• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN PEMERINTAHAN DI BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN PEMERINTAHAN DI BANDAR LAMPUNG"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN

PEMERINTAHAN DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

INDAH NURFITRIA

Korupsi merupakan salah satu kejahatan jenis white collar crime atau kejahatan kerah putih dimana kasus korupsi dilakukan oleh aparatur negara baik pegawai negeri ataupun pejabat negara menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan. Permasalahan apa sajakah faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung dan bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung.

Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara editing, evaluasi, klasifikasi, dan sistematika data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diketahui faktor penyebab tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan, terdiri atas dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern, yaitu faktor kepribadian (sifat tamak, hasrat, kehendak) sedangkan faktor ekstern, yaitu faktor kesempatan, faktor ekonomi (gaya hidup konsumtif), faktor agama, dan faktor jabatan. Jika diketahui upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan adalah tindakan preventif dengan cara membangun moral yang baik dan bersih, memilih pejabat yang mempunyai integritas yang tinggi, jujur, dan bekerja dengan profesional dan meningkatan pengawasan terhadap para aparatur negara.

(2)

melalui jalur penal dapat dikenakan sesuai Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Suwondo dikenakan hukuman 4 tahun (Nomor putusan 34/Pid.Sus.TPK/2014/PN.TJK) dan Rika Aprilia dikenakan hukuman 5 tahun (Nomor Putusan 32/PID.TPK/2014/PN.TJK.).

Saran yang dapat diberikan dalam penulisan ini adalah para aparat penegak hukum dan pemerintah meningkatan pengawasan dalam pembuatan kebijakan publik diberikan ruang tertentu untuk partisipasi rakyat dan pelaku korupsi diberikan hukuman yang seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera.

(3)
(4)
(5)
(6)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 12 April 1993 dengan nama Indah Nurfitria, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Masyursyah, S.E., dan

Fitri Andayani, S.Pd. Penulis mempunyai dua orang kakak bernama Boby Firmanda dan Febrico Firmanda.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu : Taman

Kanak-Kanak Among Putra, diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar Negeri 2 Palapa, diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama Negeri 25

Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008. Dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

(7)

PERSEMBAHAN

Sujud syukur kepada Allah SWT,

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan seluruh daya dan upaya

menyelesaikan skripsi ini kepada :

Papa tercinta Mansyursyah, S.E., dan Mama tercinta Fitri Andayani, S.Pd. yang selalu membimbingku, memberiku masukan, saran, dan doa dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Kakak-kakak kesayangan aku Boby Firmanda dan Febrico Firmanda yang selalu

memberiku dukungan dan motivasi agar segera menyelesaikan skripsi ini.

Para sahabat yang selalu memberikan semangat.

(8)

“Harga Kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah

dilaksanakan/diperbuatnya”

(Ali Bin Abi Thalib)

“Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya

mengenai orang yang dipimpinnya”

(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasululla Muhammad SAW beserta sahabatnya.

Allhamdulillah atas Kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Kriminologis terhadap Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan Pemerintahan di Bandar Lampung”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

3. Ibu Diah Gustiniati M, S.H.,M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Bapak Dita Febrianto, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis atas

(10)

dan semangat untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Rini Fathonah, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II (dua) yang telah meluangkan waktu dan fikirannya serta memberikan kritik, saran, masukan dan semangat untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H.,M.H., selaku Pembahas I (satu) yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

8. Bapak Budi Rizki Husein S.H.,M.H., selaku Pembahas II (dua) yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

9. Seluruh Dosen beserta seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan juga pembelajaran berharga bagi penulis.

10. Bapak Supriyadi Maliki, S.H.,M.H., selaku Ketua LSM Lembaga Pemberantasan Korupsi Lampung yang telah bersedia memberi masukan dan pendapat.

11. Kepada Orang tuaku Papa Mama tercinta yang tak pernah berhenti berdoa dan tak pernah letih berusaha untuk keberhasilanku, serta seluruh keluarga

besar yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Kepada Kiyai Iboy, Abang Eby, Ginda Santi, Ukti Serly dan Ponakanku

tersayang yang selalu membantu, memberikan semangat dan mendoakanku.

13. Kepada teman seperjuanganku selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mutiara Puspa, Dea Octaviana, Shintya Sardi,

(11)

Danan, Nunik, Oldy, Patrisela, Uwi, Day, Zaki dan semua teman-teman

Angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung yang selalu membantu dan memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Sahabat-sahabat tersayangku, Rika Amilia, Sella Ade Putri, Amalia Ramadhini, Nina Dwi Oktaria, Riris Karisma Kholid, Murni Triana, Almira Balqis, Untari Rahma, Diasti Rastosari, Gracelda Syukrie, Tiffani Andina,

Sarah Furqoni, Nurul Zahra Syafitri, Tara Ranggala, dan Fitri Dwi Yudha. 15. Teman-teman KKN-ku (Ateng, Cerry, Angga, Dian, Anca, Grace, Eri, Eka

dan Dini) yang memberikan kenangan selama menjalankan KKN selama 40 Hari di Desa Bom Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

16. Teman-temanku yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, yang selalu menjadi bagian dalam ingatan dan hidupku .

