat Werther dan Davis (dalam Wibowo, 2013: 348) adalah bahwa “di dalam kompensasi terdapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi dengan kinerja. Dengan kompensasi, kepada pekerja diberikan penghargaan berdasarkan kinerja dan bukan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja.”

Jelaslah bahwa sistem penghargaan kerja bertujuan untuk membangun dan mempertahankan kinerja. Ini diperjelas lagi dengan pendapat Werther dan Davis (dalam Wibowo, 2013: 350-351), bahwa tujuan kompensasi adalah sebagai berikut:

(47)

b. Mempertahankan karyawan yang ada. Pekerja dapat keluar apabila tingkat kompensasi tidak kompetitif terhadap organisasi lain, dengan akibat perputaran tenaga kerja tinggi. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan mana yang lebih baik dan menguntungkan antara meningkatkan kompensasi dengan mencari pekerja baru dengan konsekuensi harus melatih kembali pekerja baru.

c. Memastikan keadilan. Manajemen kompensasi berusaha keras menjaga keadilan internal dan eksternal. Keadilan internal memerlukan bahwa pembayaran dihubungkan dengan nilai relatif pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama mendapatkan pembayaran sama. Keadilan eksternal berarti membayar pekerja sebesar apa yang diterima pekerja yang setingkat oleh perusahaan lain.

d. Menghargai perilaku yang diinginkan. Pembayaran harus memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perilaku di masa depan. Rencana kompensasi yang efektif menghargai kinerja, loyalitas, keahlian, dan tanggung jawab.

e. Mengawasi biaya. Sistem kompensasi yang rasional membantu organisasi memelihara dan mempertahankan pekerja pada biaya yang wajar. Tanpa manajemen kompensasi yang efektif, pekerja dapat dibayar terlalu tinggi atau terlalu rendah.

(48)

32

g. Memfasilitasi saling pengertian. Sistem manajemen kompensasi harus mudah dipahami oleh spesialis sumber daya manusia, manajer operasi, dan pekerja. Dengan demikian, terbuka saling pengertian dan menghindari kesalahan persepsi.

h. Efisiensi administratif selanjutnya. Program upah dan gaji harus dirancang dapat dikelola secara efisien, meskipun tujuan ini merupakan per-timbangan sekunder.

5. Contextual/situational factors (faktor konteks/situasi)

Contextual/situational factors (faktor konteks/situasi) ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal. Fariz Ramanda Putra (2013: 7) mengungkapkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Nitisemito (Nitisemito, 1992:25) mendefinisikan bahwa “lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan”. Selanjutnya menurut Sedarmayati (2001:1) “lingkungan kerja merupakan keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.

(49)

lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien (Sedarmayanti, 2001:12).

Menurut Bambang Kusriyanto (1991:122), lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Seorang pegawai yang bekerja di lingkungan kerja yang mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang baik, sebaliknya jika seorang pegawai bekerja dalam lingkungan kerja yang tidak memadai dan tidak mendukung untuk bekerja secara optimal akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi malas, cepat lelah sehingga kinerja pegawai tersebut akan rendah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar pegawai pada saat bekerja, baik berbentuk fisik atau non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.

Sedarmayanti (2001: 21) secara garis besar membagi lingkungan kerja menjadi dua yakni:

(50)

34

pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya; dan (2) lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.

b. Lingkungan Kerja Non Fisik. Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.

Lingkungan kerja bermanfaat dan berhubungan dengan kinerja karyawan. Ishak dan Tanjung (2003) menjelaskan bahwa manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas dan prestasi kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat terselesaikan dengan tepat, yang artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Prestasi kerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan menimbulkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.

(51)

D. Indikator Kinerja

Kinerja adalah sesuatu yang seharusnya dapat dikuantitatifkan, sehingga dapat diukur. Pengukuran kinerja ini penting untuk mengetahui sejauh mana kinerja individu atau organisasi secara keseluruhan dalam mencapai tujuan-tujuan individual atau organisasi. Individu atau organisasi bisa dikatakan berhasil dalam mencapai tujuannya apabila ditunjukkan dengan kinerja yang tinggi. Kinerja bisa diukur dengan menggunakan indikator-indikator kinerja.

Indikator kinerja menurut Sudarmanto (2009: 11) adalah aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang indikator kinerja.

