• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta"

Copied!
242
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA SAING PERUSAHAAN LOKAL PERIKLANAN

DWI SAPTA

ADVERTISING

DALAM BISNIS PERIKLANAN

DI JAKARTA

YUDI KUSWIJAYADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa semua pernyataan dalam tugas akhir yang berjudul :

Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta

Advertising

dalam Bisnis Periklanan di Jakarta

merupakan hasil gagasan dan hasil kajian saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Nopember 2009

Yudi Kuswijayadi

(3)

ABSTRACT

YUDI KUSWIJAYADI. Competitiveness of Dwi Sapta Advertising as a Local Advertising Company in Jakarta Advertising Industry. Advised by H. MUSA HUBEIS as committee chairman, and BUDI PURWANTO as member.

The latest development in advertising industry has been supported by government infrastructure expansion and the blooming of local and national private television. Government policies and the growth of national media buying power attracted the Global Advertising Companies comes to Indonesian market, while they already have captive market, subsidiary from global client in Indonesia. Dwi Sapta Advertising is one of the local advertising in Jakarta that is fully owned and organized by native people in the middle of tight competition and the domination of multinational advertising company.

The aim of this study is to identified internal and external factors that have been developed by Dwi Sapta Advertising in order to win the battle in advertising competition in Jakarta, and arranging appropriate marketing strategy plans, and gain marketing strategic, which is chosen, to win the competition as well.

The study used questioner survey methods and descriptive analysis with IFE (Internal Factor Evaluation) and EFE (External Factor Evaluation) Matrix as the analyze tools. The Results of IFE's scoring is 2.8, while EFE's score is 2.4. The Scores show us that the company is located in 5th quadrant, which means that the company's growth and stabilities had passed the horizontal strategies.

Based on Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), the best strategies solution that can be implemented is Diversification Growth Strategies, focusing in maximum service to existing client. To implement a chosen marketing strategy of Dwi Sapta Advertising in facing the competition in advertising industry, the company should monitor the development and situation of the market and the condition of clients company by optimize marketing program, beside professional and personal approach to its clients, monitoring and evaluating to some marketing programs, which were already done, in order to know a maximum result.

(4)

RINGKASAN

YUDI KUSWIJAYADI. Daya Saing Perusahaan Periklanan Lokal Dwisapta

Advertising Dalam Bisnis Periklanan di Jakarta. Dibimbing H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan BUDI PURWANTO sebagai Anggota.

Industri periklanan Indonesia terus berkembang yang didukung oleh pembangunan infrastuktur oleh pemerintah dan ditunjang pula oleh perkembangan televisi swasta, baik secara nasional maupun local, seperti RCTI (1989), SCTV (1990), TPI (1991), ANTV (1993), IVM atau INDOSIAR (1995) dan (ATVLI, 2006). Pertumbuhan belanja iklan nasional yang semakin pesat dan didukung pula oleh perkembangan industri media tersebut berdampak kepada pertumbuhan perekonomian nasional yang memiliki rataan sebesar 6-7% per tahun. Kondisi ini membawa Indonesia menjadi pasar potensial bagi berbagai perusahaan periklanan asing untuk masuk ke Indonesia.

Sejak diberlakukan kebijakan pemerintah dan pertumbuhan belanja iklan nasional menyebabkan perusahaan periklanan global masuk ke Indonesia yang ratannya sudah memiliki captive market klien-klien global yang juga beroperasi di Indonesia. Tidak hanya perusahaan periklanan global yang bermarkas di Madison Vanue-New York, beberapa perusahaan periklanan global lainnya dari Jepang, seperti Hakuhodo, Dentsu dan Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis juga ikut masuk untuk berebut kue iklan nasional yang pertumbuhannya dari tahun ke tahun sangat menggiurkan. Daya tarik perusahaan periklanan global tersebut untuk melakukan investasi di luar negara asalnya semakin menguat ketika melihat pertumbuhan pendapatan belanja iklan (billing) yang terus membesar di luar negara tersebut. Data majalah Cakram memperlihatkan di tahun 1997 bahwa DDB Needham memperoleh 65% dari total billing dari luar AS. Demikian juga dengan Lowe (61%), Bates (57%) dan Grey Advertising (55%). Kondisi tersebut mendorong berbagai perusahaan periklanan global untuk masuk ke Indonesia.

Berbagai perusahaan periklanan global tersebut pada dasarnya pada saat masuk di Indonesia, secara rataan sudah memiliki captive market klien-klien global yang juga beroperasi di Indonesia, sehingga berbagai perusahaan periklanan global tersebut rata-rata sudah memiliki keunggulan kompetitif dibanding perusahaan periklanan lokal

(5)

iklannya yang disertai dengan penerapan strategi pemasaran lebih tepat yang sesuai dengan perkembangan situasi kompetisi yang terjadi di industri periklanan

Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dalam upaya persaingan periklanan di Jakarta, menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat dilakukan oleh Dwi Sapta Advertising, serta memperoleh strategi pemasaran yang dipilih dalam memenangkan persaingan.

Metode yang digunakan adalah survei dengan panduan kuesioner dan dianalisa secara deskriptif. Alat analisa digunakan adalah analisa internal dan eksternal yang disusun dalam matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Eksternal Factor Evaluation). Berdasarkan hasil pembobotan terhadap faktor internal (IFE) diperoleh skor 2,8 dan hasil pembobotan terhadap faktor eksternal (EFE) diperoleh skor 2,4. Skor tersebut menempatkan perusahaan dalam kuadran 5 yang berarti stabilitas dan pertumbuhan melalui strategi horizontal.

Dari hasil analisa SWOT dihasilkan formulasi strategi pemasaran yang dapat dikembangkan meliputi 4 bentuk dasar : (1) strategi pemasaran berbasis Kekuatan-Peluang (S-O), yaitu memperkuat konsep dan strategi pengembangan creative media placement, meningkatkan intensitas dan mutu program komunikasi perusahaan secara lebih selektif dan fokus, mengembangkan konsep metodologi penelitian pemasaran dan periklanan, serta melakukan sinergi kekuatan internal perusahaan dan adaptasi pola kerja; (2) Alternatif strategi berbasis Kekuatan-Ancaman (S-T), yaitu mengoptimalkan peran dan fungsi consumer insight, melakukan konsolidasi organisasi, serta mempertegas sistem proteksi klien secara korporat dan menjadikan perusahaan adaptif terhadap perubahan; (3) Alternatif strategi berbasis Kelemahan-Peluang (W-O), yaitu mengembangkan strategi dan implementasi berbagai program komunikasi perusahaan’multi-tasking’ yang membuat iklan hard sell maupun image building, melakukan upgrading kemampuan tim kreatif, menyusun kebijakan perusahaan; dan (4) Alternatif strategi berbasis Kelemahan-Ancaman (W-T), yaitu mengembangkan kebijakan sindikasi projek bisnis belanja media dan pengembangan program komunikasi pemasaran, serta mengembangkan kebijakan proteksi karyawan.

Berdasarkan Matriks Quantitative Strategic Planning (QSPM) diketahui strategi yang dipilih adalah strategi pertumbuhan diversifikasi yang sumber pendapatan perusahaan lebih fokus dalam memberikan pelayanan secara maksimal kepada klien-klien yang sudah berjalan saat ini. Untuk melaksanakan strategi pemasaran yang dipilih oleh Dwi Sapta Advertising dalam menghadapi persaingan bisnis periklanan, perusahaan perlu memantau perkembangan perubahan situasi pasar dan kondisi perusahaan klien, dengan mengoptimalkan bentuk program pemasaran, disamping pendekatan secara profesional dan personal kepada klien-kliennya, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan berbagai program pemasaran yang dilakukan untuk dapat lebih mengetahui hasilnya secara maksimal.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

(7)

DAYA SAING PERUSAHAAN LOKAL PERIKLANAN

DWI SAPTA

ADVERTISING

DALAM BISNIS PERIKLANAN

DI JAKARTA

YUDI KUSWIJAYADI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tugas Akhir : Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta

Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta Nama Mahasiswa : Yudi Kuswijayadi

Nomor Pokok : F352060275

Disetujui Komisi Pembimbing,

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Ir. Budi Purwanto, ME Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir.H. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga tugas akhir yang berjudul Daya Saing Perusahaan Lokal Periklanan Dwi Sapta Advertising dalam Bisnis Periklanan di Jakarta berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulisan ini kiranya tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, maka melalui prakata ini disampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, motivasi dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini.