17. Almamaterku tercinta Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Akhirnya, harapan penulis semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Dalam penulisan ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan, kekurangan yang ada semata-mata karena

ketidakmampuan penulis dalam meluangkan ide-ide, dan semoga akan banyak penulis-penulis lain yang menyempurnakannya.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,

(12)

Halaman

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D.Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E.Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Tinjauan Umum Kriminologi ... 15

B.Pengertian Tindak Pidana ... 20

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ... 23

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi ... 24

C.Pengertian Penyalahgunaan wewenang ... 29

D. Penanggulangan Kejahatan...30

III. METODE PENELITIAN A.Pendekatan Masalah ... 32

B.Sumber dan Jenis Data ... 33

C.Penentuan Narasumber ... 35

D.Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36

(13)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 38 B. Gambaran Umum Kasus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan ... 41 C. Faktor Penyebab Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang

dalam Jabatan ... 45 D. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan ... 55

IV. PENUTUP

A. Simpulan ... 65 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi merupakan salah satu dari sekian istilah yang kini telah akrab di telinga masyarakat Indonesia, hampir setiap hari media massa memberitakan berbagai

kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur negara baik pegawai negeri ataupun pejabat negara. Dalam kepustakaan kriminologi, korupsi merupakan salah satu

kejahatan jenis white collar crime atau kejahatan kerah putih. Akrabnya istilah korupsi dikalangan masyarakat telah menunjukkan tumbuh suburnya perhatian masyarakat terhadap korupsi, kejahatan kerah putih mampu menarik perhatian

masyarakat karena para pelakunya adalah orang-orang yang dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang-orang terkenal atau cukup terpandang namun

merekalah yang membuat kemiskinan di dalam masyarakat.1

Timbulnya kejahatan sejenis seperti ini menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran dan kemewahan merupakan faktor pendorong orang-orang

melakukan kejahatan.2

1

Teguh Sulista dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm.63. 2

(15)

2

Membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu

karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga

atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.3

Korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime),tidak

saja karena modus dan teknik yang sistematis, akibat yang ditimbulkan kejahatan korupsi bersifat pararel dan merusak seluruh sistem kehidupan, baik dalam ekonomi, politik, sosial-budaya dan bahkan sampai pada kerusakan moral serta

mental masyarakat.4Rusaknya sistem kehidupan ekonomi sehingga merugikan negara, yang dapat mengganggu perekonomian negara. Definisi negara disini

tidak hanya menyangkut negara dalam lingkup Pemerintah Pusat, tetapi juga menyangkut Pemerintah Daerah, hal ini terjadi karena memang tidak dapat dipungkiri, bahwa kekuasaan baik di pusat maupun di daerah memang cendrung

lebih mudah untuk korup (Power tends to Corup).5

Berbagai contoh kasus yang terjadi di daerah Bandar lampung yaitu kasus Korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang melibatkan mantan

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Lampung, Hermansyah tahun 2009. Korupsi.Dana tilang dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) pada tahun

2013 sebesar 1,4miliar yang melibatkan Rika Aprilia mantan bendara khusus penerimaan di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Korupsi Pengadaan Alat

3

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar grafika, Jakarta,2007, hlm.9.

4

Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, Alumni, Bandung,2010, hlm. 111.

5

Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional, Mandar

(16)

Kesehatan (Alkes) di RSUD A.Dadi Tjokrodipto yang melibatkan PNS Dinas

Kesehatan (Diknes) Kota Bandar Lampung yaitu Suwondo. Kasus korupsi proyek pembangunan sentra pengelolahan hasil perikanan yang dilakukan oleh dua PNS Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Bandar Lampung yaitu Sudarno dan

Agus Salim yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 135juta tahun 2012.6

Pernyataan contoh kasus tindak pidana korupsi, adalah Kasus Korupsi yang

dilakukan Pegawai Negeri Sipil Dinas Kesehatan Kota Bandar Lamping yaitu Drs Suwondo, 49 tahun yang telah divonis 4 (empat) tahun penjara dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) putusan ini diadili oleh majelis hakim

ketua Poltak sitorus dengan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana korupsi. Nomor putusan 34/Pid.Sus.TPK/2014/PN.Tkj.

Kasus tersebut bermula ketika Suwondo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan pengadaan Alkes tahun 2012, Terdakwa selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berkerja sama dengan Muhammad Noor yang mejabat sebagai

Ketua Panitia Pelalangan dalam pengadaan Alkes, Kusnadi Guliling, dan Lukman (kecuali Kusnadi yang telah meningal, didakwa terhadap kasus yang sama dengan berkas terpisah). Mereka merekayasa proses lelang pengadaan barang alat-alat

kesehatan (Alkes) dan KB RSUD A Dadi Tjokrodipo Tahun Anggaran 2012. Modusnya dengan mengatur penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tidak

berdasarkan data harga pasar setempat, sehingga lebih tinggi dari harga pasar. Terdakwa juga mengatur penyusunan spesifikasi teknis sehingga mengarah

6

(17)

4

kepada merk tertentu. Terdakwa juga bersekongkol dengan penyedia barang untuk

mengatur harga penawaran di luar prosedur. Terdakwa juga mengatur proses pelelangan sedemikian rupa hingga menentukan pemenang pelelangan pelaksanaan pengadaan barang alat kesehatan dan KB RSUD A Dadi Tjokrodipo

tahun anggaran 2012.

Contoh kasus lain yaitu Rika Aprilia Pegawai Negeri Sipil (35) tahun pada hari selasa 26 agustus 2014 di Pengadilan Tipikor PN Tanjung Karang, Majelis hakim

Nursiah Sianipar menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) subsidair selama 3 bulan kurungan. Majelis Hakim mengungkapkan vonis tersebut sesuai dakwaan pertama subsidair

Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nomor putusan

32/PID.TPK/2014/PN.TJK.

