ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE RATIO (TKKS LIQUID SMOKE : LATEX) AGAINST BOKAR PHYSICAL PARAMETER DURING STORAGES
By Trio Utomo
polynomials and comparison test at the 5% level. The results of research showed all treatment ratio of the volume of liquid smoke TKKS can be used as a coagulant of latex. The best treatment at ratio is 20%:80%. This is shown from the speed of the fastest coagulation during 3.16 minutes, the highest percentage of bokar volume at 54.61%, the best of bokar thickness at 63.60 mm and best score of colour parameters at 2.16 that is brown up to black during storage.
ABSTRAK
PENGARUH RASIO (ASAP CAIR TKSS : LATEKS)
TERHADAP PARAMETER FISIK BOKAR SELAMA PENYIMPANAN
Oleh Trio Utomo
volume dengan bokar petani rakyat. Data dianalisis kesamaan ragam dan dianalisis lebih lanjut menggunakan uji perbandingan dan polinomial orthogonal pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan semua perlakuan rasio volume asap cair TKKS dapat digunakan sebagai koagulan lateks. Rasio terbaik adalah 20%:80% ditunjukkan dari kecepatan penggumpalan bokar tercepat dengan rata-rata waktu 3,16 menit, persentase penurunan volume bokar tertinggi sebesar 54,61%, tingkat ketebalan bokar terkecil yaitu 63,60 mm dan nilai rerata skor warna tertinggi sebesar 2,16 dengan penampakan coklat kehitaman selama penyimpanan.
Pe Fakultas Pertanian U Perguruan Tinggi Nege
Selama masa perkulia Teknologi Hasil Pert FP Unila) sebagai A 2011 – 2012 dan tim Kordinator Pemasaran asisten praktikum ma 2014. Penulis melaksa Indofood Sukses Ma judul “Analisis Imple Pada Alur Proses Produ Jakarta” dan pada tahun Kaliguha, Desa Pesa dengan tema “Posday
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada t 1992. Penulis adalah anak ketiga dari li pasangan Bapak Kawitono, BA dan Ibu Sumarni
Penulis pernah menempuh pendidikan di Tama Dharma Wanita Sukarame Bandar Lampung pa 1998, Sekolah Dasar Negeri 2 Harapan Jaya B
2004, MTs Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2004 andar Lampung pada tahun 2007 – 2010, hing nempuh pendidikan S1 di jurusan Teknologi n Universitas Lampung melalui jalur Seleksi N
egeri (SNMPTN).
kuliahan penulis pernah aktif di Himpunan Mah ertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampun Anggota Bidang III (Pengabdian Masyaraka
tim Kewirausahaan Es Krim Jurusan THP FP ran pada periode 2013 – 2014. Penulis juga
ata kuliah Teknologi Pengolahan Pulp dan Ke aksanakan Praktik Umum pada tahun 2013 di Makmur Tbk. Bogasari Tanjung Priok, Jakart plementasi HACCP (Hazard Analysis Critical roduksi Pasta di PT Indofood Sukses Makmur ahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja esawaran Indah, Kabupaten Pesawaran, Provi osdaya dan Desa Mandiri”. hingga pada tahun i Hasil Pertanian ksi Nasional Masuk
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamiinpuji syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan kehadirat Allah SWT dengan segala karunia dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi inidengan judul “Pengaruh Rasio (Asap Cair TKKS : Lateks) Terhadap
Parameter Fisik Bokar Selama Penyimpanan”.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M. Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Bapak Dr. Erdi Suroso, S.T.P., M.T.A. selaku pembimbing utama atas segala bimbingan, motivasi, nasehat serta kritik dan saran kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M. Si. selaku pembimbing kedua atas segala saran, dukungan, serta bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku pembahas atas segala masukan, saran dan ilmu yang diberikan kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Ibu Prof. Dr. Tirza Hanum, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan nasihat, motivasi dan arahannya selama melaksanakan studi di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas segala ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis.
ii 9. Bapak Kio (TEP Unila), Bapak Puji (Polinela) dan tim perancang alat pirolisis yang telah
membantu, memberi ilmu serta masukan kepada penulis dalam upaya melancarkan penelitian ini.
10. Keluarga Besar Bapak Mulyono (Desa Pisang Baru, Bahuga), Bapak Muljito (Desa Bandar Dalam, Negeri Agung) yang telah memberikan izin tempat penelitian di perkebunan karet rakyat daerah WayKanan.
11. Sahabat seperjuangan tim KKN kelompok 5 Desa Pesawaran Indah (Bang Wayan, Yuli, Adit, Karina, Tiwi, Fadia, Tiara, Santi, Winda) yang selalu memberikan semangat kepada penulis serta seluruh keluarga dan warga Dusun Kaliguha (Emak Tarsih, Abah Sunari, Adik Sulthon, Apid, Aak Yajid, Teteh Idoh, Mas Adi, Neng Ulpa, Bibi Jilah, Mang Hasan, Kakek, Nenek Abah Gayon, Emak Anjali, Teteh Gembul, Teteh Kurus, adik-adik dan semua yang tidak bisa disebut satu persatu), terimakasih atas semua kasih sayang, doa dan dukungan selama ini yang selalu penulis ingat hingga penulis selalu semangat dan termotivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
12. Rekan-rekan satu tim penelitian (Dani Kurniawan, Ryan Setiawan, Nur Azizah), terimakasih atas kebersamaan, kerjasama dan bantuannnya hingga topik penelitian ini bisa dijalankan bersama-sama.