2. Ir. Budi Purwanto, ME, selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan Tugas Akhir ini.

3. Prof.Dr.Ir. W.H.Limbong, MS, selaku dosen penguji.

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasama dan informasi yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga kajian ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi dunia industri kecil pada umumnya dan kegiatan pemasaran perusahaan lokal periklanan pada khususnya. Saran dan kritik atas kajian ini diharapkan, agar kajian ini menjadi lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Nopember 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 15 Desember 1965 di Bandung sebagai putra kedelapan dari Bapak Mohammad Soeradi (alm) dan Ibu Yoyoh Asiyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana dari Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung pada tahun 1991. Penulis diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Industri Kecil Menengah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006.

Penulis bekerja sejak tahun 1993 sampai sekarang di PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Selama bekerja pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk, penulis ditugaskan sebagai Analis Kredit dan sekarang ditugaskan sebagai Pemimpin Risiko Kredit Kecil di Batam.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Daya Saing ... 7

B.Perusahaan Lokal dan Global ... 9

C.Periklanan ... 9

D.Bauran dan Strategi Pemasaran ... 10

III. METODE KAJIAN ... 14

A. Lokasi dan Waktu ... 14

B. Pengumpulan Data ... 14

C. Pengolahan dan Analisis Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 19

B. Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan ... 27

C. Analisis Lingkungan Internal Perusahaan ... 43

D. Hasil Analisis SWOT sebagai Alat Perumusan Strategi Pemasaran 54

E. Implementasi Strategi Pemasaran ... 83

KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Strategi generik dan strategi utama menurut Fred R. David ... 12

2. Daftar klien (merek dan perusahaan) Dwi Sapta Advertising periode tahun 1981 – 2007 ... 22

3. Penghargaan iklan yang diperoleh Dwi Sapta Advertising periode tahun 1995 – 2007 ... 24

4. Besar belanja iklan pada semester I tahun 2007 - 2008 ... 39

5. Matriks profil SWOT perusahaan ... 54

6. Bobot SWOT eksternal ... 55

7. Bobot SWOT internal ... 56

8. Matriks EFE/EFAS ... 57

9. Matriks IFE/IFAS ... 57

10. Matriks profil kompetitif ... 62

11. Matriks SWOT ... 63

12. Perbandingan kekuatan dan peluang ... 64

13. Perbandingan kekuatan dan ancaman ... 69

14. Perbandingan kelemahan dan peluang ... 73

15. Perbandingan kelemahan dan ancaman ... 77

16. Strategi pemasaran berbasis kekuatan perusahaan ... 79

17. Strategi pemasaran berbasis kelemahan perusahaan ... 80

18. QSPM ... 86

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Perkembangan stasiun TV di Indonesia ... 3

2. Perkembangan belanja iklan nasional ... 4

3. Tiga strategik generik ... 8

4. Proses penyusunan strategi perusahaan ... 13

5. Alternatif strategi berdasarkan total skor terbobot ... 17

6. Struktur organisasi PT. Dwisapta Advertising ... 21

7. Sikap dan tindakan konsumen pada saat krisis tahun 2008 ... 30

8. Perkembangan pertumbuhan belanja iklan ... 32

9. Matriks posisi perusahaan ... 59

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Kuesioner kajian ... 94

2. Data mentah bobot SWOT eksternal ... 97

3. Data mentah bobot SWOT internal ... 98

4. Data mentah rating SWOT eksternal ... 99

5. Data mentah rating SWOT internal ... 100

6. Data mentah rating strategi operasional ... 101

(15)

A. Latar Belakang

Daya saing sebuah perusahaan dapat dicapai melalui akumulasi daya saing perusahaan dalam ekonomi global (Hitt et al, 2001). Untuk mencapai hal tersebut, sebuah perusahaan harus terus menerus melihat dunia sebagai pasarnya, sedangkan ekonomi global sendiri merupakan ekonomi dimana barang, jasa, orang-orang, keahlian dan gagasannya bergerak dengan bebas lintas batas-batas geografis, sehingga memperluas dan membuat lingkungan persaingan perusahaan semakin kompleks (Murtha, 1998 dalam Hitt et al, 2001). Sedangkan globalisasi adalah penyebaran inovasi ekonomi ke seluruh dunia dan penyesuaian politis, serta budaya yang menyertai penyebaran tersebut (Hitt et al, 2001). Adanya globalisasi tersebut telah memberikan dua kemungkinan, yaitu perubahan tersebut sebagai peluang emas bagi perusahaan yang siap bersaing dan di sisi lain perubahan tersebut sebagai ancaman atau predator bagi perusahaan yang tidak memiliki daya saing.

Morissan (2007) menjelaskan bahwa perusahaan yang berorientasi pada pasar harus memfokuskan perhatian pada upaya untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan yang disebut dengan relationship marketing. Iklan merupakan setiap bentuk komunikasi non personal mengenai suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh suatu sponsor yang diketahui (Ralph, 1967 dalam Morissan, 2007). Saat ini iklan dan promosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Iklan sudah berkembang menjadi sistem komunikasi, baik bagi produsen maupun konsumen. Jenis periklanan yang beragam telah membantu memberikan manfaat bagi proses ekonomi yang berbeda-beda. Periklanan telah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari produk atau jasa yang diiklankan.

(16)

produk-produknya menjadi pilihan pertama masyarakat. Hal ini telah membawa produk Unilever menjadi merek dengan belanja iklan terbesar di Indonesia. Untuk tahun 2006, misalnya iklan Clear telah menghabiskan dana belanja iklan hampir Rp. 300 miliar. Sementara untuk merek lainnya seperti Rinso telah menghabiskan dana belanja iklan hampir Rp. 140 miliar. Dengan upaya kampanye periklanan yang massif seperti itu, merek-merek Unilever tersebut akhirnya mampu terus-menerus menjadi pemimpin pasar di kategori

produknya. Kegiatan periklanan telah dimulai sejak abad ke-XVIII dan mulai

menjadi industri modern sejak tiga dekade terakhir di abad XX. Hal tersebut juga dipicu dengan lahirnya UU Penanaman Modal Asing (PMA) di tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1968 (Alif, 2000).

Dalam kenyataannya, industri periklanan Indonesia memang terus berkembang. Hal ini didukung oleh pembangunan infrastruktur sejak pemerintahan Orde Baru. Pemerintah telah berusaha menyatukan Indonesia melalui siaran TV dan radio yang direncanakan dapat menjangkau sebagian besar pelosok Indonesia. Hal ini diperlukan agar birokrasi pemerintahan dapat terbentuk secara merata dan masyarakat mendukung kebijakan pemerintah. Hal ini ditandai dengan peluncuran Satelit Palapa di tahun 1977 yang menjadikan Indonesia menjadi negara ketiga (setelah Amerika dan Kanada) yang memiliki satelit komunikasi. Peluncuran Satelit Palapa tersebut telah membuat siaran TVRI dapat disaksikan di banyak tempat di pelosok Nusantara.

Pada periode awal kehadiran media televisi, yaitu program ”Mana Suka Siaran Niaga” yang menampilkan iklan-iklan yang ternyata telah menarik perhatian masyarakat. Tampilnya iklan berbagai produk di televisi--sekalipun saat itu masih didominasi oleh iklan TV buatan luar negeri telah mendorong posisi Indonesia menjadi pasar penting bagi produk-produk mancanegara yang berasal dari Amerika, Jepang, maupun Eropa Barat.