Wibowo (2013: 102-104) mengadopsi pendapat Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam menjelaskan bahwa terdapat tujuh indikator kinerja; yaitu (1) tujuan, (2) standar, (3) umpan balik, (4) Alat atau sarana, (5) kompetensi, (6) motif, dan (7) peluang.

(52)

36

pencapaian tujuan. Umpan balik diperlukan untuk proses evaluasi dan perbaikan. Alat atau sarana merupakan sumber daya pembantu yang dipergunakan untuk

mencapai tujuan. Tanpa alat atau sarana, pencapaian tujuan akan sulit diwujudkan. Kompetensi merupakan kemampuan seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya, dan ini menjadi syarat utama dalam kinerja. Kompetensi memungkinkan orang atau kelompok orang dalam organisasi untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan dalam rangka mewujudkan tujuan. Motif merupakan alasan dan pendorong bagi individu dalam organisasi untuk melakukan sesuatu. Organisasi perlu memberikan insentif atau dukungan materi atau non materi kepada infividu dalam organisasi supaya individu tersebut memiliki menghasilkan kinerja yang baik. Peluang – para individu dalam organisasi perlu mendapat kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Wanprestasi bisa disebabkan oleh dua faktor, yakni ketersediaan waktu (atau adanya peluang) dan kemampuan untuk memenuhi syarat yang diperlukan untuk mencapai prestasi.

Bernardin (dalam Sudarmanto, 2009: 12-13) menyampaikan ada 6 kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu;

a. Quality (kualitas) terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan.

(53)

c. Timeliness (ketepatan waktu) terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk.

d. Cost-effectiveness (efektifitas biaya) terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi (orang, uang, material, teknologi) dalam mendapatkan atau memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan sumber-sumber organisasi.

e. Need for supervision (kebutuhan akan pengawasan) terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan pekerjaan atau fungsifungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan pimpinan. f. Interpersonal impact (dampak antar pribadi) terkait dengan kemampuan

individu dalam meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama di antara sesama pekerja dan anak buah.

Hampir senada dengan Bernardin, Jerry Harbour (dalam Sudarmanto, 2009: 13) dalam buku The Basics of Performance Measurement, merekomendasikan pengukuran kinerja dengan 6 aspek, yaitu:

a. Produktivitas: kemampuan dalam menghasilkan produk barang dan jasa. b. Kualitas: pemroduksian barang dan jasa yang dihasil kan memenuhi

standar kualitas.

c. Ketepatan waktu (timeliness): waktu yang diperlukan dalam menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.

(54)

38

e. Penggunaan sumber daya: sumber daya yang diperlukan dalam menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.

f. Biaya: biaya yang diperlukan.

Senada dengan beberapa pendapat di atas, Wibowo (2013: 235-237) menggolongkan ukuran kinerja menjadi: produktivitas, kualitas, ketepatan waktu, cycle time (siklus waktu), pemanfaatan sumber daya, dan biaya.

E. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir adalah alur berfikir peneliti dalam penelitian ini, sebagai kerangka untuk melaksanakan penelitian. Dalam menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan teori yang dikemukakan oleh Armstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2013: 100) tentang lima faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Lima faktor tersebut menjadi variabel bebas (X1, X2, X3, X4, dan X5) yang akan dianalisa hubungannya dengan kinerja pegawai LPMP Lampung sebagai variabel terikat (Y), dimana kinerja pegawai LPMP Lampung diukur dengan menggunakan teori Bernardin (dalam Sudarmanto, 2009: 12-13) tentang enam kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja pegawai.

Variabel bebas adalah sebagai berikut: X1= personal factors

X2= leadership factors X3= team factors X4= system factors

(55)

Variabel terikat adalah kinerja karyawan (Y) dengan kriteria yang diukur adalah kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas biaya, kebutuhan akan

pengawasan, dan dampak antar pribadi.

F. Hipotesa

Hipotesa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. H1: Personal factors berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

Ho: Personal factors tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

2. H2: Leadership factors berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

Ho: Leadership factors tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

3. H3: Team factors berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

X1

X2

Y

X3

X4

(56)

40

Ho: Team factors tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

4. H4: System factors berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

Ho: System factors tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

5. H5: Contextual/Situational factors berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

Ho: Contextual/Situational factors tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.