13. Seluruh sahabat seperjuangan Jurusan THP FP Unila Angkatan 2010 yang selalu saya sayangi dan banggakan, terimakasih atas semua suka, duka dan kebersamaannya selama ini serta telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Seluruh kakak-kakak dan adik-adik mahasiswa/i THP FP Unila serta akademisi Universitas Lampung yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian dan semoga karya sederhana ini bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,
iii
1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 4
1.3 Kerangka Pemikiran... 4
1.4 Hipotesis ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Karet Alam ... 8
2.2 Bahan Olah Karet (BOKAR) ... 11
2.3 Lateks ... 13
2.3.1 Penanganan Lateks Kebun ... 15
2.3.2 Koagulasi Lateks ... 15
2.4 Bau Busuk Bahan Olah Karet ... 18
2.5 Asap Cair ... 19
2.5.1 Komponen Asap Cair ... 20
2.5.2 Pirolisis ... 23
2.6 Tandan Kosong Kelapa Sawit... 26
III. METODE PENELITIAN... 29
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
3.2 Alat dan Bahan... 29
3.3 Metode Penelitian ... 30
3.4 Pelaksanaan Penelitian... 30
3.4.1 Persiapan Bahan Baku Lateks ... 30
3.4.2 Proses Pirolisis Asap Cair TKKS ... 31
3.4.3 Pemisahan Kandungan TAR pada Asap Cair... 32
iv
3.5 Pengamatan ... 33
3.5.1 Kecepatan Penggumpalan ... 34
3.5.2 Volume Bahan Olah Karet ... 34
3.5.3 Ketebalan Bahan Olah Karet ... 34
3.5.4 Uji Sensori ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 36
4.1 Kecepatan Penggumpalan ... 36
4.2 Volume Bahan Olah Karet... 38
4.3 Ketebalan Bahan Olah Karet... 45
4.4 Uji Sensori ... 47
4.4.1 Aroma ... 47
4.4.2 Warna ... 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 52
5.1 Kesimpulan ... 52
5.2 Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
v DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia karet alam ... 8
2. Spesifikasi persyaratan mutu bokar ... 12
3. Komponen dalam bahan karet mentah... 13
4. Komposisi kimia asap cair ... 23
5. Efek suhu terhadap hasil pirolisis ... 26
6. Kandungan organik dalam limbah padat kelapa sawit ... 27
7. Kandungan kimia asap cair hasil pirolisis tandan kosong kelapa sawit ... 28
8. Skala penilaian sensori bokar dengan penambahan koagulan asap cair TKKS ... 35
9. Kuisioner uji sensori bokar dengan penambahan asap cair TKKS ... 59
10. Pengamatan kecepatan penggumpalan bokar dengan koagulan asap cair TKKS ... 59
11. Hasil pengamatan volume bokar dengan koagulan asap cair TKKS ... 60
12. Uji kehomogenan ragam (Bartlett’s test) volume bokar dengan koagulan asap cair TKKS... 61
13. Hasil analisis ragam volume bokar dengan koagulan asap cair TKKS ... 62
vi 15. Persentase penurunan volume bokar dengan koagulan asap
cair TKKS selama penyimpanan ... 65
16. Hasil pengamatan volume bokar dengan koagulan tawas ... 66
17. Uji kehomogenan ragam (Bartlett’s test) volume bokar dengan koagulan tawas... 67
18. Hasil analisis ragam volume bokar dengan koagulan tawas... 68
19. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal volume bokar dengan koagulan tawas ... 69
20. Hasil pengamatan volume bokar dengan koagulan pupuk TSP.... 71
21. Uji kehomogenan ragam (Bartlett’s test) volume bokar dengan koagulan pupuk TSP ... 72
22. Hasil analisis ragam volume bokar dengan koagulan pupuk TSP... 73
23. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal volume bokar dengan koagulan pupuk TSP ... 74
24. Persentase penurunan volume bokar dengan koagulan petani (tawas dan pupuk TSP) selama penyimpanan ... 76
25. Hasil pengamatan ketebalan bokar ... 77
26. Uji kehomogenan ragam (Bartlett’s test) ketebalan bokar ... 78
27. Hasil analisis ragam ketebalan bokar... 79
28. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal ketebalan bokar ... 80
29. Hasil pengamatan aroma bokar... 82
30. Uji kehomogenan ragam (Bartlett’s test) aroma bokar... 83
31. Hasil analisis ragam aroma bokar ... 84
32. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal aroma bokar ... 85
33. Hasil pengamatan warna bokar ... 87
vii 35. Uji kehomogenan ragam (Bartlett’s test) warna bokar... 89 36. Hasil analisis ragam warna bokar ... 90 37. Analisis perbandingan ortogonal dan polinomial ortogonal
warna bokar... 91 38. Rekapitulasi uji sensori aroma bokar dengan koagulan asap
cair TKKS ... 92 39. Rekapitulasi uji sensori warna bokar dengan koagulan asap
viii DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur kimia monomer karet alam ... 9
2. Unit polimer dan struktur ruang 1,4cis-poliisopren karet alam... 9
3. Protein dipolar... 18
4. Struktur fenol... 21
5. Senyawa karbonil vanilin ... 21
6. Rumus molekul asam asetat... 22
7. Desain alat pirolisis asap cair... 25
8. Diagram alir proses pirolisis asap cair TKKS... 31
9. Diagram alir proses koagulasi lateks dengan asap cair TKKS 5%... 33
10. Kecepatan penggumpalan bokar dengan koagulan asap cair TKKS ... 36
11. Pengaruh lama penyimpanan terhadap volume bokar dengan penambahan asap cair TKKS... 39
12. Grafik persentase penurunan volume bokar dengan koagulan asap cair TKKS selama penyimpanan 1 minggu ... 40
13. Pengaruh lama penyimpanan terhadap volume bokar dengan koagulan tawas... 42
ix 15. Pengaruh lama penyimpanan terhadap volume bokar dengan
koagulan pupuk TSP ... 43
16. Grafik persentase penurunan volume bokar dengan koagulan pupuk TSP selama penyimpanan ... 44
17. Pengaruh lama penyimpanan terhadap ketebalan bokar dengan koagulan asap cair TKKS ... 46
18. Pengaruh lama penyimpanan terhadap aroma bokar dengan penambahan asap cair TKKS... 48
19. Pengaruh lama penyimpanan terhadap warna bokar dengan penambahan asap cair TKKS... 50
20. Bahan baku asap cair (TKKS kering) ... 94
21. Proses pirolisis asap cair TKKS... 94
22. Asap cair TKKS hasil pirolisis ... 94
23. Pemisahan kandungan TAR pada asap cair TKKS... 95
24. Asap cair TKKS dan TAR ... 95
25. Lateks segar ... 95
26. Proses koagulasi lateks ... 96
27. Penimbangan volume bokar... 96
28. Pengujian ketebalan bokar ... 96
29. Uji sensori sampel bokar oleh petani karet ... 97
30. Penampakan warna bokar selama penyimpanan... 97
DAFTAR ISTILAH
No. Kata Keterangan
1. TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit
2. Pirolisis Reaksi pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dengan suhu tinggi (> 300oC)
3. Asap cair Kondensat (pengembuanan uap) hasil reaksi pirolisis dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya
4. Koagulan Penggumpal Lateks
5. Koagulasi Proses Penggumpalan Lateks
6. Koagulum Gumpalan Lateks
7. Bokar Bahan Olah Karet
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat berperan dalam hal penyediaan lapangan kerja di Indonesia. Keberadaan tanaman karet juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan sebagai sumber devisa non migas di suatu negara. Perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang karet banyak memberikan sumbangan pendapatan kepada negara dalam bentuk berbagai jenis pajak dan pungutan perusahaan. Menurut data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2013), ekspor karet Indonesia terus meningkat pada tahun 2012 hingga mencapai 2,8 juta ton.
Karet terdiri dari karet alam dan sintetis. Kedua jenis karet tersebut dapat diolah menjadi produk-produk karet baru yang beragam sesuai proses pengolahannya. Khususnya karet alam, produk-produk yang biasa diolah dari karet jenis ini yaitu bokar (sit angin, slab tipis, dan lump segar), lateks pekat, karet konvensional, karet bongkah, karet spesifikasi teknis, karet siap olah dan karet reklim (Utomoet al., 2012). Bokar (bahan olah karet) merupakan lateks kebun dan gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet (Hevea brasiliensis M.) (Badan
2
perubahan fase sol menjadi gel dengan bantuan bahan penggumpal yang biasa disebut dengan koagulan. Lateks akan menggumpal jika muatan listrik diturunkan (dehidratasi), pH lateks diturunkan (penambahan asam H+) dan penambahan elektrolit (Abednego (1981).