(17)

(1991), ANTV (1993), dan IVM atau INDOSIAR (1995). Pasca lengsernya pemerintahan Orde Baru semakin memperbanyak lahirnya berbagai televisi swasta baru, baik yang mengudara secara nasional maupun lokal (ATVLI, 2006), seperti yang dimuat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan stasiun TV di Indonesia

Pertumbuhan belanja iklan nasional yang semakin pesat dan didukung pula oleh perkembangan industri media tersebut berdampak kepada pertumbuhan perekonomian nasional yang memiliki rataan sebesar 6-7% per tahun. Kondisi ini membawa Indonesia menjadi pasar potensial bagi berbagai perusahaan periklanan asing untuk masuk ke Indonesia. Beberapa Chairman

dan CEO perusahaan periklanan global seperti Allen Rosenshine (BBDO

Worldwide), Charlotte Beers dan Sherly Lazarus (Ogilvy and Mather

Worldwide), J. Brendan Ryan (Foote Cone Belding/FCB Worldwide), Bob Schemetteree (Euro RSCG Worldwide), dan Bob Wiesendanger (TBWA) datang secara langsung ke Indonesia untuk membangun bisnis periklanannya. Tak hanya perusahaan periklanan global yang bermarkas di Madison Vanue-New York, beberapa perusahaan periklanan global lainnya dari Jepang, seperti Hakuhodo, Dentsu dan Chuo Senko, serta Publicis dari Perancis juga ikut masuk untuk berebut kue iklan nasional yang pertumbuhannya dari tahun ke tahun sangat menggiurkan.

1989 1990 1991 1993 2000 2002

1962 1995 2001 2003 2004 2005

(18)

Gambar 2. Perkembangan belanja iklan nasional

Daya tarik perusahaan periklanan global tersebut untuk melakukan investasi di luar negara asalnya semakin menguat ketika melihat pertumbuhan pendapatan belanja iklan (billing) yang terus membesar di luar negara tersebut. Data majalah Cakram memperlihatkan di tahun 1997 bahwa DDB Needham memperoleh 65% dari total billing dari luar AS. Demikian juga dengan Lowe (61%), Bates (57%) dan Grey Advertising (55%). Kondisi tersebut mendorong berbagai perusahaan periklanan global untuk masuk ke Indonesia. Selain itu, daya tarik pertumbuhan belanja iklan Indonesia cukup besar, sehingga peluang periklanan makin terbuka ketika sejumlah paket deregulasi memungkinkan investor asing menanamkan sahamnya secara langsung di Indonesia (Alif, 2000).

Berbagai perusahaan periklanan global tersebut pada dasarnya pada saat masuk di Indonesia, secara rataan sudah memiliki captive market klien-klien global yang juga beroperasi di Indonesia, sehingga berbagai perusahaan periklanan global tersebut rata-rata sudah memiliki keunggulan kompetitif dibanding perusahaan periklanan lokal.

37 %

36 %

32 %

15 %

17 %

0

5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000

2001 2002 2003 2004 2005 2006

(19)

Dwi Sapta Advertising adalah salah satu perusahaan periklanan lokal di Jakarta yang sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh orang-orang ’pribumi’ di tengah persaingan yang ketat dengan dominasi perusahaan periklanan multinasional seperti Lowe, Ogilvy, JWT, AdForce, Dentsu, Saatchi & Saatchi, Leo Burnett, dan lain-lain. Sejak awal didirikan pada tahun 1981 menjadi cikal bakal dari sebuah usaha jasa fotografi, sehingga Dwi Sapta

Advertising mampu bertahan dan berkembang. Meski harus bersaing dengan puluhan perusahaan periklanan nasional yang sudah besar dan mapan seperti Matari, Fortune, Artek dan Hotline, Dwi Sapta Advertising sekaligus harus bersaing melawan raksasa-raksasa perusahaan periklanan global yang relatif jauh lebih kuat, baik dari segi finansial, Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi produksi, hingga jaringan klien internasional (Palupi dan Teguh, 2006).

Situasi persaingan yang ketat dan harus dihadapi oleh Dwi Sapta

Advertising di dalam melawan para kompetitornya, baik berasal dari sesama perusahaan periklanan lokal maupun global, telah mendorong pihak manajemen perusahaan untuk selalu meningkatkan kemampuan kreatif iklannya yang disertai dengan penerapan strategi pemasaran lebih tepat yang sesuai dengan perkembangan situasi kompetisi yang terjadi di industri periklanan.

Kondisi persaingan bisnis periklanan dan kemampuan bertahan, terutama mempertahankan klien-klien yang sudah dimiliki, maka Dwi Sapta

Advertising juga harus mampu merebut klien-klien baru untuk menambah sumber pendapatan billing iklan perusahaan. Upaya mempertahankan klien-klien yang sudah dimiliki biasanya akan lebih difokuskan dengan menekankan kekuatan strategi kreatif iklan yang dihasilkan dan layanan prima yang diberikan dalam memahami, serta memenuhi berbagai kebutuhan klien. Sementara upaya untuk memperoleh atau merebut klien-klien baru biasanya dilakukan dengan menyusun strategi pemasaran perusahaan untuk memperoleh kesempatan pitching (tender proyek) yang diberikan oleh para calon klien maupun penunjukkan secara langsung dari klien baru tersebut atas dasar citra reputasi perusahaan yang telah dimiliki oleh Dwi Sapta

(20)

Saat ini, mekanisme yang terdapat di Dwi Sapta Advertising secara operasional dalam menyusun strategi pemasaran didasarkan pada 2 (dua) pertimbangan, yaitu :

1. Kebijakan Dasar Perusahaan (KDP), yang berisi tentang gambaran dan arahan manajemen perusahaan berupa visi dan misi perusahaan, tujuan dan target yang ingin dicapai, serta gambaran proses bisnis yang ingin diterapkan dalam mencapai tujuan dan target tersebut.

2. Pemetaan Situasi Pasar (PSP), yang merupakan hasil kajian dan analisis tentang faktor-faktor internal perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal perusahaan (peluang dan ancaman).

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan mekanisme yang terdapat di Dwi Sapta

Advertising tersebut dalam menghadapi persaingan global, maka permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk kondisi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dalam menghadapi situasi persaingan pasar periklanan di Jakarta ?

2. Bentuk strategi pemasaran apakah yang tepat menurut situasi dan kondisi yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising dalam memenangkan persaingan periklanan di Jakarta ?

3. Bagaimana strategi pemasaran yang telah dipilih dari hasil analisa dan membandingkannya dengan alternatif strategi lain melalui metode

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ?

C. Tujuan

1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki Dwi Sapta Advertising dalam upaya persaingan periklanan di Jakarta.

2. Menyusun strategi pemasaran yang tepat yang dapat dilakukan oleh Dwi Sapta Advertising.

3. Merekomendasikan strategi pemasaran yang dipilih Dwi Sapta

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daya Saing

Konsep daya saing berhubungan dengan kemampuan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dalam memaksimalkan pencapaian tujuan (Tamba, 2004). Untuk meraih kesuksesan dalam bersaing, Porter (2007) menjelaskan terdapat tiga pendekatan strategis generik yang secara potensial akan berhasil menggungguli perusahaan lama suatu industri, yaitu

keunggulan dalam biaya menyeluruh, diferensiasi dan fokus.

1. Keunggulan dalam biaya menyeluruh

Keunggulan biaya menyeluruh memerlukan konstruksi agresif dari fasilitas skala efisien, usaha yang terus menerus dalam mencapai penurunan biaya karena pengalaman, pengendalian biaya dan overhead

(biaya lain-lain) yang ketat, penghindaraan pelanggan marginal, serta meminimalkan biaya dalam bidang-bidang seperti penelitian dan pengembangan (litbang), pelayanan, pengangkutan dan lain-lain.

Posisi biaya rendah akan membuat perusahaan memperoleh hasil laba atas rataan dalam industrinya, meskipun ada kekuatan persaingan yang besar. Posisi biaya yang rendah memberikan perusahaan tersebut ketahan terhadap erivalitas dari para pesaing, karena biayanya yang lebih rendah memungkinkannya untuk tetap dapat menghasilkan laba. Posisi biaya rendah melindungi perusahaan dari pembeli yang kuat, karena pembeli hanya dapat menggunakan kekuatannya untuk menekan harga sampai tingkat harga dari pesaing.

2. Diferensiasi

(22)

Diferensiasi memberikan penyekat terhadap persaingan, karena adanya loyalitas merek dari pelanggan dan mengakibatkan berkurangnya kepekaan terhadap harga.