Kasus tersebut bermula ketika Rika Aprilia selaku Bendahara Khusus Penerimaan pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung tidak menyetorkan sebagian uang

setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), uang tersebut sebagian telah digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi sehingga untuk menutupi, seolah-olah uang tersebut telah disetorkan ke kas negara. Maka, terdakwa membuat

stempel palsu Bank Bukopin dan membuat Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) palsu dengan memalsukan tanda tangan teller penerima yaitu saksi Hana. Untuk

(18)

ditandatanggani dan di cap/stempel Bank Bukopin. Selain itu juga terdakwa juga

menginput data setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA) seolah-olah uang tersebut telah diserahkan.

Beberapa pernyataan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa korupsi tidak lain adalah menyalahgunakan jabatan, kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum sehingga

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pengertian korupsi diatas sesuai dengan isi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatakan:

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi diatas menyiratkan bahwa pelaku

tindak pidana korupsi harus memangku suatu jabatan atau kedudukan. Kemudian jabatan atau kedudukan tersebut secara otomatis mempunyai wewenang. Dengan demikian penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana yang ada karena

(19)

6

tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari maksud diberikannya kewenangan,

kesempatan atau sarana tersebut.7

Tindak pidana korupsi ini akan menyebabkan dampak buruk yang meluas. Selain merugikan keuangan, dan pelanggaran terhadap hak-hak sosial serta ekonomi

masyarakat juga mempengaruhi akibat buruk lainnya, antara lain:8

1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah sehingga mengakibatkan pembangunan di segala bidang akan terhambat khususnya pembangunan ekonomi serta menggangu stabilitas perekonomian negara dan stabilitas politik. 2. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat diakibatkan adanya pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan negara, masyarakat akan bersikap apatis terhadap segala anjuran dan tindakan pemerintah sehingga mengakibatkan ketahanan nasional akan rapuh dan terganggunya stabilitas keamanan negara.

3. Menyusutnya pendapatan negara diakibatkan adanya penyelundupan dan penyelewengan oleh oknum pejabat pemerintah sehingga menyebabkan stabilitas perekonomian terganggu.

4. Perusakan mental pribadi diakibatkan terlalu sering melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang menyebabkan segala sesuatu dihitung dengan materi dan akan melupakan segala tugasnya serta hanya melakukan tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya atau orang lain.

5. Hukum tidak lagi dihormati diakibatkan karena bobroknya para penegak hukum yang melakukan korupsi sehingga hukum tidak dapat ditegakkan, ditaati, serta tidak diindahkan oleh masyarakat.

Kondisi demikian mengakibatkan tindak pidana korupsi semakin tidak terkendali untuk itu Andi Hamzah berpendapat bahwa pemberantasan korupsi tidak hanya

bertumpu pada pembaharuan undang-undang.9

Kriminologi sebagai salah satu ilmu yang mengkaji tentang kejahatan, dapat ikut andil untuk menganalisa dan mencari penyebab dari kejahatan korupsi. Hasil dari

analisa tersebut, nantinya dapat dijadikan sumbangsih pemikiran dalam mencegah kejahatan korupsi.

7

E. Setiadi, Kriminalisasi Kebijakan dan Bekerjanya Hukum Pidana, Univeristas Islaam Bandung,

Bandung, 2010, hlm.4.

8

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm.19.

9

(20)

Terkait tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dapat

dilakukan upaya penanggulangan melalui : 1. Upaya preventif yaitu upaya penanggulangan non penal (pencegahan) seperti : memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi masyarakat, meningkatkan kesadaran hukum secara displin masyarakat

dan meningkatkan pendidikan moral. 2. Upaya represif yairu upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat “repressive”(penindasan,pemberantasan,penumpasan) sesudah kejahatan terjadi.10

Masyarakat yang baik dimasa akan datang tergantung dari pemimpin yang baik dan jujur. Pemimpin yang baik dan jujur dapat menunjang masyarakat yang lebih sejahtera. Oleh karena itu permasalahan perilaku tindak pidana korupsi

penyalahgunaan wewenang dalam jabatan harus mendapat perhatian demi terbentuknya masyarakat yang lebih sejahtera.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

dengan judul: “Analisis Kriminologis terhadap Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan Pemerintahan di Bandar Lampung”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

a. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung?

10

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan

(21)

8

b. Bagaimanakah upaya penanggulangan korupsi penyalahgunaan wewenang

dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung?

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan dengan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian penulis ini adalah kajian ilmu Hukum Pidana, yang membahas Analisis Kriminologis

Terhadap Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan Pemerintahan di Bandar Lampung. Sedangkan ruang lingkup penelitian akan dilakukan pada wilayah hukum Lapas I A Bandar Lampung, Lembaga

Pemberantasan Korupsi Lampung, Tokoh Masyarakat Tempat Kediaman Pelaku , Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penulisan adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung.

2. Untuk mengetahui upaya penanggulangan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung.

(22)

Agar hasil penelitian dapat di capai, maka setiap penelitian berusaha untuk

mencapai manfaat yang sebesar-besarnya. Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, untuk memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu

pengetahuan hukum dan memperluas wawasan penulis bagi penerapan dan pengembangan ilmu hukum yang dipelajari.

2. Secara praktis, dapat memberikan masukan dan sumbagan pikiran bagi aparat penegak hukum dan substansi-substansi terkait tindak pidana korupsi.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Soerjono Soekanto berpendapat setiap penelitian akan ada keangka teoritis,

kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasii terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.11 Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan

yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.12

Dari sekian banyak teori yang berkembang dapat diuraikan beberapa teori yang dapat dikelompokan ke dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari

faktor struktur sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan, yaitu:

a. Teori Differential Association : Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Press, 1986, hlm.125.