Menurut Solichin (2006), permasalahan utama pada bokar yang dihasilkan oleh petani karet untuk diolah menjadi karet remah jenis SIR 20 adalah mutu bokar yang rendah dan masih memiliki bau busuk yang menyengat. Hal ini akan sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar internasional. Mutu bokar yang baik akan menjamin permintaan pasar jangka panjang dan kesejahteraan petani karet rakyat yang mengolah bokar. Mutu bokar yang rendah disebabkan karena petani biasa menggunakan bahan pembeku lateks yang tidak dianjurkan dan menyimpan bokar dalam kondisi terendam hingga 7–14 hari. Hal tersebut akan memacu pertumbuhan bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar yang dapat menurunkan nilai plastisitas (Po dan PRI) pada produk olahan selanjutnya yaitu karet remah jenis SIR 20.
Jenis bahan penggumpal lateks (koagulan) yang digunakan oleh petani karet
menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi umur simpan bokar. Selain itu penggunaan bahan penggumpal yang tidak kredibel dan penanganan bokar yang kurang baik akan merusak mutu fisik bokar antara lain ketebalan, volume, dan kebersihan bokar sehingga mutu bokar tidak sesuai dengan SNI 06-2047-2002. Menurut Departemen Perdagangan (2009), bahan penggumpal yang digunakan untuk menggumpalkan lateks haruslah bahan penggumpal yang telah
3
biasa digunakan petani karet rakyat umumnya yaitu koagulan sintetik berupa
pupuk TSP, tawas, cuka, dan asam formiat. Penggunaan koagulan sintetik pada
lateks menurut petani memiliki nilai kepraktisan dan kecepatan yang baik dalam
proses penggumpalan lateks.
Berdasarkan penelitian Asniet al. (2009), lateks yang digumpalkan dengan
pembeku alami (deurob) mampu meningkatkan mutu bokar sesuai persyaratan
mutu spesifikasi teknisStandard Indonesian Rubber(SIR)10 dan 20. Beberapa peneliti karet juga telah banyak menemukan bahan penggumpal lateks alami dari
berbagai macam limbah organik yang dapat memperbaiki mutu bokar. Bahan
penggumpal tersebut yaitu berupa asap cair. Koagulan yang bersifat alami dari
pirolisis limbah-limbah organik tersebut sangat berpengaruh terhadap kecepatan
proses penggumpalan, warna, aroma, serta kandungan inti di dalam bokar.
Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya seperti kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu dan lain-lain (Amritama, 2007). Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah padat kelapa sawit yang juga merupakan rangka antar buah. Sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah segar per tahun akan menghasilkan 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton tandan buah kosong (Pardamean, 2008).
4
limbah padat kelapa sawit terdiri atas hemiselulosa (pentosan) 24%, selulosa (heksosan) 40%, lignin 21%, abu serta komponen lain sebanyak 15%.
Berdasarkan komponen kimia tersebut, maka penanganan limbah padat kelapa sawit membutuhkan metode yang tepat. Salah satu teknologi alternatif yang dapat menjadi solusi bagi penanganan permasalahan limbah padat kelapa sawit ialah dengan teknik pirolisis menjadi asap cair.
Pirolisis merupakan suatu proses pemanasan tanpa kehadiran oksigen yang mendegradasi suatu biomassa menjadi arang, tar dan gas. Teknik pirolisis limbah padat kelapa sawit dapat menghasilkan produk berupa arang dan asap. Asap yang dikeluarkan dapat dicairkan menjadi destilat (asap cair) dengan menggunakan kondensor sehingga tidak menimbulkan pencemaran (Demirbas, 2005). Menurut penelitian Johansyah (2011), penggunaan asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda akan berpengaruh terhadap kecepatan penggumpalan lateks dan dapat meningkatkan mutu bokar.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan perbandingan volume asap cair TKKS dan lateks yang tepat dalam proses koagulasi terhadap mutu fisik bokar selama penyimpanan.
1.3 Kerangka Pemikiran
5
gumpalan-gumpalan (koagulum). Hal ini akan berpengaruh terhadap penampakan fisik bokar yang dihasilkan, antara lain waktu koagulasi lateks, kandungan air di dalam koagulum, dan penampakan sensori (warna dan aroma) pada bokar.
Penampakan fisik bokar yang buruk akan berpengaruh terhadap penerimaan bahan olah karet (bokar) jika dijual ke industri karet besar dan dapat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasar Internasional (Solichin, 2006). Mutu bokar yang baik akan menjamin permintaan pasar jangka panjang dan kesejahteraan petani karet rakyat. Sehingga penggunaan koagulan yang tidak dianjurkan dikalangan petani karet rakyat perlu diperbaiki.
Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran (pirolisis) secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya seperti kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu, dan lain-lain (Amritama, 2007). Pirolisis merupakan proses pemanasan dengan meminimalkan penggunaan oksigen. Pirolisis merupakan tahapan awal proses pembakaran dan gasifikasi yang diikuti dengan oksidasi sebagian atau total dari produk utamanya. Pemilihan suhu yang rendah dan waktu yang lama selama proses pirolisis akan menghasilkan banyak arang, sedangkan pemilihan suhu tinggi dan waktu pirolisis yang lama akan meningkatkan konversi biomassa menjadi gas. Sedangkan pemilihan temperature yang sedang dan waktu pirolisis yang singkat akan mengoptimalkan cairan yang dihasilkan (Bridgwater, 2004).
Asap cair yang dihasilkan dari pirolisis tandan kosong kelapa sawit mengandung
6
30,02%, metil ester 5,16%, asam tetradekanoat 4,78% dan 2-metoksi-4-metilfenol
sebanyak 3,20%(Khoret al., 2009). Kandungan fenol yang terdapat pada asap cair TKKS juga dapat digunakan sebagai pengawet bokar. Hal ini dikarenakan
fenol adalah salah satu senyawa yang memiliki peran sebagai antibakteri.
MenurutSolichin (2006), asap cair yang ditambahkan pada proses penggumpalan lateks mampu meningkatkan mutu bokar yang dihasilkan seperti menghambat
perkembangbiakan bakteri di dalam bokar sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan
plastisitas setelah dipanaskan atauPlasticity Retention Indeks(PRI) selama 30
menit, suhu 140oC menjadi tinggi. Menurut Johansyah (2011), penggunaan asap
cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi berbeda sangat berpengaruh
terhadap waktu penggumpalan lateks dan dapat menghasilkan gumpalan lateks
sesuaiStandard Indonesian Rubber(SIR) 20.
Berdasarkan survey dan penelitian pendahuluan yang telah peneliti lakukan,
diketahui bahwa kecepatan penggumpalan lateks dengan penambahan koagulan
menjadi faktor yang mempengaruhi mutu fisik bokar. Hal ini didasari karena jika
lateks memiliki kecepatan penggumpalan yang lama dikhawatirkan terjadi
penggumpalan lateks secara spontan oleh bakteri dan membuat petani
membutuhkan waktu lebih lama dalam mengelola bokar tersebut. Selain itu
faktor fisik lain yang mempengaruhi mutu dan penerimaan bokar dari petani karet
rakyat adalah besarnya volume (bobot) serta penampakan sensori warna pada
bokar. Sedangkan mutu fisik yang paling diperhatikan berdasarkan SNI bokar
7
Penambahan koagulan asap cair TKKS dengan rasio volume yang berbeda juga
akan berpengaruh pada faktor-faktor tersebut.
