ABSTRAK
TRADISISUROANPADA MASYARAKAT JAWA DI KAMPUNG RUKTI HARJO KECAMATAN SEPUTIH RAMAN
Oleh
Herwin Muryantoro
Tradisi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat karena melaksanakan tradisi berarti melaksanakan proses sosialisasi antar generasi. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa baik yang di Pulau Jawa maupun yang sudah berdomisili di luar Pulau Jawa adalah tradisi suroan. Tradisisuroan merupakan upacara tradisional Jawa dalam menyambut tahun baru Jawa yang merupakan asimilasi budaya dari budaya Jawa dan budaya Islam yang dilakukan oleh Sultan Agung. Penduduk di desa Rukti Harjo mayoritas adalah masyarakat Jawa. Masyarakat Kampung Rukti Harjo merayakanya dengan bentuk kegiatan yang dilaksanakan setiap tahunnya dengan kegiatan yang terpuji dan khidmat. Tradisisuroan yang bertujuan untuk meminta rejeki di tahun berikutnya dan rasa syukur dari hasil panen tahun sebelumnya dan yang paling utama adalah untuk bersih Kampung dari segala macam mara bahaya.
Pelaksaannya pada masyarakat Rukti Harjo yang melaksanakan tradisisuroan ini diawali dengan musyawarah warga, pelaksanaan tradisi suroan dan penutup. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah implikasi motif ekonomi, politik dan keagamaan dalam pelaksanaan tradisi suroan pada masyarakat Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi partisipasi, dokumentasi dan wawancara. Sedangkan teknik analisis datanya menggunakan teknik analisis data kualitatif.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kelurahan Yosodadi, Kecamatan Metro Barat, Kota Metro pada tanggal 09 Juni 1989, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Moeryono dan Winarti.
Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah dan selesai pada tahun 2001, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri (SMTP) 1 Seputih Raman Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah dan selesai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kotagajah Kecamatan Kotagajah Kabupaten Lampung Tengah selesai pada tahun 2007.
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur dan kerendahan hati kupersembahkan karya ini untuk :
1. Ibunda dan Ayahanda tercinta Winarti dan Moeryono yang selalu memberikan doa dan kasih sayang setulus hati dengan dukungan moril
dan meteril yang tak pernah henti-hentinya untuk keberhasilan Ananda. 2. Adik-adikku tersayang Vinda Muryaningrum dan Syafiyah Murti Hidayah
yang selalu memberikan semangat, motivasi serta keceriaan untukku.
3. Untuk sahabatku dan teman-temanku yang selalu memberikan motivasi, bantuan dan dukungannya, terima kasih.
Moto
“
Jika engkau mempunyai cita-cita yang
teguh maka berserah dirilah kepada Allah”
(Ali Imran 3:159)
“Jangan remehkan keajaiban, keajaiban
hanya terjadi pada mereka
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tradisi Suroan Pada Masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaatnya-Nya di hari akhir kelak.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
mendapat banyak bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Wakil Dekan I Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP Universitas Lampung.
6. Bapak Drs. Syaiful. M, M.Si. selaku dosen Pembahas Utama yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran serta
7. Bapak Drs. Ali Imron, M. Hum. selaku dosen Pembimbing Akademik dan
Pembimbing Utama dalam skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu,
memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat dalam proses kuliah
dan proses penyelesaian skripsi.
8. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum. selaku dosen Pembimbing Kedua yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta
nasihat dalam proses kuliah dan proses penyelesaian skripsi.
9. Bapak dan ibu dosen Program Studi Pendidikan Sejarah dan para pendidik
di Unila pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah.
10. Teristimewa kedua orang tuaku, kedua adikku serta keluarga besarku
yang telah memberikan doa, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan
studi ini.
11. Teman-teman terdekatku Ardi, Woko, Mail, Wiwit, Desri, Bambang, Aan
dan Tono terimakasih atas kebersamaan kalian hingga saat ini.
12. Teman-teman angkatan 2007 Prodi Pendidikan Sejarah Mega, Era, Ago,
Aan, Aldila, Ericka, Gris, Inayatullah, Neni, Meli, Arlen, Yana, Novy,
Novia, Nining, Dias, Yesi, Binti, Yogi, Mimi, Ririn, dan Wuri terimakasih
atas kebersamaan ini dan semoga akan tetap terjaga selamanya, dan
tentunya tetap berjuang dan selalu semangat.
13. Teman-teman pendidikan sejarah Angkatan 07 Non Reguler yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas kebersamaan kalian
14. Seluruh kakak dan adik tingkat di Program Studi Pendidikan Sejarah
terima kasih atas motivasinya dan kerjasamanya.
15. Pengajar GO (Ganesha Operation) Mbak RA, Mbak Ati, Mbak FB, OZ,
AG, Yuspa, BL, Mbak Indes, IN, Pak RI dan HR terima kasih atas
dorongan motivasi dan semangatnya.
16. Keluarga Besar MISL (Milanisti Indonesia Sezione Lampung), Bang
Arief Wahidin, Rahardian, Bang Pilus, Kiki Poli, Ory, Gerry, Sofi, Ervan,
dan Wayan terimakasih atas kebersamaanya.
17. Masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo selaku subjek dalam
penelitian.
18. Bapak Sarno dan Bapak Rawan selaku sesepuh Kampung Rukti Harjo
yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, informasi serta
menjadi informan dalam penelitian ini.
Semoga ALLAH SWT membalas segala amal kebaikan kita. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bandar Lampung, Maret 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR LAMPIRAN... iv
DAFTAR GAMBAR... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Analisis Masalah... 6
1. Identifikasi Masalah... 6
2. Pembatasan Masalah... 7
3. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 7
1. Tujuan Penelitian... 7
2. Kegunaan Penelitian... 7
3. Ruang Lingkup Penelitian... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka... 9
1. Konsep Budaya... 9
2. Konsep Tradisi ... 10
3. KonsepSuroan... 11
4. Konsep Masyarakat Jawa... 14
5. Konsep Kelompok Sosial... 16
6. Konsep Implikasi... 17
B. Kerangka Pikir... 17
C. Paradigma... 18
III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan... 19
B. Lokasi Penelitian... 21
C. Variable Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Teknik Sampling dan Sumber Data... 21
1. Variabel Penelitian... 21
2. Definisi Operasional Variabel... 22
3. Informan... 23
D. Teknik Pengumpulan Data... 24
1. Teknik Observasi Partisipan... 25
2. Teknik Wawancara... 26
E. Teknik Analisis Data... 28
1. Reduksi Data... 29
2. Sajian Data... 29
3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil... 31
1. Gambaran Umum Daerah Penelitian... 31
1.1 Sejarah Singkat Kampung Rukti Harjo... 31
1.2 Letak dan Batas Administratif Kampung Rukti Harjo... 33
1.3 Keadaan Penduduk Kampung Rukti Harjo... 34
1.3.1 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 34
1.3.2 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan... 34
1.3.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 36
1.3.4 Keadaan Penduduk Menurut Sistem Kepercayaan... 36
1.3.5 Keadaan Penduduk Menurut Suku atau Etnik... 37
1.4 Struktur Pemerintahan Kampung Rukti Harjo... 37
2. Pelaksanaan TradisiSuroandi Pulau Jawa di Daerah Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta... 38
3. Proses Pelaksanaan TradisiSuroandi Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman... 39
3.1 Prosesi Pelaksanaan TradisiSuroanolehKawulo Alit... 39
3.2 Prosesi Pelaksanaan TradisiSuroanolehPriyayi... 44
B. Pembahasan... 50
Implikasi motif Ekonomi, Politik dan Keagamaan... 50
V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan... 57
B. Saran... 58
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Susunan Kepala Kampung Rukti Harjo... 32
Tabel 2 Keadaan Penduduk Kampung Rukti Harjo... 34
Tabel 3 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan... 35
Tabel 4 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 36
Tabel 5 Keadaan Penduduk Menurut Agama ... 36
Tabel 6 Keadaan Penduduk Menurut Suku atau Etnik... 37
Tabel 7 Hasil Pembahasan... 61
DAFTARLAMPIRAN
Lampiran Halaman
Pedoman Wawancara... 62
Teknik Pelaksanaan Wawancara... 62
Daftar Informan... 62
Daftar Pertanyaan... 63
Hasil Rekapitulasi... 65
Data Hasil Wawancara... 68
Doa Selamat... 84
Doa Tolak Bala... 85
MantraSesaji... 87
Surat Izin Penelitian dari Kampung Rukti Harjo... 88
Rencana Judul Penelitian Kaji Tindak Skripsi... 89
Surat Izin Penelitian ke Kampung Rukti Harjo... 90
DAFTAR GAMBAR
Lampiran Halaman
Peta Kampung Rukti Harjo... 92
Gambar 1.Ingkung... 93
Gambar 2. Tumprng... 93
Gambar 3.Suroandi Perempatan Jalan... 94
Gambar 4.Sesaji... 94
Gambar 5. Pembakaran Kemenyan... 95
Gambar 6. PelaksanaanSuroanolehPriyayi... 95
Gambar 7.PriyayiMemberikan Wejangan... 96
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan berbagai macam suku bangsa, bahasa, budaya, tradisi dan kebudayaan yang memiliki ciri khasnya
masing-masing yang masih dijalankan hingga saat ini. Kebudayaan tiap daerah
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang ada di sekitarnya. Setiap daerah
memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Berdasarkan pendapat
Koentjraningrat mengatakan bahwa pada dasarnya kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat,
2009: 144).