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,

(23)

10

mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan yang sesungguhnya, namun juga motif, doronganm sikap dan rasionalisasi yang nyaman dyang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.

b. Teori Anatomie : Emile Durkheim, ia menekankan mengendornya pengawasan dan pengendalian sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya kemerosotan moral yang menyebabkan individu sukar menyesuaikan diri dalam perubahan norma.

c. Teori Labeling (Labeling Theory) : Frank Tannenbaum penemu teori label menyatakan penyimpangan merupakan pengertian yang relatif. Penyimpangan timbul karena adanya reaksi dari pihak lain yang berupa pelabelan pelaku penyimpangan dan penyimpangan pelaku tertentu.13

d. Teori Psikoanalisa

Sigmund Freud penemu teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan Delinquent dan perilaku kriminal dengan suatu “conscience” (hati nurani) yang

baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu,

dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.14

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.

Nama kriminologi ditemukan oleh P. Toponard (1830-1911) seseorang ahli antropologi Perancis. Secara harfiah kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka

kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat.15

Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan, penulis menggunakan

teori yang dikemukakan oleh Abdul Rahman Khaldun menyatakan bahwa penyebab utama korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang

13

Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT. Repika Aditama, Bandung,

2010, hlm.23-49. 14

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Pers,2012, hlm.50-51.

15

(24)

memerintah atau kelompok penguasa yang menyebabkan kesulitan-kesulitan

ekonomi16. Sehingga menimbulkan penyelewengan kekuasaan yang tidak terbatas. Adapun yang menjadi faktor pendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi ada 4 (empat), menurut Gone Theory antara lain:17

1. Keserakahan (Greeds)

Keserakahan sini adalah perilaku serakah yang secara potensial ada didalam diri setiap orang

2. Kesempatan (oppuurtunity)

Tentu saja dalam hal ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat korupsi. Tanpa adanya kesempatan, seseorang tidak bisa berbuat korupsi.

3. Kebutuhan (Needs)

Berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang kehidupan yang wajar.

4. Pengungkapan (exposures)

Berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.

Sedangkan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dalam konteks kriminologis, penulis menggunakan teori

penanggulangan tindak pidana, yaitu :18 1. Upaya Preventif (Non Penal)

Yaitu upaya non penal (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor

kondusif penyebab terjadi nya kejahatan.

2. Upaya Represif ( Penal)

Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan

pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi. Dengan penjatuhan atau pemberian sanksi pidana.

16

Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Jakarta,2008, hlm.4.

17

http://www.academia.edu/7174050/FAKTOR-FAKTOR_PENYEBAB_TINDAK_KORUPSI,

diakses melalui internet pada tanggal 10 november 2014, pukul 22.30 wib. 18

(25)

12

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah Kerangka yang

menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau yang akan

diteliti.19Agar tidak terjadinya kesalahan terhadap pokok permasalahan dari skripsi ini, maka dapat penulis jelaskan konsep yang bertujuan untuk menguraikan pegangan dalam memenuhi skripsi ini yaitu :

a. Analisis adalah analisa atau penyelidikan terhadap suatu peristiwa. (karangan, perubahan dan sebagainya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab duduk perkaranya, dan sebagainya).20

b. Kriminologi adalah sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.21

c. Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi (bersama-sama) yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

d. Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa

kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang dan peraturan perundangan lainnya.22

19

Soerjono Soekanto, Op., Cit. hlm.125

20

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, 1986, hlm. 13.

21

Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta: Rajawali Pers,2009, hlm.9.

22

(26)

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang

menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulisan menyusun terdiri dari 5 (lima) BAB, yaitu:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan,

perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pemahaman kedalam pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang akan digunakan sebagai

bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek.

III. METODE PENELITIAN

(27)

14

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan uraian mengenai hasil penelitian yang merupakan paparan uraian atas permasalahan yang ada.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti sehubungan dengan masalah yang dibahas, memuat lampiran-lampiran, serta saran-saran yang

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Kriminologi

Ilmu Kriminologi lahir pada abad ke-19 dan baru dimulai pada tahun 1830. Ilmu

ini muncul bersama dengan dimulainya orang mempelajari sosiologi.1 Beberapa rumusan yang dikemukakan oleh beberapa sarjana, antara lain:

Dari segi etimologis istilah kriminologi terdiri atas dua suku kata yakni crime

yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu pengetahuan jadi menurut pandangan etimologi maka istilah kriminologi berarti suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu tentang kejahatan dan kejahatan yang di

lakukannya.

Kriminologi merupakan suatu ilmu pembantu dalam hukum pidana yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang fenomena kejahatan, sebab dilakukannya kejahatan dan upaya yang dapat menanggulangi kejahatan, yang

bertujuan untuk menekan laju perkembangan kejahatan. Kriminologi juga suatu cabang ilmu yang mempelajari soal-soal kejahatan. Kata kriminologi itu sendiri berdasarkan etimologinya berasal dari dua kata, crime yang berarti kejahatan dan

logos yang berarti ilmu pengetahuan. Kriminologi bukanlah suatu senjata untuk berbuat kejahatan, akan tetapi untuk menanggulangi terjadinya kejahatan.

1

Wahyu Muljono, Pengantar Teori Kriminologi, Pustaka Yustisia, Sleman, Yogyakarta ,

(29)

16

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempergunakan metode ilmiah

dalam mempelajari dan menganalisa keteraturan, keseragaman, pola-pola dan fakta sebab akibat yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat serta reaksi sosial terhadap keduanya.2

Untuk lebih memperjelas definisi kriminologi lebih jelasnya :

1. Krimonologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. Kriminologi Sebagai ilmu yang belum dapat berdiri sendiri, sedangkan masalah manusia menunjukkan bahwa kejahatan merupakan gejala sosial. Karena kejahatan merupakan masalah manusia, maka kejahatan hanya dapat dilakukan

manusia. Agar makna kejahatan jelas, perlu memahami eksistensi manusia.