1.4 Hipotesis
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karet Alam
Tanaman karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan sumber utama penghasil lateks yang sudah dibudidayakan secara luas. Karet alam (natural rubber) diperoleh dengan cara menyadap lateks yakni getah dari tanaman karet. Menurut
Subramaniam (1987), lateks karet alam mengandung partikel hidrokarbon karet dan substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan serum. Kandungan hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30–45 persen tergantung klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri atas protein, asam lemak, sterol, trigliserida, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat, dan garam-garam anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi lapisan permukaan dan sebagai pelindung partikel karet. Komposisi karet alam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi karet alam
Bahan Kadar (%)
Karet 93,7
Protein 2,2
Karbohidrat 0,4
Lemak 2,4
Glikolipid + Fosfolipid 1,0
Garam anorganik 0,2
Lainnya 0,1
9
Karet alam merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga dinamakan pula sebagai elastomer. Karet alam adalah hidrokarbon yang merupakan
makromolekul poliisopren (C5H8)n yang bergabung secara ikatan kepala ke ekor (head to tail). Poliisopren mempunyai bobot molekul berkisar antara 400.000– 1.000.000. Rantai poliisopren ini membentuk konfigurasicisdengan susunan ruang yang teratur sehingga rumus kimianya adalah 1,4cis-poliisopren. Karet yang memiliki susunan ruang teratur akan bersifat kenyal (elastis). Sifat kenyal dari karet berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet (Morton, 1963). Struktur monomer dan struktur ruang 1,4cis-poliisopren karet alam dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
-CH2-C=CH-CH2 CH3
Gambar 1. Struktur kimia monomer karet alam (Cowd, 1991)
H3C H H3C H
C=C C=C
H2C H2C CH2 H2C
n
Gambar 2. Unit polimer dan struktur ruang 1,4cis-poliisopren karet alam (Honggokusumo, 1978)
10
teknis (crumb rubber), karet siap olah (tyre rubber), karet reklim (reclaimed rubber) (Utomoet al., 2012).
Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet dapat digunakan untuk berbagai
keperluan yang umum. Karet alam pada suhu kamar tidak berbentuk kristal padat, tetapi juga tidak dalam bentuk cairan. Semua karet dapat menyerap minyak baik dalam jumlah besar maupun dalam jumlah kecil. Penyerapan cairan
menyebabkan volume karet meningkat. Ikatan kuat seperti ikatan silang antara rantai-rantai karet mencegah molekul karet mengelilingi molekul-molekul cairan dan membatasi perubahan bentuk (Subramaniam, 1987).
Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup kenyal sehingga akan kembali ke bentuk semula setelah diubah-ubah bentuk. Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer. Karet alam termasuk dalam kelompok elastomer yang berpotensi besar dalam dunia perindustrian. Struktur molekulnya berupa jaringan (network) dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya jika diberi beban statis maupun dinamis. Hal ini
11
Kelemahan yang dimiliki karet alam yaitu karet alam merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam
molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan keelektronegatifannya rendah, sehingga polaritasnya pun rendah. Kondisi demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon, degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik. Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam terutama untuk pembuatan barang jadi karet teknik yang harus tahan lingkungan ekstrim. Hal ini menyebabkan
penggunaan karet alam banyak digantikan oleh karet sintetik (Hani, 2009).
2.2 Bahan Olah Karet (BOKAR)
12
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu bokar
No Parameter Satuan 3 Kebersihan (B) - Tidak
terdapat
4 Jenis Koagulan - Asam
semut dan
*) bahan yang tidak merusak mutu karet yang direkomendasikan oleh lembaga penelitian yang kredibel.
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)
• Lateks Kebun yaitu cairan getah yang didapat dari bidang tanaman sadap.
Cairan getah belum mengalami penggumpalan akibat penambahan koagulan dan tanpa bahan pemantap atau antikoagulan.
• Sheetangin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang disaring dan
digumpalkan dengan asam semut, berupa karetsheetyang sudah digiling tetapi belum jadi.
• Slabtipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah
13
• Lumpsegar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks
yang terjadi secara alamiah di dalam mangkuk penampung (Zuhra, 2006).
2.3 Lateks
Lateks adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyebutkan getah yang dikeluarkan dari pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan
integumen biji karet. Lateks merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi dalam suatu media yang mengandung beberapa macam zat. Lateks mengandung 25–40% bahan mentah dan 60–70% serum yang terdiri dari air dan zat terlarut. Partikel karet tersuspensi (tersebar merata) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04–3 mikron atau 0,2 milyar partikel padat permililiter lateks. Bentuk partikel bulat sampai lonjong. Berat jenis lateks 0,945 (pada 70oF), serum 1,02 dan karet 0,91. Perbedaan berat jenis tersebut
menyebabkan timbulnyacreampada permukaan lateks. Lateks membeku pada suhu 32oF karena terjadi koagulasi (Utomoet al., 2012). Kandungan bahan karet mentah dapat dilihat dalam Tabel 3.
Tabel 3. Komponen dalam bahan karet mentah
Komponen Kadar (%)
Karet murni 90–95
Protein 2–3
Asam lemak 1–2
Gula 0,2
Garam (Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe) 0,5 Sumber: Utomoet al., (2012)
Menurut Zuhra (2006), komposisi lateksHevea brasiliensisyang dapat dilihat jika lateks disentrifugasi dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagai berikut.
14
• FraksiFrey Wissling(1–3%): karotenoid, lipida, air, karbohidrat, protein dan
turunannya.
• Fraksi serum (48%): senyawa nitrogen, asam nukleat, dan nukleotida, senyawa
organik, ion anorganik dan logam.
• Fraksi dasar (14%): air, protein, senyawa nitrogen, karet karatenoid, lipida dan
ion logam.
Lateks merupakan emulsi kompleks yang mengandung protein, alkaloid, pati, gula, (poli)terpena, minyak, tannin, resin dan gum. Pada banyak tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna kuning, jingga atau merah. Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang terkandung secara merata yang disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang terlarut dalam air seperti protein, garam-garam mineral, enzim dan lainnya termasuk ke dalam serum (Budiman, 2012).
Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan, terdiri dari butir-butir karet yang dikelilingi lapisan tipis protein. Bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil ternyata mempunyai peran penting dalam mengendalikan kestabilan sifat lateks dan karetnya. Lateks merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel karet di dalam lateks terletak tidak saling berdekatan,
15
lateks, isoprene diselimuti oleh lapisan protein sehingga pertikel karet bermuatan listrik (Budiman, 2012).
2.3.1 Penanganan Lateks Kebun
Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil bokar yang baik. Penurunan mutu dipengaruhi oleh aktivitas organisme yang akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit asap atau sit angin, krep (crepe) dan lateks pekat. Penurunan mutu biasanya disebabkan aktivitas enzim, iklim, budidaya tanaman atau jenis klon, pengangkutan, serta kontaminasi kotoran dari luar. Untuk mencegah hal tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
• Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan
karat.