Di dalam sebuah kebudayaan mengandung banyak unsur yang berada di dalamnya. Kebudayaan mengandung tujuh unsur pokok yang ada di seluruh kebudayaan dunia, ketujuh unsur tersebut adalah 1) Bahasa; 2) Sistem pengetahuan; 3) Organisasi sosial; 4) Sistem peralatan hidup dan teknologi; 5) Sistem mata pencaharian hidup; 6) Sistem religi; 7) Kesenian (Koentjaraningrat, 2009:165).
Salah satu dari dari sekian banyak suku bangsa yang ada di Indonesia adalah suku
Jawa yang tidak terlepas dari kebudayaannya. Sama seperti suku bangsa lainnya
suku Jawa juga memiliki kekayaan dan keberagaman dalam tradisi, upacara adat,
dan kebudayaanya. Mulai dari segi bahasa yang digunakan sampai ke sistem
religinya yang dianut. Bentuk hasil kebudayaan masyarakat Jawa tidaklah sama
2
manusia untuk menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok yang
membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu (A. Syahri, 1985: 2).
Perbedaan tersebut diakibatkan oleh letak geografis dan mata pencaharian yang
menyebabkan perbedaan budaya Jawa, kebudayaan Jawa secara garis besar
dibagi menjadi dua yakni kebudayaan masyarakat pesisir dan kebudayaan
masyarakat pedalaman. Daerah kebudayaan Jawa khususnya berada di Jawa
Tengah dan Jawa Timur atau mereka yang berasal dari kedua daerah tersebut,
terkadang ada juga daerah yang secara kolektif disebut daerah kejawen. Daerah
itu meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri
dan Malang, sedangkan di luar wilayah tersebut dinamakan wilayah pesisir dan
ujung timur. Surakarta dan Yogyakarta merupakan dua bekas kerajaan Mataram
abad ke-16 adalah pusat dari kebudayaan Jawa (Kodiran dalam Sutiyono, 2013:
1).
Kebudayaan Jawa yang bersifat kepercayaan pada masyarakat pedalamannya
tidak dapat dipisahkan dari suatu pola adanya kepercayaan dan keyakinan
kekuatan gaib yang terdapat di alam semesta. Salah satu kepercayaan dari
masyarakat Jawa adalah sistem penanggalan Jawa. Dalam setiap kegiatan yang
akan dilakukan masyarakat Jawa selalu berpedoman kepada sistem penanggalan
Jawa seperti orang yang akan menpunyai hajat perkawinan, mendirikan rumah,
pindah rumah dan sebagainya. Sistem penanggalan Jawa berasal dari asimilasi
kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Islam yang akhirnya menghasilkan sebuah
sistem penanggalan baru bagi masyarakat Jawa yang ditetapkan oleh Sultan
3
Aboge sedangkan Muharram sendiri adalah bulan pertama pada sistem
penanggalanHijriyah,yang oleh Sultan Agung dinamakan bulanSuro.
Di Jawa, Tahun Hijrah dipakai sebagai sistem penanggalan kaum muslim Jawa, yang ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang kadang disebut sebagai penanggalan aboge. Dalam praktiknya, dengan penganggalan Islam, terkadang berjarak 1 hari lebih lama. Hanya saja angka tahunnya memakai angka tahun Jawa, yakni lebih muda78 tahun dibanding tahun masehi. Tahunnya tetap menggunakan tahun saka, namun perhitungan harinya diubah menjadi sistem tarikh qamariyah. Ini merupakan ijtihad penting yang dilakukan Sultan Agung, yang menjadi simbol asimilasi budaya Islam dan budaya Jawa (Solikhin, 2010:23).
Latar belakang dijadikannya satu Muharram sebagai penanggalan Islam oleh
Khalifah Umar bin Khathab, salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang
menggantikan beliau sesudah wafat. Dari penanggalan Islam inilah masyarakat
Islam di Jawa mulai diperkenalkan dengan pengkalenderan Islam pada zaman
pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara
sistem kalender Hijriyah dengan sistem kalender Jawa pada tahun 931 H atau
1443 tahun Jawa. Selain dari penanggalan dari perhitungan Islam Sultan Agung
menginginkan rakyatnya bersatu untuk menggempur bangsa Belanda yang berada
di Batavia dan termasuk ingin menyatukan Pulau Jawa. Sultan Agung
Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. Untuk
memujudkannya Sultan Agung mengadakan pengajian setiap hari Jumat legi
yang diselingi laporan pemerintah setempat yang dilakukan oleh para penghulu
kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan
Giri. Hal ini berakibat setiap satusuroyang dimulai pada hari Jumat legi ikut-ikut
dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan
4
Satu suro adalah awal tahun Muharam, tahun Islam yang telah ditranskulturisasi
dengan tradisi ritual Jawa kuno. Karaton Mataram menerima dan
mengembangkan ide transkulturasi terutama sejak Sultan Agung dari Karaton
Yogyakarta. Satu suro menjadi bagian penting dari sebuah siklus kehidupan
manusia. Bagi masyarakat Jawa bulan pertama pada penanggalan Jawa
mempunyai keistimewaan bahkan dianggap keramat dan masyarakat Jawa
menyambut datangnya bulanSuroini tidak dengan pesta pora seperti orang Barat
yang menyambut tahun baru masehi, tidak juga seperti orang Cina yang
menyambut tahun baru Imlek dengan pesta juga, namun orang Jawa menyambut
tahun barunya dengan prihatin seperti berpuasa dan melakukan tirakat terlebih
dahulu.
Sehinggga masyarakat Jawa berkeyakinan kurang baik melakukan suatu hajat dan
sebaliknya masyarakat Jawa berkeyakinan pada bulan Suro ini masyarakat Jawa
dianjurkan untuk melakukan laku prihatin menjelang malam pergantian tahun
baru Jawa 1 Suro. Laku prihatin biasanya berupa tidak tidur semalam suntuk,
mandi air tujuh rupa, berpuasa dan di kalangan keraton dilakukan kegiatan
upacara siraman benda-benda pusaka atau jamasan pusaka danmubeng benteng.