3. Kriminologi adalah kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang

bertujuan untuk memperoleh penjahat sedangkan pengertian mengenai gejala kejahatan merupakan ilmu yang mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan dari kejahatan, pelaku kejahatan, serta reaksi masyarakat

terhadap keduanya.

4. Kriminologi merupakan keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, mulai dari lingkungan mereka sampai pada perlakuan secara

resmi oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para anggota masyarakat.

2

(30)

5. Kriminologi sebagai Ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku

tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.3

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat melihat penyisipan kata kriminologi

sebagai ilmu menyelidiki mempelajari. Selain itu, yang menjadi perhatian dari perumusan kriminologi adalah mengenai pengertian kejahatan. Kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan secara lengkap, karena kriminologi mempelajari

kejahatan, maka sudah selayaknya mempelajari hak-hak yang berhubungan dengan kejahatan tersebut (etiologi, reaksi sosial). Penjahat dan kejahatan tidak dapat dipisahkan,hanya dapat dibedakan.

Kriminologi secara ilmiah dapat dibagi atas 3 (tiga) bagian, sebagai berikut : 1. Ilmu pengetahuan mempelajari mengenai kejahatan sebagai masalah yuridis yang menjadi obyek pembahasan Ilmu Hukum Pidana dan Acara Hukum

Pidana.

2. Ilmu pengetahuan mempelajari mengenai kejahatan sebagai masalah

antropologi yang menjadi inti pembahasan kriminologi dalam arti sempit, yaitu sosiologi dan biologi.

3. Ilmu pengetahuan mempelajari mengenai kejahatan sebagai masalah teknik yang menjadi pembahasan kriminalistik, seperti ilmu kedokteran forensik, ilmu alam forensik, dan ilmu kimia forensik.4

Ruang lingkup kriminologi seperti yang telah di kemukakan oleh Edwin H.

Sutherland dan Donal R. Cressey bertolak dari pandangan bahwa kriminologi

3

W.M.E Noach, Kriminologi Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 81.

4

(31)

18

adalah kesatuan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial,

mengemukakan ruang lingkup kriminologi yang mencakup proses-proses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.5 Ragam-ragam Pembagian Kriminologi Bonger:

(a). Antropologi Kriminal (b). Sosiologi Kriminal

(c). Psychology Kriminal

(d). psycho dan neuro Kriminal, Penologi.6

Kriminologi dapat diartikan sebagai keseluruhan ilmu yang berkaitandenganperbuatan jahat serta gejala social. Menggaris bawahi “keterkaitan” dari Sutherland, memang kriminologi mempunya keterkaitan erat

dengan gejala social maupun pembagian ilmu. Ketiganya saling mempengaruhi,

kriminologi mempengaruhi pembagian ilmu dan begitu juga sebaliknya.Kemudian kriminologi mempengaruhi gejala social dan gejala social juga mempengaruhi kriminologi. Gejala sosial ini akan saling mengait dengan proses pembuatan

hukum karena dengan adanya gejala social menimbulkan proses pembuatan hukum: gejala social juga saling mempengaruhi dengan pelanggaran hukum. Adanya pelanggaran hukum maka terjadi gejala sosial.7

Dari sekian banyak teori yang berkembang dapat diuraikan beberapa teori yang

dapat dikelompokan ke dalam kelompok teori yang menjelaskan peranan dari faktor struktur sosial dalam mendukung timbulnya kejahatan, yaitu:

5

Mulyana W. Kusumah, Kejahatan dan Penyimpangan, YLBHI, Jakarta, 198, hlm.3.

6

Wahyu Muljono, Op. Cit., hlm.31.

7

(32)

a. Teori Differential Association : Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku

kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan yang sesungguhnya,

namun juga motif,doronganm sikap dan rasionalisasi yang nyaman dyang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial. Teori

Differential Association Sutherland menegaskan mmengenai kejahatan bahwa :

1. Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya, dipelajari.

2. Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.

3. Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam relasi

langsung ditengah pergaulan.

4. Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya teknik melakukan kejahatan dan motivasi/dorongan atau alasan pembenar.

5. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui pengahayatan atas peraturan perundang-undangan; menyukai atau tidak menyukai.

6. Seseorang menjadi delinquent karena penghayatan terhadap peraturan

perundangan lebih suka melanggar daripada mentaatinya.

7. Assosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari frekunsi, durasi,prioritas,

dan intensitas.

8. Proses mempeajari kriminal melalui pergaulan dengan pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam setiap

(33)

20

b. Teori Anomie : Emile Durkheim, ia menekankan mengendornya pengawasan

dan pengendalian sosial yang berpengaruh terhadap terjadinya kemerosotan moral yang menyebabkan individu sukar menyesuaikan diri dalam perubahan norma.

c. Teori Labeling (Labeling Theory) : Frank Tannenbaum penemu teori label menyatakan penyimpangan merupakan pengertian yang relatif. Penyimpangan

timbul karena adanya reaksi dari pihak lain yang berupa pelabelan pelaku penyimpangan dan penyimpangan pelaku tertentu.8

d. Teori Psikoanalisa

Sigmund Freud penemu teori psikoanalisa tentang kriminalitas menghubungkan Delinquent dan perilaku kriminal dengan suatu “conscience” (hati nurani) yang

baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan-dorongan si individu, dan bagi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi segera.9

B. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis

normatif) dan oleh karena itu memahami tindak pidana adalah sangat penting. Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis. Istilah tindak pidana adalah terjemahan dari bahasa belanda yaitu “Strafbar Feit” atau “Delict”.