• Lateks harus segera diangkat ketempat pengolahan tanpa banyak goncangan.
• Lateks tidak boleh terkena matahari langsung.
• Penambahan amonia (NH3) atau natrium sulfit (Na2SO3) dengan dosis 5–10
ml / liter lateks. Efek samping penggunaan amonia lateks mudah menguap sehingga jika dibiarkan ditempat terbuka akan cepat menurun kadarnya, sedangkan dalam proses penggumpalan diperlukan asam format (semut) lebih banyak (Wisena, 2012).
2.3.2 Koagulasi Lateks
16
koagulasi (penggumpalan). Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk
mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks agar menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Perubahan lateks menjadi suatu koagulum membutuhkan bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang diperoleh dari hasil penyadapan memiliki pH 6,5. Sedangkan pH yang dibutuhkan untuk mengubah lateks menjadi suatu koagulum (kogulasi) yaitu pH yang lebih rendah sekitar 4,7 (Thaheret al., 2012).
Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena peralatan muatan partikel karet di dalam lateks, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan. Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan pH lateks.
Penggumpalan karet di dalam lateks kebun (pH± 6,8) dapat dilakukan dengan
penambahan asam, dengan menurunkan pH hingga tercapai titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol (Manday, 2008).
17
karet akan menggumpal. Penggunaan alkohol sebagai penggumpal lateks secara komersial jarang digunakan (Manday, 2008).
Panambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan
karet menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas (Al3+) sebagai bahan penggumpal lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar kotoran dan kadar abu karet. Selain itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat mempercepat oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI menjadi rendah.
18
H O H O H O
R C C +H+ R C C +H+ R C C
-H+ -H+
NH3+ O- NH3+ O- NH3+ OH
Protein negatif Protein netral Protein positif
pH > 4,7 pH = 4,7 pH < 4,7
suasana basa suasana isoelektrik suasana asam
Gambar 3. Protein dipolar (Zuhra, 2006)
2.4 Bau Busuk Bahan Olah Karet
Bahan olah karet di industri karet memiliki cemaran atau dampak negatif bagi masyarakat selama proses kegiatan produksi, salah satunya adalah isi gas penyebab bau tak sedap (polusi bau). Sumber emisi gas yang menimbulkan bau tak sedap berasal dari beberapa kegiatan pengolahan, salah satunya adalah kegiatan penyimpanan bahan olahan karet yang berupa lump. Lump yang dikumpulkan dan disimpan dalam gudang penyimpanan akan mengalami penumpukan jika tidak dapat diolah pada hari yang sama. Perkebunan besar biasa menyimpan lump karena kapasitas produksi yang terbatas atau digunakan sebagai penyangga bahan baku produksi berikutnya. Selama proses
penyimpanan, lump akan mengalami reaksi aerob dan anaerob akibat aktivitas bakteri yang menguraikan bahan organik serta menghasilkan gas-gas yang berbau busuk dan sangat menyengat terutama amoniak, hidrogen sulfida serta senyawa anorganik lainnya yang mudah menguap (Purwati, 2005).
19
bau busuk yang menyengat sejak dari kebun. Mutu bokar yang rendah disebabkan petani menggunakan bahan pembeku lateks yang tidak dianjurkan dan merendam bokar di dalam kolam atau sungai selama 7–14 hari. Perendaman tersebut akan memicu perkembangbiakan bakteri perusak antioksidan alami di dalam bokar, sehingga nilai plastisitas awal (Po) dan plastisitas setelah dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140oC (PRI) menjadi rendah. Bau busuk menyengat juga terjadi karena pertumbuhan bakteri pembusuk yang melakukan biodegradasi protein di dalam bokar menjadi amonia dan sulfida. Kedua hal tersebut terjadi karena bahan pembeku lateks yang digunakan saat ini tidak dapat mencegah pertumbuhan bakteri (Solichin, 2006).
2.5 Asap Cair
Asap cair merupakan hasil kondensasi asap pada proses pembakaran atau pirolisis dari kayu atau bahan-bahan yang mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Asap cair dihasilkan dari proses
kondensasi asap baik berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambahan yang menghasilkan arang (karbon) dan asap. Asap cair atau disebut juga cuka kayu (wood vinegar) diperoleh dengan cara pirolisis dari bahan baku misalnya batok kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400–600oC selama 90 menit untuk memperoleh asap, lalu diikuti dengan proses kondensasi di dalam kondensor dengan menggunakan air sebagai pendingin (Pszczola, 1995).
20
industri pangan, perkebunan dan pengawetan kayu. Manfaat asap cair di industri perkebunan, khususnya perkebunan karet memberikan banyak kontribusi yang berarti yaitu sebagai zat koagulan (zat penggumpal lateks), penghilangan bau busuk pada bokar dan mempengaruhi tingkat ketebalan gumpalan bokar yang dihasilkan. Asap cair yang digunakan sebagai koagulan lateks memiliki sifat fungsional seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan sehingga dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.
2.5.1 Komponen Asap Cair
Asap cair diperoleh melalui pembakaran kayu keras dan kayu lunak yang banyak mengandung komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin (Maga, 1988).
Temperatur pembuatan asap cair merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap cair yang dihasilkan. Menurut Tranggonoet al., (1997), kandungan maksimum senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperature pirolisis 400–600oC.
Menurut Darmadjiet al., (1999), kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Adapun komponen-komponen
21
• Senyawa-senyawa fenol
Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10–200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1988).
Gambar 4. Struktur fenol (Alawiyahet al., 2013)
• Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida (Prananta, 2008).
22
• Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat (Prananta, 2008).
CH3-COOH, CH3COOH
Gambar 6. Rumus molekul asam asetat
• Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena
merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap cair tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap cair akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan (Girard, 1992).
23
Tabel 4. Komposisi kimia asap cair
Komposisi Kimia Kandungan (%)
Air 11–92
Fenol 0,2–2,9
Asam 2,8–4,5
Karbonil 2,6–4,6
Tar 1–17
Sumber: Maga (1988)
2.5.2 Pirolisis
Pirolisis merupakan proses pemanasan dengan meminimalkan penggunaan oksigen. Pirolisis merupakan tahapan awal proses pembakaran dan gasifikasi yang diikuti dengan oksidasi sebagian atau total dari produk utamanya.
Pemilihan suhu yang rendah dan waktu yang lama selama proses pirolisis akan menghasilkan banyak arang, sedangkan pemilihan suhu tinggi dan waktu pirolisis yang lama akan meningkatkan konversi biomassa menjadi gas. Sedangkan pemilihan suhu yang sedang dan waktu pirolisis yang singkat akan
mengoptimalkan cairan yang dihasilkan (Bridgwater, 2004).
Pirolisis menggunakan sistem kedap udara atau tanpa oksigen. Nitrogen inert dialirkan ke dalam reaktor untuk memastikan tidak ada oksigen atau sisa udara di dalam sistem (Amin dan M. Asmadi, 2009). Pirolisis biomassa dideskripsikan sebagai dekomposisi secara panas langsung komponen organik dalam kondisi minimum oksigen untuk menghasilkan produk yang berguna. Produk yang dihasilkan berupa cairan, padatan dan gas (Klass, 1998).