Seperti yang diungkapkan oleh Purwadi.
Di Jawa dan bahkan bagian lain dari Indonesia banyak orang memperingati 1 Suro. 1 Suro dipandang sebagai hari sakral oleh masyarakat Jawa. Kebanyakan dari mereka mengharapkan untuk ngalap berkah (menerima berkah) dari hari suci ini. Mereka berpuasa selama 24 jam, tidak tidur semalam suntuk dan ada pula yang melakukan mediasi dengan khusuk (Purwadi, 2005:23).
Seperti masyarakat Jawa yang berada di daerah asalnya, masyarakat Jawa yang
5
sehingga kepercayaan bulan Suro dibawa ke daerah luar Pulau Jawa. Hal ini
dapat ditemui pada komunitas masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman. Latar belakang yang mendasari masyarakat Desa
Rukti Harjo melaksanakan tradisi Suroan adalah sebagai penghormatan kepada
leluhur desa, juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberikan nikmatnya.
Tradisi Suroan yang dilaksanakan di Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman, Kabupaten Lampung Tengah dalam menyambut tahun baru Jawa
biasanya dilakukan dengan dua cara yang berbeda pada komunitas masyarakat
Jawa yang berada di Kampung Rukti Harjo. Komunitas masyarakat Jawa yang
pertama ini yang disebut dengan istilah kawulo alit melaksanakan tradisi suroan
dengan cara yang lebih sederhana yakni melaksanakan tradisi suroan di sekitar
perempatan jalan. Sedangkan komunitas masyarakat Jawa yang kedua ini
melaksanakan tradisi suroanini dilakukan oleh kaum priyayi yang mempunyai
pengaruh yang besar bagi masyarakat sekitar Kampung Rukti Harjo.
Kaumpriyayi melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk memperingati bulan
Suro komunitas masyarakat melaksanakan laku terlebih dahulu. Laku tersebut
berupa berpuasa dengan tujuan untuk menjernihkan pikiran dan mengekang hawa
nafsu pada diri manusia adapun maksud darilakuini adalah untuk mengharapkan
musyawarah yang baik dan berjalan dengan lancar dan menghasilkan keputusan
terbaik (wawancara dengan Mbah Rawan sesepuh Kampung Rukti Harjo, 20
6
Selain prosesi, dalam sebuah pelaksanaan tentu memiliki sebuah makna dan
tujuan dalam melaksanakan sebuah tradisi, makna dan tujuan itu pun dimiliki
oleh tradisi suroan yang dilaksanakan pada komuitas masyarakat Jawa
Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
Dalam proses pelaksanaan tradisi suroan suroan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Kampung Rukti Harjo terdapat keanekaragaman suatu pelaksanaan
dan perlengkapan di dalamnya, ini menyebabkan suatu variasi antara komunitas
masyarakat Jawa yang melaksanakan tradisi suroan di Kampung Rukti Harjo
yang didasarkan pada motif politik antara kawulo alitdan priyayiyang berada di
Kampung Rukti Harjo serta motif ekonomi diantara kedua komunitas masyarakat
Jawa dan motif keagamaan yang ada di Kampung Rukti Harjo.
B. Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan urain latar belakang masalah, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Prosesi pelaksanaan tradisi suroan pada masyarakat Jawa di Kampung Rukti
Harjo Kecamatan Seputih Raman.
2. Makna tradisi suroan pada masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman.
3. Tujuan tradisi suroan pada masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman.
4. Implikasi motif ekonomi, politik dan keagamaan pada tradisi suroan pada
7
2. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi
permasalahan yang dibahas yaitu tentang : Implikasi motif ekonomi, politik dan
keagamaan pada tradisi suroan pada masyarakat Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah : “Bagaimana Implikasi motif ekonomi, politik dan keagamaan pada
tradisi suroan pada masyarakat Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman ?”.
C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui Implikasi motif
ekonomi, politik dan keagamaan pada tradisi suroan pada masyarakat Kampung
Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman.
2. Kegunaan Penelitian
Setiap penelitian tentunya mempunyai kegunaan pada pihak-pihak yang
membutuhkan, adapun kegunaan dalam penelitian ini antara lain diharapkan
bermanfaat untuk :
1. Menambah wawasan bagi peneliti dan pembaca serta masyarakat pada
umumnya tentang tradisi suroan pada masyarakat Kampung Rukti Harjo
8
2. Sebagai bahan informasi kepada peminat kebudayaan yang ingin mengetahui
tradisi suroan pada masyarakat Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman.
3. Sebagai sumbangan pustaka yang dapat dimanfaatkan bagi mahasiswa
Universitas Lampung sebagai informasi wujud ragam budaya Jawa.
3. Ruang Lingkup Penelitian
1. Objek Penelitian : Masyarakat Jawa Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung
Tengah.
2. Subjek Penelitian : Impilkasi motif ekonomi, politik dan keagamaan
pada tradisisuroanpada masyarakat Kampung
Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman.
3. Tempat Penelitian : Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah.
4. Waktu Penelitian : Tahun 2014
REFERENSI
Koentjraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. halaman 144.
Ibid. Halaman 165.
A. Syahri. 1985. Implementasi Agama Islam pada Masyarakat Jawa. Jakarta : Depag. Halaman 2.
Sutiyono. 2013.Poros Kebudayaan Jawa.Yogyakarta : Graha Ilmu. Halaman 1.
Muhammad Solikhin. 2010. Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa. Penerbit Narasi. Halaman 23.
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa Menggali Untain Kearifan Lokal.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk mendapatkan konsep yang tepat, sehingga
dapat digunakan sebagai landasan teori terhadap penelitian yang akan dilakukan.
Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
landasan teori. Adapun konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Konsep Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, sedangkan dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan yaitu sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak.
Kebudayaan terbentuk dari adanya unsur-unsur kebudayaan yang secara universal
terbagi ke dalam tujuh unsur, yaitu :
1) Sistem mata pencaharian
2) Sistem peralatan dan perlengkapan 3) Sistem kemasyarakatan
4) Sistem pengetahuan 5) Bahasa
6) Kesenian
10
Di dalam buku Ilmu Antropologi Dasar, “Budaya yang merupakan perkembangan
majemuk dari budi daya, yang berarti daya dari budi, sehingga dibedakan antara
budaya yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa, dengan
kebudayaan yang berarti hasil dari cipta, rasa dan karsa” (Koentjaraningrat, 2009:
165).
Sedangkan menurut Irdianto kebudayaan adalah :
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat” (Irdianto dalam http://yanuirdianto.wordpress.com).
Pengertian budaya menurut Sugono adalah “pikiran, akal budi, dan hasil.
Sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat” (Sugono, 2008: 226).
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
budaya adalah segala sesuatu yang bisa mempengaruhi pengetahuan dan sistem
manusia yang berasal dari pemikiranya yang berguna dalam kehidupan
sehari-harinya.
2. Konsep Tradisi
Tradisi berasal dari bahasa Latin yakni traditionyang mempunyai arti diteruskan
atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang
telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
11
(dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat” (Sugono, 2008:
1399).