8

Romli Atmasasmita, Loc.Cit.

9

(34)

Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan

seperti yang terwujud in-abstacto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara kongkret.10

Untuk mengetahui hal ini maka akan diuraikan pendapat dari beberapa sarjana baik pengertian perbuatan pidana, tindak pidana, ataupun strafbaar feit :

Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melarang larangan tersebut.11Wirjono projodikoro menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana.12

Menurut R. Soesilo mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan undang-undang yang apabila dilakkukan atau diabaikan,

maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana.13

Menurut Simons, merumuskan strafbaar feit adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertangung jawabkan atas tindakannya yang dinyatakan sebagai dapat

dihukum.14

10

Tri andrisman, Buku Ajar Hukum Pidana, Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila, 2008,

hlm. 35.

11

Moeljatno, Asas Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hlm. 54

12

Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Erosko, Jakarta, 1981, hlm. 50.

13

R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Dan Delik-Delik Khusus, Politae,

Bogor, 1984, hlm. 4. 14

(35)

22

KUHP menjelaskan tindak pidana digolongkan menjadi kejahatan dan

pelanggaran. Penggolongan jenis-jenis delik yang ada dalam KUHP terdiri dari kejahatan (misdriven), disusun dalam Buku II KUHP, sedangkan pelanggaran (over tredingen), disusun dalam Buku III KUHP. Undang-Undang hanya

memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, akan tetapi tidak memberikan arti yang jelas.

Berdasarkan beberapa pengertian dari sarjan diatas dapat diketahui tindak pidana

merupakan suatu dasar dalam ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana ditujukan sebagai suatu istilah perbuatan yang melanggar norma-norma atau aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu dapat dikatakan

sebagai tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti :

a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang.

b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya.

c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan

hukum.

d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang

dilanggar itu mencantumkan sanksinya.15

Berdasarkan syarat-syarat di atas, perbuatan yang dapat dikatakan suatu tindak pidana ialah perbuatan yang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang

15

(36)

melanggar ketentuan hukum atau undang-undang yang berlaku dan disertai

ancaman hukumannya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Dilihat dari segi peristilahan kata “korupsi” berasal dari bahasa latin corruption

atau menurut Webster Student Dictionary adalah corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa pula corruptio itu berasal dari kata asal corrumpiere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyak bahasa di Eropa

seperti Inggris: corruption; corrupt, Perancis: corruption, dan Belanda: corruptie (korupsi). Dapat diduga istilah korupsi berasal dari bahasa belanda. Ini yang kemudian diadopsi kedalam bahasa Indonesia “korupsi”.16

Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk,

jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga

atau golongan dalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya.17

Pengertian yang lain, korupsi dapat diartikan sebagai “perilaku tidak mematuhi prinsip”, dilakukan oleh perorangan di sektor swasta atau pejabat publik. Dan

keputusan dibuat berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga, korupsi akan

timbul, termasuk juga konflik kepentingan dan nepotisme.Terlepas dari berbagai ragam pengertian korupsi di atas, secara yuridis, pengertian korupsi, baik arti

16

H.A. Rasyid Noor, Korupsi dan Pemberantasannya di Indonesia, Majalah Varia Peradilan tahun

XXIV, 2009, hlm. 46.

17

(37)

24

maupun jenisnya telah dirumuskan didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 juncto Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu “Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum,

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan

negara atau perekonomian negara.

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi dikelompokkan secara singkat menjadi 7 macam. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :18

a. Perbuatan yang Merugikan Negara

Perbuatan yang merugikan negara, dapat dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu :

1) Mencari keuntungan dengan cara melawan Hukum dan merugikan negara. Korupsi jenis ini telah dirumuskan dalam Pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang 14 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :

(1)”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan yang paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

(2) ”Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

18

Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami Untuk Membasmi Buku Saku untuk Memahami

(38)

2) Menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara.

Penjelasan dari jenis korupsi ini hampir sama dengan penjelasan jenis korupsi pada bagian pertama, bedanya hanya terletak pada unsur penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang dimiliki karena jabatan atau

kedudukan. Korupsi jenis ini telah diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, di pidana dengan pidan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

b. Suap-Menyuap

Suap-menyuap yaitu suatu tindakan pemberian uang atau menerima uang atau

hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan 15 dengan kewajibannya. Contoh : menyuap pegawai negeri yang karena jabatannya bisa menguntungkan orang yang

memberikan suap, menyuap hakim, pengacara, atau advokat. Korupsi jenis ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi : a). Pasal 5 Ayat (1), b). Pasal 5 Ayat (1) huruf b , c). Pasal 5 Ayat (2), d). Pasal 13 , e). Pasal 12 huruf a, f). Pasal 12 huruf b , g). Pasal 11 ,

(39)

26

c. Penyalagunaan Jabatan

Penyalahgunaan jabatan adalah seorang pejabat pemerintahan yang dengan

kekuasaan yang dimiliknya melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang

bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara hal ini sebagaimana rumusan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Selain undang-undang tersebut diatas terdapat juga ketentuan pasal-pasal lain yang mengatur tentang penyalahgunaan jabatan, antara lain: a). Pasal 9 , b). Pasal 10 huruf a , c). Pasal 10 huruf b ,

d). Pasal 10 huruf c.

d. Pemerasan

Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain atau kepada masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan dasar hukum dan definisinya yaitu :

a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karenamempunyai kekuasaan dan dengan kekuasaannya itumemaksa orang lain untuk

memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

(40)

b) Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang atau

masyarakat dengan alasan uang atau pemberian ilegal itu adalah bagian dari peraturan atau haknya padahal kenyataannya tidak demikian. Pasal yang mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2) Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai negeri yang

lain. Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

e. Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan

Tipe korupsi yang dimaksud dalam hal ini yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pemborong, pengawas proyek, rekanan TNI / Polri, 17 pengawas rekanan TNI / Polri, yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau pemberian barang yang

mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau terhadap keuangan negara atau yang dapat membahayakan keselamatan negara pada saat perang. Selain itu pegawai negeri yang menyerobot tanah negara yang mendatangkan kerugian bagi orang

lain juga termasuk dalam jenis korupsi ini.