24
arang, sedangkan pemilihan suhu tinggi dan waktu pirolisis yang lama akan meningkatkan konversi biomassa menjadi gas. Sedangkan pemilihan temperatur yang sedang dan waktu pirolisis yang singkat akan mengoptimumkan cairan yang dihasilkan (Bridgwater, 2004).
Pirolisis menghasilkan cairan sebagai rendemen, arang sebagai sisa reaksi dan gas yang tidak terkondensasi. Proporsi ketiganya sangat tergantung dari parameter reaksi dan teknik pirolisis yang digunakan (Amin dan M. Asmadi, 2009). Asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer menjadi komponen organik dengan bobot yang lebih rendah karena pengaruh panas (Tranggonoet al., 1997). Jika oksigen tersedia cukup, maka pembakaran menjadi lebih sempurna dengan menghasilkan gas CO2, uap air, dan arang, sedangkan asap tidak terbentuk (Hajiet al., 2007).
Energi panas yang dihasilkan pada proses pirolisis mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang komplek terurai sebagian menjadi karbon atau arang. Pirolisis untuk pembentukan arang terjadi pada suhu 150–300oC. Pembentukan arang tersebut biasa disebut dengan pirolisis primer. Arang dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi karbon monoksida, gas hidrogen dan gas-gas hidrokarbon. Peristiwa ini disebut sebagai pirolisis sekunder (Tarwiyah, 2001).
25
pada suhu 200–250oC, pirolisa selulosa pada suhu 280–320oC, dan pirolisa lignin pada suhu 400oC. Pirolisa pada suhu 400oC ini menghasilkan senyawa yang memiliki kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girard, 1992). Desain alat pirolisis asap cair disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Desain alat pirolisis asap cair (Anshari, 2010)
Menurut Reveendranet al. (1996), peristiwa dekomposisi pada proses pirolisis dapat dibagi menjadi lima zona. Zona I pada suhu kurang dari 100oC terjadi evolusi kadar air secara umum; zona II pada suhu 200–250oC bahan baku mulai terdekomposisi; zona III pada suhu 250–350oC dekomposisi hemiselulosa secara dominan; zona IV pada suhu 350–500oC terjadi dekomposisi selulosa dan lignin; dan zona V pada suhu di atas 500oC terjadi dekomposisi lignin.
26
akan semakin menurun dengan adanya peningkatan suhu yakni dari 34,2% pada suhu 400oC sampai 20,2% pada suhu 700oC.
Penurunan banyaknya arang dengan peningkatan suhu disebabkan karena dekomposisi utama yang lebih besar dari biomassa (khususnya lignin) atau
dekomposisi kedua dari sisa arang pada temperatur yang lebih tinggi. Cairan yang dihasilkan meningkat dari 48,3% pada suhu 400oC sampai maksimum 56,8% pada suhu 550oC dan kemudian menurun menjadi 54,2% pada suhu 700oC. Penurunan arang mampu meningkatkan bahan-bahan volatil yang akan dikonversi menjadi produk cairan dan gas. Peningkatan suhu yang lebih lanjut, akan menyebabkan pemecahan kedua uap yang dominan sehingga menurunkanyieldcairan yang dihasilkan dan menaikkan jumlah gas yang dihasilkan. Efek suhu terhadap hasil proses pirolisis disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Efek suhu terhadap hasil pirolisis
Suhu (oC) Cairan (%) Arang (%) Gas yang Tidak Terkondensasi (%)
400 48,3 34,2 12,1
500 54,4 27,0 13,4
550 56,8 23,2 14,0
600 56,3 22,0 15,6
700 54,2 20,2 21,3
Sumber: Zhanget al., (2009)
2.6 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit adalah salah satu produk sampingan (limbah padat) yang berasal dari pengolahan kelapa sawit. Limbah kelapa sawit adalah sisa-sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk dalam produk utama atau
27
Tandan kosong adalah rangka antar buah pada tanaman sawit. Sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 100 ribu ton tandan buah segar per tahun akan menghasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang, 12 ribu ton serabut dan 23 ribu ton tandan buah kosong (Pardamean, 2008).
Umumnya limbah padat industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan. Kandungan dalam limbah padat kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kandungan organik dalam limbah padat kelapa sawit
Komponen Kadar (%)
Selulosa 38,52
Hemiselulosa 33,25
Lignin 20,36
Zat ekstraktif 3,68
Abu 3,92
Sumber: Khoret al., (2009)
28
Tabel 7. Kandungan kimia asap cair hasil pirolisis tandan kosong kelapa sawit
No. Waktu Retensi
(menit) Dugaan Senyawa Konsentrasi (%)
1. 1,275 Asam-3-hidroksil-butanoat 1,57
2. 1,675 Asam asetat 16,00
3. 1,817 Metil propanoat 4,45
4. 2,025 Asam propanoat 6,62
5. 2,150 Piridin 1,62
6. 3,500 Furfural alkohol 8,61
7. 3,725 Gamma butirolakton 3,22
8. 5,250 Fenol 3,56
9. 12,108 Dodekana 0,75
10. 17,575 4-metil fenol 20,80
11. 18,558 Asam heksadekanoat 21,07
12. 20,417 Asam-9,12-oktadecadienoat 8,84
29
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, serta perkebunan karet rakyat Desa Bandar Dalam Kecamatan Negeri Agung
Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung pada bulan Juni sampai Oktober 2014.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat pirolisis asap cair, botol kaca, gelas beaker, gelas ukur, pipet tetes, baskom, mangkuk sadap plastik (sebagai wadah koagulasi lateks), mangkuksteorofoam, pengaduk lateks, timbangan digital, plastik, kaliper (dengan ketelitian 0,005 mm),
alumunium foil,stopwatch, kamera, alat tulis, kuisioner dan seperangkat
30
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan perlakuan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah rasio asap cair TKKS dan lateks kebun (T) terdiri dari 4 taraf yaitu T1 (5%:95%); T2 (10%:90%); T3 (15%:85%); T4 (20%:80%). Sedangkan faktor kedua adalah lama penyimpanan (L) yaitu L0 (0 hari), L1 (1 hari), L2 (2 hari), L3 (3 hari), L4 (4 hari), L5 (5 hari), L6 (6 hari) dan L7 (7 hari). Penelitian ini
menggunakan sampel pembanding (reference) yaitu sampel bokar yang digumpalkan dengan penggumpal tawas dan pupuk TSP yang biasa digunakan oleh petani karet di Desa Bandar Dalam Kecamatan Negeri Agung Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung untuk mengetahui perbandingan volume.
Data hasil pengamatan dianalisis kesamaan ragam dengan uji Bartlett untuk mengetahui kehomogenan data antar ulangan. Selanjutnya data dianalisis sidik ragam untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan. Kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dan melihat kecenderungan antar perlakuan data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji perbandingan dan polinomial orthogonal pada taraf 5% (Hanafiah, 1993).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan Bahan Baku Lateks
31
Kanan yang disadap pada pukul 04.00 sampai pukul 05.30 pagi hari. Lateks yang digunakan dalam keadaan segar dan belum mengalami pembekuan spontan, serta tidak tercampur dengan kotoran atau bahan ikutan lainnya (Asni, 2010).