Menurut Linton “tradisi adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola
perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota
suatu masyarakat” (Linton dalam Roger M. Keesing, 1992: 68). Sedangkan
menurut Kroeber dan Khuckkhohn, “tradisi merupakan pola eksplisit dan implisit
tentang dan untuk perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui simbol-simbol,
yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk perwujudannya dalam
benda-benda budaya” (Kroeber dan Khuckkhohn dalam Roger M. Keesing, 1992:
68).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka, yang dimaksud dengan tradisi
adalah sebuah ide, gagasan, nilai-nilai, dan hasil kebudayaan suatu masyarakat
yang diwariskan kepada generasi selanjutnya secara turun temurun. Pola
kehidupan suatu masyarakat tertentu, dari generasi ke generasi pun akan
mencerminkan tradisi yang diwariskan kepada mereka baik dalam bentuk yang
utuh maupun dalam bentuk yang sudah dimodifikasi dan dikembangkan.
3. KonsepSuroan
Menurut Muhammad Sholikin bahwa :
12
Sedangkan menurut R. Kartono Partokusumo dalam Maharkesti menjelaskan
bahwa :
“bulan yang dianggap suci adalah bulan Sura. Sura ini merupakan bulan pertama di antara 12 bulan dalam kalender Jawa (Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, Besar). Inilah yang disebut oleh orang Jawa disebut tahun Jawa. Tahun ini diciptakan oleh Sultan Agung dengan mengikuti perhitungan peredaran bulan (komariyah). Perhitungan tahun Jawa ini disesuaikan dengan tahun hijriyah” (Maharkesti, 1988:35).
Menurut Suryo S. Negoro bahwa :
“peringatan satu Suro di mulai sejak tahun 1633 masehi, ketika Sultan Agung Hanyokrokusumo membuat kalender Jawa yang baru. Satu Suro
dimaksudkan untuk lebih mempersatukan raja dan kawula. Pada saat itu negeri mulai terancam. Sultan tidak mengadakan upacara ritual kerajaan
Rajawedha,sebagai gantinya diadakan upacara satusuroyang hakikatnya menyatukan Rajawedha dengan upacara kaum petani Gramawedha yang waktunya bersamaan dengan satuMuharramtahun baru Umat Islam yang pergantian harinya mengikuti sistim rembulan pada jam 6 sore dan secara politis tindakan ini bertujuan untuk memperkuat persatuan bangsa melawan ancaman penjajah dengan upaya menyatukan umat Islam Mataram dengan Banten” (Suryo S. Negoro, 2001:46).
Pelaksanaan penyambutan bulan suro di kalangan masyarakat Jawa mempunyai
makna sebagai awal tahun yang dianggap sakral dan suci hal ini bertujuan untuk
menemukan jati diri agar selalu tetap eling lan waspodo serta mendekatkan diri
kepada Sang Khalik. Bagi masyarakat Jawa di Surakarta dan Yogyakarta
pergantian malam suro dilakukan dengan cara lelaku yaitu mengendalikan hawa
nafsu dengan hati yang iklas untuk mencapai kebahagain dunia dan akhirat yang
dilakukan tidak mengubah makna dari perayaan malam satusuro. “Kedua daerah
pusat kebudayaan tersebut mempunyai kemiripan dalam merayakan malam
pergantian tahun baru Jawa yaitu dengan jamasan pusaka dan tapa bisu”
13
Menurut penuturan Mbah Rawan bahwa :
Suro berasal dari kata Asyura Nyono yang artinya adalah alam masih dalam keadaan yang tenang sehingga merupakan saat yang tepat dalam mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (Gusti Allah Ingkang Maha Kuwaos) , Nabi, Wali, Sunan dan para lelulur guna mendapatkan petunjuk bagi keselamatan anak cucu yang berada pada kampung (wawancara dengan Mbah Rawan, Sesepuh Kampung Rukti Harjo, Hari Selasa 20 Maret 2014).
Sama halnya pelaksanaan suroan di daerah pusat kebudayaan Jawa yaitu
Surakarta dan Yogyakarta masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo masih
melaksanakan penyambutan malam satu suro walaupun berbeda konteks dalam
pelaksanaanya. Di Kampung Rukti Harjo pelaksanaan dilakukan oleh dua
kelompok yakni kaum alit yang melakukan dengan cara yang lebih sederhana
yang dilaksanakan kaum petani dan priyayi yang melaksanakan suroan dengan
tatacara yang masih mengikuti cara dari nenek moyang yang dilakukan oleh
sesepuh kampung.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka yang dimaksud dengan suro
adalah bulan pertama pada penanggalan Jawa yang berasal dari akulturasi antara
budaya Islam dan budaya Jawa yang mempunyai keistimewaan tersendiri bagi
masyarakat Jawa sehingga pada bulan suro masyarakat Jawa menyakini sebagai
bulan keramat dalam kehidupan spritual. Untuk penyambutannya masyarakat
Jawa melaksanakan lelaku yang berguna untuk mengingatkan manusia kepada
Sang Penciptanya dan untuk membersihkan kampung dari segala marabahaya
14
4. Konsep Masyarakat Jawa
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu syaraka yang berarti “ikut
serta atau “berpartisipasi”. Koentjaraningrat memberikan penjelasan bahwa
“masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama” (Koentjaraningrat, 2009:116). Masyarakat adalah
sejumlah atau sekelompok manusia dalam arti yang seluas-luasnya dan memiliki
ketertarikan oleh suatu kebudayaan yang pada dasarnya mereka anggap sama
(Wiranata, 2002:56).
Sudirman Tebba mendefisinikan “masyarakat Jawa sebagai komunitas individu
yang memiliki pandangan hidup luhur Jawa, etika, moral Jawa dan budi pekerti
Jawa” (Sudirman Tebba, 2007:13). Sedangkan pendapat yang disampaikan oleh
Sutiyono masyarakat Jawa atau suku bangsa Jawa secara kultural adalah
orang-orang yang hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan
berbagai dialeknya secara turun temurun (Sutiyono, 2013:1)
Menurut pendapat yang disampaikan oleh Marbangun Hardjoyowirogo bahwa :
“semua orang Jawa itu berbudaya satu. Mereka berfikir dan berperasaan seperti moyang mereka di Jawa Tengah, dengan kota Solo dan Yogya sebagai pusat-pusat kebudayaan. Baik orang Jawa yang masih tinggal di pulau Jawa maupun mereka yang sudah menjadi warga negara Suriname ataupun mereka yang telah menemukan tempat tinggal baru di daerah-daerah transmigrasi di luar Jawa, mereka tetap berkiblat pada Yogyakarta dan Surakarta dalam menghayati hidup budaya mereka” (Hardjoyowigoro, 1989:7).
Masyarakat Jawa melaksanakan tradisi suroan merupakan wujud sebagai
perwujudan bersatunya manusia dengan Tuhannya, seperti yang diutarakan oleh
15
“suroan merupakan ritual yang menjauhi pesta pora untuk menyucikan jasmani dan rohani manusia yang disebut suwung. Suwung yang berarti masuk dalam dirinya sendiri. Mengosongkan diri untuk masuk ke dalam dimensi spritualitas Dengan melaksanakan suroan masyarakat Jawa secara tidak langsung mendekatkan dirinya kepada Sang Pencipta yang dikenal dengan bersatunya manusia dengan Tuhan-Nya yang dikenal dengan istilahManunggal kawulo Gusti. (Han Bagas, 2014:1).
Menurut pendapat Ilyaz Awang Safardy :
“masyarakat Jawa melakukan suroanadalah upaya untuk menemukan jati dirinya agar selalueling lan waspada. Elingartinya harus tetap ingat siapa dirinya dan dari mana sangkan parining dumadi (asal mulanya), kedudukannya sebagai mahluk Tuhan yang tugasnya sebagai khaliah manusia di bumi baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Waspada
artinya tetap cermat, terjaga dan waspada terhadap segala godaan yang sifatnya menyesatkan, karena sebenarnya godaan itu bisa menjauhkan diri dari sang Pencipta, sehingga dapat menjauhkan diri dalam mencapai
Manunggal kawulo Gusti.Hal inilah yang banyak diyakini bahwa sebagai jalan menuju kesempurnaan hidup. (Ilyaz Awang Safardy, 2011:2).