6. H6: Personal factors, leadership factors, team factors system factors, dan contextual/situational factors secara bersama-sama mempengaruhi kinerja

pegawai.

Ho: Personal factosr, leadership factors, team factors, system factors, dan contextual/situational factors secara bersama-sama tidak mempengaruhi

(57)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei kuantitatif (Masri Singarimbun, 1989: 3-4; Kasmadi et al, 2013: 63) yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan kausal antar variabel yang diteliti melalui pengujian hipotesa. Masri Singarimbun (1989: 5) juga menyebut jenis penelitian semacam itu sebagai penelitian penjelasan atau explanatory research.

(58)

42

B. Lokasi Penelitian

Ruang lingkup lokasi penelitian ini adalah lingkungan kerja Kantor LPMP Lampung. Responden yang diambil sebagai sampel adalah para karyawan pegawai negeri sipil LPMP Lampung.

C. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai negeri sipil di lingkup Kantor LPMP Lampung yang berjumlah 105 pegawai dengan sebaran sebagai berikut:

Tabel 2. Populasi Penelitian

NO UNIT KERJA PEGAWAI

1 Subbag Umum 49

2 Seksi Pemetaan Mutu dan Supervisi 14 3 Seksi Pendataan Sistem Informasi 13 4 Seksi Fasilitasi Penjaminan Mutu

Pendidikan 29

Jumlah populasi 105

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi.

D. Hubungan Variabel dan Definisi Operasional

(59)

bahwa variabel adalah karakteristik yang dapat diamati dari sesuatu (obyek), dan mampu memberikan bermacam-macam nilai atau beberapa kategori. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: (1) Personal factors (X1), (2) Leadership

factors (X2), (3) Team factors (X3), (4) System factors (X4), (5)

Contextual/situational factors (X5); sebagai variabel bebas, dan (3) kinerja

pegawai LPMP Lampung – variabel terikat (Y). Ketiga variabel tersebut dibuat model penelitian dengan hubungan antar variabel sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan hubungan variabel bebas dengan variabel terikat

dimana r1 = hubungan X1 dengan Y

r2 = hubungan X2 dengan Y

r3 = hubungan X3 dengan Y

r4 = hubungan X4 dengan Y

r5 = hubungan X5 dengan Y

Obyek atau kejadian yang diamati merupakan konsep, yang kemudian diterjemahkan menjadi variabel. Namun demikian variabel tersebut belum siap untuk diukur. Untuk supaya bisa diukur, maka variabel tersebut perlu diterjemahkan kedalam definisi operasional (Masri Singarimbun, 1989: 46).

(60)

44

Variabel akan dioperasionalisasikan menjadi beberapa sub variabel, dan sub variabel akan di jabarkan lagi kedalam indikator-indikator. Ketiga variabel di atas ( yakni X1, X2, X3, X4, X5, dan Y) dioperasionalisasikan sebagai berikut.

Tabel 3. Operasionalisasi Variabel-Variabel Penelitian

Variabel Sub-variabel Indikator No.

Personal factors (X1)

1. Tingkat ketrampilan dan kompetensi

2. Motivasi

3. Komitmen

a. Pengetahuan tentang bidang pekerjaan

a. Kemauan individu untuk menyelaraskan perilaku dan prioritas terhadap tujuan organisasi

b. Kepercayaan terhadap tujaun dan nilai organisasi

c. Kemauan kuat dan sungguh-sungguh terhadap tujuan dan nilai organisasi

d. Keinginan kuat untuk terus berlanjut menjadi anggota

b. Menetapkan tujuan yang hendak dicapai yang

dirumuskan secara sistematis a. Gaya pemimpin dalam

mengelola bawahannya

a. Kerjasama antar perorangan dalam satuan kerja yang sama b. Kerjasama antara perorangan

dalam satuan kerja yang berbeda

(61)

2. Kerjasama antar satuan kerja

a. Dukungan terhadap satuan kerja lainnya

b. Dukungan yang diterima dari satuan kerja lain

a. Penghargaan non material b. Penghargaan material

a. Lingkungan kerja fisik b. Lingkungan kerja non fisik a. Peralatan

6. Dampak antar pribadi

a. Hasil pekerjaan sesuai dengan tujuan

b. Hasil pekerjaan sesuai dengan standar

a. Jumlah target satuan pekerjaan yang dikerjakan sesuai dengan permintaan

a. Waktu penyelesaian pekerjaan sesuai dengan yang ditetapkan a. Efektif dalam menggunakan

sarana dan prasarana dalam melakukan pekerjaan b. Efektif dalam menggunakan

sumber daya keuangan a. Perlu atau tidaknya

pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan a. Harga diri karyawan terkait

(62)

46

E. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan memberikan kuesioner (angket) tertutup kepada responden. Kuesioner tertutup ini dipilih dalam penelitian ini karena memiliki kelebihan, diantaranya adalah mudah dalam memberikan nilai, mudah dalam pengkodean, dan responden tidak perlu menulis. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator yang diturunkan dari setiap variabel penelitian.