3.4.2 Proses Pirolisis Asap Cair TKKS
Proses pirolisis asap cair TKKS diawali dengan menyiapkan bahan baku asap cair yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebanyak 10 kilogram. TKKS yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam alat pirolisa yang telah dihubungkan dengan kondensor. Selanjutnya alat pirolisis dijalankan dengan mengatur temperatur menjadi > 300oC dan dilaksanakan pemasakan selama 3 jam. Asap yang keluar dari hasil pirolisis dikondensasi dan ditampung dalam botol kaca dengan kondisi cair. Diagram alir pirolisis asap cair dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram alir proses pirolisis asap cair TKKS (Haji, 2013) dimodifikasi
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) 10 kilogram
Dimasukkan dalam alat pirolisa yang telah dihubungkan dengan kondensor
Pirolisis pada suhu > 300oC, selama 3 jam
Kondensasi
32
3.4.3 Pemisahan Kandungan TAR pada Asap Cair
Asap cair yang telah diperoleh dari hasil pirolisis dan kondensasi harus dilakukan pemisahan kandungan TAR yang tercampur di dalamnya. Pemisahan kandungan TAR dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama yaitu dengan cara
mengendapkan asap cair di dalam labu pemisah selama 15 menit (hingga TAR mengapung). Setelah TAR mengapung kran labu pemisah dibagian bawah dibuka perlahan untuk mengeluarkan asap cair murni yang telah disiapkan wadah
penampung dibawahnya. Setelah TAR mendekati kran labu pemisah, kran segera ditutup agar TAR tidak ikut tertampung bersama asap cair murni. Selanjutnya kandungan TAR ditampung di botol yang berbeda.
Asap cair yang telah tertampung di botol pada tahap pertama dilanjutkan proses pemisahan TAR tahap kedua. Pada tahap ini pemisahan TAR dilakukan dengan menyaring asap cair menggunakan kertas saring dan corong kecil. Asap cair hasil pemisahan tahap pertama dituang dan disaring menggunakan kertas saring diatas corong kecil. Kandungan TAR yang masih tersisa pada asap cair akan tersaring dan menempel dipermukaan kertas saring. Asap cair hasil pemisahan tahap kedua ini adalah asap cair pekat yang telah terpisah dari kandungan TAR dan siap
diaplikasikan.
3.4.4 Proses Koagulasi Lateks
33
Asap cair TKKS pekat 5 mL
Pencampuran asap cair pada lateks rasio (5%:95%) yakni dengan mencampurkan 5 mL asap cair pekat kedalam 95 mL lateks. Perlakuan lainnya dilakukan dengan tahap yang sama sesuai dengan rasio asap cair dan lateks yang digunakan.
Pencampuran asap cair ke dalam lateks disertai pengadukan secara merata dan dibiarkan hingga terbentuk gumpalan (Badan Standarisasi Nasional, 2002). Selanjutnya gumpalan (koagulum) disimpan pada suhu ruang dan dilakukan pengamatan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7. Perlakuan tersebut diulangi pada ulangan kedua dan ketiga dengan tahapan yang sama. Diagram alir koagulasi lateks menggunakan asap cair dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram alir proses koagulasi lateks dengan asap cair TKKS 5% (Asni, 2010) dimodifikasi
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan terhadap bokar yang ditetesi asap cair TKKS meliputi kecepatan penggumpalan, volume, ketebalan, serta sifat sensori (aroma dan
warna) bokar selama masa penyimpanan 1 minggu. Gumpalan lateks (koagulum)
Pengamatan Lateks kebun
95 mL
100 mL larutan (dalam wadah
koagulasi)
34
3.5.1 Kecepatan Penggumpalan
Kecepatan penggumpalan diamati dengan cara menghitung waktu penggumpalan lateks yakni saat lateks mulai ditetesi asap cair TKKS hingga terbentuk gumpalan (koagulum).
3.5.2 Volume Bahan Olah Karet
Volume bahan olah karet adalah berat keseluruhan bahan olah karet hasil dari proses koagulasi lateks pada bak-bak percobaan dalam satuan kilogram. Lateks segar sebelum penggumpalan ditimbang. Setelah itu lateks ditetesi asap cair yang telah disiapkan sesuai dengan konsentrasi perlakuan dan penggumpal yang
digunakan petani. Lateks diaduk hingga menggumpal membentuk koagulum. Hasil gumpalan ditimbang untuk mengetahui perbandingan volume bokar sebelum ditambahkan pengumpal dan setelah ditambahkan penggumpal (Saputera, 2011).
3.5.3 Ketebalan Bahan Olah Karet
Sampel bokar yang sudah disiapkan diukur jarak tegak lurus antara 2 permukaan berhadapan, pengukuran dilakukan pada tiga tempat yang berbeda. Hasil
35
3.5.4 Uji Sensori
Uji sensori pada bokar meliputi pengamatan aroma dan warna dari penambahan asap cair TKKS yang diamati secara visual selama masa penyimpanan (per hari) hingga 1 minggu. Metode yang digunakan dalam pengujian aroma dan warna bokar menggunakan metode skoring. Skala penilaian pengujian aroma dan warna bokar dengan penambahan koagulan asap cair TKKS dapat dilihat pada Tabel 8. Panelis yang digunakan berjumlah 5 orang yang ahli di bidang karet atau petani karet.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semua perlakuan rasio volume asap cair TKKS dapat digunakan sebagai koagulan lateks, namun rasio terbaik adalah 20%:80%. Hal ini ditunjukkan dari kecepatan
penggumpalan bokar tercepat dengan rata-rata waktu 3,16 menit, persentase penurunan volume bokar tertinggi sebesar 54,61%, tingkat ketebalan bokar terkecil yaitu 63,60 mm dan nilai rerata skor warna tertinggi sebesar 2,16 dengan penampakan coklat kehitaman selama penyimpanan.
5.2 Saran
53
DAFTAR PUSTAKA
Abednego, J.G. 1981. Pengetahuan Lateks. Departemen Perdagangan dan Koperasi.
Alawiyah, T., I.Z. Zulfa., Y. Milarsih., S. Indarti., S.W. Sundari. 2013. Uji Total Fenol pada Daun Kentang. Laporan Praktikum Kimia Terpadu
Laboratorium Biokimia. Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro. Semarang.
Amin, N.A.S, dan M. Asmadi. 2009. Optimization of Empty Palm Fruit Bunch Pyrolysis over HZSM-5 Catalyst for Production of Bio-oil. Universiti Teknologi Malaysia. Johor.
Amritama, D. 2007. Asap Cair. http://tech.groups.yahoo.comessage/7945. Diakses pada 20 Desember 2013.