Masyarakat Jawa adalah kumpulan manusia yang hidup bersama-sama yang
bermayoritas penduduknya bersuku Jawa yang dalam kehidupan sehari-harinya
menggunakan bahasa Jawa dan memegang teguh adat istiadat yang kaya akan
nilai, etika, moral serta sikap hidup Jawa yang menghargai alam semesta yang
diperoleh dari nenek moyangnya, dalam menghargai alam semesta masyarakat
Jawa melakukan ritual yang setiap tahunya dilakukan pada pergantian tahun baru
Jawa yang dikenal dengan suroan. Dengan melakukan suroan masyrakat Jawa
dapat berintrospeksi diri dan menuju Manunggal kawulo Gusti. Keadaan seperti
uraian diatas juga terlihat dalam masyarakat Jawa yang berada di Kampung Rukti
Harjo Kecamatan Seputih Raman yang melakukan suroan setiap pergantian
tahunnya walaupun kehidupan tradisi Jawa sudah tidak sesuai atau sama persis
dengan yang diwariskan nenek moyang yang telah dipengaruhi oleh adanya motif
16
5. Konsep Kelompok Sosial
Soerjono Soekamto dalam Rahmad Hidayat mengatakan kelompok sosial
merupakan himpunan atau kesatuan kesatuan manusia yang hidup bersama
karena saling berhubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling
mempengaruhi. Sedangkan menurut Paul B Horton dan Chester L Hunt dalam
Rahmad Hidayat kelompok sosial diartikan sebagai kumpulan manusia yang
memiliki kesadaran akan keanggotannya dan saling berinteraksi. (Rahmad
Hidayat dalam dari ki-tapunya.blogspot.com).
Dari pengertian ahli di atas maka dapat disimpulkan kelompok sosial adalah :
kumpulan dari manusia yang mempunyai keterikatan akan kebersamaan terhadap
kelompoknya dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Kelompok sosial pada
masyarakat Jawa juga terbagi menjadi beberapa bagian menurut Koenjaraningrat
dan Clifford Geertz.
Kelompok sosial menurut Koenjaraningrat dalam Muhtadi Ridwan mengatakan :
“menggambarkan stratifikasi Jawa dengan mencoba menganalisa dan membuat perbedaan yang jelas antara pembagian-pembagian masyarakat Jawa yang horizontal dan vertikal. Menurutnya orang Jawa sendiri membedakan empat tingkat sosial sebagai stratifikasi status : yaitu
dhara (bangsawan), priyayi (birokrat), wong dagang (pedagang) dan
wong cilik (orang kecil, rakyat kecil)” (Muhtadi Ridwan dalam http://blog.uin-malang.ac.id)
Menurut Clifford Geertz kelompok masyarakat Jawa menjadi tiga golongan yang
dilatarbelakangi oleh sejarah kebudayaan yang berbeda yang mengakibatkan
adanya kaum abangan yang menekankan pentingnya aspek-aspek animistik,
kaumsantri (puritan)yang menekankan pada aspek-aspek ajaran islam dan kaum
17
Pengelompokan pada masyarakat Jawa seperti yang telah dijelaskan secara tidak
langsung juga terdapat pada masyarakat Jawa yang tinggal di Kampung Rukti
Harjo Kecamatan Seputih Raman. Kelompok yang melaksanakan tradisi suroan
adalah golongan kaum alit dan priyayi sehingga ada perbedaan dalam
pelaksanaan tradisi suroan yang akan dilaksanakan yang disebabkan oleh motif
ekonomi, politik dan keagamaan.
6. Konsep Implikasi
Menurut Sugono “Implikasi adalah keterlibatan atau keadaan terlibat atau sesuatu
yang termasuk atau tersimpulkan tetapi tidak dinyatakan” (Sugono, 2008:548).
Sedangkan menurut pendapat dari Hasan Shadily dalam Ensiklopedi
Indonesia, adalah menyelinapkan, mengimbuh. Impilikasi dalam pengertian
umumnya adalah sesuatu yang terlibat dalam masalah. (Hassan Shadily, 2011:2).
Jadi implikasi di sini maksudnya adalah keterlibatan dan pengaruh dari faktor
ekonomi, politik dan keagamaan ini berpengaruh terhadap perbedaan pelaksanaan
suroan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman antarakaum alitdankaum priyayi.
B. Kerangka Pikir
Kebudayaan merupakan warisan sosial yang berasal dari nenek moyang suatu
masyarakat terhadap generasinya yang akan datang. Generasi masa kini mendapat
suatu budaya dengan cara mempelajarinya. Salah satu wilayah yang masih
melestarikan budayanya adalah komunitas masyarakat Jawa di Kampung Rukti
18
Tradisisuroan yang merupakan asimilasi dari dua kebudayaan yakni kebudayaan
Jawa dan Islam yang diprakasai oleh Sultan Agung pada masa kerajaan Mataram
Islam. Dalam pelaksanaan suroan ini komunitas masyarakat Jawa di Kampung
Rukti Harjo didasari oleh suatu motif ekonomi, politik dan keagamaan yang
terbagi menjadi dua yakni kawulo alitdan priyayiyang menyebabkan perbedaan
dalam pelaksanaan.
C. Paradigma
Keterangan :
: Garis Hubungan
: Garis Pelaksanaan TradisiSuroan
Komunitas Masyarakat Jawa
Ekonomi Politik Keagamaan
Kawulo Alit Priyayi
REFERENSI
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. halaman 144.
Ibid. Halaman 165.
Yanu Irdianto. http://yanuirdianto.wordpress.com diakses pada Hari Rabu 19 maret 2014 pukul 20.12
Dendi Sugono. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.Pusat Bahasa : Jakarta. Halaman 226.
Ibid. Halaman 1399.
M. Keesing Roger. 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontemporer : Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga. Halaman 68.
Ibid. Halaman 68.
Muhammad Solikhin. 2010. Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa. Penerbit Narasi. Halaman 83.
Maharkesti, dkk. 1988.Upacara Tradisional Siraman Pusaka Kraton Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta. Halaman 35.
Suryo S, Negoro. 2001. Upacara Tradisonal dan Ritual Jawa. Buana Raya : Surakarta. Halaman 46.
Mayang Lokahita. 2014.Perayan Malam 1 Suro.Halaman 6.
Koentjaraningrat.Op.Cit. Halaman 116.
I Gede Wiranata. 2002. Antropologi Budaya. Bandarlampung : PT Citra Aditya Bakti. Halaman 56.
Sudirman Tebba. Etika Dan Tasawuf Jawa : Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta : Pustaka IrVan. Halaman 13.
Marbangun Hardjoyowirogo. 1989.Manusia Jawa.Haji Masagung CV. Jakarta. Halaman 7.
HanBagas.http://www.merdeka.com/peristiwa/satu-suro-tonggak-spiritualitas-ma syarakat-jawa.html, diakses pada hari Selasa 17 Februari 2015 pukul 09.45.
Ilyaz Awang Safardy. http://sekularis.blogspot.com/2011/11/grebeg-1-suro.html. diakses pada hari Selasa 17 Februari 2015 pukul 09.57.
Rahmad Hidayat. http:// ki-tapunya.blogspot.com diakses pada hari Minggu 19 Oktober 2014 pukul 10.05.
Clifford Geertz. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : PT. Tunas Pustaka Jawa. Halaman vii.
Dendi Sugono.Op. Cit.Halaman 548.