Adapun ketentuan yang mengatur tentang korupsi ini yaitu : a). Pasal 7 Ayat (1)

huruf a , b). Pasal 7 Ayat (1) huruf b, c). Pasal 7 Ayat (1) huruf c , d). Pasal 7 Ayat (2), e). Pasal 12 huruf h.

(41)

28

Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan.Orang atau badan yang

ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut dengan tender. Pada dasarnya proses tender ini berjalan

dengan bersih dan jujur.Instansi atau kontraktor yang rapornya paling bagus dan penawaran biayanya paling kompetitif, maka instansi atau kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang menyeleksi tidak boleh ikut sebagai

peserta. Kalau ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai peserta tender maka itu dapat dikategorikan sebagai korupsi.

Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf i Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut :

”Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara baik langsungmaupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, seluruh atau sebagian di tugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.”

g. Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi (Hadiah)

Korupsi jenis ini yaitu pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai Negeri atau

Penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon,

(42)

Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

dan Pasal 12C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menentukan :

“Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut di duga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan jabatannya.”

C. Pengertian Peyalahgunaan Wewenang

Unsur menyalahgunaan kewenangan dalam tindak pidana korupsi merupakan species delict dari unsur melawan hukum sebagai genus delict akan selalu

berkaitan dengan jabatan pejabat publik, bukan dalam kaitan dan pemahaman jabatan dalam ranah struktur keperdataan. Delik menyalahgunaan kewenangan

dalam tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) yang menyatakan sebagai

berikut:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, di pidana dengan pidan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

(43)

30

yang berwenang, memangku suatu jabatan atau kedudukan, dan melakukan

sebagaian daripada tugas negara atau alat-alat perlengkapan pemerintahan negara. Sehingga ketentuan makna “menyalahgunakan kewenangan” haruslah artikan

dalam konteks pejabat publik, bukan pejabat swasta meskipun swasta juga

memiliki jabatan.19

Berdasarkan uraian diatas, bila diteliti ketentuan tentang tindak pidana korupsi

yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana disebutkan, akan ditemukan beberapa unsur yaitu : 1. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 2.

Menyalahgunakan Kewenangan kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan; 3.Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

D. Penanggulangan Kejahatan

Teori Penanggulangan Kejahatan menurut Barda Nawawi Arief adalah 20:

a. Sarana Penal

Sarana umum upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui sarana “penal” dan “non penal”, Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana

(penal) dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan pada hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan (policy).

Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) lebih menitikberatkan pada upaya yang bersifat ”Refresive” atau disebut

19

Abdul Latif, 2014, Hukum Administrasi dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi, Jakarta :

Kencana, hlm. 41. 20

Barda Arief Nawawi, 2010, Kebijakan Penanggulangan Hukum Pidana Sarana Penal dan Non

(44)

Penindasan/pemberantasan/penumpasan, setelah kejahatan atau tindak pidana

terjadi. Selain tu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari

kebijakan penegak hukum (Law Emforcement).

b. Sarana Non Penal

Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat

tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi

sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsumburkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global , maka upaya-upaya nonpenal menduduki posisi

kunci strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Di berbagai Kongres PBB mengenai “The Prevention of Crime and Treatment of Offeders” ditegaskan

upaya-upaya strategis mengenai penanggulangan sebab-sebab timbulnya kejahatan.21

21

Barda Nawawi Arief, 2005, Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,

(45)

III. METODE PENELITIAN

Metode sangat penting untuk menentukan keberhasilan penelitian agar dapat bermanfaat dan berhasil guna untuk dapat memecahkan masalah yang akan

dibahas berdasarkan data yang dapat dipertangggungjawabkan. Metode adalah cara kerja untuk memahami objek yang menjadi tujuan dan sasaran penelitian. Soerjono soekanto mengatakan metodelogi berasal dari kata metode yang artinya

jalan, namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan beberapa kemungkinan yaitu suatu tipe penelitian yang digunakan untuk penelitian dan

penilaian, suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan dan cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.1 Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

A. Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tiga macam

pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif, dan pendekatan yuridis empiris.

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori dan

konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah. Pendekatan normatif atau

1

(46)

pendekatan kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam

penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.2 Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif yang tertulis bentukan lembaga perundang-undangan, kodifiksi, undang-undang, Peraturan

Pemerintah dan norma hukum tertulis buatan pihak-pihak yang berkepentingan (kontrak, dokumen hukum, laporan hukum, catatan hukum dan perancangan

undang-undang).

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa sikap, penilaian, perilaku, yang berkaitan dengan masalah yang diteliti

dan yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian dilapangan. Pendekatan Empiris tidak bertolak belakang dari hukum positif tertulis

(perundang-undangan) sebagai data sekunder, tetapi dari perilaku nyata sebagai data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian lapangan (field researh).3

B. Sumber dan Jenis Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mempelajari kenyataan yang ada dilapangan guna mendapatkan data dan

informasi yang dapat dipercaya kebenarannya dan kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi

serta pemikirankonseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.