Adapun data yang telah terkumpul dikelola dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Coding (pengkodean). Mencatat kode yang telah diberikan pada setiap pertanyaan dan mengklasifikasi data dengan penilaian jawaban pertanyaan kuesioner diklasifikasikan dengan jawaban “Sangat Setuju (diberi kode SS dengan skor 5)”, “Setuju” (diberi kode S dengan skor 4), “Cukup Setuju” (diberi kode N dengan skor 3), “Tidak Setuju”(diberi kode TS dengan skor 2), dan “Sangat Tidak Setuju” (diberi kode STS dengan skor 1).

2. Editing (menyunting). Editing data dilakukan di lapangan, agar data yang salah atau meragukan maupun tak lengkap dapat ditelusuri kembali dengan responden yang bersangkutan.

3. Tabulasi. Memasukkan data untuk dianalisa.

(63)

30) mengatakan bahwa suatu instrumen pengukuran dikatakan valid jika instrumen dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.

F. Validitas Instrumen

Butir-butir pertanyaan dalam kuesioner (instrumen) diuji validitasnya dengan bantuan program SPSS 20. Tingkat validitas butir instrumen tersebut bisa dilihat dari korelasi antara skor butir dengan skor total dimana nilai rhitung seharusnya

lebih besar atau sama dengan rtabel. Jika rhitung ≥ rtabel , maka butir instrument

dinyatakan valid.

Uji Validitas Item atau butir dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Untuk proses ini, akan digunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut.

Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r) dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25. Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan akibat mereka tidak melakukan pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala dan lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran seseorang jika bukan malah mengacaukan.

(64)

48

2. Klik Analyze > Correlate > Bivariate

3. Masukkan seluruh item variable x ke Variables 4. Masukkan total skor variable x ke Variables 5. Ceklis Pearson ; Two Tailed ; Flag

6. Klik OK

7. Lihat kolom terakhir. Nilai >= 0,25. 8. Lakukan hal serupa untuk Variabel Y.

G. Reliabiltas Instrumen

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan tingkat konsistensi. Nilai koefisien reliabilitas (alpha) yang baik adalah diatas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 (baik).

Uji Reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

(65)

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:

 Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna

 Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi  Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat  Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah.

Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel: Segera identifikasi dengan prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kelanjutan dari tes Aplha sebelumnya guna melihat item-item tertentu yang tidak reliabel. Lewat Item Analysis ini maka satu atau beberapa item yang tidak reliabel dapat dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi lagi nilainya.

Reliabilitas item diuji dengan melihat Koefisien Alpha dengan melakukan Reliability Analysis dengan SPSS.. Akan dilihat nilai Alpha-Cronbach untuk reliabilitas keseluruhan item dalam satu variabel. Agar lebih teliti, dengan menggunakan SPSS, juga akan dilihat kolom Corrected Item Total Correlation.

(66)

50

Cara Uji Reliabilitas dengan SPSS:

1. Klik Analyze > Scale > Reliability Analysis 2. Masukkan seluruh item Variabel X ke Items 3. Pastikan pada Model terpilih Alpha

4. Klik OK

Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:

 Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna

 Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi  Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat  Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah

F. Analisa Data

Untuk menjawab tujuan penelitian yang ingin dicapai dilakukan analisis data dengan menggunakan program SPSS . Langkah-langkah analisis data dilakukan secara bertahap, yaitu analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat.

1. Analisis univariat

(67)

berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan masing–masing variabel yang diteliti.

Seorang peneliti dapat menguji satu atau lebih perlakuan pada satu kelompok atau lebih yang dibentuk. Untuk menguji tentu diperlukan analisis statistik yang sesuai dengan maksud statistiknya (korelasi, komparasi, pengaruh, dan lain-lain).