19
III.METODE PENELITIAN
A. Metode yang Digunakan
Suatu penelitian pasti menggunakan sebuah metode yang akan menentukan
tingkat keberhasilan yang akan dicapai di dalam sebuah penelitian. Metode
adalah cara yang ditempuh peneliti dalam menemukan pemahaman sejalan
dengan fokus dan tujuan yang diterapkan (Maryaeni, 2005: 58). Adapun pendapat
dari Suwardi metode adalah ilmu penelitian yang hendak memaparkan kebenaran
(Endaswara, 2006: 6). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat
diartikan bahwa metode adalah cara yang paling tepat, tepat digunakan untuk
mengukur keberhasilan suatu penelitian yang dilakukan.
Dilihat dari tujuannya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dari implikasi
dari ekonomi, politik dan keagamaan terhadap tradisi suroan pada masyarakat
Jawa di Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Seperti pendapat Kirk dan
Miller dalam Moleong, yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif “berusaha
mengungkapkan gejala suatu tradisi tertentu yang secara fundamental tergantung
pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahanya” (Moleong, 2003: 3).
Penggunaan metode kualitatif juga akan membimbing seorang peneliti untuk
memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan
20
berbentuk cerita menarik yang akan meyakinkan pembaca (Endraswara, 2006:
14).
Metode deksriktif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 2006:
63).
Metode deskriptif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk membuat panca
indraan (uraian, paparan) mengenai situasi kejadian-kejadian (Suryabrata,
1998:19). Pandapat dari Winarno “metode deskriptif adalah metode penelitian
ilmiah yang ditujukan kepada pemecahan masalah sekarang dan pelaksanaanya
tidak terbatas kepada pengumpulan data tetapi juga meliputi analisis dan
intepretasi data” (Winarno Surachmad, 1986: 131).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode
deskripsif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti suatu objek dengan
menggambarkan dan menafsirkan data yang diperoleh dengan pengumpulkan,
menyusun, dianalisis dan diinterpetasikan data berdasarkan pada fakta-fakta yang
pada saat sekarang, maka dapat diterangkan bahwa metode deskripsif dapat
digunakan untuk mengetahui implikasi dari pelaksanaan tradisi suroan pada
masyarakat Jawa di Kampung Rukti Harjo. Peneliti dalam menggunakan metode
deskriptif akan menerapkannya menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
21
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kampung Rukti Harjo Kecamatan Seputih
Raman Kabupaten Lampung Tengah, Kampung Rukti Harjo memiliki jumlah
penduduk yang terdiri dari 1.871 Kepala Keluarga (KK) dengan 6.013 jiwa.
Kampung Rukti Harjo secara wilayah dibagi menjadi sembilan dusun. Lokasi ini
dipilih karena di Kampung Rukti Harjo mayoritas masyarakatnya adalah suku
Jawa, sehingga peneliti dapat melihat fakta dan realitas yang akan ditelitinya pada
masyarakat yang memang memiliki karakteristik tersebut.
Selain itu pemilihan lokasi penelitian didasari oleh pertimbangan bahwa sebagian
besar masyarakat Kampung Rukti Harjo adalah masyarakat suku Jawa, disamping
itu lokasi penelitian merupakan tempat tinggal peneliti sehingga peneliti berharap
akan lebih mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat
berkomunikasi dengan para informan yang rata-rata berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Jawa.
C. Variabel Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Teknik Sampling, dan Sumber Data
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Sugiyono pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono dalam Dodiet Aditya, 2009: 2). Variabel juga dapat diartikan sebagai
22
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud variabel
penelitian adalah suatu atribut atau sifat dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulanya. Sehingga peneliti menggunakan variabel tunggal dalam
penelitian ini dengan fokus peneltian kepada implikasi ekonomi, politik dan
keagamaan terhadap tradisi suroan pada masyarakat Jawa Kampung Rukti Harjo
Kecamatan Seputih Raman.
2. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Variabel adalah mendefinisikan variable secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Alimul Hidayat dalam Dodiet Aditnya, 2009: 15).
Menurut Maryaeni bahwa :
Definisi Operasional merupakan gambaran konsep, fakta, maupun relasi kontekstual atas konsep, fakta, dan relasi pokok yang berkaitan dengan penelitian yang akan digarap, yang terelisasikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Berdasarkan realisasi tersebut peneliti diharapkan bisa memahami dan menentukan bentuk-bentuk operasi yang akan dilakukan. Apabila bentuk operasi itu secara esensial berkaitan dengan topik dan masalah penelitian maka definisi operasional biasanya hanya merujuk pada kata-kata ataupun terminologi yang terdapat dalam judul maupun rumusan masalahnya (Maryaeni, 2012: 15).
Maka definisi operasional merupakan gambaran mengenai konsep penelitian
sehingga dapat menjadi pijakan dan arah yang jelas bagi peneliti dalam
penelitiannya. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah implikasi motif
ekonomi, politik dan keagamaan pelaksanaan tradisi suroan pada masyarakat
23
3. Informan
Mengacu pada Suwardi Endaswara bahwa : “pengumpulan data dalam penelitian
kebudayaaan penggunaan istilah populasi tidak perlu digunakan, karena tujuan
penelitian tidak ditujukan untuk menggeneralisasi hasil dari penelitiannya.
Penelitian hanya mulai dengan asumsi bahwa konteks lebih penting daripada
jumlah”. (Endaswara, 2006: 206)
Hal ini mengingat setiap daerah mempunyai kearifan lokal tersendiri dalam setiap
bentuk kebudayaannya. Sehingga peneliti tidak akan menghitung jumlah
informan yang dipandang lebih representatif. Sumber data didalam penelitian ini
adalah individu yang berfungsi sebagai subjek atau narasumber yang diambil
secarasnowball sampling. Menurut Sugiyono (2010: 85-86) bahwa:
“Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetap karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya”.
Berdasarkan pendapat ini, sampel yang digunakan dalam penelitian ini diartikan
pada kompetensi dan pemahaman subjek penelitian terhadap masalah yang
diteliti. Selain itu, teknik snowball sampling digunakan untuk mengarahkan pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan melalui penambahan narasumber
yang benar-benar menguasai informasi dan mendalam serta dipercaya untuk
menjadi sumber data. Snowball sampling digunakan oleh peneliti untuk bebas
menentukan keterikatan proses formal dalam mengambil sampel. Sampel yang
dimaksud bukan mewakili populasi, melainkan didasarkan pada relevansi dan
24
informan tidak sekadar kehendak subjek penelitian, melainkan berdasarkan
masalah yang akan diteliti..
Adapun kriteria-kriteria penentuan Informan Kunci (key inorman) yang tepat, dalam pemberian informasi dan data yang tepat dan akurat mengenai pelaksanaan
suroan yang dilakukan di Kampung Rukti Harjo dengan kriteria sebagai adalah
sebagai berikut :
1. Tokoh masyarakat atau tokoh adat.
Tokoh adat disini dimaksudkan adalah orang yang dianggap memahami
secara mendalam tentang adat istiadat masyarakat Jawa.
2. Informan memiliki kesedian dan waktu yang cukup
3. Dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya.
4. Orang yang memahami objek yang diteliti mengenaitradisi suroan.
5. Informan yang mempunyai pengalaman pribadi mengenaitradisi suroan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa dalam penelitian ini peneliti bekerja sama
dengan Bapak Sarno sebagai key informan untuk menentukan siapa yang akan
menjadi informan berikutnya. Informan dalam penelitian ini berjumlah empat
orang yaitu Bapak Sarno (Sesepuh Desa), Bapak Rawan (Sesepuh Desa), Bapak
Ismanudin (Tokoh Masyarakat), dan Bapak Marjo (Tokoh Masyarakat).