3. Fokus

Strategi generik yang terakhir adalah memusatkan (fokus) pada kelompok pembeli, segmen lini produk atau pasar wilayah geografis tertentu. Jika strategi biaya rendah dan diferensiasi ditujukan untuk mencapai sasaran di semua industri, maka strategi fokus dikembangkan untuk melayani target tertentu secara baik. Strategi ini didasarkan pada pemikiran bahwa perusahaan dengan demikian akan mampu melayani target strategiknya yang sempit secara lebih efektif dan efisiensi dibandingkan dengan pesaing yang bersaing lebih luas. Sebagai akibatnya, perusahaan mencapai diferensiasi, karena mampu memenuhi kebutuhan target tertentu dengan lebih baik atau mencapai biaya yang lebih rendah dalam melayani target atau bahkan keduanya. Meskipun strategi fokus tidak mencapai biaya rendah atau diferensiasi dari sudut pandang pasar secara keseluruhan, strategi ini sesungguhnya mencapai salah satu atau kedua posisi tersebut di target pasar yang lebih sempit. Perbedaan diantara ketiga strategi generik ini dijelaskan dalam Gambar 3.

KEUNGGULAN STRATEGIK

(23)

Dalam pemilihan strategik generik tersebut ditentukan berdasarkan segmen-segmen yang akan dilayani, sedangkan segmentasi merupakan unsur pertama dalam strategi memenangkan mind share pelanggan dan merupakan seni mengidentifikasi, serta memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar (Kotler dkk. 2005).

B. Perusahaan Lokal dan Global

Perusahaan lokal/domestik merupakan suatu bisnis yang tingkat operasional dan pangsa pasarnya berada dalam suatu wilayah tanpa melewati batas negara. Jenis perusahaan ini masih bersifat sederhana dan tidak kompleks, karena hanya memperhitungkan berbagai peubah yang berlaku di sekitarnya mulai dari besar kecil kompensasi, budaya perusahaan, rekrutmen tenaga kerja, analisis pasar dan sebagainya (Organisasi, 2006). Perusahaan global adalah unit bisnis yang memiliki kantor pusat di banyak negara lain dengan sistem pengambilan keputusan desentralisasi. Sistem partisipasi bisnis global digunakan, karena sudah semakin pudar dan hilangnya batasan-batasan pasar suatu negara dengan negara lainnya (globalisasi). Perusahaan global biasanya memiliki ciri distribusi sudah melakukan ekspor, memiliki unit produksi di luar negara asal dan melakukan aliansi dengan perusahaan asing.

C. Periklanan

(24)

Morrisan (2007) menjelaskan bahwa perusahaan melakukan pemasangan iklan di media masa yang disebabkan beberapa alasan, yaitu iklan di media masa dinilai efisien dari segi biaya untuk mencapai audiens dalam jumlah besar, iklan di media masa dapat digunakan untuk menciptakan citra merek dan daya tarik simbolis bagi suatu perusahaan atau merek. Hal ini menjadi sangat penting, khususnya produk yang sulit dibedakan dari segi mutu maupun fungsinya dengan produk saingannya. Pemasangan iklan harus dapat memanfaatkan iklan di media massa untuk memposisikan produknya di mata konsumen. Keuntungan lainnya dari iklan melalui media masa adalah kemampuan menarik perhatian konsumen, terutama produk yang iklannya populer atau sangat dikenal masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan penjualan, seperti batu baterei Eveready yang menggunakan maskot boneka kelinci sebagai identifikasi merek. Menurut Kartajaya (2006) iklan dapat efektif, apabila pesan yang disampaikan tidak memberikan ekspektasi yang keliru yang menyebabkan konsumen kecewa.

D. Bauran dan Strategi Pemasaran

Periklanan merupakan salah satu komponen dari promosi yang merupakan konsep bauran pemasaran (Marketing Mix) yang dapat diartikan sebagai sebuah kombinasi dari strategic tools yang digunakan untuk menciptakan nilai tambah bagi konsumen dan upaya pencapaian berbagai tujuan perusahaan. Pada dasarnya, ada 4 (empat) unsur dasar yang terdapat dalam konsep bauran pemasaran, yaitu (1) Product (produk), (2) Price

(harga), (3) Placement (tempat penjualan atau saluran distribusi), serta (4)

Promotion (promosi) yang dikenal dengan istilah ”4 P’s”. Sedangkan menurut Payne (2002) dalam Bahren (2005) bauran pemasaran dalam bisnis jasa ada tujuh faktor yang mempengaruhi, yaitu : produk/pelayanan, harga, tempat, promosi, orang, proses dan layanan pelanggan.

(25)

sebagai rencana komprehensif yang menjelaskan bagaimana langkah-langkah yang ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai misi dan tujuannya.

Menurut Hamel dan Prahalad dalam Umar (2008) mendefinisikan strategi sebagai tindakan yang bersifat incremental, terus menerus dan dilakukan berdasarkan apa yang diharapkan pelanggan di masa depan. Strategi diklasifikasikan menjadi Strategi Generik (Generic Strategy), Strategi Utama (Grand Strategy) dan Strategy Fungsional. Strategi generik adalah suatu pendekatan strategi perusahaan secara umum untuk mengungguli pesaing, yang akan ditindaklanjuti dengan strategi operasional yaitu strategi utama, seperti uraian pada Tabel 1 (Umar, 2008). Strategi utama yang dijabarkan di tingkat fungsional perusahaan sering disebut juga strategi fungsional.

Tabel 1. Strategi generik dan strategi utama menurut Fred R. David

Strategi Generik Strategi Utama

Strategi Integrasi (Integration Strategy)

• Strategi Integrasi ke depan • Strategi Integrasi ke belakang • Strategi Integrasi horisontal Strategi Intensif

(Intesive Strategy)

• Strategi Pengembangan pasar • Strategi Pengembangan produk • Strategi Penetrasi pasar

Strategi Diversifikasi (Diversification Strategy)

• Strategi Diversifikasi Konsentrik • Strategi Diversifikasi Konglomerat • Strategi Diversifikasi Horizontal

Strategi Bertahan (Defensive Strategy)

• Strategi Usaha Patungan • Strategi Penciutan Biaya • Strategi Penciutan Usaha • Strategi Likuidasi

(26)

Dengan demikian, strategi pemasaran dapat diartikan sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan cara mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut (Tjiptono, 1991 dalam Ariastuti, 1996).

Keberadaan strategi pemasaran tidak dapat dilepaskan dari bentuk kebijakan dan strategi perusahaan secara umum, karena pada akhirnya tujuan dari adanya strategi pemasaran yang seringkali digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Setiap perusahaan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai dan perusahaan tersebut akan membuat strategi bisnis untuk meraih tujuan tersebut. Proses perumusan tujuan perusahaan dan penyusunan strategi bisnis dalam mencapai tujuan perusahaan yang disebut dengan strategic planning. Oleh karena itu, strategic planning akan lebih memiliki fokus pada gambaran mengenai berbagai aktivitas yang mengarah kepada pengembangan dan perumusan visi-misi perusahaan, tujuan perusahaan, hingga pengembangan strategi bisnis dapat mencapai tujuan tersebut. Strategic planning lebih fokus pada pencapaian target jangka panjang, maka harus dijadikan rujukan bagi berbagai bentuk perencanaan lainnya yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.

Bentuk-bentuk perencanaan lainnya adalah tactical planning dan

operational planning. Keduanya dapat dikatakan sebagai turunan dalam bentuk lebih rinci mengenai berbagai strategi perusahaan yang bersifat jangka panjang (long term strategic planning). Tactical planning biasanya berupa kreasi antara bentuk tujuan dan strategi yang diberikan pada level divisi atau departemen dengan target yang lebih spesifik. Sementara operational planning biasanya berupa kreasi antara tujuan dan strategi yang diberikan pada level individu secara operasional.

(27)

dan kelemahan). Gambaran mengenai proses penyusunan strategi bisnis perusahan dapat dilihat dari Gambar 4.

Gambar 4. Proses penyusunan strategi perusahaan (Churchill et al, 1998)

Misi perusahaan berupa pernyataan tujuan keberadaan sebuah perusahaan. Dalam gambaran tentang misi perusahaan biasanya menjelaskan alasan eksistensi yang melatarbelakangi berdirinya perusahaan tersebut. Dengan kata lain, misi perusahaan menjelaskan tentang peran perusahaan di lingkungan domisilinya.