2

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta,

2009, hlm.13-14. 3

(47)

34

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis,yaitu : 1. Data Primer

Data yang merupakan diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date, teknik peneliti untuk mengumpulkan

data primer adalah dengan cara observasi, wawancara, diskusi terfokus, kuisioner.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada, dengan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku yang ada kaitanya dengan permasalahan yang sedang di bahas. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer,

sekunder, tersier.4

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a) Bahan Hukum Primer,antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4

(48)

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu :

1) Buku-buku literatur yang membahas tindak pidana korupsi;

2) Makalah-makalah khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan-bahan penunjang lain yang ada relevansinya dengan pokok permasalahan, memberikan informasi, petunjuk dan penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan sekunder, bukan merupakan bahan hukum, namun secara signifikan dapat dijadikan bahan analisa terhadap penerapan kebijakan hukum

dilapangan, seperti hasil penelitian, buletin majalah, artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lainnya yang sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh

dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti.5Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung narasumber tidak secara acak untuk mendapatkan data

lapangan, dengan anggapan narasumber yang ditunjuk menguasai permasalahan dalam penelitian ini.6

5

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 175. 6

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, tanpa kota penerbit : LP3ES,

(49)

36

Narasumber tersebut adalah :

1. Pimpinan Lembaga Pemberantasan Korupsi Lampung : 1 orang 2. Aparat Lembaga Pemasyarakatan IA Bandar Lampung : 2 orang

3. Terpidana Kasus Korupsi : 2 orang

4. Tokoh Masyarakat/Warga sekitar Kediaman Pelaku Korupsi : 2 orang 4. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 2 orang +

Jumlah 9 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam skripsi ini, dilakukan dengan menggunakan dua

cara sebagai berikut, yaitu :

2. Studi Pustaka (Library Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulis

dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat dan mengutip dari berbagai literatur, perundang-undangan,

buku-buku, media masa dan bahan tulis lainnya yang ada hubungan dengan

penelitian yang dilakukan. 3. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara

(interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara

(50)

2. Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data adalah sebagai berikut :

4. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan, kejelasan, dan relevansi dengan penelitian.

5. Klasifikasi data yaitu mengklasifikasi/mengelompokan data yang diperoleh menurut jenisnya untuk memudahkan dalam menganalisis data.

6. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada

setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

E. Analisis Data

Setelah mengolahan data selesai maka dilakukan analisis data. Data yang

diperoleh secara analisis kualitatif yang artinya hasil penelitian ini dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan mengenai analisis

kriminologis terhadap faktor penyebab dan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti. Dari hasil analisis

tersebut dapat dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara induktif, yaitu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan dengan didasarkan atas fakta-fakta yang

(51)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat

dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Faktor penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam jabatan pemerintahan di Bandar Lampung ada dua faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian pelaku korupsi yang serakah (sifat tamak manusia), moral yang

kurang baik, tidak jujur. Faktor eksternal meliputi faktor kesempatan, faktor

ekonomi (gaya hidup konsumtif), faktor proses penegakan hukum yang lemah, dan faktor agama. Selain berbagai faktor diatas, faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana korupsi penyalahgunaan

wewenang dalam jabatan yaitu faktor jabatan yang memberikan peluang yang lebih besar untuk melakukan tindak pidana korupsi.

2. Upaya penanggulangan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang

dalam jabatan dapat dilakukan melalui upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan membangun moral dan etos kerja

(52)

diselewengkan, memilih pemimpin yang bersih yang mempunyai integritas

yang tinggi, jujur, bekerja secara profesional dan bertanggungjawab serta dalam pembuatan kebijakan publik dan kontrol, diberikan ruang tertentu untuk partisipasi rakyat. Upaya represif menjatuhkan pidana yang berat

yang menimbulkan efek jera dan menimbulkan rasa ketakutan bagi orang lain untuk melakukan perbuatan korupsi yang sama, represif yang dapat

dilakukan dengan memberikan sanksi pidana atau penjatuhan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

B. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :

1. Seharusnya aparat penegak hukum dan pemerintah meningkatan pengawasan dalam pembuatan kebijakan publik dan kontrol diberikan ruang tertentu untuk partisipasi rakyat.

2. Diharapkan kepada para penegak hukum lebih meningkatkan kinerjanya seperti hakim dalam menjatuhkan vonis atau hukuman harus lebih mengedepankan pidana maksimum yang diberikan kepada pelaku korupsi agar menimbulkan

(53)

Referensi

Dokumen terkait

pembangunan ekonomi yang amat ambisius yang pernah mereka lakukan, dan sekaligus merupakan kekeliruan yang amat besar. Pada tahun 1970-an, pemerintah Brazil merencanakan membangun

Karena menggunakan konverter Cȕk dan konverter boost bertingkat, maka akan didapat rasio tegangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konverter Cȕk dan konverter boost yang

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.. Maksud dari indikator ini adalah siswa ikut serta selama dalam proses pembelajaran seperti datang tepat waktu,

Pada penerapan yang sesungguhnya sinyal frekuensi tinggi yang masuk dalam satu detik tidak bisa langsung dihitung oleh counter dari alat ini karena terbatasnya kemampuan

Yang menarik adalah edisi revisi dalam Keputusan Menteri Agama Nomor: 165 Tahun 2014 Pedoman Kurikulum Madrasah 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Dan

a) Proposal ini dibuat adalah untuk mendapatkan pertimbangan serta dukungan dari Pemerintah Aceh, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen untuk mengembangkan

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk

Dengan demikian segment untuk DATA, STACK dan CODE pada program COM adalah sama, stack akan menggunakan akhir dari segment yang digunakan oleh segment CODE. Berbeda dengan