Anshari, F. 2010. Desain dan Rancang Bangun Alat Pirolisis Asap Cair Skala Pilot PlantMenggunakan Bahan Baku Cangkang Kelapa Sawit (Elaeis guinensisJack) Untuk Koagulasi Lateks Karet (Hevea brasiliensis) yang Ramah Lingkungan. Usulan Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Teknologi. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Anshari, F., Nurhalimah., F. Muliannisa., D. Setiawan. 2012. Fraksinasi dan Identifikasi Komponen Volatil Asap Cair Dari Cangkang Buah Sawit yang Berfungsi Sebagai Koagulan Lateks Karet yang Ramah Lingkungan. Jurnal ISSN 2089-9122. Vol 1(2) : 118-124.
Asni, N. dan D. Novalinda. 2010. Teknologi Pembekuan Lateks Berkualitas Dengan Asap Cair (DEUROB) Untuk Pemberdayaan Petani Karet Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Jurnal FEATI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jambi.
Asni, N., L. Yanti., L. Yanti, dan D. Novalinda. 2009. Peningkatan Kualitas Bokar Melalui Penggunaan Bahan Pembeku Asap Cair Deurob Pada Perkebunan Karet Rakyat di Provinsi Jambi. Jurnal DD-2. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jambi.
54
Bridgwater, A.V. 2004. Biomass Fast Pyrolysis. Thermal Science. 8(2): 21– 49.
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul Prospek Jitu Investasi Masa Depan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Budimarwati, C. 2009. Sintesis Senyawa 4-Hidroksi-5-Dimetilaminometil-3-Metoksibenzil Alkohol dengan Bahan Dasar Vanilin Melalui Reaksi Mannich. Makalah dalam Seminar Nasional Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta dengan Tema “Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Penelitian Kimia Menyongsong UNY Sebagai World Class University”. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Penerbit Institut Teknologi Bandung.
Bandung.
Dalimunthe, R. 1983. Kandungan Lateks serta Keterkaitannya dengan Pembuatan Barang Jadi. Medan.
Darmadji, P., K.R. Wulandari, dan U. Santoso. 1999. Sifat Antioksidatis Asap Cair Hasil Redistilasi Selama Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yoyakarta.
Demirbas, A. 2005. Pyrolysis of Ground Wood in Irregular Heating rate Conditions. Journal Analytical and Applied Pyrolysis. Vol 73: 39–43. Departemen Perdagangan. 2009. Peraturan Menteri Perdagangan No.
53/M-Dag/Per/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubberyang Diperdagangkan. Jakarta. Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Direktorat Mutu dan Standarisasi Kementerian Pertanian. 2011. Bahan Olahan Karet (BOKAR). Pedoman Teknis Pengawasan Mutu Bahan Olahan Karet (BOKAR). Jakarta.
Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi, Penebar Swadaya. Jakarta. Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis Horwood.
New York.
55
Haji, A.G., Z.A. Mas’ud., B.W. Lay., dan S.H. Sutjahjo. 2007. Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat (Characterization Of Liquid Smoke Pyrolyzed From Solid Organic Waste). Jurnal Tekn Industri Pertanian. Vol 16(3): 111–118.
Hanafiah, K.A. 1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hani. 2009. Komposisi Kimia Lateks Karet Alam.
http://www.scribd.com/doc/94027758/Komposisi-Kimia-Lateks-Karet-Alam. Diakses pada 25 November 2013.
Honggokusumo, S. 1978. Pengetahuan Lateks. Kursus Pengolahan Barang Jadi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor.
Johansyah. 2011. Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Koagulan Lateks. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2013. Karet dan Produk Karet. http://inatrims.kemendag.go.id/id/product/detail/karet-dan-produk-karet_7. Diakses pada 18 Maret 2014.
Khor, K.H., K.O. Lim, dan Z.A. Zainal. 2009. Characterization of Bio-oil: a by-product from Slow Pyrolysis of Oil Palm Empty Fruit Bunches. American Journal of Applied Science. Vol 6 (9): 1647–1652.
Klass, D.L. 1998. Biomass for Renewable Energy, Fuels, and Chemicals. Academic Press. California.
Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Manday, P.B. 2008. Pengaruh Penambahan Asam Formiat Sebagai Koagulan Terhadap Mutu Karet. Karya Ilmiah. Departemen Kimia Program Studi Diploma-3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Morton, M. 1963. Introduction to Rubber Technology. Reinhold Publ. Corp. New York.
Pardamean, M. 2008. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Prananta, J. 2008. Pemanfaatan Sabut Dan Tempurung Kelapa Serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Jurnal Teknik Kimia. Teknik Kimia Universitas Malikussaleh
56
Pszczola, P. 1995. Tour Highlights Production and Users of Smoke Based Flowers. Journal of Food Technology. (1): 70–74.
Purwati. 2005. Rancang Bangun Model Biofilter Pendegradasi Limbah Bau. (Skripsi). Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Reveendran, K., A. Ganesh, and K.C. Khilar. 1996. Pyrolysis Characteristics of Biomass and Biomass Components. Journal of Fuel. Vol 75 No. 8, pp. 987–998.
Saputera, H., M. Agustina., dan Y.A. Rangkai. 2011. Uji Penggunaan Berbagai Jenis Koagulan Terhadap Kualitas Bahan Olah Karet (Hevea Brasiliensis). Jurnal Penelitian. Vol 12, No 2.
Siskos, I., A. Zotos., S. Melidou, dan R. Tsikritzi. 2007. The Effect of Liquid Smoking of Fillets of Trout (Salmo gairddnerii) on Sensory,
Microbiological and Chemical Changes During Chilled Storage. Food Shem101: 458–464.
Solichin, M dan Anwar. 2006. Deurob K Pembeku Lateks dan Pencegah Timbulnya Bau Busuk Karet. Tabloid Sinar Tani. 11-17 Oktober 2006. Solichin, M., S. Hendratno., A. Vachlepi, dan M. Darmawi. 2007. Manfaat
Aplikasi Asap Cair, Deurob Sebagai Penggumpal Lateks Untuk Petani Karet, Pedagang dan Pabrik Karet Remah. (Studi Kasus di desa Ayunan Papan, kecamatan Lok Paikat, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan). Kalimantan Selatan.
Subramaniam, A. 1987. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Tarwiyah, K. 2001. Arang Tempurung Kelapa. www.ristek.co.id. Diakses pada 25 Desember 2013.
Thaher, A.F., A. Iqbal., dan A. Lestikasari. 2012. Penetapan Kadar Karet Kering (KKK). Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan (PPM 1601). Program Studi Produksi dan Manajemen Industri Perkebunan. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.
Tranggono, S., B. Setiadji., P. Darmadji., Supranto, dan Sudarmanto. 1997. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2): 15–24.
57
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wisena, A. 2012. Pengolahan Bahan Olahan Karet Rakyat (BOKAR). http://www.antakowisena.com/artikel/pengolahan-bahan-olahan-karet-rakyat-bokar.html. Diakses pada 26 November 2013.
Zhang, H., R. Xiao., H. Huang., G. Xiao. 2009. Comparison of Non-Catalytic and Catalytic Fast Pyrolysis of Corncob in Fluidized Bed Reactor. Journal of Bioresource Technology100 (2009): 1428–1434. Zuhra, C.F. 2006. KARET. Karya Ilmiah. Departemen Kimia Fakultas