Tujuan perusahaan adalah gambaran lebih konkrit dari misi perusahaan yang dapat diukur secara jelas, yaitu besaran target tingkat penjualan dan keuntungan, posisi di pasar, reputasi yang ingin dibentuk, hingga bentuk tanggungjawab sosial perusahaan.

Rencana portfolio perusahaan lebih menjelaskan proses evaluasi unit-unit bisnis strategik yang telah dimiliki perusahaan, dimana fokusnya lebih diarahkan pada bentuk pengembangan yang harus dilakukan sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

The Environment

The Organization’s Strategic Plan

Organizational Mission

Organizational Objectives

Organizational Strategies

(28)

III. METODE KAJIAN

A. Lokasi dan Waktu

Lokasi yang diambil dalam kajian ini adalah di PT.Dwi Sapta Advertising yang berkantor di Komplek Gading Bukit Indah Blok I No.22-23 Kelapa Gading Jakarta Utara. Alokasi waktu yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu (1)

Preliminary Research yang telah dilakukan pada bulan November-Desember 2007 dan (2) Main Research yang dilakukan pada bulan September-Desember 2008.

B. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan gabungan data kualitatif maupun kuantitatif, baik yang diperoleh melalui pengumpulan data lapangan secara langsung (primer) maupun yang diperoleh secara tidak langsung (sekunder). Teknik pengumpulan data lapangan tersebut dilakukan dengan cara :

a. Wawancara, baik yang dilakukan melalui teknik wawancara mendalam (Indepth Interview), yaitu secara tatap muka atau melalui internet (online interview), dengan menggunakan bantuan instrumen penelitian berupa panduan wawancara mendalam yang telah ditentukan (Lampiran 1).

b. Observasi/pengamatan, yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap Dwi Sapta Advertising, baik yang dilakukan pada tahap

preliminary research maupun pada tahap main research sebagai tambahan data lapangan ataupun data pelengkap yang diperoleh dari hasil wawancara.

(29)

Dalam pengumpulan data digunakan nara sumber berikut :

1. Manajemen dan Direksi (President Director/General Manager) Dwi Sapta

Advertising

2. Divisi Business Development Dwi Sapta Advertising

3. Divisi Account Service Dwi Sapta Advertising

4. Divisi Creative Dwi Sapta Advertising

5. Divisi Media Dwi Sapta Advertising

6. Divisi Facit & HRD Dwi Sapta Advertising

7. Departemen Public Relations Dwi Sapta Advertising

Jumlah responden sebanyak 7 (tujuh) orang yang mewakili masing-masing divisi, yaitu Direksi dan pemimpin divisi yang memiliki kompetensi dan pengalaman kerja lebih dari 10 tahun dalam industri periklanan dan sebelumnya telah bekerja di beberapa perusahaan, sehingga penilaian relatif lebih obyektif.

C. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam kajian ini dilakukan analisis deskriptif mengenai proses penyusunan dan bentuk implementasi strategi pemasaran yang selama ini dilakukan oleh Dwi Sapta Advertising. Analisis data yang digunakan untuk keperluan ini meliputi 3 (tiga) tahap berikut :

1. Description (deskriptif)

Tahap ini memaparkan fakta-fakta mengenai kondisi obyektif kasus sebagaimana yang dapat diamati, dicatat dan dipaparkan berdasarkan pengalaman dan pengamatan secara empiris di lapangan.

2. Themes (analisis tema)

Tahap ini menganalisis data yang merujuk pada tema spesifik dengan cara mengumpulkan berbagai informasi yang didapatkan, untuk kemudian mengelompokkannya menjadi beberapa cluster atau kategori sejenis. 3. Assertions (Penonjolan)

(30)

Model analisis menggunakan analisis strategi pemasaran berdasarkan Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) yang terbagi menjadi 2 (dua) bentuk matriks, yaitu Internal Factor Evaluation

(IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan yang berkaitan dengan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dianggap penting. Matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor eksternal perusahaan yang menyangkut aspek makro ekonomi, kondisi sosial budaya, kebijakan pemerintah, perkembangan teknologi, hingga perkembangan industri, situasi pasar dan tingkat kompetisi. Berbagai faktor yang berasal dari luar lingkungan perusahaan tersebut pada kenyataannya secara langsung maupun tidak langsung ikut mempengaruhi kinerja Dwi Sapta Advertising.

Analisis data terhadap faktor-faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang dimiliki oleh Dwi Sapta Advertising selanjutnya dilakukan melalui beberapa tahapan kerja berikut :

1. Menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan sebagai faktor lingkungan internal dan peluang dan ancaman sebagai faktor lingkungan eksternal pada kolom pertama di masing-masing matriks (IFE dan EFE).

2. Memberikan bobot tingkat urgensitas atribut-atribut kekuatan dan kelemahan maupun peluang dan ancaman tersebut dengan interval nilai 0,0 hingga 1,0 (tidak penting hingga sangat penting) pada kolom kedua, dimana masing-masing total bobot diberikan harus sama dengan satu (1). 3. Memberikan rating atau peringkat berdasarkan skala 1-4 masing-masing

atribut kekuatan dan kelemahan maupun peluang dan ancaman tersebut pada kolom ketiga. Rating atau peringkat berdasarkan skala 1-4 tersebut ditentukan dengan cara membandingkan fakta yang ada (kondisi obyektif) dengan kinerja ideal maupun kondisi ideal yang diharapkan.

4. Mengalikan bobot dengan rating atau peringkat untuk memperoleh skor terbobot.

(31)

Pada akhirnya hasil gabungan total skor terbobot dari faktor-faktor internal dan eksternal akan menggambarkan 9 (sembilan) kuadran alternatif bentuk pengembangan strategi, dimana bila dikelompokkan menghasilkan 3 (tiga) bentuk strategi dasar, yaitu :

1. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy), dimana kuadran-kuadran ini merupakan kondisi pertumbuhan perusahaan (kuadran 1, 2, 3, dan 5) atau upaya untuk melakukan diversifikasi (kuadran 7 dan 8).

2. Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah suatu bentuk strategi yang diterapkan tanpa harus mengubah arah strategi yang sedang berjalan atau sedang diterapkan (kuadran 4 dan 5).

3. Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan (kuadran 3, 6 dan 9).

! " #

(32)

Hasil analisis data yang telah dilakukan, selanjutnya akan coba dikembangkan model alternatif bentuk strategi pemasaran yang tepat bagi Dwi Sapta Advertising berdasarkan tipologi strategi yang ada, yaitu :

1. Strategi SO (Strengths-Opportunities)

Strategi memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.

2. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities)

Strategi meminimalisir (memperkecil) berbagai kelemahan internal perusahaan untuk dapat tetap memanfaatkan peluang-peluang eksternal. 3. Strategi ST (Strengths-Threats)

Strategi memanfaatkan kekuatan internal perusahaan untuk mengatasi berbagai ancaman yang berasal dari luar perusahaan.

4. Strategi WT (Weaknesses-Threats)

Strategi meminimalisir (memperkecil) berbagai kelemahan internal perusahaan dan menghindari berbagai ancaman yang berasal dari luar perusahaan.

Pada bagian akhir dari hasil analisis data yang telah dilakukan, selanjutnya tahap keputusan dalam daya saing yaitu membahas stategi pemasaran yang telah dipilih dari hasil analisa dan membandingkannya dengan alternatif strategi lain dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. Dalam penghitungan QSPM menggunakan input dari analisis faktor IFE dan EFE serta matriks SWOT, sedangkan alternatif strategi yang dipilih adalah strategi pertumbuhan intensif, strategi pertumbuhan integratif dan strategi diversifikasi.

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Dwi Sapta Advertising

Sejarah keberadaan Dwi Sapta Advertising dapat dinyatakan berdiri sejak 27 Mei 1981 di Jakarta, tepatnya sejak dimulainya usaha ’Studio 27’ yang merupakan studio fotografi profesional. Momentum bersentuhan secara lebih jauh dengan bidang advertising dimulai ketika pada tahun 1982 Dwi Sapta memperoleh klien pertamanya, PT. Djarum. Saat itu, PT. Djarum memberikan order pemotretan foto produk-produk untuk iklan, brosur dan company profile. Dalam perkembangan selanjutnya, PT. Djarum tidak lagi hanya sekedar memberikan order jasa foto, tapi juga memberikan order untuk membuat stiker, poster, umbul-umbul, poster, spanduk, bilboard, hingga iklan media cetak.