Analisis terhadap satu perlakuan yang dimaksudkan adalah analisis secara statistik untuk menguji hipotesis yang berkenaan dengan kualitas sebuah perlakuan seperi baik/jelek, berhasil/gagal, memuaskan/mengecewakan) atau rata-rata atau normal tidaknya sebuah sebaran data. Biasanya analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi, kecenderungan tengah, dan penyebaran.

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti baik variabel dependen maupun variabel independen. Dengan melihat distribusi frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-masing variabel dalam penelitian .

2. Analisis Bivariat

(68)

52

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan variabel independen (numerik) dengan variabel dependen (katagorik) dapat digunakan uji T atau Uji Mann-Whitney U. Untuk menentukan kemaknaan hasil perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 0,05. Dengan demikian jika p value < 0,05 maka hasil perhitungan secara statistik bermakna dan jika p ≥ 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna. Untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen digunakan Prevalence Ratio (PR) atau OR (odd ratio) dengan 95% CI (Confidence Interval).

a. Uji Chi Square

Untuk menguji hipotesis hubungan variabel independen (kategorik) dengan variabel dependen (kategorik) menggunakan uji Chi Square. Proses pengujian Chi Square adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Sebaliknya bila nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan yang bermakna.

(69)

 Bila nilai p < α, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya

perbedaan yang bermakna (signifikan)

 Bila nilai p ≥ α, Ho gagal di tolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya perbedaan yang bermakna (tidak signifikan)

Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan dua variabel kategorik. Dengan demikian uji Chi Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji Chi Square tidak mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar dibandingkan kelompok lain (Hastono, 2007).

b. Uji Mann-Whitney U

Uji ini merupakan alternatif lain untuk T test parametrik yang digunakan untuk melihat tingkat kemaknaan pada data numerik yang berdistribusi tidak normal dengan data kategorik. Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal atau tidak, dilakukan analisis sebagai berikut:

1. Dilihat dari grafik histogram dan kurva normal, bila bentuknya menyerupai bel shape, berarti distribusi normal.

(70)

54

3. Uji Kolmogorov-Smirnov, bila hasil uji signifikan (p value ≥ 0,05) maka distribusi normal. (Hastono, 2007)

Analisis statistik dari uji Mann-Whitney U adalah :

a. Bila nilai p < α, Ho ditolak, berarti ada hubungan yang bermakna b. Bila nilai p ≥ α, Ho gagal di tolak, berarti tidak ada hubungan yang

bermakna

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dapat dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistic ganda. Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui:

1. Variabel independen (bebas) mana yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap variabel dependen (terikat).

2. Mengetahui apakah hubungan variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak. 3. Bentuk hubungan beberapa variabel independen (bebas) dengan variabel

dependen (terikat) apakah berhubungan langsung atau pengaruh tidak langsung.

Gambar

Tabel
Gambar                                                                                                      Halaman
Tabel 1. Data Pegawai LPMP Lampung
Gambar 1. Model Satelit kinerja organisasi oleh Hersey, Blanchard, dan Johnson
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa locus of control eksternal berpengaruh positif dengan penerimaan perilaku disfungsional, selain itu

Meskipun penelitian ini membuktikan bahwa faktor eksternal lebih kuat dalam mempengaruhi kinerja ekspor berlawanan dengan penelitian terdahulu menghasilkan faktor internal

Adapun alasan penulis memilih judul analsis efektifitas sistem pengendalian internal terhadap peningkatan kinerja keuangan perusahaan dalam perspektif ekonomi isLam (studi

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: I Untuk mengetahui berapa besar pengaruh tunjangan kinerja daerah terbadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan Lubuklinggau Barat I

Dapat disimpulkan bahwa variabel Efektifitas Kerja (X) menjelaskan variasi perubahan terhadap variabel Kinerja (Y) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kerangka konseptual adalah keterkaitan antara teori–teori atau konsep yang mendukung dalam penelitian yang digunakan sebagai pedoman dalam menyusun

Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini yaitu di KPRI Dhaya Harta Jombang adalah karena koperasi ini merupakan salah satu koperasi yang cukup besar dan

Adapun alasan peneliti menggunakan struktur modal dalam penelitian ini karena perusahaan dengan struktur modal yang lebih banyak berasal dari pendanaan eksternal hutang akan berupaya