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang akan diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis
25
1. Teknik Observasi Partisipan
Teknik observasi merupakan cara untuk mengumpulkan data yang dilakukan
melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang nampak pada objek
penelitian yang pelaksanaanya langsung pada tempat di mana suatu peristiwa,
keadaan atau situasi sedang terjadi dan dapat dilakukan dengan atau tanpa
bantuan alat (Hadari Nawawi, 1994: 94).
Sedangkan menurut Suwardi Endraswara observasi adalah suatu penelitian
secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera manusia, pengamatan
ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya dengan wawancara mendalam.
Observasi yang digunakan oleh peneliti adalah melihat secara langsung mengenai
objek yang akan diteliti (Suwardi Endraswara, 2006: 208).
Pengamatan dalam pengumpulan data dapat digolongkan menjadi dua yakni
pengamatan berperan serta dan pengamatan tidak berperan serta aktif. Peneliti
lebih menggunakan pengamatan berperan serta karena peneliti dapat ikut serta
dalam proses budaya dan penelti dapat ikut secara langsung. Berdasarkan
pendapat di atas maka teknik observasi adalah pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematik terhadap
gejala pada objek penelitian. Dalam hal ini peneliti dapat memperoleh gambaran
umum mengenai permasalahan dari implikasi motif ekonomi, politik dan
keagamaan terhadaptradisi suroan dan mengumpulkan data atau informasi yang
sesuai dengan permasalahan yang diteliti yaitu pengaruh dari ekonomi, politik
26
2. Teknik Wawancara
Pada penelitian ini salah satu tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik wawancara. Wawancara atau metode interview, mencakup cara yang
dipergunakan oleh seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba
mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang responden
dengan bercakap-cakap bermuka dengan orang tersebut (Koenjatraningrat, 1977:
162).
Menurut Suwardi Endraswara wawancara adalah :
Wawancara merupakan a conversation with purpose.Wawancara sebagai wahana strategis pengambilan data memerlukan kejelian dan teknik-teknik tertentu. Tujuan utama wawancara antara lain : (a). untuk menggali pemikiran konstruktif informan, yang menyangkut peristiwa, organisasi, perasaan, perhatian dan sebagaianya yang terkait dengan aktifitas budaya, (b). untuk merekontruksi pemikiran ulang tentang hal ihwal yang dialami informan masa lalu atau sebelumnya, (c). untuk mengungkapkan proyeksi pemikiran informan tentang kemungkinan budaya miliknya dimasa datang (Suwardi Endraswara, 2006: 212).
Menurut Maryaeni (2005: 70) wawancara merupakan salah satu pengambilan
data yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan dalam bentuk terstruktur,
semi terstruktur dan tak terstruktur. Berdasarkan definisi tersebut maka peneliti
melakukan tehnik wawancara dengan tokoh-tokoh adat yang berada di Kampung
Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman. Bentuk wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur.
a. Wawancara Terstruktur
Dalam wawancara terstruktur pewawancara menyampaikan beberapa pertanyaan
yang sudah disiapkan pewawancara sebelumnya (Esther Kuntjara, 2006: 168).
27
dahulu menyusun pertanyaan dalam bentuk daftar-daftar pertanyaan yang akan
diajukan informan.
Jawaban yang akan muncul biasanya telah dibatasi. Hal ini dilakukan agar ketika
informan memberikan keterangan yang diberikan tidak melantur terlalu jauh dari
pertanyaan. Menyusun daftar pertanyaan dilakukan agar dapat mempermudah
peneliti dalam mengingat hal-hal yang akan ditanyakan pada informan. Sehingga
melalui wawancara terstruktur informasi yang hendak dicari dapattersusun
dengan baik dan kemungkinan pertanyaan yang terlewatkan menjadi sedikit.
Dengan demikian informasi yang diperoleh bisa lebih lengkap.
b. Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur dilakukan pada awal penelitian, karena terkadang
informan memberikan keterangan kadang muncul jawaban yang tidak terduga
yang tidak akan muncul pada saat wawancara terarah dilakukan, dan hal itu biasa
menambah informasi yang diperoleh terkait informasi yang akan diteliti.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka teknik wawancara digunakan dalam
penelitian ini untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya-jawab
dengan informan, sehingga mendapatkan informasi lebih jelas mengenai tradisi
suroan.
3. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan-peninggalan peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan
termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum lain
28
Dokumen adalah kumpulan surat-surat, catatan-catatan harian (journal),
kenang-kenangan (memour), daftar laporan dan sebagainya. Dokumen mempunyai arti sempit sedangkan dokumentasi memiliki arti luas meliputi
monumen, artefak, poto dan sebagainya (Sartono, 1990: 17).
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan
data atau informasi baik secara tertulis maupun dalam bentuk gambar, foto atau
arsip yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
E. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka
langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis
data, mendeskripsikan data serta mengambil kesimpulan. Karena data-data yang
diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi berupa
fenomena-fenomena sehingga menggunakan teknik analisis data kualitatif.
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data kualitatif karena data yang diperoleh tidak berbentuk angka dan tidak diuji
dengan rumus statik. Data-data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis sesuai
dengan permasalahan yang diteliti.
Teknik analisis data merupakan suatu teknik yang mengelompokkan, membuat suatu manipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah dicerna. Dalam mengadakan analisis data perlu diingat bahwa data yang diperoleh hanya menambahkan keterangan terhadap masalah yang ingin dipecahkan dan informasi merupakan data yang dapat menjawab sebagian ataupun dari masalah yang hendak diteliti (Nasir, 1988: 419).
Sedangkan analisis data menurut Moloeng adalah proses mengorganisasikan dan
29
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data (Moloeng, 2005: 103).
Teknik analisis data kualitatif digunakan untuk memperoleh arti dari data yang
diperoleh melalui penelitian kualitatif dan bermuatan kualitatif diantaranya
berupa catatan lapangan serta pemaknaan peneliti terhadap dokumen atau
peninggalan (Ali, 1992: 171).
Untuk menganalisis data yang diperoleh, maka langkah-langkah yang dilakukan
dalam menganalisis data menurut Moleong (2005: 190) adalah sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Data dari lapangan kemudian ditulis dalam bentuk laporan selanjutnya direduksi,
dirangkum, difokuskan kepada hal yang penting, selanjutnya dicari tema dan
polanya atau disusun secara sistematis. Data yang direduksikan akan memberikan
gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti
dalam mencari kembali data yang diperlukan.
2. Sajian Data
Display atau penyajian data digunakan untuk melihat gambaran secara
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian harus diusahakan
membuat grafik, matrik, jaringan dan bagan atau bisa juga dalam suatu bentuk
30
3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Mengambil kesimpulan dan verifikasi yaitu berusaha mencari arti pola,
konfigurasi yang mungkin penjelasan alur sebab akibat dan sebagainya.
Kesimpulan harus diuji selama penelitian berlangsung dalam suatu hal ini
dilakukan dengan cara penambahan data baru. Langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam mengambil kesimpulan adalah :
1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian.
2. Menyusun data-data dan menyeleksi data-data yang diperoleh dari sumber
yang didapat di lapangan.
3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan hasilnya
REFERENSI
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara. Halaman 58.
Suwardi Endarswara. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Episteminologi dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Wiya Tama. Halaman 6.
Lexy J Moleong. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Halaman 3.
Suwardi Endarswara, 2006. Metodelogi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Halaman 14.
Hadari Nawawi. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogyakarta : Gajah Mada Univ Press. Halaman 63.
Sumadi Suryabrata. 1983. Metodelogi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 19.
Winarno Surachmad.1986. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarito. Halaman 131.