Pada tahun 1989, saat dunia pertelevisian nasional melahirkan RCTI sebagai stasiun televisi swasta pertama, Dwi Sapta Advertising

memperoleh peluang yang lebih besar untuk menjadi Full Service Advertising Agency, yaitu kesempatan untuk merambah juga ke bidang pembuatan iklan televisi. Klien pertama untuk pembuatan iklan televisi ini adalah PT. Djarum. Selanjutnya sepanjang tahun 1991-1992, Dwi Sapta memperoleh kepercayaan dari PT. Dankos Laboratories untuk membuatkan iklan produk Minigrip dan Mixadin. Sementara PT. Ceres, produsen produk meises Ceres dan biskuit Selamat mulai mempercayakan kampanye melalui iklan televisi pada tahun 1993. Demikian pula dengan PT. Sido Muncul yang juga mempercayakan pembuatan iklan televisi produk Tolak Angin di tahun 1993. Kelompok usaha Herlina Indah juga tertarik mempercayakan pembuatan iklan televisi beberapa produknya, seperti Adem Sari pada tahun 1994 dan Vegeta pada tahun 1995.

(34)

2. Visi dan Misi Dwi Sapta Advertising

Perjalanan keberadaan Dwi Sapta Advertising sebagai sebuah perusahaan periklanan yang mampu bertahan selama 27 tahun tidak terlepas dari pengaruh dukungan kekuatan visi dan misi yang dimilikinya. Tentu saja bentuk visi dan misi ini akan senantiasa berkembang seiring dengan bentuk tantangan persaingan bisnis yang harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising dari waktu ke waktu.

Visi Dwi Sapta Advertising yang berlaku pada periode waktu tahun 2007-2010 adalah : ”Menyukseskan klien dengan memberikan layanan Integrated Marketing Communication” (IMC) secara personal dan

menciptakan Advertising That Sells”. Pilihan untuk masuk ke bidang jasa layanan Integrated Marketing Communication (IMC) yang lebih dilatarbelakangi oleh pengalaman selama 25 tahun (1981-2006) adalah sebuah visi perusahaan yang sudah dipertimbangkan secara mendalam oleh pihak manajemen Dwi Sapta Advertising. Hal ini didasarkan pada pertimbangan melihat perkembangan bentuk persaingan yang makin keras di industri periklanan itu sendiri serta adanya perkembangan kebutuhan yang berasal dari klien dalam kegiatan promosi yang tidak lagi cukup hanya mengandalkan program periklanan.

Pengembangan ruang lingkup bisnis Dwi Sapta Advertising perlu ditindaklanjuti dengan perubahan misi perusahaan, termasuk dengan kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya. Misi perusahaan yang dicanangkan sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi perusahaan Dwi Sapta Advertising adalah :

a. Memberikan solusi komunikasi pemasaran secara terpadu dan terarah. b. Menjadikan produk klien sukses di market, bahkan menjadi market

leader.

c. Membantu meningkatkan sales dan mengembangkan bisnis klien. d. Memberikan layanan terbaik kepada klien dengan prinsip QCDS

(35)

3. Struktur Organisasi Dwi Sapta Advertising

Secara garis besar, dalam sebuah perusahaan jasa periklanan biasanya terdiri atas 4 (empat) bagian bidang pekerjaan, yaitu (1) Bagian Kreatif, (2) bagian Media, (3) Bagian Client Service, dan (4) Bagian Supporting, yang terdiri atas Human Recources Development (HRD),

General Affair, Finance, Accounting, Administrasi dan Information Technology (TI). Keempat bagian bidang pekerjaan ini merupakan unsur standar yang biasa terdapat dalam struktur organisasi perusahaan jasa periklanan.

Sejak awal tahun 2006, struktur organisasi Dwi Sapta Advertising, mengalami penambahan satu bagian bidang pekerjaan, yaitu Bagian

Business Development. Fungsi bagian ini lebih diarahkan sebagai Tim Pemikir Strategis (Think Tank Team), baik untuk kepentingan pengembangan bisnis perusahaan sendiri maupun untuk kepentingan pengembangan bisnis klien-klien yang dimiliki perusahaan.

Dengan adanya Bagian Business Development tersebut, maka bentuk struktur organisasi Dwi Sapta Advertising secara keseluruhan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Organisasi PT. Dwi Sapta Advertising PRESIDENT

DIRECTOR

GENERAL MANAGER

BUSINESS DEVELOPMENTT SUPPORTING

(HRD+GA+FACIT)

MEDIA TEAM CREATIVE

TEAM

(36)

Jumlah karyawan Dwi Sapta Advertising sebanyak 150 orang yang sebagian besar (50%) adalah karyawan dasar dan operasional yang berasal dari daerah pemilik perusahaan, sedangkan sisanya terdiri dari staff, manager dan direksi yang diantaranya masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik.

4. Jumlah Klien dan Prestasi Dwi Sapta Advertising

Sejak didirikan pada tahun 1981, Dwi Sapta Advertising mampu tumbuh dan berkembang seiring dengan pasang surut perkembangan industri periklanan di Indonesia. Berawal dari hanya sebuah perusahaan jasa fotografi profesional, kini Dwi Sapta Advertising memiliki beragam jasa layanan bidang periklanan, mulai dari pembuatan konsep iklan, penyusunan strategi penempatan media, produksi berbagai materi iklan; baik cetak, radio, maupun televisi, hingga pengelolaan berbagai program event.

Saat ini, Dwi Sapta Advertising memiliki lebih dari 40 klien yang berasal dari berbagai jenis produk dan merek (Tabel 2).

Tabel 2. Daftar klien (merek dan perusahaan) Dwi Sapta Advertising

periode tahun 1981 - 2007

No. Nama

Perusahaan Merek Kategori Keterangan

1. PT. Kalbe Farma Fatigon, Fatigon Spirit, Fatigon Viro 3. PT. Kalbe Farma Mixagrip, Mixagrip

Flu & Batuk

obat Flu & batuk

Full Service

4. PT. Kalbe Farma Cerebrofort, Cerebrofort Gold

multivitamin anak

Full Service

5. PT. Kalbe Farma Cerebrovit Excel, Cerebrovit Active,

(37)

Lanjutan Tabel 2.

No. Nama

Perusahaan Merek Kategori Keterangan

10. PT. Sari Enesis

14. PT. Saka Farma Bedak Doris bedak anjing Full Service

15. PT. Saka Farma Remufit minuman

Korporat motor Corporate

Ad 24. PT. Astra Oto Part Accu GS Astra, GS

Hybrid

accu mobil Full Service

25. PT. Astra Oto Part Kayaba per

mobil

Full Service

26. PT. Kinocare Ovale, Eskulin pembersih

Wajah

29. PT. Kinocare Sleek Cairan pencuci

baju bayi

obat luka Full Service

33. PT. Mahaka Betafarma

Betadine Obat Kumur

obat kumur Full Service

34. PT. Djarum Djarum Coklat,

Djarum 76

rokok kretek Full Service

35. PT. Djarum Korporat rokok kretek Corporate

Ad

(38)

Lanjutan Tabel 2.

No. Nama

Perusahaan Merek Kategori Keterangan

37. PT. Ceres Biskuit & Wafer

41. Mayora Super Bubur bubur instan Full Service

Prestasi Dwi Sapta Advertising dari sudut pandang penghargaan kreatif iklan dan penayangan media iklan cukup banyak, antara lain seperti dimuat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penghargaan iklan yang diperoleh Dwi Sapta Advertising periode tahun 1995 - 2007

No. Nama Penghargaan Bidang Tahun Keterangan

1. ”The Best Print Ad” pilihan

pembaca Majalah Cakram

Kreatif 1995 Iklan Cetak Djarum Classic

3. Top 18thAdvertising Agency (Ranking PPPI)

Korporat 1999 Berdasarkan billing

5. Top 16th Advertising Agency

(Ranking PPPI)

Korporat 2000 Berdasarkan billing

6. Top 4th Billing Performance

Reward (SCTV)

Media 2000 Ad Media

Spending

7. Top 13th Advertising Agency

(Ranking PPPI)

Korporat 2001 Berdasarkan billing 10. “Penghargaan 12 tahun

(39)

Lanjutan Tabel 3.

No. Nama Penghargaan Bidang Tahun Keterangan

13. “The Giant Agency” versi

Radio Elshinta

Media 2005 Ad Media

Spending 14. Penghargaan Khusus dari

ANTV

Media 2005 Ad Media

Spending 15. Penghargaan Khusus dari

Trans TV

(40)

Lanjutan Tabel 3.

No. Nama Penghargaan Bidang Tahun Keterangan

33. “Superbrand 2005-2006” Client

35. “Indonesia Best Brand Award

-IBBA 2007” 37. “GFK Award 2005-2007 for

Best Seller DVD”

Korporat 2007 Vitron

Omzet penjualan setiap tahun mengalami peningkatan Rp. 17 milyar pada tahun 2006, Rp. 21 milyar tahun 2007 dan Rp. 27 milyar tahun 2008. Sedangkan posisi perusahaan dalam industri periklanan ditentukan berdasarkan billing (belanja iklan melalui perusahaan yang diperoleh selama setahun) termasuk posisi ke 8 atau ke 9 (10 besar) dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini.

5. Ruang Lingkup Layanan Jasa Dwi Sapta Advertising

Seiring dengan perkembangan perusahaan dan dinamika yang terjadi di industri periklanan, saat ini Dwi Sapta Advertising memiliki beberapa bentuk layanan jasa periklanan berikut :

a. Pembuatan Materi Kreatif Iklan, mulai dari penyusunan konsep story line dan story board iklan TV, layout iklan cetak, iklan animasi, iklan radio, hingga materi iklan luar ruang (poster, billboard, spanduk,

banner, dan lain-lain).

b. Pembuatan Program Brand Activation, mulai dari sampling produk,

event-event kegiatan sponsorship, hingga kegiatan brandactivation. c. Pembuatan Company Profile dan Video Presentation

(41)

e. Produksi Iklan TV, iklan radio, iklan media cetak dan materi pendukung (POS Material) seperti brosur, leaflet, pamphlet, spanduk, dan lain-lain.

f. Editing pasca produksi iklan TV dan radio.

g. Penyusunan Perencanaan dan Belanja Media Iklan di berbagai media cetak maupun elektronik.

h. Jasa Monitoring Tayangan Media dan Evaluasi Belanja Media (Post Buy Analysis).

i. Jasa Penelitian Pemasaran,Media dan Periklanan, mulai dari penelitian pengembangan konsep produk baru, uji nama merek, tes kemasan produk, penelitian perilaku konsumen, penelitian potensi pasar, penelitian konsep iklan, evaluasi program media iklan, hingga evaluasi dampak iklan secara keseluruhan,

j. Jasa Pengembangan Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu, mulai dari branding & packaging development, brand audit, product architecture, strategi pengembangan merek, dan lain-lain.

B. Analisis Lingkungan Eksternal Perusahaan 1. Dinamika Industri Periklanan Indonesia 2008

(42)

dibandingkan dengan laju pertumbuhannya di kuartal yang sama tahun 2007 sebesar 4,7% (Amrin, 2008).

Lebih lanjut Anggito menjelaskan bahwa peningkatan pertumbuhan tersebut diindikasikan oleh pertumbuhan indikator-indikator seperti penerimaan Pajak Penerimaan Netto (PPN), Penerimaan Cukai, masih tingginya laju kredit konsumsi, angka penjualan mobil dan motor, dan pertumbuhan konsumsi listrik domestik. Menurutnya, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pola konsumsi masyarakat antara lain meningkatnya pola konsumsi impor dibandingkan konsumsi domestik, serta masih tingginya laju inflasi yang dapat menghambat konsumsi masyarakat ke depan.

Laju pertumbuhan investasi (PMTB) tahun 2008 tumbuh cukup baik dan mencapai 11,75%, dibandingkan tahun 2007 (BPS, 2009). Namun pelemahan ekonomi global tampaknya mulai memberikan pengaruhnya pada pergerakan investasi dalam negeri. Menurut Sadewa (2009), perekonomian Indonesia memasuki semester II-2008 juga terus memburuk. Kenaikan harga BBM, krisis ekonomi global, keterlambatan belanja APBN, dan kenaikan suku bunga memberikan tekanan yang cukup berat pada perekonomian kita. Hal ini terlihat dari Coincident Economic Index (CEI) yang terus menurun sejak bulan Juli tahun 2008. CEI adalah indeks yang menunjukkan keadaan ekonomi pada setiap saat. Indeks ini disusun dengan menggunakan informasi penjualan mobil, konsumsi semen, impor, suplai uang, dan penjualan ritel. CEI yang naik menunjukkan ekonomi sedang berekspansi, sedangkan CEI yang turun menunjukkan aktivitas perekonomian sedang menurun. Namun kinerja APBN selama tahun 2008 dinilai cukup baik. Penerimaan perpajakan dan PNBP, baik migas maupun non migas, mencapai Rp. 984 triliun, atau tumbuh 36,3% dibandingkan dengan penerimaan yang sama di tahun 2007 (BPS, 2009).

(43)

dinamika industri periklanan di Indonesia. Menurut A. Adji Watono1

President Director Dwi Sapta Advertising menyatakan bahwa situasi ekonomi nasional Indonesia berpengaruh terhadap 3 (tiga) hal, yaitu (1) tingkat kemampuan dan daya beli konsumen, (2) besaran anggaran belanja iklan klien dan (3) potensi perolehan billing (pendapatan) iklan Dwi Sapta

Advertising.

Gambaran situasi ekonomi Indonesia 2008 secara khusus ditandai dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Mei 2008 pada kelanjutannya membawa banyak efek beruntun; termasuk salah satunya pada aspek kemampuan dan daya beli konsumen. Lebih lanjut A. Adji Watono1

menjelaskan bahwa kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 tersebut dinilainya telah semakin menambah beban hidup masyarakat menjadi semakin berat. Harga BBM naik, biasanya selalu diikuti oleh kenaikan harga barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup masyarakat. Di sisi lain, pendapatan masyarakat belum tentu ikut bertambah. Akibatnya, kemampuan dan daya beli konsumen menjadi lebih rendah. Bila kondisi ini terjadi, Dwi Sapta

Advertising memiliki beban pekerjaan yang semakin berat. Dwi Sapta

Advertising dituntut untuk mampu membuat iklan berbagai produk klien secara lebih efektif dari sisi komunikasi, sekaligus mampu mendorong konsumen untuk tetap membeli produknya sekalipun kemampuan dan daya belinya sedang menurun.

Pandangan A. Adji Watono1 ini ternyata sejalan dengan temuan hasil riset konsumen di tahun 2008 yang dilakukan oleh AC Nielsen, sebuah perusahaan konsultan riset pemasaran profesional yang memiliki juga jaringan operasional di Indonesia. Berikut ini adalah sebagian temuan data lapangan yang berkaitan dengan sikap dan tindakan konsumen pada saat menghadapi situasi ekonomi nasional di tahun 2008.

Berdasarkan data Survey AC Nielsen tersebut (Gambar 7), dapat dilihat bahwa kenaikan harga BBM yang terjadi pada Mei 2008 telah memberi pengaruh terhadap kemampuan daya beli dan pola konsumsi

1

(44)

produk konsumen di Indonesia. Lebih lanjut, data kedua menunjukkan jenis kategori produk konsumsi yang terkena dampak pengurangan intensitas konsumsinya, dimana pada kategori-kategori seperti itulah yang menjadi klien-klien Dwi Sapta Advertising.