Sugiyono, 2011.Pengantar Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D.Bandung : AFABETA cv. Halaman 80.
Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 23.
S. Margono. 2004. Metodelogi Penelitian Pendidikan : Komponene MKDK.
Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 118.
Sugiyono. 2011.Op.Cit Halaman 62
Suwardi Endarswra. 2006.Op.CitHalaman 206. Sugiyono. 2011.Op.Cit Halaman 85.
Sumadi Suryabrata. 1983.Op.Cit.Halaman 126. Dodiet Aditya. 2009.Op.Cit. Halaman 15. Maryaeni. 2012.Op.Cit. Halaman 15.
Suwardi Endarswra. 2006.Op.CitHalaman 206.
Moleong, Lexy J. 2005.Op.Cit.Halaman 90. Endarswra, Suwardi, 2006.Op.CitHalaman 119.
Hadari Nawawi. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gajah Madha University Press. Halaman 94.
Suwardi Endarswra. 2006.Op.CitHalaman 212.
Koentjaraningrat. 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Halaman 162.
Maryaeni. 2005.Op.CitHalaman 70.
Esther Kunjtjara. 2006. Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis. Surabaya. Graha Ilmu : Surabaya. Halaman 168.
Hadari Nawawi .2003.Op.CitHalaman 133.
Sartono Kartodirejo. 1990. “Metode Penggunaan Bahan Dokumen”, dalam Koenjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta, Halaman 17.
Muhammad Nasir. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Halaman 419.
Lexy J Moleong. 2005.Op.CitHalaman 103.
Muhammad Ali. 1992.Metodedologi Penelitian.Jakarta : Ghalia. Halaman 171.
57
.KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadapa hasil penelitian, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa dalam tradisi suroan yang terdapat di Kampung Rukti Harjo, Kecamatan Seputih Raman yang sampai saat ini masih dilaksanakan setiap
tahunnya. Tradisi suroan adalah ucapan dan rasa syukur masyarakat akan hasil
yang diperoleh selama satu tahun yang lalu dan pengharapan akan keselamatan
serta hasil usaha yang lebih baik lagi untuk satu tahun mendatang. Di kampung
Rukti Harjo terdapat dua kelompok masyarakat yang melaksanakan tradisi
suroan,kelompok tersebut adalahkaum kawuloalit dankaum priyayi.
Dalam pelaksanaa tradisi suroan yang dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan antara kaum kawulo alit dan kaum priyayi
melaksanakan tradisi suroan. Dan rangkaian acara yang dilaksanakan dapat
diuraikan sebagai berikut :
Tradisisuroanyang dilaksanakan olehkawulo alitadalah sebagai berikut :
1. Persiapan : Musyawarah warga di sekitar perempatan 2. Pelaksanaan : Prosesiselametandan makan bersama
3. Penutup :Lek-lekan
Tradisisuroanyang dilaksanakan olehpriyayiadalah sebagai berikut :
1. Persiapan : Ritual minta petunjuk (puasa bleng) dan musyawarah
priyayidengan anak buah.
58
Adanya perbedaan dalam pelaksanaan tradisi suroan tidak menyurutkan
semangat warga untuk tetap melaksanakan tradisi suroan. perbedaan ini terjadi
karena adanya motif ekonomi yang berbeda antara kaum alit dan priyayi, motif
politik kaum priyayi berguna untuk membangun jaringan antar masyarakat dan
motif keagamaan kaum alit sudah tidak menggunakan tata cara nenek moyang
dan lebih bersiat islami berbanding dengan kaum priyayi yang masih
menggunakan tata cara nenek moyang terdahulu. Walaupun berbeda yang
terpenting adalah pelaksanaannya adalah tentang masyarakat memaknai tradisi
suroan yang merupakan perbaduan tahun baru Jawa dan tahun baru Islam yang
dimana masyarakat harus selalu bersyukur akan hasil yang telah dicapai satu
tahun yang lalu, serta untuk menjaga tali silahturahmi terhadap masyarakat
Kampung Rukti Harjo melalui acara tradisi suroan yang dilaksanakan setiap
tahunnya.
2. Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan maka ada beberapa
saran yang penulis sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan kepada masyarakat Kampung Rukti harjo untuk tetap
mempertahankan dan terus melaksanakan tradisi suoran sebagai warisan
budaya.
2. Semangat gotong royong dan musyawarah harus tetap dijaga dengan baik
pada setiap kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
3. Semoga penelitian ini bisa bermanfaat untuk peneliti, pembaca dan,
DAFTARPUSTAKA
A. Syahri. 1985. Implementasi Agama Islam pada Masyarakat Jawa. Jakarta : Depag.
Aditnya, Dodiet. 2009.Variabel Penelitian & Definisi Operasional.Surakarta.
Ali, Muhammad. 1992.Metodedologi Penelitian.Jakarta : Ghalia.
Awang Safardy, Ilyaz. http://sekularis.blogspot.com/2011/11/grebeg-1-suro.html. diakses pada hari Selasa 17 Februari 2015 pukul 09.57
Bagas,Han.http://www.merdeka.com/peristiwa/satu-suro-tonggak-spiritualitas-ma syarakat-jawa.html, diakses pada hari Selasa 17 Februari 2015 pukul 09.45.
Endarswra, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi, Episteminologi dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Wiya Tama.
__________________. 2006. Metodelogi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Esther, Kunjtra. 2006. Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis. Surabaya. Graha Ilmu : Surabaya.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.
Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta : PT. Tunas
Pustaka Jawa.
Hardjoyowigoro, Marbangun. 1989.Manusia Jawa.Haji Masagung CV. Jakarta.
Hidayat, Rahmat. http:// ki-tapunya.blogspot.com diakses pada hari Minggu 19 Oktober 2014 pukul 10.05.
Irdianto, Yanu. http://yanuirdianto.wordpress.com diakses Diakses pada Hari Rabu 19 maret 2014 pukul 20.12
Kartodirejo, Sartono. 1990. “Metode Penggunaan Bahan Dokumen”, dalam Koenjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta.
______________. 2009.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Maharkesti, dkk. 1988.Upacara Tradisional Siraman Pusaka Kraton Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Jakarta.
Maryaeni. 2005.Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasir, Muhammad. 1988.Metodologi Penelitian.Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nawawi, Hadari. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gajah Madha University Press.
_______________. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogyakarta : Gajah Mada Univ Press.
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa Menggali Untain Kearifan Lokal.
Pustaka Pelajar.
Ridwan, Muhtadi. http://blog.uin-malang.ac.id diakses pada hari Minggu 19 Oktober 2014 pukul 09:32.
Roger M. Keesing. 1992. Antropologi Budaya : Suatu Perspektif Kontemporer : Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
S. Margono. 2004. Metodelogi Penelitian Pendidikan : Komponene MKDK.
Jakarta : Rineka Cipta.
S. Negoro, Suryo. 2001.Upacara Tradisonal dan Ritual Jawa.Surakarta : Buana Raya.
Shadily,Hasan.http://rambe-soleh.blogspot.com/2011/12/implikasi-pandangan-ahl i-antropologi.html. Diakses pada tanggal 17 Februari 2015 Pukul 10.05.
Solikhin, Muhammad. 2010.Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa. Penerbit Narasi.
Subagyo, Joko. 2006. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Sugiyono, 2011.Pengantar Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D.Bandung : AFABETA cv.
Sugono, Dendi. 2008.Kamus Bahasa Indonesia.Pusat Bahasa : Jakarta.
Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodelogi Penelitian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sutiyono. 2013.Poros Kebudayaan Jawa.Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tebba, Sudirman. Etika Dan Tasawuf Jawa : Untuk Meraih Ketenangan Batin. Jakarta : Pustaka IrVan.