Gambar 7. Sikap dan tindakan konsumen pada saat krisis tahun 2008

Pengeluaran rumah tangga

Catatan : Semua yang mengurangi pengeluaran rumah tangga akibat kenaikan harga BBM (%)

(45)

Sementara dari sisi klien, gambaran situasi ekonomi yang terjadi di sepanjang tahun 2008 membawa konsekuensi pada kenaikan biaya operasional, termasuk biaya produksi. Kondisi inilah yang disebut oleh A. Adji Watono1 sebagai kondisi dilematis yang harus dihadapi oleh klien. Di satu sisi biaya operasional, termasuk juga biaya produksi yang meningkat, namun klien tidak dapat langsung menaikkan harga jual produknya, karena di sisi lain kemampuan dan daya beli konsumen sedang mengalami kecenderungan penurunan. Konsekuensi lanjutan yang sering harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising adalah kenyataan bahwa klien lebih cenderung mengambil keputusan untuk mengurangi biaya promosi dalam menyikapi kondisi ekonomi seperti ini.

Lebih lanjut A. Adji Watono1

menegaskan bahwa ujung-ujungnya dari dampak kondisi dan situasi ekonomi Indonesia 2008 yang harus dihadapi oleh Dwi Sapta Advertising adalah menyangkut potensi perolehan billing (pendapatan) iklan. Di atas kertas, Dwi Sapta Advertising

dituntut harus bekerja lebih keras dan lebih sulit untuk dapat memperoleh target billing (pendapatan) iklan di sepanjang tahun 2008.

2. Trend Pertumbuhan Industri Periklanan Indonesia

Kondisi ekonomi Indonesia memang tidak pernah lepas dari gejolak yang mengiringi perkembangan dan dinamika pertumbuhannya. Titik perhatian kondisi ekonomi di tahun 2008 terletak pada saat pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM di bulan Mei 2008. Hampir semua industri merasakan dampak dari kebijakan ini. Meski dalam keadaan yang serba sulit, ternyata industri periklanan Indonesia di tahun 2008 masih tetap mengalami pertumbuhan cukup nyata. Pada Gambar 8 disajikan data perkembangan pertumbuhan belanja iklan nasional selama kurun waktu 10 tahun terakhir menurut pemantauan

Nielsen Media Research.

Berdasarkan data Nielsen Media Research tersebut dapat diketahui bahwa pertumbuhan belanja iklan nasional di tahun 2008 sekitar 19%.

1

(46)

Kenaikan belanja iklan pada yahun 2008 tersebut menurut Jimmy Siregar2, Media Manager Dwi Sapta Advertising, diperkirakan berasal dari munculnya berbagai produk baru atau varian produk baru yang launching

di sepanjang tahun 2008 dan iklan partai politik maupun pengurus partai politik yang memanfaatkan momen-momen khusus nasional (kebangkitan nasional, ulang tahun kemerdekaan, hari Sumpah Pemuda, hari Pahlawan dan hari Ibu). Kedua sumber baru inilah yang diperkirakan menjadi kontributor utama kenaikan belanja iklan nasional di tahun 2008, sekalipun situasi bisnisnya itu sendiri sedang mengalami krisis sebagai akibat dampak kenaikan harga BBM.

Gambar 8. Perkembangan pertumbuhan belanja iklan (Batam Pos, 2009)

3. Trend Perkembangan Teknologi Komunikasi & Industri Media

Perkembangan teknologi komunikasi, terutama yang berbasis internet di sepanjang tahun 2008 telah mengarah kepada bentuk yang dikenal dengan istilah mobile technology. Kecenderungan bentuk perkembangan seperti ini pada akhirnya lebih memudahkan orang untuk

2

Hasil wawancara tanggal 4 September 2008

Y1999 Y2000 Y2001 Y2002 Y2003 Y2004 Y2005 Y2006 Y2007 Y2008

(47)

terus melakukan up dating informasi secara cepat; kapan dan di manapun. Di Indonesia sendiri per tanggal 31 Desember 2007, pengguna internet

berjumlah 20 juta, dengan pertumbuhan pengguna dari tahun 2000 hingga 2007 telah mencapai sekitar 900% dan penetrasinya baru 8.5% dari total jumlah penduduk (Internet World Sats, 2009).

Di sisi lain, pertumbuhan bidang teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia juga bisa dilihat dari data Indikator Makro ICT Nasional oleh Departemen Komunikasi dan Informasi pada awal tahun 2008, yang salah satunya menyebutkan pertumbuhan 51% pelanggan seluler. Angka pertumbuhan pelanggan seluler ini cukup penting karena dengan adanya teknologi perangkat internet bergerak pada telepon seluler, para penggunanya mampu mengakses informasi melalui internet di manapun dan kapanpun, sehingga mempercepat penetrasi internet. Penetrasi perangkat bergerak (telepon seluler, personal digital assistant, komputer jinjing dan semacamnya) di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 39%, sedangkan pengguna internet kecepatan tinggi melalui perangkat bergerak (mobile broadband internet) per akhir 2007 adalah 315.000 orang, yang merupakan angka yang tertinggi di ASEAN (Newmedia, 2008).

Implikasi dari adanya trend perkembangan teknologi komunikasi seperti ini telah membawa dampak tersendiri bagi industri media. Media komunikasi yang banyak digunakan oleh kalangan praktisi periklanan tidak lagi hanya terbatas kepada bentuk-bentuk media konvensional, seperti televisi, radio, koran, makalah, tabloid, film, dan lain-lain. Menurut Jimmy Siregar2, Media Manager Dwi Sapta Advertising, internet

dan handphone telah membawa pengaruh cukup nyata terhadap perkembangan industri media di Indonesia sepanjang tahun 2008. Salah satu bentuk contoh kasus perkembangan internet yang dinilai telah mempengaruhi perkembangan industri media adalah munculnya fenomena beberapa koran nasional yang merilis format digital berupa koran internet atau yang lebih dikenal dengan sebutan e-paper.

2

(48)

Jimmy Siregar2 menjelaskan bahwa sejak tanggal 1 Juli 2008, e-paper Tabloid Kontan terbit di internet dan menjadi e-paper pertama di Indonesia. Dua hari kemudian, harian nasional Kompas yang berada dalam satu grup dengan Tabloid Kontan dalam payung Kompas-Gramedia juga secara resmi merilis e-paper diikuti Koran Tempo dan Republika. Fenomena ini pada akhirnya juga berdampak pada perubahan pola baca koran sekelompok masyarakat tertentu yang dapat memuaskan berbagai kebutuhan informasinya melalui berbagai portal berita di internet. Ujung-ujungnya, bila kelompok pembaca e-paper ini semakin bertambah besar, produk media baru ini bisa berpotensi menjadi alternatif media beriklan yang tidak saja efektif, namun sekaligus berbiaya lebih murah di banding media-media konvensional yang biasa digunakan selama ini.

4. Perkembangan Pola Belanja Konsumen Indonesia

Sepanjang tahun 2008, pola belanja konsumen di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan pasar ritel barang konsumsi. Berdasarkan data AC Nielsen, hingga September 2008 saja, industri ritel Indonesia tumbuh hingga 22,2%. Hal ini ditandai dengan makin menjamurnya pasar modern seperti hypermarket, supermarket, maupun minimarket di berbagai pelosok wilayah Indonesia. Pesatnya pertumbuhan gerai hypermarket

diperkirakan karena konsepnya yang menawarkan besaran ketersediaan produk hingga lebih dari 40.000 item tersebut relatif cukup bisa diterima oleh konsumen, khususnya masyarakat perkotaan. Dengan berbelanja di

hypermarket, konsumen memperoleh berbagai kebutuhannya dengan nyaman, serta dengan harga yang relatif lebih murah dan pasti dibanding pasar tradisional maupun pasar modern lainnya seperti supermarket

maupun minimarket.

Menurut Director Retailer Service PT. AC Nielsen Indonesia (Susilo, 2008), pertumbuhan pasar ritel di Indonesia sepanjang tahun 2008 bukan cuma terjadi di kategori pasar modern. Pasar tradisional juga mengalami peningkatan penjualan 21% secara nilai pendapatan. Namun, hal ini lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga barang dan didorong 2

Gambar

Gambar 1.  Perkembangan stasiun TV di Indonesia
Gambar 2. Perkembangan belanja iklan nasional
Gambar 3. Tiga strategik generik (Porter, 2007)
Tabel 1. Strategi generik dan strategi utama menurut Fred R. David
+7

Referensi

Dokumen terkait